Upload
syahfiq-ismail
View
4
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
t
Citation preview
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan utama pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal, sehat fisik, mental dan sosial untuk suatu kehidupan
sosial ekonomi yang produktif serta tatanan berbangsa dan bernegara secara
berkesinambungan (Depkes RI,1999). Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publik menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS) adalah melalui penyusunan Indeks Kepuasan
Masyarakat (IKM) sebagai tolak ukur untuk mengetahui tingkat kualitas pelayanan publik
dengan menilai public unsure pelayanan sehingga menjadi pendorong bagi setiap unit
penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.
Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan dan
pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang
bermutu, aman, efisien, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Pasal 19 UU No. 36
Tahun 2009). Salah satu upaya tersebut yaitu dengan peningkatan ketersediaan dan
pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan dasar seperti puskesmas di setiap daerah. Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sebagai penyelenggara upaya kesehatan tingkat
pertama memiliki tanggung jawab dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh
masyarakat yang secara administratif berdomisili di wilayah kerjanya. Dengan adanya
puskesmas diharapkan masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan bermutu
dengan akses termudah dan biaya yang terjangkau. (Bappenas, 2009)
Visi pembangunan kesehatan tahun 2010 adalah mewujudkan masyarakat, bangsa
dan negara yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajad kesehatan yang setinggi- tingginya
diseluruh wilayah Republik Indonesia. Misi pembangunan kesehatan yaitu melaksanakan
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya tersebut dilaksanakan disemua
tempat pelayanan kesehatan dari Puskesmas sampai rumah sakit, baik pemerintah maupun
swasta (DepKes RI, 2001).
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat pada tahun 2010.
Kecamatan sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat,
cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi
pembangunan kesehatan yang diselenggarakan puskesmas adalah mendukung tercapainya
misi pembangunan kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2010.
Untuk mencapai visi tersebut, puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan
dan upaya kesehatan masyarakat (1).
Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan perorangan di puskesmas
adalah kepuasan pasien. Kepuasan didefinisikan sebagai penilaian pasca konsumsi, bahwa
suatu produk yang dipilih dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen, sehingga
mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk pembelian ulang produk yang
sama. Pengertian produk mencakup barang, jasa, atau campuran antara barang dan jasa.
Produk puskesmas adalah jasa pelayanan kesehatan (2).
Menurut Kotler (1997) Mutu atau kualitas pada umumnya dapat diukur ( tangible )
namun mutu jasa pelayanan agak sulit diukur, karena umumnya bersifat subyektif, sebab
menyangkut kepuasan seseorang, bergantung pada persepsi, latar belakang, sosial ekonomi,
norma, pendidikan, budaya, bahkan kepribadian seseorang. Terdapat lima determinan
kualitas jasa/pelayanan yang dapat dirinci sebagai berikut : Responsiveness (ketanggapan),
Reliability (kehandalan), Assurance (jaminan), Empathy (empati), dan Tangible (bukti
langsung).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah benar
terdapat hubungan antara pelayanan kesehatan yang terdiri daripada Responsiveness
(ketanggapan), Reliability (kehandalan), Assurance (jaminan), Empathy (empati), dan
Tangible (bukti langsung) dengan tingkat kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas
Kecamatan Tebet.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Apakah terdapat hubungan antara mutu pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasan
pasien rawat inap di Puskesmas Kecamatan Tebet?
2. Bagaimanakah pengaruh kualitas pelayanan yang ditinjau dari aspek bukti langsung,
kehandalan, ketanggapan, jaminan dan empati terhadap tingkat kepuasan pasien?
3. Apakah mutu pelayanan kesehatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
tingkat kepuasan pasien?
4. Dari variabel bukti langsung, kehandalan, ketanggapan, jaminan dan empati manakah
yang paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasan
pasien rawat inap di Puskesmas Kecamatan Tebet
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apakah kualitas pelayanan kesehatan yang ditinjau dari
variabel Responsiveness (ketanggapan), Reliability (kehandalan), Assurance (jaminan),
Empathy (empati), dan Tangible (bukti langsung) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tingkat kepuasan pasien.
2. Untuk mengetahui variabel manakah paling berpengaruh terhadap kepuasan pasien
rawat inap di Puskesmas Kecamatan Tebet.
3. Untuk mengetahui gambaran kualitas pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan
Tebet
4. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas Kecamatan Tebet.
1.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat
untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun atau mengarakan penyelidikan
selanjutnya (Husein, 2003)
Berdasarkan definisi tersebut maka perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari bukti langsung (Tangibles)
terhadap kepuasan pasien.
2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari Kehandalan (Reliability) terhadap
kepuasan pasien.
3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari daya tanggap (Responsivenes)
terhadap kepuasan konsumen.
4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari jaminan (Assurance) terhadap
kepuasan konsumen.
5. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari perhatian (Empaty) terhadap kepuasan
konsumen.
1.4 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan hasilnya dapat berguna baik bagi kami,
masyarakat, institusi dan pengembangan penelitian yaitu :
1. Bagi peneliti
- Penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan teori yang didapat saat kuliah ke
dalam praktek lapangan sesungguhnya, dengan demikian diharapkan dapat
menambah wawasan kami, khususnya terkait bidang ilmu kesehatan
masyarakat dan penelitian.
- Melatih kerjasama dengan teman dalam sebuah kelompok.
- Diharapkan penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta mempelajari
masalah-masalah yang berhubungan dengan kualitas pelayanan kesehatan di
puskesmas
2. Bagi masyarakat
- Diharapkan dengan adanya penelitian ini, masyarakat khususnya para
responden yaitu ara pasien dapat berpartisipasi untuk memberikan saran dan
kritik yang membangun terhadap pelayan Puskesmas Kecamatan Tebet.
- Diharapakan penelitian ini memberikan gambaran kepada masyarakat tentang
pelayanan kesehatan di Puskesmas Kecamatan Tebet.
3. Bagi institusi
- Puskesmas Kecamatan Tebet
Diharapkan temuan dari penelitian ini dapat memberikan masukan kepada
pihak puskesmas dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang
diberikan guan untuk memenuhi kepuasan pasien yang leih baik di masa
akan datang
- Fakultas Kedokteran Trisakti
Sebagai bahan penambahan karya ilmiah pada bagian ilmu kesehatan
masyarakat .
1.5 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini dibuat dengan dengan keterbatasan waktu, biaya, dan tenaga.
Namun demikian, peneliti berusaha melaksanakan penelitian ini sebaik mungkin.
1.7 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup Tempat :
Ruang lingkup tempat dalam penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas
Kecamatan Tebet khususnya di ruangan rawat inap.
Ruang Lingkup Waktu :
Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan
April sampai Mei 2014.
1.8 Originalitas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kualitas Pelayanan Kesehatan
Kualitas atau mutu menurut Goetsh dan Davis (1994) merupakan suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan.
Kualitas meliputi setiap aspek dari suatu perusahaan dan sesungguhnya merupakan
suatu pengalaman emosional bagi pelanggan. Pelanggan ingin merasa senang dengan
pembelian mereka, merasa bahwa mereka telah mendapatkan nilai terbaik dan ingin
memastikan bahwa uang mereka telah dibelanjakan dengan baik, dan mereka merasa
bangga akan hubungan mereka dengan sebuah perusahaan yang bercitra mutu tinggi
(Lovelock dan Wright, 2005).
Kualitas sangat bersifat subjektif, tergantung pada persepsi, sistem nilai, latar belakang
sosial, pendidikan, ekonomi, budaya, dan banyak faktor lain pada masyarakat atau pribadi
yang terkait dengan jasa pelayanan perusahaan tersebut. Menurut Goetsch dan Davis
(1997), kualitas adalah keadaan dinamik yang diasosiasikan dengan produk jasa, orang,
proses, dan lingkungan yang mencapai atau melebihi harapan. Mutu adalah keadaan produk
yang selalu mengacu pada kepuasan pelanggan, karena kepuasan pelanggan merupakan
kunci utama yang menjadikan organisasi mampu bersaing dan dapat menjaga kelangsungan
hidup organisasi dalam jangka panjang. Selanjutnya dikatakan suatu produk hanya dapat
dijamin dengan menerapkan Total Quality Management yang dapat dilandasi metode
manajemen yang dipicu oleh pelanggan. Kualitas dapat diartikan sebagai alat organisasi
untuk meningkatkan produktivitas, alat organisasi untuk mengurangi pemborosan, alat
untuk menurunkan biaya atau untuk meningkatkan financial return atau sisa hasil usaha
(Sabarguna, 2004).
Menurut lovelock dan Wright (2005), kualitas pelayanan dapat diukur dengan
membandingkan persepsi antara pelayanan yang diharapkan (expected service) dengan
pelayanan yang diterima dan dirasakan (perceived service) oleh pelanggan. Dalam
pengukuran mutu pelayanan, menurut Kotler (1997), harus bermula dari mengenali
kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa
gambaran kualitas pelayanan harus mengacu pada pandangan pelanggan dan bukan pada
penyedia jasa, karena pelanggan mengkonsumsi dan memakai jasa. Pelanggan layak
menentukan apakah pelayanan itu berkualitas atau tidak.
Menurut Robert dan Prevest dalam Lupiyoadi (2001), kualitas pelayanan kesehatan
bersifat multi dimensi. Ditinjau dari pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer)
maka pengertian kualitas pelayanan lebih terkait pada ketanggapan petugas memenuhi
kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas dengan pasien, keprihatinan serta
keramahtamahan petugas dalam melayani pasien, kerendahan hati dan kesungguhan.
Ditinjau dari penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) maka kualitas pelayanan
lebih terkait pada kesesuaian pelayanan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu
dan teknologi kedokteran mutakhir. Hal ini terkait pula dengan otonomi yang dimiliki oleh
masing-masing profesi dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
Menurut Azwar (1996), pengertian kualitas pelayanan kesehatan perlu dilakukan
pembatasan yang secara umum dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas
pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan.
Pada satu sisi dapat menimbulkan kepuasan kepada pasien, sedang pada sisi lain
prosedurnya harus sesuai dengan kode etik standar profesi yang ditetapkan.
Menurut Zeithaml (1985), terdapat sepuluh dimensi kualitas pelayanan, yaitu:
1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan
kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti organisasi jasa kesehatan
memberikan jasanya secara terpat semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu
juga memenuhi janjinya, misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal yang
disepakati.2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karayawan untuk
memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.3. Competence, artinya setiap orang dalam
suatu organisasi kesehatan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar
dapat memberikan jasan tertentu.4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungkan dan
ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menunggu yang
tidak terlalu lama, saluran komunikasi organisasi mudah dihubungi, dan lain-lain. 5.
Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian, keramahan yang dimiliki para
contact personnel (seperti resepsionis, petugas pendaftaran, kasir, operator telepon, dan
lain-lain). 6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa
yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. 7.
Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama organisasi
pelayanan kesehatan, reputasi, karakteristik pribadi contact personnel, dan interaksi dengan
pelanggan. 8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, atau keragu-raguan. Aspek ini
meliputi keamanan secara fisik, keamanan financial, dan kerahasiaan. 9.
Understanding/Knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami kebutuhan pelanggan.
10. Tangibles, yaitu buktu fisik dari jasan, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang
dipergunakan.
Parasuraman, Zeithmal dan Berry dalam Lupiyoadi (2001), menyimpulkan terdapat
lima dimensi kualitas pelayanan yang disebut dengan SERVQUAL. Kelima dimensi kualitas
pelayanan tersebut adalah sebagai berikut:
1.Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana
fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan sebagainya),
perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.
2.Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai
dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan
pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan
tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan
pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian
informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya alasan yang jelas
menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.
4.Jaminan (Assurance) yaitu pengetahuan, komponen antara lain komunikasi
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence)
dan sopan santun (courtesy).
5.Perhatian (emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan
tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu
pengoperasian yang nyaman. Menurut Garvin (dalam Lovelock, 1994) dimensi-dimensi
kualitas pelayanan kesehatan adalah:
1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produk inti, misalnya kecepatan,
jumlah pasien, kemudahan dalam pembayaran/pendaftaran, kenyamanan, dan
sebagainya.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau
pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior rumah sakit.
3. Kehandalan (reliability), yaitu diagnosa tepat, terapi cepat, dll.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana
karakteristik desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan
sebelumnya. Misalnya standar keamanan, tindakan sesuai prosedur, pendaftaran
sesuai prosedur.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat terus
digunakan.
6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, serta penanganan keluhan
yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum
penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual.
7. Estetika, yaitu daya tarik panca indera, misalnya bentuk gedung, warna, ruang tunggu,
desain kamar rawat inap, dll.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta
tanggung jawab organisasi pelayanan kesehatan terhadapnya. Biasanya karena
kurangnya pengetahuan pasien akan atribut/ciri-ciri produk/pelayanan yang akan
diperoleh, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama
organisasi pelayanan kesehatan, iklan, reputasi organisasi pelayanan kesehatan.
Menurut Andersen (1995) dalam Pohan (2003) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pencarian pelayanan kesehatan dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :
1. Faktor predisposisi (predispossing factor) Komponen predisposisi menggambarkan
karakteristik pasien yang mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan terdiri dari:
a. Demografi (umur, jenis kelamin, status sosial ekonomi)
b. Struktur sosial (suku, ras, kebudayaan, pekerjaan, pendidikan)
c. Kepercayaan (kepercayaan terhadap penyakit, dokter, petugas kesehatan)
2. Faktor pemungkin (enabling factor) Faktor pemungkin terdiri dari:
a. Kualitas pelayanan kesehatanHasil penelitian Bank Dunia di Indonesia pada tahun 1988
menunjukkan salah satu penyebab rendahnya pemanfaatan rumah sakit oleh masyarakat
adalah kualitas pelayanan yang rendah.
b. Jarak pelayananSalah satu pertimbangan pasien dalam menentukan sikap untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan adalah jarak yang ditempuh dari tempat tinggal pasien
sampai ke tempat sumber perawatan.
c. Status sosial ekonomiStatus ekonomi mempengaruhi seseorang dalam membayar
pelayanan kesehatan. Setiap orang dari segala lapisan sosial berhak menerima kesehatan.
Tetapi
kenyataannya menunjukkan bahwa lebih sering diprioritaskan orang dengan status ekonomi
yang lebih tinggi. Status ekonomi merupakan salah satu faktor terhadap pelayanan
kesehatan.
3. Kebutuhan Pelayanan (need)
Keadaan status kesehatan seseorang menimbulkan suatu kebutuhan yang dirasakan dan
membuat seseorang mengambil keputusan untuk mencari pertolongan kesehatan. Selain
dipengaruhi faktor di atas ada beberapa faktor lagi yang mempengaruhi pemanfaatan
pelayanan kesehatan, yaitu:
a. Tarif atau biayaTarif atau biaya kesehatan sangat penting untuk menentukan dalam
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Adanya peningkatan harga pelayanan kesehatan akan
menyebabkan penurunan permintaan.
b. FasilitasFasilitas yang baik akan mempengaruhi sikap dan perilaku pasien, pembentukan
fasilitas yang benar akan menciptakan perasaan sehat, aman, dan nyaman. Setiap fasilitas
pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial mempunyai pandangan yang mungkin
menambahi atau mengurangi kepuasan pasien dan penampilan kerja (Kotler, 1997).
c. Pelayanan personilPelayanan personil memegang peranan dalam menjaga mutu
pelayanan sehingga pemakai jasa pelayanan kesehatan menjadi puas. Personil itu terdiri
dari dokter maupun perawat, tenaga para medis serta penunjang non medis. Pelayanan
personil dapat berupa pelayanan secara profesional dan keramahan sehingga meningkatkan
citra dari rumah sakit tersebut.
d. LokasiLokasi pelayanan kesehatan yang berada di lingkungan sosial ekonomi rendah
biasanya yang berkunjung, juga pelanggan dari masyarakat miskin, karena orang
berpenghasilan tinggi akan datang ke lingkungan miskin untuk perawatan medis (Kotler,
1984; Harmesta dan Suprihantom, 1995). Lokasi adalah yang paling diperhatikan bagi
pencari pelayanan kesehatan karena jarak yang dekat akan mempengaruhi bagi pencari
pelayanan kesehatan untuk berkunjung. Suatu studi mengatakan bahwa alasan yang
penting untuk memilih rumah sakit adalah yang dekat dengan lokasi.
e. Kecepatan dan Kemudahan PelayananPada dasarnya manusia ingin kemudahan, begitu
juga dengan mencari pelayanan kesehatan, mereka suka pelayanan yang cepat mulai dari
pendaftaran sampai pada waktu pulang.
f. InformasiDengan adanya iklan dan promosi sangat efektif karena dapat langsung didengar
dan dilihat baik itu mengenai fasilitas, harga yang akan mempengaruhi pilihan konsumen.
Informasi dapat berupa pengalaman pribadi, teman-teman, surat kabar.
Keputusan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan merupakan kombinasi dari
kebutuhan normatif dengan kebutuhan yang dirasakan, karena untuk konsumsi pelayanan
kesehatan. Konsumen sering tergantung kepada informasi yang disediakan oleh institusi
pelayanan kesehatan ditambah dengan profesinya. Faktor-faktor lain yang berpengaruh
antara lain pendapatan, harga, lokasi, dan mutu pelayanan (Mills, 1990).
Menurut Groner dan Sorhin (1977) dalam Pohan.I (2003), 5 (lima) faktor utama yang
mempengaruhi demand terhadap pelayanan kesehatan adalah :
a. Persepsi sakit
b. Realisasi kebutuhan (harapan, kepercayaan, pengalaman sebelumnya, adat istiadat).
c. Kemampuan membayar
d.Motivasi untuk memperoleh pelayanan kesehatan
e. Lingkungan (tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan) Menurut Dever (1973) dalam
Muninjaya (2004) faktor-faktor yang
mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah sosial budaya, organisasi, faktor
konsumen, proses pelayanan kesehatan.
Menurut Handoko (1999) dalam Lupiyoadi (2001), bahwa pengambilan keputusan
merupakan bagian dari proses berpikir ketika seseorang mempertimbangkan, memahami,
mengingat, dan menalar tentang segala sesuatu. Sesuatu diputuskan akan dilakukan setelah
menilai suatu keadaan, kenyataan, atau peristiwa yang sedang dihadapi.
Proses pengambilan keputusan pembeli/individu atas jasa-jasa profesional berbeda-beda,
tergantung dari jenis keputusan, partisipasi dalam pengambilan keputusan, jenis jasa, dan
beberapa faktor lainnya. Dalam upaya mengurangi ketidak pastian yang dialami pembelian
jasa-jasa profesional, orang cenderung untuk mencari informasi seluas-luasnya dari orang
lain sebelum mengambil keputusan.
Anggota keluarga, teman, rekan kerja, dan sumber-sumber terpercaya lainnya seringkali
terlihat dalam pengambilan keputusan seseorang. Adapun jenis-jenis orang mungkin ikut
berperan dalam pengambilan keputusan individu adalah :
a. Pengambilan inisiatif adalah orang-orang yang pertama-tama menyarankan atau
memikirkan ide pembelian jasa-jasa tertentu.
b. Pemberi pengaruh adalah orang-orang yang berpandangan dan nasehatnya berperan
cukup besar dalam pengambilan keputusan.
c. Pengambilan keputusan adalah orang yang akhirnya menentukan sebagian atau seluruh
pengambilan keputusan, membeli atau tidak, apa yang dibeli, bagaimana atau
dimana membeli.
d. Pembeli adalah orang-orang yang melakukan pembelian sebenarnya.
e. Pemakai adalah orang (badan usaha) yang menerima jasa
Sedangkan menurut Herbert (1998) dalam Ikbal M. (2006), proses pengambilan keputusan
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang. Perilaku konsumen dalam proses
pengambilan keputusan merupakan fungsi dari determinan- determinan : pengaruh
lingkungan, perbedaan individu, proses psikologis yang masing-masing mempunyai
kekuatan pengaruh terhadap proses keputusan konsumen. Proses ini merupakan tahapan
dari pengambilan keputusan oleh konsumen yang terdiri dari pengenalan kebutuhan,
pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, evaluasi hasil, dan pembelian ulang.
2.2. Kepuasan Pasien
Kepuasan adalah respons pemenuhan dari konsumen. Kepuasan adalah hasil penilaian dari
konsumen bahwa produk atau pelayanan telah memberikan tingkat kenikmatan dimana
tingkat pemenuhan lebih atau kurang. Menurut Rowland, et at (dalam Sabarguna,2004),
kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang terpenuhi sehingga ini adalah
merupakan aspek yang paling menonjol dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Harapan pasien dalam proses pengobatan akan menimbulkan suatu kepuasan, dimana
diharapkan dapat mempercepat proses penyembuhan.
Penurut Irawan (2002), kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah
memenuhi harapannya. Karena itu pelanggan tidak akan puas apabila pelanggan
mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Pelanggan akan merasa puas jika
persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan.
Menurut Lupiyoadi (2001), dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan terdapat lima
faktor utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan yaitu; 1) Kualitas produk, pelanggan
akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk/jasa yang mereka
dapatkan berkualitas. 2) Kualitas pelayanan, pelanggan akan merasa puas bila mereka
mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan yang diharapkan. 3) Emosional,
pelanggan akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum
terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai
tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualitas dari
produk, tetapi nilai sosial atau self esteem yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap
merek tertentu. 4)Harga, produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi harga relatif
murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya. 5). Biaya, pelanggan
yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk
mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.
Dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau
pelanggan dalam menggunakan produk atau jasa. Oleh karena itu, setiap transaksi atau
pengalaman baru akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan.
Menurut Kotler (1997), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai macam cara
yaitu :
1. Sistem keluhan dan saran. Setiap organisasai yang berorientasi pada pelanggan
memberikan kesempatan yang luas kepeda para pelanggannya untuk menyampaikan
saran, pendapat, dan keluhan mereka. Hal ini juga dapat dilakukan dengan cara
meletakkan kotak saran di koridor, menyediakan kartu komentar untuk diisi pasien
yang akan keluar, dan mempekerjakan staf khusus untuk menangani keluhan pasien.
Dapat juga menyediakan hot lines bagi pelanggan dengan gratis, juga dapat
menambah web pages dan e-mail untuk melaksanakan komunikasi dua arah.
Informasi tersebut merupakan sumber gagasan yang baik yang meyakinkan
pelayanan kesehatan dapat bertindak dengan cepat dalam rangka menyelesaikan
masalah.
2. Belanja siluman. Perusahaan dapat membayar orang untuk bertindak sebagai pembeli
potensial guna melaporkan hasil temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan
yang mereka alami ketika membeli produk perusahaan dan produk pesaing. Para
pembelanja siluman itu bahkan dapat menyampaikan masalah tertentu untuk
menguji apakah staf penjualan perusahaan menangani situasi tersebut dengan baik.
Para manajer sendiri kadang harus meninggalkan kantor mereka, untuk melihat
situasi penjualan perusahaan dimana mereka tidak dikenal, dan mengalami sendiri
secara langsung perlakuan yang mereka terima sebagai pelanggan. Variasi dari cara
ini adalah manajer menelepon perusahaan mereka sendiri dengan berbagai
pertanyaan dan keluhan untuk melihat bagaimana panggilan telephon itu ditangani.
3. Analisis pelanggan yang hilang. Perusahaan/puskesmas harus menghubungi pelanggan
yang berhenti menggunakan jasa puskemas untuk mengetahui sebabnya. Bukan
hanya exit interviuew saja yang perlu, tetapi pemantauan tingkat kehilangan
pelanggan juga penting. Peningkatan customer loss rate menunjukkan kegagalan
perusahaan dalam memuaskan pelanggannya.
4. Survey kepuasan pelanggan. Umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan
dilakukan dengan penelitian survey, baik survey melalui pos, telephon, maupun
wawancara pribadi. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan
umpan balik secara secara langgsung dari pelanggan dan juga memberikan tanda
positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap para pelanggannya. Berbagai
cara pengukuran survey dapat dilakukan antara lain: a. Pengukuran secara langsung
(direct reported satisfaction). Pasien diberi pertanyaan secara langsung dan dibuat
skala untuk menjawabnya. Contoh: puas, kurang puas, tidak puas. b. Derived
satisfaction. Pasien diberi pertanyaan mengenai seberapa besar pelanggan
mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan. c.
Problem analysis. Responden diminta untuk menuliskan masalah yang dihadapi dan
perbaikan yang disarankan pelanggan.
d. Importance rating. Responden diminta untuk membuat rangking dari berbagai elemen
pelayanan. Ukuran pembuatan rangking ini didasari oleh derajat pentingnya setiap bagian
dan seberapa baik kinerja perusahaan (puskesmas) dalam masing-masing elemen.
Menurut Muninjaya (2004) kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain:
1. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya. Dalam hal ini
aspek komunikasi memegang peranan penting karena pelayanan kesehatan adalah
high personnal contact.
2. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini akan menyentuh
emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat kepatuhan pasien
(complience).
3. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat daianggap sebagai sumber
moral hazard bagi pasien dan keluarganya.
4. Penampilan fisik (kerapian) petugas, kondisi kebersihan dan kenyamanan ruangan
(tangibility).
5. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance). Ketepatan
jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter termasuk dalam faktor ini.
6. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam memberikan
perawatan.
7. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan pasien (responsiveness)
2.3. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung
jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas
adalah unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan,
pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh
(Azwar,1996).
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan tersebut diselenggarakan berbagai upaya
kesehatan secara menyeluruh, berjenjang, dan terpadu. Puskesmas adalah penanggung
jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama. Pada saat ini
puskesmas telah didirikan di hampir seluruh pelosok tanah air. Untuk menjangkau seluruh
wilayah kerjanya, puskesmas diperkuat dengan puskesmas pembantu serta puskesmas
keliling. Kecuali itu untuk daerah yang jauh dari sarana pelayanan rujukan, puskesmas
dilengkapi dengan fasilitas rawat inap (Trikono, 2005)
Sampai saat ini puskesmas yang telah dilengkapi dengan fasilitas rawat inap tercatat
sebanyak 1.818 unit, sedangkan puskesmas tidak rawat inap ada sebanyak 5.495. Di Kota
Medan terdapat puskesmas rawat inap sebanyak 13 unit, sedangkan puskesmas non rawat
inap sebanyak 28 unit (Dinkes Kota Medan, 2008).
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di Indonesia, pengelolaan program
kerja Puskesmas berpedoman pada empat azas pokok, yakni; 1. Azas pertanggung jawaban
wilayah. 2. Azas peran serta masyarakat. 3. Azas keterpaduan. 4. Azas rujukan (Azwar,
1996).
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya
Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran
masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan,
yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi- tingginya.
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung
tercapainya :
1.Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya Puskesmas
adalah selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di
wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan yaitu pembangunan yang
tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap
lingkungan dan perilaku masyarakat.
2.Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.
Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang
bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui
peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.
3.Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan keterjangkauan pelayanan kesehatan
yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat,
mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi
pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.
4.Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat.
Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah, dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan,
keluarga, dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah
kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi
kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan yang dilakukan
puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan (Kepmenkes RI
No.128 Tahun 2004).
2.3.1. Pengembangan Fungsi Puskesmas
Pengembangan fungsi puskesmas di perkotaan merupakan pengembangan aspek
pengelolaan masalah kesehatan yang ada. Sebagai sarana pelayanan kesehatan strata
pertama, Puskesmas harus melaksanakan upaya kesehatan wajib yang terdiri dari upaya
promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak serta
keluarga berencana, upaya perbaikan gizi, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular dan upaya pengobatan. Disamping upaya kesehatan wajib, puskesmas perkotaan
memiliki peluang untuk melaksanakan usaha kesehatan pengembangan yang dilaksanakan
berdasarkan prioritas masalah dan ketersediaan pelayanan kesehatan di puskesmas.
Pengembangan upaya pelayanan penunjang di puskesmas dapat dilakukan dalam bentuk :
1. Pemenuhan kebutuhan akan pelayanan yang lebih lengkap dengan mengadakan
peralatan yang modern. 2. Meningkatkan sistem pencatatan dan pelaporan di puskesmas
perkotaan seperti penggunaan komputer. 3. Pengembangan kegiatan perawatan kesehatan
masyarakat seperti pengadaan rawat inap (Depkes RI, 2005).
2.3.2. Pengembangan Sarana dan Prasarana Puskesmas
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat sesuai kebutuhan dan
tuntutan masyarakat, puskesmas perlu meningkatkan berbagai sarana pendukung
pelayanan dengan tetap memperhatikan kemampuan sumberdaya yang ada. Hal ini
ditujukan untuk mewujudkan pelayanan yang bermutu, profesionalisme, aman dan nyaman
melalui penyediaan :1. Tenaga kesehatan yang sesuai dengan upaya yang diselenggarakan,
misalnya mengadakan dokter spesialis di puskesmas. 2. Peralatan medis dan non medis
untuk penunjang upaya kesehatan. 3. Penambahan ruangan pelayanan, pengaturan tata
ruang , serta penyediaan fasilitas rawat inap di puskesmas. 4. Sarana transportasi dan
komunikasi. 5. Fasilitas penunjang seperti tempat tidur, kursi, papan alur pelayanan, tempat
parkir dll (Depkes, 2005).
2.4. Penelitian Terdahulu
1. Sri Monarita, (2006).Judul penelitian ”Pengaruh Persepsi Kualitas Pelayanan Terhadap
Kepuasan Pasien Rawat Inap RSU. Mayjend. H.A.Thalib Kerinci Tahun 2006” menunjukkan
hasil sebagai berikut : Pengujian parsial terhadap variabel dari 5 aspek penentu mutu
pelayanan yang berpengaruh terhadap kepuasan pasien telah menghasilkan kesimpulan ada
2 variabel penentu mutu pelayanan yang paling
berpengaruh yaitu : (a). Variabel reabilitas (keandalan) dan (b) variabel empati yang
ditunjukkan oleh petugas terhadap pasien. Variabel tersisa yaitu responsiveness (kesigapan
atau ketanggapan), assurance (kepastian pelayanan) dan tangible (penampilan fisik, fasilitas
dan kelengkapan sarana) tidak memiliki pengaruh yang bermakna.
Universitas Sumatera Utara
2. Hayati (2003)Judul penelitian ”Analisa Persepsi Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan
Pasien di Ruang Rawat Inap RSUD Langsa Tahun 2003, dengan hasil penelitian faktor
yang paling berhubungan dengan tingkat kepuasan pasien adalah dimensi assurance
yang meliputi jaminan pengetahuan dan kemampuan petugas, keamanan,
kesopanan dan dapat dipercaya.
3. Sondang G. Siagian (2007)Judul penelitian ”Pengaruh Persepsi Tentang Kualitas Pelayanan
Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Bhayangkara Medan”, dengan
hasil penelitian: Melalui analisa multivariat menunjukkan koefisien determinasi
adalah 0,897% yang menyatakan bahwa aspek kualitas pelayanan berpengaruh
terhadap kepuasan pasien rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Medan sebesar
89,7%. Secara serempak terdapat pengaruh yang signifikan antara dimensi kualitas
(tangible, reabiliti, responsiveness, assurance, empathy) dengan kepuasan pasien
rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Dimensi kualitas yang paling dominan
memengaruhi kepuasan pasien rawat inap Rumah Sakit Bhayangkara Medan adalah
dimensi mutu tangible, dengan nilai β dimensi kualitas tangible adalah sebesar 1,017
dengan nilai signifikan 0,000 (p < 0,05).
2.5. Kerangka Konsep Penelitian
Kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pasien dan berakhir dengan kepuasan
pasien. Tingkat kualitas pelayanan kesehatan tidak dapat dinilai berdasarkan sudut pandang
Puskesmas tetapi harus dipandang dari sudut pandang pasien. Menurut Azwar (1996)
kualitas pelayanan kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan layanan
kesehatan.
Kualitas pelayanan kesehatan memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pasien, karena
kualitas memberikan dorongan kepada pasien untuk menjalin ikatan hubungan yang lebih
kuat dengan Puskesmas dan pada akhirnya kepuasan pasien dapat meningkatkan jumlah
kunjungan Puskesmas
Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan pada pengguna jasa maka
perlu diperhatikan dimensi yang berperan menciptakan dan meningkatkan kualitas
pelayanan yang disebut dengan SERVQUAL (Parasuraman, Zeithml, dan Barry dalam
Lupiyoadi, 2001), yaitu: 1. Bukti fisik (Tangibles), 2. Keandalan (Reliability), 3. Ketanggapan
(Responsiveness), 4. Jaminan (Assurance), 5. Perhatian (Emphaty).
Kelima dimensi kualitas pelayanan berhubungan dengan apa yang biasanya diharapkan dari
suatu pelayanan jasa kesehatan. Ketika pihak pasien mengalami pelayanan tersebut secara
realistis, maka mereka kemudian akan merasa dipuaskan terutama bila pelayanan yang
mereka peroleh sepadan bahkan lebih dari apa yang mereka harapkan, tetapi bila
pengalaman kualitas pelayanan yang dirasakan ada kesenjangan dengan apa yang
diharapkan, maka pasien akan merasa tidak puas dan kecewa.
Penilaian terhadap kepuasan ini dapat diukur dengan berbagai macam cara (Kotler, 1997)
yaitu 1. Sistem keluhan dan saran. 2. Belanja siluman. 3. Analisa pelanggan yang hilang. 4.
Survey kepuasan pelanggan.
Melalui survey kepuasan pelanggan akan dapat dilihat faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan yaitu pemahaman
pengguna jasa tentang pelayanan yang akan diterimanya, sikap peduli (emphaty) yang
ditunjukkan petugas kesehatan, biaya, penampilan fisik (tangibles) petugas dan kondisi
bangunan, jaminan keamanan (assurance) serta jadwal kunjungan dokter, keandalan
(reliability) dan keterampilan petugas, dan kecepatan petugas memberi tanggapan terhadap
keluhan pasien (responsiveness).
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan terarah akan alur penelitian ini dengan
memperhatikan tinjauan kepustakaan serta landasan teori, digambarkan dalam kerangka
konsep seperti berikut ini :
Kepuasan pasien rawat inap di Puskesmas Kota Medan.- Tangible
- responsiveness - Assurance- Reliability- Empathy