High Frequency Resistance Welding Defects Rev 2

Embed Size (px)

Citation preview

  • 2

    HIGH FREQUENCY RESISTANCE WELDING DEFECTS

    ABSTRAK

    High Frequency Resistance Welding (HFRW) sistem merupakan metoda pembuatan

    pipa ERW dengan produktifitas dan efisiensi yang tinggi. Akan tetapi produktifitas

    dan efisiensi tersebut terkendala dengan banyaknya cacat yang terbentuk selama

    proses HFRW berlangsung. Jenis cacat yang sering terjadi pada HFRW memiliki asal

    usul penyebab cacat di set-up mill atau pada area weld. Tulisan ini akan membahas

    cacat-cacat yang sering terjadi pada pembentukan pipa ERW serta mencari penyebab

    dan memberikan solusi pencegahannya.

    I. PENDAHULUAN

    Gambar 1. Skema proses welding yang berlangsung di HFRW [6]

    .

    HFRW dikenal sebagai Forge Welds karena tidak menggunakan filler metal atau pun

    proses pencairan seperti pada metoda konvensional welding yang biasa dikenal.

    Skema proses welding HFRW diilustrasikan pada Gambar 1 yang jika diamati proses

    HFRW terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:

    1. Menerapkan High Frequency (HF) ke edge dengan mengunakan direct contact

    atau induction coil seperti yg diperlihatkan pada Gambar 2.

    2. Kedua edge masuk ke area squeeze roll sehingga kedua edge saling bertemu

    dan menghasilkan panas (panas tidak sampai temperatur melting). Edge yang

    masih ditekan dengan gaya dari squeeze roll tersebut menghasilkan extruded

    metal yang keluar dari bond plane. Hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 3.

  • 3

    3. Posisi logam yang tidak teroksidasi berada diantara extruded metal akan

    membentuk ikatan secara metalurgi akibat panas dan ikatan mekanik akibat

    squeezing pada setiap sisi yang bertemu di area weld.

    Gambar 2. HF Contact (kiri) dan HF induction (kanan) [6]

    .

    Gambar 3. Ilustrasi hasil pengelasan HFRW [6]

    .

    Gambar 4 memperlihatkan struktur dari hasil pengelasan HFRW. Bentuk dari Heat

    Affected Zone (HAZ) menyerupai hourglass. Hal tersebut dikarenakan Heat

    dihasilkan oleh Arus HF memasuki bagian atas dan bawah dari edge. HAZ biasanya

    terlihat lebih gelap dari parent/base metal karena karbon (C) pada baja berdifusi

    menuju bagian terpanas dari edge selama proses welding berlangsung dan terjebak di

    edge ketika pendinginan. Bond Plane biasanya berwarna terang karena daerah

    tersebut miskin akan karbon. Karbon yang berada pada bagaian terluar dari edge

    beroksidasi dengan oksigen menjadi CO atau CO2 yang kemudian meninggalkan baja.

    Flow Line merupakan area yang kaya akan karbon dan sudut dari flow line bisa

    digunakan untuk menghitung derajat dari upset done dan squeeze force selama proses

    welding.

  • 4

    Gambar 4. Struktur Welding HFRW.

    Gambar 5. Variasi narrow gap berdasarkan variasi heat input dengan line speed

    konstan sebesar 16m/minute (a)180kW, (b)186kW, (c)194kW, (d)201kW,

    (e)216kW, (f)222kW, (g)230kW dan (h)245kW [3]

    .

  • 5

    Gambar 5 memperlihatkan variasi heat input terhadap hasil welding dengan line speed

    konstan sebesar 16m/menit dan apex angle sebesar 40, dengan pengambilan gambar

    menggunakan High Speed Video Camera dengan frame rate 1000fps. Gambar 5(a)

    dan (b) memperlihatkan bentuk narrow gap pada low heat input (180-186 KW).

    Gambar 5(c), (d) dan (e) untuk kasus medium heat (194-216 KW). Dan gambar 5(f),

    (g) dan (h) untuk high heat input (222-245 KW). Variasi narrow gap yang didasarkan

    pada variasi heat input (low, medium dan high) bisa dilihat dari gambar 6. Heat input

    yang optimum diperlihatkan pada Gambar 6(b) dengan besaran heat input sekitar 194-

    216 KW dengan variabel welding/line speed 16m/menit dan apex angle 40. Diluar dari

    variabel tersebut, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk pengaruh line

    speed dan apex angle serta dimensi terhadap optimum heat input.

