Upload
ngobao
View
273
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONALDENGAN KEMAMPUAN MENGHAFAL SANTRI PONDOK
PESANTREN TAHFIDZ ASY-SYARIFAH BRUMBUNGMRANGGEN DEMAK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syaratguna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1
dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh:NUR SIKHATUN
NIM: 3104149
FAKULTAS TARBIYAHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG2010
ii
KEMENTERIAN AGAMAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH SEMARANGJl. Prof. Dr. Hamka Km. 2 (Kampus II) Telp. (024) 7606405 Semarang
PENGESAHAN
Skripsi : Nur SikhatunNIM : 3104149Fakultas : TarbiyahJurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)Judul Skripsi : Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan
Kemampuan Menghafal Santri Pondok PesantrenTahfidz Asy-Syarifah Brumbung MranggenDemak
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut AgamaIslam Negeri Walisongo Semarang pada tanggal:
2 Juli 2010
dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangkamenyelesaikan studi Program Sarjana Strata I (S.1) Tahun Akademik 2010 /2011 guna memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Tarbiyah
Semarang, Juli 2010Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Drs. H. Muslih, M.A. Dra. Ani Hidayati, M.Pd.NIP. 15027692 600000 1 000 NIP. 19611205 199303 2001
Penguji I Penguji II
Ahwan Fanani, M.Ag. Hj. Tuti Qurrotul Aini, M.SI.NIP. 19780930 200312 1001 NIP. 150 277 396
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Abdul Wahid, M.Ag. Drs. Karnadi, M.Pd.NIP. 19691114 199403 1003 NIP. 19680317 19940
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) Eksemplar Semarang, Desember 2009Hal : Naskah Skripsi Kepada,
a.n. Sdr. Yth. Bapak Dekan FakultasNur Sikhatun Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Setelah saya mengadakan koreksi dan perbaikan seperlunya, maka sayamenyatakan bahwa naskah skripsi saudara/i:
Nama : Nur SikhatunNIM : 3104149Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI)Judul Skripsi : Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan
Kemampuan Menghafal Santri Pondok PesantrenTahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak
Sudah selesai proses bimbingannya, selanjutnya saya mohon agarskripsi saudara/i tersebut dapat dimunaqosahkan.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Abdul Wahid, M.Ag. Drs. Karnadi, M.Pd. NIP. 19691114 199403 1003 NIP. 19680317 199403
iv
MOTTO
.} :{"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya".* (QS al-Hijr: 9)
.}{"Bacalah al-Qur’an, sesungguhnya Allah SWT tidak akan menyiksa hati
yang memelihara al-Qur’an".* (HR. Bukhari)
* Muhammad Noor, dkk., Al-Qur'an al-Karim dan Terjemahannya, (Semarang: CV. TohaPutra, 1996), hlm. 209.
* Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakr as-Sayuthy, Al-Jami’ al-Shagir, (Indonesia:Maktabah Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, tth.), hlm. 52. Juz I.
v
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini
Penulis persembahkan secara khusus kepada:
Kedua orang tuaku tercinta
Suami dan anakku tercinta
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab penulis menyatakan bahwa skripsi
ini tidak berisi materi yang pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian
juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi
dalam referensi yang penulis jadikan bahan rujukan.
Semarang, Juni 2010Deklarator,
Nur SikhatunNIM. 3104149
vii
ABSTRAKS PENELITIAN
Nur Sikhatun (NIM: 31004149), Hubungan Antara Kecerdasan EmosionalDengan Kemampuan Menghafal Santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-SyarifahBrumbung Mranggen Demak.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Mengetahui tingkat kecerdasan emosionalsantri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak. 2)Mengetahui tingkat kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak. 3) Mengetahui ada atau tidak adanyahubungan antara kecerdasan emosional dengan kemampuan menghafal santriPondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif, yakni jenispenelitian yang menggunakan angka dalam mengumpulkan data danmenampilkan hasilnya. Suatu pendekatan penelitian yang bersifat objektif,mencakup pengumpulan dan analisis data kuantitatif serta menggunakan metodepengujian statistik. Metode pengambilan datanya dengan angket, tes dandikumentasi. Sampel dalam penelitian ini sebesar 20% dari populasi 210 yakni 42santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak.Sedangkan cara pengambilan sampel dengan cara random sampling yakni semuaresponden dianggap sama dalam pemilihan sampel tanpa pandang bulu.
Adapun hasil dari data yang telah didapat dianlisis dengan analisiskorelasi product moment, menunjukkan adanya hubungan positif antarakecerdasan emosional dan kemampuan menghafal santri Pondok PesantrenTahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak. Pengujian hipotesispenelitian menunjukkan bahwa: 1) Kecerdasan emosional santri Pondok PesantrenTahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak termasuk dalam kategori baikyaitu berada pada interval 78-83 dengan nilai rata-rata 81,40. 2) Kemampuanmenghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung MranggenDemak termasuk dalam kategori baik yaitu pada interval 81-86 dengan inikualitas 84,23. 3) Ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengankemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah BrumbungMranggen Demak ditunjukkan dengan hasil bahwa rxy yang diperoleh dari angketadalah 0,8535, sedangkan rt= 0,304 pada taraf signifikansi 5 %, dan rt = 0,393pada taraf signifikansi 1 %. Hal ini menunjukkan bahwa rxy lebih besar dari rt.Kemudian dilanjutkan dengan uji signifikansi menggunakan thitung = 10,3590, ttabel
= 5% = 1,684 1% = 2,423.
Hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi positif danmasukan bagi segenap civitas akademik khususnya para kyai, ustadz di pondokpesantren, terutama para guru/ustadz santri hafid, orang tua dan masyarakat dalamrangka meningkatkan kecerdasan emosional dan kemampuan menghafal parasantri pondok pesantren.
viii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadapan Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini, dan dengan
petunjuk-Nya penulis mampu menyelesaikannya. Shalawat serta salam semoga
terlimpah selalu kepada revolusioner terbesar nabi besar Muhammad saw., beserta
keluarga dan sahabat-sahabatnya dan seluruh umat yang meyakini kebenarannya.
Kemudian dengan selesainya penulisan skripsi ini perkenankanlah penulis
menyampaikan rasa terima kasih kepada mereka yang berjasa, khususnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, M.Ed. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang yang telah memberikan izin penelitian pada penulis.
2. Drs. H. Abdul Wahid, M.Ag. dan Drs. Karnadi, M.Pd selaku pembimbing
yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi ini.
3. Segenap dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah
memberikan segenap ilmu kepada penulis.
4. Segenap civitas Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak yang telah membantu mengarahkan dan memberi saran
yang berharga selama penelitian.
5. Kedua orang tuaku yang telah mengasuhku dan membimbing penulis
dengan penuh tulus ikhlas.
Kepada mereka penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain untaian
rasa terima kasih yang tulus dengan diiringi do’a semoga Allah SWT membalas
semua amal kebaikan mereka dengan sebaik-baiknya balasan.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat
jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Semarang, Juni 2010Penulis,
Nur SikhatunNIM. 3104149
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
HALAMAN ABSTRAKS ............................................................................. iv
HALAMAN DEKLARASI ........................................................................... v
HALAMAN MOTTO ................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN.................................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................. ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 5
C. Pembatasan Masalah ............................................................. 6
D. Perumusan Masalah .............................................................. 7
E. Manfaat Penelitian................................................................. 7
BAB II : LANDASAN TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kecerdasan Emosional ........................................................... 9
1. Pengertian Kecerdasan Emosional .................................... 9
2. Indikasi Kecerdasan Emosional ........................................ 10
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional 13
B. Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an ........................................... 16
1. Konsep Dasar Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an ............... 16
2. Faktor-faktor Penunjang Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an 18
3. Motivasi dan Memorisasi Hafalan Al-Qur’an ................... 31
C. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kemandirian
Kemampuan Menghafal Santri ............................................... 36
D. Kajian Penelitian yang Relevan.............................................. 37
E. Hipotesis................................................................................ 39
x
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian.................................................................... 40
B. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................. 40
C. Variabel dan Indikator Penelitian............................................ 41
D. Metode Penelitian ................................................................... 41
E. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ................ 42
F. Teknik Pengumpulan Data...................................................... 44
G. Teknik Analisis Data .............................................................. 45
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Data Umum Tentang Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah
Brumbung Mranggen Demak................................................... 48
1. Tinjauan Historis ............................................................... 48
2. Letak Geografis ................................................................. 49
3. Struktur Organisasi ............................................................ 49
4. Kyai, Ustadz dan Santri...................................................... 50
5. Sarana Prasarana Pendidikan.............................................. 51
B. Deskripsi Data Hasil Penelitian................................................ 51
1. Data Tentang Kecerdasan Emosional Santri Pondok
Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak ............................................................................... 51
2. Data Tentang Kemampuan Menghafal Santri Pondok
Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak ............................................................................... 55
C. Pengujian Hipotesis ................................................................. 58
D. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................... 62
E. Keterbatasan Penelitian............................................................ 63
xi
BAB V : PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................ 66
B. Saran ....................................................................................... 67
C. Penutup ................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan sumber seluruh ajaran Islam. Tanpa al-Qur’an
umat Islam akan kehilangan arah karena teks suci tersebut berisikan mengenai
ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan “titah Tuhan”. Baik buruknya
perbuatan seorang muslim parameternya adalah al-Qur’an. Dalam catatan
sejarah, umat Islam pernah risau setelah banyak di antara penghafal al-Qur’an
yang meninggal dunia dalam perang Badar. Sehingga kejadian ini kemudian
menjadi inspirasi bagi sahabat-sahabat untuk menuliskan ayat-ayat al-Qur’an
sebagai salah satu upaya untuk menjaga keberadaan dan keotentikan al-
Qur’an.2
Sementara itu seiring perkembangan zaman, upaya-upaya untuk
menjaga kelestarian dan keotentikan al-Qur’an tersebut masih tetap dilakukan.
Salah satunya adalah dengan didirikannya pondok pesantren tahfidz al-
Qur’an. Harus diakui bahwa pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan
Islam telah membuktikan keberadaannya dan keberhasilannya dalam
peningkatan sumber daya manusia. Banyak pesantren yang cikal bakalnya
merupakan lembaga pendidikan al-Qur’an. Di dalam pesantren ini, para santri
diajarkan membaca, menghafal dan memahami al-Qur’an di samping kitab-
kitab kuning. Bahkan dalam perkembangan terakhir telah terbukti bahwa dari
pesantren telah lahir banyak pemimpin bangsa dan pemimpin masyarakat.3
Al-Qur'an merupakan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, sebagai pedoman bagi umat manusia dalam mengatur
kehidupannya, agar mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin, di dunia dan
2 Salah satu yang dibanggakan umat Islam dari dahulu hingga saat ini adalah keotentikan al-Qur’an yang merupakan warisan Islam terpenting dan paling berharga. Baca dalam Said AgilHusain Al-Munawar, Al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat Press,2004), hlm. 14.
3 Abdurrahman Mas’ud, Menuju Paradigma Islam Humanis, (Yogyakarta: Gama Media,2003), hlm. 259.
2
akhirat. Al-Qur'an adalah sumber utama ajaran agama Islam. Di dalamnya
termuat ajaran tentang aqidah, hukum, ibadah, muamalah serta akhlak. Al-
Qur'an memberikan jalan yang paling lurus dan paling jelas serta sebagai
kabar gembira bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya yaitu orang-orang
yang mengerjakan amal-amal yang sesuai dengan ketentuan al-Qur'an. Al-
Qur'an juga merupakan peraturan bagi umat dan sekaligus sebagai way of life-
nya yang kekal hingga akhir masa, sedangkan kewajiban umat Islam adalah
memberikan perhatian yang besar terhadap al-Qur'an baik dengan cara
membacanya, menghafalkannya maupun menafsirkannya. Dalam al-Qur'an
tidak terkandung sedikitpun kebatilan dan kebenaran al-Qur'an terpelihara dan
dijamin keasliannya oleh Allah SWT, sejak diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW hingga sekarang bahkan sampai hari kemudian.
Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
) . :(
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur'an, dansesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.4 (QS. al-Hijr: 9)
Dengan jaminan Allah dalam ayat tersebut bukan berarti umat Islam
terlepas dari tanggung jawab dan kewajiban memelihara, karena tidak
menutup kemungkinan kemurnian ayat-ayat al-Qur'an akan diusik oleh
musuh-musuh Islam. Oleh karena itu salah satu usaha nyata dalam proses
pemeliharaan kemurnian al-Qur'an itu adalah dengan menghafalkannya.5
Menghafal merupakan suatu perbuatan yang sangat terpuji dan mulia.
Orang-orang yang mempelajari, membaca atau menghafal al-Qur'an adalah
orang-orang pilihan yang memang dipilih oleh Allah. Secara syar’i menghafal
al-Qur'an adalah wajib kifayah bagi umat Islam, ini berarti orang yang
4 Muhammad Noor, dkk., Al-Qur'an al-Karim dan Terjemahnya, (Semarang: CV. TohaPutra, 1996), hlm. 209.
5 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Menghafal al-Qur'an, (Jakarta: Bumi Aksara,1994), hlm.21-22.
3
menghafalnya tidak boleh kurang dari jumlah mutawatir sehingga tidak akan
mengalami pemalsuan dan pengubahan.
Pada hakikatnya manusia menginginkan keberhasilan dan kelayakan
hidup. Untuk menjadi orang yang berhasil diperlukan suatu kecerdasan
tertentu di antaranya kecerdasan akal (intellegence question). Akan tetapi
dengan kecerdasan akal (IQ) saja tidak dapat menjamin keberhasilan hidup
seseorang. Tidaklah benar asumsi masyarakat selama ini bahwa orang yang
mempunyai IQ tinggi dikatakan cerdas dan orang yang mempunyai IQ rendah
tentu bodoh. Para psikolog sepakat bahwa IQ hanya menyumbangkan kira-
kira dua puluh persen sebagai faktor dalam menentukan keberhasilan, delapan
puluh persen berasal dari faktor lain.6
Daniel Goleman, salah seorang Profesor dari Universitas Harvard, dalam
bukunya yang berjudul Emotional Intelligence, menjelaskan bahwa ada
faktor lain selain faktor IQ yang ikut menentukan tingkat kesuksesan
seseorang yaitu faktor kecerdasan emosional (Emotional Intelligence).
Kecerdasan emosi menunjuk pada suatu kemampuan untuk mengatur dan
mengelola dorongan-dorongan emosi yang terdapat dalam diri individu.
Emosi dapat dikelompokkan pada kesedihan, amarah, takut, gembira,
kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel dan malu. Agar dorongan-dorongan
tersebut dapat disalurkan secara benar dan tepat baik pada diri sendiri
maupun bagi sosialnya, ada lima dimensi yang dapat mencerminkan tingkat
kecerdasan emosi yang dapat dimiliki oleh seseorang. Secara garis besar
dimensi-dimensi kecerdasan emosional tersebut adalah, pertama;
kemampuan mengenali emosi diri, kedua; kemampuan mengelola emosi diri,
ketiga; kemampuan memotivasi diri ketika menghadapi kegagalan atau
rintangan dalam mencapai keinginan, keempat; kemampuan mengenali
6 Aparna Chattopadhyay, Whats You Emotional IQ Over 600 Psychological Quizzer AssesYour Weakness And Strenghts In Your Emotional And Feeling And Groom Tuller Personality,(terj.) Hta. Darwin Rasyid, “Tes Emosi Anda”. (Tangerang: Gaya Media Pratama, 2004), hlm. 5.
4
emosi orang lain, dan kelima: kemampuan membina hubungan dengan
sosialnya.7
Pada akhirnya kecerdasan emosional disebut sebagai keterampilan
lunak yang besar andilnya dalam menentukan kesuksesan kita mulai
mendapat perhatian dan mulai diperhitungkan oleh pendidik, pelaku bisnis,
dan media. Oleh karena itu, maka permasalahannya kaitannya dengan
penelitian ini adalah bagaimana membangun kecerdasan emosional (EQ)
santri, adakah hubungan yang cukup sinergis antara kecerdasan emosional
dengan kemampuan menghafal santri.
Dari hal tersebut menggambarkan adanya hal yang patut diduga,
yaitu hubungan yang saling mempengaruhi antara kecerdasan emosional dan
kemampuan menghafal santri. Tentu hal ini tidak lepas dari adanya faktor
yang mempengaruhi, baik faktor dari dalam maupun dari luar. Faktor dari
dalam antara lain kematangan usia, kekuatan iman, takwa, dan kecerdasan,
sedang faktor dari luar berupa lingkungan.8 Dengan demikian perlu adanya
bantuan berupa bagaimana membangun kecerdasan emosional bagi santri agar
memiliki kemampuan menghafal yang maksimal.
