30
MAKALAH OBAT DAN PENYAKIT DEGENERATIF HIPERTENSI Kelompok 2 Atria Kent / 1313015089 Faisal Ramdani / 1313015039 Florensius Rinaldi 1313015012 Ihdina Aulia / 1313015078 Ika Wardani / 1313015002 Monalyta Panjaitan / 1313015066 Nurina Khairana L / 1313015024 Sri Nurhayati / 1313015053 Yuyun Arlita / 1313015115

Hipertensi Fix

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

MAKALAH OBAT DAN PENYAKIT DEGENERATIFHIPERTENSI

Kelompok 2 Atria Kent / 1313015089Faisal Ramdani / 1313015039Florensius Rinaldi 1313015012Ihdina Aulia / 1313015078Ika Wardani / 1313015002Monalyta Panjaitan / 1313015066Nurina Khairana L / 1313015024Sri Nurhayati / 1313015053Yuyun Arlita / 1313015115

Fakultas FarmasiUniversitas Mulawarman2015BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPeningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal, diabetes mellitus dan lain-lain. Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak terkontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Penderita hipertensi yang sangat heterogen membuktikan bahwa penyakit ini bagaikan mosaik, diderita oleh orang banyak yang datang dari berbagai subkelompok berisiko didalam masyarakat. Hal tersebut juga berarti bahwa hipertensi dipengaruhi oleh faktor resiko ganda, baik yang bersifat endogen seperti neurotransmitter, hormon dan genetik, maupun yang bersifat eksogen seperti rokok, nutrisi dan stress.Kriteria diagnosis hipertensi menggunakan kriteria klasifikasi dari The update WHO/ISH hypertension guideline, yang merupakan divisi dari National Institute of Health di AS, secara berkala mengeluarkan laporan yang disebut Joint National Committee on Prevention, Detectioan, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure memberikan resensi pembaharuan kepada WHO/ISH bulan Mei 2003 tentang kriteria hipertensi yang dibagi dalam tiga kategori yaitu hipertensi stage I dengan tekanan darah sistolik dan diastolik adalah 140-158 mmHg dan 90-99 mmHg, untuk hipertensi stage II dengan tekanan darah sistolik dan diastolik adalah 160-179 mmHg dan 100-109 mmHg, sedangkan untuk hipertensi stage III dengan tekanan darah sistolik dan diastolik adalah 180 mmHg dan 110 mmHg. Faktor-faktor yang terbukti merupakan faktor risiko hipertensi adalah umur semakin tua, riwayat keluarga dengan hipertensi, kebiasaan mengkonsumsi makanan asin, mengkonsumsi lemak jenuh, megkonsumsi jelantah, tidak biasa olah raga, olahraga tidak ideal, obesitas (IMT > 25) dan wanita yang menggunakan pil KB selama 12 tahun berturut-turut. Faktor yang tidak terbukti sebagai faktor risiko hipertensi adalah jenis kelamin perempuan, kebiasaan merokok, kebiasaan minuman beralkohol dan stress kejiwaan.

1.2. Rumusan Masalaha. Apa yang dimaksud dengan hipertensi dan klasifikasinya?b. Apa patofisiologi hipertensi?c. Terapi seperti apa yang digunakan untuk mengatasi hipertensi?1.3. Tujuana. Mengetahui pengertian hipertensi dan klasifikasinyab. Mengetahui patofisiologi hipertensic. Mengetahui terapi yang tepat untuk mengatasi hipertensid. Mengetahui penyakit peserta yang dapat disebabkan hipertensi

