Upload
proluvieslacus
View
231
Download
17
Embed Size (px)
DESCRIPTION
HSC Enmet
Citation preview
REPUBLIK HSC 2007
HSC ANGKATAN 200 | RIAN-IMOET UTHA
MEDICAL
FACULTY OF
JENDERAL
SOEDIRMAN
UNIVERSITY
FISIOLOGI NORMAL HSC 2007
KONSEP DASAR DAN PRINSIP DASAR ENDOKRINOLOGI
By : Eko, Oki, Tia n Kahar
Definisi dari endokrin
Endokrin adalah aksi penyekresian hormon secara internal ( dalam tubuh ).
Hormon, diartikan sebagai zat perantara kimiawa dalam darah yang memberikan aksi dinamik
yaitu mempengaruhi respon seluler dan meregulasi proses fisiologis melalui mekanisme
umpan balik.
Hubungan sistem endokrin dengan sistem tubuh lainnya
Komunikasi antar sel terutama diperantarai oleh sistem endokrin, saraf dan imun. Tidak hanya
sistem endokrin, namun impuls syarafpun dapat lepaskan mediator kimiawi seperti testosteron
dan insulin. Jadi, perlu ada satu kesatuan sistem neuroendokrin untuk mengintegrasi dan
mengatur aktivitas metabolik organisme.
Dimana, hasil kerjasama kedua sistem tersebut akan saling mempengaruhi aktivitas sistem
tubuh lainnya ( sistem pencernaan, pernafasan, COR, dll, serta sistem syaraf dan endokrin
sendiri ) dengan cara mengubah aktivitas protein sel ( mekanisme umpan balik ) .
Klasifikasi hormon
1. Berdasarkan sifat dasarnya
Sifat kelarutan berkaitan dengan fungsi masing-masing kelas hormone. Yang bersifat
Hidrofilik & Lipofobik : peptida dan katekolamin . sedang yang bersifat Hidrofobik &
Lipofilik : tiroid dan steroid
2. Berdasarkan reseptor
Letak reseptor di sel sasaran dan mekanisme pengikatan ke reseptor mengindikasikan
respon yang berdeda – beda bergantung kelarutannya.Berikut klasifikasi :
a. Peptida dan katekolamin
hidrofilik, sulit larut dalam lemak, tidak mampu menembus membran plasma sel
sasaran.
berikan dengan reseptor spesifik pada permukaan luar membran plasma sel sasaran
b. Steroid dan tiroid
Lipofilik, mudah larut lemak, mudah menembus membran plasma sel.
berikatan dengan reseptor di dalam sel sasaran.
3. Berdasarkan fungsinya
Menurut fungsi, hormone dikategorikan :
a. Hormone tropic = hormone yang fungsi utamanya mengatur sekresi hormone kelenjar
endokrin lain.
Co/ : hormone TSH ( thyroid stimulating hormone ) disekresi oleh kelenjar hipofisis .
TSH merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresi hormone tiroid.
b. Hormone atropic = hormone yang fungsi utamanya mempengaruhi sel target.
Co/ : hormone tiroid fungsi meningkatkan tingkat konsumsi O2 dan metabolisme
hampir semua sel di tubuh
4 Struktur kimia dan mekanisme kerja hormon
Menurut kimiawi ( asal ), hormone dikagorikan 3 sumber :
a. Peptide dan protein
Hormone terdiri dari asam amino bersusun membentuk rantai. Peptide berantai lebih
pendek daripada protein.
Co/ : hormone yang disekresikan hipotalamus , hipofisis anterior – posterior ,
pancreas , paratiroid , saluran pencernaan, ginjal , hati ,sel C tiroid dan jantung.
b. Amin
Hormone berasal dari asam amoni tirosin. Mencakup hormon – hormon yang disekresi
kelenjar tiroid dan medula adrenal ( spesifiknya, disebut katekolamin ).
c. Streroid
Mencakup hormone yang disekresikan korteks adrenal, gonad, dan sebagian besar
hormone plasenta (lemak netral yang berasal dari kolesterol )
Regulasi hormon
Hormone = disekresi kelenjar endokrin disebarkan oleh darah ke seluruh tubuh yang
respon Cuma sel target sel nontarget gak ngRespon ( coz punya reseptor )
Perlu diketahui !!
1 kelenjar bisa mensekresi beberapa hormone. 1 hormon bisa disekresi beberapa kelenjar. 1
hormon bisa mempengaruhi beberapa sasaran / target, bisa menginduksi > 1 efek. 1 sasaran
bisa diinduksi > 1 hormon. Zat perantara dapat sebagai hormone dan neurotransmitter
sekaligus . Sebagian organ hanya berfungsi hasilkan endokrin , dan sebagian organ lain dalam
system endokrin melakukan fungsi nonendokrin.
Mekanisme sintesis , penyimpanan, dan sekresi hormone berbeda – beda sesuai kelas
hormone.
1. hormone peptide cara sintesis sama dengan protein
urutannya :
a. Protein prekusor besar ( praprohormon ) disintesis oleh ribosom di RE kasar.
Kemudian dalam bentuk vesikel terbungkus membran, lepas dari RE halus lalu
bermigrasi ke kompleks Golgi.
b. Dalam migrasinya, protein besar ini dipangkas jadi prahormon, kemudian pangkas
lagi menjadi hormon aktif. Potongan peptida dari pagkasan prahormon , sering
disimpan dan dikeluarkan bersama hormonnya. Namun masih belum diketahui
manfaat ‗potongan‘ tersebut
c. Kompleks golgi memekatkan hormon yang sudah selesai, lalu mengemasnya ke
dalam vesikel sekretorik untuk dilepas ,lalu disimpan dalam sitoplasma sampai
muncul rangsangan untuk melepas hormon. Saat rangsang tiba, hormon dikeluarkan
secara ekositosis. Lalu hormon diserap oleh darah untuk disebarkan.
2. hormon steroid
semua tindakan berikut dilakukan oleh semua sel steroidogenik ( penghasil steroid )
untuk memproduksi dan mengeluarkan produk hormon mereka :
a. Kolesterol adalah prekusor umum hormon steroid. Kolesterol sebagian besar
merupakan hasil penguraian LDL oleh lisosom di dalam sel dan sebagian kecil
disintesis oleh sel steroidogenik. Produksi sebanding dengan kebutuhan. Kolesterol
yang tidak digunakan dapat termodifikasi, dan disimpan dalam jumlah besar sebagai
lemak di dalam sel steroidogenik.
b. Síntesis hormon steroid membutuhkan serangkaian reaksi enzimatik dengan enzim –
enzim tertentu, contoh : mengubah jenis dan posisi gugus. Enzim pun dimiliki
terbatas & berbeda pada masing – masing organ steroidogenik, maka organ hanya
mensintesis hormon yang enzimnya dimiliki. Enzim tersebut disimpan dalam
kompartemen intrasel spesifik misalnya mitokondria, RE. Maka molekul steroid
berpindah ke kompartemen sana sini ( tempat enzim tersebut ) untuk bermodifikasi
hingga capai bentuk produk akhir. Mekanisme perpindahan belum diketahui.
c. Tidak seperti peptida yang disimpan setelah diproduksi, hormon steroid larut lemak
segera berdifusi menembus lemak membran plasma sel steroidogenik untuk masuk
ke dalam darah. Maka, kecepatan sekresi hormon steroid tergantung kecepatan
síntesis hormon, tapi kecepatan sekresi hormon peptida tergantung pengeluaran
simpanan hormon ( pengaturan rangsang ).
3. hormon amin
Dibahas spesifik masing – masing pada hormon amin dan katekolamin. Tapi golongan
ini punya ciri khusus :
a. mereka berasal dari asam amino tirpsin
b. enzim yang terlibat langsung dalam sintesis hormon ini tidak ada yang terdapat di
kompartemen organel di dalam sel sekretorik.
Kedua jenis amin disimpan sampai waktunya untuk disekresikan.
Secara global, terdapat mekanisme kerja hormon :
1. pengikatan hormon dengan reseptor
ada dua macam reseptor : intraseluler dan ekstraseluer.
a. Reseptor intraseluer
Kebanyakan hormon steroid akan ditranspor dalam plasma terikat ke protein
pembawa ( carrier ). Sebagian tidak akan mengalami metabolisme lagi selama
dalam sel target, namun sebagian lagi mengalami konversi kimiawi menjadi
bentuk yang lebih aktiv.
1. Hormon bebas akan berikatan dengan reseptor spesifik dalam sitoplasma atau
nukleus mbentuk komplek hormon – reseptor.
2. Komplek ini akan mengikat sekuens pengatur spesifik DNA ( disebut elemen
engatur hormon ) dan kemudian bekerja mengontrol transkripsi DNA. Interaksi
DNA dengan mRNA yang baru dibentuk, akibatkan peningkatan sintesis protein
sitoplasmik. Dimana protein ini kemudian menjadi mediator terhadap efek
hormon.
Pada kelas reseptor kloning cDNA, Reseptornya mengalami evolusi
membentuk faktor transkrips, dimana mengandung domain ikatan – hormon ;
domain ikatan – DNA ; dan variabel termina N ( atau domain imuno – dominan ) [
domain = awalan, server ]. Terdapat > 1 reseptor untuk 1 hormon dan identifikasi
hormon tanpa pengenalan ligand ( ligand tidak dikenal ).
3. perubahan struktur reseptor dapat sebabkan mutasi yang dapat merusak kerja
hormon dan bisa menyebabkan sindroma resistensi hormon .
b. Reseptor ekstraseluer
Atau disebut juga reseptor terikat membran.
pengikatan ligand ke reseptor akan hasilkan perubahan konformasi yang
menyebabkan GTP ( protein G ) mengikat protein pada tempat khusus. Protein
G akan aktiv kemudian mengikat protein sasaran dan memulai cascade
pengaturan yang melibatkan 1 / > 1 mediator intraseluler yang meliputi adenilat
siklase, fosfolipase C dan asam arakhidonat. Reseptor ini adalah protein
monomer yang punya domain ekstraseluler yang mengikat ligand ( jadi domain
untuk mengikat ligand ) ; dan domain terikat protein G intraseluler .
2. lalu sesuai dengan sifat kimiawi, hormon akan lakukan transduksi sinyal yang
kemudian dipercepat dengan kloning cDNA dan gen yang menyandi protein tersebut.
Efek hormon
Hormon menimbulkan pengaruh pada protein sasaran melalui 3 cara umum :
1. sebagian kecil hormon hidrofilik, setelah berikatan dengan reseptor, timbulkan
perubahan permabilitas sel dengan cara mengubah konformasi ( bentuk ) protein
pembentuk saluran yang sudah ada di membran.
2. sebagian besar hormon hidrofilik setelah berikatan dengan reseptor, akan mengaktifkan
protein sitoplasmik sebagai mediator dalam sel sasaran. Pengaktivan memberi efek
langsung : ubah aktivitas protein intasel yang sudah ada, biasanya enzim, utnuk
timbulkan pengaruh yang diinginkan.
3. semua hormon lipofilik berfungsi mengaktivkan gen spesifik di sel sasaran untuk
menimbulkan pembentukan protein intrasel baru, yang kemudian mennimbulkan efek
yang diinginkan.
Kelenjar endokrin Hormon Efek
Hipotalamus Inhibitor dan stimulator
( TRH, CRH, GnRH,
GHRH, GHH, PRH,
PIH )
Kontrol pengeluaran hormon
hipofisis anterior
Hipofisis posterior Vasopresin >> Reabsorbsi H2O &
vasokontriksi
Oksitosin Kontraktilitas & pengeluaran susu
TSH Rangsang sekresi T3&T4
ACTH Rangsang sekresi kortisol
GH metabolik dan pertumbuhan
FSH Pertumbuhan folikel,
estrogen,sperma
LH & ICSH Ovulasi,perkmbgn corp luteum,
est&proges
Prolaktin Perkembangan payudara
Sel folikel kelenjar
tiroid
Tiroksin >> laju metab , pertumbhan &
syaraf
Sel C kelenjar tiroid Calsitonin << Ca plasma
Korteks adrenal Aldosteron >> reabsorbsi Na & sekresi K
Kortisol >> glukosa darah
Androgen Pubertas & lonjakan seks wanita
Medula adrenal Epineprin&norepineprin Kuat SS simpatis ,adaptasi stres &
tekanan darah
Pankreas endokrin insulin Penyerapan, penggunaan,
pnyimpanan nutrien dalam sel &
inhibit hormon pankreas
Glukagon Pertahankan nutrien dalam darah
pada pasca – absorbtif
Somatostatin Hambat cerna & serap nutrien
Kelenjar paratiroid PTH >> Ca plasma
Gonad Estrogen dorong perkembangan folikel ;
kelamin sekunder ; Penutupan
lempeng epifisis
Progesteron Siapkan rahim untuk kehamilan
Testosteron Prod sperma
Inhibin Hambat FSH
Kelenjar pinela Melatonin Hambat gonadotropin
Plasenta Estrogen ; Progesteron Pertahankan kehamilan
Ginjal Gonadotropin Korionik Pertahankan korpus luteum
Renin ( angiontesin ) Rangsang sekresi aldosteron
Eritropoyetin Rangsang prod eritrosit
Lambung &
duodenum
Gastrin & Sekretin Kontrol motilitas dan sekresi untuk
mempermudah GIT
Hati Somatomedin Dorong pertumbuhan
Kulit Vitamin D >> penyerapan kalsium & fosfat
Timus Timosin >> proliferasi & limfosit T
Jantung Peptida Natriuretik
Atrium
Hambat reabsorbsi Na
Pengendalian rilis hormone
1. Neural
neurohormon adalah hormone yang dikeluarkan ke dalam darah secara spesifik oleh
neurosekretorik. Neurosekretorik, layaknya neuron biasa, memiliki dendrite, akson, dan
bisa merespon serta menghantarkan listrik. Bedanya, neurosekretorik tidak secara
langsung mempengaruhi sel sasaran, tapi mempersyarafi dengan cara mengeluarkan
neurohormon ke dalam darah setelah mendapat rangsangan yang sesuai. Selanjutnya,
neurohormon disebarkan lewat darah ke sel sasaran layaknya hormon. Tapi kalau
neurotransmitter dikeluarkan ke dalam ruang tertutup.
Neurotransmitter ≠ neurohormon ≠ neuromodulator
Neurotransmitter Neurohormon Neuromodulator
Disekresi oleh neuron Disekresi oleh neuron Disekresi oleh bermacam2.bisa
oleh neuron / hormon
Dikeluarkan di tempat
tertutup
Dikeluarkan lalu
disebar oleh darah spt
hormon
Bekerja pada neuron untuk
menimbulkan perubahan biokimia
jangka panjang di sel syaraf
2. Hormone (feedback mechanism)
Mekanisme umpan balik, terdapat positif dan negatif.
Negativ, contohnya : penurunan jumlah kecil tiroid memacu peningkatan drastis TRH dan
TSH, yang akibatnya menstimulasi kelenjar tiroid dan peningkatan produksi hormon tiroid.
hormon tiroid mencapai kadar normal, menekan balik pengeluaran TRH dan TSH.
Positif, contohnya pada estrogen kadar rendah yang kronis, secara bertahap meningkatkan
stimulasi sekresi LH. Efek ini melibatkan aktivasi hipotalamus GnRH pulse generator
Referensi:
Sherwood Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari sel ke sel. Jakarta. EGC
Turner – Bagnara. 1988. Endokrinologi Umum. Surabaya. Airlangga University Press
DASAR PATOFISIOLOGI ATAU PATOGENESIS TERJADINYA KELAINAN
SISTEM ENDOKRIN
By : Adhit, Nessyah, Melan, Bahar, n Sofa
A. Hipofungsi Endokrin
Hiposekresi terjadi apabila suatu organ endokrin mengeluarkan sedikit hormon
akibat kelainan di dalam organ tersebut, keadaan ini disebut hiposekresi primer. Apabila
di pihak lain, organ endokrin normal, tetapi mengeluarkan terlalu sedikit hormon karena
defisiensi hormon tropiknya, keadaan yang terjadi disebut hiposekresi sekunder. Berikut
ini adalah sebagian faktornya antaralain:
1. Autoimun
Contoh: Insufisiensi Adenokorteks
Apabila salah satu kelenjar tidak berfungsi atau diangkat, organ lain yang sehat
dapat mengambil alih fungsi keduanya melalui hipertrofi atau hiperplasi. Dengan
demikian, untuk terjadinya insufisiensi adrenokorteks, kedua organ harus berkenan.
Pada insufisiensi adrenokorteks primer, yang juga dikenal sebagai penyakit
Addison, semua lapisan korteks adrenal mengalami penurunan kemampuan
mensekresi hormon. Keadaan yang paling sering adalah atrofi idiopatik kelenjar.
Walaupun belum terbukti, penyebab yang paling mungkin adalah adanya destruksi
autoimun pada kelenjar akibat kesalahan produksi antibodi yang menyerang korteks
adrenal. Insufisiensi sekresi ACTH. Pada penyakit Addison, baik kortisol maupun
aldosteron berkurang, sedangkan pada bentuk sekunder hanya kortuisol yang
berkurang, karena sekresi aldosteron tidak bergantung pada stimulasi ACTH.
Gejala-gejala yang berkaitan dengan defisiensi kortisol adalah seperti yang
diperkirakan-penurunan respons terhadap stres, hipoglikemia (penurunan glukosa
darah) akibat penurunan aktivitas glukoneogenik, dan tidak adanya efek permisif
untuk banyak aktivitas metabolik.
Selain itu, autoimun juga terjadi di kejadian yang menyebabkan
hipotiroidisme. Imunitas ini lebih merusak kelenjar dibanding merangsang kelenjar.
Keadaan ini menyebabkan kemunduran pada kelenjar itu dan dan akhirnya timbul
fibrosis pada kelenjar dan hasil akhirnya adalah berkurangnya atau tidak adanya
sekresi hormon tiroid sama sekali.
2. Iatrogenik (disebabkan dokter yang melakukan tindakan pengangkatan tumor tiroid
secara bedah)
Contoh: Hipoparatiroidisme
Etiologi : biasanya karena pengangkatan secara tidak sengaja kelenjar
paratiroid (sebelum keberadaannya diketahui) sewaktu pengangkatan kelenjar tiroid
secara bedah (untuk terapi penyakit tiroid). Walaupun jarang, hipoparatiroidisme juga
dapat disebabkan oleh kegagalan jaringan paratiroid.
Konsekuensi : hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Gejala-gejala terutama
disebabkan oleh peningkatan eksitabilitas saraf otot akibat turunnya kadar kalsium
bebas dalam plasma. Jika hormon HPT sama sekali tidak ada, kematian segera dapat
terjadi karena spasme hipokalsemik otot-otot pernafasan. Pada defisiensi relatif HPT
(bukan ketiadaan total), gejala-gejala yang nyata adalah peningkatan eksitabilitas
neuromuskulus. Kejang dan kedutan otot disebabkan oleh aktivitas spontan saraf-saraf
motorik, sedangkan rasa kesemutan dan seperti ditusuk-tusuk terjadi karena aktivitas
spontan saraf sensorik. Perubahan mental antara lain berupa iritabilitas dan paranoid.
3. Infeksi/inflamasi
Secara umum setiap organ tubuh dapat terkena radang, baik akut maupun
kronik. Radang akut kelenjar hipofisis sangat jarang, dapat berasal dari bakterimia
atau merupakan penyebaran langsung dari leptomeninges, sinus durameter atau tulang.
Radang kronik yang sering adalah sarkoidosis hematogen, tuberkulosis miliaris, dan
lues kongenital
4. Mutasi hormon
Salah satunya adalah gangguan katekolamin akibat feokromositoma, suatu
tumor penghasil katekolamin yang jarang dijumpai. Feokromasitoma dapat
mengandung katekolamin sampai dua puluh kali lipat lebih banyak dalam satu gram
jaringan dibandingkan dengan jaringan medula adrenal normal, dengan pengeluaran
hormon ini tidak berada dibawah kontrol saraf. Gejala-gejala kelainan ini secara
langsung disebabkan oleh efek katekolamin yang terdapat dalam jumlah besar, yang
tersering adalah adanya peningkatan tekanan darah, denyut jantung cepat, berdebar-
debar, keringat berlebihan, dan peningkatan kadar gula darah.
Perkembangan tumor ini dapat mengganggu aktivitas produksi hormon
tergantung ditempat mana tumor itu berada. Sebagai contih diabetes insipidus terjadi
karena tumor pada hipotalamus, tumor-tumor besar hipofisis yang meluas ke luar sela
tursika dan menghancurkan nukleus hipotalamik dengan mengganggu sekresi
vasopresin
Selain itu juga terdapat kedaan yang disebut oleh pseudohipoparatiroidisme,
yaitu suatu kelainan herediter (x-linked dominant) yang ditandai terdapat tanda dan
gejala hipoparatiroidisme akan tetapi kadar PTH dalam sirkulasi darah dalam batas
normal atau bahkan meningkat. Kelainan ini sangat jarang. Kemungkinan terdapat
kepekaan jaringan terhadap hormon antaralain tidak adanya respons ginjal terhadap
injeksi hormon PTH
5. Defek enzim
Defisiensi enzim deiodinase, yang mencegah pulihnya iodium dari trosin
teriodinasi, yang tidak mengalami penggandengan untuk membentuk hormon tiroid
(jumlahnya kira-kira dua pertiga dari yodium) sehingga mengakibatkan defisiensi
yodium.
6. Defek perkembangan
Defisiensi hormon pertumbuhan dapat disebabkan oleh defek hipofisis (tidak
adanya hormon pertumbuhan) atau sekunder dari disfungsi hipotalamus (tidak adanya
GHRH). Hiposekresi hormon pertumbuhan pada anak-anak menimbulkan cebol
(dwarfism). Gambaran utamanya adalah yang pendek akibat retardasi pertumbuhan
tulang. Karakteristik yang lebih samar adalah gangguan pertumbuhan otot ( penurunan
sintesis protein otot) dan kelebihan lemak subkutis ( penurunan mobilisasi lemak)
Selain itu, pertumbuhan mungkin terhalang karena jaringan tidak berespons
secara normal terhadap hormon pertumbuhan. Hipotiroidisme merupakan keadaan
hipometabolik akibat sekresi hormon tiroid tidak adekuat. Gejala yang terjadi akibat
jumlah hormon tiroid yang tidak cukup ini, tergantung kepada umur saat terjadinya.
Apabila timbul sejak lahir, maka disebut kretinisme yang menyebabkan retardasi
mental dan fisik. Apabila terjadi pada anak atau dewasa maka timbul miksedeme yang
berarti terdapatnya timbunan mukopolisachararida hidrofilik pada dermis sehingga
wajah tampak kasar serta edem pada kulit.
a. Kretinisme
Manifestasi klinik kretin tergantung pada usia. Pada periode neonatus bayi
tampak somnolent, hipotermi, hipotermi, masalah makan dan minum, suara
mengangis serak, konstipasi, dan mungkin terdapat hernia umbilikalis dan ikterus.
Pada bulan-bulan berikutnya timbul retardasi fisik dan mental. Pertumbuhan
epifisis dan skeletal sangat lambat, kepala tampak membesar dan menonjol
diantara bibir. Leher tampak lebih pendek, perut menonjol, kulit tebal, kasar,
kering, rambut sparse. Mental retardasi yang timbul adalah deaf-mutism.
Terdapat kretinisme endemik dan sporadik. Kretinisme endemik akibat diet
goitrogen, sering dihubungkan dengan defisiensi iodium pada air minum.
Kurangnya iodium pada ibu hamil menyebabkan iodium dan hormon tiroid dalam
darah fetus juga berkurang. Setelah lahir, kadar iodium dalam diet bayi mungkin
cukup bagi bayi untuk menanggulangi kekurangan hormon tiroid. Dengan
demikian kretin endemik ditandai olleh retardasi mental dan fisik setelah lahir,
tetapi kadar hormon tiroid dalam sirkulasi darah mungkin dalam batas normal.
Sebaliknya pada kretin sporadik, ditandai oleh retardasi mental dan fisik
akibat kadar hormon tiroid di dalam sirkulasi darah. Kretin sporadik adalah
kelainan kretin yang timbul di daerah non-gondok endemik. Penyebab kelainan ini
adalah dishormonogenesis.
b. Miksedem
Yaitu hipotiroidisme yang terjadi pada masa kanak-kanak dan dewasa.
Gejala klinik yang timbul pada dewasa lebih ringan dibanding yang timbul pada
anak-anak. Pada dewasa gejalanya tidak spesifik, yaitu letargi, tidak tahan dingin,
konstipasi, menoragi, penampilan motorik maupun intelegensi lambat. Secara fisik
wajah tampak menebal, kulit tebal kering, rambut sparse cosarse, kelemahan otot
dan suara serak. Jantung juga membesar akibat timbunan mukopolisacharid
hidrofilik
Cebol laron (Laron Dwarfism) adalah salah satu contoh keadaan ini.
Gejala-gejalanya mirip dengan defisiensi hormon pertumbuhan yang parah
walaupun kadar hormone pertumbuhan dalam darah sebenarnya tinggi. Pada
beberapa keadaan, kadar hormone pertumbuhan adekuat dan tanggapan sel sasaran
normal, tetapi terjadi defisiensi genetik somatomedin-somatomedin yang paling
kuat.
Defisiensi hormon pertumbuhan yang muncul pada masa dewasa setelah
pertumbuhan selesai hanya menimbulkan sedikit gejala. Orang dewasa yang
mengalami defisiensi hormon pertumbuhan cenderung mengalami penurunan
kekuatan otot (protein otot berkurang) serta penurunan kepadatan tulang
(penurunan aktivitas osteoblas selama remodeling tulang yang berlangsung terus
menerus)
7. Defek nutrisi
Steroid disintesis melaui modifikasi simpanan kolesterol oleh enzim-enzim
yang spesifik untuk setiap jaringan steroidogenik. Steroid tidak disimpan di sel
endokrin. Kraena lipofilik, hormon-hormon ini berdifusi keluar melaui sawar
membran lemak segera setelah disintesis. Hormon tiroid dan steroid lipofilik keuanya
diangkut dalam darah dan sebagian besra diangkut dalam bentuk terikat ke protein
plasma pengangkut. Oleh karena itu sangatlah memburuk kondisi tubuh bila simpanan
kolesterol untuk bahan baku pembuatan hormon steroid tidak ada. Selain itu sebagai
transpor peran protein juga tidak dapat diabaikan.
8. Perdarahan/infark
Terjadinya trauma dapat mengganggu atau menekan sekresi hormon setempat
dimana terjadi trauma tersebut. Misalkan terjadi trauma di daerah hipofisis dimana
terdapat pusat pengatur sekresi vasopresin, maka pada penderita dapat menderita
diabetes insipidus.
B. Defek pada Sensitivitas Hormon
Pembagian dari mekanisme dasar penyakit endokrin berbeda-beda. Berikut ini
pembagian-pembagian mekanisme dasar :
Mekanisme untuk penyakit endokrin ada 2, yaitu :
1. Gangguan primer yang mengubah konsentrasi hormon
2. Gangguan primer pada mekanisme reseptor dan pasca reseptor
Gangguan primer pada tingkat reseptor menimbulkan sindrom resistensi
hormon. Misalnya mutasi pada reseptor kortisol menurunkan ikatan hormon
pada reseptor spesifiknya dan menyebabkan sindrom resistensi glukokortikoid
primer. Mutasi pada reseptor hormon tiroid menyebabkan sindrom resistensi
hormon tiroid.
Pembagian lain yang menyatakan bahwa penyakit endokrin itu bisa dibagi ke dalam
3 kondisi, yaitu :
1. Kelebihan hormon
Sindroma kelebihan hormon bisa disebabkan oleh pertumbuhan
neoplastic dari sel-sel endokrin, gangguan autoimun, dan kelebihan pengaturan
hormon. Tumor-tumor jinak endokrin, meliputi paratiroid, pituitary, dan
adenoma adrenal, sering mempertahankan kapasitas untuk memproduksi
hormon-hormon, mungkin merefleksikan fakta bahwa mereka berdiferensiasi
baik. Banyak tumor endokrin memperlihatkan gangguan pada set poinnya untuk
regulasi umpan balik. Sebagai contoh, pada penyakit Cushing, umpan balik yang
lemah menghambat sekseri ACTH yang berkaitan dengan fungsi otonom.
Bagaimanapun, sel-sel tumor tidaklah sepenuhnya bersifat menentang umpan
balik,.
Basis molekuler dari beberapa tumor endokrin seperti sindrom-sindrom
MEN (MEN 1, 2A, 2B), telah menyediakan hal yang berarti dalam pertumbuhan
tumor.
2. Defisiensi hormon
Banyak contoh dari status defisiensi hormon bisa ditujukan ke destruksi
kelenjar yang disebabkan oleh autoimun, pembedahan, infeksi, inflamasi,
perdarahan, atau infiltrasi hormon. Sebagai contoh autoimun bisa merusak
kelenjar tiroid (Hashimoto‘s thyroiditis). Mutasi pada sejumlah hormon, reseptor
hormon, faktor transkripsi, enzim, dan channels bisa menyebabkan defisiensi
hormon.
3. Resistansi hormon
Banyak sindrom resistensi hormon karena gangguan pada reseptor-
reseptor membran reseptor-reseptor nukleus, atau pada jalan yang
mentransduksikan sinyal reseptor. Gangguan-gangguan itu dicirikan dengan
kelainan aksi hormon, disamping peningkatan dari level hormon.
C. Sindrom Kelebihan Hormon Akibat Penggunaan Hormone Eksogen
SINDROMA CUSHING
Sindrom ini terjadi akibat sekresi kortisol yang berlebihan. Terutama mengenai
wanita walaupun pria dan anak dapat terkena.
Etiologi :
Berdasarkan etiologinya digolongkan menjadi penyebab eksogen dan endogen.
Penyebab eksogen
1. Iatrogenik
Pemberian terapi glukokortiroid atau ACTH (hormon adrenokortikotropik) dosis
tinggi yang berlangsung lama dapat menimbulkan gejala sindroma cushing.
Glukokortikoid poten yang sering digunakan dalam terapi adalah prednison dan
deksametason. Sindrom ini paling sering terjadi akibat iatrogenik ini. Salah satu
contoh adalah pemberian imunosupresan terhadap penderita pasca transplantasi.
Sindrom cushing iatrogenik ini juga dijumpai pada penderita artritis reumatoid, asma,
limfoma, dan penyakit-penyakit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai
agen anti-inflamasi.
Penyebab endogen :
2. Disebabkan adenoma atau karsinoma korteks adrenal yang mensintesis steroid.
Kadar serum pada neoplasma atau hiperplasi korteks adrenal meningkat, sedangkan
ACTH dalam batas normal atau rendah.
3. Sekresi ACTH oleh adenohipofisis
Kadar ACTH plasma meningkat, pemberian deksametason dapat menekan sekresi
ACTH sehingga pengeluaran kortisol juga berkurang. Kelenjar adrenal menunjukan
hiperplasi sel-sel. Tipe ini merupakan bentuk sindrom cushing yang paling banyak
ditemukan pada dewasa.
4. Sekresi ACTH oleh tumor non-hipofisis
Tumor non-hipofisis yang mampu menghasilkan ACTH adalah karsinoma oat-cell
bronchus paru, karsinoid, timus, pankreas, dan medula adrenal. Kadar ACTH dalam
plasma meningkat, sekresi kortisol tidak dapat ditekan dengan deksametason.
Sejumlah neoplasma dapat menyebabkan sekresi CRH (corticotropin-releasing
hormone) ektopik. Pada keadaan ini CRH merangsang sekresi ACTH hipofisis yang
menyebabkan sekresi kortisol secara berlebihan oleh korteks adrenal.
Gejala sindrom cushing
Karakteristik sindrom ini berkaitan dengan efek glukokortikoid berlebihan dengan
gejala utama berupa glukoneogenesis berlebihan. Jika terlalu banyak asam amino yang
diubah menjadi glukosa, tubuh akan mengalami kelebihan glukosa (peningkatan glukosa
darah) dan penurunan protein. Karena terjadi hiperglikemia dan glukosuria (glukosa
dalam urin) mirip diabetes militus, kelainan ini disebut juga diabetes adrenal.
Gejala akibat glukosa yang berlebihan :
Glukosa yang berlebihan sebagian diendapkan di lokasi yang khas, yaitu wajah,
atas bahu, dan perut. Distribusi lemak abnormal pada 2 lokasi pertama biasa disebut
dengan punuk kerbau (buffalo hump) dan wajah tampak bulat (moon face), sebaliknya
anggota badan tetap kecil. Nyeri adipositas pada wajah, leher, dan badan (obesitas tipe
eunuch).
Gejala yang timbul akibat pemecahan protein meningkat untuk menggunakan asam
amino sebagai prekursor glukosa:
1. Hilangnya protein di otot otot melemah dan timbul rasa lelah.
2. Kulit abdomen yang kekurangan protein akan menipis dan mengalami peregangan
oleh endapan lemak di bawahnya sehingga jaringan bawah kulit (subdermis) robek
dan menimbulkan garis-garis linier ireguler berwarna ungu kemerahan.
3. pengurangan protein struktural pembuluh darah kelemahan dinding pembuluh
darah lebam dan ekimosis (perdarahan kecil di bawah kulit).
4. Pembentukan kolagen dan protein struktural utama pada jaringan ikat tertekan
jaringan ikat susah dibentuk luka sulit sembuh. Hilangnya rangka protein kolagen
pada tulang tulang melemah osteoporosis mudah fraktur.
Ditemukan juga gejala-gejala klinis seperti hipertensi sistemik, hipernatremia,
hipokalemea, alkalosis, dan edema disebabkan oleh kerja mineralokortikoid yang dimiliki
kortisol.
Pengobatan :
Pengobatan sindrom cushing tergantung penyebabnya. Beberapa pendekatan terapi
dapat digunakan untuk kasus dengan hipersekresi ACTH kelenjar hipofisis. Jika dijumpai
tumor hipofisis dilakukan reseksi tumor transfenoidal. Tapi jika terdapat bukti hiperfungsi
hipofisis tanpa adanya tumor dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofisis.
Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total diikuti pemberian
kortisol dosis fisiologik atau dengan agen kimia yang mampu menghambat sel-sel korteks
adrenal yang mensekresi kortisol. Bila pengobatan berhasil, remisi manifestasi klinis akan
berlangsung dalam 6-12 bulan setelah dimulainya terapi.
Pengobatan sindrom ACTH ektopik (hormon yang dihasilkan sel-sel tumor)
dengan reseksi neoplasma yang mensekresi ACTH dan adrenalektomi atau supresi kimia
fungsi adrenal seperti pada pengobatan ACTH hipofisis.
D. Gangguan non-endokrin yang berhubungan dengan kelainan endokrin
Meskipun kebanyakan hormon jelas disintesisi oleh kelenjar-kelenjar endokrin,
tetapi ada organ-organ tertentu yang tidak lazim dianggap sebagai kelenjar endokrin
namun mengandung sel-sel yang dapat mensintesis hormon. Banyak sel itu berasal dari
krista neuralis yang mampu mengambil prekursor amino, dan melakukan dekarboksilasi
untuk sintesis hormon. Sel-sel ini dikatakan sebagai bagian dari sistem dekarboksilasi dan
ambilan prekursor amino (APUD). Tumor-tumor yang berasal dari sel-sel ini mampu
menyekresi hormon, namun karena berasal dari sel-sel yang tidak tergolong sebagai
kelenjar endokrin yang lazim, maka hormon yang dihasilkan itu disebut hormon-hormon
ektopik.
Daftar Pustaka:
Guyton and Hall. 2005. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Jemeson, J. Larry. 2006. Harrison’s Endocrinology. Pennsylvania: The McGraw-Hill.
Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta:EGC
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Tjahjono. 2003. Patologi Endokrin. Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.
KELENJAR HIPOTALAMUS DAN HIPOFISIS
By : Huda, Iik n Dhita
Hubungan anatomi dan fisiologi antara hipotalamus dengan hipofisis
Hipotalamus merupakan bagian dalam otak yang tidak memiliki batas tegas. Bagian
atas dibatasi dari daerah thalamus dengan sulcus hipothalamicus, sedangkan dibawahnya
dihubungkan dengan hipofisis oleh tangkai hipofisis (hipofisial) atau infundibulum yang
mengandung serat saraf dan pembuluh darah halus.
Kelenjar hipofisis terletak didasar tengkorak (sella tursica/fossa pituitaria) dibagi
menjadi hipofisis anterior(adenohipofisis) dan hipofisis posterior(neurohipofisis).
Ditengahnya terdapat pars intermedius yang menjadi satu dengan dorsal hipofisis posterior).
Secara fungsional dan anatomis, hipofisis posterior adalah perluasan/penonjolan dari
hipotalamus, sedangkan hipofisis anterior berasal dari kantong Rathke yang merupakan
invaginasi pada epitel faring sewaktu pembentukan embrio.
Mekanisme interaksi antara hipotalamus dengan hipofisis
Hipotalamus dengan hipofisis posterior membentuk suatu sistem neuroendokrin yang
terdiri dari populasi neuron-neuron neurosekretorik yang badan selnya terletak dalam dua
kelompok yang jelas di hipotalamus (nucleus paraventrikel dan supraoptik) dan aksonnya
berjalan ke bawah melalui tangkai penghubung untuk berakhir di kapiler hipofisis posterior.
Nukleus paraventrikel dan supraoptik keduanya mengandung neuron-neuron yang
menghsilkan hormone seperti vasopressin dan oksitosin. Hormon tersebut bergantung pada
neuronnya, disintesis di badan sel neuron di hipotalamus dan berpindah melalui akson untuk
disimpan di ujung-ujung neuron di dalam hipofisis posterior. Hormon simpanan ini
dilepaskan ke dalam darah sistemik apabila neuron mengalami eksitasi.
Dengan adanya masukan stimulatorik ke hipotalamus, hormon-hormon dilepaskan ke
dalam darah dari hipofisis posterior melalui proses eksositosis granula seketorik yang
bersangkutan. Pengeluaran hormon ini sebagai respons terhadap potensial aksi yang berasal
dari badan sel di hipotalamus dan menjalar ke bawah melalui akson menuju ujung saraf di
hipofisis posterior.
Hipotalamus dengan hipofisis anterior dihubungkan melalui sistem pembuluh darah
yang merupakan hubungan kapiler-kapiler yang tidak lazim disebut sistem porta hipotalamus-
hipofisis. Sistem porta adalah susunan vaskuler yang darah venanya mengalir secara langsung
dari satu jaringan kapiler melalui suatu pembuluh penghubung ke jaringan kapiler lain tanpa
melalui sirkulasi sistemik.
Hubungan antara hipotalamus dengan hipofisis anterior dan posterior terjadi seperti
hormone-hormon pelepas dan penghambat hiotalamus mengalir melalui system porta
hipotalamus-hipofisis untuk mengontrol pengeluaran hormone-hormon yang dihasilkan oleh
hipofisis anterior ke dalam sirkulasi sistemik. Hipotalamus sendiri menghasilkan hormone
seperti vasopressin dan oksitosin yang disimpan di hipofisis posterior dan dikeluarkan ke
sirkulasi apabila terdapat rangsangan di hipotalamus.
