118
1 Hukum Kepailitan

Hukum Kepailitan - lecturedatabase.files.wordpress.com · Kewenangan mengadili perkara pailit adalah Pengadilan Negeri ... Verzet (perlawanan) terhadap sita jaminan. 14 Hukum Acara

  • Upload
    vuhuong

  • View
    250

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

1

Hukum Kepailitan

2

Hukum Kepailitan Romawi dan Yunani

Perlindungan terhadap kreditor lebih dominan

Pribadi Debitor secara fisik bertanggungjawab (Gijzeling)

Kreditor dapat menyita jenazah Debitor

Kreditor dapat menjual Debitor sebagai budak

Kreditor memberikan waktu 60 hari sebelum menjual Debitor

Adagium “Missio in Bona” diperkenalkan

(Harta kekayaan debitor dapat dijual sebagai pelunasan utang)

Asas Umum Utang diperkenalkan

(Setiap utang harus selalu dapat ditagih oleh Kreditor dan harus di lunasi oleh Debitor)

Pengawasan utang oleh Hakim

Asas ‘Pari paso pro rata parte’ diperkenalkan

3

Hukum Kepailitan Perancis

Ketentuan Pidana mulai di terapkan terhadap debitor

yang ingkar janji

Ordonannce du Commerce (Peraturan Dagang) 1673

Bab khusus Des failites et Banqueroutes

Diperkenalkan perbedaan kreditor preferen dan

kreditor konkuren

Code de Commerce 1807 menbatasi kepailitan hanya

untuk para pedagang

Debitor dengan itikad jahat dapat dikenakan pidana

4

Hukum Kepailitan Inggris

The Statute of bankruptcy 1570

Mengatur ketentuan terhadap debitor yang berbuat curang

(defaruding atau hindering)

Hanya berlaku untuk para pedagang

Lord Chancellor membentuk komisi penyitaan harta

(wise, honest & discreet)

Komisi berwenang untuk memenjarakan debitor

Prinsip Pillory (potong kuping) diberlakukan

Insolvency Act 1986 di sahkan oleh parlemen

5

Hukum Kepailitan Amerika Serikat

The Bankruptcy Act 1800 disahkan pemerintah Federal

Prinsip Voluntary Bankruptcy diperkenalkan dalam Bankruptcy Act 1841

Bankruptcy Act 1898 disahkan, prinsip Liquidasi perusahaan di masukkan dalam ketentuan

Bankruptcy Code 1979 disahkan kongres, Prinsip Reorganisasi perusahaan diperkenalkan (Chapter

11)

Perusahaan KA, Asuransi dan Bank dikecualikan

Badan hukum Municipal (kota praja/pemda) dapat dibangkrutkan

Prinsip Fresh Start di terapkan terhadap Debitor yang beritikad baik

6

Hukum Kepailitan Belanda

Awalnya menggunakan Code do Commerce Perancis

Kepailitan pedagang diatur dalam WvK (Hukum

Dagang)

Kepailitan bukan pedagang diatur dalam WvBR

Faillisementwet 1893 diterbitkan

Perubahan Fv 1925 memperkenalkan prinsip PKPU

Prinsip Perdamaian paksa di muat dalam Fv 1925

7

Krisis Moneter

Pra Krisis Moneter 1998

Hanya 20 perkara yang diajukan ke PN

Perkara diajukan oleh Debitur sendiri

Pasca Krisis Moneter 1998

Banyak pihak tidak tahu bahwa Indonesia memiliki aturan

tentang kepailitan

Tidak percaya dengan lembaga peradilan

8

Desakan IMF

Mengatasi masalah hutang yang telah jatuh tempo

Proses Peradilan yang terlalu lama

Membuat Undang Undang Kepailitan Baru

Membentuk pengadlian niaga

Membentuk Hakim Khusus dan Hakim Ad hoc

9

Undang Undang Kepailitan Lama

Staatsblad 1905 -217 jo Staatsblad 1906 – 348

jarang digunakan

Kewenangan mengadili perkara pailit adalah

Pengadilan Negeri

Prosedur permohonan seperti perkara biasa

Hukum Acara : HIR

10

UU No 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan

Perpu No. 1 Tahun 1998

Merubah Ketentuan

Pasal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15(2), 18(1), dst…..

Menghapus Ketentuan

Pasal 14A, 45, dst….

Menambah Ketentuan Baru

Pasal 56A, dst…..

11

UU 37 2004 tentang Kepailitan

Definsi Utang, kreditor, debitor diperjelas

Definisi pailit

Jangka waktu proses pailit yang lebih singkat

Perusahaan asuransi menjadi pengecualian

Harus menggunakan Advokat

dll

12

Kelemahan

Undang Undang Kepailitan

13

Multi interpretasi

Pengertian Utang

Jumlah Minimum Utang

Pengertian Kreditor

Utang yang telah jatuh tempo

Verzet (perlawanan) terhadap sita jaminan

14

Hukum Acara

Hukum Acara yang belum jelas

Pengadilan Niaga berwenang menangani,

memeriksa, memutuskan perkara lain

Putusan Pengadilan Niaga : tanpa alat paksa

Debitor dan Kreditor

dalam Kepailitan

Hukum Kepailitan

Syarat Kepailitan

16

Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar

lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,

dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang …, baik atas

permohonannya sendiri, maupun atas permohonan seorang atau lebih

kreditornya (Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU)

