Upload
natsuyaki-yuichi
View
103
Download
28
Embed Size (px)
DESCRIPTION
data
Citation preview
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 1, Januari 2011 Siswandari, Kadar Ureum dengan Anemia dan Eritrosit
87
HUBUNGAN KADAR UREUM DENGAN ANEMIA DAN KELAINAN
BENTUK ERITROSIT PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK
Wahyu Siswandari, Vitasari Indriani1
1Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
Chronic Kidney Disease (CKD) is a condition that causes decrease of renal function; it’s marked by
uremia as one of the symptoms. The increase of urea blood level can lead to anemia and abnormal
morphology of erythrocyte. The objective of this study is to find the correlation between the level of blood
urea with hemoglobin level and abnormal erythrocyte morphology at CKD’s patients. This is a cross-
sectional study with consecutive sampling method. There were 60 respondents hospitalized at Margono
Soekarjo Hospital fulfilled the sample criteria, those were adult CKD’s patients before hemodyalisis therapy
with urea blood levels above normal level, and included in the period of study. Results showed significant
correlation between the level of blood urea with hemoglobin level (r=-0.324, p=0.011) and abnormal
erythrocyte morphology (crenated cell (r=0.499, p=0.000) and fragmented cell/schistocyte (r=0.659,
p=0.000).
Key words: uremia, anemia, abnormal erythrocyte morphology
PENDAHULUAN
Penyakit ginjal kronik adalah suatu
keadaan yang menyebabkan penurunan
fungsi ginjal progresif dan umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal
merupakan kondisi klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel sehingga memerlukan terapi
pengganti ginjal berupa dialisis atau
transplantasi ginjal1.
Gambaran klinis penyakit ginjal kronik
tergantung penyakit yang mendasari, seperti
diabetes mellitus, hipertensi, lupus
erimatosus sistemik, dan lain sebagainya.
Gejala akibat komplikasi yang dapat timbul
adalah hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,
payah jantung, asidosis metabolik dan
gangguan keseimbangan elektrolit1.
Uremia adalah sindroma klinik dan
laboratorik yang terjadi pada semua organ
akibat penurunan fungsi ginjal. Sindroma
klinik yang timbul pada uremia biasanya
adalah fatigue, letargi, anoreksia, mual
muntah, cegukan, dan gatal, namun gejala ini
tidak spesifik. Secara laboratoris, uremia
ditandai dengan peningkatan kadar ureum
dan kreatinin dalam darah dan penurunan laju
filtrasi glomerulus (LFG)1,2
.
Kadar ureum yang tinggi menyebabkan
keracunan pada berbagai organ tubuh dan
menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas penderita gagal ginjal. Salah satu
tanda akibat uremia dan juga komplikasi
penyakit ginjal kronik adalah anemia.
Anemia bisa timbul pada stadium awal
penyakit dan semakin memberat dengan
bertambah menurunnya fungsi ginjal. The
Third National Health and Nutrition
Examination Survey (NHANES III)
melaporkan adanya hubungan antara kejadian
anemia dengan LFG < 60 ml/min/1.73 m2 3.
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 1, Januari 2011 Siswandari, Kadar Ureum dengan Anemia dan Eritrosit
215
Anemia pada penderita penyakit ginjal
kronik selain akibat uremia juga disebabkan
oleh penurunan produksi eritropoietin (EPO)
dan pemendekan umur eritrosit akibat
kelainan bentuk yang berhubungan dengan
derajat uremia3,4,5
. Kadar ureum yang tinggi
akan menyebabkan perubahan morfologi
pada eritrosit4,6,7
. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk melihat pengaruh
kadar ureum terhadap anemia dan kelainan
bentuk eritrosit pada penderita penyakit
ginjal kronik.
METODE PENELITIAN
Penelitian dirancang berdasarkan
desain cross sectional. Sampel diambil secara
konsekutif selama masa penelitian yaitu
penderita penyakit ginjal kronik dewasa yang
dirawat di RSUD Prof. Dr. Margono
Soekarjo yang akan menjalani hemodialise
dengan kadar ureum di atas nilai normal.
Materi yang digunakan adalah sampel
darah penderita penyakit ginjal kronik.
Sampel darah ini akan diperiksa dengan
spektrofotometer untuk melihat kadar ureum
dan alat analiser hematologi otomatik untuk
mengetahui kadar hemoglobin, serta dibuat
apusan darah tepi untuk melihat kelainan
bentuk eritrosit. Variabel bebas penelitian
adalah kadar ureum darah (mg/dl) sedangkan
variabel terikat adalah kelainan bentuk
eritrosit (%). Selanjutnya dianalisis hubungan
antara kadar ureum dengan anemia dan
kelainan bentuk eritrosit yang didapat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Selama periode penelitian didapatkan
60 sampel yang memenuhi kriteria inklusi.