BAB IIPEMBAHASAN2.1. Pengertian HipertensiHipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala.Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi dan terus meningkat serta hubungannya dengan penyakit kardiovaskuler, stroke, retinopati, dan penyakit ginjal. Hipertensi juga menjadi faktor risiko ketiga terbesar penyebab kematian dini. The Third Nacional Health and Nutrition Examination Survey mengungkapkan bahwa hipertensi mampu meningkatkan risiko penyakit jantung koroner sebesar 12% dan meningkatkan risiko stroke sebesar 24%. Menurut laporan pertemuan WHO di Jenewa tahun 2002 didapatkan prevalensi penyakit hipertensi 15-37% dari populasi penduduk dewasa di dunia. Setengah dari populasi penduduk dunia yang berusia lebih dari 60 tahun menderita hipertensi. Angka Proportional Mortality Rate akibat hipertensi di seluruh dunia adalah 13% atau sekitar 7,1 juta kematian.Sesuai dengan data WHO bulan September 2011, disebutkan bahwa hipertensi menyebabkan 8 juta kematian per tahun di seluruh dunia dan 1,5 juta kematian per tahun di wilayah Asia Tenggara. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2004, hipertensi menempati urutan ketiga sebagai penyakit yang paling sering diderita oleh pasien rawat jalan.Pada tahun 2006, hipertensi menempati urutan kedua penyakit yang paling sering diderita pasien oleh pasien rawat jalan Indonesia (4,67%) setelah ISPA (9,32%). Berdasarkan penelitian tahun 1975 diketahui bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 7,1% dengan 6,6% pada wanita dan 7,6% pada pria. Sedangkan pada survei faktor risiko penyakit kardiovaskuler, prevalensi hipertensi di Indonesia meningkat menjadi 13,6% pada pria dan 16% pada wanita.Hipertensi merupakan penyakit dengan berbagai kausa. Berbagai penelitian telah membuktikan berbagai faktor risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi. Hasil studi sebelumnya menyebutkan faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan usia, serta faktor yang dapat dikontrol seperti pola konsumsi makanan yang mengandung natrium, lemak, perilaku merokok, obesitas, dan kurangnya aktivitas fisik.2.2. Klasifikasi Hipertensi2.2.1. Berdasarkan penyebabnya a. Hipertensi primer Hipertensi primer atau hipertensi esensial terjadi karena peningkatan persisten tekanan arteri akibat ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, dapat juga disebut hipertensi idiopatik. Hipertensi ini mencakup sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko seperti obesitas dan merokok. b. Hipertensi sekunderHipertensi sekunder atau hipertensi renal merupakan hipertensi yang penyebabnya diketahui dan terjadi sekitar 10% dari kasus-kasus hipertensi. Hampir semua hipertensi sekunder berhubungan dengan ganggaun sekresi hormon dan fungsi ginjal. Penyebab spesifik hipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldesteronisme primer, sindroma Cushing, feokromositoma, dan hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan. Umumnya hipertensi sekunder dapat disembuhkan dengan penatalaksanaan penyebabnya secara tepat.2.2.2. Berdasarkan bentuknyaa. Hipertensi sistolikHipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar. b. Hipertensi diastolik Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan. c. Hipertensi campuranHipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik. 2.2.3. Berdasarkan Gejala yang dibedakana. Hipertensi benignaHipertensi benigna merupakan keadaan hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan saat penderita cek up. dan hipertensi maligna. b. Hipertensi malignaHipertensi maligna merupakan keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai keadaan kegawatan sebagai akibat komplikasi pada organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal.

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.

Dikutip dari: Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I : Nefrologi dan Hipertensi. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2001. p: 519-520.

Di Indonesia berdasarkan konsensus yang dihasilkan Pertemuan Ilmiah Nasional Pertama Perhimpunan Hipertensi Indonesia tanggal 13-14 Januari 2007, belum dapat membuat klasifikasi hipertensi untuk orang Indonesia. Hal ini dikarenakan data penelitian hipertensi di Indonesia berskala nasional sangat jarang, sehingga Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) memilih klasifikasi sesuai WHO/ISH karena memiliki sebaran yang lebih luas.

