Upload
phamdan
View
230
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
HUBUNGAN ANTARA KENAKALAN REMAJA DENGAN PRESTASI
BELAJAR
Arief Rahman Uly Gusniarti
INTISARI
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara kenakalan remaja dengan prestasi belajar pada siswa SMP. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara kenakalan remaja dengan prestasi belajar. Variabel bebas adalah kenakalan remaja, variabel tergantung adalah prestasi belajar dan variabel kontrolnya adalah inteligensi.
Subyek dalam penelitian ini berjumlah 58 siswa laki-laki, yang terdiri atas kelas IXA sampai IXF di SMP Negeri 2 Gamping, Sleman. Alat ukur yang digunakan untuk mengetahui tingkat kenakalan remaja adalah dengan skala kenakalan remaja yang dibuat sendiri oleh peneliti. Alat ukur untuk mengetahui prestasi belajar menggunakan nilai rata-rata hasil songsong Ujian Akhir Nasional (UNAS) 2007. Alat ukur untuk mengetahui inteligensi siswa menggunakan tes inteligensi SPM dari Raven.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi parsial dengan menggunakan bantuan fasilitas SPSS versi 11.0. Korelasi parsial digunakan karena ada pengaruh atau efek dari variabel lain dalam menghitung korelasi antara dua variabel. Teknik korelasi parsial digunakan untuk mengetahui hubungan antara kenakalan remaja dengan prestasi belajar dengan melakukan kontrol terhadap inteligensi. Hasil analisis data dengan melakukan kontrol terhadap inteligensi menunjukkan bahwa p = 0,327 (p>0,05). Itu artinya hipotesis tidak diterima. Sehingga dapat diambil kesimpulan tidak ada hubungan antara kenakalan remaja dengan prestasi belajar. Jadi, hipotesis penelitian ditolak. Kata kunci : Kenakalan Remaja, Prestasi Belajar, Inteligensi
2
PENGANTAR
Memasuki era globalisasi ini membawa Indonesia dalam tantangan yang
berat, khususnya dalam sektor tenaga kerja. Sebab pada era globalisasi ini tenaga
kerja asing bisa masuk ke negara Indonesia dengan bebas dan menempati sektor-
sektor tenaga kerja yang seharusnya ditempati oleh anak bangsa. Agar tenaga kerja
Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja asing maka dibutuhkan sumber daya
manusia yang handal yang mempunyai kemampuan/keahlian dalam bidangnya.
Salah satu hal yang penting untuk menentukan kualitas sumber daya manusia
adalah pendidikan. Mutu pendidikan yang handal memiliki kesanggupan untuk
memberdayakan SDM (Rahmawati, 2003). Tolok ukur untuk menentukan mutu
pendidikan adalah melalui prestasi belajar. Usaha yang dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan prestasi belajar adalah mengadakan Ujian Akhir Nasional (UAN)
dengan tujuan untuk mencapai materi minimal dan kompetensi minimal (Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional No 22 tahun 2006, Diknas 2006).
Standar minimal kelulusan UNAS pada tahun ajaran 2002/2003 adalah 3,01,
tahun ajaran 2003/2004 adalah 4,01, tahun ajaran 2004/2005 adalah 4,26, tahun
ajaran 2005/2006 adalah 4,26 dengan nilai rata-rata minimal 4,51 (Depdiknas,2006).
Hasil UNAS tahun 2006 dalam lingkup regional yakni di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) jenjang SMP rata-rata kelulusannya adalah 86,99% (Dinas
Pendidikan Propinsi DIY, 2006). Namun di SMP N 2 Trihanggo, Gamping, Sleman
pada tahun ajaran 2005/2006 tingkat kelulusannya hanya 34,62 %. Hal ini
3
menunjukkan penurunan hasil kelulusan pada tahun ajaran sebelumnya yakni 50,26%
(Depdiknas, 2006)
Tabel 1 Data kelulusan UNAS SMP N 2 Sleman dari tahun ke tahun
lulus No Tahun Ajaran Jumlah Peserta Jumlah %
1 2002/2003 213 212 99,89 2 2003/2004 215 211 95,39 3 2004/2005 191 96 50,26 4 2005/2006 208 72 34,62
Berdasarkan rata-rata di atas terbukti prestasi belajar siswa SMPN 2
Gamping, Sleman semakin menurun. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar menurut Djamarah (2002) dan Slameto (2003) dibedakan menjadi dua
macam, yakni faktor individual atau dalam diri individu (internal) dan faktor sosial
atau lingkungan (eksternal). Faktor internal meliputi keadaan jasmaniah, kecerdasan
atau inteligensi, motivasi, cara belajar, minat, kematangan, bakat. Faktor eksternal
meliputi lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, fasilitas belajar, keadaan
ekonomi, dan sistem kurikulum.
Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru Bimbingan
Konseling (BK) SMPN 2 Gamping prestasi belajar yang menurun disebabkan oleh
perilaku anak didik yang tidak menaati peraturan sekolah seperti beberapa siswa
keluyuran di luar kelas atau membolos sehingga tidak dapat mengikuti pelajaran
dengan baik. Saat ditegur justru melawan terhadap guru. Beberapa siswa juga
meminum-minuman keras dan memakai obat-obatan terlarang sehingga
4
menyebabkan siswa tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Perilaku tersebut
termasuk dalam kenakalan remaja.
Kenakalan remaja adalah perilaku jahat yang dilakukan oleh anak-anak muda
dan itu merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial yang disebabkan oleh satu
bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan tingkah laku yang
menyimpang (Kartono, 2003). Tingkah laku yang menyimpang tersebut antara lain
diwujudkan dalam bentuk melanggar peraturan sekolah seperti masih keluyuran di
luar jam pelajaran sekolah, sengaja untuk terlambat masuk, sering membolos, ikut
geng kriminal, menggunakan narkoba dan suka berkelahi tanpa sebab. Perilaku yang
disebutkan diatas sangat mengganggu remaja dalam fungsinya sebagai pelajar.
Membolos mengakibatkan siswa tidak memperoleh ilmu yang ada dalam aktifitas-
aktifitas belajar, sering minum-minuman keras dan menggunakan obat-obatan
terlarang membuat siswa menjadi agresif, sulit menerima pelajaran dan merasa malas
untuk sekolah. Ikut geng kriminal membuat waktu siswa untuk belajar menjadi
terbuang karena sibuk berkumpul dengan teman-temannya. Kalau aktifitas yang
dilakukan kelompok tersebut positif tentu tidak masalah namun apabila negatif
bahkan melanggar hukum seperti ikut tawuran, menodong dan mencuri tentu akan
sangat merugikan dan membahayakan siswa.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa yakni tingkat
inteligensi atau Inteligensi Quotient (IQ). Inteligensi diakui ikut menentukan
keberhasilan belajar seseorang, Menurut Dalyono (Djamarah, 2002) secara tegas
mengatakan bahwa seseorang yang memiliki inteligensi baik (IQ-nya tinggi)
5
umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya orang yang
inteligensinya rendah prestasi belajarnya pun rendah. Oleh karena itu kecerdasan
mempunyai peranan yang besar dalam ikut menentukan berhasil dan tidaknya
seseorang mempelajari sesuatu atau mengikuti suatu program pendidikan dan
pengajaran (Djamarah, 2002). Dengan kata lain siswa yang mempunyai kecerdasan
tinggi dapat menerima dan menyerap materi dengan baik tidak akan memperoleh
kesukaran yang berarti dalam belajar dan dapat mencapai prestasi belajar yang
optimal. Sebaliknya siswa yang mempunyai kecerdasan yang kurang akan kesulitan
menyerap materi yang diberikan gurunya dengan baik sehingga prestasi belajarnya
pun kurang optimal. Walaupun demikian faktor kecerdasan bukan satu-satunya faktor
yang menentukan keberhasilan siswa dalam menjalankan studi namun banyak faktor
lain juga yang menyertainya.
Dari uraian di atas terdapat pertanyaan penelitian bahwa ada hubungan
kenakalan remaja dengan prestasi belajar siswa. Disamping itu perbedaan tingkat
inteligensi juga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Dengan demikian penulis
akan mengadakan sebuah penelitian, apakah terdapat hubungan antara kenakalan
remaja dengan prestasi belajar siswa SMP dengan melakukan kontrol terhadap
tingkat inteligensi.
TINJAUAN PUSTAKA
Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah istilah yang menunjukkan tingkat penguasaaan peserta
didik menguasai bahan pelajaran yang diajarkan, yang diikuti oleh munculnya
6
perasaan puas bahwa ia telah melakukan sesuatu dengan baik (Tjundjing, 2001.
Rahmawati, 2003) Prestasi belajar dapat dioperasionalkan dalam bentuk indikator-
indikator yang berupa nilai rapor bagi siswa SD, SLTP, dan SMU, indeks prestasi
studi bagi perguruan tinggi, angka kelulusan, predikat keberhasilan dan semacamnya
(Azwar, 1999. Tu’u, 2004). Menurut Masrun dan Martinah (Tjundjing, 2001) prestasi
belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana peserta didik menguasai
bahan pelajaran yang diajarkan.
Aspek-aspek Prestasi Belajar
Menurut Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2002), aspek-aspek dari
prestasi belajar adalah penilaian berbasis kelas yang dilaksanakan secara terpadu
dengan kegiatan belajar-mengajar di kelas antara lain :
a. Pengumpulan kerja siswa (portofolio), yakni pengumpulan atau hasil pekerjaan
siswa sebagai proses pedagosis yang disimpan dalam dokumentasi yang dimiliki
guru.
b. Hasil karya (produk), yakni pengumpulan hasil kerja siswa berupa hasil karya
yang dikuasai oleh siswa.
c. Penugasan (proyek), merupakan tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa dalam
jangka waktu relatif lama. Penugasan ini dimaksudkan untuk menggali
kemampuan siswa yang telah diperoleh dan dituangkan dalam bentuk laporan
atau karya tulis.
7
d. Tes tertulis (paper and pen), yakni salah satu aspek prestasi belajar yang
berbentuk tes, yang terdiri dari soal pilihan ganda (memilih jawaban) dan
membuat jawaban sendiri (uraian).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah adanya perubahan atau hasil yang telah dikuasai siswa yang didapatkan dari
sebuah proses belajar dalam kurun waktu tertentu. Prestasi belajar dapat diukur
dengan menggunakan perangkat tes evaluasi belajar untuk mengungkapkan hasil atau
prestasi belajar yang telah dicapai siswa pada waktu tertentu. Sehingga dengan
melihat hasil evaluasi atau prestasi belajar siswa akan dapat diketahui sejauh mana
siswa tersebut mengalami kemajuan dan penguasaan bidang ilmu tertentu dalam
belajar atau bahkan kemunduran di dalam belajarnya.
Prestasi belajar biasanya dinyatakan dalam sebuah nilai rata-rata atau angka-
angka dalam sebuah buku laporan sekolah atau rapor sebagai dokumentasi dari pihak
sekolah. Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi untuk menentukan tinggi
rendahnya prestasi belajar siswa yang digunakan sebagai subyek penelitian. Prestasi
belajar siswa dilihat berdasarkan hasil tes pendalaman materi songsong UNAS
SMP/MTs 2007 Tahun Pelajaran 2006/2007 yang meliputi mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris. Nilai hasil tes pendalaman materi songsong
UNAS digunakan sebagai data penelitian karena merupakan nilai murni yang
dihasilkan siswa dari pengerjaan soal tes pendalaman materi. Nilai hasil tes
pendalaman materi tidak dipengaruhi oleh penilaian lainnya, seperti nilai ulangan
harian, nilai tugas ataupun nilai Ujian Akhir Semester (UAS)
8
Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) adalah perilaku yang dapat
mencelakai atau menyakiti orang lain atau dirinya sendiri (Kartono, 1992).
Selanjutnya Kartono (1992) menyatakan bahwa kenakalan atau delikuensi adalah
perilaku kejahatan atau kenakalan anak-anak muda yang merupakan gejala sakit
(patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu
bentuk tingkah laku yang menyimpang. Delikuensi itu selalu mempunyai konotasi
serangan kejahatan, keganasan dan pelanggaran terhadap norma-norma sosial dan
hukum yang dilakukan oleh anak-anak muda di bawah usia 22 tahun. Masih menurut
Kartono (1992) kasus delikuensi paling banyak dialami remaja berusia dibawah 21
tahun, dan angka tertinggi delikuensi remaja terdapat pada usia 15-19 tahun. Dari
berbagai definsi di atas tentang kenakalan remaja dapat ditarik kesimpulan bahwa
kenakalan remaja adalah perilaku yang dapat menyakiti atau merugikan dirinya
sendiri atau orang lain dengan melanggar norma-norma hukum, agama, kelompok,
sosial seperti penyalahgunaan obat-obatan terlarang dan membolos.
