30
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan tempat utama dan pertama dimana anak melakukan sosialisasi terhadap norma- norma hidup masyarakatnya, sehingga bentuk perilaku anak telah terbentuk dari dalam keluarga. Hal ini merupakan konsekuensi logis interaksi antara anak dan orangtua. Dalam proses sosialisasi dan interaksi hubungan antara anak dan orangtua menerapkan cara- cara yang khas, yang berbeda antara orangtua yang satu dengan orangtua yang lain. Akhir-akhir ini sering kita saksikan di televisi berita-berita tindakan kriminal atau perilaku-perilaku yang menyimpang yang sebagian besar pelakunya adalah remaja, seperti tawuran antar pelajar, minum-minuman keras, obat-oabatan terlarang dan pembunuhan yang bermotif dendam atau cemburu. Bahkan belum lama ini ada berita pembunuhan yang dilakukan oleh anak usia sekolah dasar terhadap teman sekolahnya. Perilaku ini tidak terlepas dari pengaruh perkembangan anak sejak dalam kandungan sampai remaja. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh peran orang tua dalam mengasuh anak. Pola asuh orangtua sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter anak. Setiap orangtua biasanya memiliki pola asuh terhadap anak yang berbeda-beda. Pola asuh 1

hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jiwa

Citation preview

Page 1: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keluarga merupakan tempat utama dan pertama dimana anak melakukan

sosialisasi terhadap norma-norma hidup masyarakatnya, sehingga bentuk

perilaku anak telah terbentuk dari dalam keluarga. Hal ini merupakan

konsekuensi logis interaksi antara anak dan orangtua. Dalam proses

sosialisasi dan interaksi hubungan antara anak dan orangtua menerapkan cara-

cara yang khas, yang berbeda antara orangtua yang satu dengan orangtua

yang lain.

Akhir-akhir ini sering kita saksikan di televisi berita-berita tindakan

kriminal atau perilaku-perilaku yang menyimpang yang sebagian besar

pelakunya adalah remaja, seperti tawuran antar pelajar, minum-minuman

keras, obat-oabatan terlarang dan pembunuhan yang bermotif dendam atau

cemburu. Bahkan belum lama ini ada berita pembunuhan yang dilakukan oleh

anak usia sekolah dasar terhadap teman sekolahnya. Perilaku ini tidak terlepas

dari pengaruh perkembangan anak sejak dalam kandungan sampai remaja.

Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh peran orang tua dalam

mengasuh anak. Pola asuh orangtua sangat berpengaruh terhadap

pembentukan karakter anak. Setiap orangtua biasanya memiliki pola asuh

terhadap anak yang berbeda-beda. Pola asuh anak meliputi interaksi antara

orang tua dan anak dalam pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis. Pola

asuh orangtua dapat membuat anak merasa tidak diperhatikan, dibatasi

kebebasannya, bahkan merasa tidak disayangi oleh orangtuanya. Perasaan

inilah yang banyak mempengaruhi sikap, perasaan dan cara berpikir anak.

Suasana emosional dalam rumah dapat mempengaruhi perkembangan mental

emosional dan perilaku pada anak. Gangguan mental emosional dan perilaku

pada anak merupakan gangguan yang cukup serius karena berdampak

terhadap 2 perkembangan, serta menimbulkan hendaya dan menurunkan

produktivitas serta kualitas hidup mereka.

Pola asuh orang tua akan mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak.

Terdapat tiga tipe pola asuh dibagi bagi menjadi 3 pola asuh orang tua yang

1

Page 2: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

dikenal dengan pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh

permisif. Orang tua berinteraksi dengan anaknya lewat salah satu dari empat

cara pola asuh yaitu pola asuh authoritarian, pola asuh authoritative, pola

asuh neglectful, atau pola asuh indulgen. Faktor-faktor Pola Asuh diantaranya

kesamaan dengan disiplin yang digunakan orang tua, penyesuaian dengan

cara yang disetujui kelompok, usia orang tua, pendidikan untuk menjadi

orang tua, jenis kelamin, status sosial ekonomi, konsep mengenai peran orang

dewasa dll.

Gangguan perilaku (behavioral disorder) dikenal dengan istilah-istilah

lain seperti behavioral problems, behavioral disturbances. The American

Psychiatric Association mendefinisikan gangguan perilaku sebagai pola

perilaku yang secara klinis signifikan terjadi pada individu, yang dikaitkan

dengan adanya distres atau kegagalan atau adanya peningkatan resiko

kematian, kesakitan, ketidakmampuan atau hilangnya kebebasan. Biasanya

kondisi ini berpengaruh pada kemampuan individu untuk beradaptasi dengan

berbagai aspek dalam kehidupannya.