Perbedaan rute transport dari hipotalamus ke hipofisis anterior dan posterior
Sirkulasi Portal
• Arteri Hipofisialis Superior
• Capillary bed pada Eminensia Media Hipotalamus
• Vena Porta
• Capillary bed pada Adenohipofisis
• Vena Hipofisialis
Faktor-faktor dari hipotalamus yang meningkatkan dan mengurangi sekresi hormon
dari hipofisis anterior dan posterior
Dua faktor terpenting yang mengatur sekresi hormon hipofisis anterior yaitu hormon
hipotalamus dan umpan-balik oleh hormon organ sasaran. Sekresi setiap hormon hipofisis
anterior dirangsang atau dihambat oleh satu atau lebih dari tujuh hormon hipofisiotropik.
Peptida-peptida kecil ini disebut sebagai hormon pelepas (releasing hormones) atau hormon
penghambat (inhibiting hormones) bergantung pada kerja mereka.
HORMON-HORMON HIPOFISIS ANTERIOR
Terdapat 6 hormon utama dari hipofisis anterior-ACTH,GH,PRL,TSH,LH dan FSH-
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok peptida golongan kortikotrofin (ACTH, βM-LPH,
melanocstimulating hormone (MSH) dan endorfin), somatoamotropin (GH dan PRL) yang
juga merupakan peptida glikopretin (LH,FSH dan TSH). Yang akan kita bahas untuk HSC
hanya 4 (sesuai sasbel), yaitu :
1. Prolaktin,
2. TSH,
3. LH, FSH
4. GH
PROLAKTIN
Prolaktin (PRL) adalah hormon yang terdiri dari 198 asam amino (BM 22.000)
disintesis dan disekresi dari laktotrof kelenjar hipofisis anterior. Secara evolusi mempunyai
asal yang sama denga nGH dan human placental lactogen (hPL). PRL hanya mempunyai
16% residu yang sama dengan GH dan hPL. Molekul prekursor (BM. 40.000-50.000) juga
diskresi dan merupakan 8-20% PRL plasma dengan imunoreaktivitsa pada orang normal dan
pada pasien tumor hipofisi yang mengsekresi PRL.
Fungsi
Prl merangsang laktasi pada masa nifas. Selama kehamilan, sekresi PRL meningkat dan
bersama dengan hormon lainnya (estrogen, progesteron, hPL, insulin dan kortisol),
mempengaruhi pertumbuhan payudara untuk persiapan produksi air susu. Selain penting pada
kehamilan PRL belum dapat dibuktikan mempengaruhi pertumbuhan normal jaringan
payudara pada manusia. Selama kehamilan estrogen meningkatkan pertumbuhan payudara
tetapi menghalangi kerja PRL pada laktasi. Penurunan kadar estrogen dan progesteron setelah
partus, menyebabkan dimulainya laktasi. Didapat juga galaktroe sebagai akibat dihentikan
penggunaan kontrasepsi oral. Walaupun sekresi PRL menurun pada masa postpartum, laktasi
berlangsung terus dengan adanya hisapan pada putting susu.
Kadar PRL sangat tinggi pada janin dan bayi baru lahir, kadarnya menurun selama bulan
– bulan awal kehidupan.
PRL tidak mempunyai efek pengaturan fungsi gonad pada keadaan normal
hiperprolaktinemia pada manusia menyebabkan hipogonadisme. Pada wanita, mula-mula
terdapat pemendekan fase lutoal kemudian anovulasi oligomenorea atau amenorea, dan terjadi
kemandulan pada pria kebanyak PRL mengurai sintesis testosteroa dan spermatogenesia yang
secara klinis mengurangi libido, impoten dan kemandulan. Mekanisme pasti menghambat
PRL terhadap fungsi gonad tidak jelas, tetapi pada prinsipnya menunjukan perubahan
pengaturan hipotalumus hipofisis terhadap sekresi gonadotropin. Kadar basal LH dan FSH
adalah normal atau subnormal, tetapi sekresi yang naik turunya menurun dan siklus
pertengahan LH menunjukan penurunan pada wanita. Cadangan gonadotropin dibandingkan
dengan GnRH, biasanya normal atau bahkan meningkat.
TIROTROPIN
Tirotropin (thyroid-stimulating hormone, TSH) adalah suatu glikoprotein, BM 28.000)
yang terdiri dari 2 subunit alfa dan beta yang tidak berikatan secara kovalen. Subunit alfa
TSH mempunyai struktur menyerupai molekul glikoprotein lainnya FSH, LH dan human
chorionic gonadotropin (hCG), tetapi submit berta berbeda dengan glikoprotein in idengan
bertanggung jawab pada sifat spesifisitas biologis dan imunologis. Peptida subunit ini
disinteisis terpisah dan bergabung sebelum gugus karbohidrat terikat. Molekul yang sudah
utuh ini kemudian disekresi sebagai baian kecil submit yang tidak terikat.
Fungsi
Subunit β TSH terikat kuat dengan reseptor dalam tiorid, merangsang ambilan yodida,
hormonogenesis, dan melepaskan T4 dan T3 . ini terjadi melalui pengaktifan adenilat siklase
dan pembentukan cAMP. Sekresi TSH juga menyebabkan pembesaran kelenjar dan
vaskularisasi sehingga mempermudah sintesis mRNA dan protein.
LH, FSH
Luteinixing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) adalah glikoprotein
gonadotropin yang terdiri dari subunit alfa dan beta dan disekresi oleh sel-sel yagn sama.
Subunit beta hormon spesifik mempunai sifat aktivitas biologis khas, seperti yang terdapat
pada TSH dan hCG. Aktivitas biologis hSG, suatu glikoprotein plasental, sangat mirip dengan
LH. Human Menopausal Gonadotropins (hMG-menotropins) suatu campuran gonadotropin
hipofisis yang terdapat apda urin wanita pasca menopause mempunyai aktivitas seperti, FSH.
Menotropin dan chorionic gondadotropindipakai dalam klinik untuk induksi spermatogenesis
dan ovulasi.
Fungsi
LH dan FSH terikat pada reseptor ovarium dan testis serta mengatur fungsi gonad
dengan merangsang produksi steroid seksual dan gametogenesis.
Pada pria, LH merangsang produksi testosteron dari sel interstisial testis (sel Leydig).
Pematangan spermatozoa memerlukan LH dan FSH. FSH mereangsang pertumbuhan testis
dan mempertinggi produksi androgen-binding-protein oleh sel Sertoli, yang merupakan
komponen tubulus testis yang berguna menyokong pematangan sel sperma. Androgen binding
protein ini menyebabkan konsentrasi testosteron yang tinggi pada sperma, suatu faktro
penting pada pembentukan spermatogenesis normal.
Pada wanita, LH merangsang produksi estrogen dan progesteron dari ovarium.
Peningkatan LH pada pertengah siklus menstruasi mengakibatkan terjadinya ovulasi, dan
sekresi LH selanjutnya merangang korpus luteu memproduksi progesteron dengan
meningkatkan perubahan kolesterol menjadi pregnenolan. Perkembangan folikel ovarium
terutama pengaruh FSH dan sekrsi estrogen dari folikel ini tergantung baik pafa DSH dan LH.
GROWTH HORMONE
Hormon pertumbuhan (GH;somatotropin) adalah polipeptida dengan 191-asam amino
(BM 21.500) yang disintesis dan disekresi oleh somatotrof hipofisis anterior. Hormon
pertumbuhan berasal dari prekusor peptida yang lebih beasar,pre-GH (BM 28.000), yang juga
disekresi tetapi secara fisiologis tidak berguna.
Fungsi
Fungsi utama hormon pertumbuhan (somatotropin) adalah meningkatkan pertumbuhan
linier, hasil ini dicapia dari pengaruh metabolisme dasarnya, tetapi pengaruh meningkatkan
pertumbuhan terutama diperantarai insulin like growth factor-1 (TGF-1;juga dikenal sebagai
somatomedin C).
Hormon pertumbuhan via somatomedin meningkatkan sintesis protein dengan
menignkatkan masukan asam amino dan langsung mempercepat transkripsi dan translasi
mRNA. Selain itu, GH cenderung menurunkan katabolisme protein dengan mobilisasi lemak
sebagai sumber bahan bakar yang berguna: secara langsung GH membebaskan asam lemak
dan mempercepat perubahan menjadi asetil-KO yang merupakan asal energi. Pengaruh
penghematan terhadap protein adalah mekanisme yang paling penting dimana GH
meningkatkan pertumbuhan danperkembangan.
GH juga mempengaruhi metabolisme karbohidrat dan mengganggu ambilkan glukosa ke
dalam sel. Resistensi terhadap insulin karena GH tampak berhubungan dengan kegagalan
postreseptor pada kerja insulin. Kejadian ini mengakibatkan intoleransi glukosa dan
hiperinsulinisme sekunder.
HORMON –HORMON HIPOFISIS POSTERIOR
1. HORMON ANTIDIURETIK (ADH)
ADH adalah suatu hormone protein yang dibentuk di nucleus supraoptikus
hipotalamus dan disimpan di dalam dan dilepaskan oleh hipofisis posterior. Hormon ini
juga disebut vasopressin, yang berarti tensor vascular.
Efek primer peningkatan ADH adalah menyebabkan sel-sel duktus pengumpul di
ginjal menjadi lebih permeable terhadap air. Hal ini meningkatkan reabsorpsi air ke dalam
darah, menurunkan deuresis(aliran) urin. Pada kadar yang sangat tinggi, ADH
menyebabkan kontraksi otot polos vascular, meningkatkan resistensi perifer total dan
tekanan darah.
Rangsangan utama untuk pelepasan ADH adalah peningkatan osmolalitas
(peningkatan konsentrasi zat terlarut) plasma. Peningkatan osmolalitas plasma dirasakan
oleh osmoreseptor di hipotalamus. Osmolalitas plasma normal adalah sekitar 280 ml
osmo/kg. Antidiuresis mengembalikan osmolalitas plasma yang tinggi ke tingkat normal
dengan mengencerkan plasma(meningkatkan konsentrasi airnya). Rangsangan lain yang
dapat menyebabkan pelepasan ADH adalah penurunan tekanan darah (yang dirasakan oleh
baroreseptor karotis dan aorta), stress, nyeri dan olahraga. Sekresi ADH dihambat oleh
penurunan osmolalitas plasma, peningkatan tekanan darah, dan alcohol.
2. OKSITOSIN
Oksitosin adalah suatu hormone protein yang dibentuk di nucleus paraventrikel
hipotalamus dan disimpan di dalam dan dilepaskan dari hipofisis posterior.
Oksitosin merangsang kontraksi otot polos yang melapisi duktus payudara sehingga
terjadi peningkatan tekanan intermamaria dan mengalirnya air susu ke puting payudara.
Oksitosin juga merangsang kontraksi otot polos uterus. Perannya dalam mencetuskan
persalinan pada wanita hamil belum jelas. Namun, hormone ini memang menyebabkan
peningkatan intensitas kontraksi uterus seiring dengan kemajuan persalinan mendekati
kelahiran. Obat pitocin adalah turunan dari oksitosin dan digunakan secara klinis untuk
mencetuskan dan mempercepat persalinan.
KELAINAN HORMON HIPOFISIS
1. DIABETES INSIPIDUS
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang ditandai oleh penurunan produksi,
sekresi dan fungsi dari ADH. Istilah diabetes insipidus digambarkan sebagai kualitas dan
kuantitas urin yang encer dan tawar (dull and tasteless). Tanpa ADH, reabsorbsi air dan
pengkonsentrasian urin oleh renal collecting tubulus tidak dapat dilakukan.
Diabetes insipidus disebabkan oleh berkurangnya produksi ADH baik total maupun
parsial oleh hipotalamus, atau penurunan pelepasan ADH dari hipofisis posterior.
Berkurangnya ADH dapat berasal dari tumor atau cedera kepala. Diabetes insipidus
mungkin juga disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal berespon terhadap kadar ADH
dalam darah, akibat berkurangnya reseptor atau second messenger. Jenis diabetes insipidus
ini disebut nefrogenik, karena berawal di ginjal. Penyebab nefrogenik diabetes insipidus
meliputi faktor genetis, pembawa gen resesif terkait X, penyakit ginjal, hipokalemia atau
hiperkalemia.
Gambaran klinis:
Urin yang encer dalam jumlah besar
Polidipsi (rasa haus yang berlebihan)
Perangkat diagnostic:
Pemeriksaan darah dengan menghitung kadar ADH, peningkatan osmolalitas plasma dan
adanya hipernatremia dapat membantu menegakkan diagnose.
Komplikasi:
Dehidrasi berat dapat terjadi bila jumlah air yang diminum tidak adekuat.
Penatalaksanaan
Diberikan obat pengganti yang cara kerjanya menyerupai ADH. Obat-obatan yang
termasuk kategori ini dan paling sering digunakan adalah desmopressin yang diberikan
secara semprot di hidung (nasal spray)
Untuk diabetes insipidus nefrogenik, diberikan diuretic thiazide. Obat ini tampaknya
bekerja dengan cara menurunkan laju filtrasi glomerulus, sehingga memungkinkan
sejumlah cairan untuk diabsorbsi di tubulus proksimal daripada di tubulus pengumpul
(collecting tubule).
2. GROWTH HORMON (GH) DEFICIENCY
Defisiensi GH adalah penurunan kadar GH dalam darah. Sebagian besar sel tubuh
akan terpengaruh. Defisiensi GH biasanya hanya bermakna secara klinis pada masa anak-
anak.
Defisiensi GH biasanya disebabkan oleh adenoma hipofisis dari jenis sel penghasil
hipofisis anterior lainnya. Kelinan ini juga dapat terjadi akibat nekrosis hipoksik(kematian
akibat kekurangan oksigen) dan peradangan hipofisis. Penyebab defisiensi juga dapat
berada di tingkat hipotalamus, dan terjadi akibat malnutrisi, kekurangan tidur, atau
rangsangan terhadap pelepasan somatostatin selama periode stress fisik atau emosi yang
berkepanjangan. Misalnya beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa potensi
pertumbuhan dapat berkurang pada atlit wanita dewasa muda akibat olahraga fisik yang
intensif dan penurunan asupan makanan karena diet. Kadar estrogen yang rendah sering
dijumpai pada atlit wanita, yang juga dapat mempengaruhi pertumbuhan.
Penyakit defisiensi GH:
Kekerdilan
Pengurangan potensi pertumbuhan
Gambaran klinis
Pada anak, defisiensi GH menyebabkan tubuh pendek yang proporsional (dibawah
persentil ketiga untuk usia mereka). Anak yang bersangkutan mengalami penurunan
masa otot dan peningkatan simpanan lemak subkutis. Secara mental mereka biasanya
cerdas.
Tubuh pendek yang berbeda dari rata-rata tinggi anggota keluarga dapat diamati,
apabila terjadi pengurangan potensi pertumbuhan.
Perangkat diagnostic
Pemeriksaan darah yang mengukur penurunan kadar GH akan menunjang diagnosis
Penatalaksanaan:
Pengobatan defisiensi GH pada anak adalah penyuntikan subkutan GH rekombinan
beberapa kali tiap minggu selama pubertas atau sebelumnya. Defisiensi GH pada orang
dewasa biasanya tidak diobati.
3. KELEBIHAN HORMON PERTUMBUHAN
Kelebihan hormone pertumbuhan adalah peningkatan kadar GH dalam darah.
Peningkatan kadar GH menyebabkan peningkatan kadar somatomedin dan peningkatan
pertumbuhan tulang, tulang rawan dan jaringan lain. Efek langsung GH pada penguraian
karbohidrat dan peningkatan sintesis protein juga terjadi.
Kelebihan hormone biasanya terjadi akibat adanya suatu tumor penghasil GH di
hipofisis anterior.
Penyakit kelebihan GH:
Gigantisme, suatu penyakit kelebihan pertumbuhan longitudinal tulang, dijumpai pada
kelebihan GH sebelum pubertas
Akromegali, suatu penyakit proliferasi jarinagn ikat, dijumpai pada orang dewasa
dengan kelebihan GH. Karena pertumbuhan tulang panjang telah berhenti pada masa
dewasa, maka kelebihan GH tidak dapat menyebabkan pertumbuhan tulang. Kelainan
ini berkaitan dengan pertumbuhan tulang rawan tangan dan kaki, hidung, rahang, dagu
dan tulang-tulang wajah. Proliferasi juga terjadi di jaringan ikat organ-organ interna,
termasuk jantung juga terjadi.
Gambaran klinis
Pada gigantisme, tubuh tinggi
Pada akromegali, jari-jari, rahang, dahi, tangan, dan kaki menebal
Karena kelebihan GH biasanya disebabkan oleh suatu adenoma yang tumbuh agresif,
maka sel-sel hipofisis anterior penghasil hormone lainnya sering rusak. Dengan
demikian, gejala-gejala kelebihan GH sering berhubungan dengan gejala yang berkaitan
dengan defisiensi sistem hormone lain. Misalnya, apabila tumor tersebut mendesak sel-sel
penghasil gonadotropin di hipofisis anterior, maka dapat terjadi penurunan fungsi
reproduksi. Apabila tumor mempengaruhi sel penghasil hormone lainnya, maka
manifestasi yang khas untuk hormone yang hilang tersebut akan menonjol. Tumor yang
tumbuh juga dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Gejala-gejala meliputi nyeri
kepala, muntah dan papiledema(pembengkakan di tempat masuk saraf optikus ke bola
mata)
Perangkat diagnostic
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar GH akan menunjang diagnosis gigantisme
atau akromegali
Pada kedua penyakit tersebut dapat terjadi peningkatan kadar glukosa darah
Pada kedua penyakit, pola pelepasan GH tidak lagi dapat diduga dan tidak berkaitan
dengan pola tidur.
Komplikasi
Komplikasi akromegali antara lain adalah hipertrofi jantung dan hipertensi. Diabetes
mellitus dapat terjadi akibat efek GH pada peningkatan glukosa darah dan penurunan
kepekaan sel terhadap insulin
Penatalaksanaan
Pengobatan kelebihan GH biasanya adalah eksisi tumor penghasil GH secara bedah
Juga dapat diberikan terapi radiasi
Bromokriptin, suatu antagonis dopamine, mungkin efektif untuk menurunkan kadar GH
Referensi :
1. Corwin, Elizabeth J. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
2. Francis S. Greenspan, John D. Baxter. 1998. Endokrinologi dasar dan klinik. Ed 4.
Jakarta : EGC
3. Guyton AC, Hall JE. The pituitary hormone and their control by the hypothalamus. In :
Guyton AC (ed). The texbook of medical physiology. 10th ed. WB Saunders Company.
Philadelphia. 2000. 846-57.
4. Huether SE. Alternation of hormonal regulation. In : Understanding pathophysiology. 2nd
ed.Mosby. London. 2000. 470-504.
5. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit vol.2. Jakarta:
EGC.
6. Sutjahyo A. Gangguan fungsi hipofisis. Dalam : Noer MS, Waspadji S (ed). Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid I. edisi ketiga. Balai penerbit FKUI. Jakarta. 1996 : 792-4.
7. Sutjahyo A. Tumor hipofisis. Dalam : Noer MS, Waspadji S (ed). Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. edisi ketiga. Balai penerbit FKUI. Jakarta. 1996 : 795-8.
8. Aron DC, Findling JW, Tyrrell JB. Hypothalamus and pituitary gland. In : Greenspan F,
Gardner DG (eds) Basic and clinical endocrinology.7th
ed.Mc Graw-Hill Companies.
New York. 2004. 106-75.
9. Melmed S, Jameson JL. Disorders of the anterior pituitary and hypothalamus. In : Kasper
DL, Braunwald E, Fauci AS(eds). Harrison‘s Principle of Internal Medicine. 16th
ed.
McGrawHill.New York.2005. 2067-75.
10. Robertson GL. Disorders of the neurohypophysis. In : Kasper DL, Braunwald E, Fauci
AS(eds). Harrison‘s Principle of Internal Medicine. 16th
ed. McGrawHill.New
York.2005. 2097-2103.
KELENJAR TIROID
By : Herlin, Ryan n Hadis
Kelenjar tiroid terletak di permukaan anterior trakea, inferior kartilago tiroid. Kelenjar
tiroid terbagi menjadi 2 lobus (dextra, sinistra) yang dihubungkan oleh ismus.
Kelenjar tiroid mengandung sejumlah folikel tiroid. Di tengah folikel tiroid terdapat
celah folikel (follicle cavity) yang dibatasi oleh sel-sel folikel (berbentuk kuboid). Folikel
tiroid tersebut mengandung koloid yang terdiri dari protein thyroglobulin yang disintesis oleh
sel-sel folikel yang mengelilinginya. Setiap molekul thyroglobulin mengandung sekitar 70
asam amino tirosin
I. Proses Produksi Hormon
A. Sintesis
Proses sintesis hormon tiroid dapat dibagi dalam beberapa langkah:
1. sintesis protein thyroglobulin oleh sel folikel lalu dikeluarkan ke celah
folikel.
2. Ion iodida (I-) yang berasal dari diet, dipompakan secara aktif oleh sel folikel
ke bagian dalam sel (iodide trapping)*
3. dalam sel folikel, ion iodida (I-) mengalami oksidasi menjadi kation iodida
(I+) yang dikatalis oleh enzim peroksidase.
4. iodida yang sudah teroksidase berasosiasi dengan enzim iodinase, sehingga
mampu berikatan secara kovalen dengan tirosin di thyroglobulin.
5. ada beberapa macam zat hasil ikatan ion iodida dengan thyroglobulin
a. MIT (monoiodotirosin) = ikatan 1 iodida dengan thyroglobulin
b. DIT (diiodotirosin= ikatan 2 iodida dengan thyroglobulin
c. T3 (triiodotironin) = MIT + DIT
d. T4 (tetraiodotironin/tiroksin) = DIT + DIT
* iodide trapping menyebabkan iodida dalam folikel 30x lebih pekat daripada di
aliran darah. Bila kelenjar tiroid aktif konsentrasi iodida dalam folikel dapat
mencapai 250x daripada di dalam aliran darah (dipengaruhi oleh TSH/Thyroid
stimulating hormone)
B. Transpor dan Metabolisme
1. setelah terbentuk 4 macam molekul tersebut (DIT, MIT, T3, dan T4), sel
folikel mengambil protein2 tersebut secara endositosis.
2. di dalam sel folikel, molekul-molekul tersebut dipecah oleh enzim protease
dari lisosom sel folikel sehingga tirosin yang sudah berikatan dengan iodida
tersebut terlepas dari thyroglobulin.
3. protein thyroglobulin yang telah bebas ini digunakan kembali untuk sintesis
hormon tiroid berikutnya.
4. DIT dan MIT yang masih mengandung iodida dipisahkan dari tirosin-nya,
lalu iodida yang terbentuk kembali digunakan untuk sintesis hormon
berikutnya.
5. T3 dan T4 yang telah terbentuk dan sudah terlepas dari thyroglobulin masuk
ke dalam aliran darah. (93% T4; 7% T3)*
6. 0,3 % T3 dan 0,03% T4 yang ada dalam sirkulasi berada dalam keadaan
bebas, sedangkan sisanya berikatan dengan protein-protein plasma
(TGB/Thyoid Binding Globulins dan transthyretin/TBPA/Thyroid-binding
prealbumin)
* walaupun saat dieksresikan oleh sel folikel hormon berupa 93% T4, dan 7% T3;
T4 perlahan-lahan dikonversi menjadi T3 (T3 jauh lebih poten)
C. Pelepasan ke jaringan
Afinitas protein pengikat terhadap hormon tiroid cukup besar, sehingga
hormon dilepaskan ke jaringan dengan sangat lambat. Setengah dari jumlah T4
dilepaskan ke jaringan dalam waktu 6 hari, sedangkan setengah dari jumlah T3
dilepaskan ke jaringan dalam waktu 1 hari.
II. Efek Hormon Tiroid
Hormon thyroid memasuki sel target dengan sistem transport aktif. Hormon ini
memengaruhi hampir seluruh sel tubuh. Dalam sel tubuh hormon tiroid berikatan
dengan reseptornya yang terdapat di; sitoplasma, mitokondira, dan inti sel:
a. Hormon tiroid yang berikatan dengan reseptor di plasma dideposit. Ketika terjadi
defisiensi hormon tiroid, deposit hormon ini akan dilepaskan.
b. Hormon tiroid yang berikatan dengan reseptor mitokondria meningkatkn laju
metabolisme sel untuk menghasilkan ATP.
c. Hormon tiroid yang berikatan dengan reseptor di inti sel mengaktivasi gen yang
mengontrol sintesis enzim yang berperan dalam metabolisme.
Secara umum kinerja seluler hormon tiroid adalah seperti di atas, namun
manifestasi pada fisiologis tubuh dapat bermacam-macam, tergantung sel yang
diperngaruhinya:
Pertumbuhan ↑
Metabolisme lemak ↑
Laju metabolisme basal ↑
Aliran darah, curah jantung ↑
Frekuensi denyut jantung ↑
Motilitas saluran cerna ↑
Guyton, Artur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta: EGC
Martini, Frederic H. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology seventh edition. USA:
Pearson Benjamin Cummings
Sherwood, Lauralee. 2001 Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 2. Jakarta: EGC.
Penyebab dan akibat kelebihan dan kekurangan hormon tiroid
Hypertiroidism :
1. Patofisiologi
2. langkah-langkah diagnostik
3. rencana terapi
HIPOTIROIDISME
Secara klinis dikenal
1. Hipotiroidisme sentral karena rusaknya hipofisis/hipotalamus
2. Hipotiroidisme primer paling banyak ditemukan, akibat proses patologis yang merusak
kelenjar tiroid
3. Hipotiroidisme sekunder dari defisiensi TRH, TSH atau keduanya
4. Sebab lain farmakologis, defisiensi/kelebihan yodium, resistensi perifer.
Berdasarkan usia awitan hipotiroidisme diklasifikasikan menjadi :
1. Hipotiroidisme dewasa / miksedema
2. Hipotiroidisme juvenilis (1-2 th),
3. Hipotiroidisme kongenital / kreatinin, disebabkan kekurangan hormon tiroid sebelum atau
segera sesudah lahir.
Hipotiroidisme
Klinik : TSH naik, fT4 turun
Subklinik : TSH naik, fT4 normal tanpa gejala/gejala minimal
Sebab terjadinya :
1. Hipotiroidisme sentral :
Urutan kegagalan hormon yang terjadi :
Desakan tumor hipofisis lobus anterior kegagalan pada gonadotropin ACTH
hormon hipofisis lain dan TSH
Penyebab :
Tumor, infiltrasi tumor
Nekrosis iskemik (sindrom Sheehan pada hipofisis)
Iatrogen (radiasi, operasi)
Infeksi (sarcoidosis, histiosis)
2. Hipotiroidisme primer
Adalah hipogenesis/agenesis kelenjar tiroid akibat anatomi kelenjar
Kerusakan tiroid dapat terjadi karena :
a) Pacaoperasi : struktemi parsial dapat menyebabkan hipotiroidisme
b) Pascaradiasi : pemberian RAI (radioactive iodine), tergantung dosis radiasi
c) Tiroiditis autoimun : autoimun inflamasi berperan antibodi antitiroid (Ab)
d) Tiroiditis pascapartum : peristiwa autoimun terjadi pada wanita postpartum
dapat hipo/hipertiroidisme
e) Tiroiditis subakut : etiologi virus, akibat nekrosis jaringan hormon merembes
masuk sirkulasi terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme) penyembuhan
didahului dengan hipotiroidisme sepintas
f) Dishormonogenesis : ada defek pada enzim yang berperan pada langkah-langkah
proses hormonogenesis.
g) Karsinoma : kerusakan tiroid karena karsinoma primer/sekunder, amat jarang
h) Hipotiroidisme sepintas : hipotiroidisme yang cepat menghilang
i) Pengaruh obat farmakologis : dosis OAT (obat anti tiroid) berlebihan dapat
menyebabkan hipotiroidisme, juga pada pemberian litium karbonat.
Gejala serta dan tanda-tanda
Dibagi menjadi umum (karena kekurangan hormon tiroid) dan spesifik (disebabkan
karena penyakit dasarnya
Keluhan utama :
kurang energi yang menyebabkan lesu, lamban bicara, mudah lupa, obstipasi
metabolisme menurun menyebabkan bradikardia dan tak tahan dingin
berat badan naik dan anoreksia
psikologis : depresi
reproduksi : oligomenorea, infertil, aterosklerosis meningkat
Manifes klinis hipotiroidisme bentuk dewasa dan juvenilis :
suara parau; tidak tahan dingin dan keringat berkurang; kulit dingin dan kering; wajah
membengkak; dan gerakan lamban. Aktivitas motorik dan intelektual lambat, dan relaksasi
lambat dari refleks tendon dalam, perempuan sering mengeluh hipermenore.
Hipotiroidisme kongenital atau kretinisme :
Manifestasi dini, ikterus fisiologik yang menetap, tangisan parau, konstipasi,
somnolen, dan kesulitan makan. Selanjutnya anak menunjukkan kesulitan untuk mencapai
perkembangan anak normal.
Anak yang menderita kretinisme memperlihatkan tubuh yang pendek, profil kasar;
lidah menjulur keluar; hidung yang lebar dan rata; mata yang jaraknya jauh; rambut jarang;
kulit kering; perut menonjol; dan hernia umbilikalis.
Menegakkan diagnosis
Memeriksa TSH, fT4, dan fT3
Untuk wanita hamil dengan hipotirroidisme diperiksa juga antibodi (anti-Tg-Ab, anti-
AM-Ab) Indeks diagnostik Billewicz, juga tersedia untuk memisahkan antara eutiroidisme
dan hipotiroidisme. Interpretasi skor : bukan hipotiroidisme kalau skor ≤ -30, diagnostik
apabila skor >25 dan meragukan apabila skor antara -29 dan +24 dan dibutuhkan pemeriksaan
konfirmasi.
Tes-tes laboratorium yang digunakan untuk memastikan hipotiroidisme
Kadar tiroksin dan triyodotironin serum yang rendah, BMR yang rendah, dan
peningkatan kolesterol serum. TSH mungkin tinggi mungkin rendah bergantung jenis
hipotiroidisme, pada hipotiroidisme primer TSH serum tinggi tiroksin rendah. Sebaliknya
pada hipotiroidisme sekunder TSH serum dan tiroksin rendah.
Pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan
pertumbuhan, disgenesis epifisis, dan keterlambatan perkembangan gigi.
Pengobatan Hipotiroidisme
Perhatikanlah :
a) dosis awal
b) cara menaikkan dosis tiroksin
Tujuan pengobatan :
a) meringankan keluhan dan gejala
b) menormalkan metabolisme
c) menormalkan TSH ( bukan mensupresi)
d) membuat T3 (dan T4) normal
e) menghindarkan komplikasi dan risiko.
Tiroksin dianjurkan diminum pagi hari dalam keadaan perut kosong dan tidak bersama
bahan lain yang mengganggu serapan usus. Sukralfat, alumunium hidroksida, kolestiramin,
formula kedelai, sulfas ferosus, kalsium karbonat, dilantin, rifampisin, fenobarbital dan
tergetol meningkatkan sekresi empedu. Dosis rerata substitusi L-T4 ialah 112 ug/hari atau 1,6
ug/kg BB atau 100-125 mg sehari. Untuk L-T3 25-50 ug. Kadar TSH awal sering kali dapat
digunakan patokan dosis pengganti : TSH 20 uU/ml butuh 50-75 ug tiroksin sehari, TSH 44-
75 uU/ml butuh 100-150 ug. Sebagian besar kasus butuhkan 100-200 ug L-T4 sehari.
HIPERTIROIDISME DAN TIROTOKSIKOSIS
Tirotoksikosis ialah manifes klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidisme dapat didefinisikan sebagai respons jaringan-jaringan tubuh
terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Hipotiroidisme adalah
tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang hiperaktif.
Penyebab Tirotoksikosis
Etiologi : 70% karena penyakit Graves, sisanya karena gondok multinoduler toksik,
adenoma toksik, dan sebab lain.
Penyebab tersering adalah penyakit grave suatu penyakit otoimun dalam serum
ditemukan imunoglobulin (IgG) Imunoglobulin ini merangsang thyroid-stimulating
immunoglobulin (TSI) bereaksi dengan TSH atau membran plasma tiroid akibatnya
antibodi tersebut dapat merangsang fungsi tiroid tanpa bergantung pada TSH hipofisis
sekresi dan pertumbuhan tiroid terus berlangsung hipertiroidisme.
Diagnosis Tirotoksikosis
Dikenal indeks klinis Wayne dan New Castle yang didasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti. Kemudian pemeriksaan penunjang dengan diperiksa kadar
hormon beredar TT4, TT3 (T – total) (dalam keadaan tertentu sebaiknya fT4 dan fT3) dan
TSH, ekskresi yodium urin, kadar tiroglobulin, uji tangkap I131
, sintigrafi dan kadang
dibutuhkan pula FNA (fine needle aspiration biopsy), antibodi tiroid (ATPO-Ab, ATg-Ab),
TSI.
Tidak semua diperlukan, untuk fase awal perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada
pemantauan cukup diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan
membaik. Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksoftalmometer
(eksoftalmos : prostrusi bola mata).
Uji diagnostik untuk hipertiroidisme
Dengan melakukan pengukuran langsung konsentrasi tiroksin ―bebas‖ (dan sering
triidotironin) di dalam plasma, dengan cara pemeriksaan radioimunologik yang tepat. Uji lain
yang sering digunakan adalah:
1. Kecepatan metabolisme basal biasanya meningkat +30 hingga +60 pada hipertiroidisme
berat
2. konsentrasi TSH di dalam plasma diukur dengan radioimunologik. Pada tipe tirosikosis
biasa hampir tidak ditemukan TSH dalam plasma.
3. konsentrasi TSI diukur dengan radioimunologik. TSI normalnya tinggi pada tipe
tiroksikosis yang biasa tapi rendah pada adenoma tiroid.
Gejala-gejala hipertiroidisme berupa
Manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan; pasien
mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit
lembab; berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat; palpitasi dan
takikardi; diare; dan kelemahan serta atrofi otot
Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya
terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% - 80% pasien ditandai
dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan
kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi.
Penyakit Graves agaknya timbul sebagai manifestasi gangguan autoimun. Dalam
serum pasien ini ditemukan antibodi imunoglobulin (IgG). Goiter nodular toksik ditemukan
sebagai komplikasi goiter nodular kronik. Hipertiroidisme timbul secara lambat dan
manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit graves.
Gejala dan tanda tidak sejelas pada usia muda, malahan dalam beberapa hal sangat
berbeda :
a) BB menurun mencolok (usia muda 20% justru naik)
b) Nafsu makan menurun, mual muntah, sakit perut
c) Fibrilasi atrium, payah jantung, blok jantung sering merupakan gejala awal dari occult
hyperthyroidism, takiaritmia
d) Lebih jarang dijumpai takikardia (40%)
e) Eye signs tidak nyata atau tidak ada
f) Bukan gelisah justru apatis.
Pengobatan
Tergantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat alamiah penyakit, tersedianya
modalitas pengobatan, situasi pasien,
Pengobatan tirotoksikosi dapat dikelompokkan menjadi :
a) Tirostatika OAT – obat anti tiroid, kelompok derivat tioimidazol (CBZ, karbimazol 5
mg, MTZ, metimazol atau tiamazol 5, 10, 30 mg) dan derivat tiourasil (PTU propiltiourasil
50, 100 mg) menghambat proses autoimun tetapi PTU masih ada efek yaitu menghambat
konfersi T4 ả T3 di perifer. CBZ dalam tubuh cepat diubah menjadi MTZ. Waktu paruh
MTZ 4-6 jam dan PTU 1-2 jam. MTZ berada di folikel ± 20 jam, PTU lebih pendek. Dosis
dimulai dengan 30 mg CMZ, 30 mg MTZ atau 400 PTU sehari dalam dosis terbagi.
Biasanya dalam 4 -6 minggu tercapai eutiroidisme
b) Tiroidektomi, prinsip umum :operasi dikerjakan kalau keadaan pasien eutiroid, klinis
maupun biokimiawi.
c) Yodium radioaktif (radio active iodium – RAI), dosis RAI berbeda; ada yang bertahap
untuk membuat eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dosis besar untuk
mencapai hipotiroidisme kemudian ditambah tiroksin sebagai substitusi.
DAFTAR PUSTAKA
Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC.
Moeljanto, R. Djoko. 2006. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme dan Hipertiroidisme dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : FKUI.
Arthur C. Guyton, M. D. dan John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton &
Hall Edisi 9. Jakarta : EGC.
TIROIDITIS
Tiroiditis secara harafiah diartikan sebagai radang pada kelenjar tiroid. Tiroiditis
mencangkup kumpulan penyakit individual yang menyebabkan inflamasi pada tiroid,
sehingga menyebabkan banyak gejala klinis yang berbeda beda. Misalnya pada Hasimoto‘s
thiroiditis merupakan penyebab umum terjadinya hipotiroidisme di US. Pada tiroiditis pasca
kelahiran akan menyebabkan tirotoxitosis (peningkatan hormone tiroid pada darah) yang
dilanjutkan dengan hipotiroididm. Tiroiditis subakut merupakan penyebab utama nyeri pada
tiroid.
Tidak ada gejala yang khusus pada tiroiditis. Jika tiroiditis disebabkan oleh kerusakan
sel di kelenjar tiroid secara lambat dan kronik, maka akan menyebabkan meurunya hormon
tiroid dalam darah (hipotiroidism). Gejala umum pada hipotiroidism adalah fatigue, weith
gain, konstipasi, kulit kering dan depresi. Jika tiroiditis disebabkan oleh kerusakan sel
kelanjar tiroid yang sangat cepat maka akan menyebabkan hormon tiroid yang disimpan
dikelenjar akan keluar secara cepat, ingá menyebabkan thirotoxitosis yanbg hampir
menyerupai hipertiroidism. Gejala umum pada penhipertiroidism adalah anxienty,
insomiadenyut jantung meningkat, weight loss dan iritabilitas.
Tiroiditis banyak disenbabkan oleh gangguan pada kelenjar tiroid yang dapat
menyebabkan inflamasi. Salah satu yang dapat menimbulkan gangguan tersebut adalah
antibodi. Jadi, terbentuk antibodi terhadap tiroid. Hal ini masih tidak diketahui penyebabnya,
kecuali diturunkan dari oreng tua. Selain itu, penyebab yang lain adalah adanya infeksi virus
atau bacteria. Penyebab lain adalah penggunaan obat interferon dan amiodarone yang dapat
membahayakan sel tiroida dan menyebabkan inflamasi.
