21
HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI LEMAK DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP STATUS GIZI PADA PEGAWAI DI KANTOR FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Oleh : NIDA ALHUSNA SUGIYANTO J 310 151 013 PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI LEMAK DAN AKTIVITAS …eprints.ums.ac.id/54456/1/NASKAH PUBLIKASI.pdf · hubungan kebiasaan konsumsi lemak dan aktivitas fisik terhadap status gizi pada

Embed Size (px)

Citation preview

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI LEMAK DAN AKTIVITAS FISIK

TERHADAP STATUS GIZI PADA PEGAWAI DI KANTOR FAKULTAS

MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I

pada Jurusan Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

NIDA ALHUSNA SUGIYANTO

J 310 151 013

PROGRAM STUDI ILMU GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2017

i

HALAMAN PERSETUJUAN

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI LEMAK DAN AKTIVITAS FISIK

TERHADAP STATUS GIZI PADA PEGAWAI DI KANTOR FAKULTAS

MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

NIDA ALHUSNA SUGIYANTO

J 310 151 013

Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:

Dosen Pembimbing

Susi Dyah Puspowati, SP, MSi

NIP. 19740517 2005012 007

ii

HALAMAN PENGESAHAN

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI LEMAK DAN AKTIVITAS FISIK

TERHADAP STATUS GIZI PADA PEGAWAI DI KANTOR FAKULTAS

MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Oleh:

NIDA ALHUSNA SUGIYANTO

J 310 151 013

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari Jumat, 12 Mei 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji:

1. Susi Dyah Puspowati, SP,Msi (.................................)

(Ketua Dewan Penguji)

2. Luluk Ria Rakhma, S.Gz, M.Gizi (.................................)

(Anggota I Dewan Penguji)

3. Siti Zulaekha, A, Msi (.................................)

(Anggota II Dewan Penguji)

Dekan,

Dr. Mutalazimah, SKM, MKes

NIK/NIDN. 786/06-1711-7301

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,

maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 19 Juni 2017

Penulis

NIDA ALHUSNA SUGIYANTO

J 310 151 013

1

HUBUNGAN KEBIASAAN KONSUMSI LEMAK DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP

STATUS GIZI PADA PEGAWAI DI KANTOR FAKULTAS MATEMATIKA DAN

ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Abstrak

Indonesia mengalami permasalahan gizi ganda yaitu perpaduan antara gizi kurang dan lebih. Status

gizi dikalangan dewasa di dominasi dengan masalah obesitas. Obesitas merupakan penunjang

utama penyakit degeneratif seperti diabetes, penyakit jantung dan kanker. Faktor penyebab

obesitas terdiri dari dalam tubuh dan luar tubuh seperti keinginanan makan yang berlebihan,

pola makan yang salah, konsumsi makanan berlemak yang berlebihan, kurangnya aktivitas

fisik dan faktor genetik serta lingkungan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan

kebiasaan konsumsi lemak, aktivitas fisik terhadap kejadian obesitas pada Pegawai Pegawai

Fakultas FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian

observasional dengan pendekatan cross sectional (potong lintang). Besar sampel 48 orang

yang sesuai dengan kriteria inklusi dan dipilih dngan cara sistem random sampling. Data

status gizi diperoleh dari Indeks Massa Tubuh, data kebiasaan konsumsi lemak diperoleh

dengan wawancara menggunakan kuisioner FFQ semikuantitatif sedangkan data aktivitas

fisik diperoleh dengan wawancara menggunakan kuisioner menggunakan International

Physical Activity Quistionnaire (IPAQ). Uji statistik yang digunakan adalah Rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan 50 % responden memiliki status gizi obesitas. Kebiasaan

konsumsi lemak yang berlebihan sebesar 47,9 %. Aktivitas fisik responden sebagian besar

memiliki aktivitas fisik sedang sebesar 75 %. Ada hubungan antara kebiasaan konsumsi

lemak dengan status gizi nilai p = 0.00. Ada hubungan yang signifikan dengan nilai p = 0.001

bahwa hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan status gizi.

Kata kunci : Status Gizi, Kebiasaan Konsumsi Lemak, Aktivitas Fisik

Abstracts

Indonesia have double burden of nutrition problems, malnutrion and obesity. Nutrition status

among adults is dominated by obesity problem. Obesity is a major proponent of degenerative

diseases such as diabetes, heart disease and cancer. Factors causing obesity consists of the

body and outside the body as overeating, wrong diet, excessive consumption of fatty foods,

lack of physical activity and genetic factors and the environment. To determine the

relationship of fat consumption habits, physical activity on the incidence of obesity in

Employees Faculty, State University of Yogyakarta. The study was observational with cross

sectional approach (cross-sectional). Large sample of 48 people who fit the inclusion criteria

and were selected with random sampling system. The data obtained from the nutritional status

Body mass index, fat consumption habits of data collected from interviews using a

semiquantitative FFQ questionnaire while physical activity data obtained by interview using a

questionnaire of the International Physical Activity Quistionnaire (IPAQ).The statistical test

used was Spearman Rank. Results showed 50% of respondents have nutritional status of

obesity. Excessive fat consumption habits amounted to 47.9%. Physical activity most of the

respondents have moderate physical activity by 75%. There is a relationship between fat

consumption habits with nutritional status. value of p = 0.00. There was a significant

correlation with the value of p = 0.001 (that was significant relationship between physical

activity with nutritional status.

Keywords : Nutritional Status, Fat Consumption Habits, Physical Activity

2

1. PENDAHULUAN

Indonesia mengalami permasalahan gizi ganda yaitu perpaduan antara gizi kurang dan

gizi lebih. Permasalahan gizi lebih sudah menjadi ancaman yang menghadang diantara

permasalahan gizi kurang yang belum teratasi dengan baik. Kedua permasalahan tersebut

dapat mempengaruhi harapan hidup manusia karena keduanya berhubungan erat dengan

penyakit. Status Gizi pada kelompok dewasa diatas 18 tahun didominasi dengan masalah

obesitas, walaupun masalah status gizi kurus juga masih belum teratasi (Depkes, 2013). Salah

satu permasalahan gizi yang cukup serius adalah obesitas. Obesitas telah menjadi epidemik

global yang meningkat di negara maju dan juga negara berkembang, termasuk Indonesia.

Prevalensi obesitas di Indonesia telah mengalami peningkatan. Berdasarkan hasil Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS), tercatat pada tahun 2007, prevalensi obesitas pada orang

dewasa di Indonesia mencapai 19,1%. Angka ini terus meningkat pada tahun 2010 menjadi

21,7% dan pada tahun 2013 menjadi 28,9%. Sedangkan data Riset Kesehatan Dasar Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta prevalensi obesitas juga menunjukkan peningkatan yaitu tahun

2007 prevalensi obesitas 12,1 %, meningkat tahun 2010 8,3% (laki-laki) dan 15,7%

(perempuan) serta pada tahun 2013 prevalensi obesitas menjadi 15,8 % (Depkes, 2013).