Gangguan perilaku didapatkan pada 6-16% anak laki-laki dan 2-9 %

anak perempuan, dibawah usia 18 tahun. Insiden pada usia sekolah adalah

0,9% dan 8,7% pada remaja. Berdasarkan penelitian longitudinal, kurang

lebih 4-75 % di antaranya akan berkembang menjadi Gangguan Kepribadian

Antisosial pada masa dewasa. Beberapa faktor penyebab gangguan perilaku

pada anak diantaranya yaitu gangguan kecemasan dan menarik diri, depresi,

perilaku Agresi dll.

Dari latar belakang yang kami paparkan dan banyak kasus yang

gangguan perilaku dewasa kini, maka kami membahas makalah ini untuk

menjadi fokus para orang tua dalam pengasuhan anak.

2

Page 3: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Asuh

2.1.1 Pengertian pola asuh

Pola asuh orang tua adalah suatu metode disiplin yang diterapkan orang

tua terhadap anaknya (Hurlock, 1998).

Metode disiplin ini meliputi dua konsep yaitu konsep negatif dan konsep

positif. Menurut konsep negatif, disiplin berarti pengendalian dengan kekuasaan.

Ini merupakan suatu bentuk pengekangan melalui cara yang tidak disukai dan

menyakitkan. Sedangkan menurut konsep positif, disiplin berarti pendidikan dan

bimbingan yang lebih menekankan pada disiplin dan pengendalian diri (Hurlock,

1998).

Fungsi pokok dari pola asuh orang tua adalah untuk mengajarkan anak

menerima pengekangan-pengekangan yang diperlukan dan membantu

mengarahkan emosi anak ke dalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial

(Hurlock, 1998).

Pola asuh orang tua akan mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak.

Hurlock, mengemukakan tentang 3 pola asuh orang tua yang dikenal dengan pola

asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. Orang tua berinteraksi

dengan anaknya lewat salah satu dari empat cara pola asuh yaitu pola asuh

authoritarian, pola asuh authoritative, pola asuh neglectful, atau pola asuh

indulge (Dariyo, 2004).

2.1.2 Macam-macam pola asuh

Metode asuh yang digunakan oleh orang tua kepada anak menjadi faktor

utama yang menentukan potensi dan karakter seorang anak. Ada banyak jenis-

jenis pola asuh orang tua yang sering menjadi pedoman bagi siapa saja yang ingin

mencetak generasi paripurna untuk diandalkan bagi kemajuan bangsa ke

depannya. Jenis-jenis pola asuh orang tua ini masing-masing memiliki

karakteristik dan ciri khas yang berbeda sehingga tergantung bagaimana anda

3

Page 4: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

mempraktikkannya sebagai teknik dan pedoman untuk merawat anak dengan

pendekatan berbeda pula (Ilahi, 2013).

1. Authotarian atau otoriter

Pola ini menggunakan pendekatan yang memaksakan kehendak

orang tua kepada anak. Anak harus menuntut kepada orang tua.

Keinginan orang tua harus dituruti, anak tidak boleh mengeluarkan

pendapat. Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak menjadi penakut,

pencemas, menarik diri dari pergaulan, kurang adaptif, kurang tajam,

kurang tujuan, curiga kepada orang lain, dan mudah stress (Septiari,

2012).

Pola asuh orang tua otoriter atau diktator dimana orang tua

mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap anak melalui perintah yang

tidak boleh dibantah. Mereka menetapkan aturan dan regulasi atau standar

perilaku yang dituntun untuk diikuti secara kaku dan tidak boleh

dipertanyakan. Mereka menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan

absolut, sikap mematuhi kata-kata mereka, dan menghormati prinsip dan

kepercayaan keluarga tanpa kegagalan. Mereka menghukum secara paksa

setiap perilaku yang berlawanan dengan standar orang tua. Otoritas orang

tua dilakukan dengan penjelasan yang sedikit dan keterlibatan anak yang

sedikit dan keterlibatan anak yang sedikit dalam mengambil keputusan.

Pesannta adalah “Lakukan saja karena saya mengatakan begitu” (Wong,

2008).

