25

Click here to load reader

Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Buku Ajar 1 MPKT A

Citation preview

Page 1: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

HUBUNGAN PENDIDIKAN KARAKTER

DENGAN FILSAFAT

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK, 2015

Mujahidin Yusuf

(1506767422)

Ilmu Administrasi Negara

Page 2: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

ABSTRAK

Pendidikan karakter di beberapa negara sudah mendapatkan prioritas sejak

pendidikan dasar dimulai. Di Indonesia, pendidikan karakter masih dianggap baru karena

baru – baru ini diperkenalkan kepada instansi – instansi pendidikan. Artikel ini membahas

tentang pentingnya pendidikan karakter dalam sistem pendidikan formal. Dimulai dengan

mengetahui definisi dari pendidikan dan karakter. Kemudian, dilanjutkan dengan manfaat

dan komponen dari pendidikan karakter serta hubungan antara keduanya. Lalu nilai – nilai

apa yang dapat diperoleh peserta didik atau mahasiswa dengan mengikuti pendidikan

karakter. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai pendidikan karakter secara

sistematis dan manfaatnya bagi peserta didik.

Kata kunci: pendidikan, karakter

2

Page 3: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persoalan karakter belakangan ini mencuat kembali. Program – program

pendidikan dari pemerintah sekarang sudah banyak yang memberikan label “pendidikan

karakter. Contohnya adalah pengubahan sistem pendidikan dasar dan menengah yang dulu

menerapkan kurikulum KTSP, kini telah menerapkan kurikulum 2013. Tidak hanya dari

sekolah dasar dan menengah, pendidikan anak usia dini pun telah menerapkan pendidikan

yang berkarakter.

Dunia pendidikan saat ini mencoba mengevaluasi sistem pembelajarannya untuk

menghasilkan manusia berkarakter. Proses pencarian jati diri sistem pendidikan, khususnya

di Indonesia inilah yang merupakan arah untuk mencapai keseimbangan atau kondisi

homeostatic yang relatif sebagaimana setiap manusia mempunyai keinginan untuk

mencapainya. Di sinilah peran sekolah dan guru sebagai institusi pendidikan formal

sebagai posisi yang ‘tertantang’ dalam menghadapi fenomena yang berkaitan dengan

globalisasi dan degradasi moral.

Namun apakah karakter dapat diubah? Struktur antropologis kodrati kita

mengatakan bahwa kita bisa mengubahnya. Jika tidak, konsep kebebasan yang kita miliki

tidak bermakna dan halusinatif. Karakter sesungguhnya bersifat dinamis. Oleh karena itu,

selalu bisa berubah.

Ada kecenderungan bahwa kita memahami karakter dari adanya determinasi yang

terjadi terus – menerus secara konsisten, berupa kombinasi perilaku, kebiasaan,

pembawaan, dll. Kenyataan inilah yang sering kita lihat dan disaksikan secara konkret.

Inilah yang menjadi semacam karakter yang kasar mata, sebagai mana yang dapat kita lihat

fenomenanya dari indrawi kita.

Dalam makalah ini akan dibahas definisi pendidikan, definisi karakter, hubungan

pendidikan dengan karakter, serta tujuan dari pendidikan karakter. Bagaimana hubungan

dan manfaat pendidikan karakter bagi mahasiswa.

3

Page 4: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

1.2 Rumusan Masalah

Apa manfaat pendidikan berkarakter bagi mahasiswa?

Bagaimana mengembangkan karakter dalam diri mahasiswa?

Apa hubungan antara karakter dengan pendidikan di perguruan tinggi?

1.3 Tujuan

Menjelaskan manfaat pendidikan karakter bagi mahasiswa.

Menjelaskan cara mengembangkan karakter dalam diri mahasiswa.

Menjelaskan dan mendeskripsikan hubungan karakter dengan kehidupan

mahasiswa di perguruan tinggi.

1.4 Metode Penulisan

Metode Pustaka, yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan

mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan alat, baik berupa buku

maupun informasi di internet.

4

Page 5: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

BAB II

ISI

2.1 Definisi Pendidikan

Pada dasarnya pengertian pendidikan ( UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ) adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Menurut kamus Bahasa Indonesia

Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’,

maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa

definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Sehingga dapat disimpulkan pendidikan adalah usaha yang sadar dilakukan dan

terencana untuk merubah sikap dan tata laku sesorang dalam upaya mendewasakan

manusia dan mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

2.2 Tujuan Pendidikan

Menurut sejarah bangsa Yunani, tujuan pendidikannya ialah ketentraman.