Macam-macam perilaku kenakalan remaja.
Jensen (Sarwono, 2003) mengkategorikan kenakalan remaja ke dalam 4
kategori, yaitu :
a. Kenakalan Remaja yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti
perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan dan lain-lain.
b. Kenakalan Remaja yang menimbulkan korban materi seperti perusakan,
pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain-lain.
9
c. Kenakalan Remaja sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain seperti
pelacuran dan penyalahgunaan obat.
d. Kenakalan Remaja yang melawan status misalnya mengingkari status sebagai
pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat
dari rumah.
Perilaku tersebut memang tidak melanggar hukum dalam arti sesungguhnya
karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer (keluarga) dan
sekunder (sekolah) yang memang tidak diatur oleh hukum secara rinci. Tetapi
menurut Jensen kalau remaja ini kelak dewasa, pelanggaran status ini dapat
dilakukannya terhadap atasannya di kantor atau petugas hukum di masyarakat
sehingga Jensen menggolongkan pelanggaran status ini sebagai perilaku kenakalan
remaja dan bukan sekedar perilaku menyimpang.
Aspek-aspek kenakalan remaja.
Aspek-aspek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah ciri-ciri tingkah
laku kenakalan remaja dari Kartono (1992) yakni :
a. Penyimpangan tingkah laku lahiriah yang terdiri dari :
1. Penyimpangan tingkah laku lahiriah verbal yaitu dalam bentuk kata-kata
seperti kata makian, tidak senonoh.
2. Penyimpangan tingkah laku nonverbal yaitu semua perilaku nonverbal yang
nyata kelihatan seperti tidak dapat menginternalisasikan dan tidak peduli
terhadap norma sosial yang berlaku, tidak bertanggungjawab, sangat fanatik,
10
kasar, impulsif, asosial dan suka menyakiti orang lain tanpa motif apapun
selalu ingin melakukan perbuatan kekerasan, penyerangan dan kejahatan.
b. Aspek simbolik yang tersembunyi. Aspek-aspek yang simbolik yang tersembunyi
yaitu tingkah laku yang tersamar tersembunyi sifatnya, tidak kentara dan bahkan
tidak bisa diamati khususnya mencakup tentang :
1. Sikap Hidup
Hampir semua remaja yang cenderung berperilaku delikuensi hanya
berorientasi pada masa sekarang, bersenang-senang dan puas pada hari ini.
Siegmen (Kartono, 1992) menambahkan bahwa remaja yang cenderung
berperilaku delikuensi tidak mempersiapkan bekal hidup dan tidak mampu
berbuat untuk masa depan.
2. Emosi-emosi
Kebanyakan dari mereka terganggu secara emosional dan senang
menceburkan diri dalam kegiatan-kegiatan tanpa pikir, yang merangsang rasa
kejantanan, walaupun mereka sadar benar resikonya dan bahaya pada dirinya.
c. Disiplin dan kontrol diri yang rendah
Remaja delikuensi kurang bahkan tidak pernah mendapatkan tuntunan dan
pendidikan untuk berdisiplin diri dan mengontrol dirinya. Tanpa pengekangan
diri ini mereka menjadi liar, ganas dan tidak bisa dikendalikan orang dewasa.
Kemudian muncullah kenakalan remaja yang menjadi kebiasaan dan akhirnya
menjadi “stigma”.
11
Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan masalah, kemampuan
untuk belajar, ataupun kemampuan untuk berpikir abstrak (Walgito, 1981). Binet
(Rusyan dkk, 1989) menggambarkan inteligensi sebagai kecenderungan untuk
mengambil dan memelihara haluan yang pasti, kesanggupan membuat keselarasan
bagi maksud dan pencapaiannya. Weschler (Azwar, 1996) mendefinisikan inteligensi
sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan
tertentu, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungan secara efektif.
Dari beberapa penjelasan di atas mengenai definisi inteligensi, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa inteligensi adalah kemampuan bawaan yang digunakan
untuk berpikir secara logis, mengambil keputusan dan tindakan tertentu serta
menyesuaikan pikiran dengan hal yang lama maupun hal yang baru. Dalam hal ini
inteligensi merupakan kemampuan berpikir logis yang dapat digunakan untuk
mengambil keputusan, memecahkan masalah, dan bertindak sesuai dengan suasana
baru atau beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan baru yang dihadapi
oleh individu.