Alasan memilih Pondok Pesantren Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak sebagai objek penelitian, karena menurut pandangan
penulis bahwa civitas Pondok Pesantren Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak tersebut kurang memperhatikan khususnya dalam hal intelegensi dan
emosionalnya hal ini bisa dipahami bahwa kemampuan menghafal yang
dimiliki oleh santri di pondok pesantren tersebut kurang maksimal karena
salah satu penyebabnya kurang memperhatikan faktor emosional yang ada
dalam diri mereka ketika berinteraksi dengan para santri dan segenap civitas
di pesantren tersebut. Hal inilah mengakibatkan penulis mempunyai data tarik
tersendiri untuk meneliti lebih lanjut dalam rangka pemahaman yang
7 Daniel Goleman, Emotional Intellegence, (terj.) T. Hermaya, “Kecerdasan Emosional”(Jakarta: Gramedia, 2003), hlm. 58-59.
8Munthali’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, (Semarang: Gunung Jati, 2002),hlm. 45.
5
komprehensif khususnya tentang fenomena hafalan al-Qur’an di tengah-
tengah masyarakat.
Inilah yang mendorong dan menjadi alasan, mengapa penulis memilih
pondok pesantren dimaksud sebagai objek penelitian dan menjadikannya
sebagai karya ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul "Hubungan antara
Kecerdasan Emosional Dengan Kemampuan Menghafal Santri Pondok
Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak”.
B. Identifikasi Masalah
Kecerdasan merupakan faktor endogin yang sangat besar pengaruhnya
terhadap kemajuan belajar santri. Sedangkan kecerdasan emosional
merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola dan mengkoordinir
perasaan dirinya supaya lebih baik serta kemampuan dalam membina
hubungan interaktif sosialnya. Kecerdasan emosional menuntut seseorang
untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan pada dirinya sendiri dan
orang lain dan untuk menanggapinya dengan cepat, menerapkan dengan
efektif informasi dan energi emosi dalam kehidupan sehari-hari sehingga
santri diharapkan bisa bersikap mandiri khususnya dalam hal menghafal al-
Qur’an.
Kemudian yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana
hubungan kecerdasan emosional tersebut dengan kemampuan menghafal
santri. Adapun sebagai landasan teori yang menjadi pertanyaan dalam
penelitian ini adalah; bagaimana pengertian kecerdasan emosional dan
kemampuan menghafal itu sendiri. Dalam penelitian ini yang menjadi objek
kajian penelitian adalah santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah
Brumbung Mranggen Demak. Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi
fokus pertanyaan adalah bagaimana hubungan kecerdasan emosional
tersebut dengan kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak.
6
C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman atau penafsiran ganda terhadap
makna yang dimaksud dalam judul skripsi ini, maka penulis merasa perlu
memberi penjelasan dan batasan masalahnya, sebagai berikut:
1. Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri dan bertahan untuk menghadapi frustasi, mengendalikan
dorongan emosi dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur
suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan
kemampuan berfikir.9 Sedangkan Robert K Cooper dan Ayman Sawaf
dalam bukunya yang berjudul “Executive EQ” mendefinisikan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan daya dan kepekaan
emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang
manusiawi.10
Adapun maksud dari kecerdasan emosional di sini adalah
kemampuan para santri untuk mengenali perasaan diri antara santri satu
dengan yang lain, kemampuan santri untuk memotivasi diri sendiri dan
kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri santri dan dalam
berhubungan dengan santri lain, santri dengan ustadz-ustadzah dan dalam
berhubungan dengan lingkungan masyarakat sekitar pondok pesantren.
Sedangkan dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada
kecerdasan emosional santri tahfidz Pondok Pesantren Asy-Syarifah
Brumbung Mranggen Demak sebagai batasan masalah agar tidak terjadi
salah persepsi dalam memahami dan mengartikannya.
2. Kemampuan menghafal santri
9 Daniel Goleman, op. cit, hlm.45.10 Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ, (terj.) Alex Trikuncoro Widodo,
“Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi” (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm.XV.
7
Kemampuan menghafal santri maksudnya di sini adalah
kemampuan santri dalam menghafal al-Qur’an. Adapun menghafal al-
Qur'an adalah proses membaca dan mencamkan al-Qur'an tanpa melihat
tulisan al-Qur'an (di luar kepala) secara berulang-ulang agar senantiasa
ingat dalam rangka memperoleh ilmunya atau suatu proses berusaha untuk
mengingat sesuatu, dalam hal ini al-Qur'an tanpa melihat mushaf secara
berulang-ulang agar senantiasa ingat dengan berlandaskan kaidah tilawah
dan asas tajwid yang benar.
Sedangkan dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada
kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah
Brumbung Mranggen Demak. sebagai batasan masalah agar tidak terjadi
salah persepsi dalam memahami dan mengartikannya.
D. Perumusan Masalah
Atas berbagai permasalahan, latar belakang, dan pembatasan masalah
seperti tersebut di atas, selanjutnya penulis merumuskan masalahnya sebagai
berikut:
Bagaimana tingkat kecerdasan emosional santri Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak?
Bagaimana tingkat kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak?
Adakah hubungan antara kecerdasan emosional dengan kemampuan
menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak?
E. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Secara teoritis, kecerdasan emosional santri ada hubungannya
dengan kemampuan menghafal. Sehingga dengan kecerdasan emosional
yang baik dapat berpengaruh positif terhadap terciptanya kemampuan
8
menghafal bagi santri, dan pada gilirannya diharapkan dapat
menghasilkan prestasi hafalan yang maksimal.
2. Secara Praktis
Sebagai sumbangan dan masukan bagi santri, ustdaz-ustadzah, dan
orang tua serta masyarakat umum tentang arti pentingnya kecerdasan
emosional, karena erat hubungannya dengan kemampuan menghafal
santri. Sekaligus menjadi kontribusi yang positif bagi usaha bagaimana
mendesain terciptanya suasana belajar menghafal di pondok pesantren
yang inovatif.
Kondisi yang demikian, jelas membantu meringankan bagi para
ustadz-ustadzah dalam usaha mencapai target hafalan. Karena mereka
tidak disibukkan dengan urusan-urusan yang terkait dengan perilaku yang
menyimpang, melainkan lebih fokus pada bagaimana upaya-upaya
pengembangan kegiatan belajar menghafal santri secara lebih berkualitas.
Sementara santri pun dapat lebih konsentrasi dalam menghafal secara
aman dan nyaman, terkait dengan pengayaan metode menghafalnya,
sehingga mereka mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya
secara optimal. Sudah barang tentu kondisi yang demikian, menjadi
kebanggaan tersendiri bagi pondok pesantren, santri, dan orang tua/wali
santri.
9
BAB II
LANDASAN TEORITIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kecerdasan Emosional
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Kecerdasan emosional merupakan kekuatan di balik singgasana kemampuan
intelektual. Kecerdasan emosional merupakan dasar-dasar pembentukan
emosi yang mencakup keterampilan-keterampilan dalam diri seseorang.11
Mengenai pengertian kecerdasan emosional ini, para pakar telah
mendefinisikannya, di antaranya yaitu:
Kecerdasan emosional adalah "suatu kemampuan untuk memahami
perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain, kemampuan untuk
memotivasi dirinya sendiri, dan menata dengan baik emosi-emosi yang
muncul dalam dirinya dan dalam berhubungan dengan orang lain".12
Kecerdasan emosional adalah "serangkaian kemampuan, kompetensi, dan
kecakapan non kognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan".13 Kecerdasan
emosional adalah "sebuah kemampuan untuk mendengarkan bisikan emosi
11 John P., Miller, Humanazing The Class Room; Models of Teaching in AffectiveEducation, (terj.) Abdul Munir Mulkhan, Cerdas di Kelas, Sekolah Kepribadian, (Yogyakarta:Kreasi Wacana, 2002), hlm. 1.
12 Basic Education Project, Inservice Training, (Yogyakarta: Forum Kajian Budaya danAgama, 2000), hlm. 4.
13 Steven J. Stein dan Howard E. Book, The Edge, Emotional and Your Succes, Terj.Trinada Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, Ledakan EQ, (Bandung: Kaifa, 2002), hlm. 30.
10
dan menjadikannya sebagai sumber informasi maha penting untuk
memahami diri sendiri dan orang lain demi mencapai sebuah tujuan".14
Sedangkan Daniel Goleman mengatakan; "emotional Intelligence: abilities
such as being able to motivate oneself and persists in the face of frustation: to
control impulse and delay gratification; to regulate one’s mood and keep
distress from swaming the ability to think: to empathize and to hope”.15
Kecerdasan emosional adalah kemampuan-kemampuan seperti kemampuan
memotivasi diri dan bertahan dalam menghadapi frustasi, mengendalikan
dorongan hati dan tidak berlebih-lebihan, mengatur suasana hati dan
menjaga agar tetap berfikir jernih, berempati dan optimis.
Berdasarkan beberapa pengertian kecerdasan emosional tersebut, terdapat
beberapa kesamaan. Sehingga kecerdasan emosional dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang mengelola perasaan dirinya supaya lebih baik serta
kemampuan membina hubungan sosialnya.
2. Indikasi Kecerdasan Emosional
Indikasi-indikasi kecerdasan emosional, terdiri dari lima unsur,
yaitu sebagai berikut:
1) Mengenali emosi diri
Kemampuan untuk memahami perasaan dari waktu ke waktu
merupakan hal penting bagi pemahaman diri seseorang. Mengenali diri
merupakan inti dari kecerdasan emosional, yaitu kesadaran akan
perasaan diri sendiri sewaktu perasaan timbul.
Mengenali emosi diri sangat erat kaitannya dengan kesadaran
diri atau kemampuan untuk mengenali perasaan sewaktu perasaan itu
timbul.16 Dengan kesadaran diri seseorang dapat mengetahui apa yang
14Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui al-Ihsan, (Jakarta:Arga, 2004), hlm. 61-62.
15 Daniel Goleman, Emotional Intelligence, (New York: Bantam Books, 1996), hlm. 36.16 Widodo, 4 Kecerdasan Menghadapi Ujian, (Jakarta: Yayasan Kelopak, 2004), hlm. 22.
11
dirasakan suatu saat, dan menggunakannya untuk memandu
pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis
atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.17
17 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah, IAIN WalisongoSemarang, 2001), hlm. 154.
12
2) Mengelola emosi dalam diri
Kemampuan mengelola emosi akan berdampak positif terhadap
pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda
kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, serta mampu
memulihkan kembali dari tekanan emosi.18 Kemampuan mengelola
emosi meliputi kecakapan untuk tetap tenang, menghilangkan
kegelisahan, kesedihan, atau sesuatu yang menjengkelkan. Seseorang
yang memiliki kemampuan mengelola emosi dengan baik akan mampu
menyikapi rintangan-rintangan hidup dengan baik. Namun sebaliknya
seseorang yang tidak memiliki kemampuan mengelola emosi akan
terus-menerus melawan perasaan-perasaan gelisah dan penyesalan.
Orang yang seringkali merasakan dikuasai emosi dan tak
berdaya untuk melepaskan diri, mereka mudah marah dan tidak peka
terhadap perasaannya. Sehingga ia larut dalam perasaan-perasaan itu.
Akibatnya, mereka kurang berupaya melepaskan diri dari suasana hati
yang jelek, merasa tidak mempunyai kendali atas kehidupan
emosional.19
3) Memotivasi diri
Motivasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam aspek kehidupan manusia, demikian juga para peserta didik mau
melakukan sesuatu bilamana berguna bagi mereka untuk melakukan
tugas-tugas pekerjaan sekolah.20 Peserta didik yang mempunyai
intelegensi tinggi namun gagal dalam pelajaran karena kurang adanya
motivasi. Hasil akan baik dapat tercapai jika diikuti dengan motivasi
18 M. Usman Najati, al-Hadits al-Nabawi wa ‘Ilmu al-Nafs, Terj. Irfan Sahir, Lc., BelajarEQ dan SQ dari Sunah Nabi, (Jakarta: Hikmah, 2002), hlm. 166.
19 Daniel Goleman, Emotional Intellegence, Terj. T. Hermaya, Kecerdasan Emosional,(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 65.
20 Marasuddin Siregar, dkk., Metodologi Pengajaran Agama, (Semarang: FakultasTarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 1998), hlm. 17.
13
yang kuat.21 Motivasi akan sangat membantu seorang peserta didik
untuk konsentrasi dalam belajar, karena dengan motivasi peserta didik
akan lebih bersungguh-sungguh dalam menekuni studinya.22 Oleh
karena itu kuat lemahnya motivasi berprestasi yang dimiliki seseorang
sangat menentukan besar kecilnya prestasi yang dapat diraihnya dalam
kehidupan.
4) Mengenali emosi orang lain (empati)
Empati ialah bereaksi terhadap perasaan orang lain dengan
respon emosional yang sama dengan orang tersebut.23 Empati
menekankan pentingnya mengindra perasaan dan perspektif orang lain
sebagai dasar untuk membangun hubungan interpersonal yang sehat.
Sedangkan ciri-ciri empati adalah sebagai berikut:
a) Ikut merasakan, yaitu kemampuan untuk mengetahui bagaimana
perasaan orang lain.
b) Dibangun berdasarkan kesadaran sendiri, semakin kita mengetahui
emosi diri sendiri maka semakin terampil kita membaca emosi
orang lain.
c) Peka terhadap bahasa isyarat, karena emosi lebih sering
diungkapkan melalui bahasa isyarat.
d) Mengambil pesan yaitu adanya perilaku kontent.
e) Kontrol emosi yaitu menyadari dirinya sedang berempati sehingga
tidak larut.
5) Membina hubungan dengan orang lain
Keterampilan sosial adalah kemampuan untuk menangani
emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan
cermat membaca situasi dalam jaringan sosial, berinteraksi dengan
21 S. Nasution, Didaktik Azas-azas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 73.22 Lobby Loekmono, Belajar Bagaimana Belajar, (Jakarta: Gunung Mulia, 1994), hlm. 62.23 Departemen Agama, Inservice Training MTs/MI, (Jakarta: PPIM, 2000), hlm. 230.
14
lancar. Keterampilan ini digunakan untuk mempengaruhi serta
memimpin, bermusyawarah dan menjelaskan perselisihan serta untuk
bekerjasama dalam tim.24
Dalam rangka membangun hubungan sosial yang harmonis
terdapat dua hal yang harus diperhatikan terlebih dahulu, yaitu: citra
diri dan kemampuan berkomunikasi.25 Citra diri sebagai kapasitas diri
yang benar-benar siap untuk membangun hubungan sosial. Citra diri
dimulai dari dalam diri masing-masing, kemudian melangkah keluar
sebagaimana ia mempersepsi orang lain. Sedangkan kemampuan
komunikasi merupakan kemampuan dalam mengungkapkan kalimat-
kalimat yang tepat.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional
Kehidupan yang sangat kompleks memberikan dampak buruk bagi
perkembangan kecerdasan emosional seseorang.26 Hal ini sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat al-Zumar ayat 53 sebagai berikut:
.} :{Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batasterhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa darirahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosasemuanya. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun Lagi MahaPenyayang. (Q.S. az-Zumar: 53).27
Dari ayat di atas secara jelas menunjukkan pentingnya pengembangan
emosi. Pengembangan emosi harus dimulai sejak usia dini. Oleh karena itu,
24 Goleman, op. cit., hlm. 514.25 BEP, op. cit., hlm. 50.26 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), cet. 1, hlm. 113.27 Muhammad Noor, dkk., Al-Qur'an al-Karim dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Toha
Putra, 1996), hlm. 370.
15
maka peran orang tua sangat diharapkan dalam pengembangan dan
pembentukan emosi anak. Sebagai orang tua hendaknya mampu
membimbing anaknya agar mereka dapat mengelola emosinya sendiri
dengan baik dan benar. Di samping itu diharapkan anak tidak bersifat
pemarah, putus asa, atau angkuh, sehingga prestasi yang telah dimilikinya
akan bermanfaat bagi dirinya.
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional
adalah:
a. Faktor keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya
mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih
sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama
maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang
kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota
masyarakat yang sehat.28
Hal ini tentu saja tidak mengherankan mengingat keluarga
merupakan sekolah sekaligus lingkungan masyarakat yang pertama
kali dimasuki oleh manusia. Di sekolah yang pertama inilah manusia
yang masih berstatus sebagai anak melewatkan masa-masa kritisnya
untuk menerima pelajaran-pelajaran yang berguna untuk
perkembangan emosinya.
b. Faktor lingkungan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara
sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan
dalam rangka membantu peserta didik agar mampu mengembangkan
potensinya, baik yang menyangkut aspek moral, spiritual, intelektual,
28 Syamsu Yusuf, op. cit., hlm. 37.
16
dan emosional maupun sosial.29 Keberhasilan guru mengembangkan
kemampuan peserta didik mengendalikan emosi akan menghasilkan
perilaku peserta didik yang baik, terdapat dua keuntungan kalau
sekolah berhasil mengembangkan kemampuan siswa dalam
mengendalikan emosi. Pertama; emosi yang terkendali akan
memberikan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi secara optimal.
