Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN KRAM KAKI DENGAN
BERSEPEDA PADA PENGENDARA SEPEDA FIXIE
DI KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
HARVINA MUKRIM
C 131 09 272
PROGRAM STUDI FISIOTERAPI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
2
ii
3
ABSTRAK
HARVINA MUKRIM. Hubungan Antara Kejadian Kram Kaki Dengan Bersepeda
Pada Pengendara Sepeda Fixie Di Kota Makassa Tahun 2012. (dibimbing oleh
Djohan Aras Dan Nurhikmawati Hasbiah).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kejadian kram kaki pada
saat bersepeda pada komunitas sepeda fixie yang tersebar di Kota Makassar. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis secara khusus durasi dan posisi bersepeda.
Penelitian ini adalah bersifat korelasional. Populasi penelitian ini adalah komunitas
sepeda fixie di kota Makassar. Sampel dari penelitian ini adalah 36 orang sesuai
criteria eksklusi dan inklusi.
Data diperoleh dari kuisioner. Penulis menganalisis data dengan menggunakan teknik
statistik deskriptif untuk menunjukkan karakteristik setiap variabel penelitian dan
teknik statistik uji chi-square untuk menguji hipotesis.
Hasil dari uji chi-square didapatkan nilai signifikansi 0,392 untuk posisi bersepeda dan
nilai signifikansi 0,120 untuk posisi bersepeda, yang berarti tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara durasi bersepeda dengan kram kaki. Dan tidak terdapat
hubungan antara posisi bersepeda dengan kram kaki..
Kata kunci : bersepeda, durasi, posisi,kram kaki.
iii
4
ABSTRACT
HARVINA MUKRIM. Relationship Between Genesis Cycling Leg Cramps With The
Fixie Bike Riders In Makassar 2012. (guided by Aras Djohan And Nurhikmawati
Hasbiah ).
This study aimed to determine the relationship between the incidence of leg cramps
during cycling on fixie bike community spread in Makassar. This study aims to
analyze a particular duration and cycling position.
This study is correlational nature. This study population is fixie bike community in the
city of Makassar. Samples from this study were 36 people according to exclusion and
inclusion criteria.
Data obtained from the questionnaire. The authors analyzed the data using descriptive
statistical techniques to demonstrate the characteristics of each variable research and
statistical techniques chi-square test to test the hypothesis.
The results of the test chi-square significance value 0.392 obtained for the position and
significance value 0.120 bicycle for cycling position, which means there is no
significant relationship between the duration of cycling with leg cramps. And there
was no correlation between the position of cycling with leg cramps ..
Keywords: cycling, duration, position, leg cramps.
iv
5
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Serta kita
haturkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW dengan harapan semoga
safaatnya dapat kita terima.
Skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Kejadian Kram Kaki Dengan
Bersepeda Pada Komunitas Fixie Bike Makassar Tahun 2012” ini Alhamdulillah bisa
penulis selesaikan dengan sebaik-baiknya. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis
banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan baik yang bersifat moril maupun materil
oleh sebab itu penulis mempersembahkan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ayahanda Drs. H. Mukrim Idrus , M.M dan Ibunda Hj. A.Darwisah , S.Pd ,
M.Si karena berkat doa dan kerja kerasnya- lah penulis dapat mengenyam kuliah
di universitas ini. Tak ada kata yang pantas untuk mengungkapkan rasa terima
kasih dan sayang kepada beliau, serta seluruh keluarga yang telah mendukung dan
mendoakan penulis hingga skripsi ini bisa terselesaikan.
2. Bapak Drs.H.Djohan Aras,S.Ft,Physio,M.Pd,M.Kes., selaku Ketua Program
Studi S1 Profesi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar dan selaku pembimbing 1, serta segenap dosen-dosen dan karyawan
yang telah memberikan bimbingan dan bantuan dalam proses perkuliahan maupun
dalam penyelesaian skripsi ini.
v
6
3. Nurhikmawaty Hasbiah, S.Ft, Physio selaku pembimbing II yang dengan
kesediaan, keikhlasan dan kesabaran meluangkan waktunya memberikan
bimbingan dan arahan selama penyelesaian skripsi ini.
4. Immanuel Maulang, S.Ft, Physio, M.Kes dan Ita Rini, S.Ft, Physio, M.Kes
selaku penguji I dan penguji II yang telah memberikan masukan dan saran dalam
perbaikan skripsi ini.
5. Bapak Asmar,S.Pd selaku dosen mata kuliah Metode Penelitian dan Biostatistika
atas kesabarannya dalam membimbing kami.
6. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan S1 Profesi Fisioterapi Universitas Hasanuddin
angkatan 2009 “Stere09nosis”, yang telah memberikan bantuan moril dan materil
untuk penulis. Serta semua pihak yang telah membantu baik secara langsung
maupun tidak langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga
amal ibadahnya diterima dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda.
7. Rekan-rekan di Unit Kegiatan Mahasiswa khususnya di UKM BOLA VOLI
UNHAS yang telah member dukungan moril dan materil untuk penulis, serta
semua pihak yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
8. Dan tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada KOMUNITAS
SEPEDA FIXIE BIKE di Makassar, atas kesediaannya meluangkan waktunya
demi kepentingan penelitian penulis semoga amal ibadahnya diterima dan
mendapat balasan yang berlipat ganda.
Akhir kata penulis hanyalah manusia biasa yang takluput dari salah dan khilaf.
Sekali lagi penulis ucapkan syukur Ilahi Rabbi semoga ilmu yang di dapatkan
mendatangkan makna dan manfaat dalam kehidupan. Terima kasih.
Makassar, Februari 2013
HARVINAMUKRIM
iv
vi
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI............................................................................................. ....... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... ..... x
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ..................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................. 4
C. TUJUAN PENELITIAN .................................................................. 4
D. MANFAAT PENELITIAN ............................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN BIOMEKANIK ANGKLE & FOOT ........................... 6
B. TINJAUAN TENTANG KRAM OTOT ......................................... 13
C. TINJAUAN TENTANG NYERI..................................................... 16
D. TINJAUAN TENTANG BERSEPEDA .......................................... 21
E. TINJAUAN TENTANG KRAM KAKI SAAT BERSEPEDA..... . 29
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. KERANGKA KONSEP .................................................................. 31
Vii
8
B. HIPOTESIS ..................................................................................... 31
BAB IV METODE PENELITIAN
A. RANCANGAN PENELTIAN ......................................................... 32
.........................................................................................................
B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ........................................ 32
C. POPULASI DAN SAMPEL ............................................................ 32
D. ALUR PENELITIAN….. ................................................................ 34
E. DEFINISI OPERASIONAL............................................................ 35
F. INSTRUMEN PENELITIAN .......................................................... 36
G. TEKNIK PENGAMBILAN DATA……………………………… 36
H. RENCANA PENGELOLAHAN DAN ANALISIS DATA ............ 37
I. MASALAH ETIKA ......................................................................... 37
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN...................................................................... 39
B. PEMBAHASAN.............................................................................. 46
BAB VI PENUTUP
A. KESIMPULAN................................................................................ 54
B. SARAN.......................................................................................... .. 54
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... xi
LAMPIRAN
Viii
9
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Kram berdasarkan Umur ................................................ 39
Tabel 5.2 Distribusi Kram berdasarkan posisi bersepeda ................................ 40
Tabel 5.3 Distribusi Kram berdasarkan durasi bersepeda ................................ 41
Tabel 5.4 Hasil analisis chi-square pengujian hipotesis ................................... 42
ix
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar otot-otot kunci dalam bersepeda…………………. 23
x
11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Master tabel
Lampiran 2 : lembar informed concent
Lampiran 3 : Lembar observasi dan VAS (Visual Analogue Scale)
Lampiran 4 : Kuesioner
Lampiran 5 : Surat izin penelitian
Lampiran 6 : Dokumentasi kegiatan
Lampiran 7 : Daftar riwayat hidup penulis
xi
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bersepeda adalah sebuah kegiatan rekreasi atau olahraga, serta merupakan
salah satu alat transportasi darat . Banyak penggemar bersepeda yang melakukan
kegiatan tersebut diberbagai macam medan, misalnya bukit – bukit , medan yang terjal
maupun hanya sekedar berlomba kecepatan saja. Olahraga bersepeda profesional
dinamakan balap sepeda. Orang yang mempergunakan sepeda sebagai alat transportasi
rutin juga dapat disebut komuter. Penggunaan sepeda sebagai alat transportasi rutin
tidak hanya dilakukan oleh pekerja yang bekerja disektor non-formal, tetapi juga
dilakukan oleh pekerja yang bekerja disektor formal. Para pekerja disektor formal yang
menggunakan sepeda sebagai alat transportasi rutin ini sebagian besar bergabung
dalam komunitas pekerja bersepeda atau yang lebih dikenal dengan nama Bike To
Work Indonesia(B2W Indonesia). Selain para pekerja, sepeda juga banyak digunakan
oleh anak sekolah. Selain karna menggunakan sepeda tidak membutuhkan biaya
tambahan, bersepeda juga dapat dilakukan dujalan yang kurang bagus sekalipun.
Bersepeda bagi anak sekolah juga dapat mengurangi bahaya kecelakaan dalam
berkendara.( Nealy,William ;1994).
Di Indonesia sudah banyak komunitas-komunitas sepeda, salah satunya KSI
(Komite Sepeda Indonesia) di Jakarta, yang bahkan telah bekerja sama dengan PMI
untuk penanggulangan bencana.
Salah satu komunitas sepeda di Indonesia juga adalah komunitas sepeda fixie
yang telah banyak kita temui dikalangan anak remaja. Sepeda fixie ini adalah salah satu
jenis sepeda yang sangat popular dimasyarakat. Jumlah peminat dan penggunaan
sepeda fixie ini tidak bisa dibilang sedikit. Bahkan hamper disetiap wilayah dan kota
13
besar terdapat komunitas pengguna sepeda fixie ini. Asal mula sepeda jenis ini diberi
nama fixie adalah karena gear bagian belakang sepeda ini fixed/ tidak dinamis atau bias
juga disebut fixed gear.
Banyak skali keunikan dari sepeda fixie ini , diantaranya : bias dikayuh
kebelakang, tidak memiliki rem, bentuk hand lebar /stang yang tegak dan lurus,
hingga ukuran ban yang kecil dan tipis. Sepeda fixie ini selalu memiliki design yang
simple dan minimalis.
Di Kota Makassar juga lambat laun mulai dikenal sebagai kota sepeda
fenomena ini tidak lepas dari banyaknya masyarakat yang akrab bersepeda diberbagai
lintasan jalan-jalan kota. Seiring dengan itu , berbagai komunitas sepeda mulai muncul
satu persatu dalam lima tahun terakhir ini.salah satunya adalah komunitas sepeda fixie
bernama mafia riders ( Makassar Fixed Gear Activity). Komunitas ini mempunyai
anggota sedikitnya 50 orang yang aktif , yang setiap pecan bias dilihat berkumpul di
didepan Bank Indonesia Jalan Jendral Soedirman.
Menurut salah seorang anggotanya, Rian Hidayat, komunitas ini telah ada sejak
29 september tahun 2010. Jika diamati lebih dekat sepeda ini memang tampak berbeda
dengan sepeda yang lain. Perbedaannya terletak pada jenis stangnya, dan veleg yang
berwarna warni. Sepeda ini dirancang tanpa gear yang dinamis , dan hanya
menggunakan kekuatan pedal . Sepeda ini sederhana,tanpa rem. Selain itu stang
(kemudi) juga lebih kecil dibanding dengan sepeda yang lain.
