Upload
trinhhanh
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUBUNGAN ASUPAN GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN
MOTORIK KASAR PADA ANAK USIA 6-18 BULAN DI
KELURAHAN PAMULANG BARAT KECAMATAN PAMULANG
TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
NURMALITA SANI
NIM : 108101000033
PEMINATAN GIZI MASYARAKAT
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
GIZI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juli 2015
Nurmalita Sani, NIM: 108101000033
Hubungan Asupan Gizi Terhadap Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak
Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Tahun
2014
(xvi + 103 halaman, 21 tabel, 2 bagan, 4 lampiran)
ABSTRAK
Masih tinggi prevalensi stunting di Indonesia menjadi hal yang harus
diperhatikan. Hal ini merupakan indikator malnutrisi kronik yang berkaitan dengan
perkembangan motorik secara tidak langsung mempengaruhi kualitas sumber daya
manusia. Periode lima tahun pertama kehidupan akan menentuka kualitas hidup anak
di kemudian hari. Tujuan penelitian ini diketahuinya hubungan asupan gizi terhadap
status perkembangan motorik kasar pada anak usia 6-18 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kecamatan Pamulang tahun 2014. Desain penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah cross sectional. Populasi pada penelitian ini balita usia 6
sampai 18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat. Perhitungan besar sampel penelitian
menggunakan uji hipotesis beda 2 proporsi dengan jumlah sampel penelitian yaitu 66
ibu yang mempunyai anak usia 6 sampai 18 bulan. Instrumen yang digunakan yaitu
formulir FFQ semiquantitative, dan denver II. Hasil penelitian menunjukan bahwa
anak usia 6-18 bulan yang mengalami perkembangan motorik kasar tidak normal dan
suspect sebesar 18,2%, adapun yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar
adalah asupan besi P value 0,018 dan protein P value 0,05.
Kata Kunci: Asupan Gizi, Perkembangan Motorik Kasar, 6-18 Bulan, Pamulang.
Daftar Bacaan: 38 (1973-2014)
ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY
MAJOR OF COMMUNITY HEALTH NUTRITION
Undergraduate Thesis, Juli 2015
Nurmalita Sani, NIM: 108101000033
The Relationships Of Nutrient Intake With The Development Of Gross Motor
For 6-18 Age Month Children At Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan
Pamulang In 2014
( xvi + 103 Pages, 21 Tables, 2 Charts, 4 Attachments )
ABSTRACT
The high number of prevalensi stunting in Indonesia become one thing that
must be concerned. This is the indicator of chronic malnutrition which is related to
the motor growth that indirectly will affect the quality of human resources. The first
five year period of life will determine the life quality of the children in the future. The
purpose of this research will determine the relation of nutrition with the development
of gross motor for 6-18 age months’ children at Kelurahan Pamulang Barat
Kecamatan Pamulang in 2014. This research used cross sectional research design.
The population in this research is 6-18 age months toddler at Kelurahan Pamulang
Barat. The sample calculation in this research is using 2 different proportion
hypothesis test with 66 mothers of 6-18 old children as a sample test research. The
instrument which used in this research are FFQ semiquantitative form, and denver II.
The result of this research shows that 6-18 month children with abnormal gross motor
development and suspect by 18, 2%. Which affect the development status of gross
motor is iron (p=0,018) and protein (p=0,05).
Keywords : Nutrition, Gross Motor Development, 6-18 Months, Pamulang.
References: 38 (1973-2014)
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Nurmalita Sani
Tempat Tanggal Lahir : Solok, 08 Maret 1991
Alamat : Jorong Sungai Jerinjing, Nagari Koto Ranah,
Kecamatan Koto Besar, Kabupaten Dharmasraya,
Sumatera Barat
Handphone : 087876464165
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1996 – 2002 : SD Negeri 33 Telaga Biru (Padang)
2002 – 2005 : SMP Negeri 3 Sei.Rumbai (Padang)
2005 – 2008 : SMA Negeri 1 Dharmasraya (Padang)
2008 – Sekarang : S1 – Kesehatan Masyarakat, Peminatan Gizi, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN MAGANG
2010 : Program Belajar Lapangan (PBL) di Puskesmas
Ciputat, Tangerang Selatan
2012 : Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Direktorat Jendral
Bina Kesehatan Masyarakat, Kementrian Kesehatan RI,
Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI
2008-2009 : Anggota Muda KSR (Korps Suka Relawan) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2008-2009 : Koor. Keputrian Asrama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2009-2010 : Koor. Danus KOMDA FKIK
2009-2010 : Sekretaris KOMA (Komunitas Mahasiswa Alumni
Asrama) 89
2010-Juni 2011 : Bendahara Umun FLP-CIPUTAT
2010-2011 : Divisi HUMAS, FOSMA UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
: Koor.INFOKOM BEMF UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2010-Sekarang : Alumni Training Support (ATS) di ESQ 165
MENARA 165
PENGALAMAN KERJA
Volunteer of Lembaga Kesehatan Cuma-Cuma-Dompet Dhuafa (LKC-DD) as
Medical Team and Resource Team
Work of Cita Sehat Foundation-Rumah Zakat Indonesia (CSF-RZI) as
Health Project Head
Work of PKPU as Medical Team and Nutrisionist
Volunteer of ESQ 165 as Facilitator Outbond and ATS (Alumni Training
Support)
Work of Primagama Ciputat as Chemestry Teacher
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, atas Berkat dan Rahmat-
Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat beserta salam tak lupa senantiasa tercurah kepada Nabi Besar
Muhammad Shallallahu„alaihi wassalam, isteri-isteri, keluarga, sahabat dan pengikut
mereka dalam kebajikan hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari saya sebagai
mahasiswa dalam memenuhi kewajibannya sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penyelesaian skripsi ini
melalui banyak proses yang telah saya lalui dalam waktu yang tidak sebentar. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih
kepada:
1. Kedua orang tua saya terkasih, Bapak Djait, Amak Sutini untuk kasih sayang
yang tidak terhingga yang telah mendidik dan membesarkan saya hingga saat ini,
mengajarkan begitu banyak hal tentang arti syukur, cinta dan pengorbanan.
Iringan doa dan motivasi selalu menjadi penyemangat dan inspirasi untuk tidak
berhenti berusaha dan melakukan yang terbaik. Kedua orang tua saya adalah
“SAYAP” untuk terbang tinggi menggapai cita.
2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan
menjadi Pembimbing Skripsi 1 yang telah memberikan masukan dan semangat,
terimakasih banyak bapak sumber motivasi. Terhatur doa indah agar bapak selalu
sehat dan menyebarkan nilai-nilai spiritual.
3. Ibu Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta atas perhatian dan kelapangan hati dalam memotivasi
saya. Terhatur doa indah untuk ibu agar selalu sehat.
4. Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS, sebagai pembimbing skripsi II yang telah
memberikan bimbingan, masukan dan pengarahannya selama penyusunan skripsi
ini. Tidak hanya bimbingan yang saya dapatkan dari ibu, tapi saya merasakan
perhatian dan kasih sayang ibu. Terhatur doa indah selalu untuk ibu agar selalu
sehat dan semangat.
5. Ibu Yuli Amran, SKM, MKM, sebagai penguji skripsi 1 yang telah memberikan
lebih dari seorang dosen penguji, pesan dan nasehat yang diberikan selalu
menjadi kekuatan untuk menjadi lebih baik lagi. Terimakasih ibu, terhatur doa
indah agar ibu senantiasa sehat.
6. Ibu Riastuti Kusuma Wardani, SKM, MKM, sebagai penguji skripsi II yang telah
memberikan perhatian, saran dan nasehat kepada penulis untuk menjadi
perempuan yang shalihah. Terimakasih ibu shalihah, semoga Allah selalu
limpahkan rahmatNya kepada ibu.
7. Ibu Mukhlidah Hanun Siregar, MKM, sebagai penguji skripsi III yang telah
meluangkan waktu dan perhatiannya untuk perbaikkan skripsi lebih baik lagi.
Terimakasih banyak ibu, semoga berbalas kebaikkan dan kemudahan disetiap
aktivitasnya.
8. Segenap bapak ibu dosen Kesehatan Masyarakat yang telah membagikan ilmu
pengetahuan dan memberikan pengarahannya selama prosesi akademi.
9. Ibu-ibu kader posyandu di Kelurahan Pamulang yang selalu bersedia membantu
dalam memberikan informasi dan menemani saya dalam kegiatan posyandu.
10. Ibu bidan Lenni di Puskesmas Pamulang yang telah bersedia memberikan izin
untuk saya turun lapangan di wilayah binaannya.
11. Mas Febri dan Adek Archi beserta keluarga besar yang selalu menanyakan
“mbak kapan pulang” dari pertanyaan itulah membuat kobaran semangat saya
untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dan memberikan yang terbaik bagi mereka.
12. Sahabat saya di Jurusan Kesehatan Masyarakat 08:Unil Rinilda, Teteh Irma,
Dimi, Ika, mbak Rima, Melda, yang selalu menyemangati dan mendoakan untuk
kelancaran penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
13. Sabahat saya di ATS 165: Uni Fitri, Puput, Adek Rahma , Adek Idzur, Ismet,
Kak Elwi, mbak Fanny, yang telah menemani dan memberikan motivasi untuk
segera bergerak maju menjadi yang terbaik. Senyum kalian semangat buatku.
14. Sahabat TRIO DUA DIGIT : Ciiin Via dan Teh Neng Ida, yang memberikan
injeksi semangat bersama untuk segera melepaskan label 2 digit.
15. Untuk Asisten Trainer di Pesawat Tempur ESQ Leadership Center: Abang Opi-
ode, Aa Sandy, Aa Bayu, Kak Kemas yang selalu memberikan celetukan “sani
kapan lulus”..oohh sungguh sampai panas hati. Tapi ini adalah alarm saya untuk
segera menyelesaikan skripsi agar bisa melanjutkan cita dan dream.
16. Untuk Trainer ESQ 165: Pak Iman Herdimansyah beserta Ummi Amel, Ayah
Fahrul Jamal beserta Bunda Dwi, Bunda Dining, Kak Risman, Kak Adek, Kak
Reggy, Kak Tiko, Mas Singgih, yang selalu memberikan semangat dan suntikan
kepada saya untuk segera menggapai cita selanjutnya.
17. Ibu Hj.Bahriah Tang di Mamuju yang doanya tercurah pula dalam menyelesaikan
skripsi ini.
18. Abang Opi-ode yang selalu menunggu, mengingatkan, mendoakan, memberikan
kata-kata sederhana yang banyak mempengaruhi saya dalam maju dan
menyelesaikan skripsi ini dan segera terbang ke negeri impian.
19. Serta kepada berbagai pihak yang turut mendukung dan membantu atas
terselesaikannya skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini, masih
terdapatbanyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun isi. Maka dari itu,
penulisberharap akan adanya penyusunan yang lebih baik untuk generasi
mendatang.Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Jakarta, Juli 2015
Nurmalita Sani
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN……… .............................................................. v
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………… vi
KATA PENGANTAR.............. ...................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN .......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 8
1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................. 9
1.4 Tujuan .................................................................................................. 11
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 11
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 11
1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 12
1.5.1 Bagi Pelayan Kesehatan .................................................................... 13
1.5.2 Bagi Masyarakat................................................................................ 13
1.5.3 Bagi Peneliti ...................................................................................... 13
1.5.4 Bagi Kader Posyandu ........................................................................ 13
1.6 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………...
2.1 Perekembangan Motorik Kasar……….. .................................................... 15
2.1.1 Pengertian Perkembangan Motorik ................................................... 15
2.1.2 Prinsip Perkembangan Motorik Kasar .............................................. 16
2.1.3 Aspek-Aspek yang Berhubungan dengan
Perkembangan Motorik Kasar........................................................... 17
2.1.4 Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 6-18 Bulan……………... 19
2.1.5 Penilaian Perkembangan Motorik pada Anak ................................... 21
2.2 Kebutuhan Gizi Anak Balita ............................................................... 24
2.3 Hubungan Asupan Gizi dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak ...... 27
2.3.1 Energi ................................................................................................ 27
2.3.2 Protein ............................................................................................... 29
2.3.3 Karbohidrat ...................................................................................... 31
2.3.4 Lemak ................................................................................................ 34
2.3.5 Seng (Zn) ........................................................................................... 35
2.3.6 Besi (Fe) ............................................................................................ 37
2.4 Penilaian Asupan Gizi ................................................................................ 38
2.5 Kerangka Teori........................................................................................... 39
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…...
3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 40
xii
3.2 Definisi Operasional................................................................................... 41
3.3 Hipotesis Penelitian .................................................................................... 45
BAB IV METODELOGI PENELITIAN .....................................................
4.1 Desain Penelitian .......................................................................... 46
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 46
4.3 Populasi dan Sampel .......................................................................... 46
4.4 Instrumen Penelitian .......................................................................... 50
4.5 Pengumpulan Data .......................................................................... 52
4.6 Pengolahan Data .......................................................................... 52
4.7 Analisis Data .......................................................................... 53
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 5.1 Analisis Univariat .......................................................................... 55
5.1.1 Gambaran Asupan energi ................................................................. 55
5.1.2 Gambaran Asupan Protein ............................................................... 56
5.1.3Gambaran Asupan Lemak ................................................................. 57
5.1.4 Gambaran Asupan Karbohidrat ....................................................... 57
5.1.5 Gambaran Asupan Besi .................................................................... 58
5.1.6 Gambaran Asupan Seng ................................................................... 59
5.1.7 Gambaran Perkembangan Motorik Kasar ........................................ 60
5.2 Analisis Bivariat ........................................................................................ 61
5.2.1 Hubungan Antara Konsumsi Energi
Dengan Perkembangan Motorik Kasar ............................................ 61
5.2.2 Hubungan Antara Konsumsi Protein
Dengan Perkembangan Motorik Kasar ............................................ 62
5.2.3 Hubungan Antara Konsumsi Lemak
Dengan Perkembangan Motorik Kasar ............................................ 64
5.2.4 Hubungan Antara Konsumsi Karbohidrat
Dengan Perkembangan Motorik Kasar ............................................ 65
5.2.5 Hubungan Antara Konsumsi Besi
Dengan Perkembangan Motorik Kasar ............................................ 66
5.2.6 Hubungan Antara Konsumsi Seng
Dengan Perkembangan Motorik Kasar ............................................ 68
BAB. VI PEMBAHASAN…………………………………………………..
6.1 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 70
6.2 Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar ....................................... 71
6.3 Gambaran Asupan Energi Dan Hubungannya Dengan
Perkembangan Motorik Kasar.................................................................... 72
6.4 Gambaran Asupan Protein Dan Hubungannya Dengan
Perkembangan Motorik Kasar ................................................................... 75
6.5 Gambaran Asupan Lemak Dan Hubungannya Dengan
Perkembangan Motorik Kasar ................................................................... 78
6.6 Gambaran Asupan Karbohidrat Dan Hubungannya Dengan
Perkembangan Motorik Kasar.................................................................... 81
6.7 Gambaran Asupan Besi Dan Hubungannya Dengan
Perkembangan Motorik Kasar.................................................................... 84
xiii
6.8 Gambaran Asupan Seng Dan Hubungannya Dengan
Perkembangan Motorik Kasar ................................................................... 88
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan .................................................................................................... 93
7.2 Saran ........................................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 98
LAMPIRAN………………………………………………………………… 104
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kebutuhan Energi Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan AKG
2013 Rata-Rata Perhari…………………………………………..
28
Tabel 2.2 Kebutuhan Protein Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan AKG
2013 Rata-Rata Perhari…………………………………………..
31
Tabel 2.3 Kebutuhan Karbohidrat Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan
AKG 2013 Rata-Rata Perhari…………………………………….
32
Tabel 2.4 Kebutuhan Lemak Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan AKG
2013 Rata-Rata Perhari…………………………………………..
35
Tabel 2.5 Kebutuhan Seng Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan AKG 2013
Rata-Rata Perhari………………………………………………...
36
Tabel 2.6 Kebutuhan Besi Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan AKG 2013
Rata-Rata Perhari………………………………………………...
37
Tabel 3.2 Definisi Operasional…………………………………………...... 41
Tabel 4.1 Jumlah Sampel Yang Dibutuhkan Setiap Posyandu……….......... 49
Tabel 5.1 Distribusi Konsumsi Energi …………………………………….. 55
Tabel 5.2 Distribusi Konsumsi Protein ……………………………………. 56
Tabel 5.3 Distribusi Konsumsi Lemak …………………………………….. 57
Tabel 5.4 Distribusi Konsumsi Karbohidrat ……………………………….. 58
Tabel 5.5 Distribusi Konsumsi Besi ………………………………….......... 58
Tabel 5.6 Distribusi Konsumsi Seng ………………………………………. 59
Tabel 5.7 Gambaran Perkembangan Motorik Kasar Anak …....................... 60
Tabel 5.8 Analisis Hubungan Antara Konsumsi Energi Dengan
Perkembangan Motorik Kasar Anak ………………….................
61
Tabel 5.9 Analisis Hubungan Antara Konsumsi Protein Dengan
Perkembangan Motorik Kasar Anak ………………….................
63
Tabel 5.10 Analisis Hubungan Antara Konsumsi Lemak Dengan
Perkembangan Motorik Kasar Anak ………………….................
64
Tabel 5.11 Analisis Hubungan Antara Konsumsi Kerbohidrat Dengan
Perkembangan Motorik Kasar Anak ………………….................
65
Tabel 5.12 Analisis Hubungan Antara Konsumsi Besi Dengan
Perkembangan Motorik Kasar Anak…………………..................
67
Tabel 5.13 Analisis Hubungan Antara Konsumsi Seng Dengan
Perkembangan Motorik Kasar Anak ………………….................
68
xv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori ............................................................................... 39
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 40
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran Judul Lampiran
1 Formulir Food Frequensi Semiquantitative
2 Kuesioner Denver II
3 Food Model
4 Surat Izin Penelitian
5 Hasil Univariat
6 Hasil Bivariat
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada
usia 0-24 bulan sehingga masa ini sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age”
atau periode emas dan periode kritis. Golden age merupakan masa yang sangat
penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini
mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Pemberian asupan gizi yang
sesuai untuk tumbuh kembang secara optimal juga perlu diperhatikan, karena jika
asupan gizi tidak terpenuhi sesuai kebutuhannya, golden age akan menjadi
periode kritis. Dimana periode kritis ini akan mengganggu tumbuh kembang bayi
dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. Selain itu pada usia
tersebut, rentan terjadi malnutrisi dan stunting yang merupakan keadaan
malnutrisi kronik yang berkaitan dengan perkembangan otak anak khususnya
terhadap bagian cerebellum yang merupakan pusat koordinasi gerak motorik
(Nutrisiani, 2010).
Soetjiningsih (1995) menyebutkan bahwa perkembangan anak meliputi
perkembangan fisik, kognitif, emosi, bahasa, motorik (kasar dan halus), personal
sosial dan adaptif. Perkembangan motorik kasar pada anak lebih dahulu terlihat
dibandingkan motorik halus seperti kegiatan memegang benda ukuran besar
daripada ukuran kecil (Sutrisno, 2014). Motorik kasar merupakan gerak tubuh
yang menggunakan otot-otot besar, sebagian besar atau seluruh anggota tubuh
2
motorik kasar diperlukan untuk anak dapat duduk, menendang, berlari, naik turun
tangga dan sebagainya (Sunaryo dalam Sutrisno, 2014).
Perkembangan motorik kasar anak merupakan aspek penting dalam
kehidupan beragama. Agama islam telah pula menekankan pentingnya
memberikan pendidikan dan pengajaran terhadap anak secara baik. Hal ini
ditegaskan Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Salam (SAW) yang bersabda dengan
artinya: “ dari Abi Rafi: Kewajiban orang tua terhadap anaknya mengajari
berenang dan memanah, mengajarinya tulis baca, tidak memberinya rezeki
kecuali yang baik” (HR.Baihaqi). Selanjutnya dalam hadits yang lain Rasulullah
SAW bersabda yang artinya: “ Mengapa tidak diajarkan padanya (anak) menenun
sebagaimana dia telah diajarkan tulis baca” (HR.Nasai).
Lalu At-Thabrani meriwayatkan banwa Rasulullah SAW bersabda yang
artinya: “ Segala sesuatu dengan tidak menyebut asma Allah, maka ia adalah
senda gurau belaka, kecuali empat perkara: berjalannya seseorang antara dua
tujuan (untuk memanah), latihan dalam menunggang kuda, bermain dengan
keluarga dan belajar renang”.
Penjelasan beberapa hadits yang disabdakan Rasulullah SAW seperti yang
diungkapkan di atas, seperti memanah, berenang, dan berpacu kuda merupakan
aktivitas otot-otot besar dalam gerakan motorik kasar yang membutuhkan
rangsangan gerak yang terkoordinasikan oleh otak. Kegiatan memanah selain
melatih gerak otot juga melatih daya fokus dan tepat sasaran sehingga diperlukan
dukungan penyampaian impuls yang baik dalam otak, maka dibutuhkannya
3
asupan gizi yang cukup. Begitu Islam telah mengajarkan pentingnya gerak
motorik kasar diajarkan sejak dini.