Hubungan Antara Kenakalan Remaja dengan Prestasi Belajar
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar. Faktor-faktor tersebut
antara lain adalah faktor yang berasal dari dalam individu (internal) dan faktor yang
berasal dari luar (eksternal). Faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar antara lain inteligensi, bakat, minat, perhatian, motivasi, cara orang
tua mendidik, keadaan ekonomi, fasilitas sekolah, lingkungan sosial.
12
Usia-usia siswa sekolah dalam hal ini siswa SMP merupakan usia peralihan
dari masa anak-anak menjuju dewasa. Usia tersebut disebut juga masa remaja. Masa
remaja adalah masa yang rentan karena pada masa itu remaja masih mencari konsep
dirinya sehingga mereka senang mencoba hal-hal yang baru. Terkadang sesuatu yang
baru tersebut langsung diterima oleh remaja tanpa disaring terlebih dahulu. Hal ini
terjadi karena remaja belum memiliki kontrol diri yang kuat. Kontrol diri yang lemah
ditambah lingkungan terdekat yakni keluarga kurang mendukung seperti keluarga
yang gagal, sering terjadi pertengkaran antar anggota keluarga, tidak peduli antar
sesama anggota keluarga membuat remaja mencari aktifitas di luar sebagai usaha
untuk mencari perhatian dari anggota keluarganya atau mencari rasa aman yang tidak
didapatkan dalam keluarganya.
Perilaku remaja di luar dapat memberikan efek yang baik maupun buruk.
Apabila lingkungan tersebut lingkungan masyarakat yang baik-baik, beragama dan
penuh etika sosial tentu tidak masalah. Namun apabila lingkungan di luar itu buruk
seperti anggota masyarakatnya sering melakukan tindakan kriminal, sering minum-
minuman keras atau obat-obatan terlarang akan sangat membahayakan bagi remaja.
Lingkungan yang buruk tersebut sangat mudah mempengaruhi remaja karena sifat
remaja yang senang mencoba hal-hal yang baru dan belum memiliki kontrol diri yang
kuat membuat remaja mudah untuk melakukan perbuatan yang menyimpang Perilaku
negatif tersebut dapat disebabkan sebagai cara untuk mencari perhatian dari anggota
keluarga, teman-temannya atau sebagai kompensasi dari rasa inferiornya karena
merasa ditolak di dalam keluarga atau masyarakat. Perilaku yang negatif seperti
13
minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan terlarang, mencuri, senang
berkelahi disebut juga kenakalan remaja.
Kenakalan remaja seperti minum-minuman keras dan menggunakan obat-
obatan sangat merugikan dan membahayakan remaja khususnya sebagai siswa.
Karena efek yang ditimbulkan dari minum-minuman keras dan obat-obatan terlarang
tersebut membuat siswa menjadi kurang konsentrasi dan malas untuk belajar, dan
dalam jangka panjang dapat membahayakan jiwa penggunanya. Sudah banyak jiwa
yang melayang akibat penggunaan obat-obatan terlarang dan alkohol tersebut
(Sarwono. 2003). Membolos mengakibatkan siswa tidak memperoleh ilmu karena
tidak mengikuti aktifitas belajar seperti mencatat, mengerjakan latihan-latihan dan
mendengarkan penjelasan guru. Pada saat dilakukan evaluasi hasilnya tidak
memuaskan. Ikut kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan belajar seperti ikut
geng-geng kriminal membuat siswa kehilangan waktu belajarnya karena sibuk
menghabiskan waktu bersama kelompoknya tersebut. Perilaku-perilaku tersebut dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah inteligensi
Dalam penelitian Tundjing (2001), prestasi belajar siswa berkorelasi positif dengan
inteligensi. Semakin tinggi inteligensi yang dimiliki siswa semakin tinggi pula
prestasi belajarnya. Menurut Purwanto (2002) dan Wechsler (Azwar, 1996),
inteligensi sebagai sebuah kemampuan yang dibawa sejak lahir, dan sebagai
kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan
tertentu, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungan secara efektif. Banyak
14
orang berpendapat bahwa siswa yang mempunyai inteligensi tinggi akan berhasil
dalam mencapai prestasi belajar baik. Namun tidak sedikit yang mempunyai
inteligensi yang tidak begitu tinggi atau rata-rata justru mempunyai prestasi
belajarnya lebih baik daripada siswa yang mempunyai inteligensi lebih tinggi. Dari
uraian tersebut menunjukkan bahwa inteligensi hanya sebagai salah satu dari banyak
faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa.
