Upload
trinhhuong
View
232
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
i
HUBUNGAN SEBARAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON
DENGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI PERAIRAN
PESISIR DAN LAUT KABUPATEN PANGKAJENE
KEPULAUAN
SKRIPSI
Oleh :
SRY AYUWANDIRA T.
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERISTAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
i
ABSTRAK
SRY AYUWANDIRA T. L11112014. “Hubungan Sebaran Kelimpahan
Fitoplankton dengan Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Pesisir dan Laut
Kabupaten Pangkajene Kepulauan” dibawah bimbingan Muhammad Lukman
sebagai Pembimbing Utama dan Rahmadi Tambaru sebagai Pembimbing
Anggota.
Fitoplankton memegang peranan penting pada ekosistem perairan. Kandungan
klorofil-a pada perairan memiliki keterkaitan dengan kelimpahan fitoplankton
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan dan hubungan kelimpahan
fitoplankton dengan klorofil-a berdasarkan jenis plankton net ukuran 25 µm dan
55 µm. Sampel air diambil pada bulan Maret 2016 di perairan Pulau Saugi,
sekitar slope, dan perairan muara Sungai Pangkep. Identifikasi plankton
dilakukan sesuai Wickstead, Yamaji, dan Taylor. Pencacahan dilakukan dengan
Sedgwick-Rafter Counting Cell atas fraksi sampel. Pengukuran klorofil-a
dilakukan dengan metode trikromatik dengan menggunakan spektrofotometer.
Data perbedaan fitoplankton dan klorofil-a pada tiga lokasi penelitian diuji
menggunakan analisis ragam (one way ANOVA). Data hubungan fitoplankton
dan klorofil-a diuji menggunakan analisis regresi linier sederhana. Parameter
lingkungan yang diukur meliputi suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, dan
kecerahan. Nilai kelimpahan fitoplankton (25 µm) menunjukkan kisaran 1981
ind/L-9891 ind/L, sedangkan kelimpahan fitoplankton (55 µm) menunjukkan
kisaran 1655 ind/L-8554 ind/L). Konsentrasi klorofil-a (25 µm) menunjukkan
kisaran 0,0012 µg/L-0,2670 µg/L, untuk 55 µm menunjukkan kisaran 0,0011
µg/L-0,2154 µg/L. Dari hasil penelitian menunjukkan hubungan fitoplankton
dengan klorofil-a kuat. Kelimpahan fitoplankton (25 µm) lebih tinggi dibandingkan
dengan 55 µm.
Kata Kunci : fitoplankton, klorofil-a, plankton net ukuran 25 µm dan 55 µm,
perairan pesisir, muara, Kabupaten Pangkep.
ii
HUBUNGAN SEBARAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DENGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DI
PERAIRAN PESISIR DAN LAUT KABUPATEN PANGKAJENE KEPULAUAN
SRY AYUWANDIRA T.
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada
Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Sry Ayuwandira Taruktiku dilahirkan di Makale,
Tana Toraja, 29 September 1994. Anak ketiga dari lima
bersaudara ini merupakan putri dari pasangan Morning
Z. Taruktiku dan Lince L. Sandakila. Penulis
menyelesaikan pendidikan formal di Sekolah Dasar
Negeri No. 143 Inpres Ge’tengan tahun 2006, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Mengkendek
tahun 2009, Sekolah Menengah Atas (SMA) SMAN 1
Makale tahun 2012, dan pada tahun yang sama pula
diterima di Departemen Ilmu Kelautan melalui jalur seleksi Pemanduan Potensi
dan Belajar (JPPB) dan sejak itu terdaftar sebagai mahasiswa pada Program
Studi Ilmu Kelautan, Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Selama masa studi di Ilmu Kelautan penulis pernah menjadi anggota dari
unit kegiatan Paduan Suara Mahasiswa Universitas Hasanuddin (PSM UNHAS)
tahun 2012. Koordinator bidang di Himpunan Mahasiswa Ilmu Kelautan (HMIK)
periode 2014/2015, aktif di Persekutuan Mahasiswa Kristen (PERMAKRIS – IK
UH).
Penulis melakukan rangkaian tugas akhir yaitu melaksanakan kegiatan
Kuliah Kerja Nyata gelombang 90 di Kelurahan Tana Lemo, Kecamatan Bonto
Bahari, Bulukumba. Praktik Kerja Lapang di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Puslitbang LP3K) dan di
Koperasi Serikat Merdeka (Kospermindo), serta melakukan penelitian dengan
judul “Hubungan Sebaran Kelimpahan Fitoplankton dengan Konsentrasi
Klorofil-a di Perairan Pesisir dan Laut Kabupaten Pangkajene Kepulauan”.
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang
telah memberikan Rahmat, Karunia, dan KasihNya sehingga penulis mampu
menyelesaikan sebuah penelitian yang berupa skripsi dengan judul “Hubungan
Sebaran Kelimpahan Fitoplankton dengan Konsentrasi Klorofil-a di
Perairan Pesisir dan Laut Kabupaten Pangkajene Kepulauan”, sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kelautan.
Awal penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peran
berbagai pihak yang sudah memberikan saran, motivasi, doa, dan bantuan
materi sehingga selesainya skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta Morning Z. Taruktiku,
S.sos. dan Ibunda tercinta Lince L. Sandakila, yang telah membesarkan
penulis dengan penuh kasih sayang dan kesabaran dan selama ini
membimbing, mendoakan, dan memberikan dorongan selama masa
studi.
2. Bapak Dr.rer.nat Muhammad Lukman, ST, M.Mar.Sc. selaku
pembimbing utama dan Bapak Dr.Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si. selaku
pembimbing anggota yang dengan telah banyak membantu dalam
berbagai hal terlebih untuk waktu di sela-sela kesibukan yang telah
diluangkan bagi penulis untuk berkonsultasi, memberikan saran, dan
motivasi dalam penyelesaian skripsi, dan merupakan kebanggaan
tersendiri bagi penulis telah dibimbing oleh beliau.
3. Bapak Dr.Ir. Muhammad Hatta, M.Si., Dr. Khairul Amri, ST., M.Sc.
Stud, dan Bapak Dr. Ahmad Bahar, ST.,M.Si. selaku dosen penguji
yang telah menguji, memberikan tanggapan, dan saran untuk
penyempurnaan skripsi ini.
4. Bapak Dr.rer.nat Muhammad Lukman, ST, M.Mar.Sc. sebagai
penasehat akademik, yang telah banyak memberikan bimbingan dan
arahan sehingga penulis dapat menjalani perkuliahan dengan baik
selama penulis menempuh studi.
vi
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc selaku Dekan Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan dan Bapak Dr. Mahatma Lanuru, ST.,
M.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu Kelautan atas segala arahan, dari
penulis mengawali pendidikan di kampus hingga menulis tugas akhir.
6. Pak Gatot, Pak Sapril, dan Ibu Surya serta seluruh Staf Dosen dan
Pegawai Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan yang telah
memberikan masukan, terutama ilmu dan bantuan selama penulis
menempuh studi hingga akhir.
7. Kakak Nurfadilah, S.Kel., M.Si. telah banyak membantu penulis selama
ini yang dari awal penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini terus
menemani dan membantu.
8. Kakak tercinta Serlita Susanti Papalangi’, S.Kep., Natalia Rismayanti
Palilu, S.Si., dan adik tersayang Mega Indah Lestari, dan Alvian Agung
Saputra yang telah memberi semangat dan doa tersendiri untuk terus
semangat melewati hari-hari penuh tantangan.
9. Marshal T. Mangoting sebagai sosok yang selalu menemani dan
mendukung penulis dalam suka dan duka.
10. Sahabat-sahabat penulis: Naomi Pakambanan, Kurniati Marlin.
MAGOKI (Ayu, Green, Oliv, Karni, dan Intan). Terima kasih atas
semangat, doa dan persahabatan yang telah terjalin selama bertahun-
tahun.
11. Rekan seperjuanganku dalam penelitian ini, Andi Sompa, Novita Dwi
Yanti, dan Iswari Darimun yang dari awal penelitian hingga akhir
penulisan skripsi ini terus menemani, membantu, dan tanpa henti
memotivasi penulis.
12. Teman-teman PERMAKRIS KELAUTAN (Kak Rival, Kak Mangando, Kak
Hans, Kak Andri, Kak Eka, Kak Ivan, Omi, Yunsi, Daniel, Ryan, Asriel,
Willy, Sesi, Beni, Wandri, Cici, Agnes, Guntur, Maria, Cindy, Lorinda,
Lient, Ani, Desy, Habel, Noris, Vatre, Juniur, Hidayat, Meggy, Erna,
David, Mei, Leony, Ardi, Gurka, Rusti, Priska, Reski, Jimmy, Dinda, dan
Ardin) yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Salam
Use Your Mind Be The Best.
13. IK ANDALAS 2012 (Vivi, Jiran, Ima, Omi, Mina, Fitri, Turissa, S.Kel.,
Yunsi, Jumi, Lili, Ama, Khusnul, Celi, Ompa, Nadwiana, S.Kel., Marini,
vii
Ariny, Gebby, Basda, Nana, Ida, Asriel, Rover, Herman, Saad, Ryan,
Dika, Waris, Waqi, Ocol, Reski, Cul, Wahyu, Syukri, Awal, Afrisal, S.Kel.,
Yamin (ketua angkatan), Fismat, Oci, Denil, Sufardin, Sadik, Heri, Sultan,
Andiyari, Fajar, Aldi, dan Yusuf) terima kasih atas dukungan, dan telah
menjadi saudara dan teman seperjuangan penulis selama kurang lebih 4
tahun ini. Semoga selalu sukses saudara (i).
