Upload
hairudin-thox
View
72
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hubungan Aktivitas Fisik, Konsumsi Fast Food Dan Soft Drink Pada Anak Obesitas Di Usia Sekolah Dasar
Citation preview
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI FAST FOOD
DAN SOFT DRINK PADA ANAK OBESITAS DI USIA
SEKOLAH DASAR
YULI DWI SETYOWATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Aktivitas
Fisik, Konsumsi Fast Food dan Soft Drink dengan Anak Obesitas di Usia Sekolah
Dasar benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Yuli Dwi Setyowati
NIM I14100066
3
4
ABSTRAK
YULI DWI SETYOWATI. Hubungan aktivitas fisik, konsumsi fast food dan soft
drink pada anak obesitas di usia sekolah dasar. Dibimbing oleh RIMBAWAN.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara aktifitas fisik,
konsumsi fast food dan soft drink pada anak yang mengalami obesitas di sekolah
dasar. Penelitian dilakukan di SD Eka Wijaya Cibinong. Total keseluruhan sampel
umur 9-12 tahun yang terdiri 289 anak. Berdasarkan IMT, 70 murid mengalami
obesitas dan selanjutnya dipilih 60 orang anak dipilih menjadi subyek penelitian.
Frekuensi konsumsi fast food dan soft drink berhubungan secara signifikan
dengan tingkat pendapatan orang tua pada anak. Meskipun demikian tidak
ditemukan adanya hubungan antara aktifitas fisik, konsumsi fast food dan soft
drink pada anak obesitas dilokasi penelitian. Akan tetapi terdapat kecenderungan
peningkatan status gizi jika konsumsi fast food dan soft drink yang meningkat
juga.
Kata kunci: aktivitas fisik, fast food, soft drink, obesitas
ABSTRACT
Yuli Dwi Setyowati. The relationship between physical activity, fast food and
soft drink consumption among primary school children with obesity. Supervised
by RIMBAWAN.
This study aims to analyze the relationship between physical activity,
consumption of fast food and soft drinks to the incidence of obesity in primary
school children. The study was conducted in SD Eka Wijaya Cibinong. The total
sample in this study was 289 pupils aged 9-12 years old. Based on BMI, a total of
70 pupils from the school are obese and 60 of them were selected as subjects of
this study, comprising 42 boys and 18 girls. Frequency of fast foodand soft drink
significantly associated with the level of fathers education and income of the
parents. However, there is no relationship between physical activity, consumption
of fast food and soft drink on the nutritional and obesity in children. Morever,
samples have trend positive to increased consumpted fast food and soft drink
between BMI among children obesity.
Keywords: fast food, obesity, physical activity, soft drink
5
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI FAST FOOD
DAN SOFT DRINK PADA ANAK OBESITAS DI USIA
SEKOLAH DASAR
YULI DWI SETYOWATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
6
Judul Skripsi : Hubungan antara Aktivitas Fisik, Konsumsi Fast Food dan Soft
Drink pada Anak Obesitas Di Usia Sekolah Dasar
Nama : Yuli Dwi Setyowati
NIM : I14100066
Disetujui oleh
Dr Rimbawan
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
7
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah gizi lebih,
dengan judul Hubungan Aktifitas Fisik, Konsumsi Fast Food dan Soft Drink pada
Anak Obesitas Di Usia Sekolah Dasar.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing skripsi dan Prof. Dr. Ir. Siti
Madanijah selaku dosen pembimbing akademik atas waktu, bimbingan,
motivasi, serta saran/masukannya dalam membantu proses penyelesaian
penyusunan karya ilmiah ini.
2. Keluarga tercinta: Ayahanda (Bapak Satal), Ibunda (Ibu Sri Susilowati,
SPd), Devy Ika Lismawati, Amd.Per. (kakak), Handy Cahyono, SEc
(kakak), serta seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan moril,
dan kasih sayang yang telah diberikan.
3. Kepala SD Eka Wijaya Cibinong yang telah memberikan izin lokasi
penelitian, kepada para staf dewan guru yang telah membantu dan
mendampingi selama proses pengambilan data, serta siswa-siswi yang
telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
4. Teman-teman tercinta: Hayu Ning Dewi, Mellia Aghnie Anggita,
Yosep Andrew Tao, Putri Monicha, Nana Rodiana, Elok Nalurita,
Kharisma Tamimi yang telah memberi doa dan semangat yang luar
biasa.
5. Teman-teman enumerator: Elok Nalurita, Imelda Saputri, Yazid,
Nurrahma Sri Fitayani, dan Reyfan Ambrian yang banyak membantu
dalam proses pengambilan data.
6. Teman-teman Gizi Masyarakat 47, teman-teman KKP Desa
Sukamakmur Bogor 2013 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas
segala perhatian, dukungan, semangat, dan motivasi yang selalu
diberikan kepada penulis.
Tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan
karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014
Yuli Dwi Setyowati
8
DAFTAR ISI
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Lampiran ix
Pendahuluan 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Hipotesis 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Pemikiran 3
Metode Penelitian 5
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian 5
Teknik Penarikan Contoh 5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5
Pengolahan dan Analisis Data 6
Definisi Operasional 8
Hasil dan Pembahasan 9
Keadaan Umum Lokasi 9
Karakteristik Contoh 9
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga 12
Kebiasaan Makan 15
Kebiasaan Konsumsi Fast Food 20
Kebiasaan Konsumsi Soft Drink 26
Konsumsi Energi dan Zat Gizi 30
Aktifitas Fisik 33
Hubungan dengan Frekuensi Konsumsi Fast Food 35
Hubungan dengan Frekuensi Konsumsi Soft Drink 36
Hubungan dengan Status Gizi Anak 37
Simpulan dan Saran 38
Simpulan 38
Saran 39
Daftar Pustaka 39
Lampiran 43
9
DAFTAR TABEL
1. Jenis dan cara pengumpulan data 6
2. Kategori data yang dilakukan scoring 7
3. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi 10
4. Sebaran anak menurut umur 10
5. Sebaran data uang saku menurut jenis kelamin 11
6. Sebaran keluarga contoh berdasarkan besar keluarga 12
7. Sebaran keluarga contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua 12
8. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua 13
9. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua 14
10. Sebaran contoh berdasarkan status gizi orang tua 15
11. Frekuensi makan dalam sehari 15
12. Kebiasaan sarapan 16
13. Waktu saat mengemil 17
14. Fast food yang dibeli di sekolah 18
15. Fast food yang dikonsumsi di rumah 19
16. Ukuran soft drink yang sering dibeli 19
17. Tingkat kesukaan terhadap fast food 20
18. Waktu mengunjungi restoran fast food 20
19. Informasi menganai fast food 21
20. Sebaran data alasan konsumsi fast food 22
21. Restoran fast food yang paling sering dikunjungi 22
22. Jenis fast foodyang paling sering dikonsumsi 23
23. Frekuensi konsumsi fast Food 23
24. Sebaran frekuensi konsumsi fast food dan jenis kelamin 24
25. Tingkat kesukaan terhadap fast food 26
26. Waktu membeli soft drink 26
27. Informasi menganai soft drink 27
28. Faktor kesukaan terhdap soft drink 27
29. Jenis soft drink yang paling disukai 28
30. Frekuensi konsumsi soft drink 28
31. Sebaran frekuensi konsumsi soft drink dan jenis kelamin 29
32. Sebaran rata-rata konsumsi energi dan zat gizi berdasarkan
Status gizi 30
33. Rata-rata konsumsi hari libur dan hari sekolah 31
34. Kontribusi energi fast food terhadap total konsumsi energi contoh 32
35. Kontribusi energi soft drink terhadap total konsumsi energi contoh 32
36. Tingkat kecukupan energi anak obesitas 32
37. Tingkat kecukupan protein anak obesitas 33
38. Tingkat kecukupan lemak anak obesitas 33
39. Tingkat aktifitas fisik berdasarkan jenis kelamin pada hari sekolah 34
40. Tingkat aktifitas fisik berdasarkan jenis kelamin pada hari libur 34
41. Tingkat rata-rata aktifitas fisik berdasarkan jenis kelamin 35
10
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangkan pemikiran konsumsi fast food dan soft drink serta sosial
ekonomi keluarga yang berhubungan dengan obesitas 4
2. Jenis makanan yang dikonsumsi untuk camilan di sekolah 17
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner Penelitian 43
Data Status Gizi Anak
11
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keadaan gizi dan kesehatan masyarakat dapat dipengaruhi oleh tingkat
konsumsi. Masalah kekurangan dan kelebihan konsumsi zat gizi membawa
pengaruh pada timbulnya masalah gizi ganda di Indonesia, yakni masalah gizi
kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi lebih terjadi bersamaan dengan
kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu, seperti masyarakat di daerah
perkotaan. Salah satu masalah gizi yang sering terjadi bersamaan dengan
kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu, seperti masyarakat di daerah
perkotaan. Salah satu masalah gizi yang sering terjadi dan perlu mendapat
perhatian adalah obesitas.
Obesitas terjadi sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara jumlah
energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi
biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan
kesehatan. Perkembangan teknologi yang tinggi juga dapat menyebabkan anak-
anak SD cenderung kurang melakukan aktivitas fisik dan lebih memilih menonton
televisi, bermain game, maupun bermain komputer yang membutuhkan sedikit
energi. Ketidakseimbangan yang tejadi akibat jumlah energi yang masuk lebih
tinggi dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk melaksanakan aktivitas fisik
menyebabkan masalah kegemukan (Heird 2002). Status gizi lebih pada anak akan
menyebabkan pertambahan jumlah sel lemak di dalam tubuh, apabila hal ini
berlanjut secara terus menerus akan menyebabkan anak cenderung mengalami
obesitas ketika mereka dewasa.
Daya beli masyarakat yang meningkat berdampak pula kepada sikap orang
tua yang memanjakan anak-anaknya dalam hal pemberian makanan, khususnya
makanan berenergi tinggi dan dapat diartikan sebagai makanan tinggi lemak dan
karbohidrat namun rendah serat sperti fast food dan soft drink (Do Wendt 2009).
Umumnya fast food disajikan dalam jumlah besar dengan frekuesi yang lebih
sering sehingga berkontribusi pada terjadinya kegemukan dan obesitas. Makanan
olahan yang serba instan tersebut misalnya fast food (burger, pizza, hot dog, fried
chicken, kentang goreng, nugget dan spagheti) dan soft drink serta makanan siap
saji lainnya yang tersedia di gerai makanan (Suryaalamsah 2009). Menurut
Prancis (2001), di Amerika Serikat konsumsi harian rata-rata minuman ringan
adalah hampir dua kaleng standar (24 oz/700ml) untuk anak laki-laki dan lebih
dari satu kaleng standar bisa dikonsumsi anak perempuan (12 oz/350 ml),
sedangkan rata-rata konsumsi soft drink Indonesia pada tahun 2010 adalah 2,4
liter per minggunya (Riskesdas 2010).
St-Onge et al. (2003) menyatakan bahwa asupan energi yang besar pada
anak-anak yang mengkonsumsi fast food dan soft drink dalam jumlah yang
banyak tanpa diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup dapat menyebabkan
terjadinya obesitas. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2010, prevalensi berat badan lebih pada anak di Provinsi Jawa Barat adalah 8,5%.
Oleh karena itu peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian yang mendalam
terkait hubungan antara aktivitas fisik, konsumsi fast food dan soft drink pada
anak obesitas.
12
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian: 1) Adakah hubungan antara konsumsi fast
food dengan risiko obesitas; 2) Adakah hubungan antara konsumsi soft drink
terhadap peningkatan resiko obesitas; 3) Adakah hubungan konsumsi fast food
dan soft drink terhadap perbedaan jenis kelamin pada usia yang 9-12 tahun dalam
peningkatan resiko obesitas.
Tujuan
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara aktivitas fisik,
konsumsi fast food dan soft drink pada anak obesitas di usia sekolah dasar.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui kebiasaan konsumsi fast food dan soft drink usia 9-12 tahun.
2. Untuk mengukur adakah perbedaan dan hubungan kebiasaan makan,
karakteristik sosial ekonomi keluarga dan contoh dengan konsumsi fast food
dan soft drink usia 9-12 tahun.
3. Untuk mengukur hubungan obesitas dengan aktivitas fisik, frekuensi konsumsi
fast food dan soft drink, dan aktivitas fisik anak usia 9-12 tahun.
4. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan konsumsi fast food dan soft
drink usia 9-12 tahun.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan antara konsumsi karbohidrat, protein, lemak, fast food,
soft drink, jajanan, dan aktivitas fisik siswa gizi obesitas pada status jenis
kelamin berbeda.
2. Terdapat perbedaan antara frekuensi konsumsi fast food dan soft drink
siswa obesitas jenis kelamin yang berbeda.
3. Terdapat hubungan antara karakteristik sosial-ekonomi, tingkat kesukaan
dan sumber informasi terhadap frekuensi konsumsi fast food dan soft drink.
4. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik, frekuensi konsumsi fast food dan
soft drink terhadap status gizi siswa obesitas.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk masyarakat,
dan pemerintah. Bagi masyarakat dapat memberikan gambaran dan informasi
mengenai konsumsi pangan, aktivitas fisik, dan gaya hidup anak gizi lebih baik di
sekolah maupun di rumah. Bagi pihak orang tua diharapkan dapat menjadi
masukan mengenai evaluasi konsumsi pangan anak yang aman, bergizi, beragam,
dan berimbang. Selanjutnya bagi pemerintah diharapkan dapat digunakan dalam
mengambil kebijakan dalam pemerintahan guna mewujudkan generasi muda
Indonesia yang sehat dan berkualitas.
13
KERANGKA PEMIKIRAN
Prevalensi anak yang menderita obesitas di Indonesia semakin meningkat.
Banyak faktor yang memicu semakin meningkatnya angka obesitas pada anak, di
antaranya adalah pengaruh parental fatness, karakteristik anak, karakteristik
keluarga, aktivitas fisik dan kebiasaan makan pada anak. Apabila tidak segera
diterapi, maka di masa yang akan datang, dunia ini akan dipenuhi olehorang-
orang berberat badan lebih atau orang-orang yang memiliki kandungan lemak
yang berlebih.
Seseorang mengalami obesitas dapat terjadi karena salah satu atau kedua
orang tuanya mengalami obesitas pula. Menurut Effendi (2003) faktor keturunan
berpengaruh terhadap gangguan keseimbangan energi. Bila kedua orang tua tidak
gemuk, maka kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 9 persen. Bila salah satu
orang tua gemuk, maka kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 41-51persen,
sedangkan bila kedua orang tua gemuk, maka kemungkinan anak menjadi gemuk
sebesar 66-80 persen. Faktor timbulnya kegemukan juga disebabkan oleh asupan
energi yang tinggi, contoh makanan berenergi tinggi adalah fast food dan soft
drink.
Fast Food merupakan salah satu jenis makanan yang disukai oleh anak-
anak, kaum muda sampai orang dewasa. Makanan ini merupakan makanan cepat
saji yang mengandung energi tinggi. Biasanya konsumsi fast food dibarengi oleh
konsumsi soft drink, karena restaurant cepat saji menjual dalam satu paket
bersamaan. Soft drink merupakan salah satu jenis minuman yang mengandung
energi yang tinggi karena didalamnya terdapat gula sebagai pemanis. Saat ini fast
food dan soft drink telah menjadi bagian perilaku konsumsi sebagian anak dan
remaja di luar rumah di berbagai kota dan diperkirakan cenderung akan semakin
meningkat (Bowman 2004).
Konsumsi fast food dan soft drink dipengerauhi oleh keadaan sosial
ekonomi keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan yang layak semakin besar. Jenis pekerjaan orang tua akan
mempengaruhi pendapatan keluarga. Pendapatan keluarga yang tinggi
meningkatkan kemampuan untuk membeli fast food dan soft drink yang harganya
relatif mahal. Sedangkan pengetahuan gizi ibu berpengaruh terhadap pemilihan
makanan dan penentuan jumlah makanan yang diberikan untuk memenuhi
kebutuhan gizi anak. Kecenderungan anak sekolah dalam mengkonsumsi fast food
dan soft drink semakin meningkat seiring dengan perubahan pola konsumsi
keluarga. Hal ini terjadi karena keluarga merupakan sumber informasi pangan
yang penting berkaitan dengan kebiasaan makan dan sikap pemilihan makanan.
Anak-anak biasanya meniru bagaimana ayah, ibu dan anggota keluarganya
makan.
Karakteristik anak meliputi jenis kelamin, berat badan lahir, berat badan
sekarang, dan tinggi badan sekarang. Karakteristik keluarga meliputi pendidikan
orang tua, pendapatan keluarga, pengetahuan gizi ibu, dan pola konsumsi
keluarga. Pengetahuan gizi ibu diukur dengan memberikan pertanyaan pada
kuesioner yang ditujukan untuk ibu. Kebiasaan makan mencakup riwayat makan
anak dan konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang diteliti adalah konsumsi
cemilan, konsumsi makanan berlemak, konsumsi fast food, dan konsumsi soft
drink. Konsumsi cemilan, soft drink, fast food, dan makanan berlemak
14
diperkirakan dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat konsumsi energi pada
anak yang nantinya berhubungan dengan terjadinya obesitas pada anak. Kerangka
pemikiran penelitian ini dapat digambarkan dalam skema berikut:
Keterangan :
Diteliti
Tidak diteliti
Gambar 1. Kerangkan pemikiran konsumsi fast food dan soft drink serta sosial
ekonomi keluarga yang berhubungan dengan obesitas
Sosial ekonomi:
- Pendidikan orang tua
- Pendapatan keluarga
- Besar keluarga
Kebiasaan makan:
- Frekuensi makan sehari
- Kebiasaan jajan, mengemil
- Konsumsi makanan berlemak
Konsumsi Fast Food dan
Soft drink
- Frekuensi
Informasi pangan:
- Sumber Informasi
Kesukaan
Konsumsi Pangan
Status Gizi:
- Normal
- Kegemukan
- Obesitas Status Gizi Orang Tua
Aktivitas fisik
Infeksi Penyakit - Metabolisme
- Enzim dan Hormon
- Obat-obatan
15
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Desain penelitian ini adalah cross sectional study dengan menggunakan
metode survey. Penelitian dilakukan di SD Eka Wijaya Cibinong, dengan
pertimbangan status ekonomi orang tua siswa sebagian besar tergolong menengah
keatas dan banyaknya jumlah anak yang mengalami obesitas. Penelitian dilakukan
selama 3 bulan yaitu pada bulan Mei-Juli 2014 yang disesuaikan dengan kalender
akademik SD Eka Wijaya Cibinong agar tidak menganggu kegiatan belajar
mengajar.