Selain itu, data sebaran obesitas di Indonesia memperlihatkan bahwa obesitas cenderung

lebih tinggi pada penduduk yang tinggal di perkotaan dibandingkan dengan perdesaan dan

lebih dominan pada kelompok penduduk dewasa yang berpendidikan lebih tinggi dan bekerja

sebagai pegawai negeri atau swasta dan memiliki pendapatan lebih tinggi (Depkes, 2010).

Faktor penyebab obesitas merupakan hal yang kompleks dimana ada keterkaitan antara

berbagai faktor terkait, baik faktor dari dalam tubuh atau internal maupun dari luar tubuh atau

eksternal. Faktor internal utama penyebab obesitas adalah faktor genetik. Faktor yang kedua

adalah faktor eksternal seperti keinginanan makan yang berlebihan, pola makan yang salah,

konsumsi makanan berlemak yang berlebihan, kurangnya aktivitas fisik dan lingkungan. Hal

tersebut diverifikasi oleh penelitian terbaru yang dilakukan (Chou & Chen, 2017) bahwa jenis

kelamin, tingkat aktivitas fisik, pola hidup kurang gerak (sedentary, kebiasaan diet serta

kepuasaan bentuk tubuh merupakan faktor resiko obesitas yang menjadi perhatian seluruh

dunia. Penilaian dari beberapa ahli menyatakan bahwa kebiasaan hidup dan pola makan

merupakan faktor penting dalam mempengaruhi berat badan seseorang bila dibandingkan

faktor dari dalam tubuh (internal) (Henuhili, 2010).

Obesitas disebabkan karena asupan energi yang masuk lebih besar dibandingkan dengan

yang keluar sehingga terjadi kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak.

Kesenjangan antara asupan energi yang masuk dan keluar dalam pola konsumsi sebagian

besar ada kecenderungan disebabkan oleh modifikasi gaya hidup (lifestyle). Perubahan gaya

hidup yang berubah ke arah serba instan dan pola hidup kurang gerak (sedentary) sering

ditemukan di kota-kota besar di Indonesia. Perubahan gaya hidup ini mengakibatkan

3

terjadinya perubahan pola makan yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, lemak dan

kolesterol, terutama makanan siap saji dan kemasan yang berdampak meningkatkan obesitas

(Hidayati, dkk., 2006). Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, proporsi nasional penduduk

dengan perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan gorengan ≥1 kali

per hari rata-rata nasional adalah 40,7 %. Sedangkan, DI Yogyakarta termasuk dalam 5

provinsi tertinggi diatas rata-rata Nasional yaitu sebanyak 50,7%.

Aktivitas fisik yang kurang merupakan salah satu pemicu obesitas. Hal ini didukung pula

oleh hasil penelitian Wijayahadi (2010) di mana faktor dominan dari masyarakat yang

menjadi penyebab gizi lebih adalah kurangnya aktivitas gerak yang meliputi aktivitas olah

raga dan aktivitas pekerjaan. Menurut hasil Penelitian yang dilakukan oleh Riset Kesehatan

Dasar (RISKESDAS) 2013 secara Nasional prevalensi penduduk kurang aktif mencapai

26,1%. Untuk Daerah istimewa Yogyakarta prevalensi kurang aktif mencapai 20,8%.

Kemudian di Yogyakarta sendiri, penduduk yang melakukan aktivitas sedentary rata-rata 3-6

jam mencapai 40,7%. Angka ini termasuk tinggi karena hampir mendekati rata-rata Nasional

yaitu 42% (Depkes, 2013).

Pegawai Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNY merupakan salah

satu pekerjaan yang berisiko untuk terkena obesitas. Hal ini dikarenakan pegawai FMIPA

merupakan pekerja perkantoran dimana aktivitas fisik yang dilakukan pada saat bekerja

banyak dilakukan dengan duduk yang termasuk aktivitas ringan. Berdasarkan studi

pendahuluan yang dilakukan pada April 2016 tercatat 33,3 % pegawai mengalami obesitas,

sedangkan status gizi overweight ada 25.6% dari total pegawai yang berjumlah 90 orang.

Hasil ini termasuk dalam katagori tinggi karena telah melebihi rata-rata Nasional untuk

wilayah DIY menurut Riskesdas 2013 yaitu 15,8%. Selain itu, di FMIPA belum pernah

dilakukan penelitian serupa sehingga berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti berniat

untuk meneliti hubungan kebiasaan konsumsi lemak, aktivitas fisik terhadap status gizi pada

pegawai Fakultas FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

2. METODE

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan rancangan cross

sectional. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2016. Lokasi penelitian

dilakukan di Kantor Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas

Negeri Yogyakarta. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pegawai Kantor Fakultas

Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam (FMIPA) yang berjumlah 90 orang. Besar sampel

yang dihitung menggunakan (Lomeshow et al, 1997) diperoleh 48 orang. Pengambilan sampel

menggunakan teknik simple random sampling secara acak dengan membuat undian sebanyak

48. Kriteria Inklusi pada penelitian ini adalah Pegawai Negeri Sipil baik laki-laki maupun

perempuan, berusia 24 tahun keatas, dapat berkomunikasi dengan baik, bersedia menjadi

responden dalam penelitian ini dengan mengisi formulir kesediaan menjadi responden.

4

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah PNS yang sedang hamil, puasa, sakit keras seperti

ginjal, jantung, stroke.

Data pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer terrsebut

meliputi identitas sampel, status gizi, kebiasaan konsumsi lemak, serta aktivitas fisik. Data

sekunder meliputi gambaran umum lokasi penelitian. Status gizi adalah keadaan

keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi. Data status gizi diperolah dari

pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) responden dengan mengukur berat badan dan tinggi

badan responden. Status gizi dikur dengan menggunakan IMT. Cut of point dari Indeks Massa

Tubuh (IMT) berdasarkan katagori orang Asia Pasifik menurut (WHO, 2004) yaitu < 18,5

kurus ; 18,5 – 22,9 normal ; 22,9 – 24,9 overweight serta > 25 obesitas.