Menurut Hurlock(1978) perkembangan motorik berarti perkembangan
pengendalian gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan
otot yang terkoordinasi. Cerebellum atau otak yang lebih bawah yang
mengendalikan keseimbangan, berkembang dengan cepat selama tahun awal
kehidupan dan praktis mencapai ukuran kematangan pada waktu anak berusia 5
tahun, demikian juga otak yang lebih atas atau cerebrum, khususnya ruang masuk
depan yang mengendalikan gerakan terampil berkembang dalam beberapa tahun
permulaan. Gerakan terampil belum dapat dikuasai sebelum mekanisme otot anak
berkembang. Kemampuan anak untuk dapat mengembangkan kemampuan saraf
motoriknya adalah melalui pemberian asupan gizi yang seimbang. Pemberian
asupan gizi yang sangat berperan dalam tumbuh kembang anak mulai dari janin
dalam kandungan, balita, anak usia sekolah, remaja bahkan sampai dewasa
(Zaviera, 2008).
Apabila anak mengalami kekurangan gizi akan berdampak pada
keterbatasan pertumbuhan, rentan terhadap infeksi, peradangan kulit dan akhirnya
dapat menghambat perkembangan anak meliputi kognitif, motorik, bahasa, dan
keterampilannya dibandingkan dengan anak yang memiliki status gizi baik. Salah
satu proses kemampuan motorik anak adalah kemampuan motorik kasar yang
berkaitan dengan gerakan yang dipengaruhi oleh gerakan otot-otot besar (Antoni,
2005).
4
Asupan gizi yang harus terpenuhi untuk anak juga dijelaskan dalam ajaran
Islam seperti yang dituangkan dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat 88
Artinya: “ Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah
telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya”.
Asupan gizi diperoleh dari bahan makanan yang halal, menurut syariat
merupakan makanan yang diperoleh, diolah dan dikonsumsi dengan cara yang
tidak dilarang dan bukan asupan makanan yang diharamkan berdasarkan segi
zatnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (2003), dari 98 anak yang diteliti
60% perkembangan motoriknya baik dan sisanya mengalami perkembangan yang
terlambat yaitu 40%. Ditemukan bahwa ada hubungan antara status gizi, asupan
gizi seperti energi dan asupan protein terhadap perkembangan motorik kasar
balita. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Olney, et al (2007) dalam Lisma
(2010) menunjukan bahwa anak di Kepulauan Timur Afrika (Zanzibari) yang
kekurangan zat besi, anemia dan stunting memiliki skor kemampuan motorik
kasar lebih rendah dan membutuhkan waktu yang lama dalam melakukan
gerakan-gerakan perpindahan.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kekurangan beberapa zat gizi
mempunyai dampak negatif terhadap proses pertumbuhan kembang otak. Anak
5
membutuhkan energi dan protein per kilogram berat badan lebih banyak daripada
orang dewasa, karena anak masih bertumbuh dan berkembang. Selain itu nutrisi
yang dikonsumsi harus seimbang. Artinya, proporsi protein, hidrat arang, dan
lemak masing-masing adalah 10-20%, 50-60% dan 20-30% dari kalori yang
dibutuhkan. Kelengkapan zat gizi dalam makanan merupakan hal yang mutlak
dengan jumlah yang sesuai dengan angka kecukupan gizi (Zaviera, 2008).
Asupan gizi merupakan kebutuhan anak yang berperan dalam proses
tumbuh kembang terutama tumbuh kembang otak. Berdasarkan Susanty, et al
(2012) asupan zat gizi yang penting untuk fungsi motorik meliputi energi, protein,
besi dan seng. Energi dan protein berperan dalam proses proliferasi, difersensiasi
sel, dan synaptogenesis. Besi berperan dalam sistesis monoamine, metabolisme
energi di neuron dan sel glia serta mielinisasi. Seng berperan dalam sistesis DNA
dan pelepasan neurotransmitter. Didapatkan hasil uji korelasi menunjukan ada
hubungan asupan energi dengan perkembangan kasar sebesar 20%, sedangkan
untuk asupan protein sebesar 27% yang berhubungan dengan perkembangan
motorik kasar anak.
Selain itu hasil penelitian Kartika, dkk (2002) menunjukan bahwa terdapat
perbedaan laju pertumbuhan motorik pada anak yang diberi suplementasi tinggi
energi dan zat mikro, didapatkan sebesar 66,7% anak mengalami kemampuan
motorik kasar lambat akibat asupan energi kurang, dan 80% anak mengalami
kekurangan asupan protein sehingga kemampuan motorik kasar anak terganggu.
Oleh karena itu, asupan gizi yang baik akan menunjang pertumbuhan dan
6
perkembangan anak, karena zat gizi memegang peranan penting dalam tumbuh
kembang anak khususnya perkembangan motorik kasar anak.
Sampai saat ini deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan balita di
Indonesia belum dilakukan secara rutin, sehingga belum terlihat pelaporan yang
menunjukan tentang kondisi tumbuh kembang balita. Perhatian utama masih
difokuskan pada pertumbuhan fisik yang pemantauannya dilakukan di posyandu
secara berkali melalui kegiatan penimbangan.
Perkembangan motor milestone pada anak normal terjadi dari 0 bulan
sampai mencapai kemampuan maksimal seperti berjalan, berlari, melompati pada
usia 18 bulan. Pada usia 0 sampai 3 bulan tidak ada perubahan perkembangan
yang berbeda, yaitu hanya terlentang saja. Pada usia 3-18 bulan terjadi
perkembangan otak optimal sehingga masa ini disebut masa critical period dan
peranan gizi sangat signifikan. Makanan yang diberikan pada waktu
perkembangan otak yang pesat tersebut berhubungan erat dengan nasib anak di
kemudian hari, apakan menjadi cerdas atau kurang cerdas otaknya. WHO
merekomendasikan bahwa anak mulai menerima makanan pada usia 6 bulan
selain ASI, awalnya 2-3 kali sehari, pada usia anak 6-8 bulan meningkat menjadi
3-4 kali sehari, dan pada usia 9-11 bulan dan 12-24 bulan diberikan makanan
tambahan bergizi 1-2 per hari diantara waktu makan (WHO, 2005).
Beberapa tahun terakhir ini semakin meningkatnya angka kejadian seperti
keterlambatan motorik, berbahasa, perilaku, autism di Amerika Serikat 12%-16%,
Thailand 24%, Argentina 22% dan di Indonesia antara 13%-18% (Alimul, 2010).
7
Hasil survei Departemen Kesehatan RI pada tahun 2006, diketahui sekitar
16 % dari anak usia di bawah lima tahun mengalami gangguan perkembangan
saraf dan otak mulai ringan sampai berat. Sedangkan menurut Pusponegoro
(2006) dalam Nursadiyah (2010) menjelaskan setiap 2 dari 1.000 bayi mengalami
gangguan perkembangan motorik, oleh karenanya diperlukannya kecepatan
menegakkan diagnosis dan terapi jika diperlukan dalam proses penyembuhan.
Menurut Riskesdas (2010), diketahui prevalensi berat kurang sebesar
17,9% terdiri dari 4,9% gizi buruk dan 13,0% gizi kurang. Dan provinsi Banten
termasuk ke dalam 18 provinsi yang memiliki angka prevalensi lebih besar dari
nasional dengan angka 30,5%.
Berdasarkan data dinas kesehatan kota Tangerang tahun 2010, puskesmas
Pamulang merupakan puskesmas yang prevalensi gizi buruk tertinggi pertama
yaitu sebesar 2,17%.Wilayah kerja puskesmas Pamulang meliputi 4 kelurahan
yaitu kelurahan Pamulang Barat, kelurahan Pamulang Timur, kelurahan Pondok
Cabe Ilir dan kelurahan Pondok Cabe Udik. Berdasarkan Pemantauan Status Gizi,
prevalensi gizi kurang yang paling banyak ditemukan terjadi di Pamulang Barat
sebesar 2,36%, dengan demikian menunjukan bahwa kelurahan Pamulang Barat
merupakan kelurahan dengan prevalensi tertinggi. Oleh karena itu peneliti
melakukan penelitian di wilayah kelurahan Pamulang Barat.
Permasalahan kesehatan pada bayi yang berkaitan dengan ketidak
normalan perkembangan motorik kasar, telah dilaporkan terjadi di wilayah
Labang Bangkalan Madura dengan hasil menunjukan 91,7% responden (Fitria
dalam Sulpi 2013). Namun data penelitian mengenai hal ini terutama di wilayah
8
Tangerang Selatan sangat terbatas. Selanjutnya berdasarkan penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Yekti (2008) dalam Sutrisno (2014) diketahui bahwa tingkat
perkembangan motorik kasar anak wilayah kerja puskesmas Kampung Sawah
pada baduta mengalami keterlambatan pada periode tertentu sebanyak 34 anak
(77,3%). Sedangkan jumlah baduta yang motorik kasarnya normal hanya 10 anak
(22,7%).
Selain itu dari hasil studi pendahuluan, observasi dan wawancara
sementara yang dilakukan oleh peneliti di Kelurahan Pamulang Barat pada anak
usia rentang 6-18 bulan diketahui bahwa 60% anak berada pada status
perkembangan motorik kurang dan suspect, serta 40% anak berada pada status
perkembangan motorik normal.
Dapat disimpulkan bahwa anak yang mengalami malnutrisi akan
mengalami keterlambatan kematangan sel saraf bagian cerebellum sebagai pusat
koordinasi gerak motorik. Jika perkembangan motorik tidak optimal, maka akan
mempengaruhi terhadap keberlangsungan hidup pada masa yang akan datang.
Melihat uraian masalah diatas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang
“Hubungan Asupan Gizi terhadap Perkembangan Motorik Kasar pada Anak 6- 18
bulan di Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2014”.
1.2 Rumusan Masalah
Perkembangan motorik adalah segala kegiatan yang diatur oleh otak, dan
asupan gizi harus dipenuhi untuk mengoptimalkan kerja otak dalam
mengkoordinasikan otot gerak disetiap aktifitas perkembangan motorik kasar. Jika
9
asupan gizi kurang, maka akan mempengaruhi kerja otak dalam
mengkoordinasikan gerak otot, sehingga status perkembangan motorik kasar anak
akan mengalami gangguan. Dari hasil studi pendahuluan di Kelurahan Pamulang
Barat, ditemukan 60% orang anak yang mengalami perkembangan motorik kasar
berada pada status kurang dan suspect dan hanya 40% anak berstatus normal.
Makanan yang diberikan pada waktu perkembangan otak yang pesat,
berhubungan erat dengan nasib anak di kemudian hari, apakah menjadi normal
atau mengalami gangguan dalam perkembangan motorik kasarnya.
Hal ini yang menjadikan peneliti ingin meneliti pada usia 6-18 bulan,
pemilihan dimulai dari 6 bulan dikarenakan anak baru terlepas dari
mengkonsumsi ASI ekslusif dan baru mengenal asupan makanan selain ASI, yaitu
makanan tambahan. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui hubungan asupan
gizi dengan perkembangan motorik anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang
Barat pada tahun 2014.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan hal tersebut di atas, adapun hal yang menjadi pertanyaan
penelitian yaitu:
1. Bagaimana gambaran motorik kasar pada anak usia 6 sampai 18 bulan
di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014?
2. Bagaimana gambaran asupan energi pada anak usia 6 sampai 18 bulan
di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014?
3. Bagaimana gambaran asupan protein pada anak usia 6 sampai 18 bulan
di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014?
10
4. Bagaimana gambaran asupan lemak pada anak usia 6 sampai 18 bulan
di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014?
5. Bagaimana gambaran asupan karbohidrat pada anak usia 6 sampai 18
bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014?
6. Bagaimana gambaran asupan besi (Fe) pada anak usia 6 sampai 18
bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014?
7. Bagaimana gambaran asupan seng (Zn) pada anak usia 6 sampai 18
bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014?
8. Adakah hubungan asupan energi dengan perkembangan motorik kasar
anak usia 6 sampai 18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014?
9. Adakah hubungan asupan protein dengan perkembangan motorik kasar
anak usia 6 sampai 18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014?
10. Adakah hubungan asupan lemak dengan perkembangan motorik kasar
anak usia 6 sampai 18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014?
11. Adakah hubungan asupan karbohidrat dengan perkembangan motorik
kasar anak usia 6 sampai 18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014?
12. Adakah hubungan asupan zat besi (Fe) dengan perkembangan motorik
kasar anak usia 6 sampai 18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014?
11
13. Adakah hubungan asupan seng (Zinc) dengan perkembangan motorik
kasar anak usia 6 sampai 18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014?
1.4 Tujuan
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan asupan gizi seperti energi, protein, karbohidrat,
lemak, Seng (Zinc) dan Besi (Fe) terhadap perkembangan motorik kasar anak
usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran perkembangan motorik kasar pada anak usia
6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
2. Diketahui gambaran asupan energi pada anak usia 6-18 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
3. Diketahui gambaran asupan protein pada anak usia 6-18 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
4. Diketahui gambaran asupan lemak pada anak usia 6-18 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
5. Diketahui gambaran asupan karbohidrat pada anak usia 6-18 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
6. Diketahui gambaran asupan besi (Fe) pada anak usia 6-18 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
12
7. Diketahui gambaran asupan seng (Zn) pada anak usia 6-18 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
8. Diketahuinya hubungan asupan energi dengan perkembangan motorik
kasar anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
9. Diketahuinya hubungan asupan protein dengan perkembangan motorik
kasar anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
10. Diketahuinya hubungan asupan lemak dengan perkembangan motorik
kasar anak 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
11. Diketahuinya hubungan asupan karbohidrat dengan perkembangan
motorik kasar anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat
tahun 2014.
12. Diketahuinya hubungan asupan zat besi dengan perkembangan motorik
kasar anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
13. Diketahuinya hubungan asupan seng dengan perkembangan motorik
kasar anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
1.5 Manfaat penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelititan tentang hubungan asupan gizi
terhadap perkembangan motorik anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang
Barat tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Pesan Rasulullah SAW: “Khairunnas anfa’uhum linnaas “ yang artinya
“sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain”.
13
Seperti halnya penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi orang lain,
berikut manfaat penelitian:
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan dalam
program gizi di Puskemas Kecamatan pamulang.
2. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat memberikan masukan bagi orang tua agar bisa
memberikan asupan gizi yang tepat dalam perkembangan motorik
kasar pada balita.
3. Bagi Penelitian
Memperoleh pengalaman langsung dalam merencanakan,
melaksanakan dan menyusun hasil penelitian tentang hubungan asupan
gizi dengan perkembangan motorik kasar anak di Kelurahan Pamulang
Barat tahun 2014. Selain itu untuk memperkuat hasil penelitian yang
telah ada dan menjadi acuan untuk penelitian terkait yang lebih
spesifik.
4. Bagi Kader Posyandu
Kader posyandu sebagai tonggak kesehatan pertama dalam
masyarakat diharapkan dapat mengoptimalkan penggunaan KMS-P
sebagai pemantau perkembangan dan bukan hanya pemantauan
pertumbuhan. Selain itu dapat memberikan PMT yang sesuai dengan
usia anak.
14
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa peminatan gizi masyarakat
program studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
mengetahui hubungan asupan gizi dengan perkembangan motorik kasar anak usia
6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat, Kecamatan Pamulang tahun 2014.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional yang
dilaksanakan pada bulan April-Desember tahun 2014. Sampel penelitian ini
dilakukan pada anak usia 6-18 bulan yang berada di Kelurahan Pamulang Barat
dengan melihat asupan gizi yang dikonsumsi dan perkembangan motoriknya. Data
yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari instrument penelitian
yaitu food frequency semiquantitatif dan lembar denver II untuk menentukan
penilaian status perkembangan motorik kasar pada anak.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan Motorik Kasar
2.1.1 Pengertian Motorik Kasar
Perkembangan motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan
tubuh melalui kegiatan yang terintegrasi antara susunan saraf, otot, otak dan
spinal cord (Hurlock, 1995). Perkembangan motorik adalah istilah yang
digunakan untuk menggambarkan perilaku gerakan yang dilakukan dan semua
gerakan yang mungkin dilakukan oleh tubuh manusia.
Menurut Frankerburg (1981) yang dikutip oleh Soetjiningsih (1995),
motorik kasar (gross motor), yaitu aspek yang berhubungan dengan pergerakan
dan sikap tubuh yang melibatkan sebagian besar tubuh karena dilakukan oleh otot-
otot yang lebih besar sehingga memerlukan cukup tenaga, misalnya berjalan dan
berlari.
Sejalan dengan pemaparan Sujiono (2007) dalam Sutrisno (2014)
mengemukakan bahwa gerakan motorik kasar adalah kemampuan yang
membutuhkan koordinasi sebagian besar bagian tubuh anak, melibatkan aktivitas
otot-otot besar seperti otot tangan, otot kaki dan seluruh tubuh. Gerakan ini
memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar,
membutuhkan kematangan dalam koordinasi.
Selanjutnya menurut Satoto (1990) dalam Sulpi (2013) menyatakan bahwa
perkembangan motorik kasar merupakan perkembangan mengontrol gerakan-
gerakan tubuh melalui kegiatan yang terkoordinasi antara SSP (Sistem Saraf
16
Pusat), saraf perifer, dan otot yang dimulai dengan gerakan-gerakan kasar yang
kemudian dilanjutkan dengan gerakan halus. Artinya, perkembangan motorik
kasar lebih dahulu berkembang dibanding dengan perkembangan motorik halus.
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bawa perkembangan motorik
kasar merupakan aktivitas gerakan bagian tubuh yang dikoordinasikan oleh otak
sebagai pusat gerak. Selain itu sebagai proses tumbuh kembang kemampuan gerak
seorang anak, gerakan merupakan hasil pola interaksi yang kompleks dari
berbagai bagian dan sistem dalam tubuh yang dikontrol oleh otak.
2.1.2 Prinsip Perkembangan Motorik Kasar
Menurut Hurlock (1978) menyatakan bahwa ada lima prinsip
perkembangan motorik kasar yang diuraikan sebagai berikut:
1. Perkembangan motorik kasar bergantung pada kematangan otot dan
syaraf.
Otak sebagai pusat koordinasi setiap gerakan yang dilakukan anak, akan
mempengaruhi perkembangan motorik. Dibutuhkan kematangan
perkembangan sistem syaraf otak yang dapat mengatur otot, dimana
semakin baik perkembangan sitem otak maka akan baik pula
perkembangan motorik anak, karena didukung oleh kekuatan otot yang
baik.
2. Perkembangan yang berlangsung secara terus-menerus.
Berdasarkan hukum rangkaian perkembangan, hukum cephalocaudal
menerangkan bahwa perkembangan menyebar ke seluruh tubuh dari kaki
hingga ke kepala, kemajuan struktur dan funsi pertama-tama terjadi di
17
kepala, kemudian badan dan terakhir di tungkai. Hukun proximodisal
menerangkan tentang perkembangan bergerak dari yang dekat ke yang
jauh. Adanya tahapan dari tonjolan lengan memanjang dan kemudian
berkembang menjadi tangan dan jari.
3. Perkembangan motorik mengikuti pola yang dapat diramalkan.
Hal ini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan
tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Setiap
perkembangan motorik dapat diramalkan, misalnya anak yang dapat duduk
lebih dahulu maka akan lebih awal pula dalam berjalan dibandingkan anak
yang duduknya terlambat.
4. Perbedaan individu dalam laju perkembangan motorik.
Urutan perkembangan setiap anak sama, akan tetapi faktor genetik dan
lingkungan yang mempengaruhi kecepatan perkembangannya.
5. Reflek primitif akan hilang dan digantikan dengan gerakan yang disadari.
Gerakan yang tidak disadari atau reflek primitive secara otomatis pada usia
tertentu harus sudah hilang karena dapat menghambat gerakan yang
disadari.
2.1.3 Aspek-Aspek Yang Berhubungan Dengan Perkembangan Motorik
a. Kematangan Syaraf
Syaraf berfungsi mengontrol gerakan motorik yang dilakukan anak
secara luas. Otak besar yang mengontrol gerakan motorik kasar
18
berkembang lebih cepat dibandingkan otak kecil yang mengontrol gerakan
motorik halus.
b. Sistem Syaraf
Sistem syaraf merupakan salah satu sistem organ yang ada di tubuh
manusia yang merupakan sebuah sistem jaringan komunikasi, sel-sel
syaraf di setiap bagian dari tubuh memainkan peran dalam proses
menanggapi rangsangan dan pengendalian otot-otot.
c. Mekanisme Gerak
d. Mekanisme Kontraksi Otot
Kontraksi otot dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1) Treppe atau staircase effect, yaitu meningkatnya kekuatan
kontraksi berulang kali pada suatu serabut otot karena stimulasi
berurutan berseling beberapa detik. Pengaruh ini disebabkan karena
konsentrasi ion Ca2+ di dalam serabut otot yang meningkatkan
aktivitas miofibril.
