Upload
vubao
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Buku Putih
BATANG TORU
HYDRO POWER PLANT
Buku Putih
I.
Batang Toru adalah sebuah kawasan yang berada di tiga kabupaten; Tapanuli
Selatan, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera
Utara, Indonesia. Daerah ini kaya akan sumber daya alam dan
keanekaragaman hayati. Luas seluruh kawasan Batang Toru mencapai 163.000
hektare (ha) yang di dalamnya terdapat:
Hutan lindung
Hutan konservasi
Hutan produksi
Area Penggunaan Lain, dimana di areal ini disediakan oleh Pemerintah
untuk pemukiman, pertanian/perkebunan, pertambangan, dan lain
sebagainya.
Selain kekayaan hutan, Batang Toru juga memiliki kekayaan satwa seperti
Orangutan, Harimau Sumatera, Ikan Jurung, Tapir, Beruang, dan Burung
Rangkong yang merupakan satwa endemik. Harimau Sumatra misalnya, sat
ini hanya tinggal 500 ekor di seluruh Sumatra.
Kawasan Batang Toru terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan,
termasuk areal lokasi proyek PLTA Batangtoru yang didominasi kebun karet
(UNEP, 2011). Berbagai macam penggunaan lahan tersebut menyebabkan
hutan-hutan Batangtoru yang merupakan habitat satwa liar menjadi terpisah
antara yang satu dengan lainnya. Penggunaan lahan dimaksud adalah
Perkebunan
Pertambangan
Jalan Raya
Pemukiman dan perkotaan
Kawasan Batang Toru
Buku Putih
Apabila dibandingkan dengan berbagai macam penggunaan lahan tersebut,
maka luas lahan yang digunakan untuk PLTA Batangtoru sangat kecil.
Buku Putih
Sumber : dari berbagai sumber
Dalam Kawasan Batang Toru terdapat Sungai Batang Toru, sungai utama yang
berhulu di Tarutung Kabupaten Humbang Hasundutan dan berhilir di
Samudera Indonesia. Dan sudah lama, daerah aliran Sungai (DAS) Batang
Toru juga mengalami erosi, bukan saja di daerah hulu, tetapi juga di hilir.
Buku Putih
Sumber : Conservation interational, 2015
Buku Putih
II.
Pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batang Toru dengan
kapasitas 4×127,5 MW ini berlokasi di Sungai Batang Toru, Desa Sipirok,
Kabupaten Tapanuli Selatan, yang akan berkontribusi memasok 15 persen
dari beban puncak Sumatera Utara.
PLTA Batang Toru yang selanjutnya disebut Proyek adalah merupakan bagian
dari pelaksanaan Program Strategis Nasional untuk mencapai target
pembangunan pembangkit Listrik 35.000 MW. Proyek ini dibangun dengan
tujuan :
1. Mengatasi resiko pemanasan global melalui pengurangan emisi karbon
sebagai langkah konkrit implementasi komitmen Paris yang telah
diratifikasi pemerintah Indonesia melalui UU.No.16 tahun 2016. Proyek
akan memberikan kontribusi pengurangan emisi karbon sebesar 1,6-
2.2 MTon/tahun1 atau sebesar 4% dari tagert nasional2.
2. Mengurangi peran pembangkit listrik tenaga diesel pada saat beban
puncak di Sumatera Utara. Hal ini akan memberikan penghematan
devisa sebesar USD 400 juta per tahun yang diperoleh karena adanya
fuel cost avoidance (tidak membeli bahan bakar diesel).
3. Proyek tidak membangun dam sebagai reservoir seperti bangunan PLTA
pada umumnya, karena merupakan tipe run off river yang tidak perlu
menampung air dalam jumlah banyak. Proyek memerlukan lingkungan
yang mendukung sebagai penyimpan air secara alamiah. Oleh sebab itu
1 Pustaka Alam (2018) 2 Target pengurangan emisi karbon Indonesia tahun 2030 adalah 0.8Tton dari baseline 0.3Gton/tahun, atau penambahan 0.5Gton. Kontribusi dari sector energi sebesar 11% dengan demikian sumbangan yang harus diberikan oleh sector energi adalah 0.05Gton atau 55 MTon.
SEKILAS PLTA BATANG TORU
Buku Putih
sejak proses pembangunannya proyek menjalankan equatorial
principles di samping AMDAL.
Fase pra-konstruksi PLTA Batang Toru telah dimulai setelah penandatanganan
kontrak PPA NSHE dan PLN pada 21 Desember 2015. PLTA Batang Toru
merupakan proyek IPP (independent power producer) yang dibangun oleh PT
North Sumatera Hydro Energy (NSHE)
Proyek PLTA Batang Toru terletak di daerah aliran Sungai Batang Toru di
Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Areal proyek PLTA Batang Toru
berstatus sebagai Area Penggunaan Lain (APL) yang terletak di dalam
kawasan Batang Toru yang seluas 163.000 hektare (Ha), di mana di dalamnya
juga terdapat hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi serta
penggunaan lain untuk kepentingan non-kehutanan. PLTA Batang Toru
menerapkan standard internasional oleh karena itu selain menjalankan
AMDAL juga menerapkan program Equator Principal dengan menggunakan
IFC Performance Standard sebagai acuan, dan memenuhi semua perizinan –
perizinan yang dipersyaratkan bagi proyek dengan skala besar.
