Upload
nana
View
263
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tugas tinjauan pustaka
Citation preview
Definisi
Hipertensi resisten merupakan kondisi dimana tekanan darah tetap di atas normal
meskipun sudah mendapat terapi farmakoterapi dengan tiga obat antihipertensi dari golongan
berbeda dan salah satunya adalah diuretik. Menurut The Seventh Report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure
(JNC-7) guidelines tahun 2003, hipertensi resisten (HR) didefinisikan sebagai kegagalan untuk
mencapai target tekanan darah <140/90 mmHg pada populasi umum hipertensi dan <130/80
mmHg pada pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal kronik (PGK) ketika pasien
mematuhi dosis optimal suatu obat yang tepat dari 3 obat antihipertensi, yang salah satunya
adalah diureti. 1,2
Hipertensi resisten tidak identik dengan hipertensi yang tidak terkontrol, mencakup
semua pasien hipertensi tidak terkontrol dengan pengobatan yaitu pasien yang tingkat
kepatuhannya rendah, hipertensi sekunder yang tidak terdeteksi, obat antihipertensi yang tidak
memadai dan pasien yang benar resisten terhadap pengobatan. Dengan demikian, pasien dengan
HR dapat mencapai kontrol tekanan darah dengan dosis penuh 4 atau lebih obat
antihipertensi.3
Epidemiologi
Berbagai studi klinis menyatakan bahwa prevalensi hipertensi resisten tidak diketahui
dengan pasti. Banyak data yang tersedia saat ini berasal dari analisis yang dilakukan pada pasien
yang terdaftar dalam ujia klinis secara acak, bertujuan untuk mengevaluasi efikasi, keamanan.4
Beberapa penelitian menduga prevalensi HR sekitar 5% sampai 50% di praktek umum, atau
lebih tinggi di klinik nefrologi.5 Prevalensi HR diperkirakan akan semakin meningkat karena
meningkatnya harapan hidup dan prevalensi faktor-faktor yang umumnya terkait dengan HR
seperti obesitas, diabetes, dan PGK.5
1
Etiologi
Penyebab hipertensi resisten dibedakan menjadi dua yaitu false hipertensi resisten dan
true hipertensi resisten. Berdasarkan penyebab, false hipertensi resisten disebabkan oleh tidak
patuhnya pasien dalam memperbaiki gaya hidup dan penggunaan obat antihipertensi. Pasien
kadang menghentikan pengobatan dengan alasan efek samping dan biaya, perawatan yang
kurang konsisten dan berkesinambungan, kurangnya motivasi dokter, tidak memahami dengan
baik perintah dari dokter dan gagal untuk mengikuti panduan pengobatan hipertensi.6,7
Sedangkan untuk true hipertensi resisten bisa disebabkan oleh beberapa keadaan seperti pada
tabel di bawah ini.
Tabel 1. Penyebab true hipertensi resisten6
Penyebab sekunder hipertensi, seperti:
● Renal arteri stenosis ● Penyakit parenkim ginjal
● Pheochromocytoma ● Aldosteronisme primer
● Tumor sistem saraf pusat ● Koarktasio aorta
● Penyakit tiroid
2. Obstructive sleep apnea (OSA)
3. Volume overload
● Insufisiensi ginjal progresif ● Asupan garam berlebihan
● Terapi diuretik tidak adekuat
4. Hipertensi diinduksi obat
● Obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), kokain, amfetamin, obat
terlarang lainnya
● Agen-agen simpatomimetik, hormon kontrasepsi oral, siklosporin,
takrolimus
● Erythropoietin, kortikosteroid, liquorice, senyawa herbal (ephedra, ma
huang)
5. Kondisi terkait gaya hidup
● Obesitas ● Asupan alkohol berlebihan
2
Patofisiologi
Berbagai mekanisme fisiologi terlibat dalam pengaturan tekanan darah. Jika terjadi
gangguan pada mekanisme ini makan akan mengkibatkan terjadinta hipertensi. faktor yang
berpengaruh terhadap fisiologi terjadinya hipertensi antara lain faktor genetik, aktivasi sistem
saraf simpatik/sympathetic nervous system (SNS) dan sistem rennin-angiotensin-aldosteron,
asupan garam berlebih serta gangguan antara vasokonstriktor dan vasodilator, namun
keterlibatan faktor-faktor ini dalam menyebabkan HR belum begitu diketahui secara
menyeluruh.7,8
Didapatkan hubungan antara penuaan dan aktivasi SNS, sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa seluruh aktivitas sistem saraf simpatik tubuh meningkat dengan penuaan
dan indeks aktivitas simpatis terutama muscle sympathetic nerve activity lebih terkait dengan
