Upload
vuhuong
View
250
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
2
Hukum Kepailitan Romawi dan Yunani
Perlindungan terhadap kreditor lebih dominan
Pribadi Debitor secara fisik bertanggungjawab (Gijzeling)
Kreditor dapat menyita jenazah Debitor
Kreditor dapat menjual Debitor sebagai budak
Kreditor memberikan waktu 60 hari sebelum menjual Debitor
Adagium “Missio in Bona” diperkenalkan
(Harta kekayaan debitor dapat dijual sebagai pelunasan utang)
Asas Umum Utang diperkenalkan
(Setiap utang harus selalu dapat ditagih oleh Kreditor dan harus di lunasi oleh Debitor)
Pengawasan utang oleh Hakim
Asas ‘Pari paso pro rata parte’ diperkenalkan
3
Hukum Kepailitan Perancis
Ketentuan Pidana mulai di terapkan terhadap debitor
yang ingkar janji
Ordonannce du Commerce (Peraturan Dagang) 1673
Bab khusus Des failites et Banqueroutes
Diperkenalkan perbedaan kreditor preferen dan
kreditor konkuren
Code de Commerce 1807 menbatasi kepailitan hanya
untuk para pedagang
Debitor dengan itikad jahat dapat dikenakan pidana
4
Hukum Kepailitan Inggris
The Statute of bankruptcy 1570
Mengatur ketentuan terhadap debitor yang berbuat curang
(defaruding atau hindering)
Hanya berlaku untuk para pedagang
Lord Chancellor membentuk komisi penyitaan harta
(wise, honest & discreet)
Komisi berwenang untuk memenjarakan debitor
Prinsip Pillory (potong kuping) diberlakukan
Insolvency Act 1986 di sahkan oleh parlemen
5
Hukum Kepailitan Amerika Serikat
The Bankruptcy Act 1800 disahkan pemerintah Federal
Prinsip Voluntary Bankruptcy diperkenalkan dalam Bankruptcy Act 1841
Bankruptcy Act 1898 disahkan, prinsip Liquidasi perusahaan di masukkan dalam ketentuan
Bankruptcy Code 1979 disahkan kongres, Prinsip Reorganisasi perusahaan diperkenalkan (Chapter
11)
Perusahaan KA, Asuransi dan Bank dikecualikan
Badan hukum Municipal (kota praja/pemda) dapat dibangkrutkan
Prinsip Fresh Start di terapkan terhadap Debitor yang beritikad baik
6
Hukum Kepailitan Belanda
Awalnya menggunakan Code do Commerce Perancis
Kepailitan pedagang diatur dalam WvK (Hukum
Dagang)
Kepailitan bukan pedagang diatur dalam WvBR
Faillisementwet 1893 diterbitkan
Perubahan Fv 1925 memperkenalkan prinsip PKPU
Prinsip Perdamaian paksa di muat dalam Fv 1925
7
Krisis Moneter
Pra Krisis Moneter 1998
Hanya 20 perkara yang diajukan ke PN
Perkara diajukan oleh Debitur sendiri
Pasca Krisis Moneter 1998
Banyak pihak tidak tahu bahwa Indonesia memiliki aturan
tentang kepailitan
Tidak percaya dengan lembaga peradilan
8
Desakan IMF
Mengatasi masalah hutang yang telah jatuh tempo
Proses Peradilan yang terlalu lama
Membuat Undang Undang Kepailitan Baru
Membentuk pengadlian niaga
Membentuk Hakim Khusus dan Hakim Ad hoc
9
Undang Undang Kepailitan Lama
Staatsblad 1905 -217 jo Staatsblad 1906 – 348
jarang digunakan
Kewenangan mengadili perkara pailit adalah
Pengadilan Negeri
Prosedur permohonan seperti perkara biasa
Hukum Acara : HIR
10
UU No 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan
Perpu No. 1 Tahun 1998
Merubah Ketentuan
Pasal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15(2), 18(1), dst…..
Menghapus Ketentuan
Pasal 14A, 45, dst….
Menambah Ketentuan Baru
Pasal 56A, dst…..