Macam macam tiroiditis dapat dirangkum dalam:
Type Penyebab Gejala klinis Diagnosi tes Durasi
Hasimoto
tiroiditis
Autoimun Hypotyroidism
Kadang
thyroitoxisitis
Test fungsi
tiroid, tes
antibodi tiroid
Bipotiroidism
menetap
Sub acut
tiroiditis
virus Nyeri pada
tiroid,
tirotoksitosis,
diikuti dengan
hipotiroiditism
Tes fungsi
tiroid,
sedimentasi
rate, radioactive
iodine uptake
Kembali
normal dalam
12-18 bulan,
5%
hypotiroididm
permanen
Silent tiroiditis,
nyeri tiroiditis
autoimun tirotoksitosis
diikuti dengan
hipotiroiditism
Tes fungsi
tiroid, tes
antibodi tiroid,
Kembali
normal dalam
12-18 bulan,
28%
hypotiroididm
permanen
Tiroiditis pasca
kelahiran
autoimun tirotoksitosis
diikuti dengan
hipotiroiditism
Tes fungsi
tiroid, tes
antibodi tiroid,
radioactive
iodine uptake
(kontra indikasi
: ibu menyusui)
Kembali
normal dalam
12-18 bulan,
20%
hypotiroididm
permanen
Drug induced Interferon,
Amiodarone,
sitokin
tirotoksitosis
atau
hipotiroiditism
Tes fungsi
tiroid, tes
antibodi tiroid
Selama
konsumsi obat
masih
berlangsung
Paparan Radiasi Radioactive
iodin untuk
hypertiroidism,
dan terapi
radiasi untuk
beberapa
kanker
Terkadang
tirotoksitosis,
lebih sering
hipotiroiditism
Tes fungsi
tiroid
tirotoksitosis
biasanya
sementara,
hipotiroiditism
permanen
Tiroiditis akut Infeksi bakteri Terkadang
nyeri tiroid dan
hipertiroidism
Tes fungsi
tiroid,
radioactive
iodine uptake,
tes biopsi
Setelah
pengobatasn
terhadap infeksi
Penanganan terhadap penyakit tiroiditis, bergantung pada gejala klinis yang
ditampakannya, misalnya pada tirotoksisitas (hipertiroiditis) diberi obat sama seperti pada
penyakit hipertiroidism.
THIROID ADENOMA
Kejadian tiroid adenoma banyak dialami ileh wanita (dengan perbandingan 7:1) Dan
80% terjadi pada kisaran umur 20-60 tahun Kriteria suatu adenoma adalah: berkapsul nyata,
terdapat perbedaan yang jelas antara arsitektur sel dalam dan di luar kapsul, di dalam terdapat
gambaran histopatologik yang uniform dan jaringan tumor mrnrkan jaringan tiroid
disekitarnya. Terdapat beberapa jenis adenoma tiroid yaitu:
1. Adenoma Folikuler
Adenoma berupa nodul soliter, berdiameter 2-4 cm, tumbuh di dalam simpai secara
sentrifugal hingga teraba lebih kenyal dibandingkan dengan jaringan tiroid di sekitarnya.
a. Adenoma embrional : Didalam simpai terdapat asinus-asinus dalam berbagai ukuran
dan bentuk. Asinus dapat rudimenter hingga gambaran histopatologiknya menunjukan
folikel-folikel kecil yang tidak mengandung koloid
b. Adenoma keloid : terdiri dari folikel folikel yang penuh keloid dan dibatasi oleh
stroma jaringan ikat tipis.
c. Adenoma fetal : adenoma yang mempunyai jaringan fibrous yang banyak dan terdapat
kolagen yang memisahkan asinus asinus kecil tetapi sudah sempurna,
d. Adenoma sel Hurtle : tersusun atas sel sel besar, lebih granuler dibandingkan dengan
sel epitel folikel, bentuk dan ukuran sel bervariasi, mengandung sitoplasma yang
banyak dan memiliki inti yang berbentuk oval. Adenoma jenis ini jarang terjadi
Adenoma memiliki sifat tumbuh lambat tetapi terus berkembang (kontinue), jarang
menimbulkan gejala tekanan pada leher. Akan tetapi secara mendadak, dapat tumbuh
cepat sehingga mengganggu aliran darah, hingga menimbulkan nyeri dan hemorhagia.
Dapat pula terjadi perubahan degeneratif perdarahan, fibrosis, kalsifikasi atau
pembentukan kista
2. Kista
Sekitar 10-25% nodul soliter merupakan kista tiroid. Dimungkinkan merupakan
suatu perubahan degenerafif dari adenoma atau struma aadenomatosa. Kista berisi cairan
coklat mengandung darah, pigmen himosiderin dan sel-sel debris.
3. Teratoma
Berupa nodul soliter di garis tengah leher, berasal dari jaringan embrional. Sangat
jarnag terjadi tetapi memiliki potensi menjadi tumor ganas.
THIROID KARSINOMA
Karsinoma tiroid merupakan kanker dengan survival rate yang tinggi. Prosentase jenis
histopatologinya bergantung pada letak geografisnya, apakah tempat tersebut kekurangan
yodium atau tidak. Pada daerah kekurangan yodium lebih banyak ditemukan karsinoma tiroid
jenis folikuler. Sedangkan pada daerah yang tidak kekurangan yodium, lebih banyak
karsinoma papilifer. Onkogenesis masih belum jelas kecuali akibat radiasi daerah kepala pada
masa anak-anak dan dewasa muda. Pemberian rangsang TSH jangka panjang (dengan jalan
tiroidektomi partialis , diet defisiensi yodium, pemberian bahan goitrogen) pada binatang coba
mampu menimbulkan adenoma dan bahkan karsinoma folikuler tiroid.
Klasifikasi kanker tiroid
1. Adenokarsinoma papilifer
Merupakan tumor ganas tiroid yang paling banyak ditemukan terutama pada
daerah non gondok endemik. Wanita lebih banyak terkena (2-3:1). Adenokarsinoma ini
berupa benjolan tidak nyeri tekan. Seringkali lesi primer masih occult, tetapi masih
ditemukan metastasis ke kelenjar limfe leher sehingga gejala klinik yang terlihat adalah
perbesaran kelenjar limfe di leher.
Gambaran histopatologiknya adalah ditemukannya pertumbuhan papiler yang
kompleks, dengan pola mirip pohon yang bercabnag-cabang, dengan bagian luar terdapat
stroma fibrovaskuler tumbuh palilifer.
Gambaran mikroskopik adenokarsinoma papilifer menunjukan sel-sel yang atipik,
dengan susunan sel yang mengalami disorientasi, menginvasi kapsul.
Sekitar 50% kasus terdapat gambaran ―groundglass‖ pada inti selnya. Pada 50%
kasus juga ditemukan psammoma bodies ynag berdiameter sampai 0,1 nm terletak pada
stroma fibrous aksial di puncak papil. Psammoma bodies, tidak dijumpai pada kanker
jenis lain, oleh karena itu psammoma bodies dijadikan dasar diagnosis adenokarsinoma
papilifer.
2. Adenokarsinoma folikuler
Tumor ganas ini ditandai dengan folikel yang telah berkembang sempurna. Tidak
ditemukan gambaran papil, apabila ditemukan gambaran papil dikelompokan sebagai
mixed papillary carcinoma.
Secara anatomik, terdapat 2 jenis nodul kecil berkapsul, mirip dengan adenoma
folikuler dan jenis invasif yang telah mengenai seluruh lobus tiroid.
Gambaran makroskopik, berwarna abu-abu keputihan tumbuh pada jaringan tiroid
menggantikan sebagian besar kelenjar. Apablia sudah menembus kapsul dan menyerbuk
ke trachea, otot, kulit dan pembuluh darah leher, akan ditemukan fokus-fokus hemorhagi,
pembentukan kista dan daerah nekrosis.
Gambaran mikroskopik, terdapat berbagai macam ukuran folikel yang sebagian
mengandung keloid. Biasanya berdiferensiasi baik, hampir menyerupai adenoma, tetapi
ditemukan invasi dan penetrasi sel-sel ke dalam kapsul serta menginvasi jaringan sekitar
dan pembuluh darah. Penyebaran limfatik dan kelenjar limfe, jarang ditemukan.
Gambaran klinik, berupa benjolan soliter, sering berbentuk irreguler dan
perabaannya kenyal. Pertumbuhan berjalan lama, selama beberapa tahun, akan tetapi
mendadak tumbuh cepat.
Berbedana dengan adenokarsinoma papilifer, metastasis sering tidak jelas, oleh
karana tumor ini menyerang pembuluh darah, maka akan didapatkan metastasis di paru,
tulang dan tempat-tempat jauh lainnya.
Prognosis tergantung pada derajat tumor ganas pada saat dioprasidan respon
terhadap terapi. Pada umumnya 5 yeear survival rate 60-65%, sedangkan 20 yeear
survival rate adalah 30%
3. Adenokarsinoma meduler
Frekuensi terjadinya adalah 10-15% dibanding seluruh kejadian tumor ganas
tiroid. Terdapat dua jenis varian histopatologi, yaitu karsinoma sel kecil dan karsinoma sel
datia. Karsinoma sel kecil sering tersusun oleh sel-sel kuboid sampai poligonal, tumbuh
dalam kelompok-kelompok. Banyak ditemukan mitosis, tapi tidak ditemukan sel datia.
Karsinoma sel datia tersusun atas sel-sel anaplastik, besar dna pleiomorf, mengandung
nukleus multipel, bilobus; dan terdapat sel kumparan. Banyak sel datia dan mitosis berini
besar.
4. Adenokarsinoma anaplastik
Merupakan tumor ganas yang berasal dari sel C. Tumor ini relatf jarang (10% dari
kejadian kanker tiroid). Memiliki 3 hal yang khas, yaitu stroma amieloid, hubungan
genetik, dan memproduksi berbagai produk polipeptida.
Tumor ganas berasal dari sel parafolikuler ini memproduksi kalsitonin. Walaupun
jarang, tapi kadang-kadang tumor mengeluarkan histamin, prostaglandin (menimbulkan
diare pada 30% kasus), kadang-kadang juga ACH(menimbulkan sindroma Cushing) dan
serotonin (menimbulkan sindroma karsinoid)
Gambaran makroskopik, tumor tampak membesar, berupa masa keputihan, teraba
agak keras.
Gambaran mikroskopik, tampak sarng sarang sel neoplastik dipisahkan dengan
stroma yang mengandung amiloid. Terkadang terjadi kalsifikasi pada stroma. Bentuk sel
bervariasi, sebagian poligonal dengan sitoplasma eosinofilik bergranuler.
Adenokarsinoma ini tumbuh lambat, tetapi progresif dengan invasi lokal ke
jaringan sekitar dan metastasis (baik ke kelenjar limfe leher maupun metastasis jauh)
Prognosis, 5 years survival rate adalah 40-50%
Referensi
Tjahyono. 2003. Patologi Endokrin. Semarang: Badan Penerbit Univewrsitas Diponegoro
Anonim. 2005. Thyroiditis. Available from: www. thyroid.org
KELENJAR PARATIROID
By: Ai Nurfaiziyah & Puput
A. REGULASI SEKRESI DAN PERAN RESEPTOR HORMON PARATIROID
1. Tipe sel pemproduksi
Tubuh memiliki dua lobus kelenjar tiroid. Di belakang masing-masing lobus
terdapat 2 buah kelenjar paratiroid. Jadi total kelenjar paratiroid yang kita miliki
adalah 4. Meskipun biasanya terdapat dua pasang kelenjar paratiroid, terkadang
kelenjar ini asimetrik dan bisa berjumlah kurang atau lebih dari 4 kelenjar. Jika
terdapat lebih dari 4 kelenjar, biasanya extra kelenjar tersebut berukuran kecil dan
hanya merupakan kelenjar asesori. Selain di belakang kelenjar tiroid, kelenjar
paratiroid juga dapat ditemukan dalam mediastinum, yang terletak di samping timus,
karena kelenjar paratiroid dan timus berkembang dari kantung faring yang sama.
Sel-sel endokrin di kelenjar paratiroid tersusun berderet, dan terdapat dua jenis
sel: sel prinsipal (chief cell) dan sel oksifil (oxyphil cell).
a. Chief cell
Merupakan sel polygonal kecil dengan inti vesikular dan sitoplasma pucat
yang agak asidofilik. Sitoplasmanya mengandung granula sekretoris yang
mengandung hormone paratiroid, berupa polipeptida dalam bentuk aktifnya. Sel
ini mengandung vakuola yang kemungkinan mengandung glikogen.
b. Oxyphil cell
Jumlahnya lebih sedikit, berbentuk poligonal, dan lebih besar daripada chief
cell. Sitoplasmanya mengandung banyak mitokondria asidofilik dengan krista
yang berlimpah namun tidak mengandung vakuola. Fungsi sel ini masih belum
jelas. Dengan meningkatnya usia, terjadi pergantian sel sekresi dengan sel lemak.
Jumlah sel lemak dapat mencapai lebih dari 50% massa kelenjar pada orang tua.
2. Organ target, efek fisiologis, dan umpan balik negatif PTH
PTH merupakan hormon peptida dengan 84 asam amino. Yang menjadi target
organ dari hormon ini adalah tulang, ginjal, dan usus. Ketiga organ ini merupakan
organ-organ yang terlibat dalam regulasi homeostasis kalsium (Ca2
) dalam darah.
Sintesis dan pelepasan hormon diatur oleh konsentrasi Ca2
yang terionisasi dalam
plasma. Bila konsentrasi Ca2
yang terionisasi turun di bawah nilai normal
(hipokalsemia), maka lebih banyak PTH yang dilepaskan ke dalam darah, sedangkan
peningkatannya akan mempunyai efek sebaliknya.
Efek PTH terhadap target organ didahului dengan pengikatan PTH pada reseptor
membran sel target organ. Reseptor PTH yang sudah berhasil diidentifikasi ada 3, yaitu
PTHR1, PTHR2, dan PTHR3. Berikatannya reseptor PTH pada target organ
mengakibatkan:
a. Tulang
Pada tulang, osteoklas diaktifkan dan resorpsi tulang terjadi bersama dengan
pelepasan Ca2
.
b. Ginjal
PTH secara langsung menstimulasi reabsorpsi Ca2
dalam ginjal, menurunkan
reabsorpsi fosfat, dan menstimulasi aktivitas 1α-hydroxylase, suatu enzim yang
bertanggungjawab terhadap pembentukan vitamin-D aktif.
c. Usus
Ambilan Ca 2 di usus secara tidak langsung ditingkatkan disebabkan oleh
pengaruh perangsangan PTH terhadap pembentukan hormon D di ginjal.
3. Metabolisme PTH
Biosintesis dan sekresi PTH diatur oleh Ca2
plasma melalui sebuah proses yang
kompleks. Perubahan kecil kadar Ca2
plasma terdeteksi oleh PTH Ca2
-reseptor.
Penurunan kadar kalsium plasma secara tiba-tiba menimbulkan dua fase pelepasan PTH.
Yaitu, pelepasan segera PTH dalam beberapa detik, dan peningkatan sintesis PTH yang
Nukleus
PTH
↑ [ Ca 2 ] ↑ [ Ca 2 ]
Aktivasi
Sensor Ca 2
Relaksasi
sensor Ca 2
Phospholipase A 2
↑ sekresi PTH
Arachidonic acid
Leukotrienes
↑ degradasi PTH
↓ sekresi PTH
PTH
Retikulum Endoplasma
PTH mRNA
disekresikan beberapa jam kemudian. Sensor Ca 2 serum adalah protein G (G 11/q dan
G i ), sepasang reseptor yang terletak di membran plasma chief sel kelenjar paratiroid.
Penurunan akut kadar Ca 2 akan mengakibatkan penurunan nyata PTH mRNA dan
keadaan ini diikuti oleh peningkatan kecepatan sintesis PTH. PTH disintesis sebagai pre-
propeptide pro-PTH PTH matur.
PTH di katabolisme oleh ginjal dan hepar menjadi fragmen amino-terminal (PTH 1-
34) dan carboxy-terminal. Komposisi fragmen-fragmen PTH di sirkulasi terdiri dari 10%
fragmen amino-terminal yang secara biologis bersifat aktif namun memiliki waktu paruh
yang singkat (4-20 menit), serta 80% fragmen carboxy-terminal yang tidak aktif dengan
waktu paruh lebih panjang. Sehingga lebih mudah dideteksi di dalam plasma.
B. HUBUNGAN HORMON PARATIROID DAN VITAMIN D
Darimanapun sumbernya, vitD secara biologis inaktif saat pertama kali masuk ke
dalam darah baik dari kulit maupun saluran pencernaan. Zat ini harus diaktifkan oleh dua
perubahan biokimiawi berurutan berupa penambahan dua gugus hidroksil (-OH). Reaksi yang
pertama terjadi di hati dan yang kedua di ginjal. Hasil akhirnya adalah vitD yang aktif, 1,25-
(OH)2-vitamin D3. Enzim-enzim ginjal yang berperan dalam reaksi kedua pengaktifan vitD
dirangsang oleh HPT sebagai respon terhadap penurunan Ca++
plasma. Penurunan fosfat
plasma juga mengaktifkan proses pengaktifan vitD (dengan tingkat yang lebih rendah). Efek
vitD aktif yang paling dramatis dan penting secara biologis adalah meningkatkan penyerapan
Ca++
di usus. Di samping itu, vitD juga meningkatkan penyerapan fosfat (PO4=) di usus dan
↓ Ca++
plasma
Kelenjar paratiroid
↑ HPT
↑ pengaktifan vit D
Ginjal
↑ reabsorpsi Ca++
oleh
tubulus ginjal Mobilisasi Ca
++ dari
tulang
Tulang
Usus
↑ penyerapan Ca++
di
usus
↑ Ca++
plasma
↓ ekskresi Ca++
melalui urin
me↑ ketanggapan
tulang terhadap HPT
menghilangkan
+ +
+
+
meningkatkan ketanggapan tulang terhadap HPT. Dengan demikian, vitD dan HPT memiliki
hubungan saling ketergantungan yang erat (skema di atas).
Hormon paratiroid terutama berperan dalam mengontrol homeostasis Ca++
karena efek
vitD terlalu lamban untuk ikut berperan dalam pengaturan menit-ke-menit konsentrasi Ca++
dalam plasma. Namun, baik HPT maupun vitD esensial untuk keseimbangan Ca++
. Jika
asupan Ca++
dari makanan berkurang, terjadi penurunan sementara kadar Ca++
plasma yang
kemudian memicu pengeluaran HPT. Peningkatan HPT memiliki dua efek yang penting untuk
memelihara keseimbangan Ca++
:
a. Hormon ini merangsang reabsorpsi Ca++
oleh ginjal, sehingga pengeluaran Ca++
berkurang
b. Hormon ini mengaktifkan vitamin D, yang meningkatkan efisiensi penyerapan Ca++
dari
makanan
Karena HPT juga meningkatkan resorpsi tulang, terjadi pengurangan susbtansial
mineral-mineral tulang jika asupan Ca++
dari makanan kurang adekuat untuk jangka lama,
walaupun tulang tidak secara langsung terlibat dalam pemeliharaan keseimbangan pemasukan
dan pengeluaran Ca++
.
C. HORMON KALSITONIN
1. Sekresi hormon kalsitonin
Pada awal tahun 1960an, kalsitonin ditemukan sebagai hormon baru yang
mempunyai efek lemah terhadap kalsium darah, tetapi berlawanan dengan efek
hormon paratiroid. Dinamakan kalsitonin karena hormon ini dapat mengurangi ion
kalsium dalam darah. Kalsitonin merupakan polipeptida besar dengan berat molekul
kira-kira 3400 dan mempunyai rantai yang terdiri atas 32 asam amino. Pada manusia,
kalsitonin disekresikan oleh sel-sel parafolikel atau sel-sel C, yang terdapat di dalam
jaringan interstisial di antara folikel kelenjar tiroid.
Seperti pada HPT, pengatur utama sekresi kalsitonin adalah kadar Ca++
bebas
dalam plasma, tetapi berbeda dengan efeknya terhadap pengeluaran HPT. Peningkatan
kalsium plasma akan merangsang sekresi kalsitonin dan penurunan kalsium plasma
menghambat sekresi kalsitonin. Karena kalsitonin menurunkan kadar Ca++
plasma,
sistem ini membentuk kontrol umpan balik negatif sederhana atas konsentrasi Ca++
plasma, yang bertentangan dengan sitem HPT.
2. Efek hormon kalsitonin
a. secara jangka pendek menurunkan perpindahan kalsium dari cairan tulang ke
dalam plasma.
b. Secara jangka panjang menurunkan resorpsi tulang dengan menghambat
aktivitas osteoklas. Penekanan resorpsi tulang menyebabkan kadar fosfat plasma
berkurang dan konsentrasi kalsium plasma menurun. Efek hipokalsemik dan
hipofosfatemik kalsitonin seluruhnya disebabkan oleh efek hormon ini pada
tulang. Hormon ini tidak memiliki efek pada ginjal atau usus.
Dalam referensi yang berbeda, dijelaskan bahwa kalsitonin mengurangi
konsentrasi kalsium plasma paling sedikit melalui dua cara, yaitu
a. Efek yang berlangsung dengan segera adalah pengurangan kerja absorpsi osteoklas
dan mungkin efek osteolitik dari membran osteositik di seluruh tulang, jadi
menggeser keseimbangan pengendapan kalsium sesuai dengan cepatnya
pertukaran garam-garam kalsium tulang.
b. Efek kalsitonin yang lebih lama adalah penurunan pembentukan osteoklas yang
baru, juga karena resorpsi osteoklastik tulang mengarah secara sekunder kepada
aktivitas osteoblastik, jumlah osteoklas yang ditekan diikuti oleh penekanan
jumlah osteoblas. Oleh karena itu, dalam jangka waktu yang panjang, hasil akhir
hanya merupakan pengurangan aktivitas osteoklastik dan osteoblastik yang sangat
besar. Akibatnya tidak ada efek pemanjangan ion kalsium yang bermakna.
↓ Ca++
plasma
Kel.paratiroid
HPT
↑ Ca++
plasma
↑ Ca++
plasma
Sel C tiroid
Kalsitonin
↓ Ca++
plasma
+ + _ _
Artinya, efek terhadap kalsium plasma terutama bersifat sementara, paling lama
bertahan untuk beberapa jam sampai beberapa hari.
D. KELAINAN KELENJAR PARATIROID
1. Hiperparatiroidisme
Hiperparatiroidisme ditandai oleh meningkatnya kadar HPT dalam sirkulasi
darah, meningkatnya kadar kalsium serum, meningkatnya ekskresi kalsium urine
(dapat menimbulkan nefrokalsinosis, urolithiasis serta kelainan tulang). Disebut
hiperparatiroidisme primer apabila meningkatnya kadar HPT disebabkan oleh
hiperplasia atau neoplasia kelenjar paratiroid, sedangkan hiperparatiroidisme sekunder
disebabkan oleh penyebab-penyebab yang mampu menimbulkan hipokalsemia kronik
(gagal ginjal kronik, sindroma malabsorbsi, ricketsia).
Penyebab hiperparatiroidisme biasanya adalah tumor dari salah satu kelenjar
paratiroid. Tumor ini lebih sering tumbuh pada wanita daripada pria atau anak-anak,
terutama karena kehamilan dan penyapihan merangsang kelenjar paratiroid dan karena
merupakan predisposisi untuk perkembangan tumor ini.
Gejala klinik hiperparatiroidisme stadium dini tidak spesifik. Hiperkalsemia
ringan (kadar plasma kalsium 3 mmol/l) belum menimbulkan gejala, bahkan sampai
3,5 mmol/l. Apabila kadar lebih meningkat baru menimbulkan keluhan, tetapi tidak
spesifik. Keluhan penderita umumnya kelemahan otot, anoreksia, dan nausea,
konstipasi dan turunnya berat badan. Gejala spesifik muncul apabila terdapat keratitis
pada mata akibat timbunan kalsium di kornea.
Pengidap kelainan ini dapat asimtomatik atau sebaliknya menderita gejala-
gejala berat, tergantung pada besarnya masalah. Berikut ini konsekuensi-konsekuensi
yang dapat terjadi :
a. Hiperkalsemia menurunkan eksitabilitas jaringan otot dan saraf, sehingga terjadi
kelemahan otot dan gangguan syaraf, termasuk penurunan kewaspadaan, gangguan
daya ingat, dan depresi, serta gangguan jantung.
b. Mobilisasi berlebihan ion kalsium dan fosfat dari simpanan di tulang
menyebabkan tulang-tulang menipis, yang dapat menimbulkan deformitas tulang
dan peningkatan insidens fraktur. Hiperparatiroidisme yang berlangsung lama akan
menyebabkan demineralisasi tulang sehingga pada awalnya terjadi osteomalasia,
osteoporosis dan selanjutnya osteositis fibrosa kistika (penyakit von
Recklinghausen). Kelainan ini terjadi resorbsi osteoklas yang diganti oleh jaringan
ikat fibrous. Akan tetapi, efek pada skeletal dewasa ini jarang terjadi karena
diagnosis dini dapat ditegakkan sehingga dapat segera diberikan terapi.
c. Terjadi peningkatan insidens pembentukan batu ginjal yang mengandung kalsium
karena peningkatan jumlah kalsium yang difiltrasi melalui ginjal. Batu-batu ini
dapat mengganggu fungsi ginjal. Lewatnya batu melalui ureter menimbulkan
banyak kelainan. Selain di ginjal, juga dapat terjadi tertimbunnya garam kalsium
(kalsifikasi metastatik) pada pembuluh darah, paru, jantung, gaster, mata, dan
jaringan ikat sekitar sendi. Yang paling sering terkena adalah ginjal dan pembuluh
darah (terutama dalam tunika media arteria). Karena berpotensi menyebabkan
banyak kelainan, hiperparatiroidisme sering disebut sebagai ―bones, stones, and
abdominal groans‖.
d. Keluhan abdominal muncul akibat hiperkalsemia yang menyebabkan timbulnya
gangguan-gangguan pencernaan seperti ulkus peptikum, mual, dan konstipasi.
Terapi Hiperparatiroidisme
a. Hiperkalsemia berat dan simtomatik penurunan kalsium dengan hidrasi
sederhana sampai konsentrasi kalsium mencapai nilai di bawah 2,9 mmol/L (11,5
mg/dL)
b. Penderita wanita pascamenopause terapi estrogen dapat mencegah
demineralisasi rangka dan mengurangi kadar kalsium darah dan urin
c. Pembedahan
1) Pasien di bawah 50 tahun harus secara rutin dioperasi, mengingat lamanya
pengawasan yang akan dibutuhkan. Petunjuk lain untuk menganjurkan
pembedahan pada penderita hiperparatiroidisme asimtomatik mencakup:
2) Peningkatan kalsium serum, lebih dari 0,25-0,4 mmol/L (1-1,6 mg/dL)
melebihi batas atas normal untuk laboratorium.
3) Riwayat serangan hiperkalsemia yang membahayakan jiwa, misalnya serangan
yang diinduksi oleh dehidrasi dan penyakit yang kambuh.
4) Penurunan bersihan kreatinin >30% dibandingkan dengan kontrol.
5) Adanya batu ginjal yang dideteksi dengan radiograf perut.
6) Peningkatan selama 24 jam ekskresi kalsium urin >400 mg.
7) Penurunan massa tulang lebih dari 2 simpang baku di bawah normal dengan
salah satu dari beberapa metode noninvasive untuk mengukur massa tulang.
2. Hipoparatiroidisme
Etiologi : biasanya karena pengangkatan secara tidak sengaja kelenjar
paratiroid (sebelum keberadaannya diketahui) sewaktu pengangkatan kelenjar tiroid
secara bedah (untuk terapi penyakit tiroid). Walaupun jarang, hipoparatiroidisme juga
dapat disebabkan oleh kegagalan jaringan paratiroid. Penyebab lainnya adalah
idiopatik. Kemungkinan akibat proses autoimun. Pemberian terapi radioyodin
terhadap kelenjar tiroid sering berpengaruh pula terhadap rendahnya hormon HPT.
Bila kelenjar paratiroid tiba-tiba diangkat , kadar kalsium dalam darah turun
dari nilai normal 9,4 menjadi 6-7 mg/dl dalam waktu 2-3 hari dan konsentrasi fosfat
dalam darah dapat menjadi berlipat ganda. Bila kadar kalsium rendah ini dicapai,
tanda-tanda umum tetani dapat ditemukan. Di antara otot yang sangat peka terhadap
spasme tetani adalah otot laring. Spasme pada otot laring dapat menghambat jalannya
respirasi, yang merupakan penyebab kematian yang umum pada tetani kecuali bila
dilakukan pengobatan yang tepat.
Konsekuensi : hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Gejala-gejala terutama
disebabkan oleh peningkatan eksitabilitas saraf otot akibat turunnya kadar kalsium
bebas dalam plasma. Jika hormon HPT sama sekali tidak ada, kematian segera dapat
terjadi karena spasme hipokalsemik otot-otot pernafasan. Pada defisiensi relatif HPT
(bukan ketiadaan total), gejala-gejala yang nyata adalah peningkatan eksitabilitas
neuromuskulus. Kejang dan kedutan otot disebabkan oleh aktivitas spontan saraf-saraf
motorik, sedangkan rasa kesemutan dan seperti ditusuk-tusuk terjadi karena aktivitas
spontan saraf sensorik. Perubahan mental antara lain berupa iritabilitas dan paranoia.
Pengobatan hipoparatiroidisme
a. Hormon paratiroid (parathormon)
Hormon paratiroid biasanya digunakan untuk mengobati hipoparatiroidisme. Akan
tetapi, efek hormon berlangsung paling lama selama beberapa jam dan karena
kecenderungan tubuh mengembangkan imunitas tubuh melawan hormon,
mengakibatkan hormon secara progresif makin kurang efektif, sehingga
pengobatan hipoparatiroidisme dengan hormon paratiroid jarang ditemukan dalam
pengobatan saat ini.
b. Pengobatan dengan vitamin D dan kalsium
Pada sebagian penderita, pemberian vitamin dalam jumlah yang sangat besar
sebanyak 100.000 unit setiap hari, bersama dengan pemasukan kalsium 1-2 gr
akan dapat menjaga konsentrasi ion kalsium dalam kisaran normal. Pada waktu
tertentu, mungkin perlu untuk memberikan 1,25-dihidroksikolekalsiferol daripada
bentuk vitamin D yang tidak aktif karena 1,25-dihidroksikolekalsiferol lebih kuat
dan memiliki kerja yang jauh lebih cepat. Tindakan ini juga dapat menimbulkan
efek yang tidak diinginkan karena kadangkala sukar untuk mencegah timbulnya
aktivitas yang berlebihan dari vitamin D yang sudah aktif ini.
REFERENSI
Despopoulos, Agamemnon., S. Silbernagl. 1998. Atlas Berwarna dan Teks Fisiologi .Edisi 4.
Jakarta: Hipokrates.
Guyton, Arthur C. dan John E. Hall. Endokrinologi dan Reproduksi: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, edisi 9. Jakarta: EGC, 1997: 1253-6.
Jr., John T. Potts. Penyakit Kelenjar Paratiroid dan Kelaianan Hiper- dan Hipokalsemik Lain:
Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit Dalam, volume 5. Jakarta: EGC, 2000: 2378-
9.
Junqueira, Luiz C., J. Carneiro. 2007. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: EGC
Martini, Frederick H. 2004. Fundamentals of Anatomy and Physiology. 6 th Edition. New
York. Pearson-Benjamin Cummings.
Molina, Patricia E. 2006. Endocrine Physiology. 2 nd Edition. New York: Lange Medical
Books/McGraw-Hill.
Murray, Robert K., et al. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC.
Paschkis, Karl E., et al. 1961. Clinical Endocrinology. 2 nd Edition. New York: A Hoeber –
Harper Book.
Scanlon, Valerie C., T. Sanders. 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Edisis 3. Jakarta:
EGC.
Sherwood, Lauralee. Kelenjar Endokrin Perifer: Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi 2.
Jakarta: EGC, 2001: 681-5.
Tjahjono. Patologi Kelenjar Paratiroid: Patalogi Endokrin. Semarang: Bagian Patologi
Anatomi FK UNDIP dan Badan Penerbit UNDIP, 2003: 49-51.
―Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan
disebut nama-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang,…‖ (QS. An-Nur: 36)
―…Jika engkau menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan Menolongmu dan Meneguhkan
kedudukanmu‖ (QS. Muhammad:7)
KELENJAR PANKREAS
By : Hafidz n Dona
HORMON-HORMON KELENJAR PANKREAS
INSULIN
Insulin adalah hormone peptide yang dilepaskan sel beta ketika konsentrasi glukosa
melebihi kadar normal (70-110 mg/dl). Sekresi dari hormon ini juga distimulasi melalui
peningkatan kadar asam amino, temasuk arginin dan leukin. Insulin menggunakan efeknya
pada metabolisme seluler melalui sebuah rangkain proses yang dimulai ketika insulin
berikatan pada reseptor protein pada sel membran. Ikatan ini mengakibatkan aktivasi reseptor,
yang berfungsi sebagai kinase, mengikat kelompok fosfat pada enzim intraseluler. Enzim
forforilasi kemudian memproduksi efek primer dan efek sekunder pada sel.
GLUKAGON
Ketika konsentrasi glukosa turun dibawah normal, sel alfa melepaskan glukagon dan
cadangan energi yang dimobilisasi. Ketika glukagon berikatan pada reseptor membran sel
target, hormon ini mengaktifkan adenilat siklase.
Hasil dari pelepasan hormon glukagon penurunan penggunaan glukosa dan pelepasan
glukosa ke dalam aliran darah. Konsentrasi glukosa darah kemudian segera meningkat
melebihi level normal.
Sel alfa dan sel beta pankreas memonitor konsentrasi glukosa darah, dan sekresi
glukagon dan insulin tanpa ada instruksi melalui jalur saraf dan jalur hormonal. Karena sel
alfa dan sel beta sangat sensitif pada perubahan kadar glukosa darah, semua hormon yang
mempengaruhi kadar glukosa darah akan secara tidak langsung mempengaruhi produksi
insulin dan glukagon. Produksi insulin juga dipengaruih oleh aktivitas autonomi : stimulasi
saraf parasimpatik mening-katkan pelepasan insulin, dan stimulasi saraf simpatik akan
menghambatnya.
REGULASI HORMON PANKREAS
SEKRESI
A. Insulin
Kontrol utama atas sekresi insulin adalah sistem umpan balik negatif langsung antara sel β
pankreas dan konsentrasi glukosa dalam darah yang mengalir ke sel-sel tersebut.
Peningkatan kadar glukosa darah, seperti yang terjadi setelah penyerapan makanan, secara
langsung merangsang sintesis dan pengeluara oleh sel β. Insulin yang meningkat tersebut,
pada gilirannya menurunkan kadar glukosa darh ke tingkat normal karena terjadi
peningkatan pemakaian dan penyampaian zat gizi ini. Sebaliknya, penurunan glukosa
darah di bawah normal, seperti yang terjadi saat puasa, secara langsung menghambat
sekresi insulin.
Selain konsentrasi glukosa plasma, berbagai masukan berikut juga berperan dalam
mengatur sekresi insulin :
a. Peningkatan kadar asam amino plasma, seperti yang terjadi setelah memakan makan
tinggi protein secara langsung merangsang sel-sel β untuk meningkatkan sekresi
insulin. Melalui mekanisme umpan-balik negatif, peningkatan insulin tersebut
meningkatkan masukan asam-asam amino tersebut ke dalam sel, sehingga kadar asam
amino dalam darah menurun sementara sintesis protein meningkat.
b. Hormon pencernaan utam yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai respons
terhadap adanya makanan, terutam gastric inhibitory peptide (peptida inhibitorik lam-
bung), merangsang sekresi insulin pankreas selain memiliki efek regulatorik langsung
pada sistem pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi insulin meningkat secara
‖feedforward‖ atau anitsipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi yang
meningkatkan kadar glukosa dan asam amino dalam darah.
c. Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau-pulau
langerhans dipersarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis (vagus) dan simpatis.
Pening-katan aktivitas parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makan
dalam saluran pencernaan merangsang pengeluaran insulin. Keadaan ini juga
merupakan mekanisme feedforward sebagai antisipasi terhadap penyerapan zat-zat
gizi. Sebaliknya stimulasi simpatis dan peningkatan pengeluaran epinefrin akan
menghambat sekresi insulin. Penu-runan insulin memungkinkan kadar glukosa darah
meningkat; suatu respons yang sesuai untuk keadaan-keadaan pada saat terjadi
aktivitas sistem simpatis-yaitu, stress (fight or flight) dan olahraga. Pada kedua
keadaan tersebut, diperlukan tambahan bahan bakar untuk aktivitas otot.
B. Glukagon
Faktor utama yang mengatur sekresi glukagon adalah efek langsung konsentrasi glukosa
darah pada pankreas endokrin. Dalam hal ini, sel-sel α pankreas meningkatkan sekresi
glukagon sebagai respons terhadap penurunan glukosa darah. Efek hiperglikemik hormon
ini cenderung memulihkan konsentrasi glukosa darah ke normal. Sebaliknya, peningkatan
kon-sentrasi glukosa darah, seperti yang terjadi setelah makan, menghambat sekresi
glukagon, yang juga cenderung memulihkan kadar glukosa darah ke normal.
- + +
+
+
+
+
↑ Konsentrasi
glukosa darah
Kontrol utama
Sel-sel β pulau
Langerhans
Sekresi Insulin
↓ glukosa darah
↓ asam lemak darah
↓ asam amino darah
↓ sintesis protein
↓ penyimpanan bahan
bakar
↑ hormon
pencernaan
↑ Konsentrasi
asam amino darah
Asupan makanan
Stimulasi
parasimpatis
Stimulasi simpatis
(dan epinerfrin)
ORGAN TARGET
A. Insulin : Liver dan jaringan adiposa / jaringan lemak
B. Glukagon : semua sel (hampir semua)
EFEK UMPAN BALIK
A. Ketika kadar glukosa darah mengalami peningkatan melebihi kadar normal, kerja sel α
akan terhambat sehingga terjadi penurunan kadar hormon glukagon. Sebaliknya, sel β
akan terangsang untuk mengeluarkan hormon insulin lebih banyak. Efek dari semua ini
adalah penurunan kadar glukosa darah menuju normal.
B. Ketika kadar glukosa darah mengalami penurunan dibawah kadar normal, kerja sel α akan
meningkat sehingga terjadi peningkatan kadar hormon glukagon. Sebaliknya, kerja sel β
akan terhambat yang berakibat penurunan kadar insulin. Efek dari semua ini adalah
peningkatan kadar glukosa darah menuju normal.
C. Dengan demikian, terdapat hubungan umpan-balik negatif langsung antara konsentrasi
glukosa darah dan kecepatan sekresi sel α, tetapi hubungan tersebut berlawanan arah
dengan efek glukosa darah pada sel β.