tekanan darah pada orang tua.7,8
Selain penuaan, obesitas, hiperaldosteronisme dan OSA merupakan karakteristik dari
hipertensi resisten. Diantara subyek HR, hiperaldosteronisme lebih sering terjadi pada pasien
dengan OSA dibandingkan pasien yang berisiko rendah untuk OSA. Data-data yang ada bahwa
OSA, hiperaldosteronisme dan obesitas tidak hanya merupakan komorbiditas umum pada HR,
tetapi juga berinteraksi dalam proses terjadinya HR. Meskipun mekanisme yang
menghubungkan kondisi ini dengan HR tidak sepenuhnya dapat dijelaskan, peningkatan
aktivitas SNS mungkin merupakan kondisi terpenting yang mendasari terjadinya HR.7
3
Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi Resisten7
Diagnosis
Evaluasi pasien dengan HR bertujuan untuk membedakan HR dari
pseudoresistensi, mengidentifikasi faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan HR,
kemungkinan penyebab sekunder, tingkat kerusakan organ target, dan mencari faktor-
faktor risiko kardiovaskular lainnya. Hipertensi resisten tidak jarang dihubungkan
dengan kondisi medis lainnya, dan evaluasi pasien harus fokus pada adanya riwayat
penyakit yang mungkin menunjukkan kondisi terkait. Obstructive sleep apnea harus
dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengantuk di siang hari, mendengkur, dan
disertai apnea. Renal artery stenosis harus dipertimbangkan pada pasien dengan tanda-
tanda gejala penyakit arteri perifer atau koroner. Feokromositoma harus
dipertimbangkan pada pasien hipertensi labil yang disertai dengan episode
berkeringat, sakit kepala, kecemasan, dan palpitasi.6,9
Pemeriksaan laboratorium pasien HR harus mencakup kreatinin serum,
elektrolit, glukosa, asam urat, profil lipid, thyroid stimulating hormon, urinalisis untuk
evaluasi mikroalbuminuria, konsentrasi aldosteron plasma dan aktivitas renin plasma pagi
hari untuk evaluasi PA, bentuk sekunder yang paling sering dari hipertensi.
4
Elektrokardiografi (EKG) untuk mengevaluasi adanya LVH dan mendukung diagnosis
HR, oleh karena kerusakan organ target lebih sering ditemukan pada pasien dengan
true HR, serta mengidentifikasi pasien dengan peningkatan risiko kardiovaskular.
Renal artery stenosis akibat aterosklerosis sering terdapat pada pasien-pasien yang
lebih tua.6,9
Gambar 2. Pendekatan Hipertensi Resisten
Tekanan darah harus diukur setelah pasien istirahat selama lima menit. Pasien
harus ditanya apakah merokok dalam 15-30 menit sebelum pengukuran tekanan
darah, karena merokok dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah sistolik 5-20
mm Hg. Diagnosis didasarkan pada temuan setidaknya 2 pengukuran tekanan darah
(pengukuran rutin di kamar periksa dan ABPM), meskipun telah menggunakan rejimen
yang mengandung tiga obat. Pemeriksaan fisik dan laboratorium rutin diperlukan
untuk mencari bukti adanya kerusakan organ target yang berkaitan dengan hipertensi
dan faktor risiko kardiovaskular lainnya.9
5
Gambar 3. Algoritma diagnosis dan penatalaksanaan hipertensi resisten6
6
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HR diawali dengan identifikasi dan modifikasi faktor gaya hidup,
memastikan kepatuhan pengobatan, menghentikan obat-obatan yang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah, mengobati penyebab sekunder dari hipertensi, dan penggunaan
obat-obatan yang efektif untuk mengendalikan tekanan darah. Diet rendah garam, olahraga
teratur, penurunan berat badan, mengurangi asupan alkohol, dan berhenti merokok harus
secara rutin dianjurkan dan obatobatan antihipertensi harus diresepkan pada dosis toleransi
maksimum.3,6,9
Evaluasi fenomena "white-coat", atau kondisi terkait dan penyebab sekunder seperti
OSA, PA, PGK atau penyakit renovaskular harus dilakukan. Dosis tidak memadai, kurangnya
penggunaan diuretik kerja panjang, dan kombinasi suboptimal didapati sebagai penyebab pada
hampir separuh pasien dengan HR. Farmakoterapi untuk HR diawali dengan memastikan pasien
menerima terapi sesuai indikasi seperti tertera dalam pedoman JNC-7.9
Pengobatan non farmakologis difokuskan pada penurunan berat badan, pembatasan