2) Summasi, berbeda dengan treppe, pada summasi tiap otot
berkontraksi dengan kekuatan berbeda yang merupakan hasil
penjumlahan kontraksi dua jalan (summasi unit motor berganda
dan summasi bergelombang).
3) Fatique adalah menurunnya kapasitas bekerja karena pekerjaan itu
sendiri.
4) Tetani adalah peningkatan frekuensi stimulasi dengan cepat
sehingga tidak ada peningkatan tegangan kontraksi.
19
5) Rigor terjadi bila sebagian terbesar ATP dalam otot telah
dihabiskan, sehingga kalsium tidak lagi dapat dikembalikan ke RS
melalui mekanisme pemompaan.
e. Gizi
Anak yang mengalami kurang energi dan protein akan menjadi tidak
aktif, apatis, pasif dan tidak mampu berkonsentrasi, hal ini disebut
functional isolationis yang terjadi pula pada tikus kurang gizi.
Ketersediaan energi yang cukup banyak dibutuhkan dalam melakukan
aktifitas motorik seperti tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan dan
berlari, jika mengalami KEP, akan ada keterlambatan dalam
perkembangan motor milestone.
Usia kurang dari 18 bulan membawa keuntungan yang nyata terhadap
kecerdasan anak sampai 8 tahun kemudian, dan perkembangan neurologi
sebelum 18 bulan berhubungan erat dengan defisiensi gizi yang dapat
bersifat permanen karena umur 18 merupakan batas atau cut off point
dimana masa kritisnya terjadi pada usia 6-18 bulan. Kurangnya asupan gizi
dapat berakibat defisitnya myelinisasi pada otak, artinya terjadi kesulitan
dalam menghantarkan informasi dari satu neuron ke neuron yang lain.
2.1.4 Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 6-18 Bulan
Kemampuan perkembangan motorik kasar yang harus dicapai anak sesuai
usianya berdasarkan Depkes, 2006 adalah sebagai berikut:
a. Kelompok Usia 6 Bulan:
- Mengangkat dan menurunkan bokong serta punggungnya.
20
- Merespon dengan riang gembira ketika diberikan stimulus.
- Menggoyangkan kedua kakinya.
- Dapat merangkak.
b. Kelompok Usia 9 Bulan:
- Mengangkat dan menurunkan bokong serta punggungnya.
- Dapat duduk dengan sendiri selama 60 detik.
- Dapat merangkak.
- Dapat mencoba berdiri dengan berpegangan.
c. Kelompok Usia 12 Bulan:
- Anak dapat berdiri selama 30 detik atau lebih dengan berpegangan
pada kursi/meja.
- Anak dapat mengangkat badannya ke posisi berdiri tanpa bantuan.
- Anak dapat duduk sendiri tanpa bantuan.
d. Kelompok Usia 15 Bulan:
- Anak dapat berjalan sendiri atau jalan dengan berpegangan.
- Anak dapat berdiri sendiri tanpa pegangan selama kira-kira 5 detik.
- Anak dapat berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik atau
lebih.
- Tanpa pegangan atau menyentuh lantai, apakah anak dapat
membungkuk untuk memungut mainan di lantai dan kemudian berdiri
kembali.
- Anak dapat berjalan di sepanjang ruangan tanpa jatuh atau terhuyun-
huyun.
21
e. Kelompok Usia 18 Bulan:
- Anak dapat berdiri sendiri tanpa berpegangan selama kira-kira 5 detik.
- Anak dapat berdiri sendiri tanpa berpegangan selama 30 detik atau
lebih.
- Tanpa pegangan atau menyentuh lantai, apakah anak dapat
membungkuk untuk memungut mainan di lantai dan kemudian berdiri
kembali.
- Anak dapat berjalan di sepanjang ruangan tanpa jatuh atau terhuyun-
huyun.
2.1.5 Penilaian Perkembangan Motorik Pada Anak
Dalam Moersintowarti (2002) menyatakan bahwa perkembangan anak
pada fase awal dibagi menjadi 4 aspek kemampuan fungsional yaitu motorik
kasar, motorik halus dan penglihatan, berbicara bahasa dan pendengaran, sosial
emosi dan perilaku.
Kemajuan perkembangan pada anak ditentukan oleh pencapaian
kemampuan fungsionalnya dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Terdapat pola kemajuan perkembangan yang nyata dan konsisten dan
dapat digambarkan dalam patokan kemampuan perkembangan berjenjang
yang penting.
b. Kemajuan perkembangan untuk setiap kemampuan selalu
dipertimbangkan dalam jangka panjang terhadap waktu.
c. Terdapat skala waktu yang lebar dalam rentang yang normal.
22
d. Angka median umur untuk kemampuan menunjukan bahwa 50% populasi
standar akan mencapai tingkatan kemampuan tersebut, akan tetapi tidak
menunjukan apakah seseorang berada di luar rentang normal.
e. Batasan usia menunjukan bahwa suatu patokan kemampuan sudah harus
dicapai, batas ini penting untuk memonitor perkembangan, bila gagal
mencapainya memberikan petunjuk untuk segera melakukan penilaian
yang lebih rinci, pemeriksaan dan intervensi.
Penilaian perkembangan anak dilakukan pada program kegiatan surveilans
dan skrining, kepedulian orang tua, dan oleh para professional di bidang
perkembangan anak. Salah satu instrument untuk skrining yang dipakai adalah
Denver II yang merupakan penilaian perkembangan anak yang memenuhi semua
persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik dan yang paling
luas digunakan. Soetjiningsih (1995) menerangkan bahwa tes denver II dapat
diandalkan dan menunjukan validitas yang tinggi serta mudah dan cepat
dilakukan. Denver II memiliki empat kelompok besar yang disebut sektor
perkembangan yang meliputi:
a. Perilaku sosial (Personal social)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungan.
b. Gerakan Motorik halus (Fine motor adaptive)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengatasi
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
23
tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi
yang cermat.
c. Bahasa (Language)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan
respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
d. Gerakan motorik kasar (Gross motor)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan sikap tubuh yang
menggunakan otot-otot besar.
Lembar skor dari denver ini didesain unik, karena setiap item uji diwakili
dengan sebuah bar (batang) yang ditempatkan di antara skala usia, yaitu satu pada
bagian atas dan satu pada bagian bawah lembaran skor. Masing-masing batang
diskalakan untuk menunjukan 25%, 50%, 75%, dan 90% dari anak-anak normal
dapat menyelesaikan item tertentu. Penentuan item uji dimulai dengan
menentukan usia anak dalam skala usia kemudian menarik sebuah garis lurus dari
atas ke bawah skala. Jumlah item uji yang akan dipergunakan adalah bervariasi
terhadap usia. Item yang dilalui garis usia, akan dinilai dan tiga item yang berada
di sebelah kanan garis usia juga harus diperiksa. Masing-masing item akan
diberikan nilai :
a. P (Passed) lulus: apabila anak dapat melakukan semua kemampuan tes
yang diberikan dengan baik atau dari laporan ibu/pengasuh yang tepat dan
dipercaya bahwa anak dapat melakukannya.
24
b. F (Fail) gagal: apabila anak gagal atau tidak dapat melakukan tes
kemampuan yang diberikan atau dari laporan ibu/pengasuh yang tepat dan
dapat dipercaya.
c. No (No Opportunity) tidak ada kesempatan: anak tidak mampu melakukan
kemampuan tes yang diberikan karena ada hambatan.
d. R (Resufal) menolak: anak menolak untuk melakukan tes.
e. B (By Report) dengan bantuan orang tua: anak melakukan tes dengan
bantuan orang tua. Apabila anak dapat melakukannya maka lulus,
sedangkan apabila anak tidak dapat melakukannya berarti gagal.
Setelah itu dihitung berapa jumlah P, F dan sebagainya. Berdasarkan pedoman
hasil tes diklasifikasikan dalam normal, suspect dan tidak dapat diuji.
1) Normal, jika; lulus semua tes kemampuan yang diberikan atau tidak
terdapat keterlambatan; ada 1 peringatan.
2) Suspect, jika; ada dua atau lebih peringatan atau 1 keterlambatan atau lebih
pada satu sektor.
3) Tidak normal, jika; apabila ada sektor menolak 1 atau lebih dari item yang
berada di sebelah garis umur; menolak lebih dari 1 item pada area 75%-
90%.
2.2 Kebutuhan Gizi Anak Balita
Supariasa (2001) menjelaskan gizi merupakan ilmu mengenai makanan,
zat makanan dan komponen lainnya, sedangkan zat gizi merupakan bagian dari
makanan. Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
25
penyimpangan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk
mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ
serta menghasilkan energi.
Makanan dan zat gizi adalah balok pembangun yang membantu
membentuk gigi, tulang dan otot yang kuat, jaringan yang sehat, perkembangan
saraf otak dan sistem daya tahan tubuh. Setiap hari anak perlu mendapatkan zat
gizi dari makanan. Tidak ada satu jenis makanan yang menyediakan semua zat
gizi yang dibutuhkan anak, yang paling baik adalah memberikan aneka ragam
makanan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan zat gizi (Supariasa, 2001).
Kebutuhan gizi adalah angka kecukupan yang diperlukan setiap individu
dalam memenuhi nutrisi untuk melakukan aktifitas. Setiap individu memiliki
angka kebutuhan gizi berbeda-beda, berdasarkan usia dan jenis kelamin.
Kebutuhan gizi setiap individu tercantum dalam angka kecukupan gizi atau
disingkat dengan AKG.
Angka Kecukupan Gizi untuk anak balita dibedakan menjadi kelompok
umur, untuk anak usia 6-11 bulan kebutuhan energinya sebesar 650 kkal, 16 gram
untuk protein, 7 mg untuk kebutuhan besi, sedangkan zinc 7,9 mg. Usia 12-36
bulan kebutuhan energi meningkat menjadi 1000 kkal, 25 gram protein, 8 mg besi
dan 8,3 mg zinc. Semakin tinggi usia anak, semakin meningkat pula kebutuhan
asupan gizi yang wajib diperoleh anak. Selain ukuran berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi, Husin (2008 ) menjelaskan zat-zat gizi yang dibutuhkan anak
dalam masa tumbuh kembang, berikut ini adalah zat- zat tersebut:
26
1. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang terdiri dari dua
jenis yaitu karbohidrat sederhana (gula, pasir dan gula merah)
sedangkan karbohidrat kompleks (tepung, beras, jagung, gandum).
2. Protein untuk pertumbuhan, terdapat pada ikan, susu, telur, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
3. Lemak terdapat pada margarin, mentega, minyak goreng, lemak
hewan atau lemak tumbuhan.
4. Vitamin adalah zat-zat organik yang kompleks yang dibutuhkan dalam
jumlah sangat kecil dan pada umumnya dapat dibentuk oleh tubuh.
a. Vitamin A untuk pertumbuhan tulang, mata dan kulit yaitu
mencegah kelainan bawaan, vitamin terdapat dalam susu, keju,
mentega, kuning telur, minyak ikan, sayuran dan buah-buahan
segar (wortel, pepaya, mangga, daun singkong, daun ubi jalar).
b. Vitamin B untuk menjaga sistem susunan saraf agar berfungsi
normal, mencegah penyakit beri-beri dan anemia. Vitamin ini
terdapat di dalam nasi, roti, susu, daging dan tempe.
c. Vitamin C berguna untuk pembentukan integritas jaringan dan
peningkatan penyerapan zat besi, untuk menjaga kesehatan gusi,
jenis vitamin C banyak terdapat pada mangga, jeruk, pisang,
nangka.
5. Mineral berguna untuk menumbuhkan dan memperkuat jaringan serta
mengatur keseimbangan cairan tubuh.
27
a. Zat besi berguna dalam pertumbuhan sel-sel darah merah yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan. Zat ini terdapat dalam daging,
ikan dan hati ayam.
b. Kalsium berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Zat ini
terdapat dalam susu sapi.
c. Yodium berguna untuk menyokong susunan saraf pusat berkaitan
dengan daya pikir dan mencegah kecacatan fisik dan mental. Zat
ini terdapat dalam rumput laut dan sea food.
2.3 Hubungan Asupan Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak
Asupan gizi merupakan kebutuhaan anak yang berperan dalam proses
tumbuh kembang terutama dalam perkembangan otak. Kemampuan anak untuk
dapat mengembangkan kemampuan saraf motoriknya adalah melalui pemberian
asupan gizi yang seimbang. Pemberian asupan gizi seimbang ini sangat berperan
dalam tumbuh kembang anak mulai dari janin dalam kandungan, balita, anak usia
sekolah, remaja bahkan sampai dewasa (Zaviera, 2008).
Budiarti, et al (2011) menerangkan bahwa asupan gizi sangat
mempengaruhi tumbuh kembang anak, baik perkembangan motorik kasar atau
motorik halus. Selanjutnya menurut Susanthy, et al (2012) juga
mengklasifikasikan asupan gizi yang penting untuk fungsi motorik, yaitu energi,
protein, seng dan besi.
2.3.1 Energi
Tubuh manusia membutuhkan pasokan energi yang terus menerus
layaknya seperti mesin. Membutuhkan energi untuk kelangsungan hidupnya,
28
untuk melakukan setiap aktifitas atau kegiatan sehari-hari. Energi diperoleh dari
pembakaran karbohidrat, protein dan lemak. Energi diperoleh dari zat gizi yang
terdapat dalam makanan: karbohidrat kompleks, lemak, protein dan gula
sederhana. Kalori yang dibutuhkan pada masa balita adalah sekitar 1300–1500
kalori per hari (Nursalam, 2005). Sedangkan untuk anak usia 6-18 bulan
dibutuhkan kecukupan energi sebesar 650-1000 kkalori per hari. Tanpa energi,
fungsi tubuh yang penting tidak mungkin berjalan karena tubuh manusia
membutuhkan pasokan energi terus menerus. Pasokan energi diperoleh dari
makanan yang dikonsumsi. Berikut tabel 2.1 mengenai kebutuhan energi anak
usia 6-18 bulan:
Tabel 2.1
Kebutuhan Energi Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan Angka Kecukupan
Gizi 2013 Rata-rata Perhari
No Kelompok Umur Energi (Kkal)
1 0-6 bulan 550
2 7-11 bulan 650
4 12-18 bulan 1000
Sumber: AKG, 2013
Energi diperlukan untuk kelangsungan proses-proses didalam tubuh seperti
proses perederan dan sirkulasi darah, denyut jantung, pernapasan, pencernaan, dan
untuk bergerak atau melakukan aktifitas fisik. Energi ditimbulkan karena adanya
pembakaran karbohidrat, protein dan lemak, oleh karena itu, dibutuhkan asupan
yang cukup dan seimbang.
Gerak motorik merupakan gerak yang dibanyak dilakukan oleh kerja otot,
dan untuk melaksanakan kerja otot itu dibutuhkan energi. Menurut Susanthy, et al
29
(2012) menyatakan bahwa energi dapat mempengaruhi zat kimia yang ada di otak
yang sering disebut neurotransmitter yang bertugas dalam menghantarkan impuls
dari satu saraf ke saraf yang lainnya sehingga menghasilkan gerak motorik.
Perkembangan motorik kasar adalah bagaimana keterampilan anak dalam
menjaga keseimbangan tubuhnya mulai dari merangkak sampai berjalan dan
berlari. Untuk melakukan gerakan itu dibutuhkan energi yang cukup sesuai angka
kecukupan gizi berdasarkan umurnya. Aktivitas motorik membutuhkan
ketersediaan energi yang cukup banyak. Tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan,
dan berlari melibatkan suatu mekanisme yang mengeluarkan energi yang tinggi
(Husaini, dkk 2003).
2.3.2 Protein
Selain asupan energi yang dibutuhkan untuk perkembangan dan
pertumbuhan, protein merupakan asupan yang bermanfaat dalam membangun sel-
sel yang telah rusak, membentuk zat-zat pengatur seperti hormon dan enzim.
Protein merupakan zat gizi yang berperan dalam fungsi motorik dan mempunyai
fungsi yang sama dengan energi dalam proses proliferasi, diferensial sel dan
synaptogenesis. Protein disusun oleh asam amino yaitu esensial dan non esensial.
Dimana asam amino tirosin merupakan jenis asam amino yang berhubungan
dengan mekanisme gerak motorik yang mengantarkan impuls dari satu saraf ke
saraf lain.
Protein merupakan bahan utama dalam pembentukan jaringan, baik
jaringan tubuh tumbuh-tumbuhan maupun tubuh manusia dan hewan. Menurut
Sunita Almatsier (2009), protein berfungsi :
30
1. Membangun sel-sel yang rusak.
2. Membentuk zat-zat pengatur seperti enzim dan hormon.
3. Membentuk zat anti energi, dalam hal ini tiap protein menghasilkan
sekitar 4,1 kalori.
4. Mengatur keseimbangan air.
5. Memelihara netralitas tubuh.
6. Pembentukan antibodi.
7. Mengangkut zat-zat gizi.
Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor
pada anak-anak dibawah lima tahun. Kekurangan protein juga sering ditemukan
secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang
dinamakan marasmus (Almatsier, 2009).
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar
tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh adalah protein, separuhnya ada di
dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di dalam
kulit dan selebihnya di dalam jaringan lain dan cairan tubuh. Protein mempunyai
fungsi khas yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2009). Berikut tabel 2.2
mengenai kebutuhan protein pada anak usia 6-18 bulan:
31
Tabel 2.2
Kebutuhan Protein Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan Angka Kecukupan
Gizi 2013 Rata-rata Perhari
No Kelompok Umur Protein (gr)
1 0-6 bulan 10
2 7-11 bulan 16
4 12-18 bulan 25
Sumber: AKG, 2013
Protein mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel
jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk neurotransmitter yang
mendukung perkembangan otak. Fungsi otak yang baik tergantung pada kapasitas
menyerap dan memproses informasi. Neurotransmitter catecholamies dibentuk
dari asam amino penting: Tyrosine dan neurotransmitter serotonin dibentuk dari
Tryptophan. Serotonin menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak
dalam memproses informasi, sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan
siaga yang membantu menyerap informasi di otak. Sumber protein antara lain
seperti ikan, susu, daging, telur dan kacang-kacangan (Nursalam, 2005).
Menurut Susanhty, et al (2012) menyatakan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna secara statistik antara asupan protein dengan perkembangan
motorik, baik motorik kasar maupun motorik halus dengan nilai p value 0,027.
2.3.3 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi utama bagi
tubuh, selain protein dan lemak. Karbohidrat yang terkandung dalam makanan
pada umumnya hanya ada 3 jenis yaitu : Polisakarida, Disakarida dan
Monosakarida (Sediaoetama, 2010).
32
Karbohidrat lebih banyak terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, ubi kayu dan lain-lain. Fungsi utama
karbohidrat yaitu (Almatsier, 2009):
1. Sebagai sumber energi.
2. Untuk membentuk volume makanan.
3. Membantu cadangan energi dalam tubuh.
4. Penghemat protein.
5. Membantu pengeluaran feses.
Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh.
Karbohidrat merupakan sumber utama energi bagi penduduk di seluruh dunia,
karena banyak didapat di alam dan harganya relatif murah. Satu gram karbohidrat
menghasilkan 4 Kkalori. Sebagian karbohidrat di dalam tubuh berada dalam
sirkulasi darah sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan
sebagai glikogen dalam hati dan jaringan otot dan sebagian diubah menjadi lemak
untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan lemak
(Almatsier, 2009). Berikut angka kecukupan karbohidrat untuk anak usia 6-18
bulan:
Tabel 2.3
Kebutuhan Karbohidrat Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan Angka
Kecukupan Gizi 2013 Rata-rata Perhari
No Kelompok Umur Karbohidrat (gr)
1 0-6 bulan 58
2 7-11 bulan 82
4 12-18 bulan 155
Sumber: AKG, 2013
33
Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian,
kacang-kacang kering dan gula. Hasil olah bahan-bahan ini adalah bihun, mie,
roti, tepung-tepungan, selai, sirup dan sebagainya. Sebagian sayur dan buah tidak
banyak mengandung karbohidrat. Sayur umbi-umbian seperti wortel dan bit serta
sayur kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung karbohidrat dari pada
sayur daun-daunan (Almatsier, 2009).
Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang
dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi
negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal). Bila
terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang
dewasa penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Gejala yang
ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang
bersemangat dan penurunan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Akibat
berat pada bayi dinamakan marasmus dan disertai kekurangan protein dinamakan
kwashiorkor. Jika gabungan kekurangan energi dan protein dinamakan marasmus-
kwashiorkor. Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan
melebihi energi yang dikeluarkan. Kelebihan energi ini akan diubah menjadi
lemak dalam tubuh. Akibatnya, terjadi berat badan lebih atau kegemukan.