Teknik Penarikan Contoh
Populasi contoh penelitian ini adalah siswa-siswi SD Eka Wijaya
Cibinong yang duduk di kelas 4 sampai 6. Pemilihan populasi contoh dilakukan
secara purposive. Seluruh anak kelas 4 hingga 6 diukur berat dan tingginya secara
langsung, sehingga dapat diperoleh nilai z-score masing-masing. Selanjutnya
sampel ditentukan berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan peneliti,
yaitu siswa kelas 4 hingga 6 sekolah dasar di lokasi penelitian dengan status gizi
lebih (nilai Z-Score>+2 SD menurut Riskesdas 2013), bersedia, dan hadir pada
saat penelitian dilaksanakan. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini
menggunakan rumus (Chandra 1996):
n = Z2
(1-α/2) P(1-P)
d2
keterangan:
n = jumlah contoh
Z = nilai sebaran baku pada taraf nyata 0.95 = 1.96
P = proporsi kejadian gemukdi Provinsi Jawa Barat menurut Atmarita
RISKESDAS (2013) = 8.8%
d = kesalahan yang dapat ditaksir = 0.1 (10%)
Jumlah minimal contoh sebanyak 30.83 orang yang digenapi menjadi 31
anak dan tersebar dari semua kelas. Jumlah sampel yang obese di SD Eka Wijaya
sebanyak 70 anak namun terdapat 10 anak yang datanya yang datanya tidak
lengkap dan selanjutnya dikeluarkan dari kriteria sampel, sehingga sampel yang
diteliti sebanyak 60 orang. Contoh yang masuk kedalam kriteria inklusi, dengan
jumlah laki-laki sebanyak 42 anak dan perempuan sebanyak 18 anak.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data penelitian yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer
meliputi data karakteristik anak (usia, jenis kelamin dan uang saku), karakteristik
sosial ekonomi keluarga (pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, dan besar
keluarga), sumber informasi pangan, tingkat kesukaan, konsumsi fast food dan
soft drink, kebiasaan makan, konsumsi pangan dan status gizi orang tua.
16
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan
menggunakan kuisioner. Data frekuensi konsumsi fast food dan soft drink
dikumpulkan dengan menggunakan food frequency questionnaire (FFQ). Untuk
data konsumsi pangan digunakan metode recall 2 x 24 jam pada 1 hari sekolah
dan 1 hari libur.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
No Variabel Alat dan cara
pengumpulan
Jenis data yang
dikumpulkan
Data Primer
1. Karakteristik
contoh
Wawancara dengan langsung
contoh menggunakan
kuisioner
Nama
Tanggal lahir
Jenis kelamin
Urutan kelahiran
Uang saku
Umur (tahun)
2. Karakteristik
keluarga (ayah dan ibu)
Wawancara dengan ibu
contoh menggunakan kuisioner
Umur (tahun)
Pendidikan Pekerjaan
Pendapatan (bulan)
Besar keluarga
3. Status gizi contoh Pengukuran TB menggunakan stature meter ,
dan BB menggunakan
timbangan injak dan Software WHO Anthroplus
BB dan TB sekarang
4. Frekuensi dan
jumlah konsumsi
pangan contoh
Wawancara dengan contoh
menggunakan Semi
Quantitative FFQ (Food Frequency Questionaire)
Jumlah dan jenis bahan
pangan yang dikonsumsi
Frekuensi konsumsi bahan pangan
5. Kesukaan dan
kebiasaan makan
Wawancara dengan kuisioner Sangat suka sampai tidak
suka fast food dan soft drink Frekuensi makan fast food
dan soft drink
Pengukuran antropometri (IMT/U) dilakukan dengan menggunakan
standar Kemenkes (2013), diawali dengan penentuan umur anak dalam bulan.
Menimbang umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,
kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah.
Selanjutnya berat badan anak ditimbang menggunakan timbangan injak (kapasitas
200 kg dengan ketelitian 1 kg). Tinggi badan diukur menggunakan Microtoise
(panjang 200 cm dengan ketelitian 0,1 cm). Data sekunder meliputi gambaran
umum sekolah tempat penelitian berlangsung. Frekuensi konsumsi fast food dan
soft drink dikelompokkan menjadi tidak pernah, 1-2x/hari, 1-2x/minggu, 3-
5x/minggu, dan 1-2x/bulan (Gibson 2005).
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data yang dilakukan terhadap data primer meliputi
coding, entry, cleaning, grouping dan dilanjutkan dengan analisis data. Data
diolah menggunakan Microsoft Excel 2010 dan dianalisis menggunakan perangkat
lunak SPSS 16.0 for Windows.
17
Tabel 2 Kategori data yang dilakukan scoring No Variabel Kategori Pengukuran
I. Karakteristik Keluarga
1 Usia (Depkes 2009)
Remaja (<18 tahun)
Dewasa awal (18-40 tahun)
Dewasa madya (40-60 tahun)
Dewasa akhir (>60 tahun)
2 Besar keluarga (BKKBN 1998)
Kecil (≤ 4 orang)
Sedang (5-6 orang)
Besar (> 6 orang)
3 Pendapatan (BPS Jawa Barat 2014)
Miskin (≤ Rp 302 735/ bulan/kapita)
Tidak miskin (> Rp 302 735/ bulan/kapita)
4 Status gizi (WHO 2005)
Underweight
Normal
Overweight
Obesitas
II. Karakteristik Contoh
1 Usia 9 tahun
10 tahun
11 tahun
12 tahun
2 Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
3 Uang saku (sebaran data)
Rendah (<Rp 8 000 per hari)
Sedang (Rp 8 000– 14 000 per hari)
Tinggi (Rp 14 000- Rp 50 000 per hari)
4 Status gizi (IMT/U) (WHO 2005)
Sangat kurus (z < -3 SD)
Kurus (-3 SD ≤ z < -2 SD)
Normal (-2 SD ≤ z ≤ +1 SD)
Gemuk (+1 SD < z ≤ +2 SD)
Obese (z > +2 SD)
III. Kebiasaan Konsumsi Pangan Contoh
1 2
Fast food Soft Drink
(Modifikasi Gibson 2005)
Tidak pernah
6-7x/bulan
1-2x/minggu
3-5x/minggu
1-2x/hari
IV. Kecukupan Gizi Contoh
1
2
3
Tingkat kecukupan energi
Tingkat kecukupan protein
Tingkat kecukupan lemak
(Gibson 2005)
Defisit berat (<70% AKG)
Defisit sedang (70-79% AKG)
Defisit ringan (80-89% AKG)
Normal (90-119% AKG)
Kelebihan (≥ 120% AKG)
V. Aktivitas Fisik
1 Aktivitas Fisik
(WHO 2001) Sangat ringan (<1.40)
Ringan (1.40-1.69)
Sedang (1.70-1.99)
Berat (2.00-2.40)
18
Uji statistik yang dilakukan antara lain analisis deskriptif, uji beda Mann
Whitney, dan uji korelasi Spearman. Syarat melakukan uji beda Mann Whitney
adalah data berskala ordinal,interval atau rasio, terdiri dari dua kelompok yang
independendent atau saling bebas, data kelompok satu dan dua tidak harus sama
banyaknya, data tidak harus berdistribusi normal. Hasil recall makanan total
sehari-hari selama 2 hari yang dikonsumsi anak perhari dicatat, dikonsevrsi
beratnya dalam gram, dirata-ratakan kemudian dihitung kandungan energi dan zat
gizinya.
Kebiasaan mengkonsumsi camilan, sarapan, fast food dan soft drink
(tingkat kesukaan, informasi, waktu mengunjungi restoran dan jenis minuman)
ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Uji beda (Mann Whitney) dilakukan
untuk menganalisis perbedaan uang saku, frekuensi konsumsi fast food dan soft
drink, konsumsi fast food dan soft drink, konsumsi energi, status gizi orang tua.
Sedangkan uji Mann Whitney untuk menganalisis perbedaan karakteristik sosial
ekonomi keluarga, sumber informasi, tingkat kesukaan dan kebiasaan makan.
Untuk menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi keluarga, sumber
informasi fast food dan soft drink serta tingkat kesukaan dengan frekuensi
konsumsi fast food dan soft drink digunakan uji korelasi Spearman. Analisis
korelasi Spearman digunakan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan
dengan kegemukan anak sekolah di SD Eka Wijaya Cibinong.
Definisi Operasional
Contoh adalah siswi-siswi yang duduk di kelas IV sampai dengan VI SD Eka
Wijaya Cibinong yang berstatus gizi gemuk dan normal.
Fast Food adalah makanan cepat saji (ayam goreng, kentang goreng, burger,
pizza, spaghetti dan nugget) yang berasal dari restoran-restoran fast
food : McDonald’s, Kentucky Fried Chicken (KFC), California Fried
Chicken (CFC), Pizza Hut, Texas, Hoka-Hoka Bento dan A&W.
Frekuensi konsumsi Fast Food adalah seberapa sering anak gemuk
mengonsumsi fast food selama 1 minggu yang dibeli di restoran fast
food.
Kegemukan adalah status gizi lebih dengan IMT/U lebih besar sama dengan
persentil ke-95 menurut CDC (2000) yang termasuk ke dalam status
gizi overweight dan obese.
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi anak
gemuk dalam satu hari dengan cara recall 2 x 24 jam pada satu hari
kuliah dan satu hari libur.
Kebiasaan makan adalah perilaku makan anak gemuk yang terdiri dari frekuensi
makan dalam sehari, kebiasaan sarapan, kebiasaan minum susu,
kebiasaan makan sayur dan buah, kebiasaan makan camilan,
kebiasaan jajan di rumah dan di sekolah.
Kesukaan adalah pilihan terhadap salah satu jenis fast food (aroma, tekstur dan
rasa) yang paling disukai anak.
Informasi Pangan adalah semua informasi tentang fast food yang diperoleh anak
melalui keluarga, teman, lingkungan sekolah maupun iklan di televisi.
19
Besar keluarga adalah jumlah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, akak atau adik
dan anggota keluarga lainnya yang tinggal satu rumah dengan anak
gemuk dan normal.
Pendapatan orang tua adalah jumlah seluruh uang yang dihasilkan oleh kedua
orang tua dari usaha atau pekerjaan dalam waktu satu bulan.
Status gizi orang tua adalah keadaan gizi kedua orang tua anak gemuk dan
normal yang dinalai dengan pengukuran indeks massa tubuh (IMT)
Soft Drink adalah jenis minuman berkarbonasi yang mengandung air (90%), gula,
pewarna, karbondioksida, zat pengatur asam yang dijual dalam
kemasan botol maupun kaleng.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Sekolah Dasar Eka Wijaya adalah salah salahh satu sekolah swasta favorit
yang terletak di Jalan Mayor Oking, Cibinong, Jawa Barat. Sekolah ini terletak di
pusat kota dekat dengan mall, mudah dilalui oleh beragam alat transportasi.
Sekolah ini berdiri sejak 1992 yang diselenggarakan oleh Yayasan Eka Wijaya
dan berdiri di atas areal tanah seluas 12 321 m2. Jumlah staf pengajar (guru) di SD
Eka Wijaya adalah 30 orang dan staf tata usaha sebanyak 5 orang. Siswa kelas 4
sampai dengan kelas 6 berjumlah 127 siswa laki-laki dan 162 siswa perempuan.
Tiap tingkatan kelas memiliki jumlah kelas yang sama dimana kelas 4 sampai
dengan kelas 6 masing-masing memiliki tiga kelas. Jumlah siswa kelas 4 yaitu 97
siswa, kelas 5 sebanyak 97 siswa dan kelas 6 sebanyak 96 siswa. Waktu belajar
kelas 4-6 dimulai dari pukul 07.00-12.30 untuk hari Senin-Kamis dan hari Jumat
dari pukul 07.00-11.00. Kelas 6 memulai pembelajaran dari pukul 07.00-15.00
untuk hari Senin-Kamis dan hari Jumat dari pukul 07.00-11.00.
Fasilitas yang dimiliki oleh sekolah meliputi fasilitas fisik, lahan, dan non
fisik. Fasilitas fisik yang dimiliki meliputi ruang kelas, ruang guru, ruang TU,
ruang bidang kurikulum, perpustakaan multimedia, lab komputer, UKS, kantin,
musholla, aula, gudang, toilet dan ruang remedial. Fasilitas lahan yang ada terdiri
dari halaman, lapangan olah raga, kebun, dan lapangan parkir. Fasilitas non
fisik/ekstrakurikuler yang ada di sekolah meliputi pramuka, English club, sains
club dan basket. SD Eka Wijaya terletak di daerah yang stategis yaitu terletak
ditengah kota yang relatif dekat dengan mall dan tempat-tempat untuk
mengkonsumsi fast food dan soft drink. Sekolah menjual makanan fast food dan
soft drink seperti jamur crispy, kentang goreng, fried chicken, nugget, ice cream,
dan soft drink.
Karakteristik Contoh
Jenis Kelamin
Siswa kelas 4 sampai dengan kelas 6 berjumlah 127 siswa laki-laki dan
162 siswa perempuan. Jumlah siswa kelas 4 yaitu 97 siswa, kelas 5 sebanyak 97
20
siswa dan kelas VI sebanyak 96 siswa. Jumlah anak yang mengalami obesitas
sebagian berjumlah 70 orang dari kelas 5-6 SD. Akan tetapi, terdapat 10 orang
yang drop out, sehingga jumlah sampel hanya berjumlah 60 orang. Keluarnya
sampel dari penelitian dikarenakan terdapat data yang bias, tidak bersedianya
sampel sebagai responden dan berhenti ditengah jalan. Proporsi jumlah sampel
tidak didasarkan pada jumlah yang proporsional, dikarenakan sampel obesitas
tidak merata di setiap kelasnya. Tabel 3 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan
jenis kelamin dan status gizi khususnya kelas 4 sampai kelas 6 SD Eka Wijaya
Cibinong.
Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan status gizi Status Gizi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Underweight
Normal
Overweight
Obesitas
2.00
48.00
32.00
45.00
1.57
37.80
25.20
35.43
5.00
100.00
39.00
18.00
3.09
61.73
24.07
11.11
7.00
148.00
71.00
63.00
2.42
51.21
24.57
21.80
Total 127 100.00 162 100.00 289 100.00
Contoh yang berstatus gizi obesitas sebanyak 35.43% dan sebagian besar
adalah laki-laki, sedangkan contoh yang berstatus gizi normal sebagian besar
adalah perempuan yaitu sebanyak 61.73%. Persentase anak berstatus gizi obesitas
yang besar juga ditemukan pada penelitian Padmiari dan Hadi (2003). Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa prevalensi anak obesitas di Sekolah Dasar
Denpasar yaitu 13.6%, sedangkan penelitian Suryaalamsah (2009) pada siswa/
siswi SD menunjukkan prevalensi anak berstatus gizi lebih pada SD (SD Bina
Insani) di Bogor yaitu 55%. Berdasarkan uji statistik Mann Whitney terdapat
perbedaan yang nyata (p<0.05) antara status gizi dan jenis kelamin (laki-laki dan
perempuan). Hal ini terbukti pada anak laki-laki (77 anak) yang lebih banyak
memiliki status gizi lebih (overweight dan obesitas) dibandingkan anak
perempuan (57 anak). Menurut hasil uji Chi-Square, terdapat hubungan yang
nyata (p<0.05) antara status gizi dan jenis kelamin.
Usia Anak
Persentase anak obesitas terbanyak ada pada umur 11 tahun (35.71%).
Aktaria (2004) melaporkan bahwa sebagian besar contoh dalam penelitiannya
berada pada rentang usia 11 tahun dengan status gizi obesitas sebesar 76.7%.
Tabel 4 Sebaran anak menurut umur Kelompok umur (tahun) Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
12
11
10 9
7
15
12 8
16.67
35.71
28.57 19.05
4
5
6 3
22.22
27.78
33.33 16.67
11
20
18 11
18.33
33.33
30.00 18.33
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Jumlah sampel anak laki-laki berjumlah 42 dan perempuan berjumlah 18
orang. Banyaknya anak yang mengalami obesitas di SD Eka Wijaya berkaitan
dengan pertambahan lemak di dalam tubuh. Menurut Waspadji et al. (2003)
kecepatan pertambahan lemak badan antara pria dan wanita berbeda sejak usia 8
21
tahun. Jumlah lemak pada wanita lebih besar dibandingkan dengan laki-laki.
Biasanya jumlah lemak dalam tubuh akan cenderung meningkat dengan
bertambahnya usia. Kecenderungan obesitas akan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak laki-laki memiliki
prevalensi obesitas yang lebih besar dibanding anak perempuan. Hal ini
disebabkan anak laki-laki lebih banyak mengkonsumsi makanan tinggi energi
namun aktivitas fisiknya rendah. Aktivitas fisik yang rendah ini disebabkan anak
laki-laki lebih memilih menonton televisi dan bermain game (handphone/
computer) di waktu luang mereka dibandingkan bermain bersama dengan teman.
Anak perempuan (rata-rata nilai aktivitas fisik= 1.37) memiliki kecenderungan
beraktivitas lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki (rata-rata nilai aktivitas fisik
= 1.26). Berdasarkan analisis statistik (Mann Whitney), tidak ada (p=0.125)
perbedaan yang nyata antara umur anak laki-laki dan perempuan yang obesitas.
Uang Saku
Uang saku contoh dalam penelitian ini merupakan uang saku per hari yang
digunakan contoh untuk jajan di sekolah. Uang saku tidak termasuk uang
transportasi (jemputan, angkot dan bensin motor), uang buku dan uang SPP. Tabel
5 di bawah ini menunjukkan besarnya jumlah uang saku anak per hari.