2.3. PatofisiologiTekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti refleks kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos. Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.Patofisiologi hipertensi primer terjadi melalui mekanisme : 1). Curah jantung dan tahanan perifer Peningkatan curah jantung terjadi melalui dua cara yaitu peningkatan volume cairan atau preload dan rangsangan saraf yang mempengaruhi kontraktilitas jantung. Curah jantung meningkat secara mendadak akibat adanya rangsang saraf adrenergik. Barorefleks menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sehingga tekanan darah kembali normal. Namun pada orang tertentu, kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat sehingga terjadi vasokonstriksi perifer.Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama terjadi apabila terdapat peningkatan volume plasma berkepanjangan akibat gangguan penanganan garam dan air oleh ginjal atau konsumsi garam berlebihan. Peningkatan pelepasan renin atau aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma menyebabkan peningkatan volume diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah. Peningkata preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik. Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh terhadap normalitas tekanan darah. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang dimediasi oleh angiotensin dan menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible.Peningkatan resistensi perifer disebabkan oleh resistensi garam (hipertensi tinggi renin) dan sensitif garam (hipertensi rendah renin). Penderita hipertensi tinggi renin memiliki kadar renin tinggi akibat jumlah natrium dalam tubuh yang menyebabkan pelepasan angiotensin II. Kelebihan angiotensin II menyebabkan vasokonstriksi dan memacu hipertrofi dan proliferasi otot polos vaskular. Kadar renin dan angiotensin II yang tinggi pada hipertensi berkorelasi dengan kerusakan vaskular. Sedangkan pada pasien rendah renin, akan mengalami retensi natrium dan air yang mensupresi sekresi renin. Hipertensi rendah renin akan diperburuk dengan asupan tinggi garam. Jantung harus memompa secara kuat dan menghasilkan tekanan lebih besar untuk mendorong darah melintasi pembuluh darah yang menyempit pada peningkatan Total Periperial Resistence. Keadaan ini disebut peningkatan afterload jantung yang berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Peningkatan afterload yang berlangsung lama, menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi. Terjadinya hipertrofi mengakibatkan kebutuhan oksigen ventrikel semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah lebih keras untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung mulai menegang melebihi panjang normalnya yang akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume sekuncup.2). Sistem renin-angiotensin Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem renin-angiotensin merupakan sistem endokrin penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus underperfusion, penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem saraf simpatetik.Mekanisme terjadinya hipertensi melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam pengaturan tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi hati, kemudian oleh hormon renin yang diproduksi ginjal akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida tidak aktif). Angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida sangat aktif) oleh ACE yang terdapat di paru-paru. Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai vasokonstriktor melalui dua jalur, yaitu: a. Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal untuk mengatur volume cairan ekstraseluler. Aldosteron mengurangi ekskresi NaCl dengan cara reabsorpsi dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya meningkatkan volume dan tekanan darah.3). Sistem saraf simpatis Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor pada medula otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah, di mana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.Sirkulasi sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi dan dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom memiliki peran penting dalam mempertahankan tekanan darah. Hipertensi terjadi karena interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.30 Hipertensi rendah renin atau hipertensi sensitif garam, retensi natrium dapat disebabkan oleh peningkatan aktivitas adrenergik simpatis atau akibat defek pada transpor kalsium yang berpapasan dengan natrium. Kelebihan natrium menyebabkan vasokonstriksi yang mengubah pergerakan kalsium otot polos.4). Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah Perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah terutama pada usia lanjut. Perubahan struktur pembuluh darah meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan relaksasi otot polos pembuluh darah, yang mengakibatkan penurunan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.

