Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
HUKUM MELAKUKAN SOGOK MENYOGOK
UNTUK MEMPERTAHANKAN HAK
(STUDI KOMPARATIF ANTARA MAZHAB HANAFI
DAN MAZHAB SYAFI’I)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Perbandingan Mazhab
Oleh:
MULIAMIN
NIM: SPM.152140
PEMBIMBING:
H. M. ZAKI, M.Ag
DIAN MUSTIKA, S.HI.,M.
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
1440 H/2019 M
ii
iii
iv
v
MOTTO
حمن الره حيمبسم الله الره
اشى والمرتشى -صلى الله عليه وسلم- الره بن عمرو قال لعن رسول الله عن عبد الله
Artinya: Rasulullah SAW melaknat orang yang memberi dan menerima
suap(HR Bukhri Muslim).1
1 (HR: Bukhori-Muslim)
vi
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan tugas akhir ini untuk orang tercinta dan tersayang atas
kasihnya yang berlimpah.
Teristimewa Ayahanda (Ambok Tang) dan Ibunda (Siti Sahria)..
Kupersembahkan sebuah tulisan dari didikan kalian yang ku aplikasikan
dengan ketikan hingga menjadi barisan tulisan dengan beribu kesatuan,
berjuta makna kehidupan, tidak bermaksud yang lain hanya ucapan
TERIMA KASIH yang setulusnya tersirat dihati yang ingin ku sampaikan
atas segala usaha dan jerih payah pengorbanan untuk anakmu selama ini.
Hanya sebuah kado kecil yang dapat ku berikan dari bangku kuliahku yang
memiliki sejuta makna, sejuta cerita, sejuta kenangan, pengorbanan, dan
perjalanan untuk dapatkan masa depan yang ku inginkan atas restu dan
dukungan yang kalian berikan. Tak lupa permohonan maaf ananda yang
sebesar-besarnya, sedalam-dalamnya atas segala tingkah laku yang tak
selayaknya diperlihatkan yang membuat hati dan perasaan ayah dan ibu
terluka, bahkan teriris perih.
Dalam setiap langkahku aku berusaha mewujudkan harapan-harapan yang kalian
impikan didiriku, meski belum semua itu kuraih’ insyallah atas dukungan doa dan
restu semua mimpi itu kan terjawab di masa penuh kehangatan nanti.
Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat
kupersembahkan kepada kalian semua,, Terimakasih beribu terimakasih
kuucapkan. Atas segala kekhilafan salah dan kekuranganku,
kurendahkan hati serta diri menjabat tangan meminta beribu-ribu kata maaf
tercurah. Skripsi ini kupersembahkan.
vii
ABSTRAK
Sekripsi ini berjudul Hukum Melakukan Sogok Menyogok Untuk
Mempertahankan Hak (Studi Komparatif Antara Mazhab Hanafi dan Mazhab
Syafi’i), bertujuan untuk mengetahui bagaimana metode istimbath hukum Imam
Hanafi dan Syafi’i tentang sogok menyogok dalam mempertahankan hak.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan mengunakan pendekatan
normatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ditemukan pertama Metode
istimbath Hukum Imam Hanafi dengan pedoman pada Al-Qur’an, Sunnah, Qiyas,
Ihtisan, dan Ijma’ sedangkan dan Imam Syafi’i berpedoman pada Al-Qur’an
Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, kedua pandangan Imam Hanafi dan Syafi’i tentang
sogok menyogok dalam Memprtahankan Hak, Imam Hanafi berpendapat boleh
dan tidak haram sedangkan Imam Syafi’i bolrh bagi yang meberi dan haram bagi
yang menerima.
Kata Kunci: Sogok Menyogok, Hak
ABSTRACT
This thesis, entitled The Law of Conducting a Bribe to Defend Rights
(Comparative Study Between the Hanafi School and the Shafi'i School), aims to
find out how the method of istimbath Imam Hanafi and Shafi'i law on bribery in
defending rights. This research is a qualitative research and uses a normative
approach. Based on the research that was found, the first is the method of
istimbath of Imam Hanafi Law with guidelines on Al-Qur'an, Sunnah, Qiyas,
Ihtisan, and Ijma 'whereas Imam Shafi'i and guided by Al-Qur'an Sunnah, Ijma'
and Qiyas, secondly Imam Hanafi and Shafi'i's views on bribery in defending their
rights, Imam Hanafi argues that it is permissible if in a state of being threatened
like being killed and forbidden if for the sake of property while Imam Shafi'i
forbids conformity with the hadith of the Prophet Muhammad SAW who cursed
those who bribe bribes.
Keywords: Bribe, Bribe, Rights
viii
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بســــــــــــــــــم الله الر
Alhamdulillah wa syukurillah, senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat kepada semua hamba-Nya,
sehingga sampai saat ini kita masih mendapatkan ketetapan iman dan Islam.
Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
banyak memberikan keteladanan dalam berfikir dan bertindak.
Skripsi ini berjudul “Hukum Melakukan Sogog Menyogog Untuk
Mempertahankan Hak (Stud Komparatif Antara Mazhab Hanafi dan
Mazhab Syafi’i)” dapat terselesaikan guna memenuhi salah satu persyaratan
untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S.1) Program Studi
Perbandingan Mazhab pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
Semoga apa yang penulis sajikan dalam skripsi ini merupakan rangkaian
ikhtiar penulis yang ditujukan kepada kita semua sebagai muslim terutama kepada
masyarakat Desa Sungai Baung Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangung
dalam rangka menjalankan perintah maupun aturan didalam tata cara pembagian
waris secara islam.
Diharapkan dengan tersusunya skripsi ini menjadi bagian yang
terintegrasikan dalam menemukan kebenaran dan solusi didalam sistem
pembagian waris secara Islami yang secara ideal berorientasi pada keadilan dan
kesejahteraan bersama sebagai bukti bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW membawa rahmat bagi seluruh alam semesta.
Patut kiranya penulis menyampaikan ucapkan terimakasih kepada semua
pihak dalam memberikan bantuan sehingga tersusunnya skripsi ini seperti yang
dihadapan pembaca, terutama sekali kepada yang terhormat:
ix
1. Bapak Dr. H. Hadri Hasan, MA, selaku Rektor UIN Sulthan Thaha Saifuddin
Jambi.
2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah UIN Sulthan
Thaha Saifuddin Jambi.
3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc., M.HI., Ph.D, selaku Wakil Dekan I bidang
Akademik Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
4. Ibu Dr. Rahmi Hidayanti, M.HI, selaku Wakil Dekan II bidang Administrasi
Umum, Perencanaan dan Keuangan Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
5. Ibu Dr. Yuliatin, S.Ag., M.HI, selaku Wakil Dekan III bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
6. Bapak Al-Husni, S.Ag., M.HI dan Bapak Yudi Armansyah, M.Hum selaku
Ketua dan Sekertaris Jurusan Perbandingan Mazhab Fakultas Syariah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
7. Bapak H. M. Zaki, M.Ag, dan Ibuk Dian Mustika, S.HI.,M.A selaku
Pembimbing I dan Pembimbing II skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu dosen, dan seluruh karyawan/karyawati Fakultas Syariah UIN
Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
9. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini, baik langsung
maupun tidak langsung.
Namun disamping itu, penulis berkeyakinan bahwa tak ada gading yang
tak retak. Begitu juga dengan skripsi ini niscaya masih ada kekurangan dan masih
dirasa belum sempurna. Oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak untuk
dapat memberikan kontribusi pemikiran maupun saran demi kesempurnaan skripsi
ini.
Jambi, Oktober 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................ iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................... iv
MOTTO .......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 5
C. Batasan Masalah ....................................................................... 6
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................. 6
E. Kerangka Teori ......................................................................... 7
F. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 14
G. Metode Penelitian ..................................................................... 16
H. Jadwal Penelitian ...................................................................... 19
BAB II SEJARAH MAZHAB HANAFI DAN MAZHAB SYAFI’I
A. Sejarah Singkat Mazhab Hanafi ............................................... 20
B. Sejarah Singkat Mazhab Syafi’I ............................................... 33
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SOGOk
A. Sogok Menurut Imam Hanafi ................................................... 43
B. Sogok Menurut Imam Syafi’it .................................................. 46
BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Metode Istimbath Hukum
Imam Hanafi dan Syafi’i ......................................................... 50
B. Pandangan Imam Hanafi
dan Syafi’i Tentang Sogog Menyogog
xi
dalam Mempertahankan Hak .................................................... 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 72
B. Saran ......................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 75
CURRICULUM VITAE
xii
DAFTAR TABEL
Tabel.01. Jadwal Penelitian.............................................................................. 19
Tabel.02. Pendapat Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i ................................. 70
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah khilafiah merupakan persoalan yang terjadi dalam realitas
kehidupan manusia. Diantara masalah khilafiah tersebut ada yang
menyelesaikannya dengan cara yang sederhana dan mudah, karena ada saling
pengertian berdasarkan akal sehat. Tetapi dibalik itu masalah khilafiah dapat
menjadi ganjalan untuk menjalin keharmonisan di kalangan umat Islam
karena sikap ta‟asub (fanatik) yang berlebihan, tidak berdasarkan
pertimbangan akal sehat dan sebagainya.1
Perbedaan pendapat dalam lapangan hukum sebagai hasil penelitian
(ijtihad), tidak perlu dipandang sebagai faktor yang melemahkan kedudukan
hukum Islam, bahkan sebaliknya bisa memberikan kelonggaran kepada orang
banyak. Hal ini berarti, bahwa orang bebas memilih salah satu pendapat dari
pendapat yang banyak itu, dan tidak terpaku hanya kepada satu pendapat saja.
Kelahiran madzhab-madzhah hukum dengan pola dan karekteristik
tersendiri ini, tak pulak lagi menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan
beragamnya produk hukum yang dihasilkan. Para tokoh atau imam Madzhab
seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi‟i, Imam Ahmad dan lainnya,
masing-masing menawarkan kerangka metodologi, teori dan kaidah-kaidah
1MusthafaMuhammadSyak‟ah ,IslamTanpaMazhab,Cet.I (Solo:PT.TigaSerangkai Pustaka
Mandiri, 2008), hlm,.10
2
ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam menetapkan hukum. Metodologi,
teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para tokoh dan para Imam
Madzhab ini, pada awalnya hanya bertujuan untuk memberikan jalan dan
merupakan langkah-langkah atau upaya dalam memecahkan berbagai
persoalan hukum yang dihadapi baik dalam memahami nash Al-Quran dan al-
Hadits maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya
dalamnash.
Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam
Madzhab tersebut terus berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan
ia tanpa disadari- menjelma menjadi doktrin (anutan) untuk menggali hukum
dari sumbernya. Dengan semakin mengakarnya dan melembaganya doktrin
pemikiran hukum di mana antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan
yang khas, maka kemudian ia muncul sebagai aliran atau Madzhab yang
akhirnya menjadi pijakan oleh masing-masing pengikut Madzhab dalam
melakukan istinbath hukum.2
Teori-teori pemikiran yang telah dirumuskan oleh masing-masing
Madzhab tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting artinya, karena ia
menyangkut penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi yang sistematis
dalam usaha melakukan istinbat hukum. Penciptaan pola kerja dan kerangka
2M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
h l m, 13
3
Metodologi tersebut inilah dalam pemikiran hukum Islam disebut dengan
ushulfiqh.3
Sampai saat ini Fiqih ikhtilaf terus berlangsung, mereka tetap
berselisih paham dalam masalah furu‟iyyah, sebagai akibat dari
keanekaragaman sumber dan aliran dalam memahami nash dan
mengistinbatkan hukum yang tidak ada nashnya. Perselisihan itu terjadi
antara pihak yang memperluas dan mempersempit, antara yang memperketat
dan yang memperlonggar, antara yang cenderung rasional dan yang
cenderung berpegang pada zahir nash, antara yang mewajibkan Madzhab dan
yang melarangnya.
Adanya Madzhab dan perselisihan beberapa kelompok membawa
dampak yang buruk dan berbahaya bagi Islam dan kaum muslimin, padahal,
Islam ditandai dengan toleransi. Islam menyeru kepada keselamatan. Para
generasi islam diwarnai dengan darah-darah dari sebagian yang lain akibat
perselisihan madzhab dan sempitnya kesadaran yang terjadi kepada mereka
yang fanatik terhadap Madzhab mereka.4
Seiring berjalannya waktu, bahaya bertebaran dari tempatnya dan
pertikaian yang terjadi antar Madzhab-Madzhab yang berselisih menempati
tempat yang jelas pada kehidupan muslimin, sedangkan kemenangan dimiliki
oleh yang kuat, Yaitu pemilik kekuasaan.Dalam menghasilkan produk
hukum, para Imam Madzhab melihat dari sumber-sumber hukum terlebih
3Amir Syarifuddin, Ushul fiqih 2, Cet. VI (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hlm. 19
4MusthafaMuhammadSyak‟ah,IslamTanpaMazhab,hlm,670
4
dahulu. Sumber-sumber hukum tersebut adalah:Al-quran, As-sunnah, Ijmak
dan Qiyas.
Lebih lanjut perintah untuk mengembalikan segala permasalahan yang
diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya, berarti perintah menggunakan
qiyas, bilamana tidak menjumpai nash (Al quran dan As-sunnah) atau ijmak.
Dalam keadaan seperti ini akal harus berperan untuk memahami jiwa nash
tersebut dengan cara membandingkan sesuatu yang sudah ada hukumnya.
Kemudian masih ada lagi sumber-sumber hukum yang dipergunakan oleh
sebagi mana ulama dan tidak dipergunakan oleh ulama lainnya. Seperti:
maslahah mursalah,istishab,urf,mazhab shahaby dan syar‟uman qablana
(Syariat orang-orang yang sebelum kita).5
Dengan adanya metodologi pengambilan sumber-sumber hukum yang
berbeda inilah terjadi perbedaan jalan pemikiran dalam menetapkan suatu
hukum. Sehingga menjadi khilafiyyah dikalangan umat Islam.Seiring dengan
bertambahnya jumlah dan persebaran manusia dimuka bumi ini dengan segala
kepentingan-kepentingannya, maka manusia terpecah belah menjadi
kelompok-kelompok dalam sosial kemasyarakatan yang saling bekerjasama
antara satu dengan yang lainnya, yang dikumpulkan oleh suatu model tetap
dari berbagai perhubungan, yang bekerja untuk mewujudkan tujuan- tujuan
secara bersama-sama baik tujuan Agama, politik maupun ekonomi.6
5M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
h l m 8 . 6Murad Mahmud Haidar, Pembentukan Jama‟ah dan Partai Politik Dalam Perspektif
Fikih, (Jakarta: LTQ Al Taqwa, 2014), hlm.29
5
Dalam hal mengatur masyarakat dengan segala pertumbuhannya,
keberadaannya dan perubahannya memerlukan studi teratur mengenai
tatacara mengatur, memimpin dan memutuskan sehingga diperlukan
pemimpin-pemimpin yang cerdas dan lihai serta handal dalam menyelesaikan
segala bentuk fenomena sosial yang ada.7
Didalam kehidupan banyak permasalahan dan perbedaan yang terjadi,
dan berbagai cara orang/kelompok untuk mendapatkan serta memiliki serta
mempertahankan apa yang diinginkan. Untuk memperoleh sesuatu, didalam
kehidupan berbgai macam sogok menyogok yang telah banyak dilakukan
oleh orang/kelompok, seperti; jabatan, politik, tindak pidana, serta untuk
mempertahankan hak.
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan diatas, sehingga
penulis tertarik untuk menulis proposal skripsi ini dengan judul “Hukum
Melakukan Sogok -Menyogok Untuk Mepertahankan Hak (Studi
Komparatif Antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi‟i)”.
B. Rumusan Masalah
Berdsarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana metode istinbath hukum Imam Hanafi dan Syafi‟i?
2. Bagaimana padangan Imam Hanafi dan SyafiI tentang sogok menyogok
dalam mempertahankan hak ?