↑ Glukosa darah ↓ Glukosa darah
Sel α Sel β Sel α
Sel β
↓ Glukagon ↑ Insulin ↑ Glukagon
↓ Insulin
↓ Glukosa darah
ke normal
↑ Glukosa darah
ke normal
EFEK HORMON PANKREAS
A. Insulin
a. Menurunkan penyerapan glukosa
a) Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel. Molekul
glukosa tidak mudah menenmbus membran sel tanpa adanya insulin. Dengan
demikian, sebagian besar jaringan sangat bergantung pada insulin untuk menyerap
glukosa dari darah dan menggunakannya. Insulin meningkatkan mekanisme difusi
ter-fasilitasi (dengan perantara pembawa) glukosa ke dalam sel-sel tergantung
insulin tersebut melalui fenomena transporter recruiment.
Beberapa jaringan tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa – yaitu,
otak, otot yang aktif, dan hati.
b) Insulin merangsang glikogenesis (proses pembentukan glikogen dari glukosa, baik
otot maupun hati).
c) Insulin menghambat glikogenolisis (proses penguraian glikogen menjadi glukosa).
Oleh karena itu, insulin meningkatkan penyimpanan karbohidrat dan menurunkan
pengeluaran glukosa oleh hati.
d) Insulin selanjutnya menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan
menghambat glukoneogenesis (perubahan asam amino menjadi glukosa di hati).
Insulin melakukan hal ini melalui dua cara : dengan menurunkan jumlah asam
amino di dalam darah yang tersedia bagi hati untuk glukogeneogenesis, dan
dengan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam
amino menjadi glukosa.
b. Menurunkan kadar asam lemak darah & mendorong pembentukan simpanan
trigliserida :
a) Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa / jaringan
lemak, seperti yang dilakukannya pada kebanyakan sel tubuh.
b) Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisasi pembentukan asam lemak
dari turunan glukosa.
c) Insulin meningkatkan masuknya asam-asam lemak dari darah ke dalam sel
jaringan adiposa.
d) Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan
penge-luaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.
c. Menurunkan asam amino darah
Peningkatan asam amino darah dengan cara meningkatkan proses penyerapan asam
amino
d. Meningkatkan proses sintesis protein otot
a) Insulin menghambat penguraian protein
b) Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein
dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel
c) Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah ke dalam otot
dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan
menghasilkan bahan pembangunan untuk sintesis protein di dalam sel.
B. Glukagon
Glukagon mempengaruhi banyak proses metabolik yang juga dipengaruhi oleh insulin,
tetapi umumnya efek glukagon berlawanan dengan efek insulin.
a. Meningkatkan kadar glukosa darah
a) Meningkatkan pembentukan dan pengeluaran glukosa oleh hati sehingga terjadi
pe-ningkatan kadar glukosa darah.
b) Glukagon menimbulkan efek hiperglikemik dengan menurunkan sintesis glikogen,
meningkatkan glikogenolisis (proses penguraian glikogen), dan merangsang
gluko-neogenesis (proses pembentukan glukosa).
b. Meningkatkan asam lemak darah dan badan keton
a) Glukagon juga melawan efek insulin berkenaan dengan metabolisme lemak
dengan mendorong penguraian lemak dan menghambat sintesi trigliserida.
b) Glukagon meningkatkan pembentukan keton (ketogenesis) di hati dengan
mendorong perubahan asam lemak menjadi badan keton.
c. Glukagon menghambat sintesis protein dan meningkatkan penguraian protein hati.
KELAINAN PANKREAS
Pankreas adalah suatu organ yang terdiri dari jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian
eksokrin pancreas mengeluarkan larutan basa encer dan enzim enzim pencernaan melalui
duktus pankreatikuske dalam lumen saluran pencernaan. Diantara sel sel eksokrin pancreas,
tersebar kelompok kelompok sel endokrin yang disebut sebagai sel langerhans. Yang paling
banyak dijumpai adalah sel β (tempat sintesis dan sekresi insulin, sel α yang menghasilkan
glukagon. Sel D (tempat sintesis somatostatin), Sedangkan sel endokrin yang paling jarang
yaitu sel PP (mengeluarkan polipeptida pancreas).
Kelaianan sekresi hormone oleh pancreas dikarenakan oleh hipersekresi ataupun hipo
sekresi, selain itu kelaianan pada sel reseptor, juga sering menjadi penyebab kelainan
hormonal pada pancreas. Hormon pancreas yang paling penting untuk mengatur metaboisme
bahan bakar adalah insulin dan glukagon.
Defisiensi Insulin
Pada defisiensi hormone insulin akan menyabkan diabetes mellitus. Hal tersebut
ditandai suatu gejal yang khas yaitu : hiperglikemia. Ketoasidosis diabetik merupakan
defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes mellitus. Keadaan
komplikasi akut ini memerlukan pengelolaan yang tepat. Timbulnya KAD merupakan
ancaman kematian bagi penderita DM. Di negara maju dengan sarana yang canggih angka
kematian KAD berkisar antara 9-10 %, sedangkan di klinik dengan sarana sederhana terlebih
pada penderita usia lanjut dapat mencapai 25-50 %.
Masih tingginya angka kematian KAD disebabkan beberapa faktor yang memegang
peranan penting. Faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Terlambat ditegakkannya diagnosis karen biasanya penyandang DM dibawa setelah
koma.
2. Pasien belum tahu mengidap diabetes.
3. Sering ditemukan bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat misalnya sepsis,
renjatan, infark miokard dan cerebro vascular disease.
4. Kurangnya fasilitas laboratorium yang menunjang suksesnya penatalaksanaan
ketoasidosis.
5. Kurangnya ketrampilan menangani kasus-kasus ketoasidosis karena belum adanya
protokol yang baik.
Gejala-gejala yang timbul pada penderita KAD ini menunjukkan poliuria dan
polidipsia, sedangkan nafsu makannya menurun karena mual akibat asidosisnya. Asidosis
juga mengakibatkan muntah serta pernafasan Kussmaul. Sering penderita mengeluh nyeri
perut akibat dari ketonuria dan atau dehidrasi, terutama pada penderita dewasa muda. Karena
sering adanya infeksi mengakibatkan penderita panas badan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya hipotensi sampai renjatan/syok, tanda-tanda
dehidrasi seperti turgor menurun, nadi cepat dan lemah. Pernafasan penderita Kussmaul dan
berbau aseton.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya kadar glukosa darah yang tinggi (
> 300 mg/dl), kadar bikarbonat yang rendah (< 10-15 mEq/l) pada KAD dan lebih rendah lagi
pada koma diabetik. PH darah menurun, sedangkan pemeriksaan reduksi urine +++ serta
pemeriksaan aseton (+). Selain pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas dapat pula
ditambahkan pemeriksaan lekosit, LED, trigliserida dan ureum meningkat.
Hiperseksresi insulin
Insulin berlebihan menyebabkan hipoglikemia yang menyebabkan rendahnya kadar
glukosa dalam darah. Kadar insulin yang rendah didalam darah dapat terjadi pada pasien
diabetes jika insulin yang diberikan melebihi asupan kalori dan tingkat olahraga, sehingga
terjadi keadaan yang disebut syok insulin. Selain itu, kelainan hipersekresi insulin juga
didapat pada tumor sel β atau sel β yang sangat responsif terhadap glukosa. Konsekuensi
kelebihan insulin terutama adalah manifestasi efek hipoglikemia di otak. Pada kelebihan
insulin, lebih banyak glukosa yang terdorong masuk ke sel tubuh lain yang tergantung insulin.
Akibatnya, terjadi penurunan glukosa darah sehingga glukosa yang megalir ke otak tidak
mencukupi. Akibatnya, terjadi gejala gejala klinis karena penekanan terhadap fungsi otak.
Gejala tersebut dapat berupa geja penekanan SSP yang ringan, turunnya tingkat kesadaran
samapai kematian sebagai mekanisme yang paling berat.
Urutan pengobatan hipoglikemia adalah sebagai berikut, pertama-tama penderita
diberi karbohidrat yang kompleks seperti pisang, roti dan lain-lain . Apabila hal ini tidak
menolong dapat diberikan teh gula. Apabila penderita telah jatuh pada keadaan koma, maka
dapat diberikan injeksi glukosa 40 % iv (pengenceran dua kali) yang kemudian dilanjutkan
dengan infus glukosa 10 %. Bila penderita masih belum sadar, pemberian glukosa 40 % dapat
diulang setiap setengah jam sampai sadar. Pengobatan lainnya adalah diberikan injeksi efedrin
25-50 mg atau injeksi glukagon 1 mg im.
Askandar Tjokroprawiro (1997) telah membuat pedoman penanganan hipoglikemia
atas dasar pengalaman klinik sebagai berikut :
- Satu flakon glukosa 25 ml 40 % diperhitungkan dapat menaikkan kadar glukosa darah
lebih kurang 25-50 mg/dl.
- Kadar glukosa darah yang diinginkan adalah > 120 mg/dl (kadar glukosa darah puasa)
Contoh :
- Koma hipoglikemia dengan kadar glukosa 20 mg/dl, karena kadar terletak < 30 mg/dl
maka diberi bolus 3 flakon glukosa 25 ml 40 % , dan kadar glukosa akan menjadi 20 +
75 = 95 mg/dl.
- Karena kadar glukosa 95 mg/dl tersebut masih kurang dari 120 mg/dl, maka diberi lagi
1 flakon setiap 30 menit sampai 2x.
- Jadi kadar glukosa akan menjadi 95 mg/dl + 2 x 25 mg/dl = 145 mg/dl.
Tabel 1. Terapi hipoglikemia dengan rumus 3-2-1
Kadar glukosa (mg/dl) Terapi hipoglikemia dengan
Rumus 3-2-1
Glukosa 1 flakon =
25 ml
40 % (10 gram)
Kurang 30 mg/dl
30-60 mg/dl
60-100 mg/dl *
Injeksi intravena dekstrose 40%,
bolus 3 flakon
Injeksi intravena dekstrose 40 %,
bolus 2 flakon
Injeksi intravena dekstrose 40 %,
bolus 1 flakon
Rumus 3
Rumus 2
Rumus 1
*) Reaksi hipoglikemia : misalnya glukosa darah sebelumnya 400 mg/dl kemudian turun
mendadak menjadi 70 mg/dl.
HIPERSEKRESI GLUKAGON
Penyakit diabetes mellitus sering disertai dengan peningkatan berlebihan sekresi
glukagon, karena insulin diperlukan agar glukosa dapat masuk kedalam sel α, tempat nutrient
ini mengongtrol sekresi glukagon. Akibatnya, para pengidap diabetes, sering memperlihatkan
peningkatan sekresi glukagon bersamaan dengan insufisiensi insulin mereka karena
peningkatan kadar glukosa darah tidak mampumenghambat sekresi glukagon seperti dalam
keadaan normal. Kelebihan glukagon akan memperparah hiperglikemia karena hormone ini
meningkatkan kadar gula darah.
IDDM dan NIDDM
Diabetes Melitus yang tergantung dengan Insulin (IDDM)
Definisi
Diabetes tipe I adalah proses otoimun yang melibatkan kesalahan dekstruksi yang
selektif terhadap sel beta pankreas oleh sistem imun. Pada penderita tipe I sedikit atau sama
sekali tidak memiliki insulin, mereka memerlukan pemberian insuli eksogen agar dapat
bertahan hidup.
Gambaran Klinis dan Insidensi
IDDM ditandai oleh defisiensi mutlak insulin, onset gejala yang berat timbul secara
mendadak, cenderung menjadi ketosis dan untuk menopang kehidupan tergantung pada
insulin dari luar. Kebanyakan penderita IDDM menampakkan satu atau lebih gejala- gejala
klasik yaiu rasa haus yang berlebihan, poliuri, pruritus serta penurunan berat badan. Kadar
glukosa meningkat secara nyata dalam darah puasa (≥ 120 mg/dl atau ≥6,7 m mol/l) atau
plasma (≥ 140 mg/ dl atau ≥ 7,8 mmol/ l), dan glukosa serta keton biasanya terdapat dalam
urin. Pasien penderita IDDM dapat mengalami ketoasidosis diabetik, suatu keadaan yang
serius dan berpotensi fatal.
Prevalensinya lebih besar pada anak-anak dan dewasa muda, biasanya dibawah 30
tahun meskipun gangguan tersebut dapat terjadi pada semua usia.
Etiologi
IDDM merupakan akibat dari kerusakan sel beta pankreas. Kemungkinan
penyebabnya:
1. faktor genetis, yaitu gen-gen yang terletak pada lengan pendek kromosom 6,
2. faktor- faktor lingkungan, berupa; nutrisi yang diberikan selama neonatus dan bayi
muda pengkonsumsian protein susu sapi terutama di awal kehidupan bisa meningkatkan
kepekaan terhadap dibetes Tipe I. Beberapa toksin kimia tampak berpotensi
menimbulkan cedera pada sel-sel beta pankreas. Virus jugaberpengaruh terhadap
perkembangan dibetes tipe I.
3. Faktor-faktor imunologik, adanya proses autoimun yang melibatkan kesalahan dekstruksi
yang selektif terhadap sel beta pankreas oleh sistem imun
4. Prediabetes
Patofisiologi
Diabetes Tipe I adalah proses otoimun yang melibatkan kesalahan dekstruksi yang
selektif terhadap sel β pankreas oleh sistem imun. Walaupun pada pasien diabetes tipe I
ditemukan otoantibodi yang dibentuk terhadap sel β pankreas oleh sistem imun. Walaupun
pada pasien diabetes tipe I ditemukan otoantibodi yang dibentuk terhadap sel β pankreas,
terdapat bukti kuat bahwa penyebab utama kematian sel β adalah limfosit T aktif. Pada
diabetes Tipe I, limfosit T tampaknya secara salah menyerang sel- sel β pankreas.
Terapi
Cara Pemberian :
Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain intravena,
intramuskuler dan umumnya pada penggunaan jangka panjang lebih disukai pemberian
subkutan (SK).
Dosis :
Dosis awal pasien DM muda 0,7-1,5 U/kg berat badan. Untuk terapi awal, regular insulin
dan insulin kerja sedang merupakan pilihan dan diberikan 2 kali sehari.
Untuk DM dewasa yang kurus : 8-10 U insulin kerja sedang yang diberikan 20-30 menit
sebelum makan pagi dan 4-5 U sebelum makan malam.
DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
Dosis ditingkatkan secara bertahap sesuai hasil pemeriksaan glukosa darah dan urin.
NIDDM (Non-Insulin Deficiency Diabetes Melitus)
Definisi
Merupakan tipe penyakit diabetes yang normal bahkan meningkat akan ttapi, terjadi
penurunan kepekaan reseptor terhadap insulin.
Patofisiologi
Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin.
Pada awalnya terdapat resistensi dari sel sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula mula
mengikat dirinya kepada reseptor reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi
intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan
transpor glukosa menenmbus membran sel. Pada pasien pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat
kelainan dalam pengikatan insuin dengan resptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh
erkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin
atau akibat ketidaknormalan resptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan
abnormal antara kompleks resptor insulkin dengan kompleks glukosa. Ketidaknormlan post
reseptor dapat menganggu kerja reseptor. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan
menurunnya jumlah insulin yang beredar yang tidak lagi memadai untuk mempertahankan
kadar glukosa darah.
Fenomena tersebut dikenal down regulation (merupakan mekanisme umpan balik
negative local yang mencegah sel sasaran bereaksi berlebihan terhdap konsentrasi insulin
yang tinggi., reseptor insulin tersebut mengalami desensitisasi yang menbantu meringankan
hipersekresi insulin.
Faktor obesitas merupakan salah satu penyebab DM tipe-2 ini, makan berlebihan
dalam jangka waktu lama menyebabkan peningkatan sekresi insuin untuk mempertahankan
glukosa darah. Sebagai respon terhadap hiper insulinemia kronik meneyebabkan reseptor
insulin secara bertahap berkurang. Dengan cara tersebut, kelebihan zat gizi disimpan,
walaupun terjadi penurunan ketersediaan reseptor insulin, sehingga homeostasis glukosa
dipertahankan. Namun, pada orang gemuk yang rentan diabetes, pembebanan pancreas yang
berkepanjangan oleh kelebihan kronik zat gizi pada akhirnya mengalahkan kapasitas sel β
pancreas yang secara genetic sudah lemah. Walaupun sekresi insulin mungkin normal atau
sedikit meninggi, gejala insufisiensi insulin tetap timbul untuk mencegah hiperglikemia yang
nyata akibat penyerapan zat gizi yang berlebihan.
Faktor Risiko NIDDM
1. Faktor Genetik
2. Obesitas
3. Malnutrisi maternal
4. Bayi lahir dengan berat badan rendah
5. Obat obatn dan hormonal, fenitoin,diuretika, kortikosteroid dapat menyebabkan
intoleransi glukosa.
Terapi dan Pencegahan
1. Olahraga, otot yang berolahraga akan menyerap dan menggunakan sebagian dari
kelebihan glukosa dalam darah sehingga terjadi penurunan kebutuhan akan insulin.
2. Perencanaan makanan.
3. Obat obatan hipoglikemik oral, menyebabkan penurunan glukosa darah.
4. Bayi lahir dengan berat badan rendah
5. Obat obatn dan hormonal, fenitoin,diuretika, kortikosteroid dapat menyebabkan
intoleransi glukosa.
Komplikasi
Komplikasi akut
1. koma hipoglikemia
2. koma ketoasidosis
3. koma hiperosmoler
4. koma laktoasidosis
Komplikasi kronik
1. retinopati
2. PJK
3. kaki diabetik
4. neuropati
5. nefropati
Macam-macam Obat Anti Diabetik Oral
Golongan Insulin Sensitizing
Biguanid
Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.
Mekanisme kerja :
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada
tingkat selular, distal reseptor insulin dan menurunkan produksi glukosa hati. Metformin
meningkatkan pemakaian glukosa oleh usus sehingga menurunkan glukosa darah dan
menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah asupan makanan.
Metformin juga berpengaruh pada komponen lain resistensi insulin yaitu pada lipid, tekanan
darah, dan juga pada plasminogen activator inhibitor (PAI-1).
Penggunaan dalam Klinik :
Metformin dapat digunakan sebagai monoterapi dan sebagai kombinasi dengan sulfonilurea,
repaglinid, nateglinid, penghambat alpa glikosidase dan glitazone. Karena kemampuannya
mengurangi resistensi insulin, mencegah penambahan BB dan memperbaiki profil lipid maka
metformin digunakan sebagai monoterapi pada awal pengelolaan diabetes pada orang gemuk
dengan dislipidemia dan resistensi insulin berat.
Dosis
Dosis awal : 2 x 500 mg
Dosis pemeliharaan : 3 x 500 mg
Obat diminum pada waktu makan
Efek samping Obat :
Gastrointestinal, Asidosis Laktat, Menghambat absorpsi vitamin B12.
Indikasi
Digunakan pada terapi diabetes dewasa.
Kontraindikasi
Tidak boleh diberikan pada kehamilan, penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia,
penyakit jantung kongestif, dan penyakit paru dengan hipoksia kronik.
Golongan Thiazolidinediones atau Glitazone
Golongan obat ini untuk meningkatkan sensitivitas insulin.
Mekanisme kerja :
Glitazone (Thiazolidinedione) merupakan agonis peroxisome proliferator-activated receptor
gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten. Reseptor PPAR gamma terdapat di jaringan
target kerja insulin, seperti jaringan adiposa, otot skelet dan hati. Glitazone dapat merangsang
ekspresi beberapa protein yang dapat memperbaiki sensitifitas insulin dan memperbaiki
glikemia, seperti GLUT-1, GLUT-4, p85alphaPI-3K dan uncoupling protein-2 (UCP).
Penggunaan dalam klinik :
Rosiglitazone dan Pioglitazone dapat digunakan sebagai monoterapi dan juga sebagai
kombinasi dengan metformin dan sekretagok insulin.
Dosis :
Rosiglitazone : 4-8 mg/hari
Pioglitazone : 15-30 mg/hari
Efek samping obat :
Meningkatkan sitokrom P450, Mengurangi konsentrasi obat yang di metabolisme oleh
sitokrom P450, Disfungsi hati, Edema, Anemia ringan.
Golongan Sekretagok Insulin
Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin
oleh sel beta pankreas.
Sulfonilurea
Mekanisme kerja :
Efek hipoglikemia sulfonilurea adalah dengan merangsang channel K yang tergantung pada
ATP dari sel beta pankreas. Bila sulfonilurea terikat pada reseptor SUR pada channel tersebut
maka akan terjadi penutupan channel K yang menyebabkan epolarisasi membran dan
membuka channel Ca. Peningkatan Ca intrasel menyebabkan pengeluaran insulin dari sel β.
Penggunaan dalam Klinik :
Pemakaiannya selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk menghindari kemungkinan
hipoglikemia.
Dosis
Klorpropamid : 100-500 mg/hari
Glibenklamid : 2,5-15 mg/hari
Glipizid : 5-20 mg/hari
Gliklazid : 5-20 mg/hari
Glikuidon : 30-120 mg/hari
Glimepirid : 30-120 mg/hari
Efek samping obat :
Hipoglikemia bahkan sampai koma, mual, muntah, diare, gejala hematologik : leukopenia dan
agranulositosis, gejala susunan saraf pusat : vertigo, bingung, dan ataksia.
Indikasi
Memilih sulfonilurea yang tepat ditentukan oleh usia pasien waktu penyakit DM mulai
timbul. Hasil yang baik diperoleh pada pasien yang diabetesnya mulai timbul pada usia di atas
40 tahun.
Kontraindikasi :
Golongan obat ini bekerja dengan merangsang sel β pankreas mengeluarkan insulin, dapat
bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan mensekresikan insulin, sehingga
tidak dapat dipakai pada DM tipe I.
Glinid
Mekanisme kerja :
Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea (SUR) dan mempunyai struktur yang mirip
dengan sulfonilurea.
Dosis :
Repaglinid : 1,5-6 mg/hari
Nateglinid : 360 mg/hari
Efek Samping obat :
Hipoglikemia dan gangguan saluran cerna.
Penghambat Alfa Glukosidase
Mekanisme kerja :
Obat ini secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam saluran cerna
sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan
hiperglikemia postpradial (setelah makan karbohidrat
Penggunaan dalam klinik:
Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau sebagai kombinasi dengan insulin,
metformin, glitazone atau sulfonilurea.
Dosis :
Acarbose : 100-300 mg/hari
Efek samping obat :
Gejala gastrointestinal, seperti meteorismus, flatulence dan diare.
DAFTAR PUSTAKA
Martini, Frederic H. 2006. Chapter 18 : The Endocrine System. Fundamentals of Anatomy &
Physiology. San Fransisco : Benjamin Cummings ; Ed. VII : 616 - 620
Price, Sylvia, dkk. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2.
Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Bab 19 : Organ Endokrin Perifer. Fisiologi Manusia : Dari Sel Ke
Sistem. Jakarta : EGC ; Ed. II : 667 - 676
KELENJAR ADRENAL
By : Fitri, Ibenk and Rica
Kelenjar adrenal ada dua yang masing-masing berada di atas ginjal dalam suatu kapsul
lemak.Tiap adrenal terdiri dari dua organ endokrin yaitu yang bagian dalam adalah medula
adrenal sedangkan lapisan luarnya yang menyusun korteks adrenal.
A. Korteks Adrenal
Terdiri dari tiga zona dimana pembagian tersebut berdasarkan perbedaan distribusi
enzim yang diperlukan untuk mengkatalisasi berbagai jalur biosintetik yang akhirnya
menghasilkan hormon steroid.
Zona Glomerulosa
Merupakan lapisan paling luar yang menghasilkan mineralokortikoid yaitu
aldosteron.Aldosteron mempengaruhi keseimbangan mineral (elektrolit) dan
homeostasis tekanan darah.Aktivitas aldosteron berada di tubulus distal ginjal,tempat
hormon ini untuk meningkatkan retensi Na+
dan meningkatkan eliminasi K+ selama
proses pembentukan urin.Peningkatan retensi Na+
oleh aldosteron secara sekunder
memicu retensi osmotik H2O sehingga volume CES bertambah,yang penting dalam
pengaturan jangka panjang tekanan darah.
Mineralkortikoid esensial untuk kehidupan.Tanpa aldosteron,orang akan cepat
meninggal akibat syok sirkulasi karena penurunan hebat volume plasma yang
disebabkan oleh pengeluaran Na+ penahan H2O.Pada defisiensi kebanyakan hormon
lainnya,kematian tidak segera datang,walaupun defisiensi hormon kronik yang pada
akhirnya menyebabkan kematian prematur.Hipersekresi Aldosteron dapat disebabkan
oleh:
1. Sekresi berlebihan tumor adrenal yang terdiri dari sel-sel penghasil aldosteron
(hiperaldosteronisme primer atau sindrom Conn)
2. Peningkatan berlebihan aktivitas sistem renin-angiotensin (hiperaldosteronisme
sekunder)
3. Kelainan yang menyebabkan penurunan kronik aliran darah ke ginjal sehingga
terjadi pengaktifan berlebihan sistem renin-angiotensin-aldosteron.Salah satu
contohnya adalah penyempitan arteri renalis akibat aterosklerosis.Gejala
hiperaldosteronisme primer atau sekunder berkaitan dengan peningkatan efek
aldosteron yaitu retensi Na+
(hipernatremia) dan deplesi K+ (hipokalemia) yang
berlebihan.Biasanya juga terdapat peningkatan tekanan darah,sebagian disebabkan
oleh retensi cairan dan Na+
yang berlebihan.Pengaturan sekresi aldosteron
umumnya tidak bergantung pada kontrol hipofisis anterior.
Zona Fasikulata
Merupakan lapisan tengah dan terbesar yang mengahsilkan glukokortikoid yaitu
kortisol.Selain itu juga menghasilkan androgen dan estrogen,tapi akan lebih dibahas
pada zona retikularis karena hormon-hormon tersebut juga terdapat di zona
itu.Kortisol berperan penting dalam metabolisme glukosa serta metabolisme lemak
dan protein.Selain itu juga,berperan penting dalam adaptasi terhadap stres serta
memperlihatkan efek permisif yang bermakna pada aktivitas hormon lain.Secara
spesifik,kortisol melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
a. Merangsang Glukoneogenesis (gluco berarti glukosa;neo berarti baru;genesis
berarti membentuk) hati,yang mengacu pada perubahan sumber-sumber
nonkarbohidrat (yaitu asam amino) menjadi karbohidrat di hati.
b. Menghambat penyerapan dan penggunaan glukosa oleh banyak jaringan,kecuali
otak sehingga glukosa dapat digunakan oleh otak yang mutlak memerlukannya
sebagai bahan bakar metabolik
c. Merangsang penguraian protein di banyak jaringan terutama otot.Dengan
menguraikan sebagian protein otot menjadi asam-asam amino
konstituennya,kortisol meningkatkan konsentrasi asam amino darah.Asam-asam
amino yang dimobilisasi ini siap digunakan untuk glukoneogenesis atau dipakai
di tempat lain yang memerlukannya,misalnya untuk memeperbaiki jaringan yang
rusak atau sintesis struktur sel yang baru
d. Meningkatkan lipolisis (lysis berarti menguraikan),penguraian simpanan lemak
di jaringan adiposa,sehingga terjadi pembebasan asam-asam lemak ke dalam
darah.Asam-asam lemak yang dimobilisasi ini dapat digunakan sebagai bahan
bakar metabolik alternatif bagi jaringan yang dapat memanfaatkan sumber energi
ini sebagai pengganti glukosa sehingga glukosa dapat dihemat untuk otak
Kortisol sangat penting karena sifat permisifnya.Contohnya,kortisol harus ada
dalam jumlah yang adekuat agar katekolamin dapat memicu
vasokonstriksi.Seseorang yang tidak memiliki kortisol jika tidak diobati,dapat
mengalami syok sirkulasi pada situasi-situasi stres yang memerlukan vasokonstriksi
luas yang segera.
Penyebab yang menginduksi respons disebut sebagai stresor sedangkan stres
mengacu pada keadaan yang diinduksi oleh stresor.Jenis rangsangan pengganggu
berikut ini menggambarkan beragamnya faktor yang dapat menimbulkan respons
stres fisik,kimia,fisiologis,psikologis atau emosi dan sosial.Manusia yang terluka
atau menghadapi situasi yang mengancam nyawa harus menunda makan.Efek
kortisol yang menyebabkan perubahan dari simpanan protein dan lemak menjadi
penambahan simpanan karbohidrat dan peningkatan ketersediaan glukosa darah akan
membantu melindungi otak dari malnutrisi selama periode puasa terpaksa ini.Di
samping itu,asam-asam amino yang dibebaskan oleh penguraian protein akan dapat
digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak apabila terjadi cedera
fisik.Dengan demikian,terjadi peningkatan ketersediaan glukosa,asam amino,dan
asam lemak untuk digunakan apabila diperlukan.
Pemberian sejumlah besar glukokortikoid akan menghambat hampir semua
langkah respon peradangan,tapi glukokortikoid tidak mempengaruhi proses penyakit
yang mendasarinya;obat ini hanya menekan respons tubuh terhadap penyakit.Karena
gukokortikoid juga memiliki banyak efek inhibitorik pada proses imun
keseluruhan,misalnya memecat sel darah putih yang bertanggung jawab
menghasilkan antibodi dan menghancurkan sel-sel asing.Hipersekresi kortisol dapat
disebabkan oleh:
a. Stimulasi berlebihan korteks adrenal oleh CRH atau ACTH yang berlebihan
b. Tumor adrenal yang secara tidak terkontrol mengeluarkan kortisol yang tidak
bergantung pada ACTH
c. Tumor penghasil ACTH yang terletak di luar hipofisis terutama di paru
Jika terlalu banyak asam amino diubah menjadi glukosa,tubuh akan mengalami
kelebihan glukosa (peningkatan glukosa darah) dan kekurangan protein.Karena
terjadi hiperglikemia dan glukosuria yang mirip dengan diabetes mellitus sehingga
kadang-kadang disebut sebagai diabetes adrenal.Biasanya disertai dengan distribusi
lemak yang abnormal di abdomen,wajah (moon face),dan di atas bahu (buffalo
hump).Selain efek tersebut,dapat juga menyebabkan otot melemah dan timbul rasa
lelah karena hilangnya protein di otot.Kulit abdomen yang kekurangan protein dan
menipis akan mengalami peregangan berlebihan oleh endapan lemak di
bawahnya.Akibatnya,jaringan bawah kulit (subdermis) robek dan menimbulkan
garis-garis linear ireguler berwarna ungu kemerahan.Kelemahan dinding pembuluh
darah akibat pengurangan protein struktural menyebabkan peningkatan
kecenderungan mengalami lebam dan ekimosis.Selain itu juga dapat menyebabkan
luka sulit sembuh,mudah mengalami fraktur spontan atau akibat trauma ringan saja.
Zona Retikularis
Merupakan lapisan paling dalam dan menghasilkan hormon seks yang identik
yaitu hormon seks pria ―androgen‖ dan ―estrogen‖ hormon seks wanita.Satu-satunya
hormon seks adrenal yang memilki makna biologis adalah androgen
dehidroepiandrosteron (DHEA).Androgen adrenal ini merupakan penyebab
timbulnya proses-proses yang tergantung androgen pada wanita,misalnya
pertumbuhan rambut pubis dan ketiak,peningkatan lonjakan pertumbuhan
pubertas,serta perkembangan dan pemeliharaan dorongan seks wanita.
Hipersekresi androgen adrenal menyebabkan maskulinisasi pada wanita dan
feminisasi pada pria.Kelainan ini disebut sindrom adrenogenital,yang menekankan
efek kelebihan hormon-hormon seks adrenal pada genitalia dan karakteristik seks
sekunder terkait.Bila menimbulkan efek maskulinisasi pada wanita maka cenderung
mengalami pertumbuhan rambut tubuh pria atau disebut hirsutisme.Ditambah juga
efek sekunder lainnya yaitu suara berat serta otot lengan dan tungkai yang
berkembang.Payudara mengecil dan haid mungkin terhenti akibat penekanan
androgen pada jalur hipotalamus-hipofisis-ovarium untuk sekresi hormon wanita.
Bayi perempuan yang lahir dengan klitoris membesar dan mirip penis ini
disebut keadaan pseudohermafroditisme wanita.Sekresi androgen adrenal berlebihan
pada anak-anak laki-laki prapubertas menyebabkan timbulnya karakteristik seks
sekunder prematur sebagai contoh suara menjadi berat,tumbuh janggut,penis
membesar dan dorongan seks.Keadaan ini disebut sebagai pseudopubertas
prekoks.Pada keadaan ini sekresi androgen dari korteks adrenal tidak disertai dengan
pembentukan sperma atau aktivitas gonad karena testis masih berada dalam status
prapubertas nonfungsional.
B. Medula Adrenal
Medula adrenal merupakan bagian sistem saraf simpatis yang termodifikasi.Jalur
simpatis terdiri dari dua neuron berurutan yaitu neuron praganglion yang berasal dari
SSP,yang serat-serat aksonnya berakhir di neuron kedua yang terletak di perifer di neuron
pascaganglion.Neuron pascaganglion tersebut kemudian berakhir di organ
efektor.Neurotransmiter yang dikeluarkan oleh serat pascaganglion simpatis adalah
norepinefrin,yang berinteraksi secara lokal dengan organ yang dipersarafi melalui
pengikatan ke reseptor sasaran spesifik yang dikenal sebagai reseptor adrenergik.Akan
tetapi,zat yang paling banyak disekresi adalah zat serupa yang disebut epinefrin.
Baik epinefrin maupun norepinefrin berasal dari kelas katekolamin,yang berasal dari
asam amino tirosin.Epinefrin sama dengan norepinefrin namun zat ini memiliki tambahan
gugus metil.Sintesis katekolamin terjadi di dalam sitosol sel-sel sekretorik medula
adrenal.Setelah dihasilkan,epinefrin dan epinefrin disimpan dalam granula kromafin
yang serupa dengan vesikel penyimpan neurotransmiter di ujung-ujung saraf simpatis
sehingga jaringan adrenomedula sering disebut jaringan kromafin.Granula kromafin
memiliki sistem transportasi aktif untuk menyerap katekolamin,akibatnya konsentrasi
epinefrin di granula kromafin paling sedikit 25000 kali lebih besar daripada
konsentrasinya di sitosol.
Katekolamin disekresikan ke dalam sirkulasi melalui eksositosis granula
kromafin.Dari katekolamin adrenomedula total yang dihasilkan 80% berebntuk epinefrin
dan 20% norepinefrin.Epinefrin biasanya memperkuat aktivitas simpatis yang semata-
mata bertanggung jawab menstimulasi sekresinya dari medula adrenal.Sekresi epinefrin
selalu menyertai lepas muatan simpatis umum,sehingga aktivitas simpatis secara tidak
langsung mengontrol efek yang ditimbulkan oleh epinefrin.Dengan adanya epinefrin
dalam sirkulasi yang sewaktu-waktu dapat diaktifkan,sistem simpatis memiliki cara
untuk memperkuat efek neurotransmiternya sendiri ditambah suatu cara untuk
mempengaruhi jaringan-jaringan yang tidak secara langsung dipersarafinya.
Efek epinefrin pada organ adalah menimbulkan efek respons fight or
flight.Menimbulkan kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung meningkat sehingga
meningkatkan curah jantung dan efek vasokonstriksi yang akan meningkatkan resistensi
perifer total.Sehingga meningkatkan tekanan darah arteri yang mendorong darah ke
ortgan-organ vital untuk menghadapi keadaan darurat.Di samping itu,terjadi vasodilatasi
pembuluh darah koroner dan otot rangka yang diinduksi epinefrin sehingga menyebabkan
darah dialihkan dari daerah-daerah tubuh yang mengalami vasokonstriksi ke jantung dan
otot rangka.Epinefrin juga menyebabkan dilatasi saluran napas unuk mengurangi retensi
yang dihadapi udara saat bergerak keluar masuk paru.Epinefrin juga mengurangi aktivitas
pencernaan dan menghambat pengosongan kandung kemih,kedua aktivitas ini dapat
ditunda selama situasi fight or flight.Secara umum,efek epinefrin pada metabolik dapat
merangsang mobilisasi simpanan karbohidrat dan lemak sehingga tersedia energi yang
dapat segera digunakan oleh otot.Secara spesifik,epinefrin meningkatkan kadar glukosa
darah dengan mekanisme berlainan yaitu glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati serta
menguraikan simpanan glikogen menjadi glukosa yang kemudian dibebaskan ke dalam
darah.
Satu-satunya gangguan katekolamin adalah feokromositoma yaitu suatu tumor
penghasil katekolamin sampai 20 kali lipat lebih banyak dalam satu gram
jaringan.Gejalanya yang tersering adalah peningkatan tekanan darah,denyut jantung
cepat,berdebar-debar,keringat berlebihan,dan peningkatan kadar gula darah.
KELAINAN KORTEX ADRENAL
Kortex adrenal terdiri dari 3 lapisan fungsional yang menghasilkan hormone steroid
1. pars glomerulosa hormon mineralokortikosteroid aldosteron
2. pars fasciculate hormon glukokortikosteroid hidrokortison
3. pars reticularis hormon kelamin androgen.
Kelainan kortex adrenal terdapat tiga penyebab, antara lain :
1. Hiperfungsi kortex adrenal (Hiperadrenalisme) disebabkan karena adanya mekanisme
fungsi 3 jenis steroid yang saling tumpang tindih sehingga terjadi :
a. kelebihan kortisol (glukokortikoid sindrom cushing
b. kelebihan aldosteron hiperaldosteronisme
c. kelebihan androgen adrenal (timbul pada hiperplasi adrenal congenital virilisme
adrenal
2. Hipofungsi kortex adrenal dapat terjadi akibat kerusakan kortex adrenal pada kedua
kelenjar, berkurangnya ACTH (karena hipofiseotalamik akibat adenoma yang tak
bersekresi dari hipofise). Mekanisme tersebut menimbulkan
a. insufisiensi kortex adrenal primer penyakit Addison
b. insufisiensi kortex adrenal sekunder defisiensi ACTH
Perbedaan gagal adrenal primer dan sekunder
Gagal adrenal primer Gagal adrenal sekunder
Defisiensi kortisol
Meningkatkan
a. produksi ACTH
b. hormone penstimulasi melanosit
(melanocyte stimulating
hormone=MSH)
Hiperpigmentasi di mukosa pipi, telapak
tangan, dan jaringan parut
Penurunan produksi ACTH
Tidak terjadi hiperpigmentasi
Insidensi :
Jarang terjadi :50/106
Wanita > Pria
Insidensi :
Kegagaln hipofisis jarang terjadi
Causa :
a. Proses auto imun
b. Vitiligo
c. Gagal ovarium prematur
d. Hipotiroidisme
Causa lain (jarang) :
a. Infeksi (HIV, jamur)
b. Invasi sel kanker (limfoma, kanker
payudara, Ca paru)
c. Perdarahan (antikoagulan, sindrom
Waterhouse-Frierichsen
d. Hiperplasia kongenital dan obat-obatan
(ketoconazol)
Causa :
a. Terapi steroid jangka panjang
b. Stress fisik
c. Penghentian terapi steroid terlalu
cepat
Menekan kadar ACTH
Atrofi korteks adrenal
Kegagalan adrenal
3. Neoplasma (bersifat fungsional dan nonfungsional)
Sumber kelebihan aldosteron dapat disebabkan Adenoma, karsinoma, dan hyperplasia.