11
UU 37 2004 tentang Kepailitan
Definsi Utang, kreditor, debitor diperjelas
Definisi pailit
Jangka waktu proses pailit yang lebih singkat
Perusahaan asuransi menjadi pengecualian
Harus menggunakan Advokat
dll
13
Multi interpretasi
Pengertian Utang
Jumlah Minimum Utang
Pengertian Kreditor
Utang yang telah jatuh tempo
Verzet (perlawanan) terhadap sita jaminan
14
Hukum Acara
Hukum Acara yang belum jelas
Pengadilan Niaga berwenang menangani,
memeriksa, memutuskan perkara lain
Putusan Pengadilan Niaga : tanpa alat paksa
Syarat Kepailitan
16
Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar
lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang …, baik atas
permohonannya sendiri, maupun atas permohonan seorang atau lebih
kreditornya (Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU)
Setiap Kreditor yang tidak mampu membayar utangnya yang berada dalam
keadaan berhenti membayar kembali hutang tersebut, baik atas
permintaannya sendiri mupun atas permintaan seorang kreditor atau
beberapa orang kreditornya, dapat diadakan putusan oleh Hakim yang
menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit. (Pasal
1 Ayat (1) Fv)
Concursus Creditorium
17
Debitor harus mempunyai dua kreditor atau
lebih
Rasio kepailitan adalah Pembagian Harta
Satu kreditor, yang berlaku Prinsip 1131
KUHPerdata
Landmark Decision (Jumlah Kreditor &
Solven)
18
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
Nomor 10/Pailit/2000/PN.NIAGA.JKT.PST
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor
021K/N/2002
Pengertian Debitor dan Kreditor
19
BW tidak memberikan definisi tentang Debitor dan Kreditor
Undang Undang kepailitan 1998 tidak memberikan definisi tentang Kreditor dan Debitor
Istilah :
Debitor adalah pihak yang memiliki utang terhadap Kreditor dan;
Kreditor adalah pihak yang memiliki piutang terhadap Debitor
UU Nomor 37 Tahun 2004 memberikan definisi tentang Debitor dan Kreditor dan Utang
Kreditor Menurut Penjelasan Pasal 2
Ayat (1)
20
Kreditor adalah Kreditor Konkuren, Kreditor
Separatis, dan Kreditor Preferen
Putusan Kasasi MA Nomor 07/K/1999 menolak
kreditor separatis yang tidak melepaskan hak
separatisnya
Putusan Kasasi MA Nomor 015/K/1999 menolak
Kantor pajak untuk dikategorikan sebagai kreditor
karena kedudukan hak istimewanya
Penafisiran Sempit
21
Debitor adalah pihak yang memiliki utang yang timbul semata mata dari perjanjian utang piutang
Kreditor adalah pihak yang memiliki tagihan atau hak tagih berupa pembayaran sejumlah uang yang hak tersebut timbul semata mata dari perjanjian utang piutang
Penafsiran Luas
22
Debitor adalah pihak yang memiliki kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul dari kewajiban tersebut dapat terjadi karena sebab apapun baik karena perjanjian utang piutang atau karena perjanjian lain maupun yang timbul karena undang undang
Kreditor adalah pihak yang memiliki tagihan atau hak tagih berupa pembayaran sejumlah uang yang hak tersebut timbul baik karena perjanjian apapun maupun karena undang undang
Undang Undang Kepailitan No. 37 2004
23
Debitor adalah orang yang mempunyai utang
karena perjanjian atau undang undang yang
dapat ditagih dimuka pengadilan
Kreditor adalah orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau undang undang
yang dapat ditagih dimuka pengadilan
Jenis Jenis Debitor dan Kreditor
24
Indonesia hanya mengenal satu Debitor dan Kreditor namun dalam pengajuan permohonan pailit dibedakan antara :
- Debitor bukan bank dan Bukan perusahaan efek
- Debitor bank
- Debitor perusahaan efek
Debitor Perusahaan Asuransi, Reasuransi, Dana pensiun, BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik
Amerika dan beberapa negara Common Law System memisahkan jenis jenis Debitor menjadi 2 yaitu :
1. Debitor perorangan (Bankruptcy)
2. Debitor Korporasi (Insolvency)
Yurisdiksi Pengadilan
25
Keputusan pengadilan niaga wilayah hukum Debitor
Wilayah hukum kedudukan terakhir debitor
(khusus debitor yang meninggalkan wilayah RI)
Tempat kedudukan firma yang berstatus debitor
Kantor pusat Debitor khusus debitor yang tidak
berkedudukan di indonesia
Debitor badan hukum sesuai dengan Anggaran Dasar
badan hukum tersebut.
Permohonan Kepailitan
26
Permohonan Kepailitan oleh Debitor sendiri Permohonan Kepailitan oleh Salah satu atau lebih
dari Kreditor Permohonan Kepailitan oleh Kejaksaan untuk
kepentingan umum Permohonan Kepailitan oleh Bank Indonesia
apabila Debitornya adalah Bank Permohonan Kepailitan oleh Bapepam apabila
Debitornya adalah perusahaan efek Permohonan Kepailitan oleh Menteri Keuangan
apabila Debitornya adalah perusahaan Asuransi, BUMN
Permohonan Pailit oleh Debitor
27
Debitor dapat mengajukan Kepailitan sendiri
(Voluntary Petition)
Syarat syarat Permohonan;
Mempunyai 2 atau lebih Kreditor
Tidak membayar utang yang telah jatuh tempo
dan telah dapat ditagih
Harus disetujui oleh Kreditor Mayoritas (pendapat
STR)
Permohonan Pailit oleh Kreditor
28
Syarat :
Salah satu Kreditor memiliki piutang
Debitor tidak membayar salah satu utang yang telah jatuh tempo dan telah dapat ditagih
Harus disetujui oleh Kreditor Mayoritas (pendapat SRS)
Dalam kredit Sindikasi hanya Loan Syndication yang berhak mengajukan permohonan pailit. (pendapat SRS)
Permohonan Kepailitan oleh
Kejaksaan untuk kepentingan umum
29
Pengertian kepentian umum yang sangat bias
Penafsiran Kepentingan umum
Kepres No.55 Tahun 1993 tentang pengadaan tanah
Kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat
UU no. 5 Tahun 1986
Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat bersama dan atau kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku
UU No Tahun 2000 tentang Kejaksaan
Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas
Permohonan Kepailitan oleh Bank
Indonesia
30
Hanya Bank Indonesia yang boleh mengajukan
permohonan pailit suatu Bank
Permohonan Kepailitan oleh Menteri Keuangan
• Hanya Menteri Keuangan yang bolehmengajukan permohonan pailit perusahaanasuransi
Permohonan Kepailitan oleh
Bapepam
31
Permohonan pernyataan pailit suatu perusahaan
efek hanya boleh dilakukan oleh Bapepam.