Kedua; emosi yang terkendali akan mengahasilkan perilaku yang
baik.30 Oleh karena itu orang tua dan guru sebagai pendidik haruslah
menjadi seorang pendidik yang mempunyai pemahaman yang cukup
baik terhadap dasar-dasar kecerdasan emosional.
c. Faktor Masyarakat
Masyarakat merupakan faktor dari luar yang mempengaruhi
kecerdasan emosional, di mana masyarakat yang maju dan kompleks
tuntutan hidupnya cenderung mendorong untuk hidup dalam situasi
kompetitif, penuh saingan dan individualis dibanding dengan
masyarakat sederhana.
Faktor masyarakat terdiri dari lingkungan sosial dan non
sosial.31 Lingkungan sosial meliputi lingkungan keluarga, ustadz dan
siswa. Sedangkan lingkungan non sosial meliputi keadaan pondok
pesantren, alam sekitar dan lain-lain. Baik lingkungan sosial maupun
non sosial, keduanya berpengaruh terhadap kecerdasan emosional
santri dan pada akhirnya akan berpengaruh pada prestasi belajar santri.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosional adalah keluarga/orang tua dan
sekolah serta faktor masyarakat. Keluarga merupakan pendidikan pertama
29 Ibid., hlm. 54.30 Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa Depan, Biografi Publising, (Yogyakarta: t.pt.
2000), hlm. 139.31 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), hlm. 138-140.
17
dan utama bagi anak, sedangkan sekolah merupakan faktor lanjutan dan
apa yang telah diperoleh anak dari keluarga. Keduanya sangat berpengaruh
terhadap emosional anak dan keluargalah yang mempunyai pengaruh lebih
besar dibandingkan sekolah, karena di dalam keluarga kepribadian anak
dapat terbentuk sesuai dengan pola pendidikan orang tua dalam
kehidupannya.
B. Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an
1. Konsep Dasar Pembelajaran Tahfidz Al-Qur’an
a. Pengertian
Al-hifz (hafalan) secara etimologi adalah lawan dari pada lupa,
yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Penghafal adalah orang yang
menghafal dengan cermat dan termasuk sederetan kaum yang
menghafal.32 Kata hifz dalam al-Qur’an berarti banyak hal, sesuai
dengan pemahaman konteks, sebagaimana misalnya firman Allah
dalam surat Yusuf ayat 65 yang diartikan memelihara dan menjaga:
.} :{"Dan kami akan dapat memelihara saudara kami…".33 (Yusuf:65).
Selain arti menjaga dan memelihara, al-hifz juga diartikan
menahan diri dari sesuatu yang tidak dihalalkan oleh Allah SWT
seperti yang terdapat dalam QS al-mukminun ayat 5:
.} :{
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya".34 (al-Mukminun: 5)
32 Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma’arif, Teknik Menghafal al-Qur’an (KaifaTahfiz al-Qur’an), (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), cet. 4, hlm. 23.
33 Muhammad Noor, dkk., Al-Qur’an al-Karim …op.cit., hlm. 194.34 Ibid., hlm. 273.
18
Menurut Abdurrab Nawabuddin, pada hakikatnya pengertian
hafalan tidaklah berbeda baik secara etimologi maupun secara
terminologi dari segi pengungkapannya dan menalarnya, namun ada
dua perkara asasi yang membedakan antara penghafal al-Qur’an,
penghafal al-Hadis, penghafal syair-syair, mutiara-mutiara hikmah,
tamtsil, teks-teks sastra, dan lainnya yaitu:
1) Penghafal al-Qur’an dituntut untuk menghafal secara keseluruhan
baik hafalan maupun ketelitian. Sebab itu tidaklah disebut
penghafal yang sempurna orang yang menghafal al-Qur’an
setengahnya saja atau sepertiganya, dan tidak
menyempurnakannya. Hendaknya hafalan itu berlangsung dalam
keadaan cermat, sebab jika tidak dalam keadaan demikian maka
implikasinya seluruh umat islam dapat disebut penghafal al-
Qur’an, karena setiap muslim dapat dipastikan bisa membaca al-
Fatihah karena merupakan salah satu rukun shalat menurut
mayoritas mazhab.35
Dalam konteks ini, istilah penghafalan al-Qur’an atau pemangku
keutuhan al-Qur’an hampir-hampir tidak dipergunakan kecuali
bagi orang yang hafal semua ayat al-Qur’an dengan hafalan yang
tepat dan berkompeten untuk mengajarkannya kepada orang lain
dengan berlandaskan kaidah-kaidah tilawah dan asas-asas tajwid
yang benar.
2) Menekuni, merutinkan, dan mencurahkan segenap tenaga untuk
melindungi hafalan dari kelupaan. Maka barang siapa yang telah
(pernah) menghafal al-Qur’an kemudian lupa sebagian atau
seluruhnya, karena disepelekan atau diremehkan tanpa alasan
ketuaan atau sakit, tidaklah dinamakan penghafal. Orang seperti itu
tidaklah bisa disebut pemangku keutuhan al-Qur’an. Hal ini
mengingat perbedaan antara al-Qur’an dan al-Hadits atau yang
35Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma’arif, op. cit.,hlm. 26.
19
lainnya. Dalam al-Hadits atau lainnya boleh menyebutkan
kandungan makna saja, dan boleh pula mengubah teksnya. Hal ini
tidak boleh dilakukan terhadap al-Qur’an.36
b. Kaidah-kaidah pembelajaran tahfidz al-Qur’an
Bagi siapapun yang membaca atau menghafal al-Qur’an perlu
memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut:
1) Membaca al-Qur’an sesudah berwudlu. Hal ini dilakukan karena
termasuk zikrullah yang paling utama.
2) Membacanya di tempat yang suci dan bersih. Ini dimaksudkan
untuk menjaga keagungan al-Qur’an. Sebagai orang muslim harus
insaf bahwa al-Qur’an merupakan suatu kitab yang didalamnya
berisi firman Allah maka sudah selayaknya membacanyapun harus
di tempat yang bersih dan suci.
3) Membacanya dengan khusyu’, tenang dan penuh hikmat.
4) Siwak (membersihkan mulut) sebelum mulai membaca.
5) Membaca ta’awwudz sebelum membaca al-Qur’an.
6) Membaca basmallah pada setiap permulaan surah, kecuali
permulaan surah at-Taubah.
7) Membaca dengan tartil.
8) Tadabur/ memikir terhadap ayat-ayat yang dibacanya.
9) Membacanya dengan jahr, karena membacanya dengan jahr yakni
dengan suara yang keras lebih utama.
10) Membaguskan bacaannya dengan lagu yang merdu.37
Untuk itulah, menghafal al-Qur’an perlu memperhatikan
kaidah-kaidah tersebut, karena menghafal merupakan suatu perbuatan
yang sangat terpuji dan mulia.
2. Faktor-faktor penunjang pembelajaran tahfidz al-Qur’an
36 Ibid., hlm. 26-27.37 Muhammad bin Abdul Baqi az-Zarqani, Syarah az-Zarqani ‘Ala Muwaththa’ al-Imam
Malik, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1411H), jilid 2, hlm. 41.
20
a. Syarat menghafal al-Qur’an
Di antara beberapa hal yang harus terpenuhi sebelum
seseorang memasuki periode menghafal al-Qur’an menurut Ahsin W.
Al-Hafidz adalah:38
1) Mampu mengosongkan benaknya dari pikiran-pikiran dan teori-
teori, atau permasalahan-permasalahan yang sekiranya akan
mengganggu.
2) Niat yang ikhlas. Niat yang kuat dan sungguh-sungguh akan
mengantar seseorang ke tempat tujuan, dan akan membentengi atau
menjadi perisai terhadap kendala-kendala yang mungkin akan
datang merintanginya.
3) Memiliki keteguhan dan kesabaran
Keteguhan dan kesabaran merupakan faktor-faktor yang sangat
penting bagi orang yang sedang dalam proses menghafal al-
Qur’an. Hal ini disebabkan karena dalam proses menghafal al-
Qur’an akan banyak sekali ditemui berbagai macam kendala,
mungkin jenuh, mungkin gangguan lingkungan karena bising atau
gaduh, mungkin gangguan batin atau mungkin karena menghadapi
ayat-ayat tertentu yang dirasakan sulit menghafalnya dan lain
sebagainya terutama dalam menjaga kelestarian menghafal al-
Qur’an. Oleh karena itu, untuk senantiasa dapat melestarikan
hafalan perlu keteguhan dan kesabaran, karena kunci utama
keberhasilan menghafal al-Qur’an adalah ketekunan menghafal dan
mengulang-ulang ayat-ayat yang telah dihafalnya. Itulah sebabnya
maka Rasulullah SAW selalu menekankan agar para penghafal
bersungguh-sungguh dalam menjaga hafalannya.
4) Istiqamah
Yang dimaksud dengan istiqamah yaitu konsisten, yakni tetap
menjaga keajegan dalam proses menghafal al-Qur’an. Dengan
38 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Membaca Al-Qur’an, op. cit., hlm. 48-55.
21
perkataan lain, seorang penghafal al-Qur’an harus senantiasa
menjaga kontinuitas dan efisiensi terhadap waktu, seorang
penghafal yang konsisten akan sangat menghargai waktu, begitu
berharganya waktu baginya. Betapa tidak, kapan saja dan dimana
saja ada waktu terulang, intuisinya segera mendorong untuk segera
kembali kepada al-Qur’an.
5) Menjauhkan diri dari maksiat dan sifat-sifat tercela
Perbuatan maksiat dan perbuatan yang tercela merupakan suatu
perbuatan yang harus dijauhi bukan saja oleh orang yang
menghafal al-Qur’an, tetapi juga oleh kaum muslimin pada
umumnya, karena keduanya mempunyai pengaruh yang besar
terhadap perkembangan jiwa dan mengusik ketenangan hati orang
yang sedang dalam proses menghafal al-Qur’an, sehingga akan
menghancurkan istiqomah dan konsentrasi yang telah terbina dan
terlatih sedemikian bagus.
Di antara sifat-sifat tercela tersebut antara lain: (a) khianat, (b)
bakhil, (c) pemarah, (d) membicarakan aib orang, (e) memencilkan
diri dari pergaulan, (f) iri hati, (g) memutuskan tali silaturahmi, (h)
cinta dunia, (i) berlebih-lebihan, (j) sombong, (k) dusta, (l) ingkar,
(m) makar, (n) mengumpat, (o) riya’, (p) banyak cakap, (q) banyak
makan, (r) angkuh, (s) meremehkan orang lain, (t) penakut, (u)
takabur dan sebagainya.
Apabila seorang penghafal al-Qur’an dihinggapi penyakit-penyakit
tersebut maka usaha dalam menghafal al-Qur’an akan menjadi
lemah apabila tidak ada orang lain yang memperhatikannya.
6) Izin orang tua, wali dan suami
Adanya izin dari orang tua, wali, atau suami memberikan
pengertian bahwa:
22
a. Orang tua, wali atau suami telah merelakan waktu kepada anak,
istri atau orang di bawah perwaliannya untuk menghafal al-
Qur’an.
b. Merupakan dorongan moral yang amat besar bagi tercapainya
tujuan menghafal al-Qur’an, karena tidak adanya kerelaan
orang tua, wali atau suami akan membawa pengaruh batin yang
kuat sehingga penghafal menjadi bimbang dan kacau
pikirannya.
c. Penghafal mempunyai kebebasan dan kelonggaran waktu
sehingga ia merasa bebas dari tekanan yang menyesakkan
dadanya, dan dengan pengertian yang besar dari orang tua, wali
atau suami maka proses menghafal menjadi lancar.
7) Mampu membaca dengan baik
Sebelum seorang penghafal melangkah pada periode menghafal,
seharusnya ia terlebih dahulu meluruskan dan memperlancar
bacaannya. Dalam hal ini seseorang yang hendak menghafal al-
Qur’an terlebih dahulu:
a) Meluruskan bacaannya sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu
tajwid
b) Memperlancar bacaannya
c) Membiasakan lisan dengan fonetik Arab
d) Memahami bahasa dan tata bahasa Arab
Masalah-masalah di atas mempunyai nilai fungsional penting
dalam menunjang tercapainya tujuan menghafal al-Qur’an dengan
mudah.
8) Menentukan Target Hafalan
Untuk melihat seberapa banyak waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan program yang direncanakan, maka penghafal
perlu membuat target harian. Target bukanlah merupakan aturan
23
yang dipaksakan tetapi hanya sebuah kerangka yang dibuat sesuai
dengan kemampuan dan alokasi waktu yang tersedia.
Bagi penghafal yang mempunyai waktu sekitar empat jam
setiap harinya, maka penghafal dapat membuat target hafalan satu
muka setiap hari. Komposisi waktu empat jam untuk tambahan
hafalan satu muka dengan takrirnya adalah ukuran yang ideal.
Alokasi waktu tersebut dapat dikomposisikan sebagai berikut:
1) Menghafal pada waktu pagi selama satu jam dengan target
hafalan satu halaman untuk hafalan awal dan satu jam lagi
untuk hafalan pemantapan pada sore hari.
2) Mengulang (takrir) pada waktu siang selama satu jam dan
mengulang pada waktu malam selama satu jam. Pada waktu
siang untuk takrir, atau pelekatan hafalan-hafalan yang masih
baru, sedang pada malam hari untuk mengulang dari juzu’
pertama sampai kepada bagian terakhir yang dihafalnya secara
terjadwal dan tertib, seperti satu hari takrir satu, dua atau tiga
juzu’ dan seterusnya.39
Dengan komposisi waktu sebagaimana diterangkan di atas
sebenarnya cukup longgar untuk target menghafal per hari satu
halaman dengan mempunyai nilai lebih dan cukup mantap
pelekatan hafalannya. Dalam hal ini, para penghafal al-Qur’an
mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda dalam proses
menyelesaikan menghafal al-Qur’an, yakni:
1) Menjaga keseimbangan antara menghafal dengan
muraja’ahnya, yaitu berpedoman pada acuan target waktu
hafalan sebagaimana di atas.
2) Menghafal secara takhasus. Bagi penghafal yang memiliki
kemampuan dan kecerdasan tinggi dan memiliki kapasitas
waktu yang cukup, apalagi tidak memiliki kegiatan lain selain
39 Ibid., hlm. 77.
24
menghafal al-Qur’an. Apabila minimal penghafal dapat
menghafal satu lembar secara rutin, maka ia akan dapat
menyelesaikan program menghafal tiga puluh juzu’ hanya
kurang lebih dalam waktu satu tahun.
3) Sebagian kecil dari pada penghafal ada pula yang melakukan
dengan menghafal terlebih dahulu seluruhnya, baru kemudian
setelah selesai kembali mengulang dari awal. Cara ini kurang
efektif, karena ayat-ayat yang terlalu lama ditinggalkan akan
sulit mengembalikan sebagaimana hafalan semula, apalagi
kadar pelekatan hafalannya belum mencapai kemampuan.
4) Menghafal dengan sistem partial, yaitu dengan istirahat pada
bagian tertentu, untuk kemudian melancarkannya terlebih
dahulu sehingga bagian yang telah dihafalnya itu benar-benar
mantap. Umpamanya, pada setiap lima juzu’, atau 10 juzu’
berhenti, kemudian dimantapkannya. Setelah benar-benar
mantap baru dilanjutkan pada sepuluh juzu’ berikutnya, dan
demikian seterusnya. Penghafal dengan cara seperti ini
biasanya tidak terikat oleh panjang atau pendeknya masa untuk
menyelesaikannya.40
Menurut Ahsin Sakho Muhammad sebagaimana ditengarai
Muhaimin Zen, dalam menentukan target hafalan biasa ditempuh
dengan cara sebagai berikut:
1) Menghafal perhalaman pada mushaf ayat pojok. Jika hal ini
dilakukan maka seorang akan selesai menghafalkan al-Qur’an
dalam waktu 600 hari atau kurang dari dua tahun, karena setiap
juz mempunyai 10 lembar atau 20 halaman. Satu halaman
terdapat 15 baris. Jadi kalau 30 juz berarti 300 lembar atau 600
halaman. Jika target hafalannya separuh halaman berarti dia
40 Ibid., hlm. 78-79.
25
baru mengkhatamkan al-Qur’an setelah 1200 hari atau kurang
dari 4 tahun.