Hukuman tidak selaku berupa hukuman fisik tetapi mungkin

berupa penarikan dari rasa cinta dan pengakuan. Latihan yang hati-hati

sering kali mengakibatkan perilaku menurut secara kaku pada anak, yang

cenderung untuk menjadi sensitive, cepat lelah dan tunduk. Mereka

cenderung menjadi sopan, setia, jujur dan dapat diandalkan tetapi mudah

dikontrol. Perilaku-perilaku ini lebih khas terlihat ketika penggunaan

kekuasaan diktator orang tua disertai dengan supervise ketat dan kasih

sayang yang masuk akal. Jika tidak, penggunaan kekuasaan dictator lebih

cenderung untuk dihubungkan dengan menentang dan anti sosial (Wong,

2008).

4

Page 5: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

Pola asuh otoriter (Authoriative Parenting) merupakan gaya

pengasuhan, menghukum, memaksa anak mengikuti aturan dan kontrol

yang ketat. Orang tua menuntut anak mengikuti perintah-perintahnya,

sering memukul anak, memaksakan aturan tanpa penjelasan dan

menunjukkan amarah (Soetjiningsih, 2012).

Profil perilaku anak : mudah tersinggung, penakut, pemurung,

tidak bahagia, mudah stress, tidak mempunyai arah masa depan yang

jelas, tidak bersahabat (Yusuf, 2004).

Anak sering murung, sedih, takut, gelisah, mudah marah atau

kesal, licik dan bermusuhan, penarikan diri, rentan terhadap stres (Yusuf,

2004).

2. Permisif atau laissez-faire

Orang tua serba membolehkan anak berbuat apa saja. Orang tua

memiliki kehangatan, dan menerima apa adanya. Kehangatan cenderung

memanjakan, ingin dituruti keinginannnya. Sedangkan menerima apa

adanya cenderung memberikan kebebasan kepada anak untuk berbuat apa

saja. Pola asuh ini dapat menyebabkan anak agresif tidak patuh orang tua,

sok kuasa, kurang mampu mengontrol diri (Septiari, 2012).

Pola asuh yang membiarkan (permissive indulgent) merupakan

gaya pengasuhan yang mana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan

anak tetapi menetapkan sedikit batas, tidak terlalu menuntut, dan tidak

mengontrol mereka. Orang tua membiarkan anak melakukan apa saja

yang mereka inginkan sehingga anak tidak pernah belajar mengendalikan

perilakunya sendiri dan selalu mengharapkan kemauannya dituruti

(Soetjiningsih, 2012).

Pola asuh permisif atau laissez-faire adalah orang tua memiliki

sedikit kontrol atau tidak sama sekali atas tindakan anak-anak mereka.

Orang tua yang bermaksud baik ini kadang-kadang bingung antara sikap

permisif dan pemberian izin. Mereka menghindari untuk memaksakan

standar perilaku mereka dan mengizinkan anak mereka untuk mengatur

aktivitas mereka sendiri sebanyak mungkin. Orang tua ini menganggap

5

Page 6: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

diri mereka sendiri sebagai sumber untuk anak, bukan merupakan model

peran (Wong, 2008).

Jika peraturan memang ada, orang tua menjelaskan alasan yang

mendasarinya, mendukung pendapat anak, dan berkonsultasi dengan

mereka dalam proses pembuatan keputusan. Mereka memberlakukan

kebebasan dalam bertindak, disiplin yang inkonsisten, tidak menetapkan

batasan-batasan yang masuk akal, dan tidak mencegah anak yang merusak

rutinitas di rumah. Orang tua jarang menghukum anak, karena sebagian

besar perilaku di anggap dapat di terima. Anak-anak dari orang tua yang

submisis sering kali tidak mematuhi, tidak menghormati, tidak

bertanggung jawab, dan secara umum tidak mematuhi kekuasaan ( Wong,

2008).

Profil perilaku anak : Bersikap impulsive dan agresif, suka

memberontak, kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri,

suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya, prestasinya rendah (Yusuf,

2004).

Cepat marah tetapi cepat untuk memulihkan suasana, sedikit

mandiri, hidup tanpa tujuan, patuh dan mudah marah (Yusuf, 2004).

3. Authoritative atau demokratik

Orang tua sangat memperhatikan kebutuhan anak dan

mencukupinya dengan pertimbangan faktor kepentinngan dan kebutuhan.

Pola asuh ini dapat mengakibatkan anak mandiri, mempunyai kontrol diri,

mempunyai kepercayaan diri yang kuat, dapat berinteraksi dengan teman

sebayanya dengan baik, mampu menghadapi stres, mempunyai minat

terhadap hal-hal yang baru, kooperatif dengan orang dewasa, penurut,

patuh dan berorientasi pada prestasi (Septiari, 2012).