14. Senior Kelautan dan Keluarga Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan
FIKP UH (Jalesveva Jayamahe).
15. Semua pihak yang membantu tapi tidak sempat disebutkan satu persatu,
terima kasih untuk segala bantuannya.
Akhir kata penulis dengan kerendahan hati mempersembahkan skripsi ini,
semoga skripsi ini bisa memberikan manfaat dan semoga Tuhan Yang Maha Esa
membalas semua bentuk kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan oleh
semua pihak kepada penulis.
Penulis
Sry Ayuwandira T.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ............................................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................... v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Tujuan dan Kegunaan ..................................................................................... 2
C. Ruang Lingkup ................................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 3
A. Klorofil-a .......................................................................................................... 3
B. Fitoplankton .................................................................................................... 4
C. Jenis-jenis Fitoplankton ................................................................................... 7
D. Faktor yang Mempengaruhi Fitoplankton ..................................................... 10
III. BAHAN DAN METODE ................................................................................. 15
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................................. 15
B. Alat dan Bahan.............................................................................................. 15
C. Prosedur Kerja .............................................................................................. 16
D. Analisis Data ................................................................................................ 19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 20
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................................. 20
B. Kondisi Oseanografi Perairan ........................................................................ 21
1. Suhu .............................................................................................................. 21
ix
2. Salinitas ......................................................................................................... 23
3. pH (Derajat Keasaman) ................................................................................. 24
4. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO) ..................................................... 26
5. Kecerahan ..................................................................................................... 27
C. Kelimpahan Fitoplankton dan Konsentrasi Klorofil-a ..................................... 29
1. Kelimpahan Fitoplankton (25 µM dan 55 µM)................................................. 29
2. Dominansi Komposisi Jenis (25 µM dan 55 µM) ............................................ 31
3. Konsentrasi Klorofil-a ..................................................................................... 33
D. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Klorofil-a .................................. 35
1. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton (25 µM) dengan Klorofil-a ..................... 35
2. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton (55 µM) dengan Klorofil-a ..................... 36
V. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 38
A. Simpulan ....................................................................................................... 38
B. Saran ............................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39
LAMPIRAN ........................................................................................................ 43
x
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Nilai rentang dan nilai rata-rata (±standar deviasi) dari parameter oseanografi
perairan pesisir dan laut di lokasi penelitian Kab. Pangkep ................................ 21
2. Nilai rentang dan nilai rata-rata (±standar deviasi) dari klorofil-a dan
fitoplankton perairan pesisir dan laut di lokasi penelitian Kab. Pangkep ............ 30
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Chloropyceae .................................................................................................. 7
2. Cyanophyceae ................................................................................................. 8
3. Bacillariophyceae ............................................................................................. 8
4. Dynophyceae ................................................................................................... 9
5. Euglenaphyceae ............................................................................................ 10
6. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................... 15
7. Nilai suhu di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep ..................................... 22
8. Nilai salinitas di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep ................................ 23
9. Nilai pH di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep ........................................ 25
10. Nilai oksigen terlarut di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep ................... 26
11. Nilai kecerahan di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep........................... 27
12. Kelimpahan Fitoplankton di tiap lokasi (25 µm dan 55 µm) .......................... 30
13. Kelimpahan Fitoplankton di tiap lokasi (25 µm) ............................................ 31
14. Kelimpahan Fitoplankton di tiap lokasi (55 µm) ............................................ 32
15. Konsentrasi Klorofil-a di tiap lokasi (25 µm dan 55 µm) ............................... 33
16. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Klorofil-a (25 µm) ................... 35
17. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Klorofil-a (55 µm) ................... 37
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil uji analisis ragam nilai Kelimpahan Fitoplankton dan Konsentrasi Klorofil-
a (25 µm dan 55 µm) ......................................................................................... 46
2. Hasil analisis regresi antara Kelimpahan Fitoplankton dengan Klorofil-a (25 µm
dan 55 µm) ........................................................................................................ 48
3. Uji Normalitas (25 µm dan 55 µm) ................................................................. 50
4. Kelimpahan Fitoplankton (ind/L) (25 µM) dan (55 µM) ................................... 52
5. Nilai klorofil-a (mg/L) (25 µM) dan (55 µM) ..................................................... 53
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekosistem laut merupakan hubungan interaksi antara beberapa faktor biotik
dan abiotik yang bersifat dinamis dan saling mempengaruhi, dimana suatu
ekosistem terkait dalam rantai makanan dalam suatu ekosistem. Rantai makanan
dalam suatu ekosistem berfungsi sebagai penjaga sekaligus penyeimbang dari
jumlah makhluk hidup yang ada di lingkungan itu. Jika terjadi ketimpangan, maka
tidak adanya keseimbangan ekosistem. Misalnya, jumlah pemangsa atau
konsumen lebih banyak dari yang dimangsa atau produsen, maka akan terjadi
kepunahan pada makhluk hidup itu sendiri (Aryawati dan Thoha, 2011).
Fitoplankton memegang peranan penting pada ekosistem perairan.
Fitoplankton dikenal sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil
sehingga mampu melakukan fotosintesis. Kandungan klorofil pada perairan
memiliki keterkaitan dengan kelimpahan fitoplankton (Febriyati et al., 2012).
Fitoplankton sebagai produsen primer mampu mengubah zat-zat anorganik
menjadi zat-zat organik dengan bantuan cahaya matahari dan pigmen fotosintetik
klorofil-a. Produktifitas primer fitoplankton di laut tergantung pada beberapa
faktor lingkungan seperti nutrien. Kepadatan fitoplankton dipengaruhi oleh
sebaran nutrien yang kemudian akan mempengaruhi variasi kepadatan secara
vertikal dan horizontal (Zulhaniarta et al. 2014).
Oleh karena itu, sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai
sebagai akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan melalui
limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung lebih rendah di daerah lepas
pantai (Zulhaniarta et al. 2014).
2
Menurut Febriyati et al. (2012), adanya perbedaan konsentrasi klorofil pada
kedalaman yang berbeda, dimana pada permukaan air cenderung memiliki
klorofil yang tinggi dan sebaliknya. Sedangkan menurut Nasir et al. (2015),
menyimpulkan bahwa pengayaan nutrien di perairan pantai barat Sulawesi
Selatan telah menyebabkan variabilitas klorofil-a pada spasial dan temporal.
Belum adanya rasio perbandingan antara kepadatan fitoplankton dan
konsentrasi klorofil-a dari beberapa lokasi perairan pesisir dan laut di Kabupaten
Pangkajene Kepulauan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukanlah
penelitian mengenai hubungan sebaran kelimpahan fitoplankton dengan
konsentrasi klorofil-a di perairan pesisir dan laut Kabupaten Pangkajene
Kepulauan.
B. Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui perbedaan nilai kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a
berdasarkan jenis plankton net ukuran 25 µm dan 55 µm
2. Mengetahui hubungan kelimpahan fitoplankton menggunakan plankton net
ukuran 25 µm dan 55 µm dengan klorofil-a.
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
kelimpahan fitoplankon dengan konsentrasi klorofil-a di perairan pesisir dan laut.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengukuran kelimpahan fitoplankton,
dan pengukuran konsentrasi klorofil-a dari beberapa lokasi perairan pesisir dan
laut di Kabupaten Pangkajene Kepulauan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klorofil-a
Pengukuran kandungan klorofil-a pada suatu perairan merupakan salah satu
alat pengukuran kesuburan suatu perairan yang dinyatakan dalam bentuk
produktivitas primer (Amri dan Nababan, 2009).
Klorofil merupakan zat hijau daun yang merupakan pigmen yang terdapat
pada organisme produsen yang berfungsi sebagai pengubah karbondioksida
menjadi karbohidrat, melalui proses fotosintesis. Klorofil-a merupakan salah satu
parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran tinggi
rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografis
suatu perairan. Beberapa parameter fisik-kimia yang mengontrol dan
mempengaruhi sebaran klorofil-a, adalah intensitas cahaya, nutrien (terutama
nitrat, fosfat dan sislikat). Ortofosfat merupakan jenis nutrien yang memiliki
pengaruh paling dominan terhadap perubahan kelimpahan populasi dan
klorofil-a fitoplankton (Tambaru et al., 2010). Perbedaan parameter fisika-kimia
tersebut secara langsung merupakan penyebab bervariasinya produktivitas
primer di beberapa tempat di laut. Selain itu “grazing” juga memiliki peran besar
dalam mengontrol konsentrasi klorofil-a di laut (Hatta, 2002).
Selain klorofil-a terdapat klorofil-b, klorofil-c, dan pigmen-pigmen pelengkap
lainnya yang ditemukan pada beberapa jenis tanaman. Rafii (2004), menyatakan
bahwa klorofil-a terdapat pada semua jenis alga, klorofil-b terdapat pada
Cyanophyceae, Diatom, Phaeophyceae, dan Rhodophyceae. Sedangkan klorofil-
c hanya ditemukan pada organisme Phaeophyceae, dan klorofil-d pada
Rhodophyceae.
4
Faktor fisika dan kimia perairan biomassa fitoplankton juga memegang
peranan penting dalam penentuan besar-kecilnya konsentrasi biomassa
fitoplankton. Konsentrasi klorofil-a berbanding lurus dengan biomassa
fitoplankton (Bakhtiar, 2013).
Konsentrasi klorofil tidak hanya berbanding dengan biomassa akan tetapi
berdasarkan sebaran konsentrasi klorofil-a pada umumnya tinggi di perairan
pantai sebagai akibat dari suplai nutrien tinggi yang berasal dari daratan melalui
limpasan air sungai, dan rendah di perairan lepas pantai. Meskipun demikian
konsentrasi klorofil-a tinggi dapat ditemukan pula di perairan lepas pantai,
disebabkan adanya proses sirkulasi massa air mengangkut nutrien dengan
konsentrasi tinggi dari perairan dalam ke permukaan yang dikenal sebagai
fenomena upwelling (Sukoharjo, 2012).