Adenoma merupakan
Adenoma Karsinoma
sering menyebabkan hiperaldosteronisme
primer.
Berlawanan dengan adenoma, bersifat
fungsionil, dan berhubungan dengan
sindrom hiperadrenalisme.
tumor tersendiri
berkapsul
letak subkapsular atau diluar kapsul
ukuranya sampai 5 cm (sekitar 1-2 cm)
Bentukan berdungkul
berkapsul
Sangat invasive merusak sel inang
ukuran paling kecil tersusun sel lipid
laden menyerupai lapisan fasikulata.
Sitoplasma jernih dan inti kecil teratur,
selnya sedikit sel lemak, sitoplasma
berbutir, inti hiperkromatik, mitosis
tersebar
Mikroskopis :
Bentuk karsinoma berdiferensiasi baik
Tingkat atipis ringan
Neoplasma aplastik (sekuruhnya tersusun
sel raksasa bizar dengan inti sangat
hiperkromatik dan pleomorfik)
Tumor yang besar dikelilingi perdarahan,
nekrosis dengan focus kistik dan banyak
variasi ukuran sel
Tumor yang hidup dikelilingi perdarahan,
nekrosis dengan focus kistik
Invasi Menyebar ke lemak sekitar adrenal dan
sekitar ginjal
Invasi ke vena cava, saluran limfatik
Metastasis ke paru, tulang, hati, kelenjar
getah bening sekitar aorta.3
HIPERALDOSTERONE PRIMER
Hiperaldosterone primer merupakan sindrom hipersekresi aldosterone yang tak
terkendali, berasal dari kortex adrenal. Sekitar 65% kasusa terjadi akibat adenoma soliter yang
mensekresi aldosteron dan hyperplasia bilateral idiopatik (30%) dan terkadang glukokortikoid
remedial atau karsinoma adrenal. Sebagian besar kasus hiperaldosteronisme primer berupa
sindroma conn. Peningkatan produksi aldosteron menyebabkan hipertensi, hipokalemi, dan
alkalosis metabolic (hipernatremia), dan aktivitas renin plasma yang rendah.
Aldosteronisme primer Aldosteronisme sekunder
Kelebihan aldosterone akibat tumor
Tumor jinak berukuran 0,5-2 cm mensekresi
aldosteron
Merupakan bentuk hipertensi endokrin
Kelebihan aldosteron timbul saat terjadi
penurunan tekanan arteriola aferen
glomerulus ginjal rangsang renin
angiotensin rangsang produksi aldosteron
Terjadi pada gagal jantung kongestif, sirosis
hati, sindrom nefrotik
Gagal jantung kongestif tidak dapat memompa darah dengan normal penurunan curah
hantung tekanan perfusi arteriola aferen glomerulus ginjal menurun penurunan
ditangkap reseptor apparatus jukstaglomerular dan renin disekresi berlebih renin
aktifkan angiotensin rangsang sekresi aldosteron aldosteron tingkatkan reabsorbsi
natrium dan air , pengembangan kompartemen cairan ekstraselulae, peningkatan tekanan
arteriola aferen.
Gambaran Klinis
Keadaan klinis yang terjadi antara lain :
a. Lemas dengan tekanan darah tinggi dan sukar dikendalikan akibat retensi natrium dan air
b. Peningkatan volume cairan ekstrasel
c. Hipernatremia
d. Hipokalemia
e. Alkalosis metabolik
f. Jika pasien tanpa hipokalemi tidak ditemukan gejala lemas.
g.
Patofisiologi
Hiperplasi sel kelenjar adrenal (adenoma)
menghasilkan hormone aldesterone berlebih (peningkatan kadar serum aldosteron)
HIPERALDOSTERONE
merangsang penambahan jumlah saluran natrium yang terbuka pada sel principal membrane
luminal dari duktus kolektikus bagian korteks ginjal, terjadi peningkatan reabsorbsi natrium
karena natrium cenderung membawa air
tubuh cenderung HIPERVOLEMIA
lumen duktus kolektikus berubah menjadi bermuatan negative sehingga ion kalium keluar
dari sel duktus kolektikus lumen tubuli melalui saluran kalium (peningkatan ekskresi
kalium di urin) kalium darah berkurang
tubuh kekurangan K+
tubuh menjadi lemas
HIPOKALEMI
Merangsang peningkatan ekskresi ion H+ di tubulus proksimal melalui pompa NH3
+
Reabsorbsi bikarbonat meningkat di tubulus proksimal
ALKALOSIS METABOLIK
menekan produksi renin Kadar renin plasma menjadi sangat rendah
HIPERTENSI
Diagnosis
A. Pemeriksaan serum aldosteron dan plasma renin activity (PRA) secara bersamaan
Pemeriksaan dilakukan pada pagi hari dan perlu diketahui riwayat pengobatan yang
sedang dijalani, jika sedang mengkonsumsi antagonnis aldosteron harus dihentikan 6
minggu sebelum pemeriksaan. Rasio aldosteron renin (ARR) merupakan rasio antara
kadar aldosterone (ng/dl) dalam plasma dengan renin dalam plasma (ng/ml per jam).
Nilai ARR>100 menunjukkann terjadinya hiperaldosteronisme
B. Tes supresi kelenjar aldosterone
Tes ini menggunakan garam NaCl yang terbagi dalam dua mekanisme yaitu secara :
1. Oral
Tes supresi oral diberikan 5 g/NaCl selama tiga hari. Untuk mengukur kadar natrium,
kalium, aldosterone dalam urin dilakukan pengumpulan urin selama 24 jam.
Variabel Kadar
Natrium >200meq Diet tinggi natrium yang
diberikan sudah adekuat
Aldosterone >14µgr/24 jam atau 39
nmol./24 jam
2. NaCl isotonis
Volume yang diberikan yaitu 2 liter NaCl isotonis dalam 4 jam dan posisi pasien
terlentang. Kadar aldosteron plasma yang menunjukkan adanya hiperaldosterone
primer yaitu > 277pmol/L
3. Peningkatan ekskresi kalium urin dalam 24 jam(>30 meq/L)
Pada pemeriksaan ini pasien tidak boleh dalam keadaan hipovolemi atau diet rendah
natrium
4. Pemeriksaan analisis gas darah
Jika terjadi hiperaldosterone terjadi alkalosis metebolik akibat peningkatan reabsorbsi
bikarbonat tubulus proksimal karena peningkatan aldosterone
5. CT-Scan atau MRI untuk penentuan subtype hiperaldosterone primer
Terdapat tiga subtype yaitu
Adenoma (APA =
aldosterone producing
adenoma)
Hiperplasi adrenal
Karsinoma
Kelenjar adrenal
membesar di satu sisi
Kedua Kelenjar adrenal
membesar
Ukuran kelenjar > 4 cm
CT-Scan dapat membantu menemukan dan melokalisasi lesi adrenal. Bila tumor tidak
dapat dilokalisasi, misalnya pada darah vena dapat dilakukan kateterisasi selektif
terhadap vena adrenal kiri dan kanan.
Pengobatan
a. Spironolakton 12,5-25 mg diberikan pada pasien dengan Hiperplasi kelenjar adrenal
antagonis aldosterone. Obat tersebut efektif mengendalikan tekanan darah dan
menormalkan kadar kalium plasma. Namun, berefek impotensi, ginekomastia, gangguan
haid, gangguan Gastrointestinal
b. Adranalektomi unilateral
Melalui pendekatan laparoskopi, dengan reseksi adenoma yang mensekresi aldosterone. Fx
menormalkan kadar aldosteron plasma dan tekanan darah
ADDISON DISEASE
Penyakit Addison terjadi akibat insufisiensi korteks adrenal kronik. Kebanyakan
Kasus ditemukan pada orang berusia 20-50 tahun dengan penyebabnya antara lain :
Penyebab morfologi
tuberculosis.
a. Tuberculosis kelenjar adrenal lai membesar,
keras, berdungkul-dungkul, dan kapsul yang
membesar
b. Bentukan tuberkel deselingi daerah nekrosis
perkejuan
atrofi korteks adrenal akibat infiltrasi limfosit
dan sel plasma (oto-imun). Pada kasus ini
ditemukan. Bukti mengenai asal mula
autoimun
i. secara histologis, penyakit ini mirip
tiroiditis hashimoto ―autoimun‖, yang
ditandai atrofi parenkimal dan infiltrasi
limfosit
ii. adanya antibody anti adrenal dalam sirkulasi
darah
iii. adanya autoantibody lain, khususnya
terhadap kelenjar tiroid dan selaput lendir
lambung
iv. kelaian yang serupa dengan Addison disease
dapat dibuat dengan penyuntikan autolog
jaringan adrenal bersama penguat freund
(Freund’s adjuvant)
Metastasis tumor ganas (bronkhogenik, gaster,
mamma, melanoma dan LNH). 90% kasus
insufisiensi adrenal kronik primer disebabkan
otoimun, tuberculosis dan metastasis kanker.
Pulau-pulau korteks masih ada disekitar
pertumbuhan kanker
amiloidosis, sarkoidosis, hemokromatosis,
infeksi jamur.
a. Adanya kelainan sistemik amiloidosis juga
terjadi pembesaran kelenjar adrenal
b. Besar keduanya sampai 40 gm
c. Makroskopis : keras, warna abu-abu
pucat
d. Mikroskopis : korteks ditempati timbunan
amiloid
Idiopatik a. Kelenjar adrenal kecil
b. Kontraksi tak teratur
c. Berat keduanya < 2,5 gm
d. Bagian korteksnya kolap mengelilingi
medulla yang normal
e. Perubahan histology atrofi dan kerusakan
sel adrenal, penggantian jaringan parut
f. Sel korteks sisa yang masih hidup
membesar, sitoplasma eosinofilik, sedikit
lemak, (sel kompak)
Gambaran Klinis
Gejala klinik baru timbul apabila kerusakan telah mencapai lebih dari 90 % jaringan
korteks adrenal. Gejala klinik antara lain
a. Kelemahan yang tak menentu dan mudah lelah, Hilangnya Poros umpan balik
hipotalamus hipofisis
b. Vomitus hebat akan mengakibatkan kehilangan chloride, turunya tekanan darah, asthenia
dan kolaps akibat hipoglikemia
c. konsentrasi ACTH (mungkin MSH) peningkatan pigmentasi kulit di selaput lender,
areola jaringan parut sisa operasi
d. kegagalan sistem gastrointestinal hilang nafsu makan, BB turun, mencret, gula darah
rendah
e. hipovolumik dan hipotansi kronik beban kerja berkurang jantung menjadi lebih
kecil
Penguatan diagnosis dapat diamati dari tidak adanya reaksi steroid normal melalui
pemberian ACTH dan hiponatremia dengan hiperkalemia akibat defisiensi aldosteron.
Kematian dapat terjadi akibat syok hipovolemik dan gangguan elektrolit. Penyebab krisis ini
adalah infeksi, factor diet, vomitus, pembedahan, dan diare. Dalam 12 jam berikutnya terjadi
kelemahan berat, hiperpireksi, hipotermia, koma, dan kolaps vaskuler. 3
Pemeriksaan Penunjang
a. Tes synachten singkat : stimulasi kelenjar adrenal dengan ACTH sintesis tidak mampu
memproduksi kortisol bila diberikan satu kali pada semua kegagalan adrenal
b. Tes synachten panjang : pemberian ACTH berulang selama 3 hari tidak ada kerusakan
adrenal memproduksi kortisol
c. CT Scan/ Biopsi : autoantibody
Penatalaksanaan
GAGAL ADRENAL KRONIS GAGAL ADRENAL AKUT
Penggantian glukokortikoid dengan
hidrokortison 20 mg/hari dosis terbagi
Terapi terhadap infeksi atau penyakit
penyerta
Penggantian
pemberian cairan intravena (NaCl fisiologis)
dalam jumlah besar
hidrokortison diberikan dalam dosis tinggi
penanganan infeksi
pemantauan kadar elektrolit dan glukosa
FEOKROMOSITOMA
Feokromositoma atau paraganglioma merupakan tumor penghasil katekolamin terlihat
berwarna coklat yang pada medulla adrenal, hanya 10% tumbuh di kortex adrenal, dan 10%
bermetastasis ke tulang, paru, hati, dan kelenjar limfe.1 Tumor tersebut dapat mensekresi
hormone, terutama epinefrin, norepinefrin, dan dopamine. Tumor jinak ini berada ditempat
yang terdapat sel-sel chromafin. 90% kasus terletak diantara diafragma dengan dasar pelvis,
ganglia para vertebra thoraks dan vesika urinaria. Dapat menjadi maligna 5-10 % karena
bermetastasis.
Makroskopik mikroskopik
a. berkapsul dan menekan jaringan adrenal
sekitarnya
b. Berat mencapai 100 gm
c. Variasinya antara 1 - 4000 gm
a. terdiri atas sel-sel polyhedral
b. terdapat reaksi chromafin terhadap
pulasan garam chromium (larutan zenker
atau helly) yang menghasilkan warna
coklat, kaya glikogen
Feokromositoma disebut juga hipertensi endokrin dengan tanda-tanda 5 H antara lain
: hipertensi (0.5-1 % hipertensi disebabkan Phaeochromocytoma), headache/sakit kepala,
hipermetabolisme, hiperhidrosis, hiperglikemia.4 Gejala klinik timbul terutama akibat sekresi
chatecolamine berlebihan adalah hipertensi, dsertai berkeringat banyak, nervous, tremor,
pusing, palpitasi, hilangnya nafsu makan, dan menurunya BB. Gejala hipertensi (mula-mula
paroksismal, dapat menajdi terus-menerus) atau hipotensi posturnal. Meningkatnya
chatecholamine akan mengakibatnkan gagal jantung, edem pulmo, infark miokard, fibrilasi
ventrikuler, hemorragi serebri. Komplikasi kardial ini disebut catecholamine cardiomyophaty.
Dalam urin dapat dideteksi terdapatnya vanillin mendelic acid (VMA, suatu metabolit dari
chatecholamien).
Gambaran Klinis
Tanda klinis
feokromositoma
kondisi terkait
feokromositoma
Gejala akibat
katekolamin
1. Hipertensi menetap atau
paroksismal disertai
sakit kepala, berdebar,
dan berkeringat
2. Hipertensi dan riwayat
feokromositoma dalam
keluarga
3. Hipertensi yang
refrakter terdapat obat
terutama disertai berat
badan menurun
4. Sinus takikardia
5. Hipertensi ortostatik
6. Aritimia rekuren
7. Tipe MEN 2 atau MEN
3
8. Krisis hipertensi yang
terjadi selama
pembedahan anestesi
9. Mempunyai respon
kepada R-blocker
1. Neurofibromatosis
2. Sklerosis fibrosis
3. Sindrom sturge-weber
4. Penyakit von Hippel-Lindau
5. MEN, tipe 2:
a. Feokromositoma
b. Paratiroid adenoma
c. Karsinomea tiroid
medulla
6. MEN, tipe 3 :
a. Feokromositoma
b. Karsinomea tiroid
medulla
c. Neuroma mukosa
d. Ganglioma abdominalis
e. Habitus marfanoid
1. Pucat
2. Hipotensi
3. Ortostatik
4. Pandangan kabur
5. Edema papilla mata
6. BB turun
7. Poliuri
8. Polidepsi
9. Penigkatan LED
10. Hiperglikemi
11. Gangguan psikiatri
12. Kardiomiopati dilatasi
13. Eritropoesis
Daignosis
Pemeriksaan laboratorium khas
a. Peningkatan kadar katekolamin 5-10 kali normal
b. Tes klonidin, terjadi penekanan kadar norepinefrin (menjadi normal)
c. Tes provokasi lain :
Skrining tes pengukuran kadar normetanefrin dan metanifrin plasma
Tes regitin (fentolamin) kelebihan katekolamin dan tes stimulasi glucagon dasar
stimulasi glucagon, namun dapat meningkatkan risiko hipertensi
d. Bila tes laboratorium dinyatakan positif, perlu dicari lokasi dengan pemeriksaan CT-Scan.
Untuk mencari lokasi kelainan adrenal. Bila CT-scan normal, dilakukan pemeriksaan lain:
Sample dari vena besar yang selektif
Metaidobenzyl guanidine scaning (MIBG) untuk melihat multiple/metastasis
Scan indium-labeled octreotide
Mengukur kadar metanefrin bebas dalam darah dan dibandingkan dengan vena cava
Scan tomografi emisi positron.
Alur diagram diagnosis feokromositoma
Kecurigaan
Yakin ragu
urin 24 jam : Urin 24 jam
metanefrin, VMA, Katekolamine metanefrine
normal Tinggi/2x katekolamin normal
cek ulang/ cari causa lain CT-Scan/MRI cari causa lain
Tumor (+) Tumor (-)
Operasi MIBG Scan
Tumor (+)
Terapi
A. Tatalkasana awal
Persiapan sebelum operasi dilakukan untuk mengontrol tekanan darah, memakai α
(fenoksibenzamin) dan β-blocker (propranolol)
B. Terapi definitive
Operasi dapat dilakukan dengan cara konvensional atau laparoskopi dan merupakan pilihan
karena tingkat kesembuhan mencapai 90%. Adranelektomi mengangkat tumor. Bloker
α dan β-blocker pra operasi sangat penting karena penanganan tumor dapat memicu
terjadinya krisis.1
C. Follow up dilakukan sepanjang hidup karena sisa tumor dapat menimbulkan gejala klinis
malignan, dilakukan reseksi agresif. Gejala dikontrol dengan α dan β-blocker. Radiasi
dilakukan untuk metastase ke tulang.
D. Kemoterapi dengan siklosfosfamid vinkristin dan dalarlzin
Progonosis
Non feokromositoma malignan feokromositoma malignan
5 tahun cukup baik (> 95% )
Rekuren setelah operasi < 10 %
< 50%
Setelah operasi 75% pasien bebas dari obat anti hipertensi
25% membutuhkan minimal anti hipertensi.
REFERENSI
Davey, Patrick. 2005. Endokrinologi. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC
Robbins, Stanley L. Sistem Endokrin. Buku Ajar Patologi II. Jakarta : EGC
Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC
Tjahjono. 2003. Patologi kelenjar adrenal. Patologi Endokrin. Semarang : UNDIP
Regulasi Hormon terhadap Metabolisme Kadar Mineral Tubuh
Tias & Dike
Dalam serum/ plasma 65-110 mg/dL (3,6-6,1 mmol/L)
Dikutip dari David Adams, 2000
KADAR GLUKOSA NORMAL
Gambar 1 Jalur metabolisme karbohidrat
Hormon
Efek Metabolik Utama
Efek pada penyerapan
glukosa
Efek pada asam lemak
darah
Efek pada asam amino
darah
Efek pada protein otot
Insulin
↓ + penyerapan
glukosa + glikogenesis
-Glikogenolisis -Glukoneogenesis
↓ +Sintesis
trigliserida -Lipolisis
↓ +penyerapan asam amino
↑ +Sintesis protein
-Penguraian protein
Glukagon
↑ +Glikogenolisis
+Glukoneogenesis -Glikogenesis
↑ +lipolisis -sintesis
trigliserida
Tidak ada efek Tidak ada efek
Epinefrin
↑ +Glikogenolisis
+Glukoneogenesis -sekresi insulin
+sekresi glukagon
↑ +Lipolisis
Tidak ada efek Tidak ada efek
Kortisol
↑ +Glukoneogenesis
-penyerapan glukosa oleh
jaringan selain otak
↑ +Lipolisis
↑ +penguraian
protein
↓ +penguraian
protein
Hormone pertumbuhan
↑ -Penyerapan
glukosa oleh otot; menghemat
glukosa
↑ +Lipolisis
↓ +penyerapan asam amino
↑ +sintesis protein
-penguraian protein
+sintesis DNA dan RNA
Tabel 1.1 Kontrol metabolisme bahan bakar oleh hormon
Notes:
↓ + menunjukkan bahwa terjadi penurunan ↓ - menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ↑ + menunjukkan bahwa terjadi peningkatan ↑ - menunjukkan bahwa terjadi penurunan
Tabel 1.2 Kontrol metabolisme bahan bakar oleh hormon (lanjutan)
Hormon
Kontrol sekresi
Rangsangan utama untuk sekresi Peran utama dalam metabolisme
Insulin ↑ Glukosa darah
↓ Asam amino darah Pengatur utama siklus absorpsi dan
pasca-absorpsi
Glukagon ↓ Glukosa darah
↑ Asam amino darah
Pengaturan siklus absorpsi dan pasca-absorpsi bersama dengan
insulin; melindungi tubuh dari hioglikemia
Epinefrin Stimulasi simpatis selama stress
dan olahraga Penyiapan energi untuk keadaan
darurat dan olahraga
Kortisol Stres Mobilisasi bahan bakar metabolic
dan bahan pembangun selama adaptasi terhadap stress
Hormon pertumbuhan
Tidur lelap Stress
Olahraga Hipoglikemia
Mendorong pertumbuhan; dalam keadaan normal tidak begitu berperan dalam metabolism; mobilisasi bahan bakar plus
menghemat glukosa dalam keadaan yang meringankan
Materi yang tercantum ini tidak banyak. Untuk mendalami materi dengan lebih, dapat dibaca referansi yang
tercantum di bawah ini By: Dike Hanurafinova Afifi
Reference Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke
sistem. 2th
ed. Jakarta, EGC. p. 676
http://www.roma.unisa.edu.au/08366/index.htm.
Rest time
Jawaban untuk edisi yang lalu
Growth hormone
a. Sintesis dan struktur
Hormon ini disintesis di somatotrop, yaitu sekelompok sel asidofilik hipofisis.
Konsentrasi hormon pertumbuhan di dalam kelenjar hipofisis adalah 5-15 mg/g.
Hormon ini merupakan polipeptida tunggal dengan massa molekul 22 kDa dan
memiliki 191 asam amino pada semua spesies mamalia.
b. Reseptor hormon pertumbuhan
Reseptor hormon pertumbuhan adalah reseptor sitokin hemapoietin yang terdiri dari
protein dengan massa molekul sekitar 70 kDa dan memiliki domain perentang
membran yang tunggal. Pengikatan hormon pertumbuhan dapat menyebabkan
dimerisasi 2 reseptor hormon pertumbuhan sehingga aktivasi enzim tirosin kinase
JAK2 yang berkaitan dengan reseptor hormon pertumbuhan, fosforilasi reseptor tsb
dan JAK2 pada residu tirosil. Kejadian ini akan menyebabkan terjadinya aktivasi
sejumlah lintasan pembentukan sinyal, yaitu:
1). Fosforilasi protein STAT dan transkripsi gen
2). Aktivasi lintasan MAP kinase yang berkaitan dengan SHC/ Grb2
3). Fosforilasi IRS dengan aktivasi PI3 kinase
4). Aktivasi PLC dengan memproduksi diasilgliserol serta aktivasi protein kinase C.
c. Kerja fisiologi dan biokimia
Selain sangat penting bagi pertumbuhan pascanatal, hormon pertumbuhan juga
berperan dalam metabolisme normal karbohidrat, lipid, nitrogen, dan mineral. Kerja
hormon pertumbuhan diperantarai oleh dua gen yaitu gen IGF-I dan IGF-II. Kadar
IGF-II dalam plasma dua kali lipat dari kadar IGF-I. Orang-orang yang tidak
mempunyai kadar IGF-I yang cukup, tetapi memiliki IGF-II, tidak akan tumbuh
dengan normal.
1). Sintesis protein
Hormon pertumbuhan akan meningkatkan transportasi asam amino ke sel otot dan
sintesis protein lewat mekanisme yang terpisah dari efek pengangkutan.
2). Metabolisme karbohidrat
Pada umumnya, hormon ini melawan efek insulin. Di hati, hormon pertumbuhan
akan meningkatkan jumlah glikogen hati sehingga akan terjadi aktivasi
glukoneogenesis dari asam amino.
3). Metabolisme lipid
Hormon pertumbuhan memicu pelepasan asam lemak bebas dan gliserol dari
jaringan adiposa, meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam darah, dan
menyebabkan peningkatan oksidasi asam lemak bebas di hati.
4). Metabolisme mineral
IGF-I dapat meningkatkan keseimbangan positif kalsium , magnesium, dan fosfat,
serta dapat menyebabkan retensi Na+, K
+, dan Cl
-. Kalsium dapat memicu
pertumbuhan tulang panjang di lempeng epifisis pada anak-anak, merangsang
pertumbuhan tambahan, dan pertumbuhan akral pada orang dewasa. Hormon
pertumbuhan juga bis meningkatkan pembentukan tulang rawan pada anak-anak.
Thyroid hormone
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid terdiri dari 2 lobus yang
menyatu di tengah sehingga tampak seperti kupu-kupu. Sel-sel sekretorik utama tiroid
tersusun menjadi gelembung-gelembung berongga yang sering disebut sel folikel. Di
dalam folikel terdapat lumen yang berisi koloid. Isi utama koloid adalah tiroglobulin, yang
di dalamnya berisi hormon-hormon tiroid dalam berbagai tahapan pembentukan. Sel-sel
folikel menghasilkan 2 hormon yang mengandung iodium, yang berasal dari asam amino
tirosin yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) dan triiodotironin (T3). Hormon tiroid
diatur oleh hipotalamus-hipofisis-anterior, yaitu melalui TSH suatu hormon tropik tiroid
dari hipofisis anterior. Fungsinya sebagai regulator fisiologis bagi sekresi hormon tiroid
dan mempertahankan integritas struktural kelenjar tiroid.
Pembentukan, penyimpanan, dan pengeluaran hormon tiroid:
a. Tiroglobulin mengandung tirosin yang dihasilkan di dalam sel folikel tiroid
dipindahkan ke dalam koloid dengan cara eksositosis.
b. Iodium yang berasal dari makanan, secara aktif dipindahkan dari darah ke dalam
koloid oleh sel folikel.
c. Terjadi pengikatan 1 molekul iodium ke tirosin di dalam tiroglobulin sehingga
menghasilkan monoiodotirosin (MIT), jika terjadi perlekatan 2 iodium menghasilkan
diiodotirosin (DIT).
d. Jika terjadi penggabungan 2 DIT akan menghasilkan T4, sedangkan penggabungan 1
MIT dan 1 DIT akan menghasilkan T3.
e. Jika ada stimulasi yang sesuai, sel folikel tiroid akan memfagosit sebagian koloid yang
mengandung tiroglobulin.
f. Di dalam sel folikel, koloid akan menyatu dengan lisosom, yang enzim-enzimnya
dapat memisahkan hormon tiroid yang aktif (T4 dan T3) secara biologis, serta
iodotirosin yang nonaktif (MIT dan DIT).
g. T3 dan T4 berdifusi ke dalam darah.
h. Enzim yang ada di sel-sel folikel dengan cepat akan mengeluarkan iodium dari MIT
dan DIT.
i. Iodium yang dibebaskan didaur ulang untuk mensintesis hormon lagi.
Terdapat 3 protein plasma yang berfungsi mengikat hormon tiroid
a. Globulin pengikat tiroksin mengikat 55% T4 dan mengikat 65% T3.
b. Albumin mengikat 10% T4 dan mengikat 35% T3.
c. Pre-albumin pengikat globulin mengikat 35% T4.
Efek hormon tiroid:
a. Laju metabolisme meningkatkan seluruh laju metabolik basal tubuh, regulator
penting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan
istirahat. Peningkatan laju metabolik peningkatan produksi panas (kalorigenik).
b. Metabolisme perantara memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik pada
metabolisme bahan bakar yaitu mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat,
lemak, dan protein, tetapi juga dapat menginduksi efek yang bertentangan. Misalnya:
1). Jumlah hormon tiroid yang sedikit akan menyebabkan perubahan glukosa menjadi
glikogen, sebaliknya jika jumlahnya banyak akan menyebabkan penguraian
glikogen menjadi glukosa.
2). Hormon tiroid diperlukan untuk sintesis protein yang digunakan untuk
pertumbuhan tubuh dalam jumlah tertentu, tetapi jika jumlahnya banyak akan
menyebabkan penguraian protein.
Secara umum, kadar hormon tiroid yang berlebihan, misalnya pada orang yang sedang
berpuasa (tidak ada masukan makanan) akan menyebabkan peningkatan konsumsi
bahan bakar seperti penguraian glikogen, penurunan simpanan asam lemak, dan
pengecilan otot karena penguraian protein.
Regulasi Metabolisme Protein
a. Penyimpanan dan sekresi asam amino
Produk penting yang berasal dari asam amino antara lain heme, purin, pirimidin,
hormon, neurotransmiter, dan peptida. Banyak protein yang mengandung asam amino
dimodifikasi untuk memenuhi fungsi khusus, seperti pengikatan kalsium, atau sebagai
intermediet yang bekerja untuk menstabilkan protein. Contohnya seperti:
1). Sistein Senyawa Sulfat Urine. L-Sistein berfungsi sebagai prekursor bagian
tioetanolamin pada koenzim A dan taurin yang berkonjugasi dengan asam empedu
seperti asam taurokolat.
2). Histidin Histamin. Dekarboksilasi dari histidin akan membentuk histamin.
3). Ornitin dan Arginin Poliamin.
4). Triptofan Serotonin dan Melanin. Hidroksilasi triptofan menjadi 5-
hidroksitriftofan dikatalis oleh enzim tirosin hidroksilase hati serotonin. Reaksi
N-asetilasi serotonin dan O-metilasi pada jaringan korpus pineal melatonin.
5). Tirosin Epinefrin dan Norepinefrin. Sel dari neuron mengubah tirosin
epinefrin dan norepinefrin.
b. Metabolisme protein menjadi asam amino
Regulasi Metabolisme Lipid
Terdapat 5 lipoprotein di dalam plasma darah:
a. Asam lemak bebas (FFA)
Dalam keadaan kenyang, FFA dalam plasma darah kadarnya rendah, sedangkan pada
waktu lapar, FFA dalam plasma darah kadarnya tinggi. Keceptan produksi FFA di
A. A. ekstrasel non hepatik
Protein
A. A. intrasel non hepatik
Deaminasi Produk spesifik
aminasi
Asam keto
Asam lemak Siklus
Krebs
CO2
A. A. dalam sirkulasi darah
A. A. ekstrasel hepatik
Cerna & serap
Protein makanan
A. A. darah porta
Produk spesifik
A. A. intrasel hepatik Protein
Deaminasi Aminasi
NH3
CO2
Asam keto
Asam lemak
Siklus
Krebs
Urea
Siklus
urea
Metabolisme asam amino
dalam jaringan lemak bersifat mengendalikan kadar FFA yang ada di dalam plasma,
dan menentukan pengambilan FFA tersebut oleh jaringan lainnya dalam tubuh.
b. Khilomikron
Apoprotein yang berasal dari usus dan berfungsi sebagai pengangkut triasilgliserol
dari mukosa intestin. Khilomikron terdiri dari apoprotein B-48, C-I, C-II, dan C-III.
c. VLDL
Apoprotein yang berasal dari parenkim hati dan berfungsi sebagai pengangkut
triasilgliserol dari hati ke jaringan ekstrahepatik. VLDL terdiri dari apoprotein B-100,
C-I, C-II, dan C-III.
d. LDL
Sebagian besar LDL dibentuk oleh VLDL, mungkin oleh khilomikron, dan sebagian
lainnya diproduksi di hati. Terdiri dari apoprotein B-100. terdapat tempat pengiktan
spesifik LDL pada jaringan tertentu yaitu limfosit, sel otot polos, dan fibroblas.
Banyaknya tempat pengiktan LDL di permukaan sel diatur oleh kebutuhan seluler
terhadap kolesterol untuk keperluan membran dan sintesis hormon steroid.
e. HDL
HDL disintesis dan diekskresikan oleh usus dan hati. HDL yang disintesis di usus
mengandung apoprotein A-I dan A-II, sedangkan di hati mengandung apoprotein C.
HDL berperan dalm transportasi kolesterol dari jaringan ke hati.
steroid
kolesterol
ketogenesis
Benda keton
steroidogenesis
CO2
lipogenesis
Asetil Ko-A
Oksidasi-B
Asil Ko-A
piruvat
sfingolipid
Siklus
krebs
aktivasi
esterifikasi
fosfolipid
Triasilgliserol (T.G)
lipolisis
F.F.A
glukosa
Triosa-P
Gliserol-P
gliserol
Jalur-jalur utama metabolisme lemak
Metabolisme lipid dalam jaringan adiposa
Regulasi mineral tubuh yang dipengaruhi hormon
Di bawah ini merupakan contoh-contoh mineral yang kerjanya dipengaruhi oleh hormon:
a. Iodium
Pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid dipengaruhi oleh hormon TSH.
b. Kalsium
Metabolisme kalsium dipengaruhi oleh hormon paratiroid. Saat terjadi hipokalsemia,
PTH mengembalikan konsentrasi kalsium cairan ekstrasel yang normal dengan bekerja
langsung pada ginjal dan tulang, bekerja secara tidak langsung pada mukosa usus
(melalui stimulasi sintesis 1,25(OH)2-D3).
+ insulin
Dinding kapiler
Plasma
Gliserol-3P
T. G.
Hormon sensitif lipase
pool 1
gliserol
Lipogenesis
F. F. A F. F. A
ATP
KoASH tiokinase
pool 2
oksidasi -beta Asil-SKoA
HMP-shunt
(NADPH+H+)
CO2 Heksosa-P
Glukosa-6P
Glukosa
plasma
glukosa
Asetil-SKoA
CO2
Siklus
sitrat
lipoprotein lipase
F. F. A
gliserol
T. G.
Kilomikron
VLDL
F. F. A
gliserol
l
Fungsi PTH:
1). Menurunkan bersihan ginjal atau ekskresi kalsium konsentrasi kalsium
ekstrasel meningkat.
2). Meningkatkan laju disolusi tulang, termasuk fase organik maupun anorganik, yang
menggerakkan kalsium ke cairan ekstrasel.
3). Meningkatkan efisiensi absorpsi kalsium dari dalam usus dengan mensintesis
1,25(OH)2-D3.
Pada defisiensi kalsium dari makanan dengan absorpsi kalsium yang tidak cukup di
dalam usus PTH akan meningkatkan resorpsi kalsium.
Selain PTH, hormon yng mempengaruhi kalsium adalah kalsitonin. Efek utamanya
adalah menurunkan konsentrasi kalsium plasma dengan cara meningkatkan ekskresi
kalsium melalui ginjal dan menekan kerja osteoklast.
c. Fosfat
Fosfat dan kalsium biasanya terkandung di dalam tulang. Fosfat dilepas bersama
kalsium saat PTH meningkatkan resorpsi matriks mineral. Hormon PTH bekerja
menurunkan konsentrasi fosfat dalam cairan ekstrasel untuk mempertahankan
konsentrasi kalsium ekstrasel.
Referensi:
Baron, D. N. 1984. Kapita Selekta Patologi Klinik. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Hardjasasmita, P. 1991. Ikhtisar Biokimia A . Jakarta: FKUI.
__________________. Ikhtisar Biokimia B . ____________.
Murray, et al. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Jakarta: EGC.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC.
KELAINAN METABOLISME
By : Ajeng n Apri
Obesitas dan Dislipidemia
Obesitas : keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan
adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan.
Penentuan gizi lebih ataupun obesitas terkadang tidak dapat menggunakan standar
pengukuran yang sama karena antar ras memiliki komposisi lemak tubuh yang berbeda.
Cara Pengukuran berat badan lebih atau obes pada dewasa dengan cara mengukur
lemak tubuh langsung atau yang praktis dengan Body Mass Index (BMI) atau dalam bahasa
yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT).
IMT= Berat Badan (Kg) / (tinggi tubuh (m))2
berat badan dibagi dengan tinggi tubuh yang dikuadratkan.
Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas berdasarkan IMT dan Lingkar Perut menurut
kriteria Asia Pasifik.
Klasifikasi IMT
Risiko Ko-Morbiditas
Lingkar Perut
< 90 cm (pria)
< 80 cm (wanita)
≥ 90 cm (pria)
≥ 80 cm (wanita)
Berat Badan Kurang <18,5 Rendah
(meningkatnya pada
risiko masalah klinis
lain)
Sedang
Kisaran Normal 18,5 – 22,9 Sedang Meningkat
Berat Badan Lebih ≥ 23
Berisiko 23 – 24,9 Meningkat Moderat
Obes I 25 – 29,9 Moderat Berat
Obes II ≥ 30 Berat Sangat berat
Sumber: WHO WPR/ IASO/IOTF dalam The Asia Pacific Perspective: Redefining Obesity
and its Treatment (2000)
1. Patofisiologi Obesitas
Faktor yang mempengaruhi berat badan:
Keturunan/Genetik (40-70%)
Gaya Hidup (kebiasaan makan, kurang kegiatan fisik, kurang olahraga)
Lingkungan (tingkat kemakmuran/ sosioekonomi)
Obesitas Sentral :
*Lemak daerah abdomen terdiri dari : lemak subkutan dan lemak intra-abdominal.
Lemak intra-abdominal = lemak visceral(intraperitoneal) + massa lemak
retroperitoneal(sepanjang perbatasan dorsal usus dan bag. permukaan ventral ginjal).
Lemak viseral/intraperitoneal terdiri dari lemak omental dan lemak mesentrial.
Pada pria, massa retroperitoneal hanya sebagian kecil, seperempatnya adalah lemak
visceral, dan komponen obesitas sentralnya adalah lemak subkutan abdomen berkorelasi
dengan resistensi insulin seperti lemak viseral. Mobilisasi asam lemak lebih cepat dari
daerah viseral daripada lemak subkutan. Vena porta merupakan saluran tunggal bagi
jaringan adiposa dan berhubungan langsung dengan hati. Aktivitas lipolitik merupakan
kontributor terbesar asam lemak bebas dalam sirkulasi. Perubahan metabolik dan kelainan
kardiovaskular dapat mengambil indikator distribusi lemak regional.
Metabolisme Sindrom pada Obesitas
Komponen Tanda
Glukose intoleran/insuulin resisten Hiperinsulin
Tekanan darah 160/90 mmhg
Plasma TG dan HDL 150mg %
<35 mg% pria, <39% wanita
Central obes (obesitas sentral) Whr >0,90 pria
Whr > 0,85 wanita
BMI >30
mikroalbuminuria ya
Whr = lingkar pinggang
BMI = IMT
Penilaian Obesitas Sentral:
1. Computed Tomography (CT)
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
3. Lingkar perut/ rasio lingkar perut dan lingkar pinggul (WHR, waist-hip ratio)
Nb: cara nomor 1 sama nomor 2 mahal, jadinya biar ekonomis dan praktis, dipakai
cara no 3. harga memang menjamin mutu sih.