Pola asuh otoritatif atau demokratis adalah gaya pengasuhan yang

mendorong anak untuk mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan

pengendalian atas tindakan anak. Jadi orang tua masih melakukan control

pada anak tetapi tidak terlalu ketat. Umumnya, orang tua bersikap tegas

6

Page 7: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

tetapi mau memberikan penjelasan mengenai aturan yang ditetapkan dan

mau bermusyawarah atau berdiskusi (Soetjiningsih, 2012).

Pola asuh authoritative atau demokratik adalah orang tua

mengombinasikan praktik pengasuh anak dari dua gaya yang ekstrem.

Mereka mengarahkan perilaku dan sikap anak dengan menekankan alasan

peraturan dan secara negative menguatkan penyimpangan. Mereka

menghormati individialitas dari setiap anak dan mengizinkan mereka

untuk menyuarakan keberatannya terhadap standar atau peraturan

keluarga. Kontrol orang tua kuat dan konsisten tetapi disertai dengan

dukungan, pengertian, dan keamanan. Kontrol difokuskan pada masalah,

tidak ada penarikan rasa cinta atau takut pada hukuman. Orang tua ini

membantu “pengarahan diri pribadi” suatu kesadaran mengatur perilaku

berdasarkan perasaan bersalah, bukan karena takut tertangkap atau takut

dihukum. Standar realistis orang tua dan harapan yang masuk akal

menghasilkan anak dengan harga diri tinggi, dan sangat interaktif dengan

anak lain (Wong, 2008).

Profil perilaku anak : Bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri,

mampu mengendalikan diri (self control), bersikap sopan, mau bekerja sama,

meiliki rasa ingin tahunya yang tinggi, mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas,

berorintasi terhadap prestasi (Yusuf, 2004).

2.1.3 Faktor-faktor pola asuh

Dalam memberlakukan pola asuh di lingkungan keluarga, orang tua

dipengaruhi oleh beberapa hal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola

asuh orang tua terhadap anak menurut (Hurlock, 1998) adalah:

a. Kesamaan dengan disiplin yang digunakan orang tua.

Jika orang tua merea memberikan pola asuh yang baik maka akan mereka

tetapkan juga pada anak mereka, namun sebaliknya jika kurang sesuai maka akan

digunakan cara yang berlawanan.

7

Page 8: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

b. Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok.

Semua orang tua lebih dipengaruhi oleh apa yang oleh anggota kelompok

mereka dianggap sebagai cara “terbaik”, daripada oleh pendirian mereka sendiri

mengenai apa yang terbaik.

c. Usia orang tua.

Orang tua yang lebih muda cenderung demokratis dan permisif

dibandingkan dengan mereka yang tua. Mereka cenderung mengurangi kendali

ketika anak beranjak remaja.

d. Pendidikan untuk menjadi orang tua.

Orang tua yang belajar cara mengasuh anak dan mengerti kebutuhan anak

akan lebih menggunakan pola asuh yang demokratis daripada orang tua yang tidak

mengerti.

e. Jenis kelamin.

Wanita pada umumnya lebih mengerti anak dan kebutuhannya dibanding

pria, dan mereka cenderung kurang otoriter. Hal ini berlaku untuk orang tua

maupun pengasuh lainnya.

f. Status sosial ekonomi.

Orang tua dari kalangan menengah kebawah akan lebih otoriter dan

memaksa daripada mereka yang dari menengah ke atas. Semakin tinggi

pendidikan pola asuh yang digunakan semakin cenderung demokratis.

g. Konsep mengenai peran orang dewasa.

Orang tua yang mempertahankan konsep tradisional mengenai peran orang

tua, cenderung lebih otoriter dibandingkan orang tua yang telah menganut konsep

modern.

h. Jenis kelamin anak

Orang tua pada umumnya akan lebih keras terhadap anak perempuan

daripada terhadap anak laki-lakinya.

i. Usia anak

Pola asuh otoriter digunakan untuk anak kecil, karena anak-anak tidak

mengerti penjelasan sehingga mereka memusatkan perhatian pada pengendalian

otoriter.