Sedangkan menurut Islam, tujuan pendidikan ialah membentuk manusia supaya sehat,

cerdas, patuh, dan tunduk kepada perintah Tuhan serta menjauhi larangan-larangan-Nya

(Ahmadi,1991:99). Karena pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan

manusia menuju ke arah cita - cita tertentu, maka masalah pokok bagi pendidikan ialah

memilih arah atau tujuan Tujuan pendidikan nasional dalam Pembukaan UUD 1945 adalah

5

Page 6: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan yang dimaksud disini bukansemata-mata

kecerdasan yang hanya berorientasi pada kecerdasan intelektual saja,melainkan kecerdasan

meyeluruh yang mengandung makna lebih luas.

Pendidikan merupakan usaha manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang

didapat baik dari lembaga formal maupun informal dalammembantu proses transformasi

sehingga dapat mencapai kualitas yang diharapkan.Agar kualitas yang diharapkan dapat

tercapai, diperlukan penentuan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan inilah yang akan

menentukan keberhasilan dalam proses pembentukan pribadi manusia yang berkualitas,

dengan tanpamengesampingkan peranan unsur-unsur lain dalam pendidikan.

Tujuan di atas dapat dilihat dari segi titik akhir, juga dapat dipandang dari segi titik

akhir yang akan dicapainya. Di sini perhatian pada hal yang akan dicapai atau dituju yang

terletak pada jangkauan masa datang, dan bukan pada situasi sekarang atau pada jalan yang

harus diambil dalam situasi tadi. Jika dipahami bahwa inti pendidikan adalah pembentukan

karakter maka seharusnyalah dicamkan pula bahwa setiap pendidikan adalah pembentukan

karakter.

Dengan demikian tujuan pendidikan Indonesia yang sudah komprehensif mencakup

afeksi, kognisi, dan psikomotor hendaklah dikembangkan secara berimbang, optimal,

danintegratife. Kesimpulannya secara konsep atau dokumen tujuan pendidikan Indonesia

tidak berbeda secara berarti dengan tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh para

ahli pendidikan di dunia.

2.3 Definisi Karakter

Secara etimologis, istilah karakter berasal dari bahasa Yunani, yaitu kharaseein,

yang awalnya mengandung arti mengukir tanda di kertas atau lilin yang berfungsi sebagai

pembeda (Bohlin, 2005). Istilah ini selanjutnya lebih merujuk secara umum pada bentuk

khas yang membedakan sesuatu dengan yang lainnya. Alport (1937) mendefinisikan

karakter sebagai kepribadian yang dievaluasi. Artinya, karakter adalah segi – segi

kepribadian yang ditampilkan keluar dari, dan disesuaikan dengan nilai dan norma tertentu.

Karakter, dengan demikian adalah kumpulan sifat mental dan etis yang menandai sesorang.

Kumpulan ini menentukan orang seperti apa pemiliknya. Karakter juga menentukan

apakah sesorang akan mencapai tujuan efektif, apakah ia apa adanya dalam berurusan

dengan orang lain, apakah ia akan taat pada hukum, dan sebagainya.

6

Page 7: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

Karakter juga terkadang dipandang sebagai kepribadian dan/atau lebih bersifat

perilaku. Banyak ilmuwan psikologi yang mengabaikan fungsi kognitif pada definisi

mereka mengenai karakter, namun ada juga yang lebih bersifat komprehensif. Bahkan ada

ilmuwan yang menyatakan bahwa karakter merupakan suatu konstruksi sosial. Menurut

ahli konstruksi sosial, karakter seseorang dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya.

Dengan kekuatan dan keutamaan karakter, orang dapat menghasilkan perasaan –

perasaan positif dalam situasi apapun. Ia juga dapat melihat sisi – sisi baik dari hidupnya

sehingga ia dapat memberikan penilaian positif pula kepada hidupnya. Perterson dan

Seligman (2004) mengatakan bahwa karakter yang kuat adalah karakter yang bercirikan

keutamaan – keutamaan yang merupakan keunggulan manusia. Disini keutamaan sebagai

kekuatan karakter dibedakan dari bakat dan kemampuan. Mereka juga menjelaskan kondisi

situasional yang dapat memunculkan atau menyurutkan kekuatan – kekuatan itu, pelatihan

dan pembinaan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan karakter yang kuat, serta

hasil – hasil positif yang dapat diperoleh seseorang yang memiliki keutaman.

Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas

sesorang. Dengan demikian dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah

ciri khas yang dimiliki seseorang yang merupakan hasil dari pelatihan dan pendidikan yang

berubah semakin dewasa sejalan dengan proses pembelajaran manusia tersebut. Karakter

dapat berubah karena karakter adalah kepribadian yang dievaluasi, karena itu pendidikan

karakter diperlukan untuk menciptakan sikap manusiawi dalam diri individu.

2.4 Konfigurasi Karakter

Karakter seseorang dalam proses perkembangan dan pembentukannya dipengaruhi

oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan (nurture) dan faktor bawaan (nature). Tinjauan

teoretis perilaku berkarakter secara psikologis merupakan perwujudan dari potensi

Intellegence Quotient (IQ), Emotional Quentient (EQ), Spritual Quotient (SQ) dan Adverse

Quotient (AQ) yang dimiliki oleh seseorang. Sedangkan seseorang yang berkarakter

menurut pandangan agama pada dirinya terkandung potensi-potensi, yaitu: sidiq, amanah,

fathonah, dan tablig. Berkarakter menurut teori pendidikan apabila seseorang memiliki

potensi kognitif, afektif, dan psikomotor yang teraktualisasi dalam kehidupannya. Adapun

menurut teori sosial, seseorang yang berkarakter mempunyai logika dan rasa dalam

7

Page 8: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

menjalin hubungan intra personal, dan hubungan interpersonal dalam kehidupan

bermasyarakat.

Perilaku seseorang yang berkarakter pada hakekatnya merupakan perwujudan

fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif,

afektif, konatif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial kultural dalam konteks

interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang

hayat.

Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural

tersebut dapat dikelompokan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development),

Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinestetic

development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development).

Keempat proses psikososial (olah hati, olah pikir, olah raga, dan olahrasa dan karsa)

tersebut secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi,

yang bermuara pada pembentukan karakter yang menjadi perwujudan dari nilai-nilai luhur.

2.5 Hubungan Pendidikan dengan Karakter

Karakter diperoleh melalui pengasuhan dan pendidikan meskipun potensialitasnya

ada pada setiap orang. Untuk membentuk karakter yang kuat, orang perlu menjalani

serangkaian proses pemelajaran, pelatihan dan peneladanan. Pendidikan pada intinya

merupakan proses pembentukan karakter. Melalui pendidikan, karakter dapat dibentuk

untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pembentukan karakter erat sekali hubungannya

dalam mencapai kebahagiaan. Pada akhirnya, orang yang memperoleh pendidikan karakter

akan memiliki sifat mandiri, bahagia serta akan memberi kontribusinya kepada

masyarakat.

Pembentukan karakter menjadi salah satu kunci dari kemajuan dan pembangunan

bangsa. Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah memerdekakan

manusia. Manusia yang merdeka adalah manusia dengan karakter yang kuat (Dewantara,

2004). Sehingga dari dua definisi diatas dapat dibuat silogisme menjadi tujuan pendidikan

adalah membentuk manusia dengan karakter yang kuat.

Dengan menempatkan pendidikan karakter dalam kerangka dinamika dan

dialektika proses pembentukan individu, para insan pendidik, seperti guru, orang tua, staf

sekolah, masyarakat, dll, diharapkan semakin dapat menyadari pendidikan karakter sebagai

8

Page 9: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

sarana pembentuk pedoman perilaku. Pendidikan karakter lebih mengutamakan

pertumbuhan moral yang ada dalam lembaga pendidikan. Penanaman nilai dalam diri

siswa, dan pembaruan tata kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan individu

merupakan dua wajah dalam pendidikan karakter.

2.6 Hakikat Pendidikan Karakter

Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan

Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang

berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila;

keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila;

bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran

terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya

kemandirian bangsa (Sumber: Buku Induk Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter

Bangsa 2010-2025). Untuk mendukung perwujudan cita-cita pembangunan karakter

sebagaimana diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 serta mengatasi

permasalahan kebangsaan saat ini, maka Pemerintah menjadikan pembangunan karakter

sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Semangat itu secara implisit

ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-

2025, di mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi

pembangunan nasional, yaitu “Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,

beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.”

Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang

diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam

fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu “Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab” (Sumber: Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN).

Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk

melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas

9

Page 10: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana

Aksi Nasional Pendidikan Karakter (2010): pendidikan karakter disebutkan sebagai

pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang

bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolah untuk memberikan

keputusan baik-buruk, keteladanan, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu

dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.

Atas dasar apa yang telah diungkapkan di atas, pendidikan karakter bukan hanya

sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan

karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga

peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi

kepribadiannya. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus melibatkan

pengetahuan yang baik (moral knowing), perasaan yang baik atau loving good (moral

feeling) dan perilaku yang baik (moral action) sehingga terbentuk perwujudan kesatuan

perilaku dan sikap hidup peserta didik.

2.7 Komponen Pendidikan Karakter

Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan

melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan

pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan

pendidikan yang untuk selanjutnya diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik Pusat

Kurikulum. Nilai prakondisi yang dimaksud seperti: keagamaan, gotong royong,

kebersihan, kedisiplinan, kebersamaan, peduli lingkungan, kerja keras, dan sebagainya.

Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter pada satuan

pendidikan telah teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya,

dan tujuan pendidikan nasional, yaitu: (1) Religius, (2) Jujur, (3) Toleransi, (4) Disiplin, (5)

Kerja keras, (6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat

Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13)

Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli

Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab (Sumber: Pusat Kurikulum.

Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-

10).

10

Page 11: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

Meskipun telah dirumuskan 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan

pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya untuk melanjutkan nilai-nilai

prakondisi yang telah dikembangkan. Pemilihan nilai-nilai tersebut beranjak dari

kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing, yang dilakukan melalui

analisis konteks, sehingga dalam implementasinya dimungkinkan terdapat perbedaan jenis

nilai karakter yang dikembangkan antara satu sekolah dan atau daerah yang satu dengan

lainnya. Implementasi nilai-nilai karakter yang akan dikembangkan dapat dimulai dari

nilai-nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan, seperti: bersih, rapi, nyaman,

disiplin, sopan dan santun.

Menurut Kemdiknas (2011: 14), komponen pendidikan karakter terdiri dari olah

pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa/karsa. Keempat komponen tersebut menerangkan

bahwa pendidikan karakter memadukan aspek olah pikir, olah hari, olah raga, dan olah

rasa/karsa. Olah pikir aan menciptakan manusia yang cerdas, kritis, inovatif, ingin tahu,

berpikir terbuka, produktif dengan kata lain aspek yang dipakai adalah aspek kognitif.

Olah hati menciptakan karakter beriman dan bertakwa jujur, amanah, adil,

bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela

berkorban, dan berjiwa patriotik. Oleh sebab itu, pada aspek ini olah hati dapat

memberikan siswa pendidikan afektif.

Pada aspek olah raga akan diberikan pendidikan psikomotorik, yaitu mencipatakan

karakter yang bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat,

kooperatif, kompetitif, ceria dan gigih.

11

Page 12: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

Olah rasa/karsa dapat memberikan pendidikan afektif dan pendidikan psikomotorik

karena pada aspek ini akan membentuk manusia yang memiliki karakter yang ramah,

saling toleran, peduli, gotong royong, nasionalis, kosmopolit, dinamis, kerja keras serta

beretos kerja.

2.8 Prinsip Pengembangan Pendidikan Karakter

Secara prinsipil, pengembangan karakter tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan

tetapi terintegrasi kedalam mata pelajaran, pengembangan diri dan budaya satuan

pendidikan. Oleh karena itu pendidik dan satuan pendidikan perlu mengintegrasikan nilai-

nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter ke dalam Kurikulum, silabus yang

sudah ada. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan

karakter mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter

sebagai milik peserta didik dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya

melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya

menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik

belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan

untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan

mendorong peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.

Berikut prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter.

1. Berkelanjutan mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai karakter

merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai

selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari TK/RA

berlanjut ke kelas satu SD/MI atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak

sampai kelas 9 atau kelas terakhir SMP/MTs. Pendidikan karakter di SMA/MA atau

SMK/MAK adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.