Setiap Kreditor yang tidak mampu membayar utangnya yang berada dalam

keadaan berhenti membayar kembali hutang tersebut, baik atas

permintaannya sendiri mupun atas permintaan seorang kreditor atau

beberapa orang kreditornya, dapat diadakan putusan oleh Hakim yang

menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit. (Pasal

1 Ayat (1) Fv)

Concursus Creditorium

17

Debitor harus mempunyai dua kreditor atau

lebih

Rasio kepailitan adalah Pembagian Harta

Satu kreditor, yang berlaku Prinsip 1131

KUHPerdata

Landmark Decision (Jumlah Kreditor &

Solven)

18

Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Nomor 10/Pailit/2000/PN.NIAGA.JKT.PST

Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor

021K/N/2002

Pengertian Debitor dan Kreditor

19

BW tidak memberikan definisi tentang Debitor dan Kreditor

Undang Undang kepailitan 1998 tidak memberikan definisi tentang Kreditor dan Debitor

Istilah :

Debitor adalah pihak yang memiliki utang terhadap Kreditor dan;

Kreditor adalah pihak yang memiliki piutang terhadap Debitor

UU Nomor 37 Tahun 2004 memberikan definisi tentang Debitor dan Kreditor dan Utang

Kreditor Menurut Penjelasan Pasal 2

Ayat (1)

20

Kreditor adalah Kreditor Konkuren, Kreditor

Separatis, dan Kreditor Preferen

Putusan Kasasi MA Nomor 07/K/1999 menolak

kreditor separatis yang tidak melepaskan hak

separatisnya

Putusan Kasasi MA Nomor 015/K/1999 menolak

Kantor pajak untuk dikategorikan sebagai kreditor

karena kedudukan hak istimewanya

Penafisiran Sempit

21

Debitor adalah pihak yang memiliki utang yang timbul semata mata dari perjanjian utang piutang

Kreditor adalah pihak yang memiliki tagihan atau hak tagih berupa pembayaran sejumlah uang yang hak tersebut timbul semata mata dari perjanjian utang piutang

Penafsiran Luas

22

Debitor adalah pihak yang memiliki kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul dari kewajiban tersebut dapat terjadi karena sebab apapun baik karena perjanjian utang piutang atau karena perjanjian lain maupun yang timbul karena undang undang

Kreditor adalah pihak yang memiliki tagihan atau hak tagih berupa pembayaran sejumlah uang yang hak tersebut timbul baik karena perjanjian apapun maupun karena undang undang

Undang Undang Kepailitan No. 37 2004

23

Debitor adalah orang yang mempunyai utang

karena perjanjian atau undang undang yang

dapat ditagih dimuka pengadilan

Kreditor adalah orang yang mempunyai

piutang karena perjanjian atau undang undang

yang dapat ditagih dimuka pengadilan

Jenis Jenis Debitor dan Kreditor

24

Indonesia hanya mengenal satu Debitor dan Kreditor namun dalam pengajuan permohonan pailit dibedakan antara :

- Debitor bukan bank dan Bukan perusahaan efek

- Debitor bank

- Debitor perusahaan efek

Debitor Perusahaan Asuransi, Reasuransi, Dana pensiun, BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik

Amerika dan beberapa negara Common Law System memisahkan jenis jenis Debitor menjadi 2 yaitu :

1. Debitor perorangan (Bankruptcy)

2. Debitor Korporasi (Insolvency)

Yurisdiksi Pengadilan

25

Keputusan pengadilan niaga wilayah hukum Debitor

Wilayah hukum kedudukan terakhir debitor

(khusus debitor yang meninggalkan wilayah RI)

Tempat kedudukan firma yang berstatus debitor

Kantor pusat Debitor khusus debitor yang tidak

berkedudukan di indonesia

Debitor badan hukum sesuai dengan Anggaran Dasar

badan hukum tersebut.

Permohonan Kepailitan

26

Permohonan Kepailitan oleh Debitor sendiri Permohonan Kepailitan oleh Salah satu atau lebih

dari Kreditor Permohonan Kepailitan oleh Kejaksaan untuk

kepentingan umum Permohonan Kepailitan oleh Bank Indonesia

apabila Debitornya adalah Bank Permohonan Kepailitan oleh Bapepam apabila

Debitornya adalah perusahaan efek Permohonan Kepailitan oleh Menteri Keuangan

apabila Debitornya adalah perusahaan Asuransi, BUMN

Permohonan Pailit oleh Debitor

27

Debitor dapat mengajukan Kepailitan sendiri

(Voluntary Petition)

Syarat syarat Permohonan;

Mempunyai 2 atau lebih Kreditor

Tidak membayar utang yang telah jatuh tempo

dan telah dapat ditagih

Harus disetujui oleh Kreditor Mayoritas (pendapat

STR)

Permohonan Pailit oleh Kreditor

28

Syarat :

Salah satu Kreditor memiliki piutang

Debitor tidak membayar salah satu utang yang telah jatuh tempo dan telah dapat ditagih

Harus disetujui oleh Kreditor Mayoritas (pendapat SRS)

Dalam kredit Sindikasi hanya Loan Syndication yang berhak mengajukan permohonan pailit. (pendapat SRS)

Permohonan Kepailitan oleh

Kejaksaan untuk kepentingan umum

29

Pengertian kepentian umum yang sangat bias

Penafsiran Kepentingan umum

Kepres No.55 Tahun 1993 tentang pengadaan tanah

Kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat

UU no. 5 Tahun 1986

Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat bersama dan atau kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku

UU No Tahun 2000 tentang Kejaksaan

Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas

Permohonan Kepailitan oleh Bank

Indonesia

30

Hanya Bank Indonesia yang boleh mengajukan

permohonan pailit suatu Bank

Permohonan Kepailitan oleh Menteri Keuangan

• Hanya Menteri Keuangan yang bolehmengajukan permohonan pailit perusahaanasuransi

Permohonan Kepailitan oleh

Bapepam

31

Permohonan pernyataan pailit suatu perusahaan

efek hanya boleh dilakukan oleh Bapepam.