8

Page 9: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

j. Situasi

Ketakutan dan kecemasan biasanya tidak diganjar hukuman, sedangkan

sikap menantang, negativisme, dan agresi kemungkinan lebih mendorong

pengendalian yang otoriter.

k. Peraturan, tujuannya adalah untuk membekali anak dengan pedoman

perilaku yang disetujui dalam situasi tertentu. Hal ini berfungsi untuk mendidik

anak bersikap lebih bermoral. Karena peraturan memiliki nilai pendidikan mana

yang baik serta mana yang tidak, peraturan juga akan membantu mengekang

perilaku yang tidak diinginkan. Peraturan haruslah mudah dimengerti, diingat dan

dapat diterima oleh anak sesuai dengan fungsi peraturan itu sendiri.

l. Hukuman, yang merupakan sanksi pelanggaran. Hukuman memiliki tiga

peran penting dalam perkembangan moral anak. Pertama, hukuman menghalangi

pengulangan tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Kedua, hukuman

sebagai pendidikan, karena sebelum anak tahu tentang peraturan mereka dapat

belajar bahwa tindakan mereka benar atau salah, dan tidakan yang salah akan

memperoleh hukuman. Ketiga, hukuman sebagai motivasi untuk menghindari

perilaku yang tidak diterima oleh msayarakat.

m. Penghargaan, bentuk penghargaan yang diberikan tidaklah harus yang

berupa benda atau materi, namun dapat berupa kata-kata, pujian, senyuman,

ciuman. Biasanya hadiah diberikan setelah anak melaksanakan hal yang terpuji.

Fungsi penghargaan meliputi penghargaan mempunyai nilai yang mendidik,

motivasi untuk mengulang perilaku yang disetujui secara sosial serta memperkuat

perilaku yang disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan melemahkan

keinginan untuk mengulang perilaku itu.

n. Konsistensi, berarti kestabilan atau keseragaman. Sehingga anak tidak

bingung tentang apa yang diharapkan pada mereka. Fungsi konsistensi adalah

mempunyai nilai didik yang besar sehingga dapat memacu proses belajar,

memiliki motivasi yang kuat dan mempertinggi penghargaan terhadap peraturan

dan orang yang berkuasa. Oleh karena itu kita harus konsisten dalam menetapkan

semua aspek disiplin agar nilai yang kita miliki tidak hilang.

9

Page 10: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

2.2 Gangguan Perilaku

2.2.1 Pengertian gangguan perilaku

Gangguan perilaku (behavioral disorder) dikenal dengan istilah-istilah lain

seperti behavioral problems, behavioral disturbances, psychological deficits,

emotional disorder, abnormal behavior, metal illnes, psychopathology,

maladaptive behavior, developmental disorders, dan lain-lain. The American

Psychiatric Association (dalam Wicks-Nelson & Israel, 2006) mendefinisikan

gangguan perilaku sebagai pola perilaku yang secara klinis signifikan terjadi pada

individu, yang dikaitkan dengan adanya distres atau kegagalan atau adanya

peningkatan resiko kematian, kesakitan, ketidakmampuan atau hilangnya

kebebasan. Biasanya kondisi ini berpengaruh pada kemampuan individu untuk

beradaptasi dengan berbagai aspek dalam kehidupannya.

Menurut Kearney (2006), gangguan perilaku mengacu pada bentuk dan

fungsi perilaku pada anak yang melibatkan variabel-variabel lain secara

menyeluruh, yaitu veriabel keluarga (konflik dalam keluarga, kekerasan atau

pengabaian, sikap negatif orangtua), pemfungsian anak sehari-hari, maupun

standar perilaku normal.

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis gangguan jiwa

(PPDGJ)-III, gangguan perilaku pada masa anak dan remaja merupakan suatu

golongan yang disediakan untuk semua gangguan yang terjadi pada masa anak

dan remaja yang bersifat lebih menetap, mendalam dan lebih sukar diatasi

dibandingkan dengan gangguan situasional sementara. Tetapi gangguan ini lebih

ringan dari psikosa, neurosa dan gangguan kepribadian. Keadaan seperti ini

disebabkan karena perilaku pada usia tersebut masih berada dalam keadaan yang

relatif mudah berubah-ubah (Maramis, 1998).

Perkembangan usia anak hingga dewasa dapat diklasifikasikan menjadi empat

yaitu :

a. Anak, seorang yang berusia di bawah 12 tahun

b. Remaja dini, seorang yang berusia12-15 tahun

c. Remaja penuh, seorang yang berusia 15-17 tahun

d. Dewasa muda, seorang yang berusia 17-21 tahun

10

Page 11: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

e. Dewasa, seorang berusia di atas 21 tahun

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa. Para ahli

sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia antara 13 tahun sampai

dengan 18 tahun (Nevid, 2006).

Secara lebih spesifik, gangguan tingkah laku merupakan suatu pola perilaku

yang berulang dan menetap dimana hak dasar orang lain, peraturan atau normal

sosial yang sesuai dengan usianya dilanggar, seperti perkelahian atau pelecehan

yang berlebihan, pencurian, perusakan, kebohongan berulang, yang berlanjut

selama 6 bulan atau lebih. Yang sering ditemukan selama masa anak-anak hingga

remaja (Anonim, 2006).

