76
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA KELAS VIII DI SMP ISS JATIPURNO WONOGIRI skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan oleh Esti Dika Sulistyowati 1301412071 JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEHARMONISAN KELUARGA ...lib.unnes.ac.id/28864/1/1301412071.pdf · HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI

Embed Size (px)

Citation preview

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN MOTIVASI

BELAJAR SISWA KELAS VIII DI SMP ISS JATIPURNO WONOGIRI

skripsi

disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Esti Dika Sulistyowati

1301412071

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Dan orang-

orang yang masih terus belajar akan menjadi pemilik masa depan” – Mario Teguh

PERSEMBAHAN

Untuk Almamaterku, Universitas Negeri Semarang

v

PRAKATA

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Alloh SWT atas segala

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

dengan judul “Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan keluarga

dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri”. Skripsi

ini diajukan kepada Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan.

Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa adanya hubungan yang signifikan

antara kematangan emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar. Hal ini

berarti semakin baik kematangan emosi dan semakin baik keharmonisan keluarga

maka akan semakin baik juga motivasi belajarnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tersusunnya skripsi ini bukan hanya

atas kemampuan dan usaha penulis semata. Namun juga berkat bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak khususnya dosen pembimbing yang telah sabar

membimbing penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor UNNES yang telah memberikan

kesempatan penulis untuk menempuh studi di Jurusan Bimbingan dan Konseling

sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.

2. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan FIP UNNES yang telah memberikan ijin

penelitian untuk penyelesaian skripsi.

3. Drs. Eko Nusantoro, M.Pd, Kons., Ketua Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP

UNNES yang telah memberikan rekomendasi ijin penelitian untuk penyelesaian

skripsi.

4. Dra. Ninik Setyowani, M. Pd., Dosen pembimbing utama yang telah memberikan

bimbingan dan motivasi sampai terselesaikannya skripsi ini.

5. Drs. Suharso, M.Pd. Kons., Dosen pembimbing kedua yang telah memberikan

kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

vi

6. Dra. Sinta Saraswati, M.Pd.,Kons. dan tim penguji skripsi, yang telah memberi

masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan bekal pengetahuan, bimbingan, dan

motivasinya selama mengikuti perkuliahan sampai dengan selesai.

8. Kepala Sekolah SMP ISS Jatipurno yang telah memberikan ijin kepada peneliti

untuk melakukan penelitian dan bersedia membantu serta bekerjasama dalam

penyelesaian skripsi ini.

9. Guru Bimbingan dan Konseling di SMP ISS Jatipurno yang telah memberikan

ijin, bersedia membantu dan bekerjasama dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Kedua orangtua dan adikku tercinta, terima kasih untuk kasih sayangnya,

perhatian, dukungan, doa, dan kesabarannya.

11. Teman-teman BK angkatan 2012.

12. Serta berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu dalam penelitian ini

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca serta dapat

memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan khususnya terkait dengan

perkembangan ilmu bimbingan dan konseling.

Semarang, November 2016

Penulis

vii

ABSTRAK

Sulistyowati, Esti Dika. 2016. Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri. Skripsi. Jurusan Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri

Semarang. Pembimbing I: Dra. Ninik Setyowani, M. Pd. dan Pembimbing II: Drs.

Suharso, M.Pd. Kons.

Kata kunci: kematangan emosi, keharmonisan keluarga, motivasi belajar

Penelitian ini berdasarkan fenomena di SMP ISS Jatipurno Wonogiri yang

menunjukkan bahwa terdapat siswa kelas VIII yang mempunyai permasalahan

motivasi belajar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran motivasi belajar

siswa, gambaran kematangan emosi siswa, gambaran keharmonisan keluarga siswa,

hubungan antara kematangan emosi dengan motivasi belajar siswa, hubungan antara

keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa, hubungan antara kematangan

emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa. Penelitian ini

termasuk penelitian expost facto, bersifat korelasional, dan menggunakan pendekatan

kuantitatif non eksperimental. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kematangan

emosi ( ), keharmonisan keluarga ( ), dan variabel terikat dalam penelitian ini

adalah motivasi belajar (Y). Populasi penelitian sebanyak 166 siswa kelas VIII.

Teknik sampling yang digunakan adalah proportional random sampling, sampel

diambil berdasarkan tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan 5% (n=114).

Pengumpulan data menggunakan skala psikologi dan angket tertutup. Validitas diuji

dengan rumus product moment, dan reliabilitas diuji dengan rumus Alpha. Teknik

analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif persentase, regresi linier

sederhana dan regresi linier berganda.

Hasil analisis deskriptif persentase menunjukkan bahwa motivasi belajar

siswa dalam kategori baik dengan persentase 68%, kematangan emosi siswa termasuk

kategori baik dengan persentase 70%, sedangkan keharmonisan keluarga siswa

termasuk dalam kategori baik dengan persentase 72%. Dari analisis regresi ganda

menunjukkan bahwa 1) ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi

dengan motivasi belajar, diperoleh hasil = 2,215 dengan nilai sig = 0,029 <

0,05, 2) ada hubungan yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan motivasi

belajar, diperoleh hasil = 2,034 dengan nilai sig = 0,044 < 0,05, 3) ada

hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dan keharmonisan keluarga

dengan motivasi belajar, diperoleh nilai = 3,719 dengan sig = 0,027 < 0,05.

Oleh karena itu, disarankan guru bimbingan dan konseling untuk memberikan

layanan bimbingan dan konseling bagi siswa terkait dengan kematangan emosi,

keharmonisan keluarga dan motivasi belajar.

viii

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... iPENGESAHAN .............................................................................................. ii

PERNYATAAN ............................................................................................. iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. iv

PRAKATA ...................................................................................................... v

ABSTRAK ..................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii

DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 9

1.5 Sistematika Skripsi .................................................................................. 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 12

2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 12

2.2 Motivasi Belajar ..................................................................................... 15

2.2.1 Pengertian Motivasi .............................................................................. 16

2.2.2 Pengertian Belajar .................................................................................. 18

2.2.3 Pengertian Motivasi Belajar ................................................................. 19

2.2.4 Ciri-Ciri Motivasi Belajar ...................................................................... 20

2.2.5 Macam-Macam Motivasi Belajar .......................................................... 22

2.2.6 Fungsi Motivasi Belajar ........................................................................ 24

2.3 Kematangan Emosi................................................................................. 25

2.3.1 Emosi .................................................................................................... 25

2.3.1.1 Pengertian Emosi ............................................................................... 25

2.3.1.2 Ciri-Ciri Emosi ................................................................................... 27

2.3.1.3 Macam-Macam Emosi ....................................................................... 27

2.3.2 Pengertian Kematangan Emosi ............................................................. 30

2.3.3 Ciri-Ciri Kematangan Emosi ................................................................. 31

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi ..................... 33

2.4 Keharmonisan Keluarga ....................................................................... 36

2.4.1 Keluarga ................................................................................................. 36

ix

2.4.1.1 Pengertian Keluarga ........................................................................... 36

2.4.1.2 Fungsi-Fungsi Keluarga .................................................................... 37

2.4.2 Pengertian Keharmonisan Keluarga ...................................................... 39

2.4.3 Ciri-Ciri Keharmonisan Keluarga ......................................................... 42

2.4.4 Aspek-Aspek Keharmonisan Keluarga ................................................. 44

2.4.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga ............... 46

2.5 Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan Keluarga

dengan Motivasi Belajar ........................................................................ 48

2.6 Hipotesis .................................................................................................. 53

BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 55

3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................... 55

3.2 Variabel Penelitian ................................................................................ 56

3.2.1 Identifikasi Variabel .............................................................................. 56

3.2.2 Hubungan antar Variabel ....................................................................... 57

3.2.3 Definisi Operasional Variabel ............................................................... 58

3.2.3.1 Motivasi Belajar ................................................................................. 58

3.2.3.2 Kematangan Emosi ............................................................................. 58

3.2.3.3 Keharmonisan Keluarga .................................................................... 59

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................ 59

3.3.1 Populasi Penelitian ............................................................................... 59

3.3.2 Sampel Penelitian ................................................................................. 60

3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data ........................................................ 63

3.4.1 Metode Pengumpul Data ....................................................................... 63

3.4.1.1 Skala Psikologi .................................................................................. 63

3.4.1.2 Angket atau Kuosioner ....................................................................... 65

3.4.2 Alat Pengumpul Data............................................................................. 66

3.4.2.1 Skala Motivasi Belajar........................................................................ 67

3.4.2.2 Skala Kematangan Emosi ................................................................... 70

3.4.2.3 Angket Keharmonisan Keluarga ....................................................... 71

3.4.3 Prosedur Penyusunan Instrumen ........................................................... 73

3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen .................................................... 75

3.5.1 Validitas Instrumen................................................................................ 75

3.5.2 Reliabilitas Instrumen ............................................................................ 76

3.5.3 Hasil Uji Coba Instrumen ...................................................................... 78

3.5.3.1 Hasil Uji Validitas Instrumen Skala Motivasi Belajar ....................... 78

3.5.3.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Skala Kematangan Emosi ................... 79

x

3.5.3.3 Hasil Uji Validitas Instrumen Angket Keharmonisan Keluarga ........ 79

3.5.3.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Skala Motivasi Belajar .................... 80

3.5.3.5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Skala Kematangan Emosi ............... 80

3.5.3.6 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Angket Keharmonisan Keluarga .... 80

3.6 Metode Analisis Data.............................................................................. 80

3.6.1 Analisis Deskriptif ................................................................................. 80

3.6.2 Regresi Linier Sederhana ....................................................................... 82

3.6.3 Regresi Linier Berganda ........................................................................ 83

3.6.3.1 Uji Asumsi .......................................................................................... 84

3.6.4 Uji Hipotesis Penelitian ......................................................................... 86

3.6.4.1 Uji Signifikansi ................................................................................... 86

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 87

4.1.1 Gambaran Motivasi Belajar Siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri ................................................................................................ 88

4.1.2 Gambaran Kematangan Emosi Siswa kelas VIII di SMP ISS

Jatipurno Wonogiri ................................................................................ 90

4.1.3 Gambaran Keharmonisan Keluarga Siswa kelas VIII di SMP ISS

Jatipurno Wonogiri ................................................................................ 92

4.1.4 Hubungan antara Kematangan Emosi (X1) dengan Motivasi Belajar

(Y) Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri ......................... 94

4.1.5 Hubungan antara Keharmonisan Keluarga (X2) dengan Motivasi

Belajar (Y) Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri ............ 96

4.1.6 Hubungan antara Kematangan Emosi (X1) dan Keharmonisan

Keluarga (X2) dengan Motivasi Belajar (Y) Siswa Kelas VIII di

SMP ISS Jatipurno Wonogiri ................................................................ 97

4.2 Pembahasan ............................................................................................ 100

4.2.1 Gambaran Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri ................................................................................................ 100

4.2.2 Gambaran Kematangan Emosi Siswa Kelas VIII di SMP ISS

Jatipurno Wonogiri ................................................................................ 102

4.2.3 Gambaran Keharmonisan Keluarga Siswa Kelas VIII di SMP ISS

Jatipurno Wonogiri ................................................................................ 104

4.2.4 Hubungan Kematangan Emosi (X1) dengan Motivasi Belajar (Y) Siswa

Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri .......................................... 107

4.2.5 Hubungan Keharmonisan Keluarga (X2) dengan Motivasi Belajar (Y)

Siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri ................................ 110

4.2.6 Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan Keluarga

xi

denganMotivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri ................................................................................................ 112

4.3 Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 116

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 117

1.1 Simpulan ................................................................................................. 117

1.2 Saran ....................................................................................................... 119

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 120

LAMPIRAN..................................................................................... ............... 124

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Populasi Siswa Kelas VIII SMP ISS Jatipurno Wonogiri ..................... 60

