Upload
eross-chandra
View
1.123
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
petunjuk dan rahmatNya sehingga proposal penelitian yang berjudul “ Hubungan
antara Shalat Berjamaah dengan Etos Kerja Mahasiswa PGSD Berasrama
Banjarbaru” ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan.
Proposal ini dibuat selain untuk memenuhi tugas mata kuliah dari dosen
pembimbing juga untuk mengkaji dalam bentuk penelitian (proposal) apakah
terdapat hubungan antara shalat berjamaah dengan etos kerja mahasiswa PGSD
Berasrama Banjarbaru sehingga dapat berguna untuk para pembaca.
Penulis selaku mahasiswa mengucapkan banyak terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan maupun
arahan, dalam proses pembuatan proposal penelitian ini, yakni :
1. Bapak Drs. H. Fansuri, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing Mata kuliah
Metodologi Penelitian.
2. Serta semua pihak yang telah banyak membantu dalam pembuatan
proposal penelitian ini.
Penulis menyadari proposal penelitian ini masih banyak terdapat
kekurangan baik dari segi bahasa maupun dalam sistematika penulisan.Untuk itu,
penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
proposal penelitian ini kedepannya.
Akhir kata, semoga proposal penelitian ini bisa bermanfaat bagi kita
semua dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Amiiin ya rabbal a‟lamin.
Banjarbaru, Juni 2010
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN:………………………………………………………1
A. Latar Belakang Masalah..……………………………………………..1
B. Identifikasi Masalah…………………………………………………...4
C. Batasan Masalah.......………………………………………………….6
D. Rumusan Masalah……………………………………………..………6
E. Tujuan Penelitian..………………………………………..……………6
F.Kegunaan Hasil Penelitian.……………………………….……………6
BAB II KAJIAN PUSTAKA..........…………………………………………….8
A. Deskripsi Teori..……………………………………………………....8
B. Kerangka Berpikir.....................……………………………………...32
C. Hipotesis Penelitian………………………………………………….32
BAB III PROSEDUR PENELITIAN.………………………………………...33
A. Metode Peneltian………………………………………………….19
B. Populasi dan Sampel Penelitian...……………………………........35
C. Tekhnik Pengumpulan Data.....…………………………………...38
D. Tekhnik Pengolahan dan Analisis Data………………………..…43
3
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian..........……………………………………………..52
B. Pembahasan.................…………………………………………….64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan....................……………………………………………67
B. Saran................................…………………………………………..67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu kewajiban negara adalah meyelenggarakan pendidikan, hal ini
tercantum dalam konstitusi Negara Republik Indonesia. Setiap warga negara
wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Berdasarkan UUD 1945 BAB XIII tentang pendidikan Pasal 31 yang
berbunyi: Ayat (1) “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 3, berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sebuah gambaran
tentang betapa pentingnya pendidikan bagi setiap manusia.
Dengan pendidikan manusia dapat meningkatkan harkat, martabat, dan
derajatnya sebagai manusia. Dan sebaliknya tanpa pendidikan umat manusia
bisa menuai bencana besar. Pendidikan adalah hak dasar setiap manusia yang
harus terpenuhi.Sumber daya bangsa kita masih tertinggal jauh dari dibanding
negara-negara lainnya.
Angin segar mulai berhembus di negeri ini, pemerintah bertekad
memajukan kualitas pendidikan di Indonesia yang salah satu bentuk wujud
komitmennya adalah pemenuhan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari
APBN. Keberhasilan meningkatkan mutu pendidikan tidak akan pernah lepas
dari peran sentral guru, maka pemerintah melakukan berbagai terobosan
untuk membentuk tenaga pendidik yang profesional.
5
Bentuk perhatian itu berupa peningkatan jumlah guru, gaji guru,
kesejahteraan guru, profesionalisme guru, semuanya ditingkatkan oleh
pemerintah pusat. Salah satu program pemerintah pusat untuk meningkatkan
profesionalisme guru adalah menjalin kerja sama dengan Universitas
Lambung Mangkurat (UNLAM). Bentuk kerja samanya adalah melalui
penyelenggaraan PGSD Berasrama.
Mahasiswa PGSD berasrama diharapkan menjadi seorang guru di SD
yang profesional. Keberhasilan mahasiswa sangat bergantung pada sikap dan
perilaku yang dimiliki oleh mahasiswa yang bersangkutan. Sebagai calon
guru mahasiswa harus memiliki sikap yang tangguh dalam bekerja serta
berjiwa religius dalam dirinya karena sangat berguna untuk kehidupannya
yang akan datang. Sebelum memimpin orang lain, mahasiswa sendiri harus
bisa memulai dari kecil yaitu memimpin dirinya sendiri. Hal ini bisa sedini
mungkin dilatih selama berada di PGSD berasrama Banjarbaru.
Kehidupan berasrama tentunya berbeda dengan kehidupan sehari-hari
mahasiswa reguler. Kehidupan berasrama lebih kompleks dengan berbagai
aspek kehidupan didalamnya, seperti pembentukan karakter mahasiswa yang
cerdas, disiplin, berkepribadian, religius, kreatif, memiliki etos kerja yang
tinggi, dan sebagainya. Seiring dengan pembentukan karakter mahasiswa di
atas permasalahan juga timbul dalam kehidupan di asrama seperti masalah
kedisiplinan, kepribadian, shalat berjamaah, kerajinan dan sebagainya.
Salah satu hal yang cukup penting adalah aspek keagamaan (kewajiban
shalat berjamaah) dan etos kerja mahasiswa yang sebagian masih rendah dan
perlu untuk ditingkatkan. Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui
tentang pengaruh kegiatan keagamaan yakni shalat berjamaah di musahalla
dengan peningktan etos kerja mahasiswa.
6
Menurut tokoh agama Islam KH. Quraish Shihab ada fenomena yang
kurang bagus dalam umat muslim terutama di Indonesia. Beliau menyatakan
bahwa kebanyakan umat muslim yang mengerjakan shalat dengan tanpa
pengahayatan. Hal inilah yang menyebabkan shalat hanya menjadi rutinitas
jasadiyah tanpa makna dan tidak memberikan pengaruh pada kematangan
jiwanya. Nilai-nilai yang menjadi implikasi positif tidak menyentuh mereka,
apalagi asshalatu tanha „anil fakhsa wal munkar. Hal ini secara tegas
dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur‟an: “Celakalah orang-orang yang
salat, tapi lalai akan (makna) shalat, yaitu mereka yang riya dan menghalangi
pemberian bantuan.
Etos kerja adalah sifat, watak, karakter dan kualitas kehiduan bathin,
moral, dan gaya estetis serta suasana hati. Secara ringkas etos adalah sikap
mendasar terhadap diri dan terhadap dunia yang direfleksikan dalam
kehidupan. Etos kerja adalah refleksi dari sikap hidup yang mendasar dalam
menghadapi kerja. Sebagai sikap hidup yang mendasar , maka etos kerja pada
dasarnya merupakan cerminan dari pandangan hidup nyang berorientasi pada
nilai-nilai yang berdimensi transenden.
Seseorang atau individu dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi,
apabila menunjukkkan tanda-tanda sebagai berikut:
1. Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia
2. Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur
bagi eksistensi manusia
3. Kerja yang dirasakan sebagai suatu aktivitas yang bermakna bagi
kehidupan manusia
4. Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan
sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita. Kerja
dilakukan sebagai bentuk ibadah.
Pembentukan dan penguatan etos kerja tidak semata-mata ditentukan
oleh kualitas pendidikan atau prestasi yang berhubungan profesi dan dunia
kerja , tapi juga ditentukan oleh faktor-faktor yang berhubungan erat dengan
inner life-nya, suasana batin, semangat hidup, yang semua itu bersumber pada
keyakinan atau iman.
7
Melihat adanya hubungan kedua aspek di atas dan juga kenyataan
keadaan di asrama yang dalam kedua aspek tersebut perlu sekali untuk
ditingkatkan, maka penulis merasa perlu untuk mengangkat hal ini dalam
bentuk tulisan, mengingat pentingnya memaknai nilai-nilai shalat
(berjamaah) yang berprngaruh terhadap etos kerja mahasiswa. Untuk itu
dilakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Shalat Berjamaah
dengan Etos Kerja Mahasiswa PGSD Berasrama Banjarbaru”.
B. Identifikasi Masalah
Selama menjalalani pendidikan di asrama, tentunya banyak masalah yang
harus dicarikan solusinya sedini mungkin. Etos kerja sebagian mahasiswa
sudah baik, namun masih banyak dari mahasiswa yang etos kerjanya relatif
masih rendah dan perlu ditingkatkan.Hal ini dapat dilihat dari masalah-
masalah yang berkaitan dengan etos kerja mahasiswa di asrama seperti:
1. Masalah keagamaan
Sudah menjadi kewajiban bagi setiap penghuni asrama untuk ikut
dalam shalat berjamaah setiap hari, yakni shalat subuh, maghrib, dan Isya
di musahalla PGSD. Masalah yang ada pada kegiatan keagamaan ialah
seperti masih seringnya mahasiswa yang meninggalkan shalat berjamaah
di mushalla terutama pada saat shalat subuh berjamaah. Tidak ikut dalam
kegiatan keagamaan shalat sunah hajat atau taubat tiap malam Jumat. Hal
ini dapat dibuktikan dengan absensi yang dilakukan oleh seksi bidang
keagamaan. Belum lagi masalah kekhusukan atau pemaknaan terhadap
nilai-nilai shalat itu sendiri dan keluar musahalla sebelum wiridan
selesai.
2. Masalah ketangguhan
Selain mahasiswa sibuk dengan tugas kuliah yang diberikan oleh
dosen, mahasiswa juga dituntut untuk mengikuti semua kegiatan yang
ada di asrama seperti berkebun, pengembangan diri, pramuka, olahraga
dan sebagainya. Nah, disinilah para mahasiwa sering mengeluh dan
terkadang tidak semangat dalam mengikuti kegiatan di asrama yang telah
terjadwal dan bahkan masih ada yang tidak ikut sama sekali pada waktu
8
ada kegiatan tanpa alasan yang jelas. Walaupun banyak yang hadir untuk
mengikuti kegiatan, tapi kadar semangat dan kesungguhan masih sangat
perlu di tingkatkan. Masih diperlukan suatu spirit yang tentunya akan
berdampak besar terhadap keberhasilan program kegiatan yang di buat
baik oleh IMPS atau asrama maupun dari lembaga sendiri.
3. Masalah datang tepat waktu
Datang secara tepat waktu sering menjadi hal yang sulit bagi
mahasiswa, baik itu dalam mengikuti kegiatan asrama maupun kegiatan
perkuliahan. Mahasiswa masih kurang pandai dalam memanajemen
waktu. Pembina asrama sering kali menegur dan mencoba untuk
mendisiplinkan mahasiswa yang tidak tepat waktu.
4. Masalah keaktifan
Masalah keaktifan ini juga menjadi hal tidak bisa disepelekan.
Aktif merupakan suatu keseriusan dan keantusiasan dalam melakukan
sesuatu. Mahasiswa kurang menyadari akan hal ini, dan sering megikuti
kegiatan dengan niat asal ikut saja tanpa berperan apa-apa. Masalah
keaktifan yang sering terlihat adalah pada saat pelaksanaan kegiatan
ekstrakurikuler pramuka yang hanya sebagian dari mahasiswa yang
berpartisipasi secara aktif.
5. Masalah kebiasaan
Kebiasaan seseorang memang sangat sulit untuk diubah.
Kebiasaaan mahasiswa sewaktu di rumah atau sebelum mengikuti
pendidikan berasrama tentu berbeda-beda. Selain kebiasaan baik,
kebiasaaan buruk mahasiswa juga ikut terbawa ke asrama. Inilah salah
satu faktor yang menyebabkan banyak masalah yang timbul di asrama
seperti tidak terbiasa untuk hidup teratur, bersih, dan berdisiplin. Di
asrama semua warga asrama dituntut untuk bisa menghilangkan
kebiasaan buruk dan mulai menanamkan sifat atau karakter yang lebih
baik.
Masalah yang diangkat oleh penulis mengenai pengaruh shalat
berjamaah terhadap etos kerja juga terkait dengan kurangnnya kesadaran
dan kedisiplinan mahasiswa PGSD Berasrama.
9
C. Batasan Masalah
Latar belakang masalah diatas mengemukakan bahwa ada pengaruh
positif kegiatan keagamaan yakni shalat berjamaah di asrama terhadap etos
kerja mahasiwa PGSD Berasrama Banjarbaru.Karena masalah ibadah dan
etos kerja sangat luas, maka penulis dalam penelitian ini membatasi
permasalahan sebagaimana judul tersebut di atas yaitu:
Shalat Berjamaah di asrama:
1. Shalat Subuh
2. Shalat Maghrib
3. Shalat Isya
Etos Kerja, meliputi:
1. Kegiatan di asrama
2. Kegiatan perkuliahan
D. Rumusan Masalah
Adapaun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Adakah hubungan antara shalat berjamaah dengan etos kerja mahasiswa
PGSD Berasrama Banjarbaru?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui hubungan antara shalat berjamaah terhadap etos kerja
mahasiswa PGSD Berasrama Banjarbaru.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh shalat berjamaah terhadap
etos kerja mahasiswa PGSD Berasrama Banjarbaru.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna:
1. Untuk Pengelola PGSD Berasrama Banjarbaru. Sebagai bahan informasi
/acuan mengenai pentingnya para mahasiswa(i) untuk dilatih dan
dibimbing dalam shalat berjamaah.
10
2. Sebagai bentuk masukan kepada semua pihak tentang bagaimana
meningkatkann etos kerja dalam kaitannya dengan shalat berjamaah
3. Untuk mahasiswa(i) PGSD Berasrama Banjarbaru. Sebagai bahan
informasi yang merupakan objek dari penelitian ini, sehingga dapat
meningkatkan ketakwaan dan etos kerjanya.