2.2.2 Epidemiologi

Banyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukan

ganguan lain. Ada tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku

dan ADHD. Sekitar 40% anak-anak dengan ADHD juga mengalami gangguan

tingkah laku. Hal ini terjadi pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang

diketahui mengenai komorbiditas gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak

perempuan. Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan gangguan

tingkah laku dimana dua kondisi tersebut saling memperparah satu sama lain

(Nurcombe, 2007).

Gangguan tingkah laku didapatkan pada 6-16% anak laki-laki dan 2-9 %

anak perempuan, dibawah usia 18 tahun. Insiden pada usia sekolah adalah 0,9%

dan 8,7% pada remaja. Berdasarkan penelitian longitudinal, kurang lebih 4-75 %

di antaranya akan berkembang menjadi Gangguan Kepribadian Antisosial pada

masa dewasa (Nurcombe, 2007).

Terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah

laku dan komorbid dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih

kecil untuk melakukan kejahatan dibanding mereka yang mengalami ganguan

tingkah laku yang komorbid dengan penarikan diri dari pergaulan sosial. Bukti-

bukti menunjukan bahwa anak-anak perempuan yang mengalami gangguan

11

Page 12: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

tingkah laku beresiko lebih tinggi untuk mengalami gangguan komorbid,

termasuk kecemasaan, depresi. Penyalahgunaan zat, dan ADHD dibandingkan

dengan anak lak-laki yang memiliki gangguan tingkah laku (Nurcombe, 2007).

2.2.3 Faktor-faktor penyebab gangguan perilaku

Ganguan perilaku pada anak dapat dikelompokkan menjadi beberapa

macam, berikut ini (Wick-Nelson & Israel, 2006):

1) Gangguan kecemasan dan menarik diri (Anxietydisorder and Withdrawl )

Ditandai dengan gejala-gejala antara lain adanya rasa takut atau khawatir

dengan alasan yang tidak jelas, rasa tidak nyaman dan tidak aman pada

situasi-situasi tertentu, merasa selalu tegang dan adanya dorongan kuat

untuk menjauhi sumber kecemasan. Disertai dengan adanya perubahan

pada aspek fisiologis, kognitif dan perilaku.

2) Depresi

Merupakan gangguan suasana perasaan yang ditandai dengan munculnya

afek depresif, hilangnya minat dan kegembiraan, menurunnya aktifitas,

gangguan tidur dan pola makan, munculnya ide atau usaha bunuh diri dan

merasa tidak berguna.

3) Perilaku Agresi (Conduct Disorder)

Ditandai dengan adanya perilaku agresif dan antisosial. Biasanya muncul

dalam bentuk perilaku-perilaku berikut : mengintimidasi orang lain,

berkelahi, berbuat kasar, mencuri, merusak, berbohong, membolos dan

kabur dari rumah . perilaku agresi yang dilakukan bisa berbentuk verbal

maupun non verbal.

4) Pelanggaran aturan (Oppositional Deviant Disorders)

Ditandai dengan adanya perilaku menetang dan melanggar aturan.

Biasanya muncul dalam bentuk perilaku menolak mengikuti aturan dan

atoritas dari dewasa seperti orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya.

Para ahli perkembangan anak mengelompokan gangguan-gangguan

tersebut menjadi dua, yaitu gangguan perilaku internal atau eksternal. Perilaku

internal adalah perilaku yang lebih mengarah pada diri sendiri dan perilaku

12

Page 13: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

eksterna adalah perilaku yang terekspresikan keluar dan mengarah pada orang

lain. Gangguan kecemasan, menarik diri, dan depresi dikelompokkan kedalam

gangguan perilaku internal, sedangkan perilaku agresi dan melanggar aturan

dikelompokkan kedalam gangguan perilaku eksternal.

2.2.4 Penanganan Gangguan Perilaku

Hal penting bagi keberhasilan dalam penanganan adalah upaya

mempengaruhi banyak sistem dalam kehidupan seorang remaja (keluarga, teman-

teman sebaya, sekolah, lingkungan tempat tinggal). Salah satu masalah yang

dihadapi masyarakat adalah bagaimana menghadapi orang-orang yang nurani

sosialnya tampak kurang berkembang (Nevid, 2006).