Suatu penelitian diambil 132 peserta, dilakukan 8 hari tur sepeda, disurvei
untuk menggambarkan demografi dan pengalaman bersepeda dari pengendara, dan
juga untuk menentukan frekuensi dan tingkat keparahan luka traumatis yang tidak
mereka alami. Pengendara yang menimbulkan gejala yang signifikan diwawancarai
dan diperiksa. 86% dari peserta yang menjadi responden survey tersebut. Rata-rata usia
14
para pengendara adalah 16-27 tahun. Mereka bersepeda rata-rata 95,8 mil per minggu
secara rutin, tetapi mayoritas responden adalah pengendara baru untuk touring jarak
jauh. Kebanyakan pengendara tidak memiliki riwayat penyakit tertentu, namun 5%
memiliki penyakit jantung yang serius dan bersepeda adalah bagian dari
rehabilitasinya. Cedera nontraumatic paling umum adalah rasa sakit pantat (32,8%
dialami oleh pengendara); empat pengendara terjadi ulserasi kulit pantat. Masalah lutut
terjadi pada 20,7% pengendara : syndrome nyeri patella dan keluhan lutut lateralis
adalah masalah keluhan lutut yang paling banyak terjadi. Satu pengendara sepeda
keluar dari touring karena sakit lutut. Nyeri leher dan bahu terdapat 20.4% dari
pengendara. Nyeri selangkangan dan palmaris atau kelemahan palmar terjadi sekitar
10%. Masalah umum lainnya adalah cedera pada kaki dan pergelangan kaki serta
sengatan matahari (barry D. Weiss, MD 1995).
Dari hasil observasi di kemukakan oleh anggota komunitas sepeda Fixie Bike
Indonesia bahwa “Pengendara sepeda yang sering melakukan kegiatan bersepeda dan
dalam jarak yang relative jauh dan waktu yang lama, sering mengeluhkan kram kaki
ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kram tersebut yaitu posisi yang kurang
bagus ketika berkendara, posisi badan yang buruk dan teknik bersepeda dan model
sepeda itu sendiri.
Kram otot merupakan kontraksi otot tertentu yang berlebihan, terjadi secara
mendadak tanpa disadari. Otot yang mengalami kram sulit untuk menjadi rileks
kembali. Bisa dalam hitungan menit bahkan jam untuk meregangkan otot yang kram
itu. Kontraksi dari kram otot sendiri dapat terjadi dalam waktu beberapa detik sampai
beberapa menit. Selain itu, kram otot dapat menimbulkan keluhan nyeri. Kram otot
dapat mengenai otot lurik atau bergaris, otot yang berkontraksi secara kita sadari.
15
Kram otot dapat juga mengenai otot polos atau otot yang berkontraksi tanpa kita
sadari. Kram otot dapat terjadi pada tangan, kaki, maupun perut. (Basoeki.;2005).
Olahraga bersepeda saat ini meningkat dikalangan masyarakat. Tapi kadang
kaki tiba-tiba merasa kram saat asyik mengayuh sepeda. Bagi pengendara sepeda
mungkin akan mengalami kondisi kaki kram lebih sering karena menggunakan otot
kaki lebih banyak. Gangguan ini umumnya tidak berbahaya, tapi bisa mengganggu
aktivitas. (Gunawan Santoso ;2011).
Saat kaki kram maka akan merasakan nyeri yang tajam dibagian kaki atau betis
yang disebabkan oleh otot yang secara tidak sengaja mengalami kontraksi atau
membentuk simpul. Jika rasa sakit ini sangat parah maka bisa membuat seseorang
berhenti mengayuh. Hingga kini penyebab kaki kram masih belum jelas, tapi ada
beberapa faktor yang membuat seseorang terkena kram. (Gunawan Santoso ;2011).
Berdasarkan data-data diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang lebih lanjut untuk melihat adanya gangguan pada saat bersepeda khususnya
gangguan kram kaki.
16
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tesebut, maka rumusan masalah adalah
sebagai berikut : “Bagaimana hubungan antara kejadian kram kaki pada pengendara
sepeda fixie di kota Makassar”?
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Diketahuinya hubungan antara kegiatan bersepeda dengan kram kaki pada
pengendara sepeda di Makassar.
2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya distribusi pengendara sepeda yang mengalami keluhan
kram kaki di Makassar.
b. Diketahuinya hubungan antara durasi bersepeda dengan timbulnya
kram kaki pada pengendara sepeda.
c. Diketahuainya hubungan antara posisi bersepeda dengan timbulnya
kram kaki pada pengendara sepeda.
D. Manfaat penelitian
Apabila hasil yang dicapai dalam penelitian ini positif, maka diharapkan dapat
bermanfaat sebagai berikut :
1. Dapat memberikan informasi yang berguna tentang kram kaki yang timbuil
ketika bersepeda.
2. Menjadi bahan acuan ketika memberikan penanganan untuk penderita kram
kaki, khususnya dibidang fisioterapi olahraga.
3. Menurunkan mordibilitas dan mortalitas terhadap pengendara sepeda.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Biomekanika Ankle & Foot
Regio ankle & kaki memiliki beberapa sendi. Regio ankle dan kaki sangat
penting dalam aktivitas berjalan dan berlari. Kaki sangat berperan dalam menumpuh
berat tubuh saat berdiri dgn pengeluaran energi otot yg minimum. Kaki juga berperan
menjadi lever struktural yg kaku untuk gerakan tubuh ke depan saat berjalan atau
berlari.( Nordin, Margaretta; 2001)
Biomekanika ankle dan kaki terbagi atas :
- Struktur ankle
- Struktur foot/kaki
- Otot-otot kaki
- Hubungan ankle dan kaki
1. Tibiofibular Joint
Secara anatomis, bagian superior dan inferior sendi terpisah dari ankle tetapi
berperan memberikan gerakan asesori untuk menghasilkan gerakan yang lebih luas
pada ankle. Tibiofibular superior joint adalah sendi sinovial plane joint dibentuk oleh
caput fibula & facet pada bagian postero lateral dari tepi condylus tibia. Tibiofibular
inferior joint adalah sindesmosis dengan jaringan fibrous antara tibia & fibula.
interosseous tibiofibular serta ligamen tibiofibular anterior dan posterior. Gerak yang
dihasilkan adalah gerak slide. Pada saat dorsifleksi dan plantarfleksi ankle terjadi
sedikit gerakan asesori dari fibula :
18
- Pada saat plantarfleksi ankle, malleolus lateral (fibula) akan berotasi ke medial
dan tertarik kearah inferior serta kedua malleoli saling mendekati. Pada sendi
superior, caput fibula akan slide kearah inferior
- Pada saat dorsifleksi ankle, malleolus lateral akan berotasi ke lateral dan
tertarik kearah superior serta kedua malleoli saling membuka. Pada sendi
superior, caput fibula akan slide kearah superior.
- Pada saat supinasi kaki, caput fibula akan slide ke distal dan posterior (external
rotasi). Pada saat pronasi kaki caput fibula akan slide ke proksimal dan anterior
(internal rotasi).
2. Ankle Joint
Ankle joint termasuk sendi sinovial hinge joint, dibentuk oleh malleolus tibia
dan fibula serta talus membentuk tenon and mortise joint. Diperkuat oleh ligamen
deltoideum dan ligamen collateral lateral. Pada sisi medial ankle joint diperkuat oleh 5
ikatan ligamen yang kuat, 4 ligamen yang menghubungkan malleolus medial tibia
dengan tulang tarsal bagian posterior, calcaneus, talus dan navicular. ( Nordin,
Margaretta; 2001)
Tibiofibular inferior joint ditopang oleh ligamen interosseous tibiofibular serta
ligamen tibiofibular anterior dan posterior. Gerak yang dihasilkan adalah gerak slide.
Pada saat dorsifleksi dan plantarfleksi ankle terjadi sedikit gerakan asesori dari fibula :
- Pada saat plantarfleksi ankle, malleolus lateral (fibula) akan berotasi ke medial
dan tertarik kearah inferior serta kedua malleoli saling mendekati. Pada sendi
superior, caput fibula akan slide kearah inferior
19
- Pada saat dorsifleksi ankle, malleolus lateral akan berotasi ke lateral dan
tertarik kearah superior serta kedua malleoli saling membuka. Pada sendi supe-
rior, caput fibula akan slide kearah superior.
- Pada saat supinasi kaki, caput fibula akan slide ke distal dan posterior (external
rotasi). Pada saat pronasi kaki caput fibula akan slide ke proksimal dan anterior
(internal rotasi)
Keempat ligamen tersebut secara kolektif dike-nal sebagai ligamen deltoid,
terdiri atas ligamen calcaneotibial, talotibial anterior, tibionavicular, dan talotibial
posterior. Ligamen kelima dikenal sebagai ligamen spring (ligamen plantar
calcaneonavicular) yang memberikan hubungan horisontal antara os navicular &
proyeksi sustentaculum tali pada bagian medial calcaneus. Pada sisi lateral ankle joint
diperkuat oleh 3 ligamen yang secara kolektif dinamakan ligamen collateral lateral. (
Nordin, Margaretta; 2001)
Ligamen lateral lebih lemah daripada ligamen medial, dan ligamen talofibular
anterior paling lemah diantara semua ligamen ankle. Permukaan yang konkaf adalah
mortise, yang dibentuk oleh malleolus tibia dan fibula dan permukaan yg konveks
adalah talus, yang ber-bentuk kerucut dan melebar kearah anterior dengan apex
mengarah ke medial. Karena bentuk talus tersebut, maka ketika dorsifleksi kaki talus
juga akan abduksi dan sedikit eversi, dan ketika plantarfleksi kaki talus juga akan
adduksi dan sedikit inversi disekitar axis oblique. ( Nordin, Margaretta; 2001).
a. Subtalar Joint
Termasuk sendi isinovial plane joint, dibentuk oleh permukaan inferior talus
dan superior calcaneus. Diperkuat oleh lig. deltoideum, lig. lateral, lig. talocalcanea
interosseus, lig. talocalcanea pos-terior & lateral. Menghasilkan gerak pronasi &
supinasi serta inversi dan eversi secara pasif pada saat closed kinematika, berperan
20
mengurangi gaya rotasi dari tungkai & kaki. Permukaan yg konveks adalah calcaneus
yg bergerak terhadap permukaan yang konkaf yaitu talus.
b. Talonavicular Joint
Secara anatomis & fungsional merupakan bagian dari talocalcaneonavicular
joint. Distabilisasi oleh ligamen deltoid, bifurcatum, & ligamen talonavicular dorsal.
Bersama-sama dengan subtalar joint menghasilkan gerak pronasi & supinasi terjadi
gerak asesori navicular yang disertai oleh gerak abduksi/adduksi + inversi/eversi.
c. Transversal Tarsal Joint
Biasa dikenal dengan “Chopart’s Joint”. Secara fungsional, merupakan sendi
gabungan dari 2 sendi sisi medial oleh talonavicular joint dan sisi lateral oleh
calcaneocuboid joint walaupun secara anatomis terpisah. Yang paling besar
menstabilisasi adalah ligamen calcaneocuboid (ligamen plantaris yang panjang &
pendek). Berpartisipasi dalam gerak pronasi supinasi kaki, gerak asesori pasif
(abduksi-adduksi, inversi-eversi).
d. Intertarsal dan Tarsametatarsal Joint
Baik intertarsal maupun tarsometatarsal joint merupakan plane joint (non-axial)
Gerakan yang dihasilkan adalah gerak slide.
e. Intermetatarsal Joint
Sendi-sendi ini mencakup 2 set sendi side-by-side,yaitu antara basis metatarsal I
dan basis metatarsal II dan seterusnya. Sendi-sendi tersebut tergolong nonaxial joint.
Sendi-sendi antara caput metatarsal adalah ba-gian yang penting dari arkus metatarsal.
Gerakan yang terjadi adalah membentuk arkus & mendatarkan arkus ketika kaki
weight bearing.
