44
HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Praktikum : Hidrodinamika Reaktor 2. Kelompok : 1. Nayunda Bella Mahardini (21030114120022) 2. Ahmad Dzulfikar Fauzi (21030114120030) 3. Wahyu Satyo Triadi (21030114130126) Telah disahkan pada : Hari : Tanggal : Semarang, Maret 2016 Telah menyetujui, Dosen Pengampu Asisten Proses Kimia i

Hidrodinamika Reaktor p0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

leh uga

Citation preview

Page 1: Hidrodinamika Reaktor p0

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Praktikum : Hidrodinamika Reaktor

2. Kelompok : 1. Nayunda Bella Mahardini (21030114120022)

2. Ahmad Dzulfikar Fauzi (21030114120030)

3. Wahyu Satyo Triadi (21030114130126)

Telah disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Semarang, Maret 2016

Telah menyetujui,

Dosen Pengampu Asisten

Proses Kimia

Luqman Buchori, S.T., M.T. Roynaldy Daud

NIP. 19710501 1997021 001 NIM. 210301131

i

Page 2: Hidrodinamika Reaktor p0

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal praktikum

laboratorium Proses Kimia. Proposal ini disusun sebagai kelengkapan salah satu

syarat Praktikum Proses Kimia. Proposal Proses Kimia ini berisi materi

Hidrodinamika Reaktor

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada

1. Bapak Luqman Buchori, S.T., M.T. selaku dosen pengampu materi

Hidrodinamika Reaktor dalam Laboratorium Proses Kimia

2. Asisten Laboratorium Proses Kimia Jurusan Teknik Kimia Fakultas

Teknik Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2016.

Penyusun menyadari pasti ada kekurangan yang perlu diperbaiki. Maka dari

itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penyusun harapkan.

Semarang, Maret 2016

Ttd

Penyusun

ii

Page 3: Hidrodinamika Reaktor p0

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tipe Reaktor Air-lift 4

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Hidrodinamika Reakto 11

iii

Page 4: Hidrodinamika Reaktor p0

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.3 Pengaruh Konsentrasi terhadap KLa 4

Grafik 4.4 Hubungan waktu terhadap KLa

iv

Page 5: Hidrodinamika Reaktor p0

INTISARI

Hidrodinamika reaktor merupakan ilmu yang mempelajari kelakuan dinamis

cairan dalam reaktor. Faktor yang mempengaruhi ialah hold up gas dan laju sirkulasi.

Kecepatan sirkulasi cairan sangat dipengaruhi oleh hold up gas sedangkan hold up

gas dipengaruhi oleh turbulensi Perpindahan massa terjadi karena adanya beda

konsentrasi dan ditentukan dengan koefisien perpindahan massa gas-cair volumetrik.

Metode perpindahan massa antara lain OTR-cd, dinamik, serapan kimia, kimia OTR-

col, dan sulfit.

Reaktor merupakan alat utama pada industri yang digunakan untuk proses

kimia yaitu mengubah bahan baku menjadi produk. Reaktor dibagi berdasarkan cara

operasi, fase dan geometrinya. Salah satu reaktor fase hetergen adalah reaktor air-lift.

Tujuan dari praktikum hidrodinamika reaktor adalah menghitung hold up gas, laju

sikulasi dan koefisien massa gas-cair dari variabel perbedaan konsentras Na2SO3.

Pada praktikum ini, variabel berubah yaitu konsentrasi Na2SO3 yaitu 0,05 N,

0,06 N dan 0,07 N. Variabel tetap pada praktikum ini yaitu tinggi cairan setinggi 90

cm, konsentrasi natrium tiosulfat (Na2S2O3.5H2O) sebesar 0,1 N, panjang lintasan

sepanjang 30 cm, dan waktu berulang setiap 5 menit. Prosedur yang dilakukan yaitu

menentukan hold up gas pada riser dan downcomer, menentukan kecepatan sirkulasi

dan menentukan koefisien transfer massa gas-cair.

Hasil percobaan menunjukkan nilai hold up gas riser semakin naik, namun

pada downcomer semakin menurun, pada percobaan laju sirkulasi seiring

bertambahnya konsentrasi bertambah pula laju sirkulasi, pada percobaan menghitung

Kla, semakin besar konsentrasi, semakin naik pula Kla rata-rata.

Agar praktikum hidrodinamika reactor dapat berjalan lancer, perlu

diperhatikan beberapa saran seperti Biarkan kompresor tetap menyala tiap melakukan

percobaan tiap variable, perhatikan secara detail waktu ketika zat warna diteteskan

dalam downcomer, pembuatan amilum harus sesuai dengan prosedur karena amilum

menjadi indikator dalam analisis titrasi, pengamatan tinggi inverted manometer harus

teliti, laju alir gas harus selalu diperhatikan agar tidak berubah-ubah selama proses,

dan titrasi harus dilakukan dengan teliti hingga mencapai warna titik akhir titrasi.

1

Page 6: Hidrodinamika Reaktor p0

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Reaktor merupakan alat utama pada industri yang digunakan untuk

proses kimia yaitu untuk mengubah bahan baku menjadi produk. Reaktor dapat

diklasifikasikan atas dasar cara operasi, geometrinya, dan fase reaksinya.

Berdasarkan cara operasinya dikenal reaktor batch, semi batch, dan kontinyu.