3.2 Penentuan Sampel Isaac dan Michael ..................................................... 61

3.3 Daftar Perolehan Jumlah Sampel ............................................................ 62

3.4 Penggunaan Alat Pengumpul Data.......................................................... 67

3.5 Kategori Jawaban dan Cara Penskoran Skala Motivasi Belajar ............. 68

3.6 Kisi-Kisi Instrumen Skala Motivasi Belajar ........................................... 69

3.7 Kategori Jawaban dan Cara Penskoran Skala Kematangan Emosi ......... 70

3.8 Kisi-Kisi Instrumen Skala Kematangan Emosi....................................... 71

3.9 Kategori Jawaban dan Cara Penskoran Angket Keharmonisan

Keluarga .................................................................................................. 72

3.10 Kisi-Kisi Instrumen Angket Keharmonisan Keluarga ............................ 73

3.11 Kategori Interpretasi Skor Reliabilitas .................................................... 78

3.12 Kriteria kematangan emosi, keharmonisan keluarga dan motivasi

belajar siswa ............................................................................................ 82

4.1 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Motivasi Belajar .......................... 88

4.2 Persentase Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri per Masing-Masing Indikator ................................................. 89

4.3 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Kematangan Emosi ..................... 90

4.4 Persentase Kematangan Emosi Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri per Masing-masing Indikator .................................................. 91

4.5 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Keharmonisan Keluarga .............. 92

4.6 Persentase Keharmonisan Keluarga Siswa kelas VIII SMP ISS

Jatipurno Wonogiri per Masing-Masing Indikator ................................. 93

4.7 Hasil Uji Asumsi Klasik Kematangan Emosi (X1) dengan Motivasi

Belajar (Y) ............................................................................................... 94

4.8 Koefisien Hubungan Kematangan Emosi (X1) dengan Motivasi

Belajar (Y) .............................................................................................. 95

4.9 Hasil Uji Asumsi Klasik Keharmonisan Keluarga (X2) dengan Motivasi

Belajar (Y) ............................................................................................... 96

4.10 Koefisien Hubungan Keharmonisan Keluarga (X2) dengan Motivasi

Belajar (Y) ............................................................................................... 96

4.11 Hasil Uji Asumsi Klasik Kematangan Emosi (X1) dan Keharmonisan

Keluarga (X2) dengan Motivasi Belajar (Y) ........................................... 98

4.12 Koefisien Hubungan Kematangan Emosi (X1) dan Keharmonisan

Keluarga (X2) dengan Motivasi Belajar (Y) ........................................... 98

4.13 Signifikansi Simultan (Uji Statistik F) .................................................... 99

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Kerangka Berpikir ................................................................................... 53

3.1 Hubungan antar Variabel ........................................................................ 57

3.2 Prosedur Penyusunan Instrumen ............................................................. 75

xiv

DAFTAR GRAFIK

Grafik Halaman

4.1 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Motivasi Belajar .......................... 89

4.2 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Kematangan Emosi ..................... 91

4.3 Distribusi Frekuensi Persentase Skor Keharmonisan Keluarga .............. 93

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Pedoman Observasi Data Awal .................................................................. 125

2. Pedoman Wawancara Data Awal ............................................................... 126

3. Kisi-Kisi Instrumen Skala Motivasi Belajar Uji Coba ............................... 127

4. Skala Motivasi Belajar Uji Coba ............................................................... 128

5. Kisi-Kisi Instrumen Skala Kematangan Emosi Uji Coba .......................... 132

6. Skala Kematangan Emosi Uji Coba ........................................................... 133

7. Kisi-Kisi Instrumen Angket Keharmonisan Keluarga Uji Coba................ 137

8. Angket Keharmonisan Keluarga Uji Coba ................................................ 138

9. Tabulasi Data Hasil Uji Coba Skala Motivasi Belajar ............................... 141

10. Tabulasi Data Hasil Uji Coba Skala Kematangan Emosi .......................... 149

11. Tabulasi Data Hasil Uji Coba Angket Keharmonisan Keluarga ................ 157

12. Hasil Uji Reliabilitas .................................................................................. 165

13. Kisi-Kisi Instrumen Skala Motivasi Belajar .............................................. 167

14. Skala Motivasi Belajar ............................................................................... 168

15. Lembar Jawab Skala Motivasi Belajar ....................................................... 171

16. Kisi-Kisi Instrumen Skala Kematangan Emosi.......................................... 172

17. Skala Kematangan Emosi .......................................................................... 173

18. Lembar Jawab Skala Kematangan Emosi .................................................. 176

19. Kisi-Kisi Instrumen Angket Keharmonisan Keluarga ............................... 177

20. Angket Keharmonisan Keluarga ................................................................ 178

21. Lembar Jawab Angket Keharmonisan Keluarga........................................ 181

22. Uji Asumsi Klasik ...................................................................................... 182

23. Analisis Regresi ......................................................................................... 189

24. Uji Hipotesis .............................................................................................. 190

25. Dokumentasi Penelitian ............................................................................. 191

26. Surat Keterangan telah melakukan penelitian dari SMP ISS

Jatipurno Wonogiri..................................................................................... 192

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja,

teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

diinginkan. Sekolah sebagai lembaga formal merupakan sarana dalam rangka

pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Dalam pendidikan formal, belajar

menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan

didapat keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru.

“Belajar adalah proses perubahan manusia ke arah tujuan yang lebih baik dan

bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain” (Baharuddin, 2010: 15). Apabila setelah

belajar tidak terjadi perubahan dalam diri manusia, maka tidaklah dapat dikatakan

telah berlangsung proses belajar. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam

prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang memuaskan

dibutuhkan adanya proses belajar. Seorang siswa dalam melaksanakan proses belajar,

memerlukan adanya dorongan tertentu agar dapat memperoleh hasil belajar sesuai

dengan tujuan yang diharapkan.

Dorongan dalam belajar ini merupakan suatu hal yang sangat diperlukan bagi

siswa untuk dapat meningkatkan prestasi belajar yaitu berupa motivasi belajar.

2

Motivasi dalam belajar memegang peranan yang sangat penting karena

motivasi yang dimiliki siswa akan menentukan hasil yang dicapai dari kegiatan

pembelajaran. “Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul karena adanya

rangsangan dari dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk

mengadakan perubahan tingkah laku lebih baik dari keadaan sebelumnya” (Uno,

2011: 9).

Dari definisi tersebut jelaslah bahwa motivasi pada dasarnya merupakan

dorongan efektif yang menggerakkan perilaku individu untuk mencapai tujuan

tertentu. Motivasi dapat menjadi penyebab siswa untuk dapat berkembang dan

mampu mencapai hasil belajar yang lebih baik. Untuk itu, agar dapat mencapai

prestasi belajar yang optimal siswa harus memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Motivasi belajar adalah segala sesuatu yang dapat mendorong siswa atau individu

untuk belajar. Motivasi belajar bukan saja penting karena menjadi pendorong dalam

belajar, namun juga memperlancar belajar dan hasil belajar siswa.

Fenomena yang terjadi di SMP ISS Jatipurno khususnya siswa kelas VIII

menunjukkan adanya masalah terkait motivasi belajar. Berdasarkan hasil observasi

terdapat 35% (60 siswa) dari jumlah keseluruhan kelas VIII (166 siswa) dimana siswa

tersebut menunjukkan kurangnya motivasi dalam belajar. Kurangnya motivasi belajar

dapat dilihat dari tingkah laku seperti kurang antusias mengikuti pelajaran,

mengerjakan PR di sekolah, malas mencatat, mencontek pekerjaan teman, mengantuk

di kelas, dan tidak berani menyampaikan pendapat ketika diskusi berlangsung. Selain

itu, tidak jarang ada yang celometan ketika guru sedang memberikan materi

3

pelajaran. Hal tersebut dapat terlihat bahwa kemauan atau motivasi siswa dalam

belajar masih kurang.

Berdasarkan wawancara dengan guru pembimbing, ketika anak diberikan

tugas atau pekerjaan rumah tidak sedikit yang menyepelekannya sehingga mereka

kurang dapat mengikuti materi pelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini

disebabkan karena siswa menganggap remeh pelajaran, kurangnya dukungan

orangtua, serta sistem penyampaian materi yang kurang menarik bagi siswa.

Motivasi belajar itu sendiri terdapat dua jenis, yaitu motivasi instrinsik dan

motivasi ekstrinsik.

Uno (2011: 4), motif intrinsik timbulnya tidak memerlukan rangsangan dari

luar karena memang telah ada dalam diri individu sendiri, yaitu sesuai atau

sejalan dengan kebutuhannya.Sedangkan motif ekstrinsik timbul karena

adanya rangsangan dari luar individu, misalnya dalam bidang pendidikan

terdapat minat yang positif terhadap kegiatan pendidikan timbul karena

melihat manfaatnya.

Berdasarkan pendapat Uno tersebut, bahwa motivasi belajar itu ada yang

bersifat instrinsik atau timbul dari dalam diri siswa sendiri sesuai dengan

kebutuhannya, ada juga yang bersifat ekstrinsik atau muncul karena adanya

rangsangan dari luar individu. Dalam hal ini, terlihat bahwa motivasi belajar

disebabkan adanya dorongan atau rangsangan dari dalam dan luar diri individu.

Faktor instrinsik yang berpengaruh dalam motivasi belajar salah satunya

adalah kematangan emosi. Remaja cenderung memiliki emosi yang labil sehingga

terkadang muncul dalam bentuk yang meledak-ledak. Hal ini dikarenakan perubahan

emosi selama masa awal remaja biasanya terjadi lebih cepat. Masa remaja

4

mempunyai energi yang besar dan perkembangan emosi yang belum stabil sedangkan

pengendalian diri pada masa remaja terkadang masih sulit dilakukan. Remaja yang

belum bisa mengontrol emosi negatif dengan baik dapat mengakibatkan remaja dalam

bertingkah laku sangat dikuasai emosinya. Hurlock (1980: 213) mengemukakan

bahwa:

Petunjuk kematangan emosi pada diri individu adalah kemampuan individu

untuk menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara

emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak

atau orang yang tidak matang, sehingga akan menimbulkan reaksi emosional

yang stabil dan tidak berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati yang

lain.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kematangan emosi adalah

kemampuan individu untuk mengadakan tanggapan-tanggapan emosi secara matang

dan mampu mengontrol serta mengendalikan emosinya sehingga menunjukkan suatu

kesiapan dalam bertindak. Orang yang emosinya matang mampu mengadakan

penyesuaian antara yang dia inginkan dan kenyataan yang dia hadapi.

Walgito (2000: 44) mengatakan bahwa seseorang telah mencapai kematangan

emosi apabila dirinya dapat mengendalikan emosinya dan diharapkan individu

berpikir secara matang, melihat persoalan secara obyektif. Dalam hal ini, dengan

kematangan emosi diharapkan siswa akan dapat berpikir secara baik, termasuk dalam

hal belajarnya. Apabila dalam belajar siswa dapat berpikiran secara baik tidak

menutup kemungkinan motivasi belajarnya pun akan tinggi.

Berdasarkan wawancara dengan guru pembimbing, praktikan memperoleh

gambaran mengenai kematangan emosi siswa kelas VIII, yaitu menunjukkan bahwa

5

siswa kurang bisa dalam mengendalikan emosinya. Misalnya saja ada yang

melampiaskan kemarahannya dengan teman dekatnya, bertengkar, sering melamun,

dan suka berkata kasar. Dengan adanya kematangan emosi dalam diri siswa,

diharapkan siswa mampu mengendalikan emosinya dan mampu berpikir secara baik

sehingga dalam belajar akan memperoleh hasil yang baik pula.