Perusahaan efek

Penjamin emisi

Perantara Pedagang efek

Manajer Investasi

UU No.30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan APS

32

Pasal 11

(1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak

para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau

beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke

Pengadilan Negeri.

(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur

tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah

ditetapkan melalui arbitase,

UU Nomor 37 Tahun 2004

33

Pasal 303

Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan

menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari

para pihak yang terkait perjanjian yang memuat

klausula Arbitrase, sepanjang utang yang telah

memenuhi ketentuan dalam pasal 2 ayat 1.

Kewenangan Arbitrse

34

Sengeketa Ada tidaknya utang

Arbitrase harus menetapkan terlebih dahulu.

Besarnya utang Debitor

Kewenangan Pengadilan Niaga• Menerima Permohonan Pailit

• Membuktikan pasal 2 ayat 1 UUK & PKPU

• Besarnya utang Debitor Debitor pailit

PENGADILAN NIAGA

Teddy Anggoro

Yurisdiksi

Perkara Kepailitan tidak mengenal upaya banding.

Upaya hukum bagi pihak yang tidak puas adalah Kasasi

Lingkupnya meliputi Perkara Kepailitan dan HKI

Idealnya memasukkan juga perkara perniagaan lainnnya, seperti, Perkara Persaingan Usaha, dan Perlindungan Konsumen

Arbitrase vs Pengadilan Niaga

Dalam perkara PT Putra Putri Fortuna Windu vsPT Environmental Network Indonesia,Mahkamah Agung dalam: Kasasi memutuskan, berdasarkan Pasal 615 dan 616

RV yang menjadi kewenangan Arbitrase adalahperselisihan mengenai hak-hak yang dapat dikuasaisecara bebas oleh pihak, yang artinya tidak adaperaturan perundang-undangan yang telah mengaturhak tersebut

PK memutuskan, Kewenangan absolut arbitrasesebagai extra judicial tidak dapat mengesampingkankewenangan khusus pengadilan niaga (extraordinary)

Hukum Acara

Pasal 229 ayat (1) menyebutkan “Kecualiditentukan lain dengan undang-undang,Hukum Acara Perdata berlaku pula terhadapPengadilan Niaga”

Maksudnya, apabila Undang-UndangKepailitan bersifat diam atau tidak mengaturmengenai hal-hal tertentu yang menyangkutacara pengajuan permohonan pernyataan pailit,maka yang harus dirujuk adalah HIR.

Didaftarkan

pada tanggal

permohonan

didaftarkan

Perubahan

diajukan

melalui

Panitera

2 hari setelah

pendaftaran

permohonan

disampaikan

kepada Ketua

Pengadilan

Niaga

3 hari

setelah

pendaftaran

Panitera

menentukan

hari sidang

Alur Pemeriksaan Perkara

20 hari

setelah

pendaftaran ,

sidang

pertama

harus digelar

60 hari

setelah

tanggal

pendaftaran

putusan atas

permohonan

pailit harus

sudah

dibacakan

Salinan putusan

harus dikirim

kepada para

pihak max 3 hari

setelah putusan

Kasasi Max 8

hari setelah

putusan

Sifat Memudahkan

Pembuktian Sederhana

Putusan tingkat pertama bersifat serta-merta

(uitvoerbaar bij vooraad)

Pembuktian Sederhana

Pasal 8 ayat (1), menyebutkan “Permohonan pailitharus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaanyang terbukti secara sederhana bahwa pasal 2 ayat (1)telah terpenuhi”

Penjelasan Pasal 8 ayat (1), menyebutkan “Yangdimaksud dengan fakta atau keadaan yang terbuktisecara sederhana adalaj adanya dua atau lebih kreditoratau fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidakdibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah hutangyang didalilkan oleh pemohon dan termohon tidakmenghalangi dijatuhkannya putusan.”

Pembuktian Sederhana

Putusan Mahkamah Agung RI No.

32K/N/1999 dalam perkara kepailitan antara

PT Bank Internasional Indonesia vs Abu

Hermanto, Wahyu Budiono dan PT. Surya

Andalas Corporation

Apabila pembuktian tidak sederhana, maka

pokok sengketa harus dibuktikan di Pengadilan

Negeri.

Uitvoerbaar bij Vooraad

Putusan Pengadilan Niaga memiliki daya

“Serta-Merta”, artinya sekalipun putusan

belum mempunyai kekuatan hukum tetap

(inkracht) putusan tersebut telah seketika dapat

dieksekusi oleh kurator sekalipun diajukan

upaya hukum kasasi atau PK

Dasar Hukum

Pasal 8 ayat (7) menyebutkan, “Putusan ataspermohonan pernyataan pailit … harus diucapkandalam sidang terbuka untuk umum dan dapatdilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadapputusan tersebut diajukan upaya hukum.”

Pasal 16 ayat (1) menyebutkan, “Kuratorberwenang melaksanakan tugas pengurusan danatau pemberesan atas harta pailit, meskipunterhadap putusan tersebut diajukan kasasi ataupeninjauan kembali”

Uitvoerbaar bij Vooraad

Jika Mahkamah Agung membatalkan Putusan

Pengadilan Niaga, maka berdasarkan Pasal 16

ayat (2), Segala perbuatan kurator sebelum

atau pada tanggal kurator menerima

pemberitahuan tentang putusan pembatalan,

adalah tetap sah dan mengikat bagi debitur.

