Upload
manman-ar-ll
View
57
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
11
Citation preview
1
UJI PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)
SEBAGAI ANTIHIPERTENSI PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR
WISTAR
(Hasil Penelitian)
Oleh
Hendri Soefyanto Pasya
08311053
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TULANG BAWANG
LAMPUNG
2014
2
UJI PENGARUH EKSTRAK DAUN MENGKUDU (Morinda citrifolia L.)
SEBAGAI ANTIHIPERTENSI PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR
WISTAR
(Hasil Penelitian)
Oleh
Hendri Soefyanto Pasya
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm)
Pada
Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS TULANG BAWANG
LAMPUNG
2014
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengobatan tradisional yang menggunakan tumbuhan, perkembangannnya sudah
semakin maju dan keberadaannya telah diakui dunia sebagai pengobatan yang
efektif, efisien, aman dan ekonomis, bahkan telah menjadisalah satu materi
pembelajaran dusejumlah lembaga pendidikan didalam dan diluar negeri.
Meskipun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kimia organik sintetik
di negara industri maju saat ini sudah sangat pesat, namun masih banyak
dipergunakan obat-obatan yang berasal dari alam, seperti dari hewan, tumbuhan
dan mineral (Yusron, 2000; Wijayakusuma, 2003).
Tumbuhan merupakan keragaman hayati yang selalu ada disekitar kita, baik itu
yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman
dahulu tumbuhan sudah digunakan sebagai tanaman obat, walaupun
penggunaannya secara turun temurun dan dari mulut ke mulut. Mengkudu atau
pace merupakan salah satu tanaman obat yang beberapa tahun terakhir banyak
peminatnya baik dari kalangan pengusaha agribisnis maupun dari kalangan
industri obat tradisional, bahkan dari kalangan ilmuwan di berbagai negara. Hal
ini karena baik secara empiris maupun hasil penelitian medis membuktikan bahwa
dalam semua tanaman mengkudu terkandung berbagai macam senyawa kimia
yang berguna bagi kesehatan manusia. Berdasarkan penelitian Aalbersbeg (1993)
menyatakan bahwa kandungan karoten pada daun mengkudu lebih tinggi
dibanding dengan yang terkandung dalam sayuran Brassica cinensis dan
Colacasia esculanta. Pada daun mengkudu mengandung berbagai macam
senyawa seperti asam amino, mineral, vitamin dan alkaloid. Ekstrak buah
mengkudu juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri V. Harveyi secara in
4
vitro. Selain itu, perasan buah segar mengkudu (Morinda citrifolia L) memiliki
daya anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli dengan LT 100 dan LC 100
pada 78,580% dan 218,510 menit. Infus daun mengkudu memiliki daya
anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli dengan LT 100 dan LC 100 pada
42,344% dan 966,515 menit. Perasan buah segar mengkudu konsentrasi 100%
memiliki daya anthelmintik yang paling efektif (Fanny Gunawan, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
Apakah konsentrasi ekstrak daun mengkudu memiliki efek sebagai antiobesitas
pada tikus putih jantan.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh ekstrak daun mengkudu sebagai antiobesitas pada tikus
putih jantan.
2. Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak daun mengkudu sebagai antiobesitas
pada tikus putih jantan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang
manfaat daun mengkudu sebagai antiobesitas
1.5 Hipotesis
1. Daun mengkudu mempunyai efek sebagai antiobesitas pada tikus putih jantan.
2. Konsentrasi ekstrak daun mengkudu mempengaruhi efek antiobesitas pada
tikus putih jantan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
2.1.1 Klasifikasi
Philum : Angiospermae
Sub. Philum : Dicotylodanae
Divisi : Lognosae
Famili : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia L
2.1.2 Daerah Asal
Mengkudu tersebar dari Asia tropis sampai Polynesia, di Indonesia banyak
ditemukan di dataran rendah sampai 500 m dpl. Tumbuh liar di pantai, hutan
ladang atau di pekarangan sebagai tanaman obat atau tanaman sayur. Penggunaan
mengkudu sebagai obat di Indonesia tercatat dalam cerita pewayangan yang
ditulis dalam pemerintahan raja-raja dan sunan. Bukti sejarah pemanfaatan
mengkudu pada masa itu dapat dilihat dari terdapatnya tanaman mengkudu yang
tumbuh di mouseum koleksi tanaman obat di kraton bekas kerajaan dan dimasjid-
masjid para sunan. Dikraton Surakarta terdapat pohon mengkudu yang umurnya
diperkirakan sudah ratusan tahun (Sudiarto et al., 2003).
6
2.1.3 Morfologi
Perdu atau pohon kecil, tumbuh membengkok, tinggi 3-8 m, berkayu, bulat, kulit
kasar, bercabang banyak dengan ranting muda bersegi empat. Daun letak
berhadapan bersilang, bertangkai, bentuknya telur lebar, sampai berbentuk elips,
panjang 5-17 cm, tebal mengkilap, tepi rata, ujung runcing, pangkal menyempit,
tulang daun menyirip, warna hijau tua. Bunga keluar dari ketiak daun 5-8
karangan berbentuk bonggol, dengan mahkota bertangkai, bentuknya bulat
lonjong, berupa buah buni mejemuk yang berkumpul menjadi satu bagian buah
yang besar, panjang 5-10 cm permukaan tidak rata berbenjol-benjol, warnanya
hijau, jika masak berdaging dan berair, warnanya kuning pucat atau kuning kotor,
berbau busuk, berisi banyak biji berwarna coklat kehitaman. Perbanyakan dengan
biji (Delimartha, 2006).