Berkaitan dengan permasalahan motivasi belajar, salah satu faktor yang dapat

berpengaruh terhadap motivasi belajar adalah keharmonisan keluarga. Penelitian

Rahayu (2013: 195) ”lingkungan keluarga yang harmonis, kondusif, bahagia,

menyenangkan dapat memotivasi anak untuk belajar dan menimbulkan dorongan

berprestasi pada siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa”.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi motivasi belajar siswa agar tercapai prestasi belajar yang baik adalah

lingkungan keluarga, yaitu adanya keluarga yang harmonis.

Setiap orang pasti mendambakan keluarga yang harmonis, keluarga yang

penuh dengan rasa aman, tenang, riang gembira dan saling menyayangi diantara

anggota keluarga. “Keluarga harmonis akan tercipta jika setiap anggota keluarga

menyadari dan mengakui hak dan kewajiban masing-masing” (Prihatiningsih dan

Nurhainun, 2006: 2). Untuk menciptakan keharmonisan dalam keluarga juga

diperlukan adanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga. Dengan terciptanya

komunikasi yang baik dapat menumbuhkan rasa saling pengertian, rasa aman dan

ketenangan bagi anak. Hal tersebut akan berpengaruh pada proses belajar siswa

sehingga akan berdampak pada motivasi belajarnya.

6

Dalam kenyataan sehari-hari tidak semua keluarga dapat mencapai keluarga

yang harmonis. Ada diantara keluarga yang mengalami banyak masalah. Salah satu

ciri keluarga yang tidak harmonis adalah terjadinya pertengkaran atau percekcokan

diantara anggota keluarga dan tidak adanya komunikasi dalam keluarga sehingga

kehidupan dalam keluarga tidak ada kedamaian dan ketentraman (Prihatiningsih dan

Nurhainun, 2006: 1). Apabila hal ini berlangsung terus maka akan menyebabkan

terjadinya perceraian. Iklim keluarga yang tidak sehat ini akan mempengaruhi

perkembangan emosi anak, kemudian berpengaruh terhadap perilaku anak, yang

akhirnya prestasi belajarnya mundur.

Berdasarkan fenomena di lapangan, peneliti memperoleh gambaran mengenai

permasalahan kurangnya keharmonisan dalam keluarga. Berdasarkan wawancara

dengan guru pembimbing bahwa ketidakharmonisan dalam keluarga mengakibatkan

anak merasa kurang diperhatikan, misalnya di sekolah anak sering membolos, datang

ke sekolah sering terlambat, merokok di lingkungan sekolah, mengerjakan PR di

sekolah, kurang bisa menghargai guru ketika pelajaran sedang berlangsung, bahkan

ada yang jarang pulang ke rumah. Apabila dalam sebuah keluarga seorang anak

mendapatkan bimbingan, pengawasan, rasa aman, perhatian, sikap saling pengertian

dan kasih sayang dari anggota keluarga lain maka akan mengakibatkan anak menjadi

termotivasi untuk belajar sehingga anak bisa meraih prestasi belajar yang baik.

Bagi anak-anak yang motivasi belajarnya rendah yang diakibatkan karena

kebutuhan emosinya tidak terpenuhi dan kurangnya keharmonisan dalam keluarga

akan berpotensi mengalami permasalahan belajar di kemudian hari. Dampaknya akan

7

meluas pada kemampuannya dalam memahami kejadian atau peristiwa-peristiwa lain

yang dialami sehari-hari. Untuk itu, pelayanan guru bimbingan dan konseling

hendaknya berjalan secara efektif dalam membantu siswa mencapai tujuan-tujuan

perkembangannya dan mengatasi permasalahan yang dialami oleh siswa.

Disinilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling dalam

mengatasi berbagai permasalahan siswa. Permasalahan tersebut mencakup

permasalahan yang terjadi di lingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah.

Manfaat bimbingan dan konseling cukup penting bagi seorang siswa untuk mengatasi

berbagai permasalahan, termasuk dalam hal kematangan emosi, keharmonisan

keluarga maupun motivasi belajar siswa.

Hal tersebutlah yang memunculkan ketertarikan penulis untuk melakukan

penelitian dengan judul “Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan

Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah seperti di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1.2.1 Bagaimana gambaran motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri ?

8

1.2.2 Bagaimana gambaran kematangan emosi siswa kelas VIII di SMP ISS

Jatipurno Wonogiri ?

1.2.3 Bagaimana gambaran keharmonisan keluarga siswa kelas VIII di SMP ISS

Jatipurno Wonogiri ?

1.2.4 Seberapa erat hubungan antara kematangan emosi dengan motivasi belajar

siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri ?

1.2.5 Seberapa erat hubungan antara keharmonisan keluarga dengan motivasi

belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri?

1.2.6 Seberapa erat hubungan antara kematangan emosi dan keharmonisan keluarga

dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan permasalahan yang telah diajukan

maka penelitian ini bertujuan:

1.3.1 Untuk mengetahui gambaran motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS

Jatipurno Wonogiri.

1.3.2 Untuk mengetahui gambaran kematangan emosi siswa kelas VIII di SMP ISS

Jatipurno Wonogiri.

1.3.3 Untuk mengetahui gambaran keharmonisan keluarga siswa kelas VIII di SMP

ISS Jatipurno Wonogiri.

9

1.3.4 Untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan motivasi

belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri.

1.3.5 Untuk mengetahui hubungan antara keharmonisan keluarga dengan motivasi

belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri.

1.3.6 Untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dan keharmonisan

keluarga dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan di

bidang bimbingan dan konseling, khususnya bagi pengembangan teori mengenai

hubungan antara kematangan emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi

belajar siswa.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Sebagai bahan masukan bagi para konselor bahwa dalam memotivasi belajar

siswa perlu memperhatikan faktor internal salah satunya yaitu kematangan

emosi, dan faktor keluarga karena keluarga merupakan salah satu faktor

eksternal tumbuhnya motivasi belajar siswa.

1.4.2.2 Sebagai masukan bagi siswa untuk selalu meningkatkan motivasi belajar agar

dapat meraih prestasi dan cita-cita yang diinginkan.

10

1.4.2.3 Bagi peneliti lanjutan, dirasa perlu melakukan penelitian lebih lanjut tentang

motivasi belajar dengan aspek-aspek lain yang belum diteliti dalam penelitian

ini.

1.5 Sistematika Skripsi

Sistematika skripsi merupakan garis besar penyusunan skripsi yang

memudahkan jalan pemikiran dalam memahami keseluruhan isi skripsi yang berisi :

1.5.1 Bagian Awal Skripsi

Bagian ini berisi tentang halaman judul, abstrak, halaman pengesahan,

halaman motto dan persembahan, halaman kata pengantar, daftar isi, daftar tabel,

daftar grafik, dan daftar lampiran.

1.5.2 Bagian Inti

Bagian inti terdiri dari lima bab, yaitu :

Bab 1 Pendahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika skripsi.

Bab 2 Tinjauan Pustaka. Pada bab ini disajikan kajian pustaka yang

membahas teori-teori yang melandasi penelitian ini. Beberapa konsep teori yang

disajikan pada bab ini mencakup penelitian terdahulu, teori mengenai motivasi

belajar, teori mengenai kematangan emosi, teori mengenai keharmonisan keluarga

serta hipotesis.

11

Bab 3 Metode Penelitian. Pada bab ini disajikan metode penelitian yang

meliputi jenis penelitian, variabel penelitian, populasi, sampel, metode pengumpulan

data, validitas dan reliabilitas, hasil uji instrumen, prosedur penyusunan instrumen

serta teknik analisis data.

Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan. Bab ini disajikan hasil penelitian

yang meliputi hasil analisis deskriptif persentase, hasil uji asumsi, hasil uji regresi

sederhana, hasil uji regresi ganda, hasil uji hipotesis, pembahasan penelitian dan

keterbatasan penelitian.

Bab 5 Penutup. Pada bab ini disajikan simpulan atas hasil penelitian serta

saran-saran.

1.5.3 Bagian Akhir Skripsi

Pada bagian ini terdapat daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang

mendukung penelitian ini.

12

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka merupakan kajian secara teoritis yang akan dipakai sebagai

dasar penelitian. Dalam bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka yang mendasari

penelitian ini yang meliputi (1) penelitian terdahulu (2) motivasi belajar (3)

kematangan emosi (4) keharmonisan keluarga (5) hubungan antara kematangan emosi

dan keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar dan (6) hipotesis.

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya oleh

peneliti lain. Tujuannya adalah sebagai bahan masukan bagi peneliti dan untuk

membandingkan antara penelitian yang satu dengan yang lain. Dalam penelitian

terdahulu akan diuraikan pokok bahasan sebagai berikut :

2.1.1 Buyung Desiverlina (2015) Hubungan Kecerdasan Emosional dan

Keharmonisan Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa di Sekolah

SMK Kesehatan Samarinda

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Buyung Desiverlina menunjukkan

bahwa (1) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dan

keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa SMK Kesehatan Samarinda.

(2) Terdapat hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan

motivasi belajar siswa SMK Kesehatan Samarinda. (3) Tidak terdapat hubungan

13

antara keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa SMK Kesehatan

Samarinda.

2.1.2 Lusiana Solita, dkk (2012) Hubungan antara Kemandirian Emosi dengan

Motivasi Belajar

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lusiana dkk (2012) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara kemandirian emosi dengan motivasi belajar

siswa. Pada masa remaja siswa menampilkan bermacam-macam emosi sesuai dengan

apa yang dirasakan, salah satu jenis emosi yang sering ditampilkan remaja adalah

emosi marah, siswa sangat sering marah pada masalah-masalah yang sepele yang

akhirnya berpengaruh pada motivasi belajar siswa, namun siswa yang memiliki

kemandirian emosi bisa mengontrol marah dan tidak berpengaruh pada motivasi

belajarnya. Jadi siswa yang mandiri secara emosi, tentu dapat mengontrol emosinya

untuk dapat menampilkan emosi yang positif yang dapat mendorong dalam kegiatan

belajar.

2.1.3 Muhammad Aries Nugrahanto (2011) Hubungan antara Keharmonisan

Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV dan V Madrasah

Ibtidaiyah Kadirejo 01 Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang Tahun

Pelajaran 2010/2011.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Aries Nugrahanto

menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara keharmonisan keluarga dengan

motivasi belajar siswa MI Kadirejo 01 Desa Kadirejo Kecamatan Pabelan Kabupaten

14

Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011. Semakin tinggi tingkat keharmoisan keluarga

semakin tinggi pula tingkat motivasi belajar.

2.1.4 Listriana Fatimah (2010) Hubungan Persepsi Anak terhadap

Keharmonisan Keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi

Belajar (Studi di Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Listriana Fatimah menunjukkan bahwa

(1) Ada hubungan yang signifikan antara persepsi anak terhadap keharmonisan

keluarga dengan motivasi belajar. (2) Ada hubungan yang signifikan antara persepsi

anak terhadap pola asuh orang tua dengan motivasi belajar. (3) Ada hubungan yang

signifikan antara persepsi anak terhadap keharmonisan keluarga dan pola asuh orang

tua dengan motivasi belajar. Setiap peningkatan 1 skor persepsi anak terhadap

keharmonisan keluarga akan meningkatkan motivasi belajar sebesar 0,921 dan setiap

peningkatan 1 skor persepsi anak terhadap pola asuh orang tua akan meningkatkan

motivasi belajar sebesar 0,878.

2.1.5 M. Asy’ari, dkk (2014) Konsep Diri, Kecerdasan Emosi Dan Motivasi

Belajar Siswa.