Tabel 5 Sebaran data uang saku menurut jenis kelamin Uang saku Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
<8 000
8 000-14 000 >14 000
17.00
11.00 14.00
40.48
26.19 33.33
2.00
9.00 7.00
11.11
50.00 38.89
19
20 21
31.67
33.33 35.00
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Uang saku contoh yang tergolong tinggi pada laki-laki obesitas yaitu
sebesar 33.33% dan untuk perempuan obesitas sebesar 35%. Secara keseluruhan
lebih banyak siswa yang mendapatkan uang saku yang tergolong tinggi yakni
35%. Hasil penelitian Mardayanti (2008) tentang alokasi uang saku pada siswa
Sekolah Dasar di Bogor juga menunjukkan hasil serupa. Hal ini mengindikasikan
bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku yang
diterima oleh anak. Tidak terdapat perbedaan nyata dalam hal besar uang saku
yang diperoleh contoh menurut jenis kelamin. Hasil analisis korelasi Spearman
menunjukkan tidak ada hubungan (p>0.095) antara uang saku dengan jenis
kelamin contoh.
Besar Keluarga
Penelitian ini memperlihatkan besar keluarga anak yang hanya terdiri dari
dua kategori yaitu keluarga kecil dan sedang. Tabel 10 dapat diketahui bahwa
kedua anak laki-laki dan perempuan obesitas banyak berasal dari keluarga kecil,
dengan persentase masing-masing 83.33% dan 72.22%. Akan tetapi, berdasarkan
analisis statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) besar keluarga anak
laki-laki dan perempuan obesitas. Besar keluarga anak dapat dilihat pada Tabel 6
dibawah ini.
22
Tabel 6 Sebaran keluarga contoh berdasarkan besar keluarga
Kategori besar keluarga Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Keluarga kecil (< 4 orang) Keluarga sedang (5-6 orang)
35 7
83.33 16.67
13 5
72.22 27.78
48 12
80.00 20.00
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Jumlah anggota keluarga juga akan berpengaruh terhadap jumlah dan jenis
makanan yang tersedia dalam keluarga. Akan tetapi dalam penelitian ini besar
keluarga sebenarnya bukanlah aspek yang besar pengaruhnya terhadap konsumsi
pangan anak, karena tingkat pendapatan keluarga yang rata-rata tinggi. Hal
tersebut menyebabkan distribusi pangan dalam keluarga diharapkan dapat
menjangkau semua anggotanya. Berbeda kenyataannya jika terjadi pada keluarga
yang penghasilan rendah. Seperti yang dinyatakan Suhardjo (2004) bahwa
terdapat hubungan yang sangat nyata antara jumlah anggota keluarga dengan
status gizi khususnya bagi keluarga yang berpenghasilan rendah pemenuhan
makan akan lebih mudah jika jumlah anggota keluarganya sedikit
Karakteristik Sosial Ekonomi Keluarga
Umur Orang Tua
Sebagian besar contoh memiliki orang tua dengan rentang usia dewasa
madya (40-60 tahun), dimana usia rata-rata ayah adalah 42.7± 4.6 tahun dan ibu
38.3 ± 4.6 tahun. Persentase usia Ayah berada pada tingkat dewasa madya (40-60
tahun) yakni sebesar 72%. Umur ibu pada tingkatan dewasa awal (18-40 tahun)
yakni sebesar 60%. Hasil uji Mann-Whitney antara usia orang tua kedua kelompok
contoh menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan dimana nilai p>0.05.
Pendidikan Orang Tua
Tingkat pendidikan orang tua diukur berdasarkan tingkat pendidikan
formal dari ayah dan ibu. Sebanyak empat orang anak yang tidak mempunyai
Ayah (meninggal), sehingga jumlah sampel Ayah dari anak laki-laki menjadi 54
orang. Tabel 7 memperlihatkan persentase terbesar tingkat pendidikan Ayah dan
Ibu siswa obesitas adalah SMA dengan persentase masing-masing 38.89% dan
48.30%. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) baik tingkat pendidikan
ayah maupun ibu pada kedua anak.
Tabel 7 Sebaran keluarga contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua
Tingkat pendidikan Ayah Ibu
n % n %
Tidak tamat SD
SD/sederajat SMP/sederajat
SMA/sederajat
Diploma Sarjana
S2/S3
0
0 2
21
11 20
2
0.00
0.00 3.70
38.89
20.37 37.04
3.73
0
1 3
29
14 11
2
0.00
1.70 5.00
48.30
23.33 18.33
3.33
Total 54* 100.00 60 100.00
*Keterangan : Anak laki-laki yang Ayahnya meninggal berjumlah empat orang
23
Menurut Yudesti (2012) dan Ernawati (2006) semakin tinggi tingkat
pendidikan orang tua semakin baik pertumbuhan anaknya. Setidaknya ada lima
upaya yang merupakan imbas dari pendidikan ibu dan ayah yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu pendidikan akan
meningkatkan sumberdaya keluarga, pendapatan keluarga, alokasi waktu untuk
pemeliharaan kesehatan anak, produktivitas dan efektivitas pemeliharaan
kesehatan, dan referensi kehidupan keluarga. Tingkat pendidikan orang tua contoh
tidak terlalu berpengaruh dalam penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh jumlah
pendapatan perkapita yang tergolong tinggi, sehingga asumsinya setiap kebutuhan
setiap anggota keluarga akan terpenuhi dengan baik.
Pekerjaan Orang Tua
Ayah anak obesitas yaitu sebanyak empat orang tidak diketahui jenis
pekerjaannya disebabkan mereka sudah meninggal sehingga jumlah Ayah anak
menjadi 54 orang. Jenis pekerjaan ayah yang paling banyak pada kedua jenis
kelamin siswa obesitas adalah sebagai wiraswasta. Jenis pekerjaan orang tua anak
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua
Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah %
n % n %
Ayah
Tidak bekerja Sekolah/Guru
Wiraswasta
Petani Pedagang
Buruh
Pegawai Swasta
Pegawai Negeri
Jumlah
0 0
20
0 3
0
13
3 38*
0.00 0.00
51.28
0.00 7.69
0.00
33.33
7.69 100
0 0
7
0 1
0
7
2 17*
0.00 0.00
38.89
0.00 5.56
0.00
38.89
11.111100
0 0
27
0 4
0
20
5 54*
0.00 0.00
50.00
0.00 7.41
0.00
37.04
9.26 100
Ibu
Tidak bekerja Sekolah/Guru
Wiraswasta
Petani
Pedagang Buruh
Pegawai Swasta
Pegawai Negeri
Jumlah
23 0
5
0
3 2
4
5 42
54.76 0.00
11.90
0.00
7.14 4.76
9.52
11.90 100
10 1
2
0
1 1
0
3 18
0.00 55.56
5.56
0.00
5.56 5.56
0.00
16.67 100
33 1
7
0
4 3
4
5 60
54.76 1.67
11.67
0.00
6.67 5.00
6.67
8.33 100
*Keterangan : Anak yang Ayahnya meninggal berjumlah empat orang
Pekerjaan Ayah pada anak laki-laki obesitas terbesar kedua pada jenis
pekerjaan pegawai swasta (33.33%). Sebagian besar pekerjaan ibu pada kedua
jenis kelamin siswa obesitas adalah sebagai ibu rumah tangga (IRT) yakni 54.76%
pada ibu siswa laki-laki obesitas dan 55.56% pada ibu siswa perempuan obesitas.
Jenis pekerjaan akan mempengaruhi pendapatan seseorang. Tidak terdapat
perbedaan (p>0.05) yang nyata baik jenis pekerjaan ayah maupun ibu pada kedua
jenis kelamin siswa obesitas. Tingkat pendapatan keluarga sangat berpengaruh
terhadap konsumsi energi keluarganya. Holman (1987) yang diacu dalam
24
Novitasari (2005) menyatakan bahwa sesuai dengan hukum Bennet konsumsi
pangan akan bergeser ke arah konsumsi pangan dengan harga kalori yang lebih
mahal ketika semakin meningkatnya pendapatan seseorang, seperti pangan
hewani yang kandungan lemaknya lebih tinggi.
Pendapatan Orang Tua
Pendapatan orang tua siswa laki-laki dan perempuan dapat dilihat pada
Tabel 9. Data tersebut merupakan jumlah dari pendapatan ayah dan ibu setiap
bulannya. Persentase tingkat pendapatan orang tua dengan kategori sangat tinggi
(> Rp 5 000 000/bulan) pada anak laki-laki obesitas 41.67% dan perempuan
obesitas 66.67%. Hal ini sama dengan hasil penelitian Padmiari dan Hadi (2003),
yang menunjukkan bahwa kejadian obesitas terdapat pada keluarga yang
mempunyai pendapatan yang tinggi atau golongan ekonomi menengah keatas.
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pendapatan orang tua
Pendapatan orang tua (Bulan) Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Rp 2 000 000-Rp 3 000 000
Rp 3 000 001-Rp 4 000 000 Rp 4 000 001-Rp 5 000 000
> Rp 5 000 000
6
4 7
25
14.29
6.67 11.67
41.67
2
0 4
12
11.11
0.00 22.22
66.67
8
4 11
37
13.33
6.67 18.33
61.67
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Dengan menggunakan standar BPS Jawa Barat (2014) seluruh orang tua
anak laki-laki dan perempuan (100%) termasuk dalam kategori tidak miskin
dimana pendapatannya melebihi Rp 302 735/perkapita/bulan. Tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara pendapatan orang tua anak laki-laki obesitas dan
perempuan obesitas. Menurut Madanijah (2004) meningkatnya pendapatan berarti
memperbesar peluang untuk membeli pangan dengan kualitas dan kuantitas yang
lebih baik dibandingkan dengan keluarga dengan tingkat pendapatan rendah.
Status Gizi Orang Tua
Ayah anak laki-laki dan perempuan obesitas paling banyak berstatus gizi
lebih (48.34%) sedangkan ibu anak obesitas juga paling banyak berstatus gizi
lebih (56.67). Tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05) diantara status gizi Ayah
dari anak laki-laki dan perempuan obesitas. Hal yang sama juga ditemukan pada
Ibu anak laki-laki dan perempuan yang tidak terdapat perbedaan yang nyata status
gizinya. Sebaran contoh status gizi orang tua contoh dapat dilihat pada Tabel 10.
Tidak ada hubungan yang nyata (p>0.05) antara status gizi Ayah dengan
status gizi anak laki-laki dan perempuan obesitas. Sama dengan status gizi Ibu
yang tidak memiliki hubungan yang nyata dengan anak laki-laki dan perempuan
obesitas. Hal yang sama juga diperoleh dari uji hubungan antara status gizi orang
tua dengan status gizi anak laki-laki dan perempuan obesitas yang tidak memiliki
hubungan nyata (p>0.05). Hasil penelitian Sartika (2011) menunjukkan bahwa
riwayat obese ayah memberikan hubungan terhadap peluang obese pada anak.
Penelitian Haines et al. (2007) juga menunjukkan kelebihan berat badan pada
orangtua memiliki hubungan positif dengan kelebihan berat badan anak.
25
Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan status gizi orang tua Status Gizi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Ayah
Underweight Normal
Overweight
Obesitas
Jumlah
2 19
7
14
42
4.76 45.24
16.67
33.33
100
1
9
6 2
18
5.56 50.00
33.33
11.11
100
3 28
13
16
60
5.00 46.67
21.67
26.67
100
p= 0.654
Ibu Underweight
Normal
Overweight Obesitas
Total
0
18
13 11
60
0.00
42.86
30.95 26.19
100.00
0
8
3 7
60
0.00
44.44
16.67 38.89
100.00
0
26
16 18
60
0.00
43.33
26.67 30.00
100
p= 0.425
Salah satu faktor predisposisi terjadinya obesitas pada anak-anak adalah
adanya faktor herediter dari keluarganya. Apabila ayah atau ibu gemuk, maka
kemungkinan anak menjadi gemuk 41-50%. Apabila kedua orang tua gemuk
maka kemungkinan anak menjadi gemuk adalah 66-80% (Yueniwati dan
Rahmawati 2002).
Kebiasaan Makan
Frekuensi Makan Anak
Kebiasaan makan anak merupakan perilaku makan anak setiap harinya,
baik di rumah maupun di luar rumah seperti di sekolah. Frekuensi makan anak
dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Frekuensi makan dalam sehari Frekuensi makan sehari Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
1
2 3
4
0
1 36
5
0.00
2.38 85.71
11.90
0
1 17
0
0.00
5.56 94.44
0.00
0
2 53
5
0.00
3.33 88.33
8.33
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
p= 0.105
Sebagian besar anak laki-laki dan perempuan obesitas biasa makan 3 kali
sehari dengan masing-masing persentase 85.71% dan 94.44%. Khomsan (2006)
menyatakan bahwa frekuensi makan sebaiknya adalah 3 kali sehari untuk
menghindari kekosongan lambung. Berdasarkan hasil uji beda (Mann Whitney)
antara anak laki-laki dan perempuan obesitas tidak memiliki perbedaan yang
nyata (p>0.05) dengan frekuensi makannya. Hal ini disebabkan karena frekuensi
makan anak laki-laki maupun perempuan yang obesitas sama yakni lebih dari
85% makan sebanyak tiga kali sehari.
Frekuensi makan anak yang 3 kali sehari juga ditemukan pada penelitian
Suryalamsah (2009) di sekolah dasar Bogor, dimana sebagian besar anak gemuk
26
terbiasa makan 3 kali sehari. Menurut Purwati et al. (2005) dalam Suryaalamsah
(2009), untuk menghindari kegemukan maka biasakan makan secara teratur dan
hanya pada waktu tertentu saja, yakni 3 kali sehari. Jika diantara dua waktu
makan merasa lapar, makanan rendah kalori tetapi mengenyangkan seperti buah-
buahan dapat dikonsumsi.
Kebiasaan Sarapan
Sarapan merupakan suatu kegiatan makan pada pagi hari, biasanya waktu
untuk sarapan pada pukul 06.00-08.00. Kegiatan ini sangat penting dilakukan
pada pagi hari karena akan menunjang produktivitas dan konsentrasi belajar anak
(Khomsan 2006).Selain itu, sarapan akan mencegah terjadinya obesitas pada anak.
Tabel 12 di bawah ini menampilkan jumlah siswa yang sarapan dan tidak sarapan.
Tabel 12 Kebiasaan sarapan
Kebiasaan sarapan Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Tidak sarapan
Nasi,sayur,lauk
Nasi,lauk
Roti dan susu
Nasi goreng
Nasi uduk
Mie
Kue
Sereal dan susu Bubur ayam
2
1
11
10
2
0
2
1
1
2
4.76
2.38
26.19
23.81
4.76
0.00
4.76
2.38
2.38
4.76
1
4
7
3
1
1
0
0
0
0
5.56
22.22
38.89
16.67
5.56
5.56
0.00
0.00
0.00
0.00
14
5
18
13
3
1
2
1
1
2
23.33
8.33
30.00
21.67
5.00
1.67
3.33
1.67
1.67
3.33
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
p=0.961
Jenis makanan yang biasa dikonsumsi contoh saat sarapan adalah nasi,
sayur bayam, telur goreng, nugget,nasi uduk, mie, kue, sereal, bubur ayam dan
susu. Sebagian besar anak laki-laki maupun perempuan obesitas melakukan
kegiatan sarapan (76.67%) sedangkan anak laki-laki dan perempuan obesitas yang
tidak sarapan sebesar 23.33%. Jenis sarapan yang biasa mereka konsumsi berupa
pangan sumber karbohidrat (nasi, roti, mie, bubur) dengan pangan sumber protein
saja (chicken nugget dan telur ayam goreng) tanpa ada sayur dan buah. Menurut
Khomsan (2006), sarapan hendaknya memenuhi minimal empat pangan sumber
zat gizi (karbohidrat, lemak, protein dan vitamin) dengan kuantitas dan kualitas
yang cukup. Ada sebanyak 9.33% anak laki-laki dan perempuan yang memenuhi
kriteria tersebut, namun buah masih jarang dikonsumsi oleh anak. Umumnya
menu sarapan yang diberikan kepada anak merupakan makanan praktis, mudah
dan cepat dalam penyajiannya. Jenis chicken nugget yang biasa dikonsumsi anak
pagi hari berupa panganan kemasan yang dibeli orang tua dalam keadaan mentah
kemudian dimasak di rumah.
Hasil penelitian Suryaalamsah (2009) menunjukkan hal yang sama, bahwa
sebagian besar anak gemuk melakukan kegiatan sarapan sebelum mereka
berangkat sekolah. Sebagian besar anak laki-laki maupun perempuan yang
obesitas memilih sarapan dengan nasi dan lauk (telur goreng/nugget) saja.
Berdasarkan hasil uji beda (Mann Whitney) tidak terdapat perbedaan yang nyata
27
(p>0,05) antara jenis sarapan yang dikonsumsi anak laki-laki maupun perempuan
obesitas. Hasil uji Spearman juga tidak menunjukkan adanya hubungan antara
kebiasaan sarapan dengan jenis kelamin maupun dengan status gizi anak yang
obesitas (p>0.05). Tidak adanya hubungan dan perbedaan antara kedua jenis
kelamin disebabkan karena sebagian besar contoh memiliki kebiasaan sarapan dan
menu yang hampir sama.
Kebiasaan Mengemil
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak laki-laki mapun
perempuan yang obesitas memiliki kebiasaan mengemil, dimana persentase
mengemil di sekolah lebih besar dibandingkan dengan di rumah dengan total
persentasenya. Tabel 13 berikut berisi informasi mengenai waktu anak laki-laki
dan perempuan mengemil.