diet garam (<100 mEq/24 jam), mengurangi konsumsi alkohol, berhenti merokok,
peningkatan aktivitas fisik, dan konsumsi makanan tinggi serat, rendah lemak, kaya buah-
buahan dan sayuran. 6,9
Terapi farmakologis harus difokuskan pada penggunaan diuretik, dengan thiazide
diuretik pada sebagian besar pasien dan loop diuretik untuk pasien dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus. Rekomendasi yang dianjurkan adalah kombinasi dari diuretik thiazide
dengan long acting calcium channel blocker (CCB) dan angiotensin converting enzyme
inhibitor (ACEI) atau angiotensin receptor blocker (ARB).1 Chlorthalidone mungkin lebih
disukai dari pada hidroklorotiazid, khususnya pada pasien dengan HR.9
7
Gambar 5. Algoritma penatalaksanaan hipertensi resisten2
8
Prognosis
Prognosis pasien dengan hipertensi resisten dibandingkan dengan pasien hipertensi yang
lebih mudah terkontrol secara khusus belum dievaluasi. Prognosis bisa menjadi kurang baik
apabila pasien dating dengan riwayat hipertensi yang lama yang tidak terkontrol dan sebelumnya
sudah dikaitkan dengan faktor risikonya seperti gangguan kardiovaskular,diabetes, PGK, dan
OSA. Pasien HR sangat berisiko mengalami kerusakan organ target seperti LVH, penebalan
karotid intimamedia, plak karotid, kerusakan retina, dan albuminuria dibandingkan dengan
hipertensi terkontrol. Hipertensi resisten meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular, akibat
adanya riwayat hipertensi tidak terkontrol dalam jangka panjang dan hubungannya dengan
diabetes, PGK, dan OSA.1,10
9
Daftar Pustaka
1. Calhoun, D.A. et al. Resistant Hypertension : Diagnosis , Evaluation , and Treatment A
Scientific Statement From the American Heart Association Professional Education
Committee of the Council for. 2008. Available at:
http://hyper.ahajournals.org/content/51/6/1403.full.pdf. [Accessed 18 Mei 2016].
2. Vongpatanasin, W. Resistant Hypertension A Review of Diagnosis and Management.
American Medical Association, 2014; 311(21), pp.2216–2224.
3. Sarafidis, P.A. & Bakris, G.L. Resistant Hypertension. An Overview of Evaluation and
Treatment. Journal of the American College of Cardiology, 2008; 52(22), pp.1749–1757.
Available at: http://content.onlinejacc.org/pdf. [Accessed 16 Mei 2016].
4. Veglio, F. et al. Clinical Management of Resistant Hypertension: Practical
recommendations from the Italian Society of Hypertension (SIIA). High Blood Pressure
& Cardiovascular Prevention, 2013; 20(4), pp.251–256.
5. Sarafidis, P.A. Epidemiology of Resistant Hypertension. Journal of Clinical
Hypertension, 2011; 13(7), pp.523–528. Available at:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1751-7176.2011.00445.x/epdf. [Accessed 16
Mei 2016].
6. Fagard, R.H. Resistant hypertension. Revista medica de Chile, 2012; 136(4), pp.528–538.
Available at: http://dx.doi.org/10.1016/j.amjmed.2015.05.008. [Accessed 16 Mei 2016].
7. Tsioufis, C. et al. Pathophysiology of resistant hypertension: the role of sympathetic
nervous system. International journal of hypertension, 2011, p.642416. Available at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3034926&tool=pmcentrez&rendertype=abstract. [Accessed 16 Mei 2016].
8. Papademetriou, V., Doumas, M. & Tsioufis, K. Renal Sympathetic Denervation for the
Treatment of Difficult-to-Control or Resistant Hypertension. International journal of
hypertension, 2011, p.196518. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3095896/pdf/IJHT2011-196518.pdf.
[Accessed 16 Mei 2016].
9. Frank, J. & Sommerfeld, D. Clinical approach in treatment of resistant hypertension.
Integr. Blood Press. Control, 2009; 2, pp.9–23. Available at:
10
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?
artid=3180239{&}tool=pmcentrez{&}rendertype=abstract. [Accessed 16 Mei 2016].
10. Pisoni R, Ahmed MI, MD, dan Calhoun DA. Characterization and Treatment of Resistant
Hypertension. Curr Cardiol Rep, 2008; 141(4), pp.520–529. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2806815/pdf/nihms166115.pdf.
[Accessed 16 Mei 2016].
11