Kebiasaan konsumsi lemak adalah rata-rata kebiasaan konsumsi makanan sumber lemak

dalam 1 bulan terakhir . Kebiasaan konsumsi lemak responden diperoleh dengan wawancara

kepada responden dengan menggunakan kuisioner Semi Quantitatif Food Frequency

Questionare (FFQ). FFQ berisi tentang bahan makanan yang dikonsumsi oleh responden

dalam jangka waktu 1 bulan. Kebiasaan konsumsi diukur dengan cara hasil yang didapatkan

dalam gram (gr) akan dibandingkan dengan nilai kecukupan individu sesuai dengan AKG dan

dikali 100%. Cut of point kebiasaan konsumsi lemak yaitu kurang (<80 %) , baik (80-110 %)

serta lebih (> 110 %) (WNPG, 2004)

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang

memerlukan pengeluaran energi, aktivitas fisik diukur berdasarkan pola, intensitas, durasi dan

pengeluaran energi dengan melihat aktivitas fisik sehari-hari responden selama 1 minggu

terakhir yang meliputi aktivitas berjalan, aktivitas fisik sedang, dan aktivitas fisik berat. Data

Aktivitas fisik diperoleh dengan wawancara kepada responden menggunakan kuisioner

International P/hysical Activity Quistionnaire (IPAQ). Aktivitas fisik responden diukur

dengan wawancara, cut of pointnya rendah > 600 METs/menit, sedang 600-900 METs/menit,

tinggi < 3000 METs/menit (IPAQ Guidelines, 2005)

Analisis data terdiri dai analisis univariat dan bivariat. Analisis univariat untuk

mendeskripsikan variabel status gizi, kebiasaan konsumsi lemak, aktivitas fisik yang disajikan

dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel. Sedangkan analisis

bivariat terdiri dari uji kenormalan data menggunakan uji shapiro-wilk. Hasil uji kenormalan

ternyata ada salah satu variabel yang berdistribusi tidak normal yaitu Indeks Massa Tubuh

(IMT) dengan nilai p 0,001 (p<0,05) , data kebiasaan konsumsi lemak dengan nilai p 0,1

(p>0,05) dan aktivitas fisik dengan nilai p 0,71 (p>0,05) berdistribusi normal. Sehingga,

karena ada salah satu variabel yang berdistribusi tidak normal maka uji hubungan yang

digunakan adalah Rank Spearman.

5

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Responden Penelitian

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden Penelitian

Variabel N %

Jenis Kelamin :

Laki-Laki

Perempuan

31

17

64.6

35.7

Variabel N %

Umur (tahun) :

Dewasa Muda (24-40)

Dewasa madya (41-60)

20

28

41.7

58.3

Pendidikan :

SMA/SMK

D II

D III

S1

S2

14

1

4

26

3

29.2

2.1

8.3

54.2

6.2

Status Kepegawaian :

PNS

Honorer

41

7

79.2

14.3

Penghasilan :

< 2.000.000

2.000.000-5.000.000

> 5.000.000

9

27

12

18,8

56,2

25

Jumlah 48 100

Tabel 1. menunjukkan bahwa responden berjenis kelamin laki-laki lebih besar dari

pada kelompok perempuan. Persentase responden laki-laki 64.6%. Persentase responden

perempuan 35,7 %. Laki-laki memiliki tingkat aktivitas dan tanggungjawab kerja lebih tinggi

dari pada perempuan sehingga lebih banyak laki-laki yang bekerja. Kisaran umur responden

paling banyak adalah dewasa madya berusia 41-60 tahun sebanyak 58.3%. Serta responden

dewasa muda (19-40 tahun) 41,7 %. Rentang usia antara 24-40 tahun merupakan usia

produktif yang berarti usia tersebut memiliki potensi untuk mencari tambahan penghasilan

(Hurlock, 1980). Usia produktif berhubungan dengan produktivitas kerja, sehingga akan

menentukan tinggi rendahnya potensi produktivitas kerja individu yang bersangkutan

(Suhardjo, 1989).

Berdasarkan pendidikan terakhir yang paling banyak ditempuh pegawai adalah S1

sebanyak 54.2%. Diikuti oleh pendidikan SMA/SMK 29,2%. Status Kepegawaian responden

penelitian sebagaian besar adalah PNS (Pegawai Negeri Swasta) 79,2%. Sedangkan adapun

pegawai honorer sebanyak 14,3%. Universitas Negeri Yogyakarta merupakan Instansi

pendidikan dari Pemerintah sehingga tenaga kerjanya lebih banyak yang berstatus sebagai

PNS (Pegawai negeri Sipil) dari pada pegawai honorer.

6

Penghasilan responden penelitian yang berjumlah < Rp 2.000.000,00 ada sebanyak

18,8 %. Kisaran penghasilan responden Rp. 2.000.000 – 5.000.000 56,2 %. Sedangkan,

penghasilan responden diatas > Rp 5.000.000,00 ada 25 %. Rata-rata responden penelitian

menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2008 penghasilan Rp. 2.000.000 – 5.000.000 termasuk

tinggi. Penghasilan atau pendapatan mempengaruhi daya beli terhadap makanan yang akan

mempengaruhi status gizi seseorang (Sajogyo, 2004).

3.2 Analisis Univariat

3.2.1 Distribusi Status Gizi

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Variabel N %

Kurus

Normal

Overweight

Obesitas

2

12

10

24

4.2

25

20.8

50

Jumlah 48 100

Berdasarkan Tabel 2, distribusi status gizi responden paling banyak adalah obesitas

yaitu 50 %. Kemudian, responden yang memiliki status gizi overweight sebanyak 20,8 %.

Sedangkan responden yang memiliki status gizi normal dan kurus sebanyak 25 % dan 4,2

%. Berdasarkan hal tersebut, angka kejadian obesitas di Kantor FMIPA cukup tinggi yaitu

50%, prevalensi ini jauh lebih tinggi dari prevalensi obesitas menurut Riskesdas 2013 pada

usia dewasa (> 18 tahun) yaitu laki-laki 19,7 % serta perempuan 32,9 %.

Berdasarkan persebaran status gizi menurut jenis kelamin obesitas lebih cenderung

pada perempuan yaitu sebanyak 58,8 % sedangkan pada laki-laki 45,2 %. Obesitas

cenderung ditemukan pada wanita 3x lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini disebabkan

karena metabolisme wanita lebih rendah, selain itu rata-rata wanita memiliki lemak tubuh

yang lebih banyak dibandigkan dengan pria (Adriari & Wirjatmadi, 2012).

Sedangkan status gizi responden menurut umur pada pegawai FMIPA paling banyak

terjadi pada usia dewasa madya (41-60 tahun) yaitu 29,1 %. Hal ini menunjukkan kejadian

gizi lebih serta obesitas lebih banyak terjadi pada kelompok usia madya (41-60) karena

semakin tua usia seseorang, semakin lambatnya metabolisme tubuh serta tingkat keaktifan

bergerak bisa semakin berkurang sehingga menyebabkan massa otot dalam tubuh

cenderung menurun dan kehilangan otot yang akan mengakibatkan perlambatan tingkat

pembakaran energi dalam tubuh. Semakin bertambah usia dengan asupan energi yang

tetap, atau bahkan frekuensi konsumsi pangan yang lebih sering akan membuat tubuh

semakin sulit untuk membakar kalori yang masuk sehingga terjadi penumpukan energi

didalam tubuh dan berdampak pada obesitas (Widiantini, 2014).