    Gambar 6. Pengaruh heat input terhadap kualitas welding HFRW [5]

    .

    Gambar 7 menjelaskan pengaruh hubungan line speed dan diameter terhadap welding

    frequency sebagai berikut:

    Pada diameter pipa yang sama, peningkatan line speed akan meningkatkan

    welding frequency.

    Pada line speed yang sama, peningkatan diameter pipa akan menurunkan

    welding frequency.

  • 6

    Gambar 7. Hubungan line speed dan diameter terhadap welding frequency [7]

    .

    II. JENIS CACAT HFRW

    Banyak fenomena pada HFRW yang bisa diklasifikasikan sebagai cacat. Penyebab

    dari cacat bisa berasal dari pemilihan material, preparasi, forming, welding, post weld

    heat treatment, heat input dan sebagainya. Cacat tersebut memiliki nama yang unik

    dan berbeda-beda di masing-masing pabrikan pipa. Sampai saat ini tidak ada nama

    khusus untuk setiap jenis cacat. Cacat yang akan dibahas, merupakan cacat standar

    yang sering terjadi pada mesin ERW di PT. KHI Pipe Industries.

    Penamaan dari cacat HFRW di KHI dipilih berdasarkan karakter dari cacat, bukan

    dari penampakan cacat tersebut. Jenis cacat diperlihatkan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Jenis cacat pada pipa HFRW

    Jenis-Jenis Cacat

    1. Penetrator 7. Porosity

    2. Pre Arc 8. Hook Crack

    3. Open Seam 9. Hi-Lo

    4. Puckers 10. Contact Marking

    5. Cold Weld 11. Bend Pipe

    6. Cast Weld 12. Scarfing

  • 7

    II.1. Penetrator

    Gambar 8. Skema pembentukan penetrator pada HFRW [3]

    .

    Jenis cacat ini disebabkan oleh oksida logam yang terjebak di bond plane yang tidak

    dapat keluar ketika molten metal squeezed out. Oksida logam terbentuk di permukaan

    dari molten metal edge di daerah vee. Di vee, jika kecepatan dari strip edge kurang

    dari melt rate maka edge melting lebih cepat dari pada squeezed. Bentuk seperti

    komet yang berada di belakang vee apex akan mengandung molten metal dan oksida

    logam. Squeeaze normal tidak akan seluruhnya menghilangkan volume dari molten

    metal yang dikeluarkan dan penetrator yang terjebak dan diilustrasikan pada Gambar

    8. Penetrator akan terlihat ketika Broken Weld. Permukaan dari penetrator umumnya

    berwarna gelap dan lebih datar dibandingkan dengan permukaan fibrous di weld line

    seperti yang terlihat pada Gambar 9. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

    Robert K. Nichols, penetrator akan lebih mudah terjadi ketika sudut dari vee kurang

    dari 40 atau rasio Mangan (Mn) terhadap Silicon (Mn/Si) kurang dari 8:1. Menurut

    Choong Kim jumlah kandungan Mn dalam base metal memberikan peran yang lebih

    efektif terhadap penetrator dibandingkan dengan rasio Mn/Si. Tetapi semakin tinggi

  • 8

    jumlah Mn akan berdampak pada penurunan weldability. Heat input juga memegang

    peranan penting dalam pembentukan penetrator, apabila heat input terlalu tinggi akan

    menimbulkan penetrator dengan fasa oksida Fe3O4.

    Gambar 9. Cacat Penetrator pada HRFW[5]

    .

    Pencegahan Penetrator sebagai berikut:

    Pertahankan vee angle sebesar 4-60 dan pertahankan kesetabilan panjang vee

    dengan tool yang tepat dan set-up mill.

    Pertahankan temperatur welding terendah untuk mendapatkan sound weld.

    Hindari komposisi kimia dari baja dengan perbandingan Mn/Si kurang dari 8/1.

    Pengaturan heat input dan line speed yang optimum.

    II.2. Pre-Arc

    Pre-Arc biasa di kenal sebagai white penetrator. Penggunaan istilah white penetrator

    kurang tepat karena secara aktual tidak ada yang terjebak di bond plane. Pre-Arc

    muncul ketika terjadi percikan arus HF di edge atau didepan vee apex. Hal tersebut

    biasanya merupakan hasil dari sliver atau scale pada strip. Konslet mengalihkan arus

    secara sementara sehingga heat dari vee berkurang, hal tersebut diilustrasikan pada

    Gambar 10.

    Durasi yang pendek dari arus yang dialihkan meninggalkan cacat yang pendek,

    bahkan tidak lebih panjang dari wall thickness. Pre-Arc Sangat mudah diamati ketika

    broken weld. Pre-arc memiliki permukaan rata dan berkilau yang dikelilingi oleh

    fibrous disekitar area weld 00 seperti yang diilustrasikan pada Gambar 11.

  • 9

    Gambar 10. Skema pembentukan cacat Pre-Arc pada HFRW

    Gambar 11. Cacat Pre-Arc pada HFRW [6].

    Pencegahan Pre-Arc sebagai berikut:

    Pertahankan kondisi sudut vee sebesar 40-60.

    Kondisi slitting HRC yang bagus.

    Gunakan online atau offline sliting.

    Pastikan kondisi coolant dalam kondisi bersih dan jauhi dari vee area.

    II.3. Open Seam

    Open Seam biasa dikenal sebagai lack of fusion. Dari nama cacatnya secara tidak

    langsung menjelaskan cacat yang terjadi karena kegagalan dari dua strip edge agar

    menyatu untuk menghasilkan sound weld (weld tanpa cacat). Edge dari strip biasanya

    berwarna biru gelap yang diakibatkan aliran arus/heat selama proses HFRW

    berlangsung. Bagaimanapun, permukaan dari edge tetap rata dan mulus yang

    menandakan tidak ada bagian yang meleleh. Penyebab dari cacat ini adalah

    insufficient weld heat, power setting, vee angle, ukuran coil yang mempengaruhi weld

  • 10

    power. Penampakan cacat pada bagian edge yang tidak menyatu dikaitkan squeezing

    yang tidak optimal. Cacat Open Seam diperlihatkan pada gambar 12.

    Gambar 12. Open seam pada HFRW.

    Pencegahan Open Seam sebagai berikut:

    Aktual power setting harus konsisten dengan kecepatan welding dan material

    gage.

    Vee angle tidak boleh melebihi 70.

    Dimensi dari strip width harus sesuai dan konsisten.

    Penyesuain Upset apabila strip width berubah.

    II.4. Puckers

    Gambar 13. Cacat Pukers pada HFRW [6]

    .

    Lack of fusion yang berada di edge dari weld biasanya disebabkan oleh nonmetallic

    inclusion pada bond plane. Hal tersebut mirip dengan penetrator yang terkurung di

    bagian dalam atau luar dari edge. Penamaan puckers didapat ketika fenomena kerutan

    terjadi ketika dilakukan flattening test pada posisi 900. Puckers bisa merupakan

    perwujudan dari ujung edge ketika proses HFRW berlangsung, bagian terluar tidak

  • 11

    mengalami pemanasan sedangkan bagian dalam mengalami pemanasan. Proses

    handling HRC yang buruk berampak pada edge hasil dari proses slitting mengalami

    deformasi, akibatnya edge tidak rata. Hal tersebut berakibat munculnya puckers ketika

    proses HFRW berlangsung. Puckers pada HFRW diperlihatkan pada Gambar 13.

    Pencegahan Puckers sebagai berikut:

    kerataan dari edge dengan handling HRC yang baik dan bila perlu dilakukan

    online slitting.

    Mempertahankan parallel dari edge dengan cara menyetel finpass.

    Optimalisasi besarnya squeeze stress dengan menyetel squeeze roll.

    II.5. Cold Weld

    Cold weld mungkin merupakan hal yang paling berbahaya dari seluruh cacat HFRW,

    karena cold weld tidak bisa terdeteksi oleh metoda NDT. Ultrasonic Test (UT) dan

    magnetic particle (MP) test tidak mampu mendeteksi cacat ini karena tidak ada

    rongga atau celah di bond plane. Ketika dilakukan pengujian tarik atau flattening test,

    bentuk patahan yang terjadi menunjukan ciri patah getas yaitu mengkilap, rata,

    bahkan sedikit adanya fibrous. Metallography dari arah transversal menunjukan

    struktur weld tidak memperlihatkan adanya bond line, HAZ yang terlihat menyempit,

    dan tidak memperlihatkan flow line yang merupakan ciri khas cacat cold weld. Ciri-

    ciri cacat cold weld yang dijelaskan diatas diakibatkan oleh heat input yang rendah

    dan gaya squeeze roll yang kecil. Choong Kim menyebutkan heat input yang rendah

    akan menimbulkan oksida FeO pada area weld. Cacat cold weld diilustrasikan pada

    Gambar 14.

    Gambar 14. Cacat Cold Weld di HFRW. Tidak ada bond line pada daerah Weld [6]

    .

  • 12

    Pencegahan cold weld sebagai berikut:

    Gunakan weld power optimal untuk gage dan line speed dari mill HFRW.

    Pengaturan weld roll untuk squeeze.

    Pengaturan weld Upset.

    Pengaturan Heat Input yang Optimum.

    II.6. Cast Weld

    Gambar 15. Cacat Cast Weld pada HFRW, molten metal tidak sempat dikeluarkan

    ketika proses squeeze [6]

    .

    Cacat Cast weld akibat molten metal yang tidak sempat keluar dan terjebak ketika

    proses welding HF berlangsung. Cast metal yang masih tersisa pada bond plane

    mengandung oksida yang hampir mirip dengan penetrator. Permukaan patahan cast

    weld akan terlihat cast metal yang terjebak dan terlihat permukaan patah getas. Jika

    dilihat dengan metallography, cast metal akan terlihat di bond plane diilustrasikan

    pada Gambar 15.

    Pencegahan cast weld sebagai berikut:

    Tingkatkan squeeze out stress.

    Penyetelan ulang dari strip width.

    II.7. Porosity

    Porosity yang berada di bond plane merupakan hasil dari high welding temperature

    dan insufficient squeeze out. Permukaan patahan memperlihatkan patah ulet (fibrous),

    random spherical voids yang terdistribusi secara acak di edge. Posisi voids yang

    berada di OD akan berwarna hitam gelap akibat proses oksidasi. Pinhole dengan

  • 13

    ukuran kecil akan terlihat sebelum dilakukan scarfing, setelah scarfing akan terlihat di

    bagian bond line, hal tersebut diilustrasikan pada Gambar 16.

    Gambar 16. Porosity di HFRW pipe [6]

    .

    Pencegahan porosity sebagai berikut:

    Kurangi weld heat.

    Tingkatkan squeeze out.

    Jaga kebersihan di bagian edge.

    II.8. Crack

    Hook crack jika diamati dengan metallography, cacat yang terbentuk mengikuti flow

    line dari weld HFRW. Hook crack merupakan hasil dari besar atau kecil nonmetallic

    yang merupakan bawaan dari skelp forming dan merupakan bagian terlemah yang

    menyebabkan retak/patah pada saat proses welding, sizing, proses Destructive Test

    (Flattening, bending). Besarnya deformasi yang dialami oleh HRC ketika

    pembentukan pipa akan berpengaruh terhadap terbentuknya hook crack. Semakin

    tinggi deformasi maka semakin tinggi pula probalitas hook crack muncul. Hook crack

    diperlihatkan pada gambar 17.

    Gambar 17. Hook crack di pipa HFRW.

  • 14

    Jenis Crack yang lain adalah Cold Crack. Rai mengatakan peningkatan dari parameter

    R akan meningkatkan severity of cracking. Dengan R adalah (turunan dari hardness,

    R=f(H)). Hal tersebut konsisten dengan postulat cracking pada daerah weld diatur

    oleh gradient hardness. Peningkatan gradient hardness akan meningkatkan jumlah

    crack yg terjadi. Nilai minimum dari R untuk terjadinya crack adalah R=25.

    Pencegahan Hook Crack sebagai berikut:

    Triming edge lebih lebar untuk menghindari cacat yang ada di edge dari HRC.

    Bentuk dari nonmetallic inclusion harus berbentuk globular.

    Ingot harus dalam kondisi killed Steel (rekomendasi aluminium killed stell

    daripada silicon killed steel).

    II.9. Hi-Lo

    Gambar 18. Cacat Hi-Lo pada pipa HFRW.

    Cacat ini biasa dikenal sebagai Axial Misaligment. Cacat ini akibat dari set up mill

    yang tidak optimal, biasanya hal ini muncul ketika berada di forming mill. Pengaruh

    dari strip width yang berbeda pun patut menjadi perhatian. Kondisi slit edge yang

    bagus akan menghasilkan pipa HFRW dengan sound welding. Edge trimming hanya

    digunakan ketika kondisi slitting yang buruk ataupun penyesuaian strip width. Edge

  • 15

    trimming tidak digunakan apabila kondisi slitting sudah bagus, dimensi dari strip

    width telah tercapai dan handling HRC tidak menimbulkan cacat di area edge.

    Pencegahan Hi-Lo sebagai berikut:

    Optimalisasi Set-up mill.

    Handling HRC yang tepat, tanpa menimbulkan deformasi plastis di edge.

    Kondisi trimming dan slitting yang bagus.

    II.10. Contact marking

    Cacat ini terbentuk dipermukaan yang diakibatkan oleh pressure yang berlebihan dari

    contact tip material. Contact tip material biasanya tembaga. Penggunaan dari tembaga

    sebagai contact tip perlu diperhatikan karena bisa menyebabkan copper deposition

    akibat arc burns. Tembaga bisa meresap ke batas butir dari baja dan menyebabkan

    penggetasan. Hal tersebut perlu diperhatikan ketika pipa tersebut di weld dan

    digunakan untuk mengalirkan hydrocarbon dengan content H2S yang tinggi karena

    dapat menyebabkan HIC dan SCC. Pemilihan contact tip material dari non-tembaga

    seperti tungsten dan tungsten-silver bisa mencegah permasalan HIC dan SCC.

    Gambar 19. Contact marking pada pipa dengan type direct contact HFRW.

    Pencegahan Contact marking sebagai berikut:

    Menyesuaikan tekanan dari contact tip.

    Mengganti material contact tip secara periodic sebelum terjadi kerusakan.

    Mengganti contact tip yang sudah rusak.

  • 16

    II.11. Bend pipe

    Bend Pipe bisa dilihat dengan mata telanjang. Cacat ini muncul setelah proses

    welding HFRW dan atau proses Normalizing (Heat Treatment). Cacat ini dikarenakan

    thermal stress. Ketika Proses HFRW berlangsung welding/panas berlangsung pada

    satu garis longitudinal (banana effect) sehingga penyusutan terjadi pada satu disi saja.

    Proses normalizing memperparah besarnya defleksi. Pemanasan yang berlangsung

    pada proses normalizing terkonsentrasi dibagian luar sehingga terjadi pemuain yang

    lebih besar dari pada bagian dalam. Akibatnya pada proses pendinginan bagian dalam

    lebih cepat sehingga distorsi yang sebelumnya dihasilkan pada proses welding

    berakumulasi dengan distorsi dari proses normalizing. Standar API 5L mengizinkan

    pipa dengan straightness kurang dari 0.20% dari panjang pipa. Pipa bend akan

    berdampak negative ketika pipa diinstalasi di lapangan karena akan terjadi

    penyimpangan. Dampak lain yang ditimbulkan adalah sulitnya dilakukan coating

    FBE/3LPE karena rotator mesin coating.

    Pencegahan Bend Pipe

    Pengaturan 4-Roll Straightener di area sizing.

    Roll horizontal dibuat fix, sedangkan roll vertical diatur untuk meluruskan pipa.

    Gunakan alat straightness online atau offline.

    Menambah kapasitas water cooling.

    II.12. Scarf pipe

    Gambar 20. Scarf Pipe

  • 17

    Proses HFRW menghasilkan weld bead di bagian luar dan dalam. Weld bead hasil

    HFRW berbentuk tajam, kasar dan banyak oksida. Inside dan outside weld bead bisa

    dihilangkan dengan proses scarfing. Bagian luar gampang dihilangkan sedangkan

    bagian dalam diperlukan usaha yang lebih besar. Proses inside scarfing sangat penting

    karena hal ini akan berdampak langsung pada kualitas. Scarfing terdeteksi oleh UT,

    tetapi UT sendiri tidak bisa membedakan antara Scarfing dan Crack. Oleh karena itu

    mutlak proses inside scrafing harus benar-benar sempurna, hal itu pun didukung oleh

    krautkramer sebagai perusahaan terkemuka di bidang NDT. Acceptance Criteria

    untuk pipa hasil proses scarfing tertera dalam standar API 5L 44th

    para 9.13.2.1. perlu

    diperhatikan bahwa scarfing tool memiliki life time, sehingga diperlukan perawatan

    dan pengantian scarfing tool secara periodik.