2) Menghafal per sumun atau1/8. Perlu diketahui bahwa setiap juz
terbagi menjadi 2 hizb. Setiap hizb terbagi menjadi 4 bagian.
Jadi setiap juz ada 8 bagian. Satu bagian tersebut dinamakan
sumun. Jika hal ini dilakukan, maka seorang akan selesai
menghafalkan al-Qur’an selama 240 hari, yaitu 8 sumun kali 30
juz. Berarti kurang dari satu tahun. Jika target hafalannya
setengah sumun, berarti dia baru selesai menghafal 440 hari
atau setahun lebih.
3) Menghafal beberapa ayat saja semisal 3 sampai 5 ayat. Jika
demikian, maka waktu selesai menghafal menjadi tambah
panjang.41
b. Manajemen waktu pembelajaran tahfidz al-Qur’an
Pengaturan waktu dan pembatasan pembelajaran adalah
merupakan faktor penting untuk menghafal al-Qur’an. Pengaturan
waktu dan pembagiannya sehingga menjadi satuan yang tepat,
umpamanya ada jam-jam pagi dan siang, akan memperoleh hasil yang
optimal. Fungsi terpenting yang dapat dirasakan dari pembagian waktu
adalah memperbaharui semangat dan kemauan, meniadakan kejemuan
dan kebosanan, mengupayakan adanya kesungguhan, mengurangi
senda gurau. Perangkat ini merupakan ciri-ciri muslim yang paling
dalam. Dalam kaitannya dengan upaya menghafal al-Qur’an tampak
adanya tanda-tanda betapa sangat pentingnya pembagian waktu dan
pengalokasiannya. Berikut ini diketengahkan ringkasan dari hal-hal
tersebut:
1) Untuk menghafal al-Qur’an atau untuk mengingat-ingatnya
selayaknya kita memilih waktu yang paling tepat, yakni yang dapat
41 A. Muhaimin Zen, Bunga Rampai Mutiara Al-Qur’an; Pembinaan Qari’ Qari’ah danhafizh Hafizhah, (Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurra’ wa al-Huffazh, 2006), hlm. 117-118.
26
memberi ketenangan pada hati dan otak, tidak sedang tegang, dan
dalam kondisi yang prima. Diantara waktu yang paling tepat adalah
sebelum waktu fajar, karena hati masih tenang, dapat
berkonsentrasi dengan baik, dan suasananya masih sunyi dari hiruk
pikuk. Waktu lainnya adalah setelah fajar sampai matahari terbit,
pada waktu setelah bangun tidur siang, atau asar. Para dokter
menasehatkan agar seseorang tidak belajar langsung setelah
makan.
2) Mengatur waktu, untuk menghafal dan untuk yang lainnya. Para
ahli jiwa (psikolog) berpendapat bahwa pengaturan waktu yang
baik akan berpengaruh besar terhadap melekatnya materi. Siapa
yang menghafal suatu nash (teks) selama satu bulan, maka
hafalannya akan melekat erat dan bertahan lama dibandingkan
dengan orang yang membaca teks yang sama dalam waktu satu
minggu.
3) Tidak memaksakan mengulang-ulangnya dengan sekaligus karena
hal tersebut dapat enimbulkan kejemuan. Orang yang menghafal
satu jam lalu beristirahat agar materi yang baru dihafal mengendap
dalam benak, lebih baik dibandingkan dengan mereka yang
membaca al-Qur’an dalam waktu satu hari penuh dalam keadaan
otak lesu.
Seyogyanya para siswa yang membagi waktu untuk menghafal
al-Qur’an memperhatikan hal-hal berikut:
1) Upayakan memilih waktu untuk membaca al-Qur’an pada saat otak
dalam keadaan tenang.
2) Terus menerus dalam menghafalnya.42
c. Metode pembelajaran tahfidz al-Qur’an
42 Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma’arif, op. cit.,hlm. 39-41.
27
Ada beberapa metode yang mungkin bisa dikembangkan
dalam rangka mencari alternatif terbaik untuk menghafal al-Qur’an,
dan bisa memberikan bantuan kepada para penghafal dalam
mengurangi kepayahan dalam menghafal al-Qur’an. Metode-metode
tersebut antara lain seperti yang akan diuraikan di bawah ini:
1) Metode wahdah
Maksud dari metode ini yaitu menghafal satu-persatu
terhadap ayat-ayat yang hendak dihafalnya. Untuk mencapai
hafalan awal, setiap ayat bisa dibaca sebanyak sepuluh kali, atau
dua puluh kali, atau lebih sehingga proses ini mampu membentuk
pola dalam bayangannya. Dengan metode ini diharapkan penghafal
akan mampu mengkondisikan ayat-ayat yang dihafalkannya bukan
saja dalam bayangannya, akan tetapi hingga benar-benar
membentuk gerak refleks pada lisannya. Setelah benar-benar hafal
barulah dilanjutkan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang
sama.
2) Metode kitabah
Kitabah artinya menulis. Metode ini memberikan alternatif
lain daripada metode yang pertama. Pada metode ini penghafal
terlebih dahulu menulis ayat-ayat yang akan dihafalnya pada
secarik kertas yang telah disediakan untuknya. Kemudian ayat-ayat
tersebut dibacanya sehingga lancar dan benar bacaannya, lalu
dihafalkannya. Menghafalnya bisa dengan metode wahdah, atau
dengan berkali-kali menuliskannya sehingga ia dapat sambil
memperhatikan dan sambil menghafalnya dalam hati. Metode ini
cukup praktis dan baik, karena di samping membaca dengan lisan,
aspek visual menulis juga akan sangat membantu dalam
mempercepat terbentuknya pola hafalan dalam bayangannya.
3) Metode sima’i
28
Sima’i artinya mendengar. Yang dimaksud dengan metode
ini adalah mendengarkan sesuatu bacaan untuk dihafalkannya.
Metode ini akan sangat efektif bagi penghafal yang mempunyai
daya ingat ekstra, terutama bagi penghafal tuna netra, atau anak-
anak di bawah umur yang belum mengenal baca tulis al-Qur’an.
Metode ini dapat dilakukan dengan dua alternatif:
a. Mendengar dari guru yang membimbingnya, terutama bagi
penghafal tunanetra atau anak-anak. Dalam hal seperti ini,
instruktur dituntut untuk lebih berperan aktif, sabar dan teliti
dalam membacakan dan membimbingnya, karena ia harus
membacakan satu per satu ayat untuk dihafalnya, sehingga
penghafal mampu menghafalnya secara sempurna. Baru
kemudian dilanjutkan dengan ayat berikutnya.
b. Merekam terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafalkannya ke
dalam pita kaset sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Kemudian kaset diputar dan didengar secara seksama sambil
mengikutinya secara perlahan-lahan. Kemudian diulangi lagi
dan diulangi lagi, dan seterusnya menurut kebutuhan sehingga
ayat-ayat tersebut benar-benar hafal diluar kepala. Setelah
hafalan dianggap cukup mapan barulah berpindah kepada ayat-
ayat berikutnya dengan cara yang sama dan demikian
seterusnya.
4) Metode gabungan
Metode ini merupakan gabungan antara metode pertama
dan metode kedua, yakni metode wahdah dan metode kitabah.
Hanya saja kitabah (menulis) di sini lebih memiliki fungsional
sebagai uji coba terhadap ayat-ayat yang telah dihafalnya. Maka
dalam hal ini, setelah penghafal selesai menghafal ayat yang
dihafalnya, kemudian ia mencoba menuliskannya diatas kertas
yang telah disediakan untuknya dengan hafalan pula. Kelebihan
29
metode ini adalah adanya fungsi ganda, yakni fungsi menghafal
dan sekaligus berfungsi untuk pemantapan hafalan. Pemantapan
hafalan dengan cara ini pun akan baik sekali, karena dengan
menulis akan memberikan kesan visual yang mantap.
5) Metode jama’
Yang dimaksud dengan metode jama’ di sini ialah cara
menghafal yang dilakukan secara kolektif, yakni ayat-ayat yang
dihafal dibaca secara kolektif, atau bersama-sama, dipimpin oleh
seorang instruktur. Pertama, instruktur membacakan satu ayat atau
beberapa ayat siswa menirukan secara bersama-sama. Kemudian
instruktur membimbingnya dengan mengulang kembali ayat-ayat
tersebut dan siswa mengikutinya. Setelah ayat-ayat itu dapat
mereka baca dengan baik dan benar, selanjutnya mereka mengikuti
bacaan instruktur dengan sedikit demi sedikit mencoba melepaskan
mushaf (tanpa melihat mushaf) dan demikian seterusnya sehingga
ayat-ayat yang sedang dihafalnya itu benar-benar sepenuhnya
masuk dalam bayangannya. Setelah semua siswa hafal, barulah
kemudian diteruskan pada ayat-ayat berikutnya dengan cara yang
sama. Cara ini termasuk metode yang baik untuk dikembangkan,
karena akan dapat menghilangkan kejenuhan disamping akan
banyak membantu menghidupkan daya ingat terhadap ayat-ayat
yang dihafalnya.43
c. Strategi pembelajaran tahfidz al-Qur’an
Menurut Ahsin W. Al-Hafiz, ada beberapa strategi yang dapat
digunakan dalam pembelajaran tahfiz al-Qur’an untuk membantu
mempermudah membentuk kesan dalam ingatan terhadap ayat-ayat
yang dihafal, antara lain sebagai berikut: 44
1) Strategi pengulangan ganda
43 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Membaca Al-Qur’an, op. cit., hlm. 63-66.44 Ibid., hlm. 67-73.
30
Untuk mencapai tingkat hafalan yang baik tidak cukup
dengan sekali proses menghafal saja. Salah besar apabila seseorang
menganggap dan mengharap dengan sekali menghafal saja
kemudian ia menjadi seorang yang hafal al-Qur’an dengan baik.
Persepsi ini adalah persepi yang salah dan justru mungkin akan
menimbulkan kekecewaan setelah menghadapi kenyataan yang
berbeda dengan anggapannya.
Posisi akhir tingkat kemapanan suatu hafalan itu terletak
pada pelekatan ayat-ayat yang dihafalnya pada bayangan, serta
tingkat keterampilan lisan dalam mereproduksi kembali terhadap
ayat-ayat yang telah dihafalna. Semakin banyak pengulangan maka
semakin kuat pelekatan hafalan itu dalam ingatannya, lisan pun
akan membentuk gerak reflek sehingga seolah-olah ia tidak
berpikir lagi unutk melafalkannya, sebagaimana orang mambaca
surat al-Fatihah. Karena sudah terlalu seringnya ia membaca maka
surat al-Fatihah itu sudah menempel pada lisannya sehingga
mengucapkannya merupakan gerak reflektif.
2) Tidak beralih pada ayat berikutnya sebelum ayat yang sedang
dihafal benar-benar hafal
Pada umumnya, kecenderungan seseorang dalam
menghafal al-Qur’an ialah cepat-cepat selesai, atau cepat mendapat
sebanyak-banyaknya. Hal ini menyebabkan proses menghafal itu
sendiri menjadi tidak konstan, atau tidak stabil. Kanyataannya di
antara ayat-ayat al-Quran itu ada sebagian yang mudah dihafal, dan
ada pula sebagian yang sulit menghafalkannya. Sebagai akibat dari
kecenderungan yang demikian akan menyebabkan banyak ayat-
ayat yang terlewati. Karena itu, memang dalam menghafal al-
Qur’an diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam mengamati
kalimat-kalimat dalam suatu ayat yang hendak difalkannya,
terutama pada ayat-ayat yang panjang.
31
Karena itulah, hendaknya penghafal tidak beralih kepada
ayat yang lain sebelum dapat menyelesaikan ayat-ayat yang sedang
dihafalnya. Biasanya, ayat-ayat yang sulit dihafal, dan akhirnya
dapat kita kuasai walaupun dengan pengulangan yang sebanyak-
banyaknya, akan memiliki pelekatan hafalan yang baik dan kuat.
3) Menghafal urutan-urutan ayat yang dihafalnya dalam satu kesatuan
jumlah setelah benar-benar hafal ayat-ayatnya
Untuk mempermudah proses ini,maka memakai al-Qur’an
yang biasa disebut dengan al-Qur’an pojok akan sangat membantu.
Jenis mushaf al-Qur;an ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Setiap juz terdiri dari sepuluh lembar
2) Pada setiap muka/halaman diawali dengan awal ayat, dan
diakhiri dengan akhir ayat
3) Memiliki tanda-tanda visual yang cukup membantu dalam
proses menghafal a-Qur’an
4) Menggunakan satu jenis mushaf
Di antara strategi menghafal yang banyak membantu
proses menghafal al-Qur’an ialah menggunakan satu jenis mushaf.
Memang tidak ada keharusan menggunakan satu jenis mushaf
tertentu, mana saja jenis mushaf yang disukai boleh dipilih asal
tidak berganti-ganti. Hal ini perlu diperhatikan, karena bergantinya
penggunaan satu mushaf kepada mushaf yang lain akan
membingungkan pola hafalan dalam bayangannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aspek visual
sangat mempengaruhi dalam pembentukan pola hafalan. Seorang
yang sudah hafal al-Qur’an sekalipun akan menjadi terganggu
hafalannya ketika membaca mushaf al-Qur’an yang tidak biasa
dipakai pada waktu proses menghafalkannya. Untuk itu akan lebih
memberikan keuntungan jika orang yang sedang menghafal al-
Qur’an hanya menggunakan satu jenis mushaf saja.
32
5) Memahami pengertian ayat-ayat yang dihafalnya
Memahami pengertian, kisah atau asbab an-nuzul yang
terkandung dalam ayat yang sedang dihafalnya merupakan unsur
yang sangat mendukung dalam mempercepat proses menghafal al-
Qur’an. Pemahaman itu sendiri akan lebih memberi arti bila
didukung dengan pemahaman terhadap makna kalimat, tata bahasa
dan struktur kalimat dalam suatu ayat. Dengan demikian maka
penghafal yang menguasai bahasa Arab dan memahami struktur
bahasanya akan lebih banyak mendapatkan kemudahan dari pada
mereka yang tidak mempunyai bekal penguasaan bahasa Arab
sebelumnya. Dan dengan cara seperti ini, maka pengetahuan
tentang ulum al-Qur’an akan banyak sekali terserap oleh para
penghafal ketika dalam proses menghafal al-Qur’an.
6) Memperhatikan ayat-ayat yang serupa
Ditinjau dari aspek makna, lafal dan susunan atau struktur
bahasanya di antara ayat-ayat dalam al-Qur’an banyak yang
terdapat keserupaan dan kemiripan antara satu dengan yang
lainnya. Ada yang benar-benar sama, ada yang hanya berbeda
dalam dua, atau tiga huruf saja, ada pula yang hanya berbeda
susunan kalimatnya saja.
7) Disetorkan pada seorang pengampu
Menghafal al-Qur’an memerlukan adanya bimbingan yang
terus menerus dari seorang pengampu, baik untuk menambah
setoran hafalan baru, atau untuk takrir, yakni mengulang kembali
ayat-ayat yang telah disetorkannya terdahulu. Menghafal al-Qur’an
dengan sistem setoran dengan kepada pengampu akan lebih baik
dibanding dengan menghafal sendiri dan juga akan memberikan
hasil yang berbeda.
3. Motivasi dan memorisasi hafalan al-Qur’an
33
a. Motivasi intern dan ekstern
Menghafal al-Qur’an menuntut kesungguhan khusus,
pekerjaan yang berkesinambungan, dan kemauan keras tanpa
mengenal bosan dan jemu. Karena itulah maka memberikan motivasi
adalah suatu hal yang urgen.45 Menurut Ahsin W.al-Hafidz untuk
menumbuhkan motivasi menghafal al-Qur’an dapat diupayakan
dengan melalui beberapa pendekatan sebagai berikut:46
1) Menanamkan sedalam-dalamnya tentang nilai keagungan al-
Qur’an dalam jiwa anak didik yang menjadi asuhannya
2) Memahami keutamaan-keutamaan membaca, mempelajari atau
menghafal al-Qur’an. Hal ini dilakukan dengan berbagai kajian
yang berkaitan dengan al-Qur’an
3) Menciptakan kondisi lingkungan yang benar-benar mencerminkan
al-Qur’an
4) Mengembangkan objel perlunya menghafal al-Qur’an, atau
mempromosikan idealisme suatu lembaga pendidikan yang
bercirikan al-Qur’an, sehingga animo untuk menghafal al-Qur’an
akan selalu muncul dengan persepsi baru
5) Mengadakan atraksi-atraksi, atau haflah mudarasati al-Qur’an,
atau semaan umum bi al-ghaib, atau dengan mengadakan
musabaqah-musabaqah hafalan al-Qur’an
6) Mengadakan studi banding dengan mengundang atau mengunjungi
lembaga-lembaga pendidikan, atau pondok pesantren yang
bercirikan al-Qur’an yang memungkinkan dapat memberikan
masukan-masukan baru untuk menyegarkan kembali minat
menghafal al-Qur’an, sehingga program yang sedang dilakukan
tidak mandek di tengah jalan.
b. Fungsi memorisasi hafalan al-Qur’an
45Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma’arif, op. cit.,hlm. 48-49.46 Ahsin W. Al-Hafidz, Bimbingan Praktis Membaca Al-Qur’an, op. cit., hlm. 42.