Jika ditinjau dari geometrinya dibedakan menjadi reaktor tangki berpengaduk,

reaktor kolom, reaktor fluidisasi. Sedangkan bila ditinjau berdasarkan fase

reaksi yang terjadi didalamnya, reaktor diklasifikasikan menjadi reaktor

homogen dan reaktor heterogen

Reaktor heterogen adalah reaktor yang digunakan untuk mereaksikan

komponen yang terdiri dari minimal 2 fase, seperti fase gas-cair. Reaktor yang

digunakan untuk kontak fase gas-cair, diantaranya dikenal reaktor kolom

gelembung (bubble column reaktor) dan reaktor air-lift. Reaktor jenis ini

banyak digunakan pada proses industri kimia dengan reaksi yang sangat

lambat, proses produksi yang menggunakan mikroba (bioreaktor) dan juga

pada unit pengolahan limbah secara biologis menggunakan lumpur aktif.

Pada perancangan reaktor pengetahuan kinetika reaksi harus dipelajari

secara komprehensif dengan peristiwa-peristiwa perpindahan massa, panas dan

momentum untuk mengoptimalkan kinerja reaktor. Fenomena hidrodinamika

yang meliputi hold up gas dan cairan, laju sirkulasi merupakan faktor yang

penting yang berkaitan dengan laju perpindahan massa. Pada percobaan ini

akan mempelajari hidrodinamika pada reaktor air-lift, terutama berkaitan

dengan pengaruh laju alir udara, viskositas, dan densitas terhadap hold up, laju

sirkulasi dan koefisien perpindahan massa gas-cair pada sistem sequantial

batch.

1.2. Tujuan Percobaan

Setelah melakukan percobaan ini, mahasiswa diharapkan dapat :

1. Menentukan pengaruh konsentrasi terhadap hold-up gas (ε)

2. Menentukan pengaruh konsentrasi terhadap laju sirkulasi (VL)

3. Menentukan pengaruh konsentrasi terhadap koefisien transfer massa gas-cair

(KLa)

4. Menentukan hubungan koefisien transfer massa gas-cair (KLa) terhadap waktu

2

Page 7: Hidrodinamika Reaktor p0

1.3. Manfaat Percobaan

1. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh konsentrasi terhadap hold up gas (ε)

2. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh konsentrasi terhadap laju sirkulasi

(VL)

3. Mahasiswa dapat menentukan pengaruh konsentrasi terhadap koefisien

transfer massa gas-cair (KLa)

4. Mahasiswa dapat menentukan hubungan koefisien transfer massa gas-cair

(KLa) terhadap waktu

5. Mahasiswa dapat mengetahui peran hidrodinamika reaktor pada industri kimia

3

Page 8: Hidrodinamika Reaktor p0

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Reaktor Kolom Gelembung dan Air-Lift

Reaktor adalah suatu alat tempat terjadinya suatu reaksi kimia untuk

mengubah suatu bahan menjadi bahan lain yang mempunyai nilai ekonomis

lebih tinggi. Reaktor Air-lift adalah reaktor yang berbentuk kolom dengan

sirkulasi aliran. Kolom berisi cairan atau slurry yang terbagi menjadi 2 bagian

yaitu raiser dan downcomer. Raiser adalah bagian kolom yang selalu

disemprotkan gas dan mempunyai aliran ke atas. Sedangkan downcomer

adalah daerah yang tidak disemprotkan gas dan mempunyai aliran ke bawah.

Pada zona downcomer atau riser memungkinkan terdapat plate penyaringan

pada dinding, terdapat satu atau dua buah baffle. Jadi banyak sekali

kemungkinan bentuk reaktor dengan keuntungan penggunaan dan tujuan yang

berbeda-beda (Widayat,2004).

Secara umum reaktor air-lift dikelompokkan menjadi 2, yaitu reaktor

airlift dengan internal loop dan eksternal loop (Christi, 1988; William, 2002).

Reaktor air-lift dengan internal loop merupakan kolom bergelembung yang

dibagi menjadi 2 bagian, riser dan downcomer dengan internal baffle dimana

bagian atas dan bawah raiser dan downcomer terhubung. Reaktor air-lift

dengan eksternal loop merupakan kolom bergelembung dimana riser dan

downcomer merupakan 2 tabung yang terpisah dan dihubungkan secara

horizontal antara bagian atas dan bawah reaktor. Selain itu reaktor air-lift juga

dikelompokkan berdasarkan sparger yang dipakai, yaitu statis dan dinamis.

Pada reaktor air lift dengan sparger dinamis, sparger ditempatkan pada riser

dan atau downcomer yang dapat diubahubah letaknya ( Christi, 1989., dan

William,2002)

Secara teoritis reaktor air-lift digunakan untuk beberapa proses kontak

gascairan atau slurry. Reaktor ini sering digunakan untuk beberapa fermentasi

aerob, pengolahan limbah, dan operasi-operasi sejenis.

4

Page 9: Hidrodinamika Reaktor p0

Internal Loop Eksternal Loop

Gambar 2.1 Tipe Reaktor Air-lift

Keuntungan penggunaan reaktor air-lift dibanding reaktor konvensional

lainnya, diantaranya :

1. Perancangannya sederhana, tanpa ada bagian yang bergerak

2. Aliran dan pengadukan mudah dikendalikan

3. Waktu tinggal dalam reaktor seragam

4. Kontak area lebih luas dengan input yang rendah

5. Meningkatkan perpindahan massa

6. Memungkinkan tangki yang besar sehingga meningkatkan produk

Kelemahan rekator air lift antara lain :

1. Biaya investasi awal mahal terutama skala besar

2. Membutuhkan tekanan tinggi untuk skala proses yang besar

3. Efisiensi kompresi gas rendah

4. Pemisahan gas dan cairan tidak efisien karena timbul busa (foamin

Dalam aplikasi reaktor air-lift terdapat 2 hal yang mendasari mekanisme kerja

dari reaktor tersebut, yaitu hidrodinamika dan transfer gas-cair.