7

3.2.2 Kebiasaan Konsumsi Lemak

Tabel 3. Distribusi Kebiasaan Konsumsi Lemak Responden

Variabel N %

Kurang

Baik

Lebih

12

13

23

25

27,1

47,9

Total 48 100

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kebiasaan konsumsi lemak responden yang

lebih dari kebutuhan sebanyak 47,9%. Sedangkan, kebiasaan konsumsi lemak yang baik

sebanyak 27,1 % serta konsumsi lemak kurang 25 %. Kebiasaan konsumsi lemak

responden lebih banyak yang melebihi dari kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan karena

responden sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan gorengan. Untuk melihat

kontribusi asupan lemak responden terhadap total jumlah kalori yang dimakan maka

dilakukan perhitungan dengan cara menjumlahkan total lemak yang dikonsumsi dalam

gram (gr) kemudian dijadikan kkal (kilo kalori) yaitu 1 gram lemak adalah 9 kkal. Hasil

lemak dalam kkal kemudian dibagi dengan asupan energi total responden dan dikalikan

100 %. Maka, akan didapatkan presentase kurang < 25 % ; cukup 25-30 % ; lebih > 30 %

selanjutnya akan dijelaskan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kontribusi Asupan Lemak Terhadap Total Kalori yang Dikonsumsi

Variabel Status Gizi Total

Kurus Normal Overweight Obesitas

Kontribusi Lemak:

Kurang

Cukup

Lebih

2 (11,8%)

0

0

5 (29,4%)

3 (16,7%)

4 (30,8%)

4 (23,5%)

4 (22,4%)

2 (15,4%)

6 (35,3%)

11 (61,1%)

7 (53,8%)

17(100%)

18(100%)

13(100%)

Total

Mean

2 (4,2%)

27,8

12 (25%) 10 (20,8%) 24 ( 50%) 48(100%)

Lemak menghasilkan energi 2,25 kali lebih banyak dibandingkan dengan protein dan

karbohidrat yaitu 9 kkal/gram. Anjuran konsumsi lemak yang baik bagi orang dewasa

adalah 44-47 gr/hari (FAO, 2008) atau asupan lemak total dari konsumsi makanan sebesar

25-30 % dari energi total (IOM, 2005). Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata

konsumsi lemak responden adalah 27,8 % dari total kalori. Responden yang

mengkonsumsi makanan berlemak lebih dari 30% dari energi total atau kontirbusi lemak

yang lebih dari kebutuhan banyak yang memiliki status gizi obesitas yaitu 53,8 %.

Sedangkan responden yag mengkonsumsi lemak dibawah 25 % atau asupan lemak kurang

memiliki status gizi obesitas lebih sedikit yaitu 35,3 %. Banyaknya responden yang

memiliki tingkat konsumsi lemak berlebih karena kebiasaan mengonsumsi makanan yang

memiliki lemak dan minyak yang tinggi seperti gorengan, makanan siap saji serta makanan

8

berlemak tinggi. Konsumsi lemak dan minyak dianjurkan paling sedikit 10% dari

kebutuhan energi dan tidak lebih dari 30% dari total kebutuhan energi (Khomsan & Faisal,

2008). Hal ini selaras dengan anjuran dari dietary guidelines yaitu konsumsi lemak tidak

kurang dari 10% kebutuhan kalori per hari (USDA & HHS, 2010).

Makanan berlemak yang pernah dikonsumsi oleh seluruh responden selama satu bulan

terakhir adalah telur ayam, ayam, daging sapi serta gorengan yaitu sebanyak 100 %

responden pernah mengkonsumsi makan tersebut. Hal ini dikarenakan makanan tersebut

mudah di dapatkan sehari-hari serta memiliki cita rasa yang lezat sehingga digemari

responden. Selain itu, tingkat ekonomi responden yang rata-rata cukup karena bekerja

sebagai PNS juga mempengaruhi daya beli terhadap makanan tersebut. Selanjutnya,

makanan yang pernah dikonsumsi responden namun, tidak semua pernah mengkonsumsi

dalam satu bulan terakhir adalah sejenis seafood, serta makanan berlemak lainnya seperti

bakso, mie ayam, sosis, martabak dan lain sebagainya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Kebiasaan Konsumsi Lemak Responden

Bahan

Makanan

Jumlah responden tiap konsumsi (/orang)

1x/

hr

n

%

2-3x

/hr

n

%

1-3x

/mgg

n

%

4-6x

/mgg

n

%

1-3x

/bln

n

%

Tinggi Lemak

*Gorengan 17 35,4 13 27 10 20,8 6 12,5 12 25

Sosis - - - - 13 27 - - 11 22,9

Bakso - - - - 10 20,8 3 6,2 14 29,1

Nugget - - - - 10 20,8 9 18,7 17 35,4

Coklat - - - - 15 31,2 - - - -

Bebek - - - - 4 8,3 - - 13 27

Fried chick - - - - 5 10,4 - - 8 16,6

telur bebek - - - - 7 14,5 - - 13 27

Fried fries - - - - 7 14,5 - - 13 27

Pizza - - - - - - - - 8 16,6

Martabak - - - - 15 31,2 - - 8 16,6

Corned - - - - 3 6,25 - - 14 29,1

*Ayam 15 31,2 - - 8 16,6 25 52 - -

*Sapi 3 6,2 - - 21 43,7 4 8,3 20 41,6

Kambing - - - - 5 10,4 - - 23 47,9

Mie ayam - - - - 9 18,7 1 2 14 29,1

Burger - - - - - - - - 17 35,4

Sedang Lemak

Alpokat - - - 2 - - - 10 20,8

Otak - - - - - - - - 4 8,3

*Telur ayam 20 41,6 - - 10 20,8 15 31,2 3 6,2

Pempek - - - - 3 6,2 - - 7 14,5

Hati ayam - - - - - - - - 15 31,2

Kepiting - - - - - - - - 10 20,8

Usus - - - - - - - - 7 14,5

Sarden - - - - - - - - 10 20,8

susu sapi - - - - 7 14,5 - - 7 14,5

Kerang - - - - - - - - 14 29,1

Belut - - - - - - - - 5 10,4

Cumi-cumi - - - - 7 14,5 2 4,1 21 43,7

Ikan - - - - 20 41,6 5 10,4 13 27

Belut - - - - - - - - 5 10,4

9

Bahan

Makanan

Jumlah responden tiap konsumsi (/orang)

1x/

hr

n

%

2-3x

/hr

n

%

1-3x

/mgg

n

%

4-6x

/mgg

n

%

1-3x

/bln

n

%

Rendah Lemak

Spagethi - - - - - - - - 3 6,2

Siomay - - - 9 18,7 - - 12 25

- - - - - - - 3 6,2

Udang - - - - 5 10,4 - - 27 56,2

Salah satu faktor penentu dalam kebiasaan makan adalah jumlah frekuensi makan.

frekuensi makan bisa menjadi penduga tingkat kecukupan konsumsi gizi, artinya semakin

tinggi frekuensi makan maka peluang terpenuhinya kecukupan gizi juga semakin besar

(Khomsan, 1993). Penentuan frekuensi dan berat konsumsi pangan menggunakan

Kuisioner Food Frequency Questionnaire (FFQ) semi kuantitatif. Data Food Frequency

terdiri dari frekuensi dan berat konsumsi pangan sumber lemak seperti gorengan, ayam,

telur daging sapi, daging kambing, bakso, mie ayam, dan sebagainya dapat dilihat pada

Tabel 5.

