17
Hiperkalsemia PENDAHULUAN Tubuh orang dewasa mengandung 1–2 kg kalsium, lebih dari 99% terdapat di dalam tulang. Kalsium dalam tulang terikat dalam bentuk Kristal hidroksiapatit. Selebihnya, terdapat di dalam sel dan cairan ekstraseluler. Kalsium ekstraseluler terdapat dalam tiga bentuk, yaitu kalsium terikat protein, terutama albumin (50%), bentuk bebas/terion (45%), dan bentuk kompleks terutama terikat fosfat, sitrat, bikarbonat dan laktat (5%). 1-3 Ion kalsium berperan penting dalam fisiologi intraseluler maupun ekstraseluler. Ion kalsium intraseluler merupakan regulator penting fungsi sel, antara lain proses kontraksi otot, sekresi hormon, metabolisme glikogen dan pembelahan sel. Secara fisiologik, ion kalsium ekstraseluler berperan sebagai kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk faktor VII, IX, X dan protrombin, memelihara mineralisasi tulang, berperan pada stabilisasi membran dengan berikatan pada lapisan fosfolipid, dan menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion natrium. 2,4 Metabolisme kalsium diatur tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid (PTH), kalsitonin dan hormon sterol (1,25 dihidroksikolekalsiferol/vitamin D). 5 Kadar kalsium normal 4–5,6 mg/dL (1–1,4 mmol/L). Dikatakan hiperkalsemia jika kadar kalsium serum >10,5 mg/dl atau kadar ion kalsium >1,33 mmol/L. Penyebab hiperkalsemia tersering adalah peningkatan resorpsi tulang osteoklastik dan absorpsi kalsium di saluran cerna. 6,7,8 Dengan diperkenalkannya alat deteksi kadar kalsium serum sekitar tahun 70an, dan dengan pemeriksaan kadar kalsium rutin, diagnosis dini hiperparatiroidisme asimptomatik meningkat empat kali lipat, yang merupakan penyebab hiperkalsemia. 9,10,11 Diagnosis hiperkalsemia menjadi penting dan harus mendapat perhatian, karena kematian mencapai 50% pada penderita hiperkalsemia yang tidak diterapi dan

Hiperkalsemia

Embed Size (px)

Citation preview

HiperkalsemiaPENDAHULUAN Tubuh orang dewasa mengandung 12 kg kalsium, lebih dari 99% terdapat di dalam tulang. Kalsium dalam tulang terikat dalam bentuk Kristal hidroksiapatit. Selebihnya, terdapat di dalam sel dan cairan ekstraseluler. Kalsium ekstraseluler terdapat dalam tiga bentuk, yaitu kalsium terikat protein, terutama albumin (50%), bentuk bebas/terion (45%), dan bentuk kompleks terutama terikat fosfat, sitrat, bikarbonat dan laktat (5%).1-3 Ion kalsium berperan penting dalam fisiologi intraseluler maupun ekstraseluler. Ion kalsium intraseluler merupakan regulator penting fungsi sel, antara lain proses kontraksi otot, sekresi hormon, metabolisme glikogen dan pembelahan sel. Secara fisiologik, ion kalsium ekstraseluler berperan sebagai kofaktor pada proses pembekuan darah, misalnya untuk faktor VII, IX, X dan protrombin, memelihara mineralisasi tulang, berperan pada stabilisasi membran dengan berikatan pada lapisan fosfolipid, dan menjaga permeabilitas membran plasma terhadap ion natrium.2,4 Metabolisme kalsium diatur tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid (PTH), kalsitonin dan hormon sterol (1,25 dihidroksikolekalsiferol/vitamin D).5 Kadar kalsium normal 45,6 mg/dL (11,4 mmol/L). Dikatakan hiperkalsemia jika kadar kalsium serum >10,5 mg/dl atau kadar ion kalsium >1,33 mmol/L. Penyebab hiperkalsemia tersering adalah peningkatan resorpsi tulang osteoklastik dan absorpsi kalsium di saluran cerna.6,7,8 Dengan diperkenalkannya alat deteksi kadar kalsium serum sekitar tahun 70an, dan dengan pemeriksaan kadar kalsium rutin, diagnosis dini hiperparatiroidisme asimptomatik meningkat empat kali lipat, yang merupakan penyebab hiperkalsemia.9,10,11 Diagnosis hiperkalsemia menjadi penting dan harus mendapat perhatian, karena kematian mencapai 50% pada penderita hiperkalsemia yang tidak diterapi dan harapan hidup penderita hiperkalsemia dengan keganasan < 3 bulan setelah diagnosis hiperkalsemia ditegakkan. 8,12 ETIOLOGI Terdapat tiga dasar mekanisme patofisiologi yang berkontribusi terhadap kejadian hiperkalsemia yaitu : peningkatan absorpsi kalsium dari traktus gastrointestinal, penurunan ekskresi kalsium ginjal, dan peningkatan resorpsi kalsium tulang.6,13 Hiperparatiroidisme primer Hiperparatiroidisme primer merupakan penyebab tersering hiperkalsemia. Didapatkan pada semua umur, lebih sering pada usia > 50 tahun. Kejadiannya mencapai 4/100.000 populasi per tahun dan wanita tiga kali lebih sering. Penyakit ini akibat peningkatan sekresi hormone paratiroid; tersering disebabkan oleh adenoma kelenjar paratiroid (85%) biasanya jinak dan

