25
HERPES ZOSTER 1. DEFINISI Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan. 2 Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox. 2 Shingles adalah nama lain dari herpes zoster 2,3,5,6,7 Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster. 1 http:// www.medicinenet.com/shingles/article.htm 2. EPIDEMIOLOGI Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi musiman. Terjadinya herpes zoster tidak

Herpes Zoster

Embed Size (px)

DESCRIPTION

herpes zoster

Citation preview

Page 1: Herpes Zoster

HERPES ZOSTER

1. DEFINISI

Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan kulit dengan

dermatom tunggal atau yang berdekatan.2 Herpes zoster merupakan hasil dari reaktivasi virus

varisela zoster yang memasuki saraf kutaneus selama episode awal chicken pox.2 Shingles

adalah nama lain dari herpes zoster 2,3,5,6,7 Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah

infeksi primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion dorsalis sistem

saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami reaktivasi dan bermanifestasi

sebagai herpes zoster.1

http://www.medicinenet.com/

shingles/article.htm

2. EPIDEMIOLOGI

Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi musiman.

Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela, dan tidak ada bukti yang

meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh oleh kontak dengan orang lain dengan

varisela atau herpes.4 Sebaliknya, kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang

mempengaruhi hubungan host-virus.4

Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua.4,6,7 Insiden terjadinya herpes

zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam segala usia dan 7 sampai 11 per 1000

orang per tahun pada usia lebih dari 60 tahun pada penelitian di Eropa dan Amerika Utara.4

Diperkirakan bahwa ada lebih dari satu juta kasus baru herpes zoster di Amerika setiap tahun,

Page 2: Herpes Zoster

lebih dari setengahnya terjadi pada orang dengan usia 60 tahun atau lebih.4 Ada peningkatan

insidens dari zoster pada anak – anak normal yang terkena chicken pox ketika berusia kurang

dari 2 tahun.8 Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif

memiliki resiko 20 sampai 100 kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu

imunokompeten pada usia yang sama.4 Immunosupresif kondisi yang berhubungan dengan

risiko tinggi dari herpes zoster termasuk “human immunodeficiency virus” (HIV),

transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi pada kanker,

dan penggunaan kortikosteroid.4 Herpes zoster adalah infeksi oportunistik terkemuka dan

awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV, dimana awalnya sering ditandai dengan

defisiensi imun.4 Zoster mungkin merupakan tanda paling awal dari perkembangan penyakit

AIDS pada individual dengan resiko tinggi.8 Dengan demikian, infeksi HIV harus

dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes zoster.4

Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis kelamin

perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen interleukin 10 polimorfisme, dan

ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.2 Paparan dari anak dan kontak dengan kasus varisela

telah dilaporkan untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit herpes zoster.2 Episode

kedua dari herpes zoster jarang terjadi pada orang imunokompeten, dan serangan ketiga

sangat jarang.2 Orang yang menderita lebih dari satu episode mungkin

immunocompromised.2 Pasien imunokompeten menderita beberapa episode seperti penyakit

herpes zoster yang mungkin menderita infeksi virus herpes simpleks zosteriform (HSV) yang

berulang.2

Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan varisela.

Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster tanpa komplikasi sampai 7

hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu yang lebih lama pada individu

immunocompromised.2 Pasien dengan zoster tanpa komplikasi dermatomal muncul untuk

menyebarkan infeksi melalui kontak langsung dengan lesi mereka.2 Pasien dengan herpes

zoster dapat disebarluaskan, di samping itu, menularkan infeksi pada aerosol, sehingga

tindakan pencegahan udara, serta pencegahan kontak diperlukan untuk pasien tersebut.2