2.4. Terapi Hipertensi2.4.1. Non Farmakologis Penatalaksanaan non farmakologis yang berperan dalam keberhasilan penanganan hipertensi adalah dengan memodifikasi gaya hidup. Pada hipertensi derajat I, pengobatan secara non farmakologis dapat mengendalikan tekanan darah sehingga pengobatan farmakologis tidak diperlukan atau pemberiannya dapat ditunda. Jika obat antihipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk mendapatkan hasil pengobatan yang lebih baik. Modifikasi gaya hidup yang dianjurkan dalam penanganan hipertensi antara lain : a. Mengurangi berat badan bila terdapat kelebihan (BMI 27) Mengurangi berat badan dapat menurunkan risiko hipertensi, diabetes, dan penyakit kardiovaskular. Penerapan pola makan seimbang dapat mengurangi berat badan dan menurunkan tekanan darah. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, pengurangan sekitar 10 kg berat badan menurunkan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan. 13,32,33 Diet rendah kalori dianjurkan bagi orang dengan kelebihan berat badan atau obesitas yang berisiko menderita hipertensi, terutama pada orang berusia sekitar 40 tahun yang mudah terkena hipertensi. Dalam perencanaan diet, perlu diperhatikan asupan kalori agar dikurangi sekitar 25% dari kebutuhan energi atau 500 kalori untuk penurunan 0,5 kg berat badan per minggu. b. Olahraga dan aktifitas fisik Olahraga isotonik seperti berjalan kaki, jogging, berenang dan bersepeda berperan dalam penurunan tekanan darah. Aktivitas fisik yang cukup dan teratur membuat jantung lebih kuat. Jantung yang kuat dapat memompa darah lebih banyak dengan usaha minimal, sehingga gaya yang bekerja pada dinding arteri akan berkurang. Hal tersebut berperan pada penurunan Total Peripher Resistance yang bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah. Namun olahraga isometrik seperti angkat beban perlu dihindari, karena justru dapat menaikkan tekanan darah. Melakukan aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah sistolik sekitar 5-10 mmHg. Olahraga secara teratur juga berperan dalam menurunkan jumlah dan dosis obat anti hipertensi. Apabila tekanan darah berada pada batas normal yaitu120/80 mmHg, maka olahraga dapat menjaga kenaikan tekanan darah seiring pertambahan usia. Olahraga teratur juga membantu Anda mempertahankan berat badan ideal, yang merupakan salah satu cara penting untuk mengontrol tekanan darah. c. Mengurangi asupan garam Pengurangan asupan garam dan upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal pengobatan hipertensi. Jumlah garam dibatasi sesuai dengan kesehatan penderita dan jenis makanan dalam daftar diet. Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari atau dengan kata lain konsumsi garam dapur tidak lebih dari seperempat sampai setengah sendok teh garam per hari. Penderita hipertensi dianjurkan menggunakan mentega bebas garam dan menghindari makanan yang sudah diasinkan. Adapun yang disebut diet rendah garam, bukan hanya membatasi konsumsi garam dapur tetapi mengkonsumsi makanan rendah sodium atau natrium. Pedoman diet merekomendasikan orang dengan hipertensi harus membatasi asupan garam kurang dari 1.500 miligram sodium sehari.

d. Diet rendah lemak jenuh Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah, sehingga diet rendah lemak jenuh atau kolesterol dianjurkan dalam penanganan hipertensi. Tubuh memperoleh kolestrol dari makanan sehari-hari dan dari hasil sintesis dalam hati. Kolestrol dapat berbahaya apabila dikonsumsi lebih banyak dari yang dibutuhkan oleh tubuh. e. Diet tinggi serat Diet tinggi serat sangat penting pada penderita hipertensi. Serat banyak terdapat pada makanan karbohidrat seperti kentang, beras, singkong dan kacang hijau, serta pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Serat dapat berfungsi mencegah Penyakit tekanan darah tinggi karena serat kasar mampu mengikat kolestrol maupun asam empedu dan selanjutnya membuang bersama kotoran. Keadaan tersebut dapat dicapai apabila makanan yang dikonsumsi mengandung serat kasar yang cukup tinggi. f. Tidak merokok Merokok sangat besar perananya dalam meningkatkan tekanan darah, hal tersebut disebabkan oleh nikotin yang terdapat didalam rokok yang memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan darah akan turun secara perlahan dengan berhenti merokok. Selain itu merokok dapat menyebabkan obat yang dikonsumsi tidak bekerja secara optimal g. Istirahat yang cukup Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh. Istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak berarti istirahat lebih banyak daripada melakukan pekerjaan produktif sampai melebihi kepatuhan. Meluangkan waku istirahat perlu dilakukan secara rutin di antara ketegangan jam sibuk bekerja sehari-hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan, tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dalam tubuh.