Tabel 13 Waktu saat mengemil
Waktu mengemil Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Menonton tv
Belajar dirumah
Saat santai
Jalan-jalan di luar
19
2
20
1
45.24
4.76
47.62
2.38
8
4
5
1
44.44
22.22
27.78
5.56
27
6
25
2
45.00
10.00
41.67
3.33
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Anak laki-laki obesitas terbiasa mengemil ketika santai dirumah dengan
persentase sebesar 47.62%, sedangkan anak perempuan obesitas lebih sering
mengemil saat menonton televisi dengan persentase 44.44%. Tidak terdapat
perbedaan (p>0,05) antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang obesitas
terhadap waktu mengemil. Selain waktu mengemil kebiasan makan anak juga bisa
dilihat dari jenis camilan yang biasa dikonsumsi. Jenis camilan yang biasa
dikonsumsi anak laki-laki maupun perempuan yang obesitas adalah nasi goreng,
siomay, kentang goreng, pastel, mie goreng, mie ayam, jamur crispy, batagor,
chiki, nasi kuning, kacang, permen, gorengan, nugget, roti dan sebagainya.
Gambar 2 di bawah ini menampilkan jenis makanan yang dikonsumsi untuk
camilan di sekolah dan di rumah.
Gambar 2 Jenis makanan yang dikonsumsi untuk camilan di sekolah
0.00%5.00%
10.00%15.00%20.00%25.00%30.00%
nas
i go
ren
g
sio
may
ken
tan
g go
ren
g
pas
tel
mie
go
ren
g
mie
aya
m
jam
ur
cris
py
bat
ago
r
chik
i
nas
i ku
nin
g
kaca
ng
per
men
gore
nga
n
nu
gget
roti
frie
d c
hic
hke
n
po
p ic
e
sod
a
teh
man
is
es k
rim
bis
kuit
Es je
ruk
kem
asan
ota
k o
tak
susu
keto
pra
k
soto
aya
m
kue
Lain
-lai
n
Sekolah Rumah
28
Pengambilan data jenis camilan yang biasa dikonsumsi anak laki-laki dan
perempuan obesitas terdiri dari tiga jenis camilan. Jenis camilan yang paling
banyak dikonsumsi anak laki-laki obesitas adalah gorengan (9.62%), sedangkan
anak perempuan lebih banyak mengkonsumsi siomay (14.29%) sebagai camilan
di sekolah. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara jenis kelamin
dengan jenis camilan yang biasa dikonsumsi di sekolah. Selain di sekolah anak
obesitas juga biasa mengkonsumsi camilan di rumah.
Jenis camilan yang biasa dikonsumsi anak laki-laki di rumah adalah soft
drink dan “chiki” dengan persentase keduanya 18.75%. Anak perempuan obesitas
paling banyak mengkonsumsi “chiki” sebagai camilan ketika di rumah dengan
persentase 22.22%. Secara keseluruhan jenis camilan yang paling banyak di
konsumsi di rumah adalah snack sejenis “chiki” dengan persentase rata-rata
sebesar 20%. Menurut uji statistika tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05)
antara jenis camilan yang dikonsumsi di rumah dengan jenis kelamin.
Konsumsi chiki dan soft drink sebagai camilan dapat menyebabkan
kegemukan. Hal ini dikarenakan chiki termasuk makanan padat kalori namun
rendah gizi dan soft drink mengandung energi tinggi yang berasal dari gula. Anak-
anak obesitas cenderung sulit menahan rasa lapar. Purwati et al. (2005) dalam
Suryalamsah (2009) menganjurkan mengonsumsi pangan rendah kalori, tetapi
tinggi serat seperti buah-buhan, sayuran, umbi-umbian rebus, yoghurt atau susu
non fat ketika mengemil. Konsumsi jenis pangan tersebut akan mengurangi risiko
terjadinya obesitas pada anak-anak.
Fast Food
Salah satu jenis makanan yang biasa dibeli oleh anak laki-laki dan
perempuan obesitas adalah fast food. Jenis makanan ini biasa dijual di sekolah
dengan harga yang relatif murah. Semua anak laki-laki dan perempuan
mengetahui bahwa kantin sekolah menyediakan berbagai macam jenisfast food.
Fast food yang dijual di sekolah adalah kentang goreng, fried chicken, jamur
crispy, nugget, spaghetti, sosis goreng, burger dan mie instan. Data fast food yang
biasa dibeli anak ketika sekolah disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Fast food yang dibeli di sekolah Jenis Makanan Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Tidak membeli
Kentang goreng Fried chicken
Jamur crispy
Nugget Spaghetti
Mie instant
4.00
20.00 7.00
7.00
3.00 0.00
1.00
9.52
47.62 16.67
16.67
7.14 0.00
2.38
1
7 6
2
1 1
0
5.56
38.89 33.33
11.11
5.56 5.56
0.00
5
27 13
9
4 1
1
8.33
45.00 21.67
15.00
6.67 1.67
1.67
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Sebagian besar anak laki-laki dan perempuan obesitas sering membeli
kentang goreng di sekolahnya dengan persentase masing-masing yakni 47.62%
dan 38.89%. Menurut uji statistika (Mann Whitney) tidak terdapat perbedaan yang
nyata (p>0.05) antara anak laki-laki dan perempuan obesitas dengan jenis fast
food yang dikonsumsi. Hasil penelitian Davis (2009) juga menunjukkan lebih dari
setengah sekolah di Amerika menyediakan jenis makanan ini. Anak-anak yang
sekolahnya menyediakan fast food berisiko 1.07 kali menjadi obesitas dan
29
berkaitan dengan tingkat kejadian obesitas pada anak-anak usia sekolah.
Konsumsi fast food anak tidak hanya di sekolah saja tetapi juga di rumah. Tabel
15 menampilkan jenis fast food yang biasa dikonsumsi di rumah.
Tabel 15 Fast food yang dikonsumsi di rumah Jenis Makanan Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Tidak memakan Kentang goreng
Fried chicken
Jamur crispy Nugget
Sosis goreng
Burger
0.00 8.00
13.00
0.00 18.00
1.00
2.00
0.00 19.05
30.95
0.00 42.86
2.38
4.76
0.00 5.00
2.00
0.00 8.00
1.00
2.00
0.00 27.78
11.11
0.00 44.44
5.56
11.11
0.00 13.00
15.00
0.00 26.00
2.00
4.00
0.00 21.67
25.00
0.00 43.33
3.33
6.67
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Jenis fast food yang biasa dikonsumsi anak laki-laki (42.86%) dan
perempuan (44.44%) obesitas di rumah adalah nugget. Konsumsi nugget di rumah
lebih besar dibandingkan dengan makanan lainnya. Hal ini berkaitan dengan
kebiasaan makan keluarga. Keluarga yang terbiasa menyajikan fast food di rumah
akan menumbuhkan perilaku yang sama kepada anak. Alasan orang tua
memberikan makanan tersebut karena proses pemasakan yang sangat cepat dan
mudah. Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara anak laki-laki dan
perempuan obesitas yang mengkosumsi fast food di rumah.
Soft Drink
Soft drink atau minuman bersoda merupakan minuman berkarbonasi yang
memiliki jumlah kalori yang tinggi setiap satu serving size. Minuman ini sering
dikonsumsi dan dibeli oleh berbagai tingkatan usia termasuk anak-anak. Hasil
penelitian menunjukkan anak laki-laki dan perempuan obesitas sebagian besar
membeli minuman ini di sekolah. Data ukuran botol/kaleng yang biasa dibeli di
sekolah disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Ukuran soft drink yang sering dibeli
Ukuran botol/kaleng
(ml)
Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Tidak membeli
1600
1000
500
350
300
250
5.00
1.00
0.00
4.00
19.00
3.00
10.00
11.90
2.38
0.00
9.52
45.24
7.14
23.81
1.00
0.00
1.00
1.00
8.00
0.00
7.00
5.56
0.00
5.56
5.56
44.44
0.00
38.89
6.00
1.00
1.00
5.00
27.00
3.00
17.00
10.00
1.67
1.67
8.33
45.00
5.00
28.33
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Sebagian besar anak laki-laki dan perempuan obesitas membeli jenis
botol/kaleng yang berukuran 350 ml dengan persentase masing-masing 45.24%
dan 44.44%. Anak laki-laki lebih banyak membeli botol minuman ukuran 350 ml
karena harganya yang terjangkau dengan uang saku mereka. Selain itu di sekolah
mereka juga lebih banyak menyediakan ukuran botol tersebut. Tidak terdapat
perbedaan yang nyata (p>0.05) antara anak laki-laki dan perempuan obesitas yang
membeli berbagai macam ukuran soft drink.
30
Hasil penelitian Prancis (2001) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa
konsumsi harian rata-rata soft drink hampir dua kaleng standar (24 oz/700ml)
untuk anak laki-laki dan lebih dari satu kaleng standar bisa dikonsumsi anak
perempuan (12 oz/350 ml). Menurut Ludwig (2001), asupan soft drink yang tinggi
dapat menimbulkan risiko terjadinya obesitas dan mempunyai hubungan yang
signifikan dengan kejadian obesitas anak.
Kebiasaan Konsumsi Fast Food
Tingkat Kesukaan Fast Food
Sebagian besar anak laki-laki dan perempuan obesitas menyukai fast food
dengan persentase sebesar 50% dan hanya sebesar 20% yang sangat menyukai
jenis makanan ini. Sebaran tingkat kesukaan fast food dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 17 Tingkat Kesukaan terhadap fast food Tingkat kesukaan Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Sangat Suka
Suka
Biasa saja
Tidak suka
9
22
11
0
21.43
52.38
26.19
0.00
3
8
7
0
16.67
44.44
38.89
0.00
12
30
18
0
20.00
50.00
30.00
0.00
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Anak laki-laki perempuan obesitas paling banyak menyukai makanan jenis
fast food dengan persentase masing-masing 52.38% dan 44.44%. Tidak ada
contoh yang tidak menyukai jenis makanan ini dikarenakan sebagian besar proses
pengolahannya digoreng dengan minyak, sehingga membuat makanan ini semakin
gurih dan juga memiliki rasa yang enak khususnya bagi anak-anak. Selain itu,
jenis makanan ini telah menjadi salah satu makanan yang biasa dikonsumsi oleh
anak-anak karena proses penyajiannya yang cepat. Menurut Suhardjo (1989)
derajat kesukaan atau ketidaksukaan seseorang terhadap makanan akan
berpengaruh terhadap konsumsi pangan.
Waktu Yang Paling Sering Dipilih Untuk Mengunjungi RestoranFast Food
Sebanyak 46.67% contoh laki-laki dan perempuan berstatus gizi obesitas
terbiasa mengonsumsi fast food pada waktu yang tidak tentu. Konsumsi fast food
dengan waktu yang tidak tentu menggambarkan fast food tidak hanya dikonsumsi
pada waktu libur saja, akan tetapi pada sebagian contoh fast food telah menjadi
bagiandari menu harian. Tabel 18 menunjukkan waktu yang paling sering dipilih
contoh untuk mengonsumsi fast food laki-laki dan perempuan obesitas.
Tabel 18 Waktu mengunjungi restoran fast food
Waktu kunjungan Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Hari sekolah
Akhir pekan
Hari libur
Tidak tentu
1
4
17
20
2.38
9.52
40.48
47.62
1
5
4
8
5.56
27.78
22.22
44.44
2
9
21
28
3.33
15.00
35.00
46.67
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
31
Sebanyak 47.62% contoh laki-laki dan sebanyak 44.44% perempuan
berstatus gizi obesitas memilih tidak tentu. Hal serupa juga dilaporkan oleh Fitri
(2011) yang menunjukkan bahwa 73.3% orang yang memiliki status gizi obesitas
banyak mengkonsumsi fast food pada waktu yang tidak tentu. Selain itu menurut
hasil penelitian Suryaalamsah (2009), sebagian besar (60%) anak berstatus gizi
lebih memilih mengunjungi restorant fast food pada waktu hari sekolah dan libur.
Hal ini mengindikasikan bahwa kecenderungan anak untuk mengunjungi restoran
fast food tidak hanya dilakukan pada hari libur/akhir pekan tetapi pada hari
sekolah mereka juga terbiasa mengunjungi restoran ini.
Informasi Mengenai Fast Food
Anak laki-laki obesitas maupun perempuan obesitas lebih banyak
mendapatkan informasi mengenai fast food dari televisi, karena iklan mengenai
berbagai macam makanan ataupun restoran fast food sering meraka lihat dengan
persentase secara keseluruhan sebesar 55,38%. Sebaran informasi mengenai fast
food dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Informasi menganai Fast food Asal Informasi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Televisi
Majalah Internet
Baliho
Keluarga Teman
25
1 0
0
14 2
59.52
2.38 0.00
0.00
33.33
4.76
11
0 0
0
7 0
61.11
0.00 0.00
0.00
38.89 0.00
36
1 0
0
21 7
55.38
1.54 0.00
0.00
32.31 10.77
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Anak laki-laki dan perempuan obesitas lebih banyak mendapatkan
informasi mengenai fast food dari televisi dengan persentase masing-masing yakni
59.52% dan 61.11%. Sumber informasi ini berkaitan dengan waktu anak
menonton televisi yang cukup tinggi yakni sebanyak 5 jam pada hari sekolah dan
10 jam pada hari libur. Hal serupa didapatkan dari hasil penelitian Mcneal (1998)
dalam Bowman (2004) yang menunjukkan bahwa anak-anak akan sangat mudah
dipengaruhi dari waktu ke waktu oleh iklan yang akan mereka ingat. Kemudian
kebiasaan konsumsi makanan cepat saji ini akan bertahan sampai mereka dewasa.
Alasan Mengkonsumsi Fast Food
Alasan yang paling banyak dipilih oleh kedua anak dalam mengonsumsi
fast food adalah rasa yang enak (laki-laki obesitas 76.19% dan 83.33% perempuan
obesitas). Sama halnya dengan hasil penelitian Suryaalamsah (2009) yaitu alasan
responden memilih makan fast food karena cita rasa makanan yang enak.
Kandungan lemak dan garam yang berasal dari bahan-bahan makanan penyusun
fast food diduga memberikan cita rasa yang gurih dan lezat, sehingga fast food
banyak disukai oleh anak-anak. Rasa harus diperhatikan oleh sebuah restoran jika
ingin tetap dapat bertahan dan maju dalam bisnis makanan. Selain harga, rasa
makanan juga dapat dijadikan penentu kualitas dari suatu restoran (Fitri, 2011).
Sebaran contoh menurut faktor kesukaan terhadap fast food dan jenis kelamin
dapat dilihan pada Tabel 20.
32
Tabel 20 Sebaran data alasan konsumsi fast food
Asal Informasi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Aroma yang lezat
Rasanya enak
Harga terjangkau
Tempat yang nyaman
6
32
2
2
14.29
76.19
4.76
4.76
2
15
1
0
11.11
83.33
5.56
0.00
17
50
9
2
21.79
64.10
11.54
2.56
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Hanya sedikit anak memilih tempat yang nyaman hal ini disebabkan pada
sebagian anak tersebut sering membeli fast food hanya untuk mendapat akses
internet gratis di restoran tersebut.
Restoran Fast Food yang Paling Sering Dikunjungi
Semakin menjamurnya restoran-restoran fast food yang letaknya strategis
dan dekat dengan sekolah dapat mengakibatkan perilaku makan anak menjadi
terbiasa dengan mengkonsumsi fast food secara terus menerus. Sebaran contoh
restoran yang paling sering dikunjungi dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Restoran fast food yang paling sering dikunjungi Jenis Restoran Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
A
B C
D
E F
G
H I
J
K
L
8.00
16.00 3.00
7.00
1.00 1.00
2.00
1.00 1.00
0.00
1.00
1.00
19.05
38.10 7.14
16.67
2.38 2.38
4.76
2.38 2.38
0.00
2.38
2.38
3
5 0
2
1 0
1
1 1
1
2
1
16.67
27.78 0.00
11.11
5.56 0.00
5.56
5.56 5.56
5.56
11.11
5.56
11
21 3
9
2 1
3
2 2
1
3
2
18.33
35.00 5.00
15.00
3.33 1.67
5.00
3.33 3.33
1.67
5.00
3.33
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Sebanyak 35% contoh anak laki-laki maupun perempuan obesitas (27.78%
untuk anak laki-laki obesitas dan 38.0% untuk anak perempuan obesitas) paling
sering mengunjungi restoran B yang merupakan franchise dari Amerika yang
menyajikan menu utama berupa ayam goreng. Selain restoran B memiliki menu-
menu yang cukup beragam sesuai dengan selera anak-anak dan memiliki suasana
yang nyaman dengan menghadirkan hadiah mainan. Restoran ini juga
menyediakan Wifi gratis kepada pengunjungnya. Hasil serupa juga ditemukan
pada penelitian Fitri (2011) dan Suryaalamsah (2009) yang menyatakan bahwa
jenis fast food berupa fried chicken biasanya banyak dikonsumsi konsumen.
Contoh juga memberi alasan mengunjungi restoran B karena jaraknya
yang dekat dengan sekolah. Menurut Davis (2009) lebih dari setengah sekolah
anak-anak di Amerika dekat dengan restoran fast food dan meyediakan jenis
makanan ini di sekolahnya. Anak-anak tersebut berisiko 1.06 kali menjadi
overweight dan 1.07 kali menjadi obesitas apabila sekolahnya dekat dengan
33
restoran fast food dan hal ini berhubungan dengan tingkat kejadian kegemukan
pada anak-anak.
Jenis Fast Food yang Paling Sering Dikonsumsi
Fast food yang diteliti adalah jenis fast food yang dibeli di restoran dan
tidak dimasak di rumah. Jenis fast food yang paling disukai oleh contoh adalah
fried chicken (48%) dan tidak ada yang memilih spaghetti. Sebaran jenis fast food
yang paling disukai dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22 Jenis fast food yang paling sering dikonsumsi
Asal Informasi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Burger
Kentang goreng
Fried chicken
Pizza
Bento
Chicken nugget
Spaghetti
Doughnat
1.00
3.00
18.00
8.00
1.00
10.00
1.00
1.00
2.38
7.14
42.86
19.05
2.38
23.81
2.38
2.38
1.00
1.00
7.00
2.00
2.00
4.00
1.00
0.00
5.56
5.56
38.89
11.11
11.11
22.22
5.56
0.00
2
4
25
10
1
14
2
1
3.33
6.67
41.67
16.67
1.67
23.33
3.33
1.67
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar contoh anak laki-
laki obesitas (42.86%) dan (38.89%) anak perempuan obesitas menyukai fried
chicken. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Suryaalamsah (2009) dan Fitri
(2011) yang menyatakan bahwa jenis fast food fried chicken yang biasa
dikonsumsi konsumen. Dipilihnya fried chicken sebagai jenis fast food yang
paling sering dikonsumsi kemungkinan disebabkan oleh bahan baku dan proses
pengolahannya. Fried chicken diolah dengan cara digoreng sehingga akan lebih
banyak menyerap minyak, dengan penambahan tepung terigu dan bumbu-bumbu
membuat cita rasa yang lebih gurih dan renyah. Satu potong fried chicken bagian
dada meiliki berat sekitar 178 gram dengan kalori sebesar 320 kkal dan lemak 14
gram sedangkan bagian pada memiliki berat 110 gram dengan kalori sebesar 290
kkal dan lemak 21 gram (KFC 2001).