Sedangkan pendidikan karakter di Perguruan Tinggi merupakan penguatan dan

pemantapan pendidikan karakter yang telah diperoleh di SMA/MA, SMK/MAK

2. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya satuan pendidikan

mensyaratkan bahwa proses pengembangan karakter dilakukan melalui setiap mata

pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler, ekstra kurikuler dan kokurikuler.

12

Page 13: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

Pengembangan nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur pengembangan karakter

melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam standar Isi.

3. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan melalui proses belajar (value is neither

cought nor taught, it is learned) (Hermann, 1972) mengandung makna bahwa

materi nilai-nilai karakter bukanlah bahan ajar biasa. Tidak semata-mata dapat

ditangkap sendiri atau diajarkan, tetapi lebih jauh diinternalisasi melalui proses

belajar. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang

dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau

pun fakta seperti dalam mata kuliah atau pelajaran agama, bahasa Indonesia,

sejarah, matematika, pendidikan jasmani dan kesehatan, seni, ketrampilan, dan

sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk

mengembangkan nilai-nilai karakter peserta didik. Oleh karena itu pendidik tidak

perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok

bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai karakter. Juga, pendidik tidak harus

mengembangkan proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal

yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk

mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, konatif, dan

psikomotor. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai karakter tidak ditanyakan dalam

ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui

pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri peserta didik.

Peserta didik tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna

nilai terebut.

4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan. Prinsip

ini menyatakan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh peserta didik

bukan oleh pendidik. Pendidik menerapkan prinsip ‖tut wuri handayani‖ dalam

setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan bahwa

proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan rasa senang

dan tidak indoktrinatif. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang

dikembangkan maka pendidik menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa

mengatakan kepada peserta didik bahwa mereka harus aktif tapi pendidik

merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik aktif merumuskan

pertanyaan, mencari sumber informasi dan mengumpulkan informasi dari sumber,

mengolah informasi yang sudah dimiliki, merekonstruksi data/fakta/nilai,

menyajikan hasil rekonstruksi/proses pengembangan nilai) menumbuhkan nilai-

13

Page 14: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

nilai karakter pada diri peserta didik melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi

di kelas, satuan pendidikan, dan tugas-tugas di luar satuan pendidikan.

2.9 Tujuan Pendidikan Karakter

Tujuan pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk menjadikan peserta

didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai - nilai sehingga peserta didik

berperilaku sebagai insan kamil. Karakter tersebut dinilai menurut hubungan manusia

dengan Tuhan, diri sendiri, sesama dan lingkungan, dan bangsa dan negara. Hubungan

manusia dengan Tuhannya dinilai menurut derajat taqwa dan sikap religius. Hubungan

manusia dengan diri sendiri dinilai berdasarkan sikap jujur, bertanggung jawab, bergaya

hidup sehat,disiplin, kerja keras, percaya diri, berjiwa wirausaha, kreatif, inovatif, mandiri,

dan mempunyai rasa ingin tahu. Hubungan manusia dengan sesama dan lingkungannya

dinilai berdasarkan sikap sadar hak dan kewajiban, patuh pada aturan sosial, menghargai

karya orang lain, santun dan demokratis, dan peduli lingkungan sosial dan lingkungan

hidup. Sedangkan hubungan manusia dengan bangsa dan negaranya dinilai berdasarkan

sikap nasionalisme dan menghargai keberagaman dan pemahaman terhadap budaya dan

ekonomi.

Tujuan pendidikan karakter semestinya diletakkan dalam kerangka gerak dinamis

dialektis, berupa tanggapan individu atas impuls natural (fisik dan psikis), sosial, kultural

yang melingkupinya, untuk dapat menempa diri menjadi sempurna sehingga potensi –

potensi yang ada dalam dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya menjadi

semakin menjadi manusiawi. Semakin menjadi manusiawi berarti ia juga menjadi makhluk

yang mampu berelasi secara sehat dengan lingkungan diluar dirinya tanpa kehilangan

otonomi dan kebebasannya sehingga ia dapat menjadi manusia yang bertanggung jawab.

Oleh sebab itu, pendidikan karakter juga merupakan usaha untuk membantu peserta

didik mencapai kebahagian. Dalam usaha membentuk karakter, diperlukan pemahaman

mengenai apa saja yang sejauh ini sudah dikembangkan oleh manusia.