2.4.1. Farmakologis Terapi dengan menggunakan obat-obatan yang dapat membantu menurunkan serta menstabilkan tekanan darah, serta menurunkan risiko terjadinya komplikasi akibat hipertensi.The Joint National Committee on prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure (JNC) 7 membagi tatalaksana terapi hipertensi secara farmakologis menjadi menjadi dua :a. First Line1) DiuretikDiuretik terdiri dari 4 subkelas yang digunakan sebagai terapi hipertensi yaitu tiazid, loop, penahan kalium dan antagonis aldosteron. Diuretik terutama golongan tiazid merupakan lini pertama terapi hipertensi. Bila dilakukan terapi kombinasi, diuretik menjadi salah satu terapi yang direkomendasikan. Mekanisme kerja dari diuretik pada terapi hipertensi belum diketahui secara pasti, namun diduga efek penurunan tekanan darah terjadi karena adanya diuresis yang menyebabkan volume plasma darah berkurang sehingga cardiac output juga akan menurun. Efek samping diuretik tiazid, antara lain hipokalemia, hipomagnesemia, hiperkalsemia, hiperurisemia, hiperglikemia, hyperlipidemia, dan disfungsi seksual.Pottasium-Sparing Diuretics merupakan antihipertensi yang lemah bila digunakan tunggal, tetapi memberikan efek aditif pada penggunaan kombinasi dengan diuretik golongan tiazid atau loop. Diuretik tipe ini merupakan diuretik lemah, sehingga umumnya diberikan secara kombinasi dengan diuretik lainnya. Selain itu kombinasi tersebut dapat mengurangi efek kehilangan kalium pada penggunaan diuretik lain. Efek samping yang dihasilkan dari pemberian diuretik golongan ini hampir sama dengan pemberian diuretik golongan tiazid, walaupun efek pada lipid serum dan glukosa tidak terlalu signifikan, namun efek hipokalemia masih dapat terjadi. Efek hyperkalemia dapat terjadi, terutama pada pasien gangguan ginjal kronik atau diabetes dan pasien yang menerima terapi ACEI, ARB, NSAID, atau suplemen kalium.Diuretik antagonis aldosteron memiliki mula kerja yang lambat, yaitu sekitar 6 minggu untuk spironolakton. Pemberian spironolakton dapat menyebabkan terjadinya ginekomastia meningkat sampai dengan sekitar 10%. Spironolakton tidak boleh diberikan pada pasien gangguan ginjal kronik dengan Cl kreatinin < 30 ml/menit) karena dapat menyebabkan terjadinya hiperkalemia, terutama pada penggunaan bersama dengan ARB dan suplemen kalium.Pada pasien dengan fungsi ginjal yang cukup baik (GFR > 30 mL/menit) pemberian golongan tiazid cukup efektif dalam menurunkan tekanan darah. Sedangkan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal dibutuhkan diuretik yang lebih kuat untuk mengatasi terjadinya peningkatan retensi natrium dan air. Pada kasus seperti ini dapat dipertimbangkan pemberian diuretik loop.

Diuretik Tiazid : Hydrochlorotiazid (HCT)diberikan 1xsehari pada pagi haridengan dosis 12,5 25 mg/ hari.Diuretik Antagonis aldosteron :Spironolakton 1-2 x sehari pada pagiatau sore hari dengan dosis lazim 25-50mg/hari.Diuretik Loop: Furosemid 2 x seharipada pagi dan sore hari dengan dosislazim 20-80 mg/hari.