soliter. Penyebab yang jarang yaitu hiperplasia keempat kelenjar paratiroid (15%) dan yang sangat jarang adalah karsinoma kelenjar paratiroid (15mg/dl dengan gejala hiperkalsemia berat. Mekanisme krisis tersebut belum jelas, tetapi dehidrasi, penyakit penyerta, dan mungkin infark dari suatu adenoma paratiroid pada beberapa penderita berperan.15 Sindrom hiperparatiroidisme familial Beberapa penelitian mendapatkan bahwa sekitar 10% hiperparatiroidisme primer adalah herediter. Bentuk tersering adalah Neoplasia Endokrin Multipel (MEN) tipe I (Sindrom Wermer), 95%. Bentuk lain yaitu MEN tipe IIA (Sindrom Sipple) dan Sindrom Rahang-hiperparatiroidisme. 15,17 MEN-I disebabkan oleh mutasi autosom dominan gen menin pada kromosom11. Ditandai oleh tumor paratiroid, hipofisis anterior dan pankreas. MEN-IIA bersifat autosom dominan dengan mutasi gen pada RET proto-oncogene. Ditandai dengan perkembangan karsinoma tiroid medulare dan feokromositoma.17,18 Hiperparatiroidisme tersier Terjadi akibat perlangsungan hiperparatiroidisme sekunder, seperti penderita penyakit ginjal tahap akhir, defisiensi vitamin D, dan resistensi vitamin D. Kelenjar paratiroid akan mengalami hiperplasia dan mengakibatkan sekresi berlebihan PTH secara otonom sehingga mengakibatkan hiperkalsemia.15,17 Intoksikasi vitamin D Konsumsi kronik vitamin D 50-100 kali kebutuhan normal vitamin D (>50.000100.000U/hari), mengakibatkan hiperkalsemia bermakna. Asupan vitamin D maksimal yang direkomendasikan yaitu 2000 IU/hari. Kelebihan Vitamin D meningkatkan absorpsi kalsium intestinal dan jika berat meningkatkan resorpsi tulang.19 Pada penyerapan vitamin D (yang diubah dari 25-(OH)vitamin D di hati) atau 25-(OH)vitamin D itu sendiri, kalsitriol terlepas dari ikatan dengan protein, meningkatkan kadar kalsitriol bebas. Peningkatan ini menyebabkan hiperkalsemia karena