Pengukuran klorofil sangat penting dilakukan karena kadar klorofil dalam
suatu volume air laut tertentu merupakan suatu ukuran bagi biomassa tumbuhan
yang terdapat dalam air laut tersebut. Klorofil dapat diukur dengan
memanfaatkan sifatnya yang dapat berpijar bila dirangsang dengan panjang
gelombang cahaya tertentu atau mengekstraksi klorofil dari tumbuhan dengan
menggunakan aseton untuk menghitung produktivitas primernya (Aryawati dan
Thoha, 2011).
B. Fitoplankton
Plankton adalah istilah umum untuk biota yang hanyut, melayang atau
mengambang di dalam air secara bebas, kemampuan geraknya kalaupun ada
sangat terbatas atau dengan kata lain penyebarannya lebih banyak diatur oleh
pergerakan air seperti arus, gelombang dan sebagainya (Nontji, 2006). Plankton
5
dapat dibagi ke dalam dua golongan besar yaitu fitoplankton (plankton
tumbuhan/nabati) dan zooplankton (plankton hewani) (Arinardi, 1997).
Fitoplankton sebagai tumbuhan yang mengandung pigmen klorofil mampu
melaksanakan reaksi fotosintesis di mana air dan karbondioksida dengan adanya
sinar surya dan garam-garam hara dapat menghasilkan senyawa organik seperti
karbohidrat (Nontji, 1993). Adanya kemampuan membentuk zat organik dari zat
anorganik maka fitoplankton disebut sebagai produsen primer.
Pengukuran klorofil sangat penting dilakukan karena kadar klorofil dalam
suatu volume air laut tertentu merupakan suatu ukuran bagi biomassa tumbuhan
yang terdapat dalam air laut tersebut. Klorofil dapat diukur dengan
memanfaatkan sifatnya yang dapat berpijar bila dirangsang dengan panjang
gelombang cahaya tertentu atau mengekstraksi klorofil dari tumbuhan dengan
menggunakan aseton untuk menghitung produktivitas primernya (Febrianti et al.,
2013).
Fitoplankton berpotensi menjadi indikator terbaik dalam pencemaran
organik. Ada genera fitoplankton yang dikenal melimpah subur dalam daerah
tercemar tinggi dan hampir secara keseluruhan tercemar. Fitoplankton mudah
untuk dicuplik dan diidentifikasi yang membuat fitoplankton di suatu perairan
menjadi indikator pencemaran yang baik (Apdus, 2010).
Fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari parameter ekologi yang
dapat menggambarkan kondisi kualitas perairan. Fitoplankton merupakan dasar
produsen primer mata rantai makanan di perairan. Keberadaannya di perairan
dapat menggambarkan status suatu perairan, apakah dalam keadaan tercemar
atau tidak (Lukman et al., 2006).
6
Ukuran plankton sangat beraneka ragam, dari yang sangat kecil kingga yang
besar. Dulu orang menggolongkan plankton dalam tiga kategori berdasarkan
ukurannya, yakni (Nontji, 2008):
1. Plankton jaring (netplankton): plankton yang dapat tertangkap dengan
jaring dengan mata jaring (mesh size) berukuran 20 ,um, atau dengan
kata lain plankton berukuran lebih besar dari 20 ,um.
2. Nanoplankton: plankton yang lolos dari jaring, tetapi lebih besar dari
2,um. Atau berukuran 2-20 ,um;
3. Ultrananoplankton: plankton yang berukuran lebih kecil dari 2 µm.
Kini, dengan kemajuan teknik penyaringan yang dapat lebih baik memilah-
milah partikel yang sangat halus, penggolongan plankton berdasarkan ukurannya
lebih berkembang. Penggolongan di bawah ini diusulkan oleh Sieburth et al.
(1978) yang kini banyak diacu orang.
1. Megaplankton (20-200 cm)
Ada juga yang menyebutnya megaloplankton. Banyak uburubur termasuk
dalam golongan ini. Ubur-ubur Schyphomedusa, misalnya bisa mempunyai
ukuran diameter payungnya sampai lebih dari satu meter, sedangkan umbai-
umbai tentakelnya bisa sampai beberapa meter pajangnya. Plankton raksasa
yang berukuran terbesar di dunia adalah ubur-ubur Cyanea arctica yang
payungnya bisa berdiameter lebih dua meter dan dengan panjang tentake130 m
lebih.
2. Makroplankton (2-20 cm)
Contohnya adalah eufausid, sergestid, pteropod. Larva ikan banyak pula
termasuk dalam golongan ini.
7
3. Mesoplankton (0,2-20 mm)
Sebagian besar zooplankton berada dalam kelompok ini, seperti kopepod,
amfipod, ostrakod, kaetognat. Ada juga beberapa fitoplankton yang berukuran
besar masuk dalam golongan ini seperti Noctiluca.
C. Jenis-jenis Fitoplankton
Thoha (2007), menyatakan bahwa fitoplankton ada yang berukuran besar
dan kecil dan biasanya yang tertangkap oleh plankton net yang terdiri dari
tiga kelompok utama yaitu Diatom, Dinoflagellata dan Alga. Diatom mudah
dibedakan dari Dinoflagellata karena bentuknya seperti kotak gelas yang unik
dan tidak memiliki alat gerak. Dinoflagellata yang dicirikan dengan sepasang
flagella yang digunakan untuk bergerak dalam air. Anggota fitoplankton yang
merupakan minoritas adalah berbagai jenis alga diantaranya Chlorophyceae,
Cyanophyceae, Bacillariophyceae, Dinophyceae dan Euglenaphyceae.
1. Chlorophyceae
Gambar 1. Chlorophyceae (Sumber: Y. Tsukii, 2005)
Chlorophyceae biasanya hidup dalam air tawar, payau dan asin. Memiliki
kloroplas yang berwarna hijau, mengandung klorofil a dan b serta karotenoid dan
terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang bercabang-
cabang. Adapun jenis-jenis Chlorophyceae yaitu Tetraedron sp, Ulotrix sp,
Chlorella sp, Coelastrum sp, Cosmarium sp, Pediastrum sp, Staurastum sp,
8
Ankistrodesmus sp, dan Actinastrum sp. kelompok ini akan tumbuh baik pada
kisaran suhu berturut-turut 300C-350C dan 200C-300C, dan kelompok
Cyanophyceae dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi (di
atas 300C) dibandingkan kisaran suhu pada kelompok Chlorophyceae dan
diatom (Effendi, 2003).
2. Cyanophyceae
Gambar 2. Cyanophyceae (Sumber: Y. Tsukii, 2005)
Cyanophyceae biasanya hidup diperairan tawar dan dapat tumbuh subur
pada suhu 2000C – 3500C, memiliki klorofil dan karatenoid. Adapun beberapa
jenis Cyanophyceae yaitu Anabaena sp, Merismopedia sp, Spirulina sp,
Microcytis sp dan Lyngbia sp.
3. Bacillariophyceae
Gambar 3. Bacillariophyceae (Sumber: Y. Tsukii, 2005)
9
Diatom merupakan fitoplankton yang termasuk dalam kelas
Bacillariophyceae. Kelompok ini merupakan komponen fitoplankton yang paling
umum dijumpai di perairan selain itu juga mempunyai peranan sangat penting
bagi perikanan terutama dalam ekosistem perairan. Diatom sangat mudah
dibedakan karena diatom hidup berkoloni. Beberapa diantaranya seperti benang-
benang yang bening, plasma sel mengandung kloroplas sehingga
memungkinkan baginya untuk melakukan fotosintesis. Diatom dapat hidup
sebagai individu sel tunggal yang soliter (solitary), atau terhubung dengan sel
lainnya membentuk koloni bagaikan rantai. Ukuran diatom sangat beragam, dari
yang kecil berukuran sekitar 5 μm sampai yang sangat relative besar sekitar 2
mm (Nontji, 2008).
4. Dinophyceae
Gambar 4. Dinophyceae (Sumber: Y. Tsukii, 2005)
Dinoflagelat adalah kelompok fitoplankton yang sangat umum ditemukan di
perairan setelah diatom. Dinoflagelat termasuk dalam kelas Dinophyceae, yang
biasanya hidup diperairan tawar, payau dan laut serta mengandung klorofil. Ciri
lain dari Dinoflagelat adalah adanya organ untuk bergerak berupa flagela yang
bentuknya seperti bulu cambuk. Ada berbagai marga Dinoflagelat yang sering
dijumpai antara lain Prorocentrum sp dan Peridinium sp. Banyak jenis
Dinoflagelat mempunyai arti penting bagi perikanan, karena merupakan makanan
10
bagi banyak jenis ikan yang bernilai ekonomi. Namun disamping itu, banyak pula
jenis Dinoflagelat yang dapat menghasilkan toksin, bila jenis-jenis tumbuh
meledak akan menimbulkan kerugian besar, misalnya dapat menimbulkan
kematian massal ikan.
5. Euglenaphyceae
Gambar 5. Euglenaphyceae (Sumber: Y. Tsukii, 2005)
Euglenaphyceae adalah organisme bersel satu, memiliki klorofil dan mampu
melakukan proses fotosintesis, umumnya hidup di air tawar yang kaya bahan
organik, bentuk sel oval memanjang serta memiliki peranan penting dalam suatu
perairan antara lain sebagai produsen primer di air tawar dan sebagai indikator
pencemaran organik. Adapun spesies yang termasuk dalam kelas
Euglenaphyceae yaitu Euglena sp dan Leponcyclis sp.