PLTA Batang Toru menggunakan konsep run-off hydro system, sehingga tidak
membendung sungai. Dengan demikian, dampak terhadap aliran sungai di
bagian hilir sangat minimal, fluktuasi aliran sungai hampir tidak berbeda
dengan kondisi normal. Di samping itu, pembangunannya menggunakan
konsep irit-lahan, hanya menggunakan lahan seluas 122 Ha dengan rincian:
luas bangunan 56 Ha dan luasan genangan maksimal 66 Ha. Lahan yang akan
dipergunakan sebagai tapak struktur permanen tersebut setara 0,07% dari
keseluruhan kawasan ekosistem Batang Toru.
Buku Putih
Berbeda dengan PLTA lain yang harus membangun reservoir, PLTA Batangtoru
hanya memerlukan kolam harian dengan penambahan areal genangan seluas
66,7 Hektar. Sebagai gambaran perbedaan antara PLTA tipe reservoir dengan
tipe run off dapat diperhatikan pada table 1 berikut ini.
Tabel 1. Kapasitas, Luas Genangan dan Pemindahan Penduduk dalam
Pembangunan beberapa PLTA di Indonesia
PLTA Kapasitas (MW) Luas Genangan
(Ha)
Pemindahan
Penduduk
(orang)
Batangtoru 510,00 66,7 0
Jatiluhur 187,50 8.300,0 5.002
Saguling 797,36 5.300,0 10.000
Cirata 1.008,00 6.200,0 10.000
PLTA Batang Toru yang merupakan pembangkit energi terbarukan
merupakan bagian dari implemtasi komitmen Indonesia untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca (GRK) dengan pengurangan mencapai 1,6-2,2 juta
metrik ton CO2 saat beroperasi ekuivalen dengan 4% dari target sektor energi
yang dicanangkan pemerintah pada 2030. Hal ini sejalan dengan upaya
pemerintah mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) atau
renewable energy untuk mengantisipasi perubahan iklim (climate change) dan
pemanasan global (global warming).
Dari sisi Ekonomi, Keberadaan PLTA Batang Toru dapat menghemat
pengeluaran pemerintah hingga US$ 400 juta per tahun, karena tidak
menggunakan bahan bakar fosil.
Buku Putih
Perkembangan kemajuan pembangunan proyek PLTA Batang Toru telah
menyelesaikan bebrapa milestone, antara lain financial closing, pembebasan
lahan dan saat ini sudah masuk tahap awal konstruksi yang berupa
pembangunan jalan akses proyek, camp pekerja, jembatan, terowongan
penghubung jalan, batching plant, stone crusher dan lain-lain.
PLTA Batang Toru yang ditargetkan beroperasi tahun 2022 ini menyerap lebih
kurang 1.800 tenaga kerja selama pembangunan dan berpotensi menciptakan
efek multiplier secara ekonomi, baik langsung maupun tidak langsung kepada
penduduk serta sektor usaha formal dan informal di sekitar Kawasan Batang
Toru
Buku Putih
Fakta-Fakta Terkait Pembangunan PLTA Batang Toru
Lokasi PLTA terletak di kawasan Batang Toru di Sipirok dan Marancar yang
masuk dalam kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan tidak masuk dalam
kawasan hutan. Hal ini dapat dilihat dari jenis vegetasi yang tumbuh di lokasi
yang didominasi pohon karet.
Buku Putih
Analisis Vegetasi Site Marancar
(Santosa et al 2018)
Analisis Vegetasi Site Sipirok
(Santosa et al 2018)
Buku Putih
Buku Putih
Buku Putih
Komitmen terhadap Perbaikan Kawasan Batang Toru dan
Menjaga Satwa Liar yang dilindungi.
Kepedulian terhadap Kawasan
Pembangunan PLTA Batang Toru memiliki implikasi terhadap Kawasan Batang
Toru. Dari luas Izin lokasi 6.598,35 ha yang ditujukan untuk Eksplorasi, Survei
dan Perencanaan, telah dilakukan pembebasan lahan dengan membeli dari
pemilik lahan yang mayoritas berasal dari masyarakat di sekitar proyek seluas
669 Ha, sisanya akan dikembalikan kembali kepada Pemkab Tapsel. Sejalan
dengan rencana penyusunan Tata Ruang Startegis Kawasan Batang Toru,
areal tersebut disarankan untuk dijadikan Kawasan lindung wisata alam atau
Kawasan penyangga.
Tanah yang telah dibeli tersebut akan dimanfaatkan untuk kepentingan
pembangunan PLTA akan mengalami kerusakan sementara (temporary
damage yang terjadi) seluas 447 ha dengan rincian seperti Tabel berikut ini.