Hasil penelitian yang dilakukan M. Asy’ari, dkk menunjukkan bahwa (1) Ada

hubungan positif yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi belajar siswa

SMK Assa’adah Sampurnan Bungah. Semakin tinggi konsep diri siswa maka akan

semakin baik pula motivasi belajarnya (2) Ada hubungan positif yang signifikan

antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar siswa SMK Assa’adah

Sampurnan Bungah. Semakin tinggi kecerdasan emosional siswa maka akan semakin

15

baik pula siswa termotivasi dalam belajarnya. (3) Ada hubungan positif yang

signifikan antara konsep diri dan kecerdasan emosional secara bersama-sama dengan

motivasi belajar siswa SMK Assa’adah Sampurnan Bungah. Semakin tinggi konsep

diri dan kecerdasan emosional siswa maka akan semakin baik pula motivasi

belajarnya.

Berdasarkan kelima penelitian terdahulu diatas, menunjukkan bahwa

penelitian mengenai motivasi belajar sudah banyak dilakukan. Bahkan sudah ada

yang meneliti tentang hubungan kecerdasan emosi dan keharmonisan keluarga

dengan motivasi belajar. Namun, semuanya belum pernah ada yang menyinggung

tentang hubungan kematangan emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi

belajar. Dengan demikian penelitian yang dilakukan peneliti ini sah untuk dilakukan,

karena belum ada yang meneliti hal ini sebelumnya. Berkaitan dengan hal tersebut,

peneliti akan meneliti hubungan antara kematangan emosi dan keharmonisan

keluarga dengan motivasi belajar pada siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri.

2.2 Motivasi Belajar

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Betapa

pentingnya motivasi dalam belajar, karena keberadaannya sangat berarti bagi

perbuatan belajar. Motivasi yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar.

16

Apabila siswa tidak memiliki motivasi belajar, maka tidak akan terjadi kegiatan

belajar pada siswa tersebut.

2.2.1 Pengertian Motivasi

Maslow sebagai tokoh motivasi aliran humanisme, menyatakan bahwa

kebutuhan manusia secara hierarkis semuanya laten dalam diri manusia. Kebutuhan

tersebut mencakup kebutuhan fisiologis (sandang pangan), kebutuhan rasa aman

(bebas bahaya), kebutuhan kasih sayang, kebutuhan dihargai dan dihormati, dan

kebutuhan aktualisasi diri (Uno, 2011: 6).

Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan homeostatik seperti makan, minum,

gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat dan seks. Kebutuhan rasa aman dan

perlindungan meliputi kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur, hukum,

keteraturan, batas, bebas dari takut dan cemas. Kebutuhan sosial meliputi antara lain

kebutuhan kasih sayang, keluarga, sejawat pasangan, anak, kebutuhan menjadi bagian

dari kelompok. Kebutuhan penghargaan seperti (1) kebutuhan kekuatan, penguasaan,

kompetensi, kepercayaan diri, kemandirian. (2) kebutuhan prestise, penghargaan dari

orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi penting, kehormatan dan apresiasi.

Sedangkan kebutuhan aktualisasi diri dapat meliputi (1) kebutuhan orang untuk

menjadi yang seharusnya sesuai potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri,

pengembangan self. (2) kebutuhan harkat kemanusiaan untuk mencapai tujuan, terus

maju, menjadi lebih baik (Alwisol, 2009: 202).

Menurut Maslow apabila kebutuhan dasar manusia terpenuhi maka akan

timbul kebutuhan yang lebih tinggi lagi. Jika kebutuhan yang lebih tinggi tersebut

17

pun dapat terpenuhi lagi, manusia akan mempunyai keinginan yang lebih tinggi dari

sebelumnya, demikian seterusnya. Untuk memberikan motivasi yang berhasil dalam

belajar harus berawal dari pemenuhan kebutuhan dasar para siswa. Kemudian timbul

rasa beprestasi pada seseorang yang merupakan sumber kebanggaan. Rasa berprestasi

inilah yang akan mendorong siswa untuk berkompetisi dan merasa butuh untuk

memperoleh hasil yang tertinggi.

Istilah motivasi memiliki akar kata dari bahasa latin movere, yang berarti

gerak atau dorongan untuk bergerak. Atau bisa disebut dengan motif yang diartikan

sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu

tersebut bertindak atau berbuat guna mencapai suatu tujuan. Berbagai ahli

memberikan definisi tentang motivasi, motivasi menurut Uno (2011: 3) “motivasi

merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan

perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya”. Sedangkan

menurut Hamalik (2013: 158) “motivasi adalah perubahan energi yang terjadi dalam

diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai

suatu tujuan”.

Motivasi menurut McDonald yang dikutip oleh Hamalik (2014: 173)

“Motivation is energy change within the person characterized by affective arousal

and anticipatory goal reactions”. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam

pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai

tujuan. “Motivasi adalah “pendorongan”; suatu usaha yang disadari untuk

mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak

18

melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu” (Purwanto, 2007:

71).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil pengertian motivasi adalah

suatu kekuatan atau dorongan dalam diri individu yang membuat individu tersebut

bertingkah laku yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya,

termasuk didalamnya adalah kegiatan belajar.

2.2.2 Pengertian Belajar

Menurut Slameto (2010: 2) “belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”. Hal senada juga dikemukakan oleh Basleman dan Mappa (2011: 12)

“belajar adalah perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi

dengan lingkungannya”.

“Belajar adalah proses perubahan manusia ke arah tujuan yang lebih baik dan

bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain” (Baharuddin, 2010: 15). Sedangkan

menurut Purwanto (2007: 85) “belajar adalah tingkah laku yang mengalami

perubahan yang relatif mantap melalui latihan atau pengalaman karena belajar

menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan

dalam pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan,

kebiasaan, ataupun sikap”.

19

Berdasarkan pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu

proses perubahan tingkah laku yang dialami individu sebagai akibat dari pengalaman

dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

2.2.3 Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Dalam

belajar, motivasi sangat penting karena sebagai modal yang berkaitan dengan

semangat dan kebutuhan dalam melakukan kegiatan belajar. “Motivasi belajar adalah

proses yang memberikan semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya

perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan

lama” (Suprijono, 2012: 163)

Uno (2011: 23) “motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada

siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada

umumnya dengan beberapa indikator dan atau unsur yang mendukung. Hal itu

mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar”. Pada

hakikatnya motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan

keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan akan belajar, harapan akan cita-cita.

Sedangkan dari faktor ekstrinsik yaitu adanya penghargaan, lingkungan belajar yang

kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Namun dari kedua faktor tersebut

disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang memiliki keinginan untuk

melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan bersemangat.

20

Dari pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa motivasi belajar

adalah suatu dorongan atau daya penggerak dari dalam diri individu yang

memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai

tujuan yang dikehendaki. Jadi peran motivasi bagi siswa dalam belajar sangat

penting. Dengan adanya motivasi akan meningkatkan, memperkuat dan mengarahkan

proses belajarnya, sehingga akan diperoleh keefektifan dalam belajar.

2.2.4 Ciri-Ciri Motivasi Belajar

Sardiman (2007 : 83) menyatakan motivasi yang ada pada diri setiap orang itu

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu lama,

tidak berhenti sebelum selesai).

b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan

dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan

prestasi yang telah dicapainya).

c. Menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah “untuk orang dewasa”

(misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan,

pemberantasan korupsi, dan sebagainya).

d. Lebih senang bekerja mandiri.

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,

berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

21

g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

h. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Hakikat motivasi belajar menurut Uno (2011: 23) adalah dorongan internal

dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan

tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung.

Ciri-ciri motivasi belajar yang dijelaskan oleh Uno dapat diklasifikasikan sebagai

berikut:

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

b. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.

c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan.

d. Adanya penghargaan dalam belajar.

e. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

f. Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan

seseorang belajar dengan baik.

Jadi, apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti diatas berarti orang itu selalu

memiliki motivasi yang cukup kuat. Dan dalam kegiatan belajar mengajar akan

berhasil baik, kalau siswa memiliki ciri-ciri seperti diatas.

Berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi belajar adalah: (1) tekun menghadapi tugas, (2)

ulet menghadapi kesulitan, (3) senang bekerja mandiri, (4) senang mencari dan

memecahkan soal-soal, (5) adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar, (6)

22

berpendirian kuat dan memiliki tujuan jangka panjang, (7) adanya kegiatan yang

menarik dalam belajar (variasi dalam aktivitas belajar).

2.2.5 Macam-Macam Motivasi Belajar

Motivasi belajar dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang aktif atau berfungsinya tidak perlu

dirangsang dari luar karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk

melakukan sesuatu (Sardiman, 2007: 89). Misalnya saja seseorang yang senang

membaca, tidak perlu ada yang mendorong atau menyuruhnya pun ia rajin mencari

buku-buku untuk dibacanya. Kemudian jika dilihat dari segi tujuan kegiatan belajar

yang dilakukannya, maka yang dimaksud dengan motivasi intrinsik disini adalah

ingin mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan belajar itu sendiri.

Misalnya saja seorang siswa belajar karena dia memang benar-benar ingin

mendapatkan pengetahuan/nilai atau ketrampilan tertentu dan tidak karena tujuan

selain itu. Itulah sebabnya motivasi instrinsik juga dapat dikatakan sebagai bentuk

motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan suatu

dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajarnya.

Dalam proses belajar, motivasi intrinsik memiliki pengaruh yang lebih efektif, karena

motivasi intrinsik relatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari luar

(ekstrinsik).

23

Motivasi instrinsik adalah dorongan yang dating dari dalam diri siswa,

motivasi ini juga disebut “motivasi murni” yang antara lain berupa:

1) Sikap

Sikap adalah suatu cara berinteraksi terhadap suatu rangsangan dalam

menghadapi situasi tertentu.

2) Kebiasaan

Kebiasaan merupakan perbuatan atau tindakan yang dilakukan seseorang

secara tepat dan seragam.

3) Minat

Suatu kegiatan akan berjalan dengan lancar apabila ada minat atau motif itu

akan bangkit jika ada minat yang besar.

4) Kebutuhan

Seseorang akan terdorong untuk belajar apabila ia merasa bahwa belajar

merupakan suatu kebutuhan.

Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992) yang dikutip Baharudin (2010:

23), yang termasuk dalam motivasi intrinsik untuk belajar antara lain adalah:

1) Dorongan ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.

2) Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan

untuk maju

3) Adanya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan

dari orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-

teman, dan lain-lain sebagainya.

4) Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna

bagi dirinya, dan lain-lain.

24

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena

adanya perangsang dari luar (Sardiman, 2007: 90). Seperti pujian, peraturan, tata

tertib, teladan guru, orangtua, hadiah, hukuman, nilai dan lain sebagainya. Sebagai

contoh seseorang itu belajar, karena tahu bahwa besuk paginya akan ujian dengan

harapan mendapat nilai baik sehingga akan dipuji oleh pacarnya atau temannya. Jadi

dia belajar bukan karena ingin mengetahui sesuatu namun karena ingin mendapatkan

nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah. Oleh karena itu, motivasi ekstrinsik

dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalam aktivitas belajarnya dimulai dan

diteruskan berdasarkan dorongan dari luar.

Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik atau

tidak penting. Dalam kegiatan belajar mengajar tetap penting, ini dikarenakan

kemungkinan besar keadaan siswa itu dinamis, dan mungkin juga komponen-

komponen lain dalam proses belajar mengajar ada yang kurang menarik bagi siswa,

sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik.