7Roy C. Macridis dan Bernard E. Brown, Perbandingan Politik, (Jakarta: Erlangga,
1996), hlm. 35
6
C. Batasan Masalah
Penelitian masalah yang berhubungan dengan barangkali sudah
melimpah dan dengan berbagai pendekatan yang dilakukan. Oleh karena itu
supaya penelitian ini menjadi fokus terhadap persoalan yang dikaji maka
dipandang perlu membentuk suatu batasan masalah sehingga kajian tidak
melebar dan dalam rangka agar penelitian menjadi sebuah penelitian yang
utuh dan komprehensif tentang persoalan yang dibahas, penelitian
membicarakan tentang hukum melakukan sogok untuk mempertahankan hak.
D. Tujuan dan kegunaan penelitian
a. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian pada hakekatnya mengungkapkan apa yang hendak
dicapai oleh peneliti. Sedangkan tujuannya sendiri merupakan sejumlah
keadaan yang ingin dicapai. Adapun tujuan peneliian yang dilakukan dalam
rangka penulisan proposal skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui metode istimbath hukum Hanafi dan Syafi‟i
2. Untuk mengetahui Padangan Imam Hanafi Dan Syafi‟I Tentang Sogok
Menyogok Dalam Mempertahankan Hak
b. Kegunaan penelitian
1. Secara Teoritis
Memberikan sumbangsih atau kontribusi bagi dunia akademik
khususnya pada Jurusan perbandingan mazhab fakultas Syri`ah tentang
7
bagaimana Bagaimana hukum melakukan sogok menyogok untuk
mempertahankan hak (studi komperatif antara mazhab hanafi dan syafi‟i)
2. Secara Akademik
Sebagai syarat untuk menyelesaikan program studi strata satu (S1)
pada jurusan Perbandingan Mazhab UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
E. KerangkaTeori
Kerangka teori sebagai pedoman bagi penulis dalam melakukan
penelitian guna untuk mengetahui maksud yang terkandung dalam judul
Proposal dan menghindari penafsiran yang berbeda sehingga penulisan ini
terarah dan lebih baik maka Skripsi ini sangat perlu untuk diperhatikan
pengertian beberapa konsep dibawah ini:
a. Hukum
Secara etimologi islam berasal dari kata salama yang artinya selamat
atau juga bisa bearti menyerahkan diri. sedangkan kata hukum secara
etimologi berasal dari akar kata Arab, yaitu hukm/ alhukm yang mengandung
makna mencegah, atau menolak, yaitu mencegah ketidakadilan, mencegah
kezaliman, mencegah penganiyaan, dan menolak bentuk kemafsadatan
lainnya. Istilah hukum dalam islam mempunyai dua pengertian, yaitu syariat
dan fikih, syariat terdiri dari wahyu Allah dan sunnah Nabi Muhammad,
sedangkan fikih adalah pemahaman dan hasil pemahaman tentamh syariat.
8
Adapun syariat adalah Al-Quran, dan Sunnah, dan Ra‟yu.8
Istilah “Hukum Islam” merupakan istilah khas Indonesia, sebagai
terjemahan al-fiqh al-islami atau dalam konteks tertentu dari al-syri‟ah al
islami .istilah ini dalam wacana hukum barat digunakan Islamic law. Dalam
Al-Qur‟an maupun Al-Sunnah, istilah al-hukm al-islam tidak dijumpai.Yang
digunakan adalah kata syari‟ah yang kemudian penjabarannya lahirlah istilah
Fiqh. Fiqih itu ialah suatu ilmu yang menerangkan segala hukum yang dipetik
dari dalil-dalil yang tafshili (Ayat, sunnah- ijma‟ dan qiyas).9
Pengertian hukum Islam merupakan istilah khas di Indonesia, sebagai
terjemahan dari al-fiqh al-Islamy atau dalam keadaan konteks tertentu dari as-
syar‟ah al-Islamy. Istilah ini dalam wacana ahli hukum Barat disebut Islamic
Law. Dalam perkembangan ilmu fiqh/ ushul fiqh yang demikian pesat, para
ulama ushul fiqh telah menetapkan defenisi hukum Islam secara terminology
diantaranya yang dikemukakan oleh Al-Baidhawi dan Abu Zahra sebagai
berikut.
ع خطا ب ال له ز ل لهلي تا تلاا ل لوي لوق ت علن له له
8Abdul ghofur Ansori, Hukum islam, (Yogyakarta: Kreasi total media, Tahun 2008), hlm
1 9Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-hukum Fiqih Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Islam, Tahun 1960), hlm 1
9
Artinya: Firman Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik
berupa tuntutan, pilihan, maupun bersifat wadl‟iy (Al-Baidawi,
1982:47).10
علاخطا ب ال ز ل تي طوثا ل لوي لوق ت علن له له
Artinya : Khithab (titah) Allah yang berhubungan dengan perbuatan yang
mukallaf yang memerintahkan terwujudnya kemasalahatan dan
mencegah terjadinya kejahatan, baik titah itu mengandung tuntutan
(perintahdan laraangan) atau semata-mata menerangkan pilihan
(kebolehan memilih) atau menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat
atau penghalang terhadap sesuatu hukum.11
Uraian diatas memberi asumsi bahwa hukum dimaksud adalah
hukum Islam. Sebab, kajiannya dalam persfektif hukum Islam, maka yang
dimaksudkan pula adalah hukum syara‟ yang bertalian dengan perbuatan
manusia dalam fiqh, hukum yang bertalian dengan akidah akhlak.
Penyebutan hukum Islam sering dipakai sebagai terjemahan dari
syariat islam atau fiqih Islam. Apabila syariat Islam diterjemahkan sebagai
hukum islam (hukum in abstracto), maka berarti syariat islam yang dipahami
dalam makna yang sempit. Kajian syariat Islam meliputi aspek i‟tiqadiyah,
khuluqiyah dan amal syariah. Sebaliknya bila hukum Islam merupakan
terjemahan dari fiqih Islam, maka hukum islam termasuk bidang kajian
ijtihad yang bersifat dzanni.
10
Hadist riwayat Al Baidawi, No. 1982:47 11
Ibid hlm, 48
10
Pada dimensi lain penyebutan hukum Islam selalu dihubungankan
dengan legalitas formal suatu negara, baik yang telah terdapat di dalam kitab-
kitab fiqih maupun yang belum. Jika demikian adanya, kedudukan fiqih Islam
bukan lagi sebagai hukum islam in abstracto (pada tataran fatwa atau doktrin)
melainkan sudah menjadi hukum Islam in concreto (pada tataran aplikasi atau
pembumian). Hukum Islam secara formal sudah dinyatakan berlaku sebagai
hukum positif, yang berarti bahwa aturan yang mengikat dalam suatu
negara.12
b. Sogok
Secara etimologis berasal dari bahasa Arab “رشا–زش” yang masdar
yaitu upah, hadiah, komisi atau suap. IbnuManzhur لهجلن yang berarti رشج
mengemukakan tentang makna risywah, dari kalimat “ لهيزخزشا “ anak burung
merengek-rengek ketika mengangkat kepalanya kepada induk untuk di
suapi.13
Sedangkan didalam “Mu ‟ jam al-Wasith” mengemukanrasya al-
farakhu, artinya anak puyuh itu menjulurkan kepalanya kepada induknya.
Adapun secara terminologi, Para fuqaha bervariasi memberikan
definisi tentang sogok, diantaranya :
1. Al-„Asqalani, sogok adalah:
12Zainuddin Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. (Jakarta
:Penerbit Sinar Grafika, 2008), hlm 2.
13Ahmad bin Ali Ibn Hajar al-Asqalanị, Fath al-Bari syarh Sahih al-Bukhari, (Riyad:
Dar al-Salam, 2001 M/ 1421 H ), jilid ke- 5, hlm. 311
11
Artinya:“Setiap uang yang diberikan kepada pejabat sebagaik
ompensasiatas pertolongan yang batil.
2. Yusuf al-Qardhawi mengatakan, sogok adalah “uang yang diberikan
menjatuhkan hukuman yang menguntungkannya”.14
3. Abdullah Ibn Abd. Muhsin mengatakan sogok dalah sesuatu yang
diberikan kepada seseorang dengan syarat orang yang diberi tersebut
dapat menolak orang yang memberi.15
4. Sayyid Abu Bakr mendefinisikan sogok sebagai “Memberikan sesuatu
agar hukum diputuskan secara tidak benar/ tidak adil, atau untuk
mencegah putusan yang benar atau adil”.16
5. Menurut Abd al-AzhimSyam al-Haq adalah “Sebuah perantara untuk
dapat memudahkan urusan dengan pemberian sesuatu atau pemberian
untuk membatalkan yang benar atau untuk membenarkan yang batil”.
Penyuapan adalah dilakukan demi mengharapkan kemenangan dalam
perkara yang diinginkan seseorang, atau ingin memudahkan seseorang
dalam menguasai hak atas sesuatu.17
6. Sedangkan Ahmad Mukhtar dalam Mu‟jam al-Lugah al-„Arabiyah al Mu
‟asirah, sogok adalah “Pemberian yang tidak benar untuk kepentingan
14
Yusuf al-Qardawị, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, (Beirut: al-Maktabah al-
Islamiyah, 1980), hlm. 320. 15
Abdullah bin Abd. Muhsin, Suap Dalam Pandangan Islam, trjmh. Muchotob Hamzah
dan Subakir Saerozi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 9. 16
SayyidAbuBakr,I‟anatuthThalibin,(Semarang:TohaPutra,2000),jilidke-4,hlm.261. 17
Tim Penulis Depdikbud RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1980), hlm.720.
12
tertentu, atau untuk membenarkan yang salah ( لهثاطن ) dan menyalahkan
yang benar( لهح)”.18
7. Al-Gharyani berpendapat, sogok adalah upaya untukmendapatkan
sesuatu dengan rekayasa dan membayarkan sejumlah uang.19
8. Sedangkan Nurul Irfan menyebutkan, sogok adalah sesuatu yang
diberikan dalam rangka mewujudkan kemaslahatan atau sesuatu yan
diberikan dalam rangka membenarkan yang salah atau menyalahkan
yang benar.
c. Menurut Imam Hanafi sogok adalah sebagai berikut:
Dalam fatwa Qadi‟ Khan (tokoh mazhab hanafi) disebutkan kalau
seorang anak hakim, atau notulenya, atau salah satu pegawainya menerima
suap, dalam kasusnya diserahkan keputusan hakim tersebut untuk diputuskan
hukumnya, maka keputusan hakim diterima kalau dia tidak mengetahui
transaksi suap yang terjadi. Tapi jika hakim mengetahui praktek kolusi yang
terjadi dengan kerabatnya, maka keputusanya ditolak. Jika peraktek suap suda
menjadi kebiasaan, maka posisi hakim tidak akan diakui lagi.
Praktek sogok adalah sesuatu yang diharamkan, bagi bagi yang
memberi maupn yang menerima.
Ada empat macam bentuk peraktek sogok yaitu:
1. Haram dari kedua belah pihak
18
AhmadMukhtarUmar,Mu‟jamal-Lugahal-„Arabiyahal-Mu‟asirah,(Kairo:„Alamal-
Kutub,2008),jilid 1, hlm. 897.
19
Al-Shadiq Abdurrahman al-Gharyani, Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer, (
Surabaya : Pustaka Progresif, 2004), hlm. 123
13
2. Kalau seorang memberi suap pada hakim untuk diringankan hukumnya,
maka baik keputusanya benar maupun tidak dihukum dari kedua belah
pihak
3. Kalau seorang membayar atas dasar khawatir pada dirinya atau pada
hartanya, maka haram bagi yang menerima dan tidak bagi yang pemberi.
Begitu pula hanya dengan orang yang menebus dan yang memnerima
uang suap untuk menjaga kekayaanya.
4. Seorang di benarkan membayar pada abdi demi kelancaran usahanya,
tapi tidak dibenarkan untuk orang yang menerimnaya.
d. Menurut Imam Syafi‟i sogok adalah sebagai berikut:
Para pemuka dan toko Mazhab Syafi‟i di antaranya Ibnu Rif‟ah dalam
Kifayat An Nabawiyah Fi Syarh At Tanbiyah berkata, „‟tidak dibenarkan
seorang hakim menerima suap, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Bakar
bin Mundzir dari Abu Hurairah, ia berkata,
م هل رس صنق الق سوقي عو زتش ش لهزق له
Artinya, Rasulullah SAW melaknat orang yang memberi dan menerima
suap.20
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah Tsaubah dan mengatakan bahwa
Rasulullah SAW berkata
هل ش الق زتش لهزق له لهش ش لهقذ لهزق ا ت
20
HR Ahmad,123
14
Artinya, Allah SAW melaknat orang yang memberi suap, menerima suap, dan
orang yang menghubungkan keduanya.
Begitu juga diriwayatkan dari anas
Penyebab yang mendasar adalah jika sang hakim menerima suap
untuk melenceng dari kebenaran yang akan diputuskan, sehingga hukumnya
,haram.
Jika menerima suap dengan maksud tidak memberi keputusan hukum
secara objektif, sementara dia berwenang untuk memutuskan kepada pihak
yang bersengketa, maka menghindar untuk memberi keputusan hukum
diharamkan baginya.
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka adalah hasil-hasil penelitian terdahulu (penelitian-
penelitian lain) yang terkait dengan penelitian ini pada aspek fokus atau tema
yang diteliti. Penulis menemukan beberapa penelitian yang ada hubungannya
dengan masalah yang akan diteliti, seperti judul berikut:
Skripsi yang berjudul “Studi Komparasi Antara Hibah dan Risywah
(Menurut Pandangan Pemuka Agama Islam di Kecamatan Rejotangan
Kabupaten Tulung Agung)”. Yang mana penelitian ini berfokus kepada
perbedaan hibah dan risywah menurut prmuka Islam di Rejotangan Kab.
Tulun Agung dan hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pandangan pemuka
agam islam dalam memberikan riswah maka tidak diperbolehkan baik yang
15
memberi maupun yang menerimanya dan sementara hibah itu di
perbolehkan.21
Skripsi “Risywah Dalam Prespektif Hadits Nabi” yang mana
penelitian ini berfokus kepada hadits nabi tentang risywah dari hasil
penelitian dan pembahasan yang dilakukan bahawasanya sogok itu teaplah
haram bahwasanya nabi melaknat orang yang menerima dan yang memberi
sogok .22
Skripsi dengan judul “Pilkades dan Risywah Dalam Prespektif
Syar‟iyyah (Studi di Desa Ngadimulyo Kec. Selomerto Kab. Wonosobo”,
pada skripsi ini membahas tentang praktek sogok atau risywah yang terjadi
didalam pemilihan kepala desa menurut hukum islam hasil pembahasan dan
penelitian ini di simpulkan bahwah pemberian riswah yang dimaksudkan
untuk kepentingan peribadi dan mezolimi atau tidak sesuai dan tidak sesuai
mengikuti aturan sebagai mana yang di tetapkan maka riswah tersebut hkunya
haram.23
Adapun persamaan penelitian sebelumnya dan penelitian ini adalah
sama-sama membahas sogok dan adapun perbedaaan dengan penelitian yang
saya lakukan, dalam penelitian ini saya bertujuan mengetahui tentang Hukum
21
Sulhan Wahib, Studi Komparasi Antara Hibah Dan Risywah, (Mahasiswa Fak. Syariah
Dan Ilmu Hukum IAIN Tulung Agung Tahun 2014) 22
Ahmad Jurin Harahap, Risyawah Dalam Prespektif Hadits Nabi, (Mahasiswa Fak.
Ushuluddin UIN SUSKA Riau, Tahun 2016) 23
Muhammad Ulul Azmi, Pilkades Dan Risywah Prespektif Siyasah Syar‟iyyah,
(Mahasiswa Fak. Syariah Dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Tahun 2006).
