322

i i - Unsyiah

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: i i - Unsyiah
Page 2: i i - Unsyiah

iLampiran

MetodePenelitian

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

PenulisAzwardi, S.Pd., M.Hum.

EditorDr. Rajab Bahry, M.Pd.

SYIAH KUALA UNIVERSITY PRESS2018

Page 3: i i - Unsyiah

ii Metode Penelitian

Penerbitan buku ini dibiayai oleh hibah buku ajarUniversitas Syiah Kuala tahun 2018

sesuai dengan nomor kontrak:06/UN11.LP3M/BA/SP2H/PNBP/2018

Hak Cipta Dilindungi Undang-UndangDilarang keras memperbanyak, memfotokopi sebagian atau seluruh isi buku ini, serta memperjual-belikannya tanpa mendapat izin tertulis dari penerbit.

Diterbitkan oleh Syiah Kuala University PressDarussalam, Banda Aceh, 23111Judul Buku : Metode Penelitian: Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaPenulis : Azwardi, S.Pd., M.Hum.Editor : Dr. Rajab Bahry, M.Pd.Desain cover

x + 311 hlm.; 16 cm x 23 cm

: Decky R Risakotta, S.Pd.Layouter : Muhammad Rifki, S.Pd.Penerbit : Syiah Kuala University Press Telp (0651) 801222Email : [email protected] : Pertama, 2018ISBN : 978-602-5679-44-5

Page 4: i i - Unsyiah

iiiPrakata

PRAKATA

Alhamdulillah, penulisan buku ajar Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonedia ini terselesaikan dengan baik. Buku ini ditulis dalam konteks upaya memfasilitasi mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia sekaligus dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala (PBSI FKIP Unsyiah).

Buku ini berisi pokok-pokok materi perkuliahan Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang semestinya dipelajari oleh mahasiswa Jurusan PBSI FKIP Unsyiah. Oleh karena itu, buku ini dimaksudkan sebagai rujukan utama para mahasiswa yang mengikuti perkuliahan Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Di samping itu, mahasiswa juga diminta membaca bab-bab lain dari buku-buku yang dirujuk sebagaimana tertera pada daftar pustaka buku ini.

Penyusunan buku ini didasari pada praanggapan bahwa salah satu wujud peningkatan kualitas pembelajaran adalah pengembangan bahan ajar oleh masing-masing staf pengajar sesuai dengan spesialisasi ilmu yang digelutinya dalam bentuk buku ajar. Permasalahan selama ini, antara lain, adalah mahasiswa mengeluh karena tidak tersedia buku ajar yang representatif sebagai bahan rujukan utama dalam belajar mata kuliah-mata

Page 5: i i - Unsyiah

iv Metode Penelitian

kuliah tertentu. Kepada mahasiswa dianjurkan untuk mencari, meminjam, membeli, dan membaca buku-buku referensi yang ditunjuk oleh staf pengajar sesuai dengan sebaran materi yang tercantum dalam Rencana Perkuliahan Semester (RPS). Mungkin karena hal itu berupa anjuran, mahasiswa sering tidak mengindahkan hal tersebut. Dengan perkataan lain, mereka tetap tidak sungguh-sungguh mempelajari buku-buku yang ditunjuk tersebut.

Di samping itu, umumnya mahasiswa tidak memiliki alokasi dana yang memadai untuk membeli sejumlah buku yang mereka butuhkan. Hal ini barangkali dapat dimaklumi tersebab latar belakang orang tua yang memiliki keterbatasan ekonomi. Di sisi lain, berdasarkan pengalaman dalam memfasilitasi berbagai perkuliahan, bagi sebagian mahasiswa yang tergolong mampu mengadakan ataute lah memiliki bahan referensi yang memadai sesuai dengan sebaran materi yang tercantum dalam RPS, kemajuan belajarnya juga biasa-biasa saja. Hal ini terlihat dari minimnya mahasiswa yang memperoleh nilai A atau AB pada setiap mata kuliah. Berdasarkan umpan balik dari mahasiswa, ternyata mereka merasa sulit memahami buku-buku referensi tersebut karena sistematika penyajian, teknik penyampaian, dan bahasanya relatif rumit atau tinggi. Jangankan memahami secara detail setiap topik yang mereka baca, sekadar mereproduksi secara umum ide-ide pokok dengan menggunakan redaksi bahasa sendiri tentang apa yang mereka pahami dari apa yang dibaca pun tidak terlihat progres yang menggembirakan.