PLTA
Batang
Toru
berencana melakukan replanting dengan jenis tanaman pakan satwa liar
No Key Component Land Aquisition (Ha)
Utilization
Permanent Building Structure (Ha)
Supporing Area (Ha)
Replanting Area (Ha)
1. Power House 5,1 2,8 1,1 1,2
2. DAM 10,9 2,5 6,2 2,2
3. Switchyard 7,2 5,6 0.3 1,3
4. Surgetank 1,9 1,5 0,3 0,2
5. Spoilbank 185,6 - - 185,6
6. Camp 42,6 5,6 3,8 33,3
7. Foot Print TL 275 12.0 12.0 - -
8. Access Road 260,4 29,0 88,4 143,1
9. Quarry Area 26,1 - - 26,1
10. Daily Pondage 69,7 63,5 - 6,2
11. Batu Satail Area 32,3 - - 32,3
12. Temporary Facilities 15,4 - - 15,4
Total (Ha) 669,1 122,4 100,2 446,7
Persentase (%) 18 15 67
Buku Putih
untuk memperkaya habitat menggantikan vegetasi dominan di lokasi saat ini
yang berupa karet (Hevea brasiliensis). Dan sudah mulai dilakukan
bekerjasama dengan masyarakat setempat, pemerintah kabupaten Tapanuli
Selatan dan Universitas Sumatera Utara.
Dan permanent damage meliputi Luas Bangunan Permanen 122 ha (0,07%
dari EBT), berupa pembangunan jalan akses, daily pond, acces road, power
house, switchyard, basecamp. Terhadap habitat yang hilang secara permanen
ini akan dilakukan penggantian melalui penerapan program Biodiverssity
Offset.
Kepedulian terhadap Satwa Liar di dalam Kawasan
Lokasi Proyek PLTA Batang Toru berada di APL (seluruhnya dibeli dari lahan
masyarakat) yang secara hukum telah diijinkan oleh negara untuk
kepentingan non-kehutanan. Dengan demikian apabila di lahan APL terdapat
dan ditemukan satwa-satwa yang dilindungi oleh undang-undang, maka
berdasarkan ketentuan yang berlaku adalah kewajiban negara untuk
melindungi kepentingan pemilik lahan dan menjaga keselamatan satwa liar.
Secara operasional tatacara penanganan satwa liar yang berada di APL telah
diatur didalam Peraturan Menteri Kehutanan nomor 53/Menhut-II/2014 jo.
Peraturan Menteri Kehutanan nomor 48/Menhut-II/2008.
Beberapa upaya melindungi dan menjaga kelestarian satwa-satwa tersebut
antara lain:
- Pemberlakuan kebijakan tanpa toleransi (zero toleran) terhadap
perburuan dan perdagangan illegal satwa liar kepada seluruh karyawan
dan pekerja proyek
- Pemberlakukan kebijakan akses jalan terbatas, melakukan pemeriksaan
kepada siapapun yang masuk dan keluar areal proyek
Buku Putih
- Melakukan partroli
- Pemberlakuan kebijakan penghentian kegiatan apabila terdapat satwa
liar dilindungi yang masuk ke areal kerja.
- Pembuatan sign board hewan pada akses jalan yang biasa dilewati
binatang-binatang tersebut.
- Pembuatan jembatan arboreal untuk orang utan dan primate lain
- Pemantauan dan penyelamatan satwa Liar
- dll
Buku Putih
Buku Putih
III. TANYA JAWAB
Siapa pemilik atau pemegang saham NHSE?
Kepemilikan saham NSHE terdiri atas PT Dharma Hydro Nusantara (DHN)
sebesar 52,82%, PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PJBI) 25% dan
Fareast Green Energy Pte Ltd sebesar 22,18%.
Proyek apa saja yang sedang dan akan dibangun NSHE? Apakah PLTA
Batang Toru merupakan proyek pertama NSHE?
Saat ini NSHE hanya mengejarkan pembangunan PLTA Batang Toru, tetapi
Group DHN telah membangun PLTA Asahan I yang telah memperoleh serifikasi
Carbon Emision Reduction melalui skema Clean Development Mechanism.
Berapa investasi yang dikeluarkan untuk pembangunan PLTA Batang
Toru dan dari mana pembiyaannya?
Nilai investasi untuk pembangunan PLTA Batang Toru mencapai Rp 21 triliun
yang pendanaannya berasal dari internal (equity)dan eksternal dalam hal ini
pinjaman bank.
Sejauh mana progres pembangunannya dan kapan diperkirakan bisa
beroperasi?
NSHE adalah perusahaan swasta di bidang pembangkitan listrik
yang berwawasan lingkungan, telah menandatangani Perjanjian
Pembelian Tenaga Listrik antara PT PLN dan NSHE tanggal 21
Desember 2015
Tentang North Sumatra Hydro Energy
Buku Putih
Inisiasi proyek ini dimulai sejak tahun 2008, mulai dengan melakukan studi
dan berbagai macam survei seperti hidrologi, geologi, kegempaan dll.
Selanjutnya melengkapi berbagai dokumen untuk memenuhi semua
persyaratan perizinan, menyelesaikan pembebasan lahan dan saat ini sudah
sampai tahap pra-konstruksi yang berupa pembangunan jalan penunjang
sebagai akses terbatas ke proyek dan fasilitas lainnya yang diperlukan untuk
membangun proyek. Saat ini pembangunan jalan sudah mencapai 40% dari
ruas jalan yang disiapkan. Sesuai perjanjian dengan PLN, PLTA Batang Toru
ditargetkan beroperasi pada Agustus 2022.
Jika sudah selesai, dialokasikan ke manakah listrik yang dihasilkan?
PLTA Batang Toru merupakan proyek Independent Purchasing Power (IPP),
oleh karenanya seluruh produksi litriknya dialirkan ke jaringan tegangan tinggi
PLN. Untuk menyalurkan listrik dari pembangkit ke jaringan PLN, dibangun
sebanyak 86 menara setinggi 50 m dengan jarak antar menara 380 m.