peningkatan absorpsi kalsium intestinal dan peningkatan resorpsi tulang. Mekanisme ini terjadi pula pada pemakaian vitamin D analog topikal, kalsipotriol, serta pemakaian pada beberapa kelainan kulit.15,19 Penyakit granulomatous Semua penyakit granulomatous dapat menyebabkan hiperkalsemia, namun demikian sarkoidosis paling sering dihubungkan dengan hiperkalsemia.15 Faktor risiko hiperkalsemia pada sarkoidosis meliputi insufisiensi ginjal, peningkatan asupan vitamin D, dan peningkatan paparan matahari. Peningkatan absorpsi di saluran cerna karena tingginya kadar kalsitriol. Dilaporkan juga produksi Parathyroid Hormonerelated Protein (PTHrP) oleh granuloma pada penderita sarkoidosis. 20 Bentuk granuloma dengan hiperkalsemia dihubungkan dengan peningkatan kadar 1,25-dihidroksivitamin D. Aktivasi makrofag pada granuloma menunjukkan hidroksilasi alfa-1 yang meningkatkan perubahan 25(OH) vitamin D menjadi 1,25-(OH)2 vitamin D.15,21 Malignansi hiperkalsemia humoral Hiperkalsemia sering didapatkan pada keganasan. Malignansi hiperkalsemia humoral adalah suatu sindrom klinik dengan peningkatan kadar kalsium akibat sekresi faktor kalsemik oleh sel kanker. Istilah malignansi hiperkalsemia humoral saat ini dibatasi pada hiperkalsemia akibat peningkatan produksi PTHrP. Penderitanya diperkirakan sekitar 80% dari semua penderita hiperkalsemia pada keganasan.8,22 Parathyroid Hormone-related Protein merupakan penyebab hiperkalsemia pada keganasan. Protein ini memiliki 8 dari 13 asam amino pertama yang sama dengan PTH, sehingga dapat pula mengaktifkan reseptor PTH, mengakibatkan beberapa aksi biologiknya sama, seperti menyebabkan hiperkalsemia, hipofosfatemia, dan peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas. Perbedaannya yaitu PTH meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjal, sedangkan PTHrP tidak, sehingga terjadi hiperkalsiuri. PTHrP tidak meningkatkan produksi 1,25(OH)2D dan absorpsi kalsium di ginjal. PTH meningkatkan aktifitas osteoblas dan osteoklas, sedangkan PTHrP hanya meningkatkan aktifitas osteoklas, sehingga resorpsi tulang tidak diimbangi oleh formasi yang adekuat.4 Malignansi hiperkalsemia humoral paling sering pada karsinoma sel skuamosa (paru-paru, esofagus, serviks, kepala dan leher), kanker ginjal, kandung kemih dan ovarium, yang secara spesifik menghasilkan PTHrP.15 Destruksi tulang Apabila hiperkalsemia disertai destruksi tulang, maka kemungkinan dapat terjadi produksi berbagai sitokin yang meningkatkan kerja osteoklas misalnya pada multipel mieloma, peningkatan produksi 1,25(OH)2D misalnya pada beberapa tipe limfoma, dan metastasis sel tumor ke tulang pada tumor-tumor padat. Keganasan yang sering bermetastasis ke tulang yaitu keganasan payudara, prostat dan paru.4 Metastasis tulang paling sering adalah destruksi

jaringan tulang (tipe osteolitik), berakibat fraktur patologik, nyeri tulang (80%) dan hiperkalsemia(20 - 40%).13,15 Diuretik tiazid dan Lithium Diuretik tiazid menurunkan ekskresi kalsium ginjal sekitar 50-150 mg/hr. Hiperkalsemia dapat terjadi pada penderita dengan peningkatan resorpsi tulang seperti HPT ringan, jarang jika metabolisme kalsium normal.15,21 Lithium meningkatkan supresi PTH oleh kalsium. Terapi lithium umumnya menyebabkan hiperkalsemia ringan yang umumnya membaik apabila terapi lithium dihentikan, akan tetapi tidak selamanya.15 Beberapa obat dan zat kimia lain dapat menyebabkan hiperkalsemia, namun jarang, misalnya teofilin, biasanya pada penderita asma dengan kadar teofilin di atas kadar terapi normal. Umumnya membaik jika dosis diturunkan.15 Intoksikasi vitamin A Vitamin A dosis besar (50000 - 100000 IU/hr) kadang-kadang menyebabkan hiperkalsemia. Kadar kalsium meningkat 3 - 3,5 mmol/L (12 14 mg/dL) akibat peningkatan resorpsi tulang oleh osteoklas. Didapatkan pada pemberian derivat retinoic acid untuk terapi akne, neuroblastoma dan keganasan lainnya. Sindrom susu-alkali Sindrom ini meliputi hiperkalsemia, gagal ginjal dan asidosis metabolik. Disebabkan oleh ingesti kalsium bersama natrium secara berlebihan, kalsium karbonat berlebihan dalam preparat antasid dan pemakaiannya untuk pencegahan osteoporosis. 15,19 Tirotoksikosis Hiperkalsemia ringan terjadi pada sebagian penderitatirotoksikosis. Kadar PTH dan 1,25-(OH)2 vitamin D rendah. Peningkatan resorpsi tulang disebabkan oleh tiroksin dan triiodotironin, yang responsibel untuk hiperkalsemia.15 Abnormalitas kelenjar adrenal Pada insufisiensi adrenal terjadi penurunan kalsium ginjal dan peningkatan masukan kalsium ke dalam sirkulasi. Hipovolemia akibat insufisiensi adrenal, mengakibatkan penurunan laju filtrasi glomerulus, sehingga terjadi penurunan filtrasi kalsium oleh glomerulus dan peningkatan reabsorpsi kalsium dan natrium di tubulus proksimal. 15,23 Meskipun demikian hiperkalsemia tidak sering didapatkan pada insufisiensi adrenal. Kalsium dapat pula dilepaskan dari tulang pada penderita insufisiensi adrenal. Nair dkk melaporkan seorang wanita 45 tahun postoperative dengan komplikasi insufisiensi adrenal, disertai hiperkalsemia.23 Hiperkalsemia Hipokalsiurik Familial