Frekuensi Mengkonsumsi Fast Food
Faktor-faktor dasar yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang
dikonsumsi oleh seseorang adalah rasa lapar atau kenyang, selera, atau reaksi cita
rasa, motivasi, ketersediaan pangan, suku bangsa, agama, status sosial-ekonomi,
dan pendidikan (Riyadi 1996). Sebaran data frekuensi konsumsi fast food secara
keseluruhan disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23 Sebaran data rekuensi konsumsi fast food Frekuensi Konsumsi fast food
Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
1-2/hari 1-2/minggu
3-5/minggu
6-7/bulan
Total
9 10
16
7
42
21.43 23.81
38.10
16.67
100
6 5
5
2
18
33.33 27.78
27.78
11.11
100
15 15
21
9
60
25.00 25.00
35.00
15.00
100.00
34
Frekuensi konsumsi fast food terbanyak 3-5x/minggu sebanyak 35%. Hasil
penelitian Fitri (2011) juga menunjukkan hasil bahwa anak sekolah di Bogor lebih
banyak mengkonsumsi fried chicken dalam satu bulan dengan frekuensi 1-2 kali
per minggu. Frekuensi konsumsi fast food terbanyak 3-5x/minggu sebanyak 35%.
Hasil penelitian Fitri (2011) juga menunjukkan hasil bahwa anak sekolah di
Bogor lebih banyak mengkonsumsi fried chicken dalam satu bulan dengan
frekuensi 1-2 kali per minggu. Berdasarkan hasil uji statistik (Mann Whitney),
dapat diketahui tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara frekuensi
konsumsi fast food contoh anak laki-laki dan perempuan obesitas.
Fried chicken merupakan jenis fast food terbanyak yang pernah
dikonsumsi satu bulan yang lalu oleh contoh. Seluruh contoh laki-laki dan
perempuan yang berstatus gizi obesitas pernah mengkonsumsi fried chicken
dalam satu bulan terakhir. Frekuensi konsumsi terbanyak 1-2x/bulan pada anak
laki-laki obesitas yaitu 38,1% dan 33.33% contoh perempuan obesitas
mengkonsumsi 1-2 kali per hari. Kandungan energi dan lemak fried chicken per
porsi pada bagian dada, masing-masing sebesar 346 kkal dan 22.97 gram
(Khomsan et al. 1998). Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa
kandungan energi dan lemak yang disumbangkan fried chicken bagian dada per
porsi yaitu dengan frekuensi 1-2 x per bulan yaitu 346-1038 kkal dan 22.87-68.91
gram.
Chicken nugget merupakan jenis fast food kedua terbanyak yang
dikonsumsi satu bulan terakhir oleh contoh laki-laki dan perempuan obesitas.
Seluruh contoh laki-laki dan perempuan obesitas mengkonsumsi chicken nugget
dalam waktu sebulan terakhir. Sebanyak 30.95% contoh laki-laki obesitas
mengkonsumsi chicken nugget 3-5 x per minggu sedangkan sebanyak 38.89%
contoh perempuan obesitas mengkonsumsi chicken nugget 1-2 kali perminggu.
Kandungan energi dan lemak chicken nugget, masing-masing sebesar 190 kkal
dan 15 gram (DKBM 2006).
Sebanyak 64.29% anak laki-laki obesitas dan 61.11% perempuan obesitas
tidak pernah mengkonsumsi hot dog serta 1-2 kali perbulan sebanyak 26.19% dan
27.78% mengkonsumsi hotdog dengan berat rata-rata 126 gram atau berukuran
sedang. Sebanyak 33.33% contoh laki-laki berstatus gizi obesitas dan 16.67%
contoh perempuan berstatus gizi obesitas tidak mengkonsumsi doughnut sebulan
terakhir.
Berdasarkan hasil uji statistik (Mann Whitney), dapat diketahui tidak
terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara frekuensi konsumsi fast food
contoh yang anak laki-laki dan perempuan obesitas. Hasil analisis korelasi
Spearman menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara frekuensi
fast food dengan jenis kelamin contoh (p>0.05).Jenis fast food yang dikonsumsi
anak selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24 Frekuensi jenis konsumsi fast food dan jenis kelamin Jenis Fast Food Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Fried chicken 1-2/hari
1-2/minggu
3-5/minggu 1-2/bulan
Tidak Pernah
Total
9
10
7 16
0
42
21.43
23.81
16.67 38.10
0.00
100
6
5
2 5
0
18
33.33
27.78
11.11 27.78
0.00
100
15
15
9 21
0
60
25.00
25.00
15.00 35.00
0.00
100.00
35
Tabel 24 Frekuensi jenis konsumsi fast food dan jenis kelamin (Lanjutan) Jenis Fast Food Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Burger 1-2/hari 1-2/minggu
3-5/minggu
1-2/bulan Tidak Pernah
Total
2 13
4
15 8
42
4.76 30.95
9.52
35.71 19.05
100
0 2
0
12 4
18
0.00 11.11
0.00
66.67 22.22
100
2 15
4
27 12
60
3.33 25.00
6.67
45.00 20.00
100.00
Hotdog 1-2/hari
1-2/minggu 3-5/minggu
1-2/bulan
Tidak Pernah Total
0
2 2
11
27 42
0.00
4.76 4.76
26.19
64.29 100
0
1 1
5
11 18
0.00
5.56 5.56
27.78
61.11 100
0
3 3
16
38 60
0.00
5.00 5.00
26.67
63.33 100.00
Pizza 1-2/hari
1-2/minggu
3-5/minggu 1-2/bulan
Tidak Pernah
Total
2
11
10 11
8
42
4.76
26.19
23.81 26.19
19.05
100
0
1
5 8
4
18
0.00
5.56
27.78 44.44
22.22
100
2
12
15 19
12
60
3.33
20.00
25.00 31.67
20.00
100.00
Sandwich 1-2/hari 1-2/minggu
3-5/minggu
1 11
2
2.38 26.19
4.76
1 1
4
5.56 5.56
22.22
2 12
6
3.33 20.00
10.00
1-2/bulan Tidak Pernah
Total
6 22
42
14.29 52.38
100
1 11
18
5.56 61.11
100
7 33
60
11.67 55.00
100.00
Spaghetti 1-2/hari
1-2/minggu 3-5/minggu
1-2/bulan
Tidak Pernah Total
0
7 7
12
16 42
0.00
16.67 16.67
28.57
38.10 100
1
3 2
8
4 18
5.56
16.67 11.11
44.44
22.22 100
1
10 9
20
20 60
1.67
16.67 15.00
33.33
33.33 100.00
Kentang goreng 1-2/hari
1-2/minggu
3-5/minggu 1-2/bulan
Tidak Pernah
Total
6
15
7 6
8
42
14.29
35.71
16.67 14.29
19.05
100
3
8
4 3
0
18
16.67
44.44
22.22 16.67
0.00
100
9
23
11 9
8
60
15.00
38.33
18.33 15.00
13.33
100.00
Chicken nugget 1-2/hari
1-2/minggu
3-5/minggu
1-2/bulan Tidak Pernah
Total
11
11
13
4 3
42
26.19
26.19
30.95
9.52 7.14
100
1
7
6
3 1
18
5.56
38.89
33.33
16.67 5.56
100
12
18
19
7 4
60
20.00
30.00
31.67
11.67 6.67
100.00
Doughnut 1-2/hari 1-2/minggu
3-5/minggu
1-2/bulan
Tidak Pernah Total
3 3
11
11
14 42
7.14 7.14
26.19
26.19
33.33 100
0 5
1
9
3 18
0.00 27.78
5.56
50.00
16.67 100
3 8
12
20
17 60
5.00 13.33
20.00
33.33
28.33 100.00
36
Kebiasaan Konsumsi Soft drink
Tingkat Kesukaan Soft Drink
Tingkat kesukaan soft drink terdiri dari sangat suka, suka, biasa saja dan
tidak suka. Sebagian besar anak laki-laki dan perempuan obesitas menyukai soft
drink dengan persentase masing-masing sebesar 42.67%. Hanya sebesar 13.33%
anak laki-laki dan perempuan yang sangat menyukai jenis makanan ini. Sebaran
tingkat kesukaan soft drink dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25 Tingkat kesukaan terhadap soft drink Tingkat kesukaan Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Sangat Suka
Suka
Biasa saja
Tidak suka
6
21
13
1
14,29
50,00
30.95
2.38
2
3
11
2
11,11
16.67
61.11
11,11
8
25
24
3
13,33
42.67
40.00
5.00
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Sebesar 5% contoh yang tidak menyukai jenis minuman ini dikarenakan
mereka belum pernah mencobanya. Alasan contoh anak laki-laki dan perempuan
obesitas yang menyukai soft drink karena rasanya yang enak dan memiliki varian
rasa serta warnanya yang menarik. Menurut Suhardjo (1989) derajat kesukaan
atau ketidaksukaan seseorang terhadap makanan akan berpengaruh terhadap
konsumsi pangan.
Waktu Membeli Soft Drink
Sebanyak 52.38% contoh laki-laki dan 72.22% perempuan berstatus gizi
obesitas memilih tidak tentu, sebanyak 23.81% contoh laki-laki obesitas memilih
akhir pekan dan sebanyak 22.22% contoh perempuan obesitas memilih hari libur
dan 11.9% hari sekolah sebagai waktu membeli soft drink. Tabel 26 menunjukkan
waktu yang paling sering dipilih contoh untuk mengkonsumsi soft drink laki-laki
dan perempuan obesitas.
Tabel 26 Waktu membeli soft drink Waktu kunjungan Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Hari sekolah Akhir pekan
Hari libur
Tidak tentu
5 10
5
22
11.90 23.81
11.90
52.38
1 0
4
13
5.56 0.00
22.22
72.22
6 10
9
45
10.00 16.67
15.00
75.00
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Sebanyak 75% contoh laki-laki dan perempuan berstatus gizi obesitas
mengkonsumsi soft drink pada waktu yang tidak tentu, contoh mengkonsumsi soft
drinktidak terbatas pada hari sekolah atau hari libur. Konsumsi soft drink dengan
waktu yang tidak tentu ini, menggambarkan bahwa soft drink tidak hanya
dikonsumsi pada waktu libur saja, akan tetapi pada sebagian contoh kemungkinan
soft drink telah menjadi bagian dari menu harian dan frekuensi konsumsinya
cenderung meningkat. Konsumsi soft drink dengan waktu yang tidak tentu
menggambarkan bahwa soft drink tidak hanya dikonsumsi pada waktu libur saja,
kemungkinan soft drink telah menjadi bagian dari menu harian anak.
37
Informasi Mengenai Soft Drink
Informasi yang yang didapat oleh anak mengenai soft drink diperoleh dari
berbagai sumber, seperti televisi, majalah, internet, baliho, keluarga dan teman.
Anak laki-laki obesitas maupun perempuan obesitas lebih banyak mendapatkan
informasi mengenai soft drink dari televisi, karena iklan mengenai berbagai
macam merek minuman ini sering meraka lihat dengan persentase secara
keseluruhan sebesar 61.67%. Sebaran informasi mengenai soft drink dapat dilihat
pada Tabel 27.
Tabel 27 Informasi menganai soft drink Asal Informasi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Televisi
Majalah
Internet
Baliho Keluarga
Teman
18
1
0
14 9
0
42.86
2.38
0.00
33.33 21.43
0.00
19
1
0
7 1
0
50.00
5.56
0.00
38.89 5.56
0.00
37
2
0
21 10
0
61.67
3.33
0.00
35.00 16.67
0.00
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Anak laki-laki dan perempuan obesitas lebih banyak mendapatkan
informasi mengenai soft drink dari televisi dengan persentase masing-masing
yakni 42.86% dan 50%. Selain itu sebanyak 33.33% anak laki-laki dan 38.89%
mengetahui fast food dari keluarga. Hal ini dapat disebabkan bahwa ketika di
rumah contoh menghabiskan banyak waktu untuk menonton televisi yang
menayangkan berbagai macam merek soft drink dan juga kemungkinan minuman
ini disediakan di rumah.
Alasan Mengkonsumsi Soft Drink
Keputusan anak dalam membeli dan mengkonsumsi sesuatu disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu rasa dan juga warna yang menarik. Sebaran alasan
mengkonsumsi soft drink dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28 Faktor kesukaan terhdap soft drink Asal Informasi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Warna menarik
Rasanya enak
Harga terjangkau Tersedia di rumah
7
29
3 3
16.67
69.05
7.14 7.14
1
12
1 4
5.56
66.67
5.56 22.22
8
41
4 7
13.33
68.33
6.67 11.67
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Alasan yang paling banyak dipilih oleh kedua kelompok anak dalam
mengkonsumsi soft drink adalah rasa yang enak (laki-laki obesitas 69.05% dan
66.67% perempuan obesitas). Kandungan gula yang tinggi pada soft drink diduga
memberikan cita rasa yang manis, sehingga soft drink banyak disukai oleh anak-
anak. Makanan ataupun minuman yang manis biasanya digemari oleh banyak
anak-anak sehingga banyak anak yang menyukai jenis minuman ini. Selain itu,
jenis minuman ini biasa disajikan bersama dengan makanan fast food di restoran-
restoran cepat saji sehingga banyak anak yang sudah terbiasa dengan rasanya.
38
Tidak jarang pula keluarga mereka menyiapkan minuman ini dirumahnya
sehingga anak-anak dengan mudah mengkonsumsinya.
Jenis Soft Drink yang Paling Disukai
Semakin banyaknya merek soft drink membuat banyak konsumen dengan
mudah membelinya di toko-toko terdekat. Selain itu soft drink juga diperjual
belikan di lingkungan sekolah. Semakin menjamurnya restoran-restoran fast
foodjuga memudahkan anak untuk membeli soft drink. Sebaran contoh restoran
yang paling sering dikunjungi dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29 Jenis soft drink yang paling disukai Jenissoft drink Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Soft drink non warna1
Soft drink merah Soft drink hitam 1
Soft drink. hitam 2
Soft drink perisa Teh
Soft drink non warna 2
3
27 4
2
1
5
7.14
64.29 9.52
4.76
2.38
11.90
1
13 2
0
1
1
5.56
72.22 11.11
0.00
5.56
5.56
4
40 6
2
2
6
6.67
66.67 10.00
3.33
3.33
10.00
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Sebagian besar anak laki-laki (64.29%) dan perempuan (72.22%) obesitas
menyukai soft drink merah. Jenis minuman soft drink paling disukai oleh anak-
anak disebabkan oleh warnanya yang menarik karena terdiri dari tiga pilihan
warna yaitu merah, kuning dan hijau sehingga anak-anak dapat memilih sesuai
dengan kesukaan mereka. Selain itu jenis soft drink ini juga disajikan bersamaan
dengan makanan di restoran yang menyajikan menu fast food.
Frekuensi Mengkonsumsi Soft Drink
Frekuensi konsumsi terbanyak 6-7x/bulan ditemukan pada anak laki-laki
obesitas dan contoh perempuan obesitas dengan persentase total sebesar 70%.
Hasil penelitian ini (Tabel 30) didasarkan pada frekuensi konsumsi soft drink
secara umum dan tidak terfokus pada jenisnya, disebabkan anak mengkonsumsi
soft drink dengan jenis yang berbeda-beda pada satu bulan terakhir. Sebaran data
frekuensi konsumsi soft drink disajikan pada Tabel 30.
Tabel 30 Frekuensi Konsumsi soft drink Frekuensi Konsumsi soft drink
Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
1-2/hari 1-2/minggu
3-5/minggu
6-7/bulan Total
2 8
5
27 42
4.76 19.05
11.90
64.28 100
0 3
0
15 18
0.00 16.67
0,00
83.33 100
2 11
5
42 60
3.33 18.33
8.33
70.00 100.00
Jumlah anak yang terbiasa konsumsi soft drink 6-7kali/bulan akan
meningkatkan risiko terjadinya obesitas pada anak. Hal serupa ditemukan pada
penelitian Weils (2005) di Amerika, dengan contoh anak usia sekolah bahwa
minum soft drink dua kali sehari akan meningkatkan 2.2 kali resiko terjadinya
kegemukan dan konsumsinya satu kali sehari akan meningkatkan 1.8 resiko
terjadinya kegemukan pada anak-anak. Umumnya soft drink disukai anak-anak,
39
remaja maupun orangdewasa karena rasanya yang menimbulkan efek ketagihan
dan kecanduan untuk minum lagi setelah tegukan pertama. Hal ini disebabkan
karena minuman tersebut mengandung kadar gula yang tinggi sehingga membuat
kenyamanan dan kebahagiaan setelah meminumnya (Suragimath et al. 2009).
Jenis soft drink terdiri dari soft drink non warna, warna merah, dan hitam. Data
frekuensi soft drink menurut jenisnya selama 1 bulan terakhir disajikan pada tabel
31.