Page 3: Herpes Zoster

3. PATOGENESIS

http://www.moondragon.org/health/disorders/eyesshingles.html

Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet respiratori.3 VVZ

bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang lebih 2 minggu sebelum

perkembangan kulit yang erupsi.3 Pasien infeksius sampai semua lesi dari kulit menjadi

krusta.3 Selama terjadi kulit yang erupsi, VVZ menyebar dan menyerang saraf secara

retrograde untuk melibatkan ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten.1,2,3,5,6,7,8 Virus

berjalan sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang dipersarafinya dan menimbulkan vesikel

dengan cara yang sama dengan cacar air.8 Zoster terjadi dari reaktivasi dan replikasi VVZ

pada ganglion akar dorsal saraf sensorik.1,2,3,4,5,8 Latensi adalah tanda utama virus Varisela

zoster dan tidak diragukan lagi peranannya dalam patogenitas.1 Sifat latensi ini menandakan

virus dapat bertahan seumur hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi

yang mampu sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan.1 Reaktivasi

mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi secara spontan.3 Virus

kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan gejala prodormal dan erupsi kutaneus

dengan karakteristik yang dermatomal.3 Infeksi primer VVZ memicu imunitas humoral dan

seluler, namun dalam mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes

zoster.1 Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien HIV

dengan jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal.1

Page 4: Herpes Zoster

http://www.herpes.com/herpes-zoster.html

http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm

Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan

imunosupresi.1 Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas terhadap

VZV spesifik.1

Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi peradangan

ganglion sensoris.1 Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan batang otak, dari saraf

sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit vesikuler yang khas.1 Pada daerah

Page 5: Herpes Zoster

dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten dan merupakan daerah terbesar

kemungkinannya mengalami herpes zoster.1

Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan permukaan

mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara sentripetal, naik ke serabut

sensoris ke ganglia sensoris.4 Di ganglion, virus membentuk infeksi laten yang menetap

selama kehidupan.4 Herpes zoster terjadi paling sering pada dermatom dimana ruam dari

varisela mencapai densitas tertinggi yang diinervasi oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf

trigeminal ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1 sampai L2.4

Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan mempermudah

reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin berhubungan dengan perkembangan

imunitas selular yang kurang efisien pada saat terjadi infeksi VZV primer baik in utero

maupun pascalahir.8

http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology

Gambaran perkembangan rash pada herpes zoster diawali dengan:

( seperti terlihat pada gambar di atas )

1. Munculnya lenting-lenting kecil yang berkelompok.

2. Lenting-lenting tersebut berubah menjadi bula-bula.

3. Bula-bula terisi dengan cairan limfe, bisa pecah.

4. Terbentuknya krusta (akibat bula-bula yang pecah).

5. Lesi menghilang.

Page 6: Herpes Zoster

(sekelompok vesikel – vesikel dalam bentuk

bervariasi) http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles72.html

(vesikel berumbilikasi dan membentuk krusta)

http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles91.html

(sekelompok vesikel – vesikel berkonfluens

pada kasus inflamasi berat) http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles90.html

Page 7: Herpes Zoster

(vesikel pecah menjadi krusta dan mungkin

dapat menjadi “scar” jika inflamasi berat)

http://hardinmd.lib.uiowa.edu/dermnet/shingles95.html

4. GEJALA KLINIS

Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan kelelahan

selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit.3 Inisial lesi kutaneus sangat gatal, makula dan

papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah dan menyebar ke bawah.3 Papula ini

kemudian berkembang cepat menjadi vesikel kecil yang dikelilingi oleh halo eritematosa,

yang dikenal sebagai “tetesan embun pada kelopak mawar” ( “dew drop on rose petal” ).3

Setelah vesikel matang, pecah membentuk krusta.3 Lesi pada beberapa tahapan evolusi

merupakan karakteristik dari varisela.3

Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang sangat dan

pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan karakteristik erupsi kulit dari vesikel

berkelompok pada dasar yang eritematosa.3

Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan intermiten atau

terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir, beberapa dermatom atau difus.1

Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada penderita imunokompeten kurang dari usia 30

tahun, tetapi muncul pada penderita mayoritas diatas usia 60 tahun.4 Nyeri prodormal :

lamanya kira –kira 2 – 3 hari, namun dapat lebih lama.8

Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal1,7, malaise, demam, nyeri kepala, dan

limfadenopati, gatal1,7, tingling.1 Lebih dari 80% pasien biasanya diawali dengan prodormal,

gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari sampai 3 minggu sebelum muncul lesi

kulit.1

Page 8: Herpes Zoster

Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia)7 dapat menstimulasi

migrain6, nyeri pleura4,6, infark miokardial4,6, ulkus duodenum, kolesistitis, kolik renal dan

bilier, apendisitis4,6, prolaps diskus intervertebral, atau glaucoma dini, dan mungkin mengacu

pada intervensi misdiagnosis yang serius.4

Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di sekitarnya8

herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral.1 Erupsi diawali dengan

plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian makulopapuler muncul secara dermatomal.1