Merupakan kelainan autosomal dominan, disebabkan oleh mutasi heterozigot calsiumsensing receptor, mengakibatkan penghambatan feedback dari sekresi hormon paratiroid; sehingga dibutuhkan kadar kalsium lebih tinggi untuk menekan sekresi PTH. Penderita heterozigot ditandai dengan hiperkalsemia, hipokalsiuria, dan hipermagnesemia sedang. Hormon paratiroid meningkat sedikit atau normal.13,17 Tes genetik tidak rutin dan biasanya tidak perlu. Ekskresi kalsium urin yang rendah (8,0 mEq/L atau 3,99 mmol/L), T wave melebar, peningkatan sekunder interval Q-T. Peningkatan konsentrasi kalsium, meningkatkan bradiaritmia dan bundle branch block. AV block komplit atau inkomplit dapat terjadi jika konsentrasi kalsium serum sekitar 18 mg/dL (9,0 mEq/L atau 4,49 mmol/L) dan memicu complete heart block, asistole, dan cardiac arrest. Hiperkalsemia mengakibatkan peningkatan sensitivitas efek farmakologik dari digitalis, seperti digoksin. Manifestasi gastrointestinal Gejala-gejala gastrointestinal dihubungkan dengan aksi depresi sistem saraf otonom dan akibat hipotoni otot. Peningkatan sekresi asam lambung sering terjadi pada hiperkalsemia dan meningkatkan manifestasi gastrointestinal. Anoreksia, nausea, dan muntah meningkat dengan peningkatan volume residual lambung. Konstipasi dipicu oleh dehidrasi yang sering bersamasama hiperkalsemia. Nyeri perut mungkin memicu obstipasi.5 Manifestasi ginjal Hiperkalsemia menyebabkan defek tubular ginjal reversibel yang mengakibatkan hilangnya kemampuan pemekatan urin dan poliuria. Penurunan asupan cairan dan poliuria berperan pada gejala yang dihubungkan dengan dehidrasi. Penurunan reabsorpsi pada tubulus proksimal terhadap natrium, magnesium, dan kalium terjadi akibat deplesi garam dan air yang disebabkan