Responden terdiri dari 31 laki-laki dan 29
perempuan dengan rerata umur 52 tahun.
Kadar terendah ureum adalah 62.8 mg/dl dan
tertinggi 297.5 mg/dl dengan rerata 140.9
mg/dl, sedangkan rerata kadar kreatinin
adalah 10.4 mg/dl. Rerata kadar hemoglobin
didapatkan sebesar 9.1 g/dl (tabel 1).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu
proses patofisiologis yang menyebabkan
penurunan fungsi ginjal progresif,
disebabkan oleh beragam etiologi, dan
umumnya berakhir dengan gagal ginjal1.
Kriteria penyakit ginjal kronik yang
pertama adalah kerusakan ginjal baik
struktural maupun fungsional yang sudah
berlangsung lebih dari 3 bulan, dengan atau
tanpa disertai penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG). Kriteria kedua
berdasarkan penurunan LFG kurang dari 60
ml/menit/1.73 m2, dengan atau tanpa disertai
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik N Maksimal Minimal Rerata
Jenis kelamin
Laki
Perempuan
31
29
Umur (th) 78 32 52
Ureum (mg/dl) 297.5 62.8 140.9
Kreatinin (mg/dl) 25.04 1.94 10.4
Hemoglobin (g/dl) 11.5 5.3 9.1
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 1, Januari 2011 Siswandari, Kadar Ureum dengan Anemia dan Eritrosit
216
kerusakan ginjal yang berlangsung selama 3
bulan1.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pada responden telah terjadi peningkatan
kadar ureum (rerata 140.9 mg/dl) dan
kreatinin (rerata 10.4 mg/dl) . Peningkatan
kadar ureum dan kreatinin dapat terjadi
meskipun LFG masih normal. Dengan
demikian, kadar ureum dan kreatinin dapat
lebih dini menggambarkan kerusakan fungsi
ginjal, karena penurunan LFG sampai sebesar
60% biasanya asimtomatik. Kadar ureum
yang tinggi dapat menimbulkan sindroma
uremia yaitu lemah, letargi, anoreksia, mual,
muntah, nokturia, pruritus, kejang sampai
koma1,5,8
.
Penelitian ini mendapatkan bahwa
kadar hemoglobin seluruh responden turun di
bawah nilai normal (rerata Hb 9.1 g/dL).
O’Mara (2008) menyebutkan bahwa anemia
pada penyakit ginjal kronik tergantung umur
dan jenis kelamin. Anemia ditegakkan bila
terjadi penurunan kadar Hb < 11.5 g/dl pada
wanita, Hb < 13.5 g/dl pada pria dengan
umur ≤ 70 tahun dan < 12 g/dl pada pria
dengan usia > 70 tahun. Dengan demikian,
penelitian ini sesuai dengan teori yang telah
ada, bahwa pada penyakit ginjal kronik akan
menyebabkan anemia3.
Mekanisme terjadinya anemia pada
penyakit ginjal kronik disebabkan karena
defisiensi eritropoietin (EPO), supresi proses
eritropoiesis di sumsum tulang dan
pemendekan umur hidup eritrosit4,8,9,10
.
Anemia pada penyakit ginjal kronik juga
dapat disebabkan karena kadar ureum yang
tinggi1,8,11
.
Eritropoietin (EPO) adalah hormon
pemacu eritropoiesis yang 90% diproduksi di
ginjal4,9
. Produksi EPO dirangsang oleh
tekanan O2 pada jaringan ginjal. Oleh karena
itu, pada kerusakan ginjal kronik, kadar EPO
akan menurun karena kerusakan sirkulasi di
ginjal akan mempengaruhi pengiriman O2 ke
ginjal. Rendahnya EPO membuat
eritropoiesis tidak bisa berjalan baik, akibat
jumlah sel progenitor untuk proses
pembentukan eritrosit menjadi berkurang.
Hal ini akan menyebabkan proses proliferasi,
diferensiasi dan pembentukan hemoglobin
menjadi terganggu12,13
.
Mekanisme lain penyebab anemia pada
penyakit ginjal kronik adalah akibat
pemendekan umur eritrosit. Pemendekan
umur eritrosit ini dapat disebabkan karena
gangguan glikolisis eritrosit yang mungkin
diakibatkan peningkatan phosphorous
inorganic. Terjadi gangguan transport dan
pompa kation sehingga terjadi peningkatan
sodium dan menyebabkan jalur pentose
fosfat terganggu. Selain itu, terjadi
peningkatan adenosit trifosfat dan 2,3-DPG
yang akan menyebabkan afinitas O2 oleh
hemoglobin menurun sehingga
memperpendek umur eritrosit4,14,15,16
.