16
Sogok Menyogok Dalam Mempertahankan Hak (Studi Komparatif Antara
Mazhab Hanfi dan Mazhab Syafi‟i)
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan riset pustaka (library research) pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif. Penelitian
hukum normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian
hukum jenis ini, acap kali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis atau
hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan
berprilaku manusia yang dianggap pantas.24
Kaitannya dengan penelitian ini, yang dimaksud dengan hukum yaitu
hukum Islam (fiqih) yang bersumber dari al-Quran dan as- Sunnah yang
kemudian diinterpretasikan oleh para Ulama sehingga muncul beberapa
pendapat dengan berbagai persamaan dan perbedaan. Yang menjadi objek
penelitian pustaka ini adalah Hukum Melakukan Ssogok Menyogok Untuk
Mempertahanakan Hak Studi konparatif Antara Mazhab Hanafi dan Mazhab
Sya-fi‟i.
2. Jenis dan Sumber Data
Data yang terhimpun dalam penelitian ini terdiri menjadi (3) tiga,
yaitu sumber data primer, sumber data skunder dan sumber data tersier.
24
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm. 118
17
a. Data primer, yaitu Al-Qur‟an dan Hadits, dan data yang berhubungan
langsung dengan objek penelitian dalam kerangka perspektif para ulama
yang telah menjelaskan sogok hak, dan sumbernya dari Kitab-kitab klasik
para Ulama khususnya Ulama-ulama Hanafiyyah dan Syafi‟iyyah,
b. Data sekunder ialah data- data yang diambil dari sumber-sumber yang
ada relevansinya dengan pembahasan yang berupa buku-buku, majalah,
jurnal, makalah, internet ,Ensiklopedia Islam dan lain sebagainya.
c. Data tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan lebih lanjut
terhadap bahan-bahan primer dan bahan sekunder.yaitu berupa kamus
hukum, kamus bahasa indonesia, kamus bahasa arab, kamus bahasa
inggris dan kamus-kamus yang lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dan faktual, teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan studi pustaka data-data kualitatif.
Yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan (referensi) yang terkait serta
mempunyai relevansi dengan penelitian.25
Adapun tehnik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah
dokumentasi, yaitu bahan-bahan yang telah tersusun baik berupa Kitab-kitab
Ulama, buku maupun Jurnal yang memiliki kaitan dengan pembahasan judul.
4. Teknik Analisis data
25
Iskandar, Metodologi penelitian kualitatif. (Jakarta: GP Press, 2009), hlm. 11
18
Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, yaitu
menganalisis data yang telah dikumpulkan yang berisi informasi, pendapat
dan konsep para ulama, serta analisis hukum yang bersifat komprehensif
yaitu menggambarkan tentang pandangan-pandangan dan metode istinbath
dalam menetapkan hukum seputar sogok. Serta melihat dan membandingkan
argumentasi mereka seputar dalil-dalil yang mereka gunakan dalam
menyikapi permasalahan ini.
5 . Sistematika penulisan
Penyusun skripsi ini terbagi dalam lima bab, antara babnya ada yang
terdiri dari sub-sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan
tersendiri, tetapi tetap saling berkaitan antara sub bab dengan bab yang
berikutnya. Untuk meberikan gambaran secara mudah agar lebih terarah dan
jelas mengenai pembahsan skripsi ini penyusun menggunakan sistematika
dengan membagi pembahsan sebagai berikut:
Bab I, Merupakan pendahuluan yang menguaikan latar belakang maslah,
rumusan masalah, batsan maslah, tujuan dan kegunaan penelitian,
kerangka teori, tinjauan pustaka serta metode penelitian.
Bab II. Pada bab ini memaparkan tentang biografi Imam Hanafi dan Imam
Syafi‟i.
Bab III. Membahas tentang tinjauan umum mengenai hukum, sogok, serta
pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi‟I tentang sogok.
19
Bab IV. Merupakan inti pembahsan dan hasil penelian tentang hukum
melakukan sogok menyogok untuk mempertahankan hak (studi
komparatif anatar Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi‟i).
Bab V.Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran.
H. Jadwal Penelitian.
Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan, dengan pembuatan
proposal, kemudian dilanjutkan dengan perbaikan hasil seminar skripsi,
setelah pengesahan judul dan izin riset, maka penulis mengadakan
pengumpulan data pembuatan skripsi, sidang dan perbaikan.
Table 1: Jadwal Penelitian
No
Jenis Kegiatan
Penelitia
Bulan 2019
Maret
Apr
Mei
Juni
Juli
Ag
t
Spt
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Maret
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1 Pengajuan
Judul X
2 Penunjukkan Dosen
Pembimbing x
3 Pembuatan Proposal x x x
4 Seminar Proposal dan
Perbaikan Hasil
Seminar
X x
5 Surat Izin Riset X
6 Pengumpulan dan
Penyusunan Data X
7 Pembuatan Skripsi x x
8 Bimbingan dan
Perbaikan
9 Agenda dan Ujian
Skripsi
10 Perbaikan dan
Penjilidan
20
BAB II
SEJARAH MAZHAB HANAFI DAN MAZHAB SYAFI‟I
A. Sejarah Singkat Mazhab Hanafi
Berbicara tentang Mazhab Hanafi kita tidak akan bisa lepas dari nama
imam Abu Hanifah, karena pemikiran beliau yang jenius dan cerdas
dalam ilmu fiqh menjadi cikal bakal lahir dan berdirinya Mazhab Hanafi.
Bahkan sampai Imam Syafi‟i berkata “ tidak ada seorang wanita dan laki-laki
yang mengungguli akal Abu Hanifah”.26
1. Riwayat Hidup
Imam Abu Hanafi adalah seorang imam yang empat dalam Islam ia
lahir dan lebih dulu dari pada imam yang lain imam Abu Hanafiyah seorang
yang berjiwah besar dalam arti kata seorang yang berhasil dalam hidupnya,
dia seorang yang bijak dalam bidang ilmu pengetahuan tepat dalam
memnberikan dalam memberikan suatu keputusan bagi suatu masalah atau
peristiwa yang dihadapi.27
Abu Hanifah hidup di zaman pemerintahan kerajaan Ummwiyah dan
pemerintahan Abbasiyah, ia lahir di sebuah desa di wilayah pemerintahan
Abdullah bin Marwan dan beliau meninggal dunia pada masa khalifah Abu
Ja‟far AI-Mansyur,ketika pemerintahan Abbasiyah dan pro Ummawiyah.28
26
Ali Fikri, Kisah kisah para imam Mazhab, (Yogyakarta, Mitra pustaka, t.th), hlm.45 27
Ahmad As-Syuibasi, Sejarah dan Biografi Empat Imam Mazhab, ( Jakarta : Bumi
Aksara , 1993), hlm. 13 28
Ibid, hlm. 13
21
Imam Abu Hanifah pendiri Mazhab Hanafiyah, nama lengkapnya
adalah Abu Hanafiah An Nu‟man bin Zuta Al-kufi Ia adalah keturunan
persia yang merdeka (bukan keturunan hambah sahayaha)29
Di lahirkan di
kuffah pada tahun 80 H, pada masa pemerintahan Abdul Malikbin Marwan ,
Abu Hanifah selanjutanya masa kecil dan tumbuh menjadi dewasa di sana,
sejak masi kanak- kanak ia telah mengkaji dan menghafal Al-Qur‟an ia tekun
senantiasa mengulang ulang bacanya, sehingga ayat ayat suci tersebut tetap
terjaga dengan baik dalam ingatanya.30
Menurut suatu riwayat, dia di panggil dengan sebutan abu hanifah
karena ia seorang putra bernama Hanifah. Menurut kebiasaan, nama anak
menjadi nama panggilan bagi ayahnya dengan memakai kata Abu (bapak atau
ayah), sehingga ia dikenal dengan Abu Hanafi, dan menurut riwayat lain
sebabnya ia mendapat gelar Abu Hanifah karnah dia adalah seorang yang
rajin melakukan ibadah kepadah Allah dan sungguh-sungguh mengerjakan
kewajibanya dalam agama, karena perkataan „‟Hanif‟‟ dalam bahasa arab
artinya „‟cenderung dan condong‟‟ kepada agama yang benar. Ada pula yang
meriwayatkan bahwah sebabnya dia mendapat gelar Abu Hanifah karana dia
selalu berteman dengan „‟Tinta‟‟ yang menurut iughat irak yaitu (Dawat) Abu
29
Wahbah Az-zuhaili, Al-Fiqh al-islami wat ahlahruhu, cet x, ( Demaskus: Dar al-Fikr,
2017), 1:40 30
Muhammad jawad Mughiyah, al- Fiqh Ala Mazahib Al-Khamzah, Penerjemah Maskur
A.B.,Afif Muhammad Idrus Al-Kaff, cet, XXVII. (Jakarta lentera .2011), hlm. 27
22
Hanifah senantiasa membawa tinta guna menulis dan mencatat ilmu
pengetahuan yang di proleh dari gurunya.31
Bapak Abu Hanifah dilahirkan dalam Islam. Ada beberapa pendapat
ahli sejarah tentang bapaknya. Diantaranya mengatakan bahwah dia berasal
dari anbal dan pernah tinggal di tarmuz dan nisa. Bapak Abu Hanifah seorang
pedagang beliau satu keturunan dengan bapak saudara Rasulullah. Mana
kalah neneknya Zuta adalah hamba kepala suku (bani) Tamim.32
Kakek Abu Hanifah adalah Zautha yang berasal dari kabul
(afganistan) yaitu tawanan perang karena dia berperang melawan Utsman bin
Affan sewaktu menaklukan persia. Penakluakn tersebut bukan hanya di persia
tetapi sampai ke khurasan dan afganistan Zutha termasuk salah satu pembesar
negara yang di taklukan oleh tentara Utsman dan beliau menjadi tawanan
perang akhirnya di serahkan kepada tentara Islam yang menang dalam
peprangan tersebut. Setelah menjadi tawanan perang ia djadikan budak dan
akhirnya bebas dari budak karenah telah masuk Islam. Setelah di bebaskan
dari perbudakan ia menetap di kuffah dan selanjutnya ia berdagang sutra di
kota kuffa dan lahir anaknya di beri nama Tasabit yaituh ayah Abu Hanifa.33
Setiap orang dapat menjadi terhormat dan hambah Allah yang taat,
tidak terikat dengan asal keturunan, misalnya budak atau bukan budak, tetapi
31
Muhammad Chalid, Biografi Empat Serangkai Imama Mazhab.Hanifah Maliki Syafi‟ih
dan Hambali, cet IX, ( jakarta Bulan Bintang. 1994 ), hlm19. 32
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah Biografi Empat Imam Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i,
Hambai, (Jakarta, Bumi Aksara: 1993), h. 15 33
M. Bahari Ghazali dan Djumadris,Perbandingan Maszhab (Jakarta, Pedoman Ilmu
Jaya: 1992), hlm 49
23
di tetapkan oleh uahanya sendiri atau ilmu yang dimilikinya, maka Abu
Hanifah sejak kecil sudah menunjukan menuntut ilmu agama Islam.34
Selain memperdalam Al Qur‟an, imam Abu Hanifah juga aktif
mempelajari ilmu fikih. Ia juga mendalami ilmu hadist dari kalangan
sahabat Rosul, di antaranya kepada Annas bin Malik, Abdullah bin Aufah dan
Abu Taufail Amir, dan lain sebagainya, keluarga Abu Hanifa sebernya adalah
keluarga pedagang, ia sendiri sempat terlibat dalam usaha perdangangan,
namun hanya sebentar sebab ia memutuskan pada soal-soal keilmuan.35
Abu Hanifah adalah pangilan dari Nu‟man, maka Abu Hanifah Ibnu
Tassbit bin Zutha dalam hal ini terjadi bebrapa riwayat tentang pangilan Abu
Hanifah, antaranya yaitu.
a. Karna salah satu anaknya bernama Hanifah, maka Abu Hanifah berarti
bapak dari Hanifah
b. Dia adalah salah seorang yang sangat taqwa Allah dan perinsipnya tidak
dapat digoyangkan, dia tetap berprinsip atau berpegang teguh dengan
agama islam. Dia tidak akan tergoyahkan dengan bujukan apapun yang
diajukan kepadanya, baik itu menguntungakan terlebih lagi yang dapat
merugikan dirinya, misalnya dia diangkat jadi pembesar dengan syarat
Abu Hanifah lebi baim dia di penjara dari pada dia akan meninggalkan
perinsipnya. Demikian kuat perinsip Abu Hanifah .
34
Ibid, hlm. 50 35
Muhammad Jadwal Mughniyah,Al-Fiqh‟ Ala Mazhab Al-Khamzah, hlm. XXVI
24
Dengan demikian Abu Hanifah yang berati berasal dari kata Abu
artinya hambah dan Hanifah artinya cenderung taat kepada Allah.
c. Karanah paling cinta kepada tinta untuk menulis, sehingga beliau
dipanggil oleh guru dan teman temannya dengan pangilan Abu Hanifah
karnah Hanifah dalam bahasa arab berarti tinta, jadi Abu Hanifah berarti
bapak tinta.36
Abu Hanifah ini semenjak kecil sampai meninggalia berada di kota
kuffah atau liraq sejak kecil ia belajar membaca Al-Qur‟an serta
menghafalkannya. Ia hidup dan dibesarkan ditengah-tengah kluarga
pedagangkain sutra dan keluarga yang taat melaksanakan ajaran islam.37
Ada empat sahabat Rasulullah yang sangat berkesan bagi Abu Hanifah
dan ikut mempengaruhi pokok-pokok pemikiranya dan Abu Hanifah,
keempat sahabat itu adalah
a. Umar Bin Khatab, Abu Hanifah tertarik kepada metode Umar dalam
menetapkan hukum dengan menggunakan „‟kemasalahatan umat‟‟
kepentingan umat sebagai dasarnya.
b. Ali Bin Abi Thalib, Abu Hanifah terkesan kepada ali dalam memahami
hakekat Islam dan pengalaman-pengalamannya secara bersungguh-
sungguh.
36
M. Bahri Ghazah dan Djumadris, Perbandingan Mazhab, hlm. 50 37
Ibid, hlm.51
25
c. Abdullah Bin Ma‟ud Abu Hanifah bekesan dengan ketekunan dalam
memplelajari dan memahami Islam.
d. Abdullah Ibnu Abbas, Abu Hanifah atas metodenya memplajari ayat-ayat
Al-Qur‟an dan dari Abdullah Ibnu Abbas inilah Abu Hanifah mendapat
ilmu pengetahuan Al-Qur‟an dan cara-cara menafsirkannya38
.
Imam Abu Hanifah meniggal di kuffah pada tahun 150 H bertepatan
767 M bersama dengan tahun kelahiran calon ulama besar yaitu imam
Syafi‟i.39
Menurut imam An Nawawi berpendapat: beliau meningga dunia
ketika dalam tahanan. Dicertiakan bahwa sebelum Abu Hanifah
meghembuskan nafas yang terakhir, ia berpesan ( wasiat ) supayah mayatnya
dikembumikan ditanah perkebunan yang baik beliau maksutnya degan tanah
yang yaitu yang tidak dirampas oleh seorang raja atau ketua negri. Al- Hasan
bin Ammarah dan rekan-rekannya memandikan mayat Abu Hanifah,beliau
mendapatlkan pujian ibadah, puasah, tahajjud di waktu malam dan membaca
Al Qur‟an.40
Sunggu banyak dari orang awam yang mengiringi jenazah Abu
Hanifah di perkiraka lebih kurang sekitar lima pulu ribu orang yang
mengiringi jenazahnya. Suatu peristiwa yang aneh yaitu Abu Ja‟far A-
38
Ibid, hlm.52-53 3939
Ibid, hlm. 49 40
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah Perbandingan Empat Mazhab (Jakarta, Bumi Aksar:
1993). hlm,69
26
Mansyur penguasa negri masa itu yang telah menahan Abu Hanifah semasa
hidupnya, turut pula sholat atas jenazahnya. Jenazah Abu Hanifah
dikembumikan dimakam perkuburan „Al-Khaizain‟ di timur kota baqdad 41
Semasa hidupnya di kenal sebagai seorang yang sangat dalam
ilmunya, ahli zuhud, tawadu‟ dan sangat teguih memegang ajaran agama.
kepandainya dapat di ketahui melaui pengakuan para ilmuan di antaranya:42
a. Imam Ibnu Mubarrak berkata „‟aku belum pernah melihat seorang laki
laki secerdik dari pada Abu Hanifah
b. Imam Ali bin Asim berkata „‟jika sekitarnya di timbang akal Abu
Hanifah dengan akal penduduk kota ini tentu akal mereka ini
dikalahkannya‟‟
c. Harun Ar-Rasyid berkata „‟ Abu Hanifah adalah seorang yang dapat
melihat dengan aklanya pada barang yang tidak dapat ia lihat dengan
mata kepalanya „‟
d. Imam Abu Yusup berkata “aku belum pernah bersahabat dengan seorang
yang cerdas dan cerdik melebihi Abu Hanifa”.