oleh dehidrasi seluler dan hipotensi. Insufisiensi renal mungkin terjadi akibat penurunan filtrasi glomeruler, suatu komplikasi yang paling sering pada mieloma.5,13 Meskipun nefrolitiasis dan nefrokalsinosis biasanya tidak dihubungkan dengan hiperkalsemia pada keganasan, kristal kalsium fosfat dapat memicu menipisnya tubulus ginjal menjadi bentuk batu ginjal akibat hiperkalsiuria berkepanjangan.5 Manifestasi tulang Hiperkalsemia pada keganasan merupakan akibat metastasis osteolitik atau humerallymediated bone resorption dengan fraktur sekunder, deformitas tulang dan nyeri.5 Osteoporosis tulang kortikal, seperti pergelangan tangan, terutama dihubungkan dengan hiperparatiroidisme primer. Peningkatan PTH dapat pula mengakibatkan resorpsi subperiosteal, osteitis fibrosa cystica dengan kista tulang, dan brown tumors pada tulang-tulang panjang.6 DIAGNOSIS Diagnosis hiperkalsemia paling sering didapatkan secara kebetulan pada pemeriksaan darah penderita asimptomatik. Kadar kalsium serum normal adalah 8 - 10 mg/dL (2 - 2,5 mmol/L) dan kadar ion kalsium normal yaitu 4 - 5,6 mg/ dL (1 - 1,4mmol/L). Meskipun pemeriksaan kadar ion kalsium tidak dilakukan rutin, kadarnya dapat diperkirakan berdasarkan kadar kalsium serum; biasanya akurat kecuali apabila terdapat hipoalbuminemia.5,6 Hiperkalsemia ringan adalah jika kadar kalsium serum total 10,5 - 12 mg/dL (2,63 - 3 mmol/L) atau kadar ion kalsium 5,78 mg/dL(1,432 mmol/L), umumnya asimptomatik. Pada hiperkalsemia sedang, manifestasi multiorgan dapat terjadi. Kadar kalsium >14 mg/dL (3,5 mmol/L) dapat mengancam jiwa.6 Beberapa faktor dapat mempengaruhi jumlah kalsium terikat protein. Hipoalbuminemia dapat menurunkan dan sebaliknya hiperalbuminemia dapat meningkatkan jumlah kalsium serum terikat albumin (termasuk kadar kalsium serum total) tanpa mempengaruhi kadar kalsium serum terion. Konsentrasi kalsium biasanya berubah 0,8 mg/dL pada setiap perubahan 1,0 g/dL konsentrasi plasma albumin. Koreksi kadar kalsium serum total terhadap perubahan albumin serum : Total kalsium + 0,8 x (4,5 kadar albumin).7,15 Keasaman tubuh juga mempengaruhi ikatan protein. Asidosis mengurangi dan alkalosis meningkatkan ikatan protein, dengan demikian mengubah kadar kalsium serum terion. Setiap peningkatan pH 0,1 unit, kadar kalsium serum terion menurun 0,1 mEq/L (= 0,2 mg/dL), dan sebaliknya. 7,15 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan tergantung kadar kalsium darah dan ada tidaknya gejala. Jika kadar kalsium 13,5 diberikan 90 mg. Konsentrasi kalsium serum umumnya turun dalam 2-4 hari. Dosis tunggal biasanya efektif selama 1-2 minggu. Umumnya kadar kalsium normal setelah tujuh hari terapi.15 Asam zolendronat acid merupakan bisfosfonat paling umum saat ini, karena dapat diberikan intravena sehingga mencegah kerusakan esophagus pada dosis oral dan mungkin efeknya lebih lama dibandingkan pamidronat. Dosis harus disesuaikan pada penderita disfungsi ginjal berdasarkan laju filtrasi glomerulus (LFG)nya. Jika LFG > 60 mL/mnt diberikan 4 mg, 50 - 60 mL/ mnt : 3,5 mg, 40 - 45 mL/mnt : 3,3 mg, 30 - 39 mL/mnt : 3 mg, dan jika 1 mg/dL pada penderita dengan kreatinin serum 1,4 mg/dL.13 Bisfosfonat dihubungkan dengan toksisitas yang bermakna, meliputi sklerosis