2) Angiotensin Converting Enzyme (ACE)Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) ACEI merupakan terapi lini kedua untuk hipertensi setelah diuretik. ACEI bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin merupakan vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron. Selain itu, ACEI juga memblok degradasi bradykinin dan merangsang sintesa zat yang menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin. Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dan berperan terhadap efek samping terjadinya batuk kering yang sering terjadi pada penggunaan ACEI. ACEI menurunkan morbiditas dan mortalitas pada pasien gagal jantung dan mencegah perparahan penyakit ginjal kronik, sehingga menjadi terapi lini pertama pada kondisi ini. Penyesuaian dosis diperlukan pada pemberian untuk pasien dengan gangguan ginjal parah karena ACEI diekskresi melalui urin. Penyerapan kaptopril dapat berkurang sekitar 30-40% bila diberikan bersama dengan makanan. ACEI mengurangi aldosteron dan meningkatkan konsentrasi kalium serum. Umumnya peningkatan kalium yang terjadi tidak signifikan, namun pada pasien dengan gangguan ginjal kronik, diabetes mellitus, dan yang mendapat terapi ARB, NSAID, suplemen kalium serta Pottasium-Sparing Diuretics dapat terajdi efek hiperkalemia yang cukup signifikan. Untuk itu diperlukan monitoring serum kalium dan kreatinin dalam waktu 4 minggu awal pemberian atau setelah menaikkan dosis.Kontraindikasi bagi wanita hamil danpasien dengan riwayat angioedema.

Kaptopril dapat diberikan 2-3x seharidengan dosis 12.5-150 mg/hari

ACEI dengan pemberian1x sehari yaitu perindoprildengan dosis 4-16 mg/hari.

Ramipril dapat diberikan1-2x sehari dengan dosis2,5-10 mg/hari.

3) Angiotensin II Receptor Blocker(ARB)/Antagonis Angiotensin IIAngiotensin II dihasilkan melalui 2 jalur enzimatis, yaitu RAAS yang melibatkan ACE, dan jalur lainnya dengan menggunakan enzim lain seperti kinase. ACEI hanya menghambat efek angiotensin yang dihasilkan melalui RAAS. Sedangkan ARB menghambat angiotensin II yang dihasilkan dari semua jalur. Oleh sebab itu, maka ACEI hanya menghambat sebagian efek yang dihasilkan oleh angiotensin II. ARB menghambat secara langsung reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) yang memediasi efek angiotensin II yang dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatik, pelepasan hormon antidiuretik, dan kontriksi arteriol aferen glomerolus. Namun ARB tidak memblok stimulasi AT2 seperti vasodilatasi, perbaikan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel. ARB memiliki kurva dosis respon yang datar, artinya peningkatan dosis diatas dosis terendah atau menengah tidak akan menyebabkan penurunan tekanan darah secara drastis. ARB tidak menimbulkan efek samping batuk kering karena kerjanya tidak mempengaruhi bradikinin, demikian pula dengan angioedema.4) Beta Blocker (BB)Pada dasarnya semua obat dalam kelas beta bloker memiliki efek menurunkan tekanan darah, namun adanya perbedaan farmakodinamik membedakan satu dengan lainnya.Efek yang membedakan adalah efek kardioselektif, ISA (intrinsic sympathomimetic activity), dan menstabilkan membran. Beta blocker kardioselektif lebih aman daripada beta blocker non selektif pemberian pada pasien asma, PPOK, penyakit arteri perifer, dan diabetes. Pada dosis tinggi beta blocker kardioselektif akan kehilangan sifat selektifnya. Beta blocker yang memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsic dapat meningkatkan risiko pasca infark miokard atau pasien dengan resiko kardiovaskular yang cukup tinggi. Propranolol dan metoprolol mengalami metabolism lintas pertama sehingga dosis yang diberikan akan bervariasi.5) Calcium Channel Blocker (CCB)CCB mempunyai indikasi khusus untuk pasienyang beresiko tinggi terhadap penyakit kardiovaskular dan diabetes. CCB dihidropiridin (amlodipin dan nifedipin) sangat efektif pada pasien lansia dengan hipertensi sistolik terisolasi. CCB bekerja dengan menghambat influx kalsium sepanjang membrane sel. Terdapat 2 tipe voltage gated calcium channel, yaitu high voltage channel (tipe L) dan low voltage channel (tipe T). CCB nondihidropiridin (verapamil dan diltiazem) menurunkan denyut jantung dan memperlambat konduksi nodus striventrikular. Verapamil menghasilkan efek negatif inotropic dan kronotropik yang berperan dalam memperparah terjadinya gagal jantung pada pasien yang beresiko tinggi. Efek yang dihasilkandiltiazem tidak sebesar verapamil. Efek samping yang dihasilkan dari dihidropiridin adalah pusing, flushing, sakit kepala, gingival hyperplasia, edema perifer, dan gangguan gastrointestinal.b. Second Line : penghambat saraf drenergik, penghambat drenoreseptor alpha (-blocker), dan vasodilator.