WHO : lingkar perut diukur pada pertengahan antara batas bawah iga dan krista iliaka
dengan pita secara horizontal pada akhir ekspirasi plus kedua tungkai dilebarkan 20-30
cm, tidak menahan perut.
Lingkar perut dikatakan memiliki korelasi dengan jumlah lemak intra abdominal dan
lemak total dan telah digunakan baik secara mandiri atau bersama-sama tebal kulit
subkutan untuk mengembangkan suatu korelasi regresi untuk mengoreksi massa lemak
intra abdominal. Ekuasi dengan menggunakan lingkar perut saja disesuaikan untuk umur,
menunjukkan prediksi lemak tubuh yang baik untuk spesimen subyek orang Belanda.
Hubungan dengan Resistensi Insulin dan Dislipidemia
Resistensi insulin dapat mengganggu proses penyimpanan lemak maupun sintesis lemak.
Hub. Kausatif antara resistensi insulin dan penyakit jantung koroner dan stroke :
Insulin merangsang lipogenesis pada jaringan arterial dan jaringan adiposa melalui
peningkatan produksi acetyl-CoA, meningkatkan asupan trigliserida dan glukosa.
Hub. Kausatif resistensi insulin dan dislipidemia : tandanya yaitu peningkatan konsentrasi
trigliserida dan penurunan kolesterol HDL akibat pengaruh insulin terhadap Cholesterol
Ester Transfer Protein (CETP) yang memperlancar transfer Cholesteryl Ester (CE) dari
HDL ke VLDL (trigliserida) dan mengakibatkan terjadinya katabolisme dari apoA,
komponen protein HDL. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh faktor genetik dan
lingkungan. Jenis kelamin mempengaruhi sensitivitas insulin dan otot rangka laki-laki
lebih resisten dibandingkan perempuan.
Faktor-faktor Komorbid:
Hipertensi
Penyakit kardiovaskuler
Dislipidemia
Hiperinsulinemia
DM tipe 2
Sleep apnea / obesity hypoventilation syndrome
Osteoartritis
Infertilitas
Kondisi lain : GERD, inkontinensi urin tipe stres,lower extremity venous stasis
disease
2. Dislipidemia
Berdasarkan konsensus NCEP ATP III tahun 2001 adalah ketidaknormalan kadar lipid
dalam darah meliputi cholesterol total, LDL cholesterol, HDL choleterol dan trigliserida.
Klasifikasi Dislipidemia:
Dislipidemia primer tidak jelas penyebabnya
Dislipidemia sekunder mempunyai penyakit dasar seperti pada sindroma nefrotik,
diabetes mellitus, hipotiroidisme.
Dislipidemia berdasarkan profil lipid yang menonjol:
Hiperkolesterolemi, hipertrigliseridemi, isolated low HDL-cholestrol, dan
dislipidemi campuran(banyak ditemukan).
Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserid menurut
NCEP ATP III 2001 mg/dl
Kolesterol total
< 200
200-239
≥ 240
Optimal
Diinginkan
Tinggi
Kolesterol LDL
< 100
100-129
130-159
160-189
≥ 190
Optimal
Mendekati optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat tinggi
Kolesterol HDL
< 40
≥ 60
Rendah
Tinggi
Trigliserid
< 150
150-199
200-499
≥ 500
Optimal
Diinginkan
Tinggi
Sangat tinggi
Dikutip dari: Executive summary of third report of the National Cholesterol Education
Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Cholesterol in Adult (Adult Treatment Panel III). JAMA 2001; 285; 2486-2497
Kolesterol LDL dan beberapa faktor risiko digunakan untuk menentukan sasaran kadar
kolesterol LDL yang diinginkan pada orang dewasa > 20 tahun. Faktor risiko ini
digunakan untuk pencegahan penyakit arteri koroner.
Faktor risiko yang menentukan sasaran kolesterol LDL yang ingin dicapai.
Umur pria ≥ 45 tahun dan wanita ≥ 55 tahun
Riwayat keluarga PAK (Penyakit Arteri Koroner) dini yaitu ayah usia < 55 tahun dan ibu
< 65 tahun
Kebiasaan merokok
Hipertensi (≥ 140/90 mmHg atau sedang mendapat obat antihipertensi)
Kolesterol HDL rendah (< 40 mg/dl) jika mencapai ≥ 60 mg/dl, maka mengurangi satu
FR
Penyakit Arteri Koroner ini memiliki tiga kelompok risiko penyakit yaitu risiko tinggi
dengan riwayat PAK atau disamakan dengan penyakit lain seperti DM dan aterosklerotik,
risiko sedang atau multiple, dan risiko rendah.
3. Hiperlipidemia
Sebelum masuk ke hiperlipidemia, ada pengantar sekilas mengenai lipid plasma.
Lipid plasma terdiri dari:
o Kolesterol
o Trigliserida
o Fosfolipid
o Asam lemak bebas
Lipid plasma berasal dari makanan (eksogen) dan sintesis lemak (endogen). Kolesterol
dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif memiliki makna klinis berkaitan dengan
aterogenesis. Meskipun namanya lipid plasma, mereka tidak larut dalam plasma. Oleh
karena itu, lipid terikat pada protein sebagai mekanisme dalam serum. Ikatan ini
menghasilkan 4 kelas:
1. Kilomikron kadar trigliserida tinggi
2. Lipoprotein Densitas Sangat Rendah (VLDL) kadar trigliserida tinggi
3. Lipoprotein Densitas Rendah (LDL) kadar kolesterolnya paling tinggi
4. Lipoprotein Densitas Tinggi (HDL) kadar proteinnya paling tinggi
Kadar relatif lipid dan protein pada tiap kelas berbeda.
Hiperlipidemia peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal.
o Hiperlipidemia sekunder kasus dengan kadar tinggi karena gangguan sistemik.
Penyebab utama: obesitas, asupan alkohol berlebihan, diabetes melitus, hipotiroidisme,
dan sindrom nefrotik.
o Hiperlipidemia primer hiperlipidemia akibat predisposisi genetik terhadap kelainan
metabolisme. Kelainan mengode enzim, apoprotein, atau reseptor yang terlibat dalam
metabolisme lipid.
Tipe-tipe hiperlipidemia menurut WHO ada 5(tipe I – V) tapi tidak menunjukkan
penyebabnya.
Konsekuensi dari hiperlipidemia yang terutama adalah peningkatan kolesterol serum,
terutama mencerminkan kolesterol lipoprotein serum densitas rendah (LDL-C) faktor
predisposisi terjadinya ateroma.
Peningkatan kolesterol serum berhubungan dengan peningkatan prematuritas dan keparahan
aterosklerosis. Kolesterol LDL merupakan faktor penyebab terjadinya penyakit jatung
koroner. NCEP ATP II memberikan batas LDL ≤ 100 m/dl.
Penilaian Risiko:
Merokok sigaret (cigarette)
Hipertensi
Kadar HDL-C kurang dari 40 mg/dl
Riwayat CHD (Coronary Heart Disease) prematur dalam keluarga
Usia (laki-laki ≥ 45 tahun, perempuan ≥ 55 tahun)
Bila seseorang memiliki banyak faktor risiko (2+), penilaian risiko 10 tahunnya dilakukan
dengan alat skor Framingham (terdaftar dalam NCEP APT III sebagai usia, kolesterol total,
HDL-C, tekanan darah, dan merokok sigaret).
National Cholesterol Education Program (Adult Treatment Panel III): Tujuan dan Titik
Temu LDL-C terhadap Perubahan Gaya Hidup Terapeutik Terapi Obat dalam Kategori
Risiko Penyakit Jantung Koroner yang berbeda.
No. Kategori Risiko Tujuan LDL Kadar LDL saat
dimulainya perubahan
gaya hidup terapeutik
Kadar LDL saat
dipertimbangkan
perlunya terapi obat
1. CHD atau setara
risiko CHD
(risiko 10 tahun
>20%) = risiko
tertinggi
<100 mg/dl ≥ 100 mg/dl ≥ 130 mg/dl (100-129;
obat pilihan)
2. Faktor 2+ (risiko
10 tahun ≤ 20%)
= risiko tertinggi
kedua
<130 mg/dl ≥ 130 mg/dl ≥ 130 mg/dl (risiko 10
tahun, 10-20%)
3. Faktor risiko 0
s.d. 1+ (risiko 10
tahun <10%) =
risiko ketiga/
terendah
<160 mg/dl ≥ 160 mg/dl ≥ 160 mg/dl (risiko 10
tahun < 10%)
2+ punya 2 faktor risiko.
Setara risiko CHD mencakup bentuk lain penyakit aterosklerotik (penyakit arteri perifer,
aneurisma aorta abdominalis, dan penyakit arteria karotis simtomatik), diabetes, dan berbagai
faktor risiko yang memberikan risiko 10 tahun untuk timbulnya CHD 20 % lebih besar.
PENATALAKSANAAN DISLIPIDEMIA
1. Farmakologi
Jenis Cara kerja Lipoprotein Dosis Efek samping
Asam
lemak
omega 3
Sintesis VLDL 50-60%
pada hiper
TG berat
Mual
Asam
nikotinik
Sintesis VLDL
dan LDL
Trigliserida
25-85%
VLDL-C
25-35%
LDL-C 25-
40%
HDL
mungkin
Niasin 50-100
mg tiga kali
pemberian,
kemudian
tingkatkan 1.0-
2.5 g tiga kali
pemberian
Flushing,
takikardia,
gatal, mual,
diare,
hiperurisemia,
ulkus peptic,
intoleransi
glukosa,
gangguan
fungsi hati
Bile acid-
sequestran
Menghambat
sirkulasi
enterohepatik
asam empedu;
sintesis asam
empedu dan
reseptor LDL
LDL-C 20-
30%
HDL-C,
and TG
Kolestiramin
8-12 g, dua
atau tiga kali
pemberian
Kolestipol 10-
15 g, dua atau
tiga kali
pemberian
Obstipasi,
mual, perut
tidak enak
Derivat
asam
fibrat
LPL dan
hidrolisis TG
Sintesis VLDL
Katabolisme
LDL
TG 25-
40%
or LDL-C
HDL
Gemfibrozil
600-1200
mg/dl
Fenofibrat 160
mg
Mual,
gannguan
fungsi hati,
miositis
Ezetimible Absorpsi
kolesterol di
usus halus
LDL-C 16-
18%
10 mg/hari Sakit kepala,
nyeri perut, dan
diare
HMG-
CaA
reductase
inhibitors
Sintesis
kolesterol
Reseptor LDL
LDL-C 25-
40%
VLDL
Lovastatin 10-
80mg/dl
Pravastatin 10-
40mg/dl
Simvastatin 5-
40mg/dl
Fluvastatin 20-
40mg/dl
Atorvastatin
10-80mg/dl
Rosuvastatin
10-20mg/dl
Gangguan
fungsi hati,
miositis
2. Non farmakologi
a. Terapi nutrisi medis.
Pada dasarnya adalah pembatasan jumlah kalori dan jumlah lemak. Pasien
dengan kadar kolesterol LDL atau kolesterol total tinggi dianjurkan untuk mengurangi
asupan lemak tidak jenuh rantai tunggal dan ganda ( MUFA dan PUFA ). Pada pasien
dengan kadar trigliserid yang tinggi perlu dikurangi asupan karbohidrat, alcohol dan
lemak.
b. Aktifitas fisik. Sesuai kemampuan dan kesenangan pasien agar berlangsung terus-
menerus.
c. Hentikan merokok
d. Menurunkan berat badan bagi mereka yang gemuk
e. Mengurangi asupan alcohol
PENATALAKSANAAN OBESITAS
1. Non Farmakologi
Penurunan berat badan. Tujuan awal dari penurunan berat badan adalah
mengurangi berat badan sekitar 10% dari berat awal. Batas waktu yang masuk akal
adalah 6 bulan. Untuk pasien yang tidak mampu mencapa penurunan berat badan
yang signifikan, dilakukan pencegahan kenaikan berat badan.
Terapi penurunan berat badan yang sukses meliputi 4 pilar yaitu diet rendah
kalori, aktifitas fisik, perubahan perilaku dan obat-obatan/bedah.
Terapi diet : Bertujuan membuat defisit 500-1000 kcal/hari. Total lemak
seharusnya kurang dan sama dengan 30% dari total kalori.
Aktifitas fisik : Aktifitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan
peningkatan berat badan. Keuntungan lainnya adalah terjadi pengurangan resiko
kardiovaskular dan diabetes. Terapi harus dimulai secara perlahan, kemudian
intensitasnya dinaikan secara bertahap. Strategi lain untuk meningkatkan aktifitas fisik
dengan mengurangi waktu santai dan melakukan aktifitas rutin lain dengan resiko
cidera rendah.
Terapi perilaku : Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri tehadap
kebiasaan makan dan aktifitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan
masalah, contingency management, cognitive restructuring dan dukungan social.
2. Farmakologi
a. Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktifitas fisik terbukti efektif
menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Kontra indikasi pada riwayat
hipertensi, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau
riwayat strok.
b. Orlistat menghambat absopsi lemak sebesar 30%, dibutuhkan penggantian
vitamin larut lemak karena terjadi malabsorpsi parsial. Pasien harus dipantau
untuk efek samping yang terjadi.
3. Terapi bedah
Terapi ini hanya diberikan pada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI
40 atau 35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai
alternatif terakhir untuk pasien yang gagal denagn fermakoterapi dan memderita
komlikasi obesitas yang ekstrem.
Referensi:
Sudoyo, Aru. W dkk. 2007. Dislipidemia.Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II.
Edisi IV. Jakarta: EGC
Sudoyo, Aru W dkk. 2007. Obesitas. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi
IV. Jakarta: EGC
Prologue:
Dalam hidup, banyak hal yang tidak kita mengerti, banyak pertanyaan yang tidak terjawab. Salahkah memaknai hidup untuk diri sendiri?
Orang bijak pernah berkata, ”kebahagiaan itu dibuat, bukan dicari” Lalu salahkah mencoba bahagia dengan apa yang dapat kita raih, dengan apa yang kita miliki bukan hanya
mengawalinya dengan mimpi? Mimpi sering menyakitiku
Saat aku tersadar, mereka tidak nyata, saat terbang melayang, aku sakit terjatuh Tapi mimpi jualah yang mengawali apa yang dapat kuraih dan kumiliki saat ini
Dan semoga mimpi-mimpiku yang lain dapat terwujud di kemudian hari Dan aku dapat bahagia dengan apa yang aku raih dan kumiliki
Temanku pernah berkata, ”berdamailah dengan waktu” (That’s cool Siska, Great art) Namun, pertama-tama aku butuh berdamai dengan diriku sendiri...
(Untuk orang-orang yang kucintai dan orang-orang yang mencintaiku, with love, Apri)
Pengaturan Diet pada Kelainan Endokrin dan Metabolisme
By Gendis, Ais, Achies
A. Pengaruh kelainan kelenjar tiroid terhadap gizi
1. Pengaruh gizi terhadap hipotiroid
2. Pengelolaan terapi diit pada kelainan kelenjar tiroid
Fungsi tubuh normal dapat dipengaruhi oleh defisiensi hormon tiroid. Gejala
hipotiroid yang mengenai setiap individual bervariasi. Gejalanya dapat berupa kelelahan,
kesulitan berjalan, perasaan kedinginan, depresi, konstipasi, kulit kering, kekakuan atau
kelemahan pada otot dan persendian, peningkatan denyut jantung, nafas pendek, tachipnea,
insomnia, demam, siklus menstruasi yang terganngu, peningkatan berat badan secara tiba-
tiba, dan beberapa kelambatan gerakan. Sangat sulit untuk mendiagnosis adanya hipotiroid,
bahkan tes darah tidak begitu signifikan untuk mendeteksi hipotiroid.
Ada beberapa nutrien yang bermain peran pada fungsi hormon kelenjar tiroid dan
kelenjar paratiroid. Suplementasi dengan selenium, zinc, dan tembaga sangat penting untuk
produksi dan metabolisme normal hormon tiroid. Sumber diet yang tepat dapat ditemukan
pada makanan laut, daging, gandum, ayam, hati, bayam, kacang, dan rumput laut.
Individu yang menginginkan kesembuhan dari hipotiroid harus mengkonsumsi diet
yang cukup dan bergizi. Diet harus kaya akan buah, sayuran, ayam tanpa kulit, ikan, gandum
(whole grains), dan kacang-kacangan. Beberapa makanan yang dapat membantu menghindari
seseorang dari gejala hipotiroid adalah bawang bombay, rumput laut, kuning telur, gandum,
jamur, pisang, makanan laut. Sedangkan yang harus dihindari adalah kubis, kedelai, kembang
kol, kacang panjang, kentang, dan ubi jalar. Makanan-makanan di atas yang dianjurkan adalah
makanan yang memacu pembesaran kelenjar tiroid dan sintesis hormonnya juga dapat
ditingkatkan.
Tirosin, suatu asam amino, digunakan sebagai prekusor untuk pembuatan hormon
tiroid, dan defisiensi tirosin dapat memacu penurunan fungsi tiroid. Diet rendah protein dapat
mengurangi persediaan tirosin. Dosis 500-1.500 mg suplementasi per hari dapat mencukupi
manfaat terapeutik. Iodin juga penting untuk blocking dari hormon tiroid. Sumber iodin yang
baik berupa ikan laut, tanaman laut, dan garam iodin.
Referensi:
Shoback, Gardner. 2007. Lange—Greenspan’s Basic & Clinical Endocrinology. USA: Mc
Graw Hill.
B. Metabolisme disorder pada DM
1. Peranan gizi pada DM
2. Pengelolaan terapi diit pada kasus DM
Tujuan pengelolaan diet pada DM:
1. Menjaga gula darah dalam batas normal
2. Menjaga kadar lipid darah dalam batas normal
3. Memberikan kalori adekuat
4. Mencegah komplikasi akut
5. Mencegah komplikasi jangka panjang
6. Memperbaiki kondisi kesehatan penderita
Perbandingan karbohidrat, lemak dan protein rekomendasi pengaturan glukosa ideal dan
intake lemak yang rendah mengurangi risiko komplikasi kardiovaskular.
1. Karbohidrat: dianjurkan dari polisakarida
Kasus DM ringan/ pada subjek obesitas:
pertama kali diberi 100 – 125 g. bila diperkirakan tidak ada insulin yang
dibutuhkan. Bila DM terkontrol karbohidrat dapat ditingkatkan mulai 150 –
200 g bila dapat ditoleransi.
Kasus DM parah, pada anak – anak, dan pada diabetes gizi kurang:
permulaan diberikan 125 – 150 g, dan ditingkatkan secara bertahap selama lebih
dari 1 minggu dari 200 – 250 g. per hari.
2. Protein
Dewasa: diberikan 0,8 g/kg BB
12%-20% dari total kalori protein cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan
anak-anak dan menjaga integritas jaringan pada dewasa.
Protein tinggi tidak baik kandungan lemak tak jenuh & beban ginjal untuk
mengeksresikan Nitrogen berlebihan.
3. Lemak
Tidak lebih dari 25%-30% dari total kalori makanan, dengan lemak hewani < 10%.
Intake kolesterol rendah (≤ 300 mg/hari).
Kontrol pada makanan berlemak mengurangi risiko aterosklerosis & jantung
koroner
4. Vitamin – Mineral:
Pada kasus DM sederhana: vitamin dipenuhi dengan kandungan alami yang
terdapat pada makanan.
Mineral cukup diutamakan sumber antioksidan (Cromium, Magnesium. Natrium
cukup 3 g)
5. Kalori total: tergantung status nutrisi pasien. Pasien DM yang obesitas diijinkan untuk
mendapat 18 kalori/ kg BB. Bila hal ini saja yang dilakukan, dengan pengurangan
berat badan biasanya dapat mengontrol diabetes ringan tanpa penggunaan insulin. Bila
BB standar tercapai, intake kalori ditingkatkan secara bertahap sampai titik dimana
BB dipertahankan.
Catatan: bila pengurangan diet seperti ini dilakukan, asupan mineral dan vitamin harus
tetap dipertahankan.
Pada pasien DM dengan BB standar: 25 kalori/kg BB. Setelah diabetes dapat
dikendalikan (dengan atau tanpa insulin), intake kalori harian dapat ditingkatkan
untuk mencegah turunnya BB.
Pada pasien DM dengan BB kurang: 35 kalori/ kg BB. Pasien ini hampir selalu
membutuhkan insulin. Intake kalori dikurangi setelah BB mendekati tingkat
standar; dan harus dijaga agar tetap dibawah standar.
Distribusi makanan:
Sarapan : 20%
Snack : 10%
Makan siang : 25%
Snack : 10%
Makan malam : 25%
Snack : 10%
Manajemen diet pada DM
Strategi diet Tipe 1 (non-obese) Tipe 2 (obese)
Penurunan asupan energi (kkalori) Tidak Ya
Peningkatan frekuensi & jumlah
makanan
Ya Biasanya tidak
Asupan harian terdiri dari
karbohidrat, protein dan lemak
Sangat penting Tidak penting
Perencanaan rasio harian protein,
lemak, karbohidrat pada tiap
makan
Diharapkan Tidak dibutuhkan
Perencanaan tambahan makanan
untuk mengatasi/ mencegah
hipoglikemi
Sangat penting Tidak dibutuhkan
Perencanaan waktu untuk makan dan
snack
Sangat penting Tidak penting
Makanan tambahan untuk latihan
baru
Ya Biasanya tidak
Saat sakit, berikan karbohidrat
sedikit tapi sering untuk
mencegah ketoasidosis (asidosis
& penumpukan benda keton)
Penting Biasanya tidak
penting, karena
resisten terhadap
ketoasidosis
Tabel. Strategi Diet pada 2 Tipe DM
Referensi:
Paschkis, K. E., Rakoff, A. E., Cantarow, A. 1961. Clinical Endocrinology. Edisi 2. New
York: Hoeber – Harper.
Williams, Rodwell Sue. 2001. Basic Nutrition & Diet Therapy. Edisi 11. Missouri: Mosby.
―guide us in the straight path‖
C. Metabolisme disorder pada hiperlipoproteinemia dan obesitas
1. Peranan gizi pada kejadian hiperlipoproteinemia dan obesitas
2. Pengelolaan terapi diit pada kasus hiperlipoproteinemia dan obesitas
A. Obesitas
Definisi
Obesitas atau kegemukan diartikan sebagai suatu kelainan atau penyakit yang ditandai
dengan penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
Ketidakseimbangan antara asupan energi dengan keluaran energi, sehingga terjadi
kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk lemak.
Kriteria
Body Mass Index (BMI)
Indeks masa tubuh menunjukkan bila mengalami kelebihan berat untuk usia dan tinggi
badannya.
Klasifikasi menurut WHO
BMI Kategori
< 18,5 Berat badan kurang
18,5 – 24,9 Berat badan normal
25 – 29,9 Berat badan lebih
30 – 34,9 Obesitas I
35 – 39,9 Obesitas II
> 39,9 Sangat obesitas
Tabel. Klasifikasi Kategori Berat Badan Menurut BMI.
Pengukuran berat badan (BB)
Obesitas bila > 120% BB standart
Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal lipatan
kulit/TLK) Obesitas bila TLK Triceps > persentil ke 85
Etiologi
Penyebab belum diketahui secara pasti
multifaktorial
Faktor Genetik
Parental fatness berperan sangat besar
Kedua orang tua obesitas 80% anak menjadi obesitas
Salah satu orang tua obesitas 40%
Orang tua tidak obesitas 14%
Faktor Lingkungan
Aktivitas Fisik : Terdapat hubungan antara aktivitas fisik yang rendah dengan kejadian
obesitas.
Faktor Nutrisional : Kenaikan berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu
pertama kali mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan
lemak serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.
Faktor Sosioekonomi : Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola
makan serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi
Factor Psikologis : Ada sebagian anak-anak yang makan terlalu banyak sebagai
pelampiasan bila ada masalah, seperti stres atau kebosanan
Klinis
Mudah dikenali karena mempunyai tanda dan gejala yang khas antara lain :
wajah membulat, pipi tembem,
dagu rangkap, leher relatif pendek,
dada yang menggembung dengan payudara yang membesar mengandung jaringan
lemak,
perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat,
kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam
saling menempel dan menyebabkan lecet.
pada anak laki-laki penis tampak kecil karena terkubur dalam jaringan lemak
suprapubik.
Dampak
Diabetes tipe 2, resisten terhadap insulin
Tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi dan tingkat blood lipid yang abnormal
Obstructive sleep apnea
Penebalan lemak daerah dinding dada & perut
mengganggu pergerakan dinding dada & diagfragma
pe↓ volume
me↑ beban kerja otot pernafasan.
Tidur
pe↓ tonus otot dinding dada, pe↓ saturasi O2, pe↑ kadar CO2, pe↓ tonus otot
yang mengatur pergerakan lidah
lidah jatuh ke belakang
obstruksi
gelisah, sesak.
Gangguan ortopedik :
Menopang berat badan berlebih
tergelincirnya epifisis caput femoris
gejala nyeri panggul atau lutut & terbatasnya gerakan panggul.
Pseudotumor cerebri:
Pada obesitas terjadi pe↑ kadar CO2
pe↑ ringan TIK
gejala yang timbul yaitu sakit kepala, diplopia, kehilangan lapang pandang
perifer, iritabilitas.
Pubertas atau menarche dini : anak yang kelebihan berat badan dapat tumbuh lebih
tinggi dan secara seksual lebih matang dari anak-anak sebayanya; gadis-gadis yang
mengalami kelebihan berat badan seringkali mengalami siklus menstruasi yang
tidak teratur dan menghadapi masalah fertilitas pada usia dewasanya.
Penanganan
Prinsip : Me↓ asupan energi, me↑ pengeluaran energi
Pengaturan diet
Harus disesuaikan dengan usia, derajat obesitas dan ada tidaknya penyakit
penyerta.
Perlu diperhatikan :
Me↓ BB tapi tetap mempertahankan pertumbuhan normal.
Diet seimbang dengan komposisi karbohidrat 50-60%, lemak 20-30%
dengan lemak jenuh <10%, protein 15-20% energi total, kolesterol <300
mg perhari.
Diet tinggi serta, dianjurkan pada anak >2 tahun dengan menggunakan
rumus : [umur(tahun)+5] gram perhari.
Pengaturan aktivitas fisik
keterampilan otot : bersepeda, berenang, menari, senam, dll.
Dianjurkan melakukan aktivitas fisik 20-30 menit per hari.
Mengubah pola hidup/perilaku
Pengawasan terhadap BB, asupan makanan, aktivitas fisik dan mencatat
perkembangannya.
menyingkirkan rangsangan disekitar yang dapat memicu keinginan untuk makan.
Mengontrol porsi dan jenis makanan yang dikonsumsi dan mengurangi camilan.
Menghindari makanan berkalori tinggi yang pada umumnya lebih lezat dengan
makanan yang berkalori rendah.
Terapi intensif Diterapkan pada obesitas berat disertai komplikasi yang tidak
memberikan respon pada terapi konvensional.
Diet berkalori rendah bila BB > 140% BB ideal.
Asupan kalori hanya 600-800 kkal per hari
Protein hewani 1,5-2,5 gram/kg BB ideal
Suplementasi vitamin dan mineral
Minum air putih > 1,5 L per hari
Farmakoterapi
Menekan nafsu makan, contohnya sibutramin.
Menghambat absorbsi zat-zat gizi, contohnya orlistat, leptin, octreotid dan metformin.
Meningkatkan penggunaan energi.
Terapi bedah
Diindikasikan bila BB >200% BB ideal.
Prinsip : mengurangi asupan makanan atau memperlambat pengosongan lambung
dengan cara gastric banding dan mengurangi absorbsi makanan dengan cara membuat
gastric bypass dari lambung ke bagian akhir usus halus.
Belum banyak penelitian tentang manfaat dan bahaya terapi ini.
B. Hiperlipoproteinemia
Hiperlipoproteinemia adalah gangguan metabolisme ditandai dengan tingginya
konsentrasi tertentu partikel lipoprotein dalam plasma. Hiperlipidemia adalah peninggian
kadar lemak di dalam plasma. Terdapatnya hiperlipidemia, hiperkolesterolemia atau
hipertrigliseridemia tidak dapat memastikan suatu penyakit tertentu. Hiperlipidemia,
seperti halnya demam, hanya merupakan suatu gejala dari kelainan yang dapat berbeda-
beda mekanisme dasar, manifestasi klinik, prognosis dan respons terhadap pengobatan.
Untuk kepentingan diagnosis dan terapi, keadaan hiperlipidemia harus diterjemahkan
sebagai hiperlipoproteinemia
Nilai lemak plasma dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor, antara lain : suku
bangsa, umur, faktor metabolik dan genetik. Frederickson membuat definisi
hiperlipidemia bila kadar kolesterol 250 mg/dl dan trigliserida 200 mg/dl . Untuk
pedoman kerja dapat dipakai nilai berdasarkan umur, di mana disebut hiperlipidemia jika
individu berumur < 20 tahun dengan kadar kolesterol total > 200 mg/dl, atau trigliserida >
140 mg/dl, dan pada umur > 20 tahun dengan kadar kolesterol total > 240 mg/dl atau
trigliserida > 200 mg/dl.
PENATALAKSANAAN HIPERLIPOPROTEINEMIA
Karena merupakan salah satu usaha menanggulangi faktor risiko penyakit jantung
koroner, harus dilaksanakan serempak dengan penanggulangan faktor-faktor risiko yang
lain. Keberhasilan sangat tergantung pada kerja sama yang baik antara dokter, ahli gizi
dan penderita.
Bila hiperlipoproteinemia terjadi sekunder akibat penyakit lain, tindakan utama adalah
pengobatan penyakit tersebut. Sedangkan pada hiperlipoproteinemia primer, terdapat 2
indikasi utama untuk ikut sertanya suatu pengobatan, yaitu :
· Pengobatan akan memperlambat timbulnya aterosklerosis dan mengurangi komplikasi,
misal : infark miokard.
· Indikasi lain yang agak jarang yaitu menghilangkan komplikasi hipertrigliseridemia yang
berat, erupsi santoma primer,nyeri perut, kadang-kadang bersama pankreatitis dan
hepatosplenomegali.Pengobatan perlu diberikan bila kadar kolesterol dan atau
trigliserida lebih dari normal berdasarkan umur
Diet
Karena lipoprotein plasma secara langsung maupun tak langsung berasal dari apa yang
kita makan, tidaklah mengherankan bila diet akan sangat mempengaruhi kadar
lipoprotein. Diet adalah pengobatan yang terpenting pada hiperlipiproteinemia primer.
Pada dasarnya sasaran diet adalah menurunkan berat badan bila penderita terlalu gemuk,
dan mempertahankannya dalamberat badan ideal, serta menurunkan kadar lemak darah
dan mempertahankannya agar tetap dalam batas-batas normal. Diet harus dijalankan
terlebih dahulu sebelum dipergunakan obat-obat. Bila obat-obat perlu diberikan, diet harus
tetap dilaksanakan.
Obat-obatan
Nicotinic acid
Dapat menurunkan kadar kolesterol 8—16% dan trigliserida 20—30%. Efek samping
banyak, antara lain : gatal-gatal, kemerahan kulit, anoreksia, nausea, vomitus, diare, tukak
lambung, hiperurikemia, intoleransi glukosa dan fungsi hati terganggu.
Clofibrate
Dapat menurunkan kolesterol 5—15% dan trigliserida 30—40%. Salah satu efek
sampingnya adalah meningkatkan jumlah sterol fekal yang berhubungan dengan
kolelitiasis dan penyakit traktus biliaris.
Bile acid sequestrants (Cholestyramine, Colestipol)
Menurunkan kolesterol sebanyak 20—30% dan meningkatkan trigliserida. Efek
sampingnya antara lain adalah konstipasi.
Probucol
Menurunkan kadar kolesterol sebesar 10—15% dan pengaruh pada trigliserida bervariasi.
Efek samping antara lain : diare, kembung dan peninggian trigliserida.
Neomycin
Dapat menurunkan kadar plasma kolesterol sebesar 20—30%. Efek samping berupa diare
dan kejang perut.
Referensi:
http://www.vision.net.id/
http://www.pjnhk.go.id/
http://www.indomedia.com/
http://www.iptek.net.id/
http://www.Emedicine.net
NEOPLASMA DAN TERAPI OPERATIF PADA KELAINAN ENDOKRIN
By Yuli, Ivan n Ozan
TIROIDEKTOMI
yuli lestari
TERAPI BEDAH
TIROIDEKTOMI.adalah tindakan pembedahan untuk mengangkat kelenjar tiroid yang
membesar.
INDIKASI
Karsinoma tiroid bediferensiasi baik
Karsinoma medularis dengan atau tanpa diseksi leher radikal
TEKNIK TIROIDEKTOMI
1. Dengan kepala ekstensi, insisi transversa kurvilinear dibuat sekitar 3 cm di atas caput
claviculae. Setelah elevasi flat superior dan inferior, fascia cervicalis dipotong dalam
garis tengah.
2. Musculus sternohyoideus dan sternityroideus dielevasi, yang memungkinkan
pemaparan isthmus dan lobus. Ligamentum suspensorium dipotong setinggi cartilage
thyroidea untuk memungkinkan reseksi lobus pyramidalis dan nodi lymphatici
delphian.
3. Ruang cricothyroidea dibuka untuk memungkinkan pemaparan pembuluh darah kutub
superior.
4. Cabang pembuluh darah thyroidea superior dipotong bebas dan diklem terpisah untuk
mencegah trauma pada ramus eksternus nn. Laryngeus superior
5. Glandula thyroidea dirotasi anterior, yang memaparkan cabang arteria thyroidea
inferior, nervus laryngeus reccurens dan glandula parathyroidea. Cabang terminal
arteria thyroidea inferior dipotong setelah nervus laringeus reccurens dikenali dan
dilindungi. Penyediaan darah ke glandula parathyroidea harus dilindung bila mungkin,
6. Nervus laryngeus revccurens dilindungi selama pemotongan ligamentum Berry. Lobus
dan isthmus kemudian dielevasi ke garis tengah yang menyelesaikan peseksi lobus.
KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Risiko ini minimum tetapi mungkin saja terjadi. Bila timbul biasanya suatu
kedaruratan bedah. Diperlukan dekompresi leher secepat mungkin dan
mengembalikan pasien ke kamar operasi.
2. Terbukanya vena besar dan menyebabkan embolisme udara
Dengan tindakan anestesi yang mutakhir, ventilasi tekanan positif intermiten dan
teknik bedah yang cermat, kejadian ini jarang terjadi.
3. Trauma pada nervus laryngeus recurrens
Menimbulkan paralysis sebagian atau total (jika ilateral) larynx. Pengetahuan anatomi
bedah yang adekuat dan kehati-hatian pada saat operasi dapat mencegah cedera pada
saraf ini.
4. Memaksa sekresi glandula ini dalam jumlah abnormal ke dalam sirkulasi dengan
tekanan.
Hal ini di rujuk pada ―thyotoxic storm‖ dan pada saat ini jarang terjadi.
5. Sepsis yang meluas ke mediastinum
6. Hipertiroidisme pasca bedah
Jarang terjadi dan diperhatikan dengan pemeriksaan klinik dan biokimia yang tepat
pasca bedah.
POST TIROIDEKTOMI
Pada semua penderita pascatiroidektomi total diberikan terapi hormone tiroid seumur hidup,
sebagai terapi substitusi dan terapi supresi terhadap TSH.
DAFTAR PUSTAKA
Sabiston. Glandula Tyhroidea. Buku Ajar Bedah Bagian I. EGC. Jakarta: 1992. 415-29
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Sistem Endokrin. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2005.
http://ismar71.files.wordpress.com/2008/03/4-askep-klien-hipertiroidisme.pdf
PANKREATEKTOMI
Adalah suatu prosedur pembedahan untuk mengangkat seluruh atau sebagian kelenjar
pankreas.
indikasi
a) Lesi jinak atau ganas pada pankreas
b) Trauma pankreas
c) Pankreatitis kronis
d) Ikterus
e) Nyeri (abnomen yang biasanya terlokalisir pada midepigastrium san bisa menembus
ke daerah torako lumbal posterior) yang parah
Kontra indikasi
Lesi ganas yang non resektabel/ karsinoma pankreas yang sudah tidak dapat direseksi lagi
karena infasi keluar hulu pankreas.
Komplikasi
a) Perdarahan
b) Keterlambatan pengosongan lambung
c) Kebocoran anastomose
d) Infeksi atau abses dalam
e) Timbunan cairan (karena kebocoran)
f) Fistula
g) Infeksi paru/ pneumonia (dikarenakan terlalu lama berbaring)
Dapus
Syamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 2. Jakarta: EGC.
Sabiston. Glandula Thyroidea. 1995. Buku Ajar Bedah Bagian 2.Ed 2. Jakarta : EGC.
Langkah-langkah proses terapi pancreactomy
Terapi bedah :
Walaupun terapi nonbedah bisa mengendalikan defisiensi eksrokrin dan endokrin, namun
menetapnya ikterus atau nyeri arah biasanya dianggap sebagai ―terapi bedah ―.
Pertama-tama dilakukan CT scan dan ERCP untuk menentukan lokasi dan luas proses
penyakit, bila ERCP tidak berhasil, maka hasil kolangiografi dan pankreatografi operatif
merupakan dasar untuk membuat keputusan bedah. Ductus pankreastikus terobstruksi yang
berdilatasi, paling baik diterapi dengan drainase interna ke dalam gelung Rounx-en-Y jejunum.
Prosedur modern yang dirancang untuk memungkinkan drainase interna susunan
duktulus, mencakup pankreatikojejunostomi distal (kaudal) yang memerlukan splektomi dan
reseksi kaudal pancreas serta telah digantikan dengan modifikasi Partington dan Rochelle.
Dalam prosedur ini lubang longitudinal panjang (10 cm-12 cm) dari sis anterior duktus
pankreatikus dianastomosiskan ke enterotomi longitudinal yang serupa dalam bagian Rounx-
en-Y jejunum.
Morbiditas dan mortalitas bedah umumnya rendah, dan 70 sampai 80 persen pasien
melaporkan setelah tindakan ini nyerinya hilang dengan baik sampai memuaskan.
Macam-macam prosedur pembedahan :
a. PYLORUS PRESERVING PANCREATICODUODENECTOMY (PPPD)
b. WHIPPLE'S PROCEDURE
c. TOTAL PANCREATECTOMY
d. DISTAL PANCREATECTOMY
PYLORUS PRESERVING PANCREATICODUODENECTOMY (PPPD)
• PROSEDUR YANG DILAKUKAN UNTUK MENGANGKAT BAGIAN CAPUT
DARI PANKREAS.