glomerulus fokal dengan pamidronat dan acute kidney injury dengan asam zolendronat. Toksisitas paling banyak pada penderita chronic kidney diseases sebelumnya atau melebihi dosis yang dianjurkan. Pemberian bisfosfonat jangka lama pada penderita keganasan khususnya multipel myeloma dan kanker payudara, dihubungkan dengan osteosklerosis rahang.13 Kalsitonin Merupakan hormon peptida yang disekresikan oleh sel-sel parafolikuler C tiroid dan paratiroid. Kalsitonin menghambat reabsorpsi tulang osteoklastik dan meningkatkan ekskresi kalsium renal. 1, 13 Derivat kalsitonin dari salmon jauh lebih poten dan mempunyai durasi aktivitas lebih lama daripada hormon manusia. Dosis awal 4 IU/kgBB/12 jam subkutan atau intramuskuler; dapat ditingkatkan setelah satu atau dua hari sampai 8 IU/kgBB/12 jam; dapat diberikan 8 IU/kgBB/6 jam jika respon dengan dosis rendah tidak memuaskan. Biasanya ditoleransi baik, namun dapat memberikan efek samping berupa nausea, nyeri perut dan cutaneous flushing. Kombinasi dengan bisfosfonat pada penderita yang berespon dengan kalsitonin dapat menghasilkan onset serta durasi yang cepat. 5 Plicamycin (Mitramycin) Merupakan inhibitor sintesis RNA osteoklas, sehingga dapat menghambat resorpsi tulang. Efek hipokalsemia mulai terlihat setelah 12 jam pemberian dan menetap selama 3 7 hari atau lebih, dengan dosis tunggal 25 30 g/kgBB/infus, selama 30 menit. Dapat diulangi untuk mempertahankan efek hipokalsemik. Dosis multiple dapat mengontrol hiperkalsemia sampai beberapa minggu, tetapi hiperkalsemia dapat berulang jika tidak ada terapi definitif terhadap penyakit dasar. Pemberian dosis tunggal dapat ditoleransi baik, dengan efek samping minimal.4,5 Galium nitrat Galium nitrat dikembangkan sebagai obat antineoplastik, secara kebetulan didapatkan mempunyai efek hipokalsemik. Galium nitrat menghambat resorpsi tulang oleh penurunan sekresi asam osteoklas dan juga mengubah kristal hidroksiapatit tulang. Diberikan per infus dengan dosis 100-200 mg/m2 permukaan tubuh, selama 5 hari. Lebih superior dari etidronat dalam mencapai keadaan normokalsemia serta lamanya normokalsemia. Tidak diberikan pada penderita dengan kreatinin serum > 2,5 mg/dL.4

Terapi lain Hiperkalsemia Glukokortikoid

Glukokortikoid mempunyai efek hipokalsemik terutama pada tumor-tumor yang respon terhadap steroid (limfoma dan mieloma) dan hiperkalsemia yang dihubungkan dengan peningkatan sintesis vitamin D atau peningkatan asupan (sarkoidosis dan hipervitaminosis D). Glukokortikoid meningkatkan ekskresi kalsium urin dan menghambat absorpsi kalsium gastrointestinal yang dimediasi vitamin D. Responsnya biasanya lambat 1 - 2 minggu. Hidrokortison oral (100 - 300mg) atau glukokortikoid ekuivalen dapat diberikan per hari.5,13 Fosfat Terapi fosfat oral jangka panjang pada hiperkalsemia ringan sampai sedang efektivitasnya minimal. Dosis 250-375 mg empat kali sehari dapat menimbulkan efek samping minimal berupa diare.5 Terapi fosfat intravena merupakan salah satu modalitas terapi pada hiperkalsemia berat. Penurunan kalsium dapat terjadi secara cepat dalam beberapa menit. Dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal, normofosfatemia dan hiperfosfatemia.5 Dialisis Dialisis diindikasikan pada hiperkalsemia dengan gangguan fungsi ginjal atau yang mengancam jiwa, yang tidak respon dengan rehidrasi, kalsitonin dan diuresis. Dialisis dapat menurunkan konsentrasi kalsium serum 3-12 mg/dL. Hemodialisis dengan dialisat rendah kalsium lebih efektif dibandingkan peritoneal dialisis.5,6 RINGKASAN Ion kalsium berperan penting, baik intraseluler maupun ekstraseluler. Metabolismenya diatur oleh tiga hormon utama yaitu hormon paratiroid (PTH), kalsitonin, dan 1,25(OH)2vitamin D. Dikatakan hiperkalsemia jika kadar kalsium serum >10,5 mg/dL atau ion kalsium >1,33 mmol/L. Penyebab hiperkalsemia tersering yaitu hiperparatiroid primer dan keganasan. Gejala hiperkalsemia tidak spesifik dan dihubungkan dengan berat serta waktu berlangsungnya perubahan kalsium serum. Penderita dengan kadar kalsium 10,5 - 12 mg/dL dapat asimptomatik; melebihi kadar tersebut, manifestasi multiorgan dapat terjadi dan dapat mengancam jiwa. Angka kematian mencapai 50% pada penderita hiperkalsemia yang tidak diterapi dan harapan hidup penderita hiperkalsemia dengan keganasan kurang dari tiga bulan setelah diagnosis ditegakkan. Penatalaksanaan hiperkalsemia tergantung pada kadar kalsium darah dan gejala. Beberapa regimen yang dapat digunakan seperti bisfosfonat, plicamycin, galium nitrat, glukokortikoid, dan fosfat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Mihai R, Farndon JR. Parathyroid Disease and Calcium Metabolism. Br J Anaesth. 2000;85:2943. 2. Bringhurst FR, Demay MB, Krane SM, et al. Bone and Mineral Metabolism In Health and Disease In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, et al., eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. Vol II. 16 ed. New York: McGraw-Hill; 2005:2238-49. 3. Levine MA. Primary Hyperparathyroidism :7,000 years of Progress. Clev Clin J Med. 2005;72:1084-98. 4. Setiyohadi B. Kalsium, Vitamin D dan PTH. In: Setiati S, Syam AF, Laksmi PW, et al., eds. Naskah Lengkap PIT Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2009:313-30. 5. Cancer Mail. Hypercalcemia. Cancer web, National cancer Institute. 2008:1-17. 6. Carroll ME, Schade DS, . A Practical Approach to Hypercalcemia. Am Fam Physician. 2003;67:1959 -66. 7. Mere CC, Llach F. Calcium, Phosphorus, and Magnesium Disorders.In: Wilcox CS, Tisher CC, eds. Handbook of Nephrology & Hypertension. 5 ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005:132-42. 8. Sriussadaporn S, Ployburt S, Peerapatdit T, et al. Hypercalcemia of Malignancy : A Study of Clinical Features and Relationships among Circulating Levels of Calcium, Parathyroid Hormone and Parathyroid Hormone-Related Peptide. J Med Assoc Thai. 2007;90:663-71. 9. Khan A, Bilezikian J. Primary Hyperparathyroidism : Patophysiology and Impact on Bone. CMAJ. 2000;163:184-187. 10. Takami H, Ikeda Y, Okinaga H, et al. Recent Advances in The Management of Primary Hyperparathyroids. Endocrinol J. 2003;50:369-77. 11. Farford B, Presutti J, Moraghan TJ. Nonsurgical Hyperparathyroidsm. Mayo Clin Proc. 2007;82:351-55. Management of Primary