Gambar 2.1 Daun Mengkudu
2.1.4 Jenis-jenis Mengkudu
Menurut K. Heyne ada beberapa jenis mengkudu antara lain: M. citrifolia, M.
braceata, M. speciaosa, M. elliptica, M. tinctoria, M. oleifera. Semua jenis
mengkudu ini termasuk genus Morinda, famili Rubiaceae . Menurut Guppy
(1990), genus Morinda terdiri dari 80 spesies. Penyebaranya dari India sampai
pulau-pulau kecil di Samudera Pasifik. Morinda citrifolia mempunyai nama lain
Morinda braceata. Jenis ini merupakan mengkudu yang paling terkenal di
masyarakat luas, termasuk masyarakat Indonesia (Tadjoedin dan Iswanto, 2004).
7
2.1.5 Kandungan
Akar mengandung morindin, morindon, aligarin-d-methylether, soranjidiol.
Buah mengandung alkaloid, (triterpenoid, proxeronine), polysaccharide
(damnacanthal) sterol, coumarin, scopolatien, ursolic acid, linoleic acid, caproic
acid, caprilyc acid, alizarin, acubin, iridoid glycoside, L-asperuloside, Vitamin
(C,A, karoten).
Daun mengandung protein,asam amino, mineral, vitamin,zat kapur, zat besi,
karoten, askorbin, alkaloid, tritepenoid, polysaccharide, dan b-sitesterol. Terdapat
pula golongan antraquinones seperti nordamnacanthal, morindone, rubiadin,
rubiadin-1-methylether, dan antraquinones glykoside.
2.1.6 Manfaat
Di Indonesia tanaman mengkudu sudah dimanfaatkan sejak zaman dahulu kala,
menurut silsilahnya bahwa mengkudu merupakan tanaman asli dari Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Di negara-negara Eropa khasiat mengkudu baru diketahui
sekitar 1800, yang diawali pendaratan kapten Cook dan para awaknya diHawai
pada tahun 1778. Menurut Wijayakusuma (2003) dalam pengobatan tradisional
mengkudu digunakan untuk obat batuk, radang amandel, sariawan, tekanan darah
tinggi, beri-beri, melancarkan kencing, radang ginjal, radang empedu, radang
usus, semblit, limpa, lever, kencing manis, cacar air, sakit pinggang, sakit perut,
masuk angin, dan kegemukan. Riset medis tentang khasiat mengkudu dimulai
pada tahun 1950, dengan ditemukannya zat anti bakteri terhadap Echerchia coli,
M. pyrogenes dan P. Aeruginosa yang ditulis dalam jurnal ilmiah Pacific Science.
Waha (2001) mengemukakan bahwa senyawa xeronin dan prekursornya yang
dinamakan proxeronin ditemukan dalam jumlah besar pada buah mengkudu oleh
seorang ahli biokimia dari Amerika Serikat bernama Heinicke pada tahun 1972.
Universitas Hawai melakukan penelitian tentang antitumor dan antikanker
mengkudu dan hasilnya dimuat dalam sebuah jurnal ilmiah Procedeeng West
Pharmacology Society Journal tahun 1994. Solomon (1998) melakukan
penelitian terhadap 8000 orang pengguna sari buah mengkudu dengan dibantu
8
oleh 40 dokter dan praktisi medis lainnya. Hasil penelitiannya menunjukan
bahwa sari buah mengkudu dapat memulihkan berbagai macam penyakit termasuk
penyakit berat seperti jantung, kanker, diabetes, stroke, dan sejumlah penyakit
lainnya.
2.2 Simplisia
Simplisia adalah bahan alam alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, antara lain:
1. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman, eksudat tanaman atau gabungan antara ketiganya. Eksudat
tanaman adalah isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya
atau zat-zat nabati lainnya dengan cara tertentu dipisahkan dari
tanamannya dan belum berupa zat kimia murni.
2. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan, atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum merupakan zat
kimia murni.
3. Simplisia pelikan (mineral)
Simplisia pelikan adalah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral)
yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni (Gunawan dan Sri Mulyani, 2004).
9
2.3 Proses Pengeringan Simplisia
2.3.1 Cara Pengeringan
Ada dua cara pengeringan simplisia yaitu:
1. Pengeringan Alamiah, yaitu dengan:
a. Panas sinar matahari langsung
pemanasan ini dilakukan untuk bahan keras seperti akar, biji, kulit
batang dan untuk senyawa aktif yang relatif stabil terhadap pemanasan.
b. Diangin-anginkan atau tidak dipanaskan dengan sinar matahari
langsung.
Pemanasan ini dilakukan untuk bunga, daun dan untuk senyawa aktif
yang tidak stabil terhadap pemanasan atau mudah menguap.
2. Pengeringan Buatan yaitu dengan:
a. Suatu alat atau mesin pengering yang suhu, kelembaban, tekanan dan
aliran udaranya dapat diatur (oven).
b. Menempatkan bahan yang akan dikeringkan di atas pita atau ban
berjalan dengan melewatkannya melalui suatu lorong atau ruangan
yang berisi udara yang telah dipanaskan dan diatur alirannya.
