Upload
renthaandinataii
View
40
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sae
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dahulu disebut sebagai Hipertrofi Prostat Jinak (Benigna Prostate Hypertrophy =
BPH) yaitu pembesaran prostat. Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi
adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke tepi.
Kelenjar prostat membesar memanjang ke arah depan kedalam kandung kemih dan
menyumbat aliran keluar urine. Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH
sering ditemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Ada 4 macam teori terjadinya Benign
Prostat Hiperplasia, antara lain Teori dehidrotestosteron (DHT), teori hormon, teori stem cell
hypotesis, dan teori interaksi stroma-epitelium. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami
oleh sekitar 50% pria di atas usia 50 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 60% pada pria
berusia di atas 60 tahun. Begitu pula meningkat hingga 70 % pada pria diatas usia 70
tahun.1,2,3,4
Keluhan pada pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract
symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage
symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi
lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi, dan
tahap selanjutnya terjadi retensi urine.1,3
Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien,
komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Pada dasarnya terapi dari
Benigna Prostate Hyperplasia ada 3, yaitu observasi, medikamentosa, dan pembedahan.1
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
2
BAB II
HIPERPLASIA PROSTAT
2.1 DEFINISI
Hiperplasia Prostat adalah suatu pembesaran kelenjar prostat sehingga sel normal prostat
terdesak ke tepi. 2,3,6
2.2 ANATOMI
Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul
fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian
proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum.
Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20
gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan
tebal 2,5 cm. Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus yaitu lobus medius, lobus lateralis
(2 lobus), lobus anterior, lobus posterior. Selama perkembangannya lobus medius, lobus
anterior, lobus posterior akan menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada
penampang, lobus medius kadang-kadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain
tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista
ini disebut kelenjar prostat.4,7,9
Anatomi Prostat 10
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
3
Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain
adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan
zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang
letaknya proksimal dari sfingter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona
periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat.
Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Prostat mempunyai
kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum dibagian posterior
dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, di
sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia
denonvilliers. Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat
dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar
dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic
dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus
prostatovesikal.4,7,9
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya
perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami
hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar. Secara histologis, prostat terdiri
atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks selapis dan di bagian basal terdapat
juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak menyerupai epitel berlapis.4,7,9
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior
(cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri
tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Aliran limfe dari
kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian bersatu untuk
membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca interna ,
iliaca eksterna, obturatoria dan sakral. Persarafan prostat berasal dari plexus simpatikus
dari Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.4,6,7
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
4
2.3 EPIDEMIOLOGIDengan meningkatnya usia harapan hidup, meningkat pula prevalensi BPH. Office of
Health Economic Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di
Inggris dan Wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar
80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah kalinya
pada tahun 2031. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 50% pria di
atas usia 50 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 60% pada pria berusia di atas 60
tahun. Begitu pula meningkat hingga 70 % pada pria diatas usia 70 tahun. Angka kejadian
BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital
prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3
tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus.1
2.4 ETIOLOGI Penyebab dari BPH sendiri masih belum jelas, namun terdapat faktor resiko umur dan
hormon androgen. Beberapa teori yang dikemukakan tentang penyebab dari BPH, antara
lain: 2,3,4,7,9
1. Teori Hormonal
Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan hormonal, yaitu
antara hormon testosteron dan hormon estrogen. Karena produksi testosteron menurun
dan terjadi konversi testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer
dengan pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang
terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian estrogenlah yang
berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain ialah perubahan konsentrasi
relatif testosteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Pada keadaan normal hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi
hormon androgen testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin
bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler (spermatogenesis)
yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari sekresi androgen. Hal ini
mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat merangsang produksi hormon
estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional histologis, prostat terdiri dari dua
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
5
bagian yaitu sentral sekitar uretra yang bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer
yang tidak bereaksi terhadap estrogen.