Kewajiban Kurator setelah

Putusan

Maksimal 5 hari setelah tanggal putusan

Kurator Wajib mengumumkan Ikhtisar

Putusan dalam Berita Negara dan paling

sedikit 2 surat kabar harian yang ditetapkan

oleh hakim pengawas

47

Hukum Kepailitan

Fakultas Hukum

Universitas Indonesia

48

Hukum Kepailitan Romawi dan Yunani

Perlindungan terhadap kreditor lebih dominan

Pribadi Debitor secara fisik bertanggungjawab (Gijzeling)

Kreditor dapat menyita jenazah Debitor

Kreditor dapat menjual Debitor sebagai budak

Kreditor memberikan waktu 60 hari sebelum menjual Debitor

Adagium “Missio in Bona” diperkenalkan

(Harta kekayaan debitor dapat dijual sebagai pelunasan utang)

Asas Umum Utang diperkenalkan

(Setiap utang harus selalu dapat ditagih oleh Kreditor dan harus di lunasi oleh Debitor)

Pengawasan utang oleh Hakim

Asas ‘Pari paso pro rata parte’ diperkenalkan

49

Hukum Kepailitan Perancis

Ketentuan Pidana mulai di terapkan terhadap debitor

yang ingkar janji

Ordonannce du Commerce (Peraturan Dagang) 1673

Bab khusus Des failites et Banqueroutes

Diperkenalkan perbedaan kreditor preferen dan

kreditor konkuren

Code de Commerce 1807 menbatasi kepailitan hanya

untuk para pedagang

Debitor dengan itikad jahat dapat dikenakan pidana

50

Hukum Kepailitan Inggris

The Statute of bankruptcy 1570

Mengatur ketentuan terhadap debitor yang berbuat curang

(defaruding atau hindering)

Hanya berlaku untuk para pedagang

Lord Chancellor membentuk komisi penyitaan harta

(wise, honest & discreet)

Komisi berwenang untuk memenjarakan debitor

Prinsip Pillory dan potong kuping diberlakukan

Insolvency Act 1986 di sahkan oleh parlemen

51

Hukum Kepailitan Amerika Serikat

The Bankruptcy Act 1800 disahkan pemerintah Federal

Prinsip Voluntary Bankruptcy diperkenalkan dalam Bankruptcy Act 1841

Bankruptcy Act 1898 disahkan, prinsip Liquidasi perusahaan di masukkan dalam ketentuan

Bankruptcy Code 1979 disahkan kongres, Prinsip Reorganisasi perusahaan diperkenalkan (Chapter

11)

Perusahaan KA, Asuransi dan Bank dikecualikan

Badan hukum Municipal (kota praja/pemda) dapat dibangkrutkan

Prinsip Fresh Start di terapkan terhadap Debitor yang beritikad baik

52

Hukum Kepailitan Belanda

Awalnya menggunakan Code do Commerce Perancis

Kepailitan pedagang diatur dalam WvK (Hukum

Dagang)

Kepailitan bukan pedagang diatur dalam WvBR

Faillisementwet 1893 diterbitkan

Perubahan Fv 1925 memperkenalkan prinsip PKPU

Prinsip Perdamaian paksa di muat dalam Fv 1925

53

Krisis Moneter

Pra Krisis Moneter 1998

Hanya 20 perkara yang diajukan ke PN

Perkara diajukan oleh Debitur sendiri

Pasca Krisis Moneter 1998

Banyak pihak tidak tahu bahwa Indonesia memiliki aturan

tentang kepailitan

Tidak percaya dengan lembaga peradilan

54

Desakan IMF

Mengatasi masalah hutang yang telah jatuh tempo

Proses Peradilan yang terlalu lama

Membuat Undang Undang Kepailitan Baru

Membentuk Pengadlian Niaga

Membentuk Hakim Khusus dan Hakim Ad hoc

55

Undang Undang Kepailitan Lama

Staatsblad 1905 -217 jo Staatsblad 1906 – 348

jarang digunakan

Kewenangan mengadili perkara pailit adalah

Pengadilan Negeri

Prosedur permohonan seperti perkara biasa

Hukum Acara : HIR

56

UU No 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan

Perpu No. 1 Tahun 1998

Merubah Ketentuan

Pasal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15(2), 18(1), dst…..

Menghapus Ketentuan

Pasal 14A, 45, dst….

Menambah Ketentuan Baru

Pasal 56A, dst…..

57

Kelemahan

Undang Undang Kepailitan 1998

58

Multi interpretasi

Expresis Verbis

Pengertian Utang

Jumlah Minimum Utang

Pengertian Kreditor

Utang yang telah jatuh tempo

Verzet (perlawanan) terhadap sita jaminan

59

Hukum Acara

Hukum Acara yang belum jelas

Pengadilan Niaga berwenang menangani,

memeriksa, memutuskan perkara lain

Putusan Pengadilan Niaga : tanpa alat paksa

60

UU 37 2004 tentang Kepailitan

Definsi Utang, kreditor, debitor diperjelas

Definisi pailit

Jangka waktu proses pailit yang lebih singkat

Perusahaan asuransi menjadi pengecualian

Harus menggunakan Advokat

dll

Tanggung Jawab Direksi

dalam Kepailitan

Teddy Anggoro

KONSEPSI PERSEROAN

TERBATAS

Artificial Person;

Legal Entity;

Separate Legal Personality;

Limited Liability.