Perusahaan efek
Penjamin emisi
Perantara Pedagang efek
Manajer Investasi
UU No.30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan APS
32
Pasal 11
(1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak
para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau
beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke
Pengadilan Negeri.
(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur
tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah
ditetapkan melalui arbitase,
UU Nomor 37 Tahun 2004
33
Pasal 303
Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan
menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari
para pihak yang terkait perjanjian yang memuat
klausula Arbitrase, sepanjang utang yang telah
memenuhi ketentuan dalam pasal 2 ayat 1.
Kewenangan Arbitrse
34
Sengeketa Ada tidaknya utang
Arbitrase harus menetapkan terlebih dahulu.
Besarnya utang Debitor
Kewenangan Pengadilan Niaga• Menerima Permohonan Pailit
• Membuktikan pasal 2 ayat 1 UUK & PKPU
• Besarnya utang Debitor Debitor pailit
Yurisdiksi
Perkara Kepailitan tidak mengenal upaya banding.
Upaya hukum bagi pihak yang tidak puas adalah Kasasi
Lingkupnya meliputi Perkara Kepailitan dan HKI
Idealnya memasukkan juga perkara perniagaan lainnnya, seperti, Perkara Persaingan Usaha, dan Perlindungan Konsumen
Arbitrase vs Pengadilan Niaga
Dalam perkara PT Putra Putri Fortuna Windu vsPT Environmental Network Indonesia,Mahkamah Agung dalam: Kasasi memutuskan, berdasarkan Pasal 615 dan 616
RV yang menjadi kewenangan Arbitrase adalahperselisihan mengenai hak-hak yang dapat dikuasaisecara bebas oleh pihak, yang artinya tidak adaperaturan perundang-undangan yang telah mengaturhak tersebut
PK memutuskan, Kewenangan absolut arbitrasesebagai extra judicial tidak dapat mengesampingkankewenangan khusus pengadilan niaga (extraordinary)
Hukum Acara
Pasal 229 ayat (1) menyebutkan “Kecualiditentukan lain dengan undang-undang,Hukum Acara Perdata berlaku pula terhadapPengadilan Niaga”
Maksudnya, apabila Undang-UndangKepailitan bersifat diam atau tidak mengaturmengenai hal-hal tertentu yang menyangkutacara pengajuan permohonan pernyataan pailit,maka yang harus dirujuk adalah HIR.
Didaftarkan
pada tanggal
permohonan
didaftarkan
Perubahan
diajukan
melalui
Panitera
2 hari setelah
pendaftaran
permohonan
disampaikan
kepada Ketua
Pengadilan
Niaga
3 hari
setelah
pendaftaran
Panitera
menentukan
hari sidang
Alur Pemeriksaan Perkara
20 hari
setelah
pendaftaran ,
sidang
pertama
harus digelar
60 hari
setelah
tanggal
pendaftaran
putusan atas
permohonan
pailit harus
sudah
dibacakan
Salinan putusan
harus dikirim
kepada para
pihak max 3 hari
setelah putusan
Kasasi Max 8
hari setelah
putusan
Sifat Memudahkan
Pembuktian Sederhana
Putusan tingkat pertama bersifat serta-merta
(uitvoerbaar bij vooraad)
Pembuktian Sederhana
Pasal 8 ayat (1), menyebutkan “Permohonan pailitharus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaanyang terbukti secara sederhana bahwa pasal 2 ayat (1)telah terpenuhi”
Penjelasan Pasal 8 ayat (1), menyebutkan “Yangdimaksud dengan fakta atau keadaan yang terbuktisecara sederhana adalaj adanya dua atau lebih kreditoratau fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidakdibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah hutangyang didalilkan oleh pemohon dan termohon tidakmenghalangi dijatuhkannya putusan.”
Pembuktian Sederhana
Putusan Mahkamah Agung RI No.
32K/N/1999 dalam perkara kepailitan antara
PT Bank Internasional Indonesia vs Abu
Hermanto, Wahyu Budiono dan PT. Surya
Andalas Corporation
Apabila pembuktian tidak sederhana, maka
pokok sengketa harus dibuktikan di Pengadilan
Negeri.
Uitvoerbaar bij Vooraad
Putusan Pengadilan Niaga memiliki daya
“Serta-Merta”, artinya sekalipun putusan
belum mempunyai kekuatan hukum tetap
(inkracht) putusan tersebut telah seketika dapat
dieksekusi oleh kurator sekalipun diajukan
upaya hukum kasasi atau PK
Dasar Hukum
Pasal 8 ayat (7) menyebutkan, “Putusan ataspermohonan pernyataan pailit … harus diucapkandalam sidang terbuka untuk umum dan dapatdilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadapputusan tersebut diajukan upaya hukum.”
Pasal 16 ayat (1) menyebutkan, “Kuratorberwenang melaksanakan tugas pengurusan danatau pemberesan atas harta pailit, meskipunterhadap putusan tersebut diajukan kasasi ataupeninjauan kembali”
Uitvoerbaar bij Vooraad
Jika Mahkamah Agung membatalkan Putusan
Pengadilan Niaga, maka berdasarkan Pasal 16
ayat (2), Segala perbuatan kurator sebelum
atau pada tanggal kurator menerima
pemberitahuan tentang putusan pembatalan,
adalah tetap sah dan mengikat bagi debitur.