Tabel 31 Frekuensi konsumsi soft drink menurut jenisnya dan jenis kelamin Jenis soft drink Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Soft drink non
warna 1
1-2/hari
1-2/minggu
3-5/minggu
1-2/bulan Tidak Pernah
Total
2
2
3
7 28
42
4.76
4.76
7.14
16.67 66.67
100
0
1
2
5 10
18
0.00
5.56
11.11
27.78 55.56
100
2
3
5
12 38
60
3.33
5.00
8.33
20.00 63.33
100.00
Soft drink merah 1-2/hari
1-2/minggu 3-5/minggu
1-2/bulan
Tidak Pernah Total
2
8 5
14
13 42
4.76
19.05 11.90
33.33
30.95 100
0
3 0
12
3 18
0.00
16.67 0.00
66.67
16.67 100
2
11 5
26
16 60
3.33
18.33 8.33
43.33
26.67 100.00
Soft drink hitam 1
1-2/hari 1-2/minggu
3-5/minggu
1-2/bulan Tidak Pernah
Total
1 8
2
9 22
42
2.38 19.05
4.76
21.43 52.38
100
0 3
3
5 7
18
0.00 16.67
16.67
27.78 38.89
100
1 11
5
14 29
60
1.67 18.33
8.33
23.33 48.33
100.00
Soft drink perisa
teh
1-2/hari
1-2/minggu
3-5/minggu
1-2/bulan Tidak Pernah
Total
0
1
0
2 39
42
0.00
2.38
0.00
4.76 92.86
100
0
1
2
1 14
18
0.00
5.56
11.11
5.56 77.78
100
0
2
2
3 53
60
0.00
3.33
3.33
5.00 88.33
100.00
Soft drink hitam
2
1-2/hari
1-2/minggu
3-5/minggu 1-2/bulan
Tidak Pernah
Total
0
4
3 6
29
42
0.00
9.52
7.14 14.29
69.05
100
0
2
0 4
12
18
0.00
11.11
0.00 22.22
66.67
100
0
6
3 10
41
60
0.00
10.00
5.00 16.67
68.33
100.00
Soft drink non
warna 2
1-2/hari
1-2/minggu 3-5/minggu
1-2/bulan
Tidak Pernah
Total
3
5 2
2
30
42
7.14
11.90 4.76
4.76
71.43
100
0
3 0
5
10
18
0.00
16.67 0.00
27.78
55.56
100
3
8 2
7
40
60
5.00
13.33 3.33
11.67
66.67
100.00
Sebanyak 73.33% laki-laki yang berstatus gizi obesitas dan contoh
perempuan berstatus gizi obesitas pernahmengkonsumsi soft drink warna merah
dalam satu bulan terakhir. Frekuensi konsumsiterbanyak 1-2x/bulan pada anak
40
laki-lakiobesitas dan contohperempuan obesitas yaitu berturut-turut 33.33% dan
66.67%. Kandungan energi dan karbohidrat soft drink warna merah per porsi (250
ml), masing-masing sebesar 140 kkal dan 35 gram (Khomsan et al. 1998).
Soft drink cola berwarna hitam merupakan jenis soft drink kedua
terbanyak yang dikonsumsi satu bulan terakhir oleh contoh laki-laki dan
perempuan obesitas dengan persentase 51.67%. Anak laki-laki obesitas
mengkonsumsi jenis minuman bersoda yang mengandung cola selama 1-2 kali
satu bulan terakhir yakni 21.43% dan 27.78% anak perempuan obesitas.
Kandungan energi dan karbohidrat soft drink cola per porsi (250 ml), masing-
masing sebesar 105 kkal dan 28 gram (Khomsan et al. 1998). Soft drink yang
tidak banyak dikonsumsi selama satu bulan terakhir adalah soft drink berperisa
teh. Sebanyak 53% anak laki-laki maupun perempuan obesitas tidak
mengkonsumsi soft drink tersebut sebagai minuman mereka.
Berdasarkan hasil uji statistik (Mann Whitney), dapat diketahui tidak
terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05) antara frekuensi konsumsi soft drink
contoh yang anak laki-laki dan perempuan obesitas. Hasil analisis Korelasi
Spearman juga tidak menunjukkanadanya hubungan yang signifikan antara
frekuensi soft drink dengan jenis kelamin contoh (p>0.05). Menurut Weils (2005)
konsumsi soft drink sebanyak tiga kali sehari pada anak-anak akan meningkatkan
2,1 kali resiko terjadinya kegemukan, bila konsumsinya dua kali sehari akan
meningkatkan 2,2 kali resiko terjadinya kegemukan dan konsumsinya satu kali
sehari akan meningkatkan 1.8 resiko terjadinya kegemukan pada anak-anak.
Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Rata-rata Konsumsi Energi dan Zat Gizi
Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup,
menunjukkan pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Selain energi, dalam
penelitian ini zat-zat gizi yang dihitung adalah protein, lemak, dan karbohidrat.
Keempat zat gizi dipilih karena zat gizi tersebut berhubungan dengan konsumsi
energi yang menyebabkan gizi lebih. Anak usia 7-9 tahun memiliki kecukupan zat
gizi yang berbeda dengan anak usia 10-12 tahun, sedangkan pada tingkatan usia
9-12 tahun menurut jenis kelaminnya juga memiliki kecukupan zat gizi yang
berbeda. Oleh karena itu terdapat tiga kelompok di dalam penentuan rata-rata
konsumsi energi dan zat gizi. Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi tersebut pada
ketiga kelompok dapat dilihat pada Tabel 32 dibawah ini.
Tabel 32 Rata-rata konsumsi zat gizi berdasarkan usia dan jenis kelamin
Zat Gizi Jenis kelamin
Usia 9th Laki-laki Perempuan
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
2 199
52.3
81.7
350.8
2 277
64.1
84.7
498.3
2 172
53.0
71.0
448.3
Tabel 34 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi contoh anak usia 9 tahun
yaitu 2 199 kkal. Nilai ini lebih tinggi dibandingkankan anak perempuan obesitas
usia 10-12 tahun. Sedangkan anak laki-laki obesitas rata-rata konsumsinya 2 277
kkal yang paling tinggi dibandigkan anak usia 9 tahun dan perempuan obesitas.
Hal ini disebabkan karena konsumsi karbohidrat, protein, dan lemak yang lebih
41
tinggi dari pada contoh anak perempuan dan anak usia 9 tahun.
Berdasarkan uji statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05)
antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan obesitas. Rata-rata konsumsi energi
contoh laki-laki obesitas, lebih tinggi dibandingkan dengan contoh perempuan
obesitas. Tidak terdapat perbedaan rata-rata konsumsi energi (p>0.05), protein
(p>0.05), lemak (p>0.05) dan karbohidrat (p>0.05). Hal ini disebabkan oleh
kebiasaan makan anak-anak obesitas laki-laki maupun perempuan yang relatif
sama. Namun jika dibandingkan antara status gizi lebih dan normal, hasil
penelitian Suryaalamsah (2011) menunjukkan perbedaan yang nyata antara rata-
rata konsumsi zat gizi.
Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pada Hari Sekolah dan Hari Libur
Konsumsi energi dan zat gizi contoh pada penelitian ini, dibedakan pada
hari sekolah dan hari libur. Berdasarkan hasil recall konsumsi pangan selama 2
hari, terdapat kecenderungan konsumsi pada hari libur lebih banyak dibandingkan
hari sekolah. Konsumsi pada hari libur tidak sesuai dengan aktivitas yang
dilakukan contoh pada hari libur. Dapat dilihat pada Tabel 33 bahwa rata-rata
konsumsi hari libur lebih banyak dibandingkan hari sekolah. Konsumsi pada hari
libur tidak sesuai dengan aktivitas yang dilakukan contoh pada hari libur. Dapat
dilihat pada Tabel 33 bahwa rata-rata konsumsi hari libur lebih banyak
dibandingkan hari sekolah.
Tabel 33 Rata-rata konsumsi hari libur dan hari sekolah
Energi dan Zat
Gizi
Jenis kelamin
Usia 9th Laki-laki Perempuan
Hari
sekolah
Hari
libur
Hari
sekolah
Hari
libur
Hari
sekolah
Hari
libur
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
2063
45.8
79.6
333.5
2336
58.8
83.8
368.1
2176
55.6
83.4
478.8
2378
72.6
86.0
517.8
1955
49.46
70.63
329.76
2388
56.6
71.4
566.9
Tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) antara rata-rata konsumsi
energi contoh laki-laki dan perempuan obesitas pada hari sekolah maupun hari
libur. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi contoh laki-laki dan perempuan
obesitas cenderung sama pada hari libur maupun sekolah. Karena semua contoh
berstatus gizi obesitas maka hal ini sejalan dengan penelitian menurut
Suryaalamsah (2009) yang menyatakan konsumsi anak gemuk lebih banyak dari
pada anak normal pada hari sekolah dan hari libur. Hasil uji Mann Whitney tidak
terdapat perbedaan konsumsi energi, dan protein pada hari sekolah dan hari libur
(p>0.05). Konsumsi lemak dan protein terdapat perbedaan yang bermakna
(p<0.05) pada hari libur tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0.05)
pada hari sekolah.
Kontribusi Energi fast food terhadap kebutuhan Energi
Jumlah dan jenis fast food yang dikonsumsi oleh contoh yang berstatus
gizi obesitas dapat mempengaruhi total konsumsi energinya. Persentase kontribusi
energi fast food terhadap total konsumsi energi pada kedua kelompok contoh
cukup tinggi. Data yang disajikan dalam Tabel 34 menunjukkan kontribusi energi
yang cukup besar berasal dari fast food yang dikonsumsi contoh yang berstatus
gizi obesitas pada anak 9 tahun (31.40%), laki-laki (27.19%) dan perempuan
42
(28.66%) pada hari sekolah dan hari libur.
Tabel 34 Kontribusi energi fast food terhadap total konsumsi energi contoh Variabel Jenis kelamin
Usia 9 th Laki-laki Perempuan
Total Kebutuhan energi (kkal)
Total Energi fast food (kkal) Kontribusi Energi fast food (%)
1 850
581 31.40
2 100
544 27.19
2 000
602 28.66
Hasil penelitian Piernas (2011) juga menunjukkan hasil yang relatif sama.
Kontribusi energi darifast food tahun 2003-2006 di Amerika Serikat pada anak 7-
12 tahun adalah 35%, terutama berasal dari pizza dan burger. Anak berstatus gizi
obesitas mempunyai kecenderungan untuk mengonsumsi fast food berupa fried
chicken yang sangat tinggi. Konsumsi fast foodini tidak disertai dengan konsumsi
sayur dan buah. Mereka lebih menyukai mengkonsumsi fried chicken bersama
kentang atau nasi saja.
Kontribusi Energi soft drink terhadap kebutuhan Energi
Volume dan jenis soft drink yang dikonsumsi oleh contoh yang berstatus
gizi obesitas dapat mempengaruhi total konsumsi energinya. Persentase kontribusi
energi soft drink terhadap totalkonsumsi energi pada kedua contoh cukup tinggi
(Tabel 35).
Tabel 35 Kontribusi energi soft drink terhadap total konsumsi energi contoh Variabel Jenis kelamin
Usia 9 th Laki-laki Perempuan
Total Kebutuhan energi (kkal)
Total Energi soft drink(kkal)
Kontribusi Energi soft drink(%)
1 850
164
8.85
2 100
120
5.72
2 000
160
7.98
Kontribusi energi yang berasal dari soft drink contoh yang berstatus gizi
obesitas pada anak 9 tahun (8.85%), laki-laki (5.72%) dan perempuan (7.98%)
pada hari sekolah dan hari libur. Hasil penelitian Pernas (2011) menunjukkan
bahwa kontribusi energi dari soft drink menyumbang 18% dari total konsumsi
sehari. Hasil penelitian Yule (2002) memperlihatkan adanya hubungan yang
signifikan antara intake energi dengan konsumsi minuman bersoda (9 ounce/hari)
dan akan meningkatkan 1.6 kali risiko terjadinya obesitas pada anak.
Tingkat Kecukupan Energi, Protein dan Lemak
Rata-rata konsumsi dan kecukupan energi dan zat gizi contoh anak laki-
laki obesitas dibandingkan dengan perempuan obesitas disajikan pada Tabel 36.
Tabel 36 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi anak obesitas Kategori Tingkat
Kecukupan Energi
9 tahun Laki-laki Perempuan
n % n % n %
Defisit Berat Defisit Ringan
Normal
Lebih
1 1
3
7
9.09 9.09
27.27
54.55
4 9
9
12
11.76 26.47
26.47
35.29
0 6
5
4
0.00 40
33.33
26.67
Total 11 100.00 34 100.00 15 100.00
Sebagian besar anak obesitas usia 9 tahun dan anak laki-laki obesitas
memiliki tingkat kecukupan energi yang berlebih. Anak usia 9 tahun mempunyai
rata-rata konsumsi energi sebesar 2 112 ± 35 Kal, anak laki-laki sebesar 2 176 Kal
43
± 564 Kal dan anak perempuan 1 955 Kal± 326 Kal. Jika makanan yang
dikonsumsi menyediakan energi yang melebihi kebutuhan, maka kelebihan enrgi
yang dihasilkan akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan penimbunan
lemak dalam tubuh juga berisiko untuk memunculkan kejadian obesitas (Sartika
2011). Data tingkat kecukupan protein, lemak dan karbohidrat anak obesitas
selengkapnya disajikan pada Tabel 37 dan 38 di bawah ini.
Tabel 37 Sebaran tingkat kecukupan protein anak obesitas Tingkat kecukupan
protein
9 tahun Laki-laki Perempuan
n % n % n %
Defisit Berat
Defisit Ringan
Normal
Lebih
3
2
3
3
27.27
18.18
27.27
27.27
7
13
5
9
20.59
38.24
14.71
26.47
7
4
1
3
46.67
26.67
6.67
20.00
Total 11 100.00 34 100.00 15 100.00
Anak usia 9 tahun mempunyai rata-rata konsumsi protein sebesar 94.3 ±
24.50 g, anak laki-laki sebesar 55.6 ± 55.6 g dan anak perempuan 49.5 ± 24 g.
Konsumsi protein diatas kebutuhan akan diubah menjadi lemak dan disimpan
dalam tubuh, sehingga berisiko untuk menimbulkan obesitas. Jika keadaan ini
terjadi terus menerus menyebabkan penimbunan lemak dalam tubuh dan berisiko
mengalami obesitas (Asdie 2000).
Tabel 38 Sebaran tingkat kecukupan lemak anak obesitas Tingkat kecukupan lemak
9 tahun Laki-laki Perempuan
n % n % n %
Defisit Berat
Defisit Ringan
Normal Lebih
1
2
1 7
7.69
15.38
7.69 53.85
4
5
5 20
11.76
14.71
14.71 58.82
1
3
3 8
6.67
20.00
20.00 53.33
Total 11 100.00 34 100.00 15 100.00
Anak usia 9 tahun dalam penelitian ini mempunyai rata-rata konsumsi
lemak sebesar 110.5 g ± 28.75 g, anak laki-laki sebesar 83.4 g ± 30.33 g dan anak
perempuan 70.6 g ± 18 g. Konsumsi lemak yang melebihi kebutuhan disimpan
didalam tubuh dan menyebabkan penimbunan lemak dalam tubuh. Jika keadaan
ini terjadi terus menerus maka akan menyebabkan terjadinya obesitas (Sartika
2011).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dalam mengeluarkan
energi. Aktivitas fisik dipengaruhi oleh jenis, frekuensi, dan dan waktu melakukan
aktivitas. Aktivitas fisik adalah pergerakan badan yang menggunakan energi.
Menurut Almatsier (2004), kebutuhan energi dan zat gizi seseorang dalam
keadaan sehat tergantung dari umur, gender, aktivitas fisik, serta kondisi khusus
(ibu hamil dan menyusui). Kebutuhan energi ditentukan oleh komponen utama
yaitu, Angka Metabolisme Basal (AMB) atau Basal Metabolisme Rate (BMR)
dan 44 aktivitas fisik. Semakin aktif seseorang melakukan aktivitas fisik, energi
yang dibutuhkan semakin banyak. Pola aktivitas remaja dapat dilihat dari
bagaimana cara remaja mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam
kehidupan sehari-hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan
berulang-ulang.(FAO/WHO/UNU 2001).
44
Aktivitas yang dilakukan contoh pada hari sekolah adalah belajar. Contoh
belajar di sekolah pada hari Senin dimulai dari jam 07.00 sampai jam 14.00 atau
15.00. Selain belajar di sekolah contoh juga melakukan aktivitas sehari-hari di
rumah. Kegiatan yang biasa dilakukan contoh antara lain kegiatan rumah tangga,
menonton TV, olahraga, bermain/hangout. Kegiatan contoh lainnya yaitu tidur,
mandi, dan makan.
Rata-rata faktor aktivitas fisik pada hari sekolah yang dilakukan contoh
laki-laki dan perempuan berstatus gizi obesitas yaitu 1.33 (sangat ringan).
Sebanyak 88.1% contoh laki-laki obesitas memiliki rata-rata faktor aktivitas 1.25-
1.45 (aktivitas sangat ringan). Tabel 39 di bawah ini menunjukkan sebaran contoh
berdasarkan kategori faktor aktivitas pada hari sekolah.
Tabel 39 Sebaran tingkat aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin di hari sekolah Aktivitas fisik Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Sangat Ringan
Ringan
Sedang
Berat
37
4
1
0
88.1
9.5
2.4
0
16
2
0
0
88.9
11.1
0.0
0
53
6
1
0
88.3
10.0
1.7
0
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Aktivitas fisik yang sangat rendah pada hari sekolah dikarenakan sebagian
besar contoh pergi kesekolah dengan menggunakan kendaran bermotor seperti
mobil dan motor, namun mereka tidak melakukan olah raga ketika hari sekolah.
Kegiatan di sekolah juga tidak berat yakni hanya duduk, menulis dan
mendengarkan guru mengajar. Ketika istirahat mereka juga lebih banyak
menghabiskan waktu dengan makan bekal yang dibawa dari rumah atau pergi
keperpustakan untuk membaca buku. Contoh lebih banyak menghabiskan waktu
menonton televisi dan bermain handphone (games) saat di rumah.
Faktor aktivitas contoh pada hari libur disajikan pada Tabel 40. Rata-rata
faktor aktivitas fisik pada hari libur yang dilakukan contoh laki-laki dan
perempuan obesitas adalah 1.43 atau dikategorikan aktivitas ringan. Sebanyak
54.8% contoh laki-laki obesitas dan 50%contoh perempuan obesitas memiliki
rata-rata faktor aktivitas 1.25-1.45 atau sangat ringan.