2.2. Hidrodinamika Reaktor

Di dalam perancangan bioreaktor, faktor yang sangat berpengaruh

adalah hidrodinamika reaktor, transfer massa gas-cair, rheologi proses dan

morfologi produktifitas organisme. Hidrodinamika reaktor mempelajari

perubahan dinamika cairan dalam reaktor sebagai akibat laju alir yang masuk

reaktor dan karakterisik cairannya. Hidrodinamika reaktor meliputi hold up gas

5

Page 10: Hidrodinamika Reaktor p0

(fraksi gas saat penghamburan) dan laju sirkulasi cairan. Kecepatan sirkulasi

cairan dikontrol oleh hold up gas, sedangkan hold up gas dipengaruhi oleh

kecepatan kenaikan gelembung. Sirkulasi juga mempengaruhi turbulensi,

koefisien perpindahan massa dan panas serta tenaga yang dihasilkan.

Hold up gas atau fraksi kekosongan gas adalah fraksi volume fase gas

pada disperse gas-cair atau slurry. Hold up gas keseluruhan (ε).

...(1)

dimana : ε = hold up gas

Vε = volume gas (cc/s)

VL = volume cairan (cc/s)

Hold up gas digunakan untuk menentukan waktu tinggal gas dalam

cairan. Hold up gas dan ukuran gelembung mempengaruhi luas permukaan gas

cair yang diperlukan untuk perpindahan massa. Hold up gas tergantung pada

kecepatan kenaikan gelembung, luas gelembung dan pola aliran. Inverted

manometer adalah manometer yang digunakan untuk mengetahui beda tinggi

cairan akibat aliran gas, yang selanjutnya dipakai pada perhitungan hold up gas

(ε) pada riser dan downcomer. Besarnya hold up gas pada riser dan

downcomer dapat dihitung dengan persamaan :

dimana :

ε = hold up gas

ε r = hold up gas riser

ε d = hold up gas downcomer

ρL = densitas cairan (gr/cc)

ρg = densitas gas (gr/cc)

Δhr = perbedaan tinggi manometer riser (cm)

Δhd = perbedaan tinggi manometer downcomer (cm)

Z = perbedaan antara taps tekanan (cm)

6

(4)...

..(3).

(2)...

Page 11: Hidrodinamika Reaktor p0

Hold up gas total dalam reaktor dapat dihitung dari keadaan tinggi

dispersi pada saat aliran gas masuk reaktor sudah mencapai keadaan tunak

(steady state).

Persamaan untuk menghitung hol up gas total adalah sebagai berikut :

....(5)

dimana : ε = hold up gas

ho = tinggi campuran gas setelah kondisi tunak (cm)

hi = tinggi cairan mula-mula dalam reaktor (cm)

Hubungan antara hold up gas riser (ε r) dan donwcomer (ε d) dapat

dinyatakan dengan persamaan 6 :

....(6)

dimana : Ar = luas bidang zona riser (cm2)

Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)

Sirkulasi cairan dalam reaktor air lift disebabkan oleh perbedaan hold

up gas riser dan downcomer. Sirkulasi fluida ini dapat dilihat dari perubahan

fluida, yaitu naiknya aliran fluida pada riser dan menurunnya aliran pada

downcomer. Besarnya laju sirkulasi cairan pada downcomer (ULd)

ditunjukkan oleh persamaan 7 dan laju sirkulasi cairan pada riser ditunjukan

oleh persamaan 8 :

....(7)

dimana :

Uld = laju sirkulasi cairan pada downcomer (cm/s)

Lc = panjang lintasan dalam reaktor (cm)

tc = waktu (s)

Dikarenakan tinggi dan volumetric aliran liquid pada raiser dan

downcomer sama, maka hubungan antara laju aliran cairan pada riser dan

downcomer yaitu:

Ulr.Ar = Uld.Ad ....(8)

dimana : Ulr = laju sirkulasi cairan riser (cm/s)

Uld = laju sirkulasi cairan downcomer (cm/s)

Ar = luas bidang zona riser (cm2)

Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)

7

Page 12: Hidrodinamika Reaktor p0

Waktu tinggal tld dan tlr dari sirkulasi liquid pada downcomer dan riser

tergantung pada hold up gas seperti ditunjukan pada persamaan berikut :

….(9)

dimana :

tlr = waktu tinggal sirkulasi liquid pada riser (s)

tld = waktu tinggal sirkulasi liquid pada downcomer (s)

Ar = luas bidang zona riser (cm2)

Ad = luas bidang zona downcomer (cm2)

ε r = hold up gas riser

ε d = hold up gas downcomer

2.3. Perpindahan Massa

Perpindahan massa antar fase gas-cair terjadi karena adanya beda

konsentrasi antara kedua fase. Perpindahan massa yang terjadi yaitu oksigen

dari fase gas ke fase cair. Kecepatan perpindahan massa ini dapat ditentukan

dengan koefisien perpindahan massa.