D. Faktor yang Mempengaruhi Fitoplankton
1. Suhu
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk
mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat
menaikkan laju maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak
langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat
mempengaruhi distribusi fitoplankton (Aryawati, 2007).
11
Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya
suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik
suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu
beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu. Suhu permukaan laut
tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin,
intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang terjadi di dalam kolom
perairan. Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan
suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan suhu
permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan
perairan. Suhu optimum untuk pertumbuhan fitoplankton pada perairan tropis
berkisar antara 250C – 320C (Aryawati, 2007).
2. Salinitas
Salinitas berpengaruh terhadap penyebaran plankton, baik secara vertikal
maupun horisontal (Romimohtarto dan Juwana, 2004). Kisaran salinitas yang
masih dapat ditoleransi oleh fitoplankton pada umumnya berkisar antara 28 – 34
ppt. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat
curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang
rendah sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas
perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran
salinitas di suatu perairan.
Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan
bertambahnya kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan
penyebaran salinitas secara vertikal. Pengadukan di dalam lapisan permukaan
memungkinkan salinitas menjadi homogen. Terjadinya upwelling yang
12
mengangkat massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam juga mengakibatkan
meningkatnya salinitas permukaan perairan (Aryawati, 2007).
3. Kecerahan Air dan Intensitas Cahaya
Nilai kecerahan air berguna untuk mengetahui sampai kedalaman berapa
cahaya matahari dapat menembus lapisan perairan dalam hubunganya dengan
proses fotosintesis. Batas akhir cahaya matahari mampu menembus perairan
disebut sebagai titik kompensasi cahaya, yaitu titik pada lapisan air dimana
cahaya matahari mencapai nilai minimum yang menyebabkan proses asimilasi
dan respirasi berada dalam keadaan seimbang. Cahaya merupakan faktor
terutama dan terpenting dalam pertumbuhan fitoplankton, terutama dalam
kelancaran proses fotosintesis. Kesempurnaan proses ini tergantung besar
kecilnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam perairan. Sedangkan besar
kecilnya intensitas cahaya yang masuk ke air dipengaruhi kecerahan maupun
kekeruhan perairan itu sendiri (Aryawati, 2007).
4. Derajat Keasaman (pH)
Romimohtarto dan Juwana (2004), menyatakan bahwa perubahan pH sedikit
saja dapat menyebabkan perubahan dalam reaksi fisologik berbagai jaringan
maupun pada reaksi enzim dan lain-lain. Di laut terbuka, variasi pH dalam batas
yang diketahui mempunyai pengaruh kecil pada sebagian besar biota. Nilai
derajat keasaman (pH) di perairan pesisir umumnya lebih rendah dibandingkan
dengan pH air laut lepas, karena adanya pengaruh masukan massa air tawar
dari sistem sungai yang bermuara.
Secara umum nilai pH air menggambarkan keadaan seberapa besar
tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH =
7 berati kondisi air bersifat netral, pH < 7 berarti kondisi air bersifat asam,
sedangkan pH > 7 berarti kondisi air bersifat basa. Batas toleransi organisme
13
terhadap pH bervariasi tergantung pada suhu, oksigen terlarut, dan
kandungan garam-garam ionik suatu perairan. Kebanyakan perairan alami
memiliki pH berkisar antara 6-9. Sebagian besar biota perairan sensitif
terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7–8,5 (Effendi, 2003).
Nilai pH sangat menentukan dominansi fitoplankton. Pada umumnya alga
biru lebih menyukai pH netral sampai basa dan respon pertumbuhan negatif
terhadap asam (pH<6), Chrysophyta umumnya pada kisaran pH 4,5–8,5, dan
pada umumnya diatom pada kisaran pH yang netral akan mendukung
keanekaragaman jenisnya (Wijaya, 2009).
5. DO (Dissolved Oxygen = Oksigen Terlarut )
Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi
dan proses fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air lainnya pada siang hari.
Nybakken (1992), menyatakan bahwa kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi
oleh temperatur dan kecerahan, semakin rendah temperatur perairan semakin
tinggi kelarutannya, dengan kata lain kandungan oksigen dalam kolom air akan
semakin rendah.
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan
hewan air. Oksigen di perairan bersumber dari difusi udara maupun hasil proses
fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air di zona eufotik. Kadar oksigen
terlarut di perairan bervariasi bergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan
tekanan atmosfer. Kelarutan oksigen 2 mg/l sudah cukup untuk mendukung
kehidupan fitoplankton selama perairan tersebut tidak mengandung bahan-bahan
yang bersifat toksik (Effendi, 2003).
Oksigen dikonsumsi oleh tumbuhan dan hewan secara terus menerus
selama aktivitas respirasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar
14
oksigen terlarut dalam air laut adalah masuknya limbah yang dalam proses
penguraiannya banyak membutuhkan oksigen. Limbah jenis ini umumnya
berasal dari kegiatan-kegiatan penduduk (Effendi, 2003).
15
III. BAHAN DAN METODE
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pesisir dan laut Kabupaten Pangkajene
Kepulauan pada bulan Maret-April 2016. Lokasi pengambilan data dilakukan di
muara sungai Pangkep ada 9 titik, 3 titik di sekitar slope, dan 3 titik di perairan
Pulau Saugi (Gambar 6). Analisis sampel dilakukan di laboratorium Politeknik
Pertanian Negeri Pangkep dan di Laboratorium Konsorsium LP3K Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian Perairan Pesisir dan Laut Kab. Pangkep
B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan dalam penelitian merupakan sarana pendukung yang
digunakan dalam pengambilan maupun penanganan sampel.
16
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa bahan-bahan kimia untuk
analisis kualitas air, sampel air laut sebagai bahan untuk analisis klorofil-a dan
fitoplankton, masker dan gloves digunakan untuk pengaman dari kontaminasi
bahan kimia, lakban untuk menandai kode sampel, botol sampel dan botol
plankton digunakan untuk menyimpan sampel, lugol digunakan sebagai
pengawet sampel fitoplankton, aseton digunakan sebagai pelarut kertas saring
(klorofil-a), lugol digunakan sebagai kertas filter Whatman GF/F 0,7 µm
digunakan untuk menyaring air sampel, pompa hisap digunakan sebagai alat
penyaring air laut, kertas aluminium foil digunakan untuk membungkus sampel
klorofil dan alat tulis untuk menulis data.
Sedangkan alat yang digunakan adalah perahu nelayan, jerigen plastic
digunakan untuk menyimpan sampel air laut, Global Positioning System (GPS)
digunakan untuk menentukan posisi stasiun pegamatan, layang-layang arus
untuk mengukur kecepatan arus, pH meter untuk mengukur tingkat keasaman,
DO meter untuk mengukur kandugan oksigen terlarut dalam air, secchi disk
untuk mengukur kecerahan, plankton net ukuran 25 mikron dan 55 mikron untuk
menyaring air laut serta plankton yang berada didalamnya secara horizontal,
spektrofotometer untuk mengukur kadar klorofil-a, sentrifuge untuk melarutkan
endapan klorofil-a, mikroskop untuk melihat dan mengamati fitoplankton yang
berukuran sangat kecil yang tidak mampu dilihat dengan mata telanjang, dan
lemari pendingin untuk menyimpan sampel klorofil-a.
C. Prosedur Kerja
1. Klorofil-a
Pengukuran klorofil-a diambil dengan cara air sampel diambil dengan
menggunakan botol niskin dengan menyesuaikan kedalaman. Air tersebut
kemudian dimasukkan kedalam jerigen plastik. Air sampel kemudian dibawa ke
17
laboratorium untuk dianalisis. Selanjutnya air sampel tersebut disaring dengan
bantuan pompa hisap (vacuum pump). Ekstraksi klorofil-a dilakukan dengan
menggunakan acetone (90%, p.a) selama 24 jam. Penyaring yang digunakan
adalah kertas filter Whatman GF/F 0,7 µm. Setelah disaring, kertas filter
Whatman diambil dengan menggunakan pinset lalu dimasukkan ke dalam tube
klorofil. Kemudian disimpan dalam lemari pendingin selama 24 jam
(Welschmeyer, 1994), disentrifugasikan dengan kecepatan 4000 rpm selama 10
menit. Pengukuran klorofil-a dilakukan dengan metode trikromatik dengan
menggunakan spektrofotometer UV A1800_Simadzu pada panjang gelombang
630, 647, 664 dan 750 nm (Aminot and Rey, 2001).
Klorofil-a (mg/L) =
Vsxd
xVexxx 63008.064754.166485.11
dengan; ʎ664 = Abs 664 nm – Abs 750 nm
ʎ647 = Abs 647 nm – Abs 750 nm
ʎ630 = Abs 630 nm – Abs 750 nm
Ve = Volume ekstrak aceton (mL)
Vs = Volume sampel air yang disaring (L)
d = Lebar diameter kuvet
2. Fitoplankton
Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan dengan menggunakan
plankton net berukuran 25 µm dan 55 µm yang dilakukan secara horizontal
dengan menyesuaikan kedalaman.
Volume air tersaring dihitung dengan menggunakan flowmeter. Sebelum
pengambilan sampel, angka pembacaan awal flowmeter, dan pembacaan
18
flowmeter setelah pengambilan sampel, sesuai dengan persamaan Arinardi
(1997) dibawah ini:
V = R x a x p
dimana; V = Volume air tersaring (m3)
R = Jumlah rotasi baling-baling flowmeter
a = Luas mulut jaring
p = Panjang kolom air (m) yang ditempuh untuk satu
rotasi.