Kewajiban Kurator setelah
Putusan
Maksimal 5 hari setelah tanggal putusan
Kurator Wajib mengumumkan Ikhtisar
Putusan dalam Berita Negara dan paling
sedikit 2 surat kabar harian yang ditetapkan
oleh hakim pengawas
48
Hukum Kepailitan Romawi dan Yunani
Perlindungan terhadap kreditor lebih dominan
Pribadi Debitor secara fisik bertanggungjawab (Gijzeling)
Kreditor dapat menyita jenazah Debitor
Kreditor dapat menjual Debitor sebagai budak
Kreditor memberikan waktu 60 hari sebelum menjual Debitor
Adagium “Missio in Bona” diperkenalkan
(Harta kekayaan debitor dapat dijual sebagai pelunasan utang)
Asas Umum Utang diperkenalkan
(Setiap utang harus selalu dapat ditagih oleh Kreditor dan harus di lunasi oleh Debitor)
Pengawasan utang oleh Hakim
Asas ‘Pari paso pro rata parte’ diperkenalkan
49
Hukum Kepailitan Perancis
Ketentuan Pidana mulai di terapkan terhadap debitor
yang ingkar janji
Ordonannce du Commerce (Peraturan Dagang) 1673
Bab khusus Des failites et Banqueroutes
Diperkenalkan perbedaan kreditor preferen dan
kreditor konkuren
Code de Commerce 1807 menbatasi kepailitan hanya
untuk para pedagang
Debitor dengan itikad jahat dapat dikenakan pidana
50
Hukum Kepailitan Inggris
The Statute of bankruptcy 1570
Mengatur ketentuan terhadap debitor yang berbuat curang
(defaruding atau hindering)
Hanya berlaku untuk para pedagang
Lord Chancellor membentuk komisi penyitaan harta
(wise, honest & discreet)
Komisi berwenang untuk memenjarakan debitor
Prinsip Pillory dan potong kuping diberlakukan
Insolvency Act 1986 di sahkan oleh parlemen
51
Hukum Kepailitan Amerika Serikat
The Bankruptcy Act 1800 disahkan pemerintah Federal
Prinsip Voluntary Bankruptcy diperkenalkan dalam Bankruptcy Act 1841
Bankruptcy Act 1898 disahkan, prinsip Liquidasi perusahaan di masukkan dalam ketentuan
Bankruptcy Code 1979 disahkan kongres, Prinsip Reorganisasi perusahaan diperkenalkan (Chapter
11)
Perusahaan KA, Asuransi dan Bank dikecualikan
Badan hukum Municipal (kota praja/pemda) dapat dibangkrutkan
Prinsip Fresh Start di terapkan terhadap Debitor yang beritikad baik
52
Hukum Kepailitan Belanda
Awalnya menggunakan Code do Commerce Perancis
Kepailitan pedagang diatur dalam WvK (Hukum
Dagang)
Kepailitan bukan pedagang diatur dalam WvBR
Faillisementwet 1893 diterbitkan
Perubahan Fv 1925 memperkenalkan prinsip PKPU
Prinsip Perdamaian paksa di muat dalam Fv 1925
53
Krisis Moneter
Pra Krisis Moneter 1998
Hanya 20 perkara yang diajukan ke PN
Perkara diajukan oleh Debitur sendiri
Pasca Krisis Moneter 1998
Banyak pihak tidak tahu bahwa Indonesia memiliki aturan
tentang kepailitan
Tidak percaya dengan lembaga peradilan
54
Desakan IMF
Mengatasi masalah hutang yang telah jatuh tempo
Proses Peradilan yang terlalu lama
Membuat Undang Undang Kepailitan Baru
Membentuk Pengadlian Niaga
Membentuk Hakim Khusus dan Hakim Ad hoc
55
Undang Undang Kepailitan Lama
Staatsblad 1905 -217 jo Staatsblad 1906 – 348
jarang digunakan
Kewenangan mengadili perkara pailit adalah
Pengadilan Negeri
Prosedur permohonan seperti perkara biasa
Hukum Acara : HIR
56
UU No 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan
Perpu No. 1 Tahun 1998
Merubah Ketentuan
Pasal 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15(2), 18(1), dst…..
Menghapus Ketentuan
Pasal 14A, 45, dst….
Menambah Ketentuan Baru
Pasal 56A, dst…..
58
Multi interpretasi
Expresis Verbis
Pengertian Utang
Jumlah Minimum Utang
Pengertian Kreditor
Utang yang telah jatuh tempo
Verzet (perlawanan) terhadap sita jaminan
59
Hukum Acara
Hukum Acara yang belum jelas
Pengadilan Niaga berwenang menangani,
memeriksa, memutuskan perkara lain
Putusan Pengadilan Niaga : tanpa alat paksa
60
UU 37 2004 tentang Kepailitan
Definsi Utang, kreditor, debitor diperjelas
Definisi pailit
Jangka waktu proses pailit yang lebih singkat
Perusahaan asuransi menjadi pengecualian
Harus menggunakan Advokat
dll
KONSEPSI PERSEROAN
TERBATAS
Artificial Person;
Legal Entity;
Separate Legal Personality;
Limited Liability.