2. Teori Growth Factor (Faktor Pertumbuhan)
Peranan dari growth factor ini sebagai pemacu pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
Terdapat empat peptic growth factor yaitu: basic transforming growth factor,
transforming growth factor 1, transforming growth factor 2, dan epidermal growth
factor.
3. Teori Sel Stem (stem cell hypothesis)
Seperti pada organ lain, prostat dalam hal ini kelenjar periuretral pada seorang dewasa
berada dalam keadaan keseimbangan “steady state”, antara pertumbuhan sel dan sel
yang mati, keseimbangan ini disebabkan adanya kadar testosteron tertentu dalam
jaringan prostat yang dapat mempengaruhi sel stem sehingga dapat berproliferasi.
Pada keadaan tertentu jumlah sel stem ini dapat bertambah sehingga terjadi proliferasi
lebih cepat. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi
atau proliferasi sel stroma dan sel epitel kelenjar periuretral prostat menjadi
berlebihan.
4. Teori Dehidrotestosteron (DHT)
Testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig pada testis (90%) dan sebagian dari
kelenjar adrenal (10%) masuk dalam peredaran darah dan 98% akan terikat oleh
globulin menjadi sex hormon binding globulin (SHBG). Sedang hanya 2% dalam
keadaan testosteron bebas. Testosteron bebas inilah yang bisa masuk ke dalam “target
cell” yaitu sel prostat melewati membran sel langsung masuk kedalam sitoplasma, di
dalam sel, testosteron direduksi oleh enzim 5 alpha reductase menjadi 5
dehidrotestosteron yang kemudian bertemu dengan reseptor sitoplasma menjadi
“hormone receptor complex”. Kemudian “hormone receptor complex” ini mengalami
transformasi reseptor, menjadi “nuclear receptor” yang masuk kedalam inti yang
kemudian melekat pada chromatin dan menyebabkan transkripsi m-RNA. RNA ini
akan menyebabkan sintese protein menyebabkan terjadinya pertumbuhan kelenjar
prostat.
2.5 PATOFISIOLOGI Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (ke arah buli -
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
6
buli), di dalam mempersempit saluran uretra prostatica dan
menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan
intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika,
maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk dapat
memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan
perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan pasien sebagai keluhan
pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom
/ LUTS.3-9
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi
oleh muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan
kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai
Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan
kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah,
kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi
tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses
miksi berakhir. seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi
ini dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan)
sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia dan haemorhoid
puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya
melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini
disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase
Dekompensasi yang masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam
beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara
berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan
buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup
menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi
adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi
retensi urine.Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan
kemunduran fungsi ginjal.3-9
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala klinis:
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
7
Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi urethra yang
merupakan gambaran awal dan menetap dari BPH.
Hesitancy atau keraguan dalam mengeluarkan urine, disebabkan karena detrusor
memerlukan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi urethra.
Intermittency, terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi urethra sampai
akhir miksi, terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena
jumlah residu urine yang banyak dalam buli-buli.
Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tiap
miksi sehingga interval antar miksi menjadi pendek., juga dapat disebabkan dari
hambatan normal korteks berkurang dan tonus sphincter dan urethra berkurang selama
tidur.
Urgensi dan disuria jarang terjadi namun bila ada disebabkan oleh ketidakstabilan
detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
Inkontinensia, bukan gejala yang khas, urine keluar sedikit-sedikit secara berkala
karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli
akan cepat naik melebihi tekanan sphincter.