Contoh plankton tersebut kemudian dikumpulkan pada botol sampel,
diawetkan dengan larutan lugol (1%), dan dibawa ke laboratorium untuk dihitung
pencacahan dan identifikasi plankton dengan bantuan mikroskop yang dilakukan
di Laboratorium Kualitas Lingkungan Laut, Puslitbang LP3K Unhas, dengan
menggunakan mikroskop. Identifikasi dilakukan sesuai Wickstead (1965), Yamaji
(1976) dan Taylor (1994). Pencacahan dilakukan dengan Sedgwick-Rafter
Counting Cell (APHA 1986) atas fraksi sampel, yaitu :
K = p
nx
Vsx
Vo
Vrx
Op
Oi 1
dengan; K = Kelimpahan fitoplankton (ind/L)
Oi = Luas gelas penutup (mm2)
Op = Luas satu lapang pandang (mm2)
Vr = Volume air sampel yang tersaring (mL)
Vo = Volume air sampel di bawah gelas penutup (mL)
Vs = Volume air disaring (L)
n = Jumlah sel yang tercacah (sel)
p = Jumlah lapang pandang yang teramati.
19
D. Analisis Data
1. Mengetahui perbedaan kelimpahan fitoplankton menggunakan plankton net
ukuran 25 µm dan 55 µm dengan klorofil-a. Analisis yang digunakan adalah one
way-anova.
2. Mengetahui hubungan kelimpahan fitoplankton menggunakan plankton net
ukuran 25 µm dan 55 µm dengan klorofil-a. Analisis yang digunakan adalah
regresi linier sederhana.
Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dengan menggunakan Ms.
Excel dan Grapher 7, serta hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS 16.
dan fitoplankton pada tiap lokasi menggunakan plankton net ukuran 25 µm dan
55 µm dengan menggunakan one way-anova.
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Pangkep (Pangkajene Kepulauan) terletak antara 1100 BT dan 40
4’ LS sampai dengan 80 00’ LS atau terletak di pantai barat Sulawesi Selatan.
Kabupaten Pangkep terdiri dari 12 kecamatan yaitu 9 kecamatan daratan dan 3
kecamatan kepulauan dengan luas wilayah 1.112,29 km2 dan berjarak 51 km dari
kota Makassar.
Kabupaten Pangkep memiliki 97 desa, 48% (46 desa) saja diantaranya
merupakan daerah pantai, 8% (8 desa) lereng/bukit dan 44% (43 desa) adalah
daratan. Adapun batas-batas administrasinya sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kab. Barru
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kab. Maros
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kab. Bone
Sebelah Barat : Berbatasan dengan pulau Kalimantan, Pulau Jawa dan
Madura, Pulau Nusa Tenggara, Pulau Bali.
Jumlah penduduk Kab. Pangkep adalah sebanyak 279.887 jiwa.
Sebagaimana lazimnya pada wilayah-wilayah kepulauan di seluruh Indonesia,
sektor perikanan dan kelautan merupakan sektor yang paling menonjol.
21
B. Kondisi Oseanografi Perairan
Hasil pengukuran parameter oseanografi perairan disajikan pada Tabel 1.
Penjelasan tentang berbagai parameter oseanografi yang terukur diuraikan pada
sub bab selanjutnya.
Tabel 1. Nilai rentang dan nilai rata-rata (±standar deviasi) dari parameter oseanografi
perairan pesisir dan laut di lokasi penelitian Kab. Pangkep
Lokasi
Suhu (0C) Salinitas
(ppt)
pH
Oksigen Terlarut (mg/L)
Kecerahan
(m) Pulau Saugi
31,3 – 31,7 31,56 ± 0,23
29 – 29,6 29,26 ±
0,30
7,71 – 7,9 7,78 ± 0,10
6,47 – 7,39 6,84 ± 0,48
1,5 – 3,5 2,33 ± 1,04
Slope 31 – 32,2 31,6 ± 0,6
30 – 31 30,3 ± 0,57
7,33 – 7,64 7,51 ± 0,16
7,9 – 8,23 8,11 ± 0,18
5 – 5,2 5,06 ± 0,11
Muara sungai
Pangkep
29,6 – 34,6 31,6 ± 0,9
2,3 – 22,7 12 ± 8,53
6,87 – 7,78 7,44 ± 0,31
5,07 – 5,76 5,37 ± 0,19
0,5 – 1 0,72 ± 0,26
1. Suhu
Berdasarkan hasil pengukuran, suhu di perairan pesisir dan laut Kab.
Pangkep menunjukkan kisaran antara 31,3°C – 34,6°C dengan kisaran (nilai
rata-rata±standar deviasi) sebesar 31,3°C – 31,7°C (31,56 °C ± 0,23°C) di
perairan pulau Saugi, 31°C – 32,2°C (31,6°C ± 0,6°C) di sekitar slope, dan
29,6°C – 34,6°C (31,6°C ± 0,9) di muara sungai Pangkep dapat dilihat pada
(Gambar 7).
22
Gambar 7. Nilai suhu di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa konsentrasi suhu tertinggi
ditemukan pada muara sungai Pangkep, sementara itu terendah berada di
sekitar slope. Pada penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Riny
(2005) di perairan Kab. Pangkep, suhu yang tercatat berkisar antara 29°C –
33°C. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Lukman et al. (2014), di
sekitar muara sungai Pangkep pada musim peralihan, suhu yang tercatat adalah
berkisar antara 28,8°C – 32,4°C. Secara horisontal, suhu teridentifikasi semakin
menurun dari muara sungai ke arah laut pada estuari Pangkep (Nasir et al.,
2015).
Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan batas
bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya. Misalnya fitoplankton akan tumbuh
dengan baik pada kisaran suhu berturut-turut 300C-350C (Haslam, 1995). Hal ini
masih bersesuaian dengan pertumbuhan fitoplankton di perairan pesir dan laut
Kab. Pangkep.
Suhu dapat mempengaruhi laju fotosintesis di perairan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu
berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesis.
n=3 n=3 n=9
23
Tingginya suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesis (Pmax), sedangkan
pengaruh secara tidak langsung yakni dapat merubah struktur hidrologi kolom
perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik. et al,
1997). Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi
terhadap suatu kisaran suhu tertentu.
2. Salinitas
Salinitas yang terukur di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep
menunjukkan kisaran antara 2,3 ppt – 31 ppt dengan kisaran (nilai rata-
rata±standar deviasi) sebesar 29 ppt – 29,6 ppt, (29,26 ppt ± 0,30 ppt) di perairan
pulau Saugi, 30 ppt – 31 ppt (30,3 ppt ± 0,57 ppt) di sekitar slope, dan 2,3 ppt –
22,7 ppt (12 ppt ± 8,53 ppt) di muara sungai Pangkep dapat dilihat pada (Gambar
8).
Gambar 8. Nilai salinitas di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa konsentrasi salinitas tertinggi
tercatat berada pada daerah slope, sedangkan terendah berada di muara sungai
Pangkep. Pada penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Riny (2005) di
perairan Kab. Pangkep, salinitas yang tercatat berkisar antara 11 ppt – 35 ppt.
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Lukman et al. (2014), pada
n=3 n=3
n=9
24
perairan yang sama melaporkan bahwa di sekitar muara sungai Pangkep pada
musim peralihan, salinitas yang tercatat adalah berkisar 0,41 ppt – 32,2 ppt.
Pada umumnya nilai salinitas wilayah laut Indonesia berkisar antara 28-33
ppt (Nontji, 2002). Hal ini bersesuaian dengan nilai salinitas yang terukur di
perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep. Tinggi rendahnya salinitas kemungkinan
disebabkan karena adanya pengaruh dari daratan. Menurut Aziz (2007),
distribusi salinitas dari muara hingga ke laut lepas menunjukkan kecenderungan
salinitas yang terus bertambah. Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh
daratan dan intrusi air tawar dari sungai menuju laut.
Salinitas merupakan salah satu parameter perairan yang berpengaruh pada
fitoplankton. Variasi salinitas mempengaruhi laju fotosintesis, terutama di daerah
estuaria khususnya pada fitoplankton yang hanya bisa bertahan pada batas-
batas salinitas yang kecil (stenohalin) (Kaswadji et al.,1993). Salinitas yang baik
untuk pertumbuhan fitoplankton adalah berkisar 10-40 ‰ (Raymond, 1980).
Selanjutnya Sachlan (1972), menyatakan pada salinitas 0-10 ‰ hidup plankton
air tawar, pada salinitas 10-20 ‰ hidup plankton air tawar dan air laut,
sedangkan pada salinitas yang lebih besar dari 20 ‰ hidup plankton air laut.
3. pH (Derajat Keasaman)
Nilai pH perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep menunjukkan kisaran antara
6,87 – 7,9 dengan kisaran (nilai rata-rata±standar deviasi) sebesar 7,71 – 7,9,
(7,78 ± 0,10) di perairan pulau Saugi, 7,33 – 7,64 (7,51 ± 0,16) di sekitar slope,
6,87 – 7,78 (7,44 ± 0,31) di muara sungai Pangkep dapat dilihat pada (Gambar
9).
25
Gambar 9. Nilai pH di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi pH tertinggi
berada di perairan pulau Saugi, sedangkan pH terendah berada di muara sungai
Pangkep. Pada penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Riny (2005) di
perairan Kab. Pangkep, pH yang tercatat berkisar antara 7 – 7,35. Perbandingan
nilai dari penelitian sejenis di sekitar lokasi tersebut di muara sungai Pangkep
pada penelitian Lukman et al. (2014), pada musim peralihan (7,19 – 7,73). Dari
hasil pengukuran tersebut memperlihatkan bahwa nilai pH semakin tinggi kearah
laut. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Kusumaningtyas et al. (2014),
bahwa nilai pH ditemukan semakin meningkat ke arah laut lepas. Tinggi
rendahnya pH dapat dipengaruhi oleh sedikit banyaknya bahan organik dari darat
yang dibawa melalui aliran sungai.