Dengan kapasitas 510 MW, PLTA Batang Toru akan menyumbang sekitar 15%
dari kebutuhan listrik masyarakat saat beban puncak di Sumatera Utara.
Buku Putih
IV
Kabarnya proyek ini ditentang oleh sejumlah aktivis lingkungan
karena merusak ekosistem, terutama orangutan Tapanuli?
Areal proyek PLTA Batang Toru masuk dalam area penggunaan lain (APL) dari
kawasan ekosistem Batang Toru yang mencapai 163.000 Ha, di mana di
dalamnya juga terdapat hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi.
Lahan yang akan digunakan untuk tapak struktur bangunan permanen PLTA
hanya 122 Ha (termasuk area genangan) atau setara 0,07% dari keseluruhan
kawasan ekosistem Batang Toru.
Walaupun berada di area
APL, kami sangat
menyadari kelestarian
kawasan Batang Toru
adalah elemen penting
karena proyek ini
memanfaatkan karunia
alam yang sudah ada sejak
lama. Ketergantungannya
pada keteraturan suplai air
dari alam, menyebabkan kebutuhan untuk melestarikan hutan dan DAS
Batang Toru menjadi bagian (inclusive) dari bisnis PLTA.
Proyek PLTA Batang Toru secara fundamental akan mempertahankan dan
selalu ikut program kelestarian Kawasan yang menghasilkan air sebagai
KOMITMEN TERHADAP KELESTARIAN KAWASAN BATANG TORU
UTAN
Buku Putih
bahan baku operasinya. Karena itu secara alami pembangunannya tetap
mengedepankan pentingnya mempertahankan kelestarian keanekaragaman
hayati yang sangat kaya di wilayah Batang Toru.
Selain itu kami juga peduli pada satwa asli Batang Toru, seperti Orang Utan,
Harimau, Burung Rangkong, Beruang, dan Ikan Jurung yang merupakan
satwa endemic sungai Batang Toru.
Langkah apa saja yang sudah dilakukan untuk menjaga kelestasian
Kawasan Batang Toru?
Kami berkomitmen memperlakukan areal PLTA seperti kawasan hutan lindung
bagi satwa dan keanekaragaman hayati di dalamnya. Kami juga bekerja sama
dengan pemerintah pusat dan daerah serta stakeholders untuk menjaga
kelestarian flora dan fauna Batang Toru.
Kami ikut dalam Kelompok Kerja yang berisi para stakeholders yang perduli
dan berkepentingan dengan kelestarian ekosistem dan keanekaragaman
hayati di Batang Toru, yang mana nantinya akan dibuat Action Plan untuk 5
tahun ke depan dan Master Plan untuk 20 tahun ke depan terkait pengelolaan
lansekap Batang Toru yang berkelanjutan.
Kami juga telah menandatangani kerja sama dengan Universitas Sumatera
Utara (USU) dan Pemkab Tapanuli Selatan pada 8 September 2018, Institut
Pertanian Bogor, dalam upaya menjaga kelestarian kawasan Batang Toru.
Ada beberapa poin penting dalam kesepekatan itu, yaitu komitmen terkait
climate change, renewable energy, catchment area (DAS), serta pelestarian
orangutan.
Buku Putih
Bagaimana dengan debit air Sungai Batang Toru? Apakah kehadiran
PLTA nantinya bisa menyebabkan kekurangan air atau banjir?
PLTA Batang Toru didesain sebagai run off hydro, mirip seperti micro hydro,
dimana operasionalnya disesuaikan dengan debit air yang mengalir di sungai.
Tipe run off hydro tidak membendung atau menampung air seperti halnya tipe
PLTA reservoir, tetapi memanfaatkan air yang mengalir secara alamiah.
Cadangan airnya bukan disimpan di reservoir melainkan disimpan secara
alamiah di hutan-hutan yang berada di bagian hulu sungai dari DAS Batang
Toru.
Berbeda dengan PLTA umumnya yang berkonsep reservoir, PLTA Batang Toru
tidak menggunakan dam raksasa (waduk) untuk menampung air, tapi hanya
daily pond (kolam tandon harian). Karena itu, luas area genangannya juga
kecil, hanya 66 Ha, sangat jauh jika dibanding waduk-waduk PLTA yang
memerlukan genangan ribuan hektar.
Berkaitan dengan aliran sungai, berdasarkan data hasil pemantauan debit
sungai menunjukan bahwa aliran sungai alamiah Batang Toru adalah antara
41.9 – 484 m3/dt, dengan rata rata bulanan terkecil (Juli-Agustus) 84 m3/dt.
Debit sungai bervariasi dari hari ke hari, sebagai contoh pada tanggal 23
September 2018 debit sungai tertinggi mencapai 514 m3/dt, dan pada debit
setinggi ini terdapat beberapa desa di bagian hilir yang tergenang limpasan
Sungai Batang Toru.
Apabila PLTA telah beroperasi perusahaan menerapkan kebijakan pengaturan
penggunaan aliran air secara berimbang antara kepentingan untuk menjaga
fungsi ekologi sungai dengan kepentingan produksi listrik. Pada musim hujan,
air yang dilepas dari kolam harian melalui pintu air sebesar 2.5 m3/dt dan
Buku Putih
dengan tambahan aliran air dari anak-anak sungai yang terletak diantara
Kolam Tandon Harian dengan Rumah Pembangkit. Apabila beroperasi penuh
dengan 4 turbin, maka volume air yang mengalir dari turbin adalah 207
m3/detik, pada debit ini tidak akan menimbulkan banjir. Memperhatikan data
debit air Sungai Batang Toru, maka peluang PLTA dioperasikan 24 jam sangat
tinggi, sehingga fluktuasi aliran air mendekati normal seperti hari-hari
biasanya.