2.6 KLASIFIKASIKlasifikasi yang digunakan untuk menunjukkan derajat BPH adalah klasifikasi derajat
berat prostat berdasarkan gambaran klinis. Klasifikasi ini berguna untuk menentukan
jenis terapi yang dilakukan pada pasien. Klasifikasi tersebut dapat dilihat dalam tabel
berikut. 6
Stadium Sisa Volume
Urine
Colok Dubur
I < 50 ml Penonjolan prostate, batas atas mudah diraba
II 50 – 100 ml Penonjolan prostate jelas, batas atas dapat dicapai
III > 100 ml Batas atas prostate tidak dapat diraba
IV Retensi Urin Batas atas prostate tidak dapat diraba
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
8
Tabel Derajat berat hipertrofi prostate berdasarkan gambaran klinis
2.7 MANIFESTASI KLINISGejala yang umumnya ditemukan berupa gejala dan tanda obstruksi dan iritasi yang
sering pula disebut ‘prostatismus’ atau LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms), antara
lain sebagai berikut:3,4,6-9
Gejala dan tanda obstruksi saluran kemih berarti penderita harus menunggu pada
permulaan miksi, miksi terputus, menetes pada akhir, pancaran menjadi lemah, dan
rasa belum puas sehabis miksi.
Gejala iritasi disebabkan karena hipersnsitivias otot detrusor yang menyebabkan
bertambahnya frekwensi miksi, nokturia/miksi pada malam hari, miksi sulit ditahan,
dan disuria; hal ini terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi
atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih sehingga
vesika sering berkontraksi meski belum penuh.
Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menetukan berat keluhan klinis.
Adapun scoring Madsen Iversen dan International Prostate Symptoms Score (IPSS) dari
WHO yang merupakan klasifikasi atau penilaian yang sering digunakan dalam
menegakkan diagnosis BPH dan untuk menentukan tingkat beratnya penyakit maupun
penatalaksanaan.1,3,4,6-9
Pertanyaan 0 1 2 3 4Pancaran Normal Berubah-ubah Lemah MenetesMengedan pd saat Tidak Ya berkemih Harus menunggu saat
Tidak Ya
akan kencing Buang air kecil Tidak Ya terputus-putus Kencing tidak lampias
Tidak tahu Berubah-ubah Tidak lampias 1 kali retensi
> 1 kali retensi
Inkontinensia Ya Kencing sulit ditunda
Tidak ada Ringan Sedang Berat
Kencing malam hari
0-1 2 3 - 4 >4
Kencing siang hari
>3jam sekali tiap 2-3 jam sekali
tiap 1-2 jam sekali
<1 jam sekali
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
9
Score Madsen Iversen
Keluhan selama 1 bulan terakhir
Tidak pernah
<1 x dalam
5x
Kurang dari
setengah
Kadang-kadang (50%)
Lebih dari 50%
Hampir selalu
Seberapa sering anda merasa tidak lampias saat selesai berkemih?
0 1 2 3 4 5
Seberapa sering anda harus kencing dalam waktu kurang dari 2 jam stlh berkemih?
0 1 2 3 4 5
Seberapa sering anda mendapatkan bahwa anda sulit menahan kencing?
0 1 2 3 4 5
Seberapa sering anda mendapatkan bahwa kencing anda terputus-putus?
0 1 2 3 4 5
Seberapa sering pancaran kencing anda lemah?
0 1 2 3 4 5
Seberapa sering anda harus mengedan untuk mulai berkemih?
0 1 2 3 4 5
Seberapa sering anda harus terbangun untuk berkemih sejak mulai tidur pada malam hari hinggu bangun pagi?
0 1 2 3 4 5
Seandainya anda harus menghabiskan sisa hidup dengan fungsi berkemih saat ini, bagaimana perasaan anda?
0senang sekali
1senang
2umumnya
puas
3antara
puas dan tidak
4umumny
a tak puas
6buruk sekali
International Porstate Symptom Score (IPSS)
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
10
Keterangan : total IPSS score ringan : 0-7
Sedang : 8-19
Berat : 20-35
Pada pasien yang telah lanjut penyakitnya, misal pada gagal ginjal dapat ditemukan
uremia, peningkatan tekanan darah, denyut nadi, respirasi, foetor uremik, perikarditis,
anemia, maupun tanda penurunan status mental dan neuropati perifer. Bila telah terjadi
hidronefrosis, ginjal teraba dan nyeri pada costo Vertebrae Angularis, buli-buli yang distensi
dapat dideteksi dengan palpasi dan perkusi.