Penelitian ini mendapatkan bahwa
kadar ureum berhubungan bermakna dengan
kadar hemoglobin (r=-0.324, p=0.011). Arah
hubungan negatif menunjukkan bahwa
semakin tinggi kadar ureum akan
menyebabkan semakin rendah kadar
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 1, Januari 2011 Siswandari, Kadar Ureum dengan Anemia dan Eritrosit
217
hemoglobin. Hal ini mendukung teori
sebelumnya bahwa tingginya kadar ureum di
darah akan menyebabkan terjadinya anemia.
Anemia akibat uremia dapat terjadi melalui
mekanisme supresi sumsum tulang dan atau
pemendekan umur eritrosit.
Supresi sumsum tulang terjadi akibat dari
uremic toxin karena tingginya kadar ureum
dalam darah. Zat toksik akan menyebabkan
inhibisi dari Coloni Forming Unit
Granulocyte Erytroid Macrophage
Megakariocyte (CFU GEMM). Racun ini
juga akan menghambat kerja growth factor
erytroid coloni unit. Kedua hal ini akan
menyebabkan penurunan proses eritropoiesis
sehingga terjadi anemia4,8,10,13
.
Mekanisme lain penyebab anemia
akibat tingginya kadar ureum pada penyakit
ginjal kronik adalah pemendekan umur
eritrosit. Means (2004) menyatakan bahwa
20 – 70% pemendekan umur eritrosit
berhubungan dengan kadar ureum. Proses
hemolitik ekstrakorpuskular merupakan
mekanisme utama akibat tingginya zat toksik
akibat peninggian kadar ureum darah.
Subtansi toksik yang diekskresi dan
dimetabolisme ginjal, dalam hal ini
guanidine, akan mempengaruhi survival
eritrosit. Peroksidasi membran lipid oleh
radikal bebas akan merusak membran
eritrosit sehingga memperpendek umur
eritrosit4,14,15,16
.
Uremia juga dapat menyebabkan
kelainan morfologi eritrosit pada penyakit
ginjal kronik. Morfologi eritrosit dapat dilihat
dengan apusan darah tepi. Agar didapatkan
hasil pembacaan yang valid, apusan darah
harus memenuhi syarat: lebar dan panjang
tidak memenuhi seluruh kaca obyek, secara
gradual penebalannya berangsur-angsur
menipis dari kepala ke arah ekor, ujung ekor
tidak berbentuk bendera robek, tidak
berlubang-lubang, tidak terputus-putus, tidak
terlalu tebal atau terlalu tipis seperti terlihat
pada gambar 1. Pembacaan dilakukan di zona
V/zona baca yang ditandai dengan eritrosit
yang tersebar merata, regular, tidak
bertumpuk-tumpuk 17
.
Kelainan bentuk eritrosit yang
didapatkan pada penelitian ini adalah
crenated cell (terdiri dari sel burr dan
krenasi), fragmented cell (schistocyte) dan
sel helmet seperti tercantum pada tabel 2 dan
gambar 2. Terminologi kelainan bentuk
eritrosit sesuai dengan yang dikemukan oleh
Loffler (2005)18
. Crenated cell dan
schistocyte didapatkan pada semua sampel,
sedangkan sel helmet didapatkan hanya pada
3 sampel. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan Weiis (2005) bahwa pada pada
apusan darah tepi penderita penyakit ginjal
kronik ditemukan sel burr dan schistocyte10
.
Menurut Lesesve (2004), kelainan morfologi
dianggap positif jika persentase >0.2%7.
Gambar 1. Apusan Darah Tepi yang
Memenuhi Kriteria
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 1, Januari 2011 Siswandari, Kadar Ureum dengan Anemia dan Eritrosit
218
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa
crenated cell positif didapatkan pada 95%
responden dan schistocyte pada 66.66%
responden.
Penelitian ini menunjukkan bahwa
kadar ureum berhubungan bermakna dengan
kelainan bentuk eritrosit crenated cell
(p=0.000) dan schistocyte (p=0.000), namun
tidak mempunyai hubungan dengan kelainan
bentuk sel helmet (p=0.471). Hubungan
sedang didapatkan antara kadar ureum
dengan kelainan bentuk crenated cell
(r=0.499) dan hubungan kuat dengan
schistocyte (r=0.659)19
. Hasil penelitian ini
konsisten dengan Weiss (2005) yang
mendapatkan bentuk burr dan schistocyte
pada penderita penyakit ginjal kronik10
.
Mekanisme yang mendasari kelainan
bentuk eritrosit akibat uremia belum jelas
diketahui. Kadar ureum yang tinggi
menyebabkan sisa metabolisme zat toksik
yang dihasilkan juga tinggi. Perubahan
bentuk ini mungkin karena peroksidasi
membran lipid oleh radikal bebas sehingga
membran eritrosit menjadi berubah dan akan
mempengaruhi bentuk eritrosit 4,7
.