Artificial Person
Lord Shaw of Dunfermline’s dalam perkara
Daimler Co. Ltd. V. Continental Tire &
Ruber Co. (G.B.) Ltd [1916] 2 A.C. 307.
menyatakan bahwa badan usaha mandiri
dengan tanggung jawab terbatas sebagai “It is
a creation of law convenient for the purposes
of management, of holding of property, of the
association of individuals in business
transaction …”
Legal Entity
Yang membedakan antara orang pribadi danbadan hukum, menurut Buckley L.J. Daimler Co. Ltd. V. Continental.. adalah " The artificial legal person called the corporation has no physical existence. It exists only in contemplation of law. It has neither body, parts, nor passions. It cannot wear weapons nor serve in wars. It can be neither loyal nor disloyal. It can-not compass treason. It can be neither friend nor enemy. Apart from its corporators it can have neither thoughts, wishes, nor intentions, for it has no mind other than the minds of the corporators. "
Separate Legal Personality
Ross Grantham, dalam hasil penelitiannya The Limited Liability of Company Director, The University of Queensland, TC Beirne School of Law, Legal Studies Research Paper Series, Research Paper No. 07-03, 2007, menyatakan“Corporate personality entails that the company is recognised for the purposes of the law as a right and duty bearing entry that is distinct from those natural persons who benefit from the company’s business or through whom, …”
Limited Liability
Pettet, dalam tulisannya dalam Limited Liability, Gower’s Principles of Modern Company Law 7th
Ed. Menyatakan, “meaning of limited liability in company law is that by virtue of statute a shareholder is not liable to contribute to the assets of the company on a winding up beyond the amount remaining unpaid on his or her shares.”
United Kingdom, dalam Section 74 The Insolvency Act 1986, Limited liability diartikansebagai “Immunity of shareholders for the company’s debt incurred while it is going concern.”
Ross Grantham dalam penelitiannya The
Limited Liability of Company Director…
bahwa prinsip limited liability adalah “speaks
expressly to shareholders,” sedangkan prinsip
separate legal personality adalah memberikan
secara tidak langsung perlindungan bagi
Direksi dan juga perlindungan atas investasi
dari pemegang saham dalam bisnis korporasi.
Grantham.
Pasal 92 Ayat (1)
Direksi menjalankan pengurusan Perseroan
untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan
Pasal 97
1. Direksi bertanggung jawab atas pengurusanPerseroan sebagaimana dimaksud dalamPasal92 ayat (1).
2. Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat(I), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksidengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.
3. Setiap anggota Direksi bertanggung jawabpenuh secara pribadi atas kerugian Perseroanapabila yang bersangkutan bersalah atau lalaimenjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuansebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 1041. Direksi tidak berwenang mengajukan permohonan pailit atas Perseroan scndiri kepada
pengadilan niaga sebelum memperoleh persetujuan RUPS, dengan tidak mengurangiketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan PenundaanKewajiban Pembayaran Utang
2. Dalam ha1 kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan ataukelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroandalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggungjawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut,
3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksiyang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5(lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan,
4. Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksudpada ayat (2) apabila dapat membuktikan:1. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
2. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untukkepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
3. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakanpengurusan yang dilakukan; dan
4. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Direksi dariPerseroan yang dinyatakan pailit berdasarkan gugatan pihak ketiga.
Direksi dan Perseroan Terbatas
Direksi Organ Tubuh; GENERAL Meeting sebagai
Otak, oleh karena itu seolah-olah Direksi adalah
Personifikasi PT.
2 (dua) Konsep Direksi:
Trustee Doctrine
Agency Doctrine
Agency Doctrine, sejalan dengan Financial Theory.
John R. Boatright mengatakan, “The most important
right of shareholder are elect the board of director”
Tanggung Jawab Direksi
Berdasarkan Waktu
Sebelum (PT Evergreen Printing Glass vs. Willem Sihartoe
Hoetahoeroek)
Setelah (PT Asuransi Kerugian Jasa Raharja vs. Setiarko”Graha
Gapura” dan KRT Rubianto Argonandi“PT Rencong Aceh Semen”
Berdasarkan Fiduciary Duty( Delaware Supreme Court Decision)
Duty of Loyalty, Re Emerging Comunication Inc. Shareholder
Litigation. 3 dari 7 dihukum. Inside Director: Prosser, Inside Director
and Company Counsel: John Raynor dan Outside Director Salvatore
Mouio.
Duty of Care, Smith vs Van Gorkom (Trade Union Corporation Case,
Marmon Group) Kesepuluh Direktur dihukum mengganti kerugian US
$ 23.5 Million
Fiduciary Duty
Steven C. Peck, dalam artikrlnya berjudul The Confidence and
Trust That Encompasses the Fiduciary Relationship, California
Business Lawyer, 28 Desember 2009, menyatakan “A fiduciary is
someone who has undertaken to act for and on behalf of another in
a particular matter in circumstances which give rise to a
relationship of trust and confidence… A fiduciary is
expected to be extremely loyal to the person to whom he owes the
duty (the "principal"): he must not put his personal interests before
the duty, and must not profit from his position as a fiduciary,
unless the principal consents."
.
Fiduciary Duty
Robert Brown Jr. Dalam artikel Disloyalty
Without Limit: Independent Directors and the
Elemination of the Duty of Loyalty, Kentucky
Law Journal, Vo. 95, 2006, mengatakan
“absolute require of existing
fiduciary relation and fiduciary duty
is a fairness.”
Fiduciary Duty
Fiduciary duties of loyalty and good faith Duty of loyalty, “the decision makers within the
company should act in the interest of the company, and not in their own interest” (Bernard S. Black)
Duty of Good Faith, “… that directors must act in good faith in what they believe to be the best interest of the company” (Paul L. Davies)
Fiduciary duties of Skill and Care Diligently (Rajin)
Carefully (Hati-hati)
Skillfully (Terampil)Standart of Conduct
Fiduciary duties of loyalty and good
faith
1. Directors must act bona fide, in what they
believe to be in the best interest of the
company, (Lord Greene dalamSmith v.