21
f. Metatarsophalangeal Joint
Sendi-sendi ini adalah modifikasi condyloid joint. MTP joint ibu jari kaki
berbeda dengan lainnya karena lebih besar dan memiliki 2 tulang sesamoid
diantaranya. ROM ekstensi pada MTP lebih penting daripada fleksi (berbeda dengan
MCP). Ekstensi pada MTP sangat dibutuhkan untuk aktivitas berjalan. Demikian pula,
fungsi ibu jari kaki tidak terpisah dengan jari-jari lainnya, tidak seperti pada ibu jari
tangan.
g. Interphalangeal Joint
Interphalangeal joint pada kaki sama dengan pada tangan, yaitu tergolong hinge
joint. Gerak arthrokinematika MTP joint dan Interphalangeal joint sama dengan pada
jari-jari tangan.
h. Arkus Plantaris
Arkus plantaris terdiri atas : arkus longitudinal medial, lateral dan transversal.
Ketiga arkus tersebut dipertahankan oleh :
- Bentuk tulang dan saling keterkaitan antara tulang satu dengan yang lainnya
- Ligamen dan aponeurosis plantaris merupakan struktur yang paling penting
dalam mempertahankan arkus
- Otot-otot plantaris : otot tibialis posterior, fleksor hallucis longus, fleksor
digitorum longus, dan peroneus longus:
a. Arkus Longitudinal Medial
Membentuk tepi medial kaki yg berjalan dari calcaneus melalui talus, navicular
dan 3 cuneiforme kearah anterior pada 3 metatarsal pertama. Talus berada pada puncak
arkus & seringkali sebagai keystone (bagian sentral dari arkus). Secara normal tdk
pernah menyentuh tanah/lantai.
22
b. Arkus Longitudinal Lateral
Berjalan dari calcaneus melalui cuboid kearah anterior pada metatarsal IV dan V.
Secara normal selama weight bearing, arkus ini menyentuh tanah/ lantai.
c. Arkus Transversal
Berjalan dari sisi ke sisi melalui 3 cuneiforme ke cuboid. Cuneiforme II
merupakan keystone arkus ini.
3. Otot-Otot Kaki
Otot-otot pada kaki terdiri atas otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik. Otot
ekstrinsik terletak pada bagian anterior, lateral dan posterior tungkai bawah sampai ke
kaki. Otot primemover plantarfleksi ankle adalah otot two joint gastrocnemius dan
one-joint so-leus. Otot-otot lain yang memberikan kontribusi terhadap plantarfleksi
adalah otot tibialis posterior, fleksor hallucis longus, fleksor digitorum longus, serta
otot peroneus longus dan brevis. Otot tibialis posterior merupakan otot supinator dan
invertor yang kuat, yang membantu mengontrol pronasi selama berjalan. Otot fleksor
hallucis longus dan fleksor digito-rum longus berperan sebagai primemover fleksi jari-
jari kaki. Otot-otot ini membantu menopang arkus longitudinal medial. Otot peroneus
longus dan brevis secara utama berperan sebagai evertor kaki. Otot peroneus longus
juga membantu menopang arkus transversal dan longitudinal lateral. Otot primemover
dorsifleksi ankle adalah otot tibialis anterior (juga invertor ankle), ekstensor hallucis
longus, ekstensor digitorum longus (juga ekstensor jari-jari kaki), dan peroneus tertius.
( Nordin, Margaretta; 2001).
Hubungan Fungsional Ankle dan Kaki Secara normal, external torsion nampak
pada tibia sehingga mortise ankle menghadap sekitar 15 kearah luar akibatnya, saat
dorsi fleksi kaki bergerak keatas dan sedikit ke lateral, dan saat plantarfleksi kaki
23
bergerak ke bawah dan ke medial. Dorsifleksi merupakan posisi stabil dari talocrural
joint (ankle joint) CPP. Plantarfleksi merupakan loose-packed position. Talocrural
joint lebih peka/mudah injury pada saat berjalan dengan tumit tinggi karena ankle
dalam posisi plantarfleksi yang kurang stabil. Pada closed kinematik, terjadi supinasi
subtalar dan transversal tarsal joint yang disertai dengan pronasi dari kaki depan
(plantarfleksi metatarsal I dan dorsifleksi metatarsal V) hal ini meningkatkan arkus
kaki dan posisi stabil dari sendi-sendi kaki. Selama weight bearing (closed kinematik),
terjadinya pronasi subtalar dan transversal tarsal joint dapat menyebabkan arkus kaki
menurun. terjadi supinasi kaki depan yang disertai dengan dorsifleksi metatarsal I dan
plantarfleksi metatarsal V. Pada weight bearing, gerakan subtalar dan rotasi tibia saling
mempengaruhi. supinasi subtalar joint dihasilkan oleh lateral rotasi tibia, juga
sebaliknya. Ketika weight bearing, penopang utama dari arkus adalah ligamen spring,
ditambah dengan ligamen long plantaris, plantar aponeurosis, dan ligamen short
plantaris. Selama fase push-off, terjadi plantarfleksi dan supinasi kaki serta extensi
MTP joint sehingga meningkatkan ketegangan pada plantar aponeu-rosis yang
membantu meningkatkan arkus kaki. Seseorang yang mengalami deformitas varus dari
calcaneus, terjadi kompensasi saat berdiri berupa postur pronasi calcaneus . Kondisi
pes planus, pronated foot dan flat foot merupakan istilah yang sering dipertukarkan
pada pronated postur dari kaki belakang. Postur tersebut dapat menurunkan arkus
longi-tudinal medial kaki. Pes cavus dan supinated foot menunjukkan peningkatan
arkus kaki. ( Nordin, Margaretta; 2001).
24
B. Kajian Tentang Kram Otot
1) Pengertian
Menurut Basoeki (2005) kram otot merupakan kontraksi otot tertentu yang
berlebihan, terjadi secara mendadak tanpa disadari. Otot yang mengalami kram sulit
untuk menjadi rileks kembali. Bisa dalam hitungan menit bahkan jam untuk
meregangkan otot yang kram itu. Kontraksi dari kram otot sendiri dapat terjadi dalam
waktu beberapa detik sampai beberapa menit. Selain itu, kram otot dapat menimbulkan
keluhan nyeri. Kram otot dapat mengenai otot lurik atau bergaris, otot yang
berkontraksi secara kita sadari. Kram otot dapat juga mengenai otot polos atau otot
yang berkontraksi tanpa kita sadari. Kram otot dapat terjadi pada tangan, kaki, maupun
perut.
2) Mekanisme Kram Otot
Ganong (2008) menguraikan bahwa rangsang berulang yang diberikan sebelum
masa relaksasi akan menghasilkan penggiatan tambahan terhadap elemen kontraktil,
dan tampak adanya respon berupa peningkatan kontraksi. Fenomena ini dikenal
sebagai penjumlahan kontraksi. Tegangan yang terbentuk selama penjumlahan
kontraksi jauh lebih besar dibandingkan dengan yang terjadi selama kontraksi kedutan
otot tunggal. Dengan rangsangan berulang yang cepat, penggiatan mekanisme
kontraktil terjadi berulang-ulang sebelum sampai pada masa relaksasi. Masing-masing
respon tersebut bergabung menjadi satu kontraksi yang berkesinambungan yang
dinamakan tetanik atau kontraksi otot yang berlebihan (kram otot).
Menurut Corwin (2000) setiap pulsa kalsium berlangsung sekitar 1/20 detik dan
menghasilkan apa yang disebut sebagai kedutan otot tunggal. Penjumlahan terjadi
apabila kalsium dipertahankan dalam kompartemen intrasel oleh rangsangan saraf
berulang pada otot. Penjumlahan berarti masing-masing kedutan menyebabkan
25
penguatan kontraksi. Apabila stimulasi diperpanjang, maka kedutan-kedutan individual
akan menyatu sampai kekuatan kontraksi maksimum. Pada titik ini, terjadi kram otot
sampai dengan tetani yang ditandai oleh kontraksi mulus berkepanjangan.
Menurut Ganong (2008) satu potensial aksi tunggal menyebabkan satu kontraksi
singkat yang kemudian diikuti relaksasi. Kontraksi singkat seperti ini disebut kontraksi
kedutan otot. Potensial aksi dan konstraksi diplot pada skala waktu yang sama.
Kontraksi timbul kira-kira 2 mdet setelah dimulainya depolarisasi membran, sebelum
masa repolarisasi potensial aksi selesai. Lamanya kontraksi kedutan beragam, sesuai
dengan jenis otot yang dirangsang.
3) Penyebab Kram Otot
Menurut Mohamad (2001) kram otot dapat terjadi karena letih, biasanya terjadi
pada malam hari, dapat pula karena dingin, dan dapat pula karena panas. Pada otot
bergaris, kram dapat disebabkan kelelahan, dehidrasi atau kekurangan cairan dan
elektrolit (terutama kekurangan kalium dan natrium), dapat juga akibat trauma pada
tulang dan otot yang bersangkutan, atau kekurangan magnesium. Selanjutnya Basoeki
(2005) menegaskan bahwa beberapa obat juga dapat menyebabkan terjadinya kram
otot, seperti obat pelancar kemih, penurun lemak, kekurangan vitamin B1 (thiamine),
vitamin B5 (pantothenic acid) dan B6 (pyridoxine). Kram otot juga dapat terjadi akibat
sirkulasi darah ke otot yang kurang baik.
4) Hubungan Hemodialisa dengan Kram Otot
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dializer (NKF
2006). Dengan adanya sebagian darah pasien yang keluar dari tubuh dan beredar dalam
sebuah mesin (extracorporeal) bisa menyebabkan sirkulasi darah ke otot kurang baik
sehingga dapat mengakibatkan kram otot.
26
Menurut Tisher dan Wilcox (1997) alat dialisa juga dapat dipergunakan untuk
memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui
ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma
(dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran. Adanya penarikan cairan
(ultrafiltrasi) selama hemodialisa menyebabkan dehidrasi atau kekurangan cairan yang
dapat menyebabkan terjadinya kram otot.
Menurut Price dan Wilson (1995) komposisi cairan dialisat diatur sedemikian
rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar
dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal.
Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+ , K+, Ca++ , Mg++ , Cl- , asetat dan glukosa.
Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke
dalam dialisat karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Adanya perbedaan
unsur-unsur elektrolit dalam dialisat dengan komposisi elektrolit darah pasien bisa
mengakibatkan kekurangan elektrolit. Adanya kekurangan cairan dan elektrolit bisa
mengakibatkan kram otot.
5) Pencegahan Kram Otot
Biasanya kram otot dapat berhenti dengan meregangkan otot yang mengalami
kram, agar otot itu menjadi rileks kembali (Basoeki, 2005). Sedangkan, kram otot yang
terus menerus dan sering terjadi dapat menyebabkan distonia. Jika terjadi kram otot
selama tindakan hemodialisa segera lakukan pengobatan dengan langsung memulihkan
volume cairan intravaskuler melalui pemberian bolus cairan isotonic saline natrium
clorida (NaCL 0,9 %) (NKF, 2006).
27
C. Kajian Tentang Nyeri
1) Pengertian
Menurut The International Association for the study of pain (IASP), nyeri
didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan
kerusakan jaringan. Persepsi yang disebabkan oleh rangsangan yang potensial dapat
menimbulkan kerusakan jaringan disebut nosisepsion. Nosisepsion merupakan langkah
awal proses nyeri. Reseptor neurologik yang dapat membedakan antara rangsang nyeri
dengan rangsang lain disebut nosiseptor. Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan
disabilitas. Impairment adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi
anatomik, fisiologik, maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil dari
impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
yang normal. (Sudoyo dkk, 2009)
Persepsi yang diakibatkan oleh rangsangan yang potensial dapat menyebabkan
kerusakan jaringan disebut nosisepsi, yang merupakan tahap awal proses timbulnya
nyeri. Reseptor yang dapat membedakan rangsang noksius dan non-noksius disebut
nosiseptor. Pada manusia, nosiseptor merupakan terminal yang tidak tedeferensiasi
serabut a-delta dan serabut c. Serabut a-delta merupakan serabut saraf yang dilapisi
oleh mielin yang tipis dan berperan menerima rangsang mekanik dengan intensitas
menyakitkan, dan disebut juga high-threshold mechanoreceptors. Sedangkan serabut c
merupakan serabut yang tidak dilapisi mielin. (Sudoyo dkk, 2009).