Semua kondisi yang tidak produktif tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut, antara lain, rendahnya tingkat kecerdasan atau IQ yang dimiliki, rendahnya minat literasi atau baca tulis, dan tingginya perhatian pada dunia maya yang bersifat nonakademik mahasiswa. Oleh karena itu, penyediaan buku ajar; yang materinya diserap dari berbagai sumber yang representatif dan mutakhir; oleh staf pengajar dalam wujud buku ajar merupakan solusi alternatif yang dapat diberikan. Setidaknya mahasiswa dapat memahami konsep-konsep dasar keilmuan yang mestinya dimiliki

Page 6: i i - Unsyiah

vPrakata

terkait dengan bidang ilmu yang dipelajarinya. Dengan demikian, mahasiswa pun terbantu memiliki dan mempelajarin ya.

Sebagai manifestasi tridarma perguruan tinggi, mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah, sebagai calon tenaga profesional di bidang pendidikan, antara lain, dituntut memiliki kompetensi penelitian yang memadai, khususya penelitian di bidang kependidikan atau pengajaran, kebahasaan atau linguistik, dan kesastraan. Dalam jangka pendek, kompetensi tersebut dapat bermanfaat untuk penyusunan proposal dan penulisan laporan penelitian atau skripsi, yaitu tugas berkaitan dengan syarat memperoleh gelar sarjananya. Untuk jangka panjang, bekal kompetensi dan keterampilan di bidang penelitian ini dapat menjadi modal bagi aktivitasnya kelak dalam kegiatan pengembangan keilmuannya. Oleh karena itu, kehadiran buku ajar ini dipandang penting. Pemahaman isi buku ini secara baik akan sangat mendukung proses pembentukan keseluruhan kompetensi tersebut.

Penulisan buku ini dapat terealisasi dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut, terutama Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penjaminan Mutu (LP3M) Universitas Syiah Kuala yang atas segala pertimbangan akademis telah mempercayakan dan mendanai saya untuk mengembangkan materi perkuliahan Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dalam wujud buku ajar seperti ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Dr. Rajab Bahry, M.Pd. yang telah bersedia mengeditori substansi buku ini. Kemudian, ungkapan terima kasih yang amat tulus saya persembahkan kepada guru, kolega, dan sahabat yang sangat saya banggakan, Dr. Abdul Djunaidi, M.S., yang telah banyak membimbing, memotivasi, dan mengilhami penulis dalam proses penyiapan dan penulisan draf buku ini. Prahara tsunami 26 Desember 2004 telah merenggut beliau dari kami sehingga menghentikan niatnya untuk mengedit akhir draf buku ini. Semoga Allah swt. memberi balasan yang setimpal kepada beliau dan

Page 7: i i - Unsyiah

vi Metode Penelitian

mendapat tempat yang layak di sisi-Nya. Kecuali itu, terwujudnya karya akademik dalam tampilan seperti ini tidak terlepas dari peran aktif tim kreatif, personil Bina Karya Akademika (BKA), khususnya Muhammad Iqbal, S.Pd., S.H., M.Hum. dan Muhammad Rifki, S.Pd. yang telah mem-proof reading dengan cermat dan men-design-layout dengan apik buku ini. Maka, ucapan terima kasih kepada mereka tidak lupa saya sampaikan.

Saya menyadari bahwa buku ini mungkin belum cukup praktis untuk dijadikan sebagai sumber rujukan utama dalam upaya meningkatkan kompetensi bahasiswa di bidang penelitian kependidikan, kebahasaan, dan kesastraan. Oleh karena itu, buku ini pada suatu saat masih perlu direvisi sehingga tampilan bentuk dan isinya dapat lebih sempurna. Berkaitan dengan hal tersebut, saya sangat mengharapkan saran-saran dari para pembaca.

Darussalam, Juli 2018Penulis,

Azwardi, S.Pd., M.Hum.

Page 8: i i - Unsyiah

viiDaftar Isi

DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................... iiiDAFTAR PUSTAKA ............................................................................. vii

BAB I PENGERTIAN DAN RAGAM PENELITIAN ............................11. Uraian Materi ........................................................................................1

1.1 Pengertian Penelitian .......................................................................11.2 Ragam Penelitian ............................................................................2

1.2.1 Berdasarkan Tinjauan Bidang Keilmuan ................................21.2.2 Berdasarkan Tinjauan Lokasi .................................................41.2.3 Berdasarkan Tinjauan Kemanfaatan .......................................51.2.4 Berdasarkan Tinjauan Mekanisme ........................................51.2.5 Berdasarkan Tinjauan Tujuan .................................................61.2.6 Berdasarkan Tinjauan Pendekatan ..........................................81.2.7 Berdasarkan Tinjauan Kehadiran Variabel ............................91.2.8 Berdasarkan Tinjauan Metode ................................................9

1.3 Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia .....................112. Ringkasan ............................................................................................123. Latihan ................................................................................................13