2.3.2 Suhu Pengeringan
Ada dua suhu pengeringan simplisia yaitu:
a. Suhu pengeringan yang umum digunakan antara 300C- 600C.
b. Untuk simplisia yang mengandung zat aktif tidak tahan panas atau mudah
menguap dikeringkan pada suhu 300C-400C (Gunawan dan Sri Mulyani,
2004).
Agar hasil optimal dapat diperoleh, bahan yang dikeringkan harus memiliki
permukaan yang luas, sehingga bahan tersebut harus disebar dalam lapisan-
lapisan yang lebih tipis. Dengan demikian, panas yang digunakan secara cepat
mengubah lembab menjadi uap dan uap tersebut akan berdifusi dari dalam bahan
10
yang dikeringkan menuju ke permukaan, dan akhirnya dibawa pergi oleh udara.
Pengeringan yang salah dapat menyebabkan “face hardening” yaitu bagian luar
kering, tetapi bagian dalam masih basah (Voigh, 1995).
2.4 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstrak
cair adalah sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut
atau pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada
masing-masing monografi tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gram
simplisia yang memenuhi persyaratan (Anonim,1995).
2.4.1 Maserasi
Maserasi (macerase=mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang paling
sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat Farmakope
Indonesia disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut
disimpan terlindung dari cahaya lansung (mencegah reaksi yang dikatalis cahaya
atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya meserasi berbeda-
beda, farmakope mencantumkan 4-10 hari. Setelah selesai maserasi, artinya
keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang
masuk dalam cairan telah tercapai maka proses difusi segara berakhir.
Berakhirnya maserasi dapat ditandai dengan perubahan warna dari simplisia dan
pelarut, yang mana warna simplisia menjadi pucat dan warna pelarut semakin
terang. Dan rendaman tadi harus diaduk secara berulang-ulang. Melalui upaya
ini dapat dijamin keseimbangan konsentrasi bahkan ekstraksi yang lebih cepat
didalam cairan. Setelah maserasi dianggap selesai dilakukan filtrasi atau
penyaringan untuk mendapatkan meserat dan ampas diperas kemudian dicuci
kembali untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Proses pencucian tersebut
dilakukan untuk memperoleh sisa kandungan bahan aktif dan juga untuk
11
menyeimbangkan kembali kehilangan akibat penguapan yang terjadi pada saat
penyaringan dan pengepresan (Voigh, 1994).
2.4.2 Perkolasi
Metode ini dilakukan dengan cara mencampur 10 bagian simplisia kedalam 5
bagian larutan pencuci. Setelah itu dipindahkan kedalam perkolator dan ditutup
selama 24 jam. Setelah itu biarkan menetes sedikit demi sedikit kemudian
ditambahkn larutan pencuci secara berulang-ulang hingga terdapat selapis cairan
pencuci. Perkolat yang telah terbentuk kemudian diuapkan (Voight, 1994).
2.4.3 Digesti
Metode ini merupakan bentuk lain dari maserasi yang menggunakan panas
seperlunya selama proses ekstraksi, yaitu pada suhu 40-50 oC. Metode digesti
hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap
pemanasan (Voight, 1994).
2.4.4 Infus
Metode ini dilakukan dengan memanaskan campuran air dan simplisia pada suhu
900C dalam waktu 15 menit, selama proses ini berlangsung campuran terus diaduk
dan diberi tambahan air hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki
(Voight,1994).
2.4.5 Dekoksi
Metode dekoksi (decocta) dilakukan dengan memanaskan air dan simplisaia pada
suhu 90 oC dalam waktu 30 menit, selama peroses ini berlangsung terus diaduk
dan diberi tambahan air hingga diproleh volume decocta yang dikehendaki
(Voigth, 1994).
12
2.5 Obesitas
Obesitas yaitu suatu keadaan dimana jumlah lemak tubuh lebih besar dari 20
diatas normal. Dahulu gemuk merupakan suatu keadaan dan merupakan kriteria
untuk mengukur kesuburan dan kemakmuran suatu kehidupan. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya kegemukan atau obsitas selalu berhubungan dengan
kesakitan dan peningkatan kematian. World Health Organization (WHO)
menyatakan bahwa obesitas merupakakn salah satu dari 10 kondisi yang beresiko
diseluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang beresko di negara-negara
berkembang. Diseluruh dunia lebih dari 1 miliyar orang dewasa adalah overwight
dan lebih dari 300 juta adalah obese. Di Indonesia diperkirakan 210 juta
penduduk Indonesia tahun 2000, jumlah penduduk yang overwight diperkirakan
mencapai 76,7 juta (17,5%) dan pasien obesitas berjumlah lebih dari 9,8 juta
(4,7%). Hasil penelitian membuktikan terdapat hubungan obesitas dan faktor
resiko penyakit kardiovaskuler seperti diabetes militus tipe II, dislipidemia dan
hipertensi. Laporan WHO tahun 2003 menunjukkan bahwa kematian akibat
penyakit kardiovaskuler mencapai 29,2% dari seluruh kematian didunia atau 16,7
juta jiwa tiap tahun. Dari jumlah kematian tersebut 80, diantranya terdapat
dinegara miskin, menengah dan negara berkembang (Wiramihardja, 2004).
2.5.1 Penyebab Obesitas
Moderenisasi dab arus informasi yang menggelobal, selain menimbulkan
perubahan sosial dan ekonomi, juga mempengaruh psikologi sosial dan budaya.