Intensitas rangsang terendah yang menimbulkan persepsi nyeri, disebut ambang
nyeri. Ambang nyeri biasanya bersifat tetap, misalnya rangsang panas lebih dari 500C
akan menyebabkan nyeri. Berbeda dengan ambang nyeri, toleransi nyeri adalah tingkat
nyeri tertinggi yang dapat diterima oleh seseorang. Toleransi nyeri berbeda-beda antara
28
satu individu dengan individu lain dan dapat dipengaruhi oleh pengobatan. Dalam
praktek sehari-hari, toleransi nyeri lebih penting dibandingkan dengan ambang nyeri.
(Sudoyo dkk, 2009)
2) Terminologi nyeri
Alodinia adalah nyeri yang dirasakan oleh pasien akibat rangsang non-noksius
yang pada orang normal, tidak menimbulkan nyeri. Nyeri ini biasanya didapatkan
padapasien dengan berbagai nyeri neuropatik, misalnya neuralgia pasca herpetik,
sindrom nyeri regional kronik dan neuropati perifer lainnya. (Sudoyo dkk, 2009)
Hiperpatia adalah nyeri yang berlebihan, yang ditimbulkan oleh rangsang
berulang. Kulit pada area hiperpatia biasanya tidak sensitif terhadap rangsang yang
ringan, tetapi memberikan respons yang berlebihan pada rangsang multipel. Kadang-
kadang, hiperpatia disebut juga disestesi sumasi.
Disestesi adalah parestesi yang nyeri. Keadaan ini dapat ditemukan pada
neuropati perifer alkoholik, atau neuropati diabetik di tungkai. Disestesi akibat
kompresi nervus femoralis lateralis akan dirasakan pada sisi lateral tungkai dan disebut
meralgia parestetika.(Sudoyo dkk, 2009)
Parestesi adalah rasa seperti tertusuk jarum atau titik-titik yang dapat timbul
spontan atau dicetuskan, misalnya ketika saraf tungkai tertekan. Parestesi tidak selalu
disertai nyeri; bila disertai nyeri maka disebut disestesi.
Hipoestesia adalah turunnya sensitifitas terhadap rangsang nyeri. Area
hipoestesia dapat ditimbulkan dengan infiltrasi anestesi lokal.
Analgesia adalah hilangnya sensasi nyeri pada rangsangan nyeri yang normal.
Secara konsep, analgesia merupakan kebalikan dari alodinia.
29
Anestesia dolorosa, yaitu nyeri yang timbul di daerah yang hipoestesi atau
daerah yang didesensitisasi.
Neuralgia yaitu nyeri yang timbul di sepanjang distribusi suatu persarafan.
Neuralgia yang timbul di saral skiatika atau radiks S1, disebut Skiatika. Neuralgia yang
tersering adalah neuralgia trigeminal.
Nyeri tabetik, yaitu salah satu bentuk nyeri neuropatik yang timbul sebagai
komplikasi dari sifilis. (Sudoyo dkk, 2009)
Nyeri sentral, yaitu nyeri yang diduga berasal dari otak atau medula spinalis,
misalnya pada pasien stroke atau pasca trauma spinal. Nyeri terasa seperti terbakar dan
lokasinya sulit dideskripsikan.
Nyeri pindah (referred pain) adalah nyeri yang dirasakan di tempat lain, bukan
di tempat kerusakan jaringan yang menyebabkan nyeri. Misalnya nyeri pada infark
miokard yang dirasakan di bahu kiri atau nyeri ekibat kolesistis yang dirasakan di bahu
kanan.
Nyeri fantom yaitu nyeri yang dirasakan pada bagian tubuh yang baru
diamputasi; pasien merusakan seolah-olah bagian yang diamputasi itu masih ada.
Substansi algogenik adalah substansi yang dilepaskan oleh jaringan yang rusak
atau dapat juga diinjeksi subkutaneus dari luar, yang dapat mengaktifkan nosiseptor,
misalnya histamin, serotonin, bradikinin, substansi-P, K+. Prostaglandin, Serotonin,
histamin, K+, H
+ dan prostaglandin terdapat di jaringan; kinin berada di plasma;
substansi-P berada di terminal saraf aferen primer; histamin berada di dalam granul-
granul sel mast, basofil dan trombosit.
30
Nyeri akut yaitu nyeri yang timbul segera setelah rangsangan dan hilang setelah
penyembuhan.
Nyeri kronik yaitu nyeri yang menetap selama lebih dari 3 bulan walaupun
proses penyembuhan sudah selesai. (Sudoyo dkk, 2009)
3) Klasifikasi nyeri
Nyeri nosiseptif, adalah nyeri yang timbul sebagai akibat perangsangan pada
nosiseptor (serabut a-delta dan serabut c) oleh rangsangan mekanik, termal atau
kemikal.
Nyeri somatik adalah nyeri yang timbul pada organ nonviseral, misal nyeri
pasca bedah, nyeri metastatik, nyeri tulang, nyeri artritik.
Nyeri viseral adalah nyeri yang berasal dari organ viseral, biasanya akibat
distensi organ yang berongga, misalnya usus, kandung empedu, pankreas, jantung.
Nyeri viseral seringkali diikuti referred pain dan sensasi otonom, seperti mual dan
muntah.
Nyeri neuropatik, timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf. Nyeri seringkali
persisten, walaupun penyebabnya sudah tidak ada. Biasanya pasien merasakan rasa
seperti terbakar, seperti tersengan listrik atau alodinia dan disestesia.
Nyeri psikogenik, yaitu nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri somatik dan
nyeri neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi atau kelainan psikosomatik.
(Sudoyo dkk, 2009)
31
Nyeri somatik
Nyeri nosiseptif
Nyeri viseral
Nyeri Nyeri neuropatik
Nyeri non-nosiseptif
Nyeri psikogenik
4) Mekanisme Nyeri
Proses nyeri mulai stimulasi nociceptor oleh stimulus noxious sampai
terjadinya pengalaman subyektif nyeri adalah suatu seri kejadian elektrik dan kimia
yang bisa dikelompokkan menjadi 4 proses, yaitu: transduksi, transmisi, modulasi dan
persepsi. (Sudoyo dkk, 2009)
Secara singkat mekanisme nyeri dimulai dari stimulasi nociceptor oleh stimulus
noxious pada jaringan, yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nosiseptor di
mana di sini stimulus noxious tersebut akan dirubah menjadi potensial aksi. Proses ini
disebut transduksi atau aktivasi reseptor. Selanjutnya potensial aksi tersebut akan
ditransmisikan menuju neuron susunan saraf pusat yang berhubungan dengan
nyeri.tahap pertama transmisi adalah konduksi impuls dari neuron aferen primer ke
kornu dorsalis medula spinalis, pada kornu dorsalis ini neuron aferen primer bersinap
dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron tersebut akan naik ke
atas di medeula spinalis menuju batang otak dan talamus. (Sudoyo dkk, 2009)
Selanjutnya terjadi hubungan timbal balik antara talamus dan pusat-pusat yang
lebih tinggi di otak yang mengurusi respons persepsi dan afektif yang berhubungan
dengan nyeri. Tetapi rangsangan nosiseptif tidak selalu menimbulkan persepsi nyeri
32
dan sebaliknya persepsi nyeri bisa terjadi tanpa stimulasi nosiseptif. Terdapat proses
modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut, tempat modulasi
sinyal yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medula spinalis. Proses
terakhir adalah persepsi, di mana pesan nyeri di relai menuju ke otak dan
menghasilkan pengalaman yang tidak menyenangkan. (Sudoyo dkk, 2009)
D. Tinjauan Tentang Bersepeda
Mengayuh Sepeda, baik sepeda stasioner atau sepeda biasa, adalah bagian dari
latihan kardiovaskular yang efektif. Selain „melatih‟ jantung, paru-paru dan sistem
peredaran darah, menyebabkan „pergerakan aktif‟ dari sebagian besar pada banyak otot
tubuh. Bersepeda dengan cara Sprint dinyatakan memiliki pengaruh lebih besar dalam
membangun otot tubuh, dibandingkan dengan bersepeda endurance. Terlepas dari jenis
bersepeda (sprint atau endurance) anda lakukan, otot-otot yang bekerja saat mengayuh
pedal sepeda adalah sama. (Dede Demet barry et al : 2010).
a. Otot-otot yang bertindak
- Otot-otot pinggul
Otot-otot di bagian belakang pinggul, khususnya otot gluteus maximus. Paha
belakang terdiri dari bisep femoris, semimembranosus dan semitendinosus dan terletak
di bagian belakang paha juga berkontribusi terhadap perluasan pinggul sepeda.
Paha belakang juga bekerja untuk menarik pedal ke belakang di bagian bawah
downstroke sementara illiopsoas atau otot fleksor pinggul tarik kaki untuk kembali.
Otot-otot paha bagian dalam dan luar, masing-masing, bekerja untuk menjaga pinggul
selaras dan mencegah lutut dari bergulir dalam atau di luar pedal.
33
- Otot lutut
Bekerja ketika naik sepeda. Paha depan, rektus femoris terdiri dari, vastus
midialis, vastus lateralis dan vastus intermedius, kontraksi kuat lutut saat mendorong
ke bawah pedal. Paha belakang, yang lintas baik pinggul dan sendi lutut, mengambil
alih dari paha depan untuk menyelesaikan balik kayuhan sepeda.
- Otot-otot Lain
Meskipun bersepeda didominasi menggunakan otot-otot tubuh bagian bawah,
ada beberapa otot tubuh bagian atas yang juga terlibat dalam ketika bersepeda. Otot
punggung bawah–secara kolektif disebut spinae –bekerja bersama dengan abdominus
rektus lateral atau abs, terus tulang belakang. Otot yang luas di atas kembali, latissimus
dorsi, bekerja dengan bisep dan trisep in arms membantu.
34
Gambar 2.1 otot-otot kunci dalam bersepeda
b. Posisi Ketika Bersepeda
Posisi tepat di atas sepeda akan meningkatkan keefisiensian dan kemampuan
menghasilkan tenaga saat mengayuh. Posisi yang salah dapat membuat cedera dan
tidak nyaman dan dapat sangat memengaruhi penguasaan sepeda saat menuruni
gunung atau berurusan dengan kemacetan lalu lintas. Beberapa pengukuran
menentukan penyetelan yang sesuai : ukuran rangka, tinggi sadel, sudut lutut, tinggi
batang setang dan jangkauan.
Pengukuran beragam antara satu orang dan orang lainnya dan didasarkan pada
jenis dan ukuran tubuh, jenis kegiatan bersepeda yang kamu ingin lakukan, cedera
dimasa lalu atau saat ini. Penyetelan sepeda dilakukan dalam beberapa langkah, jadi
jangan berharap langsung mendapatkan langsung setelan sempurna saat pertama kali
mencoba. Kadang diperlukan serangkaian peraturan untuk menjadikan sepedamu lebih
nyaman dan efisien serta butuh waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk
mendapatkan posisi yang tepat.(Dede Demet barry et al : 2010)
35
Tinggi sadel adalah pengaturan paling penting untuk memperoleh keefisienan
otot saat mengayuh sepeda. Mengatur posisi sadelmu pada ketinggian yang tepat akan
membantu fungsi otot kakimu untuk mencapai kekuatan maksimalnya, dan akan
meminimalkan kekuatan pada pantatmu, yang akan mencegah luka. Jika sadel terlalu
tinggi atau rendah, keefisienanmu akan turun dan tekanan akan salah tempat yaitu
diantara sendi dan pantatmu.
Aturlah tinggi sadelmu sehingga saat kamu duduk sempurna diatas sadel,
dengan tumitmu diatas pedal, kakimu menjulur dengan sempurna.ini memastiakan
lututmu sedikit menekuk saat ujung kakimu berada diatas pedal dengan engkol dalam
posisi tegak kebawah. Saat mengatur ketinggian sadel jangan meninggikan gagang
sadel diatas garis ketinggian maksimal pada gagang sadel.(Dede Demet barry et al :
2010).