34
Memorisasi sangatlah penting bagi penghafal al-Qur’an
sebagai sarana untuk melestarikan al-Qur’an. Karena akan percuma
saja menghafal al-Qur’an bertahun-tahun ketika penghafal al-Qur’an
malah menghilangkannya. Secara sederhana, memorisasi dapat
dikatakan sebagai upaya untuk melakukan pelekatan materi hafalan ke
dalam ingatan. Dalam konteks tahfiz al-Qur’an, memorisasi diartikan
sebagai upaya meletakkan ayat-ayat al-Qur’an ke dalam ingatan.
Mengingat berarti menyerap atau melekatkan pengetahuan
dengan jalan pengecaman secara aktif, atau ingatan (memori) adalah
kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan dan mereproduksi kesan-
kesan.47 Maka kesungguhan dalam upaya memorisasi sangat
berpengaruh pada kekuatan hafalannya. Semakin aktif pengecaman
seseorang yang melakukan kegiatan hafalan, akan semakin mudah
mereproduksinya ketika dibutuhkan.
Memori juga diartikan sebagai proses mental yang meliputi
pengkodean, penyimpanan, dan pemanggilan kembali informasi dan
pengetahuan.48 Namun antara satu orang dengan yang lain akan
berbeda kekuatan memorinya disebabkan faktor emosi. Semakin
hafalan itu menyentuh perasaannya, semakin kuat pula memorinya.
Ingatan seseorang berhubungan erat dengan kondisi jasmani
dan emosi. Seseorang akan mengingat sesuatu lebih baik, apabila
peristiwa-peristiwa itu menyentuh perasaan. Sedangkan kejadian yang
tidak menyentuh emosi dibiarkan saja.49 Akan lebih kuat lagi memori
seseorang terhadap suatu peristiwa, manakala peristiwa itu pernah
dialaminya. Orang dapat mengingat sesuatu kejadian, ini berarti yang
diingat itu pernah dialami atau kejadian itu pernah dimasukkan
47 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.14.
48 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan; Suatu Pengantar Baru, (Bandung: RemajaRosdakarya, 1995), hlm. 95.
49 Wasti Sumanto, Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, (Jakarta:Rineka Cipta, 1998), hlm. 28.
35
kedalam jiwanya, kemudian disimpan dan pada waktu kejadian itu
ditimbulkan kembali dalam kesadaran. Dengan demikian ingatan itu
mencakup kemampuan; memasukkan (learning), menyimpan
(retention), dan mengeluarkan kembali (remembering).50
Karena itulah para penghafal al-Qur’an melakukan beberapa
hal agar upaya memorisasi al-Qur’an dapat tercapai dengan baik.
Abdurrab Nawabuddin mengatakan sebagai berikut:51
1) Mengulang-ulang dan menderasnya secara teratur
2) Membiasakan hafalan
3) Mendengarkan bacaan orang lain
4) Meneliti makna dan merenungkannya
Dengan teknik memorisasi seperti di atas, penghafal al-Qur’an
akan mudah melakukan memorisasi, sehingga seluruh bacaan yang ada
dalam al-Qur’an dapat merasuk kedalam jiwanya dan mudah
memproduksi ketika dibutuhkan. Hal ini relevan dengan tujuan
pembelajaran al-Qur’an yang paling tinggi adalah menjadikan seluruh
bacaan al-Qur’an terekam dalam hafalan seseorang, dan banyak umat
islam yang mampu menghafalnya.
Sedangkan Muhaimin Zen membagi upaya memorisasi hafalan
al-Qur’an kedalam dua kategori. Pertama, bagi yang belum selesai 30
juz. Kedua, bagi yang sudah selesai 30 juz. Untuk yang pertama,
upaya memorisasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:52
1) Takrir sendiri
Seorang yang menghafal al-Qur’an harus bisa memanfaatkan
waktu untuk takrir dan untuk menambah hafalan. Hafalan yang
baru harus selalu ditakrir, minimal dalam sehari dua kali dalam
jangka waktu satu minggu. Sedangkan hafalan yang lama harus
ditakrir setiap hari atau dua hari sekali. Artinya semakin banyak
50 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 1989), hlm. 117.51 Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma’arif, op. cit.,hlm. 85-94.52A. Muhaimin Zen, Bunga Rampai...op. cit., hlm. 97-98.
36
hafalan harus semakin banyak pula waktu yang dipergunakan
untuk takrir.
2) Takrir dalam Shalat
Seorang yang menghafal al-Qur’an hendaknya bisa memanfaatkan
hafalannya sebagai bacaan dalam shalat, baik sebagai imam atau
untuk shalat sendiri. Selain menambah keutamaan, cara demikian
juga akan menambah kemantapan hafalannya.
3) Takrir Bersama
Seorang yang menghafal al-Qur’an perlu melakukan takrir bersama
dengan dua teman atau lebih. Dalam takrir ini setiap orang
membaca materi takrir yang ditetapkan secara bergantian, misalnya
masing-masing satu halaman, dua halaman atau ayat per ayat.
Ketika seorang membaca, maka yang lain mendengarkan dan
membetulkan jika ada yang salah.
37
4) Takrir kepada Instruktur/Guru
Seorang yang menghafal al-Qur’an harus selalu menghadap
instruktur atau guru untuk takrir hafalan yang sudah diajukan.
Materi takrir yang dibaca harus lebih banyak dari materi tahfiz,
yaitu satu banding sepuluh. Artinya, apabila penghafal sanggup
setor hafalan baru dua halaman, maka harus diimbangi dengan
takrir dua puluh halaman (satu juz).
Sedangkan kategori yang kedua, yang sudah hafal 30 juz bisa
ditempuh dengan cara membagi al-Qur’an menjadi tujuh bagian, yang
diistilahkan dalam kata famy bisyauqin ( ), artinya lisanku
selalu dalam kerinduan. Huruf-huruf dari kata tersebut merupakan
batas untuk takrir setiap hari, yaitu:
1) ( ) Fa’ (hari pertama) dari surat al-Fatihah sampai akhir surat an-
Nisa’.
2) ( ) Mim (hari kedua) dari surat al-Maidah sampai akhir surat at-
Taubah.
3) ( ) Ya’ (hari ketiga) dari surat Yunus sampai surat an-Nahl.
4) ( ) Ba’ (hari keempat) dari surat Bani-Israil sampai akhir surat al-
Furqan.
5) ( ) Syin (hari kelima) dari surat as-Syu’ara’ sampai akhir surat
Yasin.
6) ( ) Waw (hari keenam) dari surat wa as-Shaffat sampai akhir surat
Hujurat.
7) ( ) Qaf (hari ketujuh) dari surah Qaf sampai surah an-Nas.53
53 Ibid., hlm. 98-99.
38
4. Problematika Menghafal Al –Qur’an54
1. Ayat-ayat yang sudah di hafal lupa lagi
Lupa adalah lawan dari ingat,menurut Al-Jurjani lupa adalah
suasana tidak ingat yang bukan dalam keadaan mengantuk atau tidur.
lupa merupakan suatu problema yang tidak hanya dialami oleh
sebagian kecil penghafal Al-Qur’an,namun hampir seluruh para
penghafal Al-Qur’an mengalaminya.solusi yang harus dilakukan
adalah:
a. Tidak meninggalkan hafalan baru terlalu lama,karena hafalan
baru sangat mudah hilang
b. Mengulangi hafalan.
Pengetahuan modern mengatakan bahwa materi yang di
lupakan persis setelah dihafal akan memerlukan waktu yang lebih
sedikit daripada waktu untuk menghafal suatu teks yang tidak
pernah di pelajari sebelumnya.jadi mengulang-ulang hafalan yang
lupa itu lebih mudah daripada menghafal materi yang baru
c. Mendengarkan dari yang lain termasuk kaset adalah cara yang
baik disamping mengingat-ingat sendiri
d. Mengerti akan makna dan arti dari materi yang telah di hafal serta
berupaya untuk merenungkannya. Merenungkan dan
memikirkannya saat membaca itu akan membantu dan
menetapkannya dalam hati.
2. Banyak ayat yang serupa tapi tidak sama
54 Ilham Agus Sugianto,Kiat Praktis Menghafal Al-Qur’an, (Bandung: Mujahid Press,2004),hlm100-104
39
Maksudnya pada awalnya sama dan mengenai yang sama pula,
tetapi pada pertengahan atau ahir ayatnya berbeda, atau sebaliknya,
pada awalnya tidak sama tetapi pada pertengahannya atau akhir
ayatnya sama.
Adapun cara penyelesaiannya dengan memberi catatan pinggir
pada Al-Qur’an yang dipakai untuk menghafal bahwa ayat tersebut
sama dengan halaman berapa,atau sura tapa,juz berapa dan ayat
berapa, kemudian ayat-ayat yang serupa tersebut di beri garis bawah.
Bila perlu diketahui sejarah turunnya ayat bila ada.bila tidak,cukup di
baca terjemahannya untuk mengetahui peristiwa atau isi kandungan
ayat tersebut.
3. Gangguan Asmara
Persoalan ini muncul karena mayoritas penghafal Al-
Qur’an berada pada jenjang usia pubertas, sehingga mulai tertarik
dengan lawan jenis.Hal ini bisa diantisipasi dengan tidak
membiarkannya bergaul secara bebas,atau dipalingkan pada kegiatan-
kegiatan yang lebih bermanfaat.Namun terkadang gangguan Asmara
ini bukan merupakan suatu gangguan yang berarti,bahkan bisa
dijadikan sebagai pemicu semangat dalam menyelesaikan hafalan,jika
yang bersangkutan bisa menyikapinya dengan bersifat kedewasaan.
4. Sukar menghafal
Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor antara lain,
tingkat IQ yang rendah,pikiran yang sedang kacau,badan kurang
sehat, kondisi di sekitar sedang gaduh sehingga sulit untuk
berkonsentrasi. Persoalan ini dapat diatasi sendiri oleh penghafal
karena dialah yang paling tahu tentang dirinya sendiri
5. Melemahnya semangat penghafal
Hal ini biasa terjadi pada waktu menghafal berada pada juz-juz
pertengahan, Ini disebabkan karena dia melihat pekerjaan menghafal
yang masih banyak. Untuk mengatasinya harus dengan kesabaran
40
yang terus-menerus dan punya keyakinan bahwa menghafalnya akan
berangsur-angsur bisa terlewati sampai khatam.
6. Tidak istiqomah
Penyebabnya antara lain terpengaruh teman-teman yang bukan
penghafal untuk mengadakan kegiatan yang tidak ada kaitannya
dengan menghafal sehingga banyak membuang waktu.Ada kalanya
terpengaruh dengan cara dan pola penghafal yang memiliki tingkat IQ
tinggi sehingga membutuhkan waktu menghafal yang berbeda.Untuk
mengatasi hal ini kembali pada tingkat kesadaran penghafal dan
arahan atau bimbingan dari guru.
C. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kemampuan Menghafal Santri
Kecerdasan emosional sangat berhubungan dengan kemampuan
menghafal seseorang. Kecerdasan emosi menunjuk kepada suatu kemampuan
untuk memahami perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain.
Kemampuan untuk memotivasi dirinya sendiri dan menata dengan baik emosi-
emosi yang muncul dalam dirinya sendiri dan dalam berhubugan dengan
orang lain. Sehingga tidak salah jika para ahli ilmu jiwa mengatakan bahwa
kecerdasan kognitif (IQ)itu hanya mempunyai peran 20% dalam keberhasilan
hidup manusia. Sedangkan sisanya yaitu 80% akan ditentukan oleh faktor-
faktor lain, termasuk didalamnya faktor terpenting adalah kecerdasan emosi
(EQ).55 Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan kognitif itu hanya mempunyai
peran setelah kecerdasan emosi, dalam menentukan puncak prestasi dalam
pekerjaan seseorang termasuk di dalamnya dalam membentuk kemampuan
menghafal.
Mengingat begitu pentingnya peran kecerdasan emosi dalam
membentuk kemampuan menghafal, maka kecerdasan emosi sangat
diperlukan bagi seorang santri. Menghafal al-Qur'an adalah proses membaca
55 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah, IAIN WalisongoSemarang, 2001), hlm. 154.
41
dan mencamkan al-Qur'an tanpa melihat tulisan al-Qur'an (di luar kepala)
secara berulang-ulang agar senantiasa ingat dalam rangka memperoleh
ilmunya atau suatu proses berusaha untuk mengingat sesuatu, dalam hal ini al-
Qur'an tanpa melihat mushaf secara berulang-ulang agar senantiasa ingat
dengan berlandaskan kaidah tilawah dan asas tajwid yang benar.
Oleh karena itu kemampuan menghafal sangat penting bagi seorang
santri dalam rangka mewujudkan keinginannya dalam menghafal al-Qur’an
dengan baik dan benar, yang diaplikasikan dalam bentuk kelancaran, tajwid
dan kefasihannya dalam membacanya. Sebab kemampuan menghafal
merupakan modal dasar bagi seorang santri dalam proses menghafal al-
Qur;an. Karena belajar menghafal merupakan proses psikis, maka
keberhasilan belajar menghafal banyak ditentukan oleh individu sendiri.
Orang lain, termasuk istadz-ustadzah, bahkan kyai pun hanya berperan
sebagai pembimbing dan mengatur situasi yang memungkinkan terjadinya
proses belajar menghafal al-Qur’an tersebut. Di sinilah kecerdasan emosional
individu santri dituntut adanya. Kemampuan menghafal tersebut ditunjukkan
dalam hal kelancaran, tajwid dan kefasihannya dalam membacanya. Dengan
illustrasi tersebut menunjukkan adanya hubungan yang signifikan, yakni
hubungan kecerdasan emosional dengan kemampuan menghafal santri dalan
rangka menghafal al-Qur’an al-karim.
D. Kajian Penelitian Yang Relevan
Sebagai bahan kajian pustaka, penulis menemukan hasil penelitian
sebelumnya yang berkaitan dengan tema penelitian ini. Telaah pustaka ini
bertujuan untuk mempermudah penulis dalam memperoleh gambaran-
gambaran serta mencari titik-titik persamaan dan perbedaan.
Hasil penelitian saudara Ekhwanuddin dalam skripsi yang berjudul
"Pengaruh Perhatian Orang Tua Terhadap Anak dan Prestasi Belajar Al-
Qur’an Hadits Siswa di MI Muhammadiyah Krangkoan Kec. Limpung
Batang". Penelitian ini berbentuk kuantitatif, dilakukan dengan metode yang
42
masih sangat sederhana, yaitu dengan metode analisis Product Moment
dengan memakai peta korelasi, dan kemungkinan hasil penelitiannya masih
kurang maksimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif
perhatian orang tua terhadap anak dan prestasi belajar al-Qur’an Hadis siswa
di MI Muhammadiyah Krangkoan Kec. Limpung Batang. Sedangkan
perbedaannya dengan skripsi yang penulis lakukan adalah hubungan
kecerdasan emosional dengan kemampuan menghafal al-Qur’an. Dengan
demikian hasil yang akan didapatkan tentunya berbeda pula.
Penelitian saudari Anita Setyorini yang berjudul "Pemikiran M. Usman
Nadjati Tentang Kecerdasan Emosional dan Relevansinya dengan Pendidikan
Islam (Telaah Kitab al-Hadits an-Nabawiy wa ‘ilm an-Nafs)”. Dalam
penelitian ini diketahui bahwa menurut Usman Najati kecerdasan emosional
ada hubungannnya dengan pendidikan Islam dalam hal khususnya dalam
menelaah kitab-kitab hadits Nabi. Melihat hasil tersebut secara teoritis sama
dengan dengan penelitian yang penulis lakukan, akan tetapi karena
variabelnya dengan penelitian penulis berbeda maka hasil penelitiannya
berbeda pula. Dalam hal ini penulis lebih bersifat aplikatif langsung di objek
penelitian yakni adanya hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan
kemampuan menghafal al-Qur’an oleh santri di suatu pesantren.