BAB II MEKANISME PENELITIAN ...................................................151. Uraian Materi ......................................................................................15

1.1 Pengertian Mekanisme Penelitian .................................................151.2 Identifikasi Masalah ......................................................................151.3 Latar Belakang Masalah ...............................................................18

Page 9: i i - Unsyiah

viii Metode Penelitian

1.4 Perumusan Masalah ......................................................................241.5 Perumusan Tujuan .........................................................................251.6 Perumusan Anggapan Dasar dan Hipotesis ...................................261.7 Metodologi Penelitian ...................................................................28

1.7.1 Populasi dan Sampel.............................................................281.7.2 Informan ...............................................................................311.7.3 Instrumen ..............................................................................321.7.4 Metode dan Teknik Penelitian ..............................................33

2. Ringkasan ............................................................................................353. Latihan ................................................................................................37

BAB III LAPORAN PENELITIAN .......................................................391. Uraian Materi ......................................................................................39

1.1 Pengertian Karya Ilmiah ...............................................................391.2 Penentuan Topik dan Judul ...........................................................391.3 Penggunaan Bahasa dan Aspek Penalaran ....................................421.4 Sistematika Penyajian ...................................................................43

1.4.1 Abstrak ..................................................................................431.4.2 Kata Pengantar ......................................................................441.4.3 Daftar Isi ...............................................................................441.4.4 Pendahuluan .........................................................................451.4.5 Isi ..........................................................................................461.4.6 Penutup .................................................................................461.4.7 Daftar Pustaka ......................................................................47

1.5 Teknik Penyusunan Catatan Kaki .................................................471.5.1 Penunjukan Sumber (Referensi) ...........................................481.5.2 Catatan Penjelas ....................................................................481.5.3 Gabungan Sumber dan Penjelas ...........................................48

1.6 Bahan dan Perwajahan ..................................................................542. Ringkasan ............................................................................................563. Latihan ................................................................................................56

BAB IV PENELITIAN TINDAKAN KELAS .......................................571. Uraian Materi ......................................................................................57

1.1 Konsep Dasar Penelitian Tindakan Kelas .....................................571.1.1 Pengertian PTK ....................................................................58

Page 10: i i - Unsyiah

ixDaftar Isi

1.1.2 Karakteristik PTK .................................................................591.1.2.1 An Inquiry on Practice from Whithin ........................591.1.2.2 A Collaborative Effort Between School

Teachers and Teacher Educators ...............................601.1.2.3 A Reflective Practice, Made Public ...........................60

1.1.3 PTK Versus Penelitian Formal .............................................611.1.4 Prinsip Dasar PTK ................................................................621.1.5 Tujuan dan Luaran PTK .......................................................631.1.6 Prosedur Pelaksanaan PTK ..................................................64

1.1.6.1 Pengantar ...................................................................641.1.6.2 Penetapan Fokus Masalah Penelitian ........................651.1.6.2.1 Merasakan Adanya Masalah ..................................651.1.6.2.2 Identifikasi Masalah PTK ......................................661.1.6.2.3 Analisis Masalah ....................................................671.1.6.2.4 Perumusan Masalah ...............................................671.1.6.3 Perencanaan Tindakan ..............................................681.1.6.3.1 Formulasi Solusi dalam Bentuk

Hipotesis Tindakan ................................................681.1.6.3.2 Analisis Kelaikan Hipotesis Tindakan ...................691.1.6.3.3 Persiapan Tindakan ................................................701.1.6.4 Pelaksanaan Tindakan dan

Observasi-Interpretasi ...............................................711.1.6.4.1 Pelaksanaan Tindakan ............................................731.1.6.4.2 Observasi dan Interpretasi ......................................731.1.6.4.3 Analisis dan Refleksi ..............................................741.1.6.4.4 Analisis Data ..........................................................751.1.6.4.5 Refleksi ..................................................................761.1.6.4.6 Perencanaan Tindak Lanjut ....................................761.1.6.4.7 Refleksi Prosedur Obsevasi ....................................761.1.6.4.8 Interpretasi .............................................................77

1.1.7 Siklus PTK............................................................................811.1.8 Penyusunan Instrumen .........................................................841.1.9 Penyusunan Proposal PTK ...................................................851.1.10 Contoh Topik dan Rumusan Judul PTK .............................851.1.11 Contoh Judul, Rumusan Masalah, Tujuan

dan Indikator Kenerja PTK ................................................87

Page 11: i i - Unsyiah

x Metode Penelitian

1.1.12 Contoh Pokok-Pokok Rencana Kegiatan PTK ...................892. Ringkasan ............................................................................................903. Latihan ................................................................................................92