KESIMPULAN
Penelitian ini mendapatkan bahwa
kadar ureum berhubungan bermakna dengan
kadar hemoglobin, semakin tingi kadar
ureum akan menyebabkan semakin
rendahnya kadar hemoglobin. Kelainan
bentuk eritrosit yang didapatkan adalah
crenated cell (sel burr dan krenasi),
fragmented cell (schistocyte) dan sel helmet.
Kadar ureum berhubungan bermakna dengan
kelainan bentuk crenated cell (sel burr dan
krenasi) dan fragmented cell (schistocyte).
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K, Penyakit ginjal kronik, dalam:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S eds, Buku Ajar
Penyakit Dalam, edisi 4, PP IPD FK UI,
Jakarta, 2007, 570-573.
Gambar 2. Kelainan bentuk eritrosit:
a. crenated cell (sel burr), b. schistocyte, c. sel helmet
a
a
a
a
b
Tabel 2. Kelainan bentuk eritrosit dan hubungan dengan kadar ureum
Kelainan bentuk Mean Positif (>0.2%) r p
Crenated cell 14.3 57 (95%) 0.499a 0.000
Schistocyte 3.65 40 (66.66%) 0.659b 0.000
Helmet 0.05 0 (0%) 0.095 0.471
Keterangan: a: Pearson, b: Spearman, siginifikansi p < 0.05
c
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 1, Januari 2011 Siswandari, Kadar Ureum dengan Anemia dan Eritrosit
219
2. Meyer TW, Uremia, N Engl J Med, 2007,
357, 1316-25.
3. O’Mara NB, Anemia in Patients With
Chronic Kidney Disease, Diabetes Spectrum,
2008, 21 (1), 12-19.
4. Means RT, Anemias secondary to chronic
disease and systemic disorder, In: Greer JP,
Foester J, Lukens JN (eds), Wintrobe’s
Clinical Hematology, 11th ed, Lippincot
Williams & Wilkins, Philadelphia, 2004.
5. Blake C, and O’Meara YM, Subjective and
objective physical limitations in high-
functioning renal dialysis patients, Nephrol
Dial Transplant; 2004, 19, 3124–29.
6. Bain BJ, Diagnosis from the blood smear, N
Engl J Med, 2005, 353:498-507.
7. Lesesve JF, Comparative Evaluation of
Schistocyte Counting by an Automated
Method and by Microscopic Determination,
Am J Clin Pathol, 2004, 121, 739-745.
8. Parmar MS, Chronic renal disease, BMJ,
2002, 325(7355), 85–90.
9. Aulia D, Perubahan hematologi pada
kelainan ginjal, Dalam: Pendidikan
Berkesinambungan Patologi Klinik 2002,
Bagian Patologi Klinik FK UI, Jakarta, 2002.
10. Weiss G, and Goodnough LT,. Anemia of
Chronic Disease. N Engl J Med, 2005, 352,
1011-23
11. Lamb E, Newman DJ, Price CP, Kidney
function test, In: Burtis CA, Ashwood ER,
Bruns DE, (Eds), Tietz Textbook of Clinical
Chemistry and molecular diagnostic, Elsevier
Saunder, St Louis, 2006.
12. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH, Kapita
Selekta Hematologi, Alih bahasa Lyana
Setiawan, Penerbit EGC, Jakarta, 2002.
13. Erslev AJ, Caro J, Anemia of chronic renal
failure, In: Beutler E, Lichtman MA, Coller
BS, Kipps TJ, Selighson U (eds), Williams
Hematology, 6th ed, McGraw-Hill.
Philadelphia. 2000.
14. Beutler E, Composition of the erythrocyte,
In: Beutler E, Lichtman MA, Coller BS,
Kipps TJ, Selighson U (eds), Williams
Hematology, 6th ed, McGraw-Hill,
Philadelphia, 2000.
15. Bull BS, Morphology of the erythron, In:
Beutler E, Lichtman MA, Coller BS, Kipps
TJ, Selighson U (eds), Williams Hematology,
6th ed, McGraw-Hill, Philadelphia, 2000.
16. Glader B, Destruction of erythrocyte, In:
Greer, J.P., J. Foester, J.N. Lukens (eds).
Wintrobe’s Clinical Hematology. 11th ed.
Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia.
2004.
17. Bain BJ, Bates I, Basis Haematological
Techniques, In: Lewis SM, Bain BJ, Bates I
(eds), Dacie and Lewis Practical
Haematology, 9th ed, Churchill Livingstone,
London, 2001
18. Loffler H, Rastetter J, Haferlach T, Atlas of
clinical hematology, 6th ed, Springer. New
York. 2005.
19. Dahlan MS, Statistik untuk kedokteran dan
kesehatan, edisi 3, Salemba Medika, Jakarta,
200, 155 – 166.