Nilai pH sangat menentukan dominansi fitoplankton. KEPMENLH (2004),
yang menyatakan kondisi derajat keasaman optimal untuk kehidupan fitoplankton
adalah 7- 8,5. Dengan demikian, kondisi pH yang didapatkan masih cukup sesuai
dengan kehidupan fitoplankton.
n=3
n=3 n=9
26
4. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)
Oksigen terlarut yang terukur perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep
menunjukkan kisaran antara 5,07 mg/L – 8,23 mg/L dengan kisaran (nilai rata-
rata±standar deviasi) sebesar 6,47 mg/L – 7,39 mg/L (6,84 mg/L ± 0,48 mg/L) di
perairan pulau Saugi, 7,9 mg/L – 8,23 mg/L (8,11 mg/L ± 0,18 mg/L) di sekitar
slope, 5,07 mg/L – 5,76 mg/L (5,37 mg/L ± 0,19 mg/L) di muara sungai Pangkep
dapat dilihat pada (Gambar 10).
Gambar 10. Nilai Oksigen Terlarut di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi oksigen terlarut
tertinggi berada di daerah slope, sedangkan oksigen terlarut terendah berada di
muara sungai Pangkep. Perbandingan nilai dari penelitian sejenis di sekitar
lokasi tersebut di perairan Pangkep pada penelitian Riny (2005) (3,4 mg/L – 7,2
mg/L). Hasil yang didapatkan menunjukkan adanya perbedaan oksigen terlarut
yang lebih tinggi di perairan pulau dibanding dengan muara sungai. Kelarutan
oksigen 2 mg/L sudah cukup untuk mendukung kehidupan fitoplankton selama
perairan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang bersifat toksik (Effendi,
2003). Menurut KEPMNLH (2004), kisaran kandungan oksigen terlarut normal
sesuai dengan baku mutu kualitas air untuk biota laut yaitu >5 mg/L.
n=3
n=3
n=9
27
5. Kecerahan
Kecerahan perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep yang terukur
menunjukkan kisaran antara 0,5 m – 5,2 m dengan dengan kisaran (nilai rata-
rata±standar deviasi) sebesar 1,5 m – 3,5 m (2,33 m ± 1,04 m) di perairan pulau
Saugi, 5 m – 5,2 m (5,06 m ± 0,11 m) di sekitar slope, 0,5 m – 1 m (0,72 m ± 0,26
m) di muara sungai Pangkep dapat dilihat pada (Gambar 11).
Gambar 11. Nilai kecerahan di perairan pesisir dan laut Kab. Pangkep
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi kecerahan
tertinggi berada di daerah slope, sedangkan kecerahan terendah berada di
muara sungai Pangkep. Pada penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh
Riny (2005) di perairan Kab. Pangkep, kecerahan yang tercatat berkisar antara
0,3 m – 1 m. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Lukman et al.
(2014), pada musim peralihan (1 – 85,9 %). Perbedaan kecerahan dari muara
hingga laut lepas mengalami peningkatan, hal ini kemungkinan disebabkan
karena perbedaan kuantitas buangan limbah di lingkungan lokasi penelitian.
Menurut Handayani et al. (2001), rendahnya kecerahan disebabkan karena
adanya kegiatan antropogenik, seperti limbah langsung yang dibuang ke badan
n=3
n=3
n=9
28
air karena lokasi muara masih padat penduduk hal ini menyebabkan kekeruhan
dan menjadi kecerahan yang rendah.
29
C. Kelimpahan Fitoplankton dan Konsentrasi Klorofil-a
1. Kelimpahan Fitoplankton (25 µM dan 55 µM)
Hasil pengukuran konsentrasi nilai kelimpahan fitoplankton (ukuran
plankton net 25 µM) menunjukkan kisaran 1981 ind/L – 9891 ind/L dengan
kisaran sebesar 1981 ind/L – 1984 ind/L (1982 ind/L ± 1) di perairan pulau
Saugi, 7884 ind/L – 7986 ind/L (7931 ind/L ± 52) di sekitar slope, 7693 ind/L –
9891 ind/L (8304 ind/L ± 666) di muara sungai Pangkep dapat dilihat pada (Tabel
2 dan Gambar 12).
Sedangkan hasil pengukuran konsentrasi nilai kelimpahan fitoplankton 55
µm menunjukkan kisaran menunjukkan kisaran 1655 ind/L – 8554 ind/L dengan
kisaran sebesar 1655 ind/L – 1836 ind/L (1721 ind/L ± 100) di perairan pulau
Saugi, 7391 ind/L – 7758 ind/L (7601 ind/L ± 189) di sekitar slope, 6300 ind/L –
8554 ind/L (7448 ind/L ± 696) di muara sungai Pangkep dapat dilihat pada (Tabel
2 dan Gambar 12).
Pada Tabel 2 terlihat bahwa nilai terendah kelimpahan fitoplankton
didapatkan di perairan pulau Saugi dan tertinggi di muara sungai Pangkep baik
untuk plankton net ukuran 25 µM maupun 55 µM. Kelimpahan fitoplankton lebih
banyak ditemukan pada lapisan permukaan yang berada dekat dengan daratan
dimana semakin menuju laut maka kandungan klorofil-a semakin rendah karena
daratan banyak memberi masukan nutien kedalam perairan. Hal ini
menyebabkan suburnya perairan yang akhirnya akan bermanfaat bagi
fitoplankton untuk melakukan aktivitas fotosintesis. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Riley dan Skirrow (1975), bahwa proses geofisik sangat
mempengaruhi masuknya nutrien dari darat melalui aliran sungai yang
menyebabkan bervariasinya kandungan nutrien.
30
Tabel 2. Nilai rentang dan nilai rata-rata (±standar deviasi) dari klorofil-a dan fitoplankton perairan pesisir dan laut di lokasi penelitian Kab. Pangkep
Lokasi
Nilai Klorofil-a (µg/L) Kelimpahan Fitoplankton
(ind/L)
25 µM 55 µM 25 µM 55 µM
Pulau
Saugi
0,0012 – 0,0026
0,0018 ± 0,0007
0,0011 – 0,0020
0,0016 ± 0,0004
1981 – 1984
1982 ± 1
1655 – 1836
1721 ± 100
Slope
0,0458 – 0,0483
0,0472 ± 0,0013
0,0459 – 0,0500
0,0478 ± 0,0021
7884 – 7986
7931 ± 52
7391 – 7758
7601 ± 189
Muara sungai
Pangkep
0,1403 – 0,2670
0,2005 ± 0,0334
0,0942 – 0,2154
0,1416 ± 0,0371
7693 – 9891
8304 ± 666
6300 – 8554
7448 ± 696
Hasil uji analisis ragam menunjukkan bahwa nilai kelimpahan fitoplankton
berdasarkan ukuran plankton net adalah berbeda nyata (P=0,00) (Lampiran 1).
Berdasarkan uji lanjut dengan LSD, ukuran plankton net 25 µM memperlihatkan
hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan 55 µM. Alasan yang dapat
diberikan adalah bahwa ukuran plankton net 25 µM memungkinkan jumlah
fitoplankton lebih banyak tersaring jika dibandingkan dengan 55 µM.
Gambar 12. Kelimpahan Fitoplankton di tiap lokasi (25 µM dan 55 µM)
n=3
n=3 n=9
n=3
n=3 n=9
31
Dari perbandingan kedua ukuran plankton net, ukuran 25 µM
memperlihatkan nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan ukuran 55 µM.
Berdasarkan hasil pencacahan itu, pengukuran kelimpahan fitoplankton
sebaiknya menggunakan plankton net ukuran 25 µM, baik untuk perairan muara
sungai maupun untuk wilayah laut (Tabel 2).
2. Dominansi Komposisi Jenis (25 µM dan 55 µM)
Jenis fitoplankton yang ditemukan di perairan pesisir dan laut Kab.
Pangkep terdiri dari 7 genus yang termasuk dalam dua klas, yaitu
Bacillariophyceae/Diatom (5 genus) dan Dynophyceae/Dinoflagellata (2 genus).
Fitoplankton yang dapat dijumpai di semua lokasi penelitian adalah
Coscinodiscus, Chaetoceros, Rhizosolenia, Bacteriastrum, dan Biddulphia yang
merupakan kelompok dari diatom. Nitzchia, Ceratium, dan Dinophysis
merupakan kelompok dari dinoflagelat.
Gambar 13. Kelimpahan Fitoplankton di tiap Lokasi (25 µM)
32
Gambar 14. Kelimpahan Fitoplankton di tiap Lokasi (55 µM)
Nilai indeks dominansi berkisar antara 0 - 1. Semakin mendekati satu,
maka semakin tinggi tingkat dominansi spesies tertentu, sebaliknya bila nilai
mendekati nol berarti tidak ada jenis yang mendominansi (Odum,1993). Pada
plankton net ukuran 55 µM (Gambar 14) tidak ada genus yang mendominasi.
Berbeda pada plankton net ukuran 25 µM (Gambar 13) didapatkan diatom jenis
Chaetoceros mendominasi di muara sungai Pangkep. Seperti penelitian yang
telah dilakukan oleh Nasir (2015) dan Nurfadilah (2016) di lokasi yang sama,
jenis Chaetoceros mendominasi di lokasi tersebut.