Pengaturan jangkauan dan setang menentukan jangkauang yang tepat untuk
setangmu didasarkan pada panjang lenganmu, kelenturan punggung, dan kekuatan
tubuh bagian atas. Ukuran setang ( dari ujung ke ujung ), pengaturan ( sejajar, condong
kearah atas atau kebawah ), dan panjang batang setang mempengaruhi jangkauan.
Jangkauan optimal juga bergantung pada jenis sepeda yang kamu kendarai dan jenis
kegiatan bersepeda yang kamu lakukan. Tidak seperti tinggi sadel, yang selalu tetap
pada berbagai sepeda, pengaturan setang dan jangkauannya terlihat berbeda pada
setian jenis sepeda.
Sebagian besar orang belajar bersepeda saat masih kanak-kanak dan ini tampak
seperti olahraga sederhana bila kamu sudah menguasai keseimbangannya,tetapi nuansa
teknik mengayuh pedal, efisiensi, memilih gir, dan memindah gir dapat meningkatkan
performamu. Selain itu, menaati peraturan dan aturan keselamatan akan membuatmu
semakin nyaman.
36
Mudah difahami bahwa semakin sering kamu bersepeda,semakin besar tekanan
yang kamu bebankan pada tubuhmu, bersepeda 5x setiap minggu lebih sulit
dibandingkan bersepeda 3x seminggu jika dua variable beban kerja lainnya dijaga tetap
sama. Frekuensi bersepeda mungkin tidak sepenting durasi atau intensitas.
Semakin lama setiap waktu bersepeda berlangsung, semakin besar pula beban
kerjanya, ketika menyelesaikan intensitas bersepeda denagn intensitas yang sama,
bersepeda selama 2 jam jauh lebih sulit dibandingkan bersepeda selama 1 jam. Sebuah
strategi yang efektif untuk menjaga beban kerja tetap tinggi adalah menjadwalkan
bersepeda jarak jauh dengan intens sehari sebelum hari yang akan disibukkan dengan
tanggung jawab selain tanggung jawab bersepeda.
- Masalah-Masalah Ketika Bersepeda
1. Luka Akibat Sadel
Luka akibat sadel (saddle sore) merupakan masalah yang tidak ingin di
bicarakan oleh para pesepeda. Aggota tubuh yang paling bersentuhan dengan sepeda
adalah bagian selangkangan, dan jika ini terkena luka akibat sadel dan bengkak akibat
kotor maka disebut saddle sore. Rasa sakit ini biasanya berkembang dari gesekan dan
iritasi yang membuat bakteri masuk ke dalam kelnjar keringat dan folikel rambut. Saat
infeksi terjadi aka terasa sakit dan bengkak, terbakar dan perih di bagian yang
bersentuhan dengan saddle. Akhirnya luka akan berkembang dan pecah. (Dede Demet
barry et al : 2010).
2. Lecet
Pesepeda akan mengalami suatu tingkatan lecet selama karier bersepeda. Lecet
meerujuk pada goresan dan luka yang terjadi ketika terjatuh dan tergores jalan.
37
Masalah kunci dalam mengobati lecet ini adalah pengawasan infeksi. (Dede Demet
barry et al : 2010).
3. Cedera Lebih Pakai (Overuse Injury)
Banyak pesepeda cenderung berlatih secara berlebihan pada suatu waktu. Itulah
sebabnya pesepeda harus menghindari pemaksaan yang melebihi kemampuannya.
Untuk itu di sarankan menjalakan program latihan dengan santai dan secara bertahap
meningkatkan waktu dan intensitas bersepeda. (Dede Demet barry et al : 2010)
4. Masalah Pengaturan Posisi
Jika merasakan sakit di leher, punggung, lengan dan lutut maka pesepeda harus
mengatur ulang pengaturan posisi duduk saat bersepeda. Jika tinggi sadel tidak tepat,
lutut akan merasakan akibatnya. Rasa sakit di lutut lazim di alami para pesepeda dan
kadang dapat di redakan dengan mengatur tinggi dan posisi tempat duduk atau
mengubah system cleat-and-pedal posisi tetap menjadi system cleat-and-pedal posisi
mengambang. Selain itu jika terlalu menunduk ke depan akan merasakan sakit di
punggung, leher dan lengan. Jika mengalami kesulitan menemukan posisi duduk yang
meredakan rasa sakit dan cedera. Bila hendak mengubah posisi bersepeda, pesepeda
harus meningkatkan bersepeda secara perlahan sehingga tubuh dapat menyesuaikan
perubahan tersebut. (Dede Demet barry et al : 2010).
- Mengayuh pedal dan efisiensi
Idealnya,seorang pesepeda harus mengayuh pedalnya dengan kecepatan 90
hingga 100 putaran per menit (RPM). Ini umumnya kisaran paling efisien untuk otot
dan sistem kardiovaskular.Namun Lance Armstrong telah dikenal bersepeda dengan
kecepatan lebih tinggi dari 100 RPM. Ia mencatatkan kemampuannya tersebut sebagai
bagian berharga dari ke 7 kemenangan Tour the francenya karena bersepeda pada RPM
38
tinggi membuatnya bisa mempertahankan kekuatan dan lebih cepat pulih dari pada
lawan lawannya.
Para pesepeda pemula cenderung menggunakan gir yang terlalu besar sehingga
menghasilkan RPM yang sangat kecil. Ini memberi tekanan pada otot,tendon,dan sendi
yang bisa menyebabkan cedera.RPM kecil menyebabkan otot cepat lelah, yang tentu
saja ingin kita hindari. (Dede Demet barry et al : 2010)
Saat berlatih dengan beban kerja yang lebih tinggi,seperti menaiki bukit,aturan
yang bagus untuk menentukan RPM yang tepat adalah untuk menyeimbangkan paru-
paru dan kaki. Tujuannya adalah kelelahan paru-paru sesuai dengan kelelahan ototmu.
Saat bersepeda, ukurlah kelelahan diparu-paru dan kakimu. Idealnya, ini akan memberi
kelelahan yang sama setelah rangakaian bersepeda yang menguras tenaga. Jika paru-
parumu lebih lelah, kurangi jumlah putaranmu(RPM). Jika kakimu lebih lelah
,tingkatkan jumlah putaranmu (RPM).
Untuk menghitung RPM-mu, kamu dapat menggunakan komputer sepedamu
atau mengikuti cara kuno untuk menghitung jumlah putaran yang dihasilkan kakimu
dalam satu menit. Pada awalnya kamu akan kesulitan untuk bersepeda dengan
kecepatan 90 hingga 100 RPM. Kamu mungkin merasa seolah-olah memantul-mantul
diatas sadelmu disaat kamu berusaha melakukannya. Latihan akan membuatmu bisa
melakukannya. Kamu akan semakin lincah dan semakin efisien dengan waktu. Jika
kamu kesulitan bersepeda dengan kisaran ini, buat tujuan kecil untuk dirimu sendiri
agar tubuhmu menyesuaikan dengan kisaran yang kamu inginkan tersebut. Mulailah
dengan mencoba kisaran 65 hingga 75 RPM, kemudian setelah kamu bisa (kamu
mungkin harus beberapa kali atau beberapa minggu melakukannya). Ingatlah bahwa
secara alami kamu akan mengalami kesulitan mengayuh pedal dengan RPM tinggi saat
39
menanjak dan lebih muda saat menurun, jika rata-ratamu mendekati 80 hingga 90 saat
menanjak dan 100 hingga 120 saat menurun, rata-rata keseluruhan akan bisa kamu
capai. (Dede Demet barry et al : 2010).
Teknik mengayuh pedal yang tepat akan memindahkan tenaga lebih dari
kakimu kesepeda. Kamu harus berfikir tentang mengayuh pedal melingkar dan
mendistribusikan tenaga dengan kesemua putaran kayuhan. Banyak pesepeda pemula
cenderung berusaha keras mengayuh saat mengayuh kebawah. Cara ini tidak efisien,
menyebabkan ada titik titik kosong dalam kayuhan sepeda. Alih-alih demikian, tumit
seharusnya sedikit menurun saat kayuhan kebawah dan sedikit naik saat kayuhan
keatas (lihat pada gambar). Cobalah bersepeda dengan tekanan yang halus dengan
kosisten dalam keseluruhan putaran engkol. Kamu akan takjub dengan energi
tambahan yang kamu dapatkan dengan mengayuh pedal seperti ini. (Dede Demet barry
et al : 2010).
Saat ingin memulai bersepeda ada baiknya untuk meluangkan waktu untuk
melakukan pemanasan pada otot-otot sebelum mencoba usaha yang berat. Tanpa
pemanasan yang tepat, akan mengakibatkan masalah,. Normalnya 10 sampai 15 menit
megayuh pedal dengan santai akan membuat darah mengalir dan memanaskan ototmu,
namun dalam cuaca dingin, memerlukan waktu yang lebih lama. Sebelum atau sesudah
bersepeda dan bahkan ketika tidak bersepeda, peregangan dapat menyegarkan kembali,
melindungi dan meningkatkan performa otot.
Bersepeda menggunakan semua otot utama dikaki, pantat dan punggungmu
melakukan pergangan dengan benar membuat semua otot yang bekerja tidak tegang
dan tentunya akan mencegah timbulnya cedera atau kram otot. (Dede Demet barry et al
: 2010).
40
E. Kajian Tentang Kram Kaki Pada Saat Bersepeda
Kram kaki pada saat bersepeda. Olahraga bersepeda saat ini menjadi terkenal
dikalangan masyarakat. Tapi kadang kaki tiba-tiba merasa kram saat asyik mengayuh
sepeda. Bagi pengendara sepeda mungkin akan mengalami kondisi kaki kram lebih
sering karena menggunakan otot kaki lebih banyak. Gangguan ini umumnya tidak
berbahaya, tetapi bisa mengganggu aktivitas. (Gunawan santoso ; 2011).
Saat kaki kram maka akan merasakan nyeri yang tajam dibagian kaki atau betis
yang disebabkan oleh otot yang secara tidak sengaja mengalami kontraksi atau
membentuk simpul. Jika rasa sakit ini sangat parah maka bisa membuat seseorang
berhenti mengayuh. Hingga kini penyebab kaki kram masih belum jelas, tapi ada
beberapa faktor yang membuat seseorang terkena kram. Jika seseorang sudah lama
atau tidak pernah mengayuh sepeda, maka ia bisa mengalami kram kaki karena tubuh
tidak terbiasa mengayuh. (Gunawan santoso ; 2011).
Beberapa faktor lain juga bisa membuat seseorang berisiko mengalami kram
kaki saat bersepeda, seperti dikutip dari Livestrong, (28/2/2011), adalah :
1. Bersepeda saat udara panas karena keringat yang keluar dapat mengurangi
jumlah elektrolit di tubuh.
2. Dehidrasi.
3. Adanya otot yang tegang sebelum seseorang bersepeda.
4. American Academy of Orthopaedic Surgeons menuturkan usia turut
mempengaruhi.
5. Lamanya waktu atau durasi mengayuh tanpa istirahat.
6. Tidak memadainya suplai darah.
Umumnya kram kaki bisa hilang dengan sendirinya, tapi ada hal yang bisa
dilakukan untuk meringankan rasa sakit yang muncul. Sebaiknya berhenti mengayuh
41
sejenak dan mencari tempat untuk beristirahat. Setelah itu lakukan peregangan dan
pijat di daerah yang mengalami kram tersebut. Melakukan kompres juga bisa
membantu mengurangi otot yang sakit.
Berdasarkan American Academy of Orthopaedic Surgeons diketahui
melakukan pemanasan dengan jogging ringan selama 5 menit yang diikuti dengan
peregangan otot-otot kaki bisa membantu menghindari kaki kram.