• BAGIAN YG DIANGKAT MELIPUTI :
1. CAPUT PANKREAS
2. DUODENUM
3. KANDUNG EMPEDU
4. SEBAGIAN DARI DUKTUS BILIARIS
WHIPPLE'S PROCEDURE
• SAMA DGN PPPD, TAPI DILAKUKAN PENGANGKATAN PYLORUS
• JENIS PROSEDUR YG PLG SERING DILAKUKAN PD KEGANASAN DI CAPUT
PANKREAS YG MASIH RESEKTABEL
• KARENA MASIH DISISAKAN SEDIKIT JAR PANKREAS YG NORMAL, MAKA
KADANG TIDAK PERLU PENAMBAHAN ASUPAN INSULIN DAN ENZIM
PENCERNAAN DARI LUAR (TETAPI 1 DARI 3 PASIEN YG MENJALANI
PROSEDUR INI TERNYATA TETAP MEMBUTUHKANNYA)
TOTAL PANCREATECTOMY
• BAGIAN YANG DIANGKAT:
1. KESELURUHAN PANKREAS
2. DUODENUM
3. SEBAGIAN LAMBUNG
4. KANDUNG EMPEDU DAN SEBAGIAN DUKTUS BILIARIS
5. LIEN
6. KGB SEKITAR
PROSEDUR INI TDK TERLALU SERING DILAKUKAN. KOMPLIKASI TERJADINYA
KEBOCORAN POST-OP BERKURANG KARENA SELURUH KELENJAR PANKREAS
DIANGKAT.
TETAPI JIKA HASILNYA DIBANDINGKAN DGN PPPD DAN WHIPPLE‘S,
PROSEDUR INI TIDAK TERLALU BAIK HASILNYA DALAM MENGATASI
KEGANASAN PANKREAS. SELAIN ITU PASIEN LBH SULIT PULIH KEMBALI
SETELAH MENJALANI PROSEDUR INI
SETELAH MENJALANI PROSEDUR INI PASIEN HARUS:
1. MDPT ASUPAN ENZIM PENCERNAAN DARI LUAR
2. KONTROL GULA DARAH RUTIN DAN INJEKSI INSULIN
3. VAKSINASI (RENTAN INFEKSI KRN LIEN IKUT DIANGKAT)
4. PERLU WAKTU LAMA UTK BISA MAKAN DGN NORMAL LAGI.
DISTAL PANCREATECTOMY
a. PROSEDUR INI MENGANGKAT SELURUH BAGIAN DARI PANKREAS
KECUALI CAPUTNYA.
b. DILAKUKAN PADA KEGANASAN YG TERDAPAT DI CORPUS ATAU CAUDA
c. BIASANYA JUGA DILAKUKAN PENGANGKATAN LIEN KARENA LETAK
ANTAR LIEN DAN CAUDA PANKREAS YG SGT BERDEKATAN
d. JARANG DILAKUAKN, KARENA BIASANYA KEGANASAN SDH NON
RESEKTABEL.
e. HANYA 5% PASIEN DGN KEGANASAN CORPUS DAN CAUDA PANKREAS
YG DPT MENJALANI PROSEDUR INI
f. KRN MSH ADA SISA KELENJAR YANG DITINGGALKAN, PASIEN TDK
MEMERLUKAN TAMBHAN ENZIM PENCERNAAN MAUPUN INSULIN
Hal-hal yang perlu dimonitoring selama post pancreactomy dan adrenalectomy
Setalah proses pembedahan harus dimonitoring apakah timbul komplikasi ataukah menuju
kearah penyembuhan. Pada pancreactomy hal yang perlu diwaspadai adalah :
• INFEKSI ATAU ABSES DALAM
• TIMBUNAN CAIRAN KRN KEBOCORAN
• PERDARAHAN
• FISTULA
• INFEKSI PARU/PNEUMONIA (BERBARING LAMA)
• KETERLAMBATAN PENGOSONGAN LAMBUNG
Selain itu abses dari pancreas dapat mengakibatkan komplikasi parah yang mengancam
nyawa bagi pasien pancreatitis.
Reference : Sabinton. Pankreas, Buku Ajar Bedah II.
KELAINAN ENDOKRIN DAN METABOLISME
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK
By: Amalia Anita Hawas & Nini
Kelainan endokrin tersebut berdasarkan jenis kelenjarnya dapat digolongkan menjadi :
1. Patologi kelenjar hipofisis (―master gland‖)
Sekresi hormon ini
mengendalikan pertumbuhan & aktivitas 3 kelenjar endokrin utama (tiroid, adrenal
& gonad)
dipengaruhi hipotalamus & organ sasaran
Hiperpituitarisme – sering dihubungkan dg produksi GH berlebih karena adenoma asidofil
hipofisis
a. Akromegali (pembesaran daerah ekstrimitas, timbul setelah epifisis menutup)
Pd dwsa menyebabkan pertumbuhan jaringan ikat, kartilago dan tulang
(nonosteogenesis subperiosteal atau appositional). Ciri-ciri :
Ukuran tengkorak + +
Tulung pipi, rahang & os frontalis menonjol
Jari-jari & tangan melebar
Ukuran kaki melebar
Hipertrofi & hiperplasi kartilago tulang hidung & telinga
Tidak terjadi penambahan TB
Disertai osteoporosis & kelemahan otot
10% penderita DM & intoleransi glukosa.
1/3 kasus ♂ dapat impotensi
♀ bisa amenorrhea & iregularitas menstruasi.
b. Gigantisme
GH (Growth Hormone) berlebihan saat anak-anak pertumbuhan berlebih
berlangsung proporsional disebut circus giant.
hipotalamus – hipofisis – organ sasaran
Akromegali & gigantisme ditemukan splanchnomegali, hepatomegali, pembesaran
ginjal & organ internal lainnya, miokardium membesar disertai fibrosis interstitialis,
terdapat aterosklerosis, sebagian besar meninggal karena gagal jantung.
Hipopituitarisme
- Penyebab utama : Sheehan, adenoma nonsekresi, craniopharingioma.
- Penyebab lain (jarang) : kista, neoplasma ekstraselar, radang hipofisis, metastasis
keganasan.
- Anak-anak menyebabkan terjadinya :
a. Dwarfisme Hipofiseal
Pertumbuhan fisik kurang berkembang, tapi masih simetris.
Penyebab terbanyak : craniopharingioma. Penyebab lain : nekrosis iskemia,
kista simpleks & radang.
Keadaan mental : normal. Sedangkan dwarfisme karena hipotiroidisme : RM.
b. Sindroma Froechlich (Distrofia Adiposogenitalis)
Suatu bentuk panhipopituitarisme.
Kelainan yang menonjol : defisiensi hormon gonadotropik.
Tanda : obesitas, pertumbuhan gonad & genitalia kurang berkembang.
Sering disertai : seks sekunder tidak berkembang, disfungsi seksual, kulit
halus, gangguan pertumbuhan, mental subnormal.
2. Patologi kelenjar tiroid
Berdasarkan pertumbuhan embriologik, kelainan kongenital kelenjar tiroid adalah
sebagai berikut :
1) Agenesis tiroid pertumbuhan fisik & mental sangat terganggu, timbul kretin
atiroid.
2) Kista atau duktus tiroglosus struktur vestigial tubuler
Hipertiroidisme
Hipotiroidisme
1. Patologi kelenjar paratiroid
2. Patologi kelenjar adrenal
Referensi :
Hassan, R. & Husein A. 1985. Buku Kuliah I: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 414-417.
Buku Kuliah I: Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FKUI. 266-8.
Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: FKUI.
Tjahjono. 2003. Patologi Endokrin. Semarang: FK Undip.
Behrman... Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Jilid I.
PERAWAKAN PENDEK
Defisiensi growth hormone congenital
ciri-ciri : pasien pendek retardasi pertumbuhan tulang, gemuk kelebihan lemak
subkutis mobilisasi lemak ↓, muka, dan suara imatur, pematangan tulang terlambat,
lipofisis berkurang, gangguan pertumbuhan otot ↓ sintesis protein otot, kolesterol total/
LDL ↑ dan hipoglikemia.
jika disertai def ACTH gejala hipoglikemia lebih menonjol
jika disertai def TSH gejala hipotiroidisme
IQ normal, kecuali jka sering hipoglikemia berat.
Defisiensi growth hormone didapat
etiologi tersering : tumor pd hipotalamus-pituitari (kraniofaringioma, germinoma, glioma,
histiositoma)
sering disertai hormon2 tropik lain (gonadotrofin, TSH, dll); dpt def hormon pituitari
posterior
biasanya mulai saat penghujung anak-anak/ pubertas
Laron Dwarfism
Gejala-gejalanya mirip dengan defisiensi hormon pertumbuhan yang parah tapi kadar
hormon pertumbuhan dalam darah tinggi defisiensi genetik somatomedin.
Hypopituitary dwarf
kekurangan growth hormon & hormon gonadotrofin.
penyebab utama : nekrosis Sheehan, adenoma nonsekresi, craniopharingioma.
penyebab lain (jarang) : kista, neoplasma ekstraselar, radang hipofisis, metastasis
keganasan.
perkembangan : BB & PB lahir normal pertumbuhan th I normal selanjutnya
pertumbuhan sangat lambat dibanding gol umurnya
ciri-ciri :
1. IQ normal
2. pertumbuhan tulang-gigi terganggu
3. wajah sperti anak
4. akil balik : tdak timbul perubahan seksuil
5. dewasa : wajah lebih tua tapi imatur (oldish young)
kelainan-kelainan :
a. Dwarfisme Hipofiseal
Pertumbuhan fisik kurang berkembang, tapi masih simetris.
Penyebab terbanyak : craniopharingioma. Penyebab lain : nekrosis iskemia, kista
simpleks & radang.
Keadaan mental : normal. Sedangkan dwarfisme karena hipotiroidisme : RM.
b. Sindroma Froechlich (Distrofia Adiposogenitalis)
Suatu bentuk panhipopituitarisme.
Kelainan yang menonjol : defisiensi hormon gonadotropik.
Tanda : obesitas, pertumbuhan gonad & genitalia kurang berkembang.
Sering disertai : seks sekunder tidak berkembang, disfungsi seksual, kulit halus,
gangguan pertumbuhan, mental subnormal.
Hipotiroidisme
Hipotiroidisme kongenital (Kretinisme) kelainan pada waktu lahir atau sebelumnya.
Penyebab :
a. Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.
b. Kelainan hormogenesis :
kelainan bawaan enzim (inborn error)
defisiensi jodium (kretinisme endemik)
pemakaian obat-obat anti-tiroid oleh ibu (maternal)
Gejala klinis pada bayi :
Usia Bayi Beberapa minggu 3-6 Bulan
Gejala Klinis
Ikterus yang lebih lama
Kurang mau minum
Sering tersedak
Aktifitas kurang
Lidah besar
Gangguan pernapasan
Retardasi mental dan fisis
Cenderung lebih pendek
Ekstermitas pendek, kepala besar
Ubun-ubun besar terbuka lebar
Mulut sering terbuka
Lidah besar dan tebal
Pertumbuhan gigi terrlambat dan
mudah rusak
Tangan lebar dengan jari yang
pendek
Miksedema pada kelopak mata
punggung tangan dan genitalia
eksterna
Beberapa minggu setelah lahir tanda mulai jelas berupa:
.
3-6 bulan gejala semakin jelas,.
Hipotiroidisme juvenilis (didapat) timbul pada anak yang sebelumnya normal.
Penyebab :
a. Idiopatik (autoimunisasi)
b. Tiroidektomi
c. Tiroiditis (Hashimoto)
d. Pemakaian obat-obat anti-tiroid
e. Kelainan hipofisis
f. Defisiensi spesifik TSH
Hypothyroid dwarf
Berdasarkan pertumbuhan embriologik, kelainan kongenital kelenjar tiroid sbb :
o Agenesis tiroid pertumbuhan fisik & mental sangat terganggu, timbul kretin atiroid.
o Kista atau duktus tiroglosus struktur vestigial tubuler
Hipotiroid sebelum atau saat lahir keterlambatan perkembangan yg berat.
Hipotiroid setelah lahir keterlambatan perkembangan & pertumbuhan tulang.
Ciri-ciri :
Perawakan pendek
Kurangnya bone age
Rasio atas/ bawah (upper/ lower ratio) lebih besar
Apatis
Gerakan lambat
Konstipasi
Brakikardi
Wajah dan rambut kasar
Suara serak
Terlambatnya perkembangan pubertas.
Pseudohypoparathyroidisme
Etiologi : kelainan genetik hormon paratiroid & fosfat ↑, Ca darah ↑, tidak ada respon
thd PTH eksogen.
Hypogonadal dwarf; infantilisme enukoid, sindrom Turner
Rakhitis
Etiologi : defisiensi vitamin (kurangny asupan vit D, malabsorbsi lemak, kurang paparan
sinar matahari, antikonvulsan, penyakit hati/ ginjal)
Gambaran klinis : sabershin (kaki pedang), rachitic rossari (tasbih rakhitis),
hipokalsemia, hipofosfatemia dan peninggian fosfatase alkali.
Tanda : pembengkokan & distorsi tulang, pembesaran nodular pd ujung-ujung & samping
tulang, terlambatnya penutupan fontanel.
Delayed adolescence
masa akil balik timbul terlambat sering keliru dg hypopituarisme
sering ditemukan pd pria
pertumbuhan terlambat & lbih pendek dg anak seumurnya, yaitu ketinggalan 2 tahun baik
tinggi, bone age & dental age-nya
pd masa akil baliknya, tinggi anak dapat mencapai tinggi normal
kadar growth hormon biasanya normal
Progeria
penyakit yg sangat jarang
etiologi: tdk diketahui; diduga gangguan endokrin umum atau inborn error of metabolism
anaknya biasanya sangat kecil
tdak menunjukkan perubahan saat akil balik
anak cepat menjadi tua: botak, wajah seperti ortu, kulit jadi keriput, aterosklerosis
Pubertas prekoks
biasanya anak lebih tinggi daripada anak seumurnya
epifise lbih cepat menutup saat dewasa ia akan lebih kecil
Sindrome Cushing
etiologi : penyakit Cushing adenoma hipofisis yg mengeluarkan banyak ACTH,
adenoma adrenal otonom, karsinoma adrenal, & terapi dg hormon glukokortikoid
(esterogen)
kadar glukokortikoid darah ↑ :
a. menekan sekresi GH
b. menekan pembentukan tulang
c. menekan retensi nitrogen
d. menekan pembentukan kolagen
PERAWAKAN TINGGI
Hyperpituitary gigantisme
etiologi: produksi growth hormone berlebihan (akibat adenoma eosinofilik, kdang
adenoma kromofob dr lobus anterior), adenoma kelenjar pituitari, tumor hipotalamus.
kadar growth hormone meningkat
kadar hormon lainnya dalam batas normal
toleransi thd gula darah merendah
timbul sebelum akil balik
Gigantisme (tubuh tinggi sekali tapi jaringan lunak tetap tumbuh proporsional, epifisis
terbuka) : circus giant. Ciri-ciri:
- pertumbuhan linier yg cepat
- tanda-tanda wajah kasar
- pembesaran kaki dan tangan
- pertumbuhan cepat kepala dpt mendahului pertumbuhan linier
- beberapa mengalami masalah penglihatan & perilaku
timbul setelah akil balik
Akromegali (pembesaran ekstrimitas tulang lebih tebal/ distal tubuh & menyeluruh,
setelah epifisis menutup, jaringan ikat dan kulit berproliferase)
Ciri-ciri :
- Raut muka kasar
- Ukuran tengkorak + +
- Tulung pipi, rahang & os frontalis menonjol mirip MONYET.
- Jari-jari, tangan & ukuran kaki melebar
- Hipertrofi & hiperplasi kartilago tulang hidung & telinga
- Tidak terjadi penambahan TB
- Disertai osteoporosis & kelemahan otot
- 10% penderita DM & intoleransi glukosa.
- 1/3 kasus ♂ dapat impotensi
- ♀ bisa amenorrhea & iregularitas menstruasi
- Gangguan saraf perifer terjepitnya saraf oleh jaringan lunak/tulang yang membesar.
Akromegali & gigantisme ditemukan splanchnomegali, hepatomegali, pembesaran
ginjal & organ internal lainnya, miokardium membesar disertai fibrosis interstitialis,
terdapat aterosklerosis, sebagian besar meninggal karena gagal jantung.
Hyperadrenalisme
a. Syndrome Cushing
etiologi: tumor korteks adrenalis, tumor pituitari, pengobatan dg kortikosteroid yg
berlebihan
gejala : buffalo type obesity (badan besar, tangan kecil), stria atrofika, hirsutisme, pipi
merah, muka bundar (full moon), bnyak jerawat
wanita : klitoris membesar
tekanan darang meningkat
lab : kadar glukosa meningkat, kadang glikosuria, natrium & bikarbonat meningkat,
kalium turun, kadar kortikosteroid dlam darah meningkat, kadar 17-ketosteroid dalam
urin meningkat
tdak selalu berperawakan tinggi, tapi sering stunted growth
b. Hyperplasia Adrenal Congenital
Etiologi : kelainan enzim dlm produksi kortison tidak ada feedback ke hipofisis
ACTH berlebihan
Timbul maskulinisasi akibat produksi androgen meningkat
Anak biasanya besar & kuat dibanding anak seumurny, tapi TB akhirnya kurang
karena epifisis terlalu cepat menutup
Hypergonadisme
Etiologi : tumor pd testis atau ovarium pubertas prekoks
Hyperthyroidisme
Jarang pd anak
Tirotoksitosis menyebabkan anak lebih tinggi dan bone age-nya lebih maju dibanding
crhonological age-nya.
Defisiensi hormon
Hypogonadisme, hypogonadisme, sindrom klinefelter kurang hormon seks akil
balik akan terhambat epifisis tulang panjang tetap terbuka & anak tumbuh terus.
KEGAWATAN ENDOKRIN
By : Naya, Ken Ayu, Rusman and Utha
A. Koma Mixedema
Definisi
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh
eksaserbasi (perburukan) semua gejala *hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa
menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi dan penurunan kesadaran hingga
koma.
*Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang penghasilan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana
kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid.
1. Jenis
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme primer
atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. Apabila
disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis, hipotalamus atau
keduanya, yaitu hipotiroidisme sentral (hipotiroidisme sekunder) atau pituitaria.
Jika sepenuhnya disebabkan oleh hipofisis maka disebut hipotiroidisme tersier
a) Primer
a. Goiter : Tiroiditis Hashimoto, fase penyembuhan setelah tiroiditis,
defisiensi yodium
b. Non-goiter : destruksi pembedahan, kondisi setelah pemberian yodium
radioaktif atau radiasi eksternal, agenesis, amiodaron
b) Sekunder : kegagalan hipotalamus (↓ TRH, TSH yang berubah-ubah, ↓ T4
bebas) atau kegagalan pituitari (↓ TSH, ↓ T4 bebas).
2. Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar
Hormon Tiroid (HT) yang rendah akan disertai oleh peningkatan kadar TSH dan
TRH karena tidak adanya umpan balik negative oleh HT pada hipofisis anterior
dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme terjadi akibat malfungsi hipofisis, maka
kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari
hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH
maupun HT. Hipotiroidisme yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan
menyebabkan rendahnya kadar HT, TSH, dan TRH.
Penyakit Hipotiroidisme
1. Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya
otoantibodi yang merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan
penurunan HT disertai peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik
negatif yang minimal. Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi
tampaknya terdapat kecenderungan genetic untuk mengidap penyakit ini.
Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada
tiroiditis Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme
terjadi beberapa bulan kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih
berfungsi.
2. Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik
yodium radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan
hipotiroidisme.
3. Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam
makanan. Gondok adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn
terjadi gondok karena sel-sel tiroid menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik
dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang tersisa dalam. darah. Kadar
HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi karena
minimnya umpan balik. Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan,
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme
goitrosa).
4. Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari
hipotiroidisme di negara terbelakang.
5. Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme.
Namun, terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah
tiroidektomi, pemberian obat penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif
untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua pengobatan ini dapat
menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-anak,
adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapat meningkatkan
risiko pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi
dan hiperplasia sel tiroid.
Predisposisi Coma Myxedema
1. Jenis Kelamin : Wanita
2. Usia : Dekade akhir
Faktor-faktor yang mengeksaserbasi
1. Hypothermia
2. Cerebrovascular accidents
3. Congestive heart failure
4. Infeksi
5. Obat
a. Anesthetics
b. Sedatives
c. Tranquilizers
d. Narcotics
e. Amiodarone
f. Lithium carbonate
6. Trauma
7. Perdarahan Traktus Gastrointestinal
8. Metabolic disturbances exacerbating myxedema coma
a. Hypoglycemia
b. Hyponatremia
c. Acidosis
d. Hypercalcemia
e. Hypoxemia
f. Hypercapnia
Tanda dan Gejala
1. Progresi menuju stupor kemudian coma, dengan gagal napas dan hipotermia
2. Beberapa gejala severe hypothyroidism seperti kulit kering, rambut jarang, suara
serak/parau, edema periorbital dan nonpitting edema pada tangan dan kaki,
makroglossia dan reflek tendon yang lambat dan umumnya ditemukan hipotermia.
3. Hiponatremia
4. Hipoglikemia
5. Hiperkolesterolemia
6. Konsentrasi serum laktat dehidrogenase dan keratin kinase yang tinggi
7. Manifestasi neuropsychiatric, seperti lethargy, memori rendah, disfungsi kognitif,
depresi dan psikosis serta lemahnya kesadaran yang berkaitan dengan
hiponatremia, hipoglikemia atau hipoxemia yang berhubungan dengan penurunan
aliran darah serebral.
8. Hipotermia, yang biasanya kurang dari 26° C dan biasanya merupakan tanda klinis
pertama pada diagnosis koma mixedema.
9. Manifestasi cardiovascular seperti cardiomegali, bradikardi dan penurunan
kontaktil cardiac. Stroke Volume dan cardiac output menyebabkan penurunan
kontaktil cardiac. Perebesaran cardiac dapat disebabkan oleh dilatasi ventricular
atau perfusi pericardial. Hipotensi dapat terjadi karena penurunan volume
intravascular dan collapse cardiovascular.
10. Manifestasi respiratori, penurunan hipoxic respiratori dan juga penurunan respon
ventilatori terhadap hipercapnia yang diketahui terjadi pada hipotiroidisme yang
mungkin bertanggung jawab untuk depresi respiratori pada koma myxedema, tapi
lemahnya fungsi musculus respiratorius dan obesitas dapat memperburuk menjadi
hipoventilasi. Depresi respiratori dapat menyebabkan hioventilasi alveolar dan
hipoxemia yang menuju pada narcosis karbon dioksida (stupor) dan juga koma.
Respirasi dapat menjadi turun atau lemah karena terjadi asites, penurunan volume
paru atau efusi pleura, macroglossia dan edema (myxedema) dari nasopharynx dan
larynx yang mengganggu jalan napas (airway).
11. Manifestasi GI, pasien dapat mengalami anorexia, nausea, nyeri abdominal dan
konstipasi dengan retensi fecal. Abdomen yang bengkak dapat terjadi, penurunan
motilitas intestinal dan paralitik ileus serta megacolon. Disfagia orofaring yang
terjadi dapat berhubungan dengan penurunan fungsi menelan, aspirasi dan risiko
aspirasi pneumonia.
12. Infeksi, hipotermia merupakan tanda dari myxedema coma yang dapat menjadi
clue dari infeksi namun suhu tubuh normal pun ternyata dapat menjadi tanda
infeksi, selain itu diaforesis dan takikardi dapt tidak terlihat. Adanya pneumonia
dapat memburuk atau menyebabkan hipoventilisasi sehingga dapat berisiko
pneumonitis dan dapat menyebabkan aspirasi yang disebabkan oleh disfagia
neurogenic dan semicoma.
13. Manifestasi renal dan elektrolit, pasien dapat menyebabkan bladder atony dengan
retensi urinari. Hiponatremia dapat menyebabkan lethargy dan konfusi,
hiponatremia inipun dapat menurunkan filtrasi glomerulus, hal tersebut dapat
inabilitas dari ekskresi air yang disebabkan oleh penurunan air menuju distal
nephron dan sekresi vasopressin. Ekskresi sodium urinari dapt normal atau
meningkat, osmolalitas urinari pun meningkat pada osmolalitas plasmanya
Diagnosis
1. Tanda-tanda vital menunjukkan perlambatan denyut jantung, tekanan darah rendah
dan suhu tubuh rendah
2. Pada pemeriksaan fisik menunjukkan tertundanya pengenduran otot selama
pemeriksaan refleks. Penderita tampak pucat, kulitnya kuning, pinggiran alis
matanya rontok, rambut tipis dan rapuh, ekspresi wajahnya kasar, kuku rapuh,
lengan dan tungkainya membengkak serta fungsi mentalnya berkurang.
3. Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan
dapat mendiagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf pusat
atau kelenjar tiroid. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui fungsi tiroid
biasanya menunjukkan kadar T4 yang rendah dan kadar TSH yang tinggi.
pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum; pemeriksaan TSH (pada klien dengan
hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang
sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).
4. Pemeriksaan rontgen dada bisa menunjukkan adanya pembesaran jantung.
5. Hipoglikemia, asidosis, hiperkapnea dan hipoksia
6. EKG : irama sinus bradikardian dengan PR dan QT panjang dan voltase rendah.
Diagnosis dan Intervensi
1. Intoleran aktivitas berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi
a. Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan
yang dapat ditolerir dengan mendorong aktivitas pasien sambil memberikan
kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
b. Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan
stress untuk meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada
pasien.
c. Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas dengan menjaga pasien
agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
2. Perubahan suhu tubuh
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
Intervensi
a. Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut untuk meminimalkan
kehilangan panas
b. Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal
pemanas, selimut listrik atau penghangat) untuk mengurangi risiko vasodilatasi
perifer dan kolaps vaskuler.
3. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
Intervensi
a. Dorong peningkatan asupan cairan dengan meminimalkan kehilangan panas.
b. Berikan makanan yang kaya akan serat dengan meningkatkan massa feses dan
frekuensi buang air besar.
c. Dapat dilakukan pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan. untuk
hipotiroid yang berfungsi sebagai pengencer feses.
d. Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan
ventilasi jika diperlukan dengan penggunaan saluran napas artifisial dan
dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan
4. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan
perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
Intervensi
a. Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar
dirinya
b..Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat
mengancam.
5. Miksedema dan koma miksedema
Intervensi
a. Pantau pasien akan adanya peningkatan keparahan tanda dan gejala
hipertiroidisme.
1) Penurunan tingkat kesadaran ; demensia
2) Penurunan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi pernapasan, suhu
tubuh, denyut nadi)
3) Peningkatan kesulitan dalam membangunkan dan menyadarkan pasien.
Hipotiroidisme berat yang jika tidak ditangani inilah akan menyebabkan
miksedema, koma miksedema dan pelambatan seluruh sistem tubuh
b. Dukung dengan ventilasi jika terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan
untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan pemeliharaan saluran
napas.
c. Berikan obat (misalnya, hormon tiroksin) seperti yang diresepkan dengan
sangat hati-hati. Bila terjadi perlambatan metabolisme dan aterosklerosis pada
miksedema dapat mengakibatkan serangan angina pada saat pemberian
tiroksin.
d. Balik dan ubah posisi tubuh pasien dengan interval waktu tertentu untuk
meminimalkan resiko yang berkaitan dengan imobilitas.
e. Hindari penggunaan obat-obat golongan hipnotik, sedatif dan analgetik karena
perubahan pada metabolisme obat-obat ini sangat meningkatkan risiko jika
diberikan pada keadaan miksedema
Treatment Myxedema Coma
Terapi hanya dengan tiroid hormone tidaklah adekuate untuk proses penyembuhan.
Karena kematian yang sangat potensial terjadi maka semua pasien berada di intensive care
unit dengan pemonitoran terhadap paru-paru dan status jantung. Secara garis besar dapat
dilakukan dengan 3 cara :
1. Mengganti hormon tiroid
a. Dosis besar dengan intravena disuntikan 500 mikrogram l-thyroxin diikuti dengan
100 mikrogram intravena setiap setiap 24 jam. Dosis besar ini diharapkan dapat
mengembalikan total thyroxin pool di tubuh.
b. Dosis harian 100-150 mikrogram sehari, dosis tersebut dapat memperbaiki
gangguan termoregulasi, pernapasan, sirkulasi dan perubahan mental dalam waktu
24 jam
2. Mengganti kortikosteroid
Diberi hidrokortison 100 mg intravena setiap 8 jam dan dikurangi sesuai dengan
perbaikan klinis yang ditunjukkan oleh pasien. Dosis dapat diberikan pada pagi hari
10-20 mg dan 5-10 mg pada waktu sore hari (dosis rumatan).
3. Terapi Suportif
a. Pertimbangkan perlu tidaknya intubasi endotracheal atau ventilator pada gagal
napas.
b. Pasang infus untuk memasukkan cairan, vasopressor dan elektrolit.
c. Mencari sumber infeksi secara seksama.
Ventilatory support (VS)
a. Ventilatory support dapat dilakukan intervensi dengan diberikan insersi endotracheal
tube atau tracheostomi untuk meningkatkan oksigenasi sehingga dapat encegah
hypoxemia, hipercapnia.
b. VS dapat dikolaborasikan dengan terapi antibiotic karena ditakutkan pasien dapat
mengalami infeksi.
c. VS dapat dilakukan selama 24-48 jam bila pasien tersebut mengalami hipoventilasi
dan koma akibat drug-induced respiratory depression atau beberapa pasien dapat
diberikan intervensi ini selama beberapa minggu.
Hypothermia
a. Tidak dianjurkan diberikan selimut panas karena berkaitan dengan hipotensi yang
disebabkan oleh vasodilatasi.
b. Diberikan terapi dengan hormon tiroid dapat menjadi solus karena dapat membuat
suhu tubuh menjadi normal, tetapi ameliorasi dari hipotermia oleh hormon tiroid
memakan waktu sampai beberapa hari.
Hypotensi
Karena faktor panas dari luar dapat memperburuk hipotensi, oleh karena itu dapat
diintervensi dengan pemberian injeksi secara intravena namun harus berhati-hati karena
ditakutkan pemberian tersebut berlebihan.
a. Pemberian awal adalah dengan 5-10% glukosa pada setengah salin normal atau
isotonik sodium clorida jika terjadi hyponatremia.
b. Beberapa pasien disarankan agar diberikan vassopressor untuk meningkatkan tekanan
darah sampai pemberian hormon tirod dimulai.
c. Karena efek pada stabilisasi vaskular, hidrokortison (100 mg i.v diberikan setiap 8
jam) biasanya diberikan jika terdapat penyakit pada pituitari atau insufisiensi adrenal.
Hyponatremia
Terkadang terjadi peristiwa dilematis antara pemberian cairan terhadap hypotensi dan
untuk hyponatremia. Pemberian saline dan glukosa secara i.v dapat mengendalikan
hypotensi pada pasien coma tetapi dapat mengalami pembatasan volume dengan
hyponatremia sedang sampai lanjut terjadi peristiwa (serum sodium concentrations of
120–130 mEq/L) water loss atau hilangnya air .
a. Jika konsentrasi sodium lebih kecil dari 120 mEq/L, hal ini dapat dilakukan intervensi
dengan pemberian saline (3% sodium chloride, 50–100 mL).
b. Diikuti dengan pemberian furosemide (40–120 mg) yang dapat meningkatkan diuresis
air.
Hyponatremia belum dapat dipastikan apakah benar dapat menyebabkan perubahan
status mental pada pasien coma myxedema, khususnya pada pasien dengan kadar sodium
serum kurang dari 120 mEq/L.
Terapi glukokortikoid
Terapi steroid diindikasikan kepada pasien myxedema coma dengan penyakit pada
pituitari dan hipotalamus karena pasien-pasien tersebut memiliki defisiensi kortikotropin.
Insufisiensi adrenal dapat terjadi pada pasien dengan hipotiroidisme primer yang
disebabkan oleh penyakit Hashimoto pada sindrom Schmidt.
Terdapat beberapa tanda klinis dan laboraturium terhadap insufisiensi adrena, yaitu :
a. Hipotensi
b. Hiperkalemia
c. Hiponatremia
d. Hipoglikemia
e. Limfositosis
f. Hiperkalsemia
g. Azotemia
Kebanyakan pasien-pasien myxedema coma , terdapat kadar serum cortisol dalam
batas normal. Pemberian hidrokortison dilakukan karena mengingat bahwa dimungkinkan
terjadi coexistent insufisiensi adrenal dan juga karena kemungkinan terapi hormone tiroid
meningkatkan cortisol clearance dan mengeksaserbasi insufisiensi adrenal. Pemberian
hidrokortison i.v sebanyak 50-100 mg setiap 6-8 jam selama beberapa hari, kemudian
diturunkan dan diberhentikan dengan melihat kondisi pasien. Short-term glucocorticoid
therapy ini cukup aman dan dapat dihentikan ketika kondisi pasien telah meningkat dan
fungsi adrenal-pituitari adequate
B. Thyroid Storm
Krisis tiroid (thyroid storm, decompensated thyrotoxicosis) merupakan eksaserbasi
keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa yang diakibatkan oleh dekompensasi dari
satu atau lebih sistem organ. Beruntung kejadiannya jarang, pada oenderita tirotoksikosis
yang dirawat di rumah sakit, angka kejadiannya sekitar kurang dari 10%, bahkan ada yang
menyebutkan sekitar 1%. Tanpa pengobatan, krisis tiroid bersifat fatal, dan walaupun
telah ada perbaikan dalam pengenalan dan pengobatan, angka kematiannya tetap tinggi,
yaitu sekitar 20-30%. Ada perbedaan kualitatif dengan hipertiroidisme biasa karenapada
krisis tiroid hampir selalu didapatkan demam. Dahulu, krisis tiroid tipikal sebagai akibat
komplikasi pembedahan. Kini terapi medikamentosa diberikan sampai eutiroid sebelum
pembedahan, sehingga krisis tiroid yang timbul akibat pembedahan menurun dengan
drastis. Bahkan sekarang krisis medik lebih sering terlihat. Krisis tiroid paling sering
tampak pada penderita tirotoksikosis akibat penyakit Graves, walaupun bisa terjadi pada
penderita dengan adenoma toksik dab gondok multi nodular toksik.
Patogenesis krisis tiroid
Patogenesis krisis tiroid belum sepenuhnya diketahui. Yang jelas bahwa kadar hormon
tiroid di sirkulasi lebih tinggi daripada yang terlihat pada tiroksikosis tanpa komplikasi,
yang memperburuk keadaan tirotoksik. Tampaknya kecepatan peningkatan hormon tiroid
di sirkulasi lebih penting daripada kadar absolut. Perubahan yang mendadak dari kadar
hormon tiroid akan diikuti perubahan kadar protein pengikat. Hal ini terlihat pada pasca
bedah atau penyakit non tiroid sistemik. Pada penyakit nontiroid sistemik juga ditemukan
produksi penghambat ikatan hormon bebas akan meningkat. Kemungkinan lain adalah
pelepasan hormon tiroid yang cepat ke dalam aliran darah, seperti halnya setelah
pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebihan hormon tiroid.
Meningkatnya hormon bebas menyebabkan peningkatan ambilan selular hormon tiroid.
Dipihak lain, kemungkinan juga terjadi intoleransi jaringan terhadap T3(triiodotironin) dan
T4(tiroksin) sehingga berkembang menjadi krisis tiroid. Aktivasi sistem saraf adrenergik
tampaknya berperan juga, mengingat pemberian penghambat adrenergik memberikan
respon yang dramatik pada krisis tiroid.
Diagnosis
Diagosis krisis tiroid dibuat berdasarkan gejala klinik. Mengingat begitu beragamnya
gejala yang timbul, maka tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dipakai sebagai
kriteria diagnosis pada semua penderita. Burch dan Wartofsky membuat skala nilai
diagnosis untuk membantu membedakan tirotoksikosis tanpa komplikasi, krisis tiroid
mengancam dan krisis tiroid nyata atas dasar semikuantitatif.
Kriteria Diagnosis Krisis Tiroid*
(Menurut Burch dan Wartosley)*
Indikasi Kriteria Score
Disfungsi
termoregulator
(Temperatur
dalam oF)
99 – 99,9 5
100 – 100,9 10
101 – 101,9 15
102 – 102,9 20
103 – 103,9 25
> 104 30
Efek sistem saraf
pusat
Tidak ada 0
Sedang : delirium, psikosis, letargi berat 20
Berat : kejang, koma 30
Disfungsi
gastrointestinal-
hepatik
Tidak ada 0
Sedang : diare, mual/muntah, nyeri perut 10
Berat : Ikterus 20
Disfungsi
Kardiovaskular
(Takikardi)
99 – 109 5
110 – 119 10
120 – 129 15
130 – 139 20
> 140 25
Gejala Jantung
Kongestif
Tidak ada 0
Ringan : Edem kaki 5
Sedang : Ronki basal 10
Fibrilasi Atrial Tidak ada 0
Ada 10
Riwayat Pencetus Negatif 0
Positif 10
Skor 45 atau lebih: sangat mungkin krisis tiroid; skor 25-45: krisis tiroid mengancam; dan
skor dibawah 45: bukan krisis tirod.
*Dikutip: Tietgens and Leinung, 1995.
Pengobatan
Ada 3 komponen utama pengobatan krisis tiroid, yaitu: koreksi hipertiroidisme,
menormalkan dekompensasi mekanisme homeostatik dan pengobatan terhadap faktor
pencetus.
1. Koreksi hipertiroidisme
a. Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah profiltiourasil (PTU) atau metimasol. PTU lebih banyak
dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 diperifer
b. Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan yodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes setiap 6 jam
atau larutan Lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
c. Menghambat konversi T4 menjadi T3 diperifer.
d. Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmaferesis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan konvensional
tidak berhasil.
e. Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
2. Menormalkan dekompensasi hemeostasis
a. Terapi suportif
1) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan intravena
2) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
b. Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah: penyekat beta, reserpin, dan guanetidin.
3. Terapi untuk faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui. Terutama mencari fokus infeksi,
misalnya dilakukan kultur darah, urine dan sputum, juga foto dada.
C. Acute Adrenal Insufficiency
Insufisiensi adrenal akut pada umumnya terjadi sebagai suatu penyakit akut dalam
pasien dengan insufisiensi adrenal kronis. Insufisiensi adrenal kronis mungkin utama,
dalam kaitan dengan destruksi dari kelenjar adrenal berhubungan dengan autoimmune
adrenalitis, leukodystrophy adrenal atau, jarang, tuberculosis, jamur, metatastik malignan.