Faktor sosial, ekonomi, budaya dan fisikologi saling berintraksi, saling
mempengaruhui dan pada gilirannya akan pola kebiasaan dan pola aktivitas
individu dan masyarakat yang menjurus pada surplus energi, menambah
kompleksnya penyebab overwight dan obesitas. Perubahan asupan dan
penggunaan energi selain disebabkan oleh faktor diatas juga dipengaruhi oleh
kondisi kesehatan fisik, mental dan keturunan. Obesitas terjadi karena surplus
energi akibat asupan energi dari makanan melebihi penggunaannya. Jadi,
13
kelebihan makanan dan inaktivitas yang menjadi pola kebiasaan sehari-hari tetap
merupakan faktor utama penyebab obesitas (Wiramihardja, 2004).
Upaya menurunkan berat badan dilakukan dengan menciptakan difisit energi yang
dilakukan melalui upaya:
1. Mengubah pola kebiasaan makan dan pola aktifitas fisik,
2. Mengurangi asupan energi dan makanan dengan mengkonsumsi diet
rendah energi, dan
3. Menambah penggunaan energi dengan meningkatkan aktivitas fisik, antara
lain de ngan berolahraga setiap hari.
2.5.2 Klasifikasi Obesitas
Tabel 2.5.2 Klasifikasi IMT
IMT kg/m2 Klasifikasi
< 16
16-16,9
17,0-18,5
18,5-24,9
25,0-29,9
30,0-34,9
35,0-39,9
>40,0
Kurang energi protein III
Kurang energi protein II
Kurang energi protein I (underweight)
Normal
Kelebihan berat badan (overweight)
Obesitas I
Obesitas II
Obesitas II
Sumber: WHO (2004)
Tabel 2.5.2 Klasifikasi IMT
IMT (kg/m2) Kategori
< 17,0
17,0-18,4
18,5-20,5
25,1-27,0
>27,0
Kekurangan berat badan tingkat berat
Kekurangan berat badan tingkat ringan
Normal
Kelebihan berat badan tingkat ringan
Kelabihan berat badan tingkat berat
Kurus
Normal
Gemuk
14
Sumber: Depkes RI (1994)
Kegemukan dapat dibedakan menjadi dua tife berdasarkan distribusi lemak dalam
tubuh yaitu :
1. Tipe android (tipe buah apel)
Gemuk tipe ini ditandai dengan penumpukan lemak yang berlebhan pada
tubuh bagian atas seperti dada, pundak, leher, muka dan mempunyai
bentuk tubuh seperti apel, atau sering disebut sebagai obesitas sentral,
banyak terdapat pada laki-laki sehingga disebut tipe laki-laki atau tipe
android (Mursito, 2003; Wiramihardja, 2004).
2. Tipe ginoid (tipe buah pir)
Gemuk tipe ini fditandai dengan penimbunan lemak pada bagian tubuh
sebelah bawah yaitu sekitar perut, pinggul dan paha. Kegemukan tipe ini
banyak terjadi pada wanita sehingga dikenal juga dengan obesitas tipe
perempuan atau tipe ginoid (Mursito, 2003).
Menurut Septiyadi (2004) dan Sumosardjuno (1989), kegemukan dibagi menjadi
tiga tipe berdasarkan kondisi sel, yaitu:
1. Tipe hiperplastik
Merupakan kegemukan yang disebabkan oleh jumlah sel lemak lebih
banyak diabandingkan dengan kondisi normal, tetapi ukuran sel masih
sama dengan ukuran yang normal. Terjadi sejak masa anak-anak dan sulit
untuk diturunkan keberat badan normal.
2. Tipe hipertropik
Merupakan kegemukan yang disebabkan oleh jumlah sel lemak yang
normal, tetapi ukuran sel lebih besar daripada ukuran normal. Biasanya
terjadi pada orang dewasa dan berat badan lebih mdah
diturunkandibanding tipe hiperplastik, namun mempunyai resiko lebih
mudah terserang penyakit gula darah atau tekanan darah tinggi.
3. Tipe hiperplastik-hipertropik
Merupakan kegemukan yang disebabkan jumlah maupun ukuran sel lemak
dalam tubuh seseorang melebihi ukuran normal. Kegemukan dimulai
15
sejak anak-anak dan berlangsung hingga dewasa, sukar menurunkan berat
badan, dan mudah terserang penyakit jantung dan ginjal.
Tingkat kegemukan berdasarkan persentase kelebihan berat badan (Mursito,
2003).
1. Simple obesity.
Merupakan kegemukan akibat kelebihan berta badan sebanyak 20% dari
berat badan ideal, tanpa resiko penyakit.
2. Mild obesity.
Merupakan kegemukan akibat kelebihan berat badan sebanyak 20-30%
dari berat badan ideal, yang belum disertai penyakit tertentu tetapi harus
diwaspadai.
3. Moderat obesity.
Merupak kegemukan akibat kelebihan berat badan sebanyak 30-60% dari
berat badan ideal, dengan resiko tinggi untuk menderita penyakit yang
berhubungan dengan obesitas.
4. Morbid obesity.
Merupakan kegemukan akibat kelebihan berat badan 60% dari berat badan
ideal, denga resiko sangat tinggi terhadap penyakit pernafasan, gagl
jantung dan kematian mendadak.