Berdasarkan Tabel 5 makanan tinggi lemak yang paling sering di konsumsi

responden dengan katagori selalu atau sangat sering (≥6 kali seminggu) adalah gorengan

62,5 %, ayam 31,2 % serta daging sapi 6,2 %. Kemudian makanan tinggi lemak dengan

katagori sering (4-6 kali seminggu) adalah ayam 52 %, nugget 18,7 %, gorengan 12,5 %,

daging sapi 8,3 %. Selanjutnya makanan tinggi lemak dengan katagori frekuensi jarang (1-

3 kali seminggu) adalah sosis, bakso, coklat, bebek, telur bebek, pizza, martabak, dan

sebagainya dapat dilihat pada tabel 12. Makanan dengan lemak sedang yang sangat sering

(≥6 kali seminggu) dikonsumsi responden adalah telur ayam yaitu 41,6 %. Makanan lemak

sedang dengan katagori sering (4-6 kali seminggu) adalah telur ayam, cumi-cumi dan ikan.

Sedangkan makanan dengan rendah lemak tidak ada yang dikonsumsi dengan katagori

sangat sering.

Berdasarkan frekuensi konsumsi lemak, makanan berlemak yang paling banyak

dikonsumsi oleh responden adalah gorengan. Gorengan yang dimaksud adalah makanan

kudapan yang digoreng seperti tempe mendoan, bakwan, aci digoreng dan lain sebagainya.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian (Saputra, 2014) bahwa responden yang

mengonsumsi makanan tinggi lemak seperti gorengan lebih dari 6 kali seminggu

cenderung memiliki status gizi obesitas. Konsumsi gorengan serta sumber lemak lainnya

pada responden termasuk tinggi karena melebihi proporsi nasional penduduk dengan

perilaku konsumsi makanan berlemak, berkolesterol dan makanan gorengan ≥1 kali per

hari rata-rata nasional adalah 40,7 %. Sedangkan, DI Yogyakarta termasuk dalam 5

provinsi tertinggi diatas rata-rata Nasional yaitu sebanyak 50,7% (Riskesdas, 2013). Pola

makan tinggi lemak yang berkelanjutan akan berdampak buruk terhadap kesehatan karena

bila kapasitas energi dan lemak tidak dibakar maka akan disimpan dalam jaringan adiposa.

Peningkatan jaringan lemak pada jaringan adiposa akan meningkatkan hormon leptin

10

sehingga memiliki pengaruh terhadap pengaturan keseimbangan energi di dalam tubuh dan

pada akhirnya akan menyebabkan obesitas (Murray, 2009).

3.2.3 Aktivitas Fisik

Tabel 6. Distribusi Aktivitas Fisik Responden Variabel N %

Ringan

Sedang

Berat

2

36

10

4,2

75

20,8

Total 48 100

Berdasarkan Tabel 6 sebagaian besar responden memiliki aktivitas fisik sedang

sebanyak 75 %, sedangkan responden yang memiliki aktivitas fisik berat sebanyak 20,8 %.

Rata-rata aktivitas fisik yang dilakukan responden adalah aktivitas fisik sedang yaitu

kegiatan yang membutuhkan usaha fisik sedang sehingga tidak membuat jantung berdetak

lebih cepat dari biasanya. Hal ini berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan responden

baik di kantor maupun diluar kantor. Misalnya responden yang bertugas di

pengadministrasian keuangan, kepegawaian, bidang pendidikan, pengolahan data yang

melakukan sebagian pekerjaannya di dalam kantor sehingga aktivitas yang dilakukan tidak

membutuhkan usaha fisik yang berat karena bisa dilakukan dengan duduk. Berikut adalah

rincian kegiatan aktivitas fisik yang dilakukan responden berdasarkan kuisioner IPAQ.

Kuisioner IPAQ mencakup lima bagian kegiatan yaitu aktivitas dalam pekerjaan,

transpostasi atau perjalanan, aktivitas rumah tangga, aktivitas rekreasi, olahraga serta

waktu luang, dan waktu yang dihabiskan untuk duduk atau bersantai. Rincian kegiatan

dapat dilihat pada tabel dibawah ini serta pada lampiran.

Berdasarkan Tabel 7, aktivitas fisik dikelompokkan menjadi tiga katagori yaitu

ringan, sedang dan berat.

Tabel 7 Distribusi Jenis Aktivitas Fisik yang dilakukan Responden

No Bagian Katagori Jenis aktivitas N (%)

1.

Pekerjaan Sedang

Mengangkat meja 6 kg ( 5- 12,5 kg) 2 4,1 %

Berjalan di kantor 48 100 %

2. Transpostasi Sedang Naik sepeda, motor, mobil, bus 48 100 %

3. Aktivitas

rumah tangga

Berat Mencangkul tanah 1 2 %

Sedang

Menanam pohon, menyirami taman,

menyapu, memasak,mencuci baju,

mencuci piring, mengepel, mencuci

mobil, mencuci motor,

membersihkan rumah,

menyetrika,menjemur,merawat anak

48 100 %

4. Rekreasi,

olahraga,

waktu luang

Berat Jogging, badminton, sepak

bola,sepeda

5 10,4 %

Sedang Jalan di mall, karoke, nonton

bioskop, shoping, membaca,

43 89,5 %

11

No Bagian Katagori Jenis aktivitas N (%)

menjahit, senam

5. Waktu untuk

duduk

Ringan Duduk di kantor , duduk dengan

menonton tv di rumah, santai

48 100

Aktivitas fisik ringan yaitu dengan nilai METs < 3 METs/menit contohnya adalah

duduk bersantai, duduk dengan menonton tv, duduk di meja kerja atau di depan komputer.

Sedangkan aktivitas fisik sedang yaitu aktivitas dengan nilai METs 3-6 METs/menit.

Contoh dari aktivtas fisik sedang adalah aktivitas fisik rumah tangga seperti yang

dilakukan pada Tabel 14. Aktivitas fisik berat yaitu dengan nilai METs > 6 METs/menit ,

misalnya adalah aktivitas fisik olahraga atau mengangkat beban serta kegiatan berkebun.