Lesi baru timbul selama 3-5 hari.8 Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24 jam dan

berubah menjadi pustule pada hari ketiga.4 Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2

– 4 minggu.8 Krusta yang mongering pada 7 sampai 10 hari.4 Pada umumnya krusta bertahan

dari 2 sampai 3 minggu.4 Pada orang yang normal, lesi – lesi baru bermunculan pada 1

sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari).4 Rash lebih berat dan bertahan lama pada

orang yang lebih tua., dan lebih ringan dan berdurasi pendek pada anak – anak.4

Dermatom yang terlibat : biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan lokasi

yang paling sering terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan

sakral.8 Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.8

Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea.3 Pasien seperti ini harus

dievaluasi oleh optalmologi.3 Varian lain adalah herpes zoster yang melibatkan telinga atau

mangkuk konkhal – sindrom Ramsay-Hunt.3 Sindrom ini harus dipertimbangkan pada pasien

dengan kelumpuhan nervus fasialis, hilangnya rasa pengecapan, dan mulut kering dan

sebagai tambahan lesi zosteriform di telinga.3 Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom

tunggal, namun keterlibatan dermatom yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi meluas

dalam kasus zoster-diseminata.3 Zoster bilateral jarang terjadi, dan harus meningkatkan

kecurigaan pada imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.3

Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-5 Hari ke-6

Perkembangan rash pada herpes zoster

Page 9: Herpes Zoster

http://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology

5. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis klinis dibuat dalam kebanyakan kasus.6 Konfirmasi laboratorium biasanya

tidak perlu.6,7 Metode laboratorium untuk identifikasi adalah sama seperti orang-orang untuk

herpes simpleks. Tzanck smear , biopsi kulit, titer antibodi, cairan vesikuler antibodi

immunofluorescent (direct fluorescent antibody), mikroskop elektron, dan kultur dari cairan

vesikel dari beberapa studi patut dipertimbangkan.7

Tes awal pilihan adalah apusan sitologi (Tzanck smear).7 Tes tersebut tidak

membedakan herpes simpleks dan varicella.3,7

Dasar dari lesi pertama kali dikerok dan diwarnai dengan hematoxylin-eosin, Giemsa,

Wright’s, toluidine biru, atau tinta papanicolaou.7 Sel raksasa multinuklear dan sel epitel yang

mengandung inklusi intranuklear asidofilik dapat terlihat.7

Direct fluorescent antibody : dilakukan untuk HSV-1. DFA adalah tes cepat (rapid

test) untuk membedakan VHS-1, VHS-2, dan VVZ.3

Kultur virus : tes yang sangat spesifik, tetapi tidak sensitif. VVZ sulit untuk dikultur

dan tumbuh dengan lambat, minimal 1 minggu.3

Herpes zoster terlihat kira –kira 7 kali lebih sering pada pasien HIV.7 Tes HIV

dilakukan jika ada indikasi yang jelas.7

6. Diagnosa

Diagnosa herpes zoster berdasarkan klinis.9

Ditambahkan dengan berbagai prosedur diagnostik. 9

Apusan sitologik dari vesikel berupa sel raksasa multinuklear dan degenerasi

balon dan / degenerasi retikular.9

Sel raksasa terdiri dari 8 -10 nukleus, dengan bentuk dan ukuran yang bervariasi.9

Biopsi kulit berupa lesi intraepidermal pada pertengahan sampai epidermis bagian

atas, degenerasi balon dan / degenerasi reticular dari sel, sel akantolisis, sel virus

raksasa multinuklear, intranuklear inklusi mungkin diidentifikasikan sebagai sel

raksasa.9

Virus dapat dikultur dari cairan vesikel.9

Page 10: Herpes Zoster

Direct immunofluorescence menggunakan antibodi monoklonal.9

Identifikasi virus dengan mikroskop elektron.9

7. Diagnosa Banding

Herpes simpleks zosteriform1,3,4,10 : karena herpes zoster dapat muncul di

daerah genital.