2.2.6 Fungsi Motivasi dalam Belajar

Fungsi motivasi menurut Sardiman (2007: 85) adalah sebagai berikut:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang

melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari

setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

25

b. Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.

Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus

dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus

dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-

perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Disamping itu terdapat fungsi lain dari motivasi yaitu sebagai pendorong

usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu usaha karena adanya

motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil yang

baik pula, atau dengan kata lain itensitas motivasi seorang siswa akan sangat

menentukan tingkat pencapaian prestasinya.

2.3 Kematangan Emosi

2.3.1 Emosi

2.3.1.1 Pengertian Emosi

Emosi merupakan hal yang penting dan sangat berpengaruh terhadap

kehidupan individu. Peranan emosi dalam kehidupan individu sangat penting sekali.

Beberapa ahli mengungkapkan tentang pengertian emosi, diantaranya adalah sebagai

berikut:

Goleman (2004: 411) mengatakan bahwa “emosi merupakan suatu keadaan

yang merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan

26

biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak”. Menurut

Poerbakawatja dalam Ali dan Muhammad Asrori (2014: 62) “emosi adalah suatu

respon atau reaksi terhadap suatu perangsang yang dapat menyebabkan perubahan

fisiologis, disertai dengan perasaan yang kuat, biasanya mengandung kemungkinan

untuk meletus”.

Menurut Washfi (2005: 53) “emosi adalah kondisi jiwa yang paling tampak,

dimana saat itu perasaan muncul dalam bentuk yang paling menonjol”. Adapun Crow

and Crow (dalam Djaali 2008: 37) menyatakan bahwa “emosi adalah pengalaman

yang afektif yang disertai oleh penyesuaian batin secara menyeluruh, di mana

keadaan mental dan fisiologi sedang dalam kondisi yang meluap-luap, juga dapat

diperlihatkan dengan tingkah laku yang jelas dan nyata”. Sedangkan menurut

Hamalik (2014: 95) “emosi merupakan keadaan bergolak, gejolak atau guncangan

yang terjadi di dalam organism”.

Dari berbagai pendapat para ahli mengenai definisi emosi maka dapat

disimpulkan bahwa emosi merupakan suatu perasaan, pemikiran, keadaan yang ada

pada diri individu yang dapat menyebabkan adanya suatu perubahan, reaksi atau

tindakan pada diri individu. Dengan adanya emosi inilah individu dapat merasakan

sesuatu, dapat merespon sesuatu, dan juga dapat melakukan tindakan sesuai dengan

keadaan yang ada pada dirinya.

27

2.3.1.2 Ciri-Ciri Emosi

Menurut Yusuf (2009: 116) emosi sebagai suatu peristiwa psikologis

mengandung ciri-ciri, yaitu: (a) lebih bersifat subjektif daripada peristiwa psikologis

lainnya, seperti pengamatan dan berpikir, (b) bersifat fluktuatif (tidak tetap), dan (c)

banyak bersangkut paut dengan peristiwa pengenalan panca indra. Mengenai ciri-ciri

emosi dapat juga dibedakan karakteristik antara emosi anak dan emosi orang dewasa.

2.3.1.3 Macam-Macam Emosi

Menurut Washfi (2005: 52) ada tiga macam emosi yaitu emosi sederhana,

emosi kompleks, dan emosi derivatif.

a) Emosi Sederhana. Emosi sederhana hanya terdiri dari satu unsur perasaan

saja. Misalnya: sedih, takut, marah, gembira, simpati.

b) Emosi Kompleks. Emosi kompleks terdiri dari lebih satu macam perasaan,

misalnya: memandang rendah, melecehkan, benci, kagum, kaget atau

bingung, melecehkan, memuliakan, pengakuan terhadap kelebihan, kasih dan

sayang.

c) Emosi Derivatif. Emosi derivatif mirip dengan jenis emosi lainnya, hanya saja

emosi ini muncul ketika seseorang sedang mengalami kecenderungan-

kecenderungan tertentu yang kuat.

28

Reaksi emosi yang dirasakan individu berbeda-beda dan bermacam-macam.

Goleman (2004: 411) menggolongkan emosi sebagai berikut:

a) Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,

terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan barangkali

tindakan yang paling hebat, tindakan kekerasan, dan kebencian patologis.

b) Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,

kesepian, ditolak, putus asa, dan kalau menjadi patologis depresi berat.

c) Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan takut sekali,

khawatir, waspada, sedih, tidak tenang, ngeri, takut sekali, kecut, sebagai

patologi, fobia, dan panik.

d) Kenikmatan: bahagia, gembira, puas, riang, senang, terhibur, bangga,

kenikmatan indrawi, takjub, rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi,

kegirangan luar biasa, senang, dan batas ujungnya mania.

e) Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat,

bakti, hormat, kasmaran, kasih.

f) Terkejut: terkejut, takjub, terpana.

g) Jengkel: hina, jijik, mual-mual, benci, tidak suka, mau muntah.

h) Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.

Berbagai golongan emosi seperti amarah, kesedihan, takut, kenikmatan, cinta,

terkejut, jengkel, malu, maka masing-masing dapat dirasakan oleh setiap individu

akan tetapi pengungkapannya berbeda-beda antara satu individu dengan individu

29

lainnya. Sedangkan menurut Djaali (2008: 40) menggolongkan emosi menjadi empat,

yaitu: (a) Takut, (b) Marah, (c) Afeksi, dan (d) Simpati.

Menurut Yusuf (2009: 117) emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian,

yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).

a. Emosi sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar

terhadap tubuh, seperti: rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang, dan lapar.

b. Emosi psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan-alasan kejiwaan. Yang

termasuk emosi ini antara lain, yaitu:

1) Perasaan intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang

lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk: rasa yakin dan

tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah, rasa gembira karena

mendapat suatu kebenaran, rasa puas karena dapat menyelesaikan

persoalan-persoalan ilmiah yang harus dipecahkan.

2) Perasaan sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang

lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini

seperti: rasa solidaritas, persaudaraan, simpati, kasih sayang dan

sebagianya.

3) Perasaan susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilainilai baik

dan buruk atau etika (moral), seperti: rasa tanggung jawab, rasa bersalah

apabila melanggar norma, rasa tentram dalam menaati norma.

30

4) Perasaan keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan

keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan maupun kerohanian.

Perasaan ketuhanan, salah satu kelebihan manusia sebagai makhluk Tuhan

dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya.

2.3.2 Pengertian Kematangan Emosi

Menurut Walgito (2000: 44) menyatakan bahwa seseorang telah mencapai

kematangan emosi bila dapat mengendalikan emosinya dan diharapkan individu

berpikir secara matang, melihat persoalan secara obyektif. Chaplin (2002: 165)

mendefinisikan kematangan emosi adalah suatu keadaan atau kondisi mencapai

tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional dan karena itu pribadi yang

bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosional yang pantas bagi anak-anak.

“Kematangan emosi terjadi bila perkembangan tercapai pada usianya yang khas

untuk tahap tertentu”(Hamalik 2014: 97). Hurlock (1980: 213) mengemukakan

bahwa:

Petunjuk kematangan emosi pada diri individu adalah kemampuan individu untuk

menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional,

tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang

tidak matang, sehingga akan menimbulkan reaksi emosional yang stabil dan tidak

berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati yang lain.

Dengan demikian, kematangan emosi adalah dimana individu tersebut mampu

menilai situasi secara kritis, mampu mengendalikan emosi tidak berpikir seperti anak-

anak, dan memikirkannya dengan matang sebelum melakukan tindakan.

31

Berdasarkan beberapa definisi yang telah diuraikan diatas dapat dikemukakan

bahwa kematangan emosi adalah suatu keadaan emosional dimana tingkat

kedewasaan individu yang terkendali, dan mampu mengungkapkan emosi secara

matang yang mana dapat menilai situasi secara kritis sebelum bereaksi secara

emosional.

2.3.3 Ciri-Ciri Kematangan Emosi

Kematangan emosi adalah suatu keadaan emosional dimana tingkat

kedewasaan individu yang terkendali, dan mampu mengungkapkan emosi secara

matang yang mana dapat menilai situasi secara kritis sebelum bereaksi secara

emosional. Berikut ciri-ciri kematangan emosi menurut beberapa ahli.

Menurut Walgito (2000: 45) ada beberapa ciri kematangan emosi, yaitu:

a. Dapat menerima baik keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti

adanya, sesuai dengan keadaan obyektifnya. Hal ini disebabkan karena

seseorang yang lebih matang emosinya dapat berpikir secara lebih baik, dapat

berpikir secara obyektif.

b. Tidak bersifat impulsif, akan merespon stimulus dengan cara berpikir baik,

dapat mengatur pikirannya untuk memberikan tanggapan terhadap stimulus

yang mengenainya.

c. Dapat mengontrol emosi dan mengekspresikan emosinya dengan baik.

d. Bersifat sabar, penuh pengertian dan pada umumnya cukup mempunyai

toleransi yang baik.

32

e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak mudah

mengalami frustasi dan akan menghadapi masalah dengan penuh pengertian.

Hamalik (2014: 97) mengemukakan kriteria kematangan emosi:

a. Mampu menahan emosi yang negatif atau dapat menyatakannya secara tidak

langsung.

b. Membina dan mengembangkan emosi yang positif. Ini dapat dilakukan

dengan memberikan pengalaman-pengalaman yang berhasil.

c. Mengembangkan toleransi yang tinggi terhadap situasi-situasi atau hal-hal

yang tidak berkenan di hati.

d. Memperoleh kepuasan sosial yang terus bertambah karena tindakan-tindakan

yang sesuai dengan masyarakat.

e. Kebebasan dalam bertindak yang terus bertambah.

f. Kemampuan untuk melakukan pilihan.

g. Bebas dari rasa takut yang beralasan (tak masuk akal).

h. Bertindak sesuai dengan batas-batas kemampuan.

i. Berani berbuat salah tanpa ada perasaan tidak akan dihormati.

j. Sadar akan kemampuan dan prestasi orang lain.

k. Mampu meraih kemenangan secara terhormat.

l. Mampu bangkit kembali setelah mengalami pengalaman yang tidak

menyenangkan atau kegagalan.

33

m. Mampu menangguhkan pemuasaan dorongan-dorangan yang bersifat

jasmaniah.

n. Kemampuan untuk bersifat terbuka dan menerima keterbukaan dalam

hubungan-hubungan interpersonal.

o. Merasa senang dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan ciri-ciri kematangan emosi yang telah diuraikan diatas maka

dapat dikemukakan bahwa ciri-ciri kematangan emosi dapat dikelompokkan sebagai

berikut : (1) Dapat menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya, (2) Mampu

mengontrol dan mengarahkan emosi, (3) Mampu menyikapi masalah secara positif,

(4) Tidak mudah frustasi terhadap permasalahan yang muncul, (5) Kemandirian, (6)

Kemampuan adaptasi.

2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi

Walgito (2000: 44) mengatakan bahwa kematangan emosi berkaitan erat

dengan umur individu. Makin bertambahnya usia seseorang diharapkan emosinya

akan lebih matang dan individu akan lebih menguasai atau mengendalikan emosinya.

Menurut Hurlock (1980: 213) hal-hal yang dapat mempengaruhi kematangan

emosi adalah:

1) Gambaran tentang situasi yang dapat menimbulkan reaksi-reaksi emosional.

2) Membicarakan berbagai masalah pribadi dengan orang lain.

34

3) Lingkungan sosial yang dapat menimbulkan perasaan aman dan keterbukaan

dalam hubungan sosial.

4) Belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosi.

5) Kebiasaan dalam memahami dan menguasai emosi dan nafsu.