BAB V PENELITIAN LINGUISTIK .....................................................931. Uraian Materi ......................................................................................93

1.1 Pengertian Penelitian Linguistik ...................................................931.2 Karakteristik Penelitian Linguistik ...............................................95

1.2.1 Metode Ilmiah dalam Linguistik ..........................................951.2.2 Linguistik sebagai Ilmu Sosial-Budaya ................................99

1.3 Metode dan Teknik Penelitian Linguistik ...................................1031.3.1 Metode Penelitian Linguistik .............................................103

1.3.1.1 Metode dan Teknik PenyediaanData Linguistik Singkronis .....................................103

1.3.1.1.1 Metode Simak ......................................................1031.3.1.1.2 Metode Cakap ......................................................1041.3.1.1.2.1 Teknik Bawahan-Lesap .....................................1051.3.1.1.2.2 Teknik Bawahan-Ganti......................................1061.3.1.1.2.3 Teknik Bawahan-Perluas ...................................1071.3.1.1.2.4 Teknik Lanjutan Bawahan-Sisip .......................1071.3.1.1.2.5 Teknik Lanjutan Bawahan-Balik.......................1081.3.1.1.3 Metode Introspeksi ...............................................1081.3.1.2 Metode dan Teknik Analisis

Data Linguistik Singkronis .....................................1091.3.1.2.1 Metode Padan Intralingual ...................................1091.3.1.2.2 Metode Padan Ekstralingual ................................1101.3.1.3 Metode dan Teknik Penyajian

Hasil Analisis Data Linguistik Singkronis .............. 1112. Ringkasan ..........................................................................................1153. Latihan ..............................................................................................116

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................119GLOSARIUM .......................................................................................121INDEKS ................................................................................................129LAMPIRAN-LAMPIRAN ...................................................................133TENTANG PENULIS...........................................................................309

Page 12: i i - Unsyiah

1Pengertian dan Ragam Penelitian

BAB IPENGERTIAN DAN

RAGAM PENELITIAN

1. Uraian Materi1.1 Pengertian PenelitianPenelitian adalah usaha yang dilakukan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan berdasarkan data dan fakta melalui sumber-sumber pengetahuan (pengalaman, tradisi, metode otoritas, metode deduktif dan induktif, dan pendekatan ilmiah). Usaha tersebut harus dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah, antara lain, objektif, analitis, dan sistematis.

Kerlinger (dalam Mahsun 2005:2) mengemukakan bahwa penelitian ilmiah adalah penelitian yang dilakukan secara sistematis, empiris, kritis, dan terkontrol terhadap proposisi-proposisi hipotesis tentang hubungan yang diperkirakan terdapat antargejala alam. Sistematis berarti penelitian dilakukan dengan mengikuti pola-pola dan ketentuan-ketentuan atau prosedur yang berlaku secara berencana, mulai dari tahap identifikasi masalah sampai dengan penarikan kesimpulan. Terkontrol berarti setiap aktivitas yang dilakukan dalam masing-masing tahap dapat dikendalikan secara ajeg sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan. Empiris berarti fenomena yang menjadi objek penelitian merupakan fenomena yang benar-benar faktual. Kritis berarti jeli, cermat, dan tanggap terhadap objek atau fenomena yang diteliti.

Page 13: i i - Unsyiah

2 Metode Penelitian

Dalam pada itu, Yoseph dan Yoseph (dalam Sukardi 2004:3) mengatakan bahwa penelitian adalah art and science guna mencari jawaban terhadap suatu masalah, baik yang bersifat discovery (temuan yang sebelumnya memang sudah ada) maupun invention (temuan yang betul-betul baru berdasarkan fakta). Jadi, penelitian merupakan usaha yang dilakukan seseorang secara sistematis dan metodologis (sesuai dengan prosedur yang berlaku dalam bidang penelitian) dengan tujuan (1) memperoleh informasi baru, (2) mengembangkan dan menjelaskan, dan (3) menerangkan, memprediksi, dan mengontrol suatu ubahan (Sukardi, 2004).

Penelitian ilmiah bertitik tolak dari sikap ilmiah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Sikap ilmiah tersebut dilakukan dalam upaya sebagai berikut:(1) menemukan sesuatu yang baru;(2) mengembangkan ilmu pengetahuan;(3) melakukan validasi dan ferivikasi terhadap teori terdahulu;(4) menambah khazanah pengetahuan.

Secara ilmiah, seorang akademisi harus dapat menjelaskan sesuatu secara jujur dengan menyandarkan kepada teori mengapa hal itu terjadi seperti itu, dan bagaimana solusinya. Terkait dengan hal itu, kegiatan penelitian dilakukan atas dasar sikap ilmiah yang positif, antara lain, memiliki rasa ingin tahu yang kuat terhadap sesuatu dan bagaimana sesuatu itu terjadi secara kausalitas.