Selulitis.1

Erisipelas.1

Eritema gangrenosum1 : bentuk atipikal.

Infeksi jamur diseminata.1

Infeksi mikobakterium diseminata.1

Dermatitis kontak.3

Drug eruptions.4

Pemphigus dan bulosa lainnya yang melepuh tapi tidak ada distribusi

dermatomal klasik.10

Molluscum contagiosum dengan papul putih atau kuning dengan umbilikasi

sentral yang disebabkan oleh pox virus. Lesinya lebih lunak dan tidak ada

dasar eritem seperti zoster. 10

Scabies dapat muncul dengan rash pustul yang tidak tebatas pada dermatom

dan mengikuti jaringan laba – laba.4,10

Gigitan serangga (Insect bite).4,10

Folikulitis.10

8. Komplikasi

Sepsis kulit sekunder, biasanya akibat Streptococcus pyogenes atau Staphylococcus

aureus.8

Okular: pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi komplikasi diantaranya ptosis

paralitik, skleritis, korioretinitis, neuritis optik, konjungtivitis, keratitis, uveitis,

nekrosis retina, parut kelopak mata. Herpes zoster oftalmikus (HZO) dapat muncul di

kemudian hari dan menyebabkan komplikasi okular dan nyeri neuralgik. 8,11,12,13,14,15,16

Diseminasi kutan pada pasien immunocompromised.8

Pasien transplantasi dan limfoma memiliki resiko tertinggi (hingga 40%).8

Page 11: Herpes Zoster

Diseminasi visceral terjadi pada 5-10% pasien. 8

Zoster paralitik :

o akibat keterlibatan saraf motorik seperti sindrom Ramsay Hunt (erupsi nyeri

pada dan sekitar telinga, palsi saraf ipsilateral VII dengan atau tanpa gangguan

vestibular), oftalmoplegia eksternal, gangguan kandung kemih, dan kelemahan

otot ekstremitas.8,12

Komplikasi SSP :

o pleiositosis limfositik CSS asimtomatik dengan protein meningkat ringan serta

kadar glukosa normal sering terjadi. Meningoensefalitis, mielitis, dan

hemiplegia kontralateral akibat angitis granulomatosa jarang terjadi.8

Neuralgia pascaherpes :

o komplikasi paling sering8, keadaan yang dirasakan paling menganggu pada

herpes zoster11 dirasakan sebagai nyeri dermatomal yang menetap setelah

penyembuhan8 walau lesi sudah hilang.9 Insidensi keseluruhan adalah 9-15%,

10 – 15 % >40 tahun16, mencapai 50% pada usia > 60 tahun.8 nyeri biasanya

menghilang dalam 3 -6 bulan namun pada beberapa pasien nyeri hebat ini bisa

menetap selama 6 bulan.8 Neuralgia ini bervariasi dalam hal keparahan, tipe,

dan kualitasnya.8

Zoster sakralis :

o keterlibatan segmen – segmen sakral bisa menyebabkan retensi urin akut di

mana hal ini bisa dihubungkan dengan adanya ruam kulit.11

Zoster trigeminalis :

o herpes zoster bisa menyerang setiap bagian dari saraf trigeminus, tetapi paling

sering terkena adalah bagian oftalmika.11,15 Gangguan mata seperti

konjungitvitis, keratitis, dan/atau iridosiklitis bisa terjadi bila cabang

nasosiliaris dari bagian oftalmika terkena (ditunjukkan oleh adanya vesikel –

vesikel di sisi hidung), dan pasien dengan zoster oftalmika hendaknya

diperiksa oleh oftalmolog.11

o herpes keratokonjungtivitis : termasuk HZO, dalam waktu 3 minggu selama

rash, terdapat ulkus kornea, keratitis punctata.15

Page 12: Herpes Zoster

http://www.thachers.org/dermatology.htm

http://www.entusa.com/oral_pictures_htm/shingles_herpes_zoster.htm

Infeksi pada bagian maksila dari saraf trigeminus menimbulkan vesikel – vesikel

unilateral pada pipi dan pada palatum11.