Tabel 40 Tingkat aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin pada hari libur
Aktivitas fisik Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Sangat Ringan
Ringan
Sedang
Berat
23
17
2
0
54.8
40.5
4.8
0.0
9
8
1
0
50.0
44.4
5.6
0.0
32
25
3
0
53.3
41.7
5.0
0.0
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Tabel 39 dan 40 menggambarkan rata-rata aktivitas fisik contoh pada hari
sekolah dan hari libur. Rata-rata faktor aktivitas fisik pada contoh laki-laki
berstatus gizi obesitas yakni 1.26 dan perempuan obesitas yakni 1.37. Sebanyak
66.67% contoh anak laki-laki dan 55.56% contoh anak perempuan obesitas
memiliki rata-rata tingkat aktivitas fisik sangat ringan antara 1.29-1.39, sedangkan
45
pada tingkat aktivitas fisik sedang antara 1.68-1.88 terdapat 2.38% contoh anak
laki-laki obesitas.
Rata-rata aktivitas yang yang lebih tinggi pada contoh berstatus gizi
obesitas pada hari libur digunakan sebagai aktivitas lain seperti bermain bersama
teman, refreshing bersama keluarga. Aktivitas olahraga sangat jarang dilakukan
oleh contoh berstatus gizi obesitas. Hanya beberapa anak yang melakukan
akitivitas jogging, bersepeda dan berenang di hari libur. Selain itu sebagian besar
anak saat hari libur pergi ke tempat ibadah masing-masing, seperti gereja,
kelenteng, dan wihara.
Tabel 41 Tingkat rata-rata aktivitas fisik berdasarkan jenis kelamin
Aktivitas fisik Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Sangat Ringan
Ringan
Sedang
Berat
28
13
1
0
66.67
30.95
2.38
0.00
10
8
0
0
55.56
44.44
0.00
0.00
38
21
1
0
63.33
35.00
1.67
0.00
Total 42 100.00 18 100.00 60 100.00
Uji statistik terhadap data pada Tabel 41 tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan antara faktor aktivitas fisik contoh anak laki-laki dan
perempuan obesitas (p>0.05) pada hari sekolah dan hari libur. Hasil uji Korelasi
Spearman juga tidak menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
faktor aktivitas fisik dengan jenis kelamin contoh (p>0.05). Diduga bahwa
umumnya contoh yang berstatus gizi lebih cenderung lebih malas untuk
beraktivitas karena bobot tubuhnya yang besar, sehingga mereka lebih suka
melakukan aktivitas yang sedikit menggunakan energi. Kegiatan yang biasanya
dilakukan pada contoh berstatus gizi lebih yaitu tidur dan menonton televisi pada
waktu yang cukup lama, sedangkan aktivitas olahraga sangat jarang dilakukan.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kiess (2004) yang menunjukkan bahwa
terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada penurunan aktivitas
fisik, seperti ke sekolah dengan naik naik kendaraan dan kurangnya aktivitas
bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang tidak memungkinkan anak-
anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih senang bermain komputer/games,
menonton televisi atau video dibanding melakukan aktivitas fisik.
Hubungan antara Karakteristik Sosial-Ekonomi Keluarga, Uang Saku,
Sumber Informasi dan Tingkat Kesukaan dengan Frekuensi Konsumsi Fast
Food
Tingkat pendapatan orang tua (p= 0.115, r= 0.073) dan besar keluarga
(p=0.659, r=0,059) tidak berhubungan nyata dengan frekuensi konsumsi fast food.
Akan tetapi tingkat pendapatan yang tinggi dan besar keluarga besar memiliki
trend positif dengan frekuensi konsumsi fast food. Artinya, semakin besar
pendapatan orang tua dan besar keluarga, maka kecenderungan anak memiliki
frekuensi konsumsi fast food lebih banyak akan semakin besar juga.
Tidak adanya hubungan antara pendapatan dan besar keluarga serupa
dengan Musadat (2010) yang mengindikasikan bahwa tidak ada hubungan yang
nyata antara pendapatan dan pekerjaan orang tua dengan kegemukan. Menurut
Suryaalamsah (2009), karakteristik sosial-ekonomi keluarga tidak memiliki
46
hubungan dengan frekuensi konsumsi fast food. Hal ini diduga karena data
tentang pendapatan orang tua, besar keluarga dan sumber informasi hampir sama
pada setiap anak. Selain itu jumlah contoh yang relatif sedikit mungkin belum
mampu menggambarkan hubungan yang signifikan pada contoh.
Sumber informasi fast food paling banyak berasal dari televisi. Akhir
pekan seperti hari Sabtu atau Mingu pagi biasanya program televisi untuk anak-
anak menayangkan lebih dari 56% iklan tentang makanan. Iklan makanan itu
sekitar 44% makanan yang mengandung lemak, minyak dan makanan yang
mengandung gula. (Robert & Wiliam, 2000). Hal ini mengindikasikan bahwa
sumber informasi merupakan salah satu faktor yang mendorong peningkatan
konsumsi fast food.
Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman diperoleh hasil, bahwa tidak
terdapat hubungan yang nyata antara tingkat kesukaan (p= 0.142, r= 0.074) dan
sumber informasi (p= 0,082, r= 0,251) restoran fast food terhadap frekuensi
konsumsi fast food. Tingkat kesukaan dan sumber informasi memiliki trend yang
positif dengan frekuensi fast food, artinya semakin tinggi tingkat kesukaan dan
semakin banyak sumber informasi yang didapatkan maka kecenderungan
frekuensi fast food akan semakin sering juga. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Suryaalamsah (2009) yang menunjukkan bahwa sumber informasi tidak
memiliki hubungan antara frekuensi konsumsi fast food. Tidak adanya hubungan
diduga disebabkan oleh data contoh yang hampir sama yakni sebagian besar
mendapatkan informasi mengenai fast food dari keluarga dan televisi. Selain itu
juga diduga karena jumlah contoh yang relatif kecil sehingga tidak
menggambarkan hubungan yang signifikan pada contoh.
Antara uang saku dengan frekuensi konsumsi fast food pada penelitian ini
tidak menunjukkan hubungan yang nyata (p= 0.084, r= 0.219). Uang saku dan
frekuensi memiliki kecenderungan positif, artinya semakin besar uang saku
kecenderungan anak untuk konsumsi fast food dengan frekuensi yang lebih sering
akan semakin meningkat juga. Serupa dengan hasil penelitian Suryaalamsah
(2009) dan Fitri (2011) yang memberikan hasil tidak adanya hubungan yang
bermakna antara besar uang saku dengan frekuensi konsumsi fast food. Hal ini
diduga karena jumlah uang saku pada kedua contoh pada penelitian ini
hampirhomogen. Selain itu, juga diduga karena jumlah contoh yang sedikit
sehingga tidak menggambarkan hubungan yang signifikan pada contoh.
Hubungan antara Karakteristik Sosial-Ekonomi Keluarga, Uang Saku,
Sumber Informasi dan Tingkat Kesukaan dengan Frekuensi Konsumsi Soft
Drink
Salah satu faktor yang dapat dipertimbakan dalam hal konsumsi soft drink
adalah pendapatan orang tua, uang saku dan pendidikan orang tua. Berdasarkan
uji statistik (spearman) pendapatan orang tua berhubungan nyata dengan
frekuensi konsumsi soft drink (p= 0.034, r= 0.237). Hubungan antara pendapatan
dengan soft drink memiliki arti bahwa semakin besar tingkat pendapatan orang
tua akan meningkatkan frekuensi konsumsi soft drink pada anak-anak dengan
IMT (Indeks Massa Tubuh) yang tinggi. Meskipun demikian, tidak terdapat
hubungan yang nyata (p>0.05) antara pendapatan orang tua (p= 0.722, r= 0.077)
dan besar keluarga (p= 0.521, r= 0.019) dengan frekuensi konsumsi fast food.
Akan tetapi pendapatan orang tua dan besar keluarga memiliki kecenderungan
47
yang positif dengan frekuensi konsumsi soft drink, artinya kecenderungan anak
untuk lebih sering mengkonsumsi soft drink akan meningkat sejalan dengan
peningkatan pendapatan orang tua dan besar keluarga.
Tingkat pendapatan orang tua berhubungan positif (r= 0.269, p= 0.037)
dengan frekuensi konsumsi soft drink. Hal ini berarti semakin tinggi pendapatan
orang tua maka frekuensi konsumsi soft drink semakin sering. Rata-rata
pendapatan orang tua laki-laki obesitas adalah Rp 10 577 381 dan orang tua anak
perempuan obesitas adalah Rp 7 000 000. Pendapatan orang tua yang tinggi
memungkinkan anak untuk mendapatkan jenis minuman yang lebih mahal ketika
di rumah ataupun di luar rumah.
Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman, diperoleh hasil bahwa tidak
terdapat hubungan antara tingkat kesukaan (p= 0.66, r= 0.239) dan sumber
informasi (p= 0.289, r= 0.043) dengan frekuensi konsumsi soft drink. Tingkat
kesukaan dan sumber informasi memiliki kecenderungan (trend) positif dengan
frekuensi konsumsi soft drink. Artinya tingkat kesukaan yang tinggi dan sumber
informasi soft drink yang diterima anak lebih banyak, akan membuat
kecenderungan anak mengkonsumsi soft drink lebih sering. Tidak adanya
hubungan antara uang saku, tingkat kesukaan dan sumber informasi diduga karena
data pada kedua contoh pada penelitian ini hampir homogen. Selain itu juga
diduga sampel jarang membeli minuman ini ketika di sekolah namun biasa
mengkonsumsinya dan membelinya di rumah.
Uang saku dengan frekuensi konsumsi soft drink pada penelitian ini tidak
menunjukkan adanya hubungan yang nyata (p=0.474, r=0.094). Kecenderungan
yang positif pada besarnya uang saku mengindikasikan bahwa kemungkinan anak
konsumsi soft drink lebih sering yang meningkat saat uang saku meningkat juga.
Hasil ini berbeda dengan penelitian Allo (2013) yang menemukan hubungan
bermakna antara besar uang saku dengan frekuensi konsumsi soft drink. Hal ini
diduga karena jumlah uang saku pada kedua contoh pada penelitian ini hampir
homogen. Selain itu juga diduga sampel jarang membeli minuman ini ketika di
sekolah namun biasa mengkonsumsinya dan membelinya di rumah.
Hubungan Aktivitas Fisik, Frekuensi Makan Fast Food , Soft drink, Tingkat
Kecukupan Energi dan Tingkat Kecukupan Gizi Terhadap Status Gizi
Obesitas
Berdasarkan analisis statistika dengan menggunakan uji Spearman, tidak
terdapat hubungan yang signifikan (p= 0.257, r= -0.113) antara aktivitas fisik
dengan IMT anak. Akan tetapi aktivitas fisik memiliki trend negatif dengan IMT
anak, artinya semakin tinggi aktivitas fisik maka kecenderungan anak memiliki
IMT yang rendah akan lebih besar. Hasil ini sejalan dengan penelitian Nazir &
Zalillah (2007) dalam Mediwan (2009) di Malaysia yang menunjukkan tidak
adanya hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan IMT. Berbeda dengan
penelitian Suryaalamsah (2009) yang mendatkan hasil adanya hubungan antara
aktvitas fisik dan status gizi anak. Tidak adanya hubungan ini diduga karena
sebagian contoh memiliki tingkat aktivitas fisik yang sangat rendah tetapi IMT
tubuhnya hampir sama. Selain itu seluruh contoh memiliki status gizi yang
obesitas.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p= 0.779, r= 0.039) dan (p=
0.970, r= 0.005) antara IMT anak dengan frekuensi konsumsi fast food dan soft
48
drink. Frekuensi konsumsi fast food dan soft drink memiliki trend yang positif.
Artinya, kecenderungan anak memiliki IMT/U yang besar akan lebih tinggi saat
frekuensi konsumsi fast food dan soft drink meningkat juga. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Nury (2003) dalam Rahmawati (2009) yang tidak
menemukan hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi makanan cepat
saji (fast food) dengan kejadian obesitas. Namun hal ini berbeda dengan hasil
penelitian Allo (2013) dan Zulfa (2011) yang menemukan adanya hubungan
antara kebiasaan konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan tingkat
kecukupan energi (p= 0.259, r= 0.148), protein (p= 0.143, r= 0.191) dan lemak
(p= 0.079, r= 0.349) anak. Akan tetapi, terlihat adanya trend positif antara status
gizi dengan IMT/U anak. Artinya, semakin besar tingkat kecukupan gizi maka
kecenderungan anak memiliki IMT yang besar akan meningkat juga. Berbeda
dengan hasil penelitian Suryaalamsah (2009) yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan positif antara konsumsi energi dengan kejadian gizi lebih. Hal ini
diduga disebabkan seluruh contoh memiliki IMT yang hampir sama (homogen),
sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian besar contoh memiliki tingkat
kecukupan energi dan protein yang relatif sama. Rata-rata tingkat kecukupan
energi dan protein contoh termasuk dalam kategori lebih. Almatsier (2003)
menyatakan bahwa kelebihan asupan energi yang masuk ke dalam tubuh melalui
makanan secara terus terus menerus apabila tidak dikeluarkan melalui aktivitas
fisik yang cukup, maka kelebihan energi ini dapat diubah menjadi lemak tubuh.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebagian besar contoh memiliki orang tua usia dewasa, keluarga kecil, dan
menamatkan pendidikan hingga SMA, sebagian besar ayah dari contoh bekerja
sebagai wiraswastawan dan Ibu sebagai IRT, dan pendapatan orang tua tergolong
tinggi. Jika dilihat dari status gizi kedua orang tua contoh diketahui bahwa
sebagian besar orang tua contoh (ayah atau ibu) salah satunya berstatus gizi obese.
Data karakterristik contoh menunjukan bahwa sebagian besar contoh berusia 10
dan 11 tahun. Persentase terbanyak contoh yang obese adalah berjenis kelamin
laki-laki. Sebagian besar uang saku yang dimiliki oleh contoh tergolong tinggi.
Kebiasaan makan yang dimiliki oleh contoh adalah lebih sering
mengonsumsi soft drink dan gorengan. Frekuensi makan contoh sebagian besar
sebanyak tiga kali sehari dan memiliki kebiasaan sarapan pada pagi hari. Jenis
sarapan yang paling banyak dikonsumsi berupa nasi dengan lauk. Waktu
mengemil yang paling banyak dilakukan adalah ketika menonton televisi.
Frekuensi makan fast food dan soft drink contoh lebih banyak dilakukan pada
waktu yang tidak menentu dengan jenis fast food yang paling banyak dikonsumsi
dan disukai adalah fried chicken dan jenis soft drink yang menyajikan aneka
warna. Sebagian besar contoh mengonsumsi fast food dengan frekuensi 3-5
kali/minggu dan soft drink dengan frekuensi 6-7 kali/bulan. Contoh sering
membeli soft drink saat di sekolah. Tingkat kecukupan gizi contoh diketahui
kedua jenis kelamin contoh tergolong lebih untuk TKE, TKP dan TKL serta
memiliki tingkat aktivitas fisik sangat ringan.
49
Hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan signifikan antara tingkat
pendapatan orang tua dengan frekuensi konsumsi fast food dan soft drink. Selain
itu terdapat hubungan yang nyata antara jenis kelamin dan status gizi anak usia 9-
12 tahun. Tidak ada hubungan yang nyata antara tingkat pendidikan ibu, uang
saku, besar keluarga, tingkat kesukaaan, sumber informasi dengan frekuensi
makan fast food dan soft drink. Penelitian ini juga tidak menemukan hubungan
yang nyata antara status gizi dengan aktivitas fisik, uang saku, tingkat kecukupan
gizi, frekuensi makan fast food dan soft drink.
Saran
Penelitian terkait obese pada anak usia sekolah dasar lebih lanjut perlu
dilakukan karena banyak variabel yang mempengaruhi terjadinya obesitas pada
anak-anak. Pengelompokan contoh juga perlu diperhatikan. Sebaiknya perlu
dibagi menjadi kelompok status gizi normal dan obese, sehingga perbedaanya
dapat terlihat. Sebaiknya semua pihak lebih memperhatikan masalah gizi lebih
tidak hanya berfokus pada gizi kurang saja. Bagi pihak sekolah sebaiknya
mewajibkan anak untuk bermain di luar kelas saat istirahat dan membatasi jenis
fast food yang dijual digantikan dengan jenis pangan yang mengandung buah dan
sayur. Sebaiknya sekolah perlu memperhatikan status gizi anak dengan
memberikan edukasi gizi kepada anak dan juga orang tua. Orang tua utamanya
ibu sebagai pengatur menu makan keluarga lebih menjaga dan memperbaiki pola
asuh dan pola makan di rumah, karena keluarga merupakan unit terkecil yang
mampu memhubungani terbentuknya karakteristik dan kebiasaan makan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Aktaria. 2004. Keseimbangan energi pada anak usia sekolah dasar dengan status
gizi normal. overweight. dan obese [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor.
Almatsier. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
________. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
________. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Asdie, A. H. 2000. Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2. Yogyakarta
(ID): Medika Fakultas Kedokteran UGM.
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan
Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta [ID]: Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
50
Bowman, S, et al. 2004. Effects of fast food consumption on energy intake and
diet quality among children in a national household survey. Pediatric,
113;112.
Cuomo, Rosario., et al. 2011. The role of a pre-load beverage on gastric volume
and food intake: comparion between non-caloric carbonated and non-
carbonated beverage. Nutrition Journal, 10: 114, 1-11. Terhubung berkala
http://www.jstor.com [21 Februari 2014].
Davis B, Cristopher C. 2009. Proximity of fast food reataurants to schools and
adolescent obesity. American Journal of Public Health, Vol 9; 505-510.
[Depkes] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. obesitas dan kurang
aktivitas fisik menyumbang 30% kanker. Terhubung berkala www.depkes.
-go.id [10Desember 2013].
Engel JF, Backwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen. Ed ke-6 Jilid I.
Budiyanto FX, penerjemah, Jakarta: Binapura Aksara.