Selain itu mulailah bersepeda secara bertahap, dalam arti jangan langsung
mengayuh sepeda dalam jangka watu atau durasi yang lama. Secara bertahap intensitas
dan durasinya meningkat, hal ini untuk menghindari kelelahan otot. Serta
mengonsumsi vitamin B kompleks. (Gunawan santoso ; 2011).
42
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. KERANGKA KONSEP
ket : = Diteliti = Tidak Diteliti
B. Hipotesis
Tidak Ada hubungan antara bersepda terhadap timbulnya kram kaki pada
pengendara sepeda di Makassar.
KRAM KAKI Postur Bersepeda
Durasi Bersepeda
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
VARIABEL PERANCU VARIABEL KONTROL
Riwayat trauma Kontrol
Metodologi (kriteria ekskusi)
Statistic
- Statistified
- regeresi
Index Massa Tubuh
Bentuk sepeda
Hobby selain bersepda
(berlari,berenang, dll).
berenang,bermain bola)
43
` BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional dengan melakukan
pendekatan cross sectional. Penelitian ini akan mencari hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Setelah data terkumpul, data akan dimasukkan dan
diolah menggunakan software untuk analisis data dan ditarik kesimpulan mengenai
hubungan keduanya. Metode analisis data menggunakan metode chi-square.
B. Tempat dan waktu penelitian
Tempat : Jln. Ahmad Yani, Taman Indosat Makassar.
Waktu : mulai November – Desember 2012
C. Populasi dan sample
1. Populasi
Populasi Target pada penelitian ini adalah pengendara sepeda fixie yang aktif
bersepeda tiap pekan di Makassar.
2. Sampel
Sample penelitian ini adalah pengendara sepeda di Makassar yang memenuhi
kriteria inklusi dengan pemilihan sampel menggunakan purposive sampling. Besar
sample yang di ambil yaitu 36 orang.
44
a. Criteria Inklusi
- Pengendara sepeda yang bersedia mengikuti penelitian ini
- Responden berusia 16-28 tahun, berjenis kelamin laki-laki.
- Mempunyai waktu bersepeda 3X seminggu
b. Criteria Eksklusi
- Penderita yang mengalami penyakit tertentu yang tidak diperkenan mengayuh
sepeda mis : penyakit jantung.
- Memiliki aktifitas rutin lainnya misalnya berenang,dan bermain sepak bola.
45
D. Alur penelitian
MENENTUKAN TOPIK
MENENTUKAN POPULASI
DAN SAMPLE
OBSERVASI POSTURE DAN
DURASI KETIKA BERSEPEDA
BERSEPEDA
PENGUKURAN
VAS PENGISIAN QUISIONER
SETELAH BERSEPEDA
ANALISIS DATA
PENARIKAN KESIMPULAN
HASIL/SKRIPSI
PENELITIAN
46
E. Devinisi Operasional
a. Definisi operasional :
Kram kaki adalah nyeri akibat spasme otot di kaki yang timbul karena otot
berkontraksi terlalu keras disekitar kaki yang terjadi setelah bersepeda atau pada saat
bersepeda untuk mengukur rasa kram secara subyektif adalah Visual Analogue Scale
(VAS), yaitu dengan menjelaskan kepada pasien mengenai derajat nyeri yang di wakili
dengan angka 0 (tidak ada nyeri) sampai 10 (nyeri sangat hebat) pada alat VAS.
Dengan criteria tidak nyeri 0-0.9, nyeri sedang 1-4,9, nyeri berat 5-6,9
0 10
Visual Analogue Scale dengan skala 0-10 berupa rentangan makna :
0-0.9 = tidak nyeri
1-2,9 = nyeri ringan dan tidak mengganggu
3-4,9 = nyeri sedang dan sedikit menggnggu
5-6.9 = nyeri berat dan mengganggu
Kriteria nyeri pada pengambilan data :
1. Tidak ada nyeri : nilai VAS 0-0,9
2. Ada nyeri : nilai VAS 1-6,9
b. Durasi bersepeda
Durasi bersepeda adalah lamanya bersepeda dihitung dari mulai awal hingga
akhir. Durasi yang baik yaitu selama 30 menit. Untuk menghitung durasi digunakan
stopwatch.
47
Kriteria objektif :
1. Tidak baik , yaitu bila persyaratan durasi bersepeda tidak terpenuhi
2. Baik, yaitu bila persyaratan durasi bersepeda terpenuhi
c. Posisi bersepeda
Posisi bersepeda adalah postur yang mana bagi mereka yang nyaman dan
tentunya mereka masing-masing mempunyai posisi yang nyaman bagi diri mereka
masing-masing pada saat bersepeda, posisi yang baik berada pada posisi 70º. Cara
mengukur derajat postur mereka yaitu dengan menggunakan goniometer.
Kriteria objektif
1. Tidak baik, yaitu bila persyaratan posisi tidak terpenuhi
2. Baik, yaitu bila persyaratan posisi terpenuhi
F. Instrument Penelitian
1. Observasi
2. Visual Analogue Scale
3. Quisioner
4. Goniometer
5. Stopwatch
G. Teknik Pengambilan Data
1. Data dalam penelitian ini diambil dengan pemberian quisioner.
2. Visual Analogue Scale : pengendara di berikan instruksi untuk memberi tanda
pada Visual Analogue Scale yang telah disediakan terkait rasa kram pada kaki
yang dirasakannya. Sesuai dengan kriteria objektif.
48
3. Pengamatan posisi responden : mengamati posture pengendara ketika
bersepeda, dengan menggunakan alat goniometer
4. Pengamatan durasi bersepeda dengan menggunakan stopwatch.
H. Rencana pengolahan dan analisis data
Teknik analisis data yang digunakan ada dua, yaitu :
1. Analisis deskriptif : untuk mendeskripsikan data hasil penelitian secara
tunggal. Analisis deskriptif meliputi tabel distribusi frekuensi dan persentase.
2. Analisis inferensial : penelitian ini menggunakan uji chi-square
3. Analisis data akan dilakukan menggunakan software SPSS 17.0.
I. Masalah Etika
Sebelum penelitian dilaksanakan, dimintakan izin dari Komite Etika Penelitian
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Informed concent didapat dengan
meminta persetujuan subyek penelitian. Subyek penelitian berhak menolak untuk
diikut sertakan, boleh berhenti sewaktu-waktu, dan biaya yang berhubungan dengan
penelitian akan ditanggung oleh peneliti.
Setiap responden akan dijamin 3 hal :
a. Informed consent
Informed consent merupakan surat „kontrak‟ antara peneliti dengan
responden, dan menjadi bukti atas kesediaan seseorang menjadi responden.
b. Anonymous
Anonym berarti kesediaan peneliti untuk merahasiakan nama responden, terkait
dengan faktor-faktor tertentu.
49
c. Confidentiality
Kerahasiaan pasien harus dijamin oleh peneliti, segala hal yang tidak terkait
dengan penelitian harus dirahasiakan, sesuai kesepakatan antara responden dan
peneliti.
50
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Komunitas Fixie Bike Makassar mulai bulan
November sampai Desember 2012. Populasi dalam penelitian ini merupakan seluruh
anggota Komunitas Fixie Bike Makassar. Dari populasi tersebut ditentukan jumlah
sampel sebanyak 36 orang.
Data yang diambil merupakan data primer dengan pengisian kuesioner,
observasi posisi dan durasi pengendara menggunakan lembar observasi, serta
pengukuran VAS (Visual Analogue cale). Data yang diperoleh kemudian diolah sesuai
dengan tujuan penelitian.
1. Hasil Analisis Deskriptif
Distribusi sampel penelitian berdasarkan umur ,posisi dan durasi bersepeda
yaitu :
Tabel 5.1 Distribusi kram kaki Berdasarkan Umur
Karakteristik
Kram kaki
Total Ada kram Tidak ada
kram
Umur
≤ 20 tahun
21 – 29 tahun
3,24%
3,6%
2,52%
3,6%
5,76%
7,2%
51
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa responden yang ber usia ≤ 20 tahun berjumlah
5,76%(16 orang) yang merasakan kram kaki berjumlah 3,245(9 orang) dan yang tidak
merasakan kram kaki berjumlah 2,52%(7 orang) Sedangkan pada usia 21-29 tahun
yang berjumlah 7,2%(20 orang) responden yang merasakan kram kaki berjumlah
3,6%(10 orang) dan yang tidak merasakan kram kaki berjumlah 3,6%(10 orang).
Tabel 5.2 Distribusi Kram Berdasarkan Posisi Bersepeda
Variabel Kram Kaki
Total Ada Tidak ada
Posisi Baik 0,72% 1,8% 2,52%
Posisi Tidak Baik 6,48% 3,96% 10,44%
Sumber : data primer 2012
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa berdasarkan posisi bersepeda, responden yang
bersepeda dengan posisi baik sebanyak 2,52%(7 Orang). sedangkan yang bersepeda
dengan posisi yang tidak baik sebanyak 10,44%(29 Orang).
Berdasarkan data diatas bahwa pengendara sepeda yang bersepeda dengan
posisi yang baik yaitu berjumlah 2,52%(7 orang), yang merasakan kram kaki yaitu
0,72%(2 orang) dan yang tidak merasakan kram kaki sebanyak 1,8%(5 orang)
Sedangkan responden yang bersepeda denganm posisi tidak baik yang berjumlah
10,44%(29 orang) yang merasakan kram kaki sebanyak 6,48%(18 orang) dan yang
tidak merasakan kram kaki sebanyak 3,96%(11 orang).
Tabel 5.3 Distribusi Kram Berdasarkan Durasi Bersepeda
Variabel Kram Kaki
Total Ada Tidak ada
Durasi Baik 6,12% 5,4% 11,52%
Durasi Tidak Baik 1,08% 0,36% 1,44%
Sumber : data primer 2012
52
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa berdasarkan durasi bersepeda, responden yang
bersepeda dengan durasi yang baik sebanyak 11,52%(32 orang) sedangkan responden
yang bersepeda dengan durasi yang tidak baik yaitu sebanyak 1,44%(4 orang).
Berdasarkan data diatas menyatakan bahwa responden yang bersepeda dengan
durasi yang baik yaitu sebanyak 11,52%(32 orang) yang merasakan kram kaki
sebanyak 6,12%(17 orang) dan yang tidak merasakan kram kaki sebanyak 5,4%(15
orang) sedangkan bagi responden yang bersepeda dengan durasi yang tidak baik
sebanyak 1,44%(4 orang) yang merasakan kram kaki sebanyak 1,08%(3 orang) dan
yang tidak merasakan kram berjumlah 0,36%(1 orang).
2. Hasil Pengujian Hipotesis
Untuk mengetahui adanya hubungan antara posisi dan durasi bersepeda dengan
timbulnya kram kaki, dilakukan uji chi-square hasilnya ditunjukkan pada tabel :
Tabel 5.4 Hasil pengujian hipotesis
Variabel Uji Chi-square
Posisi Hasil. 120
Durasi Hasil. 392
53
B. Pembahasan
Karakteristik sampel
1. Hubungan posisi bersepeda ketika bersepeda dengan timbulnya kram
kaki
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi responden umumnya dengan
posisi tidak baik berjumlah 28 orang dan responden dengan posisi bersepeda baik
berjumlah 8 orang (15,4%). Pada kategori posisi tidak baik umumnya responden yang
menderita kram sebanyak 16 orang dan tidak kram sebanyak 12 orang. Responden
dengan posisi bersepeda baik, umumnya menderita kram berjumlah 2 orang,
sedangkan responden yang menyatakan tidak ada kram kaki 6 orang. Dari hasil uji chi-
square diperoleh tidak ada hubungan antara posisi bersepeda ketika bersepeda dengan
timbulnya kram pada kaki.
Penelitian yang dilakukan oleh Frederick P Rivara (1997) Paling umum,
pengendara sepeda menderita cedera pada ekstremitas atas (59,6%) dan ekstremitas
bawah (46,9%).
Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Barry D Weiss (1995) untuk
menentukan frekuensi cedera traumatis yang di alami, di dapatkan bahwa dari 132
peserta terdapat kram kaki sekitar 20,4% dari jumlah peserta. Hal ini menunjukkan
bahwa kram kaki merupakan salah satu dari sekian banyak cedera nontraumatic yang
bisa dialami oleh pengendara sepeda. Menurut Bridger (1995), sikap kerja yang salah,
canggung, dan diluar kebiasaan akan menambah resiko cedera pada bagian sistem
musculoskeletal.
Menurut teori, posisi yang tepat di atas sepeda dapat meningkatkan
keefisiensian dan kemampuan menghasilkan tenaga saat mengayuh. Posisi yang salah
dapat membuat cedera dan tidak nyaman dan dapat mempengaruhi penguasaan sepeda
54
saat menuruni gunung atau berurusan dengan kemacetan lalu-lintas. Beberapa
pengukuran menentukan penyetelan yang sesuai : ukuran rangka, tinggi sadel, sudut
lutut, tinggi batang setang, dan jangkauan (Barry Et Al, 2010).
Menentukan jangkauan yang tepat dari setang didasarkan pada panjang lengan,
kelenturan punggung, dan kekuatan tubuh bagian atas. Ukuran setang (dari ujung ke
ujung), pengaturan (sejajar, condong ke atas atau ke bawah) dan panjang batang setang
memengaruhi jangkauan. Jangkauan optimal juga bergantung pada jenis sepeda yang
hendak di kendarai dan jenis kegiatan bersepeda yang akan di lakukan (bersepeda di
jalan datar, mendaki gunung, balpan, tur, bersepeda gunung atau uji waktu) tidak
seperti tinggi sadel dan jangkauan nya berbeda pada setiap jenis sepeda. (Dede Demet
barry et al : 2010)
Secara umum yang harus dipertahankan posisi yang membuat bisa berkendara
dengan siku tangan sedikit menekuk setiap waktu untuk menyerap getaran dan
guncangan di jalan, memberi kendali yang lebih baik dan mengurangi rasa pegal pada
kaki, tangan, leher, punggung dan bahu. Mengatur tinggi setang dang jangkauan
sehingga dapat bersepeda dalam posisi condong (Barry Et Al, 2010).
Posisi yang buruk ketika bersepeda menjadi faktor mekanis eksternal terjadinya
kram pada pengendara sepeda (Friction Jr 1994 dan Gerwin RD 1993)
Keluhan pada otot merupakan salah satu indikator untuk mengevaluasi
penerapan ergonomi. Faktor pekerjaan yang mempengaruhi kekuatan otot dan
menimbulkan keluhan otot antara lain posisi kerja yang tidak alamiah (awkward
Posture), pengulangan pekerjaan pada satu jenis otot, tenaga yang berlebihan, posisi
kerja yang statis, terjadi kontak bagian tubuh dengan lingkungan atau pun peralatan
kerja, metode atau cara kerja, jam kerja yang terlalu panjang (Fitrihana dalam
Suma‟mur,1989).
55
Dari survei pendahuluan yang dilakukan pekerja mengalami gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh sikap kerja yang tidak ergonomis. Keluhan yang
dialami antara lain: sakit pada pinggang, lelah seluruh badan, kram lutut dan kaki,
keluhan pada lengan dan tangan, dan kram bahu dan punggung (Notoadmojo, 1997)
Sikap kerja tidak alamiah atau postur janggal adalah pergeseran dari gerakan
tubuh atau anggota gerak yang dilakukan oleh pekerja saat melakukan aktifitas dari
postur atau posisi normal secara berulang-ulang dalam waktu yang relatif lama.
Gerakan dan postur janggal ini adalah suatu faktor resiko untuk terjadinya gangguan,
penyakit dan cedera pada sistem muskuloskeletal.
Pembebanan otot secara statispun (Static Muscular Loading) jika
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama akan mengakibatkan RSI (Repetition
Strain Injuries), yaitu nyeri otot, tulang, tendon, dan lain-lain yang diakibatkan oleh
jenis pekerjaan yang bersifat berulang (repetitive).
2. Hubungan durasi bersepeda dengan timbulnya kram kaki
Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi responden dengan durasi baik
sebanyak 32 orang, sedangkan responden dengan durasi bersepeda tidak baik sebanyak
4 orang. Pada kategori durasi baik responden yang merasakan ada kram berjumlah 16
orang, sedangkan dengan tidak ada kram sebanyak 16 orang. Responden dengan durasi
bersepeda tidak baik, dengan distribusi yang merasakan kram 3 orang sedangkan tidak
kram 1 orang. Dari uji chi-square diperoleh tidak ada hubungan antara durasi
bersepeda dengan timbulnya kram kaki pada responden.
Menurut penelitian oleh Cohen (1993), bersepeda atau pelatihan dalam waktu
yang lama lebih menyebabkan luka pelana atau bisul yang disebabkan oleh gesekan
langsung dan iritasi folikel kulit dan rambut di daerah perineum dan paha bagian dalam
dan pantat.
56
Aktivitas jasmani (berlari, bersepeda, berenang) yang dilakukan selama 30
menit tiga kali seminggu akan meningkatkan kebugaran kardiovaskuler (kapasitas
kardiovaskuler, kekuatan dan daya tahan aerobik atau kebugaran), selain itu juga dapat
menurunkan tekanan darah anak-anak dan orang dewasa yang mengidap tekanan darah
tinggi ( Hypertension ) (Patrick K.Spear B., Holt K., Sofka D., 2001: 6).
Dari hasil wawancara lapangan dikemukakan oleh anggota komunitas sepeda
Fixie Bike Makassar bahwa “Pengendara sepeda yang sering melakukan kegiatan
bersepeda dan dalam jarak yang relatif jauh dan waktu yang lama, sering mengeluhkan
kram pada kaki ada beberapa faktor yang menimbulkan kram tersebut yaitu posisi
yang kurang bagus ketika berkendara, posture badan yang buruk dan teknik bersepeda
dan model sepeda itu sendiri” (Irwan kahar, ketua FBI makassar).
Kelebihan latihan terjadi ketika pemulihan tidak seiring dengan beban kerja
yang dilakukan. Semakin lama durasi bersepeda, semakin besar pula beban kerjanya
(Barry Et Al, 2010). Sesuai dengan penelitian bahwa umumnya pengendara yang
mempunyai durasi baik yang tidak merasakan kram sebesar 59,2%, dikarenakan tidak
bersepeda melebihi durasi 30-40 menit yang dapat menyebabkan kelebihan beban kerja
pada anggota geraknya.
Adanya perbedaan antara hasil penelitian dan teori disebabkan oleh beberapa
faktor yang kemungkinan mempengaruhi hasil penelitian ini. Pertama umumnya kram
yang dirasakan disebabkan oleh posisi yang salah atau tidak ergonomis yang membuat
adanya mikrotrauma pada kaki seperti yang di ungkapkan dari hasil wawancara
lapangan terhadap ketua Komunitas Fixie Bike Makassar. Selain itu karena responden
tidak konstant bersepeda selama 30-40 menit, tiap beberapa menit responden
beistirahat sehingga ada kesempatan merileksasikan kaki untuk menurunkan terjadinya
kontraksi otot yang berlebihan atau berulang.
57
3. Hubungan lama menjadi anggota terhadap timbulnya kram kaki
Berdasarkan lamanya menjadi anggota FBI, sampel dengan kategori ≤ 12 bulan
berjumlah 19 orang, yang mengalami kram 11 orang dan tidak ada kram 8 orang.
Sampel dengan kategori 13-18 bulan berjumlah 3 orang, yang mengalami kram 2
orang dan tidak kram 1 orang. Sampel dengan kategori 19-24 bulan berjumlah 14
orang, yang mengalami kram dan tidak kram sama-sama berjumlah 7 orang.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan
secara terus menerus dalam jangka waktu bertahun-tahun dapat mengakibatkan
gangguan pada tubuh (tobing, 1996).
Tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentuk mengakibatkan
berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya
gerakan. Keadaaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab tunggal seperti terlalu
kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan–tekanan yang tera-kumulasi setiap
harinya pada suatu masa yang panjang. Keadaan seperti ini yang berlarut–larut
mengakibatkan memburuknya kesehatan, yang disebut juga kelelahan klinis atau
kronis (Budiono dkk, 2003).
Latihan dan olahraga dimaksudkan untuk menjadi sehat, tetapi hal ini dapat
menyebabkan cedera ketika terjadi cedera akibat dari teknik olahraga yang tidak baik,
tidak seharusnya atau tidak melakukan peregangan sebelum olaraga. Jika hal ini terus
berlanjut dan tidak memperdulikan rasa sakit yang ditimbulkan bisa menyebabkan
kerusakan lebih lanjut.
4. Hubungan aktivitas lainnya terhadap timbulnya kram kaki
Berdasarkan ada atau tidaknya aktivitas lainnya yang bisa mnjadi faktor
timbulnya kram kaki pada responden, dari hasil pengambilan data diperoleh jumlah
sampel terbanyak adalah pada kategori tidak ada aktivitas lainnya sebanyak 21 orang
58
dan ada aktivitas lainnya sebanyak 15 orang. Pada kategori tidak ada aktivitas lainnya
yang mengalami kram kaki berjumlah 11 orang, sedangkan yang tidak mengalami
kram kaki sebanyak 10 orang. Sedangkan pada kategori ada aktivitas lainnya sampel
yang merasakan adanya kram kaki berjumlah 9 orang, sedangkan yang tidak
mengalami kram berjumlah 6 orang.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya aktivitas lain pada kaki juga
bisa menjadi pendorong terjadinya kram kaki pada responden selain akibat dari
bersepeda, menurut teori nyeri yang bersifat myofascial pain syndrome (MPS) dapat
timbul akibat trauma tiba-tiba, mikro trauma, atau kerja otot yang berlebihan.
(Warfield et al. 2002).
5. Hubungan pengetahuan posisi yang baik terhadap timbulnya kram
Berdasarkan tingkat pengetahuan posisi bersepeda yang baik, umumnya
responden mengetahui posisi yang baik yaitu sebanyak 33 orang dan yang tidak
mengetahui posisi yang baik berjumlah 3 orang. Pada kategori mengetahui posisi yang
baik distribusi kram kaki yaitu ada kram sebanyak 18 orang, dan tidak ada kram
sebanyak 15 orang. Pada kategori tidak mengetahui posisi yang baik, responden yang
menyatakan ada kram 2 orang dan yang menyatakan tidak ada kram berjumlah 1
orang.
Terbentuknya perilaku baru pada seseorang dimulai dari seseorang tahu dahulu
terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek diluarnya sehingga menimbulkan
pengetahuan baru pada seseorang tersebut. Menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan
merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
obyek tertentu melalui panca indera manusia. Pengetahuan responden mengenai posisi
bersepeda yang baik sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya kram yang muncul
khususnya dalam hal ini kram pada kaki. Kurangnya pengetahuan dapat berpengaruh
59
pada tindakan yang akan dilakukan, karena menurut Green (1980) yang dikutip dari
Notoatmodjo (1993) bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi
untuk terjadinya perilaku.
Dengan melihat hasil pengambilan data bahwa responden yang mengetahui
posisi baik dan tidak merasakan kram lebih banyak daripada yang merasakan kram
maka sesuai dengan teori menurut Notoatmodjo (1993) pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior) dan dikatakan pula bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki kelebihan sekaligus kekurangan yang hendaknya
diperhatikan untuk penelitian selanjutnya :
1. Pada saat penelitian responden datang dengan tidak membawa sepeda yang
digunakan, responden yang tidak membawa sepeda sendiri dilakukan
pengambilan data dengan meminjam sepeda yang serupa, penelitian tidak
adekuat karena peneliti tidak mengintruksikan sebelumnya untuk membawa
sepeda responden masing-masing. Hal ini akan mempengaruhi penilaian posisi
bersepeda.
2. Pada saat dilakukan penelitian, ada beberapa responden tidak kooperatif dalam
pengambilan kuesioner, beberapa responden juga tidak ikut dari pengambilan
data posisi.