Area PLTA memang berada di APL dan tidak butuh lahan banyak,
tetapi harus membuka jalan untuk membangun infrastruktur
penunjang dan SUTET. Ini akan membelah habitat orangutan
sehingga mengancam eksistensinya. Bagaimana solusinya?
Kami memang membuka lahan untuk pembangunan jalan akses dan fasilitas
lainnya, namun lahan yang dibuka bukan hutan primer. Untuk membangun
proyek total lahan yang dibebaskan 669 ha dan yang kan menjadi tapak
struktur bangunan permanen adalah 122 Ha, dan 100 ha sebagai pendukung,
sisanya 446 ha akan dihijaukan kembali. Pembukaan lahan hanya dilakukan
di tepian sungai. Tarkait dengan lahan yang kami buka untuk jalan akses,
seandainya itu berdampak memisahkan orangutan dengan sungai, kami juga
Buku Putih
telah membuat jembatan arboreal sehingga orangutan dan satwa arboreal
lainnya bisa menggunakan jembatan tersebut.
Secara operasional, tata cara penanganan satwa liar yang berada di APL telah
diatur di dalam Peraturan Menteri Kehutanan nomor 53/Menhut-II/2014 jo.
Peraturan Menteri Kehutanan nomor 48/Menhut-II/2008. Di dalam peraturan
ini kewajiban masyarakat adalah melaporkan keberadaan satwa-satwa
dilindungi kepada
Pemerintah untuk diambil
tindakan yang tepat oleh
Satgas Pemerintah. PLTA
Batangtoru memiliki tim
pemantau satwa liar yang
bekerja penuh di areal
proyek.
Gambar Jembatan Arboreal
Area yang akan terpengaruh oleh PLTA adalah habitat utama mereka,
di mana mereka terjadi dalam kelimpahan tertinggi. Habitat ini adalah
hutan hujan di tanah aluvial yang kaya, yang mungkin berfungsi
sebagai 'sumber populasi' penting (area dengan jumlah hewan
pemuliaan yang tinggi), yang sangat penting untuk mempertahankan
populasi keseluruhan. Bagaimana solusinya?
Habitat Orang Utan Tapanuli tersebar di hutan-hutan dalam ekosistem Batang
Toru seluas 162.000 Ha (TFCA,2018) sebuah wilayah seluas London dan lebih
luas dibandingkan dengan wilayah DKI Jakarta. Orang utan selalu bergerak
berpindah tempat dengan daerah jelajah yang bervariasi antara 800 - 3.000
Buku Putih
ha. Adapun luas tapak struktur bangunan PLTA Batang Toru adalah 122 ha
atau 0,07% dari total kawasan ekosistem Batang Toru. Dengan demikian, luas
areal proyek lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan habitat bagi satu
individu orang utan.
Orangutan Tapanuli telah beradaptasi dengan lingkungan dan hidup di dataran
tinggi (>600 m dpl) dengan suhu udara yang dingin, oleh sebab itu orang
utan tapanuli memiliki bulu yang lebih lebat dan lebih panjang dibandingkan
dengan orangutan lainnya. Bagian tertinggi Proyek PLTA Batang Toru terletak
pada ketinggian 430m dpl, jauh lebih rendah dari ketinggian habitat utama
orangutan. Hasil Survey Kuswanda dan Fitri (2017,2018)3 menunjukkan
bahwa kepadatan sarang di sekitar areal proyek 0,41 per Km2 yang berarti
bahwa kepadatan orang utan adalah 1 individu/250 ha. Dengan demikian,
maka lokasi proyek bukan pusat habitat maupun sumber populasi orang utan.
Berdasarkan hasil groundcheck (Prof. Yanto Santosa, 2018) terhadap peta
sebaran sarang yang dibuat oleh YEL (2015) di areal izin lokasi (7.200 Ha),
sebagian besar lokasi yang pernah dilaporkan sebagai titik temuan sarang
tidak lagi digunakan untuk aktivitas bersarang. Hanya ditemukan 10,34%
sarang yang diklasifikasikan sebagai sarang baru (atau kelas Sarang A) dan
sebagian besar didominasi oleh sarang lama (kelas sarang E = 51,72%).
Sedangkan kelas sarang B, C dan D masing-masing sebesar 6,89%; 13,79%
dan 17,24%. Fakta menarik lainnya dari hasil ground-check adalah bahwa
sebagian besar temuan sarang “versi YEL” terletak pada lokasi-lokasi
berupa tebing curam yang relatif “sulit sekali” untuk dijangkau oleh
orangutan, terlebih jika menggunakan metode yang biasa/ umum digunakan
dalam survei “sarang orangutan”. Perlu diingat bahwa kekeliruan/kesalahan
penerapan metode ini di lapangan akan menyebabkan data hasil survei yang
3 Wanda Kuswanda Peneliti Utama Balai Penelitian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan penelitian Orang Utan Batang Toru sejak tahun 2003.