Berdasarkan aktivitas fisik yang dilakukan responden paling banyak adalah aktivitas fisik

sedang karena kegiatan yang dilakukan di kantor dari hari Senin hingga Jumat banyak

dilakukan dengan duduk dan sisa kegiatan lainnya adalah mengerjakan pekerjaan rumah

tangga. Aktvitas fisik rumah tangga yang dikerjakan responden termasuk aktivitas fisik

sedang karena mempunyai nilai METs 3-6 METs/menit. Adapun aktivitas fisik berat yang

dilakukan di kantor hanya 4,1 % yang melakukan kegiatan mengangkat beban meja serta

aktivitas fisik berat seperti olahraga yaitu 10,4 %. Sehingga, di dapatkan hasil bahwa rata-

rata responden memiliki aktivitas fisik sedang sebanyak 75 %.

3.3 Analisis Bivariat

3.3.1 Hubungan antara Kebiasaan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi

Hasil analisis bivariat antara kebiasaan konsumsi lemak dengan obesitas pada pegawai

di Kantor FMIPA UNY pada tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji Hubungan Kebiasaan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi

Kebiasaan

Konsumsi

Lemak

Status Gizi

Total Kurus Normal Overweight Obesitas

Kurang

Baik

Lebih

2 (16,7%)

0 (0% )

0 (0% )

5 (41,7%)

6 (46,2%)

1 (4,3% )

4 (33,3%)

2 (15,4%)

4 (33,3%)

1 (8,3%)

5 (38,5%)

18 (78,3%)

12 (100%)

13 (100%)

23 (100%)

Total 2 (4,2%) 12 (25%) 10 (20,8%) 24 (50%) 48 (100%)

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa responden yang mengalami obesitas akan

cenderung memiliki kebiasaan konsumsi lemak yang lebih tinggi dibandingkan responden

yang tidak obesitas. Responden yang memiliki kebiasaan konsumsi lemak lebih dari

kebutuhan dan memiliki status gizi obesitas sebanyak 78,3 %. Sedangkan responden yang

memiliki kebiasaan konsumsi lemak baik dan kurang hanya 38,5 % dan 8,3 % yang memiliki

status gizi obesitas. Dapat dilihat bahwa responden yang memiliki status gizi normal akan

cenderung memiliki kebiasaan konsumsi lemak yang baik lebih besar yaitu 46,2%.

12

Tabel 9. Nilai Uji Hubungan Kebiasaan Konsumsi Lemak terhadap Status Gizi

Varian Min Max Median P value R

IMT 17.00 43.90 24.9 0.00 0.762

Konsumsi Lemak 53.35 180.45 104.7

Hasil uji statitistik dengan Rank Spearman menghasilkan ada hubungan yang

signifikan dengan nilai p = 0.00 antara kebiasaan konsumsi lemak dengan status gizi

responden. Kekuatan korelasi (r) antar variabel yang sangat kuat yaitu 0,762 artinya

korelasi positif semakin tinggi nilai konsumsi lemak maka semakin tinggi pula indeks

massa tubuh responden yang menggambarkan status gizi responden. Sehingga dapat

diartikan bahwa semakin tinggi asupan lemak, maka akan semakin besar kemungkinan

terjadinya obesitas. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Schwander et al., 2014)

yang mengatakan mengkonsumsi makanan berlemak secara rutin beresiko untuk

mengalami obesitas. Serta penelitian yang dilakukan oleh Kustevani (2015) bahwa terdapat

hubungan antara perilaku konsumsi makanan berlemak dengan obesitas pada usia

produktif (15-64 tahun).

Responden pada penelitian ini sebagian besar mengkonsumsi makanan berlemak

dengan katagori selalu atau sangat sering (≥6 kali seminggu) adalah telur ayam 41,6 % ,

ayam 31,25 % serta gorengan 62,5 %. Selain itu frekuensi konsumsi sumber lemak dengan

katagori sering (4-6 kali seminggu) juga konsumsi ayam, gorengan serta konsumsi

makanan cepat saji seperti nugget, bakso serta mie ayam juga sering dikonsumsi oleh

responden. Kebiasaan konsumsi lemak yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas

karena makanan berlemak akan melemahkan, menunda dan mencegah rasa kenyang

sehingga seseorang dapat makan dalam jumlah yang berlebihan selain itu rasa makanan

berlemak yang gurih (umami flavor) mengakibatkan nafsu makan meningkat (Hidayati et

al., 2006). Lemak dan minyak merupakan sumber energi paling padat, dimana 1 gram

lemak menghasilkan 9 kkalori atau 2½ kali menghasilkan energi lebih besar daripada

karbohidrat dan protein (Almatsier, 2010). Simpanan lemak didalam tubuh berasal dari

asupan lemak yang berlebih atau kombinasi antara zat-zat gizi lain, seperti karbohidrat,

lemak dan protein. Glukosa dan asam amino yang tidak digunakan juga akan mengalami

proses pembentukan lemak (lipogenesis). Sehingga, akan terjadi akumulasi penumpukkan

lemak di dalam tubuh. Tubuh memiliki kapasitas yang tak terhingga untuk menyimpan

lemak, kelebihan konsumsi lemak tidak diiringi dengan peningkatan oksidasi lemak

sehingga 96% lemak akan disimpan dalam tubuh dan apabila berlangsung terus menerus

akan menyebabkan obesitas (Burhan dkk, 2013).

Lemak lebih mudah disimpan sebagai cadangan energi di dalam jaringan adipose.

Bila dibandingan dengan karbohidrat yang membutuhkan 23% energi untuk diubah

menjadi cadangan lemak dalam jaringan adipose, lemak hanya membutuhkan 3% energi.

Oleh karena itu, kebiasaan konsumsi lemak cenderung lebih cepat menimbulkan

13

kegemukan atau obesitas dibandingkan karbohidrat dan protein. Diet hypercaloric dengan

lemak tinggi dan karbohidrat sederhana berpotensi lebih tinggi untuk menyebabkan

kenaikan berat badan, inflamasi jaringan adiposa, stress oksidatif dan berbagai penyakit

terkait dengan obesitas (Ventura et al., 2017).

3.3.2 Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Obesitas

Hasil analisis bivariat antara aktivitas fisik dengan status gizi obesitas pada pegawai

pada pegawai di Kantor FMIPA UNY pada tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Uji Hubungan Aktivitas Fisik terhadap Status Gizi

Aktivitas

Fisik

Status Gizi Total

Kurus Normal Overweight Obesitas

Ringan

Sedang

Berat

0

2 (5,6%)

0 (0%)

0

8 (22,2%)

4 (40%)

0

8 (22%)

2 (20%)

2 (100%)

18 (50%)

4 (40%)

2 (100%)

36 (100%)

10 (100%)

Total 2 (4,2%) 12 (25%) 10 (20,8%) 24 (50%) 48 (100%)

Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa responden yang melakukan aktivitas ringan

memiliki status gizi obesitas 100 % Sedangkan responden yang memiliki aktivitas fisik

sedang status gizinya lebih bervariasi yaitu kurus 5,6 %, normal dan overweight 22,2 %

serta yang paling banyak adalah obesitas yaitu 50%. Sedangkan aktivitas fisik berat

tersebar pada responden yang memiliki status gizi normal dan obesitas yaitu 40 % serta

overweight 20 %. Hal ini terlihat jelas bahwa responden yang hanya melakukan aktivitas

ringan dan sedang lebih berpotensi mengalami obesitas.