Koefisien perpindahan masssa volumetric (KLa) adalah kecepatan

spesifik dari perpindahan massa (gas teradsobsi per unit waktu, per unit luas

kontak, per beda konsentrasi). KLa tergantung pada sifat fisik dari sistem dan

dinamika fluida. Terdapat 2 istilah tentang koefisien transfer massa volumetric,

yaitu:

1. Koefisien transfer massa KLa, dimana tergantung pada sifat fisik dari

cairan dan dinamika fluida yang dekat dengan permukaan cairan. 2.

2. Luas dari gelembung per unit volum dari reaktor

Ketergantungan KLa pada energi masuk adalah kecil, dimana luas

kontak adalah fungsi dari sifat fisik design geometri dan hidrodinamika. Luas

kontak adalah parameter gelembung yang tidak bisa ditetapkan. Di sisi lain

koefisien transfer massa pada kenyataannya merupakan faktor yang

proposional antara fluks massa dan substrat (atau bahan kimia yang ditransfer),

Ns, dan gradient yang mempengaruhi fenomena beda konsentrasi. Hal ini

dapat dirumuskan dengan persamaan 11 :

N = KLa (C1-C2) ....(11)

8

Page 13: Hidrodinamika Reaktor p0

dimana : N = fluks massa

KLa = koefisien transfer massa gas-cair (1/detik)

C1 = konsentrasi O2 masuk (gr/L)

C2 = konsentasi O2 keluar (gr/L)

Untuk perpindahan massa oksigen ke dalam cairan dapat dirumuskan

sebagai kinetika proses, seperti di dalam persamaan 10 :

....(12)

dimana: C = konsentrasi udara (gr/L)

Koefisien perpindahan gas-cair merupakan fungsi dari laju alir udara

atau kecepatan superfitial gas, viskositas, dan luas area riser dan

downcomer/geometric alat.

Pengukuran konstanta perpindahan massa gas-cair dapat dilakukan

dengan metode sebagai berikut :

1. Metode OTR-Cd

Dasar dari metode ini adalah persamaan perpindahan massa (persamaan

12) semua variabel kecuali K0A dapat terukur. Ini berarti bahwa dapat

digunakan dalam sistem kebutuhan oksigen, konsentrasi oksigen dari fase gas

yang masuk dan meninggalkan bioreaktor dapat dianalisa.

2. Metode Dinamik

Metode ini berdasarkan pengukuran C0i dari cairan, deoksigenasi

sebagai fungsi waktu, setelah aliran udara masuk. Deoksigenasi dapat

diperoleh dengan mengalirkan oksigen melalui cairan atau menghentikan

aliran udara, dalam hal ini kebutuhan oksigen dalam fermentasi.

3. Metode Serapan Kimia

Metode ini berdasarkan reaksi kimia dari absorbsi gas (O2, CO2) dengan

penambahan bahan kimia pada fase cair (Na2SO3, KOH). Reaksi ini sering

digunakan pada reaksi bagian dimana konsentrasi bulk cairan dalam komponen

gas = 0 dan absorpsi dapat mempertinggi perpindahan kimia.

4. Metode Kimia OTR-C0i

Metode ini pada dasarnya sama dengan metode OTR-Cd. Namun,

seperti diketahui beberapa sulfit secara terus-menerus ditambahkan pada cairan

9

Page 14: Hidrodinamika Reaktor p0

selama kondisi reaksi tetap dijaga pada daerah dimana nilai C0i dapat

diketahui. C0i dapat diukur dari penambahan sulfit. Juga reaksi konsumsi

oksigen yang lain dapat digunakan.

5. Metode Sulfit

Metode ini berdasarkan pada reaksi reduksi natrium sulfit. Mekanisme

yang terjadi : Reaksi dalam reaktor :

Na2SO3 + 0,5 O2 Na2SO4 + Na2SO3(sisa)

Reaksi saat analisa :

Na2SO3(sisa) + KI + KIO3 Na2SO4 + 2KIO2 + I2(sisa)

I2 (sisa) + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI Mol

Na2SO3 mula-mula (a)

Mol I2 excess (b)

reaksi

Mol Na2SO3 sisa (c)

Mol O2 yang bereaksi (d)

Koefisien transfer massa gas-cair (KLa)

KLa

2.4. Kegunaan Hidrodinamika Reaktor dalam Industri

Berikut ini beberapa proses yang dasar dalam perancangan dan

operasinya menggunakan prinsip hidrodinamika reaktor :

1. Bubble Column Reactor

Contoh aplikasi bubble column reactor antara lain :

10

yang masuk reaktor (e) 2O

Page 15: Hidrodinamika Reaktor p0

a. Absorbsi polutan dengan zat tertentu (misal CO2 dengan KOH)

b. Untuk bioreactor

2. Air-lift Reactor

Contoh aplikasi air-lift reactor antara lain :

a. Proses produksi laktase (enzim lignin analitik yang dapat

mendegradasi lignin) dengan mikroba

b. Proses produksi glukan (polisakarida yang tersusun dari monomer

glukosa dengan ikatan 1,3 yang digunakan sebagai bahan baku obat

kanker dan tumor) menggunakan mikroba

c. Water treatment pada pengolahan air minum

d. Pengolahan limbah biologis.