Ernawati A. 2006. Hubungan faktor sosial ekonomi, higiene sanitasi lingkungan,
tingkat konsumsi, dan infeksi dengan status gizi anak usia 2-5 tahun di
Kabupaten Semarang tahun 2003 [tesis]. Semarang (ID): Program Pasca
Sarjana Magister Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro.
Fitri S J. 2011. Kebiasaan konsumsi fast food pada siswa yang berstatus gizi lebih
di SMA Kartini Batam. [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
[FAO] Food and Nutritionn Technical Report Series. 2001. Human energy
requirements. Rome (US): a joint FAO/WHO/UNU expert consultation.
Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. New York (US): Oxford
University Press.
Haines J, et al. 2009. Personal, behavioral, and environmental risk and protective
factors for adolescent overweight. International Journal Obesity. Vol 15;
2748-2760.
Hardinsyah, D Briawan. 1994. Penilaian Dan Perencanaan Konsumsi Pangan.
Bogor. Departemen Gizi Masyarakat danKeluarga IPB.
Harper A, et al. 2007. Increased Satiety After Intake Of A Chocolate Milk Drink
Compared With A Carbonated Beverage, Nut No Difference In Subsewuent
Ad Libitium Lunch Intake. The British Journal of Nutrition, 97.3, 579-583.
Heird, W.C. 2002. Parental Feeding Behavior and Children’s Fat Mass. Am J
Clin Nutr, 2002; 75: 452-452.
JU, McNeal.1998. Tapping the three kids markets. Am Demogr, 20, 37-41. dalam
Bowman, S, et al. 2004. Effects of fast food consumption on energy intake
and diet quality among childhren in a national household survey. Pediatric,
113;112.
[Kemenkes] Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman
persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan. Jakarta (ID): Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
[KFC] Official Website. 2010. Nutrition Fact of Breast Fried Chicken and Soft Drink (on line). Terhubung berkala www.kfc.com (30 Agustus 2014).
Khomsan, A. (2006). Solusi Makanan Sehat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
51
Madanijah S. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi: Pola Konsumsi Pangan. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Miller J, Arlan R, Janet S. 2004. Childhood Obesity. J. Clin End & Metab. 89 :
4211-4218.
Mardayanti. 2008. Hubungan faktor-faktor risiko dengan status gizi pada siswa
kelas 8 di SLTPN 7 Bogor tahun 2008 [skripsi]. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia.
Musadat. 2010. Faktor Risiko Obesitas Pada Remaja.(on line). Terhubung
berkala http://www.dik.undip.ac.id (30 Agustus 2014).
Novitasari. 2005. Kebiaaan mengkonsumsi western fast food pada remaja SMU
yang berstatus gizi normal dan obese di Kota Bogor. [skripsi]. Bogor :
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB Bogor.
Padmiari Eka IA. 2004. Tingkat Konsumsi Makanan Jajanan pada Anak SD di
KotaDenpasar. Tesis Jurusan Gizi dan Kesehatan, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Piernas, C, Barry M P. 2011. Increased portion sizes from energy-dense foods
affect total energy intake at eating occasions in US Children and
adolescents: patterns and trends by age group and sociodemographic
characteristics, 1977–200. Am J Clin Nutr, Vol 94; 1324-1330.
Prancis SA, Cerita M, Neumark-Sztainer D, Fulkerson JA, Hannan P.
2001.Makanan Cepat Saji penggunaan restaurant di kalangan remaja: as-
sociations dengan asupan gizi, pilihan makanan dan perilaku dan variabel
psikososial. IntJObes, Vol 17; 305-315.
Prihatini S, Jahari AB. 2007. Faktor risiko kegemukan pada anak sekolah usia 6-
18 tahun di DKI Jakarta. Journal of Food and Nutrition Research, 30(1):
31-39. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan. Bogor.
Rahmawati N. 2009. Aktivitas Fisik, Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food),
dan Keterpaparan Media serta Faktor-Faktor lain yang berhubungan dengan
Kejadian Obesitas pada Siswa SD Islam AL-Azhar 1 Jakarta Selatan.
[skripsi]. Depok: Program Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010. Badan Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan Kemestrian Kesehatan RI Tahun 2010.
Riyadi H. 2003. Gizi dan Kesehatan dalam Pembangunan Pertanian Bogor.Bogor
: IPB Press.
St-Onge MP, Keller KL, Heymsfield SB. 2003. Changes in childhood food
consumption patterns: a cause for concern in light of increasing body
weights. Am J Clin Nutr, Vol 78: 1068-107.
Stettler N, Zemel BS, Kumanyika S, Stallings VA. 2002. Infant weight gain and
childhood overweight status in a multicenter, cohort study. Pediatric,
109(2):194–9.
Suhardjo. 2004. Obesitas Primer pada Anak (Diagnosis, Patogenesis dan
Patofisiologi). Bandung: Kiblat Buku Utama.
52
Suragimath, G, et al. 2009. Effect of carbonated drink on excisional
woundhealing: A study on wistar rats. Indian J dent Res, Vol 21; 330-333.
ABI/INFORM Global (Proquest) database.
Suryaalamsah I. 2009. Konsumsi fast food dan Faktor-faktor yang
berhubungandengan kegemukan anak sekolah di SD Bina Insani Bogor.
[thesis]. Bogor :Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Syarif, D.R. 2003. Childhood Obesity: Evaluation and Management, Naskah
Lengkap National Obesity Symposium II, Editor: AdiS., dkk. Surabaya,
2003: 123-139. dalamSiti Nurul Hidayanti, Rudi Irawan, Boerhan Hidayat.
Obesitas Pada Anal. Buletin Pediatrik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, (24 Februari 2006).
Yueniwati Y & Rahmawati A. 2002. Hubungan Karakteristik sosial ibu dengan
pengetahuan tentang obesitas pada anak (on line). www.temopinteraktif.
com/medika/arsip terhubung berkala (21 Desember 2013)
Yule A. 2002. Increased Soft Drink Consumption In Contributing To An
Increased Incidence Of Obesity. Nutrition Bytes: Los Angeles.
Zulfa. F. (2011). Hubungan kebiasaan konsumsi fast food modern dengan status
gizi. Terhubung berkala http://journal.unsil.ac.id (30 Agustus 2014)
53
LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI FAST FOOD
DAN SOFT DRINK DENGAN RISIKO OBESITAS
USIA 9-12 TAHUN SD EKA WIJAYA CIBINONG
A. Nama Sheet: CoverId
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
A. (A1) No. Responden :................................ (di isi oleh enumurator)
B. (A2) Tanggal wawancara :......................................................................
C. (A3) Alamat :......................................................................
D. (A4) Nama ibu anak :......................................................................
E. (A5) Nama anak :......................................................................
F. (A6) Status gizi :1. Obesitas 2. Overweight 3. Normal
G. (A7) Agama : …………………… ………………………
H. (A8) Jumlah Uang saku : ……………………… (per hari/minggu/bulan)
*(tidak termasuk transport)
I. (A9) No. Tlp. Rumh/Hp : ……………………………………………
J. Catatan wawancara :
54
Nama sheet: KarKel
B. Karakteristik keluarga Kode Karakteristik Ayah Ibu
(B1) Umur
(B2) Pendidikan
(B3) Pekerjaan
(B4) Pendapatan (bulan)
(B5) Berat Badan
(B6) Tinggi Badan
(B7) Status Gizi
Keterangan:
a. (B1) umur dalam tahun
b. (B2) pendidikan:
1=tidak pernah sekolah, 2=tidak tamat SD, 3=belum sekolah,
4=SD/sederajat, 5=SLTP/Sederajat, 6=SLTA/Sederajat,
7=Akademi/Diploma, 8= Universitas/Institusi, 9= Pascasarjana (S2/S3)
c. (B3) pekerjaan:
1= tidak bekerja, 2= sekolah, 3= TNI/POLRI, 4= PNS, 5= wiraswasta,
6=petani, 7=pedagang, 8=buruh, 9=supir, 10=pegawai swasta, 11=lainnya,
sebutkan........
d. (B4) pendapatan (Rp)
e. (B5) berat badan (kg):
f. (B6) tinggi badan (cm)
g. (B7) status gizi:
Normal, (IMT 18,5-23 kg/m2), Overweight (IMT : 23,5-24,9 kg/m
2)
Obesitas I (IMT : 25-29,9 kg/m2) Obesitas II (IMT : > 30 kg/m
2)
Nama sheet: KarAn
C. Karakteristik Anak
C1 Usia (tahun dan bulan)
C2 Nama lengkap anak
C3 Anak ke- ...........dari.........bersaudara
C4 Tanggal lahir
C5 Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan
C6 Berat badan lahir ..........................kg
C7 Panjang badan lahir ..........................cm
C8 Berat badan sekarang ..........................kg
C9 Tinggi badan sekarang ...........................m
Nama sheet: KebMa
D. KEBIASAAN MAKAN
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda silang ( X ) pada
jawaban yang kamu pilih coret jawaban yang tidak perlu atau isilah ditik-titik
yang tersedia
1. Berapa frekuensi kamu makan dalam sehari ?
a. 1 kali b. 2 kali c. 3 kali d. > 3 kali
55
2. Apakah kamu biasa sarapan pagi? (Ya/Tidak)
Jika Ya, sebutkan jenis makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi saat
sarapan : ………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
3. Apakah kamu memiliki kebiasaan mengemil? (Ya/Tidak)
Jika Ya, sebutkan 3 jenis makanan camilan yang biasa dikonsumsi :
(1) ……………………… (2) ………………………… (3) …………………..
4. Kapan biasanya kamu mengkonsumsi camilan tersebut?
a. Saat menonton TV
b. Sambil belajar di rumah
c. Saat santai
d. Lainnya………………
5. Apakah kamu suka jajan di sekolah ? (Ya/Tidak)
6. Sebutkan 3 jenis jajanan yang biasa kamu beli di sekolah?
(1) ………………………………… (2) …………………………………
(3) …………………………………
7. Apakah kamu suka jajan bila di rumah/? (Ya/Tidak)
8. Sebutkan 3 jenis jajanan yang biasa kamu beli di sekolah?
(1) ………………………………… (2) ……………………………………
(3) …………………………………
9. Apakah dikantin mu menjual fast food dan minuman bersoda? (Ya/Tidak)
10. Jenis fast food apa saja yang biasa kamu beli dikantin?
……………………………………………………
11. Jenis ukuran botol apa yang biasa kamu beli untuk minuman bersoda?
………………………………………………………………………………….
12. Apakah kamu biasa dibuatkan fast food dirumah?(Ya/tidak)
Jika Ya, jenis fast food yang biasa dibuatkan adalah ……………………………
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan membri tanda silang ( X ) pada jawaban
yang kamu pilih. Jika jawaban kamu diluar pilihan yang ada, maka isilah titik-titik
di bawah ini dengan jawaban kamu.
FAST FOOD
1. Apakah kamu menyukai fast food?
a. Sangat suka b. Suka c. Biasa saja d. Tidak suka
2. Kapan biasanya kamu mengunjungi restorant fast food?
a. Hari Sekolah (Senin-Jumat) c. Hari libur
b. Akhir pekan (Sabtu-Minggu) d. Tidak tentu
3. Darimana kamu mengetahui informasi tentang fast food ?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Televisi
b. Majalah
c. Internet
d. Baliho
e. Keluarga
f. Teman
g. Lainnya ………
56
4. Faktor apa yang menyebabkan kamu menyukai fast food??
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Aroma yang lezat
b. Rasanya enak
c. Tempat yang nyaman
d. Berhadiah mainan
e. Lainnya ……………
5. Nama restoran fast food yang biasa kamu kunjungi?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Mcdonald
b. KFC
c. A&W
d. Pizza Hut
e. Domino Pizza
f. Papa Ronz Pizza
g. Burger King
h. CFC
i. Hoka-Hoka Bento
j. Duncin Dounats
k. JCO
l. Lainnya ………
6. Sebutkan jenis fast food yang paling ingin kamu makan!
………………………………………………………………
SOFT DRINK
1. Apakah kamu menyukai minuman bersoda?
a. Sangat suka b. Suka c. Biasa saja d. Tidak suka
2. Kapan biasanya kamu membeli minuman bersoda?
a. Hari Sekolah (Senin-Jumat)
b. Akhir pekan (Sabtu-Minggu)
c. Hari libur
d. Tidak tentu
e. Setiap hari
3. Darimana kamu mengetahui informasi tentang minuman bersoda?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Iklan TV d. Keluarga
b. Internet e. Teman
c. Baliho f. Lainnya ………
4. Faktor apa yang menyebabkan kamu menyukai minuman bersoda?
(jawaban boleh lebih dari satu)
a. Warnanya yang menarik
b. Rasanya enak
c. Harga murah
d. Lainnya ……………
5. Sebutkan nama merek minuman bersoda yang paling kamu sukai!
a. Sprite
b. Fanta
c. Pepsi
d. Big Cola
e. Tebz
f. Lainna………
57
E. FREKUENSI KONSUMSI FAST FOOD DAN MINUMAN BERSODA
Berilah tanda cheklist (\/) pada salah satu kolom!
No Nama Makanan
Berapa kali anda mengkonsumsi jenis
makanan fast food dalam satu bulan terakhir? Jumlah
1x/hr 2-3x/mg 1-2x/bln Tidak
pernah
1 Fried chicken
2 Burger
3 Hotdog
4 Pizza
5 Sandwic
6 Spaghetti
7 Kentang goreng
8 Chicken nugget
9 Dunkin donuts
10 Sprite
11 Fanta
12 Coca Cola
13 Tebs
14 Pepsi
15 Big Cola
F. Food FrequencySemi Quantitatif (FFSQ) No. Klp
Panga
n
Jenis Pangan
Frekuensi .........x/per
Jumlah 1-2/hari
1-2/ minggu
3-5/ minggu
6-7/ bulan
8 Jajanan
a. Bakso
b. Siomay
c. Mie ayam
d. Gorengan
e. Ketoprak
f. Es krim
g. Aneka es
(sirup, es mambo, dll)
h. Lontong sayur
i. Batagor
j. Permen (gulali)
k. Fast food
9 Lain-lain
a. Gula
b. Kopi
c. Teh
d. Soft Drink
e. .......
58
G. Food Recall (2 x 24 jam)
Tanggal wawancara :
Waktu Nama
Makanan
Jenis Bahan
Makanan URT
Berat
(gram) Keterangan
Pagi
Selingan 1
Siang
Selingan 2
Malam
H. AKTIVITAS FISIK HARI SEKOLAH/LIBUR
Waktu Kegiatan
04.00-04.30
04.30-05.00
05.00-05.30
05.30-06.00
06.00-06.30
06.30-07.00
07.00-07.30
07.30-08.00
08.00-08.30
08.30-09.00
09.00-09.30
09.30-10.00
10.00-10.30
10.30-11.00
11.00-11.30
11.30-12.00
12.00-12.30
12.30-13.00
13.00-13.30
13.30-14.00
14.00-14.30
14.30-15.00
04.00-03.30
Hari/Tgl:
59
Lampiran 2. Data Status Gizi Anak
Kode Jenis Kelamin Usia (tahun) Zscore IMT/U Status Gizi
1201
1102
1103 1204
1105
1106 1107
1108
1209
1210 1111
1112
1113 1214
1115
1116 1117
1118
1219
1120 1121
1222
2123 2124
2225
2226
2227 2128
2129
2130 2131
2132
2133 2134
2135
2136
2137 2138
2239
2140 2141
2242
2143
3144 3245
3146
3247 3148
3249
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki Perempuan
Laki-laki
Laki-laki Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki Perempuan
Laki-laki
Laki-laki Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki Laki-laki
Perempuan
Laki-laki Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki Laki-laki
Perempuan
Laki-laki Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki Perempuan
Laki-laki
Perempuan Laki-laki
Perempuan
12
12
11 12
11
11 11
12
11
11 11
9
11 11
9
11 11
9
12
11 12
9
10 10
10
10
10 11
10
11 11
11
12 10
10
11
10 10
10
10 10
11
11
10 10
10
10 10
10
2.14
2.13
2.40 2.16
2.28
2.95 2.48
2.13
2.46
2.36 2.11
2.15
2.50 2.46
2.38
2.18 2.58
2.29
2.35
2.74 3.52
2.47
2.24 2.48
2.54
2.36
3.17 2.86
2.66
2.29 2.34
2.26
2.06 2.49
3.14
2.34
2.92 2.33
2.59
2.23 2.33
2.38
2.27
2.54 2.31
2.80
2.33 2.33
2.31
Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
60
Lampiran 2. Data status gizi anak (Lanjutan) Kode Jenis Kelamin Usia (tahun) Zscore IMT/U Status Gizi
3150
3151 3152
3153
3154 3155
3156
3257 3258
3159
3260
Laki-laki
Laki-laki Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki Laki-laki
Laki-laki
Perempuan Perempuan
Laki-laki
Perempuan
9
9 9
9
9 9
9
9 9
9
9
2.60
3.00 2.88
3.03
2.47 3.07
2.49
2.78 3.16
4.61
3.04
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas Obesitas
Obesitas
Obesitas
61
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 Juli 1992 dari ayahanda Satal dan ibunda Sri Susilowati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Awal
pendidikan penulis dimulai dari sekolah dasar di SD Negeri 05 Sukmajaya Depok tahun
1998-2004. Tahun 2004-2007 penulis menduduki pendidikan di bangku SMP Negeri 4 Depok dan tahun 2007-2010 di SMA Negeri 109 Jakarta. Tahun 2010 penulis lulus dari
SMA kemudian melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) yang diterima di Departemen Gizi Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif di organisasi yaitu sekretaris
Dewan Sosial dan Lingkungan di DPM FEMA IPB tahun 2012/2013. Penulis juga
menjadi asisten praktikum patofisiologi manusia mahasiswa Gizi Masyarakat tahun 2012-2013. Pada bulan Juni-Juli 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa
Nangerang Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Bogor, pada bulan Januari penulis
menjadi finalis 10 besar HAA (Health Agent Award) dari Nutrifood Jakarta dan pada bulan Maret 2014 penulis mengikuti Internship Dietetik (ID) di RSUD Pasar Rebo
Jakarta Timur.