Kegemukan ini bisa disebabkan oleh kebanyakan makan, dalam hal karbohidrat,
lemak maupun protein, tetapi juga karena kurang bergerak atau berolahraga
(Almatsier, 2009).
34
2.3.4 Lemak
Lemak dapat berasal dari hewan yang terutama mengandung asam lemak
jenuh dan lemak dari tumbuh-tumbuhan yang lebih banyak mengandung asam
lemak tak jenuh. Fungsinya sebagai pembentuk energi dalam tubuh dan sebagai
bahan bakar tubuh. Lemak merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen
serta termasuk minyak yang dapat larut dalam zat pelarut lemak. Kecukupan
lemak pada tubuh akan meningkatkan aktivitas hormon peka lipase trigliserida
sehingga metabolisme lemak dan asam lemak esensial dapat menghasilkan energi
dari aktifitas otot dan meningkatkan perkembangan motorik, jika kekurangan
lemak akan terjadi hal yang sebaliknya. Lemak mempengaruhi perkembangan dan
kemampuan otak, terutama pada dua tahun pertama. DHA (asam lemak omega 3)
dan AA (asam lemak omega 6) adalah komponen utama struktur otak dan
mempunyai peran penting dalam perkembangan fungsi otak dan retina. Menurut
Karyadi (1995) dalam Delmi, et al (2009) melaporkan peranan DHA dalam
membangun 14 biliun sel otak atau sekitar 70% massa otak terdiri dari lemak
terjadi pada masa kritis antara masa kehamilan sampai usia 18 bulan tumbuh
kembang anak. Sphingomyelin adalah komponen utama dari sel saraf, jaringan
otak dan selubung myelin disekitar saraf. Sphingomyelin mempunyai peran dalam
mengirim sinyal dan membawa informasi dari satu sel saraf ke sel saraf otak
lainnya. Sumber lemak antara lain seperti yang terdapat dalam minyak, santan,
dan mentega, roti dan kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang penting untuk
perkembangan otak (Nursalam, 2005).
35
Berikut tabel 2.4 kecukupan lemak untuk anak usia 6-18 bulan
berdasarkan Angka Kecukupan Gizi :
Tabel 2.4
Kebutuhan Lemak Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan Angka Kecukupan
Gizi 2013 Rata-rata Perhari
No Kelompok Umur Lemak (g)
1 0-6 bulan 34
2 7-11 bulan 36
4 12-18 bulan 44
Sumber: AKG, 2013
Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa,
kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung dan sebagainya), mentega,
margarin dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah
kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan
kuning telur serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur dan
buah (kecuali alpukat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier, 2009).
2.3.5 Seng (Zn)
Zink yang biasanya juga disebut dengan Seng merupakan zat gizi yang
esensial dan telah mendapat perhatian yang cukup besar akhir-akhir ini. Seng (Zn)
merupakan mineral yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan sel,
khususnya dalam produksi enzim-enzim yang penting bagi sintesis RNA dan
DNA. Seng umumnya ada di dalam otak, dimana seng mengikat protein.
Kekurangan seng akan berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur otak,
fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi (Black, 1998 dalam
Nasution, 2004).
36
Pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim, seng berperan dalam berbagai
aspek metabolisme, seperti reaksi-reaksi yang berkaitan dengan sintesis dan
degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat (Almatsier, 2009).
Berikut tabel 2.5 kebutuhan seng untuk anak usia 6-18 bulan:
Tabel 2.5
Kebutuhan Seng Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
2013 Rata-rata Perhari
No Kelompok Umur Seng (mg)
1 0-6 bulan 1,3
2 7-11 bulan 7,5
4 12-18 bulan 8,2
Sumber: AKG, 2013
Beberapa bahan makanan yang dapat meningkatkan penyerapan seng
(Zinc) dan besi (Fe) adalah asam askorbat dan sitrat (pepaya, jambu biji, pisang,
mangga, semangka, pir, jeruk, lemon, apel, jus nenas, kembang kol, dan limau),
asam malak dan tartrat (wortel, kentang, tomat, labu, kol, dan lobak cina), asam
amino sistein (daging, kambing, daging babi, hati, ayam, dan ikan), dan produk-
produk fermentasi (kecap kacang kedelai, acar atau asinan kubis) (Nasution,
2004).
Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan seng (Zinc) dan
besi (Fe) adalah fitat (beras, terigu, gandum, kacang kedelai, susu coklat, kacang
dan tumbuhan polong), polifenol (teh, kopi, bayam, kacang, tumbuhan polong,
rempah-rempah), kalsium dan fosfat (susu dan keju) (Gillespie, 1998 dalam
Nasution, 2004).
37
2.3.6 Besi (Fe)
Besi atau Fe merupakan mineral mikro yang paling banyak di dalam tubuh
manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa.
Meskipun luas, namun masih mengalami kekurangan zat besi yang sangat
berpengaruh terhadap produktifitas kerja, penampilan kognitif dan sistem
kekebalan tubuh (Almatsier, 2009).
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi besi seperti tanin yang
merupakan polifenol dan terdapat didalam teh, kopi, dan beberapa jenis sayuran
dan buah juga menghambat absorpsi besi dengan cara mengikatnya. Serat serelia
dan asam oksalat di dalam sayuran menjadi penghambat penyerapan besi.
Sedangkan asam organik seperti vitamin C sangat membantu penyerapan besi
(Almatsier, 2009). Berikut kebutuhan besi untuk anak usia 6-18 bulan:
Tabel 2.6
Kebutuhan Besi Anak Usia 6-18 Bulan Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi
2013 Rata-rata Perhari
No Kelompok Umur Besi (mg)
1 0-6 bulan +5
2 7-11 bulan 7
4 12-18 bulan 8
Sumber: LIPI, AKG 2013
Susanthy, et al (2012) menyatakan bahwa mineral besi dan seng
merupakan zat gizi esensial yang berperan dalam fungsi motorik. Besi berperan
dalam sistesis monoamine, metabolisme energi di neuron dan sel glia, mielinisasi,
sistem neurotransmitter dan metabolisme dopamine. Seng berperan dalam
pelepasan DNA dan neurotransmitter.
38
Menurut Husaini (2000) dalam Yekti (2008) menyatakan bahwa
kekurangan asupan gizi seperti zat besi menyebabkan berbagai keterbatasan antara
lain pertumbuhan mendatar, berat, dan tinggi badan menyimpang dari
pertumbuhan normal. Keadaan ini berintegrasi dengan keterlambatan dalam
perkembangan motorik anak. Efek defisiensi besi diduga menyebabkan gangguan
pembentukan myelin, fungsi neurotransmiter dan gangguan metabolisme otak
(Sunartini, 2009).
2.4 Penilaian Asupan Gizi
Penilaian ini dilakukan dengan mengumpulkan data konsumsi makanan
yang dapat memberikan gambaran tentang konsumsi zat gizi pada masyarakat,
keluarga dan individu. Metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan
penelitian, jumlah responden yang diteliti, umur dan jenis kelamin responden,
keadaan sosial ekonomi, ketersedian dana dan tenaga.
Berikut metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu, antara lain:
a. Recall 24 jam. Metode ini sesuai dengan namanya, yaitu mencatat jenis
dan jumlah makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.
Disini responden akan menceritakan semua yang dimakan dan diminum
selama 24 jam yang lalu.
b. Estimasi Food Records. Metode ini biasa disebut dengan food records atau
dietary records yang digunakan untuk jumlah dikonsumsi. Responden
akan mencatat semua yang ia makan dan minum setiap kali sebelum
39
makan dalam ukuran rumah tangga atau menimbang dalam ukuran berat
gram dalam jangka waktu tertentu secara berturut-turut.
c. Penimbangan Makanan (food weighing). Metode ini melakukan
penimbangan dan pencatatan seluruh makanan dikonsumsi responden
selama 1 hari. Penimbangan bisa dilakukan beberapa hari, tergantung dari
tujuan, dana, dan tenaga yang tersedia.
d. Dietary History. Bersifat kualitatif karena memberikan gambaran pola
konsumsi berdasarkan pengamatan dalam waktu yang cukup lama.
e. Frekuensi Makanan (food frequency). Metode ini digunakan untuk
memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan
selama periode tertentu seperti hari, minggu, bulan atau tahun.
2.5 Kerangka Teori
Gangguan
motorikGangguan impuls saraf
otak
rendah
Asupan protein Asam amino esensial
rendah
neurotranmitter
Asupan Besi (Fe)
dan Seng (Zn)Pembentukan mielinBahan pembentuk
Sumber : Lind, (2004), Black MM, (2004), Susanthy, (2012)
Asupan
energi,
karbohidrat
dan lemak
40
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1 KERANGKA KONSEP
Berdasarkan uraian mengenai perkembangan motorik anak yang telah
dijelaskan pada tinjauan kepustakaan, dapat dijelaskan bahwa masalah gizi
merupakan masalah yang komplek. Pada penelitian ini variabel yang diteliti
adalah hubungan asupan gizi terhadap perkembangan motorik kasar anak usia 6-
18 bulan. Asupan gizi meliputi asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, besi
dan seng. Penelitian ini hanya dikhususkan terhadap asupan gizi terhadap
perkembangan motorik kasar anak balita. Karena pemberian asupan gizi berperan
dalam tumbuh kembang anak dan pematangan perkembangan sistem saraf otak
yang menjadi pengatur atau pusat kordinasi kemampuan motorik anak. Jadi,
variabel independen yang akan diteliti adalah asupan makanan dan variabel
dependen yang diteliti adalah perkembagan motorik anak.
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.2 DEFENISI OPERATIONAL
Asupan Gizi
Energi
Protein
Lemak
Karbohidrat
Zinc (Seng)
Fe (Besi)
0
Status Perkembangan Motorik
Kasar anak usia 6-18 bulan
41
3.2 Defenisi Operasional
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Pengukuran
Status Perkembangan
Motorik Kasar
Perkembangan aspek yang
berhubungan dengan
kemampuan anak melakukan
pergerakan dan sikap tubuh
yang melibatkan otot-otot
besar seperti duduk, berdiri,
dan sebagainya.
Kemampuan anak melakukan
pergerakan motorik kasar
Wawancara
dan observasi,
perkembangan
motorik kasar
dinilai dengan
menggunakan
Denver II
menurut umur
anak.
Lembar
Denver II
1. Suspect dan tidak normal
jika; ada dua atau lebih
peringatan atau 1
keterlambatan atau lebih pada
satu sektor dan atau jika;
apabila ada sektor menolak 1
atau lebih dari item yang
berada di sebelah garis umur;
menolak lebih dari 1 item.
2. Normal, jika; lulus semua
tes kemampuan yang diberikan
atau tidak terdapat
Ordinal
42
sesuai dengan usianya.
Kemampuan gerakan
tertinggi yang dapat dilakukan
responden sesuai dengan alat
ukur yang digunakan.
keterlambatan; ada 1
peringatan.
(W.K Frankenburg dan J.B.
Dodds, 1990)
Asupan Energi Banyaknya energi yang
dikonsumsi dalam makanan
dan minumam dalam satu
hari.
Wawancara
Kuesioner
semi FFQ
1. Kurang, bila ≤ 80% AKG
2. Cukup, bila > 80% AKG
(WNPG, 2004)
Ordinal
Asupan Protein Banyaknya protein yang
dikonsumsi dalam makanan
dan minumam dalam satu
hari.
Wawancara
Kuesioner
semi FFQ
1. Kurang, bila < 80% AKG
2. Cukup, bila ≥ 80% AKG
(WNPG, 2004)
Ordinal
43
Asupan Lemak Banyaknya lemak yang
dikonsumsi dalam makanan
dan minumam dalam satu
hari.
Wawancara
Kuesioner
semi FFQ
1. Cukup , bila ≤ 30% dari
energi total
2. Lebih , bila > 30% dari
energi total
(WNPG, 2004)
Ordinal
Asupan Karbohidrat Banyaknya karbohidrat yang
dikonsumsi dalam makanan
dan minumam dalam satu
hari.
Wawancara
Kuesioner
semi FFQ
1. Kurang, bila < 80% AKG
2. Cukup, bila ≥ 80% AKG
(WNPG, 2004)
Ordinal
Asupan Seng (Zn) Banyaknya seng yang
dikonsumsi dalam makanan
dan minumam dalam satu
hari.
Wawancara
Kuesioner
semi FFQ
1. Kurang, bila < 80% AKG
2. Cukup, bila ≥ 80% AKG
(WNPG, 2004)
Ordinal
44
Asupan Besi (Fe) Banyaknya besi yang
dikonsumsi dalam makanan
dan minumam dalam satu
hari.
Wawancara
Kuesioner
semi FFQ
1. Kurang, bila < 80% AKG
2. Cukup, bila ≥ 80% AKG
(WNPG, 2004)
Ordinal
45
3.3 Hipotesis Penelitian
a. Ada hubungan antara asupan energi dengan status perkembangan
motorik kasar usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014.
b. Ada hubungan antara asupan protein dengan status perkembangan
motorik kasar usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014.
c. Ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan status perkembangan
motorik kasar usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014.
d. Ada hubungan antara asupan lemak dengan status perkembangan
motorik kasar usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014.
e. Ada hubungan antara asupan seng (Zinc) dengan status perkembangan
motorik kasar usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014.
f. Ada hubungan antara asupan besi (Fe) dengan status perkembangan
motorik kasar usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun
2014.
46
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan
melakukan pendekatan Cross Sectional Study. Pendekatan ini dimaksudkan untuk
melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen pada
sampel dari suatu populasi pada saat ini dalam waktu yang sama dengan tujuan
untuk mengetahui hubungan asupan gizi dengan perkembangan motorik kasar
anak. Variabel independen yaitu asupan zat gizi yang terdiri dari energi,
karbohidrat, lemak, protein, besi (Fe) dan seng (Zinc), sedangkan yang menjadi
variabel dependen adalah status perkembangan motorik kasar pada anak usia 6-18
bulan di Kelurahan Pamulang Barat tahun 2014.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pamulang Barat dan dilaksanakan
mulai bulan April sampai bulan Desember 2014.
4.3 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 6-18 bulan yang
berada di Kecamatan Pamulang dengan jumlah 526 anak.
47
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti. Sampel
penelitian adalah anak usia 6-18 bulan yang berada dilokasi penelitian yang
berjumlah 66 orang anak.
Penentuan sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda dua
proporsi, yaitu:
Keterangan:
n = Jumlah sampel
= derajat kemaknaan α = 5% = 1,96
= kekuatan uji = 90% = 1,28
P = P1 + P2/2 = 0,4 + 0,06/2 = 0,23
P1 = proporsi asupan energi kurang pada anak dengan
perkembangan motorik tidak normal 0,4(Susanthy,2012)
P2 = proporsi asupan energi cukup pada anak dengan
perkembangan motorik tidak normal 0,06(Susanthy, 2012)
Deff (design effect) = rasio antara varians pada sampel kompleks
dengan varians.
Design Effect diperlukan dalam perhitungan jumlah sampel jika
pengambilan sampel dilakukan tidak dengan cara SRS (simple random sampling),
namun dengan desain sampel kompleks seperti stratifikasi, klaster atau gabungan
48
stratifikasi dan klaster, karena varians pada desain sampel kompleks lebih besar
dibandingkan varians pada desain SRS. Untuk mendapatkan variasi yang sama
dengan SRS dibutuhkan sampel yang lebih besar, oleh karena itu Deff
dimasukkan dalam perhitungan. Sebenarnya Deff hanya dapat diketahui setelah
ada hasil penelitian, oleh karena itu digunakan Deff dari penelitian sebelumnya
atau menggunakan asumsi, dalam penelitian ini digunakan asumsi deff sebesar 2
(Ariawan, 1998).
Hasil perhitungan sampel adalah
n = {1,96√2. 0,23(1-0,23) + 1,28√0,4(1-0,4) +0,06 (1-0,06)}2 Deff
(0,4-0,06)2
n = 30 orang
n = 30 x 2 = 60
Dari hasil perhitungan diatas, diperoleh jumlah sampel minimal sebanyak
60 orang dengan pertimbangan jumlah sampel yang missing, dan untuk mengatasi
sampel droup out, maka ditambahkan 10% dari jumlah sampel yang dibutuhkan.
Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 66 anak usia 6-18
bulan yang berada di Kecamatan Pamulang. Karena anak usia 6-18 bulan tidak
mampu menjawab pertanyaan pada kuesioner, maka yang menjadi responden
pada penelitian ini adalah ibu, ayah atau pengasuh yang mempunyai anak usia 6-
18 bulan dengan tidak sedang menderita penyakit pada saat dilakukannya
penelitian.
49
Tabel 4.1
Jumlah Sampel Yang Dibutuhkan Setiap Posyandu
No Posyandu Jumlah Populasi
Balita Usia 6-18
Bulan di Setiap
Posyandu
Rumus Sampel Jumlah
sampel yang
dibutuhkan
setiap
posyandu
1 Nusa indah 30 orang 30(66/526) 3 orang
2 Melati I 45 orang 45(66/526) 5 orang
3 Melati II 31 orang 31(66/526) 4 orang
4 Kemuning 20 orang 20(66/526) 3 orang
5 Rose I 17 orang 17(66/526) 2 orang
6 Rose II 30 orang 30(66/526) 4 orang
7 Sasmita jaya 18 orang 18(66/526) 2 orang
8 Mawar I 24 orang 24(66/526) 3 orang
9 Mawar II 21 orang 21(66/526) 3 orang
10 Dahlia 30 orang 30(66/526) 4 orang
11 Sinar pamulang 25 orang 25(66/526) 3 orang
12 Puri pamulang 30 orang 30(66/526) 4 orang
13 Aster 22 orang 22(66/526) 3 orang
14 Sedap malam 11 orang 11(66/526) 2 orang
15 Cempaka 31 orang 31(66/526) 4 orang
16 Kenanga I 28 orang 28(66/526) 3 orang
17 Anggrek 24 orang 24(66/526) 3 orang
18 Anyelir 18 orang 18(66/526) 2 orang
19 Teratai 22 orang 22(66/526) 3 orang
20 Kenanga II 20 orang 20(66/526) 3 orang
21 Flamboyan 29 orang 29(66/526) 3 orang
50
Jumlah 526 orang 66 orang
Sumber: Data Posyandu 2014
3. Metode pengambilan sampel
Proses pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan teknik
Cluster Sampling atau sampling daerah. Pengambilan sampel dilakukan terhadap
sampling unit, dimana sampling unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap
individu di dalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai sampel.
Pengambilan sampel dilakukan melalui dua tahapan, yang pertama adalah dengan
pengambilan Kelurahan dari wilayah kerja puskesmas Kecamatan, setelah itu
dilakukannya penentuan penentuan sampel dari setiap Kelurahan yang terpilih,
lalu untuk menentukan responden menjadi sampel penelitian menggunakan tabel
acak.
4.4 Instumen Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu kuesioner, semi kuantitatif
food frequency (FFQ) yang berisikan daftar bahan makanan (sumber energi,
protein, lemak, besi dan seng) yang memiliki kadar zat tinggi dari masing masing
sumber yang diperlukan untuk penelitian, frekuensi penggunaan bahan makanan
pada periode tertentu dan porsi per setiap kali konsumsi sesuai dengan Ukuran
Rumah Tangga (URT). Jika responden sudah menjawab bahan makanan yang
dikonsumsi sesuai dengan frekuensi penggunaan bahan makanan tersebut maka
responden juga akan ditanya berapa porsi rata-rata bahanan makanan yang
dikonsumsi per setiap kali makannya sesuai ukuran rumah tangga.
51
Kuesioner semi kuantitatif FFQ yang sudah terisi akan diolah dengan
langkah pertama yaitu mengalikan antara frekuensi penggunaan bahan makanan
dengan porsi rata-rata bahan makanan yang dikonsumsi tersebut per setiap kali
makan. Dari perhitungan tersebut akan diperoleh hasil banyaknya makanan yang
dimakan dalam ukuran gram per hari dengan cara setiap hasil perhitungan akan
dibagi 1 (jika responden menjawab frekuensi konsumsi bahan makanannya dalam
waktu per hari), dibagi 7 (jika responden menjawab frekuensi konsumsi bahan
makanannya dalam waktu per minggu), dibagi 30 (jika responden menjawab
frekuensi konsumsi bahan makanannya dalam waktu per bulan), dan dibagi 365
(jika responden menjawab frekuensi konsumsi bahan makanannya dalam waktu
per tahun).
Hasil tersebut kemudian dikalikan dengan banyaknya kadar gizi (energi,
lemak, protein, besi dan seng), yang terkandung dalam per 100 gr bahan makanan.
Selanjutnya nutrisurvei untuk menganalisis asupan (jumlah energi, protein, lemak,
besi dan seng) yang dikonsumsi dalam satu hari dan asupan zat gizi tersebut
dibandingkan dengan kebutuhan masing-masing individu dan dikategorikan
menjadi kurang dan cukup.