Artificial Person

Lord Shaw of Dunfermline’s dalam perkara

Daimler Co. Ltd. V. Continental Tire &

Ruber Co. (G.B.) Ltd [1916] 2 A.C. 307.

menyatakan bahwa badan usaha mandiri

dengan tanggung jawab terbatas sebagai “It is

a creation of law convenient for the purposes

of management, of holding of property, of the

association of individuals in business

transaction …”

Legal Entity

Yang membedakan antara orang pribadi danbadan hukum, menurut Buckley L.J. Daimler Co. Ltd. V. Continental.. adalah " The artificial legal person called the corporation has no physical existence. It exists only in contemplation of law. It has neither body, parts, nor passions. It cannot wear weapons nor serve in wars. It can be neither loyal nor disloyal. It can-not compass treason. It can be neither friend nor enemy. Apart from its corporators it can have neither thoughts, wishes, nor intentions, for it has no mind other than the minds of the corporators. "

Separate Legal Personality

Ross Grantham, dalam hasil penelitiannya The Limited Liability of Company Director, The University of Queensland, TC Beirne School of Law, Legal Studies Research Paper Series, Research Paper No. 07-03, 2007, menyatakan“Corporate personality entails that the company is recognised for the purposes of the law as a right and duty bearing entry that is distinct from those natural persons who benefit from the company’s business or through whom, …”

Limited Liability

Pettet, dalam tulisannya dalam Limited Liability, Gower’s Principles of Modern Company Law 7th

Ed. Menyatakan, “meaning of limited liability in company law is that by virtue of statute a shareholder is not liable to contribute to the assets of the company on a winding up beyond the amount remaining unpaid on his or her shares.”

United Kingdom, dalam Section 74 The Insolvency Act 1986, Limited liability diartikansebagai “Immunity of shareholders for the company’s debt incurred while it is going concern.”

Ross Grantham dalam penelitiannya The

Limited Liability of Company Director…

bahwa prinsip limited liability adalah “speaks

expressly to shareholders,” sedangkan prinsip

separate legal personality adalah memberikan

secara tidak langsung perlindungan bagi

Direksi dan juga perlindungan atas investasi

dari pemegang saham dalam bisnis korporasi.

Grantham.

Pasal 92 Ayat (1)

Direksi menjalankan pengurusan Perseroan

untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan

maksud dan tujuan Perseroan

Pasal 97

1. Direksi bertanggung jawab atas pengurusanPerseroan sebagaimana dimaksud dalamPasal92 ayat (1).

2. Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat(I), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksidengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

3. Setiap anggota Direksi bertanggung jawabpenuh secara pribadi atas kerugian Perseroanapabila yang bersangkutan bersalah atau lalaimenjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuansebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 1041. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan scndiri kepada

pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangiketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan PenundaanKewajiban Pembayaran Utang

2. Dalam ha1 kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan ataukelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroandalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut,

3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksiyang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5(lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan,

4. Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksudpada ayat (2) apabila dapat membuktikan:1. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untukkepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakanpengurusan yang dilakukan; dan

4. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dariPerseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.

Bagaimana Menarik Tanggung

Jawab Direksi

?

Direksi dan Perseroan Terbatas

Direksi Organ Tubuh; GENERAL Meeting sebagai

Otak, oleh karena itu seolah-olah Direksi adalah

Personifikasi PT.

2 (dua) Konsep Direksi:

Trustee Doctrine

Agency Doctrine

Agency Doctrine, sejalan dengan Financial Theory.

John R. Boatright mengatakan, “The most important

right of shareholder are elect the board of director”

Tanggung Jawab Direksi

Berdasarkan Waktu

Sebelum (PT Evergreen Printing Glass vs. Willem Sihartoe

Hoetahoeroek)

Setelah (PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja vs. Setiarko”Graha

Gapura” dan KRT Rubianto Argonandi“PT Rencong Aceh Semen”

Berdasarkan Fiduciary Duty( Delaware Supreme Court Decision)

Duty of Loyalty, Re Emerging Comunication Inc. Shareholder

Litigation. 3 dari 7 dihukum. Inside Director: Prosser, Inside Director

and Company Counsel: John Raynor dan Outside Director Salvatore

Mouio.

Duty of Care, Smith vs Van Gorkom (Trade Union Corporation Case,

Marmon Group) Kesepuluh Direktur dihukum mengganti kerugian US

$ 23.5 Million

Fiduciary Duty

Steven C. Peck, dalam artikrlnya berjudul The Confidence and

Trust That Encompasses the Fiduciary Relationship, California

Business Lawyer, 28 Desember 2009, menyatakan “A fiduciary is

someone who has undertaken to act for and on behalf of another in

a particular matter in circumstances which give rise to a

relationship of trust and confidence… A fiduciary is

expected to be extremely loyal to the person to whom he owes the

duty (the "principal"): he must not put his personal interests before

the duty, and must not profit from his position as a fiduciary,

unless the principal consents."

.

Fiduciary Duty

Robert Brown Jr. Dalam artikel Disloyalty

Without Limit: Independent Directors and the

Elemination of the Duty of Loyalty, Kentucky

Law Journal, Vo. 95, 2006, mengatakan

“absolute require of existing

fiduciary relation and fiduciary duty

is a fairness.”