HIPOTESIS
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil hipotesis penelitian yakni ada
hubungan antara kenakalan remaja dengan prestasi belajar dengan melakukan kontrol
terhadap tingkat inteligensi
METODE PENELITIAN
Variabel
1. Variabel bebas : Kenakalan Remaja
2. Variabel tergantung : Prestasi Belajar
3. Variabel kontrol : Inteligensi
Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki kelas IX SMP Negeri 2 Gamping
Sleman.
Alat Ukur
Penelitian yang dilakukan penulis mempunyai tiga variabel, yakni variabel
tergantung, variabel bebas dan variabel kontrol. Untuk variabel tergantung
15
menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti yakni metode skala
kenakalan remaja. Alat ukur tersebut untuk mengetahui tingkat kenakalan remaja.
Untuk variabel bebas menggunakan metode dokumentasi. Untuk variabel kontrol
menggunakan alat tes SPM dari Raven.
Metode skala kenakalan remaja yang dibuat sendiri oleh peneliti. Skala
kenakalan remaja ini selanjutnya dijabarkan ke dalam bentuk aitem-aitem yang terdiri
dari aitem favourable dan aitem unfavourable, Pembobotan nilai terhadap pernyataan
favourabel untuk pilihan jawaban sangat setuju (SS) memperoleh skor empat, setuju
(S) memperoleh skor tiga, tidak setuju (TS) memperoleh skor dua dan sangat tidak
setuju memperoleh skor satu. Pernyataan unfavourabel untuk pilihan jawaban sangat
setuju (SS) memperoleh skor satu, setuju (S) memperoleh skor dua, tidak setuju (TS)
memperoleh skor tiga, dan jawaban sangat tidak setuju (STS) memperoleh skor
empat.
Variabel tergantung (prestasi belajar) menggunakan data sekunder yakni nilai
dari hasil tes songsong UNAS (Ujian Akhir Nasional) yang diperoleh dari
dokumentasi sekolah.
Variabel kontrol (inteligensi) menggunakan tes inteligensi SPM (Standart
Progressive Matrices) Tes SPM terdiri dari soal-soal yang berbentuk gambar, dan
terdiri atas 60 butir soal yang terdiri dari lima seri A,B,C,D, dan E.
Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
korelasi parsial hal tersebut dikarenakan ada pengaruh atau efek dari variabel lain
16
dalam menghitung korelasi antara dua variabel. Metode analisis ini dengan bantuan
komputer program SPSS versi 11,0 for windows
Hasil Penelitian
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan pada tiga variabel yakni, prestasi belajar sebagai variabel
tergantung, kenakalan remaja sebagai variabel bebas dan inteligensi sebagai variabel
kontrol. Adapun uji normalitas variabel prestasi belajar menunjukkan sebaran secara
normal dengan K-S-Z sebesar 0,963 dengan p > 0,05. Uji normalitas variabel
kenakalan remaja menunjukkan sebaran secara normal dengan nilai K-S-Z sebesar
0,521 dengan p > 0,05. Uji normalitas variabel inteligensi menunjukkan sebaran
secara normal dengan nilai K-S-Z sebesar 0,527 dengan p > 0,05
Uji Linieritas
Berdasarkan uji linieritas dapat dibaca bahwa data dengan nilai F =0,853 dan p
=0,362 (p>0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja
dengan prestasi belajar tidak linier. Sedangkan uji linieritas untuk tingkat inteligensi
dengan prestasi belajar adalah F =7,029 dengan p =0,012 (p<0,05). Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa tingkat inteligensi dengan prestasi belajar linier.
Uji Hipotesis
Hasil dari analisis korelasi parsial menunjukkan dengan mengontrol inteligensi hasil
yang diperoleh adalah r = 0,1323 dan p = 0,327 (p>0,05) yang berarti tidak ada
hubungan yang signifikan antara kenakalan remaja dengan prestasi belajar.