Ali dan Mohammad Asrori (2014: 69) mengungkapkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan emosi pada remaja yaitu:

1) Perkembangan jasmani atau fisik

Perubahan atau pertumbuhan yang berlangsung cepat selama masa puber

menyebabkan keadaan tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini

mempengaruhi kondisi psikis remaja.

2) Perubahan dalam hubungan orang tua

Adanya ketidakharmonisan hubungan orang tua dan anak, tidak adanya saling

pengertian diantaranya keduanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan

emosi remaja.

3) Perubahan hubungan dengan teman-teman

Hubungan antar remaja seperti perkumpulan para remaja, masalah konflik

antar remaja, atau percintaan antar remaja dapat mempengaruhi

perkembangan emosi remaja.

35

4) Perubahan dalam hubungan dengan sekolah

Remaja belum dapat menyadari pentingnya pendidikan pada saat ini, akan

tetapi menjelang kelulusan atau remaja akan mengalami kecemasan dalam

menentukan prospek masa depan dan dalam memasuki dunia kerja.

5) Perubahan atau penyesuaian dengan lingkungan baru

Lingkungan baru yang dialami oleh remaja akan mempengaruhi

perkembangan emosinya.

Perkembangan emosi remaja sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

diantaranya perubahan jasmani dan fisik, perubahan dalam hubungan orang tua,

perubahan hubungan dengan teman-teman, perubahan dalam hubungan dengan

sekolah, perubahan atau penyesuaian dengan lingkungan baru. Apabila faktor tersebut

dapat seimbang, maka perkembangan emosi remaja menjadi baik.

Faktor yang mempengaruhi emosi menurut Djaali (2008: 38) yaitu:

1) Rangsangan yang menimbulkan emosi

Emosi akan berlangsung terus selama stimulusnya ada dan yang menyertainya

masih aktif. Karena emosi mempengaruhi tingkah laku, tingkah lakunya akan

terus terpengaruh selama stimulusnya aktif, namun demikian emosi bukan

satu-satunya faktor yang menentukan tingkah laku.

2) Perubahan fisik dan psikologis

Perubahan fisik dan psikologis dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang

menimbulkan emosi. Emosi ini akan menghasilkan berbagai perubahan yang

36

mendalam (visceral changes) dan akan mempengaruhi urat-urat kerangka di

dalam tubuhnya.

2.4 Keharmonisan Keluarga

2.4.1 Keluarga

2.4.1.1 Pengertian Keluarga

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga "kulawarga" yang

berarti "anggota" "kelompok kerabat". Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa

orang yang masih memiliki hubungan darah, bersatu. Keluarga inti ("nuclear family")

terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka. Menurut Riyadi (2013: 104) “keluarga

bermula dari terjadinya hubungan atau ikatan berupa perkawinan seorang laki-laki

dan seorang perempuan, dan sedikitnya terdiri dari dua orang tersebut, kemudian

ditambah anak, atau anak-anak”.

Menurut pendapat Pujosuwarno (1994: 11), mengungkapkan bahwa

pengertian keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan

antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki

atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak-anak, baik

anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga. Sedangkan

menurut Djamarah (2004: 16) “keluarga adalah sebagai sebuah institusi yang

terbentuk karena ikatan perkawinan yang didalamnya hidup bersama pasangan suami-

istri secara sah karena perkawinan”.

37

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah

suatu kelompok orang yang terbentuk atas dasar ikatan perkawinan yang hidup

bersama dalam sebuah rumah tangga.

2.4.1.2 Fungsi-Fungsi Keluarga

Menurut Pujosuwarno (1994: 13) fungsi keluarga antara lain:

a. Pengaturan seksual, kebutuhan seks merupakan salah satu kebutuhan biologis

setiap manusia.

b. Fungsi reproduksi, dalam hal ini keluarga berfungsi untuk menghasilkan

anggota baru, sebagai penerus bagi kehidupan manusia yang turun menurun.

c. Fungsi perlindungan dan pemeliharaan, keluarga juga berfungsi sebagai

perlindungan dan pemeliharaan terhadap semua anggota keluarga, terutama

kepada anak yang masih bayi, karena kehidupan bayi pada saat itu masih

sangat bergantung kepada orang tuanya, misalnya masih harus menyusu

kepada ibunya, kencing dan buang kotoran masih menjadi kewajiban orang

tuanya dan kebutuhan-kebutuhan fisik maupun psikis yang lain masih sangat

bergantung kepada orang tuanya.

d. Fungsi pendidikan, keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama

dan utama karena anak mengenal pendidikan yang pertama kali adalah di

dalam keluarga, bahkan pendidikan tersebut dapat berlangsung pada saat anak

masih berada di dalam kandungan ibunya.

38

e. Fungsi sosialisasi, dalam hal ini keluarga merupakan factor yang sangat

penting bagi kehidupan anak karena keluarga sebagai anggota primer yang di

dalamnya terjadi interaksi diantara para anggota dan di situlah terjadinya

proses sosialisasi.

f. Fungsi afeksi dan rekreasi, hubungan cinta kasih yang dibina oleh seseorang

akan menjadi dasar perkawinan yang dapat menumbuhkan hubungan afeksi

bagi semua anggota keluarga yang dibinanya.

g. Fungsi ekonomi, anggota keluarga bekerja sama sebagi suatu team dan andil

bersama dalam hasil mereka.

h. Fungsi status sosial, keluarga berfungsi sebagai suatu dasar yang

menunjukkan kedudukan atau status bagi anggota-anggotanya.

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan

Pengembangan Kualitas Keluarga, BAB II, Pasal 4, Ayat 1 disebutkan bahwa ada

delapan fungsi keluarga, yakni:

a. Fungsi keagamaan dalam keluarga dan anggotanya didorong dan

dikembangkan agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai

agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa untuk menjadi insan-insan agamis

yang penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b. Fungsi sosial budaya memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh

anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka

ragam dalam satu kesatuan.

39

c. Fungsi cinta kasih dalam keluarga akan memberikan landasan yang kokoh

terhadap hubungan anak dengan anak, suami dengan istri, orang tua dengan

anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga

menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir

dan batin.

d. Fungsi melindungi dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa aman dan

kehangatan.

e. Fungsi reproduksi yang merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan

yang direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di

dunia yang penuh iman dan taqwa.

f. Fungsi sosialisasi dan pendidikan memberikan peran kepada keluarga untuk

mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam

kehidupannya di masa depan.

g. Fungsi ekonomi menjadi unsur pendukung kemandirian dan ketahanan

keluarga.

h. Fungsi pembinaan lingkungan memberikan pada setiap keluarga kemampuan

menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai daya dukung

alam dan lingkungan yang berubah secara dinamis.

2.4.2 Pengertian Keharmonisan Keluarga

Keharmonisan keluarga merupakan idam-idaman oleh setiap keluarga.

Keharmonisan berarti adanya keserasian, kesepadanan, kerukunan diantara laki-laki

40

dan perempuan dalam rumah tangga sebagai suami istri. Keharmonisan juga

menyangkut kerukunan dengan anggota keluarga lain, yaitu anak-anak, saudara-

saudara ataupun kakek-nenek. Menurut Setiono (2011: 10) “kesejahteraan atau

keharmonisan keluarga dapat tercapai, apabila antar anggota keluarga tercapai saling

pengertian”. Dalam Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 1994 Tentang

Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera, BAB 1, Pasal 1, Ayat 2

disebutkan bahwa : keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan

atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil

yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi,

selaras dan seimbang antaranggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan

lingkungan (Djamarah, 2004: 19).

Teori Maslow (Walgito, 2004 : 16) yang membahas tentang beragam

kebutuhan manusia telah menyusun suatu hierarki kebutuhan yang harus dipenuhi

oleh individu sebagai pribadi dan sebagai anggota keluarga secara selaras dan

seimbang, yaitu:

1) The physiological needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang bersifat fisiologis,

dan kebutuhan-kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang paling kuat diantara

kebutuhan-kebutuhan yang lain.

2) The safety needs, yaitu merupakan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan

dengan hubungan dengan rasa aman.

41

3) The belongingness and love needs, yaitu merupakan kebutuhan-kebutuhan

yang berkaitan dengan hubungan dengan orang lain, merupakan kebutuhan

sosial.

4) The esteem needs, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan

penghargaan, termasuk rasa harga diri, rasa dihargai.

5) The needs for self-actualization, yaitu kebutuhan untuk mengaktualisasikan

diri, kebutuhan ikut berperan.

Kebutuhan-kebutuhan ini membentuk suatu sistem, dimana sebelum

kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah terpenuhi sampai derajat tertentu maka

individu atau kelompok belum akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan pada

tingkat yang lebih tinggi. Keluarga yang harmonis dapat terjadi apabila kebutuhan

tiap anggota keluarga dapat terpenuhi dengan baik.

Sebuah keluarga terdiri atas bermacam-macam orang dengan banyak

keinginan. Dalam suatu rumah tangga ada ayah, ibu dan anak bahkan mungkin ada

kakek, nenek, paman, bibi atau pembantu rumah tangga. Beragam orang tersebut

niscaya terangkum sebuah keluarga yang harmonis, tidak banyak ditandai pertikaian,

bahkan sanggup berperan sebagai ajang kehidupan bersama yang menguatkan setiap

anggotanya. Keharmonisan keluarga adalah keadaan keluarga yang didalamnya

terjadi hubungan yang serasi dan seimbang dimana setiap anggota keluarga

menyadari dan mengakui hak dan kewajibannya masing-masing (Prihatiningsih dan

Nurhainun, 2006: 2). Selain itu, kehidupan keluarga yang harmonis perlu dibangun di

atas dasar sistem interaksi yang kondusif (Djamarah, 2004: 49).

42

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keharmonisan

keluarga adalah suatu keadaan dalam keluarga dimana didalamnya tercipta kehidupan

beragama yang kuat, suasana yang hangat, terpenuhi kebutuhan baik kebutuhan lahir

maupun batin, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antaranggota

dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

2.4.3 Ciri-Ciri Keharmonisan Keluarga

Untuk merumuskan bagaimana ciri-ciri keluarga harmonis, perlu di sini

penulis tampilkan beberapa pendapat para ahli mengenai ciri-ciri keluarga harmonis.

Menurut Danuri (dalam Pujosuwarno, 1994: 53) mengungkapkan bahwa keluarga

bahagia adalah keluarga yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketakwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa.

b. Hubungan yang harmonis antara individu yang satu dengan individu yang lain

dalam keluarga dan masyarakat.

c. Terjamin kesehatan jasmani, rohani dan sosial.

d. Cukup sandang, pangan dan papan.

e. Adanya jaminan hukum terutama hak asasi manusia.

f. Tersedianya pelayanan pendidikan yang wajar.

g. Ada jaminan dihari tua, sehingga tidak perlu khawatir terlantar dimasa tua.

h. Tersedianya fasilitas rekreasi yang wajar.

43

Sedangkan pendapat dari Riyadi (2013: 105) megungkapkan ciri keluarga

harmonis adalah:

a. Kehidupan beragama dalam keluarga.

b. Mempunyai waktu untuk bersama.

c. Mempunyai pola komunikasi yang baik bagi sesama anggota keluarga.

d. Saling menghargai satu dengan yang lain.

e. Masing-masing merasa terikat dalam ikatan keluarga sebagai kelompok.

f. Bila terjadi suatu masalah dalam keluarga mampu menyelesaikan secara

positif dan konstruktif.