Fiduciary Duty

Fiduciary duties of loyalty and good faith Duty of loyalty, “the decision makers within the

company should act in the interest of the company, and not in their own interest” (Bernard S. Black)

Duty of Good Faith, “… that directors must act in good faith in what they believe to be the best interest of the company” (Paul L. Davies)

Fiduciary duties of Skill and Care Diligently (Rajin)

Carefully (Hati-hati)

Skillfully (Terampil)Standart of Conduct

Fiduciary duties of loyalty and good

faith

1. Directors must act bona fide, in what they

believe to be in the best interest of the

company, (Lord Greene dalamSmith v.

Fawcett Ltd [1942] 1 A11 ER. 542, Lipton,

“They (board of directors) must exercise

their discretion bonafide in what they

consider to be in the interest of the

company, and not for any collateral

purposes.”

Fiduciary duties of loyalty and good

faith

2. Directors must exercise their powers for the

purpose for which they were conferred and

not for an extraneous purpose (Direksi

diharapkan dapat bertindak adil dalam memberikan

manfaat yang optimum bagi korporasi dengan

menjalankan tujuan dari korporasi. Direksi tidak

dapat melakukan tindakan di luar dari tujuan

korporasi, walaupun menurut pertimbangannya

tindakan tersebut baik bagi korporasi.)

Fiduciary duties of loyalty and good

faith

3. Directors must not fetter their discretion to

exercise their powers (Direksi tidak boleh

melakukan pembatasan dini untuk bertindak yang

sesuai dengan tujuan dan kepentingan korporasi.

Direksi dalam menjalankan tugasnya harus tetap

bebas dalam mengambil keputusan atau membuat

kebijaksanaan sesuai pertimbangan bisnis dengan

sense of business yang dimilikinya.)

Fiduciary duties of loyalty and good

faith

Directors must not place themselves in

position of conflict of interest without the

consent of the company, Lord Herschell’s dalam

kasus Bray v. Ford[1896] A.C. 44, 50; “it is an

inflexible rule of a court of equity that a person in a

fiduciary position ... is not, unless otherwise expressly

provided, entitled to make a profit; he is not

allowed to put himself in a position where his

interest and duty conflict.”

Fiduciary duties of skill and care

Duty of Skill (Direksi tidak diharapkan tingkat

keahlian kecuali hanya setingkat yang dapat

diharapkan secara wajar dari orang yang sama

pengetahuan dan sama pengalaman

dengannya)

Duty of Care (Direksi harus memiliki

pemahaman yang sama mengenai bagaimana

koeporasi harus dijalankan, sekalipun dalam

keadaan sulit)

Business Judgement Rule

Roger LeRoy dan Gaylod A. Jentz dalam,

Business Law Today: The Essentials, Cengage

Learning, 2007, mengatakan bahwa “A rule

that immunizes corporate management from

liability for action that result in corporate

losses or damages if the action are undertaken

in good faith and are within both the power of

the corporation and the authority of

management to make.”

Business Judgement Rule

Douglas M. Branson, dalam artikelnya The Rule That Isn’t a

Rule- The Business Rule, Valparaiso University Law Review,

Vol. 36, 2002 mengatakan American Legal Institute,

membuat parameter perlindungan bagi direksi dan

keputusannya dari Legal Attack, yaitu:

first, she and her colleagues made a judgement or decision;

second, the decision makers were free from disabling conflict of

interest;

third, they exercised some (not necessarily reasonable) care in

informing themselves about the matter decided; and

fourth, they had rational (not necessarily reasonable) basis for the

decision they made.”

Business Judgement Rule

Business Judgement Rule as standart of

liability

Business Judgement Rule as abstention

doctrine

Business Judgement Rule as standart

of liability,

Delaware Supreme Court, Graham v. Allis-

Chalmers Mfg. Co. 188 A2d 125, 130 (Del.

1963)

Dasar Pemikiran “What a directors to act with

the same amount of care which ordinarily

careful and prudent men would use in similar

circumstance.”

Business Judgement Rule as

abstention doctrine Shlensky v. Wrigley, 273 N.E.2d 776 (III. App. 1968) dengan

argument sebagai berikut: “that the court will not step in and interfere with honest business judgement of the directors unless there is a showing of fraud, illegality or conflict of interest”.

Harlowe’s Nominees Pty Ltd v. Woodside (Lakes Entrance) Oil Co. Oil Co. N.L.121 C.L.R. 483 dengan argumen sebagai berikut:“directors in whom are vested the right and duty of deciding where the company’s interest lie and how they are to be served may be concerned with a wide range of practical considerations and their Judgement if exercised in good faith and not for irrelevant purposes is not open to review by the court”

Philosophy of Bussines Judgement

Rule

Frank H. Easterbrook and Daniel R. Fischel,

dalam bukunya The Economics Structure of

Corporate Law, (Cambridge: Harvard

University Press, 1991) menyatakan “behind

business judgement rule lies recognition that investors wealth would

be lower if managers decision were routinely subjected to strict judicial

review… precisely why investors wealth not be maximized by closed

judicial scrutiny is less clear. The standard justifications are that judges

lack competence in making business decisions and that the fear of personal

liability will cause corporate managers to be more cautious and also result

in fewer talented people being willing to serve as director”

Asas dan Dasar

Hukum Kepailitan

Mata Kuliah Hukum Kepailitan

89

Sumber Hukum Kepailitan di Indonesia

BW secara umum

Khususnya pasal 1131, 1132, 1133 dan 1134

HIR (Peraturan Acara Perdata)

Undang undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Undang Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU

90

Asas UTAMA Undang Undang Kepailitan

Cepat

Proses Kepailitan lebih sering digunakan oleh pelaku usaha, sehingga memerlukan keputusan yang cepat