Buku Putih
tidak akurat dan tidak akan bisa dijadikan “rujukan” yang sahih secara ilmiah.
Fakta ini juga menunjukkan bahwa areal yang menjadi tapak kegiatan PLTA
Batang Toru relatif tidak sering digunakan oleh orangutan sehingga tidak
termasuk kategori sebagai habitat utama.
Hasil Analisa data kepadatan sarang, dengan memasukkan semua faktor
koreksi pendugaan populasi maka diperoleh nilai dugaan kepadatan populasi
orangutan di areal 7.200 Ha di sekitar areal tapak PLTA Batang Toru sebesar
0,48 individu/km2. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian di
lokasi yang sama yang dilakukan oleh Kuswanda (2017), dan cenderung lebih
kecil jika dibandingkan dengan nilai kepadatan orangutan di Dolok Sibual-
buali, Ketambe dan Mams TNGL (07-1,2 individu/km2).
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Lembaga Sipirok Lestari Indonesia,
membuktikan bahwa orang utan Tapanuli juga turun ke tanah, bukan satwa
arboreal murni (Strictly arboreal), dengan
orang utan masih dapat menyeberang jalan.
Selain itu hasil pengamatan juga
menunjukkan bahwa orangutan Tapanuli
tidak terganggu oleh suara mesin alat berat
Buku Putih
yang bekerja. Orangutan tetap tenang berada disekitarnya sambil
beraktivitas, makan dan beristirahat.
Keterangan Direktur Jenderal KSDAE http://www.foresthints.news/new-
photos-show-tapanuli-orangutans-on-the-move menegaskan bahwa orang
utan tidak kekurangan makanan di habitat utamanya yaitu di salah satu
Kawasan konservasi Dolok Sibual-buali.
Buku Putih
NSHE juga menggunakan peledak untuk pembukaan lahan. Bukankah
ini merusak habitat orangutan dan membahayakan masyarakat
sekitar?
Kami memang menggunakan peledak, tetapi jumlahnya tidak besar, tahap
awal nantinya hanya memerlukan 26,5 ton. Untuk penggunaan peledak ini
kami juga sudah mengantongi izin dari pihak yang berwenang dan dilakukan
oleh ahli yang bersertifikat, karena memang penggunaannya tidak boleh
sembarangan. Sehingga pengadaan, penyimpanan dan penggunaannya selalu
dalam pengawasan Pemerintah.
Proyek PLTA Batang Toru tidak melakukan penggalian tanah secara besar2an
karena terowongan yang terdalam dibangun 300 m di bawah tanah.
Pembangunan terowongan tidak memerlukan pembukaan lahan permukaan,
sedangkan material galian akan dikumpulkan di spoil banks (disposal area)
yang telah disiapkan seluas 185 ha yang lahannya dibeli dari masyarakat
setempat. Oleh sebab itu tidak akan menimbun hutan maupun menyebabkan
fragmentasi.
Buku Putih
V.
PLTA Batang Toru dibangun dekat sesar aktif Sumatera. Bukankah ini
berbahaya karena bisa memicu gempa karena sudah banyak bukti
timbulnya gempa yang dipicu oleh waduk yang diistilahkan reservoir-
induced seismicity (RIS). Kalau sampai damnya jebol bukankah ini
membahayakan keselamatan masyarakat di sekitar atau di hilir?
Memang sudah ada studi geologi mengenai gempa yang dipicu oleh aktivitas
waduk yang disebut reservoir-induced seismicity. Hal ini tidak lepas dari
besarnya volume waduk yang dibangun sehingga tekanannya bisa memicu
seismisitas. Namun, perlu dingat, bahwa PLTA Batang Toru tidak
menggunakan reservoir, tidak menggunakan giant dam (waduk), volumenya
kecil sehingga tidak memiliki resiko seperti reservoir-induced seismicity.
PLTA Batang Toru sudah memperhitungkan risiko gempa karena didesain
dengan menggunakan standard ICOLD (International Commissions on Large
Dams) oleh tenaga ahli profesional dari Tiongkok, Prancis, Cina Taiwan dan
Indonesia, dan pembangunannya hanya dapat dimulai setelah ada izin dari
IDSC (Indonesian Dam Safety Commission) yang langsung di bawah kendali
Menteri Pekerjaan Umum
UPAYA MEMINIMALISIR DAMPAK BENCANA GEMPA
Buku Putih
VI.
Ada kabar masyarakat mendapat intimidasi sehingga bersedia
melepaskan lahannya untuk pembangunan proyek ini?
Terkait masyarakat yang terkena dampak langsung pembangunan proyek,
kami telah memberikan ganti rugi berdasarkan harga pasar dengan
mempertitungkan tanaman yang ada di atas lahan tersebut. Proses
pembebasan lahan ini kami lakukan sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku dan difasilitasi oleh Pemerintah kabupaten Tapanuli Selatan.
Apabila ada masyarakat yang keberatan, sesuai dengan standard IFC,
perusahaan menyediakan mekanisme penanganan keluhan yang transparan
(Grivevence Procedure)
Lahan proyek PLTA Batang Toru diperoleh melalui pembebasan lahan
masyarakat yang berupa sawah, ladang, kebun karet dan lahan agroforestry
dan hutan masyarakat. Berdasarkan tata ruang provinsi Sumatera Utara,
lokasi proyek terletak di Areal Penggunaan Lain (APL). Pemerintah
mengalokasikan lahan tersebut untuk kepentingan non kehutanan dan sudah
digarap oleh masyarakat sejak bertahun-tahun sebelumnya.