Ciri-ciri keluarga sejahtera menurut Asnawi Latief (dalam Djamarah, 2004:

115), memiliki unsur-unsur yang meliputi suami (ayah), istri (ibu), dan anak. Semua

itu harus terjelma:

a. Suami istri yang saleh. Artinya yang dapat mendatangkan manfaat dan faedah

untuk dirinya, anak-anaknya dan masyarakatnya.

b. Anak-anaknya abror (baik) dalam pengertian berkualitas, berakhlak, sehat

rohani dan jasmani.

c. Pergaulannya baik. Artinya pergaulan anak-anaknya terarah, hanya dengan

anak-anak yang bermental baik, berpendidikan yang sepadan.

d. Berkecukupan rizkinya (sandang, pangan, papan). Cukup disini artinya dapat

membiayai hidup dan kehidupan keluarganya.

44

Dari beberapa ciri-ciri keharmonisan keluarga yang dijelaskan di atas dapat

disimpulkan bahwa ciri-ciri keharmonisan keluarga adalah sebagai berikut: (1)

Tercipta kehidupan beragama dalam keluarga, (2) Hubungan yang harmonis antar

anggota keluarga dan masyarakat, (3) Cukup sandang, pangan, dan papan, (4) Pola

komunikasi yang baik, (5) Saling menghargai antar sesama anggota keluarga.

2.4.4 Aspek-Aspek Keharmonisan Keluarga

Dalam mencapai suatu keharmonisan keluarga, perlu kita perhatikan beberapa

aspek sebagai suatu pegangan hubungan perkawinan bahagia. Menurut Adrian (2010)

mengemukakan enam aspek tersebut antara lain adalah:

a. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.

Sebuah keluarga yang harmonis ditandai dengan terciptanya kehidupan

beragama dalam rumah tersebut. Hal ini penting karena dalam agama terdapat

nilai-nilai moral dan etika kehidupan.

b. Mempunyai waktu bersama keluarga

Keluarga yang harmonis selalu menyediakan waktu untuk bersama

keluarganya, baik itu hanya sekedar berkumpul, makan bersama, menemani

anak bermain dan mendengarkan masalah dan keluhan-keluhan anak, dalam

kebersamaan ini anak akan merasa dirinya dibutuhkan dan diperhatikan oleh

orangtuanya, sehingga anak akan betah tinggal di rumah.

45

c. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.

Komunikasi merupakan dasar bagi terciptanya keharmonisan dalam keluarga.

Remaja akan merasa aman apabila orangtuanya tampak rukun, karena

kerukunan tersebut akan memberikan rasa aman dan ketenangan bagi anak,

komunikasi yang baik dalam keluarga juga akan dapat membantu remaja

untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya di luar rumah.

d. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga.

Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang memberikan tempat bagi setiap

anggota keluarga menghargai perubahan yang terjadi dan mengajarkan

ketrampilan berinteraksi sedini mungkin pada anak dengan lingkungan yang

lebih luas.

e. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya dalam menciptakan keharmonisan

keluarga adalah kualitas dan kuantitas konflik yang minim, jika dalam

keluarga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran maka suasana dalam

keluarga tidak lagi menyenangkan. Dalam keluarga harmonis setiap anggota

keluarga berusaha menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dan mencari

penyelesaian terbaik dari setiap permasalahan.

f. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga.

Hubungan yang erat antar anggota keluarga juga menentukan harmonisnya

sebuah keluarga, apabila dalam suatu keluarga tidak memiliki hubungan yang

erat maka antar anggota keluarga tidak ada lagi rasa saling memiliki dan rasa

46

kebersamaan akan kurang. Hubungan yang erat antar anggota keluarga ini

dapat diwujudkan dengan adanya kebersamaan, komunikasi yang baik antar

anggota keluarga dan saling menghargai.

Keenam aspek tersebut mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang

lainnya. Proses tumbuh kembang anak sangat ditentukan dari berfungsi tidaknya

keenam aspek di atas, untuk menciptakan keluarga harmonis peran dan fungsi

orangtua sangat menentukan, keluarga yang tidak bahagia atau tidak harmonis akan

mengakibatkan proses perkembangan anak menjadi terhambat, salah satunya

berkaitan dengan perkembangan emosi.

2.4.5 Faktor-Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Keharmonisan Keluarga

Membangun sebuah keluarga yang harmonis adalah tugas yang paling penting

dalam hidup berkeluarga dan memunculkan berbagai permasalahan yang harus

dihadapi keluarga. Untuk mencapai kehidupan keluarga yang harmonis, tentunya

banyak faktor-faktor yang harus diperhatikan. Beberapa diantaranya menurut

Sukmana (dalam Prihatiningsih dan Nurhainun, 2006: 4) adalah :

a. Peran masing-masing anggota keluarga.

Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing sesuai dengan

status yang disandangnya. Berjalannya peran dari masing-masing status

tersebut akan memperlancar laju bahtera rumah tangga, sehingga tercapai

keluarga yang rukun dan damai. Namun dalam pelaksanaan kadang-kadang

47

peran-peran dalam keluarga tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ini

terjadi antara lain karena masing-masing status dalam keluarga belum

memahami peran yang disandangnya.

b. Empati (menempatkan diri pada posisi orang lain)

Disini suami-istri saling menghargai keberadaan masing-masing sehingga

terjadi saling pengertian dan tumbuh cinta kasih yang berkesinambungan.

c. Pengalaman Hidup

Pengalaman hidup yang dimiliki suami dan istri akan mempengaruhi dalam

menyikapi kehidupan keluarga. Semakin luas pengalaman, maka akan

semakin matang dalam menghadapi masalah yang timbul.

d. Adat istiadat

Perbedaan adat istiadat ini dipengaruhi oleh kepribadian masing-masing.

Selain itu, adat suami dan istri dilatarbelakangi oleh keluarganya masing-

masing. Dengan adanya perbedaan ini seyogyanya suami dan istri saling

menghormati dan menghargai.

e. Tujuan Keluarga

Tujuan merupakan pedoman yang dapat memberi arah atau jalan yang harus

dilalui oleh anggota keluarga. Dalam menetapkan tujuan keluarga hendaknya

jelas dan tegas. Apa yang harus dilakukan dan apa yang mesti dihindari.

f. Anggaran Pendapatan dan Belanja Keluarga (APBK)

Angggaran, ekonomi atau keuangan bukan satu-satunya faktor penentu

dalam meraih kebahagian keluarga. Namun, tanpa ekonomi yang cukup

48

rasanya akan sulit untuk mencapai kebahagiaan keluarga. Oleh karena itu,

dalam sebuah keluarga sebaiknya disusun anggaran pendapatan dan belanja

keluarga.

g. Hubungan (komunikasi)

Semua faktor diatas yang telah diuraikan satu persatu, harus dikomunikasikan

kepada semua anggota keluarga. Dengan kata lain, dalam keluarga harus

tercipta hubungan (komunikasi) yang harmonis. Dengan adanya komunikasi

yang harmonis akan terhindar dari salah tafsir dalam menanggapi suatu pesan

yang disampaikan.

2.5 Hubungan antara Kematangan Emosi dan Keharmonisan Keluarga dengan Motivasi Belajar

Perilaku manusia ditimbulkan atau dimulai dengan adanya motivasi. Penilaian

tentang motivasi banyak dilakukan atau digunakan dalam berbagai bidang

pendidikan. “Seseorang dapat melakukan sesuatu yang diinginkan disebabkan karena

adanya motivasi” (Sardiman, 2007: 74). Motivasi dapat menjadi penyebab siswa

untuk dapat berkembang dan mampu mencapai hasil belajar yang lebih baik. Untuk

itu, agar dapat mencapai prestasi belajar yang optimal siswa harus memiliki motivasi

belajar yang tinggi.

Menurut Uno (2011: 23) mengatakan bahwa:

Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa yang

sedang belajar untuk mengadakan tingkah laku dengan indikator adanya

hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar,

49

adanya harapan dan cita-cita masa depan, adanya penghargaan dalam belajar,

adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, adanya lingkungan belajar yang

kondusif sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.

Dari pendapat diatas, dapat dijelaskan motivasi belajar yang timbul dari

dorongan internal, yaitu hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan

belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor eksternal adalah adanya

penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

Dalam hal ini motivasi belajar disebakan oleh dorongan atau rangsangan dari dalam

dan luar dirinya.

Salah satu faktor instrinsik yang berpengaruh terhadap motivasi belajar adalah

kematangan emosi siswa. Kematangan emosi adalah salah satu hal yang terpenting

dalam menumbuhkan motivasi belajar karena emosi sangat berperan dalam

mendorong diri yang merupakan perasaan dan kegiatan mental yang bisa

menumbuhkan semangat dalam belajar. “Emosi dapat berfungsi sebagai motif yang

dapat memotivasi atau menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar individu

dapat berbuat atau bertingkah laku” (Anni, 2012: 55). Kematangan emosi juga harus

ditanamkan, agar siswa tersebut dapat terkontrol dan dapat mengendalikan dirinya

tatkala ada peristiwa atau kejadian yang dihadapinya. Siswa dengan kematangan

emosi yang tinggi semestinya memiliki kemampuan mengendalikan dorongan emosi

dan mampu menghargai serta berempati terhadap orang lain sehingga mereka lebih

berhati-hati dan menjaga perilakunya.

50

Kematangan emosi merupakan hal yang urgen yang harus ada pada diri siswa.

Siswa yang dapat mengenali dan mengelola emosinya dengan baik maka ia juga akan

mudah membina hubungan dengan orang lain dan mengenali emosi orang lain dengan

baik pula. Jika kematangan emosi ini terus dipupuk dalam diri siswa maka siswa akan

merasa nyaman dengan lingkungannya, yang selanjutnya ia akan termotivasi dalam

belajarnya.

Walgito (2000: 44) mengatakan bahwa seseorang telah mencapai kematangan

emosi apabila dirinya dapat mengendalikan emosinya dan diharapkan individu

berpikir secara matang, melihat persoalan secara obyektif. Dalam hal ini, dengan

kematangan emosi diharapkan siswa akan dapat berpikir secara baik, termasuk dalam

hal belajarnya. Apabila dalam belajar siswa dapat berpikiran secara baik tidak

menutup kemungkinan motivasi belajarnya pun akan tinggi.

Motivasi dalam belajar merupakan keseluruhan daya penggerak baik dari

dalam diri maupun dari luar diri, untuk memotivasi diri saat belajar keadaan emosi

sangat mempengaruhi dorongan untuk belajar, hal ini karena emosi merupakan

ekspresi seseorang yang terlihat dari tingkah laku yang ditampilkan dimana

kesemuanya mengambarkan keadaannya jiwa, jadi siswa yang matang secara emosi,

tentu dapat mengontrol emosinya untuk dapat menampilkan emosi yang positif yang

dapat mendorong dalam kegiatan belajar. Dengan demikian, motivasi dapat

dipengaruhi keadaan emosi seseorang.

Sedangkan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi motivasi belajar adalah dari

lingkungan keluarga, peran keluarga dapat memacu motivasi belajar. Keluarga

51

merupakan tempat pertama kali seorang anak belajar. Selama hidupnya, seorang anak

membutuhkan kedekatan dan hubungan yang hangat dengan orang tua mereka.

Kedekatan itu akan mempengaruhi timbulnya rasa percaya diri dan mendorong anak

untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Motivasi belajar dipengaruhi oleh faktor

keluarga dimana keluarga membawa pengaruh utama terhadap motivasi belajar

seorang anak.

Lingkungan keluarga yang harmonis terjadi jika keluarga sudah dapat

berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, bila dalam keluarga terdapat masalah-

masalah yang menjadikan hilangnya kepercayaan satu sama lain, hilang rasa saling

menghormati, hilang rasa saling cinta, maka itu dapat dikatakan sebagai keluarga

yang tidak harmonis yang dapat menimbulkan dampak negatif pada anak. Oleh sebab

itu, suasana keluarga yang harmonis harus selalu diciptakan dalam kehidupan sehari-

hari. Apabila keluarga itu harmonis, sudah barang tentu kehidupan dalam keluarga itu

akan selaras, serasi, dan seimbang.