1.2 Ragam Penelitian1.2.1 Berdasarkan Tinjauan Bidang KeilmuanBerdasarkan tinjauan bidang ilmu, ragam penelitian dibedakan atas penelitian sains, penelitian sosial, penelitian humaniora, penelitian kependidikan. Penelitian sains merupakan penelitian yang bertujuan menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu kealaman. Contohnya, akhir-akhir ini,

Page 14: i i - Unsyiah

3Pengertian dan Ragam Penelitian

khususnya di Aceh, produktsi pisang menurun drastis. Banyak tanaman pisang yang mati saat mulai berbuah sehingga tidak dapat dipanen. Fenomena penyakit tanaman pisang ini menjadi perhatian para peneliti dengan menghubungkan antara penyakit yang menyerang tanaman pisang dan gelombang elektromaknetik yang dipancarkan melalui tower-tower pemancar sinyal telepon selular.

Penelitian sosial merupakan penelitian yang bertujuan menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang berkenaan dengan hubungan, interaksi, atau perilaku antarmasyarakat. Contohnya, di era teknologi informasi dewasa ini, terlihat perilaku remaja banyak yang menyimpang dari nilai-nilai luhur. Fenomena miris tersebut membangkitkan niat peneliti untuk melakukan penelitian berkaitan dengan pengaruh teknologi informasi terhadap dekadensi moral para remaja.

Penelitian humaniora merupakan penelitian yang bertujuan menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang berkenaan dengan ilmu-ilmu kemasyarakatan, seperti ilmu hukum dan ilmu bahasa (linguistik). Contohnya, berkaitan dengan bidang hukum, banyak masyarakat yang melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma adat yang berlaku dalam masyarakat. Kenyataan ini memicu keinginan peneliti melakukan penelitian untuk melihat penyebab terjadinya ketidaksesuaian tersebut. Maka dilakukanlah suatu penelitian tentang pemahaman suatu masyarakat terhadap perangkat hukum adat yang berlaku di dalam komunitasnya. Kemudian, berkenaan dengan bidang linguistik, adanya kekhasan bahasa yang digunakan di kota Banda Aceh pascatsunami. Kekhasan tersebut, mungkin ada kaitannya dengan tingginya mobilitas penduduk dari berbagai daerah dan mancanegara yang berbaur di Banda Aceh pada masa rekonstruksi dan rehabilitasi. Solidaritas terhadap korban tsunami dari beragam masyarakat tersebut telah mempengaruhi pemakaian bahasa. Ahli bahasa merasa penting mengungkapkan fenomena unik tersebut melalui sebuah penelitian tentang pencampuran bahasa dalam komunitas masyarakat kota Banda Aceh yang heterogen.

Page 15: i i - Unsyiah

4 Metode Penelitian

Penelitian kependidikan merupakan penelitian yang bertujuan meneliti persoalan di bidang pendidikan, baik yang bersifat internal (pendidik, peserta didik, kurikulum, manajemen sekolah, sarana pendidikan) maupun yang bersifat eksternal (kebijakan pemerintah, pelayanan pemerintah, sosial ekonomi masyarakat). Contohnya, sejak 2006, pemerintah telah mengalokasikan anggaran yang cukup besar untuk program sertifikasi guru dalam rangka meningkatkan mutu guru yang pada akhirnya juga dapat meningkatkan mutu pendidikan secara umum. Kini, meskipun cukup banyak guru telah dinyatakan lulus sertifikasi atau telah dinyatakan sebagai guru profesional, belum terlihat kemajuan yang signifikan dalam bidang pendidikan. Prestasi siswa masih biasa-biasa saja. Di berbagai daerah nilai ujian nasional siswa sangat rendah. Keadaan yang tidak menguntungkan ini, menggerakkan keinginan para pakar pendidikan melakukan penelitian berkaitan dengan dampak program sertifikasi guru terhadap peningkatan prestasi belajar siswa.

1.2.2 Berdasarkan Tinjauan LokasiBerdasarkan tinjauan mekanisme, ragam penelitian dibedakan atas penelitian lapangan (field research), penelitian sains perpustakaan (library research), penelitian sains laboratorium (laboratory research). Penelitian lapangan (field research) merupakan penelitian yang bertujuan memcahkan masalah-masalah praktis yang berkembang dalam masyarakat. Contohnya, penelitian tentang arsitektur vernakuler. Penelitian sains perpustakaan (library research) merupakan penelitian yang bertujuan memperoleh data sekunder yang akan digunakan sebagai landasan teoretis yang berkaitan dengan masalah yang penulis lakukan dan relevan dengan masalah yang diteliti guna mendukung data-data yang diperoleh selama penelitian dengan cara mempelajari buku-buku, literatur, dan sumber lainnya. Penelitian sains laboratorium (laboratory research) merupakan penelitian yang bertujuan mengumpulkan data, menganalisis, mengadakan tes, serta memberikan interpretasi terhadap sejumlah data

Page 16: i i - Unsyiah

5Pengertian dan Ragam Penelitian

sehingga dapat digunakan untuk meramalkan gejala yang akan timbul. Contohnya, penelitian tentang anatomi katak.

1.2.3 Berdasarkan Tinjauan KemanfaatanBerdasarkan tinjauan mekanisme, ragam penelitian dibedakan atas penelitian dasar (fundamental research) dan penelitian terapan (applied research). Penelitian dasar (fundamental research) merupakan penelitian yang bertujuan memperluas ilmu dengan tanpa memikirkan pemanfaatan hasil penelitian tersebut untuk manusia atau masyarakat. Contohnya, penelitian di bidang Kedokteran untuk menemukan spesies baru. Para peneliti menggunakan bioteknologi melakukan kloning dari binatang atau tumbuh-tumbuhan. Di pihak lain, penelitian terapan (applied research) merupakan penelitian yang bertujuan meneliti masalah yang signifikan dan hidup dalam masyarakat sekitar yang hasil penelitiannya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, baik secara individual maupun kelompok. Contohnya, survei terhadap konsumen yang dilakukan oleh sebuah toko dan supermarket, penelitian tindakan tentang alat-alat teknologi pertanian dan alat produksi dalam suatu perusahaan, dan penelitian pendidikan yang berkaitan dengan bagaimana meningkatkan keinginan belajar siswa, implementasi kurikulum, peningkatan kualitas, dsb.

Berkaitan dengan hal itu, Gay (dalam Sukardi 2004:13) mengetengahkan bahwa berdasarkan tinjauan tujuan, penelitian dibedakan atas penelitian dasar dan penelitian lanjut (applied research). Penelitian dasar mempunyai tujuan perluasan ilmu dengan mengabaikan kemanfaatan hasil penelitian tersebut secara langsung bagi manusia. Sebaliknya, penelitian lanjutan dilakukan atas dasar permasalahan yang signifikan yang terdapat dalam kehidupan agar dapat dirasakan secara langsung manfaatnya oleh manusia.

1.2.4 Berdasarkan Tinjauan Mekanisme Berdasarkan tinjauan mekanisme, ragam penelitian dibedakan atas penelitian kualitatif (qualitative research), penelitian kuantitatif (quantative research),

Page 17: i i - Unsyiah

6 Metode Penelitian

dan penelitian tindakan kelas (classroom action research). Penelitian kualitatif (qualitative research) merupakan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan suatu fenomena tanpa melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contohnya, peneliti meneliti bagaimana pemakaian bahasa Indonesia di sebuah desa terpencil dengan menggunakan metode tertentu. Ketika hasil penelitian ditemukan, peneliti mendeskripsikan hasil penelitian tersebut tanpa menggunakan perhitungan statistik. Penelitian kuantitatif (quantative research) merupakan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan suatu fenomena melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Contohnya, peneliti ingin meneliti kemampuan menerjemahkan teks bahasa Indonesia ke dalam teks bahasa Aceh oleh siswa sekolah A. Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode tertentu, peneliti kemudian menyajikan hasil penelitiannya tersebut dengan menggunakan perhitungan statistik dan menyimpulkan kemampuan siswa juga dengan menggunakan perhitungan statistik. Penelitian tindakan kelas (classroom action research) merupakan penelitian yang bertujuan menemukan pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh guru sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Contohnya, dalam pembelajaran, guru menemukan siswa kurang aktif di kelas. Siswa juga cenderung tidak pernah mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran, padahal guru sering memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Ketika melihat fenomena ini, guru memikirkan cara untuk membuat siswa aktif di dalam kelas, aktif secara utuh. Berdasarkan fenomena itu pula guru memfokuskan masalah pada bagaimana meningkatkan partisipasi siswa dalam kelas. Dengan berpedoman pada masalah, guru kemudian merancang suatu penelitian tindakan kelas.

1.2.5 Berdasarkan Tinjauan TujuanBerdasarkan tinjauan tujuan, ragam penelitian dibedakan atas penelitian eksploratif (explorative research), penelitian pengembangan (development research), penelitian verifikatif (verificative research), penelitian kebijakan (policy research).