11

Page 16: Hidrodinamika Reaktor p0

BAB III

PELAKSANAAN PERCOBAAN

3.1. Bahan dan Alat yang Digunakanan

3.1.1. Bahan yang digunakan

• Na2S2O3.5H2O 0,1 N

• KI 0,1 N

• Na2SO3 235 gram

• Larutan amylum

• Zat Warna

• Aquadest

3.1.2. Alat yang digunakan

• Buret, statif, klem

• Gelas arloji

• Beaker glass

• Rotameter

• Erlenmeyer

• Inverted manometer

• Gelas ukur

• Sparger

• Pipet tetes

• Tangki cairan

• Kompresor

• Reaktor

• Sendok reagen

• Picnometer

3.2. Gambar Alat

Gambar 3.1 Rangkaian Alat Hidrodinamika Reaktor

12

Page 17: Hidrodinamika Reaktor p0

Keterangan :

A. Kompresor F. Reaktor

B. Sparger G. Inverted manometer

C. Rotameter daerah riser H. Inverted manometer

D. Tangki Cairan daerah downcomer E. Pompa

3.3. Variabel Operasi

a. Variabel tetap

b. Variabel berubah

Respon Uji Hasil

a. Tinggi riser dan downcomer

b. Volume titran Na2S2O3.5H2O

c. Densitas cairan

d. Kecepatan sirkulasi

3.4. Prosedur percobaan

1. Menentukan hold-up pada riser dan downcomer

a. Mengisi reaktor dengan air dan menghidupkan pompa, setelah reaktor

terisi air 90 cm maka pompa dimatikan.

b. Menambahkan Na2SO3 0,05N ke dalam reaktor, ditunggu 5 menit agar

larutan Na2SO3 larut dalam air.

c. Melihat ketinggian inverted manometer.

d. Hidupkan kompressor kemudian melihat ketinggian inverted manometer

setelah kompresor dihidupkan. Ambil sampel untuk titrasi dan

menghitung densitasnya.

e. Menghitung besarnya hold up gas.

f. Ulangi untuk variable 0,06 N dan 0,07N

13

Page 18: Hidrodinamika Reaktor p0

2. Menentukan konstanta perpindahan massa gas-cair

a. Mengambil sampel sebanyak 10 ml.

b. Menambahkan KI sebanyak 5 ml ke dalam sampel.

c. Menitrasi dengan Na2SO3.5H2O 0,1N sampai terjadi perubahan warna dari

coklat tua menjadi kuning jernih.

d. Menambahkan 3 tetes amilum.

e. Menitrasi sampel kembali dengan larutan Na2SO3.5H2O 0,1 N.

f. TAT didapat setelah warna putih keruh.

g. Mencatat kebutuhan titran.

h. Ulangi sampai volume titran tiap 5 menit konstan.

3. Menentukan kecepatan sirkulasi

a. Merangkai alat yang digunakan.

b. Mengisi reaktor dengan air dan Na2SO3 0,05 N.

c. Menghidupkan kompresor.

d. Memasukkan zat warna pada reaktor downcomer.

e. Mengukur waktu yang dibutuhkan oleh cairan dengan indikator zat warna

tertentu untuk mencapai lintasan yang telah digunakan.

f. Menghitung besarnya kecepatan sirkulasi.

g. Ulangi untuk Na2SO3 0,06 N dan 0,07 N

h.

14

Page 19: Hidrodinamika Reaktor p0

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Konsentrasi Na2SO3 terhadap Hold up Gas (ε)

0.04 0.045 0.05 0.055 0.06 0.065 0.07 0.0750.004

0.005

0.006

0.007

0.008

0.009

0.01

0.011

0.012

ε Riser ε downcomer ε total

Gambar 4.1 Hubungan konsentrasi Na2SO3 terhadap hold up gas (ε)

Berdasarkan hasil percobaan yang ditunjukkan pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa

hold up gas ada yang meningkat dan ada yang menurun seiring dengan

meningkatnya konsentrasi Na2SO3. Pada riser, diperoleh hold up gas yang meningkat

dari konsentrasi Na2SO3 0,05 N sebesar 0,00626, menjadi 0,00876 pada konsentrasi

Na2SO3 0,06 N dan kemudian konstan menjadi 0,00876 pada konsentrasi Na2SO3

0,07 N. Pada raiser mengalami kenaikan nilai hold up dari konsentrasi Na2SO3 0,05

N hingga konsentrasi Na2SO3 0,07 N. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin besar

konsentrasi Na2SO3, maka akan semakin besar pula densitas cairan dalam reaktor,

sesuai dengan rumus normalitas dan densitas larutan Na2SO3 sebagai berikut :

N = massa

BMx 1000

V reaktor x valensi

ρL = massa

V

16

Page 20: Hidrodinamika Reaktor p0

Dari hubungan dalam rumus tersebut, dapat dilihat apabila konsentrasi

Na2SO3 diperbesar, maka massa Na2SO3 yang dibutuhkan juga semakin besar. Massa

berbanding lurus dengan densitas, sehingga massa Na2SO3 yang semakin besar akan

menyebabkan densitas Na2SO3 juga semakin besar. Dengan semakin besarnya

densitas maka hold up gas juga akan meningkat pula sesuai dengan persamaan

hubungan antara hold up gas dengan densitas larutan sebagai berikut :

ε = ρL

ρL−ρgx ∆ h

z

dengan = hold up gas, ρL = densitas cairan (g/ml), ρg = densitas gas (gr/ml), dan z

= perbedaan antara taps tekanan (cm), sehingga dari hasil percobaan dapat dilihat

bahwa hold up gas (ε) berbanding lurus dengan densitas cairan.