41
Ibid, hlm.67 42
Muhammad Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, cet, II, (Jakarta :PT Rahaja Grafindo
Persada, 1996, hlm.184
27
2. Guru dan murid Abu Hanifah
a. Guru Imam Abu Hanifah
Abu Hanifah terkenal sebagai seorang alim dalam ilmu fiqhi dan
tauhid. Menurut sebagian parah ahlisejarah bahwah beliau mempelajari ilmu
fiqhi dari Umar, Ali bin Abi Thalib, Abdullah Bin Mas‟ud, Abdullah Bin
Abbas.
Diantara parah gurunya ialah Hamid bin Abu Sulaiman Al-Asy‟ari.
Beliau banyak sekali memberi pelajaran dalam ilmu fiqhi dan juga tauhid dari
guru gurunya43
. Pelajaran ilmu tajwid juga beliau pelajari dari Idris bin „Asir
seorang yang alim dalam ilmu tajwid. Beliau amat terpengaruh pada gurunya
Ibrahim An-Nakha‟ii.
Abu Hanifah terkenal sebagain seorang yang baik dalam mengikuti
kaidah (Al-Qiyas). Kaidah ini berkembang salah satu dasar hukum islam.
Sepeniggal gurunya ia pernah mengajar sebagai penganti di masa itu, banyak
pertanyaan-pertanyaan yang telah di kemukakan kepadanya. Ia telah
menjawab semua pertanyan-pertsnyaan itu. Ketika gurunya pulang dari
musafir ia mintak gurunya supayah semua jawaban-jawabannya. Gurunya
hanya menyutujui 40 dari 60 jawaban saja dari jawaban-jawaban yang telah
diberinya. Sejak itu ia berjanji tidak akan berpisah dari gurunya sampai akhir
hayatnya.
43
Ahmad Asy-Syurbasi dan Biografi Empat Imam Mazhab, hlm. 17
28
Setelah gurunya meninggal dunia, ia menggantikan kedudukan
gurunya, maka banyaklah parah murid-murid gurunya belajar padanya.
b. Murid Abu Hanifah
Diantara beberapa murid Abu Hanifah yang terkenal ialah abu
Yusufya‟kub Al-Ansari dengan pengarahan dan bimbingan dari gurunya ia
terkenal sebagai seorang yang sangat alim dalam ilmu fiqhi dan diangkat
menjadi kadhi semasa khalifah Al-Mahdi dan Al-Hadi,dan juga al-rasyid
pada masa pemerintahan Abbasiyah, Al-Hazali, Al-Hasan bin zaid al-lu‟lu44
Diantara muridnya yang lain adalah Al-Hazzal, mereka tidak banyak
mengarang buku beliau banyak memberikan pelajaran dengan mengajar cara
lisan saja. Begitu juga muridnya Al-Hasan bin Zaid Al-Lu‟lu, mereka juga
termasuk di antara muridnya juga, mereka menjadi kadhi di kota kuffa,
diantara lain kitab karangan beliau al-kadhi,dan al-khaisal
Abu Hanifah meninggalkan beberapa nasehat untuk pegangan hidup,
sebagai nasehat atau pesan-pesan dari seorangh guru kepada anak didiknya
atau murid-muridnya
3. Karya-Karya Imam Abu Hanifah
Dalam buku yang berjudul „‟sejarah dan bigrafi empat mazhab‟‟
dikatakn bahwa walaupun Imam Hanafi tidak menulis kitab, namun murid-
44
Ibid , hlm. 18
29
murid beliau tetap berusaha mengumpulkan dan membukukan fatwa-
fatwa beliau, murid-murid tersebut mengarang kitab yang telah diajarkan
kepada mereka, imam Abu Yusuf umpanya mengarang kitab antara lain; Al-
Kharaj, Al-Athar, dan juga Arras Alai Sairi A-Auzali. Begitu juga dengan Al
hasan bin Ziyad Al lu-lu mengarang kitab al-Qhadi, Al-khaisal Ma‟aini Al-
Imam An-Nufaqat, Al-Kharaj, Al-Fara‟ih, Wisayah,Al-Amani.45
Walaupun Abu Hanifah tidak banyak mengarang kitab untuk
Mazhabnya namun Mazhabnya tetap terkenal di sebaban murid-muridnya
atau anak didiknya banyak menulis mitab-kitab untuk Mazhabnya terutama
muridnya yang bermana Abu Yusuf Muhammad.
4. Perkembangan Mazhab Hanafi
Sepanjang riwayat, bahwa para sahabat Imam Hanafi yang
membukukan Mazhab beliau ada 40 orang, di antara mereka adalah Imam
Abu Yusuf dan Imam Zafar. Dan permulaan yang menulis kitab-
kitabnya ialah Asad bin „Amar.46
Kemudian dikala Harun Ar-Rasyid menjabat selaku kepala negara
bagi dunia Islam, beliau menyerahkan urusan kehakiman
kepemerintahannya kepada Imam Abu Yusuf, muridnya Imam Hanafi yang
terkenal sesudah tahun 170 H. Dengan demikian urusan kehakiman dalam
45
Ibid ,hlm. 19 46
Munawar Chalil, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab: Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan
Hambali, (Jakarta: Bulan Bintang,1994) cet ke-9, hlm 180
30
kerajaan Ar-Rasyid ada ditangan kekuasaannya. Oleh sebab itu, beliau
bertindak tidak menyerahkan urusan kehakiman ke tiap-tiap kota melainkan
kepada orang yang ditunjuk.47
Selanjutnya, Mazhab Imam Hanafi baru dikenal orang Mesir
sesudah tahun 164 H, karena pada waktu itu telah diangkat oleh kepala
negara Al- Mahdy seorang Qadhi yang bermazhab Hanafi mula-mula
menyiarkan Mazhab Hanafi di Mesir, terutama selama pemerintahan Islam
ada di tangan kekuasaan kepala negara keturunan Abbasiyah, makin
berkembangnya Mazhab ini di Mesir, sampai tahun 358 H.48
Tatkala negeri Mesir di tangan kekuasaan para raja
keturunan Fathimiyah, dibawa pula kesana aliran Mazhab mereka, yaitu
Mazhab Syi‟ah Ismailiyah, tidak saja Mazhab ini tersebar disana karenanya,
akan tetapi kedudukan Qadhi juga dipengaruhi oleh Mazhab itu, bahkan
Mazhab Syi‟ah pernah menjadi Mazhab pemerintah dengan resmi. Yakni
hukum yang dilakukan oleh pihak pemerintahan di Mesir menurut Mazhab
Syi‟ah, kecuali dalam masalah yang mengenai ibadat, orang masih
diberikan kemerdekaan melakukan menurut aliran Mazhabnya masing-
masing, melainkan Mazhab Hanafi yang dilarang.49
47
Ibid., h. 181 48
Ibid,hlm182 49
Ahmad Asy Syurbasyi, Al-Aimmah al-Arba'ah, Terj. Futuhal Arifin, "Biografi Empat
Imam Mazhab", (Jakarta: Pustaka Qalami, 2003), hlm 25.
31
Kemudian ketika pemerintahan di Mesir jatuh ketangan Al-
Ayyuby, lalu mereka menindas dan memangkas habis Mazhab Syi‟ah dan
aliran yang berbau Syi‟ah, dalam waktu itu kerajaan Al-Ayyuby
mendirikan banyak sekolah untuk mencetak ulama yang mengikuti Mazhab
Syafi‟i dan Mazhab Maliki. Dan Sulthan Shalahudin Al Ayyubi mendirikan
sekolah untuk memberikan pengajaran Mazhab Hanafi, dan dinamakan
Mazhab Ash Shuyufiyah. Semenjak itu Mazhab Hanafi mendapat kekuatan
kembali untuk berkembang di tengah-tengah Mesir. Kemudian pada tahun
641 H, oleh Sultan Shalih Najmuddin mendirikan madrasah yang dinamakan
madrasah Ash Shalihiyah, dalam madrasah ini diberikan pengajaran-
pengajaran Mazhab empat yang masyhur, Hanafi , Maliki, Syafi‟i, dan
Hambali, sebagai balasan untuk membasmi aliran Mazhab-mazhab yang lain.
Keluarga raja di Tunisia adalah pengikut Mazhab Hanafi. Maka
disana urusan kehakiman ada dua Qadhi yaitu dari golongan Hanafi dan
golongan Maliki karena penduduknya banyak mengikuti Mazhab Maliki,
demikian pula Mufti disana ada dua yaitu bermazhab Hanafi dan
Maliki tetapi yang bertanggung jawab keseluruhannya adalah Mazhab
Hanafi.
Setelah Mesir jatuh ketangan kekuasaan bangsa Turki, maka
kedudukan kehakiman diserahkan kepada ulama yang bermazhab Hanafi,
karena Mazhab Hanafi menjadi Mazhab resmi bagi pihak kerajaan
Usmaniyah dan bagi segenap pembesar negara. Dengan demikian sebagian
32
besar Mesir dipengaruhi oleh Mazhab Hanafi, dengan tujuan agar
mendapatkan kedudukan Qadhi dan hakim. Sekalipun demikian nama
Mazhab Hanafi tidaklah begitu tersiar ke hulu-hulu Mesir, tetapi terbatas
ke kotanya saja, kebanyakan penduduk hulu Mesir tetap bermazhab Syafi‟i.
Selanjutnya Mazhab Hanafi tersiar dan berkembang ke negeri-negeri
Syam, Iraq, India, Afganistan, Kaukasus, Turki dan Balkan. Sebagian besar
penduduk di Turky Usmani dan Al-Bania, adalah pengikut Mazhab Hanafi,
di India di taksir sekitar 48 juta pengikut Mazhab Hanafi, dan di Brazilia
terdapat 25.000 muslim yang bermazhab Hanafi. Tersiarnya Mazhab Hanafi
itu adalah dengan perantaraan pihak kekuasaan para raja.
5. Negara-negara yang menganut Mazhab Hanafi.
Hanafi. Didirikan oleh Imam Abu Hanifah, Mazhab Hanafi adalah
yang paling dominan di dunia Islam (sekitar 45%), penganutnya banyak
terdapat di Asia Selatan (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Lanka, dan
Maladewa), Mesir bagian Utara, separuh Irak, Syria, Libanon danPalestina
(campuran Syafi‟i dan Hanafi), Kaukasia (Chechnya, Dagestan).50
50
http//Mazhab.Perkembangan.empat.mazhab
33
B. Sejarah Singkat Mazhab Syafi‟i
1. Riwayat Hidup
Imam Syafi‟i di lahirkan di gaza bagian selatan dari palestina,
padatahun 150 H. Pertengahan abad yang kedua Hijriyah.51
Pada penghujung
Rajab 150 H. Yang kebetulan bersamaan dengan tahun kelahiran imam Ali
Ar-Ridha , imam kedelapan kaum syiah, pada tahun itu pula imam Abu
Hanifah wafat.52
Dalam riwayat Ali Harim Rahimahullah, dari Amir bin Sawah, ia
berkata „‟imam Asy Syafi‟i berkata kepada ku; aku dilahirkann di negri
asqlan ketika akau berusia dua tahun, ibuku membawaku ke makkah „‟
kemudia Al-Hafidzibnu hajar berkata „‟tidak ada pertentangan anatara satu
riwayat yang lain karena asqalan adalah kota yang sejak dulu telah dikenal
sedangkan ghazzah berdekatan dengannya, jadi bila imam Syafi‟i mengatakan
ia dilahirkan di asqalan, maksutnya adalah kotanya, sedangkan ghazzah
adalah kampungnya.53
dalam riwayat lain dikatakan dari kota asqlan dan kota
ghazzah berjarak tiga kilo meter.
Nama imam Asy-Syafi‟ih adalah Muhammad bin Idris bin Al Abbas
bin Usman bin Syafiih bin As-Saib bin Ubaid bin Abu Yazid bin Hasyim bin
51
Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi‟i, (Jakarta: CV.Pustaka
Tarbiyah, 2014), hlm.19 52
Wahbah Az-zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami Wat Ahlahruhu, cet x, ( Demaskus: Dar al-Fikr,
2017), hlm..6 53
Nabbani Idris Manhaj Al-Imam Asy-Syafi‟i Rahimakumullah Taalah Fiisbat Al-
Agidah, (Bogor: Pustaka Imam As-Syafi‟i, 2002 ), hlm. 16
34
al-mutahlib bin Abdi Manaf bin Qushay bin kilab bin Murrah bin ka‟ab bin
luay bin Galib. Abu Abdillah Al-Quraisyi Asy-Syafi‟i Al- Makki keluarga
dekat Rasulullah dan putra pamanya. Al Mutahlib adalah saudara Hasyim
yang merupakan ayah dari abdul muthalib kakek Rasulullah pada Abdi Manaf
bin Qushaiy, kakeknya Rasulullah yang ketiga.54
Adapun dari pihak ibu yang Fatimah binti Abdullah, bin Hasan,bin
Husein, bin Ali, bin Abi Thalib, menantu dan sahabat nabi dan khalifah ke
empat yang terkenal. Jadi baik di pandang dari segi keturunan darah maupun
di pandang dari keturunan ilmu maka imam Syafi‟ih yang kita bicarakan ini
adalah karib kerabat dari Nabi Muhammad SAW. Gelaran „‟SYAFI‟I‟‟ dari
imam Syafi‟ih diambil dari nenek moyangnya yang kempat yaitu, Syfi‟i bin
Saib.55
Imam Asy-Syafi‟i begitu tekun dalam belajar sehingga ia hafal Al-
Qur‟an dalam usia tuju tahun dan hafal kitab al-muwatha (karangan imam
Malik) dalam usia sepulu tahun pada saat usia 15 tahun imam Syafi‟ih
berfatwa setelah mendapat izin syikhnya yang bernama Muslim bin Khalid
Az-Zanji. Imam Syafi‟i menaru perhatian besar kepada syair dan bahasa,
sehingga ia hafal syair dari suku hudzail.56
54
Ibid, hlm. 13 55
Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi‟i…hlm. 21 56
Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi‟i, hlm. 17
35
Dari mekkah imam Syafi‟i mulai mencari pekerjaan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan atas bantuaan Mush‟ab bin Abdullah yang menjadi
hakim di yaman, imam Syafi‟i akhirnya diankat menjadi hakim di najran dan
berhasil menjlankan tugasnya dengan baik. Pada tahun 184 H, imam Syafi‟i
di fitnah oleh seorang penguasah yang mengadukannya kepada Harun Ar-
Rasyid, pada tahun itu juga ia langsung di mintak untuk menghadap Harun
Ar-Rasyid di irak bersma dengan tujuh ulama lain dan akhirnya dijatuhkan
hukuman mati, tapi pada peristiwa tersebut, imam Syafiih berhasil selamat
dari kematian berkat kekuatan argumentasi yang dia miliki dan berkat
kesaksian Muahammad bin Al Hasan serta Pembelaan yang dilakukan oleh
Al Fadhal bin Rabbi yang berhasil meyakinkan bahwa imam Syafi‟i sama
sekali tidak bersalah.57
Setelah 6 tahun tinggal di mesir mengembangkan Mazhabnya dengan
lisan dan tulisan, dan beliau mengarang kitab banyak sekali diantara kitab
yang dikarang oleh imam Syafi‟i adalah kitab Ar-Risalah (ushul fiqhi) dan
sesudah mengarangkan kitab-kitab beliaupun meninggal dunia
Rabi‟ bin Sulaiman (Murid Imam Syafi‟ih) berkata: imam Syafi‟i
berpulang kerahmatullah sesudah sembahyang maqrib, pada kamis malam
jum‟at akhir hari bulan rajab dan kami makamkan beliau pada hari jum‟at.