Insufisiensi adrenal kronis mungkin juga yang sekunder ke pituitary atau penyakit
hypothalamic. Bagaimanapun, insufisiensi adrenal akut bisa terjadi dengan perdarahan
adrenal bilateral dalam individu yang sebelumnya sehat sepanjang keadaan septisemia
dengan intravascular coagulopathy yang di diseminasi atau pasien yang sedang menjalani
terapi antikoagulan. Di pasien dengan mengetahui insufisiensi adrenal, suatu krisis yang
akut mungkin dipercepat oleh kehilangan yang tanpa sengaja pengobatan steroid atau oleh
pengembangan yang berbarengan dari suatu yang mempercepat penyakit seperti
infeksi/peradangan, infark miokardial akut, perdarahan cerebrovaskular atau infark,
Pembedahan tanpa support adrenal, atau trauma akut yang hebat. Insufisiensi adrenal akut
mungkin juga dipercepat oleh penarikan yang mendadak dari steroids dalam pasien yang
sebelumnya dalam terapi jangka panjang steroid dengan dihubungkan atropi adrenal
(dengan kata lain, insufisiensi adrenal sekunder). Akhirnya, administrasi dari obat yang
merusak sintesis hormon adrenal seperti ketoconazole atau mitotane - atau obat-obat yang
meningkatkan metabolisme steroid seperti phenytoin atau rifampin mungkin
mempercepat krisis adrenal.
Pasien dengan suatu serangan akut dengan gejala nausea, vomiting, hiperpirexia,
nyeri abdomen, dehidrasi, hypotensi, dan shock. Suatu kunci untuk diagnosis dari
insufisiensi adrenal primer adalah pigmentasi di area yang tak kena cahaya dari kulit,
terutama sekali di lipatan dari telapak tangan dan di buccal mucosa. Diferensial diagnosis
meliputi pertimbangan dari penyebab lain kolaps cardiovasculer, sepsis, dan abses
intraabdomen.
Pengobatan
Hydrocortisone harus diatur dosis dari 100 mg melalui intravena diikuti oleh 50-75 mg
tiap-tiap 6 jam sesudah itu. Cairan dan Na harus digantikan dengan beberapa liter dari 5%
glukosa bersifat garam yang normal. Setelah yang pertama 24 jam, dosis dari
hydrocortisone melalui intravena dapat pelan-pelan dikurangi, tetapi dosis melalui
intravena harus diberi sedikitnya tiap-tiap 6 jam oleh karena waktu paruh yang pendek (1
jam) hydrocortisone di peredaran darah. Ketika pasien dapat mentoleransi melalui
oral,hydrocortisone oral dapat diberikan, tetapi dosis pertama melalui oral dapat tumpang-
tindih dengan dosis melalui intravena. Sebagai alternatif, hydrocortisone dapat diatur
sebagai infusion yang berlanjut sebanyak 10 mg/h untuk yang pertama 24 jam, yang
diikuti oleh suatu pengurangan yang berangsur-angsur dari dosis itu. Mineralocorticoid
tidaklah perlu sepanjang periode akut replacement sejak Nacl yang cukup dan
glucocorticoid diatur untuk treat insufisiensi mineralocorticoid. Bagaimanapun, dalam
pasien dengan insufisiensi adrenal kronik primer, suplementasi mineralocorticoid adalah
perlu ketika pergeseran ke suatu program pemeliharaan melalui oral. Setelah terapi steroid
dimulai, kemudian sangat penting mengevaluasi dan treat penyakit yang mungkin telah
mempercepat krisis yang akut (misalnya, infeksi/peradangan, infark miokardial).
“Masa depan kita tidak akan berubah apabila kita sendiri yang tidak mau merubahnya,
so keep fight!!!!”
D. Diabetic Ketoacidosis
1. Definisi
Salah satu bentuk komplikasi akut dari penyakit DM adalah ketoasidosis diabetik
(KAD). KAD merupakan keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik yang ditandai
oleh trias hiperglikemia, asidosis dah ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi
insulin absolut atau relatif. Keadaan ini sering ditemukan pada penderita DM Tipe 1
(tergantung insulin).
2. Epidemiologi
Tercatat bahwa di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD
berkisar antara 9 – 10 %, sementara itu, di klinik dengan sarana sederhana dan pasien
lansia, angka kematian dapat mencapai 25 – 50 %. Angka kematian menjadi lebih
tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD seperti sepsis, syok yang berat,
infark miokard akut yang luas, psien usia lanjut, kadar glukosa awal yang tinggi,
uremia dan kadar keasaman darah yang rendah.
3. Faktor Pencetus
Semua kelainan pada KAD disebabkan oleh kekurangan insulin baik relatif
maupun mutlak, yang berkembang dalam periode beberapa jam atau hari. Pada
penderita yang baru diketahui, kekurangan insulin diakibatkan oleh kegagalan sekresi
insulin endogen, sedangkan pada penderita yang telah diketahui menderita DM Tipe 1,
disebabkan oleh kekurangan pemberian insulin eksogen atau karena peningkatan
kebutuhan insulin akibat keadaan atau stress tertentu. Faktor pencetus yang berperan
dalam KAD diantaranya adalah infeksi (pneumonia, infeksi saluran kemih, ISPA,
meningitis, pankreatitis), kelainan vaskular (infark miokard, stroke), kelainan endokrin
(hipertiroidisme, sindrom Cushing, akromegali), kehamilan, atau stress emosional
(terutama pada adolesen). Peningkatan hormne kontraregulasi (epinefrin, kortisol,
glukagon dan hormon pertumbuhan) mungkin yang menyebabkan kebutuhan insulin
meningkat pada kelainan-kelainan di atas. Namun demikian, pada 25 % kasus KAD
tidak ditemukan faktor pencetusnya.
4. Patofisiolgi
Perlu diketahui, yang berperan utama dalam KAD adalah peranan insulin beserta
hormon kontraregulasinya.
a. Peranan Insulin
1) Akibat kekurangan insulin terjadi hiperglikemia dan diuresis osmotik yang
mengakibatkan dehidrasi dan gangguan elektrolit.
2) Defisiensi insulin merangsang glikogenolisis (glikogen menjadi glukosa) dan
glukoneogenesis (pemecahan protein untuk menghasilkan asam amino sebagai
prekursor glukosa). Juga terjadi lipolisis yang menyebabkan peningkatan asam
lemak bebas dan gliserol, untuk tujuan pembentukan glukosa baru.
3) Hiperglikemia bertambah berat karena pemakaian glukosa berkurang (baik
karena defisiensi maupun resistensi insulin) dan kehilangan cairan (akibat
diuresis osmotik) yang menyebabkan menurunnya aliran darah ginjal dan
karenanya sejumlah glukosa difiltrasi dan disekresi oleh ginjal.
4) Asam lemak bebas dimetabolisme di hati kemudian dibentuk benda keton
(ketogenesis) sehingga terjadi ketonemia, selanjutnya ketonuria, disertai
kehilangan elektrolit karena hilangnya kation.
5) Asidosis terjadi karena kekurangan basa tubuh dalam proses pembufferan
benda keton yang terbentuk tidak terkontrol.
b. Peranan Hormon Kontraregulasi
Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling berperan
dalam patogenesis KAD. Glukagon menghambat proses glikolisis dan justru
merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis. Hipersekresi glukagon, epinefrin,
kortisol dan hormon perrtumbuhan berperan dalam KAD melalui peristiwa sebagai
berikut.
1) Penghambatan ambilan glukosa yang diperantarai insulin epinefrin, kortisol
dan hormon pertumbuhan
2) Merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis glukagon, epinefrin dan
kortisol
3) Merangsang lipolisis epinefrin dan hormon pertumbuhan
4) Penghambatan sekresi insulin residual epinefrin dan hormon pertumbuhan.
Adapun penjabaran dari patofisiologi KAD dapat digambarkan secara skematis
seperti pada gambar di bawah ini.
+
5. Gambaran Klinik
Gambaran kliik KAD meliputi gejala-gejala termasuk pemeriksaan fisik dan
diperkuat dengan temuan laboratorium
a. Gejala
1) Polidipsia, poliuria dan kelemahan merupakan gejala tersering yang
ditemukan, di mana beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya
hiperglikemia dan lamanya penyakit.
2) Anoreksia, mual, muntah dan nyeri perut dapat dijumpai (terutama pada anak-
anak) akibat adanya ketonemia.
3) Pernapasan Kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai komponsasi
terhadap asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.
↑ Lipolisis
↑ Proteolisis ↓ Ambilan glukosa
Defisiensi insulin
(mutlak atau relatif)
↑ Asam amino ↑ Kehilangan nitogen ↑ Gliserol ↑ Asam lemak bebas
Glukoneogenesis
Hiperglikemia
Glikogenolisis ↑ Ketogenesis
↑ Ketogenemia
Diuresis osmotik Kehilangan elektrolit
↑ Ketonuria Asidosis
Kehilangan hipotonik Dehidrasi
b. Pemeriksaan Fisik
1) Hipotermia sering ditemukan pada KAD. Adanya panas merupakan tanda
adanya infeksi dan harus diawasi.
2) Hiperkapnia atau pernapasan Kussmaul, berkaitan dengan beratnya asidosis.
3) Takikardia sering ditemukan, namun tekanan darah masih normal kecuali
terjadi dehidrasi yang berat.
4) Hipotensi sampai syok.
5) Napas berbau buah (bau aseton)
6) Berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir)
7) Hiprefleksia akibat hipokalemia
8) Pada KAD berat dapat ditemukan hipotonia, stupor, koma, gerakan bola mata
tidak terkoordinasi, pupil melebar dan akhirnya meninggal.
c. Temuan Laboratorium
1) Glukosa
Glukosa serum biasanya di atas 300 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan
derajat kehilangan CES. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran
darah ginjal menurun dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik
akibat hiperglikemia menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi
dan hiperosmolaritas.
2) Keton
Tiga benda keton utama adalah betahidroksibutirat, asetoasetat dan aseton.
Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat tajam
sampai 30 mM/L (nilai normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton
serum meningkat 3 – 4 kali dari kadar asetoasetat. Betahidroksibutirat dan
asetoasetat menumpuk dalam serum dengan perbandingan 3 : 1 (KAD ringan)
dan 15 : 1 (KAD berat)
3) Asidosis
Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di bawah 15
mEq/l dan pH arteri di bawah 7,3. keadaan ini terutama disebabkan oleh
penumpukan betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam serum.
4) Elektrolit
Natrium
Kadar natrium serum dapat rendah, normal atau tinggi. Hiperglikemia
menyebabkan masuknya cairan intraselular ke ruang ekstraselular. Hal ini
menyebabkan hiponatremia walaupun terjadi dehidrasi dan
hiperosmolaritas. Hipertrigliseridemia dapat juga menyebabkan menurunya
kadar natrium serum.
Kalium
Kadar kalium juga bisa rendah, normal dan tinggi. Kadar kalium
mencerminkan perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat
kontraksi intravaskular. Karena hal di atas dan yang lainnya, kadar kalium
yang normal atau tinggi tidak mencerminkan defisit kalium tubuh total
sesungguhnya yang terjadi sekunder akibat diuresis osmotik yang terus
menerus.
Fosfat
Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit, seperti
kadar kalium, tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya,
walaupun terjadi perpindahan fosfat intraselular ke ruang ekstraselular
sebagai bagian dari keadaan katabolik. Fosfat kemudian hilang lewat urine
akibat diuresis osmotik.
6. Penatalaksanaan
Sasaran dari pengobatan KAD adalah sebagai berikut.
a. Memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan
b. Menurunkan kadar glukosa darah
c. Memperbaiki asam keto di serum dan urine sehingga kembali normal
d. Mengoreksi gangguan elektrolit.
Pengobatan KAD itu sendiri sebenarnya tidak terlalu rumit. Setidaknya ada 6 hal
yang harus diberikan, 5 diantaranya adalah cairan, garam, insulin, kalium dan glukosa.
Sedangkan yang terakhir tetapi sangat menentukan adalah asuhan keperawatan.
a. Cairan
Untuk mengatasi dehidrasi digunakan larutan garam fisiologis (umumnya
NaCl 0,9 %). Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml
per kg BB, maka pada jam pertama diberikan 1 – 2 liter, jam kedua diberikan 1
liter dan selanjutnya sesuai protokol. Adapun keuntungan dari rehidrasi
diantaranya adalah untuk mengatasi dehidrasi, ekspansi cairan ekstraseluler, dapat
memperbaiki faal ginjal, perbaikan perfusi jaringan (hipoksia jaringan dapat
diatasi), menekan hormon-hormon kontra insulin, memperbaiki asidosis dan
meningkatkan kepekaan insulin di perifer
b. Insulin
Terapi insulin harus segera dimulai sesaat setelah diagnosis KAD dan rehidrasi
yang memadai. Pemberian insulin akan menurunkan kadar hormon glukagon,
sehingga dapat menekan produksi benda keton di hati, pelepasan asam lemak
bebas dari jaringan lemak, pelepasan asam amino dari jaringan otot dan
menigkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Sejak pertengahan tahun 1970-an
protokol pegelolaan KAD dengan drip insulin intravena dosis rendah mulai
digunakan dan menjadi popular. Cara ini dianjurkan oleh karena lebih mudah
dalam mengontrol dosis insulin, menurunkan kadar glukosa darah lebih lambat,
efek insulin cepat menghilang, masuknya kalium ke intraselular lebih lambat,
komplikasi hipglikemia dan hipokalemia lebih sedikit. Tujuan pemberian insulin
di sini tidak hanya untuk mencapai kadar glukosa normal, tetapi juga untuk
mengatasi keadaan ketonemia. Oleh karena itu, bila kadar glukosa < 200 mg/dl,
insulin diteruskan dan untuk mencegah hipoglikemia diberi cairan mengandung
glukosa sampai asupan kalori oral pulih kembali.
c. Kalium
Pada awal KAD biasanya kadar ion K serum meingkat. Hiperkalemia yang
fatal sangat jarang dan bila terkadi harus segera diatasi dengan pemberian
bikarbonat. Tingginya kadar ion K serum ditandai dengan ditemukannya
gelombang T yang tinggi pada elektrokardigram (EKG). Bila pada EKG
ditemukan adanya gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat
segera mengatasi hiperkalemia tersebut. Yang perlu menjadi perhatian adalah
terjadinya hipokalemia yang dapat fatal selama pengobatan KAD. Ion K terutama
terdapat pada intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke luar sel dan
selanjutnya dikeluarkan melalui urin. Total defisit K yang terjadi selama KAD
diperkirakan mencapai 3 – 5 mEq/kg BB. Selama terapi KAD, ion K akan kembali
ke dalam sel. Sasaran terapi kalium ini bukan untuk penggantian kalium tubuh
total, tetapi untuk mempertahankan kalium serum di atas 3,5 mEq/l, kadar di mana
dapat mencegah henti jantung atau napas.
d. Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan
menurun. Selanjutnya dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan
kadar glukosa sekitar 60 mg%/jam. Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg%,
maka dapat dimulai infus yang megandung glukosa.
e. Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama beberapa tahun.
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada Kad yang berat. Adapun alasan
keberatan pemberian bikarbonat adalah sebagai berikut.
1) Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat
2) Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
3) Hipertonis dan kelbihan natrium
4) Meningkatkan insidens hipokalemia
5) Gangguan fungsi cerebral
6) Terjadi alkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keto
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH < 7,1. Walaupun demikian
komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan
indikasi pemberian bikarbonat.
Mengingat infeksi merupakan faktor pencetus KAD yang paling sering, maka
perlu pemberian antibiotika untuk segera mengatasi hal tersebut. Hal lain yang
perlu diperhatikan adalah bahwa pada kadar glukosa > 200 mg/dl maka fungsi
lekosit sudah menurun , baik fungsi kemotaksis maupun fungsi intraselular
bacterial killing sehingga perlu antibiotika berspektrum luas dan dosis yang lebih
tinggi. Untuk praktisnya, Tjokroprawiro (2001) telah membuat protokol
pengelolaan penderita Kad seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
FASE I
1.Rehidrasi NaCl 0,9 % atau Ringer Laktat (RL) 2 L/2 jam pertama, lalu
80 tetes/menit selama 4 jam, lalu 30-50 tetes/menit selama
18 jam (4-6 L/24jam)
2.Insulin dosis
rendah i.v.
(IDRIV)
4 – 8 unit/jam sampai Fase II
3.Infus K 75 mEq (bila K < 3 mEq/L), 50 mEq (K = 3 – 3,5 mEq/L)
dan 25 mEq (K = 3,5 – 4 mEq/L) per 24 jam
4.Infus
Bikarbonat
Bila pH < 7,00 atau bikarbonat < 12 mEq/L; 44 – 132 mEq
dalam 500 ml NaCl 0,9 %, 30 – 80 tetes/menit
5.Antibotik Dosis tinggi
Batas Glukosa Darah sekitar 250 mg/dl atau reduksi ±
FASE II
1.Pemeliharaan NaCl 0,9 % dan dekstrosa 5 % atau Maltosa 10 %
bergantian, 30 – 50 tetes; insulin regular 4 unit subkutan
sebelum Maltosa
2.Kalium Parenteral (bila K < 4 mEq/L) atau peroral (air tomat / kaldu
1 – 2 gelas/12 jam)
3.Insulin regular 4 – 6 unit/ 4 – 6 jam subkutan atau IDRIV / 2 jam plus
subkutan
4. Makanan lunak karbohidrat kompleks peros
7. Prognosis
Prognosis KAD baik selama terapi adekuat pada fase I dan II dan selama tidak ada
penyakit lain yang fatal (sepsis, syok septik, infark miokard akut, trombosis serebral
dan lain-lain).
8. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan KAD ialah edema
paru, hipertrigliseridemia, infark miokard akut dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi
iatrogenik tersebut adalah hipoglikemia, hipokalemia, hierkloremia, edema otak dan
hipokalsemia.
‖ Terkadang Allah SWT mempunya skenario yang lebih indah dari yang kita duga, selama
kita berkhusnudzon padaNya, maka Insya Allah kita akan selalu mendapatkan yang terbaik..‖
E. Hypercalcemia Crisis
1. Definisi
Konsentrasi kalsium serum dalam keadaan normal berkisar antara 8,5 – 10,5 mg/dl
(2,1 – 2,5 mMol). Kadar kalsium di dalam serum dipengaruhi oleh keseimbangan
antara fluks kalsium ke CES dari saluran cerna, tulang dan ginjal; serta fluks kalsium
keluar dari CES menuju ke dalam tulang dan keluar melalui urin. Hiperkalsemia
didefinisikan apabila kadar kalsium serum total lebih dari 10,5 mg/dl.
2. Etiopatogenesis
a. Hiperparatiroidisme
PTH (Parahtyroid hormone) yang berlebihan merupakan penyebab tersering
terjadinya hiperkalsemia sampai saat ini. Peningkatan produksi PTH, setidaknya
dapat mengakibatkan terjadinya 3 hal, di mana ketiga hal tersebut akan berujung
pada hiperkalsemia, yaitu :
1) Peningkatan resorbsi tulang ke dalam darah melalui peningkatan kerja
osteoklas.
2) Peningkatan reabsorbsi kalsiumdi tubulus distal ginjal.
3) Merangsang kerja enzim 1α-dihidroksilase di ginjal sehingga meningkatkan
perubahan 25 hidroksikolekalsiferol menjadi 1,25 dihidroksikolekalsiferol
(kalsitriol), di mana fungsi dari kalsitriol itu sendiri akan meningkatkan kadar
kalsium serum dengan cara meningkatkan absorbsi kalsium di usus halus.
Hiperkalsemia ini bisa disebabkan oleh hiperparatiroidisme primer dan
sekunder.
1) Hiperparatiroidisme primer
Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering
hiperkalsemia (hampir 90 % kasus); penyebab yang lain adalah keganasan.
Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada
dekade ke-6 dan wanita 3 kali lebih sering daripada pria. Hiperparatiroidisme
primer yang tersering disebabkan oleh adenoma kelenjar paratiroid yang
biasanya bersifat jinak dan soliter, oleh sebab itu, dari 4 kelenjar paratiroid,
biasanya hanya 1 kelenjar yang terserang. Penyebab lain yang jarang adalah
hiperplasia pada keempat kelenjar paratiroid. Perlu diketahui juga, bahwa PTH
ini menyebabkan peningkatan ekskresi fosfat ginjal sehingga penderita
hiperparatiroidisme primer sering sekali memiliki kadar fosfat serum yang
rendah atau normal. Pasien juga mengalami peningkatan cAMP ginjal, di
mana pengukuran nukleotida ini sering digunakan untuk mendiagnosis
hiperparatiroidisme primer.
2) Hiperparatiroidisme sekunder
Hiperparatiroidisme sekunder merupakan kelainan yang didapat yang
timbul akibat hipokalsemia yang dapat terjadi pada gagal ginjal terminal,
defisiensi vitamin D maupun keadaan resisten terhadap vitamin D. Keadaan ini
ditandai oleh peningkatan kadar PTH yang tinggi sekali dengan kadar kalsium
serum yang normal atau rendah.
b. Keganasan
1) Hiperkalsemia Humoral pada Keganasan (Humoral Hypercalcemia of
Malignancy / HHM)
Istilah HMM digunakan untuk mendeskripsikan sindrom klinik yang
ditandai oleh hiperkalsemia yang disebabkan oleh sekresi faktor kalsemik oleh
sel kanker. Saat ini, istilah HMM dibatasi untuk hiperkalsemia akibat
peningkatan produksi Parathyroid Hormone related Protein (PTHrP). Protein
ini memiliki 8 dari 13 asam amino pertama yang sama dengan PTH sehingga
apat mengaktifkan reseptor PTH. Karena PTHrP juga dapat berikatan dengan
reseptor PTH, maka aksi biologiknya juga sama dengan PTH, yaitu akan
meyebabkan hiperkalsemia, hipofosfatemia dan peningkatan resorbsi tulang
oleh osteoklas. Walaupun demikian, ada reseptor PTH yang tidak dapat
berikatan dengan PTHrP yaitu PTH-2. Demikian juga, ada pula reseptor
PTHrP yang tidak dapat berikatan dengan PTH yaitu reseptor PTHrP yang
terdapat di kulit dan otak. Terdapat juga beberapa perbedaan antara PTH dan
PTHrP, perbedaan tersebut dapat dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Pembeda PTH PTHrP
Jumlah asam
amino
84 asam amino Terdiri dari 3 isoform,
masing-masing memiliki
jumlah asam amino yang
lebih banyak, yaitu 139, 141
dan 174
Aksi biologik
pada ginjal
f. Meningkatkan
reabsorbsi kalsium di
tubulus ginjal
g. Meningkatkan
produksi 1,25 (OH)2
D dan absorbsi
kalsium di ginjal
Tidak
Aksi biologik
pada tulang
Meningkatkan kerja osteoblas
dan osteoklas
Hanya meningkatkan
osteoklas sehingga resorbsi
tulang tidak diimbangi
formasi yang adekuat
2) Destruksi Tulang pada Keganasan
Pada HMM, hiperkalsemia tidak diikuti dengan destruksi tulang. Bila
selain hiperkalsemia juga didapatkan destruksi tulang, maka harus dipikirkan 3
kemungkinan, yaitu :
i. Produksi berbagai sitokin yang meningkatkan kerja osteoklas, misalnya
pada mieloma multipel
ii. Peningkatan produksi 1,25(OH)2D, misalnya pada beberapa tipe limfoma
iii. Metastasis sel tumor ke tulang, biasanya pada tumor-tumor padat.
Tulang merupakan tempat ketiga yang sering tekena metastasis keganasan
setelah hepar dan paru. Keganasan yang sering metastasi ke tulang adalah
keganasan pada paru, payudara dan prostat. Kanker payudara yang
bermetastasis ke tulang akan menghasilkan PTHrP yang akan merangsang
produksi RANKL dan menghambat produksi OPG oleh osteoblas sehingga
terjadi maturasi osteoklas dan mengaktifkan resorbsi tulang. Tulang yang
diresorbsi akan menghasilkan TGF-b yang kemudian akan merangsang sel
kanker untuk menghasilkan PTHrP kembali sehingga terjadi lingkaran setan
yang terus menerus.
c. Kelainan Metabolisme Vitamin D
Terkadang hiperkalsemia terjadi pada sarkoidosis dan tuberkulosis paru, dan
mekanismenya melibatkan sintesis 1,25(OH)2D3 ekstrarenal.
d. Endokrin
1) Hipertiroidisme
Pada hipertiroidisme terjadi peningkatan pergantian tulang. Sekresi PTH
dan 1,25(OH)2D3 tersupresi, menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam urin
dan feses yang bersifat khas.
2) Insufisiensi Adrenal (penyakit Addison)
Dalam hal ini, hiperkalsemia terjadi akibat defisiensi glukokortikoid dan
defisit volume CES. Defisiensi glukokortikoid merangsang sisntesi
prostaglandin dan meningkatkan resorbsi tulang. Defisit volume CES
menurunkan laju filtrasi glomerulus sehingga lebih banyak kalsium terfiltrasi
yang direabsorbsi.
e. Obat – Obatan
1) Diuretik tiazid
Obat ini bekerja secara langsung untuk meningkatkan pelepasan kalsium
dari tulang dan meningkatkan reabsorsi tubulus ginjal.
2) Intoksikasi Vit A
Asupan vit A yang berlebihan menyebabkan meningkatnya resorbsi tulang
3) Intoksikasi Vit D2 atau 1,25(OH)2D3
Asupan vit D2 (ergokalsiferol) atau 1,25(OH)2D3 aktif (Rocaltrol) dapat
menyebabkan terjadinya hiperkalsemia dan hiperkalsiuria.
4) Sindrom susu-alkali
Sindrom susu-alkali dapat terjadi pada orang yang meminum susu dan
alkali dalam jumlah banyak (co: natrium bikarbonat atau kalsium karbonat)
untuk memulihkan gejala penyakit ulkus peptikum. Sindrom ini dicirikan
dengan alkalosis, hiperkalsemi, hipofosfatemia, penimbunan garam kalsium di
jaringan lunak dan gagal ginjal progresif.
3. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda hiperkalsemia sangat bervarias bergantung pada kecepatan
awitan terjadinya dan derajat peningkatan kadar kalsium. Pada kasus ringan, pasien
mungkin asimtomatik dan ditemukan hiperkalsemia dari pemerikasaan laboratorium
rutin. Sementara itu, pada kasus berat dengan peningkatan kadar kalsium yang
signifikan, keadaan pasien memburuk dengan cepat dan mengalami dehidrasi, konfusi
dan letargi.
a. Neuromuskular
Hiperkalsemia menurunkan iritabilitas neuromuskular dan melepaskan
asetilkolin di taut mioneural, menyebabkan timbulnya gejala seperti kelemahan
otot. Adapun tanda dan gejala lainnya yaitu refleks tendon menurun dan kalsifikasi
metastasik dalam jaringan lunak.
b. Sistem saraf pusat
Tanda neuropsikiatrik mungkin menonjol bila kadar kalsium serum sangat
meningkat (>15 mg/dl), dan pasien mungkin memperlihatkan adanya konfusi
mental, bicara kabur dan letargi yang memburuk menjadi stupor dan koma.
c. Gastrointestinal
Gangguan gastrointestinal seperti mual dan muntah merupakan gejala yang
sering didapatkan. Gejala lainnya yaitu polidipsi, anoreksia dan konstipasi.
d. Ginjal
Poliuria dengan tanda klinis defisit volume CES, dapat menyertai kehilangan
kalsium, fosfat dan natrium yang berlebihan melalui urine. Lazim dijumpai kolik
ginjal yang disebabkan oleh nefrolitiasis (batu ginjal). Pengendapan kalsium yang
banyak dalam ginjal (nefrokalsinosis) dapat menyebabkan terjadinya uropati
obstruktif dan gagal ginjal.
e. Skeletal
Bila terjadi penyakit tulang, pemeriksaan rontgen dapat memperlihatkan
adanya penurunan nyata densitas tulang, fraktur, kista dan erosi tulang
subperiosteal.
f. Kulit dan Mata
Pengendapan kalsium pada kulit dapat menyebabkan terjadinya pruritus (gatal)
dan pada mata dapat menyebabkan terjadinya keratopati pita.
g. Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular yang terdapat pada hiperkalsemia adalah hipertensi
sistolik, brakikardi, pemendekan interval QT dan segmen ST serta disritmia. Henti
jantung dapat terjadi bila kadar kalsium serum sekitar 18 mg/dl (krisis
hiperkalsemik).
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hiperkalsemia bergantung pada kadar kalsium darah dan ada
tidaknya gejala klinik yang ditimbulkan. Pada kadar kalsium < 12 mg/dl, biasanya
tidak diperlukan tindakan terapetik, kecuali bila ada gejala klinik hiperkalsemia. Pada
kadar kalsium 12-14 mg/dl, terapi agresif harus diberikan bila terdapat gejala klinik
hiperkalsemia. Pada kadar > 14 mg/dl, terapi harus diberikan walaupun tidak ada
gejala klinik. Selain itu, mengatasi penyakit primernya juga harus diperhatikan.
a. Tindakan Umum
1) Hidrasi
Hidrasi dengan NaCl 0,9 % per-infus 3-4 liter dalam 24 jam merupakan
tindakan pertama yang harus dilakukan pada keadan hiperkalsemia. Tindakan
ini kadang-kadang dapat menurunkan kadar kalsium serum sampai 1-3 mg/dl.
Hidrasi dengan NaCl 0,9 % akan meningkatkan ekskresi kalsium dengan jalan
meningkatkan filtrasi glomerulus dan menurunkan reabsorbsi kalsium di
tubulus proksimal dan distal.
2) Pembatasan asupan kalsium
3) Menghentikan obat yang menimbulkan hiperkalsemia (Vit A, D; diuretik
tiazid)
4) Dialisis
Pada hiperkalsemia yang menagncam jiwa, terutama pada penderita
insufisiensi ginjal, hemodialisis atau dialisis peritoneal dengan dialisat yang
tidak mengandung atau hanya mengandung sedikit kalsium dapat memulihkan
kadar kalsium serum ke kadar normal.
b. Meningkatkan Ekskresi Kalsium melalui Urine
Setelah hidrasi tercapai, tetapi kadar kalsium masih tinggi, dapat diberikan
dosis kecil loop diuretics, misalnya furosemid 20-40 mgh atau asam etakrinat.
Diuretik tidak boleh diberikan sebelum keadaan hidrasi tercapai, karena akan
memperberat dehidrasi dan hiperkalsemia. Loop diuretics akan bekerja dengan
cara menghambat reabsorbsi kalsium dan natrium di ansa Henle. Diuretik tiazid
merupkan kontra-indikasi dalam penatalaksanaan hiperkalsemia karena akan
menurunkan ekskresi kalsium lewat ginjal.
c. Menghambat Resorbsi Tulang
1) Bisfosfonat
Pamidronat merupakan salah satu bisfosfonat yang dapat diberikan untuk
mengatasi hiperkalsemia karena obat ini akan menghambat kerja osteoklas.
Obat ini dapat diberikan secara per-infus dengan dosis 60 – 90 mg dalam
waktu 4 – 6 jam. Efek samping obat ini adalah demam, mialgia dan kadang-
kadang hipertensi. Selain itu, obat ini juga dapat mengakibatkan hipokalsemia,
sehingga selama pemberian harus diawasi secara ketat.
2) Plikamisin
Dahulu, obat ini disebut mitramisinm, merupakan sitotoksik yang dapat
menghambat sintesis RNA di dalam osteoklas dehingga akan menghambat
resorbsi tulang. Dosis obat ini adalah 15 – 25 µg/kgBB, diberikan per-infus
dalam waktu 4 – 6 jam. Pada umumnya dosis tunggal plikamisisn sudah
mencukupi untuk mencapai keadaan normokalsemia. Plikamisisn sangat toksik
terhadap sumsum tulang, hepar dan ginjal sehingga saat ini penggunaanya
telah digantikan bisfosfonat yang toksisitasnya rendah.
3) Kalsitonoin
Kalsitonin merupakan hormon polipeptida yang dihasilkan oleh sel
parafolikular C kelenjar tiroid dan mempunyai efek menghambat kerja
osteoklas dan meningkatkan sekskresi kalsium melalui ginjal. Dosisnya adalah
4-8 IU/kgBB yang diberikan secara intra-muscular atau subkutan setiap 6-8
jam. Kombinasi kalsitonin dan bisfosfonat akan memberikan efek yang lebih
cepat dan lebih besar dibandingkan dengan pemakaian secara tunggal.
4) Glukokortikoid
Pada hiperkalsemia akibat intoksikasi vitamin D atau akibat penyakit –
penyakit granulomatosa dan keganasan hematologik (limfoma dan mioloma
multipel), glukokortikoid dapat dipertimbangkan pemberiannya. Biasanya
diberikan hidrokortison intravena 200-300 mg/hari selama 3-5 hari.
‖ Hiduplah seperti hari ini adalah hari terakhir hidup Anda karena memang suatu saat nanti,
hari inilah hari tekakhir Anda ‖
5. Hypoglikemi
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Glukosa adalah bahan energi utama untuk otak. Kekurangan glukosa
sebagaimana kekurangan oksigen akan menimbulkan gangguan fungsi otak, kerusakan
jaringan atau mungkin kematian kalau kekurangan tersebut berkepanjangan.
Hipoglikemia sangat berbahaya bagi otak, hal ini berdasarkan kenyataan bahwa otak
tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai bahan energi.
Batas terendah kadar glukosa darah puasa adalah 70 mg/dl, dengan dasar tersebut
maka penurunan kadar glukosa darah di bawah 70 mg/dl disebut hipoglikemia.
Penyebab terjadinya hipoglikemia dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain
makan kurang dari aturan yang ditentukan, berat badan turun, sesudah olahraga,
sesudah melahirkan, sembuh dari sakit, makan obat yang mempunyai sifat serupa.
Gejala-gejala yang timbul biasanya berupa lapar, gemetar, keringat dingin, berdebar,
pusing, gelisah, penurunan kesadaran sampai koma.
Hipoglikemi karena Gangguan Sirkuit Pengaturan Endokrin
Hormon biasanya merupakan bagian dari sirkuit pengaturan. Gangguan pada
salah satu bagian akan menyebabkan perubahan sifat pada bagian lainnya.
Pelepasan hormon yang tidak bergantung pada hipofisis biasanya diatur oleh
beberapa parameter yang dipengaruhi oleh hormon tertentu, hormon terakhir yang
bekerja pada organ target yang selanjutnya berfungsi menurunkan (↓) rangsangan
yang menyebabkan pelepasan hormon (sirkuit pengaturan dengan umpan balik negatif)
. Peningkatan
(↑) glukosa di dalam plasma merangsang pelepasan insulin, misalnya di hati (meningkatkan
(↑) glikolisis; menghambat glukoneogenesis dan pembentukan glikogen), menyebabkan penurunan konsentrasi
glukosa dalam plasma.
Selain tumor penghasil insulin, penyebabnya mungkin sirkuit pengaturan yang
saling tumpang-tindih, karena beberapa asam amino juga merangsang pelepasan
insulin dan beberapa pengaruh insulin (merangsang sintesis protein, menghambat proteolisis)
dapat
menurunkan (↓) konsentrasi asam amino di dalam plasma. Gangguan pemecahan asam
amino, misal, akibat kelainan enzim, dapat memicu hipoglikemia melalui peningkatan
(↑) konsemtrasi asam amino di dalam darah yang kemudian diikuti dengan rangsangan
pelepasan insulin.
Penatalaksanaan
Urutan pengobatan hipoglikemia adalah sebagai berikut, pertama-tama penderita
diberi karbohidrat yang kompleks seperti pisang, roti dan lain-lain . Apabila hal ini
tidak menolong dapat diberikan teh gula. Apabila penderita telah jatuh pada keadaan
koma, maka dapat diberikan injeksi glukosa 40 % i.v. (pengenceran dua kali) yang
kemudian dilanjutkan dengan infus glukosa 10 %. Bila penderita masih belum sadar,
pemberian glukosa 40 % dapat diulang setiap setengah jam sampai sadar. Pengobatan
lainnya adalah diberikan injeksi efedrin 25-50 mg atau injeksi glukagon 1 mg (i.m.).
Askandar Tjokroprawiro (1997) telah membuat pedoman penanganan
hipoglikemia atas dasar pengalaman klinik sebagai berikut :
Jika pelepasan insulin meningkat (↑) secara tidak sesuai pada setiap
konsentrasi glukosa di dalam plasma (hiperinsulinisme)
, hal ini akan
menyebabkan hipoglikemia.
a. Satu flakon glukosa 25 ml 40 % diperhitungkan dapat menaikkan kadar glukosa
darah lebih kurang 25-50 mg/dl.
b. Kadar glukosa darah yang diinginkan adalah > 120 mg/dl (kadar glukosa darah
puasa).
Contoh :
Koma hipoglikemia dengan kadar glukosa 20 mg/dl, karena kadar terletak < 30
mg/dl maka diberi bolus 3 flakon glukosa 25 ml 40 % , dan kadar glukosa akan
menjadi 20 + 75 = 95 mg/dl
.Karena kadar glukosa 95 mg/dl tersebut masih kurang dari 120 mg/dl, maka diberi
lagi 1 flakon setiap 30 menit sampai 2x.
Jadi kadar glukosa akan menjadi 95 mg/dl + 2 x 25 mg/dl = 145 mg/dl.
Kadar glukosa (mg/dl) Terapi hipoglikemia dengan
Rumus 3-2-1
Glukosa 1 flakon = 25 ml
40 % (10 gram)
Kurang 30 mg/dl
30-60 mg/dl
60-100 mg/dl *
Injeksi intravena dekstrose 40%, bolus 3
flakon
Injeksi intravena dekstrose 40 %, bolus 2
flakon
Injeksi intravena dekstrose 40 %, bolus 1
flakon
Rumus 3
Rumus 2
Rumus 1
Tabel 1. Terapi hipoglikemia dengan rumus 3-2-1
*) Reaksi hipoglikemia: misalnya glukosa darah sebelumnya 400 mg/dl kemudian turun mendadak menjadi 70 mg/dl.
REFERENSI
Bakta, I Made dan I Ketut Suastika.1999. Gawat Darurat di Bidang Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC. 131-137
Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. ed. 29. Jakarta : EGC
Flynn RW, McDonald TM, Jung RT, et al. Mortality and vascular outcomes in patients
treated for thyroid dysfunction, http://www.aafp.org/afp/20071001/bmj.html last log
in : December 1, 2007.
Gardner, david G. 2007. Endocrine Emergencies. Greenspan‘s Basic & Clinical
Endocrinology ed. United States: McGraw-Hill.8.870-871, 873-874
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Vol. 1.
ed. 6. Jakarta : EGC. 354 – 8; 1267 – 8
Samodro, Pugud. Modul Kegawatan Endokrin. Purwokerto: Bagian/ SMF Ilmu Penyakit
Dalam Program Pendidikan Dokter Unsoed/ RSUD Prof. Margono Soekarjo.
Setiyohadi, Bambang. 2006. Hiperkalsemia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Ed. 4.
Jakarta : FKUI. 1281 – 3.
Silbernagl dan Lang. 2006. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Soewando, Pradana. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed. 4. Jakarta : FKUI.
1874 – 7.
Suastika, I Ketut. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC. 110 – 22
www.wrongdiagnosis.comhttp://www.wrongdiagnosis.com/h/hyperthyroidism/treatments.htm
Last update : November 13,2007 Last log in : November 30,2007.