Zoster motoris :

o Kadang-kadang selain lesi kulit pada dermatom sensoris, serabut saraf motoris

bisa juga terserang, yang menyebabkan terjadinya kelemahan otot. 11

Infeksi juga dapat menjalar ke alat dalam, misalnya paru, hepar dan otak.16

Banyak reaksi kutaneus yang berkembang selama masa penyembuhan lesi Herpes

zoster. Granuloma annulare (GA) dilaporkan pada beberapa kasus bekas luka

(“scars”) Herpes zoster.13

Telah dilaporkan bahwa pruritus paska herpes (PPH) dapat muncul di bagian yang

telah sembuh dari herpes zoster dengan sakit atau tanpa rasa sakit, dan dihubungkan

dengan kehilangan saraf sensorik.14

9. PENATALAKSANAAN

Page 13: Herpes Zoster

PENGOBATAN

Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi.7 Pengobatan

zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan mengurangi resiko

komplikasi.7 Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya

valasiklovir.16 Obat yang lebih baru ialah famsiklovir dan pensiklovir yang mempunyai waktu

paruh eliminasi yang lebih lama sehingga cukup diberikan 3x250 mg sehari.16 Obat – obat

tersebut diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.16 Untuk zoster yang menyebar luas

yang timbul pada orang – orang yang mengalami imunosupresi, asiklovir intravena mungkin

dapat menyelamatkan jiwa. 9

Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7

hari1,16, paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul berupa rejimen yang dianjurkan.1,7

http://www.herpestreatmentcure.org/herpes-treatment-

acyclovir/

Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster3 :

1. Pasien berumur ≥ 60 tahun dengan lesi muncul dalam 72 jam.

2. Pasien berumur ≤ 60 tahun dengan lesi luas, akut dan dalam 72 jam.

3. Pasien dengan lesi oftalmikus, segala umur, lesi aktif menyerang leher, alat gerak, dan

perineum (lumbal – sakral).

Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih

tinggi.16 Jika lesi baru masih tetap timbul obat – obat tersebut masih dapat diteruskan dan

dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.16 Valasiklovir terbukti lebih

efektif dibandingkan asiklovir sedangkan famsiklovir sama dengan asiklovir.1

Page 14: Herpes Zoster

Pengobatan lain yang juga dipakai antara lain kortikosteroid jangka pendek dan

diberikan pada masa akut, pemberian steroid ini harus dengan pertimbangan ketat.1 Indikasi

pemberian kortikosteroid ialah sindrom Ramsay Hunt.16 Pemberian harus sedini – dininya

untuk mencegah terjadinya paralisis.16 Diberikan prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari,

setelah seminggu dosis diturunkan bertahap.16 Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas

akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat anti viral.16 Dikatakan kegunaanya

mencegah fibrosis ganglion.16

Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah

pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka.

Kalo terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.16

Anestesi lokal misalnya krim lidokain 5% memberikan perbaikan dibandingkan

kontrol.1

Antiinflamasi nir steroid juga dikatakan menolong, namun hasilnya tidak dapat

disimpulkan.1

Untuk neuralgia pasca herpes, pemberian awal terapi anti virus telah diberikan untuk

mengurangi insidens.3

Menurut FDA, obat pertama yang dapat diterima untuk nyeri neuropatik pada

neuropati perifer diabetik dan neuralgia paska herpetic ialah pregabalin.16 Obat tersebut lebih

baik daripada obat gaba yang analog yaitu gabapentin, karena efek sampingnya lebih sedikit,

lebih poten (2 – 4 kali), kerjanya lebih cepat, serta pengaturan dosisnya lebih sederhana.16

Dosis awal 2 x 75 mg sehari, setelah 3 – 7 hari bila responnya kurang dapat dinaikkan

menjadi 2 x 150 mg sehari. Dosis maksimum 600 g sehari.16 Efek sampingnya berupa

dizziness, dan somnolen yang akan menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.16

Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin dapat

digunakan untuk neuralgia paska herpes.3,7 Solutio Burrow dapat digunakan untuk kompres

basah.7 Kompres diletakkan selama 20 menit beberapa kali sehari, untuk maserasi dari

vesikel, membersihkan serum dan krusta, dan menekan pertumbuhan bakteri.7 Solutio