Pada pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus,
mukosa rektum, kemudian harus diperhatikan konsistensi prostat ( pada pembesaran prostat
yang jinak konsistensinya kenyal). Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau teraba
benjolan yang konsistensinya keras daripada sekitarnya atau ada prostat asimetri dengan
bagian yang lebih keras. Apabila teraba krepitasi maka kemungkinan itu adalah batu prostat.
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis dari BPH ini dapat ditegakkan melalui beberapa hal, antara lain: melalui
anamnesis yang lengkap, pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang lainnya;
yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:1,3,4,6,8,9
Anamnesis : Gejala obstruksi dan gejala iritatif maupun gejala-gejala yang
lain berdasar pada IPSS WHO score.
Pemeriksaan Fisik
o Abdomen: Pada inspeksi, perut dapat terlihat distensi atau membesar dengan
buli - buli yang penuh, pada palpasi dapat teraba massa atau pembesaran
karena buli - buli, perkusi yang redup karena buli – buli yang penuh,
auskultasi tidak diperlukan.
o Rectal: Dengan colok dubur / Rectal toucher harus diperhatikan konsistensi
prostat (pada BPH umumnya kenyal), asimetris, adakah nodul pada prostat,
batas teraba atau tidak, bila batas masih teraba secara empiris besar jaringan
prostat kurang dari 60 gr. Pada karsinoma prostat, prostat teraba keras atau
teraba benjolan yang konsistensinya lebih keras dari sekitarnya atau ada
prostat asimetri dengan bagian yang lebih keras. Teraba krepitasi bila terdapat
batu prostat.4, 6
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
11
Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Memeriksa darah lengkap.
Pemeriksaan urine dapat menunjukkan adanya sel leukosit, bakteri dan
infeksi
Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah informasi dasar dari fungsi
ginjal dan status metabolik.
Prostate Spesific Antigen (PSA) dapat digunakan sebagai deteksi dini dari
keganasan.
b. Radiologi
Foto polos abdomen
Dapat terlihat batu pada traktus urinarius, pembesaran ginjal dan buli-
buli, lesi osteoblastik, serta osteoporosis akibat kegagalan ginjal.
Pielogram intravena dan CT-Scan abdomen
Berguna untuk memeriksa penderita dengan gejala hematuria. Akan
tetapi kedua pemeriksaan ini bukan merupakan evaluasi rutin dari
obstruksi prostat atau hiperplasia.
Ultrasonografi (USG)
Digunakan untuk memeriksa ginjal, kandung kemih, dan prostat
meskipun tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan ini dapat berguna untuk
mendeteksi hidronefrosis karena azotemia atau untuk mendeteksi
penyakit lain yang tidak berhubungan dengan prostate. USG dapat
dilakukan secara transabdominal atau transrektal ( TRUS = Transrectal
Ultrasonographic ). Selain untuk mengetahui pembesaran prostat,
pemeriksaan ultrasonografi dapat pula menentukan volume buli-buli,
mengukur sisa urin, dan keadaan patologi lain seperti divertikulum,
tumor, dan batu. Dengan ultrasonografi transrektal, dapat diukur besar
prostate untuk menentukan jenis terapi yang tepat. Perkiraan besar
prostate dapat pula dilakukan dengan ultrasonografi suprapubik.
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
12
c. Sistoskopi
Pemeriksaan ini merupakan pilihan dimana tidak rutin dilakukan. Akan tetapi
pemeriksaan ini dapat berguna untuk menentukan ukuran dan bentuk prostat,
selain itu untuk memeriksa perluasan prostat, tumor kandung kemih, dan
kelainan patologis lain.
d. Patologi anatomi
Pada BPH pemeriksaan patologi anatomi mutlak dilakukan untuk
menyingkirkan adanya keganasan.
e. Pengukuran Derajat Berat Obstruksi :
Uroflowmetri : Mengukur pancaran urine pada waktu miksi. Dapat
diukur dengan menentukan pancaran miksi spontan (normal: 10-12
ml/detik, max: 20 ml/detik), kecepatan urine pria rata-rata 16 ml/s,
namun pada pasien BPH <10ml/s.