2.5.3 Mengukur Berat Badan Ideal
Selama ini ada berbagai cara yang dapat dimanfaatkan untuk mengetahui berat
badan ideal setiap orang. Menurut pedoman WHO dan NIH Amerika Serikat,
IMT normal untuk orang Asia adalah 18,5-22,9, sedangkan bagi yang kekurangan
gizi mempunyai IMT kurang dari 18,5 (Anonim, 2003).
IMT=
16
Menurut Mursito (2003), cara sederhana menghitung berat badan ideal dengan
menggunakan rumus Poul Broca dan rumus Key. Masing-masing rumus tersebut
adalah:
Rumus Poul Broca:
BB = TB (cm) – 100
BB ideal = BB – (BB x 10%)
Rumus key:
BB ideal = [TB (cm)2 x 22
Cara perhitungan berat badan ideal menurut rumus key: seseorang dengan tinggi
160 cm akan mempunyai berat badan ideal sebesar (1,6)2 x 22 = 56,4 kg.
Perhitungan yang lebih rinci dapat dilakukan dengan membedakan faktor
pengalinya, yaitu 22,4 pada pria dan 20,9 pada wanita.
Wiramirdja (200) menganjurkan berat badan maksimal untuk orang Indonesia
adalah:
- Umur diatas 35 tahun = TB (cm) - 100
- Umur 20-35 tahun = [TB (cm) – 100] – 10% (TB – 100)
- Remaja = [TB (cm) – 110]
2.5.4 Obat-obat Obesitas
Menurut WHO dalam Wiramihardja (2004), pemberian obat-obatan bagi
penderita obesitas baru dipertimbangkan bila:
1. mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi
berat badan kuadrat (m2)>30 yang sulit melaksankan diet rendah energi
dan olahraga serta sulit pula mengubah pola kebiasaan makan dan pola
aktifitas fisik.
2. Mempunyai IMT > 25 dengan disertai penyakit penyerta obesitas dan sulit
melaksanakan aturan diet rendah energi dan olahraga serta sulit mengubah
pola kebiasaan dalam beraktivitas fisik.
17
Obat-obatan yang tersedia hanya berfungsi untuk membantu pelaksaan diet dan
membantu upaya mengubah perilaku makan dan aktifitas fisik. Obat-obatan
tersebut dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:
1. Obat penekan nafsu makan
Cukup banyak obat yang digunakan sebagai penakan nafsu makan untuk
mengurangi asupan energi dapat lebih mudah dilakukan. Tetapi, dari
sekian banyak obat tersebut, banyak yang tidak digunakan lagi karena
banyak efek sampingnya. Obat seperti ampetamin, phenmetrazin, dan
fenfluramin sudah tidak digunakan lagi. Oleh karna banyak obat dengan
banyak efek samping, obat yang dapat dipakai untuk membantu
keberhasilan diet harus memenuhi syarat yang diajukan oleh WHO sebagai
berikut:
a. Efektif dalam mengurangi berat badan dan mengurangi resiko
mengidap penyakit penyerta obesitas,
b. Mempunyai sedikit efek samping dan dapat ditolerir,
c. Tidak bersifat adiktif atau menimbulkan ketagihan,
d. Tetap efektif bila dipakai dalam jangka panjang,
e. Tidak menimnulkan masalah besar selama bertahun-tahun setelah
pemakaian obat itu,
f. Mekanisme kerja obat dikenal, dan
g. Harganya masuk akal.
Saat ini hanya sedikit obat-obatan penekan nafsu makan yang masih
digunakan, karena relatif aman dan memenuhi syarat yang ditetapkan
WHO. Obat-obatan itu adalah phentermin, diethylpropion (Apisate) dan
obat yang relatif baru diIndonesia yaitu (Reductyl).
2. Obat Penghambat Pencernaan Lemak
Tetrahydrolipstatin (Xenical) bukan oabt penekan nafsu makan. Xenical
bekerja didalam usus dan tidak berpengaruh sama sekali terhadap pusat
lapar yang ada didalam otak. Cara kerja xenical adalah menghambat
bekerjanya enzim lipase, yaitu enzim pencerna lemak yang bekerja
18
didalam usus. Dampaknya adalah 30% asupan lemak makan tidak
dicerna, berarti 30% lemak makan itu tidak diserap oleh usus. Dengan
tidak diserapnya 30% lemak, berarti asupan energi menjadi berkurang.
Dengan demikian xenical sangat membantu pengaturan dan pelaksanaan
diet rendah energi.
3. Obat-Obatan yang Meningkatkan Penggunaan Energi
Selain sibutramin, terdapat obat-obatan lain yang bekerja meningkatkan
penggunaan energi sehingga suka digunakan untuk membantu proses
penurunan berat badan. Penelitian Astrup (1992) menunjukan bahwa
pemakaian ephedrin yang dikombinasikan dengan cafein berguna untuk
mengurangi nafsu makan dan dapat meningkatkan penggunaan energi
sehingga dapat digunakan untuk membantu mempertahankan barat badan
yang telah diturunkan dengan diet rendah energi.