    Pencegahan Scarfing Pipe.

    Pengaturan posisi impeder yang tepat di bawah centerline squeeze roll dengan

    cara mengatur posisi sambungan batang impeder dan inside scarfing pada batang

    tow bar.

    Pemilihan unit inside scarfing sesuai dengan diameter pipa.

    Penggantian unit inside scarfing secara periodik.

    Rigiditas inside scarfing tool yang kuat.

    Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya diatas, beberapa variable dapat

    menyebabkan penyebab cacat tertentu. Pengalaman merupakan alat terbaik untuk

    digunakan dalam mencari akar permasalahan penyebab cacat. Mengumpulkan seluruh

    informasi dan data historical yang berkaitan dengan parameter operasi mutlak

    dibutuhkan. Hal tersebut sangat berguna untuk mempertahankan setup mesin, line

    speed, arus dan tegangan, forming, upset value, apex angle dan flower design. Report

    setup untuk setting aktual didokumentasikan pada setiap perubahan setting bahkan

    bisa digunakan untuk mencari penyebab cacat dan mutlak dibutuhkan untuk

    mendapatkan hasil terbaik. Parameter welding tersebut harus terdokumentasikan

    setiap periodik. Keahlian dari operator memiliki andil yang besar terhadap kualitas

    produksi.

  • 18

    III. KESIMPULAN

    1. Cacat pada HFRW terjadi di set-up mill atau di area weld.

    2. Faktor-faktor penyebab cacat pada pada HFRW adalah:

    Parameter welding (Heat input, line speed, welding frequency dan vee

    angle) yang tidak optimum.

    Keahlian operator HFRW kurang memadai.

    Strip width yang tidak stabil.

    Kompoisisi kimia seperti perbandingan Mn/Si yang lebih besar dari

    8:1 dan adanya nonmetallic inclution.

    Squeeze stress yang dihasilkan oleh squeeze roll tidak optimal.

    Set-up mill dan proses scarfing yang tidak baik/sempurna.

    Penyetelan direct contact HFRW yang tidak tepat.

    IV. SARAN

    1. Training operator untuk HFRW harus terus dilakukan untuk mereduksi human

    error.

    2. Good sliting, handling dan coil storage prosedur akan mencegah cacat yang

    berasal di edge.

    3. Standard Operating procedure, report set-up daily, dokumen parameter

    welding dari mesin sangat dibutuhkan untuk setiap produksi.

    4. Program predictive dan preventive maintenance sangat diperlukan untuk

    menghindarkan cacat akibat penggunaan atau pun kerusakan tool.

    5. SOP harus selalu direview untuk mendapatkan SOP yang terbaik.

    6. Improvement yang berkelanjutan terus dilakukan dengan melihat

    perkembangan teknologi HFRW di dunia.

    7. Online slitting dibutuhkan untuk menjaga kesetabilan strip width, sehingga

    squeeze stress dan heat input akan tetap konstan selama proses HFRW

    berlangsung.

    8. Diperlukan penambahan alat straightness online untuk memperbaiki pipa

    bend.

    9. Mengunakan perangkat Virtual Macro untuk monitoring HFRW weld dan

    control system.

  • 19

    REFERENSI

    1. American Petroleum Institute, Spesification For Line Pipe, API Standard 5L,

    44th

    , 2007.

    2. Baralla, E., Integrated System For Process Control Of High Frequency

    Electric Resistance Welded Steel Pipe, Tenaris Group, Buenos Aires,

    Argentina.

    3. Choong, Kim., dkk., The Effect Of Electromagnetic Forces On The Penetrator

    Formation During High-Frequency Electric Welding, Hanyang University,

    Seoul, South Korea, 2009.

    4. Choong, Kim., dkk., The Effect of Heat Input on the Defect Phases in High

    Frequency Electric Resistance Welding, Hanyang University, Seoul, South

    Korea, 2008.

    5. Rai, G., Cracking Of Weldments In Pipes Manufactured By Erw Process: An

    Analysis, Bihar, India 1984

    6. Robert K. Nichols, Common HF Welding Defects, East Heaven, USA.

    7. Scott Paul F, Key Parameters of High Frequency Welding, East Haven, CT

    SA.