Keluarga yang mampu memberikan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari

memiliki peranan penting dalam keberhasilan seorang anak dalam belajar. Rasa aman

itu akan membuat seorang anak terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa

aman merupakan salah satu pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk

belajar. Penelitian Rahayu (2013: 195) “lingkungan keluarga yang harmonis,

kondusif, bahagia, menyenangkan dapat memotivasi anak untuk belajar dan

menimbulkan dorongan berprestasi pada siswa sehingga dapat meningkatkan hasil

belajar siswa”.

52

Menurut Hurlock (1998: 170) menyatakan bahwa “hubungan keluarga yang

sehat dan bahagia menimbulkan dorongan berprestasi, sedangkan hubungan yang

tidak sehat dan tidak bahagia menimbulkan ketegangan emosional yang biasanya

memberi efek yang buruk pada kemampuan berkonsentrasi dan kemampuan

berprestasi”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya

lingkungan keluarga yang harmonis, kondusif, bahagia, menyenangkan dapat

memotivasi anak untuk belajar dan menimbulkan dorongan berprestasi pada siswa

sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Terkait dengan motivasi belajar siswa, keadaan emosi siswa sangat

mempengaruhi dorongan untuk belajar. Siswa yang matang secara emosi, tentu dapat

mengontrol emosinya untuk dapat menampilkan emosi yang positif yang dapat

mendorong dalam kegiatan belajar. Selain itu, lingkungan keluarga yang harmonis

akan memotivasi siswa untuk belajar dan menimbulkan dorongan berprestasi.

Kematangan emosi dan keharmonisan keluarga sangat penting peranannya dalam

pembentukan motivasi belajar. Berikut ini akan disajikan bagan yang

menghubungkan antara kematangan emosi dan keharmonisan keluarga dengan

motivasi belajar.

53

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

2.6 Hipotesis

“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pernyataan” (Sugiyono, 2012: 96).

Bertolak dari kerangka berpikir yang berdasarkan pada deskripsi teoritik,

maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian:

Tinggi:

Dorongan

belajar

kuat

Rendah:

Dorongan

belajar

lemah

Keharmonisan

Keluarga

Kematangan

Emosi

1. Dapat menerima diri sendiri

dan orang lain apa adanya

2. Mampu mengontrol dan

mengarahkan emosi

3. Mampu menyikapi masalah

secara positif

4. Tidak mudah frustasi terhadap

permasalahan yang muncul

5. Kemandirian

6. Kemampuan adaptasi

1. Tercipta kehidupan beragama

dalam keluarga

2. Hubungan yang harmonis

antar anggota keluarga dan

masyarakat

3. Cukup sandang, pangan, papan

dan pendidikan

4. Pola komunikasi yang baik

5. Saling menghargai antar

sesama anggota keluarga

Motivasi

Belajar

Faktor

Intrinsik:

- Sikap

- kebiasaan

- minat

- kebutuhan.

Faktor

Ekstrinsik:

-Lingkungan

-Hadiah

-Hukuman

-Nilai

-dll

54

1. Ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan motivasi

belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri. Semakin tinggi

tingkat kematangan emosi akan semakin tinggi motivasi belajar siswa.

2. Ada hubungan yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan motivasi

belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri. Semakin tinggi

tingkat keharmonisan keluarga akan semakin tinggi motivasi belajar siswa.

3. Ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dan keharmonisan

keluarga dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri.

117

BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hubungan antara kematangan

emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP

ISS Jatipurno Wonogiri dapat disimpulkan bahwa:

5.1.1 Motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri termasuk

dalam kategori baik dengan persentase 68%. Hal ini dapat dilihat dari adanya

ciri-ciri tekun menghadapi tugas, ulet menghadapi kesulitan, senang bekerja

mandiri, senang mencari dan memecahkan soal-soal, adanya dorongan dan

kebutuhan dalam belajar, berpendirian kuat dan memiliki tujuan jangka

panjang, dan adanya kegiatan yang menarik dalam belajar (variasi dalam

aktivitas belajar).

5.1.2 Kematangan emosi siswa kelas VIII SMP ISS Jatipurno Wonogiri termasuk

dalam kategori baik dengan persentase 70%. Hal ini dapat dilihat dari adanya

ciri-ciri dapat menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya, mampu

mengontrol dan mengarahkan emosi, mampu menyikapi masalah secara

positif, tidak mudah frustasi terhadap permasalahan yang muncul,

kemandirian, dan kemampuan adaptasi.

118

5.1.3 Keharmonisan keluarga siswa kelas VIII SMP ISS Jatipurno Wonogiri

termasuk dalam kategori baik dengan persentase 72%. Hal ini dapat dilihat

dari adanya ciri-ciri tercipta kehidupan beragama dalam keluarga, hubungan

yang harmonis antar anggota keluarga dan masyarakat, cukup sandang,

pangan, papan, dan pendidikan, pola komunikasi yang baik, dan saling

menghargai antar sesama anggota keluarga.

5.1.4 Ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan motivasi

belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri diperoleh hasil t

hitung = 2,215 dengan nilai sig = 0,029 < 0,05. Setiap peningkatan 1 skor

kematangan emosi akan meningkatkan motivasi belajar sebesar 0,264.

5.1.5 Ada hubungan yang signifikan antara keharmonisan keluarga dengan motivasi

belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri diperoleh hasil t

hitung = 2,034 dengan nilai sig = 0,044 < 0,05. Setiap peningkatan 1 skor

keharmonisan keluarga akan meningkatkan motivasi belajar sebesar 0,241.

5.1.6 Ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dan keharmonisan

keluarga dengan motivasi belajar siswa kelas VIII di SMP ISS Jatipurno

Wonogiri diperoleh nilai F hitung = 3,719 dengan sig = 0,027 < 0,05. Setiap

peningkatan 1 skor kematangan emosi akan meningkatkan motivasi belajar

sebesar 0,219 dan setiap peningkatan 1 skor keharmonisan keluarga akan

meningkatkan motivasi belajar sebesar 0,190.

119

5.2 Saran

Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

kematangan emosi dan keharmonisan keluarga dengan motivasi belajar siswa kelas

VIII di SMP ISS Jatipurno Wonogiri, maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:

5.2.1 Bagi guru Bimbingan dan Konseling, diharapkan memberikan layanan

Bimbingan dan Konseling yang berkaitan dengan kematangan emosi,

keharmonisan keluarga dan motivasi belajar. Selain itu, guru Bimbingan dan

Konseling supaya lebih meningkatkan komunikasi dengan orang tua siswa,

agar orang tua bisa lebih berperan dalam meningkatkan motivasi belajar

anaknya.

5.2.2 Bagi siswa hendaklah selalu meningkatkan motivasi belajar demi tercapainya

prestasi belajar.

5.2.3 Peneliti hanya mengukur variabel kematangan emosi dan keharmonisan

keluarga. Untuk itu, diharapkan pada peneliti selanjutnya dapat meneliti

tentang variabel-variabel lain yang berhubungan dengan motivasi belajar yang

belum diteliti dalam penelitian ini.

120

DAFTAR PUSTAKA

Adrian. 2010. Psikologi Keluarga. Artikel Psikologi Keluarga.

Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori. 2014. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara.

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Anni. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES PRESS.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta.

-----. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Asy’ari, dkk. 2014. Konsep Diri Kecerdasan Emosi dan Motivasi Belajar Siswa.

Jurnal Psikologi Indonesia, 1(3): 83-89.

Azwar, Saifuddin. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

-----. 2007. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni.2010. Teori Belajar dan Pembelajaran.

Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Basleman, Anisah dan Syamsu Mappa. 2011. Teori Belajar Orang Dewasa.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Cahyono, Edydkk. 2014. Buku Panduan Penulisan Proposal, Tugas Akhir, Skripsi, dan Artikel Ilmiah FMIPA UNNES Tahun 2014. Semarang: UNNES

PRESS.

Chaplin, J. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali Pers.

Dantes, Nyoman. 2012. Metode Penelitian. Yogyakarta: ANDI.

Desiverlina, Buyung. 2015. Hubungan Kecerdasan Emosional dan Keharmonisan

Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa di Sekolah SMK Kesehatan

Samarinda. Jurnal Psikologi, 1(1): 156-168.

121

Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga Sebuah Perspektif Pendidikan Islam. Jakarta: PT RINEKA

CIPTA.

Fatimah, Listriana. 2010. Hubungan Persepsi Anak terhadap Keharmonisan Keluarga dan Pola Asuh Orang Tua dengan Motivasi Belajar (Studi di Prodi D-III Kebidanan FIK UNIPDU Jombang).Tesis. Surakarta: Program

Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan ProgramSPSS 21. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Goleman, Daniel. 2004. Kecerdasan Emosional. Alih Bahasa: T. Hermaya. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama.

Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: ANDI.

Hamalik, Oemar. 2013. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. BumiAksara.

----. 2014. Psikologi Belajar & Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan (Suatu pendekatanSepanjang Rentang Kehidupan). Jakarta: Erlangga.

Nugrahanto, Muhammad Aries. 2011. Hubunga nantara Keharmonisan Keluarga dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas IV dan V Madrasah Ibtidaiyah Kadirejo 01 Ds. Kadirejo Kec. Pabelan Kab. Semarang Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Salatiga: Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah STAIN

Salatiga.

Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pengembangan

Kualitas Keluarga, BAB II, Pasal 4, Ayat 1. Tersedia di

https://www.google.co.id/search?q=g&oq=g&aqs=chrome.1.69i60j69i59j69

i60l3j69i59.1806j0j1&sourceid=chrome&ie=UTF8#q=peraturan+pemerinta

h+nomer+21+tahun+1994.

Prihatiningsih, Puji dan Nurzainun. 2006. Lingkungan Keluarga Harmonis Sejahtera

Menuju Keluarga Berkualitas 2015. Jurnal Lingkungan Keluarga. Edisi

Kedua Tahun III. http://www.bkkbn.go.id/webs/detailprogram,php?

Diunduh pada tanggal 20 Februari 2016.

122

Pujosuwarno, Sayekti. 1994. Bimbingan Konseling Keluarga. Yogyakarta: Menara

Mas Offset.

Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Rahayu.2013. Hubungan antara Keharmonisan Keluarga dan Motivasi Belajar Siswa.Jurnal Ilmiah Konseling, 1(2): 191-196.

Riyadi, Agus. 2013. Bimbingan Konseling Perkawinan Dakwah dalam Membentuk Keluarga Sakinah. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Santrock, John W. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Kencana.

Sardiman, AM. 2009. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Setiono, Kusdwiratri. 2011. Psikologi Keluarga. Bandung: P.T. ALUMNI.

Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: RINEKA

CIPTA.

Solita, Lusiana, dkk. 2012. Hubungan antara Kemandirian Emosi dengan Motivasi

Belajar. Jurnal Ilmiah Konseling, 1(1): 1-9.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.

Sukardi, Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Suprijono, Agus. 2012. Cooperatif Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta:

PUSTAKA PELAJAR.

Sutoyo, Anwar. 2012. Pemahaman Individu Observasi, Checklist, Interviu, Kuesioner, Sosiometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

-----. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

123

Uno, Hamzah B. 2011. Teori Motivasi & Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Walgito, Bimo. 2000. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta : ANDI

Yogyakarta.

Washfi, Muh. 2005. Mencapai Keluarga Barokah. Yogyakarta: Mitra Pustaka.

Widoyoko, Eko Putro. 2015. Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta:

PUSTAKA PELAJAR

Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.