AdilMelindungi kreditor dan debitor yang beritikad baik serta pihak ketiga yang tergantung dengan usaha debitor

Terbuka

Keadaan insolven suatu badan usaha harus diketahui oleh masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan efek yang negatif dikemudian hari, dan mencegah debitor yang beritikad buruk untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan cara menipu

Efektif

Keputusan Pengadilan harus dapat dieksekusi dengan cepat, baik keputusan penolakan permohonan pailit, keputusan pailit, keputusan perdamian, maupun keputusan PKPU

91

Asas Undang Undang Kepailitan

Mendorong investor untuk ber-investasi

Memberikan perlindungan yang seimbang antara Debitor dengan Kreditor

Pernyataan pailit ‘seharusnya’ berdasarkan persetujuan para Kreditor mayoritas

Permohonan pailit hanya dapat diajukan terhadap Debitor yang insolven

Mengakui hak hak separatis dari Kreditor pemegang jaminan

92

Asas Undang Undang Kepailitan

Pernyataan pailit harus diputus dalam waktu yang tidak berlarut larut

Pengurus perusahaan yang pailit harus bertanggung jawab kecuali dapat membuktikan tidak bersalah

Memungkinkan utang Debitor diupayakan direstrukturisasi sebelum diajukan permohonan pailit

Kriminalisasi terhadap kecurang Debitor

93

Tujuan Hukum Kepailitan (1)

Memberikan forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai penagih terhadap aset seorang Debitor yang tidak cukp nilainya

Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan Debitor di antara para Kreditornya sesuai dengan asas Pari passu

Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para Kreditor

Melindungi Kreditor Konkuren untuk memperoleh hak mereka

94

Tujuan Hukum Kepailitan (2)

Memberikan kesempatan kepada Debitor dan para Kreditor untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang Debitor

Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang buruk sehingga perusahaan mengalami keadaan insolvensi

Memberikan perlindungan kepada Debitor yang beritikad baik dari para Kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang (US)

95

Fungsi Undang Undang Kepailitan (1)

BW : Mengatur tingkat prioritas dan urutan masing masing piutang para Kreditor.

Mengatur tatacara agar seorang Debitor dapat dinyatakan pailit

Mengatur tatacara menentukan kebenaran mengenai adanya suatu piutang seorang Kreditor.

Mengatur tentang sahnya piutang atau tagihan.

Mengatur mengenai jumlah yang pasti dari dari piutang

96

Fungsi Undang Undang Kepailitan (2)

Mengatur tata cara melakukan pencocokan atau verifikasi piutang piutang para Kreditor

Mengatur bagaimana cara membagi hasil penjualan harta kekayaan Debitor untuk pelunasan piutang masing masing Kreditor berdasarkan urutan tingkat prioritasnya

Untuk eksekusi sita umum oleh pengadilan terhadap harta Debitor sebelum pembagian hasil penjualan.

Mengatur upaya perdamaian yang ditempuh oleh Debitor dengan para Kreditor, sebelum pernyataan pailit dan sesudah pernyataan pailit

97

Perlindungan kepentingan kepailitan perseroan

Kepentingan perseroan

Kepentingan pemegang saham minoritas

Kepentingan karyawan perseroan

Kepentingan persaingan usaha yang sehat

Kepentingan masyarakat

98

Kepentingan masyarakat

Pajak yang dibayar Debitor oleh negara

Masyarakat yang memerlukan kesempatan kerja dari Debitor

Masyarakat yang memasok barang dan jasa ke pada Debitor

Masyarakat yang tergantung hidupnya dari pasokan barang dan jasa (konsumen atau pedagang)

Kepailitan Bank Nasabah penyimpan dana

Nasabah yang memperoleh kredit

Debitor dan Kreditor

dalam Kepailitan

Hukum Kepailitan

Syarat Kepailitan

100

Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar

lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,

dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang …, baik atas

permohonannya sendiri, maupun atas permohonan seorang atau lebih

kreditornya (Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU)

Setiap Kreditor yang tidak mampu membayar utangnya yang berada dalam

keadaan berhenti membayar kembali hutang tersebut, baik atas

permintaannya sendiri mupun atas permintaan seorang kreditor atau

beberapa orang kreditornya, dapat diadakan putusan oleh Hakim yang

menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit. (Pasal

1 Ayat (1) Fv)

Concursus Creditorium

101

Debitor harus mempunyai dua kreditor atau

lebih

Rasio kepailitan adalah Pembagian Harta

Satu kreditor, yang berlaku Prinsip 1131

KUHPerdata

Landmark Decision (Jumlah Kreditor &

Solven)

102

Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat

Nomor 10/Pailit/2000/PN.NIAGA.JKT.PST

Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor

021K/N/2002

Pengertian Debitor dan Kreditor

103

BW tidak memberikan definisi tentang Debitor dan Kreditor

Undang Undang kepailitan 1998 tidak memberikan definisi tentang Kreditor dan Debitor

Istilah :

Debitor adalah pihak yang memiliki utang terhadap Kreditor dan;

Kreditor adalah pihak yang memiliki piutang terhadap Debitor

UU Nomor 37 Tahun 2004 memberikan definisi tentang Debitor dan Kreditor dan Utang

Kreditor Menurut Penjelasan Pasal 2

Ayat (1)