57
Wahab Zhaili, Fiqh Imam Syafi‟i …hlm 8
36
Sorenya kami lihat hilal bulan sya‟ban 204 H „‟, didalam tarekh masehi
bertepatan dengan 28 juni 819 M.58
2. Guru dsn Murid Imam Syafi‟i
a. Guru imam Syafi‟i
Imam Syafi‟i mengambil banyak ilmu dri para ualama di berbagai
tempat pada zamannya, di antaranya di mekka, madina, kuffa, bashrah,
yaman,syam, dan mesir hal ini tela di sebutkan oleh Al-Baihaqi, Ibnu
Kasir,Al-Mizzy, dan Al-Hafiz Ibnu Hajar.
Guru Imam Syafi‟i yang pertama ialah Muslim Khalid Az-Zinji dan
lain-lainnya dari imam mekka ketika umur beliau tiga belas tahun beliau
mengembara ke madina di mekka beliau belajar dengan abdul malik samapai
abdul malik meninggal dunia. Dan masi banyak lagi guru-gurunya yang lain
dari kampung-kampung atau kota-kota yang pernah dikunjunginya, antara
lain:
1) Guru beliau ketika di mekka yaitu Muslim Khalid Az-Zinji, imam
Sofwan bin Uyaina , Said bin Al-Kudah, Daud bin Abdurahman, Al-
Attar, Abdul Hamid bin Abdul Aziz bin Abu Daud, Abdurahman Binabu
Bakar bin Abdullah bin Abu Mulaika, Isma‟il bin Abdullah bin
Qishintihin Al-Muqri Muslim bin Khalid Az-Anji
58
,Wahab Zhaili, Fiqh Imam Syafi‟i hlm 45-46
37
2) Guru beliau di madina yaitu Malik bin Anas, Ibrahim bin Yahya Al-
Usmani, Muhammad Said bin Abi Fudaik, dan Abdullah bin Nafi As-
Saiqh.
3) Guru beliau diyaman yaitu Matraf bin Mazin, Hisyam bin yusuf kadhi
bagi kota San‟a, Umar bin Abi Muslamah dan Al-Laith bin Saad
4) Guru beliau di irak yaitu Muhammad bin Hasan, waki‟ bin Al-Jarnah Al-
Kufih, Abu Usman Hamad Al-Kufi, Ismail bin Attiah Al-Basri dan
Abdul Wahab bin Abdul Majid Al-Basri.59
Sebagaimana yang kita ketahui,bahwa guru Imam Syafi‟i sangat
banyak. Diantara mereka ada yang lebih mengutamakan hadist dan ada juga
yang menggunkan tentang fikiran (ar-ra‟yi). Di antaranya ada dari orang
mu‟tazilah bahkan ada juga darfi orang syi‟ah dan setengah dari mereka
adalah mazhab imam Syafi‟i dan sterusnya.
Keadaan gurunya yang berlainan dapat membantu beliau dalam
meluaskan bidang ilmu fiqhi, juga menambah banyak ilmu-ilmu yang di
plajarinya serta meninggikan ilmu pengetahuanya. Di baqdad Imam Syafi‟i
mempelajari ilmu hadist dan ilmu akan yaitu dari gurunya Muhammad bin
Hasan. Beliau menulis ilmu yang diterima dari gurunya pada keseluruhannya.
Beliau sangat menghormati gurunya, dan begitu juga dengan guru-gurunya
sangat menghoramatinya. Imam Syafi‟i lebih menghoramti majlis-majlis
guru-gurunya dari pada majlis-majlis raja-rajanya. Beliau tidak pernah
59
Wahab Zhaili, Fiqh Imam Syafi‟i hlm. 35-35
38
meninggalkan majlis pelajaran yang diadakan oleh guru-gurunya, oleh karena
itu membesarkan dan menghoramati gurunya beliau tidak pernah berbincang-
bincang dengan gurunya kecuali setelah mendapat izin dari gurunya.
Apabilah gurunya meninggalkan majlis pelajaran beliau terus
mempertahankan kedudukan ilmu fiqhi orang-orang madina.
b. Murid Imam Syafi‟i
Imam Al-Bahaiqi telah menyebutkan sebaian dari murid-murid Imam
Syafi‟i sebagaimana telah disebutkan oleh Al-Hafiz Al-Mizzy dan Al-Hafizh
Ibnu Hajar Al-Asqalani. murid Imam Syafi‟ih yang terkenal yaitu
1) Ar-Rabi‟ bin Sulaiman bin Abdul Jabbar bin Kamil
2) Imam Al- Muhaddist Al-Fqih Al-Kabir Abu Muhammad Al-Muradi Al-
Mishri Al-Muadzdzin
3) Abu Ibrahim bin Yahya bin Ismail bin Amar bin Uslim Al-Muzanin Al-
Miashri
4) Al-Imam Al-Allamah
5) Abu Bakar Al-Humaid
6) Ibrahim bin Muhammad Al-Abbas
7) Abu Bakar Muhammad bin Idris
8) Musa bin Abi Al-Jurad
9) Al-Hasan As-Sabah Az-Zafarani
10) Al-Husain bin Ali Al-Karabisi
39
11) Abu Tahur Al-Kulbi
12) Ahmad bin Muhammad Al-Asy‟ari Al-Basari
13) Hurmalah bin Yahya
14) Yusuf bin Yahya Al-Buaiti
15) Ismail bin Yahya Al-Mizani
16) Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakim
17) Ar-Rabi bin Sulaiman Al-jizi
18) Abu Abdillah Muhammad Abdillah bin Abdul Hakim bin A‟yam bin
Laits Al-Imam Syaikhul Islam Abu Abdiilah Al-Mishri Al-Faqih
19) Abu Ya‟kub Yusuf bin Yahya Al-Mishri Al-Buwathi Al-Imam Al-
allamah.60
Diantara parah muridnya yang termasyhur sekali adalah Ahmad bin
Hmbal yang mana beliau telah memberi jawaban kepada pertanyaan tentang
Imam Syafi‟i dengan kata „‟ allah telah memberikan kesenagan dengan
kemudahan kepada kami melalui Imam Syafi‟i kami telah mempelajari
hukum-hukum dan kami telah menyalin kitab-kitab merekah apabialah Imam
Syafi‟i datang kami belajar kepadanya, kami dapat bahwa Imam Syafi‟i lebi
alim dari orang-orang lain, kami senantiasa mengikuti Imam Syafi‟i malam
dan siang apa yang kami dapati darinya adalah kesemuanya baik, mudah-
mudahan Allah melimpahkan rahmat bagi beliau.
60
Ibid,hlm. 38-39
40
Imam Ahmad bin Hambal adalah diantar mereka yang paling banyak
menghadiri majlis pelajaran Imam Syafi‟i sehingga Az-Az‟farani berkata
pada tiap-tiap kali aku menghadiri majlis Imam Syafi‟i maka aku dapati
Ahmad bin Hambal selau bersama di majlis tersebut. Ahmad bin Hambal
sangat menghormati serta membesarkan gurunya Imam Syafi‟i. Pada suatu
hari Imam Syafi‟i menunggang sekor keledai. Ahmad bin Hambal turut
berjalan disampingnya untuk bertanya kepada gurunya ketika Yahya bin
Mu‟in mengetahui hal ini terus beliau mencelah Ahmad bin Hambal. Ahmad
bin Hambal bertanya kepadanya jika engkau berada di sebelah yang satu lagi
tentulah lebi baik bagimu. Ahmad bin Hambal bertanya lagi apabila Imam
Syafi‟i kembali dari kota san‟a kami menyambutnya dengan harapan putih.
3. Karya-karya Imam Syafi‟i
Parah ulama telah menyebutkan karya-karya Imam Syafi‟i diantarnya
yaitu: kitab Al-Umm,Kitab Ar-Risalah, Al-Jadidah, kitab ijma Al-Ilmi, kitab
Ibthal Al-Istihsan, kitab perbedaan antara imam malik dan Imam Syafi‟i,
kitab Ar-Radd‟a Muhammad bin Al-Hasan.61
dalam buku yang brjudul
„‟sejarah dan biografi empat imam mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan
Hambali‟‟ terdapat bebrapa kitab karangan Imam Syafi‟i di antaranya yaitu:
Al-Wasayah Al-Kabirah Iktikaf Ahli irak, Wisyyatus Syafi‟i jami‟Al-Ilm,
61
Ibid hlm 40-41
41
Ibtal Al-Ihtisan Jami‟ Al-Mizani Al-Kabir, jami‟ As-Sighir, Al-Amali
Muktasar Ar-Rabi‟ Walbuuwaiti, Al-Ilma dan lain-lain.62
4. Perkembangan mazhab Syafi‟i:
Mazhab Syafi‟i tumbuh melalui 5 masa:
a. Fase Pembentukan. Fase ini dimulai sejak tahun 179 H, dan berlangsung
cukup lama hingga sekitar 16 tahun, yaitu hingga imam Syafi‟i datang ke
Baghdad untuk kedua kalinya pada tahun 195 H.
b. Fase Kemunculan Mazhab Qadīm (Klasik). Fase ini dimulai sejak tahun
195 H hingga saat beliau pergi ke Mesir tahun 199 H.
c. Fase Kematangan Mazhab Jadīd (Baru). Fase ini dimulai sejak tahun 199
hingga wafatnya beliau tahun 204 H.
d. Fase Pengembangan dan Penyempurnaan. Fase ini dimulai oleh para
murid imam Syafi‟i, sejak wafatnya beliau hingga pertengahan abad ke-5
H.
Selama fase ini para Ashāb (ulama mazhab) terus dengan giat
melakukan Takhrīj, melahirkan hukum permasalah baru melalui teks
imam Syafi‟i.
e. Fase Kestabilan. Yaitu masa stabilnya mazhab dengan matangnya
pengumpulan riwayat, tarjīh (mengunggulkan pendapat yang kuat),
membuat kitab ringkasan yang hanya menyebutkan pendapat yang kuat
saja, kemudian ringkasan ini dijelaskan melalui kitab syarh.
62
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi Empat Mazhab (Jakarta,Bumi Aksara:
1993), hlm 161-162
42
5. Negara-negara yang menganut Mazhab Syafi‟i
Mazhab Syafi‟i. Dinisbatkan kepada Imam Syafi‟i memiliki penganut
sekitar 28% muslim di dunia. Pengikutnya tersebar di berbagai
negaradiantaranya: Indonesia, Turki, Irak, Syria, Iran, Mesir, Somalia,
Yaman, Thailand, Kamboja, Vietnam, Singapura, Filipina, Sri Lanka ,
Malaysia dan Brunei.
43
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG SOGOK
A. Sogok Menurut Imam Hanafi
Dalam fatwa Qadi‟ Khan (tokoh mazhab hanafi) disebutkan kalau
seorang anak hakim, atau notulenya, atau salah satu pegawainya
menerima sogok, dalam kasusnya diserahkan keputusan hakim tersebut
untuk diputuskan hukumnya, maka keputusan hakim diterima kalau dia
tidak mengetahui transaksi suap yang terjadi. Tapi jika hakim mengetahui
praktek kolusi yang terjadi dengan kerabatnya, maka keputusanya ditolak.
Jika peraktek sogok suda menjadi kebiasaan, maka posisi hakim tidak akan
diakui lagi.63
Praktek suap adalah sesuatu yang diharamkan, bagi bagi yang
memberi maupn yang menerima.
Ada empat macam bentuk peraktek suap yaitu:
Pertama, haram dari kedua belah pihak.
Kedua, kalau seorang memberi suap pada hakim untuk diringankan
hukumnya, maka baik keputusanya benar maupun tidak dihukum dari
kedua belah pihak
63
Abdul Gani Bin Ismail, Hukum Suap dan Hadiah, (Jakarta: Cendekia, 2003), hlm 122
44
Ketiga, kalau seorang membayar atas dasar khawatir pada dirinya
atau pada hartanya, maka haram bagi yang menerima dan tidak bagi yang
pemberi. Begitu pula hanya dengan orang yang menebus dan yang
memnerima unag suapuntuk menjaga kekayaanya.
Empat, Seorang di benarkan membayar pada abdi demi kelancaran
usahanya, tapi tidak dibenarkan untuk orang yang menerimnaya.
Bentuk yang dibenarkan ketika mendapati kondisi demikian
adalah: orang yang menerima suap mengabdikan dirinya sehari semalam,
sesuai dengan pembayaran yang telah diberikan. Dengan transaksi seperti
itu maka hukumnya sah.
Jika dia memberikan suap terlebi dahulu demi kelancara urusanya,
maka orang yang memberi suap punya wawenang untuk menyeruhkan
bekerja sesuai dengan dengan transaksi kedua belah pihak bekerja pada
orang lain.
Jika sesorang memintak bantuan untuk memperlancar urusan
birokrasinya tampah didahului dengan uang pelican (diberikan setelah
urusanya berakhir) maka para ulama berbeda pendapat: sebagian ulama
tidak membenarkan bagi orang yang menerimanya dan sebagian lagi
membenarkan (sah), karna hal tersebut adlah sifat balas budi (seperti
45
sesorang yang bertindak sebagai imam sekaligus muadzin tampah diseratai
dengan syarat tertentu).64
Dalam fatwa Al Bazaziyah disebutkan: seorang hakim tidak boleh
menerimah hadia dari orang lain dan dari kerabatnya kecuali jika ia
diberikan sebelumnya dan kalau ada tambahan maka selebihnya ditolak.
Kalau ada permusuhan di antara mereka, maka tidak ,boleh diterima; jika
telah diberikan sebelumnya tetapi masi dapat dikembalikan, maka
kembalikanlah. Tapi jika tidak dapat dikembalikan maka masukanlah ke
baitul maal.
Hal tersebut berlaku pada semua bidang; tidak sah menerimanya.
Kalau hakim tersebut melarat, maka dia boleh menerimnya, tetapi
setelah itu dikembalikan .
Seorang hakim yang telah memutuskan suatu perkara kemudian
menerima suapatau sebaliknya, maka keputusanny tidak diterima. Kalau
dia menyadari kesalahanya dan mengembalikan uang suap yang telah
diambilnya, maka keputusanya sah, karnah sifat fasik tidak menghapus
segalanya.
a. Hakim Yang Menerima Suap Tidak Diterima Keputusannya
Dalam Syrah AlAin‟ atas buku Al Khanz Al Asrussyani
menyebutkan dalam kitab Al-Fushul „‟jika seorang hakim menerima suap,
64
ibid, hlm. 123
46
mka keputusanya (pada perkara tersebut) ditolak, sedangkan keputusan
perkara yang tidak disertai dengan uang suap dapat diterima.
Imam Al Bazdawi berakat, „‟Diterima juga dalam perkara perkara
yang diselipi dengan uang sogokan.‟‟
Sementara sebagian ualama lain berpendapat, „‟perkara yang
didlamnya ada suap ataupun tidak ada bati.‟
As Sarkhasi (imam yang terkemuka) lebi cenderung pada pendapat
yang pertama, sebagaimana pendapat Al Khashaf.65
Kalau seorang anak hakim, notolen, atau parah pegaweainya
menerima uang suap, dan hal ini diketahui serta diridhai oleh sang hakim,
maka keputusan tertolak. Tapi kalau hakim tidak mengetahuinya, maka
keputusanya diterima
B. Sogok Menurut Imam Syafi‟i
a. Hukum Memberi dan Menerima Sogok dalam Mengambil
Keputusan
Para pemuka dan toko mazhab Syafi‟i di antaranya Ibnu Rif‟ah
dalam Kifayat An Nabawiyah Fi Syarh At Tanbiyah berkata, „‟tidak
dibenarkan seorang hakim menerima suap, sebagaimana diriwayatkan oleh
Abu Bakar bin Mundzir dari Abu Hurairah, ia berkata,
65
Ibid, hlm.126
47
زتش له سوقي لهزق ش صنق عو م الق رس هل
Artiny: Rasulullah SAW melaknat orang yang memberi dan menerima
suap.66
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah Tsaubah dan mengatakan
bahwa Rasulullah SAW berkata
ا ش ت لهش لهقذ زتش لهزق له ش لهزق الق ع
Artinya: Allah SAW melaknat orang yang memberi suap, menerima suap,
dan orang yang menghubungkan keduanya.