Pemeriksaan Residual Urine : Residual Urine atau Post Voiding
Residual Urine adalah sisa urine yang tertinggal dalam buli-buli
setelah miksi, rata-rata nilainya 0.53 ml, semua pria normal residual
urine tidak melebihi 12 ml. Pemeriksaan dilakukan dengan cara USG
pre dan post miksi, menggunakan bladder scan, dengan kateterisasi
post miksi.
2.9 PENATALAKSANAANTujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang
ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi
obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai
dari: (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi intervensi. Di
Indonesia, tindakan Transurethral Resection of the prostate (TURP) masih merupakan
pengobatan terpilih untuk pasien BPH.1.6
Organisasi kesehatan dunia ( WHO ) menganjurkan klasifikasi untuk
menentukan berat gangguan miksi yang disebut WHO PSS ( WHO prostate symptom
score ). Terapi nonbedah dianjurkan bila WHO PSS tetap di bawah 15. Untuk dianjurkan
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
13
melakukan kontrol dengan menentukan WHO PSS. Terapi bedah dianjurkan bila WHO
PSS 25 ke atas atau bila timbul obstruksi.6
Dari gradasi tersebut di atas disusun terapi yang disesuaikan dengan berat
ringannya derajat penyakit, antara lain sebagai berikut:6
Derajat Penatalaksanaan
I Pengobatan konservatif, dengan pemberian adenoreseptor alpha blocker
(prazosin, alfazosin, tetrazosin); obat hanya bersifat simptomatis namun
tidak mempengaruhi proses hiperplasia dari prostat, dan obat ini harus
dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.
II Indikasi untuk melakukan pembedahan dengan TUR, mortalitas 1% dan
morbiditas sekitar 8%
III Indikasi operasi, dengan TURP, atau dengan pembedahan terbuka
melalui transvesikal, retropubik, atau perianal
IV Tindakan pertama bebaskan pasien dari retensi urine total dengan
katheter atau dengan sistotomi, kemudian terapi definitive dengan TUR
atau dengan pembedahan terbuka
Tabel terapi sesuai dengan derajat penyakit
1. Observasi (Watchful waiting)
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah 7,
yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Beberapa guidelines
masih menawarkan watchful waiting pada pasien BPH bergejala dengan skor sedang
(IPSS 8-19). Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1)
jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam,
(2) kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-
buli (kopi atau cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan
kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan
ditanya dan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan
laju pancaran urine, maupun volume residual urine.1,3,4,6,8
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
14
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: mengurangi resistensi otot polos
prostat atau mengurangi volume prostat. 1,3,4,6,8
a. Obat Penghambat reseptor alpha ( Alpha blocker )
Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam
prostat dan leher buli - buli berkurang dengan menghambat rangsangan alpha
adrenergik. Seperti diketahui di dalam otot polos prostat dan leher buli - buli
banyak terdapat reseptor alpha adrenergik. Obat-obatan yang sering digunakan
prazosin, terazosin, doksazosin, dan alfuzosin. Obat penghambat alpha
adrenergik yang lebih selektif terhadap otot polos prostat yaitu α1a
(tamsulosin), sehingga efek sistemik yang tak diinginkan dari pemakai obat ini
dapat dikurangi. Dosis dimulai 1 mg/hari sedangkan dosis tamzulosin 0,2-0,4
mg/hari. Penggunaan antagonis alpha 1 adrenergik untuk mengurangi
obstruksi pada buli - buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat-obatan
golongan ini memberikan perbaikan laju pancaran urine, menurunkan sisa
urine dan mengurangi keluhan. Obat-obat ini juga memberi penyulit hipotensi,
pusing, mual, lemas, dan meskipun sangat jarang bisa terjadi ejakulasi
retrograd, biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam
waktu 1-2 minggu setelah pemakaian obat.
b. 5-alpha-reductase inhibitors
Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga
prostat yang membesar dapat mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat
daripada golongan alpha blocker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat
yang sangat besar. Salah satu efek samping obat ini adalah melemahkan
libido, ginekomastia dan dapat menurunkan nilai PSA.
c. Fitoterapi
Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang
digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto
dan Pumpkin Seeds. Pengobatan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviorostat. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen,
antiandrogen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG),
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
15
inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor
(EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti-inflam-masi,
menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat.