104

Kreditor adalah Kreditor Konkuren, Kreditor

Separatis, dan Kreditor Preferen

Putusan Kasasi MA Nomor 07/K/1999 menolak

kreditor separatis yang tidak melepaskan hak

separatisnya

Putusan Kasasi MA Nomor 015/K/1999 menolak

Kantor pajak untuk dikategorikan sebagai kreditor

karena kedudukan hak istimewanya

Penafisiran Sempit

105

Debitor adalah pihak yang memiliki utang yang timbul semata mata dari perjanjian utang piutang

Kreditor adalah pihak yang memiliki tagihan atau hak tagih berupa pembayaran sejumlah uang yang hak tersebut timbul semata mata dari perjanjian utang piutang

Penafsiran Luas

106

Debitor adalah pihak yang memiliki kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul dari kewajiban tersebut dapat terjadi karena sebab apapun baik karena perjanjian utang piutang atau karena perjanjian lain maupun yang timbul karena undang undang

Kreditor adalah pihak yang memiliki tagihan atau hak tagih berupa pembayaran sejumlah uang yang hak tersebut timbul baik karena perjanjian apapun maupun karena undang undang

Undang Undang Kepailitan No. 37 2004

107

Debitor adalah orang yang mempunyai utang

karena perjanjian atau undang undang yang

dapat ditagih dimuka pengadilan

Kreditor adalah orang yang mempunyai

piutang karena perjanjian atau undang undang

yang dapat ditagih dimuka pengadilan

Jenis Jenis Debitor dan Kreditor

108

Indonesia hanya mengenal satu Debitor dan Kreditor namun dalam pengajuan permohonan pailit dibedakan antara :

- Debitor bukan bank dan Bukan perusahaan efek

- Debitor bank

- Debitor perusahaan efek

Debitor Perusahaan Asuransi, Reasuransi, Dana pensiun, BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik

Amerika dan beberapa negara Common Law System memisahkan jenis jenis Debitor menjadi 2 yaitu :

1. Debitor perorangan (Bankruptcy)

2. Debitor Korporasi (Insolvency)

Yurisdiksi Pengadilan

109

Keputusan pengadilan niaga wilayah hukum Debitor

Wilayah hukum kedudukan terakhir debitor

(khusus debitor yang meninggalkan wilayah RI)

Tempat kedudukan firma yang berstatus debitor

Kantor pusat Debitor khusus debitor yang tidak

berkedudukan di indonesia

Debitor badan hukum sesuai dengan Anggaran Dasar

badan hukum tersebut.

Permohonan Kepailitan

110

Permohonan Kepailitan oleh Debitor sendiri Permohonan Kepailitan oleh Salah satu atau lebih

dari Kreditor Permohonan Kepailitan oleh Kejaksaan untuk

kepentingan umum Permohonan Kepailitan oleh Bank Indonesia

apabila Debitornya adalah Bank Permohonan Kepailitan oleh Bapepam apabila

Debitornya adalah perusahaan efek Permohonan Kepailitan oleh Menteri Keuangan

apabila Debitornya adalah perusahaan Asuransi, BUMN

Permohonan Pailit oleh Debitor

111

Debitor dapat mengajukan Kepailitan sendiri

(Voluntary Petition)

Syarat syarat Permohonan;

Mempunyai 2 atau lebih Kreditor

Tidak membayar utang yang telah jatuh tempo

dan telah dapat ditagih

Harus disetujui oleh Kreditor Mayoritas (pendapat

STR)

Permohonan Pailit oleh Kreditor

112

Syarat :

Salah satu Kreditor memiliki piutang

Debitor tidak membayar salah satu utang yang telah jatuh tempo dan telah dapat ditagih

Harus disetujui oleh Kreditor Mayoritas (pendapat SRS)

Dalam kredit Sindikasi hanya Loan Syndication yang berhak mengajukan permohonan pailit. (pendapat SRS)

Permohonan Kepailitan oleh

Kejaksaan untuk kepentingan umum

113

Pengertian kepentian umum yang sangat bias

Penafsiran Kepentingan umum

Kepres No.55 Tahun 1993 tentang pengadaan tanah

Kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat

UU no. 5 Tahun 1986

Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat bersama dan atau kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku

UU No Tahun 2000 tentang Kejaksaan

Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas

Permohonan Kepailitan oleh Bank

Indonesia

114

Hanya Bank Indonesia yang boleh mengajukan

permohonan pailit suatu Bank

Permohonan Kepailitan oleh Menteri Keuangan

• Hanya Menteri Keuangan yang bolehmengajukan permohonan pailit perusahaanasuransi

Permohonan Kepailitan oleh

Bapepam

115

Permohonan pernyataan pailit suatu perusahaan

efek hanya boleh dilakukan oleh Bapepam.

Perusahaan efek

Penjamin emisi

Perantara Pedagang efek

Manajer Investasi

UU No.30 Tahun 1999 Tentang

Arbitrase dan APS

116

Pasal 11

(1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak

para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau

beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke

Pengadilan Negeri.

(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur

tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah

ditetapkan melalui arbitase,

UU Nomor 37 Tahun 2004

117

Pasal 303

Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan

menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari

para pihak yang terkait perjanjian yang memuat

klausula Arbitrase, sepanjang utang yang telah

memenuhi ketentuan dalam pasal 2 ayat 1.

Kewenangan Arbitrse

118

Sengeketa Ada tidaknya utang

Arbitrase harus menetapkan terlebih dahulu.

Besarnya utang Debitor

Kewenangan Pengadilan Niaga• Menerima Permohonan Pailit

• Membuktikan pasal 2 ayat 1 UUK & PKPU

• Besarnya utang Debitor Debitor pailit