Pada downcomer, diperoleh hold up gas yang menurun dari konsentrasi

Na2SO3 0,05 N sebesar 0,01126, menjadi 0,00751 pada konsentrasi Na2SO3 0,06 N

dan naik menjadi 0,00626 pada konsentrasi Na2SO3 0,07 N. Pada downcomer

mengalami penurunan nilai hold up dari konsentrasi Na2SO3 0,05 N hingga

konsentrasi Na2SO3 0,07 N. Penurunan nilai gas hold-up pada peningkatan laju

cairan pada laju gas yang konstan dikarenakan pada peningkatan laju cairan, energi

kinetik yang dibawa oleh cairan yang keluar nosel sangat besar, sehingga

meningkatkan laju geser cairan terhadap dinding leher ejektor. Peningkatan laju

cairan menjadikan selimut jet semakin mudah rusak oleh adanya peningkatan laju

geser, sehingga penahanan gas oleh selimut jet cenderung semakin sulit dilakukan

karena waktu tinggal gas di dalam cairan semakin sebentar, sehingga menurunkan

nilai gas hold-up (Mandal et.al, 2005).

17

Page 21: Hidrodinamika Reaktor p0

4.2 Pengaruh Konsentrasi Na2SO3 terhadap Laju Sirkulasi

Gambar 4.2 Hubungan konsentrasi Na2SO3 terhadap laju sirkulasi

Berdasarkan hasil percobaan yang ditunjukkan pada Gambar 4.2 dapat

diamati bahwa semakin besar konsentrasi Na2SO3, maka laju sirkulasi semakin cepat.

Pada konsentrasi Na2SO3 0,05 N, waktu yang dibutuhkan untuk zat pewarna mengalir

dengan panjang lintasan (Lc) sepanjang 30 cm di bagian downcomer yaitu sebesar 3

sekon kemudian menurun menjadi 2 sekon pada konsentrasi Na2SO3 0,006 N dan

semakin menurun menjadi 1,1 sekon pada konsentrasi Na2SO3 0,007 N. Dengan

waktu yang semakin cepat, maka laju sirkulasi semakin besar sesuai dengan

persamaan yang menyatakan waktu berbanding terbalik dengan laju sirkulasi sebagai

berikut :

Uld = Lc

t c

dengan Uld = laju sirkulasi downcomer, Lc = jarak lintasan, dan tc = waktu yang

dibutuhkan.

Hal ini berlawanan dengan teori yang ada, karena kenaikan konsentrasi

Na2SO3 menyebabkan viskositas cairan meningkat. Peningkatan viskositas akibat

naiknya konsentrasi Na2SO3 akan menyebabkan menurunnya laju sirkulasi

17

Page 22: Hidrodinamika Reaktor p0

cairan dan penurunannya merupakan penurunan yang linier. Hal ini bisa

dijelaskan dengan naiknya viskositas akan menaikkan hambatan terhadap aliran

fluida. Gaya gesek antara lapisan gas dan cairan yang semakin besar

menyebabkan penurunan laju sirkulasi cairan. (Widayat dan Haryani, 2011).

Dari hasil percobaan ini juga diperoleh hasil bahwa laju sirkulasi pada bagian

downcomer (Uld) lebih besar dibandingkan laju sirkulasi pada bagian riser (Ulr). Hal

ini disebabkan oleh luas area downcomer yaitu 77 cm2 lebih kecil dibandingkan luas

area riser yaitu 126 cm2. Luas area berbanding terbalik dengan laju sirkulasi sesuai

dengan persamaan sebagai berikut :

Ulr = Uld x Ad

A r

dengan Ulr = laju sirkulasi riser, Ad = luas area downcomer, dan Ar = luas area riser.

Oleh karena itu, luas permukaan downcomer yang lebih kecil menyebabkan laju

sirkulasi dalam area downcomer menjadi lebih besar dibandingkan pada area riser.

17

Page 23: Hidrodinamika Reaktor p0

4.3 Pengaruh Konsentrasi terhadap Koefisien Transfer Massa Gas-Cair

(KLa)

Tabel 4.3 Data KLa rata-rata tiap konsentrasi Na2SO3

Konsentrasi KLa Rata-rata (L/s)

0,05 N

0,06 N

0,07 N

1290,85

1549,24

2902,72

0.04 0.05 0.06 0.07 0.080

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500

Kla rata-rata

Konsentrasi (N)

Kla

(L/s

)

Grafik 4.3 Pengaruh Konsentrasi terhadap KLa

Berdasarkan grafik diatas dapat disimpulkan bahwa seiring dengan

meningkatnya Konsentrasi Na2SO3 maka nilai kLa (koefisien perpindahan massa

volumetrik) semakin meningkat. Konsentrasi Na2SO3 menyebabkan viskositas

larutan akan menurun. Hal ini menyebabkan meningkatnya nilai koefisien

perpindahan massa. Peningkatan nilai kLa dikarenakan berkurangnya viskositas

larutan sehingga laju perpindahan oksigen akan semakin besar. Hal ini

menyebabkan kLa semakin meningkat. (Widayat, 2004)

Reaksi yang terjadi :

Na2SO3 + 0,5 O2 →Na2SO4 + Na2SO3(sisa)

17

Page 24: Hidrodinamika Reaktor p0

Jumlah gas oksigen yang masuk dihitung dari jumlah O2 yang

bereaksi pada reaksi diatas dengan rumus :

Mol O2 yang bereaksi = 0,5 (mol Na2SO3 awal - mol Na2SO3 sisa)