Pengukuran perkembangan motorik kasar menggunakan tes denver II
yang disesuaikan dengan umur, kemudian hasil tes diskoring dengan kategori
lulus, gagal dan menolak. Hasil skoring kemudian diinterpretasi dengan kategori
lebih bila anak lulus pada item tes yang terletak di kanan garis umur; normal bila
anak gagal atau menolak melakukan suatu item tes di sebelah kanan garis umur
atau anak dapat lulus, gagal atau menolak tes dimana garis umur terletak diantara
52
25% dan 75% ; peringatan bila anak gagal atau menolak melakukan item tes
dimana garis umur terletak pada atau antara 75% sampai 90% ; dan keterlambatan
bila anak menolak atau gagal melakukan item tes yang terletak di sebelah kiri
garis umur.
4.5 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh dari data primer.
Data primer dikumpulkan melalui wawancara dan observasi menggunakan
kuesioner yang mencakup pertanyaan mengenai asupan makanan (energi,
karbohidrat, lemak, protein, besi dan seng) dan pertanyaan dan pemantauan
mengenai perkembangan motorik kasar anak berdasarkan usia anak.
4.6 Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program komputer. Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
pengolahan data primer dari variabel dependen dan variabel independen adalah
sebagai berikut:
1. Editing
Proses editing dilakukan setelah kuesioner terkumpul. Editing data
dilakukan dengan pemeriksaan kelengkapan, kesinambungan dan
keseragaman data.
2. Coding
53
Proses koding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data,
semua jawaban atau data perlu disederhanakan yaitu dengan simbol-
simbol tertentu untuk setiap jawaban (pengkodean).
3. Entry data
Setelah semua isian kuesioner terisi penuh dan sudah dilakukan
pengkodingan, langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis.
Pemprosesan data dilakukan dengan meng-entry data dari kuesioner
kedalam komputer dengan menggunakan program komputer
4. Cleaning data
Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada
kesalahan atau tidak.
4.7 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis univariat dan bivariat.
1. Analisis Univariat
Analisis univariat digunakan untuk mendapat gambaran distribusi
responden yang dibuat dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
diinterpretasikan secara deskriptif. Analisis data univariat dilakukan
pada setiap variabel. Variabel dependen yaitu status perkembangan
motorik kasar anak, dan variabel independennya yaitu asupan zat gizi
seperti energi, protein, lemak, karbohidrat, besi (Fe) dan seng (Zn).
54
2. Analisis Bivariat
Analisis data bivariat dilakukan untuk melihat apakah ada
hubungan yang bermakna antara variabel dependen yaitu status
perkembangan motorik kasar anak dengan variabel independen yaitu
asupan zat gizi seperti energi, protein, lemak, karbohidrat, besi (Fe)
dan seng (Zn). Analisis ini menggunakan uji chi square.
Secara statistik dalam penelitian ini disebut ada hubungan yang
bermakna atau signifikan antara variabel independen dan variabel
dependen yaitu apabila nilai P value ≤ 0,05 dan jika nilai P value >
0,05 artinya variabel dependen dan variabel independen tidak memiliki
hubungan yang bermakna.
55
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Univariat
Analisisi univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari variabel
yang diteliti. Analisis univariat menampilkan distribusi frekuensi dari masing-
masing variabel yang terdiri dari variabel independen dan variabel dependen.
Hasil analisis univariat adalah sebagai berikut.
5.1.1 Gambaran Asupan Energi Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan
Pamulang Barat Tahun 2014
Data mengenai gambaran asupan energi pada anak usia 6-18 bulan
dibagi menjadi dua kategori yaitu energi kurang (≤ 80% AKG) dan energi
cukup (> 80% AKG) dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1
Distribusi Konsumsi Energi Anak Usia 6-18 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
Berdasarkan Tabel 5.1 di atas, dapat diketahui bahwa paling
banyak anak usia 6-18 bulan memiliki konsumsi energi yang kurang atau
di bawah AKG dengan persentase sebesar 72,7%, sementara hanya 27,3%
anak yang mengkonsumsi energinya cukup atau diatas AKG. Hal ini
Konsumsi Energi Jumlah (n) %
Kurang 48 72,7
Cukup 18 27,3
Total 66 100
56
menunjukan bahwa banyaknya anak pada usia 6-18 bulan mengalami
konsumsi energi yang kurang dari standar AKG yang dianjurkan. Terlihat
bahwa persentasenya lebih besar anak yang konsumsi energinya kurang
dibandingkan anak yang konsumsi energinya cukup berdasarkan standar
AKG.
5.1.2 Gambaran Asupan Protein Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan
Pamulang Barat Tahun 2014
Data mengenai gambaran asupan protein pada anak 6-18 bulan
dibagi menjadi dua kategori yaitu protein kurang (≤ 80% AKG) dan
protein cukup (> 80% AKG) dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2
Distribusi Konsumsi Protein Anak Usia 6-18 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
Berdasarkan Tabel 5.2 dapat diketahui bahwa paling banyak anak
usia 6-18 bulan memiliki konsumsi protein yang cukup atau di atas AKG
dengan persentase sebesar 54,5%, sementara sebesar 45,5% anak yang
memiliki konsumsi protein yang kurang atau di bawah AKG. Dari data
tersebut dapat diartikan bahwa anak usia 6-18 bulan, baik dalam konsumsi
proteinnya, karena banyak yang mencukupi sesuai AKG sebanyak 36
responden dibandingkan anak yang konsumsi proteinnya kurang hanya ada
30 responden.
Konsumsi Protein Jumlah (n) %
Kurang 30 45,5
Cukup 36 54,5
Total 66 100
57
5.1.3 Gambaran Asupan Lemak Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan
Pamulang Barat Tahun 2014
Data mengenai gambaran asupan lemak pada anak 6-18 bulan
dibagi menjadi dua kategori yaitu lemak kurang (≤ 30% AKG) dan lemak
cukup (> 30% AKG). Berikut tabel 5.3 mengenai gambaran konsumsi
lemak diperoleh dari hasil kuesioner adalah:
Tabel 5.3
Distribusi Konsumsi Lemak Anak Usia 6-18 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa dari 66 jumlah responden,
paling banyak anak mengkonsumsi lemak di bawah AKG atau kurang
adalah dengan persentase sebesar 81,8% dibandingkan anak dengan
konsumsi lemak yang cukup yaitu sebesar 18,2%. Dapat diambil
kesimpulan bahwa anak pada usia 6-18 bulan banyak mengalami
kekurangan asupan lemak di bawah standar AKG sebesar 54 responden
dibandingkan dengan asupan lemak cukup hanya 12 responden.
5.1.4 Gambaran Asupan Karbohidrat Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di
Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2014
Data mengenai gambaran asupan karbohidrat pada anak usia 6-18
bulan dibagi menjadi dua kategori yaitu karbohidrat kurang (≤ 80% AKG)
dan energi cukup (> 80% AKG). Berikut tabel 5.4 mengenai gambaran
konsumsi karbohidrat diperoleh dari hasil kuesioner adalah:
Konsumsi Lemak Jumlah (n) %
Kurang 54 81,8
Cukup 12 18,2
Total 66 100
58
Tabel 5.4
Distribusi Konsumsi Karbohidrat Anak Usia 6-18 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa dari 66 responden, paling
banyak anak memiliki konsumsi karbohidrat yang kurang atau di bawah
AKG dengan persenetase sebesar 62,1% dibandingkan anak dengan
konsumsi karbohidrat cukup yang hanya 25%. Hal ini menceritakan
bahwa banyaknya anak usia 6-18 bulan mengalami kekurangan asupan
karbohidrat sesuai dengan standar AKG. Terlihat jelas bahwa sebanyak 41
responden mengalami kekurangan asupan karbohidrat dibandingkan
dengan asupan karbohidrat cukup.
5.1.5 Gambaran Asupan Besi (Fe) Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di
Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2014
Data mengenai gambaran asupan besi pada anak usia 6-18 bulan
dibagi menjadi dua kategori yaitu besi kurang (≤ 80% AKG) dan besi
cukup (> 80% AKG). Berikut tabel 5.5 mengenai gambaran konsumsi besi
diperoleh dari hasil kuesioner adalah:
Tabel 5.5
Distribusi Konsumsi Besi (Fe) Anak Usia 6-18 Bulan di Kelurahan Pamulang
Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
S
Konsumsi Karbohidrat Jumlah (n) %
Kurang 41 62,1
Cukup 25 37,9
Total 66 100
Konsumsi Besi (Fe) Jumlah (n) %
Kurang 43 65,2
Cukup 23 34,8
Total 66 100
59
Jadi dapat diketahuinya paling banyak anak memiliki konsumsi
besi yang kurang atau di bawah AKG dengan persentase sebesar 65,2%
dibandingkan dengan yang mengkonsumsi besi cukup atau di atas AKG
hanya 34,8%. Hal ini menyatakan bahwa anak yang berada pada usia 6-18
bulan mengalami kekurangan asupan besi, karena dilihat dari hasil
univariat sebesar 43 responden. Nilai ini cukup tinggi dibandingkan
dengan asupan besi yang cukup, hanya 23 responden.
5.1.6 Gambaran Asupan Seng (Zinc) Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di
Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2014
Data mengenai gambaran asupan seng pada anak 6-18 bulan dibagi
menjadi dua kategori yaitu seng kurang (≤ 80% AKG) dan seng cukup (>
80% AKG). Berikut tabel 5.6 mengenai gambaran konsumsi seng
diperoleh dari hasil kuesioner adalah:
Tabel 5.6
Distribusi Konsumsi Seng (Zinc) Anak Usia 6-18 Bulan di Kelurahan
Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
Berdasarkan jumlah distribusi konsumsi seng yaitu 66 responden,
dapat diketahui bahwa paling banyak anak mengkonsumsi seng di bawah
AKG atau kurang, dengan persentase sebesar 60,6% dibandingkan dengan
anak dengan konsumsi seng yang tercukupi yaitu sebesar 39,4%. Hal ini
dapat diambil kesimpulan bahwa banyaknya anak pada usia 6-18 bulan
mengalami kekurangan konsumsi seng di bawah standar AKG.
Konsumsi Seng Jumlah (n) %
Kurang 40 60,6
Cukup 26 39,4
Total 66 100
60
5.1.6 Gambaran Perkembangan Motorik Anak Usia 6-18 Bulan Di
Kelurahan Pamulang Barat Tahun 2014
Data mengenai gambaran perkembangan motorik kasar pada anak
6-18 bulan dibagi menjadi dua kategori yaitu tidak normal dan normal.
Berikut tabel 5.7 mengenai gambaran perkembangan motorik kasar pada
anak usia 6-18 bulan:
Tabel 5.7
Gambaran Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 6-18 Bulan Di
Kelurahan Pamulang Barat Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
Perkembangan Motorik Kasar N %
Tidak normal dan Suspect 12 18,2
Normal 54 81,8
Total 66 100.0
Dari hasil tabel 5.7 di atas diketahui bahwa paling banyak anak
memiliki perkembangan motorik kasar yang normal dengan persentase
sebesar 81,8% dibandingkan dengan anak dengan perkembangan motorik
kasar yang tidak tidak normal dan suspect yaitu sebesar 18,2%. Hal ini
menjelaskan bahwa anak usia 6-18 bulan mengalami perkembangan
motorik kasar yang normal. Terlihat dari hasil analisis diperolehnya nilai
tertinggi pada perkembangan motorik kasar normal dibandingkan nilai
yang perkembangannya tidak normal.
5.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel independen dengan variabel dependen dengan melakukan analisis
uji chisquare. Melalui uji chi-square akan diperoleh nilai p dimana dalam
61
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara
dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p< 0,05 dan
dikatakan tidak bermakna jika mempunyai nilai p> 0,05.
5.2.1 Hubungan Antara Konsumsi Energi Dengan Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat
Tahun 2014
Hasil analisis bivariat antara konsumsi energi dengan
perkembangan motorik kasar pada anak usia 6-18 bulan di Kelurahan
Pamulang Kota Tangerang Selatan tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.8
berikut ini:
Tabel 5.8
Analisis Hubungan Antara Konsumsi Energi Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Anak Pada Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.8 di atas, hasil analisis hubungan antara
konsumsi energi dengan perkembangan motorik kasar anak pada usia 6-18
bulan diketahui bahwa dari 48 responden yang konsumsi energinya di
bawah AKG ada sebanyak 6 responden yang perkembangan motorik
kasarnya tidak normal, sedangkan dari 18 responden yang konsumsi energi
Perkembangan motorik kasar
Energi Tidak normal &
suspect
Normal
Total P-value OR
CI 95%
n % N % n(%)
Dibawah AKG 6 12,5 42 87,5 48(100) 0,073 0,286
(0,078-1,049) Diatas AKG 6 33,3 12 66,7 18(100)
Total 12 18,2 54 81,8 66(100)
62
di atas AKG terdapat 6 responden pula yang perkembangan motorik kasar
tidak normal.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,073
(>0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
konsumsi energi dengan perkembangan motorik kasar anak pada usia 6-18
bulan. Berdasarkan perhitungan risk estimate, diperoleh nilai OR sebesar
0,286 dengan CI (0,078-1,049) artinya anak dengan konsumsi energi di
bawah AKG memiliki peluang 0,286 kali mengalami gangguan
perkembangan motorik kasar dibandingkan dengan anak usia 6-18 bulan
yang memiliki konsumsi energi di atas AKG. Nilai OR < 1 menjadikan
faktor proteksi terhadap gangguan perkembangan motorik kasar. Jadi anak
usia 6-18 bulan dengan konsumsi energi di bawah AKG mengalami
perlindungan terhadap gangguan perkembangan motorik kasar.
5.2.2 Hubungan Antara Konsumsi Protein Dengan Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat
Tahun 2014
Hasil analisis bivariat antara konsumsi protein dengan
perkembangan motorik kasar pada anak usia 6-18 bulan di Kelurahan
Pamulang Kota Tangerang Selatan tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.9
berikut ini:
63
Tabel 5.9
Analisis Hubungan Antara Konsumsi Protein Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Anak Pada Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.9 di atas, hasil analisis hubungan antara
konsumsi protein dengan perkembangan motorik kasar anak pada usia 6-
18 bulan diketahui bahwa dari 30 responden yang konsumsi proteinnya di
bawah AKG ada hanya 2 responden (6,7%) dengan perkembangan
motorik kasarnya tidak normal, sedangkan dari 36 responden yang
konsumsi protein di atas AKG terdapat 10 responden (27,8%) yang
perkembangan motorik kasar tidak normal.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,05 dan
sama dengan nilai dari p value 0,05. Hal ini berarti menunjukan bahwa ada
hubungan antara konsumsi protein dengan perkembangan motorik kasar
anak pada usia 6-18 bulan. Berdasarkan perhitungan risk estimate,
diperoleh nilai OR sebesar 0,186 dengan CI (0,037-0,928) artinya anak
dengan konsumsi protein di bawah AKG memiliki peluang 0,186 kali
mengalami gangguan perkembangan motorik kasar dibandingkan anak
usia 6-18 bulan yang memiliki konsumsi protein di atas AKG. Nilai OR<1
Perkembangan motorik kasar
Protein Tidak normal &
Suspect
Normal
Total P value OR
CI 95%
N % n % N(%)
Dibawah AKG 2 6,7 28 93,3 30(100) 0.05 0,186
(0,037-0,928) Diatas AKG 10 27,8 26 72,2 36(100)
Total 12 18,2 54 81,8 66(100)
64
menjadi faktor proteksi pada anak usia 6-18 bulan terhadap gangguan
perkembangan motorik kasar.
5.2.3 Hubungan Antara Konsumsi Lemak Dengan Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat
Tahun 2014
Hasil analisis bivariat antara konsumsi lemak dengan
perkembangan motorik kasar pada anak usia 6-18 bulan di Kelurahan
Pamulang Kota Tangerang Selatan tahun 2014 dapat dilihat pada tabe 5.10
berikut ini:
Tabel 5.10
Analisis Hubungan Antara Konsumsi Lemak Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Anak Pada Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
Perkembangan motorik kasar
Lemak Tidak normal &
Suspect
Normal
Total P value OR CI 95%
N % n % N(%)
Dibawah AKG 9 16,7 45 83,3 54(100) 0,679 0,600
(0,135-2,662) Diatas AKG 3 2,5 9 75 26(100)
Total 12 19,2 54 81,8 66(100)
Hasil analisis hubungan antara konsumsi lemak dengan
perkembangan motorik kasar anak pada usia 6-18 bulan diketahui bahwa
dari 54 responden yang konsumsi lemak di bawah AKG ada sebanyak 9
responden (16,7%) dengan perkembangan motorik kasarnya tidak normal,
sedangkan dari 12 responden yang konsumsi lemak di atas AKG terdapat 3
responden (25%) yang perkembangan motorik kasar tidak normal.
65
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,679 dan
lebih besar dari p value 0,05. Hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada
hubungan antara konsumsi lemak dengan perkembangan motorik kasar
anak pada usia 6-18 bulan. Berdasarkan perhitungan risk estimate,
diperoleh nilai OR sebesar 0,600 dengan CI (0,135-2,662) artinya anak
dengan konsumsi lemak di bawah AKG memiliki peluang 0,600 kali
mengalami gangguan perkembangan motorik kasar dibandingkan dengan
anak usia 6-18 bulan yang memiliki konsumsi lemak di atas AKG. Nilai
OR<1 pada anak yang konsumsi lemak di bawah AKG menjadi faktor
proteksi terhadap gangguan perkembangan motorik kasar.
5.2.4 Hubungan Antara Konsumsi Karbohidrat Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang
Barat Tahun 2014
Hasil analisis bivariat antara konsumsi karbohidrat dengan
perkembangan motorik kasar pada anak usia 6-18 bulan di Kelurahan
Pamulang Kota Tangerang Selatan tahun 2014 dapat dilihat pada tabel
5.11 berikut ini:
Tabel 5.11
Analisis Hubungan Antara Konsumsi Karbohidrat Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Anak Pada Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat
Kota Tangerang Selatan Tahun 2014
Perkembangan motorik kasar
Karbohidrat Tidak normal &
Suspect
Normal
Total P value OR CI 95%
n % n % N(%)
Dibawah AKG 6 14,6 35 85,4 41(100) 0,348 0,543
(0,154-1,917) Diatas AKG 6 24 19 76 25(100)
Total 12 18,2 54 81,8 66(100)
66
Berdasarkan tabel 5.11 di atas, hasil analisis hubungan antara
konsumsi karbohidrat dengan perkembangan motorik kasar anak pada usia
6-18 bulan diketahui bahwa dari 41 responden yang konsumsi
karbohidratnya di bawah AKG ada sebanyak 6 responden (14,6%) yang
perkembangan motorik kasarnya tidak normal, sedangkan dari 25
responden yang konsumsi karbohidrat di atas AKG terdapat 6 responden
(24%) yang perkembangan motorik kasar tidak normal.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,348
(>0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
konsumsi karbohidrat dengan perkembangan motorik kasar anak pada usia
6-18 bulan. Berdasarkan perhitungan risk estimate, diperoleh nilai OR
sebesar 0,543 dengan CI (0,154-1,917) artinya anak dengan konsumsi
karbohidrat di bawah AKG memiliki peluang 0,543 kali mengalami
gangguan perkembangan motorik kasar dibandingkan dengan anak 6-18
bulan yang memiliki konsumsi karbohidrat di atas AKG. Nilai OR<1
menjadi faktor proteksi terhadap gangguan perkembangan motorik kasar.
5.2.5 Hubungan Antara Konsumsi Besi Dengan Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat
Tahun 2014
Hasil analisis bivariat antara konsumsi besi dengan perkembangan
motorik kasar pada anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.12 berikut ini:
67
Tabel 5.12
Analisis Hubungan Antara Konsumsi Besi Dengan Perkembangan Motorik
Kasar Anak Pada Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.12 di atas, hasil analisis hubungan antara
konsumsi besi dengan perkembangan motorik kasar anak pada usia 6-18
bulan diketahui bahwa dari 48 responden yang konsumsi besi di bawah
AKG ada sebanyak 4 responden (9,3%) yang perkembangan motorik
kasarnya tidak normal, sedangkan dari 26 responden yang konsumsi besi
di atas AKG terdapat 8 responden (34,8%) yang perkembangan motorik
kasar tidak normal.
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,018, nilai
ini lebih kecil dari p value 0,05, berarti menunjukan bahwa ada hubungan
antara konsumsi besi dengan perkembangan motorik kasar anak pada usia
6-18 bulan. Berdasarkan perhitungan risk estimate, diperoleh nilai OR
sebesar 0,192 dengan CI (0,050-0,734) artinya anak dengan konsumsi besi
di bawah AKG memiliki peluang 0,192 kali mengalami gangguan
perkembangan motorik kasar dibandingkan dengan anak usia 6-18 bulan
Perkembangan motorik kasar
Besi Tidak normal &
Suspect
Normal
Total P value OR CI 95%
n % N % N(%)
Dibawah AKG 4 9,3 39 90,7 43(100) 0,018 0,192
(0,050-0,734) Diatas AKG 8 34,8 15 65,2 23(100)
Total 12 18,2 54 81,8 66(100)
68
yang memiliki konsumsi besi di atas AKG. Nilai OR<1 menjadi faktor
proteksi terhadap gangguan perkembangan motorik kasar.