4. Memberi pengalaman kepada peneliti sendiri.
11
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Shalat
a. Pengertian Shalat
Shalat adalah berhadap hati kepada Allah sebagai ibadah, dalam
bentuk beberapa perkataan dan perbuatan, yang dimulai dengan takbir
dan diakhiri dengan salam serta menurut syarat-syarat yang telah
ditentukan syara.
Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi umat muslim,
diantaranya yaitu shalat fardhu atau shalat lima waktu yang wajib
dilaksanakan oleh umat muslim apabila telah memenuhi syarat-syarat
untuk melaksanakannya. Selain itu shalat hukumnya dapat dikatakan
wajib, fardhu atau sunnah. Shalat Jum‟at yang dilaksanakan pada
setiap hari Jum‟at dan dilaksanakan oleh laki-laki hukumnya yaitu
fardhu„ain, dan bagi wanita tidak.
Secara etimologi shalat berarti do‟a dan secara terminology /
istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki. Secara
lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang dengannya kita
beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat yang telah ditentukan.
Adapun secara hakikinya ialah “berhadapan hati (jiwa) kepada
Allah, yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan di
dalam jiwa rasa kebesaran-Nya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya”
atau “mendahirkan hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita
sembah dengan perkataan dan pekerjaan atau dengan kedua – duanya”
(Hasbi Asy-Syidiqi, 59)
12
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi
antara hamba dengan Tuhannya sebagai bentuk, ibadah yang di
dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan
dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri
dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah
ditentukan syara‟ (Imam Bashari Assayuthi, 30).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa shalat
adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan
perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam
menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat
merupakan penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam
rangka ibadah dan memohon ridho-Nya.
b. Shalat Fardhu dan Waktunya
Shalat fardhu ada lima, dan masing-masing mempunyai waktu
yang ditentukan.Umat muslim diperintahkan untuk menunaikan
berdasarkan dengan waktunya masingmasing.
1. Zhuhur
Awal waktunya setelah condong matahari dari pertengahan langit.
Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu telah sama
panjangnya dengan semua itu.
2. Ashar
Waktunya mulai dari habisnya waktu zhuhur, sampai terbenamnya
matahari.
3. Maghrib
Waktunya dari terbenamnya matahari sampai hilangnya syafaq
( awal senja ) merah.
13
4. Isya
Waktunya mulai dari tebenam syafaq ( awal senja ), hingga terbit
fajar.
5. Subuh
Waktunya dari terbit fajar shidiq, hingga terbit matahari.
c. Dalil – Dalil Tentang Kewajiban Shalat
Al-Baqarah, 43
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukulah beserta
orang – orang yang ruku.
Al-Baqarah 110
Artinya : Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan apa – apa
yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan
dapat pahalanya pada sisi Allah sesungguhnya Allah Maha melihat
apa – apa yang kamu kerjakan
Al –Ankabut : 45
Artinya: Kerjakanlah shalat sesungguhnya shalat itu bisa mencegah
perbuatan keji dan munkar.
An-Nuur: 56
Artinya : Dan kerjakanlah shalat, berikanlah zakat, dan taat kepada
Rasul, agar supaya kalian semua diberi rahmat.
Dari dalil – dalil Al-Qur'an di atas tidak ada kata – kata perintah shalat
dengan perkataan “laksanakanlah” tetapi semuanya dengan perkataan
“dirikanlah”.
14
unsur kata – kata melaksanakan itu tidak mengandung unsur
batiniah sehingga banyak mereka yang Islam dan melaksanakan shalat
tetapi mereka masih berbuat keji dan munkar. Sementara kata mendirikan
selain mengandung unsur lahir juga mengandung unsur batiniah sehingga
apabila shalat telah mereka dirikan, maka mereka tidak akan berbuat jahat.
d. Landasan Hukum Shalat Berjamaah
Berikut adalah yang terdapat dalam Al Qur'an maupun Hadits
mengenai shalat berjama'ah:
Dalam Al Qur'an Allah SWT berfirman: "Dan apabila kamu berada
bersama mereka lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama
mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat)
bersamamu dan menyandang senjata”. (QS. 4:102).
Hadits.422
Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat berjama'ah itu lebih
utama dua puluh tujuh derajat daripada sholat sendirian." Muttafaq Alaihi.
Hadits.426
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat yang paling berat bagi
orang-orang munafik ialah sholat Isya' dan Shubuh. Seandainya mereka
tahu apa yang ada pada kedua sholat itu, mereka akan mendatanginya
walaupun dengan merangkak." Muttafaq Alaihi.
HaditsNo.427
Dari Abu Hurairah r.a: Ada seorang laki-laki buta menghadap
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan berkata: Ya Rasulullah,
sungguh aku ini tidak mempunyai seorang penuntun yang menuntunku ke
masjid. Maka beliau memberi keringanan padanya. Ketika ia berpaling
pulang beliau memanggilnya dan bertanya: "Apakah engkau mendengar
adzan untuk sholat?" Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: "Kalau begitu,
datanglah." Riwayat Muslim.
15
e. Keutamaan Shalat Berjamaah
Adapun keutamaan shalat berjama'ah dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Berjama'ah lebih utama dari pada shalat sendirian. Rasulullah SAW
bersabda: "Shalat berjama'ah itu lebih utama dari pada shalat sendirian
sebanyak dua puluh tujuh derajat." (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu
Umar RA)
2. Dari setiap langkahnya diangkat kedudukannya satu derajat dan
dihapuskan baginya satu dosa serta senantiasa dido'akan oleh para
malaikat. Rasulullah SAW bersabda: "Shalat seseorang dengan berjama'ah
itu melebihi shalatnya di rumah atau di pasar sebanyak dua puluh lima kali
lipat. Yang demikian itu karena bila seseorang berwudhu' dan
menyempurnakan wudhu'nya kemudian pergi ke masjid dengan tujuan
semata-mata untuk shalat, maka setiap kali ia melangkahkan kaki
diangkatlah kedudukannya satu derajat dan dihapuslah satu dosa.Dan
apabila dia mengerjakan shalat, maka para Malaikat selalu memohonkan
untuknya rahmat selama ia masih berada ditempat shalat selagi belum
berhadats, mereka memohon:“Ya Allah limpahkanlah keselamatan
atasnya, ya Allah limpahkanlah rahmat untuknya.
3. “Dan dia telah dianggap sedang mengerjakan shalat semenjak menantikan
tiba waktu shalat." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra, dari
terjemahan lafadz Bukhari).
4. Terbebas dari pengaruh/penguasaan setan. Rasulullah SAW bersabda:
"Tiada tiga orangpun di dalam sebuah desa atau lembah yang tidak
diadakan di sana shalat berjama'ah, melainkan nyatalah bahwa mereka
telah dipengaruhi oleh setan. Karena itu hendaklah kamu sekalian
membiasakan shalat berjama'ah sebab serigala itu hanya menerkam
kambing yang terpencil dari kawanannya." (HR. Abu Daud dengan isnad
hasan dari Abu Darda' RA).
16
5. Memancarkan cahaya yang sempurna di hari kiamat. Rasulullah SAW
bersabda: "Berikanlah kabar gembira orang-orang yang rajin berjalan ke
masjid dengan cahaya yang sempurna di hari kiamat." (HR. Abu Daud,
Turmudzi dan Hakim).
6. Mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang shalat Isya dengan berjama'ah maka seakan-akan ia
mengerjakan shalat setengah malam, dan barangsiapa yang mengerjakan
shalat shubuh berjama'ah maka seolah-olah ia mengerjakan shalat semalam
penuh. (HR. Muslim dan Turmudzi dari Utsman RA).
7. Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung
satu sama lain. Rasulullah SAW terbiasa menghadap ke ma'mum begitu
selesai shalat dan menanyakan mereka-mereka yang tidak hadir dalam
shalat berjama'ah, para sahabat juga terbiasa untuk sekedar berbicara
setelah selesai shalat sebelum pulang kerumah. Dari Jabir bin Sumrah RA
berkata: "Rasulullah SAW baru berdiri meninggalkan tempat shalatnya
diwaktu shubuh ketika matahari telah terbit. Apabila matahari sudah terbit,
barulah beliau berdiri untuk pulang. Sementara itu di dalam masjid orang-
orang membincangkan peristiwa-peristiwa yang mereka kerjakan di masa
jahiliyah. Kadang-kadang mereka tertawa bersama dan Nabi SAW pun
ikut tersenyum." (HR. Muslim).
8. Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih
dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan ma'mum, misalnya
tidak boleh menyamai apalagi mendahului gerakan imam menjaga
kesempurnaan shaf-shaf shalat. Rasulullah SAW bersabda: "Imam itu
diadakan agar diikuti, maka jangan sekali-kali kamu menyalahinya. Jika ia
takbir maka takbirlah kalian, jika ia ruku' maka ruku'lah kalian, jika ia
mengucapkan 'sami'Allaahu liman hamidah' katakanlah 'Allahumma
rabbana lakalhamdu', Jika ia sujud maka sujud pulalah kalian. Bahkan
apabila ia shalat sambil duduk, shalatlah kalian sambil duduk pula" (HR.
Bukhori dan Muslim, shahih). Dari Barra' bin Azib berkata: "Kami shalat
bersama Nabi SAW, maka diwaktu beliau membaca 'sami'Allaahu liman
17
hamidah' tidak seorang pun dari kami yang berani membungkukkan
punggungnya sebelum Nabi SAW meletakkan dahinya ke lantai. (Jama'ah)
9. Merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan. Allah SWT berfiman:
"Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat." (QS.
9:18).
f. Beberapa Pelajaran Dan Kewajiban Shalat.
1) Shalat Merupakan Syarat Menjadi Takwa
Taqwa merupakan hal yang penting dalam Islam karena dapat menentukan
amal / tingkah laku manusia, orang – orang yang betul – betul taqwa tidak
mungkin melaksanakan perbuatan keji dan munkar, dan sebaliknya.
Salah satu persyaratan orang – orang yang betul betul taqwa ialah
diantaranya mendirikan shalat sebagimana firman Allah SWT dalam surat
Al-Baqarah.
2) Shalat Merupakan Benteng Kemaksiatan
Shalat merupakan benteng kemaksiatan artinya bahwa shalat dapat
mencegah perbuatan keji dan munkar. Semakin baik mutu shalat seseorang
maka semakin efektiflah benteng kemampuan untuk memelihara dirinya
dari perbuatan maksiat. Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar
apabila dilaksanakan dengan khusu tidak akan ditemukan mereka yang
melakukan shalat dengan khusu berbuat zina. Maksiat, merampok dan
sebagainya. Merampok dan sebagainya tetapi sebaliknya kalau ada yang
melakukan shalat tetapi tetap berbuat maksiat, tentu kekhusuan shalatnya
perlu dipertanyakan. Hal ini diterangkan dalam Al-Qur'an surat Al-
Ankabut: 45
3) Shalat Mendidik Perbuatan Baik Dan Jujur
Dengan mendirikan shalat, maka banyak hal yang didapat, shalat akan
mendidik perbuatan baik apabila dilaksanakan dengan khusus. Banyak
18
yang celaka bagi orang – orang yang shalat yaitu mereka yang lalai shalat.
Selain mendidik perbuatan baik juga dapat mendidik perbuatan jujur dan
tertib. Mereka yang mendirikan tidak mungkin meninggalkan syarat dan
rukunnya, karena apabila salah satu syarat dan rukunnya tidak dipenuhi
maka shlatnya tidak sah (batal).
4) Shalat Akan membangun etos kerja
Sebagaimana keterangan – keterangan di atas bahwa pada intinya shalat
merupakan penentu apakah orang – orang itu baik atau buruk, baik dalam
perbuatan sehari – hari maupun ditempat mereka bekerja.Apabila
mendirikan shalat dengan khusu maka hal ini akan mempengaruhi
terhadap etos kerja mereka tidak akan melakukan korupsi atau tidak jujur
dalam melaksanakan tugas.
2. Etos Kerja
a. Pengertian Etos Kerja
Menurut Geertz (dalam Abdullah, 1982:4) dalam artikel yang
berjudul ” Etos world view, and the analysis of sacred simbols” yang
dimuat dalam bukunya berjudul: “The Interpretation of Cultures”,
dikatakan bahwa etos merupakan sikap yang mendasar terhadap diri dan
dunia yang dipancarkan hidup.
Shinamo (2002: 64) mendefinisikan etos dengan keyakinan,
yaitu sebagai panduan tingkah laku bagi seseorang, sekelompok
atau sebuah institusi. Menurut Majid (1992: 410), memberikan
definisi etos sebagai berikut: Pertama, adalah karakteristik dan sikap,
kebiasaan serta kepercayaan, dan seterusnya, yang bersifat khusus
tentang seorang individu atau sekelompok manusia. Kedua, kualitas
esensial seseorang atau suatu kelompok, termasuk suatu bangsa.
Ketiga, etos juga dapat diartikan sebagai jiwa khas suatu kelompok
manusia, yang dari jiwa khas itu berkembang pandangan bangsa tersebut
tentang yang baik dan yang buruk. Adapun maksud etos dalam
19
penelitian ini adalah landasan ide, cita dan pikiran yang akan
menentukan sistem tindakan.
Sutarno (2006: 31) mengatakan bahwa etos adalah watak
atau kepribadian. Menurutnya Etos Kerja adalah perilaku seseorang
yang bekerja dengan mengimplementasikan dan mengaplikasikan semua
kemampuan, ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kemauan serta
mengabdikan dirinya semaksimal mungkin untuk lembaga tempatnya
bekerja.
Lebih lanjut Spranger salah seorang ahli ilmu jiwa
berkebangsaan Jerman (dalam Fauzi, 2004: 125) mengatakan bahwa
watak manusia dibagi berdasarkan nilai- nilai yang dianut, yaitu nilai
ekonomi, politik, sosial, ilmu pengetahuan, kesenian dan agama.