2.6 Hewan Percobaan
Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk
dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai
macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Hewan
percobaan yang umum digunakan adalah tikus. Secara garis besar fungsi dan
bentuk organ serta proses biokimia dan biofisika antara tikus dan manusia
memiliki banyak kemiripan sehingga dapat diaplikasikan pada manusia (Hedrich,
2006). Keunggulan tikus putih sebagai hewan percobaan karena siklus hidupnya
yang relatif pendek dan dapat berkembang biak dengan cepat. Hewan ini
berukuran kecil sehingga pemeliharaannya relatif mudah serta relatif sehat
sehingga cocok untuk berbagai penelitian. Rattus norvegikus mempunyai 3 galur,
yaitu Sprague Dawley, Wistar dan Long Evans. Galur Sprague dawley memiliki
tubuh yang ramping, kepala kecil, telinga tebal dan pendek dengan rambut halus,
serta ukuran ekor lebih panjang dari pada badannya. Galur Wistar memiliki
kepala yang besar dan ekor yang pendek. Galur Long Evans memiliki ukuran
19
tubuh yang kecil serta bulu pada kepala dan begian tubuh depan berwarna hitam
(Malole & Pramono, 1989).
Taksonomi tikus putih (Rattus norvegicus) menurut Hedrich (2006) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Famili : Muroidae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Siklus hidup tikus putih jarang lebih dari tiga tahun, berat badan pada umur empat
minggu mencapai 35-40 g. Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya
kurang lebih 10% dari bobot tubuhnya. Smith dan Mangkoewidjojo (1988)
menyatakan bahwa kondisi dimana pakan diberikan dalam jumlah yang terbatas
maka tikus dapat mengurangi konsumsi energinya, tetapi jika nafsu makan
berlebih tikus dapat meningkatkan penggantian energi. Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam penggunaan tikus sebagai hewan uji adalah perkandangan
yang baik. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa
kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tempratur ideal untuk kandang yaitu
18-270C atau rata-rata 220C dan kelembaban ralatif 40-70% (Malelo & Pramono,
1989). Tikus putih jantan galur wistar yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 15 ekor dan diadaptasi selama 1 minggu dan diberipakan secukupnya.
Adapun kriteria yang umum digunakan dalam memperkirakan kecukupan nutrisi
makanan antara lain pertumbuhan, reproduksi, pola tingkah laku, ketersediaan
nutrisi, aktivitas enzim, histologi jaringan dan kandungan asam amino serta
protein dalam jaringan (National Research Council, 1978). Keunggulan tikus
20
putih dibanding dengan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak
memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang
biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah
ditangani, dapat tinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar suara
tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan ( Smith
& Mangkoewidjojo, 1988).
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitan
Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Lampung
(Unila) dan Laboratorium Farmakologi Fakultas MIPA Farmasi UTB Lampung
pada bulan Juni-Juli 2014.
3.2 Alat Dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,
timbangan tikus, kandang tikus, labu ukur 100 ml, jarum oral, erlenmeyer, corong
mortir dengan stemper,dan seperangkat rotary evaporator.
Bahan-bahan yang digunakan antara lain: daun mengkudu, etanol 70%, makanan
hewan, seruk CMC, orlistat dan aquades.
1.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Pengambilan Bahan Uji
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun mengkudu (Morinda
citrifolia L)yang diambil dari Desa Bumi Sari Kecamatan Natar Lampung
Selatan.
22
1.3.2 Determinasi Tumbuhan
Determinasi daun mengkudu telah dilakukan di laboratorium Biologi Universitas
Lampung (Unila). Tujuan determinasi adalah untuk memudahkan
mengidentifikasi tumbuhan daun mengkudu yang sesuai dengan spesies Morinda
citrifolia L.
3.3.3 Pembuatan Ekstrak Daun Mengkudu
Ekstrak daun mengkudu dalam penelitian ini adalah ekstrak daun mengkudu yang
dibuat dengan cara meserasi 1 kg daun mengkudu yang telah dirajang halus
dimasukkan kedalam wadah berwarna gelap dan ditambah etanol 70% sampai
daun mengkudu terendam sempurna. Setiap hari dilakukan pengadukan dan
penggantian pelarut dengan cara penyaringan, ampas yang diperoleh kemudian
dilakukan perendaman kembali dengan etanol 70%, sedangkan ekstrak
ditampung dalam botol penampung. Kegiatan seperti diatas dilakukan sampai
ekstrak tidak mengalami perubahan warna lagi. Ekstrak yang telah diperoleh
dilakukan penguapan tekanan dengan destilasi vakum secara bertahap hingga
diperoleh ekstrak kentalnya (Anonim 1995, Harbone, 1996).
3.3.4 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang
dibagi 5 (lima) kelompok dengan tiga kali pengulangan, dan masing-masing
kelompok terdiri dari 3 ekor tikus putih jantan.
3.3.5 Persiapan Hewan Percobaan
Hewan uji yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan
galur wistar dengan berat badan 250-300 g sebanyak 15 ekor. Sebelum
dilakukan penelitian semua tikus jantan diadaptasikan selama 1 minggu dan
diamati kesehatannya. Hewan uji dinyatakan sehat bila tidak ada perubahan berat
23
badan melebihi atau kurang 10% dari berat badan awal, tidak ada perubahan
tingkah laku, tidak luka, dan tidak cacat. Selama adaptasi dan pengujian hewan
uji diberi makan dan minum dengan jumlah dan jenis yang sama (Apulina, 2008).