12. Shuey KM, Brant JM. Hypercalcemia of Malignancy;Part II. Clin J Oncol Nurs. 2004;8:321-23. 13. Penfield JG, Reilly RF. The Patient with Disorders of serum Calcium and phosphate. In: RW S, ed. Manual of Nephrology. 7th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2005:62-80. 14. Viera AJ. Hyperparathyroidism. Endocrinology. 2002;4:627-638.

15. Skugor M, Milas M. Hypercalcemia. Clev Clin J Med. 2004:1-38. 16. Bikle DD. Metabolic Bone Disease. In: Gardner DG, Shoback D, eds. Greenspan's Basic & Clinical Endocrinology. Vol 8. New York: McGraw-Hill; 2007:247-315. 17. Taniegra ED. Hyperparathyroidism. Am Fam Physician. 2004; 69: 333-39. 18. Raue F, Frank K. Primary Hyperparathyroidism-what the Nephrologist Should Know-an Update. Nephrol Dial Transplant. 2006; 22:696-99. 19. Potts JT. Diseases of The Parathyroid Gland and Other Hyper- and Hypocalcemic Disorders. In: Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, et al., eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. Vol 2nd. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005:2249-68. 20. Aladesanmi O, Jin XW, C N. A 56-year-0ld Man with Hypercalcemia. Clev Clin J Med. 2005;72:707-12. 21. Jacobs TP, JP B. Rare Causes of Hypercalcemia. Clin Endocrinol Metabol. 2005:1-32. 22. Grone A, Weckmann MT, Blomme EAG, et al. Dependence of humoral Hypercalcemia of malignancy on Parathyroid Hormone-Related Protein Expression in The Canine Anal Sac Apocrine Gland Adenocarsinoma nude mouse Model. Vet Pathol. 1998;35:344-51. 23. Nair GKV, Simmons DL. Adrenal Insufficiency Presenting as Hypercalcemia. Hospital Phys. 2002:33-6.