Penelitian saudari Warsiti WS., yang berjudul "Hubungan Antara
Hafalan Al-Qur’an dengan Hasil Belajar Al-Qur’an Al-Hadits Siswa Kelas 3
MA Tajul Ulum Brabo Tahun 2005". Dalam penelitian ini diketahui bahwa
ada hubungan positif antara hafalan al-Qur’an dengan hasil belajar al-Qur’an
al-Hadits. Letak perbedaannya dengan penelitian yang penulis lakukan adalah
dalam penelitian penulis lebih fokus pada hubungan kecerdasan emosional
santri dengan kemampuannya menghafal al-Qur’an.
Penelitian saudarai Yayuk Budiati yang berjudul "Pengaruh Motivasi
Menghafal Al-Qur’an Terhadap Hasil Belajar Menghafal Al-Qur’an Santri
Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin Brabo Tanggungharjo Grobogan”.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa ada pengaruh positif antara motivasi
43
menghafal al-Qur’an terhadap hasil belajar menghafal al-Qur’an. Letak
perbedaannya dengan penelitian yang penulis lakukan adalah dalam penelitian
penulis lebih fokus pada hubungan kecerdasan emosional santri dengan
kemampuannya menghafal al-Qur’an, sedangkan dalam penelitian saudari
Yayuk Budiati tersebut memfokuskan dalam hal motivasi menghafal al-
Qur’an bukan kecerdasan emosional.
Berdasarkan uraian di atas menjadi jelas, bahwa apa yang akan penulis
teliti berbeda dengan peneliti sebelumnya. Perbedaan itu sebagaimana yang
diuraikan di atas. Oleh karena itu penulis dalam penelitian ini mengambil
judul "Hubungan antara Kecerdasan Emosional Dengan Kemampuan
Menghafal Santri Pon.Pes. Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak”.
E. Hipotesis
Hipotesis adalah dugaan sementara yang mungkin benar atau mungkin
salah, yang akan diterima kalau fakta-fakta membenarkannya dan akan ditolak
kalau salah atau palsu.56 Menurut Kartini-Kartono, hipotesis merupakan
"jawaban dan suatu penelitian, yang harus di uji kebenarannya dengan jalan
riset".57
Dalam penelitian ini, hipotesis yang diajukan adalah “ada hubungan
yang positif (signifikan), yakni hubungan kecerdasan emosional dengan
kemampuan menghafal Santri Pon.Pes. Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak”. Sehingga semakin tinggi kecerdasan emosional santri,
maka semakin tinggi pula kemampuan menghafal santri. Begitu sebaliknya,
semakin rendah kecerdasan emosional santri, maka semakin rendah pula
kemampuan menghafal Santri Pon.Pes. Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak.
56 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), hlm 63.57 Kartini – Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1990),
hlm. 70.
44
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Data Umum Tentang Pondok Pesantren Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak
1. Tinjauan Historis
Berdirinya pondok pesantren putra-putri Asy-Syarifah ini setelah
mendapatkan motivasi dari masyarakat Islam setempat yang berkeinginan
untuk menitikberatkan pendidikan dan pendalaman al-Qur’an. Dalam
upaya mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai kandungan al-
Qur’an. Dan atas restu ulama’ sekitar serta adanya dukungan dan dana
swadaya masyarakat, maka tahun 1974 berdirilah sebuah Pondok
Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah yang berlokasi di Brumbung Kecamatan
Mranggen Kabupaten Demak.58
Bangunan pesantren yang mulanya 1 unit itu,kemudian pada tahun
berikutnya dapat melengkapi dengan bangunan mushola dan aula dengan
dana swadaya (1 unit 2 lantai). Karena jumlah santri semakin bertambah,
maka bertambah pula bangunan-bangunan baru seperti: asrama, Mck,
sarana prasarana penunjang lainnya.
Pada perkembangan selanjutnya Pondok Pesantren Tahfidz Asy-
Syarifah yang pada awal berdirinya hanya menampung santri putri pada
akhirnya atas spirit dari wali santri untuk mendirikan pesantren putra,
maka didirikanlah pesantren putra. Namun sampai saat ini ternyata jumlah
santri semakin bertambah, padahal sarana penunjang di pesantren tersebut
58 Dokumentasi Pondok dikutip pada tanggal, 26 Juni 2009
45
sangat terbatas, maka sudah saatnya menambah bangunan asrama baru. Di
samping itu juga merehabilitasi bangunan lama yang sudah ada kerusakan.
Dari tahun ke-tahun Romo KH. Wahab Mahfudzi selaku pengasuh
Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah meneruskan perjuangan Madrasah
Diniyyah at-Thoyyibah, yang asalnya madrasah tersebut diasuh oleh Romo
Kyai Toyyib Ibrahim, sementara asal-usul at-Thoyyibah adalah
Ibrahimiyyah. Hal ini untuk mengenang jasa baik simbah KH. Toyyib
Ibrahim. Karena beliaulah tokoh pertama pendiri tempat pendidikan agama
salafiyah di Brumbung Mranggen Demak.
2. Letak Geografis
Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah berlokasi di kelurahan
paling selatan wilayah kabupaten Demak tepatnya di desa Brumbung
Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak. Berada pada perbatasan antara
kabupaten Semarang dengan jarak 1 km dari kabupaten Grobogan dengan
jarak 2 km. Juga tidak jauh dari jalan raya sehingga memudahkan untuk
dijangkau dari banyak arah.
Pesantren ini berdiri di atas lahan milik Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah seluas 14.185 m2 dengan luas bangunan 3.235 m2.
3. Struktur Organisasi
Organisasi sangat penting dan sangat berperan demi suksesnya
program-program kegiatan pada suatu pesantren. Hal ini agar satu program
dengan program yang lain tidak berbenturan dan agar lebih terarah tugas
dari masing-masing personal pelaksana pendidikan. Selain itu organisasi
diperlukan dengan tujuan agar terjadi pembagian tugas yang seimbang dan
objektif, yaitu memberikan tugas sesuai dengan kedudukan dan
kemampuan masing-masing orang.
Struktur organisasi pesantren merupakan komponen yang sangat
diperlukan dalam suatu sekolah, lebih-lebih dari segi pelaksanaan kegiatan
sekolah. Dalam rangka pencapaian tujuan, struktur organisasi hendaknya
46
disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan suatu pesantren. Adapun
struktur organisasi Pondok Pesantren Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
adalah sebagai berikut:
1) Pengasuh: a. KH. Wahab Mahfudz
b. Hj. Hajar Jariyah, AH.
c. KH. Said Latif
d. Hj. Inarotul Ulya, Ah.
e. Hj. Layyinatus Syifa
f. H. Syafiq Ulin Nuha
g. Hj. Durroh
2) Ketua : Tarqiyatul Ulfah, A.
3) Sekretaris : Harirotul Asiroh
4) Bendahara : Umi Hani’
5) Sie Pendidikan: a. Halimatus Sa’diyah
b. Ni’matur Rohimah
c. Zuhal Laila
d. Surotul Hasanah
6) Sie Keamanan : a. Barotut Taqiyah
b. Lulu’ah Fitriyah
c. Khoiriyah
d. Tutik Ainul Mardiyah
7) Sie Kebersihan: a. Niswatul Hasanah
b. Masykuroh
c. Nubdzatul Faikah
d. Roudlotul Hasanah
8) Sie Kesenian : a. Nashoihud Diniyyah
b. Musyafa’ah
9) Humas : a. Rustiana Kusumawati
4. Kyai, Ustadz dan Santri
a. Kyai
47
Pondok Pesantren Asy-Syarifah diasuh dan dipimpin langsung
oleh KH. Wahab Mahfudzi dan Hj. Hajar Jariyah, AH.
48
b. Ustadz
Berdasarkan data yang diperoleh dari pengurus pondok bahwa
jumlah ustadz atau tenaga pengajar sebanyak latar belakang
pendidikan mereka ada yang dari Perguruan Tinggi dan lulusan
pesantren.
c. Santri
Ditinjau dari daerah asal santri, maka dari observasi
dilapangan santri Pondok Pesantren Asy-Syafiyah tidak hanya dari
daerah Demak, ada yang dari Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung,
Kalimantan, dan sebagainya. Tingkat pendidikannyapun bervariasi,
mulai dari MI, SLTP, SLTA. Untuk hafalan bi al-ghaib rata-rata
lulusan SLTA yang kemudian memperdalam ilmu-ilmu agama dengan
sekolah diniyyah salafiyah sore sambil menghafal al-Qur’an.
5. Sarana prasarana pendidikan di pesantren
a. Bangunan asrama
Jumlah kamar untuk asrama adalah 18 rayon, terdiri atas 8
rayon asrama putra dan 10 rayon asrama putri. Penataan kamar
disesuaikan dengan kelas dan tingkatan masing-masing santri.
b. Bangunan penunjang program pendidikan dan pengajaran
c. Koperasi, kantin
B. Deskripsi Data Penelitian
1. Data Tentang Kecerdasan Emosional Santri Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak
Setelah angket disebarkan, maka hasil dari penelitian tentang
kecerdasan emosional responden santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-
Syarifah Brumbung Mranggen Demak dapat dilihat dalam tabel
sebagaimana terlampir dalam skripsi ini. Dari data tersebut kemudian
dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:
49
a. Menentukan interval nilai
Untuk menentukan interval nilai digunakan rumus sebagai
berikut:
KRP =
Di mana R= NT-NR dan K= 1+(3,3) log N
Keterangan:
P = Panjang kelas interval NR = Nilai terendah
R = Rentang K = Banyak kelas
NT = Nilai tertinggi N = Jumlah responden
Dari data di atas, maka interval nilainya adalah sebagai berikut:
R = NT-NR
= 100 – 72
= 28
K = 1+(3,3) log N
= 1+(3,3) log 42
= 1+5,3567
= 6,3567
5666,4
628
==
=
=KRP
50
b. Mencari Nilai Rata-rata (Mean) Variabel X
TABEL I
DISTRIBUSI FREKUENSI KECERDASAN EMOSIONAL (X)
Interval Frekuensi(F)
TitikTengah (X)
F.X x x2 fx2
72 – 76
77 – 81
82 – 86
87 – 91
92 – 96
97 - 100
9
14
10
7
1
1
74
79
84
89
94
99
666
1106
840
623
94
99
-7
-2
3
8
13
18
49
4
9
64
169
324
441
56
90
448
169
324
N = 42 3428 1528
Menghitung Mean dengan rumus =NFXΣ
423428 = 81,40 dibulatkan menjadi 81
Menghitung simpangan baku dengan rumus =NFxSD
2Σ=
421528 = 38,36 = 6,03 dibulatkan menjadi 6
Mengubah skor mentah menjadi nilai huruf
M – 1,5 Sd keatas
M – 0,5 Sd – < M + 1,5 Sd
M – 05 Sd – < M + 0,5 Sd
M – 1,5 Sd – < M – 0,5 Sd
Kurang dari M – 1,5 Sd59
59 Slameto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bina Aksara, 1988), hlm. 186
81 + 1,5 x 6 = 90 è A
81 + 0,5 x 6 = 84 – < 90 è B
81 – 0,5 x 6 = 78 – < 84 è C
81 – 1,5 x 6 = 72 – < 78 è D
Kurang dari 72 è E
51
c. Kualitas variabel kecerdasan emosional
Skor Nilai Kategori90 ke atas
84 – 89
78 – 83
72 – 77
Kurang dari 72
A
B
C
D
E
Istimewa
Baik sekali
Baik
Cukup
Kurang
Melihat tabel kualitas variabel di atas menunjukkan bahwa
keceradasan emosional santri berada dalam kategori baik yaitu pada
interval 78-83.
Rata-rata kemampuan menghafal al-Qur'an santri adalah 81,40.
Karena nilai 81,40 terletak pada interval 78-83 maka kemampuan
menghafal santri berada dalam kategori baik.
Dari nilai mean tersebut di atas, maka selanjutnya dapat
divisualisasikan dalam bentuk histogram, sebagaimana pada tabel
berikut ini:
TABEL IIHISTOGRAM KECERDASAN EMOSIONAL SANTRI
PONDOK PESANTREN TAHFIDZ ASY-SYARIFAH BRUMBUNGMRANGGEN DEMAK
15
10
5
71,5 76,5 81,5 86,5 91,5 96,5 100,5
52
2. Data Tentang Kemampuan Menghafal Santri Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak
Adapun hasil dari penelitian tentang kemampuan menghafal
responden Santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak dapat dilihat dalam tabel sebagaimana terlampir dalam
skripsi ini
Dari data tabel tentang kemampuan menghafal santri Pondok
Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak tersebut
sebagaimana terlampir dalam skripsi ini kemudian dilakukan beberapa
langkah berikut ini:
a. Menentukan interval nilai
Untuk menentukan interval nilai digunakan rumus sebagai
berikut:
KRP =
Di mana R= NT-NR dan K= 1+(3,3) log N
Keterangan:
P = Panjang kelas interval NR = Nilai terendah
R = Rentang K = Banyak kelas
NT = Nilai tertinggi N = Jumlah responden
Dari data di atas, maka interval nilainya adalah sebagai berikut:
R = NT-NR = 100 - 74 = 26
K = 1+(3,3) log N
= 1+3,3 log 42
= 1+5,3567
= 6,3567
53
KRP =
4333,4
628
==
=
b. Mencari Nilai Rata-rata (Mean) Variabel YTABEL III
DISTRIBUSI FREKUENSI KEMAMPUAN MENGHAFAL (Y)Interval Frekuensi
(F)Titik
Tengah (X)F.X x x2 fx2
74 – 7778 – 8182 – 8586 – 8990 – 9394 - 100
769
1091
75,579,583,587,591,597
528,5477
751,5875
823,597
-8,5-4,5-0,53,57,513
72,2520,250,2512,2556,25169
505,75121,52,25122,5
506,25169
N = 42 3552,5 1427,25
Menghitung Mean dengan rumus =NFXΣ
425,3552 = 84,23 03 dibulatkan menjadi 84
Menghitung simpangan baku dengan rumus =NFxSD
2Σ=
4225,1427 = 98,33 = 5,82 03 dibulatkan menjadi 6
Mengubah skor mentah menjadi nilai angka
M – 1,5 Sd keatas
M – 0,5 Sd – < M + 1,5 Sd
M – 05 Sd – < M + 0,5 Sd
M – 1,5 Sd – < M – 0,5 Sd
84 + 1,5 x 6 = 93 è A
84 + 0,5 x 6 = 87 – < 93 è B
84 – 0,5 x 6 = 81 – < 87 è C
84 – 1,5 x 6 = 75 – < 81 è D
Kurang dari 75 è EKurang dari M – 1,5 Sd
54
Kurang dari M – 1,5 Sd 60
c. Kualitas variabel kemampuan menghafal
Skor Nilai Kategori
93 ke atas
87 – 92
81 – 86
75 – 80
Kurang dari 75
A
B
C
D
E
Istimewa
Baik sekali
Baik
Cukup
Kurang
Melihat tabel kualitas variabel di atas menunjukkan bahwa
kemampuan menghafal santri berada dalam kategori baik yaitu pada
interval 81-86. Rata-rata kemampuan menghafal al-Qur'an santri
adalah 84,23. Karena nilai 84,23 terletak pada interval 81-86 maka
kemampuan menghafal santri berada dalam kategori sedang.
Dari nilai mean tersebut di atas, maka selanjutnya dapat
divisualisasikan dalam bentuk histogram, sebagaimana pada tabel
berikut ini:
TABEL IVHISTOGRAM KEMAMPUAN MENGHAFAL SANTRIPONDOK PESANTREN TAHFIDZ ASY-SYARIFAH
BRUMBUNG MRANGGEN DEMAK
15
10
5
73,5 77,5 81,5 85,5 89,5 93,5 100,5
60 Ibid
55
C. Pengujian Hipotesis
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengolah data yang telah
terkumpul, baik data data dari variabel X, yaitu kecerdasan emosional
maupun data dari variabel Y, yaitu kemampuan menghafal, dengan
tujuan untuk membuktikan diterima atau ditolaknya hipotesis yang
diajukan penulis. Adapun langkah yang ditempuh dalam pengujian
hioptesis ini adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan
Pada tahap pendahuluan ini terlebih dahulu penulis
mendiskripsikan hasil perhitungan koefesien korelasi antara variabel X
dengan variable Y dengan hasil sebagaimana dalam tabel berikut ini:
TABEL VPERHITUNGAN KOEFESIEN KORELASI VARIABEL X DAN Y
No. X Y X2 Y2 XY1 2 3 4 5 61 72 75 5184 5625 54002 85 88 7225 7744 74803 78 84 6084 7056 65524 86 86 7396 7396 73965 76 81 5776 6561 61566 81 84 6561 7056 68047 84 86 7056 7396 72248 76 78 5776 6084 59289 84 87 7056 7569 7308
10 74 74 5476 5476 547611 76 77 5776 5929 585212 77 82 5929 6724 631413 78 82 6084 6724 639614 79 81 6241 6561 639915 90 92 8100 8464 828016 81 87 6561 7569 704717 90 91 8100 8281 819018 81 82 6561 6724 6642
56
19 82 83 6724 6889 680620 85 100 7225 10000 850021 85 86 7225 7396 731022 73 74 5329 5476 540223 74 76 5476 5776 562424 81 82 6561 6724 664225 78 78 6084 6084 608426 89 91 7921 8281 809927 80 81 6400 6561 648028 72 74 5184 5476 532829 91 92 8281 8464 837230 100 92 10000 8464 920031 79 80 6241 6400 632032 78 82 6084 6724 639633 87 91 7569 8281 791734 78 86 6084 7396 670835 83 91 6889 8281 755336 80 88 6400 7744 704037 81 84 6561 7056 680438 72 74 5184 5476 532839 88 91 7744 8281 800840 83 86 6889 7396 713841 85 88 7225 7744 748042 87 91 7569 8281 7917
ΣX=3419 ΣY=3538 ΣX2=279791 ΣY2=299590ΣXY=289300
Dari distribusi perhitungan variabel X dan variabel Y tersebut
diperoleh hasil sebagai berikut:
N = 42
ΣX = 3419
ΣY = 3538
ΣX2 = 279791
ΣY2 = 299590
ΣXY = 289300
57
Kemudian hasil tersebut didistribusikan pada rumus Product
Moment, dengan hasil sebagai berikut:
[ ][ ]∑ ∑∑ ∑∑ ∑ ∑
−−
−=
2222 )().(.)().(
..