Menurut Nontji (2008), ukuran diatom cukup beragam, dari yang kecil
berukuran sekitar 5 µm sampai yang relatif besar sampai sekitar 2 mm dan jenis
dinoflagelata berukuran 5-200 µm. Beberapa contoh fitoplankton yang masuk
dalam kategori <25 µM yaitu fitoplankton diatom yang termasuk dalam kelas
Bacillariophyceae seperti Melosira, Paralia, Thalassiosira, Skeletonema,
33
Leptocylindricus. Untuk jenis fitoplankton dinoflagelat yaitu Chromulina.
Nybakken (1992), mengemukakan bahwa fitoplankton yang berukuran besar
biasanya tertangkap oleh plankton net yang ukurannya besar.
3. Konsentrasi Klorofil-a
Hasil pengukuran konsentrasi klorofil-a (ukuran plankton net 25 µM)
menunjukkan kisaran 0,0012 µg/L – 0,2670 µg/L (0,0913 µg/L ± 0,0939 µg/L)
dengan kisaran sebesar 0,0012 µg/L – 0,0026 µg/L (0,0018 µg/L ± 0,0007 µg/L)
di perairan pulau Saugi, 0,0458 µg/L – 0,0483 µg/L (0,0472 µg/L ± 0,0013 µg/L)
di sekitar slope, 0,1403 µg/L – 0,2670 µg/L (0,2005 µg/L ± 0,0334 µg/L) di muara
sungai Pangkep dapat dilihat pada (Tabel 2 dan Gambar 15).
Sedangkan hasil pengukuran konsentrasi klorofil-a plankton net 55 µM
menunjukkan kisaran 0,0011 µg/L – 0,2154 µg/L (0,0948 µg/L ± 0,0673 µg/L)
dengan kisaran sebesar 0,0011 µg/L – 0,0020 µg/L (0,0016 µg/L ± 0,0004 µg/L)
di perairan pulau Saugi, 0,0459 µg/L – 0,0500 µg/L (0,0478 µg/L ± 0,0021 µg/L)
di sekitar slope, 0,0942 µg/L – 0,2154 µg/L (0,1416 µg/L ± 0,0371 µg/L) di muara
sungai Pangkep dapat dilihat pada (Tabel 2 dan Gambar 15).
Gambar 15. Konsentrasi Klorofil-a di tiap Lokasi (25 µM dan 55 µM)
n=3
n=3
n=3
n=3
n=3
n=9
34
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat konsentrasi klorofil-a 25 µM
dan 55 µM nilai yang didapatkan tidak terlalu jauh berbeda dan tertinggi
ditemukan di muara sungai Pangkep, sedangkan terendah di perairan pulau
Saugi. Alasan mengapa hal itu terjadi, sama seperti yang telah dijelaskan pada
penjelasan sebelumnya di bagian hubungan kelimpahan Fitoplankton.
35
D. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Klorofil-a
1. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton (25 µM) dengan Klorofil-a
Hubungan kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a menunjukkan
hubungan yang kuat berdasarkan uji regresi (Lampiran 2). Hubungan tersebut
menunjukkan kelimpahan fitoplankton mempengaruhi konsentrasi klorofil-a.
Hubungan yang kuat antara kelimpahan fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a
juga diperoleh disekitar perairan ini oleh Nurfadillah (2016). Berdasarkan
kekuatan hubungan, pada perairan pulau Saugi menunjukkan R2= 0,840, pada
daerah sekitar slope menunjukkan R2=0,892, dan pada muara sungai Pangkep
menunjukkan R2=0,539 (Gambar 16). Nilai korelasi berkisar antara 0 - 1. Nilai
>0,5 – 0,75 korelasi kuat, >0,75 – 0,99 korelasi sangat kuat (Sarwono, 2006).
Gambar 16. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Klorofil-a (ukuran 25 µM)
Secara umum wilayah laut (Pulau saugi dan slope) memiliki hubungan
kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a yang kuat, hal ini kemungkinan
disebabkan karena di laut memiliki kecerahan tinggi sehingga fitoplankton dapat
lebih optimal melakukan proses fotosintesis. Walau nilai kelimpahan fitoplankton
dengan klorofil-a pada Pulau saugi dan slope lebih rendah jika dibandingkan
dengan Muara sungai, namun kemampuan fitoplankton untuk melakukan proses
36
fotosintesis dapat lebih optimal pada wilayah laut sehingga memungkinkan
pertambahan kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a lebih sejalan.
Cahaya merupakan faktor terutama dan terpenting dalam pertumbuhan
fitoplankton, terutama dalam kelancaran proses fotosintesis. Kesempurnaan
proses ini tergantung besar kecilnya intensitas cahaya yang masuk ke dalam
perairan. Sedangkan besar kecilnya intensitas cahaya yang masuk ke air
dipengaruhi kecerahan maupun kekeruhan perairan itu sendiri (Aryawati, 2007).
Menurut Handayani (2001), rendahnya kecerahan disebabkan karena adanya
kegiatan antropogenik, seperti limbah langsung yang dibuang ke badan air
karena lokasi muara masih padat penduduk hal ini menyebabkan kekeruhan dan
menjadi kecerahan yang rendah.
2. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton (55 µM) dengan Klorofil-a
Pada Gambar 17 menunjukkan bahwa keterkaitan antara kelimpahan
fitoplankton dengan klorofil-a menunjukkan hubungan yang kuat berdasarkan uji
regresi (Lampiran 2). Hubungan tersebut menunjukkan kelimpahan fitoplankton
mempengaruhi konsentrasi klorofil-a. Hal yang sama ditemukan oleh Febriyati et
al., (2012), bahwa kandungan klorofil pada perairan laut memiliki keterkaitan
dengan kelimpahan fitoplankton.
Berdasarkan kekuatan hubungan, pada perairan pulau Saugi
menunjukkan R2= 0,872, pada daerah sekitar slope menunjukkan R2=0,832, dan
pada muara sungai Pangkep menunjukkan R2=0,775 (Gambar 17).
Secara umum wilayah laut (Pulau saugi dan slope) memiliki hubungan
kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a yang kuat. Alasan mengapa hal itu
terjadi, sama seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan sebelumnya di
bagian hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan klorofil-a untuk ukuran
plankton net 25 µM.
37
Gambar 17. Hubungan Kelimpahan Fitoplankton dengan Klorofil-a (ukuran 55 µM)
38
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan di
perairan pesisir dan laut Kabupaten Pangkajene Kepulauan adalah sebagai
berikut :
1. Kelimpahan fitoplankton untuk ukuran plankton net 25 µM lebih tinggi jika
dibandingkan dengan 55 µM pada semua stasiun.
2. Pada plankton net ukuran 25 µM didapatkan diatom jenis Chaetoceros
mendominasi di muara sungai Pangkep. Berbeda pada plankton net ukuran
55 µM tidak ada genus yang mendominasi.
3. Hubungan kelimpahan fitoplankton (plankton net ukuran 25 µM dan 55 µM)
dengan klorofil-a berdasarkan analisis regresi linier menunjukkan hubungan
yang kuat.
4. Secara umum wilayah laut (perairan Pulau Saugi dan sekitar slope)
memperlihatkan hubungan yang kuat (R2) dibanding dengan muara sungai,
hal ini kemungkinan disebabkan karena di laut memiliki kecerahan tinggi
sehingga fitoplankton dapat lebih optimal melakukan proses fotosintesis.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka disarankan sebaiknya
ada penelitian lanjutan mengenai hubungan sebaran kelimpahan fitoplankton
dengan konsentrasi klorofil-a di perairan pesisir dan laut di Kabupaten
Pangkajene Kepulauan berdasarkan waktu yaitu pagi, siang, dan malam.
Sebaiknya dalam pencacahan fitoplankton menggunakan ukuran plankton net 25
µM di perairan pesisir dan laut.
39
DAFTAR PUSTAKA
Aminot, A, Rey, F., 2006. Standard procedure for the determination of chloropyll a by spectroscopic methods. International Council for the Exploration of the Sea, Denmark.
Amri, K. dan Nababan, B. 2009. Karakteristik Suhu Permukaan Laut, Konsentrasi Klorofil-a dan Anomali Tinggi Permukaan Laut Perairan Kalimantan Selatan dan Kaitannya Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Pelagis. Jurnal Kelautan Nasional 4 (3): 150-172.
Apdus. 2010. Analisis Kualitas Air Situ Bungur Ciputat Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Fitoplankton. Jakarta: Skripsi Departemen Biologi UIN Syarif Hidayatullah.
(APHA) American Public Health Asoociation. 1985. Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water Including Bottom Sediment and Sludges. 12th ed. New York: Amer. Publ. Health Association Inc.
Arifin, R. 2009. Distribusi Spasial dan Temporal Biomassa Fitoplankton (Klorofil-a) dan Keterkaitannya dengan Kesuburan Perairan Estuari Sungai Brantas, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Arinardi, O.H. 1997. Status Pengetahuan Plankton di Indonesia. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 30: 63-95.
Aryawati, R. 2007. Kelimpahan dan Sebaran Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Aryawati, R dan H Thoha. 2011. Hubungan Kandungan Klorofil-a Dan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Berau Kalimantan Timur. Maspari Journal 02 (2011) 89-94.
Aziz, M. F. 2007. Tipe Estuari Binuangeun (Banten) Berdasarkan Distribusi Suhu dan Salinitas Perairan. Jurnal Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI. Vol, 33 : 97-110, ISSN 0125-9830.
Bachtiar, E. 2013. Penelusuran Sumber Daya Hayati Laut (Alga) sebagai Biotarget Industri. [Makalah]. Jatinangor: Universitas Padjadjaran Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Jatinangor.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Febrianti, A., T. Efrizal, dan A. Zulfikar. 2013. Kajian Kondisi Ikan Selar (Selaroides leptolepis) Berdasarkan Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi di Laut Natuna yang Didaratkan di Tempat Pendaratan Ikan
40
Pelantar Kud Tanjungpinang. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Febriyati, A. Riris, dan Hartoni. 2012. Kandungan Klorofil-a Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal 2013, 5 (1), 34-39.