3.3.6 Perencanaan Dosis
Dosis ekstrak daun mengkudu yang bisa digunakan untuk menusia secara
tradisional 30 g. Dibuat tiga variasi dosis dengan kelipatan dua yaitu
0,05mg/kgBB, 0,1 mg/kgBB, dan 0,2 mg/kgBB. Volume pemberian ekstrak daun
mengudu terhadap tikus putih jantan dapat dihitung dengan rumus:
VAO =
3.3.7 Pembuatan Larutan CMC
Menaburkan 1 gram CMC diatas air panas dalam mortir, biarkan sampai
mengembang. Setelah itu gerus sampai diproleh massa yang hogen, dan volume
dicukupkan dengan aquades sampai 100 ml (Anief, 2000).
3.3.8 Pengujian Aktifitas Antiobesitas
1. Penimbangan berat badan awal hewan.
2. Hewan yang terseleksi dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing
kelompok tediri dari 3 ekor tikus.
3. Hewan ditempatkan dalam kandang individual.
4. Setiap hari (30 menit sebelum jam pemberian makan) semua hewan diberi
perlakuan sebagia berikut:
- D0 : Hewan percobaan diberi serbuk CMC 1 g sebagi kontrol negatif.
- D1 : Hewan percobaan diberi Orlistat dengan dosis 2, 16 mg/kgBB
sebagi kontrol positif.
24
- D2 : Hewan percobaan diberi ekstrak daun mengkudu dengan dosis
0,05 g/kgBB
- D3 : Hewan percobaan diberi ekstrak daun mengkudu dengan dosis 0,1
g/kgBB
- D4 : Hewan percobaan diberi ekstrak daun mengkudu dengan dosis 0,2
g/kgBB
5. 30 menit setelah pemberian zat uji, semua hewan diberi makan sebanyak
10 gram dan minum tetap diberikan.
6. Pemberian makan dilakukan selama lima jam dari jam 10.00-15.00 WIB
setiap hari.
7. Setiap hari dilakukan penimbangan jumlah makanan yang dimakan dan
berat badan masing-masing hewan pada jam yang sama.
8. Pengujian dilakukan selama 7 hari.
9. Data jumlah makanan yang dimakan dan penurunan berat badan ini dirata-
ratakan dan dianalisis.
3.3.9 Analisis Data
Data pengukuran tekanan darah yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam
(ANSIRA), untuk mengetahui pengaruh daun mengkudu yang diekstrak terhadap
penurunan tekanan darah pada tikus putih jantan (Hanafiah, 2004).
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Pembuatan Ekstrak Daun Mengkudu
Dari 1 kg simplisia daun mengkudu didapat ekstrak kental sebanyak 91,8 g
4.1.2 Uji Efek Antiobesitas Ekstrak Daun Mengkudu
26
DAFTAR PUSTAKA
Aalbersberg WGL, Hussein S, Sotheeswaran S, Parkinson S (1993).
Carotenoids in the leaves of Morinda citrifolia. J. Herbs Spices Med.
Anonim., (1993).”Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian
Klinik”, Kelompok Kerja Ilmiah Yayasan Pangembangan Obat Bahan
Alam Phyto Medika, Jakarta.
, (1995). “Farmakope Indonesia”, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Edisi IV, Jakarta.
______,(2003),”Acta Medika Indonesian a Publication Of the Indonesia Society
Of Internal Medicine”, Universary of Indonesia, Jakarta.
Apulina., S., BR., T., (2010),”Uji Efek Anti Hipertensi Ekstrak Daun Seledri
(Apium Graveolens L) pada Tikus Putih Jantan”. Skripsi S1 UTB,
Lampung.
Gunawan, Dkk. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penbar
Swadaya. Jakarta.
Gunawan, F., (2007),”Uji Efektivitas Daya AnthelmintkPerasan Buah Segar dan
Infus Daun Mengkudu (Morinda citrifolia L) Terhadap Ascaridia galli
Secara In Vitro”, Universitas Diponogoro, Semarang.
Epritn.undiv.ac.id Diakses Selasa 3 Desember 2013 pukul 20.23 WIB.
Hanafiah, K, A, (2004),“Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi”, PT. Raja
Grafinda Persada, Jakarta.
27
Harbone, J, B., (1996),“Metode Fitokimia Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan”, ITB, Bandung.
Hedrich, J.H.,Baker, R. Lindsey, dan S.H Weisbroth. (2006). The Laboratory Rat.
Elsevier Inc., Oxford.
Lingga, P., (2004). “Resep-Resep Obat Tradisional”, Penebar Swadaya, Jakarta.
Malole, M.B dan C.S.V Pramono. (1989). Penggunaan hewan percobaan
dilaboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pusat antara
Universitas Bioteknologi IPB, Bogor.
Mursito, B., (2003). “Ramuan Tradisional Untuk Pelansing Tubuh”, Penebar
Swadaya, Jakarta.
Septiyadi, E,. (2004). “Terapi Obasitas dengan Diet”, Restu Agung, Jakarta.
Smith, J.B dan S. Mangkoewidjojo. (1988). Pemeliharaan, Pembiakan, dan
Penggunaan Hewan Percobaan di daerah Tropis. Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Sumosardjuno, S., (1989). “ Olahraga Dan Kesehatan”, Pustaka Kartini, Jakarta.
Tajoedin, T., H., dan Iswanto, H., (2004). Mengebunkan Mengkudu secara
Intensif, Penerbit Agro Media Pustaka, Jakarta
Voigt, R., (1994),”Buku Pelajaran Teknologi Farmasi”, diterjamahkan Soendani
Neorono, UGM, Yogyakarta.
Waha, L.G. (2001). Sehat dengan mengkudu. MSF Group, Jakarta.