5.2.6 Hubungan Antara Konsumsi Seng Dengan Perkembangan Motorik
Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat
Tahun 2014
Hasil analisis bivariat antara konsumsi seng dengan perkembangan
motorik kasar pada anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Kota
Tangerang Selatan tahun 2014 dapat dilihat pada tabel 5.13 berikut ini:
Tabel 5.13
Analisis Hubungan Antara Konsumsi Seng Dengan Perkembangan Motorik
Kasar Anak Pada Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan Tahun 2014
Perkembangan motorik kasar
Seng Tidak normal &
Suspect
Normal
Total P value OR CI 95%
N % n % N(%)
Dibawah AKG 5 12,5 35 87,5 40(100) 0,193 0,388
(0,108-1,390) Diatas AKG 7 26,9 19 73,1 26(100)
Total 12 18,2 54 81,8 66(100)
Berdasarkan tabel 5.13 di atas, hasil analisis hubungan antara
konsumsi seng dengan perkembangan motorik kasar anak pada usia 6-18
bulan diketahui bahwa dari 40 responden yang konsumsi sengnya di
bawah AKG ada sebanyak 5 responden (12,5%) yang perkembangan
motorik kasarnya tidak normal, sedangkan dari 26 responden yang
konsumsi seng di atas AKG terdapat 7 responden (26,9%) yang
perkembangan motorik kasar tidak normal.
69
Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh p value sebesar 0,193
(>0,05) hal ini berarti menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara
konsumsi seng dengan perkembangan motorik kasar anak pada usia 6-18
bulan. Berdasarkan perhitungan risk estimate, diperoleh nilai OR sebesar
0,388 dengan CI (0,108-1,390) artinya anak dengan konsumsi seng di
bawah AKG memiliki peluang 0,388 kali mengalami gangguan
perkembangan motorik kasar dibandingkan dengan anak usia 6-18 bulan
yang mengkonsumsi seng di atas AKG. Nilai OR<1 menjadikan faktor
proteksi terhadap gangguan perkembangan motorik kasar.
70
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Pada data konsumsi pangan untuk mendapatkan data konsumsi asupan
zat gizi, peneliti menggunakan FFQ semiquantitatif dengan cara responden
mengingat kembali apa yang dimakan selama sehari, seminggu, sebulan dan
tiga bulan terakhir. Oleh karena itu dibutuhkan daya ingat ibu responden
dan kejujuran dalam mengingat frekuensi makan dan jumlah makanan yang
dikonsumsi oleh balita. Serta kekeliruan dalam menentukan frekuensi dan
kesalahan dalam penentuan ukuran porsi, karena bedanya ukuran perkiraan
komposisi bahan makanan dalam menterjemahkan makanan kedalam bahan
makanan. Lalu kecenderungan ibu responden menjawab apa yang harusnya
dimakan bukan yang biasa dimakan. Selanjutnya keterbatasan pada FFQ
semiquantitative dalam pengelolaan data yang menggunakan nutrisurvey
Indonesia dengan kelemahan bahwa tidak semua jenis bahan makanan yang
dikonsumsi oleh responden bisa dianalisis oleh software tersebut.
Sedangkan dalam pengukuran motorik kasar anak bergantung kepada
kejujuran dan daya ingat orang tua anak, karena hanya dilakukan
pengamatan lingkungan pada saat pengambilan data bukan observasi yang
berkala dan mendalam. Menurut Apriastuti, (2009) ada saja faktor yang
mempengaruhi penampilan anak saat dilakukan tes seperti rasa takut,
berpisah dengan orang tua dan penolakan anak untuk melakukan aktivitas
71
yang diminta, retardasi mental yang tidak terdiagnosis, serta kehilangan
pendengaran, penglihatan kerusakan saraf pusat serta pola keluarga.
6.2 Gambaran Status Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18
bulan Di Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Tahun
2014
Pemantauan perkembangan anak sejak dini berguna untuk
menemukan penyimpangan atau hambatan perkembangan anak, sehingga
upaya pencegahan, upaya stimulasi dan upaya penyembuhan serta upaya
pemulihan dapat diberikan dengan indikasi yang jelas sedini mungkin pada
masa-masa tumbuh kembang anak. Pemantauan dan penilaian
perkembangan motorik kasar anak dapat dilakukan dengan program
kegiatan surveilans dan skrining. Salah satu skrining yang dapat dilakukan
adalah dengan denver II yang dapat diandalkan dan menunjukan validitas
yang tinggi serta mudah dan cepat dilakukan (Soetjiningsih, 1995).
Perkembangan motorik kasar membutuhkan koordinasi gerakan pada
sebagian besar bagian tubuh anak, membutuhkan tenaga yang dilakukan
oleh otot-otot besar serta kematangan dalam koordinasi (Sujiono dalam
Lisma, 2010).
Gambaran status perkembangan motorik kasar di Kelurahan Pamulang
Barat adalah 18,2% dari 66 responden dengan rentang 6-18 bulan
mengalami keterlambatan dan suspect dalam perkembangan motorik kasar,
sedangkan 81,8% responden memiliki status perkembangan motorik kasar
yang normal. Hal ini menyatakan bahwa anak pada usia 6-18 bulan di
Kelurahan Pamulang Barat banyak yang mengalami status perkembangan
72
motorik kasar normal. Banyak pendukung yang mempengaruhi
perkembangan motorik kasar anak normal. Berdasarkan pengamatan,
diketahui bahwa lingkungan tempat tinggal anak merupakan lingkungan
yang mendukung perkembangan motorik anak. Interaksi yang terjalin
dengan teman sebaya, bermain dan belajar, secara tidak langsung
merangsang dan menstimulus anak untuk berkembang sesuai dengan tahap
perkembangan motoriknya.
6.3 Gambaran Asupan Energi Dan Hubungannya Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang
Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014
Tingkat pertumbuhan berbeda untuk setiap anak, begitu pula
dengan kebutuhan energinya. Kebutuhan energi anak sangat bervariasi
berdasarkan perbedaan tingkat pertumbuhan dan tingkat aktivitas. Usia
dan tahap perkembangan juga berkaitan dengan kebutuhan energi (Sharlin
dalam Rosmanindar, 2013). Energi adalah bahan utama untuk
bergeraknya tubuh yang merupakan hasil metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein sebagai sumber tenaga metabolisme pertumbuhan dan sumber
energi. Konsumsi energi diperoleh dari sumber protein dan karbohidrat.
Sumber protein dan karbohidrat menyumbang bagi tubuh sebesar 4 Kkal
dan sumber energi dari lemak lebih tinggi yaitu 9 Kkal. Konsumsi energi
tubuh paling besar diperoleh dari konsumsi makanan sumber karbohidrat
(Nursalam, 2005).
Tubuh manusia akan merespon terhadap asupan energi yang tidak
cukup pada rangkaian fisiologis. Studi eksperimen pada orang dewasa
73
telah membantu dalam memahami perubahan fisiologis yang mencirikan
penyesuaian terhadap asupan energi pada manusia. Hal ini akan terjadi
respon adaptif untuk mempertahankan keseimbangan energi meskipun
keadaan asupan energi rendah sehingga mengakibatkan kekurangan
energi kronik, ukuran tubuh akan lebih kecil (Shetty dalam Rosmanindar,
2013).
Pada penelitian ini, hasil univariat menyatakan bahwa anak usia 6-
18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat mengalami konsumsi energi
kurang dari standar Angka Kecukupan Gizi (AKG), dilihat bahwa
persentasenya sebanyak 72,7%. Hal ini disebabkan karena konsumsi
sumber energi kurang beragam, konsumsi porsi yang sedikit, frekuensi
dan jumlah pemberian makan, densitas energi yang rendah dalam hal ini
pola jajanan anak setiap hari berkontribusi seperti es, minuman ringan
yang manis, permen, dan snack rata-rata menjadi pola jajanan anak,
sehingga anak sudah kenyang duluan dari jajanan dibandingkan makan
sumber energi, serta prilaku pemilihan makanan pada anak.
Sedangkan untuk hasil bivariat, didapatkan bahwa sebagian besar
responden memiliki asupan energi cukup dengan perkembangan motorik
kasar tidak normal dan suspect hanya ada 33,3% sedangkan untuk asupan
energi cukup dengan perkembangan motorik kasar normal sebesar 66,7%.
Hal ini menyatakan bahwa anak yang memiliki asupan energi cukup
dengan perkembangan motorik kasar normal lebih tinggi dibandingkan
persentase anak yang konsumsi energi cukup dengan perkembangan
74
motorik kasar tidak normal dan suspect. Hasil ini sesuai dengan teori yang
di ungkapkan Susanthy, et al (2012) yang menyatakan bahwa energi dapat
mempengaruhi zat kimia yang ada di otak yang sering disebut
neurotransmitter yang bertugas dalam menghantarkan impuls dari satu
saraf ke saraf yang lainnya sehingga menghasilkan gerak motorik.
Selanjutnya hasil p value 0,07 yang berarti lebih besar dari p value
0,05, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan yang tidak
bermakna antara asupan energi dengan perkembangan motorik. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasyuti
(2011) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara asupan energi
dengan perkembangan motorik kasar anak dengan hasil korelasi p value
1,000. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh, tidak selamanya anak yang
kekurangan energi akan menyebabkan anak langsung mengalami
perkembangan motorik yang terlambat dan besarnya faktor genetik dan
faktor lingkungan yang lain yang mempengaruhi perkembangan motorik
anak. Seperti, faktor lingkungan anak sebelum lahir yaitu adanya
kekurangan gizi semasa dalam kandungan dan infeksi. Selain itu bisa
disebabkan karena anak dalam penelitian ini mengalami perlambatan
perkembangan motorik kasar tidak disebabkan oleh asupan energi yang
kurang, begitu juga dengan anak yang memiliki perkembangan motorik
kasar yang normal, dimana diketahui ada banyak faktor yang
berhubungan dengan perkembangan motorik kasar anak.
75
Banyak faktor penghambat motorik kasar seperti otot-otot tubuh
yang tidak berkembang dengan baik sehingga tidak memiliki tenaga yang
cukup untuk melakukan aktivitas. Jadi walaupun asupan energi pada anak
cukup, namun otot-otot tubuhnya tidak berkembang dengan baik maka
perkembangan motorik kasar anak akan terganggu, karena aktivitas
perkembangan motorik kasar dilakukan oleh otot. Maka latihan gerak otot
sejak dini dengan mengajak anak bermain sangat diperlukan dalam
mengembangkan otot tubuh dalam gerak aktivitas perkembangan motorik
kasar.
6.4 Gambaran Asupan Protein Dan Hubungannya Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang
Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014
Asupan protein harus terpenuhi pada anak karena asam amino
esensial tidak dapat diproduksi tubuh (McWilliam, 1993). Protein
mempunyai fungsi yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain yaitu
membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh, penting juga
untuk fungsi normal dari hampir semua sel dan proses metabolisme
dengan demikian defisit dalam zat gizi ini memiliki banyak efek klinis
(Almatsier, 2009).
Protein merupakan salah satu kelompok makronutrien yang
perannya ini tidak bisa digantikan oleh zat makronutrien lain karena
pentingnya peran protein dalam pembentukan biomolekul (Sudarmadji,
dalam Syukriawati 2011). Menurut Almatsier (2009) menerangkan bahwa
peran protein yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain sebagai zat
76
pembangun dan memelihara sel-sel jaringan tubuh.
Selain sebagai zat pembangun dan memelihara sel-sel jaringan
tubuh, protein juga berperan sama dengan energi dalam fungsi motorik
yaitu proses poliferasi, diferensiasi sel dan synaptogenesis, karena protein
disusun oleh asam amino yang berhubungan dengan mekanisme gerak
motorik dimana tirosin merupakan penyusun dari neurotransmitter
dopamine yang berperan dalam menghantar impuls dari satu saraf ke saraf
lain (Susanthy, 2012).
Hasil penelitian didapatkan bahwa dari 66 responden yang
konsumsi protein kurang dengan perkembangan motorik kasar tidak
normal dan suspect hanya 6,7% dan yang konsumsi protein cukup dengan
perkembangan motorik kasar tidak normal dan suspect sebesar 27,8%.
Hal ini menyatakan bahwa anak yang konsumsi proteinnya cukup lebih
banyak mengalami gangguan perkembangan motorik kasar dibandingkan
anak yang konsumsi proteinnya kurang. Hasil ini tidak sesuai dengan
teori yang diungkapkan oleh Depkes RI dalam Syukriawati (2011), bahwa
kekurangan protein akan berdampak pada terganggunya pertumbuhan dan
produktivitas. Selanjutnya dengan penjelasan yang dituangkan Susanthy,
et al (2012) yang menjelaskan pula bahwa kekurangan protein akan
menyebabkan pertumbuhan terhambat, lemak di bawah kulit berkurang,
otot-otot berkurang dan melemah, sehingga mengakibatkan gangguan
psikomotorik. Hal ini menjelaskan bahwa semakin baik atau tercukupinya
77
asupan protein, maka perkembangan motoriknya akan baik pula. Hasil
penelitian menghasilkan sebaliknya.
Nilai P value menunjukan nilai sebesar 0,05 yang berarti sama
dengan nilai P value 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara asupan protein dengan perkembangan motorik
kasar. Lalu hasil interaksi antar variabel independen, dimana asupan
protein memiliki interaksi dengan asupan besi yang memiliki korelasi
dengan perkembangaan motorik kasar dengan nilai P value 0,03. Hal ini
sependapat dengan penelitian Susanthy et al (2012) bahwa ada hubungan
yang bermakna antara asupan protein dengan status perkembangan
motorik kasar anak dengan p value 0,027. Lalu sesuai dengan teori yang
diungkapkan Georgieff (2001) dalam Amanda (2014) yang menyatakan
bahwa peran protein sebagai prekusor untuk neurotransmitter yang
mendukung perkembangan otak. Dimana asam amino tirosin yang
berhubungan dengan mekanisme gerak motorik dalam menghantarkan
impuls dari satu saraf ke saraf lainnya sehingga menghasilkan gerak
motorik.
Hasil nilai OR pada penelitian ini menghasilkan OR<1 yang
artinya menjadi faktor proteksi terhadap gangguan perkembangan motorik
kasar. Hal ini tidak sesuai teori yang telah diterangkan di atas.
Pernyatakan ini dapat diasumsikan bahwa tidak diketahui asupan zat gizi
yang mana diantara asupan besi dengan protein yang lebih mempengaruhi
perkembangan motorik kasar. lalu terkait dengan jumlah responden yang
78
tidak sebanding antara yang tidak normal dan suspect dengan responden
yang normal. Asumsi lain, dikarenakan bahwa gangguan perkembangan
motorik kasar tidak langsung dipengaruhi oleh asupan protein, karena
faktor saat masa kehamilan tidak diukur. Bisa jadi kekurangan asupan
protein terjadi pada masa ini akan mempengaruhi perkembangan motorik
kasar pada masa yang akan datang. Selain itu, bias pada pengukuran
asupan protein pada responden dapat terjadi karena terdapat beberapa
makanan terutama makanan jajanan yang tidak mencantumkan nilai gizi
pada labelnya, dari hal tersebut maka untuk menghitung kandungan nilai
gizi maka untuk menghitung kandungan protein dengan cara
memperkirakan bahan yang menjadi komponen utama pembuatan jajanan
tersebut. Sikap pemilihan makanan pada responden juga dapat menjadi
faktor yang mempengaruhi interaksi antara asupan protein dengan
perkembangan motorik kasar.
6.5 Gambaran Asupan Lemak Dan Hubungannya Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang
Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014
Lemak memiliki fungsi yang sama seperti karbohidrat sebagai
pembentuk energi, namun kerjanya harus bersama karbohidrat, tanpa
karbohidrat lemak tubuh tidak dapat dihidrolisis secara sempurna dan
akan menghasilkan bahan-bahan keton yang dapat menimbulkan ketosis
(Almatsier, 2009). Fungsi lemak juga mempengaruhi perkembangan dan
kemampuan otak pada dua tahun pertama. Sumber utama lemak ada pada
79
minyak kelapa, minyak kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai,
mentega, margarine, dan lemak hewan.
Lemak merupakan salah satu makronutrien, perannya yang
dibutuhkan sedikit namun sangat membantu dalam pembentukan energi
setelah karbohidrat dan protein. Lemak mempengaruhi perkembangan dan
kemampuan otak pada masa kritis antara masa kehamilan sampai usia
anak 18 bulan (Delmi, 2009). Peran lemak sama dengan halnya energi dan
karbohidrat dalam pembentukan neurotransmitter yang memiliki peran
membawa informasi dari satu sel saraf ke sel saraf otak lainnya.
Kecukupan lemak pada tubuh akan meningkatkan aktivitas hormon
pekalipase trigliserida sehingga metabolisme lemak dan asam lemak
esensial dapat menghasilkan energi dari aktifitas otot dan meningkatkan
perkembangan motorik, jika terjadi kekurangan maka akan mempengaruhi
penurunan perkembangan motorik (Hasyuti, 2011).
Dari hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa anak
pada usia 6-18 bulan banyak mengalami kekurangan asupan lemak di
bawah standar AKG sebesar 54 responden dibandingkan dengan asupan
lemak cukup hanya 12 responden. Hal ini disebabkan karena usia ini
merupakan penyesuaian dengan makanan orang dewasa, sehingga intake
makanan sering tidak adekuat, selera makan anak cenderung menurun
sehinggaa kebanyakan anak tidak tercukupi asupan lemaknya. Selanjutnya
karena sedikitnya menu yang mengandung asupan lemak untuk anak, atau
terkadang jumlah makanannya sudah cukup banyak tapi jenis
80
makananannya kurang mengandung nilai lemak yang baik, lalu kurangnya
perhatian dan kurang tegasnya orang tua dalam pemberian makan anak.
Selain itu gejala kesulitan makan pada anak usia 6-18 bulan sering
terjadi seperti memuntahkan atau menyemburkan-nyemburkan makanan
yang sudah masuk ke dalam mulut, makan berlama-lama dan memainkan
makanannya, menepis suapan, tidak mengunyah makanan tetapi langsung
menelan makanan dan sama sekali tidak mau makan.
Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa asupan lemak responden
yang kurang dengan perkembangan motorik kasarnya tidak normal dan
suspect ada sebanyak 9 responden (16,7%) lalu asupan lemak yang cukup
dengan perkembangan motorik kasarnya tidak normal dan suspect sebesar
3 responden (2,5%). Hal ini menunjukan bahwa asupan lemak yang
kurang akan mempengaruhi perkembangan motorik kasar dilihat dari
persentasenya lebih besar daripada persentase yang asupan lemaknya
cukup dengan perkembangan motoriknya tidak normal.
Hasil P value yang diperoleh melebihi p value 0,05 yaitu sebesar P
value 0,679 yang bermakna tidak ada hubungan yang bermakna antara
asupan lemak dengan perkembangan motorik kasar anak usia 6-18 bulan.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasyuti (2011) yang
mendapatkan nilai P value sebesar 0,412 yang lebih besar dari P value
0,05 antara asupan lemak dengan status perkembangan motorik kasar. Hal
ini disebabkan karena pada usia ini merupakan penyesuaian dengan
makanan orang dewasa, sehingga intake makanan sering tidak adekuat
81
(Soetjiningsih, 1995). Lalu selera makan cenderung menurun sehingga
banyak anak yang tidak tercukupi asupan lemaknya.
Kemungkinan yang terjadi lainnya karena tidak selamanya anak
yang kekurangan lemak akan langsung mengalami perkembangan motorik
yang terlambat karena gambaran asupan lemak anak yang tidak
menggambarkan secara rinci asupannya dan adanya faktor lain yang
mungkin mempunyai pengaruh lebih besar, seperti faktor genetik,
perilaku ibu, budaya dan faktor lingkungan, tapi orang tuanya rajin
melatih kemampuan motorik kasar anaknya sehingga responden memiliki
kemampuan motorik kasar yang normal. Banyaknya waktu bersama
dengan anak dan mencurahkan perhatian kepada anak dapat menciptakan
rasa percaya diri serta menumbuhkan minat anak untuk melakukan
gerakan motorik kasar (Sutrisno, 2014).
6.5 Gambaran Asupan Karbohidrat Dan Hubungannya Dengan
Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di
Kelurahan Pamulang Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014
Sebagai sumber energi, peran karbohidrat banyak terdapat pada
tumbuh-tumbuhan seperti beras, jagung, ubi kayu dan sebagainya
(Almatsier, 2009). Keberadaan karbohidrat di alam itu sangat mudah dan
relatif murah, karena sebagian besar sumber karbohidrat bisa didapatkan.