Handayani, S.T., Suharto, B. Marsoedi. 2001. Penentuan Status Kualitas Perairan Sungai Brantas Dengan Biomonitoring Makrozoobentos : Tinjauan dari Pencemaran Bahan Organik. Biosain, Vol. 1 No. 1.
Haslam, S. M. 1995. Biological Indicators of Freshwater Pollution and Enviromental Management. London: Elsevier Applied Science Publisher.
Hatta, M. 2002. Hubungan Antara Klorofil-a dan Ikan Pelagis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kaswadji, R.F, Widjaja dan Y. Wardianto. 1993. Produktifitas Primer dan Laju
Pertumbuhan Fitoplankton di Perairan Pantai Bekasi. Jurnal Ilmu-Ilmu
Perairan dan Perikanan Indonesia.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004. Tentang Baku Mutu Air Laut. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Kusumaningtyas, M.A, R. Bramawanto, A. Daulat, W.S. Pranowo. 2014. Kualitas Perairan Natuna Pada Musim Transisi. Jurnal Depik, Volume 3 No 1: 10-20. ISSN 2089-7790.
Lukman, Sulastri, D.S. Said, T. Tarigan, dan T. Widiyanto. 2006. Prosiding Seminar Nasional Limnologi 2006 “Pengelolaan Sumberdaya Perairan Darat secara Terpadu di Indonesia. Pusat Penelitian Limnologi-LIPI. Bogor.
Lukman, M., A. Nasir., K. Amri., R. Tambaru., M. Hatta., Nurfadilah, R.J. Noer. 2014. Silikat Terlarut di Perairan Pesisir Sulawesi Selatan. Jurnal. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Makassar. Vol. 6 No. 2.
Nasir, A. 2015. Transport Material Daratan: Studi Rezim Nutrien dan Eutrofikasi di Perairan Spermonde Sulawesi Selatan, Indonesia. Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Nasir, A., M. Lukman., A. Tuwo., dan Nurfadilah. 2015. Rasio Nutrien Terhadap Komunitas Diatom-Dinoflagellata di Perairan Spermonde. Jurnal. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. Makassar. Vol. 7 No. 2.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Nontji, A., 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta: 59-67.
41
Nontji, A. 2006. Tiada Kehidupan di Bumi Tanpa Keberadaan Plankton. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Pusat Penelitian Oseanografi. Jakarta.
Nontji, A. 2008. Plankton Lautan. Jakarta: LIPI Press.
Nurafni, T. 2002. Sebaran Horizontal Klorofil-A Fitoplankton Di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Bogor.
Nurfadilah. 2016. Penilaian Komperensif Kondisi Eutrofikasi dengan Pendekatan Gejala Primer dan Sekunder di Perairan Muara Sungai Pangkep. Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemaahkan oleh H. M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. PT Gramedia. Jakarta.
Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Tj. Samigan. [Penerjemah]; Srigandono [Editor]. Terjemahan dari: Fundamental of Ecology. Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Rafii, A. 2004. Hubungan Karakteristik Fisika-Kimiawi Perairan terhadap Sebaran Fitoplankton dan Klorofil-a di Teluk Jobokuto Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Raymond, J.E.G 1980. Plankton and Productivity in the Ocean. Pergamon Press. Oxford.
Riley, J. P. dan G. Skirrow, 1975. Chemical Oceanography. Vol. 2, 2nd Edition. Academic Press. New York.
Riny. 2005. Distribusi Klorofil-a dan Kelimpahan Fitoplankton Kaitannya dengan Faktor Lingkungan di Perairan Pantai Kabupaten Pangkep. Skripsi. Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Romimohtarto, K., dan Juwana, S. 2004. Biologi Laut; Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.
Sachlan, M. 1972. Planktonlogi. Correspondensi Course Center. Jakarta.
Sarwono, J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.Yogyakarta:Graha Ilmu.
Sukoharjo, S. 2012. Variabilitas Konsentrasi Klorofil-a di Perairan Selat Makassar : Pendekatan Wavelet. Jurnal Segara. Volume 8 Nomor 2 Desember 2012.
Taylor, F.J.R. 1994. Reference Manual Taxonomic Identification of Phytoplankton with Reference to HAB Organisms. ASEAN-Canada Cooperative Programme on Marine Science Workshop on the Taxonomy of
42
Phytoplankton and Harmful Algal Bloom –Organisms. Hosted by LIPI, Jakarta. 568 pp.
Tambaru, R., A. Enan, M. Ismudi, dan D. Ario. 2010. Penentuan Parameter paling Dominan berpengaruh terhadap Pertumbuhan Populasi Fitoplankton pada Musim Kemarau di Perairan Pesisir Maros Sulawesi Selatan. Prosiding Simposium Nasional Pengelolaan Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil ISBN : 978-979-19034-4-8.
Thoha, H. 2007. Kelimpahan Plankton di Ekosistem Perairan Teluk Gilimanuk.
Taman Nasional, Bali Barat. Jurnal Makara Sains 11 (1): 44-48.
Tomascik, T., A.J. Mar, A. Nontji, dan M.K. Moosa. 1997. The Ecology of Indonesian Seas. Vol. VIII Part Two. Periplus Edition (HK) Ltd, Singapore.
Welschmeyer, N.A. 1994. Fluorometic Analysis of Chloropyll a in the Presence of Chloropyll b and Pheopigments. Limnol. Oceanogr. 39 (8). 1985-1992.
Wickstead, J.H. 1965. An Introduction to Study of Tropical Plankton. Hutchinson Tropical Monographs. London. 160 pp.
Wijaya. 2009. Struktur Komunitas Fitoplankton sebagai Bioindikator Kualitas Perairan Danau Rawapening Kabupaten Semarang Jawa Tengah. Bandung: Laboratorium Ekologi dan Biosistematika FMIPA Undip, Hal 55-61.
Yamaji, I.E. 1976. Illustration of the Marine Plankton of Japan. Hoikusha, Osaka. Japan. 618 pp.
Zulhaniarta D., Fauziyah, S. Ida. Aryawati R. 2014. Sebaran Konsentrasi Klorofil-a terhadap Nutrien di Muara Sungai Banyuasin Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal. 7 (1): 9-20.
43
LAMPIRAN
1. Foto Pengambilan Sampel di Lapangan
Angka pembacaan awal flowmeter Pengambilan sampel fitoplankton
Pengambilan sampel klorofil-a menggunakan botol niskin
44
2. Foto Analisis di Laboratorium
Air sampel disaring dengan bantuan pompa hisap (vacuum pump)
Pengukuran klorofil-a menggunakan spektrofotometer
45
Identifikasi plankton menggunakan mikroskop
46
Lampiran 1. Hasil uji analisis ragam nilai Kelimpahan Fitoplankton dan Konsentrasi Klorofil-a pada setiap lokasi plankton net ukuran 25 µM
47
Lampiran 1 (lanjutan). Hasil uji analisis ragam nilai Kelimpahan Fitoplankton dan Konsentrasi Klorofil-a pada setiap lokasi
plankton net ukuran 55 µM
48
Lampiran 2. Hasil analisis regresi antara kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a (25 µM)
49
Lampiran 2 (lanjutan) Hasil analisis regresi antara kelimpahan fitoplankton dengan klorofil-a (55 µM)
50
Lampiran 3. Uji Normalitas (25 µM)
51
Lampiran 3 (lanjutan) Uji Normalitas (55 µM)
52
Lampiran 4. Kelimpahan Fitoplankton (ind/L) (25 µM) dan (55 µM)
Lokasi Kelimpahan Fitoplankton (ind/L) 55 mikron
SG 1 1836
SG 2 1672
SG 3 1655
SL 1 7391
SL 2 7758
SL 3 7655
P 1.1 8554
P 1.2 8004
P 1.3 7976
P 2.1 7622
P 2.2 7179
P 2.3 7599
P 3.2 6300
P 3.2 6805
P 3.3 6995
min 1655
max 8554
rata-rata 6333
sdev 2446.5641
Lokasi Kelimpahan Fitoplankton (ind/L) 25 mikron
SG 1 1984
SG 2 1983
SG 3 1981
SL 1 7986
SL 2 7884
SL 3 7922
P 1.1 9891
P 1.2 8667
P 1.3 8295
P 2.1 7693
P 2.2 8147
P 2.3 8237
P 3.2 7736
P 3.2 8155
P 3.3 7914
min 1981
max 9891
rata2 6965
stdev 2631.7674
53
Lampiran 5. Nilai klorofil-a (mg/L) (25 µM) dan (55 µM)
Lokasi Nilai Klorofil-a (mg/L) 55 mikron
SG 1 0.0020
SG 2 0.0015
SG 3 0.0011
SL 1 0.0459
SL 2 0.0500
SL 3 0.0473
P 1.1 0.2154
P 1.2 0.1760
P 1.3 0.1514
P 2.1 0.1210
P 2.2 0.1380
P 2.3 0.1498
P 3.1 0.1098
P 3.2 0.0942
P 3.3 0.1185
min 0.0011
max 0.215
rata-rata 0.095
sdev 0.0673
Lokasi Nilai Klorofil-a (mg/L) 25 mikron
SG 1 0.0026
SG 2 0.0017
SG 3 0.0012
SL 1 0.0483
SL 2 0.0458
SL 3 0.0475
P 1.1 0.2670
P 1.2 0.2034
P 1.3 0.1883
P 2.1 0.2182
P 2.2 0.1899
P 2.3 0.1864
P 3.1 0.1403
P 3.2 0.2092
P 3.3 0.2024
min 0.0012
max 0.2670
rata2 0.1301
stdev 0.0939