1. Intervensi keluarga, beberapa pendekatan yang paling menjanjikan untuk

menangani gangguan perilaku mencakup intervensi bagi orang tua atau

keluarga dari si anak antisosial. Gerald Patterson dan kolegannya

mengembangkan dan menguji sebuah program behavioral, yaitu Pelatihan

Manajemen Pola Ash (PMP), dimana orang tua diajari untuk mengubah

berbagai respon untuk anak-anak mereka sehingga perilaku proposial dan

bukannya perilaku antisosial yang dihargai secara konsisten.

2. Penanganan Multisistemik (PMS). Intervensi ini memandang masalah

tingkah laku sebagai suatu hal yang dipengaruhi oleh berbagai konteks

dalam keluarga dan antara keluarga dan berbagai sistem sosial lainnya.

Teknik yang dipergunakan bervariasi meliputi Cognitive Behavioural

Therapy (CBT), home-based interventions/sistem keluarga, classroom-

based behavior modifications dan manajemen kasus (Nevid, 2006)

3. Pendekatan kognitif, terapi dengan intervensi bagi orang tua dan keluarga

merupakan komponen keberhasilan yang penting, tetapi penanganan

semacam itu banyak memakan biaya dan waktu. Oleh karena itu,

penanganan dengan terapi kognitif individual bagi anak-anak yang

mengalami gangguan tingkah laku dapat memperbaiki tingkah laku

mereka, meski tanpa melibatkan keluarga. Contoh: mengajarkan

keterampilan kognitif pada anak-anak untuk mengendalikan kemarahan

13

Page 14: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

mereka menunjukan manfaat yang nyata dalam membantu mereka

mengurangi perilaku agresif (Nevid, 2006).

4. Pengobatan berbasis rumah sakit dan rehabilitasi

Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah

sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien

yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang kurang restriktif, atau

bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan terhadap dirinya

sendiri ataupun orang lain (Nevid, 2006).

Farmakoterapi

Gangguan perilaku dahulu dianggap resisten terhadap terapi farmakologi.

Saat ini, tiga penelitian telah selesai dilaksanakan. Satu menunjukan efektivitas

penggunaan methylphenidate dalam menurunkan tingkat perlawanan,

pembangkangan, agresi dan perubahan mood ada pasien dengan usia 5-8 tahun

yang didiagnosis dengan gangguan tingkah laku, dengan atau tanpa ADHD.

Penelitian lainnya menunjukan efektivitas dari divalproat dalam menurunkan

kemarahan dan agresivitas pada usia remaja. Divalproat secara khusus efektif

pada agresivitas yang dipicu oleh stres post traumatik. Penelitian ketiga

menunjukan efektifitas dari lithium dalam menurunkan agresivitas pada pasien

usia remaja dengan gangguan tingkah laku (Nurcombe, 2007).

14

Page 15: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

2.3 Hubungan pola asuh dan gangguan perilaku

Parenting Style Sikap atau perilaku orang tua Profil perilaku anak

1. Authoritarian 1. Sikap “acceptance” rendah, namun kontrolnya tinggi

2. Suka menghukum secara fisik.

3. Bersikap mengomando (mengharuskan/memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi)

4. Bersikap kaku (keras)5. Cenderung emosional dan

bersikap menolak

1. Mudah tersinggung2. Penakut3. Pemurung, tidak

bahagia4. Mudah terpengaruh5. Mudah stress6. Tidak mempunyai

arah masa depan yang jelas

7. Tidak bersahabat

2. Permissive 1. Sikap “acceptancenya” tinggi namun kontrolnya rendah

2. Memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/keinginannya

1. Bersikap impulsive dan agresif

2. Suka memberontak3. Kurang memiliki rasa

percaya diri dan pengendalian diri

4. Suka mendominasi5. Tidak jelas arah

hidupnya6. Presentasinya rendah

3. Authoritative 1. Sikap “acceptance” dan kontrolnya tinggi

2. Bersikap responsive terhadap kebutuhan anak

3. Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan

4. Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk

1. Bersikap bersahabat2. Memiliki rasa percaya

diri 3. Mampu

mengendalikan diri (self control)

4. Bersikap sopan5. Mau bekerja sama6. Memiliki rasa ingin

tahunya yang tinggi7. Mempunyai

tujuan/arah hidup yang jelas

8. Berorientasi terhadap prestasi (yusuf, 2004)

15

Page 16: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

BAB 3

KESIMPULAN

Gangguan tingkah laku merupakan suatu pola perilaku yang berulang dan

menetap dimana hak dasar orang lain, peraturan atau norma sosial yang sesuai

dengan usianya dilanggar, seperti perkelahian atau pelecehan yang berlebihan,

pencurian, perusakan, kebohongan berulang, yang berlanjut selam 6 bulan atau

lebih, yang sering ditemukan selama masa anak-anak hingga remaja.