Page 18: i i - Unsyiah

7Pengertian dan Ragam Penelitian

Penelitian eksploratif (explorative research) merupakan penelitian yang bertujuan menggali secara lebih dalam dan luas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi suatu objek. Contohnya, di suatu daerah, tiba-tiba secara massal terjangkit suatu wabah penyakit yang mematikan. Kejadian tersebut dipandang sebagai sesuatu yang tidak lazim sehingga mengundang perhatian para dokter untuk mengadakan penelitian secara khusus guna mengungkap sebab terjangkitnya wabah penyakit yang mematikan tersebut.

Penelitian pengembangan (development research) merupakan penelitian yang bertujuan mengembangkan sesuatu ke arah yang lebih baik, lebih sempurna. Berkaitan dengan itu, pada setiap lembaga, baik lembaga pemerintah maupun lembaga nonpemerintah atau swasta terdapat sebuah bidang yang berkaitan dengan tugas pengembangan ini. Bidang tersebut lazimnya diberi nama Bidang Penelitian dan Pengembangan (biasa disingkat litbang). Personalia atau karyawan yang terdapat di bagian ini tugas pokok dan fungsinya adalah melaksanakan riset yang berkaitan dengan pengembangan lembaga tersebut. Contohnya, untuk menjaga daya saing terhadap suatu produk, sebuah perusahaan gadget terus melakukan riset inovatif guna mencapai pembaruan dan peningkatan (up-date dan up-grade) terhadap produk yang ditawarkannya. Pemaksimalan fitur-fitur dan fungsi terus diupayakan demi menarik perhatian konsumen.

Penelitian verifikatif (verificative research) merupakan penelitian yang bertujuan mengecek kebenaran hasil penelitian lain yang telah dilaksanakan sebelumnya. Penelitian ini biasanya didasari atas keraguan atau ketidakpuasan suatu pihak terhadap temuan suatu penelitian. Contohnya, ada sebuah laporan penelitian yang menyampaikan simpulan temuannya bahwa guru bersertifikat sudah profesional dalam melaksanakan tugas keguruannya. Simpulan tersebut mengundang keraguan bagi dosen Lembaga Pencetak Tenaga Kependidikan (LPTK) yang pernah memeriksa portofolio atau memfasilitasi Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG). Untuk mengungkapkan keraguan terhadap hasil penelitian

Page 19: i i - Unsyiah

8 Metode Penelitian

dimaksud, sebuah tim dosen LPTK tersebut melakukan penelitian ulang terhadap objek yang sama, yaitu guru yang telah dinyatakan lulus sertifikasi atau guru bersertifikat atau guru profesional.

Penelitian kebijakan (policy research) merupakan penelitian yang bertujuan menemukan kebijakan yang tepat untuk diterapkan pada sesuatu. Contohnya, sebuah lembaga pemerintah mengadakan beberapa upaya untuk meningkatkan disiplin karyawan. Setelah ditemukan strategi yang diperkirakan paling tepat, lembaga tersebut menyebarkan angket kepada karyawan untuk menanyakan asal-usul guna mengefektifkan strategi yang dimaksud. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data angket digunakan untuk menentukan kebijakan yang diambil oleh lembaga pemerintah tersebut sebagai upaya meningkatkan disiplin karyawan.

1.2.6 Berdasarkan Tinjauan PendekatanBerdasarkan tinjauan pendekatan, ragam penelitian dibedakan atas penelitian dengan pendekatan longitudinal (pendekatan bujur) dan penelitian dengan pendekatan cross-sectional (pendekatan silang). Penelitian dengan pendekatan longitudinal (pendekatan bujur) merupakan penelitian yang bertujuan mempelajari pola dan urutan perkembangan dan/atau perubahan sesuatu hal, sejalan dengan berlangsungnya perubahan waktu. Contohnya, apabila seorang peneliti ingin mengetahui perkembangan kemampuan berpikir anak sekolah dasar kelas I s.d. VI peneliti mencatat kemampuan berpikir anak sejak kelas I. Berturut-turut setiap tahun perkembangan tersebut dicatat, yaitu kelas I, II, III, IV, V, dan IV. Yang perlu diperhatikan dalam pencatatan adalah memperhatikan kesamaan waktu pencatatan. Artinya, jika peneliti melakukan pencatatan pertama pada bulan Juni, pencatatan berikutnya harus dilakukan pada bulan yang sama. Di pihak lain, penelitian dengan pendekatan longitudinal (pendekatan bujur) merupakan penelitian yang bertujuan meneliti sesuatu tanpa menggunakan subjek yang sama. Contohnya, dalam waktu bersamaan peneliti mengadakan pencatatan tentang perkembangan berpikir anak sekolah dasar secara serentak, yaitu kelas I, II, III, IV, V, dan IV.