60
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian mengenai Hubungan Antara Kejadian
Kram Kaki Dengan Bersepeda Pada Pengendara Sepeda Fixie Di Kota Makassar,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan uraian dan hasil penelitian distribusi pengendara sepeda yang
mengalami keluhan kram kaki dari 36 sampel yang menyatakan ada kram kaki
sebanyak 20 orang , sedangkan yang tidak merasakan kram kaki berjumlah 16
orang.
2. Berdasarkan uraian dan hasil penelitian, didapatkan tidak ada hubungan antara
lamanya durasi bersepeda dengan timbulnya kram kaki pada Komunitas Fixie
Bike Makassar
3. Berdasarkan uraian dan hasil penelitian, didapatkan adanya hubungan antara
posisi bersepeda yang tidak baik terhadap timbulnya kram kaki pada
Komunitas Fixie Bike Makassar.
B. Saran-Saran
1. Disarankan kepeda pengendara sepeda untuk menyesuaikan posisi bersepeda
dengan posisi yang disarankan untuk mencegah timbulnya non-traumatic
injuries ketika bersepeda.
2. Perlu adanya perbaikan bentuk ergonomis dari sepeda sehingga pengendara
sepeda dapat berkendara dengan baik tanpa perlu takut timbulnya cedera-
cedera traumatic yang menimbulkan kram dan mengganggu aktivitas sehari-
hari.
61
3. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan metode penelitian dan instrumen
yang lebih tepat untuk mengontrol faktor perancu dan mengingat bahwa masih
kurangnya data serta penelitian mengenai masalah ini, khusunya di Indonesia.
62
DAFTAR PUSTAKA
Barry,Dede demet,et al.(2010).Bersepeda Untuk Kebugaran.Penerbit:Pakar
raya.Bandung.
Basoeki. 2005.Diakses di http://weningkusuma.blogspot.com/2012/07/kram-otot.html
pada hari minggu 1 juli 2012.
Budiono, Sugeng, A.M. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang : Badan
penerbit UNDIP.
Cohen, C. Gloria. 1993. Cycling Injuries. Diakses dari http://www.bjm.com/archive
pada tanggal 31 Desember 2012.
Corwin, Elizabeth. J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Couper. (2006). Evaluating The Effectiveness Of Visual Analogue Scale. Diakses dari
http://www.portal.acm.org pada tanggal 5 agustus 2012.
Ganong, W.F. (2008). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.EGC : Jakarta
Gerwin, D. Robert. 2001. Classification, Epidemiology, and Natural History of
Myofascial Pain Syndrome. Diakses dari www.painpoints.com pada tanggal 21
oktober 2012.
Mohammad.(2001).Diakses dari http://weningkusuma.blogspot.com/2012/07/kram-
otot.html pada hari minggu 1 juli 2012.
Nealy, William (1994). "Mountain Bike - A Manual of Beginning to Advanced
Technique". Menasa Ridge Press ISBN 0-89732-114-6.
Nordin, Margaretta. (2001). Basic Biomechanic of the Musculoskeletal System 3rd
Edition. New York
Notoatmodjo, Soekidjo. 1997. Prinsip–Prinsip Dasar Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta. Andi Offset.
Patrick K, Spear B, Holt K, Sofka D, eds. 2001. Bright Futures in Practice: Physical
Activity. Arlington, VA: National Center for Education in Maternal and Child
Health.
Price, S.A & Wilson, L.M.. (1995). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta : EGC.
Rivara, P. Frederick et al. 1997. Epidemiology Of Bicycle Injuries and Risk Factor For
Serious Injury. Diakses dari http://www.bjm.com/archive pada tanggal 31
Desember 2012.
Suma‟mur PK. 1999. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakata: CV Haji Masagung
63
Santoso, Gunawan (2011). Kram kaki saat bersepeda. Diakses dari http://b2w-
indonesia.or.id/bacanote/kaki_kram_saat_bersepeda
Tisher, C.C & Wilcox, C.S.(1995). Nefrologi. Jakarta :EG
Weiss, D Barry. (1995). Nontraumatic Injuries In Amateur Long Distance Bicyclist.
Diakses dari http://www.sportsmed.org pada tanggal 6 agustus 2012.
64
LAMPIRAN
65
Hasil Olah Data
Durasi
durasi * kram kaki Crosstabulation
Count
kram kaki
Total tidak ada ya
durasi tidak baik 1 3 4
baik 15 17 32
Total 16 20 36
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .689a 1 .406
Continuity Correctionb .088 1 .767
Likelihood Ratio .726 1 .394
Fisher's Exact Test .613 .392
Linear-by-Linear Association .670 1 .413
N of Valid Casesb 36
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.78.
b. Computed only for a 2x2 table
66
Posisi
posisi * kram kaki Crosstabulation
Count
kram kaki
Total tidak ada ya
Posisi tidak baik 11 18 29
baik 5 2 7
Total 16 20 36
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.563a 1 .109
Continuity Correctionb 1.385 1 .239
Likelihood Ratio 2.589 1 .108
Fisher's Exact Test .204 .120
Linear-by-Linear Association 2.491 1 .114
N of Valid Casesb 36
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.11.
b. Computed only for a 2x2 table
67
Umur
umur * kram Crosstabulation
kram
Total tidak kram kram
umur <20 tahun Count 7 9 16
% of Total 19.4% 25% 44.4%
20-29 tahun Count 10 10 20
% of Total 38.5% 38.5% 55.5%
Total Count 17 19 36
% of Total 47.2% 52.7% 100.0%
Lama menjadi anggota
lama menjadi anggot * kram Crosstabulation
kram
Total tidak kram kram
lama menjadi anggot < 12 bulan Count 8 11 19
% of Total 22.2% 30.5% 52.7%
12 - 18 bulan Count 1 2 3
% of Total 2.7% 5.5% 8.3%
19 - 24 bulan Count 6 9 15
% of Total 16.6% 25% 41.6%
Total Count 15 22 36
% of Total 41.6% 61.1% 100.0%
68
Aktivitas lainnya
aktivitas lainnya * kram Crosstabulation
Kram
Total tidak ada kram Ada kram
Aktivitas lainnya ada Count 6 9 15
% of Total 16.6% 25% 41.6%
tidak ada Count 10 11 21
% of Total 27.7% 30.5% 58.3%
Total Count 16 20 36
% of Total 44.4% 55.5% 100.0%
Pengetahuan posisi yang baik
pengetahuan posisi yang baik * kram Crosstabulation
kram
Total tidak ada kram ada kram
pengetahuan posisi yang
baik
tahu Count 15 1 16
% of Total 41.6% 2.7% 44.4%
tidak tahu Count 1 19 20
% of Total 2.7% 52.7% 55.5%
Total Count 16 20 36
% of Total 44.4% 55.5% 100.0%
69
Lampiran informed consent
Kesediaan menjadi responden
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Alamat :
Dengan ini, saya bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk digunakan sebagaimana
mestinya.
Makassar, Oktober
2012
Responden
70
NO
.
umur Brp lama
menjdi
anggota
Riwayat
trauma
Ada/tdk
ada kram
Hobi
lain
Pengetahu
an posisi
yang baik
Aktivitas
lainnya
Posisi Durasi VAS
1 19 tahun
12
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Ya Tdk baik Tdk baik 0
2 23 tahun
24
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Tidak Tdk baik Baik 0
3 20 tahun
24
bulan
Tidak ada Tidak Tidak Ya Ya Baik Baik 0
4 17 tahun
12
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Ya Tdk baik Baik 0
5 20 tahun
12
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Ya Tdk baik Baik 0
6 27 tahun
18
bulan
Tidak ada Ya Tidak Tidak Tidak Tdk baik Baik 0
7 21 tahun
12
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Tidak Tdk baik Baik 0
8 22 tahun
12
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Tidak Tdk baik Baik 0
9 19 tahun
8
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Tidak Tdk baik Baik 0
10 23 tahun
24
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Tidak Tdk baik Baik 0
11 24 tahun
24
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Ya Tdk baik Tdk baik 0
12 27 tahun
24
bulan
Tidak ada Ya Tidak Tidak Ya Tdk baik Baik 1
13 20 tahun
24
bulan
Tidak ada Tidak Tidak Ya Tidak Baik Baik 0
14 20 tahun
24
bulan
Tidak ada Tidak Tidak Ya Tidak Tdk baik Baik 0
15 18 tahun
24
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Tidak Tdk baik Baik 0
16 23 tahun
12
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Ya Tdk baik Baik 0
17 22 tahun
24
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Ya Tdk baik Baik 0
18 20 tahun
12
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Ya Tdk baik Baik 0
19 21 tahun
12
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Tidak Tdk baik Baik 0
20 20 tahun
24
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Ya Tdk baik Baik 0
21 22 tahun
24
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Tidak Tdk baik Baik 0
22 26 tahun
12
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Tidak Tdk baik Tdk baik 0
23 25 tahun
12
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Tidak Tdk baik Baik 0
24 22 12 Tidak ada Ya Tidak Tidak Tidak Tdk baik Baik 0
71
tahun bulan
25 24 tahun
9
bulan
Tidak ada Tidak Tidak Ya Tidak Baik Baik 0
26 21 tahun
24
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Ya Baik Tdk baik 0
27 21
tahun
12
bulan
Tidak ada Ya Tidak Ya Ya Tdk baik Baik 0
28 17
tahun
9
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Ya Baik Baik 1
29 19
tahun
10
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Tidak Baik Baik 0
30 22
tahun
24
bulan
Tidak ada Tidak Ya Ya Tidak Baik Baik 0
31 21
tahun
20
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Tidak Tdk baik Baik 0
32 19
tahun
17
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Tidak Tdk baik Baik 0
33 22
tahun
10
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Tidak Tdk baik Baik 0
34 20
tahun
12
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Tidak Tdk baik Baik 0
35 19
tahun
16
bulan
Tidak ada Tidak Ya Tidak Ya Tdk baik Baik 1
36 23
tahun
6
bulan
Tidak ada Ya Ya Tidak Ya Tdk baik Baik 1
72
QUESIONER PENELITIAN
Hubungan Antara Aktivitas Bersepeda dengan Kram Kaki
pada Anggota Komunitas Fixie Bike Makassar Tahun 2012
A. Identifikasi Responden
Hari / tanggal :
Nama :
Usia :
Kapan mulai aktif bersepeda :
Merasa kram pada kaki : ya / tidak
Riwayat penyakit paru-paru obstruktif kronik : ada / tidak
Aktivitas rutin lainnya : ada (berenang, sepak bola, futsal, dll (sebutkan . . .)) /
tidak
Petunjuk pengisisan kuesioner : Jawab pertanyaan dengan memilih salah satu
jawaban. Beri tanda (X) pada pilihan yang dianggap paling tepat.
1. Seberapa sering anda melakukan aktivitas bersepeda?
a. 1 – 2 kali seminggu
b. 3 – 5 kali seminggu
2. Berapa lama durasi anda saat melakukan aktivitas bersepeda?
a. Kurang dari 30 menit
b. Minimal 30 menit
73
3. Seberapa jauh jarak anda ketika melakukan aktivitas bersepeda?
a. Kurang dari 13,5 km
b. Minimal 13,5 km
“TERIMA KASIH”
74
75
Dokumentasi
76
77
78
79
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Harvina Mukrim
Tempat/Tanggal Lahir : Sidrap/ 11 september 1991
Agama : Islam
Alamat : Nusa Tamalanrea Indah Blok.FD.28
Nama Orang Tua
- Ayah : Drs.H.Mukrim Idrus M.M
- Ibu : Hj. A.Darwisa S.Pd, M.Si
Pekerjaan Orang Tua
- Ayah : PNS
- Ibu : PNS
Riwayat Pendidikan :
1. Madrasah Ibtidaiyah Negeri Lasusua Kolaka Utara
2. Madrasah Tsanawiah Negeri Lasusua Kolaka Utara
3. SMA Negeri 1 Lasusua Kolaka Utara
4. Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin