37
HUBUNGAN ANTARA TRAIT BIG FIVE PERSONALITY DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA SISWA SEMINARI MENENGAH ST PETRUS CANISIUS MERTOYUDAN MAGELANG OLEH LARISSA PRICILLIA ELIZABETH DACOSTA 80 2011 001 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

HUBUNGAN ANTARA TRAIT BIG FIVE PERSONALITY

DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA SISWA

SEMINARI MENENGAH ST PETRUS CANISIUS

MERTOYUDAN MAGELANG

OLEH

LARISSA PRICILLIA ELIZABETH DACOSTA

80 2011 001

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya
Page 3: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya
Page 4: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya
Page 5: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

i

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara trait big five

personality dengan psychological well-being pada siswa Seminari Menengah Mertoyudan

Magelang. Sebanyak 215 orang diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan

menggunakan teknik sampel purposive sampling. Metode penelitian yang dipakai dalam

pengumpulan data yakni dengan metode skala, yaitu skala big five personality inventory dan

skala Psychological well-being. Teknik analisa data yang dipakai adalah dengan korelasi

Pearson Product Moment. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa terdapat hubungan

positif yang signifikan antara dimensi ekstraversion (r = 0,464, p < 0,05), openness to

experiences (r = 0,404, p < 0,05), agreeableness (r = 0,378, p < 0,05), dan conscientiousness

(r = 0,513, p < 0,05) dengan psychological well-being pada siswa Seminari Menengah St.

Petrus Canisius Mertoyudan Magelang, sedangkan untuk dimensi neuroticism (r = 0-0,477, p

< 0,05) menunjukkan hubungan negatif yang signifikan dengan psychological well-being

pada siswa Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan Magelang.

Kata Kunci : big five personality, psychologicall well-being.

Page 6: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

ii

Abstract

This study aims to find a significant relationship between the big five personality traits with

psychological well-being in students of Seminary Mertoyudan Magelang. A total of 215

people were took as samples and done by using purposive sampling technique. The research

method that used to collect the data is method scale that is, the scale of big five personality

inventory and Psychological well-being scale. Data analysis technique that used is the

Pearson Product Moment Correlation. The result of data shows that there is a positive

significant relationship between the dimensions of ekstraversion (r = 0.464, p <0.05),

openness to experiences (r = 0.404, p <0.05), agreeableness (r = 0.378, p < 0.05), and

conscientiousness (r = 0.513, p <0.05) with psychological well-being in students of Seminary

St. Peter Canisius Mertoyudan Magelang, then for the dimensions of neuroticism (r = 0 to

0.477, p <0.05) shows a negative significant correlation with psychological well-being in

students of Seminary St. Peter Canisius Mertoyudan Magelang.

Keywords: big five personality, psychologicall well-being.

Page 7: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

1

PENDAHULUAN

Penelitian tentang kesejahteraan psikologis remaja yang merupakan komponen

dari kualitas hidup, telah menjadi perhatian selama beberapa tahun terakhir (Mavroveli,

et al 2007; McLeod & Owens, 2004; Rueger, et al , 2010). Kesejahteraan psikologis

dibutuhkan agar individu dapat meningkatkan efektivitas dalam berbagai bidang

kehidupan salah satunya adalah bidang akademik. Dalam menempuh pendidikan

individu diharapkan mempunyai kesejahteraan psikologis yang baik, hal tersebut

dikarenakan agar individu dapat mencapai titik aktualisasi diri sehingga dapat mencapai

kesuksesan di bidang akademik (Indrawati, 2013).

Dalam penelitian Pollard & Lee (2003), khususnya di kalangan remaja,

kesejahteraan psikologis yang positif maupun negatif dibentuk oleh tindakan harga diri,

gejala depresi dan kelelahan yang terjadi di sekolah. Sekolah menengah menandai masa

transisi dalam kehidupan remaja. Selama masa transisi ini, siswa tidak hanya berjuang

dengan perubahan lingkungan akademis mereka, tetapi juga dengan transformasi di

tubuh mereka, pikiran, emosi, dan hubungan dengan orang lain (Buchanan & Bowen,

2008). Bila siswa mampu menyesuaikan diri atau mengatasi keadaan tersebut, siswa

dapat menjalani pendidikannya dengan baik (Cehyan & Cehyan, dalam Sukmaputri,

2014). Akan tetapi, bila tidak dapat mengatasi keadaan tersebut, kondisi psikologis

siswa akan memburuk (Michael et al, 2006). Kondisi psikologis yang buruk dapat

mengganggu bahkan menghambat siswa dalam menjalani pendidikan tersebut (Michael

et al, 2006). Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi psikologis siswa

turut berperan penting dalam proses pendidikan.

Sama halnya pada sekolah-sekolah khusus seperti seminari, dimana tempat

untuk mempersiapkan seminaris menjadi seorang imam yang pada umumnya juga

Page 8: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

2

berada dalam tahap perkembangan remaja. Yang menjadi ciri khas sekolah seminari

adalah bahwa sekolah tersebut hanya menerima siswa laki-laki dan mereka yang

menjadi siswa seminari diharuskan untuk tinggal di asrama. Salah satu sekolah

seminaris di Indonesia adalah Sekolah Seminari Menengah St Petrus Canisius

Magelang. Sekolah tersebut dalam hal pola pendidikan dan tujuan yang akan dicapai

juga akan berbeda dengan sekolah-sekolah regular lainnya. Seperti yang ditulis dalam

Pedoman Calon Imam di Indonesia (2001), siswa yang sekolah di Seminari Menengah

harus menempuh pendidikan selama 4 tahun dengan tahapan sebagai berikut: Kelas

KPP (Kelas Persiapan Pratama) disebut dengan kelas 0, kelas MP (Medan Pratama)

setara dengan kelas 1 SMA, kelas MM (Medan Madya) setara dengan kelas 2 SMA, dan

terakhir kelas MU (Medan Utama) setara dengan kelas 3 SMA yang disebut dengan

kelas persiapan akhir.

Oleh karena tujuan seminari adalah mengajarkan para seminaris untuk hidup

sebagai pelayan sesama umat manusia dan memiliki perilaku moral yang lebih tinggi

dibandingkan jemaat biasa sehingga para seminaris tidak diperbolehkan untuk menikah.

(Pedoman Pembinaan Calon Imam, 2001). Selain itu, dalam hal pendidikan di seminari

tuntutan yang diberikan kepada siswa seminari juga lebih tinggi dibandingkan tuntutan

yang diterima oleh siswa-siswa di sekolah umum lainnya (Liestyani, 2007). Tuntutan

tersebut salah satunya yaitu siswa tidak hanya dapat menguasai pengetahuan namun

juga dituntut untuk menjalankan tiga bidang hidup pokok yang harus ditaati yaitu hidup

rohani, hidup studi, dan hidup komunitas (Pedoman Pembinaan Calon Imam, 2001).

Oleh karena itu dengan adanya banyak tuntutan yang harus dilakukan pada siswa

seminari dan harus memenuhi semua tuntutan itu, maka para siswa seminari diharapkan

Page 9: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

3

memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya dan

memiliki kepuasan hidup di masa depan.

Konseptualisasi psychological well-being secara teoritis didasarkan dan berasal

dari teori-teori sebelumnya dalam psikologi perkembangan klinis dan dewasa. Teori ini

menekankan potensi individu untuk kehidupan yang bermakna dan realisasi diri dalam

menghadapi tantangan (Keyes, Shmotkin, & Ryff, 2002). Ryff, Keyes, dan Shmotkin

(2002) lebih lanjut diungkapkan bahwa psychological well-being menunjukkan arti

pemenuhan diri dari potensi manusia. Dalam hal ini individu yang memiliki

psychological well-being yang tinggi memiliki perasaan senang, memiliki hubungan

yang baik dengan orang lain, merasa puas dengan kehidupan dan sebagainya.

Ryff (1989) menambahkan bahwa psychological well-being adalah suatu kondisi

seseorang yang bukan hanya bebas dari tekanan atau masalah-masalah mental saja,

tetapi lebih dari itu yaitu kondisi seseorang yang mempunyai kemampuan menerima diri

sendiri maupun kehidupannya di masa lalu (self-acceptance), pengembangan atau

pertumbuhan diri (personal growth), keyakinan bahwa hidupnya bermakna dan

memiliki tujuan (purpose in life), memiliki kualitas hubungan positif dengan orang lain

(positive relationship with others), kapasitas untuk mengatur kehidupannya dan

lingkungannya secara efektif (environmental mastery), dan kemampuan untuk

menentukan tidakan sendiri (autonomy).

Berdasarkan konsep psychological well-being dari Ryff (1989) yang

memaparkan berbagai dimensi dan indikatornya, penulis mencoba menanyakan tentang

psychological well-being pada beberapa siswa Seminari Menengah Mertoyudan.

Beberapa hal yang ditanyakan terkait dengan proses perkembangan kehidupannya di

masa sekarang yang berhubungan tentang penerimaan dirinya, pertumbuhan diri, tujuan

Page 10: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

4

hidup, dan hubungan dengan orang lain, penguasaan lingkungan, dan kemandiriannya.

Berdasarkan hasil wawancara salah satu seorang siswa mengatakan bahwa beberapa

siswa merasa senang, puas akan panggilannya meskipun harus menjalankan tuntutan

yang ada dengan penuh tantangan namun beberapa pengalaman siswa yang telah

mengundurkan diri atau dikeluarkan beberapa dari mereka karena alasan dipaksa orang

tua untuk menjadi romo, ataupun ada juga yang saat pertama kali masuk seminari hanya

ingin membentuk karakter yang baik namun ia merasa belum tahu arah tujuan hidup

kedepannya. Kemudian ada yang berubah pikiran karena ingin bekerja untuk keluarga,

tidak mampu beradaptasi dengan ciri khas kehidupan di lingkungan seminari, ataupun

ingin menikah. Penulis menyimpulkan mereka menunjukkan pencapaian yang beragam

pada beberapa aspek tersebut. Beberapa sudah menunjukkan pencapaian yang positif,

namun beberapa yang lain belum.

Melalui hasil wawancara kepada salah seorang romo Pembina, ia juga

mengatakan semakin tinggi tingkatan juga semakin berat tantangan yang harus

dijalankan siswa dan siswa juga semakin terlihat apakah siswa benar-benar telah

menemukan tujuan hidup dan terpanggil untuk menjadi seorang romo ataupun harus

drop out dari kehidupan Seminari, sehingga banyak dari mereka yang harus dikeluarkan

dari seminari karena tidak lolos dalam seleksi lanjutan (yang dilakukan ketika siswa

duduk di tingkat 3 sebelum masuk ke tingkat KPP) ataupun mereka dengan sendirinya

mengundurkan diri karena sebagian besar dari mereka merasa tidak mampu untuk

beradaptasi dengan lingkungan Seminari. Hal itu terbukti dengan jumlah siswa yang

dikeluarkan atau mengundurkan diri tahun ini mencapai 30 siswa. Fenomena-fenomena

yang terjadi pada siswa seminari Menengah Mertoyudan Magelang tersebut merujuk

pada kondisi belum tercapainya psychological well-being.

Page 11: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

5

Individu yang memiliki psychological well-being akan memiliki kondisi

psikologis yang sehat. Berdasarkan hal ini, dapat dilihat bahwa psychological well-

being membawa individu salah satunya siswa seminari ke dalam kondisi psikologis

yang positif dan sehat. Sebaliknya, bila siswa seminari tidak memiliki psychological

well-being sulit untuk menciptakan kondisi psikologis yang positif dan sehat.

Psychological well-being dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Salah

satunya adalah faktor kepribadian. Ziskis (2010) menyatakan bahwa kehidupan sehari-

hari terdiri dari berbagai tekanan yang berpotensi pada kesejahteraan yang rendah.

Kehidupan sehari-hari yang membawa tekanan juga bergantung pada karakteristik/

kepribadian individu dimana kepribadian itu juga yang dapat melindungi kesejahteraan

dari dampak negatif dari tekanan sehari-hari. Hubungan antara kepribadian dan

kesejahteraan psikologis ini juga didukung oleh Ruini et al, (dalam Ziskis, 2010), yang

menggunakan faktor analisis menunjukkan bahwa psychological well being, distress,

dan kepribadian merupakan penelitian yang terpisah namun hasilnya menunjukkan ketig

hal tersebut saling berkaitan. Peran dari ciri-ciri kepribadian didefinisikan sesuai dengan

konseptualisasi dari lima faktor Model (FFM) pada PWB tidak dipahami dengan baik

(Code & Langan-Fox, 2001). Oleh karena itu, perlu untuk menyelidiki hubungan antara

kepribadian dan PWB remaja.

Seperti yang telah diungkapkan diatas bahwa karakteristik kepribadian

berpengaruh pada psychological well-being seorang individu. Menurut penelitian

Schmute dan Ryff (dalam Keyes, Shmotkin, & Ryff, 2002) bahwa trait kepribadian

neurotism, extraversion, dan conscientiousness merupakan predictor yang kuat dan

konsisten untuk dimensi self-acceptance, environmental mastery, dan purpose in life.

Kemudian untuk dua trait kepribadian lainnya, yaitu opponness to experience

Page 12: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

6

merupakan predictor untuk dimensi personal growth, dan agreeableness predictor

untuk dimensi positive relations with others. Dan dimensi terakhir, yaitu autonomy

dipengaruhi oleh beberapa trait, tetapi kebanyakan oleh trait neuroticism.

Penulis berpendapat bahwa trait kepribadian menjadi salah satu faktor yang

penting yang mempengaruhi psychological well-being, karena segala tingkah laku yang

dilakukan remaja terutama dalam menjalankan tugas perkembangannya digerakkan oleh

trait kepribadian dari dalam individu tersebut.

Beberapa penelitian tentang psychological well-being yang ditinjau dari

kepribadian yang pernah dilakukan menunjukkan hasil-hasil yang belum konklusif.

Selain itu dari beberapa penelitian juga belum ada yang meneliti mengenai hubungan

big five personality dengan psychological well-being pada siswa-siswa sekolah seminari

menengah.

Penelitian Wardani (2014) menunjukkan bahwa trait kepribadian yang memiliki

pengaruh signifikan dan moderat terhadap kesejahteraan psikologis ibu empty-nester

adalah ekstraversion dan openness to experience. Ponterotto et al. (2007) melalui

penelitiannya menunjukkan korelasi antara skor kepribadian multikultural dan skor

kesejahteraan psikologis umumnya positif. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sumer,

Bilgic, dkk (2005) menunjukkan semua variabel kepribadian memberikan kontribusi

signifikan terhadap varians dijelaskan dalam faktor kesehatan mental. Korelasi antara

variabel penelitian menunjukkan semua signifikan. Sebaliknya Landa, Martos, dan

Zafra (2010) menemukan bahwa skor rendah pada neurotisme dan skor tinggi dalam

ekstraversion dalam dimensi kepribadian. Sejumlah peneliti sebelumnya juga telah

meneliti hubungan antara pengaruh kesejahteraan psikologis dan kepribadian (Costa &

McCrae, 1984; Emmons & Diener, 1985; Izard, Libero, Putnam, & Haynes, 1993;

Page 13: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

7

Larsen & Ketelaar, 1991). Namun dalam penelitian tersebut terdapat kesulitan dalam

membangun perbedaan yang jelas, secara teoritis dan empiris antara pengaruh

kesejahteraan psikologis dan kepribadian (Schmutte & Ryff, 1997).

Berdasarkan beberapa hasil temuan tersebut, maka peneliti ingin menguji

kembali hubungan antara trait Big Five Personality dengan psychological Well-Being

dan penelitian ini dilakukan pada Siswa Seminari Menengah St Petrus Canisius

Mertoyudan Magelang. Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

“Apakah terdapat hubungan antara big five personality dengan psychological well-being

pada siswa Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan Magelang?”

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara big

five personality dan psychological well-being Secara teoritis penelitian ini diharapkan

dapat memberikan kontribusi dalam bidang ilmu psikologi perkembangan yang terkait

dengan kesejahteraan psikologis pada Siswa Seminari Menengah St Petrus Canisius

Mertoyudan yang Magelang yang dihubungkan dengan Big five Personality sehingga

dapat ditemukan kekhasan dalam dimensi-dimensinya secara komprehensif. Selain itu,

manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi lembaga

pendidikan, orang tua, seminari, komunitas-komunitas, yang didominasi oleh remaja

mengenai kesejahteraan psikologis pada remaja, supaya pada perkembangan para

remaja dapat mengerjakan tugas perkembangannya dengan baik.

Psychological Well-Being

Istilah well-being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang

optimal (Ryan & Deci, 2001). Hingga saat ini terdapat dua paradigma dan perspektif

besar mengenai well-being yang diturunkan dari pandangan filsafat yang berbeda.

Padangan yang pertama yang disebut hedonic, memandang bahwa tujuan hidup utama

Page 14: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

8

adalah mendapatkan kenikmatan secara optimal atau dengan kata lain mencapai

kebahagiaan. Diener dan Lucas (dalam Ryan & Deci, 2001) mengembangkan model

pengukuran ini disebut subjective well-being yang terdiri dari tiga komponen yaitu

kepuasan hidup, adanya afek positif, dan tidak adanya afek negative dan ketiganya ini

sering dirangkum dalam konsep “kebahagiaan”. Pandangan kedua yang disebut

eudaimonic, menekankan pada bagaimana cara manusia untuk hidup dalam daimon-

nya, atau dirinya sejati (true self). Diri yang sejati ini terjadi ketika manusia melakukan

akivitas yang paling kongruen atau sesuai dengan nilai-nilai yang dianut dan dilakukan

secara menyeluruh serta benar-benar terlibat di dalamnya (fully engaged) (Ryan & Deci,

2011). Oleh karena itu menurut pendapat Waterman (dalam Ryan & Deci, 2001)

pendangan eudaimonic berfokus pada realisasi diri, ekspresi pribadi, dan sejauh mana

seorang individu mampu untuk mengaktualisasikan potensi dirinya. Pandangan

eudaimonic ini yang berhubungan dengan kesejahteraan psikologis (psychological well-

being).

Menurut Hurlock (1994) menyebutkan kebahagiaan adalah keadaan sejahtera

(Well-being) dan kepuasan hati, yaitu kepuasan yang menyenangkan yang timbul bila

kebutuhan dan harapan individu terpenuhi. Alston dan Dudley (dalam Hurlock, 1994)

menambahkan bahwa, kepuasan hidup merupakan kemampuan seseorang untuk

menikmati pengalaman-pengalamannya yang disertai tingkat kegembiraan.

Selanjutnya ada pernyataan yang menyebutkan bahwa tingkat kesejahteraan

psikologis yang tinggi menunjukkan bahwa individu memiliki hubungan yang baik

dengan lingkungan sekitarnya, memiliki kepercayaan diri yang baik, dapat membangun

hubungan personal yang baik dengan orang lain dan menunjukkan bahwa individu

memiliki tujuan pribadi dan tujuan dalam pekerjaannya (Ryff dan Singer, 1996).

Page 15: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

9

Berkaitan dengan konsep psychological well-being, Ryff (1989) mengajukan

model multidimensional yang tersusun atas enam dimensi. Dimensi-dimensi tersebut

didefinisikan sebagai berikut: (1) Penerimaan diri (Self acceptance) ditandai dengan

kemampuan menerima dan mengakui diri apa adanya baik positif dan negative sehingga

kemampuan tersebut memungkinkan seseorang untuk bersikap positif terhadap diri

sendiri dan kehidupan yang dijalaninya, (2) Hubungan positif dengan orang lain

(Positive relations with others), ditandai dengan memiliki perasaan empati dan kasih

sayang pada orang lain, saling percaya dengan orang lain, serta memiliki hubungan

persahabatan yang lebih dalam. Pentingnya hubungan positif dengan orang lain ini

menekankan pada konsep kesejahteraan psikologis. (3) Kemandirian (Autonomy),

ditandai dengan kemandirian, kemampuan untuk menentukan diri sendiri dan

kemampuan untuk mengatur tingkah lakunya. Orang yang berfungsi sepenuhnya

digambarkan memiliki evaluasi pribadi, dimana seseorang mampu menolak tekanan

sosial untuk berpikir dan bertingkah laku dengan cara tertentu, tidak mudah setuju pada

orang lain serta dapat mengevaluasi diri sendiri dengan standar pribadi. (4) Penguasaan

lingkungan (Environmental mastery), ditandai dengan kemampuan individu untuk

memilih atau menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi psikisnya. Individu

tinggi pada dimensi ini mampu dan berkompetensi dalam mengatur lingkungan,

menggunakan secara efektif kesempatan dalam lingkungan, mampu memilih dan

menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai individu itu sendiri. (5)

Tujuan dalam hidup (Purposive of life), dimensi ini mengacu pada kemampuan individu

untuk mencapai tujuan dalam hidup. Seseorang yang memiliki target yang ingin dicapai

dalam kehidupannya dengan memiliki perubahan tujuan untuk menjadi lebih produktif

dan kreatif di kemudian hari. Orang yang berfungsi positif memiliki tujuan, niat, dan

Page 16: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

10

arah dalam hidup, yang semuanya berkontribusi terhadap perasaan bahwa hidup itu

bermakna. (6) Pertumbuhan pribadi (Personal growth), orang yang memiliki

pertumbuhan pribadi yang tinggi ditandai dengan perasaan mampu dalam melewati

tahap-tahap perkembangan, terbuka pada pengalaman baru, menyadari potensi yang ada

dalam dirinya, dan melakukan perbaikan dalam hidupnya setiap waktu.

The Big-Five Personality

Menurut Allport dalam Budiraharjo (1997) kepribadian didefinisikan sebagai

suatu organisasi dinamis dari sistem-sistem psikofisik dalam diri individu yang

menentukan penyesuaian yang unik terhadap karakteristik perilaku dan pemikirannya.

Allport menggunakan istilah sistem psikofisik dengan maksud menunjukkan bahwa

jiwa dan raga manusia adalah suatu sistem yang terpadu dan tidak dapat dipisahkan satu

sama lain, serta diantara keduanya selalu terjadi interaksi dalam mengarahkan tingkah

laku.

Salah satu teori kepribadian yang sering digunakan untuk menjelaskan

kepribadian seseorang adalah The Big Five Personality. The Big-Five atau The Five-

factor Model (dalam Widyorini, dkk., 2003, h. 6), merupakan suatu pendekatan

disposisional, yang memandang kepribadian sebagai suatu kombinasi karakteristik

internal yang stabil, yang memberi arti pada seseorang dan memotivasinya untuk

bertingkah laku dengan cara tertentu. The Big Five ini merupakan pendekatan

disposisional yang berfokuskan pada trait bukan merupakan tipe kepribadian. Trait

adalah sistem neuropsikis yang digeneralisasikan dan diarahkan, dengan kemampuan

untuk menghadapi bermacam-macam perangsang secara sama, memulai serta

membimbing tingkah laku adaptif dan ekspresif secara sama (Allport, dalam

Budiraharjo, 1997).

Page 17: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

11

Teori Big five personality merupakan salah satu adaptasi dari trait theory yang

dikemukakan oleh Eysenck, Cattel dan tokoh-tokoh lainnya (Pervin, 2005). Tidak

semua teori kepribadian sedetil big five. Teori mengenai trait banyak digunakan dalam

penyusunan alat tes kepribadian karena penjelasannya cukup mudah dipahami. John dan

Srivastava (1999) mengemukakan bahwa The Big Five Personality merupakan

pendekatan yang digunakan untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang

tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian, yaitu neuroticism, didefinisikan sebagai

dimensi kepribadian dengan emosi negatif sehingga rentan mengalami kecemasan,

depresi, sedih, agresif, dan lain-lain. Extraversion, didefinisikan sebagai kepribadian

yang enerjik terhadap dunia sosial serta memiliki watak mudah bergaul, aktif, asertif,

dan memiliki emosi yang positif. Openness to experiences, yang didefinisikan sebagai

dimensi kepribadian dengan daya imajinasi yang tinggi, orisinil, memiliki mental dan

pengalaman hidup yang kompleks, serta berani mencoba hal-hal baru diluar

kebiasaannya. Agreeableness, didefinisikan sebagai dimensi kepribadian yang

berorientasi prososial pada orang lain serta memiliki watak altruisme, lemah lembut dan

mudah percaya. Conscientiousness, didefinisikan sebagai dimensi kepribadian individu

yang masuk akal dan rasional dalam membuat keputusan, memiliki perilaku goal-

oriented seperti berpikir sebelum bertindak, mengikuti norma dan aturan, terorganisasi,

serta memprioritaskan tugas (Costa & McCrae, 1992; John, 1990).

Hubungan Big Five Personality dengan Psychological Well-Being

Siswa seminari Menengah Mertoyudan Magelang pada umumnya berada pada tahap

perkembangan remaja. Dilihat dari perkembangan kognitifnya, pada tahap ini cara

berpikir mereka termasuk dalam tahap operasional formal yang lebih abstrak, logis, dan

idealistis. Mereka lebih mampu menguji pemikirannya sendiri, pemikiran orang lain,

Page 18: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

12

dan apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka. Karena itu mereka diharapkan

sudah dapat mengambil keputusan tentang masa depan, teman-teman mana yang dipilih,

memiliki keinginan serta dapat mencapai tingkah laku sosial yang bertanggung jawab

(Santrock, 1995). Agar dirinya dapat diterima didalam lingkungan, seorang siswa

seminari harus dapat memenuhi tuntutan atau harapan yang diberikan pihak seminari

kepada dirinya sebagai seorang siswa seminari.

Sebagai individu, siswa seminari memiliki beberapa peran yaitu sebagai anak,

teman, siswa, dan juga sebagai anggota masyarakat. Dalam peran mereka sebagai siswa

seminari, mereka memiliki tuntutan yang sama seperti seorang imam. Mereka dituntut

untuk bisa memiliki perilaku moral yang lebih tinggi dibandingkan siswa biasa yaitu

tidak boleh menikah dan juga perilaku nyata sehari-hari yang harus dilakukan pada

siswa seminari yaitu seperti tidak mencontek saat ujian, tidak berbohong, merokok,

minum-minuman keras, dan menggunakan narkoba (Pedoman Pembinaan Calon Imam,

2001). Jika siswa dapat menerima dan menjalankan tuntutan itu dengan rasa bahagia

bahwa tuntutan tersebut juga yang demi tujuan hidupnya yang akan dicapai di masa

depan maka ia tidak akan merasa terbebani atau ia akan merasa puas dengan apa yang

telah ia lakukan. Hal itu mengacu pada salah satu aspek psychological well being yaitu

purposive in life, dimana keyakinan yang memberikan individu suatu perasaan bahwa

hidup ini memiliki makna dan tujuan sehingga ia akan terbuka terhadap pengalaman

untuk memiliki mencapai tujuan, niat, dan arah dalam hidupnya (Ryff, 1989). Rasa puas

dengan apa yang telah dilakukan tersebut juga bergantung dari kepribadian masing-

masing seseorang.

Dalam penelitian sebelumnya (Diener, Suh, Lucas, & Smith, 1999), secara

khusus dua karakteristik kepribadian yang mendapat perhatian khusus adalah

Page 19: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

13

neurotisisme dan extraversion. Neurotisisme termasuk dalam karakteristik seperti

kecemasan, permusuhan, depresi, dan kerentanan sementara extraversion meliputi

karakteristik seperti suka hidup berkelompok, memiliki ketegasan, emosi positif, dan

keterbukaan. Dengan demikian, tampak bahwa kepribadian extraverted dapat

berinteraksi dengan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis

sedangkan neuroticism telah terbukti berhubungan dengan menurunkan fungsi

psikologis, masalah kesehatan dan menurunkan kesejahteraan psikologis (Emery, et al

dalam Talamati, 2012). Penelitian Ziskis (2010) juga menunjukkan dalam penelitiannya

bahwa orang dengan karakteristik kepribadian tertentu, seperti Extraversion atau

Agreeableness, menunjukkan tingkat kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi. Ke

lima traits kepribadian tersebut merupakan disposisi individual. Psychological well-

being akan dipengaruhi oleh traits kepribadian utama yang dimiliki dan akan

berkembang pada diri seorang seminaris.

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan negatif signifikan antara trait kepribadian Neuroticism

terhadap kesejahteraan psikologis pada Siswa Seminari Menengah St Canisius

Magelang.

2. Terdapat hubungan positif signifikan antara trait kerpibadian extraversion

terhadap kesejahteraan psikologis pada Siswa Seminari Menengah St Canisius

Magelang.

3. Terdapat hubungan positif signifikan antara trait kerpibadian openness to

experience terhadap kesejahteraan psikologis pada Siswa Seminari Menengah St

Canisius Magelang.

4. Terdapat hubungan positif signifikan antara trait kerpibadian agreeableness

Page 20: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

14

terhadap kesejahteraan psikologis pada Siswa Seminari Menengah St Canisius

Magelang.

5. Terdapat hubungan positif signifikan antara trait kerpibadian conscientiousness

terhadap kesejahteraan psikologis pada Siswa Seminari Menengah St Canisius

Magelang.

METODE PENELITIAN

Partisipan

Penentuan partisipan dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan

sampel dengan metode Nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang

tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk

dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2011). Jenis Nonprobability sampling yang

digunakan adalah sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota

populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2011). Adapun populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa Seminari Menengah St Petrus Canisius Mertoyudan

Magelang. Sedangkan sampel yang di ambil dalam penelitian ini juga seluruh siswa

seminari menengah yang terdiri dari kelas Kelas KPP (Kelas Persiapan Pratama), kelas

MP (Medan Pratama), kelas MM (Medan Madya) dan kelas MU (Medan Utama) atau

disebut juga dengan KPP (Kelas Persiapan Akhir).

Alat Ukur Penelitian

Teknik Pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner

yang akan diberikan tersebut berupa skala yaitu inventori big five personality dan skala

psychological well-being. Variabel kepribadian Big Five Personality menggunakan

adaptasi dari The Big Five Inventory versi Oliver P. John (1991) yang terdiri dari 44

Page 21: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

15

item. Adapun item-itemnya dibuat berdasarkan model Lima faktor kepribadian yang

meliputi neurotism, extraversion, openness to experiences, agreeableness,

conscientiousness. Skala trait big Five personality ini dibuat dengan menggunakan

model skala likert 5 poin (sangat tidak setuju hingga sangat setuju). Semakin tinggi skor

yang dimiliki menunjukkan masing-masing tipe kepribadian yang telah dimiliki

partisipan.

Uji validitas dilakukan pada 215 subjek dengan menghitung korelasi antar item

pada setiap trait kepribadian dengan jumlaj total dalam masing-masing trait kepribadian.

Hasil perhitungan menyatakan bahwa validitas kuesioner The Big Five Inventory

bergerak dari 0,320-0,620 dan terdapat 11 item yang tidak memenuhi persyaratan lebih

besar dari 0,30. Item-item tersebut adalah nomor 24 (pada dimensi neuroticism), nomor

1 & 26 (pada dimensi ekstraversion), nomor 12, 22, 27, 37, 42 (pada dimensi

agreeableness), nomor 43 (pada dimensi conscientiousness) dan nomor 30 & 35 (pada

dimensi openness to experience). Adapun reliablitas masing-masing dimensi adalah

neuroticism (0.786), ekstraversion (0.752), agreeableness (0.623), conscientiousness

(0.756), dan openness to experience (0.687). dan kelima dimensi tersebut lebih besar

dari 0,6 sehingga kuesioner dapat dinyatakan reliabel (Azwar, 2003).

Sedangkan untuk variabel Psychological well-being akan diukur dengan

menggunakan Ryff scale of Psychological Well-Being (RPWB) milik Ryff (1989) yang

terdiri dari 59 item yang telah diadaptasi oleh penulis. Adapun item-itemnya dibuat

berdasarkan 6 dimensi yaitu: self acceptance, autonomy, positive relations with others,

environmental mastery, purposive of life, dan personal growth. Skala psychological

well-being ini dibuat dengan menggunakan model skala Likert 4 poin (dari sangat tidak

setuju hingga sangat setuju) yang digunakan untuk mengukur respons partisipan.

Page 22: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

16

Semakin tinggi skor yang didapat menandakan bahwa psychological well-being yang

dimiliki individu semakin tinggi, sebaliknya, semakin rendah skor psychological well-

being mendandakan bahwa psychologicall well-being yang dimiliki individu semakin

rendah pula.

Berdasarkan seleksi item dan uji reliabilitas pada Skala psychological well-

being, didapatkan 34 item yang dianggap valid dan 25 item yang dinyatakan gugur.

Skala ini memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,888 dan skor korelasi item total yang

bergerak dari 0,277-0,548 dengan indeks daya diskriminasi aitem sebesar 0,25.

Metode Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan pada tanggal 25 Maret 2015 - 2 April 2015. Pengumpulan

data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner ke semua siswa seminari menengah

yang terdiri dari 4 kelas yaitu kelas Kelas KPP (Kelas Persiapan Pratama), kelas MP

(Medan Pratama), kelas MM (Medan Madya) dan kelas MU (Medan Utama) atau

disebut juga dengan KPP (Kelas Persiapan Akhir). Sebelum kuesioner disebarkan,

peneliti memberikan surat ijin permohonan izin untuk melakukan penelitian kepada

kepala sekolah Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan Magelang. Setelah

mendapat ijin, peneliti memberikan kuesioner melalui kepala sekolah dan kuesioner

akan diambil kembali dalam jangka waktu satu minggu kemudian. Peneliti tidak

dijinkan untuk masuk ke kelas guna memberikan kuesioner karena pihak seminari sudah

memiliki jadwal teratur dan padat yang tidak bisa sewaktu-waktu diubah. Kuesioner

yang disebar tidak kembali seutuhnya karena saat itu beberapa siswa ada yang

meninggalkan lokasi seminari untuk melamar ke ordo/ tingkat yang lebih tinggi di luar

kota. Jumlah siswa keseluruhan 265 siswa namun ketika pengambilan kuesioner, data

yang terkumpul sejumlah 228. Kemudian dari 228 data juga didapatkan 13 data yang

Page 23: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

17

gugur pada saat tabulasi karena ada jawaban yang dikosongkan atau tidak selesai.

Sehingga total data yang diperoleh dan dapat diolah yaitu sejumlah 215.

HASIL PENELITIAN

Uji Asumsi

Setelah alat ukur diuji reliabilitas serta validitasnya maka penelitian dapat

dilanjutkan ke menguji asumsi. Langkah yang diambil adalah melakukan uji signifikasi

dengan hasil koefisien Kolmogorov-Smirnov mengunakan SPSS versi 21.0 for windows.

Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1

Hasil Uji Normalitas

N E O A C PWB

Kolmogorv – Smirnov Z

Asymp. Sig (2-tailed)

1,154

0,140

1,107

0,172

0,963

0,311

1,438

1,32

1,291

0,71

0,930

0,352

a. Test distribution is Normal.

Sebaran data pada variabel dimensi kepribadian memiliki nilai signifikansi

dengan probabilitas (p) sebesar 0,140 – 1,32 atau lebih besar dari 0,05 (p > 0,05).

Untuk sebaran data pada variabel PWB memiliki nilai signifikansi dengan

probabilitas sebesar 0,352 atau lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan

bahwa sebaran data pada variabel dimensi kepribadian dan PWB bersifat normal.

Peneliti membedakan kategori dari masing-masing dimensi kepribadian dengan

menggunakan rumus rentangan berdasarkan standar deviasi dan mean empiris dilihat

dari kurva normal (Azwar, 2000). Kemudian peneliti mengkategorikan variabel kelima

dimensi dalam Trait Big Five Personality dan PWB. Pengkategorian skor variabel

Page 24: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

18

kepribadian dan PWB beserta frekuensi dan presentasenya, akan dicantumkan dalam

tabel-tabel dibawah ini:

Tabel 2

Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Neuroticism

Kategori Interval Frekuensi % Mean

Tinggi 29,4 ≤ x < 35 11

5,1

19.94

Agak tinggi 23,8 ≤ x < 29,4 44 20,5

Cukup 18,2 ≤ x < 23,8 73 34

Agak rendah 12,6 ≤ x < 18,2 69 32,1

Rendah 7 ≤ x < 12,6 18 8,4

Total 215

Rata–rata subjek penelitian yang tergolong pada dimensi kepribadian

neuroticism sebesar 19,94 dan berada pada kategori cukup artinya siswa Seminari

Mertoyudan Magelang cenderung jarang mengalami emosi negatif, lebih optimistic,

tenang, dan puas pada hidupnya.

Tabel 3

Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Ekstraversion

Kategori Interval Frekuensi % Mean

Tinggi 25,2 ≤ x < 30 38

17,7

20.70 Agak tinggi 20,4 ≤ x < 25,2 72 33,5

Cukup 15,6 ≤ x < 20,4 74 34,4

Agak rendah 10,8 ≤ x < 15,6 29 13,5

Rendah 6 ≤ x < 10,8 2 0,9

Total 215

Rata–rata subjek penelitian yang tergolong pada dimensi kepribadian

Ekstraversion 20,70 yang berada pada kategori cukup artinya siswa Seminari

Mertoyudan Magelang cenderung aktif, bersemangat, akrab dan intim dalam bergaul,

cenderung cerewet dan mengalami “good mood”.

Page 25: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

19

Tabel 4

Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Openness to experience

Kategori Interval Frekuensi % Mean

Tinggi 33,6 ≤ x < 40 38

17,7

29,39 Agak tinggi 27,2 ≤ x < 33,6 101 47

Cukup 20,8 ≤ x < 27,2 73 34

Agak rendah 14,4 ≤ x < 20,8 3 1,4

Rendah 8 ≤ x < 14,4 0 0

Total 215

Rata-rata subjek penelitian yang tergolong pada dimensi kepribadian openness

to experiences sebesar 29,39 yang berada pada kategori agak tinggi artinya siswa

Seminari Mertoyudan Magelang cenderung terbuka pada pengalaman dan hal baru,

bersedia menyesuaikan diri pada situasi baru, memiliki ketertarikan, dan punya

dorongan serta berani mengambil resiko.

Tabel 5

Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Agreeableness

Kategori Interval Frekuensi % Mean

Tinggi 16,8≤ x < 20 72

33,5

15,09 Agak tinggi 13,6 ≤ x < 16,8 88 41

Cukup 10,4 ≤ x < 13,6 47 21,9

Agak rendah 7,2 ≤ x < 10,4 5 2,3

Rendah 4 ≤ x < 7,2 3 1,4

Total 215

Rata-rata subjek penelitian yang tergolong pada dimensi kepribadian

Agreeableness adalah 15,09 yang berada pada kategori agak tinggi artinya siswa

Seminari Mertoyudan Magelang cenderung berjiwa sosial, simpatik, ramah, suka

mengalah, menghindari konflik, dan lebih cenderung mengikuti orang lain dan mudah

akrab dengan orang lain.

Page 26: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

20

Tabel 6

Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Conscientiousness

Kategori Interval Frekuensi % Mean

Tinggi 29,4 ≤ x < 35 20

9,3

22,68 Agak tinggi 23,8≤ x < 29,4 63 29,3

Cukup 18,2 ≤ x < 23,8 88 41

Agak rendah 12,6 ≤ x < 18,2 41 19,1

Rendah 7 ≤ x < 12,6 3 1,4

Total 215

Rata-rata subjek penelitian yang tergolong pada dimensi kepribadian

Conscientiousness adalah 22,68 yang berada pada kategori cukup artinya siswa

cenderung mengendalikan lingkungan, berpikir sebelum bertindak, hati-hati, mengikuti

norma/ aturan, terencana, tergorganisir dan memprioritaskan tugas, cermat dan tekun,

dapat dipercaya dan berkehendak kuat untuk berprestasi.

Kepribadian subjek penelitian apabila dilihat dari masing-masing dimensi Trait

Big Five Personality mengungkapkan bahwa kebanyakan subjek penelitian memiliki

tingkat neuroticism yang cukup (34%), tingkat ekstraversion yang cukup (34,4%),

tingkat openness to experiences yang agak tinggi (47%), tingkat agreeableness yang

agak tinggi (41%), serta tingkat conscientiousness yang cukup (41%). Sedangkan

subjek penelitian dengan jumlah paling sedikit berada dalam kategorisasi ekstrim yaitu

5,1% neuroticism, 0,9% ekstraversion, 1,4% openness to experiences, 1,4%

agreeableness, serta 1,4% conscientiousness.

Untuk kategorisasi skor PWB akan dijelaskan pada tabel 8 di bawah ini:

Tabel 7

Kategorisasi Skor Psychological well-being

Kategori Interval Frekuensi % Mean SD

Sangat Tinggi 109,6 ≤ x < 136 33

15,3

Page 27: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

21

Tinggi 83,2≤ x < 109,6 166 77,2 98,6 10,918

Sedang 56,8 ≤ x < 83,2 15 7

Rendah 30,4 ≤ x < 56,8 1 0,47

Sangat Rendah 4 ≤ x < 30,4 - -

Total 215

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa rata-rata subjek penelitian terbesar

adalah 98,6, dapat dikatakan bahwa rata-rata psychological well-being siswa seminari

berada pada kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum

sebesar 52 sampai dengan skor 127 dengan standar deviasi 10,918.

Tabel 8

Hasil Uji Korelasi Big Five Personality dengan Psychological Well-being

Big Five Personality Psychological well-being

r Sig

Neuroticism -0,477**

0,000

Ekstraversion 0,464**

0,000

Openness 0,404**

0,000

Agreeableness 0,378**

0,000

Conscientiousness 0,513**

0,000

** Correlation is significant at the 0,01 level (1-tailed)

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi yang diperoleh, diketahui bahwa

dimensi kepribadian yang memiliki hubungan hubungan positif yang signifikan antara

trait big five personality dengan psychological well-being adalah dimensi ekstraversion,

openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness. Sedangkan dimensi

neuroticism memiliki hubungan yang negatif signifikan dengan psychological well-

being pada siswa seminari menengah mertoyudan Magelang karena memiliki

probabilitas -0,477.

Dimensi ekstraversion (r = 0,464, p < 0,05), openness to experiences (r = 0,404,

p < 0,05), agreeableness (r = 0,378, p < 0,05), dan conscientiousness (r = 0,513, p <

0,05) memiliki hubungan yang positif signifikan dengan psychological well-being

Page 28: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

22

siswa. Hubungan yang positif berarti semakin tinggi tingkat esktraversion,

agreeableness, conscientiousness, dan openness to experiences yang dimiliki oleh

siswa, maka psychological well-being juga akan semakin tinggi. Hal ini berarti bahwa

dimensi kepribadian ekstraversion, openness to experiences, agreeableness, dan

conscientiousness dapat mempengaruhi psychological well-being siswa Seminari.

Sedangkan dimensi neuroticism memiliki koefisien korelasi sebesar (r = -0,447)

dan signifikasi sebesar 0,000 (p < 0,05) dengan psychological well-being, yang berarti

bahwa dimensi neuroticism memiliki hubungan yang negatif signifikan dengan

psychological well-being, hubungan yang negatif berarti semakin tinggi tingkat

neuroticism yang dimiliki oleh siswa, maka psychological well-being akan semakin

rendah.

PEMBAHASAN

Dari pengujian diatas, dapat diketahui bahwa trait big five personality yang

memiliki korelasi positif yang signifikan dengan Psychological well-being pada siswa

Seminari Menengah St Petrus Canisius Mertoyudan Magelang adalah dimensi

ekstraversion, openness to experiences, agreeableness dan conscientiousness,

sedangkan dimensi neuroticism memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan

psychological well-being pada siswa Seminari Menengah St. Petrus Canisius

Mertoyudan Magelang.

Dimensi kepribadian extraversion pada subjek penelitian rata-rata tergolong

dalam kategori cukup dengan mean 20,70. Berdasarkan hasil penelitian ini, extraversion

memiliki hubungan positif yang signifikan (r = 0,464, p < 0,05) dengan psychological

well-being. Hubungan antara dimensi kepribadian extraversion konsisten dari hasil

Page 29: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

23

penelitian satu dengan hasil penelitian lainnya. Dalam berbagai penelitian yang telah

dilakukan, hubungan antara dimensi kepribadian extraversion dapat memiliki hubungan

positif yang signifikan terhadap psychological well-being (Landa et al, 2010).

Karakteristik dari individu yang memiliki skor extraversion yang tinggi antara lain ialah

individu tersebut memiliki rasa kasih sayang yang besar, banyak bicara, menyenangkan,

aktif, dan bersemangat (John, 1990; Costa & McCrae, 1992).

Rata-rata subjek penelitian sebesar 29,39 dan berada pada kategori agak tinggi

pada dimensi openness to new experience, akan tetapi hubungan antara openness to new

experience dengan psychological well-being korelasinya cukup (r = 0,404) yang berarti

bahwa dimensi kepribadian openness to new experience memiliki kontribusi sebesar

16,3% terhadap psychological well-being siswa Seminari.

Siswa seminaris dengan skor openness to new experience yang tinggi akan lebih

mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, karena para seminaris dituntut

terbuka akan nilai-nilai, norma-norma, serta pengalaman bahkan tantangan-tantangan

yang ditemui untuk membentuk karakter mereka. Sikap terbuka terhadap pengalaman

baru memudahkan siswa seminari untuk mempelajari serta mengenal lebih dalam

tuntutan yang harus dilalui akan berbeda dengan kehidupan sebelumnya yang telah

dibentuk dalam keluarga. Apabila siswa menerima dengan baik berbagai perubahan

yang terjadi, maka kesejahteraan psikologis akan tercapai.

Hubungan antara dimensi agreeableness dengan psychological well-being sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Schmutte & Ryff (1997) yaitu dimensi

kepribadian agreeableness dengan skor agak tinggi dengan rata-rata siswa sebesar 15,09

memiliki hubungan yang positif signifikan dengan Psychological well-being (r = 0,378,

p < 0,05). Dimensi kepribadian agreeableness diasosiasikan dengan kesehatan dan

Page 30: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

24

kesejahteraan psikologis, Individu yang tinggi pada agreeableness cenderung baik hati,

percaya, dan lebih bahagia daripada lain karena mereka memiliki hubungan yang

hangat dan mendukung orang lain. Siswa dengan skor agreeableness yang tinggi akan

memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih tinggi juga dibandingkan dengan siswa

yang memiliki skor agreeableness rendah. Kesejahteraan psikologis yang baik mampu

melancarkan proses tantangan yang harus dihadapi dalam kehidupan seminari. Individu

dengan skor agreeableness yang tinggi juga dianggap mampu bersikap fleksibel dalam

berinteraksi dengan masyarakat yang akan ditemuinya. Hal itu adalah merupakan faktor

penting dalam pencapaian kepuasan hidupnya (fully function) yang akan dialaminya

kelak menjadi seorang romo. Interaksi sosial yang baik dengan orang lain baik dalam

lingkungan seminari maupun masyarakat sekitarnya mampu memberikan rasa aman

pada siswa seminari serta pengembangan pengetahuan dan proses yang sedang dijalani

sehingga kesejahteraan psikologis dapat dialaminya.

Mayoritas subjek penelitian dengan rata-rata 22,68 memiliki skor dalam kategori

cukup pada dimensi kepribadian conscientiousness. Dari hasil analisis korelasi

didapatkan bahwa hubungan antara dimensi kepribadian conscientiousness dengan

psychological well-being korelasinya kuat (r = 0,513) yang berarti bahwa dimensi

kepribadian conscientiousness memiliki kontribusi sebesar 26,3% terhadap

Psychological well-being pada siswa seminari Menengah St Canisius Mertoyudan

Magelang. Hal ini berarti bahwa dimensi kepribadian conscientiousnes dapat menjamin

kesejahteraan psikologis yang baik, tetapi harus dilihat juga dari variabel-variabel lain

yang mungkin berkaitan dengan psychological well-being siswa seminari. Variabel-

variabel yang mungkin dapat mempengaruhi psychological well-being antara lain

Page 31: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

25

adalah usia, status sosial ekonomi, budaya, dukungan sosial, pengalaman, locus of

control, dll.

Rata-rata subjek penelitian pada dimensi kepribadian neuroticism sebesar 19,94

yang berada pada kategori cukup. Berdasarkan hasil analisis korelasi, dimensi

neuroticism memiliki hubungan yang negatif signifikan dengan psychological well-

being (r = -0,477, p < 0,05). Dimensi neuroticism adalah dimensi kepribadian yang

paling relevan dalam menunjukkan maladjustment pada individu dari segala usia

(McCrae & Costa, 2003). Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan siswa memiliki

neuroticism yang agak rendah, hal ini menunjukkan siswa jarang mengalami emosi

negatif, lebih optimistik, tenang, dan puas pada hidupnya. Seperti pada penelitian

Salami (2011) menyatakan orang yang rendah pada neuroticism kemungkinan akan

siap, mengendalikan diri, dan menikmati peningkatan penentuan nasib sendiri dan

kompetensi.

Psychological well-being subjek dalam penelitian ini tergolong tinggi dengan

rata-rata 98,6. Selain itu, setiap dimensi kepribadian pada subjek penelitian juga

tergolong memiliki skor yang cukup tinggi dan berada di kategori skor sedang sampai

dengan sangat tinggi.

Berdasarkan seluruh hasil analisis yang telah dilakukan oleh peneliti, maka

dimensi kepribadian yang memiliki hubungan dengan psychological well-being pada

siswa seminari menengah Mertoyudan ialah dimensi kepribadian conscientiousness,

ekstraversion, openness to experiences, dan terakhir diikuti dengan dimensi kepribadian

agreeableness. Semakin tinggi skor individu pada dimensi kepribadian

conscientiousness, esktraversion openness to new experience, dan agreeableness maka

semakin tinggi pula psychological well-beingnya.

Page 32: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

26

Sedangkan dimensi kepribadian neuroticism memiliki hubungan yang negatif

signifikan dengan psychological well-being pada siswa seminari Menengah

Mertoyudan. Tingginya skor individu dalam dimensi kepribadian neuroticism maka

berefek pada psychological well-being yang rendah. Sebaliknya, rendahnya skor

individu dalam dimensi neuroticism maka psychological well-being yang dimiliki siswa

semakin tinggi.

Dimensi kepribadian The Big Five Personality bukan satu-satunya variabel yang

dapat mempengaruhi psychological well-being pada siswa seminari. Terdapat pula

variabel lain yang dapat mempengaruhi psychological well-being siswa seminari, yaitu

tuntutan akademis, tantangan yang harus dijalankan, usia, status sosial ekonomi,

budaya, dukungan emosional, pengalaman, locus of control, dll (Ziskis, 2010).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan negatif signifikan antara trait kepribadian Neuroticism

terhadap kesejahteraan psikologis pada Siswa Seminari Menengah St Petrus

Canisius Magelang.

2. Terdapat hubungan positif signifikan antara trait kepribadian extraversion,

openness to experiences, agreeableness dan conscientiousness terhadap

kesejahteraan psikologis pada Siswa Seminari Menengah St Petrus Canisius

Magelang.

3. Trait big five personality yang dimiliki Siswa Seminari Menengah St Petrus

Canisius Magelang tergolong pada kategori cukup sampai agak tinggi.

Page 33: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

27

4. Psychological well-being pada Siswa Seminari Menengah St Petrus Canisius

Magelang tergolong tinggi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, peneliti mengajukan beberapa

saran. Pertama, kepada sekolah Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan

Magelang, agar dapat mempertimbangkan aspek kesehatan psikologis yang berkaitan

dengan tipe kepribadian, terutama pada psychological well-being sebagai bagian

kesehatan psikologis yang terus berkembang dari siswa yang saat ini sedang menjalani

pendidikan di seminari menengah Mertoyudan. Hal ini didasari oleh sifat psychological

well-being yang dinamis dan terus berkembang. Oleh karena itu pengukuran dan

intervensi seperti konseling perlu dilakukan antara siswa dengan pengajar atau

pemimbing sebagai evaluasi mengenai kesejaheraan psikologis siswanya dengan

memberikan kesempatan siswa untuk menemukan panggilan hidupnya. Selain itu juga

dapat dilakukan tes kepribadian sebagai seleksi penerimaan siswa seminari sehingga

pendamping akan memahami karakter masing-masing siswanya berdasarkan tipe

kepribadian yang dimiliki siswa. Siswa yang cenderung memiliki tipe kepribadian

neuroticism dalam menjalani proses kehidupannya tentu akan berbeda dengan tipe

kerpibadian ekstraversion, openness to experiences, agreeableness dan

conscientiousness, dimana siswa yang cenderung memiliki empat kepribadian tersebut

akan lebih dapat menjalankan dan menerima kehidupannya secara positif atau dengan

kata lain merasa puas akan panggilannya. Hal ini juga mengingat berdasarkan penelitian

ini, ditemukan bahwa psychological well-being siswa berada pada tingkatan tinggi

sehingga hal ini dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan.

Page 34: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

28

Kedua, bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan mix-methods research atau

alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dari responden, peneliti di masa depan

bisa menambahkan wawancara dan metode observasi dengan metode kuesioner selama

pengumpulan data untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas. Kemudian disarankan

pula untuk dapat mengkerucutkan penelitian pada psychological well-being kepada hal

yang mendasari psychological well-being itu sendiri atau dapat meneliti variabel lain

yang mungkin memiliki hubungan dengan psychological well-being seperti usia, status

social ekonomi, budaya, dukungan sosial, pengalaman, locus of control, dsbnya. Hal ini

dirasakan peneliti karena tampak ada terlalu banyak hal diluar kepribadian yang

berpengaruh kepada psychological well-being yang diukur. Sedangkan untuk variabel

kepribadian itu sendiri juga memiliki banyak jenis alat ukur selain dengan

menggunakan big five Inventory, sehingga alangkah baiknya jika peneliti selanjutnya

menggunakan variasi alat tes lainnya selain dengan mengunakan big five Inventory.

Selain itu disarankan sebaiknya dilakukan penelitian pada setiap aspek psychological

well-being, untuk melihat berapa kontribusi dari masing-masing dimensi kepribadian

terhadap masing-masing aspek psychological well-being. Karena pada penelitian ini

penulis menemukan bahwa big five personality memiliki masing-masing dimensi yang

secara terpisah dan dapat berhubungan dengan masing-masing aspek psychological

well-being.

Page 35: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

29

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S. (2003). Reliabilitas dan Validitas (Edisi 3). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________ (2012). Penyusunan Skala Psikologi (2nd

ed). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Budiraharjo, P. (1997). Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir. Yogyakarta: Kanisius

Buchanan, Rachel L & Bowen, Gary L, (2008). In the Context of Adult Support:

The Influence of Peer Support on the Psychological Well-Being of Middle-School

Students. Child Adolesc Soc Work J (2008) 25:397–407 http://web.ebsco-

host.com (diunduh 12 Februari 2015)

Code, S., & Langan-Fox, J. (2001). Motivation, cognitions, and traits: Predicting

occupational health, well-being, and performance. Stress and Health, 17(3), 159-

174.

Costa, P. T., Jr., & McCrae, R. R. (1992). Revised NEO Personality Inventory

(NEO-PI-R) and NEO Five Factor Inventory (NEO-FFI) professional manual.

Odessa, FL: Psychological Assessment Resources.

Diener, E., Suh, E.M., Lucas, R.E., & Smith, H.L. (1999). Subjective well-being:

Three decades of progress. Psychological Bulletin, 125, 276-302.

Holopainen, L and Lappalainen, K.; Junttila,N.; Savolainen, H. (2012).The Role of

Social Competence in the Psychological Well-being of Adolescents in

Secondary Education. University of Eastern Finland, University of Turku,

Finland, University of Eastern Finland. Scandinavian Journal of Educational

Research Vol. 56, No. 2, April 2012, 199–212. http://web.ebsco-host.com

(diunduh 12 Februari 2015)

Hurlock, E.B. (1994). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan. Ed.5. Jakarta: Erlangga.

Indrawati, T. (2013) Perananan Kecerdasan Emosi dan Dukungan Sosial terhadap

Kesejahteraan Psikologis pada Siswa SMP Terbuka. Thesis. Yogyakarta :

Fakultas Psikologi, Progdi Magister Psikologi. Universitas Gadjah Mada.

John, O. & Srivastiva, S. (1999). The Big–Five trait taxonomy: History,

measurement, and theoretical perspectives. Journal of Personality Psychology,

3,1-71.

Keyes, Corey Lee M., Shmotkin, Dov. (2002). Optimizing Well-Being: The

Empirical Encounter of Two Traditions. Journal of Personality and Social

Psychology. Vol. 82, No. 6, 1007-1022.

Landa, Martos, López-Zafra. (2010). Emotional Intelligence and Personality

Page 36: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

30

Traits As Predictors of Psychological Well-Being in Spanish Undergraduates.

Social Behavior And Personality 38 (6), 783-794. University of Jaén, Spain.

DOI 10.2224/sbp.2010.38.6.783 http://web.ebsco-host.com (diunduh 10

Januari 2015)

Liestyani, S.H. (2007) Studi Deskriptif Mengenai Kemampuan Self-Regulation

Pada Siswa Seminari Di Sekolah Seminari Menengah ‘X’ Jakarta. Skripsi.

Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Mavroveli, S., Petreides, K.V., Rieffe, C., & Bakker, F. (2007). Trait emotional

intelligence, psychological well-being and peer-rated social competence in

adolescence. British Journal of Developmental Psychology, 25(2), 263–275.

http://web.ebsco-host.com (diunduh 12 Februari 2015)

McCrae, Robert R. (2002). Cross-Cultural Research on the Five-Factor Model of

Personality. National Institute of Health, [email protected].

McCrae., Robert R and Paul T. Costa, Jr. (2003). Personality in Adulthood. A

Five Factor Theory Perspective. Second Edition.New York: The Guilford Press.

A Division of Gulford Publications, Inc.

Mgr. Blasius Pujaraharja, Pr. (2001). Pedoman Pembinaan Calon Imam di

Indonesia Bagian Seminari Menengah. Komisi Seminari Konferensi Waligereja

Indonesia: Jakarta.

Michael, K. D., Huelsman, T. J., Gerard, C., Giligan, T.M., & Gustafson, M.R.

(2006). Depression among college students trends in prevalence and

treatment seeking. Counseling and Clinical Psychology Journal, 3(2), 60-70.

Pervin, L.A., & John, O P. (2005). Personality: Theory and Research. 8ed

. New York:

Guilford Press.

Pollard, E.L., & Lee, P.D. (2003). Child well-being: A systematic review of the

literature. Social Indicator Research, 61(1), 59–78.

Ponterotto, Costa-Wofford, Brobst, Spelliscy, Kacanski, Scheinholtz. (2007).

Multicultural Personality Dispositions and Psychological Well-Being. The

Journal of Social Psychology, 2007, 147(2), 119–135. http://web.ebsco-

host.com (diunduh 10 Januari 2-15)

Ryan, R. M. & Deci, E.L. (2001). On happiness and human potential: A review of

research on hedonic and eudaimonic well-being. Annual Review Psychology, 52,

141-166.

Ryff, Carol D. (1989). Happiness Is Everything, or Is It? Explorations on the

Meaning of Psychological Well-Being. Journal of Personality and Social

Psychology. Vol. 57, No. 6, 1069 – 1081.

Page 37: Hubungan antara Trait Big Five Personality dengan ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/9346/2/T1...3 memiliki psychological well-being yang baik untuk menyejahterakan hidupnya

31

Ryff, Carol D., Keyes, Corey Lee M. (1995). The Structure of Psychological

Well-Being Revisted. Journal of Personality dan Social Psychology. Vol. 69,

No. 4, 719-727.

Salami, S. O. (2011). Personality and Psychological well-being of adolescents: The

moderating role of emotional intelligence. Social Behaviour and Personality.

39(6), 785-794.

Santrock, John W. (2004). Life-Span Development. Ninth Edition. New York: The

McGraw-Hill Company, Inc

Springer, Kristen W., Hauser, Robert M., (2003). An Assesment Of The

Construct Validity Of Ryff’s Scales Of Psychological Well-being: Method,

Mode, and Measurement Effects. Institutional Affiliation: University of

Wisconsin-Madison Department of Sociology and Center for Demography of

Health and Aging.

Sugiyono, (2011). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sukmaputri, H. E. (2014) Perbedaan Psychological Well-being pada Mahasiswa Progdi

BK FKIP UKSW ditinjau dari Internal Locus Of Control dan External Locus of

Control. Skripsi. Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Sumer, Bilgic, Erol. (2005). Personality Attributes as Predictors of Psychological

Well-Being for NCOs. The Journal of Psychology, 2005, 139(6), 529–544.

http://web.ebsco-host.com (diunduh 10 Januari 2015)

Supratiknya, A. (1993). Psikologi Kepribadian 3 Teori-teori sifat dan behavioristik

Yogyakarta: Kanisius.

Talamati, B. P. (2012). Hubungan Antara Trait Kepribadian Neuroticism dan

Psychological well-being pada Mahasiswa Tingkat Akhir Universitas Indonesia.

Skripsi. Depok: Fakultas Psikologi Progdi Sarjana Reguler Universitas

Indonesia.

Wardani, R., (2014). Pengaruh Trait Kepribadian dan Dukungan Emosional

Pasangan Terhadap Kesejahteraan Psikologis Ibu Empty Nester. Bandung:

Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha. (diunduh tanggal 10 Januari

015).

Widyorini, E; Kristiana; Roswita, M. Y. (2003). Adaptasi Inventori Kepribadian

“Neurotism Extraversion Openness Personality Inventory Revised”. Hasil

Penelitian. Semarang: Laboratorium Psikodiagnostik Fakultas Psikologi

Universitas Katolik Soegijapranata (tidak diterbitkan).

Ziskis, A. S. (2010). The Relationship Between Personality, Gratitude, And

Psychological Well-Being. Dissetation. Faculty of psychology in University of

New Jersey.