Shimada (1997: 19) mengatakan dalam bukunya Nihonjin No
Shokugyo Rinri (etika kerja orang Jepang), bahwa pengertian
kerja adalah kegiatan manusia bersifat berkesinambungan yang
dilakukan untuk mendapatkan imbalan demi kelangsungan hidup
manusia. Shimada menambahkan bahwa kegiatan yang
berkesinambungan adalah kegiatan yang dijalankan terus selama si pelaku
kerja masih hidup dan jenis kegiatan yang dilakukan tidak harus selalu
sama.
Dalam Anoraga (2006: 12), Smith berkata dalalm bukunya
”Introduction to Industrial Psichology” bahwa tujuan dari kerja adalah
untuk hidup. Dengan demikian, maka mereka yang menukarkan
kegiatan fisik atau kegiatan otak dengan sarana kebutuhan untuk
hidup, berarti bekerja. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa kegiatan-kegiatan orang yang bermotivasikan kebutuhan
ekonomis sajalah yang bisa dikategorikan sebagai kerja. Adapun
mereka yang melakukan kegiatan dalam yayasan-yayasan sosial,
yaitu mereka yang menjadi anggota dan aktif dalam kegiatan-
kegiatan sosial tanpa mendapatkan imbalan apapun tentulah
tidak dapat dikatakan sebagai pekerja.
20
Al-Kindi mengatakan (1996: 41) bahwa kerja adalah
suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik
kebutuhan fisik, psikologis maupun sosial. Dengan pekerjaan,
manusia akan memperoleh kepuasan-kepuasan tertentu yang
meliputi semua kebutuhan fisik dan rasa aman, serta kebutuhan sosial dan
rasa ego. Selain itu, kerja merupakan aktifitas yang mendapat dukungan
sosial dan individu itu sendiri. Dukungan sosial ini dapat berupa
penghargaan masyarakat terhadap aktifitas yang ditekuni. Sedangkan
dukungan individu dapat berupa kebutuhan-kebutuhan yang
melatarbelakangi aktifitas kerja seperti kebutuhan untuk aktif,
berproduksi, berkreasi untuk memperoleh pengakuan dari orang lain,
memperoleh nama baik dan lainnya.
Menurut Tasmara (1995: 27), di sisi lain makna bekerja bagi
seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan
mengerahkan seluruh aset, pikir dan zikirnya untuk mengaktualisasikan
atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus
menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari
masyarakat yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat juga
dikatakan bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan
dirinya.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan,
bahwa:
1. Kerja merupakan aktifitas bertujuan, dengan sendirinya dilakukan
secara sengaja.
2. Pengertian kerja dengan konteks ekonomi adalah
merupakanupaya untuk memperoleh hasil.
3. Kerja mencakup kerja yang bersifat fisik dan non fisik atau kerja
batin.
4. Dalam Islam, kerja bukan semata-mata aktifitas pengisi, tidak
hanya berdimensi duniawi, bukan sekedar mengejar gaji, mencari
untung sebanyak- banyaknya, juga bukan semata- mata menepis
gengsi untuk menghindar dan tudingan sebagai penganggur, tetapi
21
kerja memiliki filosofis yang luhur tujuan yang mulia dan
tujuan ideal yang sempurna yaitu untuk berta‟abbud,
menghambakan diri, mencari keridaan Allah SWT.
Etos Kerja menurut Buhori (1994: 6) dapat
diartikan sebagai sikap dan pandangan terhadap kerja,
kebiasaan kerja, ciri-ciri atau sifat-sifat mengenai cara kerja
yang dimiliki seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu
bangsa. Ia juga menjelaskan bahwa etos kerja merupakan bagian
dari tata nilai (value system). Etos Kerja seseorang adalah bagian
dari tata nilai yang ada pada masyarakat atau suatu bangsa.
Konsep etos kerja menurut Likert dan Willts (dalam
Vroom, 1964: 76) didefinisikan sebagai sikap mental dalam
mengerjakan atau menghadapi segala hal atau sesuatu yang
berhubungan dengan kerja, pandangan terhadap kerja,
kebiasaan kerja, ciri-ciri tentang cara kerja atau sifat-sifat
mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok
atau suatu bangsa.
Menurut Hamid (1994: 4), etos kerja adalah sikap kehendak
yang diperlukan untuk kegiatan tertentu. Sudomo (1991:1)
memberikan pengertian etos kerja adalah sebagai sifat dan
pandangan bangsa terhadap kerja. Dan dari pengertian tersebut, etos
kerja memiliki tujuan sejauh mana mencapai hasil terbaik dalam
pekerjaan.
Menurut Nurhana (1991: 73-74) etos kerja dapat diartikan
sebagai berikut:
1. Dasar motivasi yang terdapat dalam budaya suatu
masyarakat,yang menjadi penggerak batin anggota masyarakat
pendukung budaya untuk melakukan suatu kerja.
2. Nilai-nilai tertinggi dalam gagasan budaya masyarakat
terhadap kerja yang dapat menjadi penggerak batin masyarakatnya
melakukan kerja.
22
3. Pandangan hidup yang khas dari suatu masyarakat terhadap kerja
yang dapat mendorong keinginannya untuk melakukan pekerjaan.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa etos
kerja adalah sikap mental atau cara diri dalam memandang,
mempersepsi, menghayati dan menghargai sebuah nilai kerja. Etos
kerja juga dapat diartikan sebagai doktrin tentang kerja yang diyakini oleh
seseorang atau sekelompok orang sebagai baik dan benar yang
mewujud nyata secara khas dalam perilaku kerja mereka.
Etos kerja akan mempengaruhi semangat, kualitas dan
produktivitas kerja. Etos kerja juga dapat membentuk semangat
transformatif. Sebuah semangat yang selalu berusaha mengubah keadaan
menuju kualitas yang lebih baik. Sebuah semangat dan sikap mental yang
selalu berpandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari
kehidupan kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Maka
jelaslah, bahwa kualifikasi mental yang demikian itu sangat diperlukan
untuk memasuki kompetensi global.
Sebagaimana diketahui bahwa etos kerja adalah suatu
pandangan dan sikap suatu bangsa atau satu umat terhadap kerja,
maka kalau pandangan dan sikap itu, melihat kerja sebagai suatu
hal yang luhur untuk eksistensi manusia, otomatis etos kerja itu akan
tinggi. Sebaliknya kalau melihat kerja sebagai suatu hal yang tak berarti untuk
kehidupan manusia, maka etos kerja itu dengan sendirinya rendah.
Oleh sebab itu lebih lanjut menurut Anoraga (2006: 29) untuk
menimbulkan pandangan dan sikap yang menghargai kerja sebagai
sesuatu yang luhur, maka diperlukan dorongan atau motivasi. Sebagai
contoh, di kalangan Jepang dulu, dorongan yang timbul adalah dari agama.
Orang yang biasa bekerja keras dan sungguh-sungguh dianggap
akan memperoleh ganjaran yang tidak kalah mulianya dari orang yang
paham benar akan ketentuan-ketentuan agama.
Karena orang pada umumnya tidak hanya memikirkan kehidupannya
sekarang, tetapi juga kehidupannya setelah meninggal dunia, maka
23
pikiran bahwa bekerja keras dinilai sama pentingnya untuk ganjaran
di kehidupan nanti dengan pengetahuan agama, merupakan motivasi
yang kuat untuk mendorong orang Jepang bekerja keras dan sungguh-
sungguh. Malahan kemudian kebiasaan ini sulit untuk dihilangkan.
Hal ini terbukti, ketika orang Barat minta orang Jepang untuk
mengurangi jam kerjanya, maka permintaan tersebut menimbulkan
beban berat bagi orang Jepang. Padahal biasanya jauh lebih sulit untuk
mendorong bekerja keras daripada sebaliknya. Maka persoalannya untuk
kita di Indonesia adalah menemukan motivasi sehingga membuka
pandangan dan sikap rakyat pada umumnya yang menilai tinggi
kepada kerja keras dan sungguh-sungguh.
Bahkan motivasi itu harus cukup kuat untuk menimbulkan kemampuan
orang Indonesia meninggalkan arus utama yang sekarang berlaku dalam
masyarakat, yaitu sikap kerja yang asal jadi. Islam merupakan agama
yang bersifat universal yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
seluruh umat manusia dalam rangka untuk mensejahterakan,
memberikan kedamaian, menciptakan suasana sejuk dan harmonis
bukan hanya di antara sesama umat manusia tetapi juga bagi
seluruh makhluk Allah yang hidup di muka bumi.
Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an : “Dan
Kami tidak akan mengutus kamu wahai Muhammad kecuali untuk
menjadi Rahmat bagi sekalian alam”. Implementasi dari kehadiran Agama
Islam sebagai Rahmat bagi sekalian alam ditunjukkan dengan ajaran-ajaran
agama Islam baik yang bersumber dari Al-Qur‟an maupun dari Al-Hadits
Rasulullah SAW yang mengajarkan tentang kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat secara seimbang.
Hal ini tercermin dari Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an yang
atinya sebagai berikut : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu kebahagiaan kampung akhirat dan janganlah kamu melupakan
bagianmu dari kenikmatan duniawi. Dan berbuat baiklah kepada orang lain
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, karena sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (Q.S. Al-Qashash : 77).
24
Dalam Islam, etos kerja menduduki tempat terhormat, karena kesadaran
kerja, dalam Islam, berdasarkan semangat tauhid dan tanggung
jawab ketuhanan. Kerja adalah ibadah dan setiap ibadah kepada
Allah harus direalisasikan dalam bentuk tindakan nyata.
Sebagaimana diketahui bahwa manusia adalah makhluk yang
dikendalikan oleh sesuatu yang bersifat batin dalam dirinya, bukan
oleh fisik yang tampak. Ia terpengaruh dan diarahkan oleh
keyakinan yang mengikatnya. Salah, benar atau bagaimana
keyakinan itu, niscaya mewarnai segala perbuatan “ikhtiariyyah”
orang itu.
Hal itu terbukti dengan banyaknya orang tidak beragama
mempunyai etos kerja yang baik. Tetapi berdasarkan teori tersebut
di atas, orang itu pasti memiliki keyakinan, pandangan atau sikap
hidup tertentu yang menjadi pemancar bagi etos kerja yang baik
tersebut. Jadi, ajaran agama merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi
sebab timbulnya keyakinan, pandangan serta sika hidup mendasar
yang menyebabkan etos kerja tinggi manusia terwujud.
Dari beberapa uraian di atas, etos kerja yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah etos kerja dalam perspektif Islam, yaitu etos kerja yang
terpancar dari aqidah Islam yang bersumber dari sistem keimanan
Islam. Yakni, sebagai sikap hidup mendasar yang berkenaan
dengan kerja (Asifuddin, 2004: 105).
Etos kerja Islami sebagaimana etos kerja umumnya tidak dapat
terwujud tanpa didukung oleh sifat giat dan aktif manusia bersangkutan
memanfaatkan potensi-potensi yang ada padanya. Keistimewaan orang
yang beretos kerja islami aktivitasnya dijiwai oleh dinamika aqidah
dan motivasi ibadah. Orang yang beretos kerja islami menyadari
bahwa potensi yang dikaruniakan dan dapat dihubungkan
dengan sifat-sifat ilahi pada dasarnya merupakan amanah yang
mesti dimanfaatkan sebaik-baiknya secara bertanggung jawab sesuai
dengan ajaran Islam yang diimani.
25
Lebih lanjut Majid (1995: 216) mengatakan bahwa etos kerja
dalam Islam merupakan pancaran keyakinan orang muslim dan muslimah
bahwa kerja berkaitan dengan tujuan mencari rida Allah, yakni dalam rangka
ibadah. Ya‟qub (2001: 2-3) mengata bahwa etos kerja dalam Islam
adalah pedoman dan tuntunan dalam bekerja supaya karyanya sukses dan berkah.
Majid (1999: 64-65) menambahkan dalam tafsir Islam perihal
etos kerja, bahwa beliau mengaitkan antara usaha optimalisasi nilai dan hasil
kerja dengan ajaran tentang ihsan. Menurutnya ihsan berarti optimalisasi
hasil kerja, dengan jalan melakukan pekerjaan itu sebaik mungkin,
bahkan sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin.
Selanjutnya, disebutkan dalam Kitab suci bahwa Allah juga telah
melakukan ihsan kepada manusia, kemudian dituntut agar manusia pun.
Dan dalam kaitan ini, amat menarik bahwa perintah Allah agar kita melakukan
ihsan itu dikaitkan dengan peringatan agar kita mengusahakan tercapainya
kebahagiaan di hari Akhirat melalui penggunaan yang benar akan harta dan
karunia Allah kepada kita, namun janganlah kita melupakan bagian (nasib) kita
di dunia ini: ” Dan usahakanlah dalam karunia yang telah diberikan Allah
kepadamu itu (kebahagiaan) negeri Akhirat, namun janganlah engkau lupa akan
nasibmu di dunia ini, serta lakukanlah ihsan sebagaimana Allah SWT telah
melakukan ihsan kepadamu, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi ini.
Sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang membuat
kerusakan.” (Q.S. Al-Qashash: 77). Seperti dengan setiap firman Ilahi, ayat suci
itu sarat dengan makna, sehingga melalui kegiatan penafsiran, juga dapat
dijadikan sumber berbagai pelajaran dan nilai hidup. Namun jelas, bahwa
pesan yang hendak disampaikan adalah bahwa seyogyanya bagi umat
Islam memiliki cita-cita yang tinggi, yaitu kebahagiaan di dunia dan di
Akhirat. Sebagai umat Nabi Muhammad yang memilik etos kerja islami,
hendaknya tidak melupakan salah satu siklus kehidupan. Yang
seharusnya adalah menyeimbangkan antara kehidupan di alamfana dan alam
baqa.
26
Dari pengertian di atas, bahwa etos kerja perspektif Islam
adalah etos kerja yang memiliki nilai lebih di mata Sang
Pencipta, yaitu kerja yang memiliki niat ikhlas semata-mata
karena Allah, diiringi dengan usaha yang keras, disebabkan
manusia memiliki cita-cita yang amat mulia dan tinggi, yaitu
bahagia dunia dan akhira Adapun proses terbentuknya etos
kerja dalam diri seseorang tidak terjadi begitu saja, melainkan
melalui suatu proses tertentu.
Menurut Sinamo ( 2002: 68), etos kerja dibentuk melalui proses
yang bertahap yaitu melalui interaksi sekelompok orang, atau dalam
organisasi dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, di tingkat
paradigma, doktrin kerja dipahami sebagai baik dan benar. Di dunia
pendidikan, nilai- nilai kerja seperti itu antara lain kualitas,
profesionalisme, pelayanan, kepuasan murid, efisiensi, inovasi dan
tanggung jawab sosial.
Selanjutnya di tingkat keyakinan, doktrin dan nilai-nilai kerja
dalam paradigma ini kemudian dipercaya sebagai suatu keharusan
normatif karena sudah diterima sebagai baik dan benar. Norma baik dan
benar ini seterusnya menjadi acuan etis bagi seluruh perilaku kerja
dalam kelompok tersebut. Akibatnya, hanya dengan menampilkan
perilaku kerja yang sesuai dengan norma inilah seseorang dapat
diterima dan dihargai oleh kelompoknya.
b. Fungsi Etos Kerja
Menurut Raharjo (1999: 251) menjelaskan bahwa sikap
kerja yang digambarkan dalam perilaku kerja tersebut harus dilakukan
secara terus-menerus atau konsisten, karena pada dasarnya etos
kerja adalah suatu pola sikap yang sudah mendasar dan mendarah-
daging yang mempengaruhi perilaku manusia secara konsisten.
Berdasarkan pendapat di atas, maka di bawah ini akan
dijelaskan mengenai fungsi etos kerja sebagai sikap mental, moral
dan keyakinan diri positif untuk menghasilkan produk kerja yang
27
baik, bermutu tinggi baik barang maupun jasa, dan tentunya dipengaruhi
oleh faktor yang ada dalam diri maupun di luar individu.
Etos kerja sebagai sikap mental Menurut Ya‟qub (2001:71) etos
kerja sebagai sikap mental untuk menghasilkan produk kerja yang baik,
bermutu tinggi abik barang maupun jasa, tentu dipengaruhi oleh faktor yang
ada dalam diri maupun di luar diri individu. Menurutnya salah satu aspek
yang menentukan dalam suatu pekerjaan yaitu faktor kematangan
mental, kemantapan rohaniyah atau persiapan batin, kebulatan tekad
dan kemauan keras (azam). Betapapun modernnya alat-alat kerja dan
teknologi yang canggih, jika pekerja-pekerja memiliki mental dan
semangat yang rapuh, maka tujuan pekerjaan tidak akan tercapai.
Etos kerja sebagai sikap moral yaitu mempunyai pandangan bahwa
etos kerja sebagai sikap moral yang berorientasi pada norma-norma.
Menurut Luth (2001:12), landasan moral dalam bekerja yang
dimaksud adalah nilai-nilai dasar-dasar agama yang menjadi tempat
berpijak dalam membangun dan memulai bekerja
Etos kerja merupakan sikap kerja yang mengarahkan
seseorang untuk dapat secara maksimal menampilkan potensi-potensi
yang dimilikinya agar dapat bekerja dengan baik dan benar. Untuk
dapat menumbuhkan etos kerja yang positif terhadap diri seseorang
diperlukan kepercayaan diri yang mengandung nilai-nilai untuk
mendukung aktivitas pekerjaannya melalui potensi yang dimilikinya.
Menurut Tanaja (1994: 44) bahwa seseorang yang memiliki
keyakinan diri positif adalah seseorang yang memiliki
kepercayaan diri akan kemampuan yang dimilikinya untuk
dapat bekerja.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja
Manusia memang makhluk yang sangat komplek. Ia
memiliki rasa suka, benci, marah, gembira, sedih, berani, takut
dan lain-lain. Ia juga mempunyai kebutuhan, kemauan, cita-cita dan
28
angan-angan. Manusia juga mempunyai dorongan hidup tertentu, pikiran
dan pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan sikap dan pendirian.
Selain itu, ia mempunyai lingkungan pergaulan di rumah
atau tempat kerjanya. Realitas sebagaimana tersebut di atas tentu
mempengaruhi dinamika kerjanya secara langsung atau tidak.
Sebagai misal rasa benci yang terdapat pada seorang pekerja,
ketidakcocokan terhadap atasan atau teman satu tim, keadaan seperti itu
sangat potensial untuk menimbulkan dampak negatif pada semangat,
konsentrasi dan stabilitas kerja orang bersangkutan. Sebaliknya
rasa suka pada pekerjaan kehidupan keluarga yang harmonis,
keadaan sosio kultural, sosial ekonomi dan kesehatan yang baik, akan
sangat mendukung kegairahan dan aktivitas kerja.
Begitulah etos kerja manusia dapat dipengaruhi oleh dimensi
individual, sosial dan lingkungan alam. Bagi orang yang beragama
bahkan sangat mungkin etos kerjanya memperoleh dukungan
kuat dari dimensi transendental. Dan dimensi transendental adalah
dimensi yang melampaui batas-batas nilai materi yang mendasari etos kerja
manusia hingga pada dimensi ini kerja dipandang sebagai ibadah.
Rakhmat (2007:77) secara lebih tegas mengemukakan agama dapat
menjadi sumber motivasi kerja, karena didorong oleh rasa ketaatan dan
kesadaran ibadah. Etos kerja terpancar dari sikap hidup mendasar
menusia terhadap kerja. Konsekuensinya pandangan hidup yang
bernilai transenden juga dapat menjadi sumber motivasi yang
berpengaruh serta ikut berperan dalam proses terbentuknya sikap
itu. Nilai-nilai transenden akan menjadi landasan bagi
berkembangnya spiritualitas sebagai salah satu faktor yang efektif
membentuk kepribadian.
Etos kerja tidak terbentuk oleh kualitas pendidikan dan kemampuan
semata. Faktor-faktor yang berhubungan dengan inner life, suasana batin
dan semangat hidup yang terpancar dari keyakinan dan keimanan ikut
menentukan pula. Oleh karena itu, agama (Islam) jelas dapat menjadi
29
sumber nilai dan sumber motivasi yang mendasari aktivitas hidup,
termasuk etos kerja pemeluknya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja, yaitu:
1. Sistem budaya
2. Sistem Agama
3. Sistem Sosial
Bagan 2.1. Pembentukan perkembangan kepribadian
Dari skema tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa manusia hidup dalam 4
dimensi, yaitu:
1. Agama/spiritual yang merupakan fitrah manusia, merupakan kebutuhan
dasar manusia (basic spiritual needs), mengandung nilai-nilai moral,
etika dan hukum. Atau dengan kata lain seseorang yang taat
pada hukum berarti ia bermoral dan beretika; seseorang yang
bermoral dan beretika, berarti ia beragama (no religion without
moral, no moralwithoulaw).
2. Organo-biologik, mengandung arti fisik (tubuh/jasmani) termasuk
susunan saraf pusat (otak), yang perkembangannya memerlukan makanan
Agama
Organobiologik
Manusia
Psiko Edukatif
Sosial Budaya
30
yang bergizi, bebas dari penyakit yang kejadiannya sejak dari
pembuahan, bayi dalam kandungan, kemudian lahir sebagai bayi dan
seterusnya melalui tahapan anak (balita), remaja, dewasa dan usia
lanjut.
3. Psiko-edukatif adalah pendidikan yang diberikan oleh orang tua
termasuk pendidikan agama. Orang tua merupakan tokoh imitasi dan
identifikasi anak terhadap orang tuanya.
4. Sosial-budaya, selain dimensi psiko-edukatif, kepribadian seseorang
juga dipengaruhi oleh kultur budaya dari lingkungan sosial yang
bersangkutan dibesarkan.
Asy‟ari (1997: 45) mengemukakan bahwasannya etos kerja manusia
berkaitan erat dengan dimensi individual bila dilatarbelakangi oleh motif
yang bersifat pribadi dimana kerja menjadi cara untuk
merealisasikannya. Kalau nilai sosial yang memotivasi aktivitas
kerjanya seperti dorongan meraih sesuatu dan penghargaan dari masyarakat,
maka ketika itu etos kerja orang itu sudah mendapat pengaruh kuat dan tidak
terpisahkan dari dimensi sosial. Faktor lingkungan alam berperan bila keadaan
alam, iklim dan sebagainya berpengaruh terhadap sikap kerja orang itu.
Sedangkan dimensi transendental adalah dimensi yang melampaui
batas-batas nilai materi yang mendasari etos kerja manusia hingga
pada dimensi ini kerja dipandang sebagai ibadah.
Asifudin (2004: 30-31) mengatakan bahwa selain faktor
eksternal yang mempengaruhi etos kerja, yaitu berupa faktor fisik,
lingkungan, pendidikan dan latihan, ekonomi, imbalan, ternyata
etos kerja juga dipengaruhi oleh faktor intern yang bersifat psikis
yang begitu dinamis dan sebagian diantaranya merupakan dorongan
alamiah seperti basic needs dengan berbagai hambatannya.
Ringkasnya, etos kerja seseorang tidak terbentuk oleh
hanya satu, dua variabel. Proses terbentuknya etos kerja, seiring dengan
kompleksitas manusia yang bersifat kodrati, melibatkan kondisi,
prakondisi dan faktor-faktor yang banyak, yaitu fisik-biologis, mental-
31
psikis, sosio kultural dan spiritual transendental. Jadi, etos kerja
bersifat kompleks serta dinamis.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
berpengaruh dalam pembentukan etos kerja meliputi faktor dalam
dan faktor luar. Faktor yang internal adalah faktor yang timbul dari
psikis misalnya dorongan kebutuhan dengan segala dampaknya, mencari
kebermaknaan kerja, frustasi, faktor-faktor yang menyebabkan
kemalasan dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat eksternal adalah
faktor yang datangnya dari luar seperti faktor fisik, lingkungan
alam, pergaulan, budaya, pendidikan, pengalaman dan sesuatu yang bersifat
keagamaan.
d. Indikator Etos Kerja
Secara umum tolok ukur atau indikator dari perilaku yang
mencerminkan etos kerja adalah sebagaimana yang ditulis oleh Myrdal (1968:
61-62) meliputi: efesiensi, kerajinan, ketrampilan, sikap tekun, tepat waktu,
kesederhanaan, kegesitan, kesediaan untuk berubah, sikap bersandar kepada
kekuatan diri sendiri, energik.
Mokodompit (1990: 12) menyebutkan mengenai ciri-ciri etos
kerja sesuai dengan amanah GBHN 1988 tentang kualitas
manusia Indonesia, yaitu: Imtaq, berbudi luhur, tangguh, kerja keras,
mandiri, efisien, disiplin, tanggung jawab, cerdas, terampil dalam bekerja,
sehat jasmani dan rohani dan patriotisme.
Asifudin (2004: 38) mengindikasikan etos kerja yang tinggi
sebagai berikut: aktif, suka bekerja keras, bersemangat hemat,
profesional, tekun, efisien, kreatif, jujur, bertanggungjawab, mandiri,
rasional, mampu bekerjasama dengan orang lain, sederhana, sehat
jasmani dan rohani.
Adapun indikator etos kerja perspektif Islam berdasarkan definisi-
definisi di atas dan rujukan dari Luth (2001: 39-41) adalah:
1. Niat ikhlas karena Allah semata untuk menggapai rida-Nya. Niat teramat
penting dalam setiap aktivitas. Nilai pekerjaan seseorang bisa menjadi
32
ibadah atau tidak sangat bergantung pada niat untuk apa kita melaksanakan
sesuatu. Dalam pengertian sederhana, manusia akan diperhitungkan
perbuatan sesuai dengan niatnya. Nabi SAW bersabda dalam Hadis
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim ( Dalam Utsaimin, 2006:
24): ” Sesungguhnya segala perbuatan bergantung pada niatnya. Dan
sesungguhnya seseorang akan memperoleh ( pahala) sesuai dengan apa
yang ia niatkan......”. Niat adalah kesadaran untuk mempersatukan
kegiatan otak kiri dan kanan sehingga menghasilkan rasa sambung
(tuning) dalam shalat maupun dalam kegiatan apapun.
Dalam niat, sikap ikhlas sangat diperlukan, karena dengan
ikhlas, manusia secara otomatis akan menjadi lebih tenang, bahagia dan
sukses dalam hidupnya. Erbe Sentanu ( dalam Dinsi dan Abe, 2008: 141)
mengatakan seperti semua teknologi, Quantum Ikhlas pun bersifat
otomatis. Seseorang tidak perlu mempercayainya untuk memperoleh
manfaatnya. Seperti halnya teknologi handphone ketika
seseorang mengirim SMS, cukup melakukan prosedurnya dengan benar
dan klik send.
Niat yang ikhlas merupakan landasan setiap aktivitas
seseorang. Niat hanya karena Allah, Allah hendaknya menjadi tempat
tujuan, segala yang diperoleh wajib disyukuri, rezeki harus digunakan
dan dibelanjakan pada jalan yang benar, dan menyadari apa saja yang
diperoleh pasti akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
2. Kerja keras ( al-jidd fi al-‟amal)
” Berusahalah kamu untuk duniamu, seakan-akan kamu akan hidup
selamanya, dan berusahalah kamu untuk akhiratmu seakan-akan kamu
akan mati esok.” ( H. R. ‟Asakir).
Hadits ini menganjurkan umat islam untuk bekerja tanpa
kenal lelah atau bekerja keras, bersemangat dalam bekerja seakan hidup
tak akan pernah berakhir. Hal ini sejalan dengan tanggung jawab umat
islam sebagai khairu ummah, dimana agama islam senantiasa memotivasi
umatnya untuk bekerja keras. Juga dapat dilihat dalam surat Al-Insyirah
ayat 7 yang berbunyi:” Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu
33
urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”
Bellah ( 1970: 151-152) mengatakan bahwa etos yang dominan
dalam Islam adalah menggarap kehidupan ini secara giat, dengan
mengarahkannya kepada yang lebih baik (ishlah). 3. Memiliki cita-
cita yang tinggi (al-himmah al-‟aliyah) Target hidup yang jelas
adalah cita-cita dan tujuan. Target hidup tidak akan dapat dicapai
kecuali dengan keras.
Munad ( 2007: 140) mengatakan bahwa target hidup adalah
perpaduan antara tujuan hidup dengan perencanaan yang rinci
dan matang tentang bagaimana seseorang mencapai tujuan tersebut.
Menurut ginanjar (2001:134) bahwa manusia diciptakan Allah
sebagai wakil Allah di muka bumi untuk memberikan kesejahteraan dan
kemajuan. Setiap langkah yang dibuat adalah langkah
kemenangan. Karena itu setiap manusia mempunyai potensi dan
peluang yang sama untuk keluar sebagai pemenang (everybody
in the earth is a potensial winner, so be a winner).
Tasmara (1995: 64) mengatakan bahwa dengan cita-cita, maka
langkah yang diayun akan lebih mantap, karena ada arah kemana kita
harus pergi. Resapilah sebuah deklarasi seorang muslim setiap shalat
yang terkandung dalam doa iftitah: ” Sesungguhnya shalatku, gerak
hidupku, hidup dan matiku, hanyalah untuk Engkau Wahai Pemelihara
Alam Semesta.”
Berdasarkan definisi-definisi dari para ahli, maka peneliti
menyimpulkan bahwa ada 3 indikator etos kerja perspektif Islam, yaitu:
1. Niat ikhlas karena Allah semata dalam mencari rida- Nya:
Memiliki komiten yang berdasarkan karena Allah semata demi mencari
rida-Nya
2. Bekerja keras: Memiliki keuletan, kerajinan dan ketangguhan
dalam bekerja
3. Cita-cita tinggi: Memiliki target hidup dan cita-cita yang mulia.
34
Sedangkan menurut Sarsono juga (dalamAsifudin, 2004) bahwa orang
yang dikatakan memiliki etos kerja adalah mereka yang bercirikan sebagai
berikut:
1. Disiplin pribadi
2. Kesadaran terhadap hirarki dan ketaatan
3. Penghargaan pada keahlian
4. Hubungan keluarga yang kuat
5. Hemat dan hidup sederhana
Adapun Asifudin berkesimpulan bahwa ciri-ciri orang yang
beretos kerja tinggi pada umumnya adalah sebagai berikut:
1. Aktif dan suka bekerja keras
2. Bersemangat dan hemat
3. Tekun dan profesional
4. Efisien dan kreatif
5. Jujur, disiplin dan bertanggung jawab
6. Mandiri
7. Rasional serta memiliki visi ke depan
8. Percaya diri
9. Sederhana, tabah dan ulet
10. Sehat jasmani dan rohani.
Dari kesimpulan yang didapat sebelumnya juga yaitu saudari Sari
Narulita (2005), unsur pemaknaan sholat dan budaya organisasi sangat
mempengaruhi timbulnya etos kerja yang tinggi, karena dalam sholat
terdapat variabel pemusatan pikiran yang mengasah uji konsentrasi dan
ketabahan seseorang. Hal ini merupakan indikasi dari etos kerja yang tinggi.
Juga variabel budaya organisasi yang mendidik untuk bisa bekerja sama
dengan siapa pun. Hal ini juga akan meningkatkan etos kerja seseorang.
35
Narulita (2005) menggunakan indikator-indikator etos kerja yang
diteliti oleh Max Weber.Indikator-indikator ini juga digunakan oleh Geertz
(1968), Kuntowijoyo (1991), Sobary (1995), Mahsusi (1999) dan
Shaleh (2003). Indikator-indikator tersebut adalah
1) Kerja keras
2) Hemat
3) Penuh perhitungan
4) Berdisiplin tinggi
5) Jujur
6) Berorientasi sukses
B. Kerangka Berpikir
Jika mahsiswa(i) PGSD berasrama bisa mengikuti dan memaknai shalat
terutama kewajiban berjamaah di mushalla, maka akan memiliki etos kerja
yang tinggi.
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan kajian pustaka di atas, maka
hipotesa utama penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Ada hubungan positif yang signifikan antara pemaknaan shalat
dengan etos kerja.”
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode atau Rancangan Penelitian
Metodologi penelitian pada hakikatnya merupakan operasional dari
epistemologi kearah pelaksanaan penelitian. Epistemologi memberi
pemahaman tentang cara atau teori menemukan atau menyusun pengetahuan
dari ide, materi atau dari kedua-duanya serta merujuk pada penggunaan rasio,
intuisi, fenomena atau dengan metode ilmiah (Rusidi, 2004:3).
Makna penelitian secara sederhana ialah bagaimanakah mengetahui
sesuatu yang dilakukan melalui cara tertentu dengan prosedur yang sistematis
(Garna, 2000:1). Proses sistematis ini tidak lain adalah langkah-langkah
metode ilmiah. Jadi pengertian dari metode penelitian itu dapat diartikan
sebagai pengkajian atau pemahaman tentang cara berpikir dan cara
melaksanakan hasil berpikir menurut langkah-langkah ilmiah.
Penelitian ini menggunakan masalah asosiatif. Asosiatif ini bersifat
menanyakan hubungan antar dua variabel atau lebih, yakni hubungan variabel
pengaruh (independent variabel) dengan variabel terpengaruh (dependent
variabel). Dalam buku-buku teks metodologi yang lainnya dipakai istilah
variabel bebas dan variabel terikat atau tergantung.
Masalah asosiatif terbagi menjadi tiga:
1. Hubungan simetris
Hubungan ini munculnya secara bersamaan
2. Hubungan kausal (sebab-akibat)
Hubungan ini terdiri dari variabel independen dan dependen
3. Hubungan interaktif atau timbal balik
Hubungan di mana suatu variabel dapat menjadi sebab dan juga akibat
dari variabel lainnya.
37
Penelitian yang digunakan menggunakan masalah asosiatif hubungan
kausal (sebab-akibat) yang terdiri dari variabel independen dan dependen yang
mengacu pada penelitian korelasional.
Ciri-ciri Penelitian Korelasional:
(1) Penelitian ini cocok dilkukan bila variabel-variabel yang diteliti rumit
dan/atau tak dapat diteliti dengan metode eksperimental atau tak dapat
dimanipulasikan
(2) Studi macam ini memungkinkan pengukuran beberapa variabel dan saling
hubungannya secara serentak dalam keadaan realistiknya.
(3) Apa yang diperoleh adalah taraf atau tinggi-rendahnya saling hubungan dan
bukan ada atau tidak adanya saling hubungan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan dan
bagaimana kekuatan hubungan antara shalat berjamaah di musahalla PGSD
UNLAM Banjarbaru dengan etos kerja mahasiswa(i) PGSD Berasrama UNLAM
Banjarbaru. Penelitian ini dilakukan di asrama mahasiswa(i) PGSD UNLAM
Banjarbaru.
Penelitian ini menggunakan metode survai yang menurut (Bungin,
2005)“dengan menggunakan metode survei memungkinkan peneliti melakukan
generalisasi suatu gejala sosial atau variable sosial tertentu kepada gejala sosial
atau variable sosial dengan populasi yang lebih besar.”
Dalam survai, informasi dikumpulkan responden dengan menggunakan
kuesioner.Umumnya pengertian survai dibatasi pada penelitian yang datanya
dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Dengan
demikian penelitian survai adalah “penelitian yang mengambil sampel dari satu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang
pokok”.
Menurut tingkat explansinya penelitian ini termasuk dalam penelitian
asosiatif. Penelitian asosiatif merupakan peneltian yang bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2004:11)
38
Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang
mengkaji hubungan antara satu variabel bebas dan satu variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah shalat berjamaah , sedangkan
variabel terikatnya adalah etos kerja (hubungan bivariat).
Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dapat
dilihat dalam gambar konstelasi hubungan antara variabel berikut.
Variabel Pengaruh Variabel Terpengaruh
Hubungan Bivariat
Keterangan:
X = Shalat Berjamaah
Y = Etos Kerja
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Menurut Husein Umar sampel adalah (2002:136) adalah: "sampel adalah
bagian dari suatu populasi." Sedangkan Populasi oleh Husein Umar
(2002:136) diartikan sebagai:"kumpulan elemen yang mempunyai karakteristik
tertentu yang sama dan mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih
menjadi anggota sampel".
Variabel-variabel yang terdapat dalam penelitian ini terdiri atas variabel
independen dan variabel dependen. Menurut Husein Umar (2002:62) variabel
independen dan variabel dependen adalah sebagai berikut:
1. Variabel independen (bebas) adalah variabel yang menjelaskan atau
mempengaruhi variabel yang lain. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel independen adalah Shalat Berjamaah.
2. Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dijelaskan atau
dipengaruhi oleh variabel independen. Dalam penelitian ini yang
merupakan variabel dependen adalah Etos Kerja.
X Y
39
Berdasarkan pendapat diatas maka penelitian ini menggunakan penelitain
populasi dengan objek seluruh mahasiswa(i) S1 PGSD berasrama Unlam
Banjarbaru yang berjumlah sebanyak 60 orang.
Adapun Jumlah seluruh Mahasiswa(i) S1 PGSD Berasrama Unlam
Banjarbaru dapat dilihat ada tabel berikut :
No. Nama Mahasiswa(i) Berasrama PGSD UNLAM
Banjarbaru
Blok
1. Nurhidayati A 11
2. Musfi Rosmaini A 11
3. Nina Maulidya A 12
4. Yuliyana A 12
5. Feny Norjannah A 13
6. Khusnul Qotimah A 13
7. Nana Nurliani A 14
8. Laila Pitriani A 14
9. Fathul Jannah A 15
10. Mariyana A 15
11. Wahyu Setyo Agustina A 21
12. Rahmila Sari A 21
13. Nurul Azizah A 22
14. Mahfuzatul Husna A 22
15. Asri Fatimah A 23
16. Maida Mustika A 23
17. Santi Sartika A 24
18. Eka Fithriani A 24
19. Norlatifah A 25
20. Afdah A 25
21. Zubaidah B 11
22. Dewi Nur Utami Fithria B 11
23. Syafaritul Jannah B 12
40
24. Megawati B 12
25. Aulia Azizah B 13
26. Noviecka Wieyanthi B 13
27. Choirunnisa B 14
28. Hadiatul Hasanah B 14
29. Paulina Rohana B 15
30. Ita B 15
31. Aulia Rahmi B 21
32. Dasimah B 21
33. Sri Widiastutik B 22
34. Nurliyani B 22
35. Ukhti Fada Uhara B 23
36. Noorhayati B 23
37. Salasiah B 24
38. Agustina Pusvitasari B 24
39. Marietna T.M. B 25
40. Wahdiah D 25
41. Zainul Aulia D 11
42. Dede Dewantara D 12
43. A. Fahriadi D 12
44. Miyandi Eko Anugerah D 13
45. Syarif Fauzan D 13
46. Adi Rusandy D 14
47. M. Eko Wahono D 14
48. M. Hidayatullah D 15
49. A. Bahruddin Jailani D 15
50. Aulia Rahman D 21
51. Ernadi Hipreyadi D 21
52. Arif Rahman Prasetyo D 22
53. Tri Wibowo D 22
54. M. Raji D 23
41
55. Agus Setiawan D 23
56. Ranto Yunawan D 24
57. A. Syadzali D 24
58. Rd. A. Surya M.Z. D 25
59. Rusdi D 25
60. Toni Ispiani F
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik dalam pengumpulan data penelitian ini terdiri dari : (1)
Identifikasi Variabel, (2) Defenisi Operasional, (3) Pengembangan Instrument
Penelitian dan Pengukuran, dan (4) Uji Coba Instrument Penelitian.
1. Identifikasi Variabel
Variabel yang terdiri dari 1 variabel terikat (dependen) dan 1
variabel bebas (Independen), yaitu :
a. Variabel terikat : Etos Kerja (Y)
b. Variabel bebas : Shalat Berjamaah (X)
2. Defenisi Operasional
Untuk menghindari kemungkinan penafsiran yang berbeda maka
setiap variabel dirumuskan secara konseptual maupun secara operasional,
berdasarkan sintesis yang diperoleh dari kerangka teoritik.
Menurut sofian Efendi (1989 : 46) defenisi operasional adalah semacam
petunjuk pelaksaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Defenisi
operasioanal adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti
lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.
Beberapa batasan operasional adalah :
a. Etos Kerja adalah sebagai sikap mental dalam mengerjakan atau
menghadapi segala hal atau sesuatu yang berhubungan dengan
kebiasaan kerja mahasiswa(i) PGSD Berasrama Banjarbaru yang
meliputi:
Disiplin, terlihat dari mentaati kontrak kegiatan/jadwal asrama , tepat
waktu dan kepatuhan terhadap peraturan/tata tertib asrama.
42
Kerja keras ditunjukkan dari keaktifan di asrama, mampu bekerjasama
dengan baik dan semangat yang tinggi pada waktu mengikuti
kegiatan/jadwal asrama.
b. Shalat berjamaah adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa
perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri
dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan dengan
minimal dua orang dengan rincian satu orang bertindak sebagai imam
dan satu sebagai makmum yang pada penelitian ini meliputi:
Keaktifan, dapat dilihat dari kehadiran di mushalla(shalat Shubuh,
Maghrib, dan Isya), mengikuti Yasinan tiap malam Jum‟at, mengikuti
wiridan sampai selesai dan pemaknaan terhadap nilai-nilai shalat.
Kepatuhan dapat dilihat dari mematuhi jadwal sebagai pembaca
kultum, datang ke mushalla sebelum imam rukuk rakaat pertama
(tidak masbuk), mengikuti shalat sunat taubat/shalat sunat hajat tiap
malam Jum‟at, dan mengikuti maulid habsyi tiap malam Selasa.