17
P A R T I A L C O R R E L A T I O N C O E F F I C I E N T S Controlling for.. IQ PRESTASI NAKAL PRESTASI 1.0000 .1323 ( 0) ( 55) P= . P= .327 NAKAL .1323 1.0000 ( 55) ( 0) P= .327 P= . (Coefficient / (D.F.) / 2-tailed Significance)
Pembahasan
Hasil analisis data dengan menggunakan teknik korelasi parsial menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan antara kenakalan remaja dengan prestasi belajar dengan
mengontrol inteligensi. Prestasi Belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni
faktor dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal). Faktor internal antara lain
cara belajar, bakat, kecerdasan dan minat. Sedangkan faktor dari luar antara lain
sistem kurikulum, fasilitas sekolah, pola asuh orang tua, dan kondisi lingkungan
masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian dari Irfan (2006) ada hubungan antara
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan prestasi belajar. KBK adalah
seperangkat rencana pengajaran dan pembelajaran yang diberikan kepada siswa yang
mencakup aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap dan nilai), dan psikomotor
(ketrampilan) yang akan membuat siswa mempunyai kemampuan dalam bertindak
sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Dalam KBK yang dinilai tidak hanya
aspek kognitifnya namun juga aspek afektif dan psikomotorik. Namun ironisnya
18
dalam menentukan kelulusan berdasarkan hasil nilai dari UNAS. Hal ini bertentangan
dengan cara penilaian yang ada dalam KBK. Menurut KBK yang berhak memberikan
penilaian siswa adalah guru. Karena guru yang mengetahui perkembangan belajar
siswa namun dalam UNAS soal yang dibuat berasal dari pusat bukan dari guru yang
mengajar dan yang dinailai hanya tiga mata pelajaran yakni matematika, bahasa
inggris dan bahasa indonesia. Hal tersebut tidak adil karena mungkin saja siswa
tersebut hanya mahir dalam bahasa inggris namun kurang menguasai matematika dan
bahasa inggris. Berdasarkan syarat kelulusan dari UNAS mungkin saja siswa yang
mahir dalam bahasa inggris tersebut memperoleh nilai yang bagus namun nilai kedua
mata pelajaran lainnya dibawah nilai minimal rata-rata yang disyaratkan untuk lulus.
Selain itu dalam UNAS hasil belajar siswa selama di sekolah ditentukan dalam 3 hari
saja. Mungkin saja pada saat tes tersebut siswa sedang sakit ataupun siswa dalam
kondisi psikologis yang tidak baik sehingga mempengaruhi dalam pengerjaan soal.
Padahal faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain kondisi fisiologis dan
psikologis. Selain itu proses belajar siswa yang ditempuh selama di sekolah tidak
dinilai dalam UNAS karena UNAS hanya menggunakan nilai murni (kognitif) tidak
mencakup aspek-aspek yang lain seperti aspek afektif dan psikomotorik. Menurut
penelitian dari Bharat (1996) tidak ada hubungan antara motivasi prestasi dengan
prestasi belajar dengan mengontrol potensi belajar, sikap dan kebiasaan belajar dan
kualitas sekolah asal. Masih menurut penelitian tersebut tidak ada hubungan antara
sikap dan kebiasaan belajar dengan prestasi belajar dengan mengontrol potensi
belajar, motivasi prestasi dan kualitas sekolah asal. Penelitan Tundjing (2001) tidak
19
ada hubungan antara kecerdasan emosional (EQ) dan kemampuan menghadapi
kegagalan (AQ) dengan prestasi belajar. Motivasi prestasi, sikap dan kebiasaan
belajar, kecerdasan emosianal dan kemampuan menghadapi kegagalan semuanya
mengukur tentang sikap dan tidak ada hubungannya dengan prestasi belajar.
Kenakalan remaja juga mengukur tentang sikap. Itu artinya tidak ada hubungan
antara sikap dengan prestasi belajar yang diraih hal ini bisa disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain untuk mengukur skala sikap sangat sulit karena sikap berupa
variabel besaran yang artinya tidak sama antara subyek satu dengan yang lainnya.