Rata- rata aktivitas fisik yang dilakukan sebagian besar adalah aktivitas fisik sedang

sebanyak 36 orang (75%). Hal ini disebabkan oleh jenis pekerjaan responden, dimana

responden adalah pegawai kantoran yang sebagian besar aktivitas yang dilakukan di kantor

tidak memerlukan usaha fisik yang berat. Aktivitas di kantor bisa dilakukan dengan duduk.

Adapun pegawai yang memiliki aktivitas fisik berat sebanyak 10 orang yang memiliki

aktivitas olahraga di luar jam kerja adalah bersepeda selama 1 jam 2 kali seminggu

sebanyak 2 orang yaitu 4,16 %, melakukan kegiatan berkebun pada saat akhir pekan

sebanyak 4 orang yaitu 8,3 %. Serta, 4 orang atau 8,3 % rutin melakukan joging selama 30

menit setiap pagi. Kegiatan tersebut yang menyebabkan adanya responden dengan aktivitas

fisik berat. Sedangkan, responden yang memiliki aktivitas ringan sebagian besar jarang

melakukan olahraga dan hanya melakukan aktivitas sedenraty selepas dari kantor.

Aktivitas sedentary adalah aktivitas santai seperti duduk, berbaring, bekerja di depan

komputer, membaca, menonton tv,dan lain-lain. Hal ini yang menyebabkan responden

yang melakukan aktivitas ringan lebih banyak memiliki status gizi obesitas. Penelitian

yang dilakukan (Rosiek, Fr, & Leksowski, 2015) bahwa aktivitas sedentary yang

berkepanjangan misalnya menonton televisi secara langsung berhubungan dengan obesitas,

14

resiko diabetes, jantung bahkan peningkatan resiko kematian dini. Aktivitas fisik rendah

akan melambatkan metabolisme tubuh sehingga pembakaran kalori juga melambat dan bila

berlangsung lama dapat menyebabkan obesitas.

Tabel 11. Nilai Uji Hubungan Aktivitas Fisik terhadap Status Gizi

Varian Min Max Median P vaue R

IMT 17.00 43.90 24.9 0.001 -0,464

Aktivitas Fisik 541.9 5012.50 2441

Berdasarkan hasil uji hubungan dengan Rank Spearman menghasilkan ada hubungan

yang signifikan dengan nilai p = 0.001 (p < 0,05) bahwa hubungan yang bermakna antara

aktivitas fisik dengan status gizi. Kekuatan korelasi (r) yang berbanding terbalik ( -0,464)

artinya adalah semakin tinggi aktivitas fisik maka akan semakin rendah nilai indeks masa

tubuhnya yang artinya status gizi kurang, atau semakin rendah aktivitasnya maka

responden cenderung memiliki indeks masaa tubuh yang tinggi yang artinya status gizi

lebih atau bisa disebut status gizi obesitas. Sehingga, dapat dartikan bahwa responden

yang memiliki aktivitas fisik rendah lebih cenderung dapat mengalami obesitas. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martaliza (2010) yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara aktivitas fisik dan status gizi

obesitas. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widiantini (2014)

yang menyatakan ada hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan obesitas dan

mengungkapkan semakin berat aktivitas fisik maka semakin rendah kejadian obesitas.

Aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh sesorang. Meningkatnya

kesibukan seseorang yang bekerja di perkantoran menyebabkan tidak lagi memiliki waktu

untuk berolahraga. Aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan

dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Aktivitas fisik dan berolahraga

memiliki peran sangat penting. Saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak berolahraga

makin banyak kalori yang hilang. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem

metabolisme basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan

metabolisme basal tubuhnya, sehingga energi yang masuk sebagian akan disimpan dalam

bentuk cadangan energi. Penelitian menunjukkan bahwa perilaku aktivitas fisik yang

rendah dimana aktivitas yang dilakukan banyak dengan duduk dapat menurunkan laju

metabolisme basal, serta menyebabkan massa otot berkurang dan jaringan lemak

bertambah. Metabolisme tubuh yang melambat membuat tubuh lambat dalam membakar

kalori sehingga terjadi kelebihan energi dan peningkatan IMT (Zahroh & Isfandiari, 2015).

Apabila hal ini berlangsung terus menerus makan akan mengalami penumpukan dalam

tubuh sehingga terjadi obesitas yang akan memicu timbulnya berbagai penyakit degeneratif

(Dharmawati, 2007). Penurunan aktivitas fisik disebabkan karena banyaknya aktivitas fisik

yang dilakukan menetap, metode transportasi yang semakin mudah serta peningkatan

15

konsumsi makna kaya akan energi, lemak dan gula menyebabkan ketdakseimbangan antara

asupan dan pengeluaran sehingga bila dilakukan terus menerus akan menyebabkan obesitas

(Labban, 2014).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang tidak mengalami obesitas

sebagian besar mempunyai aktivitas fisik yang berat dan sedang. Sebaliknya pada

responden yang memiliki status gizi obesitas pola aktivitasnya rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa aktivitas fisik mempengaruhi status gizi. Berat badan berkaitan erat

dengan tingkat pengeluaran energi tubuh. Pengeluaran energi tubuh ditentukan oleh dua

fakor yaitu tingkat aktivitas/olahraga dan angka metabolisme basal atau tingkat energi

yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Orang yang mengalami

obesitas aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Peningkatan aktivitas fisik

penting dalam meningkatkan metabolisme lemak di dalam tubuh, kombinasi olahraga serta

diet rendah lemak dapat membantu dalam pengobatan obesitas (Schrauwen & Westerterp,

2000). Ketika berolahraga kalori terbakar, maka semakin sering berolahraga maka semakin

banyak kalori yang terbakar. Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem

metabolisme basal. Apabila asupan melebihi kebutuhan dan tidak diimbangi dengan

aktivitas fisik yang cukup maka kalori yang masuk akan menumpuk di dalam tubuh dan

disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak sehingga dapat mengakibatkan

obesitas.

4. PENUTUP

Pegawai di Kantor FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta memiliki status gizi obesitas

sebesar 50 %. Kebiasaan konsumsi lemak responden yang lebih sebesar 47,9 %. Aktivitas

fisik responden sebagian besar memiliki aktivitas fisik sedang sebesar 75 %. Ada hubungan

antara kebiasaan konsumsi lemak dengan status gizi nilai p = 0.00 dengan korelasi positif

sangat kuat nilai r 0,762. Ada hubungan yang signifikan dengan nilai p = 0.001 bahwa

hubungan yang bermakna antara aktiitas fisik dengan status gizi. Kekuatan korelasi (r) yang

berbanding terbalik ( -0,464).