16

Page 17: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

Gangguan tingkah laku dapat disebabkan oleh berbagai etiologi dan faktor

resiko, antara lain faktor biologis, faktor psikologis, pengaruh lingkungan yang

mencakup orang tua, saudara-saudara, dan teman-teman seusia, serta faktor

sosiologis seperti tingkat pendidikan dan keadaan sosioekonomi keluarga.

Tidak terlepas fungsi pokok dari pola asuh orang tua adalah untuk

mengajarkan anak menerima pengekangan-pengekangan yang diperlukan dan

membantu mengarahkan emosi anak ke dalam jalur yang berguna dan diterima

secara sosial.

Pola asuh orang tua akan mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak

yang diyakini jika orang tua berinteraksi dengan anaknya lewat salah satu dari

empat cara pola asuh yaitu pola asuh authoritarian, pola asuh authoritative, pola

asuh neglectful, atau pola asuh indulgen dapat membentuk kepribadian dan

perilaku anak sehingga dapat memperkecil peluang untuk terjadinya gangguan

tingkah laku pada anak.

Penanganan gangguan tingkah laku meliputi intervensi keluarga,

penanganan multi-sistem yang meliputi Cognitive Behavioural Therapy (CBT),

home based interventions/sistem keluarga, classroom based behaviour

modifications, dan manajemen kasus serta pendekatan kognitif, pada beberapa

kasus dibutuhkan penanganan lebih jauh melalui unit khusus untuk mengobati

ank-anak dan remaja yang terdapat di rumah sakit jiwa. Pengobatan di unit-unit

biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh dengan metode alternatif yang

kurang restriktif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan kekerasan

terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain. Farmakoterapi jarang digunakan

untuk penanganan gangguan tingkah laku, namun beberapa penelitian

menunjukan efektivitas penggunaan methylphenidate dalam menurunkan tingkat

perlawanan, pembangkangan, agresi dan perubahan mood pada pasien dengan

usia 5-8 tahun yang didiagnosis dengan gangguan tingkah laku, dengan atau tanpa

ADHD. Penelitian lainnya menunjukan efektivitas dari divalproat dalam

menurunkan kemarahan dan agresivitas pada usia remaja. Divalproat secara

khusus efektif pada agresivitas yang dipicu oleh stres post traumatik. Penelitian

ketiga menunjukan efektifitas dari lithium dalam menurunkan agresivitas pada

pasien usia remaja dengan gangguan tingkah laku.

17

Page 18: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Childhood disorders : attention-deficit and disruptive behaviour disorders. In : First MB, Tasman A,eds. Clinical guide to the diagnosis and treatment of mental disorder.England : John Wiley & Sons Ltd. p. 321-6.

Casmini. 2012. Emotional Parenting. Yogyakarta : Pilar Media.

Dariyo, Agoes. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Ghalia Indonesia.

Gunarsa, Singgih D. 2008. Psikologi Anak dan Remaja. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Hurlock, E.B. 1998. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

18

Page 19: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku

Ilahi, Takdir M. 2013. Quantum Parenting. Jakarta : Ar-Ruzz Media.

John W, Santrock. 2002. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Kearney, C. A. 2006. Casebook in Child Behavior Disorders : Gajah Mada. University Press.

Maramis, WF. 1998. Gangguan perilaku anak. Dalam : Catatan ilmu kedokteran jiwa. Cetakan ketujuh. Surabaya : Airlangga University Press. h. 516-528.

Nevid, Jeffrey S, dkk. 2006. Psikologi abnormal. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Nurcombe B, Baumgaertel A, Wolraich ML. 2007. Disorders usually presenting in middle childhood (6-11 years) or adolescence (12-18 years). In : Ebert MH, Loosen PT, Nucombe B, eds. Current diagnosis and treatment in psychiatry. USA : McGraw Hill’s Company.

Septiari, B. 2012. Mencetak Balita Cerdas dan Pola Asuh Orang Tua. Yogyakarta : Nuha Medika.

Soetjiningsih, Christiana Hari. 2012. Perkembangan Anak. Jakarta: Prenada Media Group.

Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Wicks-Nelson, R, Israel. 2006. Behavior Disorders of Childhood. New Jersey. Prentice Hall.

Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta : EGC.

19

Page 20: hubungan pola asuh dan gangguan tingkah laku