Begitu juga diriwayatkan dari anas
Penyebab yang mendasar adalah jiaka sang hakim menerima suap
untuk melenceng dari kebenaran yang akan diputuskan, sehingga
hukumnya ,haram.
Jika menerima suap dengan maksud tidak memberi keputusan
hkum secara objektif, sementara dia berwenang untuk memutuskan kepada
pihak yang bersengketa, maka menghindar untuk memberi keputusan
hukum duharamkan baginya.
66
Hadist Shahih bukhari (surabaya Al-ikhlas, 1980) hlm 85
48
Jika hakim ingin memutuskan perkara secara benar, maka
seharusnya dia tidak menerima upah dari pemimpin (orang yang
dihormati).
Al Ghazali rahimahullahu dalam Ihya‟ Ulumuddin sejalan dengan
pendapat kyang pertama, ia berkata, „‟Harta pemberian yang dikeluarkan
belakangan adalah tanda kekerabatan dan sedekah. Pemberian yang
dikeluarkan lebih awal dengan maksud ada balasan harta adalah pemberian
yang mungkin masi mendapatkan pahalah. Tapi kalau dimaksutkan untuk
pekerjaan yang benar atau mewajibkan suatu syarat tertentu, maka hal
tersebut adalah bentuk suap. Jika diperbolehkan, maka berbentuk
persewaan atau upah. Atau dengan maksud memberi sebagai tanda
kekerabatan dan kasih saying. Pemberian tampah tendesi apa apa adlah
hadiah, meskipun akhirnya terbrntuk niat dengan maksud lain, diantaranya:
jika bertujuan mendapat tambahan ilmu, sesuatu yang bermampaat, atau
keturunan. Sedangkan kalau bermaksud mempegaruhi keputusan hukum
atau sesuatutugas maka itu suap.
Qadi‟ AbuThayib dan Abu Hamid rahimahullahu dalam
komentarnya berkata, „‟seorang hakim diharamkan menerima suap jika dia
mendapat gaji dari baaitul mal. Tapi jika dia tidak mendapatkan suatu dari
baitul maal, maka dia boleh menerima sesuatu yang bernilai pantas.
Seperti perkataan seorang hakim kepada dua orang yang bersengketa,
„Aku akan memutuskan perkara kalian bedua jika ada upah untukku.‟
49
Dalam konteks demikian sang hakim boleh (hukumnya halal) menerima
pemberian tersebut.‟‟
Begitu pula pendapat Jurani rahimahullahu dalam At Taharir Ibnu
Shibagh berkata, „‟hal seperti itu diperbolehkan, karna tidak disyaratkan
atau diminta dari satu orang. Seandainya hanya diminta dari satu orang
untuk memutuskan hukum secara benar maka dinamakan hadiah.‟‟
Al Badaniji berkata,‟‟ Booleh seperti demikin, yang penting hakim
hanya mendapatkan biaya penghidupan fari profesi itu, karna juka dia
tidak menerimanya maka akan terputus biaya hidupnya (sebagaimana
ditulis dalam Al Hawi). Akan tetapi kalau dia tidak merasa hidupnya susah
dwngan tidak adanya upah dari orang yang bersengketa (baik
penghasilannya mencukupi maupun tidak mencukupi), maka dia tidak
diperbolehkan mendapatkan upah dari orang orang yang bersengketa.67
67
Ibid, hlm. 136
50
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Metode Istinbat Hukum Imam Abu Hanifah Dan Imam Asy-Syafi‟i
1. Metode Istinbath Hukum Imam Abu Hanifah
Pola pemikiran Imam Abu Hanifah dalam menetapkan hukum,
sudah tentu sangat dipengaruhi latar belakang kehidupan serta pendidikannya,
juga tidak terlepas dari sumber hukum yang ada. Abu Hanifah dikenal
sebagai Ulama al-Ra‟yi. Dalam menetapkan hukum Islam, baik yang di
istinbathkan dari al- Quran ataupun hadits, beliau banyak menggunakan
nalar.68
Dari keterangan diatas, nampak bahwa Imam Abu Hanifah dalam
menetapkan hukum syara„ yang tidak ditetapkan dalalahny secara qath‟iy
menggunakan ra‟yu. Dalam menetapkan hukum, Abu Hanifah dipengaruhi
oleh perkembangan hukum di Kufah, yang terletak jauh dari Madinah sebagai
kota tempat tinggal RasulullahSAW.69
Sebagaimana telah dikemukakan diatas, Imam Abu Hanifah
berijtihad untuk mengistinbathkan hukum, apabila sebuah masalah tidak
68
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Logos Lacana Ilmu,
1997), hlm.9 69
Ibid, hlm. 99
51
terdapat hukumyang qath‟iy (tetap dan jelas hukumnya dalam al-Quran dan
Hadits), atau masih bersifat zhanny dengan menggunakan beberapa cara atau
metode yang Imam Abu Hanifah gunakan dalam mengistinbathkan hukum
adalah dengan berpedoman pada:70
a. Al-Quran
Al-Quran al-Karim adalah sumber hukum yang paling utama. Yang
dimaksud dengan al-Quran adalah Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW tertulis dalam mushaf bahasa arab, yang sampai kepada
kita dengan jalan mutawatir, dan membacanya mengandung nilai ibadah,
dimula dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas.71
Imam
Abu Hanifah berpendapat bahwa al-Quran merupakan sendi al-Syariah dan
tali Allah yang kokoh, ia adalah yang umum yang kembali kepadanya seluruh
hukum-hukumnya, dan tidak ada satu sumber hukum melainkan harus tunduk
padanya.
b. Al-Sunnah
Kata سح berasal dari kata سح–س–س72
secara etimologi berarti cara
yang biasa dilakukan, apakah cara adalah sesuatu yang baik, atau yang buruk.
Sunnah dalam istilah ulama ushul adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi
70
Moenawir Chalil, Biografi Imam Empat Serangkai, (Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1995),
hlm.79 71
A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian , Pengembangan dan Penerapan Hukum
Islam,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. ke-7, hlm. 62. 72
Sairuddin, Kamus Arab Indonesia al-Azhar, (Jombang: Lintas Media, tt), Cet. ke-2,
hlm.213.
52
Muhammad SAW, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, maupun pengakuan
dan suatu perbuatan yang dituntut melakukannya dalam bentuk tuntutan yang
tidak pasti dengan pengertian diberi pahala orang yang melakukannya dan
tidak berdosa orang yang tidak melakukannya.
Menurut Imam Abu Hanifah al-Sunnah berfungsi sebagai penjelas dan
perinci kandungan al-Kitab yang mujmal sebagaimana fungsi Nabi SAW
menyampaikan wahyu yang diturunkan padanya, menjelaskan dan
mengajarkan.
c. Fatwa-fatwa (Aqwal) Sahabat dengan pendapatnya.
Fatwa-fatwa sahabat dijadikan Imam Abu Hanifah sebagai sumber
pengambilan atau penetapan hukum dan ia tidak mengambil fatwa dari
kalangan tabi„in. Hal ini disebabkan adanya dugaan terhadap pendapat ulama
tabi„in atau masuk dalam pendapat sahabat, sedangkan pendapat para sahabat
diperoleh dari talaqqy dengan Rasulullah SAW, bukan hanya dengan
berdasarkan ijtihad semata, tetapi diduga para sahabat tidak mengatakan itu
sebagai sabda Nabi, khawatir salah berarti berdusta atas Nabi.7
Perlu ditambahkan bahwa dalam kitab-kitab Mazhab Imam Hanafi
terdapat beberapa perkataan (aqwal), yakni qaul Imam Abu Hanifah sendiri,
Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad bin Hasan dan Imam Zafar bin Hudzail.
KarenaImam Abu Hanifah melarang para muridnya untuk taqlid meskipun
bertentangan dengan pendapatnya
53
d. Qiyas
Secara etimologi, kata qiyas berarti artinya mengukur,
membandingkan sesuatu dengan semisalnya. Sedangkan tentang arti qiyas
menurut terminologi terdapat beberapa definisi berbeda yang saling
berdekatan maknanya. Salah satunya adalah pendapat Abu Zahrah yakni:
ح ع ح للاسل ق للا جلحد لتقي له ز سوقي عن ل ر تلدلهقث صو الله لهلص عصز
وح ق رلهل للا
Artinya : Menghubungkan (menyamakan) hukum perkara yang tidak ada
ketentuan nashnya dengan hukum perkara yang sudah ada ketentuan
nashnya berdasarkan persamaan illat hukum keduanya Dari definisi
di atas, maka para ulama ushul menetapkan rukun qiyas yang terdiri
dari 4 macam,yaitu:73
1. Ashal, yaitu sesuatu yang dinashkan hukumnya yang menjadi tempat
mengqiyaskan. Ashal ini harus berupa ayat al-Quran atau sunnah,
serta mengandung illathukum.
2. Far‟u, yaitu cabang atau sesuatu yang tidak dinashkan hukumnya yaitu
yang diqiyaskan, yang disyaratkan tidak memiliki hukum sendiri,
73
A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian, Pengembangan dan Penerapan Hukum Islam,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), Cet. ke-7, hlm. 77
54
memiliki illat hukum sama dengan illat hukum yang ada pada ashal,
tidal lebih dahulu dari ashal, dan memiliki hukum yang sama dengan
ashal.
3. Hukum ashal, yaitu hukum syara„yang dinashkan pada ashal
kemudian menjadi hukum pula pada far‟u (cabang). Yang disyaratkan
bersifat hukum amaliyah, pensyariatkannya rasional (dapat dipahami),
bukan hukum yang khusus (seperti khusus untuk Nabi), dan hukum
ashal masih berlaku.
4. Illat hukum, yang sifat nyata dan tertentu yang berkaitan dengan ada
dan tidak adanya hukum. Illat hukum disyaratkan dapat diketahui
dengan jelas adanya illat, dapat dipastikan terdapatnya illat tersebut
padafar„u, illat merupakan penerapan hukum untuk mendapat Maqasid
al-Syari„iyyah dan illat tidak berlawanan dengannash
e. Istihsan
Dari segi bahasa kata istihsan adalah bentuk mashdarnya artinya
menganggap sesuatu lebih baik, adanya sesuatu itu lebih baik untuk diikuti.
Sedangkan menurut istilah syara„ adalah penetapan hukum dari seorang
mujahid terhadap suatu masalah yang menyimpang dari ketetapan hukum
55
yang diterapkan pada masalah-masalah yang serupa, karena alasan yang lebih
kuat yang menghendaki dilakukan penyimpangan itu.74
f. Ijma„
Secara bahasa ijma„ berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk
mashdarnya secara bahasa memiliki beberapa arti, diantaranya: pertama,
ketetapan hati atau keputusan untuk melakukan sesuatu. Kedua,sepakat.
Sedangkan secara istilah syara„ adalah kesepakatan para mujtahid dalam
suatu masa setelah wafatnya Rasulullah SAW terhadap hukum syara„ yang
bersifat praktis (amaly). Para ulama telah sepakat tidak terkecuali Imam
Abu Hanifah bahwa ijma„ dapat dijadikan argumentasi (hujjah) untuk
menetapkan hukum syara„.
g. Urf (adat yang berlaku didalam masyarakat umat Islam)
Dilihat dari segi bahasa kata urf berasal dari bahasa arab mashdarnya
sering diartikan dengan sesuatu yang dikenal. Contohnya dalam kalimat
Ahmad lebih dikenal dari yang lainnya. Menurut istilah syara„ adalah
sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan manusia dalam pergaulannya dan
sudah mantap dan melekat dalam urusan- urusan mereka. Para ulama sepakat
apabila urf bertolak belakang atau bertentangan dengan al-Quran dan sunnah
74
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, alih bahasa: Saefullah Maa„sum, Slamet Bayir,
Mujib Rahmat, Hamid Ahmad, Hamdan Rasyid, Ali Zawawi Fuad Falahuddin, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2008), Cet. ke-11, hlm. 401
56
maka urf tersebut bertolak (tidak bisa diterima).75
2. Metode Istinbath Hukum Imam SyaFi‟i
Imam Syafi'i adalah seorang imam madzhab yang terkenal dalam
sejarah Islam, seorang pakar ilmu pengetahuan agama yang luas dan
memiliki kepandaian yang luar biasa, sehingga ia mampu merumuskan
kaidah-kaidah yang dapat dipakai sebagai metode istimbath,
sebagaimana yang termaktub dalam karyanya yang terkenal yaitu
“Ar-Risalah”. Kitab Ar-Risalah merupakan sumbangan Imam Syafi'i
yang sangat besar dalam dunia intelektual muslim. Dengan kitab Al-
Qur'an, As-Sunah serta teori Imam Syafi'i tentang prinsip- prinsip.
Jurisprudensi (ushul fiqh) penjabaran hukum Islam dapat diawasi
keotentikannya secara obyektif sekaligus kreatif dikembangkan dengan
suatu penalaran yang rasional.
Imam Syafi'i apabila hendak memutuskan suatu hukum, beliau
pertama mendahulukan tingkatan yang lebih tinggi sebagaimana
diterangkan dalam kitab Ar-Risalah, bahwa dasar Imam Syafi'i dalam
menetapkan hukum adalah:.
a. Kitab Allah
b. Sunnah Rasul
75
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, alih bahasa: Saefullah Maa‟sum, Slamet Bayir,
Mujib Rahmat, Hamid Ahmad, Hamdan Rasyid, Ali Zawawi Fuad Falahuddin, Cet. ke-11, hlm.
402
57
c. Ijma„
d. Qiyas.76
Imam Syafi'i sangat mengutamakan dan menyatukan Al-Hadits
sebagai pemberi penjelasan terhadap Al-Qur'an yang sifatnya masih dzanni.
Oleh karena itu jumhur membolehkan mentahsis Al-Qur'an dengan Khabar
Ahad. Adapun yang dimaksud dengan Hadits Ahad adalah hadits yang
diriwayatkan oleh satu orang dari satu orang dan demikian seterusnya
sampai ke sumbernya, yakni Nabi atau sahabat. Hadits seperti ini tidak dapat
menjadi hujjah, kecuali jika orang yang meriwayatkan terpercaya dalam
agamanya,dikenal jujur dalam periwayatan, memahami apa yang
diriwayatkan, menyadari sesuatu lafadz yang mungkin mengubah arti hadits,
dan hendaknya cakap meriwayatkan hadits kata demi kata sebagaimana
yang ia dengar dan bukan hanya mungkin dapat mengubah artinya, tidak
diketahui jelas, mungkin sebaliknya.77
Disamping itu, jumhur mengemukakan alasan bahwa perintah Allah
untuk mengikuti Nabi tidak terbatas karena itu apabila Nabi mengeluarkan
suatu ketentuan, umat Islam wajib menaantinya andaikata ketentuan itu dari
Nabi SAW itu menurut lahirnya berlawanan dengan umumnya Al-Qur'an
hendaknya diusahakan untuk mengompromikannya, ialah mentahsiskan
keumumannya, dan mereka konsekuen dengan pendapat bahwa dalalah lafadz
76
Muhammad Abu Zarah, UshulFiqh, AlihbahasaSaepullahMaa‟sumSlametBasyir,
MujibRahmat, Hamid Ahmad, HamdanRasyid, Ali ZawawiFuadFalahuddin, cet. Ke 11 hlm 7. 77
Muhammad bin Idris, Asy-Syafi‟IAr-Risalah,(Beirut Dar Al-Fikr, 19976), hlm.160
58
amm sebagian satunya adalah dzanni. Oleh karena itu tidak ada halangan
mentahsiskan keumumannya Al Qur'an dengan khabar Ahad yang berdalalah
dzanni itu.78
Selanjutnya Imam Syafi'i mempergunakan Ijma„ jika tidak terdapat
ketentuan hukum sesuatu, baik dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah.