Antihipertensi Golongan Lain-1 blocker (Terazosin dan Doxazosin) Terazosin dan doxazosin merupakan obat-obatan antihipertensi yang selektif menghambat reseptor -1. Obat golongan ini bekerja pada pembuluh darah perifer dan menghambat pengambilan katekolamin pada sel otot halus dan menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. -1 bloker merupakan antihipertensi alternatif yang biasa digunakan pada pemberian terapi kombinasi dengan satu atau lebih obat antihipertensi utama. -1 bloker memberikan keuntungan pada lakilaki dengan BPH (benign prostatic hyperplasia) karena obat ini memblok reseptor postsinaptik alfa adrenergic pada prostat sehingga menyebabkan relaksasi dan aliran urin berkurang. Efek samping dari penggunaan -1bloker adalah pusing sementara atau pingsan, palpitasi, dan bahkan sinkop 1 -3 jam setelah dosis pertama. Efek samping dapat juga terjadi pada kenaikan dosis. Episode ini diikuti dengan hipotensi ortostatik dan dapat di atasi dengan meminum dosis pertama dan kenaikan dosis berikutnya menjelang tidur. Hipotensi ortostatik dan pusing dapat berlanjut terus dengan pemberian terus menerus. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien lansia. -1 bloker melewati hambatan darah otak dan dapat menyebabkan efek samping CNS seperti kehilangan tenaga, letih, dan depresi.-2 Agonis (Klonidin dan Metildopa) Obat Antihipertensi golongan -2 Agonis adalahmetildopa dan klonidin. Mekanisme kerja kedua obat ini adalah menurunkan tekanan darah dengan cara merangsang reseptor adrenergic di otak.Perangsangan ini menurunkan aliran simpatis dari pusat vasomotor di otak dan meningkatkan tonus vagal. Penurunan aktivitas simpatik bersamaan dengan meningkatnya aktivitas parasimpatis,dapat menurunkan denyut jantung, cardiac output, ketahanan perifer total, aktivitas plasma rennin, dan refleks baroreseptor. Klonidin sering digunakan pada hipertensi yang resisten dan metildopa biasanya digunakan pada hipertensi yang terjadi pada kehamilan. Penggunaan -2 agonis sentral, khususnya metildopa, dalam jangka panjang dapat menyebabkan retensi natrium dan air. Sedangkan penggunaan klonidin sebagai antihipertensi umumnya tanpa penambahan diuretik. Penghentian obat ini secara tiba-tiba dapat menyebabkan rebound hypertension yang diduga karena meningkatnya pelepasan norepinefrin sewaktu dihentikan secara mendadak. Sedangkan metildopa harus diberikan bersama diuretik untuk mencegah menurunnya efek antihipertensi pada penggunaan jangka panjang, kecuali pada kasus kehamilan. Efek samping dari penggunaan metildopa adalah hepatitis atau anemia hemolitik, walaupun jarang terjadi.Beraprost Sodium Beraprost Sodium diindikasikan untuk hipertensi Pulmonal yang bekerja dengan menghambat peningkatan tekanan sistolik pada ventrikel kanan dan hipertrofi arteri pulmonal pada saat penelitian menggunakan tikus yang hipertensi.

BAB IIIKESIMPULAN

Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak ginjal.Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi.