31
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan utama pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sehat fisik, mental dan sosial untuk suatu kehidupan sosial ekonomi yang produktif serta tatanan berbangsa dan bernegara secara berkesinambungan (Depkes RI,1999). Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik menurut Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) adalah melalui penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagai tolak ukur untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan publik dengan menilai public unsure pelayanan sehingga menjadi pendorong bagi setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya. Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Pasal 19 UU No. 36 Tahun 2009). Salah satu upaya tersebut yaitu dengan peningkatan ketersediaan dan pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas di setiap daerah. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai penyelenggara upaya kesehatan tingkat pertama memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat yang secara administratif berdomisili di wilayah kerjanya. Dengan adanya puskesmas diharapkan masyarakat dapat memperoleh

Hulu An

Embed Size (px)

DESCRIPTION

t

Citation preview

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tujuan   utama   pembangunan   kesehatan   adalah   untuk   meningkatkan   derajat 

kesehatan masyarakat yang optimal, sehat fisik, mental  dan sosial   untuk  suatu  kehidupan 

sosial   ekonomi   yang   produktif   serta   tatanan   berbangsa   dan   bernegara   secara 

berkesinambungan    (Depkes   RI,1999).   Upaya   untuk   meningkatkan   kualitas   pelayanan 

publik menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program 

Pembangunan   Nasional   (PROPENAS)   adalah   melalui   penyusunan   Indeks   Kepuasan 

Masyarakat (IKM) sebagai tolak ukur untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan publik 

dengan   menilai public unsure pelayanan   sehingga   menjadi   pendorong   bagi   setiap   unit 

penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

Setiap   orang   mempunyai   hak   dalam   memperoleh   pelayanan   kesehatan   dan 

pemerintah  bertanggung   jawab  atas   ketersediaan   segala   bentuk  upaya   kesehatan   yang 

bermutu, aman, efisien, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Pasal 19 UU No. 36 

Tahun   2009).   Salah   satu   upaya   tersebut   yaitu   dengan   peningkatan   ketersediaan   dan 

pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas di setiap daerah. Pusat 

Kesehatan   Masyarakat   (Puskesmas)   sebagai   penyelenggara   upaya   kesehatan   tingkat 

pertama memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh 

masyarakat   yang   secara   administratif   berdomisili   di   wilayah   kerjanya.   Dengan   adanya 

puskesmas   diharapkan   masyarakat   dapat   memperoleh   pelayanan   kesehatan   bermutu 

dengan akses termudah dan biaya yang terjangkau. (Bappenas, 2009) 

Visi pembangunan kesehatan tahun 2010 adalah mewujudkan masyarakat, bangsa 

dan negara yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang 

bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajad kesehatan yang setinggi- tingginya 

diseluruh wilayah Republik   Indonesia.  Misi  pembangunan kesehatan yaitu melaksanakan 

upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya tersebut dilaksanakan disemua 

tempat pelayanan kesehatan dari Puskesmas sampai rumah sakit, baik pemerintah maupun 

swasta (DepKes RI, 2001). 

Visi   pembangunan   kesehatan   yang   diselenggarakan   oleh puskesmas adalah 

tercapainya   kecamatan   sehat  menuju   terwujudnya   Indonesia   Sehat   pada   tahun   2010. 

Kecamatan   sehat  mencakup   4   indikator   utama,   yaitu   lingkungan   sehat,   perilaku   sehat, 

cakupan   pelayanan   kesehatan   yang   bermutu   dan   derajat   kesehatan   penduduk.   Misi 

pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah mendukung tercapainya 

misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010. 

Untuk mencapai visi tersebut, puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan 

dan upaya kesehatan masyarakat (1).

Salah   satu   indikator   keberhasilan  pelayanan   kesehatan  perorangan  di puskesmas 

adalah kepuasan pasien. Kepuasan didefinisikan sebagai penilaian pasca konsumsi, bahwa 

suatu  produk  yang  dipilih  dapat  memenuhi  atau  melebihi  harapan  konsumen,   sehingga 

mempengaruhi   proses   pengambilan   keputusan   untuk   pembelian   ulang   produk   yang 

sama. Pengertian produk mencakup barang, jasa, atau campuran antara barang dan jasa. 

Produk puskesmas adalah jasa pelayanan kesehatan (2).

Menurut Kotler (1997) Mutu atau kualitas pada umumnya dapat diukur ( tangible ) 

namun mutu jasa pelayanan agak sulit diukur, karena umumnya bersifat subyektif, sebab 

menyangkut kepuasan seseorang, bergantung pada persepsi, latar belakang, sosial ekonomi, 

norma,   pendidikan,   budaya,   bahkan   kepribadian   seseorang.   Terdapat   lima   determinan 

kualitas jasa/pelayanan yang dapat dirinci sebagai berikut :  Responsiveness (ketanggapan), 

Reliability (kehandalan),  Assurance (jaminan),  Empathy (empati),   dan  Tangible (bukti 

langsung).

Berdasarkan   uraian   di   atas,   peneliti   tertarik   untuk   mengetahui   apakah   benar 

terdapat   hubungan   antara   pelayanan   kesehatan   yang   terdiri   daripada  Responsiveness

(ketanggapan),  Reliability (kehandalan),  Assurance (jaminan),  Empathy (empati),   dan 

Tangible (bukti   langsung)  dengan   tingkat   kepuasan   pasien   rawat   inap   di   Puskesmas 

Kecamatan Tebet.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah terdapat hubungan antara mutu pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasan

pasien rawat inap di Puskesmas Kecamatan Tebet?

2. Bagaimanakah pengaruh kualitas pelayanan yang ditinjau dari aspek bukti langsung,

kehandalan, ketanggapan, jaminan dan empati terhadap tingkat kepuasan pasien?

3. Apakah mutu pelayanan kesehatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap

tingkat kepuasan pasien?

4. Dari variabel bukti langsung, kehandalan, ketanggapan, jaminan dan empati manakah

yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasan

pasien rawat inap di Puskesmas Kecamatan Tebet

Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apakah kualitas pelayanan kesehatan yang ditinjau dari

variabel Responsiveness (ketanggapan),  Reliability (kehandalan),  Assurance (jaminan), 

Empathy (empati),   dan  Tangible (bukti   langsung)  berpengaruh  positif   dan   signifikan 

terhadap tingkat kepuasan pasien.

2. Untuk  mengetahui   variabel  manakah  paling  berpengaruh   terhadap   kepuasan  pasien 

rawat inap di Puskesmas Kecamatan Tebet.

3. Untuk mengetahui  gambaran kualitas  pelayanan kesehatan di  Puskesmas Kecamatan 

Tebet

4. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas Kecamatan Tebet.

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat 

untuk   menjelaskan   hal   itu   dan   juga   dapat   menuntun   atau   mengarakan   penyelidikan 

selanjutnya (Husein, 2003) 

Berdasarkan definisi tersebut maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai 

berikut: 

1. Terdapat   pengaruh   yang   positif   dan   signifikan   dari   bukti   langsung   (Tangibles) 

terhadap kepuasan pasien. 

2. Terdapat   pengaruh   positif   dan   signifikan   dari   Kehandalan   (Reliability)   terhadap 

kepuasan pasien.

3. Terdapat   pengaruh   positif   dan   signifikan   dari   daya   tanggap   (Responsivenes) 

terhadap kepuasan konsumen. 

4. Terdapat   pengaruh   positif   dan   signifikan   dari   jaminan   (Assurance)   terhadap 

kepuasan konsumen. 

5. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari perhatian (Empaty) terhadap kepuasan 

konsumen.  

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini diharapkan hasilnya dapat berguna baik bagi kami,

masyarakat, institusi dan pengembangan penelitian yaitu :

1. Bagi peneliti

- Penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan teori yang didapat saat kuliah ke

dalam praktek lapangan sesungguhnya, dengan demikian diharapkan dapat

menambah wawasan kami, khususnya terkait bidang ilmu kesehatan

masyarakat dan penelitian.

- Melatih kerjasama dengan teman dalam sebuah kelompok.

- Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta mempelajari

masalah-masalah yang berhubungan dengan kualitas pelayanan kesehatan di

puskesmas

2. Bagi masyarakat

- Diharapkan   dengan   adanya   penelitian   ini,   masyarakat   khususnya   para 

responden yaitu ara pasien dapat berpartisipasi untuk memberikan saran dan 

kritik yang membangun terhadap pelayan Puskesmas Kecamatan Tebet.

- Diharapakan penelitian ini memberikan gambaran kepada masyarakat tentang

pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan Tebet.

3. Bagi institusi

- Puskesmas Kecamatan Tebet

Diharapkan temuan dari penelitian ini dapat memberikan masukan kepada

pihak puskesmas dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang

diberikan guan untuk memenuhi kepuasan pasien yang leih baik di masa

akan datang

- Fakultas Kedokteran Trisakti

Sebagai bahan penambahan karya ilmiah pada bagian ilmu kesehatan

masyarakat .

1.5 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dibuat dengan dengan keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga.

Namun demikian, peneliti berusaha melaksanakan penelitian ini sebaik mungkin.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup Tempat :

Ruang lingkup tempat dalam penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas

Kecamatan Tebet khususnya di ruangan rawat inap.

Ruang Lingkup Waktu :

Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan

April sampai Mei 2014.

1.8 Originalitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas Pelayanan Kesehatan

                   Kualitas atau mutu menurut Goetsh dan Davis (1994) merupakan suatu kondisi 

dinamis  yang  berhubungan  dengan  produk,   jasa,  manusia,  proses,  dan   lingkungan  yang 

memenuhi atau melebihi harapan.

               Kualitas meliputi setiap aspek dari suatu perusahaan dan sesungguhnya merupakan 

suatu   pengalaman   emosional   bagi   pelanggan.   Pelanggan   ingin  merasa   senang   dengan 

pembelian  mereka,  merasa   bahwa  mereka   telah  mendapatkan   nilai   terbaik   dan   ingin 

memastikan   bahwa   uang  mereka   telah   dibelanjakan   dengan   baik,   dan  mereka  merasa 

bangga   akan   hubungan  mereka   dengan   sebuah   perusahaan   yang   bercitra  mutu   tinggi 

(Lovelock dan Wright, 2005).

        Kualitas sangat bersifat subjektif, tergantung pada persepsi, sistem nilai, latar belakang 

sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan banyak faktor lain pada masyarakat atau pribadi 

yang   terkait   dengan   jasa   pelayanan   perusahaan   tersebut.  Menurut  Goetsch   dan  Davis 

(1997),   kualitas  adalah  keadaan  dinamik   yang  diasosiasikan  dengan  produk   jasa,  orang, 

proses, dan lingkungan yang mencapai atau melebihi harapan. Mutu adalah keadaan produk 

yang selalu  mengacu pada kepuasan pelanggan,  karena kepuasan pelanggan merupakan 

kunci utama yang menjadikan organisasi mampu bersaing dan dapat menjaga kelangsungan 

hidup organisasi  dalam jangka panjang. Selanjutnya dikatakan suatu produk hanya dapat 

dijamin   dengan  menerapkan  Total Quality Management yang   dapat   dilandasi  metode 

manajemen yang  dipicu  oleh  pelanggan.  Kualitas  dapat  diartikan  sebagai  alat  organisasi 

untuk  meningkatkan   produktivitas,   alat   organisasi   untuk  mengurangi   pemborosan,   alat 

untuk menurunkan biaya atau untuk meningkatkan  financial return atau sisa hasil  usaha 

(Sabarguna, 2004).

                     Menurut  lovelock dan Wright (2005),  kualitas pelayanan dapat diukur dengan 

membandingkan  persepsi   antara   pelayanan   yang   diharapkan   (expected service)   dengan 

pelayanan   yang   diterima   dan   dirasakan   (perceived service)   oleh   pelanggan.   Dalam 

pengukuran   mutu   pelayanan,   menurut   Kotler   (1997),   harus   bermula   dari   mengenali 

kebutuhan   pelanggan   dan   berakhir   pada   persepsi   pelanggan.   Hal   ini   berarti   bahwa 

gambaran kualitas pelayanan harus mengacu pada pandangan pelanggan dan bukan pada 

penyedia   jasa,   karena   pelanggan   mengkonsumsi   dan   memakai   jasa.   Pelanggan   layak 

menentukan apakah pelayanan itu berkualitas atau tidak.

            Menurut Robert dan Prevest dalam Lupiyoadi (2001), kualitas pelayanan kesehatan 

bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer) 

maka  pengertian  kualitas  pelayanan   lebih   terkait  pada  ketanggapan  petugas  memenuhi 

kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta 

keramahtamahan   petugas   dalam  melayani   pasien,   kerendahan   hati   dan   kesungguhan. 

Ditinjau dari penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) maka kualitas pelayanan 

lebih terkait pada kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu 

dan teknologi kedokteran mutakhir. Hal ini terkait pula dengan otonomi yang dimiliki oleh 

masing-masing   profesi   dalam   menyelenggarakan   pelayanan   kesehatan   sesuai   dengan 

kebutuhan pasien.

                       Menurut Azwar (1996), pengertian kualitas pelayanan kesehatan perlu dilakukan 

pembatasan yang secara umum dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas 

pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat  kesempurnaan pelayanan kesehatan. 

Pada   satu   sisi   dapat   menimbulkan   kepuasan   kepada   pasien,   sedang   pada   sisi   lain 

prosedurnya harus sesuai dengan kode etik standar profesi yang ditetapkan.

          Menurut Zeithaml (1985), terdapat sepuluh dimensi kualitas pelayanan, yaitu: 

1.  Reliability,   mencakup   dua   hal   pokok,   yaitu   konsistensi   kerja   (performance)   dan 

kemampuan   untuk   dipercaya   (dependability).   Hal   ini   berarti   organisasi   jasa   kesehatan 

memberikan jasanya secara terpat semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu 

juga  memenuhi   janjinya,   misalnya  menyampaikan   jasanya   sesuai   dengan   jadwal   yang 

disepakati.2.  Responsiveness,   yaitu   kemauan   atau   kesiapan   para   karayawan   untuk 

memberikan  jasa yang dibutuhkan pelanggan.3.  Competence, artinya setiap orang dalam 

suatu organisasi kesehatan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar 

dapat memberikan jasan tertentu.4.  Access, meliputi kemudahan untuk dihubungkan dan 

ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang 

tidak   terlalu   lama,   saluran   komunikasi   organisasi   mudah   dihubungi,   dan   lain-lain.   5. 

Courtesy, meliputi sikap   sopan  santun,   respek,  perhatian,   keramahan  yang  dimiliki  para 

contact personnel (seperti resepsionis,  petugas pendaftaran,  kasir,  operator telepon, dan 

lain-lain). 6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa 

yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. 7. 

Credibility, yaitu   sifat   jujur  dan  dapat  dipercaya.  Kredibilitas  mencakup  nama organisasi 

pelayanan kesehatan, reputasi, karakteristik pribadi contact personnel, dan interaksi dengan 

pelanggan.   8.  Security, yaitu   aman   dari   bahaya,   risiko,   atau   keragu-raguan.   Aspek   ini 

meliputi   keamanan   secara   fisik,   keamanan   financial,   dan   kerahasiaan.   9. 

Understanding/Knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan. 

10.  Tangibles, yaitu   buktu   fisik   dari   jasan,   bisa   berupa   fasilitas   fisik,   peralatan   yang 

dipergunakan.

             Parasuraman, Zeithmal dan Berry dalam Lupiyoadi (2001), menyimpulkan terdapat 

lima dimensi kualitas pelayanan yang disebut dengan SERVQUAL. Kelima dimensi kualitas 

pelayanan tersebut adalah sebagai berikut:

1.Bukti   fisik   (Tangibles)   yaitu   kemampuan   suatu   perusahaan   dalam   menunjukkan 

eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana 

fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang 

diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik  (gedung, gudang, dan sebagainya), 

perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

2.Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai 

dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan 

pelanggan yang berarti ketepatan waktu,  pelayanan yang sama untuk  semua pelanggan 

tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. 

3. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan 

pelayanan   yang   cepat   (responsif)   dan   tepat   kepada   pelanggan   dengan   penyampaian 

informasi  yang   jelas.  Membiarkan  konsumen menunggu  tanpa  adanya  alasan yang   jelas 

menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas  pelayanan.

4.Jaminan   (Assurance)   yaitu   pengetahuan,   komponen   antara   lain   komunikasi 

(communication),  kredibilitas   (credibility),  keamanan  (security),  kompetensi   (competence) 

dan sopan santun (courtesy). 

5.Perhatian (emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau 

pribadi   yang   diberikan   kepada   para   pelanggan   dengan   berupaya  memahami   keinginan 

konsumen.  Dimana  suatu  perusahaan  diharapkan  memiliki  pengertian  dan  pengetahuan 

tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu 

pengoperasian   yang   nyaman.  Menurut   Garvin   (dalam   Lovelock,   1994)   dimensi-dimensi 

kualitas pelayanan kesehatan adalah:

1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan, 

jumlah   pasien,   kemudahan   dalam   pembayaran/pendaftaran,   kenyamanan,   dan 

sebagainya. 

2. Ciri-ciri   atau   keistimewaan   tambahan   (features),   yaitu   karakteristik   sekunder   atau 

pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior rumah sakit. 

3. Kehandalan (reliability), yaitu diagnosa tepat, terapi cepat, dll. 

4. Kesesuaian   dengan   spesifikasi   (conformance to specifications),   yaitu   sejauh   mana 

karakteristik desain dan operasi  memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan 

sebelumnya.  Misalnya standar keamanan, tindakan sesuai  prosedur,  pendaftaran  

sesuai prosedur. 

5. Daya   tahan   (durability),   berkaitan   dengan   berapa   lama   suatu   produk   dapat   terus  

digunakan. 

6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, serta penanganan  keluhan 

yang   memuaskan.   Pelayanan   yang   diberikan   tidak   terbatas   hanya  sebelum 

penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual. 

7. Estetika, yaitu daya tarik panca indera, misalnya bentuk gedung, warna, ruang  tunggu, 

desain kamar rawat inap, dll. 

8. Kualitas   yang  dipersepsikan   (perceived quality),   yaitu   citra  dan   reputasi   produk  serta 

tanggung   jawab   organisasi   pelayanan   kesehatan   terhadapnya.   Biasanya   karena 

kurangnya  pengetahuan  pasien akan  atribut/ciri-ciri  produk/pelayanan  yang  akan 

diperoleh,   maka   pembeli   mempersepsikan   kualitasnya   dari   aspek   harga,   nama 

organisasi pelayanan kesehatan, iklan, reputasi organisasi pelayanan kesehatan. 

Menurut Andersen (1995)  dalam Pohan (2003)  bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi 

pencarian pelayanan kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :

1. Faktor   predisposisi   (predispossing factor)  Komponen   predisposisi   menggambarkan 

karakteristik   pasien   yang   mempunyai   kecenderungan   untuk   memanfaatkan 

pelayanan kesehatan terdiri dari: 

a. Demografi (umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi) 

b. Struktur sosial (suku, ras, kebudayaan, pekerjaan, pendidikan) 

c. Kepercayaan (kepercayaan terhadap penyakit, dokter, petugas kesehatan) 

2. Faktor pemungkin (enabling factor) Faktor pemungkin terdiri dari: 

a. Kualitas pelayanan kesehatanHasil penelitian Bank Dunia di Indonesia pada tahun 1988 

menunjukkan salah satu penyebab rendahnya pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat 

adalah kualitas pelayanan yang rendah.

b.   Jarak   pelayananSalah   satu   pertimbangan   pasien   dalam   menentukan   sikap   untuk 

mendapatkan pelayanan kesehatan adalah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal pasien 

sampai ke tempat sumber perawatan.

c.   Status   sosial   ekonomiStatus   ekonomi   mempengaruhi   seseorang   dalam   membayar 

pelayanan kesehatan. Setiap orang dari segala lapisan sosial berhak menerima kesehatan. 

Tetapi

kenyataannya menunjukkan bahwa lebih sering diprioritaskan orang dengan status ekonomi 

yang   lebih   tinggi.   Status   ekonomi   merupakan   salah   satu   faktor   terhadap   pelayanan 

kesehatan.

3. Kebutuhan Pelayanan (need)

Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan 

membuat seseorang mengambil  keputusan untuk mencari  pertolongan kesehatan. Selain 

dipengaruhi   faktor   di   atas   ada   beberapa   faktor   lagi   yang  mempengaruhi   pemanfaatan 

pelayanan kesehatan, yaitu:

a.   Tarif   atau  biayaTarif   atau  biaya   kesehatan   sangat   penting  untuk  menentukan  dalam 

pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya peningkatan harga pelayanan kesehatan akan 

menyebabkan penurunan permintaan.

b. FasilitasFasilitas yang baik akan mempengaruhi sikap dan perilaku pasien, pembentukan 

fasilitas yang benar akan menciptakan perasaan sehat, aman, dan nyaman. Setiap fasilitas 

pelayanan   kesehatan   dan   pelayanan   sosial   mempunyai   pandangan   yang   mungkin 

menambahi atau mengurangi kepuasan pasien dan penampilan kerja (Kotler, 1997).

c.   Pelayanan   personilPelayanan   personil   memegang   peranan   dalam   menjaga   mutu 

pelayanan sehingga pemakai   jasa pelayanan kesehatan menjadi  puas.  Personil   itu terdiri 

dari  dokter maupun perawat,  tenaga para medis serta penunjang non medis.  Pelayanan 

personil dapat berupa pelayanan secara profesional dan keramahan sehingga meningkatkan 

citra dari rumah sakit tersebut.

d.   LokasiLokasi   pelayanan   kesehatan   yang  berada  di   lingkungan   sosial   ekonomi   rendah 

biasanya   yang   berkunjung,   juga   pelanggan   dari   masyarakat   miskin,   karena   orang 

berpenghasilan tinggi  akan datang ke  lingkungan miskin untuk perawatan medis   (Kotler, 

1984;   Harmesta   dan   Suprihantom,   1995).   Lokasi   adalah   yang   paling   diperhatikan   bagi 

pencari  pelayanan kesehatan karena  jarak  yang dekat  akan mempengaruhi  bagi  pencari 

pelayanan   kesehatan   untuk   berkunjung.   Suatu   studi   mengatakan   bahwa   alasan   yang 

penting untuk memilih rumah sakit adalah yang dekat dengan lokasi.

e. Kecepatan dan Kemudahan PelayananPada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu 

juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari 

pendaftaran sampai pada waktu pulang.

f. InformasiDengan adanya iklan dan promosi sangat efektif karena dapat langsung didengar 

dan dilihat baik itu mengenai fasilitas, harga yang akan mempengaruhi pilihan konsumen. 

Informasi dapat berupa pengalaman pribadi, teman-teman, surat kabar.

Keputusan   untuk   memanfaatkan   pelayanan   kesehatan   merupakan   kombinasi   dari 

kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan 

kesehatan.  Konsumen sering   tergantung kepada  informasi  yang disediakan oleh  institusi 

pelayanan  kesehatan  ditambah  dengan  profesinya.   Faktor-faktor   lain   yang  berpengaruh 

antara lain pendapatan, harga, lokasi, dan mutu pelayanan (Mills, 1990).

Menurut  Groner   dan   Sorhin   (1977)  dalam Pohan.I   (2003),   5   (lima)   faktor   utama   yang 

mempengaruhi demand terhadap pelayanan kesehatan adalah :

a. Persepsi sakit 

b. Realisasi kebutuhan (harapan, kepercayaan, pengalaman sebelumnya, adat istiadat). 

c. Kemampuan membayar 

d.Motivasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan 

e. Lingkungan   (tersedianya   fasilitas   pelayanan   kesehatan)  Menurut  Dever   (1973)  dalam

Muninjaya (2004) faktor-faktor yang 

mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah sosial budaya, organisasi, faktor 

konsumen, proses pelayanan kesehatan.

Menurut   Handoko   (1999)  dalam Lupiyoadi   (2001),   bahwa   pengambilan   keputusan 

merupakan bagian dari proses berpikir ketika seseorang mempertimbangkan, memahami, 

mengingat, dan menalar tentang segala sesuatu. Sesuatu diputuskan akan dilakukan setelah 

menilai suatu keadaan, kenyataan, atau peristiwa yang sedang dihadapi.

Proses pengambilan keputusan pembeli/individu atas jasa-jasa profesional berbeda-beda, 

tergantung dari jenis keputusan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, jenis jasa, dan 

beberapa faktor lainnya. Dalam upaya mengurangi ketidak pastian yang dialami pembelian 

jasa-jasa profesional, orang cenderung untuk mencari informasi seluas-luasnya dari orang 

lain sebelum mengambil keputusan.

Anggota  keluarga,   teman,   rekan kerja,  dan sumber-sumber  terpercaya   lainnya seringkali 

terlihat dalam pengambilan keputusan seseorang. Adapun jenis-jenis orang mungkin ikut 

berperan dalam pengambilan keputusan individu adalah :

a.   Pengambilan   inisiatif   adalah   orang-orang   yang   pertama-tama   menyarankan   atau 

memikirkan ide pembelian jasa-jasa tertentu.

b. Pemberi   pengaruh   adalah  orang-orang   yang  berpandangan  dan  nasehatnya  berperan 

cukup besar dalam pengambilan keputusan. 

c. Pengambilan keputusan adalah orang yang akhirnya menentukan sebagian atau seluruh 

pengambilan   keputusan,   membeli   atau   tidak,   apa   yang   dibeli,   bagaimana   atau 

dimana membeli. 

d. Pembeli adalah orang-orang yang melakukan pembelian sebenarnya. 

e. Pemakai adalah orang (badan usaha) yang menerima jasa 

Sedangkan menurut Herbert (1998) dalam Ikbal M. (2006), proses pengambilan keputusan 

dipengaruhi   oleh   tingkat   pengetahuan   seseorang.   Perilaku   konsumen   dalam   proses 

pengambilan   keputusan   merupakan   fungsi   dari   determinan-   determinan   :   pengaruh 

lingkungan,   perbedaan   individu,   proses   psikologis   yang   masing-masing   mempunyai 

kekuatan pengaruh terhadap proses keputusan konsumen. Proses ini merupakan tahapan 

dari   pengambilan   keputusan   oleh   konsumen   yang   terdiri   dari   pengenalan   kebutuhan, 

pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, evaluasi hasil, dan pembelian ulang.

2.2. Kepuasan Pasien

Kepuasan adalah respons pemenuhan dari konsumen. Kepuasan adalah hasil penilaian dari 

konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat  kenikmatan dimana 

tingkat pemenuhan lebih atau kurang.  Menurut Rowland, et at (dalam Sabarguna,2004), 

kepuasan   berarti   keinginan   dan   kebutuhan   seseorang   terpenuhi   sehingga   ini   adalah 

merupakan aspek yang paling menonjol dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. 

Harapan  pasien   dalam  proses   pengobatan   akan  menimbulkan   suatu   kepuasan,   dimana 

diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan.

Penurut Irawan (2002),  kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah 

memenuhi   harapannya.   Karena   itu   pelanggan   tidak   akan   puas   apabila   pelanggan 

mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika 

persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan.

Menurut Lupiyoadi (2001), dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan terdapat lima 

faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu; 1) Kualitas produk, pelanggan 

akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk/jasa yang mereka 

dapatkan   berkualitas.   2)   Kualitas   pelayanan,   pelanggan   akan  merasa   puas   bila  mereka 

mendapatkan  pelayanan   yang   baik   atau   sesuai   dengan   yang  diharapkan.   3)   Emosional, 

pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum 

terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai 

tingkat  kepuasan yang  lebih  tinggi.  Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas  dari 

produk, tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap 

merek tertentu. 4)Harga, produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi harga relatif 

murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 5). Biaya, pelanggan 

yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk 

mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.

Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau 

pelanggan dalam menggunakan produk atau  jasa.  Oleh karena  itu,  setiap transaksi  atau 

pengalaman baru akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan.

Menurut  Kotler   (1997),  kepuasan pelanggan dapat  diukur  dengan berbagai  macam cara 

yaitu :

1. Sistem   keluhan   dan   saran.   Setiap   organisasai   yang   berorientasi   pada   pelanggan 

memberikan kesempatan yang luas kepeda para pelanggannya untuk menyampaikan 

saran,  pendapat,  dan  keluhan mereka.  Hal   ini   juga  dapat  dilakukan  dengan cara 

meletakkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk diisi pasien 

yang akan keluar, dan mempekerjakan staf khusus untuk menangani keluhan pasien. 

Dapat   juga   menyediakan  hot lines bagi   pelanggan   dengan   gratis,   juga   dapat 

menambah  web pages dan  e-mail untuk   melaksanakan   komunikasi   dua   arah. 

Informasi   tersebut   merupakan   sumber   gagasan   yang   baik   yang   meyakinkan 

pelayanan kesehatan dapat  bertindak dengan cepat  dalam rangka menyelesaikan 

masalah. 

2. Belanja  siluman.  Perusahaan dapat  membayar  orang untuk bertindak sebagai  pembeli 

potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan 

yang mereka alami ketika membeli  produk perusahaan dan produk pesaing.  Para 

pembelanja   siluman   itu   bahkan   dapat   menyampaikan   masalah   tertentu   untuk 

menguji apakah staf penjualan perusahaan menangani situasi tersebut dengan baik. 

Para  manajer   sendiri   kadang  harus  meninggalkan   kantor  mereka,   untuk  melihat 

situasi penjualan perusahaan dimana mereka tidak dikenal, dan mengalami sendiri 

secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai pelanggan. Variasi dari cara 

ini   adalah   manajer   menelepon   perusahaan   mereka   sendiri   dengan   berbagai 

pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana panggilan telephon itu ditangani. 

3. Analisis  pelanggan  yang  hilang.  Perusahaan/puskesmas  harus  menghubungi  pelanggan 

yang  berhenti  menggunakan   jasa  puskemas  untuk  mengetahui   sebabnya.   Bukan 

hanya  exit interviuew saja   yang   perlu,   tetapi   pemantauan   tingkat   kehilangan 

pelanggan   juga  penting.  Peningkatan  customer loss rate menunjukkan  kegagalan 

perusahaan dalam memuaskan pelanggannya. 

4. Survey   kepuasan   pelanggan.   Umumnya   penelitian   mengenai   kepuasan   pelanggan 

dilakukan  dengan  penelitian   survey,   baik   survey  melalui   pos,   telephon,  maupun 

wawancara pribadi.  Melalui  survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan 

umpan balik secara secara  langgsung dari  pelanggan dan juga memberikan tanda 

positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Berbagai 

cara pengukuran survey dapat dilakukan antara lain: a. Pengukuran secara langsung 

(direct reported satisfaction). Pasien diberi pertanyaan secara langsung dan dibuat 

skala   untuk   menjawabnya.  Contoh:   puas,   kurang   puas,   tidak   puas.  b.  Derived

satisfaction.   Pasien   diberi   pertanyaan   mengenai   seberapa   besar   pelanggan 

mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan.  c. 

Problem analysis. Responden diminta untuk menuliskan masalah yang dihadapi dan 

perbaikan yang disarankan pelanggan. 

d.  Importance rating.  Responden diminta untuk membuat rangking dari berbagai elemen 

pelayanan. Ukuran pembuatan rangking ini didasari oleh derajat pentingnya setiap bagian 

dan seberapa baik kinerja perusahaan (puskesmas) dalam masing-masing elemen.

Menurut Muninjaya (2004) kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh 

beberapa faktor antara lain:

1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini 

aspek komunikasi memegang peranan penting  karena pelayanan kesehatan adalah 

high personnal contact. 

2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh 

emosi   pasien.   Faktor   ini   akan   berpengaruh   pada   tingkat  kepatuhan   pasien 

(complience). 

3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat daianggap sebagai sumber 

moral hazard bagi pasien dan keluarganya.

4. Penampilan   fisik   (kerapian)   petugas,   kondisi   kebersihan   dan   kenyamanan  ruangan 

(tangibility). 

5. Jaminan   keamanan   yang   ditunjukkan   oleh   petugas   kesehatan   (assurance).  Ketepatan 

jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter termasuk dalam faktor ini. 

6. Keandalan   dan   keterampilan   (reliability)   petugas   kesehatan   dalam  memberikan 

perawatan. 

7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness) 

2.3. Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung 

jawab  menyelenggarakan   pembangunan   kesehatan   di   suatu   wilayah   kerja.   Puskesmas 

adalah unit  pelaksana fungsional  yang berfungsi  sebagai  pusat pembangunan kesehatan, 

pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan 

kesehatan   tingkat   pertama   yang   menyelenggarakan   kegiatannya   secara   menyeluruh 

(Azwar,1996).

Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya 

kesehatan   secara  menyeluruh,   berjenjang,   dan   terpadu.   Puskesmas   adalah  penanggung 

jawab   penyelenggara   upaya   kesehatan   untuk   jenjang   tingkat   pertama.   Pada   saat   ini 

puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air. Untuk menjangkau seluruh 

wilayah   kerjanya,   puskesmas   diperkuat   dengan   puskesmas   pembantu   serta   puskesmas 

keliling.   Kecuali   itu   untuk  daerah   yang   jauh  dari   sarana  pelayanan   rujukan,   puskesmas 

dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (Trikono, 2005)

Sampai   saat   ini   puskesmas   yang   telah   dilengkapi   dengan   fasilitas   rawat   inap   tercatat 

sebanyak 1.818 unit, sedangkan puskesmas tidak rawat inap ada sebanyak 5.495. Di Kota 

Medan terdapat puskesmas rawat inap sebanyak 13 unit, sedangkan puskesmas non rawat 

inap sebanyak 28 unit (Dinkes Kota Medan, 2008).

Sebagai  sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di   Indonesia,  pengelolaan program 

kerja Puskesmas berpedoman pada empat azas pokok, yakni; 1. Azas pertanggung jawaban 

wilayah.  2.  Azas  peran   serta  masyarakat.  3.  Azas  keterpaduan.  4.  Azas   rujukan   (Azwar, 

1996).

Visi   pembangunan   kesehatan   yang   diselenggarakan  oleh  puskesmas   adalah   tercapainya 

Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran 

masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai  melalui  pembangunan kesehatan, 

yakni   masyarakat   yang   hidup   dalam   lingkungan   dan   dengan   perilaku   sehat,   memiliki 

kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata 

serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.

Misi  pembangunan kesehatan yang  diselenggarakan oleh  puskesmas  adalah  mendukung 

tercapainya :

1.Menggerakkan   pembangunan   berwawasan   kesehatan   di  wilayah   kerjanya  Puskesmas 

adalah   selalu  menggerakkan   pembangunan   sektor   lain   yang   diselenggarakan   di 

wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan yaitu pembangunan yang 

tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap 

lingkungan dan perilaku masyarakat. 

2.Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. 

Puskesmas   akan   selalu   berupaya   agar   setiap   keluarga   dan   masyarakat   yang 

bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui 

peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat. 

3.Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan keterjangkauan pelayanan  kesehatan 

yang   diselenggarakan.  Puskesmas   akan   selalu   berupaya   menyelenggarakan 

pelayanan   kesehatan   yang   sesuai   dengan   standar   dan  memuaskan  masyarakat, 

mengupayakan   pemerataan   pelayanan   kesehatan   serta   meningkatkan   efisiensi 

pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat. 

4.Memelihara   dan   meningkatkan   kesehatan   perorangan,   keluarga   dan   masyarakat.  

Puskesmas   akan   selalu   berupaya   memelihara   dan   meningkatkan   kesehatan, 

mencegah, dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, 

keluarga, dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah 

kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi 

kesehatan   yang   sesuai.   Upaya   pemeliharaan   dan   peningkatan   yang   dilakukan 

puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan (Kepmenkes RI 

No.128 Tahun 2004). 

2.3.1. Pengembangan Fungsi Puskesmas

Pengembangan   fungsi   puskesmas   di   perkotaan   merupakan   pengembangan   aspek 

pengelolaan  masalah   kesehatan   yang   ada.   Sebagai   sarana   pelayanan   kesehatan   strata 

pertama, Puskesmas harus melaksanakan  upaya kesehatan wajib yang terdiri  dari  upaya 

promosi   kesehatan,   upaya   kesehatan   lingkungan,   upaya   kesehatan   ibu   dan   anak   serta 

keluarga berencana, upaya perbaikan gizi, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit 

menular dan upaya pengobatan. Disamping upaya kesehatan wajib, puskesmas perkotaan 

memiliki peluang untuk melaksanakan usaha kesehatan pengembangan yang dilaksanakan 

berdasarkan   prioritas   masalah   dan   ketersediaan   pelayanan   kesehatan   di   puskesmas. 

Pengembangan upaya pelayanan penunjang di puskesmas dapat dilakukan dalam bentuk : 

1.   Pemenuhan   kebutuhan   akan   pelayanan   yang   lebih   lengkap   dengan   mengadakan 

peralatan yang modern. 2. Meningkatkan sistem pencatatan dan pelaporan di puskesmas 

perkotaan seperti penggunaan komputer. 3. Pengembangan kegiatan perawatan kesehatan 

masyarakat seperti pengadaan rawat inap (Depkes RI, 2005).

2.3.2. Pengembangan Sarana dan Prasarana Puskesmas

Dalam rangka  meningkatkan  mutu  pelayanan  kepada  masyarakat   sesuai  kebutuhan  dan 

tuntutan   masyarakat,   puskesmas   perlu   meningkatkan   berbagai   sarana   pendukung 

pelayanan   dengan   tetap   memperhatikan   kemampuan   sumberdaya   yang   ada.   Hal   ini 

ditujukan untuk mewujudkan pelayanan yang bermutu, profesionalisme, aman dan nyaman

melalui penyediaan :1. Tenaga kesehatan yang sesuai dengan upaya yang diselenggarakan, 

misalnya mengadakan dokter  spesialis  di  puskesmas.  2.  Peralatan medis  dan non medis 

untuk penunjang upaya kesehatan.  3.  Penambahan ruangan pelayanan,  pengaturan tata 

ruang   ,   serta  penyediaan   fasilitas   rawat   inap  di  puskesmas.  4.   Sarana   transportasi   dan 

komunikasi. 5. Fasilitas penunjang seperti tempat tidur, kursi, papan alur pelayanan, tempat 

parkir dll (Depkes, 2005).