Fawcett Ltd [1942] 1 A11 ER. 542, Lipton,
“They (board of directors) must exercise
their discretion bonafide in what they
consider to be in the interest of the
company, and not for any collateral
purposes.”
Fiduciary duties of loyalty and good
faith
2. Directors must exercise their powers for the
purpose for which they were conferred and
not for an extraneous purpose (Direksi
diharapkan dapat bertindak adil dalam memberikan
manfaat yang optimum bagi korporasi dengan
menjalankan tujuan dari korporasi. Direksi tidak
dapat melakukan tindakan di luar dari tujuan
korporasi, walaupun menurut pertimbangannya
tindakan tersebut baik bagi korporasi.)
Fiduciary duties of loyalty and good
faith
3. Directors must not fetter their discretion to
exercise their powers (Direksi tidak boleh
melakukan pembatasan dini untuk bertindak yang
sesuai dengan tujuan dan kepentingan korporasi.
Direksi dalam menjalankan tugasnya harus tetap
bebas dalam mengambil keputusan atau membuat
kebijaksanaan sesuai pertimbangan bisnis dengan
sense of business yang dimilikinya.)
Fiduciary duties of loyalty and good
faith
Directors must not place themselves in
position of conflict of interest without the
consent of the company, Lord Herschell’s dalam
kasus Bray v. Ford[1896] A.C. 44, 50; “it is an
inflexible rule of a court of equity that a person in a
fiduciary position ... is not, unless otherwise expressly
provided, entitled to make a profit; he is not
allowed to put himself in a position where his
interest and duty conflict.”
Fiduciary duties of skill and care
Duty of Skill (Direksi tidak diharapkan tingkat
keahlian kecuali hanya setingkat yang dapat
diharapkan secara wajar dari orang yang sama
pengetahuan dan sama pengalaman
dengannya)
Duty of Care (Direksi harus memiliki
pemahaman yang sama mengenai bagaimana
koeporasi harus dijalankan, sekalipun dalam
keadaan sulit)
Business Judgement Rule
Roger LeRoy dan Gaylod A. Jentz dalam,
Business Law Today: The Essentials, Cengage
Learning, 2007, mengatakan bahwa “A rule
that immunizes corporate management from
liability for action that result in corporate
losses or damages if the action are undertaken
in good faith and are within both the power of
the corporation and the authority of
management to make.”
Business Judgement Rule
Douglas M. Branson, dalam artikelnya The Rule That Isn’t a
Rule- The Business Rule, Valparaiso University Law Review,
Vol. 36, 2002 mengatakan American Legal Institute,
membuat parameter perlindungan bagi direksi dan
keputusannya dari Legal Attack, yaitu:
first, she and her colleagues made a judgement or decision;
second, the decision makers were free from disabling conflict of
interest;
third, they exercised some (not necessarily reasonable) care in
informing themselves about the matter decided; and
fourth, they had rational (not necessarily reasonable) basis for the
decision they made.”
Business Judgement Rule
Business Judgement Rule as standart of
liability
Business Judgement Rule as abstention
doctrine
Business Judgement Rule as standart
of liability,
Delaware Supreme Court, Graham v. Allis-
Chalmers Mfg. Co. 188 A2d 125, 130 (Del.
1963)
Dasar Pemikiran “What a directors to act with
the same amount of care which ordinarily
careful and prudent men would use in similar
circumstance.”
Business Judgement Rule as
abstention doctrine Shlensky v. Wrigley, 273 N.E.2d 776 (III. App. 1968) dengan
argument sebagai berikut: “that the court will not step in and interfere with honest business judgement of the directors unless there is a showing of fraud, illegality or conflict of interest”.
Harlowe’s Nominees Pty Ltd v. Woodside (Lakes Entrance) Oil Co. Oil Co. N.L.121 C.L.R. 483 dengan argumen sebagai berikut:“directors in whom are vested the right and duty of deciding where the company’s interest lie and how they are to be served may be concerned with a wide range of practical considerations and their Judgement if exercised in good faith and not for irrelevant purposes is not open to review by the court”
Philosophy of Bussines Judgement
Rule
Frank H. Easterbrook and Daniel R. Fischel,
dalam bukunya The Economics Structure of
Corporate Law, (Cambridge: Harvard
University Press, 1991) menyatakan “behind
business judgement rule lies recognition that investors wealth would
be lower if managers decision were routinely subjected to strict judicial
review… precisely why investors wealth not be maximized by closed
judicial scrutiny is less clear. The standard justifications are that judges
lack competence in making business decisions and that the fear of personal
liability will cause corporate managers to be more cautious and also result
in fewer talented people being willing to serve as director”
89
Sumber Hukum Kepailitan di Indonesia
BW secara umum
Khususnya pasal 1131, 1132, 1133 dan 1134
HIR (Peraturan Acara Perdata)
Undang undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
90
Asas UTAMA Undang Undang Kepailitan
Cepat
Proses Kepailitan lebih sering digunakan oleh pelaku usaha, sehingga memerlukan keputusan yang cepat
AdilMelindungi kreditor dan debitor yang beritikad baik serta pihak ketiga yang tergantung dengan usaha debitor
Terbuka
Keadaan insolven suatu badan usaha harus diketahui oleh masyarakat sehingga tidak akan menimbulkan efek yang negatif dikemudian hari, dan mencegah debitor yang beritikad buruk untuk mendapatkan dana dari masyarakat dengan cara menipu
Efektif
Keputusan Pengadilan harus dapat dieksekusi dengan cepat, baik keputusan penolakan permohonan pailit, keputusan pailit, keputusan perdamian, maupun keputusan PKPU
91
Asas Undang Undang Kepailitan
Mendorong investor untuk ber-investasi
Memberikan perlindungan yang seimbang antara Debitor dengan Kreditor
Pernyataan pailit ‘seharusnya’ berdasarkan persetujuan para Kreditor mayoritas
Permohonan pailit hanya dapat diajukan terhadap Debitor yang insolven
Mengakui hak hak separatis dari Kreditor pemegang jaminan
92
Asas Undang Undang Kepailitan
Pernyataan pailit harus diputus dalam waktu yang tidak berlarut larut
Pengurus perusahaan yang pailit harus bertanggung jawab kecuali dapat membuktikan tidak bersalah
Memungkinkan utang Debitor diupayakan direstrukturisasi sebelum diajukan permohonan pailit
Kriminalisasi terhadap kecurang Debitor
93
Tujuan Hukum Kepailitan (1)
Memberikan forum kolektif untuk memilah-milah hak-hak dari berbagai penagih terhadap aset seorang Debitor yang tidak cukp nilainya
Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan Debitor di antara para Kreditornya sesuai dengan asas Pari passu
Mencegah agar Debitor tidak melakukan perbuatan perbuatan yang dapat merugikan kepentingan para Kreditor
Melindungi Kreditor Konkuren untuk memperoleh hak mereka
94
Tujuan Hukum Kepailitan (2)
Memberikan kesempatan kepada Debitor dan para Kreditor untuk berunding dan membuat kesepakatan mengenai restrukturisasi utang Debitor
Menghukum pengurus yang karena kesalahannya telah mengakibatkan perusahaan mengalami keadaan keuangan yang buruk sehingga perusahaan mengalami keadaan insolvensi
Memberikan perlindungan kepada Debitor yang beritikad baik dari para Kreditornya dengan cara memperoleh pembebasan utang (US)
95
Fungsi Undang Undang Kepailitan (1)
BW : Mengatur tingkat prioritas dan urutan masing masing piutang para Kreditor.
Mengatur tatacara agar seorang Debitor dapat dinyatakan pailit
Mengatur tatacara menentukan kebenaran mengenai adanya suatu piutang seorang Kreditor.
Mengatur tentang sahnya piutang atau tagihan.
Mengatur mengenai jumlah yang pasti dari dari piutang
96
Fungsi Undang Undang Kepailitan (2)
Mengatur tata cara melakukan pencocokan atau verifikasi piutang piutang para Kreditor
Mengatur bagaimana cara membagi hasil penjualan harta kekayaan Debitor untuk pelunasan piutang masing masing Kreditor berdasarkan urutan tingkat prioritasnya
Untuk eksekusi sita umum oleh pengadilan terhadap harta Debitor sebelum pembagian hasil penjualan.
Mengatur upaya perdamaian yang ditempuh oleh Debitor dengan para Kreditor, sebelum pernyataan pailit dan sesudah pernyataan pailit
97
Perlindungan kepentingan kepailitan perseroan
Kepentingan perseroan
Kepentingan pemegang saham minoritas
Kepentingan karyawan perseroan
Kepentingan persaingan usaha yang sehat
Kepentingan masyarakat
98
Kepentingan masyarakat
Pajak yang dibayar Debitor oleh negara
Masyarakat yang memerlukan kesempatan kerja dari Debitor
Masyarakat yang memasok barang dan jasa ke pada Debitor
Masyarakat yang tergantung hidupnya dari pasokan barang dan jasa (konsumen atau pedagang)
Kepailitan Bank Nasabah penyimpan dana
Nasabah yang memperoleh kredit
Syarat Kepailitan
100
Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar
lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang …, baik atas
permohonannya sendiri, maupun atas permohonan seorang atau lebih
kreditornya (Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU)
Setiap Kreditor yang tidak mampu membayar utangnya yang berada dalam
keadaan berhenti membayar kembali hutang tersebut, baik atas
permintaannya sendiri mupun atas permintaan seorang kreditor atau
beberapa orang kreditornya, dapat diadakan putusan oleh Hakim yang
menyatakan bahwa debitor yang bersangkutan dalam keadaan pailit. (Pasal
1 Ayat (1) Fv)
Concursus Creditorium
101
Debitor harus mempunyai dua kreditor atau
lebih
Rasio kepailitan adalah Pembagian Harta
Satu kreditor, yang berlaku Prinsip 1131
KUHPerdata
Landmark Decision (Jumlah Kreditor &
Solven)
102
Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
Nomor 10/Pailit/2000/PN.NIAGA.JKT.PST
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor
021K/N/2002
Pengertian Debitor dan Kreditor
103
BW tidak memberikan definisi tentang Debitor dan Kreditor
Undang Undang kepailitan 1998 tidak memberikan definisi tentang Kreditor dan Debitor
Istilah :
Debitor adalah pihak yang memiliki utang terhadap Kreditor dan;
Kreditor adalah pihak yang memiliki piutang terhadap Debitor
UU Nomor 37 Tahun 2004 memberikan definisi tentang Debitor dan Kreditor dan Utang
Kreditor Menurut Penjelasan Pasal 2
Ayat (1)
104
Kreditor adalah Kreditor Konkuren, Kreditor
Separatis, dan Kreditor Preferen
Putusan Kasasi MA Nomor 07/K/1999 menolak
kreditor separatis yang tidak melepaskan hak
separatisnya
Putusan Kasasi MA Nomor 015/K/1999 menolak
Kantor pajak untuk dikategorikan sebagai kreditor
karena kedudukan hak istimewanya
Penafisiran Sempit
105
Debitor adalah pihak yang memiliki utang yang timbul semata mata dari perjanjian utang piutang
Kreditor adalah pihak yang memiliki tagihan atau hak tagih berupa pembayaran sejumlah uang yang hak tersebut timbul semata mata dari perjanjian utang piutang
Penafsiran Luas
106
Debitor adalah pihak yang memiliki kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul dari kewajiban tersebut dapat terjadi karena sebab apapun baik karena perjanjian utang piutang atau karena perjanjian lain maupun yang timbul karena undang undang
Kreditor adalah pihak yang memiliki tagihan atau hak tagih berupa pembayaran sejumlah uang yang hak tersebut timbul baik karena perjanjian apapun maupun karena undang undang
Undang Undang Kepailitan No. 37 2004
107
Debitor adalah orang yang mempunyai utang
karena perjanjian atau undang undang yang
dapat ditagih dimuka pengadilan
Kreditor adalah orang yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau undang undang
yang dapat ditagih dimuka pengadilan
Jenis Jenis Debitor dan Kreditor
108
Indonesia hanya mengenal satu Debitor dan Kreditor namun dalam pengajuan permohonan pailit dibedakan antara :
- Debitor bukan bank dan Bukan perusahaan efek
- Debitor bank
- Debitor perusahaan efek
Debitor Perusahaan Asuransi, Reasuransi, Dana pensiun, BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik
Amerika dan beberapa negara Common Law System memisahkan jenis jenis Debitor menjadi 2 yaitu :
1. Debitor perorangan (Bankruptcy)
2. Debitor Korporasi (Insolvency)
Yurisdiksi Pengadilan
109
Keputusan pengadilan niaga wilayah hukum Debitor
Wilayah hukum kedudukan terakhir debitor
(khusus debitor yang meninggalkan wilayah RI)
Tempat kedudukan firma yang berstatus debitor
Kantor pusat Debitor khusus debitor yang tidak
berkedudukan di indonesia
Debitor badan hukum sesuai dengan Anggaran Dasar
badan hukum tersebut.
Permohonan Kepailitan
110
Permohonan Kepailitan oleh Debitor sendiri Permohonan Kepailitan oleh Salah satu atau lebih
dari Kreditor Permohonan Kepailitan oleh Kejaksaan untuk
kepentingan umum Permohonan Kepailitan oleh Bank Indonesia
apabila Debitornya adalah Bank Permohonan Kepailitan oleh Bapepam apabila
Debitornya adalah perusahaan efek Permohonan Kepailitan oleh Menteri Keuangan
apabila Debitornya adalah perusahaan Asuransi, BUMN
Permohonan Pailit oleh Debitor
111
Debitor dapat mengajukan Kepailitan sendiri
(Voluntary Petition)
Syarat syarat Permohonan;
Mempunyai 2 atau lebih Kreditor
Tidak membayar utang yang telah jatuh tempo
dan telah dapat ditagih
Harus disetujui oleh Kreditor Mayoritas (pendapat
STR)
Permohonan Pailit oleh Kreditor
112
Syarat :
Salah satu Kreditor memiliki piutang
Debitor tidak membayar salah satu utang yang telah jatuh tempo dan telah dapat ditagih
Harus disetujui oleh Kreditor Mayoritas (pendapat SRS)
Dalam kredit Sindikasi hanya Loan Syndication yang berhak mengajukan permohonan pailit. (pendapat SRS)
Permohonan Kepailitan oleh
Kejaksaan untuk kepentingan umum
113
Pengertian kepentian umum yang sangat bias
Penafsiran Kepentingan umum
Kepres No.55 Tahun 1993 tentang pengadaan tanah
Kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat
UU no. 5 Tahun 1986
Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat bersama dan atau kepentingan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku
UU No Tahun 2000 tentang Kejaksaan
Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan atau kepentingan masyarakat luas
Permohonan Kepailitan oleh Bank
Indonesia
114
Hanya Bank Indonesia yang boleh mengajukan
permohonan pailit suatu Bank
Permohonan Kepailitan oleh Menteri Keuangan
• Hanya Menteri Keuangan yang bolehmengajukan permohonan pailit perusahaanasuransi
Permohonan Kepailitan oleh
Bapepam
115
Permohonan pernyataan pailit suatu perusahaan
efek hanya boleh dilakukan oleh Bapepam.
Perusahaan efek
Penjamin emisi
Perantara Pedagang efek
Manajer Investasi
UU No.30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan APS
116
Pasal 11
(1) Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis meniadakan hak
para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau
beda pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke
Pengadilan Negeri.
(2) Pengadilan Negeri wajib menolak dan tidak akan campur
tangan di dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah
ditetapkan melalui arbitase,
UU Nomor 37 Tahun 2004
117
Pasal 303
Pengadilan tetap berwenang memeriksa dan
menyelesaikan permohonan pernyataan pailit dari
para pihak yang terkait perjanjian yang memuat
klausula Arbitrase, sepanjang utang yang telah
memenuhi ketentuan dalam pasal 2 ayat 1.