Mengenai apa yang disepakati (ijma„) dan dikatakan ada landasan riwayat
dari Rasulullah. Mengenai ijma„ yang tidak terkait dengan riwayat dan Nabi,
Imam Syafi'i tidak dapat menjelaskan sebagai sumber dari riwayat itu, sebab
seorang hanya dapat meriwayatkan apa yang ia dengar. Tidak dapat seseorang
meriwayatkan sesuatu berdasarkan dugaan di mana ada kemungkinan bahwa
Nabi sendiri tidak pernah mengatakan atau melakukannya. Maka kami
menerima kesepakatan umat dan mengikuti otoriter mereka dengan
keyakinan bahwa setiap sunnah Nabipasti diketahui oleh sebagian lainnya.
Kami yakin bahwa umat tidak akan bersepakat atas sesuatu kesalahan.79
Menurut Imam Syafi'i, Ijma merupakan hujjah syar„iyah karena ketika
Umar bin Khattab berkunjung ke Al-Jabiyah, dia berpidato di muka para
sahabat, pada kesempatan itu beliau mengemukakan:
ز ت ع زج تام: ل زجا تز لت س وك لت ع حدثا عثد الله حدقث لت حدثا جاتزع عثد له
عقام: لهيطقاب رع الله ع خطوة تالهجاتقح عقن: تاى عل قا ا رسم الله صو الله عو سلى ع
جن هثلد تاهثشادج ق لهزق لهلشب حلق ل حي ثيق يش ز ثيق و ح ل ت صحات ص لرد لسل ا ع تثن ل تسو
78
Muhammad KhuzairiBeik,UshulFiqh, (Beirut Dar Al-Fikr,1994), hlm. 186-187. 79
ibit, hlm. 204
59
لي تحثحح لهجقح ل ع )رل حسح س ت سق ا سزق ت ثا هث ق لهشطا اعح عا عاشى لهي
.لحد(
Artinya : “Diceritakan dari Abdullah berkata: Bapak saya menceritakan
padaku,diceritakan Jabir dari Abdul Malik ibn Umar, dari Jabir ibn
Samurah berkata Umar bin Khattab telah berkhutbah dihadapan
kaum muslimin di Jabiyah dengan perkataan; Sesungguhnya
Rasulullah SAW berdiri seperti berdirinya aku di sini dan bersabda:
―berbuat baiklah kepada sahabat-sabahatku kemudian penerus-
penerusnya dan penerus yang selanjutnya, kemudian datang seorang
sahabat yang bersumpah sebelum dimintai sumpah dan memberi
kesaksian sebelum dimintai kesaksiannya. Barang siapa yang ingin
memperoleh kelapangan di surga, maka ia harus mengikuti mayoritas
umat, maka sesungguhnya syaitan besera orang yang menyendiri jika
seorang bergabung dengan yang lainnya sehingga menjadi berdua
dan seterusnya maka syaitan semakin menjauh. Janganlah seorang
laki-laki menyendiri dengan seorang wanita, sebab syaitan akan
menjadi teman ketiga bagi mereka, dan barang siapa merasa bahagia
dengan amal baiknya dan merasa susah dengan amal buruknya, maka
dia adalah mukmin yang sesungguhnya. (HR. Ahmad).80
Yang dimaksud dengan Ijma„ menurut Imam Syafi'i adalah :
سوقي عن ر تلدلهقث صو الله لهلص ح ع عصز ح للاسل ق للا جلحد لتقي له ز ل
وح ق رلهل للا
Artinya: Kesepakatan para imam mujtahid diantara umat Islam pada
satu masa setelah Nabi SAW terhadap suatu persoalan‖.81
Kemudian jika tidak terdapat pula dalam ijma„ (kesepakatan para
ulama), maka Imam Syafi'i mempergunakan istimbath qiyas (analogi).
80
Muhammad Abdul As-Salam Abdul As-Sani, Musnad Imam Ahmad Bin Hambal, Juz I, (
Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah), hlm 24
81
HasbiAsy-Shiedieqy, PokokPokokPegangan Imam Mazhab, (Jakarta:BulanBintang,
1981), hlm 152
60
Dalam kitab Ar-Risalah Imam Syafi'i, disebutkan bahwa semua
persoalan yang terjadi dalam kehidupan seorang muslim tentu ada hukum
yang jelas dan mengikat sekurang-kurangnya ada ketentuan umum yang
menunjukkan kepadanya. Jika tidak, maka ketentuan hukum itu tidak lain
adalah qiyas.82
Qiyas itu ada dua macam:
Pertama, yaitu kasus yang dipersoalkan tercakup dalam arti dasar
yang terdapat dalam ketentuan pokok. Dalam qiyas semacam ini, insya
Allah tidak akan terjadi perbedaan.
Kedua, yaitu kasus yang dipersoalkan tercakup dalam ketentuan
yang lebih mendekati kemiripannya. Dalam qiyas semacam ini perbedaan
memang sering terjadi.83
Diantara firman Allah yang mendasari qiyas adalah (Q.S. Al
Baqarah: 255). :
تش لا حط ا شا ۦ إلاق عو ت
Artinya:Mereka tiada tahu tentang ilmu-Nya kecual iyang ia kehendaki”.
84
B. Pendapat Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi‟i Tentang Sogok Menyogok
82
Muhammad bin IdrisAsy-Syafi‟IAr-Risalah hlm. 206 83
Ibid, 207
84
Depertemen Agama Ri, Al-Qura’an dan Terjemahannya hlm 2006
61
Dalam Mempertahankan Hak
1. Pendapat Mazhab Hanafi
Madzhab Hanafiyyah menyebutkan bahwa sogok memiliki berbagai
macam bentuk diantaranya, apabila pemberian ditujukan untuk menarik
simpati dan timbulnya rasa kasih sayang maka hal ini halal baik bagi pemberi
maupun penerima
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
ل ادتحا ت تن رسم الله سوي: ت
Artinya: Saling memberilah, niscaya kalian akan saling mencintai.85
Dalam hal ini, menurut penulis jika ada seseorang yang memberi
hadiah kepada orang lain dengan menarik simpati baik itu karena tujuan
supaya dapat mempertahankan haknya, maka hal ini boleh sepanjang tidak
menghalalkan segala cara dalam pemutusan hukum oleh pengadilan.
Selanjutnya Madzhab Hanafiyyah berpendapat bahwa apabila
pemberian penguasa maka tidak diperbolehkan untuk menerimanya.
Sementara untuk memberi pemberian kepadanya adalah boleh, hal ini
dikarenakan si pemberi menjadikan hartanya sebagai alat penyelamat bagi
dirinya atau sebagian hartanya. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Mas„ud
r.a:
ج يس تاهحثشح ارت سلد رع الله ع: لق رشد لت ع
Artinya: Dari Ibnu Mas„ud r.a.: Bahwasannya ia memberi risywah dua dinar
85
Iman Burhani, Al-Muhithal- Burhani, Juz 12, hlm.191
62
kepada raja habsyah dan hal itu menyelamatkan dirinya.86
Juga riwayat dari jabir r.a:
شا ي ها لهزق ل ق أ ت س تام هي هجد ع ع جاتز رع الله ع لق
Artinya: Dari jabir r.a berkata: Kami tidak menemukan dizaman bani
umayyah sesuatu yang lebih bermanfaat bagi kami dari pada risywah.
Menurut madzhab ini, menerima pemberian itu adalah haram dan
tindakan memberi adalah penyebab dari perbuatan menerima, sementara
dalam ushul fiqih dikatakan:
لهحزلى حزلى ل لهل
Artinya: Menyebabkan sesuatu yang haram adalah haram.87
Maka dari itu, pemberian tersebut harus dengan tujuan mencegah
kedholiman dari dirinya dan tidak untuk menyebabkan adanya perbuatan
haram. Jenis yang lain adalah pemberian hadiah dengan tujuan
mempertahankan urusan antara dirinya dengan penguasa serta dengan tujuan
agar dibantu oleh penguasa dalam urusan tersebut. Hal ini ada dua pendapat
Jika urusan tersebut adalah urusan yang haram, maka tidak boleh
memberi ataupun menerimanya.
Jika urusannya adalah urusan yang diperbolehkan, maka ada dua
pendapat. Pertama, jika pemberian itu dengan syarat meminta tolong kepada
penguasa. Maka, tidak boleh menerimanya sebab membela urusan orang
muslim adalah wajib bagi penguasa tanpa di iming-imingi harta.
Sementara memberi adalah menurut sebagian pendapat tidak boleh
86
Ibid, hlm. 93 87
Ibid,93
63
menjadi penyebab dari perbuatan menerima dimana menerima adalah sesuatu
yang haram. Dan pendapat yang lain membolehkan karena bertujuan untuk
mencegah kedholiman pada dirinya. Hal ini diqiyaskan pada kewajiban
memberi sesuatu kepada hal yang memiliki harapan yang jelas dalam sebuah
pekerjaan dan menolak kerusakan pada pekerjaan itu, dimana hal ini
dimaksudkan sebagai upah sewa.
Sementara upah adalah hak bagi orang yang dipekerjakan. Dan iapun
juga diberikan pilihan untuk mengambil pekerjaan itu ataukah tidak. Kedua,
adalah makruh menurut qiyas dalam masalah mu„adzin dan imam. Jenis
sogok selanjutnya menurut Hanafiyyah adalah pemberian yang diberikan
karena memiliki urusan yang sama dengan penguasa, hal ini boleh. Karena
berbagi rizki (kenikmatan) untuk menyelamatkan diri dari kedholiman.
ا ح عوشلز ل سلهت إه لهصقلج لهسقلى: تد تام عو
Artinya: Dan sungguh Rasulullah SAW bersabda: barang siapa yang
diberi nikmat oleh Allah, maka bersyukurlah.”88
Sementara mengambilnya tidak boleh, karena memiliki urusan dan
kewajiban yang sama.
أعا جليز لهق عثدال ت تد جا ع ي أهف در دقحق تثوغ أرتل د إه أ وي لهظ خوص ا ظو
ا إقا لاا كن تد ال أعثد عقام
Artinya: Dan sungguh telah datang berita bahwa Abdullah bin ja„far
menolong orang yang terdholimi, membersihkan dirinya dari
kedholiman dan diberikan kepadanya hadiah sampai 40 dirham, maka
88
Hadits Shahi Bukhari (Surabaya al-ikhlas 1980) hlm. 175
64
ia berkata: sesungguhnya kami tidak memakan dengan agama kami.
Dan sebagian ulama„ Hanafiyyah berpendapat boleh menerimanya,
karena hal ini termasuk menjalin hubungan silaturrahmi. Sementara
silaturrahmi adalah sesuatu yang wajib dan baik.89
Selanjutnya madzhab Hanafiyyah pemberian yang diberikan kepada
orang yang ditangani urusannya, jika diantara keduanya terdapat hadiah
sebelum dijatuhkan putusan dengan sebab kedekatan atau sedekah, maka
tidak pantas untuk diterima karena hal itu dimaksudkan mempengaruhi
jatuhnya putusan dan hal demikian menyerupai suap atau sogok. Jika
pemberian itu diberikan sebelum jatuhnya putusan, maka boleh menerimanya.
Jika pemberian itu sudah menjadi sebuah kebiasaan diantara keduanya, maka
boleh diterima baik sebelum dan sesudah jatuhnya putusan.90
Tidak diperbolehkan hibah dan shodaqah kecuali harus diterima
dengan lapang dada. Sebab pemberian itu akan mempererat hubungan
kekeluargaan (silaturrahmi).91
2. Pendapat Mazhab Syafi„i
Sementara menurut madzhab Syafi„iyyah, Sogok-menyogok itu haram
secara mutlaq. Jika pemberian karena kedekatan dan shadaqah maka
dikatakan pemberian dengan berharap pahala. Jika untuk pekerjaan yang
diharamkan dan kewajiban yang ditentukan maka termasuk sogok. Jika
89
Ibid, hlm.192 90
Ibid, hlm.187-188 91
Syeikh Mahmud Abu Daqiqah, Al – Ikhtiyar li Ta‟lilil Mukhtar, Juz 3 (Beirut: Dar al-
kitab al-ilmiah,1995), hlm.48
65
pemberian karena popularitas dalam hal ilmu dan nasab, maka dikatakan
hadiah. Jika karena urusan yang ditangani dalam sebuah pekerjaan dan
putusan hukum, maka termasuk sogok.
Para pemuka dan tokoh masyarakat Syafi‟i daiantaranya Ibnu Rif‟ah
dalam Kifayat An-Nabawiyah Fi Syarh At-Tanbiyah-berkata, “Tidak
dibenarkan seorang hakim menerima suap, sebagaimana diriwayatkan oleh
Abu Bakar Bin Mundzir dari Abu Hurairah Ra, ia berkata:
رسم الله صوق الق زتشهل له ل ش سوقي لهزق عو
Artinya: Rasulullah SAW Melaknat orang yang memberi dan meenerima
suap.92
Madzhab Syafi„iyyah mengemukakan sebuah hadits berikut:
ز ع لهذ ع ا د: حدقثا سي ق ح حدتا عثدالله ت الله ع د لهسقا عد رع ح لت زع ست ج ت عز
للا تثقح عن لهصق للاسد قام ه إت سوي رجل لله عو صلق ن لقث ذ تام: لسلل ا تدى تام: ق دتح عو
ه د ذ أ لا حذ لحد هلي لهذ يس تد ده لى لا ظز ع ت أ ت ت ل ل جوس ع ت لي شئا تام ع
ا تقزج ه تلزله رغا ل كا ل و عو رتثل ح ح ى لهقا حلقللاقجا ت لز.ثيق رع تد لرلشاجت ق خ
ن جلغت ثلثا)ظزع ع يق ن لهق يق :لهق يا علزج إتط ( 529رل
Artinya: Dikabarkan kepada kami oleh Ar-Rabi„ yang mengatakan:
dikabarkan kepada kami oleh Asy-Syafi„i r.a. yang mengatakan:
dikabarkan kepada kami oleh Sufyan, dari Az-Zuhri, dari Urwah bin
Az-Zubair, dari Abi Humaid As-Sa„idiy mengatakan: Nabi saw.
menugasi seorang laki-laki dari suku Azdi yang bernama Ibnu
Utbiyyah untuk menarik zakat. Ketika ia datang kepada Nabi, ia
berkata, Ini untuk Anda (harta zakat) sedangkan yang ini hadiah
untukku, Lalu nabi berdiri diatas mimbar dan berkata,Kenapa ia
tidak duduk saja di rumah bapaknya atau di rumah ibunya kemudian
92
Abdul Ghani bin Ismail An-Nablusi, Hukum Suap & Hadiah, (Jakarta: Cendikia,
2003), hlm.132
66
ia menunggu apakah ada orang yang akan memberikan hadiah
kepadanya atau tidak? Demi Dzat yang jiwaku berada
dikekuasaannya, tidak ada orang yang mengambil hadiah tersebut
sedikitpun kecuali nanti pada hari kiamat ia akan datang membawa
hadiah tersebut di atas tengkuknya. Kalau ia berupa sapi, maka ia
akan bersuara seperti sapi, kalau ia berupa unta, maka ia akan
bersuara seperti unta, kalau ia berupa kambing, maka ia akan
bersuara seperti kambing. Kemudian Nabi mengangkat tangannya
sampai kami melihat putihnya ketiak beliau dan bersabda, Ya Allah,
Ya Tuhan, Bukankah telah aku sampaikan? Ya Allah Ya Tuhan
bukankah telah aku sampaikan‖. (HR.Bukhari).93
Hadits tersebut memberi qarinah (petunjuk) bahwa sesungguhnya
Nabi SAW mencela perbuatan Ibnu Utbiyyah yang menerima hadiah yang
diberikan kepadanya, karena kedudukannya sebagai seorang pegawai
pemerintah. Kemudian kalimat “Mengapa dia tidak duduk dirumah bapaknya
atau ibunya” memberi faidah bahwa sekiranya dia diberi hadiah dalam
kondisi seperti itu, niscaya hukumnya tidak makruh, karena tidak ada
faktor yang menimbulkan kecurigaan.