YYNXXN
YXXYNrxy
[ ] [ ]
8535,090,63471
541784028683096
54178)65336()61661(
54178)12517444()12582780).(11689561()11751222(
1209642212150600)3538()299590.42(.)3419()27971.42(
3538.3419289300.4222
=
=
=
−=
−−−
=
−−
−=
Jadi rxy = 0,8535
r2xy= 0,72846225
Setelah nilai rxy diketahui, uji hipotesis dapat dilanjutkan dengan
mensubstitusikan nilai rxy ke dalam rumus uji signifikansi (th)
xyr
Nrt xy
h 21
2
−
−=
Di mana:
th = hasil uji signifikansi (thitung)
rxy = angka indeks korelasi “r” Product Moment
N = jumlah responden
2 = konstanta
1 = konstanta
r2xy = angka indeks korelasi “r” Product Moment yang dikuadratkan
Dari hasil perhitungan korelasi tersebut di atas, telah diketahui
hasil rxy adalah 0,8535, kemudian nilai rxy tersebut disubstitusikan ke
dalam rumus uji thitung sebagai berikut:
58
3590138,10521092842,0398007966,5
521092842,032455532,6.8535,0
27153775,0408535,0
72846225,012428535,0
1
22
=
=
=
=
−−
=
−
−=
h
h
h
h
h
xyh
t
t
t
t
t
xyr
Nrt
2. Analisis Hasil Uji Hipotesis
Setelah tahap pendahuluan kemudian tahap berikutnya yakni
menganalisa hasil uji hipotesis. Di mana setelah diadakan pengujian
hipotesis, maka hasil yang diperoleh dari rxy dikonsultasikan dengan rt;
jika rxy > rt 5% dan 1 % berarti signifikan, jika rxy < rt 5% dan 1 % berarti
non signifikan.
Dari hasil analisis uji hipotesis diperoleh bahwa rxy = 0,8535 jika
dikonsultasikan dengan rt , di mana N = 42 maka diperoleh:
rxy = 0,8535 > rt = 0,304 pada taraf 5 % berarti signifikan
rxy = 0,8535 > rt = 0,393 pada taraf 1 % berarti signifikan
Sedangkan nilai t hitung (th) korelasinya adalah:
t hitung (th) = 10,3590> t tabel (tt) = 0,05 (1,684)t hitung (th) = 10,3590 > t tabel (tt) = 0,01 (2,423)
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dideskripsikan bahwa
rxy yang diperoleh dari angket adalah 0,8535, sedangkan rt= 0,304 pada
taraf signifikansi 5 %, dan rt= 0,393 pada taraf signifikansi 1 %. Hal ini
menunjukkan bahwa rxy lebih besar dari rtabel. Dengan demikian maka
hipotesis yang penulis ajukan, yakni ada hubungan positif antara
kecerdasan emosional dengan kemampuan menghafal santri Pondok
59
Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak dapat
diterima kebenarannya.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pembahasan terhadap hasil korelasi
Setelah diketahui perhitungan tersebut, untuk mengetahui
signifikansi hubungan kecerdasan emosional terhadap kemampuan
menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak, dengan jalan membandingkan antara rxy dengan rtabel
pada taraf signifikansi 5 % dan pada taraf signifikansi 1 %, maka dapat
dideskripsikan hasil penelitian sebagai berikut:
a. Pengujian hipotesis menyimpulkan bahwa adanya hubungan positif
(signifikan) kecerdasan emosional terhadap kemampuan menghafal
santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak. Hal ini ditunjukkan oleh bahwa rxy yang diperoleh dari angket
adalah 0,8535, sedangkan rt= 0,304 pada taraf signifikansi 5 %, dan rt =
0,393 pada taraf signifikansi 1 %.
b. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional
berpengaruh positif terhadap kemampuan menghafal santri Pondok
Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak.
2. Pembahasan hasil uji signifikansi (thitung)
Dari uji hipotesis di atas diketahui bahwa besarnya nilai hasil uji
signifikansi (thitung) adalah sebesar10,3590. Kemudian nilai t tersebut
dikonsultasikan pada tabel t baik dalam taraf signifikansi 5% maupun 1%.
Apabila thitung sama ataupun lebih besar dari nila ttabel, maka hasilnya
signifikan, dengan kata lain hipotesis yang diajukan penulis diterima.
Akan tetapi bila hasilnya sebaliknya dalam arti thitung lebih kecil dari ttabel,
maka hasilnya tidak signifikan atau dengan kata lain hipotesis yang
diajukan penulis tidak diterima.
60
Sementara nilai t (dengan df sebesar 42-2= 40) pada tabel t adalah
1,684 untuk taraf signikansi 5% dan 2,423 untuk taraf signifikansi 1%.
Dari hari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajuka
penulis yaitu terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan
kemampuan menghafal santri santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-
Syarifah Brumbung Mranggen Demak dapat diterima. Hal ini dikarenakan
nilai thitung lebih besar daripada nilai ttabel.
E. Keterbatasan Penelitian
Berbagai upaya ditempuh untuk menyempurnakan skripsi ini. Namun
ibarat pepatah “tiada gading yang tak retak”.
1. Keterbatasan pengumpulan data
Pengumpulan data pada kajian ini dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang diisi oleh responden. Keterbatasan prosedur pengumpulan
data sikap dengan menggunakan kuesioner disebabkan oleh
ketidakterbukaan responden. Responden yang bersifat tertutup (covert),
cenderung memberikan respon netral terhadap instrumen pengumpulan
data, sehingga kurang dapat mengungkap sikap yang sebenarnya.
Meski telah dilakukan upaya maksimal untuk mengungkap
responden seobjektif mungkin, namun diperkirakan situasi dan kondisi
responden saat menjawab instrumen (karena faktor di luar jangkauan
peneliti misalnya: responden sedang sakit, perasaan responden bahwa
pernyataan yang diberikan akan membawa kesulitan bagi dirinya. Begitu
pula dengan adanya pengaruh norma dan kebiasaan dalam masyarakat
untuk bersikap sungkan serta malu untuk menyatakan apa yang
sesungguhnya mereka rasakan), semua situasi dan kondisi tersebut
berpengaruh terhadap pengisian alat pengumpul data.
2. Keterbatasan tempat penelitian
61
Penelitian yang peneliti laksanakan terbatas pada satu tempat, yaitu
pada santri di Pondok Pesantren Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak, sehingga kalau penelitian ini dilaksanakan pada tempat lain
dimungkinkan hasilnya berbeda. Namun demikian, tempat ini dapat
mewakili santri Pondok Pesantren Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
Demak untuk dijadikan tempat penelitian dan kalaupun hasil penelitian
yang berbeda tetapi kemungkinan tidak akan jauh menyimpang dari hasil
penelitian yang peneliti lakukan.
3. Keterbatasan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama pembuatan skripsi,waktu yang
singkat inilah yang dapat mempersempit ruang gerak penelitian, sehingga
dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian yang peneliti laksanakan.
Tetapi waktu yang terbatas ini akan berharga sekali apabila digunakan
sebaik-baiknya. Oleh karena itu dalam penelitian, peneliti menggunakan
penelitian yang dapat mempersingkat waktu penelitian, seperti angket dan
dokumentasi misalnya.
4. Keterbatasan responden
Jumlah responden yang diteliti hanya 20 % dari jumlah santri di
Pondok Pesantren Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak, yaitu
sejumlah 42 santri. Hal ini dilakukan untuk efesiensi waktu, tenaga dan
biaya. Namun demikian karena pengambilan sample dengan random,
maka jumlah responden ini dapat mewakili seluruh populasi.
5. Keterbatasan melihat kondisi psikologi responden
Kondisi psikologi responden tidak diamati secara khusus, sehingga
memungkinkan responden tidak konsentrasi dalam mengisi angket. Akan
tetapi dalam pengisian angket ini tidak membutuhkan konsentrasi yang
tinggi, sehingga untuk melihat kondisi psikologi responden dapat
dieliminasi dan hal ini untuk mempersingkat waktu. Namun dari
keterbatasan-keterbatasan di atas, maka dapat dikatakan ini merupakan
62
kekurangan dari penelitian yang peneliti laksanakan. Akan tetapi
penelitian ini setidaknya dijadikan sebagai kesimpulan sementara, karena
hal ini dapat diuji kembali di tempat yang lain dan dengan hasil yang lain
pula. Bahwa ada hubungan antara kecerdasan emosional dengan
kemampuan menghafal santri. Sehingga untuk hipotesis yang peneliti
ajukan bahwa ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan
kemampuan menghafal al-Qur’an santri di Pondok Pesantren Asy-Syarifah
Brumbung Mranggen Demak dapat diterima.
63
BAB V
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan penelitian skripsi yang berjudul "Hubungan antara Kecerdasan
Emosional Dengan Kemampuan Menghafal Santri Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak” yang peneliti lakukan, mulai dari
pengumpulan data, pengolahan data serta analisa data, maka dapat peneliti
tarik beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Tingkat kecerdasan emosional santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-
Syarifah Brumbung Mranggen Demak termasuk dalam kategori baik
yaitu berada pada interval 78-83 dengan hasil mean atau rata-rata
tingkat kecerdasan emosional adalah 81,40.
2. Tingkat kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz
Asy-Syarifah Brumbung Mranggen Demak termasuk dalam kategori
baik yaitu berada pada interval 81-86 dengan hasil mean atau rata-
rata tingkat kemampuan menghafal adalah 84,23.
3. Ada hubungan positif antara tingkat kecerdasan emosional dengan
tingkat kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-
Syarifah Brumbung Mranggen. Jadi, semakin tinggi tingkat
kecerdasan emosional santri maka semakin tinggi pula tingkat
kemampuan menghafal santri, dan sebaliknya semakin rendah
tingkat kecerdasan emosional santri, maka semakin rendah pula
tingkat kemampuan menghafal santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-
Syarifah Brumbung Mranggen. Hal ini dapat dilihat dari hasil
analisis Product Moment yang dicantumkan pada bab IV, bahwa rxy
yang diperoleh dari angket adalah 0,8535, sedangkan rt= 0,304 pada
taraf signifikansi 5 %, dan rt = 0,393 pada taraf signifikansi 1 %. Hal
ini menunjukkan bahwa rxy lebih besar dari rt. Dengan demikian
maka hipotesis yang penulis ajukan yakni; ada hubungan positif
64
antara kecerdasan emosional dengan kemampuan menghafal santri
Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen dapat
diterima kebenarannya baik dalam taraf signifikansi 5% maupun
dalam taraf signifikansi 1%. Hal ini juga ditunjukkan dengan nilai uji
signifikansi, dimana nilai thitung lebih besar daripadai nilai ttabel, yaitu:
t hitung (th) = 10,3590> t tabel (tt) = 0,05 (1,684)
t hitung (th) = 10,3590 > t tabel (tt) = 0,01 (2,423)
Saran
Setelah pembahasan tema skripsi ini, sesuai harapan penulis agar
pikiran-pikiran dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
Oleh karena itu penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
Dalam proses pembelajaran faktor emosional sangatlah penting. Ketika suatu
pelajaran melibatkan emosi positif yang kuat, umumnya pelajaran tersebut
akan terekam dengan kuat pula dalam ingatan, lebih-lebih dalam hal
menghafal. Sebaliknya, santri tidak bisa belajar efektif dalam keadaan
stres. Syarat pembelajaran yang efektif salah satunya adalah lingkungan
yang mendukung dan menyenangkan. Belajar perlu dinikmati dan timbul
dari perasaan suka serta nyaman tanpa paksaan. Oleh karena itu, untuk
menciptakan lingkungan tanpa stres bagi santri, penting bagi kyai dan
ustadz agar rileks dan tidak menetapkan target terlalu tinggi atau menurut
santri melebihi kemampuannya.
Untuk mencapai hasil hafalan yang maksimal, diharapkan santri mampu
memiliki kecerdasan emosional yang baik. Ini dapat tercermin dalam
kemampuannya mengenali, menerima dan mengelola emosinya dengan
baik serta mampu membina hubungan sosialnya. Penulis bersyukur bahwa
santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung Mranggen
memiliki kecerdasan emosional dan kemampuan menghafal yang baik.
Oleh karena itu untuk mempertahankan ataupun meningkatkannya, tentu
saja harus didukung oleh keluarga maupun pondok pesantren.
65
Penutup
Sebagai kata penutup dalam penulisan skripsi ini, penulis
memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan
taufiq, hidayah serta inayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini. Namun penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi yang penulis
buat ini masih jauh dari kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan
penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif evaluatif
sangat peneliti harapkan dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.
Mudah-mudahan apa yang penulis buat ini mendapat ridha dari Allah
Yang Maha Pemurah. Semoga kita semua termasuk dalam golongan orang-
orang yang beruntung di akhirat kelak.
Akhirnya, penulis hanya dapat berdo’a dan semoga skripsi ini berguna
bagi dunia pendidikan pesantren pada umumnya serta penulis pada khususnya
Amin ya Rabbal ‘Alamin.
66
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary Ginanjar, ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui al-Ihsan,Jakarta: Arga, 2004.
Al-Hafidz, Ahsin W., Bimbingan Praktis Menghafal Al-Qur’an, Jakarta: BumiAksara, 2005, cet. 3.
Ali, Mohamad, Prosedur Penelitian dan Strategi Kependidikan, Bandung:Angkasa, 1993.
Al-Munawar, Said Agil Husain, Al-Qur’an Membangun Tradisi KesalehanHakiki, Jakarta: Ciputat Press, 2004.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:Rineka Cipta, 2002, cet. ke-12.
As-Sayuthy, Jalaluddin Abdurrahman bin Abi Bakr, Al-Jami’ al-Shagir,Indonesia: Maktabah Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyah, tth., Juz I.
Az-Zarqani, Muhammad bin Abdul Baqi, Syarah az-Zarqani ‘Ala Muwaththa’ al-Imam Malik, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1411H, jilid 2.
Basic Education Project, Inservice Training, Yogyakarta: Forum Kajian Budayadan Agama, 2000.
Chattopadhyay, Aparna, Whats You Emotional IQ Over 600 PsychologicalQuizzer Asses Your Weakness And Strenghts In Your Emotional AndFeeling And Groom Tuller Personality, (terj.) Hta. Darwin Rasyid, “TesEmosi Anda”. Tangerang: Gaya Media Pratama, 2004.
Consueloe, Sevila, Pengantar Metode Penelitian, (terj.) Alimuddin Tuwu,Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1993.
Cooper, Robert K. dan Ayman Sawaf, Executive EQ, (terj.) Alex TrikuncoroWidodo, “Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan danOrganisasi”, Jakarta: Gramedia, 2000.
Departemen Agama, Inservice Training MTs/MI, Jakarta: PPIM, 2000.
Goleman, Daniel, Emotional Intellegence, (terj.) T. Hermaya, “KecerdasanEmosional” Jakarta: Gramedia, 2003.
___________, Emotional Intelligence, New York: Bantam Books, 1996.
67
Hadjar, Ibnu, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan,Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1996.
___________, Dasar-Dasar Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1998.
Kartono, Kartini, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: Mandar Maju,1990.
Loekmono, Lobby, Belajar Bagaimana Belajar, Jakarta: Gunung Mulia, 1994.
Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Mas’ud, Abdurrahman, Menuju Paradigma Islam Humanis, Yogyakarta: GamaMedia, 2003.
Miller, John P., Humanazing The Class Room; Models of Teaching in AffectiveEducation, (terj.) Abdul Munir Mulkhan, Cerdas di Kelas, SekolahKepribadian, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2002.
Munthali’ah, Konsep Diri Positif Penunjang Prestasi PAI, Semarang: GunungJati, 2002.
Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah, IAINWalisongo Semarang, 2001.
Najati, M. Usman, al-Hadits al-Nabawi wa ‘Ilmu al-Nafs, (terj.) Irfan Sahir, Lc.,Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi, Jakarta: Hikmah, 2002.
Nasution, S., Didaktik Azas-azas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Nawabuddin, Abdurrab dan Bambang Saiful Ma’arif, Teknik Menghafal al-Qur’an (Kaifa Tahfiz al-Qur’an), Bandung: Sinar Baru Algesindo,2005, cet. 4.
Noor, Muhammad, dkk., Al-Qur'an al-Karim dan Terjemahannya, Semarang: CV.Toha Putra, 1996.
Riyanto, Yatim, Metodologi Penelitian Pendidikan; Suatu Tinjauan Dasar,Surabaya: Sic, 1996.
Siregar, Marasuddin, dkk., Metodologi Pengajaran Agama, Semarang: FakultasTarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 1998.
68
Stein, Steven J. dan Howard E. Book, The Edge, Emotional and Your Succes,(terj.) Trinada Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto, Ledakan EQ,Bandung: Kaifa, 2002.
Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: RinekaCipta, 1991.
Sugiono dan Eri Wibisono, Statistika Penelitian dan Aplikasinya Dengan SPSS10.0 for Windows, Bandung: Alfabeta, 2001, cet. 1.
Sugiyono, Statistik untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta, 2005.
Sumanto, Wasti, Psikologi Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan,Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Grafindo Persada, 2003, cet.XIV.
___________, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998.
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2000.
Walgito, Bimo, Pengantar Psikologi Umum, Yogyakarta: Andi Offset, 1989.
Widodo, 4 Kecerdasan Menghadapi Ujian, Jakarta: Yayasan Kelopak, 2004.
Yusuf, Syamsu, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: RemajaRosdakarya, 2000, cet. 1.
Zen, A. Muhaimin, Bunga Rampai Mutiara Al-Qur’an; Pembinaan Qari’ Qari’ahdan Hafizh Hafizhah, Jakarta: PP. Jam’iyyatul Qurra’ wa al-Huffazh,2006.
Sugianto, Agus Ilham,Kiat Praktis Menghafal Al-Qur’an, Bandung: MujahidPress, 2004.
Slameto, Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1988.
69
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Nur Sikhatun
Tempat / Tanggal Lahir : Demak, 01 April 1984
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat Rumah : Desa Sumberejo, Rt. 03/III Kecamatan Mranggen
Kabupaten Demak
Riwayat Pendidikan :
1. SDN 01 Sumberejo Mranggen Demak, Lulus Tahun 1996
2. MTs 02 Futuhiyyah Mranggen Demak, Lulus Tahun 1999
3. MAN 02 Futuhiyyah Mranggen Demak, Lulus Tahun 2002
4. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Tarbiyah angkatan 2004
Semarang, Juni 2010
Penulis,
Nur Sikhatun NIM. 3104149
70
DAFTAR RESPONDEN
1
1. UMI HANI
2. RUSTIANA KUSUMAWATI
3. SITI QOMARIYAH
4. NUR QOMARIYAH
5. UMI FAIZAH
6. SITI KHOLIFAH
7. SHOBIYAH
8. LAILI FARIDHOH
9. MUNADHIROH
10. NADHIROH
11. MUSTAMI AH
12. ZUHAL LAILA
13. UMI TSUWAIBAH
14. TUTIK AINUL MARDHIYAH
15. MUJADIYAH AINI
16. NUR FAZRIYAH ISNAINI
17. INABATUL LAILI
18. UMI MUSTAGHFIROH
19. LAYYINATUS SOFA
20. NURUL AULIYA MAHMUDAH
21. ANA ISLAMI
22. MA RIFAH
23. ISLAHATUN NISA
24. ISMAWATI
25. MASMINAH
2
2
26. NUR JANNAH
27. TRI SULISTYO RAHAYU
28. BADA ISLAHIYAH
29. SITI NUR QOMIS
30. KHODIJAH NUR ALFI
31. SITI FATIMAH
32. ZIDNI ILMA
33. LULU IKHWANA
34. ATIK SA ADATI
35. NAILA AZMI KALAMIKA
36. IKA MILLATU AZKA
37. MILLATA WAHIDAH
38. HIDAYATUN NAFI AH
39. HIKMATUS SA ADAH
40. HARIMUL ASYIROH
41. IZZAH NAFILATI
42. MISWATUL HASANAH
3
3
TABEL I
DATA TENTANG HASIL JAWABAN ANGKET KECERDASANEMOSIONALSANTRI PONDOK PESANTREN TAHFIDZ ASY-
SYARIFAH BRUMBUNG MRANGGEN DEMAK
JAWABAN
RESPONDEN NILAINo.RES
SS S KS TS STS 5 4 3 2 1
JUMLAHNILAI
1 2 3 41 1 13 4 1 1 5 52 12 2 1 722 11 4 4 1 0 55 16 12 2 0 853 2 15 2 1 0 10 60 6 2 0 784 8 10 2 0 0 40 40 6 0 0 865 2 14 3 0 1 10 56 9 0 1 766 9 6 3 1 1 45 24 9 2 1 817 9 8 1 2 0 45 32 3 4 0 848 2 14 3 0 1 10 56 9 0 1 769 8 9 2 1 0 40 36 6 2 0 84
10 4 9 4 3 0 20 36 12 6 0 7411 5 8 5 2 0 25 32 15 4 0 7612 3 12 4 1 0 15 48 12 2 0 7713 2 15 2 1 0 10 60 6 2 0 7814 9 5 3 2 1 45 20 9 4 1 7915 13 5 1 1 0 65 20 3 2 0 9016 10 5 3 0 2 50 20 9 0 2 8117 12 6 2 0 0 60 24 6 0 0 9018 4 13 3 0 0 20 52 9 0 0 8119 8 8 2 2 0 40 32 6 4 0 8220 9 8 2 1 0 45 32 6 2 0 8521 8 9 3 0 0 40 36 9 0 0 8522 4 8 5 3 0 20 32 15 6 0 7323 1 12 7 0 0 5 48 21 0 0 7424 3 15 2 0 0 15 60 6 0 0 8125 4 11 4 1 0 20 44 12 2 0 7826 12 5 3 0 0 60 20 9 0 0 8927 2 16 2 0 0 10 64 6 0 0 8028 1 13 4 1 1 5 52 12 2 1 7229 13 5 2 0 0 65 20 6 0 0 9130 13 6 1 2 4 65 24 3 4 4 10031 9 5 3 2 1 45 20 9 4 1 7932 4 11 4 1 0 20 44 12 2 0 78
4
4
33 10 8 1 1 0 50 32 3 2 0 8734 2 16 0 2 0 10 64 0 4 0 7835 12 3 2 2 1 60 12 6 4 1 8336 6 8 6 0 0 30 32 18 0 0 8037 9 7 1 2 1 45 28 3 4 1 8138 4 6 8 2 0 20 24 24 4 0 7239 10 8 2 0 0 50 32 6 0 0 8840 6 11 3 0 0 30 44 9 0 0 8341 7 11 2 0 0 35 44 6 0 0 8542 14 3 1 0 2 70 12 3 0 2 87
Jumlah ΣX= 3419
TABEL IVDATA TENTANG KEMAMPUAN MENGHAFAL SANTRI
PONDOK PESANTREN TAHFIDZ ASY-SYARIFAH BRUMBUNGMRANGGEN DEMAK
Kemampuan menghafalNo.Resp. Tajwid Lancar Fasih
JumlahNilai
5
5
1 2 3 4 51 25 25 25 752 28 30 30 883 30 25 29 844 30 24 32 865 31 26 24 816 25 30 29 847 30 26 30 868 31 30 17 789 30 27 30 87
10 25 25 24 7411 27 25 25 7712 30 27 25 8213 25 30 27 8214 24 31 26 8115 30 30 32 9216 30 27 30 8717 30 30 31 9118 30 27 25 8219 30 28 25 8320 30 40 30 10021 26 30 30 8622 25 24 25 7423 25 25 26 7624 30 27 25 8225 28 25 25 7826 30 31 30 9127 26 31 24 8128 25 24 25 7429 30 30 32 9230 30 30 32 9231 25 30 25 8032 30 27 25 8233 30 31 30 9134 30 26 30 8635 30 31 30 9136 28 30 30 8837 25 30 29 8438 25 25 24 7439 30 30 31 9140 30 30 26 8641 30 30 28 8842 31 30 30 91
Jumlah ΣY= 3538
6
6
INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
KECERDASAN EMOSIONAL DAN KEMAMPUAN MENGHAFAL
A. Definisi Konseptual
7
7
Kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan untuk memahami
perasaan diri masing-masing dan perasaan orang lain, kemampuan untuk
memotivasi dirinya sendiri, dan menata dengan baik emosi-emosi yang
muncul dalam dirinya dan dalam berhubungan dengan orang lain61.
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri
dan bertahan untuk menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan emosi dan
tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar
beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berfikir.62 Sedangkan Robert K.
Cooper dan Ayman Sawaf dalam bukunya yang berjudul “Executive EQ”
mendefinisikan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan
daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan
pengaruh yang manusiawi.63
Kemampuan menghafal adalah kemampuan seseorang dalam
menghafal sesuatu. Adapun kemampuan menghafal al-Qur’an adalah
kemampuan membaca kemampuan membaca dan mencamkan al-Qur’an tanpa
melihat tulisan al-Qur’an (di luar kepala) secara berulang-ulang secara benar.
Sementara itu hafalan (al-hifz) secara etimologi adalah lawan dari pada lupa,
yaitu selalu ingat dan sedikit lupa. Sedangkan penghafal adalah orang yang
menghafal dengan cermat dan termasuk sederetan kaum yang menghafal.64
B. Definisi Operasional
Maksud dari kecerdasan emosional di sini adalah kemampuan para
santri untuk mengenali perasaan diri antara santri dengan yang lain,
kemampuan santri untuk memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola
61 Basic Education Project, Inservice Training, (Yogyakarta: Forum Kajian Budaya danAgama, 2000), hlm. 4.
62 Daniel Goleman, Emotional Intelligence, (terj.) T. Hermaya, “Kecerdasan Emosional”(Jakarta: Gramedia, 2003), hlm. 45.
63 Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive EQ, (terj.) Alex Trikuncoro Widodo,“Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi” (Jakarta: Gramedia, 2000), hlm.XV.
64 Abdurrab Nawabuddin dan Bambang Saiful Ma’arif, Teknik Menghafal al-Qur’an (KaifaTahfiz al-Qur’an), (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005), cet. 4, hlm. 23.
8
8
emosi dengan baik pada diri santri dan dalam berhubungan dengan santri lain,
santri dengan ustadz-ustadzah dan dalam berhubungan dengan lingkungan
masyarakat sekitar pondok pesantren.
Sedangkan dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada
kecerdasan emosional santri tahfidz Pon. Pes. Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak sebagai batasan masalah agar tidak terjadi salah persepsi
dalam memahami dan mengartikannya.
Kemampuan menghafal di sini maksudnya adalah kemampuan santri
dalam menghafal al-Qur’an tanpa melihat tulisan al-Qur’an (di luar kepala)
secara berulang-ulang agar senantiasa ingat dalam rangka memperoleh
ilmunya atau suatu proses berusaha untuk mengingat sesuatu, dalam hal ini al-
Qur’an tanpa melihat mushaf secara berulang-ulang agar senantiasa ingat
dengan berlandaskan kaidah tilawah dan asas tajwid yang benar.
Sedangkan dalam penelitian ini, penulis membatasi hanya pada
kemampuan menghafal santri Pon. Pes. Tahfidz Asy-Syarifah Brumbung
Mranggen Demak sebagai batasan masalah agar tidak terjadi salah persepsi
dalam memahami dan mengartikannya.
C. Indikator-indikator
Untuk mengukur atau mengumpulkan data tentang kecerdasan
emosional santri digunakan instrumen quesioner atau angket. Kecerdasan
emosional mempunyai beberapa indikator sebagai berikut:
1. Kecerdasan Emosional
a) Mengenali emosi diri
b) Mengelola emosi diri
c) Memotivasi diri
d) Mengenai emosi orang lain (empathy)
e) Membina hubungan dengan orang lain
2. Kemampuan Menghafal
a) Kelancaran
9
9
b) Tajwid
c) Kefasihan
D. Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data tentang Kecerdasan Emosional
dan Kemampuan Menghafal Santri Pondok Pesantren Tahfidz Asy-
Syarifah Brumbung Mranggen Demak
1. Kisi-kisi Instrumen Pengumpulan Data tentang Kecerdasan
Emosional
No Indikator No. Soal Prosentase
1
2
3
4
5
Mengenali emosi diri
Mengelola emosi diri
Memotivasi diri
Mengenali emosi orang lain
Membina hubungan dengan orang lain
1,2,3,4
5,6,7,8
9,10,11,12
13,14,15,16
17,18,19,20
20%
20%
20%
20%
20%
100%
2. Kisi-Kisi Instrumen Pengumpulan Data tentang Kemampuan
Menghafal
No Indikator No. Soal Prosentase
1
2
3
Kelancaran
Tajwid
Kefasihan
1,2,3,4,5
6,7,8,9,10
11,12,13,14,15
33,33%
33,33%
33,33%
100%
10
10
ANGKET PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN
KEMAMPUAN MENGHAFAL SANTRI PON.PES. TAHFIDZ
ASY-SYARIFAH BERUMBUNG MRANGGEN DEMAK
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda (V) pada salah satu jawaban yang sesuai dengan keadaan saudara
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
KS = Kurang Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
A. Kecerdasan Emosional Santri
JAWABANNO SOAL
SS S KS TS STS
1 2 3 4 5 6 7
Mengenali Emosi Diri
1 Saya akan rileks, ketika sedang mengalami
kelautan pikiran dan tekanan batin
2 Saya akan menyelesaikan pekerjaan dengan
percaya diri
3 Ketika saya dibuat kecewa oleh teman santri,
saya tidak marah
4 Saya akan memperbaiki kesalahan yang
pernah saya lakukan di pesantren
Mengelola Emosi Diri
5 Saya tidak akan mencoret-coret
kerudung/sarung saya, ketika saya
11
11
dinyatakan lulusan hafidz
6 Saya dapat mengendalikan diri, ketika
menghadapi kegagalan dan kekecewaan
dalam proses hafidz
7 Saya dapat menerima orang lain tanpa
membeda-bedakan derajat dan kekayaannya
8 Ketika teman-teman santri keluar dari
lingkungan pesantren tanpa ijin, saya tidak
ikut melakukan perbuatan tersebut.
Memotivasi Diri
9 Ketika saya mendapatkan setoran hafalan
sedikit, saya tidak patah semangat dan akan
belajar dengan rajin
10 Saya akan mengambil hikmah/pelajaran dari
kegagalan yang saya alami sebagai langkah
perbaikan ke depan
11 Saya akan belajar menghafal dengan mandiri
dan sungguh-sungguh, meskipun orang tua
saya tidak mengawasi saya ketika belajar
menghafal
12 Saya akan menemukan solusi jika dalam
kondisi kecewa
Mengenali Emosi Orang Lain
13 Saya akan ikut merasa sedih atas musibah
yang dialami teman santri saya
14 Saya mau menerima permintaan maaf dari
teman santri saya atas perbuatan jelek yang
dilakukan kepada saya
15 Ketika teman santri saya datang sambil
marah-marah, saya akan menanyakan
12
12
penyebabnya dan segera membantu untuk
menyelesaikan permasalahannya
16 Ketika teman santri saya menghadapi suatu
masalah saya akan membantu memberikan
jalan keluarnya.
Membina Hubungan dengan Orang Lain
17 Apabila terjadi perbedaan pendapat dalam
musyawarah, saya akan tetap menjalin
persahabatan yang baik
18 Saya akan menyelesaikan tugas yang telah
dibebankan orang tua dengan sebaik-baiknya
19 Saya mau membantu kesulitan belajar
menghafal teman santri tanpa meminta
imbalan
20 Saya mengembalikan kitab yang saya pinjam
sesuai dengan waktu yang ditentukan
13
13
B. Kemampuan Menghafal Santri
1. Kelancaran
. .......
. ..... .
. ......
. ......
. ......
2. Tajwid
. . . .
.3. Kefasihan
.. .. .. .. ..
14
14