Apakah kontribusi lain yang bisa diberikan PLTA Batang Toru
terhadap masyarakat sekitar?
Terkait masyarakat yang terkena dampak langsung pembangunan proyek,
kami telah memberikan ganti rugi dengan harga yang sesuai. Kemudian, PLTA
Batang Toru juga akan menyerap lebih dari 1.000 tenaga kerja selama masa
KOMITMEN TERHADAP KEPENTINGAN MASYARAKAT
Buku Putih
pembangunan dan memberikan dampak multiplier ekonomi, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Ke depannya, bisa juga dibuat program community development bersama-
sama dengan penduduk
Berdasarkan kriteria standar kinerja IFC dan Equator Principles, wilayah
dampak sosial proyek ini mencakup 12 desa yang tersebar di 5 kecamatan,
yaitu Sipirok, Marancar, Batang Toru, Muara Batang Toru, dan Angkola
Sangkunur dengan populasi 16.523 jiwa. Kami sedang mengembangkan
program kepedulian sosial terutama di 12 desa tersebut.
Apakah PLTA batang Toru perlu dibangun karena saat ini Sumatera
Surplus Listrik 150 MW. Kalaupun seandainya kapal pembangkit yang
disewa kemudian tidak digunakan, bukankah kapasitas PLTA Batang
Toru yang 510 MW terlalu berlebihan?
Saat ini Sumatera Utara memang surplus listrik karena ada kapal pembangkit
yang disewa dari Turki. Kalau tidak ada kapal sewaan tersebut bisa dipastikan
defisit. Dengan adanya PLTA Batang Toru, PLN tidak perlu lagi menyewa kapal
untuk memenuhi kebutuhan listrik saat beban puncak di Sumatera Utara.
Peran PLTA sebagai pemikul beban puncak tidak dapat diganti oleh
pembangkit Panas Bumi karena semua PLTP didesain untuk beroperasi
sebagai pemikul beban dasar; PLTA pemikul beban puncak secara teknis
hanya dapat digantikan oleh PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) atau PLTD
(Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yang keduanya jauh lebih mahal daripada
PLTA.
Buku Putih
Dengan kapasitas 510 MW, PLTA batang Toru juga bisa mengatisipasi
meningkatnya kebutuhan seiring dengan perkembangan wilayah Sumatera
Utara.
Rencananya, air Sungai Batang Toru akan dibendung selama 18 jam
hingga 3,5 juta meter kubik, kemudian selama 6 jam dilepaskan
melalui dam untuk menggerakkan turbin. Bukankah ini akan
mengganggu aliran atau debit sungai dan berdampak pada nelayan di
aliran sungai saat air dibendung serta bisa membanjiri area
persawahan masyarakat begitu air dilepaskan?
Seperti sudah disampaikan, PLTA Batang Toru menggunakan konsep run-off,
bukan reservoir. Kami tidak membangun waduk (giant dam), kami hanya
memakai daily pond (kolam tandon harian) dan pintu air untuk mengatur
aliran air, sehingga kami tidak akan menahan maupun mengalirkan air dalam
volume yang besar.
Kami juga menerapkan sitem manajemen air yang mengatur aliran ini agar
tetap mengalirkan air yang cukup, sehingga bagian hilir tidak akan kekeringan
ataupun banjir. Sistem ini dirancang berdasarkan studi mendalam, yang
mencakup catatan sejarah debit harian Sungai Batang Toru selama 26 tahun
terakhir.
Contoh, dari 4 turbin yang digunakan saat kondisi normal masing-masing
memutar kira-kira 51,9 kubik/detik jadi total 207 kubik/detik. Saat debit
puncak, misalnya 500 kubik/detik, maka 207 kubik/detik lewat turbin dan 300
kubik/detik lewat sungai. Kalau debit yang diterima di bawah 200 kubik/detik,
maka yang bergerak hanya 3 turbin. Jadi, powerhouse ini dapat diatur, apakah
akan menggunakan satu, dua, atau empat turbin selama 24 jam.
Buku Putih
PLTA Batang Toru tidak hanya beroperasi selama 6 jam dan menahan air
selama 18 jam. PLTA Batang Toru akan beroperasi selam 24 jam setiap hari
untuk menghasilkan 2,214 GWh setahun.
PLTA akan beroperasi dengan menerapkan kebijakan pengaturan penggunaan
aliran air secara berimbang, antara kepentingan untuk menjaga fungsi ekologi
sungai dengan kepentingan produksi listrik. Pada musim hujan, air yg dilepas
dari kolam harian melalui pintu air sebesar 2.5 m3/dt dengan tambahan aliran
air dari anak-anak sungai yang terletak di antara Kolam Tando Harian dengan
Rumah Pembangkit.
Kabarnya juga dijumpai adanya tenaga kerja asing asal Tiongkok
karena proyek ini melibatkan Synohydro, perusahaan pelat merah
Tiongkok. Apa benar?