Juga riwayat perkataan Khalifah umar bin Abdul aziz
ى رش لم الله صن الله عو سلى دح له رس ا دقح ع س شكات له عثد لهلش زإت تاهل ج
Artinya: Umar ibn Abdul aziz berkata: Pemberian pada zaman
Rasulullah adalah Hadiah, dan pada saat ini adalah Risywah”
Hadits lain dalam riwayat Abu Humaid as-Sa„idiy juga diterangkan
bahwa:
ام غ ق دلالهل ل رسم الله صن الله عوى سوي تام: د لهسقا عد ح لت م ع و
93
Ibid, hlm. 2642
67
Artinya: Dari Abu Humaid al-Sa„idy, sesungguhnya Rasulullah saw
bersabda: Pemberian hadiah-hadiah pada pejabat adalah ghulul
(pengkhianatan). (HR.Ahmad).94
Yang diberikan kepada pejabat atau petugas pemerintah yang
disebabkan karena kedudukannya adalah haram. Terlebih lagi dalam
pendapatnya Imam Asy-Syafi„i lebih memerinci jika hadiah tersebut dari
sesorang yang sedang ditangani urusannya untuk mendapatkan sesuatu yang
hak atau batil, untuk mempermudah suatu perkara yang sebenarnya telah
ditetapkan bagi si pemberi namun tidak disukainya maka haram bagi
petugas pemerintah mengambil hadiah tersebut. Karena upaya pemberian
hadiah tersebut dapat dimasukkan dalam kategori sogok atau suap. Yaitu
suatu upaya menyerahkan harta kepada seseorang yang memiliki kedudukan
demi memuluskan persoalan yang tidak halal.
Dalam kaidah fiqih juga disebutkan:
Artinya: Sesuatu yang haram pengambilannya haram pula memberikannya.
Selanjutnya pada pendapat Madzhab Syafi„iyyah yang menyatakan
bahwa jika hadiah tersebut bukan dari orang yang sedang ditangani
oleh petugas pemerintah atau berasal dari orang yang berada di luar
daerah kekuasaannya dan sebagai rasa terima kasih kepada petugas
pemerintah, maka ulama„ Syafi„iyyah lebih cenderung menyukai jika
hadiah tersebut diberikan kepada para petugas pemerintah di wilayah
orang yang memberi hadiah dan lebih baik jika petugas pemerintah
tadi tidak menerimanya. Tetapi jika petugas pemerintah menerima
juga diperbolehkan.95
Artinya: Dikabarkan kepada kami dari Ar-Rabi„ berkata dikabarkan dari
Imam Asy-Syafi„i berkata: telah dikabarkan dari Mutharrif binMazin
dari seorang syaikh terpercaya yang disebut namanya, yang tidak
94
Abu Abdillah ibn Hanbal, Musnad Ahmad, (Mesir:Muassahah Qurtubah) hlm.424 95
Ibid, hlm 283
68
lagi saya ingat namanya, bahwa sesungguhnya seorang laki-laki
penguasa Adn berbuat baik kepada rakyatnya. Kemudian sebagian
orang Ajm (non Arab) mengirimkan hadiah kepada penguasa Adn
karena memuji kepadanya atas kebaikannya. Kemudian penguasa
tersebut memastikan hadiah itu kepada Umar bin Abdul Aziz maka
beliau menelitinya dengan berkata dengan perkataan yang bermakna:
bahwa letakkan hadiah itu ke dalam Baitul Mal.
Pada petikan qaul shahabi di atas menunjukkan bahwa jika seorang
pejabat atau petugas pemerintah yang mendapatkan hadiah dari seseorang
diluar daerah kekuasaannya sebaliknya menyerahkan hadiah itu kepada baitul
mal. Pada era sekrang ini dapat diserahkan dalam harta Negara khususnya
yang menunjang pada kepentingan islam, karena hadiah yang diterima ileh
seorang pejabat dalam kondisi tersebut adalah hadiah yang dikhawatirkan
dalam rangka suap
Dalam masalah ta‟abbudi Imam Asy-Syafi‟I memang tidak
memandang qaul shahabi sebagai hujjah baik terhadap sahabat maupun
generasi kemudian. Sehingga pada masalah muamalah qaul shahabi dapat
digunakan oleh Imam Asy-Syafi‟i pendapat imam Asy-Syafi‟i tentang qaul
shahabi sebagai berikut:
Dalam hal kesepakatan maka qaul shahabi itu menjelma sebagai ijma‟
dan karena itu harus diterima sebagai dalil.
Jika di antara mereka terjadi perbedaan pendapat, maka qaul shahabi
itu tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.
Bila hanya ada qaul shahabi yang tidak tersiar luas, tanpa persetujuan
atau bantahan dari sahabat lain, maka jika menyangkut masalah non ijtihadi,
qaul shahabi itu adalah hujjah. Inilah pendapatnya dalam qaul qadim maupun
69
qaul jadid. Akan tetapi mengenai qaul shahabi yang menyangkut masalah
ijtihadi terjadi perubahan pendapat beliau pada qaul qadim, ia menganggap
sebagai hujjah sedangkan qaul jadid tidak.31
Dalam perspektif Imam Asy-Syafi„i, hadiah dapat menjadi haram bagi
pejabat jika maksud dan tujuan dari hadiah tersebut:
Untuk memperoleh sesuatu yang hak atau yang batil (karena
diharamkan bagi petugas pemerintahan untuk menyegerakan mengambil hak
terhadap orang-orang yang ditangani urusannya).
Untuk menolak perbuatan yang dibenci bagi pemberi hadiah jika
sudah ditetapkan hak baginya.
Keharaman pemberian hadiah seperti di atas karena dinyatakan
menurut analisis penulis bahwa pendapat Imam Asy-Syafi„i di atas tidak
bertentangan dengan dalil naqli bahwa adanya larangan mengambil hadiah
maupun memberikan hadiah kepada pejabat karena termasuk memakan harta
benda secara batil. Sebab hal ini dapat menjurus kepada risywah (suap).
Dalam pendapat hal ini Imam Asy-Syafi„i tidak secara tegas mengatakan
kategori hadiah kepada pejabat masuk ke dalam suap. Akan tetapi, beliau
lebih memerinci sebab-sebab keharamannya. Seperti yang dikatakan oleh
Ibnu AlArabi bahwa suap adalah semua harta yang diserahkan kepada
seseorang yang memiliki kedudukan demi memuluskan persoalan yang tidak
halal. Dalam sebuah hadits shahih:
70
ز تش ع ع ل ش له سوقي لهزق م الله صو الله عو لهقزس تام: هل زج رع الله ع ز أت
لهحلي. رل لهيسح حسح لهلز ذ صحح لت حثا
Artinya: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, Rasulullah SAW
melaknat penyuap dan orang yang disuap dalam perkara peradilan.
(HR. Lima Imam, serta dihasankan oleh At-Tirmidzi dan dishahihkan
oleh Ibnu Hibban)96
Sangat jelasa sekali, bahwa menerima suap hukumnya haram, jika
menerima suap dengan maksud tidak memberi keputusan hukum secara
objektif, sementara dia berwewenang untuk memtuskan kepada pihak yang
bersengketa, maka menghindar untukuntuk memberi keputusan hukum
diharamkan baginya.
Jika hakim ingin memutuskan perkara secara benar, maka seharusnya
dia tidak menerima upah dari pemimpin (orang yang dihormati). Mayoritas
pemuka ulama Syafi‟i- Abu Tayib, Mawardi, dan Ibnu Sibagh berkata: “Jika
seseorang memberi suap untuk memutuskan hukum secara tidak benar atau
menahan supaya tidak memberi suap agar hak-haknya tercapai, maka tidak
diharamkan baginya, meskipun haram buat orang yang menerimanya,
sebagaimna tidak aada salahnya buat dia jika ingin membebaskan taawanan
dengan tebusan hartanya.97
96
Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam dalam Mazhab Syafi‟i, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2008) hlm. 76 97
Abdul Ghani bin Ismail An-Nablusi, Hukum Suap & Hadiah, (Jakarta: Cendikia,
2003), hlm.134
71
Tabel.02 Dalil Pendapat dan Alasan Mazhab Hanafi dan Syafi‟i tentang Sogok
No Pendapat Alasan
Mazhab Hanafi Mazhab Syafi‟i Mazhab Hanafi Mazhab Syafi‟i
1 ارت رشد سلد رع الله ع: لق لت ع
ج يس تاهحثشح
Dari Ibnu Masud ra. Ia
berkata: bahwasanya ia
memberi sogok dua dinar
kepada raja habsyah dan hal
ini menyelamatkan dirinya.
ل ش سوقي لهزق رسم الله صوق الق عو هل
زتش له
Rasulullah SAW Melaknat orang
yang memberi dan meenerima
suap
Apabila sogok yang diberikan itu
untuk menyelamatkan diri maka itu
diperbolehkan, nyawa merupakan
bagian dari harta.
Sogok yang diberikan kepada seseorang untuk
kebatilan maka itu haram.
أعان مظلوما وقد جاء عن عبدالل بن جعفر النه 2
لم وأهدى إليه هدية تبلغ أربعين وخلصه من الظ
إنا لانا كل بديننا ألف درهم فقال وأعبدي الل
Dan sungguh telah datang berita
bahwa Abdullah bin ja„far
menolong orang yang terdholimi,
membersihkan dirinya dari
kedholiman dan diberikan
kepadanya hadiah sampai 40
dirham, maka ia berkata:
sesungguhnya kami tidak
memakan dengan agama kami.
م الله لهقزس تام: هل زج رع الله ع ز أت ع
ل ش سوقي لهزق ز تش عصو الله عو له
لهحلي. رل لهيسح حسح لهلز ذ صحح لت
حثا
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu
Anhu berkata, Rasulullah SAW
melaknat penyuap dan orang yang
disuap dalam perkara peradilan.
(HR. Lima Imam, serta dihasankan
oleh At-Tirmidzi dan dishahihkan
oleh Ibnu Hibban)
Pemberian tersebut harus dengan
tujuan mencegah kedholiman dari
dirinya dan tidak untuk menyebabkan
adanya perbuatan haram. Jenis yang
lain adalah pemberian hadiah dengan
tujuan mempertahankan urusan antara
dirinya dengan penguasa serta dengan
tujuan agar dibantu oleh penguasa
dalam urusan tersebut.
Sangat jelasa sekali, bahwa menerima
suap hukumnya haram, jika menerima
suap dengan maksud tidak memberi
keputusan hukum secara objektif,
sementara dia berwewenang untuk
memtuskan kepada pihak yang
bersengketa, maka menghindar
untukuntuk memberi keputusan hukum
diharamkan baginya.
Mayoritas pemuka ulama Syafi‟i- Abu Tayib,
Mawardi, dan Ibnu Sibagh berkata: “Jika
seseorang memberi suap untuk memutuskan
hukum secara tidak benar atau menahan
supaya tidak memberi suap agar hak-haknya
tercapai, maka tidak diharamkan baginya,
meskipun haram buat orang yang
menerimanya.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis membahas hal-hal yang berhubungan dengan Hukum
Melakukan Sogok -menyogok Untuk Mepertahankan Hak (Studi Komparatif
Antara Mazhab Hanafi dan Syafi‟i)”, terdapat lah beberapa kesimpulan
diantaranya yaitu:
1. Metode Istinbath Hukum Imam Hanafi dan Syafi‟i. Imam Hanafi dengan
pedoman istinbath pada Al-Qura‟an, Sunnah, Qiyas, Ihtihsan, dan Ijma‟
sedangkan imam Syafi‟i berpedoman dengan Al-Qur‟an, Sunnah Ijma‟
dan Qiyas.
2. Pandangan Mazhab Hanafi dan Syafi‟i Tentang Sogok Menyogok dalam
Mempertahankan Hak, pertama mazhab Hanafi berpendapat bahwa
apabila seorang yang terpaksa dalam kondisi mau dibunuh dan ia akan
selamat jika memberikan imbalan/tebusan maka itu diperbolehkan. Namun
jika sogok untuk harta benda tidak mengancam nyawa maka sogok tetap
diharamkan. Mzahab Syafi‟i mengharmakan perbuatan sogok dalam
konteks apapun dikernakan sesuai dengan hadist Rasulullah yang melaknat
orang yang melakukan sogok .
B. Saran
Bagi penegak hukum agar dapat menegakkan keadilan yang setegak-
73
tegaknya tanpa pandang bulu, pertahankanlah hak seseorang yang benar-
benar membutuhkan haknya. Hilangkanlah budaya sogok yang sangat marak
terjadi di kehidupan zaman saat ini. Keadilan yang didapatkan sangat
berpengaruh bagi kehidupan.
74
DAFTAR PUSTAKA
Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an dan terjemahannya, (Jakarta;Grafindo, 2016)
Abdul Ghani bin Ismail An-Nablusi, Hukum Suap & Hadiah, (Jakarta: Cendikia,
2003),
Abdullah Bin Abd. Muhsin, Suap Dalam Pandangan Islam, trjmh. Muchotob
Hamzah dan Subakir Saerozi, (Jakarta)
Abdul ghofur ansori, S.H.,M.H, Hukum Islam, (Yogyakarta: Kreasi total media,
Tahun 2008)
A. Djazuli, Ilmu Fiqh Penggalian , Pengembangan dan Penerapan Hukum
Islam,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010)
Ahmad bin „Ali Ibn Hajar al- „Asqalanị, Fath al-Bari syarh Sahih al-Bukhari,
(Riyad: Dar al-Salam, 2001 M/ 1421 H )
Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah Perbandingan Empat Mazhab (Jakarta, Bumi
Aksar: 1993)
Ahmad Jurin Harahap, Risyawah Dalam Prespektif Hadits Nabi, (Mahasiswa Fak.
Ushuluddin UIN SUSKA Ria, Tahun 2016)
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2014)
Al-Shadiq Abdurrahman al-Gharyani, Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer,
(Surabaya : Pustaka Progresif, 2004),
Huzaimah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, (Logos Lacana
Ilmu, 1997)
75
HasbiAsy-Shiedieqy, Pokok Pokok Pegangan Imam Mazhab (Jakarta: Bulan
Bintang, 1981),
Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Jakarta: GP Press, 2009)
Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam dalam Mazhab Syafi‟i,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008)
Musthafa Muhammad Syak‟ah, Islam Tanpa Mazhab,Cet.I (Solo:PT. Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2008),
Muhammad hasbi ash shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqih Islam, (Yogyakar
ta: Pustaka Islam, Tahun 1960),
Muhammad Ulul Azmi, Pilkades Dan Risywah Prespektif Siyasah Syar‟iyyah,
(Mahasiswa Fak. Syariah Dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Tahun 2006).
CURICULUM VITAE
DATA PRIBADI
Nama : Muliamin
Tempat Tanggal Lahir : Bekawan, 25 September 1996
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Tinggi Badan : 180 M
Berat Badan : 65 Kg
No. Hp : 0823-8839-5619
Alamat : Parit. V Sei. Sabar Ds. Bekawan kec. Mandah
Kab. Indragiri Hilir Prov. Riau
Status : Mahasiswa
Email : [email protected]
Data Pendidikan
SD : MIS Sei. Sabar Tahun 2009
SMP : MTs Al-Baqiyatush Shalihat Tahun 2012
SMA : MAS Al-Baqiyatush Shalihat Tahun 2015
Kemampuan
Akademisi : Qiro’atul Qutub
Pengalaman Organisasi
Anggota : Kader Aktif ISBATH Kuala Tungkal