Povidone- iodine sangat membantu membersihkan krusta dan serum yang muncul pada

erupsi berat dari orang tua.7 Acyclovir topikal ointment diberikan 4 kali sehari selama 10 hari

untuk pasien imunokompromised yang memerlukan waktu penyembuhan jangka pendek.7

Page 15: Herpes Zoster

Pada kasus berat dapat diberikan Gabapentin oral (300 – 600 mg per oral TID selama

7 hari).3 Tidak lebih dari 150 mg/d. 3 Penderita AIDS dengan CD4+ <100 sel/mm3 dan

transplantasi resipien, khususnya sumsung tulang mungkin mengalami infeksi VVZ dengan

resistan acyclovir.7 Perlu diawali pengobatan dengan foscarnet 40 mg/kg IV setiap 8 jam

selama 7 – 10 hari pada pasien dengan suspek infeksi VVZ dengan resisten acyclovir.7

Pengobatan foscarnet diperlukan setidaknya sampai 10 hari atau sampai lesi sembuh.7

Anti depresi antisiklik ( misalnya nortriptilin dan aminotriptilin)16: amitriptilin 30 –

100 mg per oral QHS.3 Pengobatan dengan amiptriptilin dan obat sejenisnya, blok saraf, dan /

opioid nantinya setelah perkembangan nyeri akut dapat mencegah sensitisasi SSP yang

menyebabkan nyeri persisten.7 Efek sampingnya ialah gangguan jantung, sedasi, dan

hipotensi.16 Dosis nortriptilin 50 – 150 mg/hari.10

Rejimen terapi untuk Varisela-zoster : 3

ACYCLOVIR FAMCICLOVIR VALACYCLOVIR

Zoster 5 x 800 mg setiap

hari selama 7 – 10

hari

500 mg TID selama 7

hari

1 g TID selama 7 hari

“Disseminated

zoster” (dosis anak)

20 mg/kg IV setiap 8

jam selama 7 hari

- -

“Disseminated

zoster”(dosis

dewasa)

10 mg/kg IV setiap

8 jam selama 7 hari

- -

PENCEGAHAN

Vaksin Zostavax℗ : strain hidup yang dilemahkan dari VVZ.3 Berhubungan dengan

Varivax℗, tetapi diperkirakan 14 kali lebih terkonsentrasi.3 Telah disetujui oleh FDA untuk

pasien > 60 tahun tanpa riwayat penyakit herpes zoster sebelumnya. Zostavax telah diketahui

untuk mengurangi penyakit herpes zoster dan neuralgia paska herpes.3

Page 16: Herpes Zoster

http://www.medscape.com/viewarticle/735609

Page 17: Herpes Zoster

Daftar Pustaka

1. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 2002.

2. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3rd ed.

Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.

3. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In : Lippincott’s

Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer Health. 2011 .p. 148 -151.

4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ. Varicella and

Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 7 thed. New York :

McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.

5. James, W.D. Viral Diseases. In : Andrew’s Disease of the Skin Clinical Dermatology.

11th ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 – 376.

6. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks’

Principles of Dermatology. 4th ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006 .p.145-148.

7. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In : Clinical

Dermatology. 5 thed. United States of America : Elseiver Saunders. 2010.p. 479 – 490.

8. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6th ed. Jakarta : Erlangga Medical

Series. 2008 : 115 – 119.

9. Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4th ed. New Delhi

: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.p. 83 – 84.

10. Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine. United State of

America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 – 502.

Page 18: Herpes Zoster

11. Brown, R.G. Lecture Notes Dermatology: Penyakit Infeksi.8th ed. Jakarta : Erlangga

Medical Series. 2005 : 29 – 31.

12. Brown, R.G.Dermatology Fundamentals of Practice. Philadelphia : Mosby Elseiver.

2008.p. 212-214.

13. Chang Sung Eun, Bae Gee Young, Moon Kee Chan, Do Sang Hwan, Lim Young Jin.

Subcutaneous granuloma annulare following herpes zoster. In : International Journal

of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 298 – 299.

14. The International Society of Dermatology.Herpes zoster and pruritus. In :

International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 779 -780.

15. Ali Asra. Varicella zoster virus (VZV). In : Dermatology a Pictorial Review. New

York : Mc Graw Hill Companies. 2007.p. 22 -23.