3. Pembedahan 1,3,4,6,8
Indikasi absolute untuk terapi bedah yaitu :
a. Retensio urine berulang
b. Hematuria
c. Tanda penurunan fungsi ginjal
d. Infeksi saluran kemih berulang
e. Tanda tanda obstruksi berat yaitu di vertikel, hidrovolunter dan
hidronefrosis
f. Ada batu di saluran kemih
Prostatektomi terbuka : Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua,
paling invasif, dan paling efisien di antara tindakan pada BPH yang lain dan
memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan terbuka ini dikerjakan
melalui pendekatan transvesikal yang mula-mula diperkenalkan oleh Hryntschack
dan pen-dekatan retropubik yang dipopulerkan oleh Millin. Pendekatan
transvesika hingga saat ini sering dipakai pada BPH yang cukup besar disertai
dengan batu buli-buli multipel, divertikula yang besar, dan hernia inguinalis.
Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat volumenya diperkirakan lebih dari
80-100 cm3. Dilaporkan bahwa prostatektomi terbuka menimbulkan komplikasi
striktura uretra dan inkontinensia urine yang lebih sering dibandingkan dengan
TURP ataupun TUIP.
TURP (Transurethral Resection Prostat ) : Prosedur TURP merupakan 90% dari
semua tindakan pembedahan prostat pada pasien BPH. TURP lebih bermanfaat
daripada watchful waiting. TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan
prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat.
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
16
Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan
laju pancaran urine hingga 100%. Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi
sebanyak 18-23%, dan yang paling sering adalah perdarahan sehingga mem-
butuhkan transfusi. Timbulnya penyulit biasa-nya pada reseksi prostat yang
beratnya lebih dari 45 gram, usia lebih dari 80 tahun, ASA II-IV, dan lama reseksi
lebih dari 90 menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari 1%. Penyulit yang timbul
di kemudian hari adalah: inkontinensia stress <1% maupun inkontinensia urin
1,5%, striktura uretra 0,5- 6,3%, kontraktur leher buli-buli yang lebih sering
terjadi pada prostat yang berukuran kecil 0,9- 3,2%, dan disfungsi ereksi. Angka
kematian akibat TURP pada 30 hari pertama adalah 0,4% pada pasien kelompok
usia 65-69 tahun dan 1,9% pada kelompok usia 80-84 tahun. Dengan teknik
operasi yang baik dan manajemen perioperatif (termasuk anestesi) yang lebih baik
pada dekade terakhir, angka morbiditas, mortalitas, dan jumlah pemberian
transfusi berangsur-angsur menurun.
TUIP (Transurethral incision of the prostate) atau insisi leher buli-buli (bladder
neck insicion) direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari
30 cm3), tidak dijumpai pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan adanya
kecurigaan karsinoma prostat. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat, dan lebih
sedikit menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu
memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik
TURP. Cara elektrovaporisasi prostat hampir mirip dengan TURP, hanya saja
teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang
cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisisai kelenjar prostat. Teknik ini
cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi.