2.4. Penelitian Terdahulu

1.  Sri  Monarita,   (2006).Judul  penelitian ”Pengaruh Persepsi  Kualitas  Pelayanan Terhadap 

Kepuasan Pasien Rawat Inap RSU. Mayjend. H.A.Thalib Kerinci Tahun 2006” menunjukkan 

hasil   sebagai   berikut   :   Pengujian  parsial   terhadap   variabel   dari   5   aspek  penentu  mutu 

pelayanan yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien telah menghasilkan kesimpulan ada 

2 variabel penentu mutu pelayanan yang paling

berpengaruh   yaitu   :   (a).  Variabel reabilitas (keandalan)   dan   (b)  variabel empati yang 

ditunjukkan oleh petugas terhadap pasien. Variabel tersisa yaitu responsiveness (kesigapan 

atau ketanggapan), assurance (kepastian pelayanan) dan tangible (penampilan fisik, fasilitas 

dan kelengkapan sarana) tidak memiliki pengaruh yang bermakna.

Universitas Sumatera Utara

2. Hayati   (2003)Judul   penelitian   ”Analisa   Persepsi  Mutu   Pelayanan   Terhadap   Kepuasan 

Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Langsa Tahun 2003, dengan hasil penelitian faktor 

yang paling berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien adalah dimensi assurance

yang   meliputi   jaminan   pengetahuan   dan   kemampuan   petugas,   keamanan, 

kesopanan dan dapat dipercaya. 

3. Sondang G. Siagian (2007)Judul penelitian ”Pengaruh Persepsi Tentang Kualitas Pelayanan 

Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Medan”, dengan 

hasil   penelitian:   Melalui   analisa   multivariat   menunjukkan   koefisien   determinasi 

adalah   0,897%   yang  menyatakan   bahwa  aspek kualitas pelayanan berpengaruh

terhadap kepuasan pasien rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Medan sebesar

89,7%. Secara serempak terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi kualitas 

(tangible, reabiliti, responsiveness, assurance, empathy)   dengan   kepuasan  pasien 

rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Dimensi kualitas yang paling dominan 

memengaruhi kepuasan pasien rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Medan adalah 

dimensi mutu tangible, dengan nilai β dimensi kualitas tangible adalah sebesar 1,017 

dengan nilai signifikan 0,000 (p < 0,05). 

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Kualitas  pelayanan  harus  dimulai  dari   kebutuhan  pasien  dan  berakhir  dengan  kepuasan 

pasien. Tingkat kualitas pelayanan kesehatan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang 

Puskesmas   tetapi   harus   dipandang   dari   sudut   pandang   pasien.  Menurut   Azwar   (1996) 

kualitas   pelayanan   kesehatan   adalah   mengacu   pada   tingkat   kesempurnaan   layanan 

kesehatan.

Kualitas pelayanan kesehatan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, karena 

kualitas memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih 

kuat dengan Puskesmas dan pada akhirnya kepuasan pasien dapat meningkatkan jumlah 

kunjungan Puskesmas

Agar  pelayanan  memiliki   kualitas  dan  memberikan  kepuasan  pada  pengguna   jasa  maka 

perlu   diperhatikan   dimensi   yang   berperan   menciptakan   dan   meningkatkan   kualitas 

pelayanan   yang   disebut   dengan   SERVQUAL   (Parasuraman,   Zeithml,   dan   Barry   dalam 

Lupiyoadi, 2001), yaitu: 1. Bukti fisik (Tangibles), 2. Keandalan (Reliability), 3. Ketanggapan 

(Responsiveness), 4. Jaminan (Assurance), 5. Perhatian (Emphaty).

Kelima dimensi kualitas pelayanan berhubungan dengan apa yang biasanya diharapkan dari 

suatu pelayanan jasa kesehatan. Ketika pihak pasien mengalami pelayanan tersebut secara 

realistis,  maka  mereka  kemudian  akan  merasa  dipuaskan   terutama bila  pelayanan  yang 

mereka   peroleh   sepadan   bahkan   lebih   dari   apa   yang   mereka   harapkan,   tetapi   bila 

pengalaman   kualitas   pelayanan   yang   dirasakan   ada   kesenjangan   dengan   apa   yang 

diharapkan, maka pasien akan merasa tidak puas dan kecewa.

Penilaian terhadap kepuasan ini dapat diukur dengan berbagai macam cara (Kotler, 1997) 

yaitu 1. Sistem keluhan dan saran. 2. Belanja siluman. 3. Analisa pelanggan yang hilang. 4. 

Survey kepuasan pelanggan.

Melalui  survey kepuasan pelanggan akan dapat dilihat  faktor-faktor  yang mempengaruhi 

kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan yaitu pemahaman

pengguna   jasa   tentang   pelayanan   yang   akan  diterimanya,   sikap  peduli  (emphaty)   yang 

ditunjukkan  petugas   kesehatan,   biaya,   penampilan  fisik   (tangibles) petugas  dan   kondisi 

bangunan,   jaminan   keamanan   (assurance)   serta   jadwal   kunjungan   dokter,   keandalan 

(reliability) dan keterampilan petugas, dan kecepatan petugas memberi tanggapan terhadap 

keluhan pasien (responsiveness).

Untuk  memberikan   gambaran   yang   jelas   dan   terarah   akan   alur   penelitian   ini   dengan 

memperhatikan tinjauan kepustakaan serta  landasan teori,  digambarkan dalam kerangka 

konsep seperti berikut ini :

Kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas Kota Medan.- Tangible

- responsiveness - Assurance- Reliability- Empathy

Kualitas   Pelayanan:1.   Bukti   fisik   (tangible)2.   Keandalan   (reliability)3.   Daya   tanggap 

(responsiveness) 4. Jaminan (assurance)5. Empati (emphaty)