Wijayakusuma, H., (2003). “ Penyembuhan Dengan Mengkudu”, Milenia
Populer, Jakarta
Wiramihardja, K., (2004). “ Obesitas Dan Penenggulangannya”, Granada, Jakarta.
Yusro, M., (2001). “Mengkudu (Morinda citrifolia L.)” dalam Supardi dkk.,
Tumbuhan Obat Indonesia, Penggunaan Dan Khasiatnya, Pustaka
Populer obor, Jakarta.
28
LAMPIRAN
29
Lampiran A. Skema pembuatan ekstrak daun mengkudu
Daun Mengkudu
- Dicuci bersih- Ditiriskan- Dikeringkan- Dirajang- Ditimbang 1 kg
Dimaserasi menggunakan etanol 70%
Disaring
Ampas Filtrat
Rotary evaporator
Ekstrak kental 91,8 gEtanol
Simplisia
30
Lampiran B. Skema uji Ekstrak daun Mengkudu
Penimbangan berat badan awal
Setelah 30 menit
Setelah 5 jam
7 hari
Tikus putih jantan sebanyak 15 ekor
Kontrol positif (D0)
Kontrol Negatif
(D1)
Dosis D2 0,05 g
Dosis D3 0,1 g
Dosis D4 0,2 g
Pemberian makanan yang sudah ditimbang
Penimbangan makanan sisa dan berat badan hewan
Tabulasi
31
Lampiran C. Perhitungan dosis untuk uji obesitas ekstrak daun mengkudu dari
manusia ketikus
Diketahui:
BB manusia = 70 kg
BB tikus = 0,2 kg
Dosis absolut manusia = 30 g
Faktor konversi manusia ketikus = 0,018
perhitungan
Dosis absolut tikus :
= Dosis absolut manusia x faktor konversi
= 30 g/kgBB x 0,018
= 0,54 g/kgBB
Ekstrak kental yang didapat dari sample simplisia daun mengkudu sebanyak 1 kg
adalah 91,8 gram.
Maka rendemen dari simplisia daun mengkudu ke ekstrak =
=
= 0,0918
Variasi dosis percobaan :
1. Kontrol negatif serbuk CMC = 1 g
2. Kontrol positif Orlistat = 2,16 mg/kgBB
3. Dosis 1 = 0,0918 x 0,54 g/kgBB = 0,05 g/kgBB
32
4. Dosis 2 = 0,1 g/kgBB
5. Dosis 3 = 0,2 g/kgBB
Lampiran D. Perhitungan volume pemberian ekstrak daun mengkudu
Diketahui:
Perhitungan dosis 1
Berat badan tikus : 200 g = 0,2 kg
Dosis yang direncanakan : 0,05 g/kgBB
VAO =
Konsentrasi =
= 0,003 g/ml
Jika pembuatannya untuk 3 tikus dan masing-masing tikus diberi 3 ml dengan 3
kali pengulangan adalah: 3 x 3 ml = 9 ml diambil 10 ml
Zat uji ditimbang : 0,003 g/ml x 10 ml = 0,03 g. Ditimbang dan di ad kan dengan
aquadest sampai 10 ml dilabu ukur.
Perhitungan dosis 2
Berat badan tikus : 200 g = 0,2 kg
Dosis yang direncanakan : 0,1 g/kgBB
33
VAO =
Konsentrasi =
= 0,006 g/ml
Jika pembuatannya untuk 3 tikus dan masing-masing tikus diberi 3 ml dengan 3
kali pengulangan adalah: 3 x 3 ml = 9 ml diambil 10 ml
Zat uji ditimbang : 0,006 g/ml x 10 ml = 0,06 g. Ditimbang dan di ad kan dengan
aquadest sampai 10 ml dilabu ukur.
Perhitungan dosis 3
Berat badan tikus : 200 g = 0,2 kg
Dosis yang direncanakan : 0,2 g/kgBB
VAO =
Konsentrasi =
= 0,013 g/ml
Jika pembuatannya untuk 3 tikus dan masing-masing tikus diberi 3 ml dengan 3
kali pengulangan adalah: 3 x 3 ml = 9 ml diambil 10 ml
Zat uji ditimbang : 0,013 g/ml x 10 ml = 0,13 g. Ditimbang dan di ad kan dengan
aquadest sampai 10 ml dilabu ukur.
34
Lampiran E. Perhitungan volume pemberian dosis Orlistat
Diketahui :
Dosis orlistat = 120 mg x 0,018
= 2,16 mg
Pembuatan larutan
I. Konsentrasi (mg/ml) =
=
= 0,144 mg/ml
II. Larutan induk = = 1,2 mg/ml
III. Pengenceran
35
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 1,2 mg/ml = 10 ml x 0,144 mg/ml
V1 = = 1,2 ml
Diambil 1,2 ml larutan induk (yang berkonsentrasi 1,2 mg/ml) dimasukkan
kedalam labu ukur kemudian di ad kan dengan aquadest sampai 10 ml, sehingga
diperoleh larutan yang berkonsentrasi 0,144 mg/ml sebanyak 10 ml. Kebutuhan
untuk setiap kelompok terdiri dari 3 tikus, jadi : 3 tikus x 3 ml = 9 ml dibuat 10
ml. Untuk pemberian dosis kontrol positif diambil untuk setiap tikus 3 ml dari
konsentrasi 0,144 mg/ml.