3. Pengembangan Instrument penelitian dan pengukuran
Penelitian ini menggunakan unsur-unsur konsep, proposisi, teori,
variabel, hipotesa dan defenisi operasional. Maka variabel-variabel yang
tercakup dalam desain penelitian dengan kuesioner sebagai alat
pengumpul data pokok.
Kegiatan pengumpulan data dilakukan terhadap Mahasiswa S1 PGSD
Berasrama Unlam Banjarbaru yang dijadikan sebagai objek penelitian.
a. Pengukuran Variabel Etos Kerja
Dalam penelitian ini untuk mengungkapkan Etos Kerja
digunakan kuesioner, dengan pertanyaan yang dilengkapi jawaban
yang menggunakan skala Likert, dan terdiri dari 5 alternatif jawaban.
Instrumen dikembangkan dari landasan teori dengan indikator yang
meliputi : Kedisiplinan dan Kerja Keras. Bisa dilihat dari tabel
dibawah ini :
43
Tabel Instrumen Etos Kerja
ASPEK
YANG
DIAMATI
INDIKATOR NO
ITEM
Etos Kerja
(Y)
1. Disiplin
a. Mentaati kontrak kegiatan/jadwal asrama
Meliputi:
1. Melaksanakan jadwal keagamaan asrama
2. Melaksanakan kegiatan pengembangan diri
3. Melaksanakan ekstra berkebun
4. Melaksanakan kebersihan lingkungan
b. Tepat waktu dalam mengikuti kegiatan asrama dan
perkuliahan, meliputi:
1. Tepat waktu saat mengikuti kegiatan Pramuka
2. Tepat waktu saat mengikuti senam pagi Jumat
3. Tepat waktu saat mengikuti kebersihan
lingkungan tiap pagi
4. Tepat waktu hadir melaksanakan shalat shubuh,
maghrib, dan isya berjamaah di mushalla
5. Tepat waktu saat mengikuti upacara bendera
pagi Senin
6. Tepat waktu saat mengikuti kegiatan
pengembangan diri
7. Tepat waktu saat mengikuti kegiatan berkebun
pagi Sabtu
c. Mematuhi peraturan/tata tertib asrama
Meliputi:
1. Tidak membawa makanan ke dalam kamar,
tanpa alasan yang jelas seperti sakit atau puasa.
2. Memakai pakaian seragam plus almamater
sampai setelai makan siang selesai
44
3. Tidak mengisi buku izin asrama ketika
meninggalkan atau keluar asrama
4. Tidak meletakkan sepatu dan sandal pada rak
atau tempat sepatu/sandal yang telah disediakan
di tiap-tiap blok
2. Kerja Keras
1. Keaktifan di asrama
2. Mampu bekerjasama dengan baik
3. Semangat yang tinggi dalam mengikuti
kegiatan/jadwal asrama
b. Pengukuran Variabel Shalat Berjamaah
Dalam penelitian ini untuk mengungkapkan Shalat Berjamaah digunakan
kuesioner, dengan pertanyaan yang dilengkapi jawaban yang menggunakan
skala Likert, dan terdiri dari 5 alternatif jawaban. Instrumen dikembangkan
dari landasan teori dengan indikator yang meliputi: Keaktifan dan Kepatuhan.
Bisa dilihat dari tabel dibawah ini :
ASPEK YANG
DIAMATI
INDIKATOR NO
ITEM
Shalat
Berjamaah
(Y)
1. Aktif
a. Kehadiran di mushalla
Meliputi:
1). Shalat Subuh
2). Shalat Maghrib
3). Shalat Isya
b. Mengikuti Yasinan tiap malam Jum‟at
c. Mengikuti wiridan sampai selesai
d. Pemaknaan shalat
45
Meliputi:
1. Khusuk dalam shalat
2. Tidak berbicara atau melakukan sesuatu
hal selain sewaktu wiridan
3. Berdoa‟a dengan khusuk
4. Tidak bercakap-cakap ketika imam sudah
mengangkat takbir (tidak menunda-nunda
shalat)
5. Bersalaman setelah wiridan selesai saat
shalat shubuh dan isya
2. Patuh
a. Mematuhi jadwal sebagai pembaca
kultum
b. Datang ke mushalla sebelum imam rukuk
rakaat pertama (tidak masbuk)
c. Mengikuti shalat sunat hajat/shalat sunat
taubat tiap malam Jum‟at
d. Mengikuti maulid habsyi tiap malam
Selasa
4. Uji Coba Alat Ukur (Instrumen)
Seluruh instrumen yaitu, etos kerja dan shalat berjamaah sebelum
digunakan untuk penelitian terlebih dahulu diuji cobakan untuk
menentukan validitas butir seluruh variabel yang telah selesai disusun juga
reliabilitasnya.
Menurut Hagul (Singarimbun dan Syofian Effendi, 1989)
menjelaskan bahwa validitas instrumen menunjukan kualitas dari
keseluruhan proses pengumpulan data dalam suatu penelitian. Suatu
instrumen dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut
46
menjalankan fungsi ukurannya sesuai dengan maksud dilakukan
pengukuran tersebut.
Sedangkan Azwar (2001) mengatakan bahwa reliabilitas
merupakan penerjemahan dari kata reliability yang artinya
keterpercayaan, keterandalan, konsistensi, dan sebagainya. Hasil
pengukuran dapat dipercaya bila dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil yang
relatif sama, selama aspek yang diukur tidak berubah.
D. Teknik Analisis Data
Seluruh instrumen yaitu shalat berjamaah dan etos kerja sebelum
digunakan untuk penelitian terlebih dahulu diuji cobakan untuk menentukan
validitas dan reliabilitas butir yang telah selesai disusun.
1) Validitas
Menurut Hagul (Singarimbun dan Syofian Effendi, 1989)
menjelaskan bahwa validitas instrumen menunjukan kualitas dari
keseluruhan proses pengumpulan data dalam suatu penelitian. Suatu
instrumen dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut
menjalankan fungsi ukurannya sesuai dengan maksud dilakukan
pengukuran tersebut.
Untuk menguji kuesioner penelitian, menggunakan uji validitas
faktor instrumen, dikatakan memiliki validitas apabila mempunyai
dukungan besar terhadap skor total. Untuk mengukur validitas faktor
kuesioner dengan menggunakan rumus korelasi product moment yang
dikemukakan oleh Pearson:
Rxy =
47
Keterangan:
Rxy = koefisien korelasi
XY = hasil kali antara tiap-tiap skor asli dari x dan y
x = skor tiap variabel X
y = skor tiap variabel Y
N = jumlah subyek (Arikunto 2002:146)
Tabel Korelasi Product Moment
No Responden
(x) (y) xy
1 55 81 3025 6561 4455 19847025
2 56 97 3136 9409 5432 29506624
3 50 65 2500 4225 3250 10562500
4 54 87 2916 7569 4698 22071204
5 59 92 3481 8464 5428 29463184
6 61 85 3721 7225 5185 26884225
7 46 81 2116 6561 3726 13883076
8 45 96 2025 9216 4320 18662400
9 53 100 2809 10000 5300 28090000
10 52 96 2704 9216 4992 24920064
11 63 92 3969 8464 5796 33593616
12 58 79 3364 6241 4582 20994724
13 52 97 2704 9409 5044 25441936
14 42 60 1764 3600 2520 6350400
15 54 73 2916 5329 3942 15539364
16 58 74 3364 5476 4292 18421264
17 47 65 2209 4225 3055 9333025
18 64 88 4096 7744 5632 31719424
19 52 74 2704 5476 3848 14807104
20 46 73 2116 5329 3358 11276164
21 56 75 3136 5625 4200 17640000
22 50 69 2500 4761 3450 11902500
23 50 65 2500 4225 3250 10562500
24 58 86 3364 7396 4988 24880144
25 63 61 3969 3721 3843 14768649
26 54 80 2916 6400 4320 18662400
27 59 84 3481 7056 4956 24561936
28 55 71 3025 5041 3905 15249025
48
29 43 66 1849 4356 2838 8054244
30 55 88 3025 7744 4840 23425600
31 65 87 4225 7569 5655 31979025
32 52 97 2704 9409 5044 25441936
33 50 82 2500 6724 4100 16810000
34 61 90 3721 8100 5490 30140100
35 56 71 3136 5041 3976 15808576
36 58 83 3364 6889 4814 23174596
37 65 79 4225 6241 5135 26368225
38 44 85 1936 7225 3740 13987600
39 56 77 3136 5929 4312 18593344
40 52 80 2704 6400 4160 17305600
41 48 73 2304 5329 3504 12278016
42 51 82 2601 6724 4182 17489124
43 63 90 3969 8100 5670 32148900
44 42 98 1764 9604 4116 16941456
45 64 84 4096 7056 5376 28901376
46 47 80 2209 6400 3760 14137600
47 56 87 3136 7569 4872 23736384
48 65 83 4225 6889 5395 29106025
49 62 90 3844 8100 5580 31136400
50 54 72 2916 5184 3888 15116544
51 56 78 3136 6084 4368 19079424
52 51 96 2601 9216 4896 23970816
53 52 78 2704 6084 4056 16451136
54 49 98 2401 9604 4802 23059204
55 52 75 2704 5625 3900 15210000
56 53 78 2809 6084 4134 17089956
57 52 90 2704 8100 4680 21902400
58 46 93 2116 8649 4278 18301284
59 38 73 1444 5329 2774 7695076
60 63 96 3969 9216 6048 36578304
JUMLAH 3233 4925 176707 410537 266150 1221012748
Keterangan :
Variabel Shalat Berjamaah adalah x
Variabel Etos Kerja adalah y
49
Untuk menguji kuesioner penelitian, menggunakan uji validitas faktor
instrumen, dikatakan memiliki validitas apabila mempunyai dukungan besar
terhadap skor total. Untuk mengukur validitas faktor kuesioner dengan
menggunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson:
Rxy =
Keterangan:
Rxy = koefisien korelasi
XY = hasil kali antara tiap-tiap skor asli dari x dan y
x = skor tiap variabel X
y = skor tiap variabel Y
N = jumlah subyek (Arikunto 2002:146)
Dari angket yang telah diberikan maka dapat diketahui nilai dari Produck Moment
tersebut yaitu:
Rxy =
Rxy = 60 × 266150 – 3233 × 4925
√ [(60.176707) – (3233)2] [ (60.410537) – (4925)
2]
Rxy = 15969000 – 15922525
√[( 10602420 ) – (10452289)] [ (24632220) – (24255625)]
Rxy = 187845
√{150131} { 376595}
Rxy = 187844
√56538583945
50
Rxy = 187844
237778,43
Rxy = 0,79
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa Produck Moment dari
instrumen shalat berjamaah dan etos kerja adalah kuat atau tinggi.
Selanjutnya interpretasi terhadap Rxy dapat dilakukan dengan Interpretasi
sederhana adalah hasil perhitungan korelasi antara variabel x dan y. Apabila
korelasi antara variabel x dan y tidak bertanda negatif berarti kedua variabel
tersebut terdapat korelasi positif (terdapat hubungan yang searah). Produck
moment (Rxy) sebagai berikut:
Besarnya “R” Produck
Moment Interpretasi
0,00 – 0,20
0,20 – 0,40
0,40 – 0,70
0,70 – 0,90
0,90 – 1,00
Antara variabel X dan Y memang terdapat
korelasi akan tetapi korelasinya sangat lemah
atau rendah sehingga korelasi diabaikan
Antara variabel X dan Y memang terdapat
korelasi yang lemah
Antara variabel X dan Y memang terdapat
korelasi yang sedang atau cukup
Antara variabel X dan Y memang terdapat
korelasi yang kuat atau tinggi
Antara variabel X dan Y memang terdapat
korelasi syang sangat kuat atau sangat tinggi
51
Hasil Uji Coba Validitas Instrumen
NO ITEM SOAL ANGKET NO
BUTIR
KETERANGAN
1 Shalat subuh berjamaah di
mushalla
1
Valid
2 Shalat maghrib berjamaah di
mushalla
2
Valid
3 Shalat isya berjamaah di mushalla 3 Valid
4 Mengikuti Yasinan tiap malam
Jum,at
4
Valid
5 Mengikuti wiridan sampai selesai 5 Valid
6 Khusuk dalam shalat 6 Valid
7
Tidak berbicara atau melakukan
sesuatu hal yang lain sewaktu
wiridan
7
Valid
8 Berdoa‟a dengan khusuk
8
Valid
9
Tidak bercakap-cakap ketika imam
sudah mengangkat takbir (tidak
menunda-nunda shalat)
9
Valid
10 Bersalaman setelah wiridan
selesai saat shalat subuh dan isya
10 Valid
11 Mematuhi jadwal sebagai pembaca
kultum
11
Valid
12 Menjaga kesempurnaan shaf dalam
shalat
12
Valid
13 Mengikuti shalat sunat hajat/shalat
sunat taubat tiap malam Jumat
13
Valid
14 Mengikuti maulid habsyi tiap
malam Selasa
14
Valid
15 Melaksanakan jadwal keagamaan
15
Valid
52
asrama
16 Melaksanakan kegiatan
pengembangan diri
16
Valid
17 Melaksanakan ekstra berkebun 17 Valid
18 Melaksanakan kebersihan
lingkungan
18
Valid
19 Tepat waktu saat mengikuti
kegiatan Pramuka
19
Valid
20 Tepat waktu saat mengikuti senam
pagi Jumat
20
Valid
21
Tepat waktu saat mengikuti
kebersihan lingkungan tiap pagi
21
Valid
22
Tepat waktu hadir melaksanakan
shalat shubuh berjamaah di
mushalla
22
Valid
23
Tepat waktu hadir melaksanakan
shalat maghrib berjamaah di
mushalla
23
Valid
24
Tepat waktu hadir melaksanakan
shalat isya berjamaah di mushalla
24 Valid
25
Tepat waktu saat mengikuti
upacara bendera pagi Senin
25
Valid
26
Tepat waktu saat mengikuti
kegiatan pengembangan diri
26
Valid
27
Tepat waktu saat mengikuti
kegiatan berkebun pagi Sabtu
27
Valid
28
Tidak membawa makanan ke
dalam kamar, tanpa alasan yang
jelas seperti sakit atau puasa.