Mol O2 yang masuk reaktor = MolO2 Yanngberaksi X BM O2

t X 60

Nilai KLa sangat ditentukan oleh jumlah O2 yang ada dalam reaktor,

sepert yang ditunjukkan persamaan berikut :

KLa = MolO2 Yanngberaksi X BM O2

C x q

Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi

Na2SO3 menyebabkan viskositas larutan berkurang. Ini mengakibat laju

perpindahan O2 dalam reaktor semakin besar sehingga nilai KLa juga

semakin besar. (Kristinah Haryani dan Widayat, 2011)

Sedangkan untuk mengetahui Na2SO3 sisa yang tidak bereaksi dapat diketahui

melalui reaksi berikut selama proses titrasi

Na2SO3(sisa) + KI + KIO3→Na2SO4 + 2KIO2 + I2(sisa)

I2 (sisa) + 2 Na2S2O3→Na2S4O6 + 2NaI

Dalam percobaan yang kami lakukan mol total untuk Na2SO3 mula-

mula besar sesuai dengan rumus :

Mol Na2SO3 mula-mula(a)

(Popovic and Robinson,1989)

Semakin besar normalitas Na2SO3, maka mengakibatkan mol

Na2SO3 mula-mula semakin besar. Kemudian mol I2 sisa tetap pada setiap

pertambahan konsentrasi,sesuai dengan rumus:

Mol I2 excess(b)

(Popovic and Robinson,1989)

Dari rumus diatas terlihat bahwa pertambahan konsentrasi tidak

mempengaruhi mol I2 sisa. Kemudian mol Na2SO3 sisa berkurang seiring

bertambahnya konsentrasi, sesuai dengan rumus :

17

Page 25: Hidrodinamika Reaktor p0

Mol Na2SO3 sisa (c) =

(Popovic and Robinson,1989)

pertambahan konsentrasi Na2SO3. Kemudian mol O2 yang bereaksi

meningkat seiring pertambahan konsentrasi, sesuai dengan rumus:

Mol O2 yang bereaksi(d)

(Popovic and Robinson,1989)

Dari rumus diatas terlihat bahwa Mol O2 yang bereaksi meningkat seiring

pertambahan konsentrasi Na2SO3. Hal ini disebabkan karena Mol Na2SO3 mula-

mula(a) meningkat seiring bertambahnya konsentrasi, sedangkan mol I2 sisa

(b) tetap pada setiap konsentrasi. Hal ini menyebabkan Mol O2 yang bereaksi

meningkat seiring pertambahan konsentrasi Na2SO3.

Kemudian O2 yang masuk reactor meningkat seiring pertambahan konsentrasi

pada waktu yang sama. Sesuai dengan rumus:

O2 yang masuk reaktor(e)

Dari rumus tersebut terlihat bahwa semakin besar Mol O2 yang

bereaksi(d), maka kadar O2 yang masuk reactor juga meningkat. Sehingga

kadar O2 yang masuk reactor meningkat seiring pertambahan konsentrasi pada

waktu yang sama.

Terakhir adalah KLa. KLa meningkat seiring pertambahan konsentrasi pada

waktu yang sama. Sesuai rumus

KLa

(Popovic and Robinson,1989)

Dari penjabaran tersebjt menunjukkan O Karena O2 yang masuk reaktor(e)

semakin meningkat, maka nilai kLa juga akan meningkat seiring pertambahan

konsentrasi Na2SO3.

17

Page 26: Hidrodinamika Reaktor p0

4.4 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan KLa

Tabel 4.4 Data Waktu Tinggal terhadap KLa pada Tiap Variabel Konsentrasi

Na2SO3

t (menit)KLa (L/s)

Na2SO3 0.05 N Na2SO3 0.06 N Na2SO3 0.07 N

0 0 0 0

5 3391,97 4070,90 4749,9

10 1695,98 3025,52 2374,95

15 1130,68 1357,00 1583,31

20 848,025 1017,78 -

25 678,42 814,22 -

30 565,35 - -

0 5 10 15 20 25 30 350

1000

2000

3000

4000

5000

0.05 N0.06 N0.07 N

Waktu (s)

Kla

(L/s

)

Grafik 4.4 Hubungan antara Waktu Tinggal dengan KLa

Dari grafik diatas menunjukkan seiring bertambahnya waktu nilai Kla

semakin turun. Hal ini sudah sesuai teori dimana semakin lama waktu reaksi

dengan konsentrasi larutan awal sama maka laju perpindahan masa O2 semakin

17

Page 27: Hidrodinamika Reaktor p0

turun. Semakin lama waktu, jumlah O2 yang bereaksi berkurang karena reaktan

semakin jenuh oleh gas. Hal ini mengakibatkan jumlah mol O2 yang bereaksi

menurun sehingga mol O2 yang ada di dalam reaktor berkurang dan menyebabkan

KLa semakin kecil. (Haryani dan Widayat,2011)

Reaksi yang terjadi :

Na2SO3 + 0,5 O2 →Na2SO4 + Na2SO3(sisa)

Nilai KLa sangat ditentukan oleh jumlah O2 yang ada dalam reaktor,

sepert yang ditunjukkan persamaan berikut :

KLa = MolO2 Yanngberaksi X BM O2

C x q

(Popovic and Robinson,1989)

Namun pada menit ke 10 nilai KLa pada konsentrasi 0,07 N lebih kecil

daripada konsentrasi 0,06 N, hal ini disebabkan karena semakin besar

konsentrasi maka nilai KLa akan semakin besar, dengan nilai KLa yang besar maka

larutan akan menjadi lebih cepat jenuh oleh gas(Haryani dan Widayat,2011).