14

Page 15: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari uraian di atas maka dapat dapat disimpulkan bahwa karakter adalah

kepribadian yang di evaluasi. Karakter dibentuk melalui pengasuhan dan pendidikan

meskipun potensialitasnya ada pada setiap orang. Untuk membentuk karakter yang kuat,

orang perlu menjalani serangkaian proses pemelajaran, pelatihan dan peneladanan.

Pembentukan karakter erat sekali hubungannya dalam mencapai kebahagiaan. Karakter

seseorang yang baik dapat mengeluarkan energi – energi positif yang ada di dalam dirinya

yang dapat membuat orang tersebut selalu berperilaku positif serta dapat mengajak orang

disekitarnya untuk berbuat baik. Aspek dalam pendidikan karakter ada empat aspek, yaitu

olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa.

Pendidikan karakter penting bagi pertumbuhan individu menjadi manusia yang

seutuhnya dan sebaiknya dilakukan sejak dini. Namun bukan berarti jika pendidikan dasar

belum mengakomodasi pendidikan karakter, perguruan tinggi juga merasa tidak perlu

untuk menyelenggarakannya. Penting bagi perguruan tinggi untuk tidak hanya

memperhatikan kebutuhan kompetensi akademis mahasiswa, tapi juga pembinaan

karakternya agar lulusan menjadi lulusan yang siap secara akademis dan berkarakter baik.

2. Saran

Dalam suatu sistem pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Begitu juga

dengan pendidikan karakter, masih ada kekurangan yang harus segera diperbaiki agar

proses pendidikan dapat terserap dengan baik bagi mahasiswa. Dalam pendidikan karakter,

peserta didik diminta mengikuti kegiatan tanpa terkecuali dalam proses pembelajarannya.

Tetapi apa yang terjadi jika peserta didik tidak minat terhadap pembelajaran tersebut?

Peserta didik atau mahasiswa akan merasa jenuh dan materi yang disampaikan akan hilang

atau lupa begitu saja saat sudah keluar kelas.

Saran saya dalam pendidikan karakter adalah sebaiknya pengajar berusaha untuk

membuat peserta didik atau mahasiswa minat terhadap pelajaran tersebut. Tanpa adanya

minat dan keinginan dari individu, maka pendidikan karakter tidak akan efektif berjalan

untuk mencapai tujuannya. Minat adalah suatu yang penting dalam proses pembelajaran

15

Page 16: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

karena akan membangkitkan motivasi dalam peserta didik untuk mengikuti pembelajaran

tanpa adanya unsur paksaan dan peserta didik dapat menikmati pembelajaran tanpa adanya

rasa terbebani oleh proses pendidikan tersebut.

16

Page 17: Hubungan Pendidikan Karakter Dengan Filsafat

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Hadinata, Fristian, Bagus Takwin dan Saraswati Putri.2015. Kekuatan dan Keutamaan

Karakter, Filsafat, Logika, dan Etika. Depok: Universitas Indonesia

Koesoema, Doni.2010. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.

Jakarta: Grasindo

Suardi, M. 2010. Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT Indeks.

Utorodewo, Felicia N, et al. 2015. Bahasa Indonesia Sebuah Pengantar Penulisan Ilmiah.

Depok: Universitas Indonesia

2. Makalah

Fauzi, Achmad Nur. 2014. Tujuan dan Fungsi Pendidikan di Indonesia. Borneo:

Universitas Borneo Tarakan

Pradana, Lingga Nico, Nunung Juwariah dan Pradipta Annurwanda. 2012, Pendidikan

Karakter Sebagai Upaya Membentuk Karakter Bangsa. Magetan: STKIP Doktor

Nugroho

Putra, Angga Tanama. 2012. Tujuan Pendidikan. Palembang: Universitras Sriwijaya

Ramly, Mansyur. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta: Kementrian

Pendidikan Nasional

3. Website

Author. Membangun Peradaban Bangsa Dengan Pendidikan Berkarakter Moral

http://pks.psikologi.unair.ac.id/coretan-kami/membangun-peradaban-bangsa-dengan-

pendidikan-berkarakter-moral/ diakses pada hari Minggu, 6 September 2015 pukul

10.48

Author. Definisi Pendidikan Menurut Para Ahli

http://www.academia.edu/4534435/Definisi_pendidikan diakses pada hari Minggu, 6

September 2015 pukul 11.15

17