Penelitian ini tidak lepas dari beberapa kelemahan antara lain dalam penelitian ini
skala kenakalan remaja mengandung faking good cukup tinggi sehingga siswa
menjawab yang baik-baik saja. Selain itu prestasi belajar yang dilihat hanyalah dari
hasil tes pendalaman materi songsong UNAS yang benar-benar berupa nilai hasil
murni tanpa memperdulikan aspek lainnya. Sehingga apa yang terjadi selama
berlangsung proses belajar mengajar tidak dinilai, apakah siswa tersebut aktif, rajin
mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru ataupun sikapnya terhadap guru dan
teman sekolahnya, semuanya hanya ditentukan oleh ketiga mata pelajaran yang akan
diujikan dalam UNAS tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian, dapat diambil kesimpulan
bahwa tidak ada hubungan antara kenakalan remaja dengan prestasi belajar dengan
melakukan kontrol terhadap inteligensi. Sedangkan inteligensi mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa. Semakin baik inteligensinya, semakin
20
baik pula prestasi belajarnya. Sebaliknya semakin rendah inteligensinya, semakin
rendah prestasi belajarnya.
SARAN
Berdasarkan dengan hasil penelitian ini, maka saran-saran yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut :
1. Bagi subyek agar lebih tekun dalam belajar dan lebih sering berlatih mengerjakan
soal-soal agar kemampuan otak dapat diasah karena tes yang diujikan dalam tes
prestasi khususnya UNAS merupakan rangkuman dari materi yang ada dalam
mata pelajaran yang sudah diberikan.
2. Bagi sekolah agar lebih disiplin dalam proses belajar mengajar. Karena dari
pantauan peneliti saat bel masuk kelas sudah dibunyikan guru-guru masih banyak
yang asyik mengobrol dalam ruang guru sehingga siswa banyak yang masih
keluyuran atau nongkrong di depan kelas. Kenyataan tersebut akan merugikan
baik bagi siswa maupun sekolah karena jam belajar efektif menjadi tidak optimal.
3. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
kenakalan remaja dan bagaimana cara menanggulanginya. Selain itu diharapkan
peneliti juga meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar terutama
yang berkaitan dengan sikap (motivasi belajar siswa, pola asuh orang tua) agar
lebih cermat dalam menyusun aitem agar subyek menjawab dengan obyektif.
21
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 1990. Manajemen Pengajaran Secara Manusiawi. Jakarta: Renika Cipta. Azwar, S. 1996. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Bharat, U.N. 1996. Hubungan Potensi Belajar,Motivasi Berprestasi,Sikap dan
Kebiasaan Belajar,Serta Kualitas Sekolah Asal Dengan Hasil Belajar. Kajian Dikbud No.004. Tahun I Maret.1996, 35-59
Clerg, P. 1994. Tingkah Laku Abnormal dari Sudut Pandang Perkembangan. Jakarta:
Grasindo. Daniati, T. A. 2006. Hubungan Antara Berpikir Positif dan Kecenderungan
Delinkuen pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta:Fakultas Psikologi Universitas Wangsa Manggala.
Djamarah,S. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Asdi Mahasatya. Gerungan. 2000. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama. Irfan, H. 2006. Perbedaan Prestasi Belajar antara Siswa dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) dan Siswa dengan Kurikulum 1994 pada Siswa SMP. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
Kartono, K. 1992. Patologi Sosial II Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali. Laporan Hasil Sekolah. Ujian Akhir Nasinal SLTP/MTs Tahun Pelajaran
2002/2003,2003/2004,2004/2005. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Depdiknas Propinsi DIY.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 26 Tahun 2006. Tentang Standar Isi
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Depdiknas Propinsi DIY.
Purwanto, M. N. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Rumini, S. dkk. 1995. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UPP Universitas Negeri
Yogyakarta.
22
Rahmawati, M. A. 2003. Hubungan Antara Total UPCM dengan Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Psikologi UII Angkatan 2000. Yogyakarta: Jurnal Psikologika. Nomer 15 Volume VII, 47-58.
Sarwono, S.W. 2003. Psikologi Remaja, edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Simandjuntak, B. 1979. Latar Belakang Kenakalan Remaja (Etiologi Juvenile
Delinquency). Bandung : Alumni. Singgih, S. 2002. SPSS Versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka
Cipta. Sofyan Willis. 2005. Remaja dan Masalahnya. Bandung : Alfabeta. Sutrisno, H. 1990. Metodologi Research Jilid 1.Yogyakarta : Andi Offset. Suryabrata, S. 1984. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali. Tjundjing S. 2001. Hubungan Antara IQ,EQ, dan AQ dengan Prestasi Studi Pada
Siswa SMU. Anima: Indonesian Psychologycal Journal Vol 17 No 1, 69-92 Tu’U, T. 2004. Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa. Jakarta : Grasindo.