Saran bagi Instansi Kantor FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta perlu dilakukan

penimbangan berat badan secara rutin untuk memantau perubahan berat badan para pegawai

serta cek kesehatan yang dilakukan secara berkala guna menjaga kesehatan para pegawai.

Sebaiknya Instansi memperhatikan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas fisik seperti

instruksi ketat untuk mengikuti senam satu minggu satu kali untuk menghindari kejadian gizi

lebih atau obesitas dan untuk meningkatkan kesehatan pegawai agar meningkat produktivitas

bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Adriani M, Wirjatmadi, B. (2012). Pengantar Gizi Masyarakat (1 ed.). Jakarta: Kencana

Media Grup.

16

Almatsier, S. (2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta : 160-

252

Arisman. (2004). Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC. Jakarta: 144-156

Burhan FZ, Sirajuddin S, Indriasari R. (2013). Pola Konsumsi Terhadap Kejadian Obesitas

Sentral Pada Pegawai Pemerintahan di Kantor Bupati Kabupaten Jeneponto.

Makasar:Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas

Hasanuddin

Chou, L.-N., & Chen, M.-L. (2017). Influencing Factors of the Body Mass Index of

Elementary Students in Southern Taiwan. International Journal of Environmental

Research and Public Health, 14(3), 220. https://doi.org/10.3390/ijerph14030220

DepkesRI, D. (2010). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) . Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia

DepkesRI, D. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) . Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia

Dharmawati.(2007). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Komposisi Tubuh pada Remaja.

Sumatera Utara . Fakultas Ilmu Kesehatan. Sumatera Utara.

Dwiningsih. (2013). Perbedaan asupan energy, protein, lemak, karbohidrat dan status gizi

pada remaja yang tinggal diwilayah perkotaan dan perdesaan. Jurnal Gizi Klinik,

Jakarta : 232-241 ; 2 (2)

FAO. (2008). Interim Summary of Conclusions and Dietary Recommendations on Total Fat &

Fatty Acids. (Geneva, Ed.). FAO/WHO Expert Consultation on Fats and Fatty Acids

in Human Nutrition.

Henuhili. (2010) . Gen-gen Penyebab Obesitas dan Hubungannya dengan perilaku Makan.

Prosiding Seminar Nasional Penelitian, pendidikan dan Peneran MIPA Fakultas

MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta

Hidayati, N.S., Irawan, R., dan Hidayat , B. (2006) . Obesity pada anak. Bagian ilmu

kesehatan anak, Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Hurlock, E. B. (1980). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan, Edisi 5. Jakarta : Erlangga.

Institute of Medicine (IOM). (2005). Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate,

Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein and Amino Acids. A Report of the Panel

on Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and

Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes and the Standing Committee on

the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes. National Academies Press :

Washington, DC.

IPAQ. (2005). Guidelines For Data Processing and Analysis of The International Physical

Activity Questionnaire (IPAQ).

Khomsan, A. (2000). Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi. Jurusan Gizi Masyarakat dan

Sumberdaya Keluarga. Bogor : IPB.

Khomsan, A & Faisal A. (2008). Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan

yang Tepat. Jakarta : Mizan.

Kustevani F. (2015). Faktor yang berhubungan dengan obesitas abdominal pada usia

produktif (15-64 tahun) di Kota Surabaya Jurnal Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1

Januari 2015: 45–56

Labban, L. (2014). The association between physical activity, overweight and obesity among

Syrian University students. Saudi Journal of Sports Medicine, 14(2), 121.

17

https://doi.org/10.4103/1319-6308.142366

Martaliza, R. W. (2010). Skripsi faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi lebih pada

polisi di kepolisian resort kota bogor tahun 2010. [Skripsi]. Jakarta : UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. (2009)Biokimia harper (27 ed.). Jakarta:

Buku Kedokteran EGC.

Rosiek, A., Fr, N., & Leksowski, K. (2015). Effect of Television on Obesity and Excess of

Weight and Consequences of Health. International Journal of Environmental

Research and Public Health, 12, 9408–9426. https://doi.org/10.3390/ijerph120809408

Saputra, Y. (2014). Hubungan Frekuensi Konsumsi Gorengan Dengan Di Kelurahan

Gedanganak Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang. Journal of Nutrition,

3, 1–9.

Sajogyo. (2004). Menuju Gizi Baik yang Merata di Pedesaan dan di Kota. Gadjah Mada

University Press. Yogyakarta

Soegih, RR & Wiramihardja, KK. (2009). Obesitas, Permasalahan dan Terapi Praktis.

Jakarta : CV Sagung Seto.

Sudikno. (2010). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Orang Dewasa di

Indonesia (Analisis Riskesdas 2007). Jurnal Gizi Indon, Puslitbang Gizi dan Makanan

Bogor : 37-49 ; 33(1)

Suhardjo. (1989) . Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi, PAU Pangan dan Gizi. Bogor : IPB.

Schrauwen, P., & Westerterp, K. R. (2000). The role of high-fat diets and physical activity in

the regulation of body weight. Br J Nutr, 84(4), 417–427.

https://doi.org/S0007114500001720 [pii]

Schwander, F., Kopf-Bolanz, K. A., Buri, C., Portmann, R., Egger, L., Chollet, M., Vergères,

G. (2014). A dose-response strategy reveals differences between normal-weight and

obese men in their metabolic and inflammatory responses to a high-fat meal. Journal

of Nutrition, 144(10), 1517–1523. https://doi.org/10.3945/jn.114.193565

USDA, HHS. (2010). U.S. Department of Agriculture and U.S. Department of Health and

Humas Services. Dietary Guidelines for Americans 7th Edition. Washington, DC. U.S.

US : Government Printing Office.

Ventura, L. L. A., Fortes, N. C. L., Santiago, H. C., Caliari, M. V, Gomes, M. A., & Oliveira,

D. R. (2017). Obesity-induced diet leads to weight gain , systemic metabolic

alterations , adipose tissue inflammation , hepatic steatosis , and oxidative stress in

gerbils ( Meriones unguiculatus ). PeerJ, DOI.10, 2–19.

https://doi.org/10.7717/peerj.2967

Widiantini, W., Z. T. (2014). Aktifitas Fisik, Stres, Dan Obesitas Pada Pegawai Negeri Sipil.

Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 8(7), 329–336.

Wijayahadi, Elyma Y. (2010). Strategi Penanggulangan Masalah Gizi Lebih di Kota

Surabaya. Skripsi. Surabaya : Universitas Airlangga.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). (2004). Jakarta : Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia.

WHO. (2004). Obesity: Preventing And Managing The Global Epidemic. Geneva : World

Health Organization.

Zahroh, A. H., & Isfandiari, M. A. (2015). Indeks Masa Tubuh Pada Akseptor Kontrasepsi

Hormonal. Jurnal Berkala Epidemiologi, (vol 3 no 2 Mei 2015), 170–180.