28
Valid
53
29
Memakai pakaian seragam plus
almamater sampai setelai makan
siang selesai
29
Valid
30
Tidak mengisi buku izin asrama
ketika meninggalkan atau keluar
asrama
30
Valid
31
Tidak meletakkan sepatu dan
sandal pada rak atau tempat
sepatu/sandal yang telah
disediakan di tiap-tiap blok
31 Valid
32 1. Jujur dalam melaksanakan tugas 32 Valid
33 Mampu bekerjasama dengan baik 33 Valid
34
Semangat yang tinggi dalam
mengikuti kegiatan/jadwal asrama
34 Valid
2) Reliabilitas
Azwar (2001) mengatakan bahwa reliabilitas merupakan penerjemahan
dari kata reliability yang artinya keterpercayaan, keterandalan, konsistensi,
dan sebagainya. Hasil pengukuran dapat dipercaya bila dalam beberapa kali
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh
hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur tidak berubah.
Dengan uji reliabilitas dapat ditentukan apakah suatu instrumen dapat
digunakan untuk mengukur suatu instrumen secara tetap, sehingga dapat
digunakan untuk suatu bidang terhadap suatu kelompok kapan saja dan di
mana saja (Muhammad Ali, 1985:106). Sehingga bila instrumen sudah dapat
dipercaya, yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.
Apabila datanya memang benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa
54
kalipun diambil, tetap akan sama. Reliabilitas menunjuk pada tingkat
keterandalan sesuatu. Reliabel artinya dapat dipercaya, dapat diandalkan
(Arikunto S, 2002:154). Instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel
akan menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.
Adapun langkah-langkah yang digunakan adalah:
a. Menyiapkan angket sebagai alat pengumpul data yang akan diuji
reliabilitasnya kepada responden dalam populasi, yaitu sebanyak 60
(enam puluh) orang.
b. Mengadakan skoring terhadap jawaban yang telah diisi oleh responden.
Pemberian skor dengan ketentuan untuk jawaban yaitu: sangat tidak
setuju skor 1, kurang setuju skor 2, kadang-kadang skor 3, setuju skor
4, dan sangat setuju skor 5.
c. Membuat tabulasi jawaban responden.
55
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini untuk menganalisis data yang ada digunakan 2
(dua) metode, yaitu metode analisis deskriptif prosentase dan metode analisis
statistik. Metode analisis statistik yang di gunakan adalah analisis regresi.
1. Analisis Deskriptif
Metode ini digunakan untuk memberikan deskripsi pada penelitian
ini. Dalam analisis data untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
variabel shalat berjamaah dengan etos kerja , maka variabel tersebut harus
diangkakan dalam skor untuk diuji secara statistik. Dalam angket
penelitian ini ada 34 (tiga puluh empat satu) item soal dengan masing-
masing mempunyai 5 (lima) alternatif jawaban yang disediakan, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Jawaban Skor
Sangat Setuju 5
Setuju 4
Kadang-kadang 3
Kurang Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Selanjutnya data yang terkumpul dalam bentuk angka
ditabulasikan dan diubah menjadi persentase dengan memasukkan ke
dalam rumus DP (Deskreptif Prosentase).
Rumusnya adalah sebagai berikut:
Dp = × 100% (Ali, 1982:186).
56
Keterangan:
n : Jumlah nilai (skor) yang diperoleh
N: Jumlah seluruh nilai ideal dicari dengan cara jumlah item
dikalikan nilai ideal tiap-tiap item ada dikalikan jumlah
responden.
Setelah diperoleh hasil perhitungan skor data tersebut maka
diinterpretasikan dengan tabel persentasi sebagai berikut:
Prosentasi Kategori
0% < 20%
21% < 40%
41% < 60%
61% < 80%
81% < 100%
Sangat sedikit
Sedikit
Cukup banyak
Banyak
Banyak sekali
2. Analisis Statistik
Analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode analisis regresi. Analisis regresi ini digunakan untuk menjawab
hipotesa “ada hubungan shalat berjamaah dengan etos kerja mahasiswa”.
Data yang diperoleh dimasukkan dalam rumus sebagai berikut:
Y = a + bX
Keterangan:
Y : Variabel dependen
a : intersep (titik potong kurva terhadap sumbu y)
b : Kemiringan (slope) kurva linear
X : Variabel independen (Sudjana, 1996:312)
Cara menentukan nilai a dan b dengan rumus sebagai berikut:
a =
b =
57
Keterangan:
b : Slove kurva estimasi yang baik
a : Intersep kurva estimasi atau nilai Y jika X=0
Y : Nilai rata-rata y
X : Nilai rata-rata X
N : Jumlah data yang digunakan sebagai sampel (Sudjana, 1996:315)
Dari hasil analisis regresi selanjutnya dilakukan uji keberartian persamaan
regresi. Setelah analisis regresi, dilanjutkan dengan perhitungan koefisien korelasi
dan determinasi dengan rumus sebagai berikut:
1) Koefisien Korelasi (rxy)
r xy =
r xy = Koefisien korelasi
N = Jumlah subyek
ΣX2 = Jumlah kuadrat skor butir soal
ΣX = Jumlah skor butir soal
ΣY2 = Jumlah kuadrat skor total
ΣXY = Jumlah perkalian skor butir soal dengan skor total (Arikunto,
2002:245)
2) Koefisien Determinasi
r2 =
Keterangan :
r2 = Koefisien determinasi
b = Koefisien arah b (Sudjana, 1996:370)
58
Berdasarkan penjumlahan nilai angket yang digunakan dalam penelitian
ini maka dapat dihitung nilai shalat berjamaah dan etos kerja mahasiswa S1
PGSD Berasrama Banjarbaru yaitu sebagai berikut:
Tabel 1.Data hasil penelitian
No
Resp.
Shalat berjamaah Etos kerja
1 55 81
2 56 97
3 50 65
4 54 87
5 59 92
6 61 85
7 46 81
8 45 96
9 53 100
10 52 96
11 63 92
12 58 79
13 52 97
14 42 60
15 54 73
16 58 74
17 47 65
18 64 88
19 52 74
20 46 73
21 56 75
22 50 69
23 50 65
24 58 86
59
25 63 61
26 54 80
27 59 84
28 55 71
29 43 66
30 55 88
31 65 87
32 52 97
33 50 82
34 61 90
35 56 71
36 58 83
37 65 79
38 44 85
39 56 77
40 52 80
41 48 73
42 51 82
43 63 90
44 42 98
45 64 84
46 47 80
47 56 87
48 65 83
49 62 90
50 54 72
51 56 78
52 51 96
53 52 78
54 49 98
60
55 52 75
56 53 78
57 52 90
58 46 93
59 38 73
60 63 96
Jumlah
Shalat Berjamaah
Berdasarkan tabel 1. Data diatas dapat dibuat tabel distribusi frekuensi
menunjukkan penyebaran data skor shalat berjamaah sebagai berikut :
1. Skor tertinggi = 70 dan Skor terendah = 14
2. Rentang skor = 70 – 14 = 56
3. Jumlah kelas = 5
4. Panjang kelas interval = 56/5 = 11,2 dibulatkan 11
Tabel 2.Distribusi Frekuensi Shalat Berjamaah
No kelas Kelas interval frekuensi Persentasi
% Kriteria
1 58– 68 18 30 Sangat Tinggi
2 47 – 57 33 55 Tinggi
3 36 – 46 9 15 Cukup Tinggi
4 25 – 35 0 0 Rendah
5 14 – 24 0 0 Sangat Rendah
Jumlah 60 100
61
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa mahasiswa yang
memperoleh skor shalat berjamaah antara 36 sampai 46 sebanyak 9 orang atau
sekitar 15%; mahasiswa yang memperoleh skor shalat berjamaah antara 47-57
sebanyak 33 orang atau sekitar 55%; mahasiswa yang memperoleh skor shalat
berjamaah antara 58-68 sebanyak 18 orang atau sekitar 30%.
Hasil analisis deskriptif di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
mahasiswa S1 PGSD Berasrama Banjarbaru mempunyai tingkat shalat berjamaah
tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari hasil analisis deskriptif setiap aspek
pengukuran shalat berjamaah pada tabel 2.
Tabel 2. Shalat Berjamaah
NO ITEM SOAL ANGKET RATA-
RATA
SKOR
(%)
KRITERIA
1 Shalat subuh berjamaah di
mushalla 4,08 81,6 Sangat Tinggi
2 Shalat maghrib berjamaah di
mushalla 4,08 81,6 Sangat Tinggi
3 Shalat isya berjamaah di
mushalla 4,1 82 Sangat Tinggi
4 Mengikuti Yasinan tiap malam
Jum,at 4 80 Sangat Tinggi
5 Mengikuti wiridan sampai selesai 3,88 77,6 Tinggi
6 Khusuk dalam shalat 3,4 68 Tinggi
18
33
9
Grafik Persentasi Shalat Berjamaah
Sangat Tinggi (30%)
Tinggi ( 55%)
Cukup Tinggi ( 15%)
62
7
Tidak berbicara atau melakukan
sesuatu hal yang lain sewaktu
wiridan 3,3 66 Tinggi
8 Berdoa‟a dengan khusuk 3,6 72 Tinggi
9
Tidak bercakap-cakap ketika
imam sudah mengangkat takbir
(tidak menunda-nunda shalat) 3,5 70 Tinggi
10 Bersalaman setelah wiridan
selesai saat shalat subuh dan isya 3,72 74,4 Tinggi
11 Mematuhi jadwal sebagai
pembaca kultum 4,25 85 Sangat Tinggi
12 Menjaga kesempurnaan shaf
dalam shalat 3,82 76,4 Tinggi
13
Mengikuti shalat sunat
hajat/shalat sunat taubat tiap
malam Jumat 3,95 79 Tinggi
14 Mengikuti maulid habsyi tiap
malam Selasa 4 80 Sangat Tinggi
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar dari aspek shalat
berjamaah dijalankan dengan baik. Terlihat dari kriteria yang di dapatkan masing-
masing aspek yaitu dengan predikat tinggi.
Etos Kerja
Berdasarkan tabel 1. Data diatas dapat dibuat tabel distribusi frekuensi
menunjukkan penyebaran data skor etos kerja sebagai berikut :
1. Skor tertinggi = 100 dan Skor terendah = 20
2. Rentang skor = 100 – 20 = 80
3. Jumlah kelas = 5
4. Panjang kelas interval = 80/5 = 16
63
Tabel Distribusi Frekuensi Skor Etos Kerja
No kelas Kelas interval frekuensi Persentasi
% Kriteria
1 94– 109 10 16,66 Sangat Tinggi
2 78 – 93 31 51,66 Tinggi
3 62 – 77 17 28,33 Cukup tinggi
4 39 – 61 2 3,33 Rendah
5 20 – 35 0 0 Sangat Rendah
Jumlah 60 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa mahasiswa yang
memperoleh skor etos kerja antara 39 sampai 61 sebanyak 2 orang atau sekitar
3,33%; mahasiswa yang memperoleh skor etos kerja antara 62 sampai 77
sebanyak 17 orang atau sekitar 28,33% dan mahasiswa yang memperoleh skor
etos kerja antara 78 sampai 93 sebanyak 31 orang atau sekitar 51,66% dan
seterusnya. Dalam tabel tersebut dapat pula dilihat mahasiswa yang etos kerjanya
masuk dalam kriteria sangat tinggi sebanyak 10 orang atau 16,66%.
Hasil analisis deskriptif di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
mahasiswa S1 PGSD Berasrama Banjarbaru mempunyai etos kerja yang tinggi,
yang berarti melaksanakan tata tertib dengan baik. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dari hasil analisis deskriptif setiap aspek pengukuran etos kerja pada
table.4.
Grafik Persentasi Etos Kerja
Sangat Tinggi (16,66%)
Tinggi ( 51,66%)
Cukup Tinggi ( 28,33%)
Rendah ( 3,33%)
64
Tabel 4. Etos Kerja Mahasiswa S1 PGSD Berasrama Banjarbaru
NO ITEM SOAL ANGKET RATA-
RATA
SKOR
(%) KRITERIA
1 Melaksanakan jadwal keagamaan
asrama 4,33 86,6 Sangat Tinggi
2 Melaksanakan kegiatan
pengembangan diri 4,25 85 Sangat Tinggi
3 Melaksanakan ekstra berkebun 4,2 84 Sangat Tinggi
4 Melaksanakan kebersihan
lingkungan 4,5 90 Sangat Tinggi
5 Tepat waktu saat mengikuti
kegiatan Pramuka 4,03 80,6 Sangat Tinggi
6 Tepat waktu saat mengikuti senam
pagi Jumat 4,2 84 Sangat Tinggi
7
Tepat waktu saat mengikuti
kebersihan lingkungan tiap pagi 4,2 84 Sangat Tinggi
8
Tepat waktu hadir melaksanakan
shalat shubuh berjamaah di
mushalla
4,08 81,6 Sangat Tinggi
9
Tepat waktu hadir melaksanakan
shalat maghrib berjamaah di
mushalla
4,1 82 Sangat Tinggi
10
Tepat waktu hadir melaksanakan
shalat isya berjamaah di mushalla 4,12 82,4 Sangat Tinggi
11
Tepat waktu saat mengikuti
upacara bendera pagi Senin 4,25 85 Sangat Tinggi
12
Tepat waktu saat mengikuti
kegiatan pengembangan diri 3,93 78,6 Tinggi
13 Tepat waktu saat mengikuti 4,05 81 Sangat Tinggi
65
kegiatan berkebun pagi Sabtu
14
Tidak membawa makanan ke
dalam kamar, tanpa alasan yang
jelas seperti sakit atau puasa.