Karbohidrat berguna sebagai energi yang diperlukan untuk
beraktivitas dan proses-proses penting yang terjadi di dalam tubuh. Dari
hasil penelitian yang dilakukan, menceritakan bahwa banyaknya anak usia
6-18 bulan mengalami kekurangan asupan karbohidrat sesuai dengan
82
standar AKG. Terlihat jelas bahwa sebanyak 41 responden (62,1%)
mengalami kekurangan asupan karbohidrat dibandingkan dengan asupan
karbohidrat cukup. Hal ini bisa disebabkan karena menu sedikit
mengandung karbohidrat, bahan makanan yang kurang beragam dan anak
yang pemilih dalam makan lalu frekuensi yang jarang juga mempengaruhi
kurangnya asupan karbohidrat. Atau terkadang jumlah makanannya sudah
cukup banyak tapi jenis makanannya kurang mengandung nilai
karbohidrat yang baik. Lalu perilaku jajan pada anak juga menjadi
perhatian, kurangnya penanaman kebiasan makan dengan gizi yang baik.
Selain itu gejala kesulitan makan pada anak usia 6-18 bulan sering
terjadi seperti memuntahkan atau menyembur-nyemburkan makanan yang
sudah masuk ke dalam mulut, makan berlama-lama dan memainkan
makanannya, menepis suapan, tidak mengunyah makanan tetapi langsung
menelan makanan dan sama sekali tidak mau makan.
Karbohidrat merupakan zat gizi utama sebagai sumber energi bagi
tubuh. Terpenuhinya kebutuhan tubuh akan karbohidrat akan menentukan
jumlah energi yang tersedia bagi tubuh setiap hari (Rahmah dalam
Hasyuti, 2011 ). Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi
bagi tubuh dan sebagian karbohidrat berada dalam dalam sirkulasi darah
sebagai glukosa untuk keperluan energi segera, sebagian disimpan sebagai
glikogen dalam hati dan jaringan otot dan sebagian diubah menjadi lemak
untuk kemudian disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan
lemak (Almatsier, 2009).
83
Dari penelitian ini hasil yang diperoleh untuk karbohidrat
mendeskripsikan bahwa asupan karbohidrat responden sebagian besar
memiliki asupan karbohidratnya cukup dengan perkembangan motorik
kasarnya tidak normal dan suspect ada sebanyak 6 responden (24%) dari
25 responden. Sedangkan untuk asupan karbohidrat yang kurang dengan
perkembangan motorik kasarnya tidak normal dan suspect ada 6
responden (14,6%) dari 41 responden. Disimpulkan bahwa anak yang
konsumsi karbohidrat cukup tapi mengalami gangguan perkembangan
motorik kasar. Hal ini diasumsikan karena jumlah responden yang
perkembangan motorik kasar tidak normal dan suspect dengan
perkembangan motorik kasar normal tidak sebanding, lalu dari faktor lain
yang mempengaruhi perkembangan motorik kasar selain asupan
karbohidrat, faktor stimulasi dari lingkungan luar yang mempengaruhi
perkembangan motorik kasar anak (Soetjiningsih, 2002). Jadi meskipun
asupan karbohidratnya cukup, namun stimulasi dari lingkungan luar
khususnya ibu atau pengasuh kurang, maka akan mempengaruhi
perkembangan motorik kasar anak.
Hasil p value 0,348 yang berarti lebih besar dari p value 0,05,
maka artinya adalah tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan
karbohidrat dengan perkembangan motorik kasar anak usia 6-18 bulan.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasyuti (2011) ditandai
dengan nilai p value 0,401 yang berarti lebih besar dari p value 0,05 yang
bermakna tidak ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan
84
perkembangan motorik kasar anak. Selanjutnya penelitian yang dilakukan
oleh Emalia (2014), menerangkan pula bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara asupan karbohidrat terhadap perkembangan motorik
kasar anak dengan nilai p value 0,080.
Tidak adanya hubungan ini bisa disebabkan karena tidak
selamanya anak yang kekurangan karbohidrat akan menyebabkan anak
langsung mengalami perkembangan motorik yang terlambat, masih ada
faktor-faktor yang mungkin berpengaruh seperti genetik, perilaku ibu,
budaya dan faktor lingkungan lain yang punya pengaruh lebih besar.
Interaksi yang terjalin antara ibu dan anak sangat mempengaruhi perilaku
anak dalam bergerak, pentingnya perhatian serta meningkatkan rasa
percaya diri pada anak akan membangun kemauan anak untuk melakukan
gerakan motorik kasar.
6.6 Gambaran Asupan Besi Dan Hubungannya Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang
Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014
Besi mempunyai beberapa fungsi esensial dalam tubuh, seperti
sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke tubuh, sebagai alat angkut
electron di dalam tubuh, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi
enzim di dalam jaringan tubuh. Defisiensi besi berpengaruh negatif
terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter
atau penghantar saraf (Almatsier, 2009).
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam
tubuh manusia, sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat
85
besi ini sangat dibutuhkan oleh tubuh karena jika kekurangan maka akan
menyebabkan kemampuan untuk beraktivitas, menurun seperti kelelahan
dan muka pucat. Sebagai zat esensial yang berperan dalam fungsi
motorik.
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa anak yang berada pada
usia 6-18 bulan mengalami kekurangan asupan besi, karena dilihat dari
hasil univariat sebesar 43 responden, nilai ini cukup tinggi dibandingkan
dengan asupan besi yang cukup, hanya 23 responden. Faktor yang
mempengaruhi kurangnya absorpsi besi seperti makan yang mengandung
besi dibarengi dengan makan yang menjadi penghambat penyerapan besi.
Sebab asupan besi kurang karena adanya asam oksalat, asam fitat dan
fosfat yang menghambat penyerapan zat besi (Almatsier, 2009). Selain itu
gejala kesulitan makan pada anak usia 6-18 bulan sering terjadi seperti
memuntahkan atau menyemburkan-nyemburkan makanan yang sudah
masuk ke dalam mulut, makan berlama-lama dan memainkan
makanannya, menepis suapan, tidak mengunyah makanan tetapi langsung
menelan makanan dan sama sekali tidak mau makan sehingga asupan besi
yang diserap tidak adekuat.
Dari hasil FFQ semiquantitative mendeskripsikan bahwa asupan
besi yang kurang dengan perkembangan motorik kasarnya tidak normal
dan suspect hanya ada 4 responden (9,3%) dari 43 responden. Lalu yang
asupan besi cukup dengan perkembangan motorik kasarnya tidak normal
dan suspect ada sebanyak 12 responden (46,2%) dari 23 responden. Hal
86
ini menyatakan bahwa anak yang mengkonsumsi besi cukup lebih banyak
mengalami gangguan perkembangan motorik kasar.
Hasil bivariatnya diketahui bahwa nilai p value lebih kecil dari
0,05 yaitu p value 0,018, sehingga diinterpretasikan bahwa ada hubungan
antara asupan besi dengan perkembangan motorik kasar. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Emalia, dkk (2014) menyatakan bahwa
asupan besi mempengaruhi perkembangan motorik kasar anak, sesuai
dengan teori yang diungkapkan Yager JY (2002) dalam Gunadi dkk
(2009) menerangkan bahwa defisiensi besi menyebabkan kelainan pada
neurologis. Dimana fungsi besi adalah sebagai bahan pembentuk myelin.
Selanjutnya Atamna et al (2007) dalam Zulaekah (2014), menunjukan
bahwa kekurangan besi menyebabkan mitokondria mengeluarkan oksidan
yang membahayakan berbagai fungsi sel dalam otak. Lambatnya proses
mielinasi dan menurunnya aktivitas beberapa enzim, menurunnya densitas
dan afinitas reseptor dopamine mempengaruhi sistem neurotranmiter.
Selanjutnya, Georgieff (2001) dalam Amanda (2014) menyatakan
bahwa fungsi pertama besi adalah dalam sintesis monoamine yang
merupakan enzim mitokondria yang terdapat di semua bagian dan
berhubungan dengan metabolisme aerobik dari makanan untuk
menghasilkan energi. Dimana energi dapat mempengaruhi
neurotransmitter dalam menghantarkan impuls dari satu saraf ke saraf
yang lain sehingga menghasilkan gerak motorik. Sejalan dengan hasil
interaksi antar variabel independen, asupan besi memiliki interaksi
87
dengan asupan energi dalam mempengaruhi perkembangan motorik kasar
dengan nilai p value 0,04. Selanjutnya Fungsi kedua besi adalah sebagai
membantu metabolisme energi di neuron. Fungsi ketiga dari besi adalah
sebagai mielinisasi atau proses pembalutan neuron dalam mempercepat
rangsangan ke otot, kelenjar dan organ dalam tubuh.
Hasil nilai OR yang diperoleh adalah OR>1. Nilai ini bermakna
menjadi proteksi terhadap perkembangan motorik kasar. Nilai ini dapat
diasumsikan bahwa , asupan besi yang diukur hanya asupan anak saat dua
tahun pertama, sedangkan asupan gizi ibu saat hamil pada trimester ketiga
kehamilan tidak diukur. Pada trimester ketiga kehamilan pertumbuhan
dan perkembangan otak mulai terjadi sehingga dibutuhkan asupan gizi
terutama besi juga harus tercukupi. Maka tidak diketahui kapan terjadinya
pengaruh asupan besi terhadap perkembangan motorik kasar. Asupan besi
pada saat ibu hamil tidak diukur karena mempertimbangkan pola makan
ibu saat hamil dan setelah melahirkan berbeda, lalu terkait dengan daya
ingat ibu yang akan menyebabkan bias.
Hal ini juga bisa disebabkan karena pada mengkonsumsi sedikit
bahan makanan yang mengandung besi. Selanjutnya Menurut Almatsier
(2009), penyerapan asupan besi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi absorpsi besi seperti tanin yang merupakan polifenol dan
terdapat didalam teh, kopi, dan beberapa jenis sayuran dan buah juga
menghambat absorpsi besi dengan cara mengikatnya. Serat serelia dan
88
asam oksalat di dalam sayuran menjadi penghambat penyerapan besi.
Sedangkan asam organik seperti vitamin C.
Selain itu, dapat diasumsikan bahwa tidak diketahuinya jumlah
responden yang tidak sebanding antara responden yang tidak normal dan
suspect dengan responden yang normal. Faktor bias dapat terjadi karena
terdapat beberapa makanan terutama makanan jajanan yang tidak
mencantumkan nilai gizi pada labelnya. Dari hal tersebut maka untuk
menghitung kandungan besi dengan cara memperkirakan dari bahan-
bahan yang mungkin sebagai penyusun produk tersebut. Selain itu, bias
juga terjadi karena daya ingat responden tentang jumlah dan frekuensi
makanan yang dikonsumsi anak.
6.7 Gambaran Asupan Seng Dan Hubungannya Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Pada Anak Usia 6-18 Bulan Di Kelurahan Pamulang
Barat Kecamatan Pamulang Tahun 2014
Seng merupakan zat gizi yang esensial dan perannya dalan sintesa
protein, dimana seng mengikat protein di dalam otak. Selanjutnya
kekurangan seng berakibat fatal terutama pada pembentukan struktur
otak, fungsi otak dan mengganggu respon tingkah laku dan emosi (Black,
1998 dalam Nasution, 2004).
Hasil penelitian menyatakan bahwa banyaknya anak pada usia 6-
18 bulan mengalami kekurangan konsumsi seng di bawah standar AKG
dengan persentase 60,6% dibandingkan jumlah konsumsi seng di atas
AKG yang hanya 39,4%. Hal ini disebabkan karena adanya sedikit asupan
seng, kurangnya menu yang beragam sehingga anak merasa bosan dan
89
tidak memiliki selera untuk makan. Selanjutnya ada sumber makanan
yang menjadi penghambat penyerapan seng seperti polifenol yang
terdapat pada teh, bayam, kacang dan tumbuhan polong yang dikonsumsi
secara bersamaan, atau terkadang jumlah makanannya sudah cukup
banyak, tapi jenis makanannya kurang untuk yang mengandung nilai seng
yang baik.
Sumber seng paling baik ada di protein hewani, terutama daging,
hati, kerang dan telur. Selain itu gejala kesulitan makan pada anak usia 6-
18 bulan sering terjadi seperti memuntahkan atau menyembur-
nyemburkan makanan yang sudah masuk ke dalam mulut, makan
berlama-lama dan memainkan makanannya, menepis suapan, tidak
mengunyah makanan tetapi langsung menelan makanan dan sama sekali
tidak mau makan.
Sama seperti dengan besi, seng memegang peranan esensial dalam
banyak fungsi tubuh, seperti metabolisme, reaksi yang berkaitan dengan
sintesis dan degenerasi karbohidrat, lipid dan asam nukleat. Seng
memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Sebagian besar
dari enzim atau sebagai kofaktor kegiatan pada lebih dari ratusan enzim,
seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, seperti reaksi-reasi
yang berkaitan dengan sintesis dan degenerasi karbohidrat, lipid dan asam
nukleat (Almatsier, 2009). Kekurangan seng akan berpengaruh terhadap
reaksi-reaksi yang luas, dan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh
terutama pada saat pertumbuhan (Almatsier, 2009).
90
Pada penelitian ini menunjukan bahwa asupan seng kurang dengan
perkembangan motorik kasar tidak normal dan suspect ada sebanyak
12,5% dari 40 responden dan hasil asupan seng cukup dengan
perkembangan motorik kasar tidak normal dan suspect ada sebanyak 26,9
% dari 26 responden. Hasil ini menyatakan bahwa anak yang
mengkonsumsi asupan seng cukup, banyak mengalami gangguan pada
perkembangan motorik kasarnya. Hal ini diasumsikan karena jumlah
responden pada perkembangan motorik kasar tidak normal dan suspect
dengan perkembangan motorik kasar normal tidak sebanding. Lalu
menurut Volpe (2004) dalam Sunartini (2009) menyatakan bahwa
gangguan perkembangan motorik kasar dapat terjadi sejak pada masa
organogenesis janin, karena pada janin usia 3-4 minggu sudah dalam
proses pembentukan jaringan otak dan susunan saraf pusat yang menjadi
pusat koordinasi gerak motorik kasar, faktor penyebab gangguan seperti
asupan seng pada masa trimester awal ibu hamil tidak diukur. Jadi dapat
disimpulkan bahwa asupan seng yang cukup tidak langsung
mempengaruhi perkembangan motorik kasar saat ini, bisa jadi gangguan
motorik kasar saat ini dikarenakan kekurangan asupan seng pada masa
pembentukan susunan saraf pusat, awal trimester janin. Maka
memperhatikan asupan gizi sejak masa hamil sangat diperlukan untuk
membantu perkembangan pada masa kandungan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara asupan seng dengan perkembangan motorik kasar dilihat
91
dari nilai p value 0,193 yang lebih besar dari p value 0,05. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Susanthy (2012) yang menunjukan hasil p
value sebesar 0,659 antara asupan seng dengan perkembangan motorik
kasar anak, sehingga menggambarkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara asupan seng dengan perkembangan motorik kasar anak.
Hubungan yang tidak bermakna ini disebabkan tidak selamanya anak
yang kekurangan seng akan menyebabkan anak langsung mengalami
perkembangan motorik kasar yang terlambat karena adanya faktor lain
yang mungkin punya pengaruh lebih besar, seperti faktor pola asuh,
genetik, perilaku ibu, budaya dan faktor lingkungan yang lain.
Selain itu, bias dapat terjadi karena terdapat beberapa makanan
terutama makanan jajanan yang tidak mencantumkan nilai gizi pada
labelnya, dari hal tersebut maka untuk menghitung kandungan nilai gizi
maka untuk menghitung kandungan seng dengan cara memperkirakan
bahan yang menjadia komponen utama pembuatan jajanan tersebut.
Tidak adanya hubungan tersebut mungkin karena terdapat bias
saat pengukuran asupan seng pada responden dengan menggunakan food
frequency semi quantitative. Bias dapat terjadi karena terdapat beberapa
makanan terutama makanan jajanan yang tidak mencantumkan nilai gizi
pada labelnya. Dari hal tersebut maka untuk menghitung kandungan seng
dengan cara memperkirakan dari bahan-bahan yang mungkin sebagai
penyusun produk tersebut. Selain itu, bias juga terjadi karena daya ingat
responden tentang jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi balita.
92
Tidak adanya hubungan ini juga karena asupan seng yang diukur hanya
asupan anak saat dua tahun pertama, sedangkan asupan gizi ibu saat hamil
pada trimester ketiga kehamilan tidak diukur.
Asupan seng pada saat ibu hamil tidak diukur karena
mempertimbangkan pola makan ibu saat hamil dan setelah melahirkan
berbeda, lalu terkait dengan daya ingat ibu yang akan menyebabkan bias.
Selain itu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan motorik kasar
anak seperti faktor perilaku ibu dalam mengasuh anak, memberikan
perhatian, memberikan kalimat positif sebagai penyemangat anak dalam
menumbuhkan rasa percaya diri anak untuk melakukan gerakan motorik
kasar sehingga menjadi lebih baik.
93
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh asupan gizi terhadap perkembangan
motorik kasar pada anak usia 6-18 bulan di Kelurahan Pamulang Barat kota
Tangerang Selatan tahun 2014 yang telah dilakukan dan pembahasan
sebelumnya, sehingga dapat diketahui simpulannya adalah sebagai berikut:
1. Gambaran anak usia 6-18 bulan yang mengalami perkembangan
motorik kasar normal ada 54 responden (81,8%)dan yang tidak normal
12 responden (18,2%).
2. Gambaran anak usia 6-18 bulan yang konsumsi energinya cukup ada
18 responden (27,3%) dan yang kurang ada 48 responden (72,7%).
3. Gambaran anak usia 6-18 bulan yang konsumsi proteinnya cukup ada
25 responden (37,9%) dan yang kurang ada 41 responden (62,1%).
4. Gambaran anak usia 6-18 bulan yang konsumsi karbohidratnya cukup
ada 32 responden (40%) dan yang kurang ada 48 responden (60%).
5. Gambaran anak usia 6-18 bulan yang konsumsi lemaknya cukup ada
12 responden (18,2%) dan yang kurang ada 54 responden (81,8%).
6. Gambaran anak usia 6-18 bulan yang konsumsi besinya cukup ada 23
responden (34,8%) dan yang kurang ada 43 responden (65,2%).
7. Gambaran anak usia 6-18 bulan yang konsumsi sengnya cukup ada 26
responden (39,4%) dan yang kurang ada 40 responden (60,6%).
94
8. Tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan
status perkembangan motorik kasar anak usia 6-18 bulan di kelurahan
Pamulang barat tahun 2014.
9. Ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status
perkembangan motorik kasar anak usia 6-18 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat tahun 2014.
10. Tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan
status perkembangan motorik kasar anak usia 6-18 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat tahun 2014.
11. Tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan
status perkembangan motorik kasar anak usia 6-18 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat tahun 2014.
12. Ada hubungan yang bermakna antara asupan besi dengan status
perkembangan motorik kasar anak usia 6-18 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat tahun 2014.
13. Tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan seng dengan status
perkembangan motorik kasar anak usia 6-18 bulan di Kelurahan
Pamulang Barat tahun 2014.
7.2 Saran
1. Masyarakat
a. Memperhatikan dan meningkatkan kebutuhan asupan gizi yang
sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi sesuai dengan usia anak dan
95
memberikan makanan yang beraneka ragam untuk mencukupi nilai
gizinya.
b. Meningkatkan perhatikan terhadap laju perkembangan anak,
seperti perkembangan motorik kasar dan tidak sungkan bertanya
kepada petugas kesehatan yang berada di lapangan.
c. Rajin dan aktif dalam melaporkan perkembangan anak kepada
petugas kesehatan disetiap bulan penimbangan.
d. Meningkatkan pengetahuan mengenai asupan makanan yang
bermanfaat bagi perkembangan motorik kasar.
e. Meningkatkan pengetahuan mengenai bahan makanan yang
mengandung cukup besi yang bermanfaat bagi perkembangan
motorik kasar.
f. Meningkatkan pengetahuan mengenai bahan makanan yang dapat
menjadi penghambat penyerapan besi dan bahan makanan yang
membantu penyerapan besi ke dalam tubuh.
g. Meningkatkan pengetahuan mengenai bahan makanan yang
mengandung cukup protein dalam membantu perkembangan
motorik kasar anak
h. Memperhatikan dan meningkatkan pengetahuan mengenai asupan
gizi yang baik untuk perkembangan motorik kasar sejak pada masa
hamil.
i. Aktif dan rajin ke posyandu untuk melakukan penimbangan dan
pemeriksaan sejak pada masa hamil.
96
2. Posyandu
a. Memberdayakan posyandu dengan melakukan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) yang bergizi serta mengaktifkan lagi program
penyuluhan.
b. Mengoptimalkan kerja sama dengan Lembaga CSR dalam program
penanggulangan gizi.
c. Membantu dalam penyuluhan dan penyebaran informasi mengenai
bahan makanan yang mengandung besi dan protein yang dapat
mempengaruhi perkembangan motorik kasar anak.
d. Memberikan bahan makanan yang mengandung cukup besi dan
cukup protein disetiap bulan penimbangan.
e. Mensosialisasikan kegiatan posyandu kepada masyarakat secara
rutin.
f. Berupaya untuk meningkatkan keaktifan masyarakat untuk datang
ke posyandu disetiap bulan penimbangan.