Laser Prostatektomi : Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser
ternyata lebih sedikit menimbulkan komplikasi dan penyembuhan lebih cepat,
tetapi kemampuan dalam meningkatkan perbaikan gejala miksi maupun Qmax
tidak sebaik TURP. Disamping itu terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap
tahun. Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi, sering banyak menimbulkan disuria pasca bedah yang dapat berlangsung
sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi, dan peak flow
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
17
rate lebih rendah dari pada pasca TURP. Penggunaan pembedahan dengan energi
laser telah berkembang dengan pesat akhir-akhir ini. Penelitian klinis
menunjukkan hasil yang hampir sama dengan cara desobstruksi TURP, terutama
dalam perbaikan skor miksi dan pancaran urine. Meskipun demikian efek lebih
lanjut dari Laser masih belum banyak diketahui. Teknik ini dianjurkan pada
pasien yang memakai terapi antikoagulan dalam jangka waktu lama atau tidak
mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya.
Tindakan invasif minimal dengan Termoterapi dan stent.
o Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan > 45°C sehingga
menimbulkan nekrosis koagulasi jaringan prostat. Gelombang panas
dihasilkan dari berbagai cara, antara lain adalah:
1. TUMT (transurethral microwave thermotherapy),
Energi yang dihasilkan oleh TUMT berasal dari gelombang mikro
yang disalurkan melalui kateter ke dalam kelenjar prostat sehingga
dapat merusak kelenjar prostat yang diinginkan. Jaringan lain
dilindungi oleh sistem pendingin guna menghindari dari kerusakan
selama proses pemanasan berlangsung. Morbiditasnya rendah dan
dapat dikerjakan tanpa pembiusan. TUMT terdiri atas energi rendah
dan energi tinggi.
2. TUNA (transurethral needle ablation),
Teknik TUNA memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan
panas sampai mencapai 1000 C, sehingga menyebab-kan nekrosis
jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas kateter TUNA yang
dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energi pada
frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan ke dalam uretra melalui
sistoskopi dengan pemberian anestesi topikal xylocaine sehingga jarum
yang terletak pada ujung kateter terletak pada kelenjar prostat13.
TUNA dapat memperbaiki gejala hingga 50-60% dan meningkatkan
Qmax hingga 40-50% Pasien sering kali masih mengeluh hematuria,
disuria, kadang-kadang retensi urine, dan epididimo-orkitis.
3. HIFU (high intensity focused ultrasound),
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
18
Energi panas yang ditujukan untuk menimbulkan nekrosis prostat pada
HIFU. Energi dipancarkan melalui alat yang diletakkan transrektal dan
difokuskan ke kelenjar prostat. Teknik ini memerlukan anestesi umum.
Data klinis menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis 50–60% dan
Qmax rata-rata meningkat 40– 50%. Efek lebih lanjut dari HIFU
belum diketahui, dan sementara tercatat bahwa kegagalan terapi terjadi
sebanyak 10% setiap tahun.
4. Laser
Makin tinggi suhu di dalam jaringan prostat makin baik hasil klinik
yang didapatkan, tetapi makin banyak menimbulkan efek samping.
Teknik termoterapi ini seringkali tidak memerlukan perawatan di
rumah sakit, namun masih harus memakai kateter dalam jangka waktu
lama. Sering kali diperlukan waktu 3-6 minggu untuk menilai kepuasan
pasien terhadap terapi ini. Pada umumnya terapi ini lebih efektif
daripada terapi medikamentosa tetapi kurang efektif dibandingkan
dengan TURP. Tidak banyak menimbulkan perdarahan sehingga cocok
diindikasikan pada pasien yang memakai terapi antikoagulansia.
o Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi
karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher
buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat
leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara
temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 6-36 bulan dan
terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan
jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi. Stent
yang telah terpasang bisa mengalami enkrustasi, obstruksi, menyebabkan
nyeri perineal, dan disuria.
2.10 KOMPLIKASI
Apabila buli-buli mengalami dekompresi dapat terjadi retensio urine, produksi urine
yang terus-menerus, sedang buli-buli sudah tidak mampu lagi menampung urine,
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
19
tekanan intravaskular yang meningkat sehingga dapat timbul hidroureter, hidronefrosis,
dan gagal ginjal. Proses dari kerusakan ginjal dapat dipercepat dengan adanya infeksi.