3,7 74 Tinggi
15
Memakai pakaian seragam plus
almamater sampai setelai makan
siang selesai
3,82 76,4 Tinggi
16
Tidak mengisi buku izin asrama
ketika meninggalkan atau keluar
asrama
2,3 46 Cukup Tinggi
17
Tidak meletakkan sepatu dan
sandal pada rak atau tempat
sepatu/sandal yang telah
disediakan di tiap-tiap blok
2,4
48 Cukup Tinggi
18 2. Jujur dalam melaksanakan tugas 4,08 81,6 Sangat Tinggi
19 Mampu bekerjasama dengan baik 4,1 82 Sangat Tinggi
20
Semangat yang tinggi dalam
mengikuti kegiatan/jadwal asrama 3,9 78 Tinggi
Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar dari aspek etos kerja
dijalankan dengan baik.
Hubungan antara Shalat Berjamaah dengan Etos Kerja
Hubungan antara shalat berjamaah dengan etos kerja dapat dilihat pada
tabulasi silang antara shalat berjamaah dengan tingkat etos kerja mahasiswa pada
tabel 5
66
Tabel.5. tabulasi silang antara shalat berjamaah dengan tingkat etos kerja
Tabel di atas menunjukkan bahwa dari mahasiswa yang mempunyai tingkat
shalat berjamaah cukup tinggi yaitu 15%, semuanya mempunyai tingkat etos kerja
yang cukup tinggi pula, dari mahasiswa yang mempunyai tingkat shalat berjamaah
tinggi, yaitu 55% mempunyai tingkat etos kerja yang tinggi pula, dan 30%
mahasiswa yang tingkat shalat berjamaah sangat tinggi maka tingkat etos kerjanya
sangat tinggi pula.
Etos
Kerja
Shalat Berjamaah
Total Renda
h
Sekali
Rendah Cukup
Tinggi Tinggi
Sangat
Tinggi
f % f % f % f % f % f %
Rendah
Sekali 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Rendah 0
Cukup
Tinggi 0 7 11,7 10 16,7
Tinggi 0 2 3,3 2 3,3 15 25 14 23,3
Sangat
Tinggi 0 6 10 4 6,7
Total 0 2 3.3 9 15 31 51,7 18 30 60 10
0
67
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat shalat berjamaah
mahasiswa S1 PGSD Berasrama Banjarbaru adalah tinggi. Dari hasil penelitian
terdapat 55% mahasiswa mempunyai tingkat shalat berjamaah tinggi dan 30%
dalam kategori sangat tinggi dan hanya 15% saja yang dikategorikan cukup
tinggi. Dilihat dari tingkat etos kerja mahasiswa S1 PGSD Berasrama
Banjarbaru juga bisa dikatakan dalam kriteria tinggi yaitu sekitar 51,66%,
16,66% dalam kategori sangat tinggi, 28,33% dalam kategori cukup tinggi dan
hanya 3,33% dalam kategori rendah.
Tingginya tingkat etos kerja mahasiswa ini tidak terlepas dari aturan
yang ketat yang diberlakukan oleh pembina melalui aturan tata tertib asrama
baik dalam bentuk tata tertib maupun dalam bentuk kegiatan serta pembiasaan
yang wajib dijalankan oleh mahasiswa. Mahasiswa selama berada di asrama
diwajibkan untuk mematuhi tata tertib asrama yang apabila ada mahasiswa
yang melanggar akan diberikan peringatan atau hukuman yang mendidik
kearah kesadaran. Selama 24 jam penuh segala aktivitas mahasiswa akan selalu
dikontrol baik oleh pembina asrama, kepala asrama, maupun petugas satpam.
Kebiasaan-kebiasaan atau budaya asrama yang ditanamkan kepada
mahasiswa untuk menuju kearah pembentukan seorang calon guru yang
profesional tanpa disadari akan membentuk watak atau karakter mahasiswa
sebagai seorang guru yang tidak hanya cerdas intelektualnya saja melainkan
juga aspek emosional dan spiritualnya sebagai seorang manusia yang utuh.
Perubahan etos kerja mahasiswa dari yang biasa kearah yang lebih
tinggi merupakan hasil sebuah proses dari bermacam ragam kekuatan yang
mempengaruhinya. Selain karena mengikuti dan mentaati kegiatan serta tata
tertib asrama.
Adapun proses terbentuknya etos kerja dalam diri seseorang tidak
terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses tertentu. Menurut Sinamo
(2002:68), etos kerja dibentuk melalui sebuah proses yang bertahap yaitu
melalui interaksi sekelompok orang, atau dalam organisasi dapat dijelaskan
sebagai berikut: pertama, di tingkat paradigma, doktrin kerja dipahami sebagai
baik dan benar. Di dunia pendidikan, nilai-nilai kerja seperti itu antara lain
68
kualitas, profesionalisme, pelayanan, kepuasan murid, efisiensi, inovasi dan
tanggung jawab sosial.
Selanjutnya ditingkat keyakinan, doktrin dan nilai-nilai kerja dalam
paradigma ini kemudian dipercaya sebagai suatu keharusan normatif karena
sudah diterima sebagai baik dan benar. Norma baik dan benar ini seterusnya
menjadi acuan etis bagi seluruh perilaku kerja dalam kelompok tersebut.
Akibatnya, hanya dengan menampilkan perilaku kerja sesuai dengan norma
inilah seseorang dapat diterima dan dihargai oleh kelompoknya.
Dengan demikian, seluruh anggota secara moral terkondisikan untuk
commited dan bertindak sesuai dengan norma tersebut. Artinya, keyakinan
bahwa kerja itu baik dan benar akan membangun menjadi semangat dan energi
psikospiritual yang kemudian mewujudkan perilaku kerja yang sepadan.
Dengan syarat adanya dukungan dari elit organisasi atau masyarakat, dan
khususnya keteladanan kepemimpinan yang kuat, maka secara perlahan-lahan
perilaku kerja yang etis dan normatif tersebut akan menjadi perilaku umum
yang dominan.
Jika etos kerja ini dapat tampil secara kontinyu dalam rentang waktu yang
cukup panjang, maka secara psikis terbentuklah kebiasaan kerja yang mapan,
yang pada gilirannya menjadi ciri khas individu tersebut. Proses terakhir inilah
yang kemudian membentuk karakter warga organisasi atau masyarakat
tersebut.
Sejajar dengan berkembangnya karakter yang baik ini, akan berkembang
pula kompetensi-kompetensi teknis disatu sisi, dan membaiknya kinerja disisi
lain. Dengan kata lain, karakter, kompetensi dan kinerja adalah tiga buah ruh
keberhasilan yang sama, yang mewujud melalui pembatinan doktrin kerja yang
mampu mengundang komitmen dalam melaksanakannya.
Manusia memang makhluk yang sangat kompleks. Ia memiliki rasa suka,
benci, marah, gembira, sedih, berani, takut, dan lain-lain. Ia juga mempunyai
kebutuhan, kemauan, cita-cita dan angan-angan. Manusia juga mempunyai
dorongan hidup tertentu, pikiran dan pertimbangan-pertimbangan dalam
69
menentukan sikap dan pendirian. Selain itu, ia mempunyai lingkungan
pergaulan di rumah atau tempat kerjanya. Realitas sebagaiman tersebut di atas
tentunya mempengaruhi dinamaika kerjanya secara langsung atau tidak
langsung. Contohnya rasa benci yang terdapat pada seorang pekerja,
ketidakcocokan terhadap atasan atau teman satu tim, keadaan seperti itu sangat
potensial untuk menimbulkan dampak negatif pada semangat, konsentrasi dan
stabilitas kerja orang bersangkutan. Sebaliknya rasa suka pada pekerjaan,
kehidupan keluarga yang harmonis, keadaan sosio kultural, sosio ekonomi dan
kesehatan yang baik, akan sangat mendukung kegairahan dan aktivitas kerja.
Begitulah etos kerja manusia dapat dipengaruhi oleh dimensi individual,
sosial dan lingkungan alam. Bagi orang yang beragama bahkan sangat
mungkin etos kerjanya memperoleh dukungan kuat dari dimensi transendental.
Dimensi transendental adalah dimensi yang melampaui batas-batas nilai materi
yang mendasari etos kerja manusia hingga pada dimensi ini kerja dipandang
sebagai ibadah. Rakhmat (2007:77) secara lebih tegas mengemukakan agama
dapat menjadi sumbermotivasi kerja, karena di dorong oleh rasa ketaatan dan
kesadaran ibadah.
Etos kerja terpancar dari sikap hidup mendasar manusia terhadap kerja.
Konsekuensinya pandangan hidup yang bernilai transenden juga dapat menjadi
sumber motivasi yang berpengaruh serta ikut berperan dalam proses
terbentuknya sikap itu. Nilai-nilai transenden akan menjadi landasan bagi
berkembangnya spiritualitas sebagai salah satu faktor yang efektif membentuk
kepribadian. Etos kerja tidak terbentuk oleh kualitas pendidikan dan
kemampuan semata. Faktor-faktor yang berhubungan dengan inner life,
suasana batin dan semangat hidup yang terpancar dari keyakinan dan keimanan
ikut menentukan pula. Oleh karena itu, agama (Islam) jelas dapat menjadi
sumber nilai dan sumber motivasi yang mendasari aktivitas hidup, termasuk
etos kerja pemeluknya
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
1. Tingkat shalat berjamaah mahasiswa S1 PGSD Berasrama Banjabaru
dalam kategori tinggi. Tingginya tingkat shalat berjamah mahasiswa di
asrama ini terkait dengan adanya pengawasan yang ketat dari pembina
asrama, ketua asrama, dan pengurus asrama terutama seksi keagamaan.
2. Tingkat etos kerja mahasiswa S1 PGSD Berasrama Banjabaru dalam
kategori tinggi. Tingginya tingkat etos kerja ini terkait dengan adanya
tata tertib asrama yang harus ditaati oleh seluruh mahasiswa serta
penanaman kebiasaan melalui kegiatan dan budaya asrama melalui
pembiasaan kehidupan sehari-haridan di asrama yang tanpa disadari
menjadi pembentuk watak atau karakter yang gigih, tangguh, pekerja
keras dan unggul.
3. Ada hubungan yang signifikan antara shalat berjamaah terhadap etos
kerja yang dicapai mahasiswa S1 PGSD Berasrama Banjabaru.
B. Saran
Meskipun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa shalat berjamaah di
asrama sudah bisa dikatakan tinggi dan hubungannya terhadap etos kerja
mahasiswa di asrama juga bisa dikategorikan tinggi. Penulis memberikan
saran kepada semua pihak yang terlibat untuk bisa mempertahankan prestasi
yang sudah baik serta berupaya untuk meningkatkannya ke depan. Penulis
optimis bahwa kedepan mahasiswa berasrama akan lebih meningkat kualitas
dan kuantitas shalat berjamaahnya dengan pengawasan dan pembiasaan
yang ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari dan akhirnya menjadi
karakter mahasiswa berasrama. Begitu juga hubungannya dengan etos kerja
yang sudah tinggi bisa dibina untuk berprestasi kedepan sebagai seorang
calon guru yang profesional dengan menjalin hubungan yang harmonis dan
kondusif di asrama ini.
71
DAFTAR PUSTAKA
Masri dan Effendi.1987. Metode Penelitian Survai. Yogyakarta : PT Pustaka
LP3SE Indonesia.
Idris, dkk . 2004. Fikih Islam. Jakarta : Rineka Cipta.
Tajuddin, Muhammad. 2005. 254 Hadits Qudsi. Jakarta : Rineka Cipta.
HD, Kaelany. 2000. Islam Iman dan amal Saleh. Jakarta : Rineka Cipta.
Tim penyusun. 1983. Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Direktorat Jenderal
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Tim Penyusun. 1979. Pendidikan Agama Islam 3. Jakarta : New Aqua Press.
Yim Penyusun. 1990. Pendidikan Agama Islam .Jakarta : Departemen Agama.
(http://bab-xiii-pendidikan-dan-kebudayaan.html )
(http://tugas-dey.blogspot.com/2010/02/bab-xiii-pendidikan-dankebudayaan.html)
(http://meditekom.wordpress.com/category/etika-moral/ )
(http://pokokekitabanget.blogspot.com/2010/01/tentang-shalat.html )
(http://storage.jak-stik.ac.id/students/paper/penulisan ilmiah/10499292/BAB
II.pdf )
(http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/126032T%20297.7%20%202009%20
(3)-Hubungan%20Antara-Literatur.pdf )
(http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=digital/126032T%20297.7%20%202009%20
(3)-Hubungan%20Antara-Kesimpulan.pdf)
(http://rohis242.wordpress.com/2010/03/08/shalat-berjamaah-bab-11/)
(http://saga-islamicnet.blogspot.com/2009/09/bab-shalat-berjamaah-dan
imam.html)
(http://organisasi.org/pengertian-shalat-wajib-fardhu-hukum-rukun-syarat-sah-
tujuan-dan-kondisi-batal-sholat )
(http://ridwan202.wordpress.com, 12 05 2008.)
(http://www.wahdah.or.id, 27 Agustus 2008 )
(http://meditekom.wordpress.com/category/etika-moral/ )
(http://ajenkkartika.blogspot.com/2010_03_01_archive.html )
(http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/ikom/2009/jiunkpe-ns-s1-2009-51405009-
11692-investigasi-chapter3.pdf )
72
(http://dspace.widyatama.ac.id/bitstream/handle/10364/968/bab34.pdf?sequence2)
(http://suhartoumm.blogspot.com/2009/10/uji-validitas-dalam-beberapa
pengertian.htmlhttp://www.yaminsetiawan.com/cgibin/click.pl?id=tulisa
n17&url=/tulisan/tulisan17.)
(http://www.damandiri.or.idfileahmadsuyutiunairbab4.pdf )
(http://www.damandiri.or.idfiledasminsiduipbbab4.pdf )
73