Karena larutan jenuh oleh gas maka nilai Kla turun drastic

Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum semakin tinggi

konsentrasi maka laju Kla semakin besar, dan seiring berjalanya waktu nilai Kla

akan turun karena larutan sudah jenuh oleh gas.

17

Page 28: Hidrodinamika Reaktor p0

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Semakin meningkat konsentrasi Na2SO3 maka nilai semakin meningkat,

tetapi pada downcomer, nilai semakin menurun pada konsentrasi yang

semakin meningkat

2. Semakin besar konsentrasi Na2SO3, maka laju sirkulasi di riser maupun

downcomer semakin cepat

3. Semakin meningkat konsentrasi Na2SO3 maka nilai kLa (koefisien

perpindahan massa volumetrik) semakin meningkat.

4. Semakin bertambahnya waktu, nilai Kla semakin turun karena semakin

lama waktu, jumlah O2 yang bereaksi berkurang karena reaktan semakin

jenuh oleh gas.

5.2 Saran

1. Biarkan kompresor tetap menyala tiap melakukan percobaan tiap variable

2. Perhatikan secara detail waktu ketika zat warna diteteskan dalam

downcomer

3. Pembuatan amilum harus sesuai dengan prosedur karena amilum menjadi

indikator dalam analisis titrasi.

4. Pengamatan tinggi inverted manometer harus teliti.

5. Laju alir gas harus selalu diperhatikan agar tidak berubah-ubah selama

proses.

6. Titrasi harus dilakukan dengan teliti hingga mencapai warna titik akhir

titrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Christi, M. Y., 1989, “Air-lift Bioreactor”, El Sevier Applied Science, London.

17

Page 29: Hidrodinamika Reaktor p0

Christi Yusuf, Fu Wengen dan Murray Moo Young. 1994. Relationship Between

Riser and Downcomer Gas Hold-Up In Internal-Loop Airlift Reactors

Without Gas-Liquid Separator. The Chemical Engineering Journal,57

(1995) B7-B13. Canada

Haryani dan Widayat. 2011. Pengaruh Viskositas dan Laju Alir terhadap

Hidrodinamika dan Perpindahan Massa dalam Proses Produksi Asam

Sitrat dengan Bioreaktor Air-Lift dan Kapang Aspergillus Niger. Jurnal

Reaktor Vol. 13. Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro (diakses

tanggal 20 Juli 2015)

Popovic, M.K. and Robinson, C.W., (1989). Mass Transfer Stuy of External Loop

Airlift and a Buble Column. AICheJ., 35(3), pp. 393-405

Widayat. 2004. Pengaruh Laju Alir dan Viskositas Terhadap Perpindahan Massa

Gas-Cair Fluida Non Newtonian Dalam Reaktor Air Lift Rectangular.

Posiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004 ISSN : 1411-

4216 (diakses tanggal 20 Juli 2015)

William, J. A., 2002, “Keys To Bioreactor Selections”, Chem. Eng. Prog, hal

3441

17

Page 30: Hidrodinamika Reaktor p0

Referensi

Semakin lama waktu, jumlah O2 yang bereaksi berkurang karena reaktan semakin

jenuh oleh gas. Hal ini mengakibatkan jumlah mol O2 yang bereaksi menurun

sehingga mol O2 yang ada di dalam reaktor berkurang dan menyebabkan KLa

semakin kecil. Selain itu, laju alir juga akan sangat mempengaruhi oksigen yang

terdifusi dimana semakin tinggi laju alir maka nilai KLa pun akan semakin kecil.

Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai kLa semakin berkurang seiring pertambahan

waktu dikarenakan jumlah mol O2 yang bereaksi semakin menurun.

bahwa bertambahnya laju alir udara (dengan konsentrasi larutan yang sama) akan

mengakibatkan peningkatan koefisien perpindahan massa. Kecenderungan yang

diperoleh hampir sama untuk semua konsentrasi (hubungan linier atau

eksponensial) kecuali pada konsentrasi 5% kecenderungannya adalah

polinomial. Laju alir udara semakin besar maka udara yang dapat dipindahkan ke

dalam larutan akan semakin besar pula dan mengakibatkan laju perpindahan

oksigen semakin besar. Dengan demikian koefisien perpindahan massa juga akan

bertambah besar. Fenomena ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan

untuk reactor tangki maupun reaktor bergelembung

Haryani dan Widayat. 2011. Pengaruh Viskositas dan Laju Alir terhadap

Hidrodinamika dan Perpindahan Massa dalam Proses Produksi Asam Sitrat

dengan Bioreaktor Air-Lift dan Kapang Aspergillus Niger. Jurnal Reaktor

Vol. 13. Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro

Laju alir udara semakin besar maka udara yang dapat dipindahkan ke dalam

larutan akan semakin besar pula. Dengan demikian koefisien perpindahan massa

gas ke cair juga akan bertambah besar. Fenomena ini sesuai dengan penelitian

yang telah dilakukan untuk reaktor tangki maupun reaktor bergelembung.

Widayat. 2004. Pengaruh Laju Alir dan Viskositas Terhadap Perpindahan

Massa Gas-Cair Fluida Non Newtonian Dalam Reaktor Air Lift Rectangular.

Posiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004

17