3. Puskesmas
a. Memberikan program penyuluhan terpadu dan berkesinambungan
kepada masyarakat serta kader-kader posyandu mengenai
perkembangan motorik kasar anak, dan mengenai pengetahuan
asupan gizi yang bermanfaat bagi perkembangan motorik kasar.
b. Perlu adanya pemantauan kegiatan posyandu secara berkala
terhadap laju perkembangan motorik kasar dengan adanya form
penilaian selain KMS, misalnya dengan denver II.
97
c. Adanya pelatihan cara menilai perkembangan anak kepada kader
posyandu selaku pengamat pertama dan dekat dengan masyarakat.
d. Memberikan informasi terkait bahan makanan yang mengandung
cukup besi dalam pengaruhnya terhadap perkembangan motorik
kasar anak.
e. Memberikan informasi bahan makanan yang mengandung protein
dalam pengaruhnya terhadap perkembangan motorik kasar pada
anak.
f. Memberikan penyuluhan mengenai bahan makanan yang dapat
menghambat penyerapan asupan besi dan bahan makanan yang
membantu penyerapan asupan besi ke dalam tubuh.
98
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier , S. 2009. Prinsip dasar ilmu gizi.PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Alqur’an Al-Karim. Al-Madina, Alqur’an dan Terjemahannya. Bandung: C.V
Madina Raihan Makmur.
Amanda, Ameilia. 2014. Hubungan asupan zat gizi (energi, protein, besi, dan
seng), stunting dan stimulasi psikososial dengan status motorik anak usia
3-6 tahun di paud wilayah binaan puskesmas kecamatan kebayoran lama
tahun 2014. Skripsi Fakultas Kedokteran dan ilmu kesehatan universitas
syarif hidayatullah Jakarta
Anwar, Husaini, Mahdin dkk. 2003. Studi motor milestone untuk pembuatan KMS
perkembangan anak (hasil penelitian puslitbang gizi dan makanan tahun
2003). Pusat penelitian dan pengembangan gizi kesehatan badan penelitian
dan pengembangan gizi departemen kesehatan RI.
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel Pada Penelitian Kesehatan.
Depok: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM UI.
Budiarti, 2011. Hubungan antara asupan gizi dengan tumbuh kembang anak usia
5-6 tahun. http;//isjd.pdii.lipi.go.id diunduh 30 desember 2012 Jurnal
penelitian kesehatan suara forikes vol II nomor 1
Depkes, 2006. Perkembangan anak usia 0-36 bulan proses tumbuh kembanga
deteksi intevensi kota Tasikmalaya: proyek dana dekonsentrasi provinsi
Jawa Barat kesehatan ibu dan anak
99
Emalia, dkk. 2014. Hubungan asupan gizi, pengetahuan dan stimulasi ibu dengan
tumbuh kembang anak prasekolah tk handayani dan tk teratai 26 ilir
kecamatan bukit kecil Palembang 2014. Jurnal kesehatan
Hasyuti , Nur. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status
perkembangan motorik kasar baduta usia 6-18 bulan di Kabupaten
Jeneponto tahun 2011. Skripsi Universitas Hasanudin di unduh pada
tanggal 23 desember 2012.
Hurlock, Elizabeth. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.
------------------------ 1995. Perkembangan anak; Jakarta Erlangga.
Husaini, et. al. 2006. Realibilitas dan validitas penggunaan kartu menuju sehat
perkembangan motor milestone anak umur 3-18 bulan di puskemas dan
posyandu. Jurnal penelitian gizi dan makanan, 29,13-26.
Kartika, Latinulu S. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan motorik
anak suai 12-18 bulan di keluarga miskin dan tidak miskin. Jurnal
penelitian gizi dan makanan, 25, 38-48.
Kementrian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 2004. Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi (WNPG). Ketahanan pangan dan gizi di era otonomi daerah dan
globalisasi.. Jakarta
Lismawati, Ani. 2010. Peran stimulasi terhadap perkembangan motorik kasar
anak 12-18 bulan dengan mempertimbangkan status gizi dan riwayat
100
persalinan di kelurahan nagasari kecamatan cipedas kota tasikmalaya
tahun 2010. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Moersintowati, 2000, Deteksi dini tumbuh kembang. Simposium penatalaksanaan
mutakhir bidang ilmu kesehatan anak untuk mencapai tumbuh kembang
optimal. Bandung: IDAI Jawa Barat.
Narendra, B. Moersintowarti, dkk. 2002. Buku ajar 1 tumbuh kembang anak dan
remaja edisi 1. Jakarta : Sagung Seto
------------------------------------------. 2002. Penilaian pertumbuhan dan perkembangan
anak. Dalam: Narendra M, Sularyo, Soetjiningsih, penyunting. Tumbuh
kembang anak dan remaja. Edisi ke-1. Jakarta: Sagung Seto
------------------------------------------. 2005. Buku ajar II tumbuh kembang anak dan
remaja edisi pertama. Jakarta: Sagung seto
Nursalam. 2005. Asupan Keperawatan Bayi dan anak. Jakarta: Salemba Medika
Nutrisiani, Febrika. 2010. Hubungan pemberian makanan pendamping ASI (MP
ASI)pada anak usia 0-24 bulan dengan kejadian diare di wilayah kerja
puskesmas purwodadi kecamatan purwodadi kabupaten grobogan.
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.Karya Ilmiah.
Olney, et. al 2007. Young zanzibari children with iron deficiency, iron deficiency
anemia, stunting, or malaria have lower motor activity scores and spend
less time in locomotion. The journal of nutrition, community and
international nutrition, p-2755-2762. Diunduh pada tanggal 8 November
2012
101
Proboningsih, Jujuk 2004. Perbedaan perkembangan motorik kasar, motorik
halus, bahasa dan keperibadian pada anak usia 12-18 bulan antara status
gizi kurang dan status gizi normal: studi di wilayah kerja Puskesmas
Porong Sidoarjo. Diunduh dari Skripsi Unair pada tanggal 24 November
2012.
Rosmanindar, Erna. 2013. Asupan protein sebagai faktor dominan terjadinya
stunting pada anak 7-36 bulan di wilayah puskesmas pancoran mas kota
depok tahun 2013. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia. Jakarta
Setianingsih. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ini dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan bayi (usia 0-12 bulan) di
kecamatan cikarang barat kabupaten bekasi, depok: Skripsi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Soetjingsih. 1995. Tumbuh kembang anak . Jakarta:EGC
Sulpi, Maulina. 2013. Hubungan ASI Eksklusif terhadap perkembangan motorik
kasar bayi usia 0-12 bulan di rumah sakit syarif hidayatullah tahun 2013.
Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Syarif
Hidayatullah. Jakarta
Supariasa, et. al. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta:EGC
Susanthy, novita , ani margawati. 2012. Hubungan derajat stunting, asupan zat
gizi dan social ekonomi rumah tangga dengan perkembangan motorik
anak usia 24-36 bulan di wilayah kerja puskesmas bugangan semarang.
102
http//www.fkm.undip.ac.id diunduh pada tanggal 13 november 2012
journal of nutrition college vol 1 hal 683-699
Sutrisno, 2003. Hubungan status gizi dengan tingkat perkembangan motorik
kasar anak usia 2-3 tahun pada keluarga sejahtera di wilayah kecamatan
purwodadi kabupaten grobogan - jawa tengah.
http//www.fkm.undip.ac.id, diakses pada 8 desember 2012 pukul 20.45
WIB.
Sutrisno, yogie 2014. Hubungan Statua gizi dengan status perkembangan motorik
kasar pada anak usia 6-24 bulan di posyandu desa pari kecamatan
mandalawangi kabupaten pandenglang banten tahun 2014. Skripsi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Syarif Hidayatullah,
Jakarta
Sunartini, 2009. Deteksi Gangguan Perkembangan Otak dan Pengembangan
Potensi Anak dengan Kemampuan dan Kebutuhan Khusus. Jurnal Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Syukriawati, ria. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dnegan status gizi
kurang pada anak usia 24-59 bulan di kelurahan pamulang barat kota
tangerang selatan tahun 2011. Skripsi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Syarif Hidayatullah, Jakarta
William Franskenburg. The denver developmental screening test. The journal of
pediatrics 71 (2):181-191. University of Colorado medical center. 1973.
Zaviera, Ferdinand. 2008. Mengenali dan memahami tumbuh kembang anak.
Yogyakarta: KATAHATI
103
Zulaekah, Siti, dkk. 2014. Anemia terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak malnutrisi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri
Semarang
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN ASUPAN GIZI TERHADAP PERKEMBANGAN
MOTORIK KASAR ANAK USIA 6-18 BULAN DI KELURAHAN
PAMULANG BARAT KECAMATAN PAMULANG TAHUN 2014
Assalammualaikum Wr.Wb
Nama Nurmalita Sani, Saya adalah mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan sebagai salah
satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi Masyarakat. Tujuan penelitian ini untuk
mengidentifikasi “Hubungan asupan gizi (energi, protein, karbohidrat, lemak, Zinc dan
Besi) terhadap perkembangan motorik kasar anak usia 6-18 bulan”.
Saya mengharapkan kesediaan saudara/i untuk memberikan jawaban atau tanggapan
sesuai dengan pendapat saudara/i sendiri. Saya menjamin kerahasiaan pendapat dan identitas
saudara. Informasi yang saudara berikan hanya akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu
kesehatan masyarakat khususnya ilmu gizi dan tidak akan dipergunakan untuk maksud-
maksud lain.
Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga saudara bebas
untuk menerima atau menolak menjadi peserta penelitian ini. Jika saudara bersedia menjadi
responden penelitian ini, maka silahkan saudara menandatangani formulir ini.
1. Kuesioner Data Demografi
Petunjuk pengisian : isilah data di bawah ini dengan lengkap, berikan tanda cek (√)
pada tanda kurung yang tersedia dengan sebenar-benarnya.
a. Ayah/ibu/pengasuh balita *coret yang tidak perlu
Nama :
Usia :
Pendidikan : ( )SD
( )SMP
( )SMA
( ) Sarjana
Pekerjaan :
Alamat : ( )RT/ ( )RW
b. Anak
Jenis kelamin : ( )Laki-Laki
( )Perempuan
Usia anak : . . . bulan
Tanda tangan :
Tanggal penelitian :
No. responden(diisi oleh peneliti) :
2. Kuesioner Asupan Gizi
Nama bahan
makanan
Frekuensi konsumsi Jumlah (diisi sama dengan
DKBM untuk ukuran 1 porsi)
Tid
ak
per
nah
1x/h
ari
2-3
x/h
ari
4-6
x/h
ari
1x/m
inggu
2-3
x/m
inggu
1x/b
ula
n
2-3
x/b
ula
n
URT (gr)
1.Makanan Pokok
Beras/nasi/bubur/sun
/nestle/serelac
Roti
……..
Ketela
pohon(singkong)
Mie / Bihun
Jagung
Biskuit
……….
Kentang
Tepung-tepungan
………..
Lainnya
……….
2. Protein Hewani
Telur ayam
Telur bebek
Ikan
……….
Daging
Ayam
Hati ayam/Sapi
Lainnya
……….
3. Protein Nabati
Tahu
Tempe
Susu kedelai
Kacang hijau
Kacang tanah
Lainnya
……….
4. Sayuran
Sayur asem
Sayur sop
Sayur bayam wortel
Sayur bayam jagung
Sayur lodeh
Kacang panjang
Bayam
Kangkung
Wortel
Brokoli
Lainnya
……….
5. Buah
Apel
Pisang ambon
Jeruk manis
Semangka
Papaya
Anggur
Melon
Mangga
Lainnya
……….
6. Susu dan
olahannya
Susu kental manis
Susu formula
……….
Keju
yogurt
Lainnya
……….
7.Lemak/Minyak
Minyak kelapa sawit
Mentega
Santan
Lainnya
………..
7. Kuesioner Perkembangan Motorik Kasar Anak
Aktivitas yang dapat dilakukan Anak Baik Bantuan Tidak
Respon
Mengangat kepala
Kepala terangkat 45^
Kepala terangkat 90^
Duduk kepala tegak
Menumpu beban pada kaki
Dada terangkat menumpu satu lengan
Membalik
Bangkit kepala tegak
Duduk tanpa pegangan (6 bulan)
Berdiri dengan pegangan (7 bulan)
Bangkit untuk berdiri (8 bulan)
Bangkit terus duduk (9 bulan)
Berdiri dua detik (10 bulan)
Berdiri sendiri (11bulan)
Membungkuk kemudian berdiri (12 bulan)
Berjalan dengan baik (13 bulan)
Berjalan mundur (14 bulan)
Lari (15 bulan)
Berjalan naik tangga (16 bulan)
Menendang bola kedepan (17 bulan)
Melempar bola keatas (18 bulan )
Nilai
FOOD MODEL
200 gr Nasi Padat 100 gr Nasi Padat
100 gr sayur berkuah (5-6 sdm)
15-20 gr sayur tumis
100 gr sayur tumis (5-6 sdm)
200
mL
Air
Food model
150 gr semangka 100 gr pepaya
150 gr melon
55 gr p.susu
75 gr p.ambon
80 gr jeruk
manis 11 gr
stawberri
50 gr daging 40 gr ikan tongkol
50 gr daging ayam 10 gr sdm ayam suwir
15gr sdm nugget
100 gr ikan mas goreng
83 gr ikan lele 200 gr ikan bawal
41 gr sayap ayam
13 gram hati goreng
110 gr paha ayam
60 gr udang 10 gr bakso
10 gr/butir 25 gr ½ telur rebus
60 gr telur mata sapi 60 gr telur dadar
50 gram tempe 15 gr tahu sumedang
16 gr 1sdm kacang kedelai
rebus 19 gr tahu goreng
11 gr biscuit milna
190 ml susu 90 ml
65 ml 250 ml
12 gr 1sdm SKM 9 gr 1 sdm susu bubuk
100 gr sayur asem
5 gr 1sendok takar 11 gr wortel rebus
28 gr 1 sds Bayam 18 gr 1 sdm bayam
100 gr sayur lodeh 100 gr sayur bayam
83 gr 1 centong magic jar 43 gr 1 centong nasi
HASIL ANALISIS UNIVARIAT
PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak normal&suspect 12 18.2 18.2 18.2
normal 54 81.8 81.8 100.0
Total 66 100.0 100.0
ENERGI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid kalori dibawah AKG 48 72.7 72.7 72.7
kalori diatas AKG 18 27.3 27.3 100.0
Total 66 100.0 100.0
PROTEIN
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid protein dibawah AKg 30 45.5 45.5 45.5
protein diatas AKG 36 54.5 54.5 100.0
Total 66 100.0 100.0
LEMAK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid lemak dibawah AKG 54 81.8 81.8 81.8
lemak diatas AKG 12 18.2 18.2 100.0
Total 66 100.0 100.0
KARBOHIDRAT
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid karbo dibawah AKG 41 62.1 62.1 62.1
karbo diatas AKG 25 37.9 37.9 100.0
Total 66 100.0 100.0
BESI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid besi dibawah AKG 43 65.2 65.2 65.2
besi diatas AKG 23 34.8 34.8 100.0
Total 66 100.0 100.0
SENG
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid seng dibawah AKG 40 60.6 60.6 60.6
seng diatas AKG 26 39.4 39.4 100.0
Total 66 100.0 100.0
HASIL BIVARIAT
ENERGI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR
Crosstab
perkmbngn_motor2
Total
Tidak
normal&suspect normal
kalori2 kalori dibawah AKG Count 6 42 48
% within kalori2 12.5% 87.5% 100.0%
kalori diatas AKG Count 6 12 18
% within kalori2 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 12 54 66
% within kalori2 18.2% 81.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.819a 1 .051
Continuity Correctionb 2.547 1 .110
Likelihood Ratio 3.502 1 .061
Fisher's Exact Test .073 .059
Linear-by-Linear Association 3.762 1 .052
N of Valid Casesb 66
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.27.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for kalori2 (kalori
dibawah AKG / kalori diatas
AKG)
.286 .078 1.049
For cohort perkmbngn_motor2 =
Tidak normal&suspect .375 .139 1.013
For cohort perkmbngn_motor2 =
normal 1.312 .931 1.851
N of Valid Cases 66
PROTEIN DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR
Crosstab
perkmbngn_motor2
Total
Tidak
normal&suspect normal
protein2 protein dibawah AKg Count 2 28 30
% within protein2 6.7% 93.3% 100.0%
protein diatas AKG Count 10 26 36
% within protein2 27.8% 72.2% 100.0%
Total Count 12 54 66
% within protein2 18.2% 81.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.902a 1 .027
Continuity Correctionb 3.586 1 .058
Likelihood Ratio 5.350 1 .021
Fisher's Exact Test .051 .026
Linear-by-Linear Association 4.828 1 .028
N of Valid Casesb 66
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.45.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for protein2 (protein
dibawah AKg / protein diatas
AKG)
.186 .037 .928
For cohort perkmbngn_motor2 =
Tidak normal&suspect .240 .057 1.012
For cohort perkmbngn_motor2 =
normal 1.292 1.033 1.617
N of Valid Cases 66
LEMAK DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR
Crosstab
perkmbngn_motor2
Total
Tidak
normal&suspect normal
lemak2 lemak dibawah AKG Count 9 45 54
% within lemak2 16.7% 83.3% 100.0%
lemak diatas AKG Count 3 9 12
% within lemak2 25.0% 75.0% 100.0%
Total Count 12 54 66
% within lemak2 18.2% 81.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .458a 1 .498
Continuity Correctionb .069 1 .792
Likelihood Ratio .430 1 .512
Fisher's Exact Test .679 .376
Linear-by-Linear Association .451 1 .502
N of Valid Casesb 66
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.18.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for lemak2 (lemak
dibawah AKG / lemak diatas
AKG)
.600 .135 2.662
For cohort perkmbngn_motor2 =
Tidak normal&suspect .667 .212 2.100
For cohort perkmbngn_motor2 =
normal 1.111 .785 1.573
N of Valid Cases 66
KARBOHIDRAT DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR
Crosstab
perkmbngn_motor2
Total
Tidak
normal&suspect normal
karbo2 karbo dibawah AKG Count 6 35 41
% within karbo2 14.6% 85.4% 100.0%
karbo diatas AKG Count 6 19 25
% within karbo2 24.0% 76.0% 100.0%
Total Count 12 54 66
% within karbo2 18.2% 81.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .916a 1 .339
Continuity Correctionb .394 1 .530
Likelihood Ratio .895 1 .344
Fisher's Exact Test .348 .262
Linear-by-Linear Association .902 1 .342
N of Valid Casesb 66
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.55.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for karbo2 (karbo
dibawah AKG / karbo diatas
AKG)
.543 .154 1.917
For cohort perkmbngn_motor2 =
Tidak normal&suspect .610 .221 1.685
For cohort perkmbngn_motor2 =
normal 1.123 .871 1.448
N of Valid Cases 66
BESI DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR
Crosstab
perkmbngn_motor2
Total
Tidak
normal&suspect normal
besi2 besi dibawah AKG Count 4 39 43
% within besi2 9.3% 90.7% 100.0%
besi diatas AKG Count 8 15 23
% within besi2 34.8% 65.2% 100.0%
Total Count 12 54 66
% within besi2 18.2% 81.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.540a 1 .011
Continuity Correctionb 4.939 1 .026
Likelihood Ratio 6.251 1 .012
Fisher's Exact Test .018 .015
Linear-by-Linear Association 6.441 1 .011
N of Valid Casesb 66
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.18.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for besi2 (besi
dibawah AKG / besi diatas
AKG)
.192 .050 .734
For cohort perkmbngn_motor2 =
Tidak normal&suspect .267 .090 .794
For cohort perkmbngn_motor2 =
normal 1.391 1.017 1.903
N of Valid Cases 66
SENG DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR
Crosstab
perkmbngn_motor2
Total
Tidak
normal&suspect normal
seng2 seng dibawah AKG Count 5 35 40
% within seng2 12.5% 87.5% 100.0%
seng diatas AKG Count 7 19 26
% within seng2 26.9% 73.1% 100.0%
Total Count 12 54 66
% within seng2 18.2% 81.8% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 2.204a 1 .138
Continuity Correctionb 1.341 1 .247
Likelihood Ratio 2.155 1 .142
Fisher's Exact Test .193 .124
Linear-by-Linear Association 2.170 1 .141
N of Valid Casesb 66
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.73.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for seng2 (seng
dibawah AKG / seng diatas
AKG)
.388 .108 1.390
For cohort perkmbngn_motor2 =
Tidak normal&suspect .464 .165 1.308
For cohort perkmbngn_motor2 =
normal 1.197 .922 1.555
N of Valid Cases 66