Pembangunan PLTA Batang Toru mempekerjakan tenaga kerja terampil,
semi-terampil, dan tidak terampil baik dari lokal, nasional maupun
internasional. Secara keseluruhan nanti jumlahnya mencapai 1.800 tenaga
kerja pada puncak aktivitas pembangunan. Perekrutan tenaga kerja ini
difasilitasi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, yang menetapkan
perbandingan tenaga kerja asing terhadap tenaga kerja lokal/nasional sebesar
1:3.
Menurut perhitungan Walhi, biaya investasi serta harga harga jual
listrik PLTA Batang Toru US$ 0,128574/kwh jauh di atas pembelian
harga pembelian listrik pembangkit lain. Bukankah ini justru
merugikan negara dan masyarakat?
Buku Putih
Sesuai perjanjian pembelian beli listrik (power purchase agreement) dengan
PLN pada 21 Desember 2015, ditetapkan harga sebesar 12,8 sen dolar AS per
kwh. Dalam menetapkan harga PLN juga mempertimbangkan tarif acuan di
Sumatera Utara dan harga ini sudah jauh terdiskon dari harga yang semula
kami ajukan.
PLTA Batang Toru hanya akan menghasilkan 510 megawatt energi
selama 6 jam setiap hari, dengan biaya yang diproyeksikan lebih dari
US$ 1,6 miliar. Bukankah artinya proyek ini memiliki rasio manfaat-
ke-biaya terendah dibandingkan proyek pembangkit listrik tenaga air
yang direncanakan di dunia?
PLTA Batang Toru tidak hanya beroperasi selama 6 jam dan menahan air
selama 18 jam. PLTA Batang Toru akan beroperasi selam 24 jam setiap hari
untuk menghasilkan 2,214 GWh setahun.
PLTA Batang Toru akan membangkitkan energi sebesar rerata 2,214
GWh/tahun menggantikan pembangkit listrik berbahan bakar fosil yang akan
memberikan kontribusi penghematan belanja Pemerintah dan pengurangan
impor sebesar Rp 5 - 6 triliun. Nilai manfaat ini akan jauh lebih besar apabila
nilai manfaat jasa lingkungan atas pemeliharaan Kawasan DAS Batang Toru
juga diperhitungkan. Conservation International memprediksi bahwa nilai jasa
lingkungan ekosistem Batang Toru mencapai Rp 3 triliun per tahun. Karena
keberadaan PLTA Batang Toru merupakan komplemen dari pelestarian alam,
maka total nilai jasa ekosistem Batang Toru akan meningkat menjadi Rp 8
trilyun per tahun. Jadi, tidak benar jika dikatakan PLTA Batang Toru
memberikan “Benefit Cost Ratio” terkecil di antara PLTA-PLTA yang ada di
dunia.
Buku Putih
VII.
1. PLTA Batang Toru merupakan bagian dari pelaksanaan Program Strategis
Nasional dalam rangka mencapai target pembangunan pembangkit Listrik
35.000 MW. PT. NSHE sebagai pemegang IPP menerima dan menjalankan
penugasan dari Pemerintah untuk membangun PLTA Batang Toru.
2. PLTA Batang Toru adalah proyek pembangkit energi terbarukan yang akan
berkontribusi terhadap program pemerintah untuk pencapaian bauran
energi baru dan terbarukan sebesar 23%. Dengan kapasitas 510 MW, PLTA
Batang Toru akan memberikan kontribusi memasok energi sebesar 2.124
MWH/tahun.
3. PLTA Batang Toru didesain untuk memenuhi kebutuhan beban puncak
sebagai pengganti pembangkit listrik bebahan bakar fosil. Proyek ini akan
berkontribusi pada pengurangan beban impor atau penghematan devisa
dari impor bahan bakar fosil rata-rata USD 400 juta per tahun.
4. Substitusi penggunaan bahan bakar fosil oleh PLTA Batang Toru akan
menyumbang pengurangan 1,6 juta ton emisi karbon dalam mendukung
komitmen Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi karbon sebesar
29% pada tahun 2030
5. Lokasi Proyek PLTA Batang Toru berada di APL (seluruhnya dibeli dari lahan
masyarakat) yang secara hukum telah diijinkan oleh negara untuk
kepentingan non-kehutanan.
PENUTUP
Buku Putih
6. PLTA Batang Toru adalah type run off river tidak membutuhkan reservoir
seperti bangunan PLTA pada umumnya oleh karenanya tidak perlu
menampung air dalam jumlah banyak tetapi hanya merupakan kolam
harian (daily pond). Operasional PLTA type run off river mengikuti debit
aliran air yang disuplai dari daerah hulunya dan mengutamakan
keteraturan suplai air (water regulation) dari alam. Oleh sebab itu
cadangan airnya bukan disimpan di reservoir melainkan disimpan secara
alamiah di hutan-hutan yang berada di bagian hulu sungai dari DAS Batang
Toru.
7. Ketergantungannya pada keteraturan suplai air dari alam, menyebabkan
kebutuhan untuk melestarikan hutan dan DAS Batang Toru menjadi bagian
(inclusive) dari PLTA Batang Toru.
8. Selain menjalankan AMDAL untuk APL dalam rangka memenuhi peraturan
perundangan yang berlaku, PLTA Batang Toru mengadopsi IFC Standard
termasuk standard nomor 6 tentang Biodiversity conservastion and
Management of Living Natural Resources. PLTA Batang Toru juga
melakukan langkah-langkah mitigasi dalam rangka melindungi dan
melestarikan biodiversitas di sekitar areal proyek.