Sisa urine dapat membentuk batu endapan dalam vesika, batu dapat menimbulkan
keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu buli-buli juga dapat menimbulkan
sistitis dan bila terjadi reflux bisa terjadi pielonefritis. Pada waktu miksi, pasien harus
mengeran, sehingga lama-kelamaan dapat menyebabkan hernia ataupun hemorrhoid.
2.11 PROGNOSIS
Gejala dan keluhan berkurang pada lebih dari 90 % pasien setelah terapi. Kira-kira 10-
20 % pasien dapat mengalami obstruksi berulang dalam waktu 5 tahun.
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
20
Skema pengelolaan BPH di Indonesia untuk dokter umum dan spesialis non urologi1
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
21
BAB III
KESIMPULAN
Hiperplasia Prostat adalah suatu pembesaran kelenjar prostat sehingga sel
normal prostat terdesak ke tepi. Sering ditemukan pada pria berusia lanjut. Ada 4 macam
teori terjadinya Benign Prostat Hiperplasia. Klasifikasi derajat berat prostat berdasarkan
gambaran klinis. Gambaran klinis berupa LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms).
Gambaran klinis BPH diberi skor untuk menetukan berat keluhan klinis, skoringnya
adalah scoring Madsen Iversen dan International Prostate Symptoms Score (IPSS) dari
WHO yang merupakan klasifikasi atau penilaian yang sering digunakan dalam
menegakkan diagnosis BPH dan untuk menentukan tingkat beratnya penyakit maupun
penatalaksanaan.
Diagnosis BPH ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, maupun
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan abdomen
dan colok dubur. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan
laboratorium, radiologi dan sistoskopi. Selain itu pemeriksaan untuk menilai derajat berat
obstruksi dengan uroflometri dan pemeriksaan residual urin.
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.
Terapi pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi
obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya terapi untuk
pasien adalah (1) tanpa terapi (watchful waiting), (2) medikamentosa, dan (3) terapi
intervensi. Di Indonesia, tindakan Transurethral Resection of the prostate (TURP) masih
merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH.
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
22
BAB IV
PENUTUP
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai hiperplasia prostat, khususnya
tentang diagnosis dan penanganan hiperplasia prostat. Tentunya masih banyak kekurangan
dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi
yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi sempurnanya referat ini dan penulisan makalah di
kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembaca.
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011
REFERAT HIPERPLASIA PROSTAT
23
BAB V
REFERENSI
1. Anonim. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Diunduh dari :
http://www.iaui.or.id/ast/file/bph.pdf Diakses pada tanggal 1 April 2011.
2. Anonim. Benigna Prostat Hiperplasia (BPH). Diunduh dari :
http://ppni-klaten.com/index.php?view=article&catid=39%3Appni-ak-
sub&id=64%3Abph&format=pdf&option=com_content&Itemid=66 Diakses tanggal
1 April 2011.
3. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius. 2000 ; h. 329-334.
4. Purnomo BB. Dasar – dasar Urologi Edisi kedua. Jakarta : Sagung Seto ; 2003. h. 67-
85.
5. Schwartz SI, Shires GTS, Spencer FC, Husser WC. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu
Bedah edisi 6. Jakarta: EGC; 2000. h. 592-593.
6. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. h.
782-786.
7. Rahardjo D. PROSTAT. Jakarta : Asian Medical; 1999. H.15-56.
8. Hikmah A, Marlinda D, Metalapa R. Majalah Kesehatan Keluarga Dokter Kita.
Jakarta : Temprint ; 2011. h. 12-17.
9. Akbar M. Benigna Prostate Hyperplasia. 13 Desember 2008. Diunduh dari :
http://ababar.blogspot.com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html Diakses pada
tanggal 1 April 2011.
10. Anonim. Prostat. 4 April 2011. Diunduh dari :
http://marikitasehat.wordpress.com/category/prostat/ Diakses pada tanggal 3 Mei
2011.
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu BedahFK UPH – RSMCPeriode 14 Maret 2011 – 21 Mei 2011