Page 20: i i - Unsyiah

9Pengertian dan Ragam Penelitian

1.2.7 Berdasarkan Tinjauan Kehadiran Variabel Berdasarkan tinjauan kehadiran variabel, ragam penelitian dibedakan atas penelitian deskriptif (descriptive research) dan penelitian eksperimen (experiment research). Penelitian deskriptif (descriptive research) merupakan penelitian yang bertujuan menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sistematis. Contohnya, peneliti mengamati bahwa di kelurahan tempat mereka tinggal terdapat banyak sekali anak kecil berjualan di terminal bis dan stasiun. Peneliti yang kebetulan seorang guru bertanya dalam hati kapan anak-anak ini sekolah karena menurut perkiraannya mereka masih dalam usia sekolah dasar. Di dalam benak guru peneliti ini terdapat banyak pertanyaan mengenai nasib anak-anak kecil yang disangka terpaksa berjualan seperti itu. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini barangkali dapat digunakan untuk merancang pendirian sekolah dengan menggunakan pendekatan nontradisional, misalnya belajar dengan modul. Di pihak lain, penelitian eksperimen (experiment research) merupakan penelitian yang bertujuan meneliti ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek yang diteliti. Contohnya, peneliti ingin melihat akibat dari penggunaan metode pemberian tugas untuk pelajaran Sejarah di kelas II/A SMP. Dalam hal ini peneliti menentukan kelas II/B yang tidak diberikan tugas sebagai kelompok pembanding. Pada akhir semester prestasi Sejarah anak-anak di kedua kelas tersebut dibandingkan. Kalau ada perbedaan prestasi dari kelompok itu, hal itu diperkirakan merupakan akibat dari pemberian tugas.

1.2.8 Berdasarkan Tinjauan MetodeBerdasarkan tinjauan metode, ragam penelitian dibedakan atas penelitian historis (historical research), penelitian survei (survey research), penelitian eksposfakto (ex-postfacto research), penelitian eksperimen (experiment research), dan penelitian kuasi eksperimen (experiment quasy research).

Penelitian historis (historical research) merupakan penelitian yang bertujuan menelaah data secara sistematik berkaitan dengan kejadian

Page 21: i i - Unsyiah

10 Metode Penelitian

masa lalu untuk menguji hipotesis yang berhubungan dengan faktor-faktor penyebab, pengaruh, atau perkembangan kejadian yang mungkin membantu dengan memberikan informasi pada kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan datang. Contohnya, studi mengenai praktik “bawon” di daerah pedesaan di Jawa Tengah, yang bertujuan memahami dasar-dasarnya di waktu yang lampau serta relevansinya untuk waktu kini. Studi ini dimaksudkan juga untuk mengetes hipotesis bahwa nilai-nilai sosial tertentu serta rasa solidaritas memainkan peranan penting dalam berbagai kegiatan ekonomi pedesaan.

Penelitian survei (survey research) merupakan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu, mengidentifikasi secara terukur keadaan sekarang untuk dibandingkan, dan menentukan hubungan sesuatu yang hidup di antara kejadian spesifik. Penelitian survei ini bukan bertujuan untuk merumuskan teori, melainkan untuk mengumpulkan data. Contohnya, penelitian terhadap ragam bahasa atau ragam dialek.

Penelitian eksposfakto (ex-postfacto research) merupakan penelitian yang bertujuan melacak kembali faktor penyebab terjadinya variabel-variabel, baik bebas maupun terikat, dengan menggunakan setting alamiah Contohnya, banyak siswa yang berencana melakukan studi ke Amerika TOEFL. Dari hasil tes ini kita dapat melihat hubungan skor siswa dengan tes. Skor masing-masing siswa dapat dibandingkan dengan skor siswa yang lain, di sini juga dapat dilihat apakah semua siswa yang memiliki skor tinggi pada tes juga dimiliki oleh siswa lain. Berdasarkan kenyataan tersebut, peneliti dapat melacak kembali penyebab semua siswa yang memiliki skor tinggi setelah mengikuti tes. Penyebab tersebut dapat dilacak dengan melihat kembali variabel-variabel yang telah ada, yaitu skor yang diperoleh siswa.

Penelitian eksperimen (experiment research) merupakan penelitian yang bertujuan meneliti ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek yang diteliti. Contohnya, peneliti ingin melihat akibat dari penggunaan metode pemberian tugas untuk pelajaran Sejarah

Page 22: i i - Unsyiah

11Pengertian dan Ragam Penelitian

di kelas II/A SMP. Dalam hal ini peneliti menentukan kelas II/B yang tidak diberikan tugas sebagai kelompok pembanding. Pada akhir semester prestasi Sejarah anak-anak di kedua kelas tersebut dibandingkan. Kalau ada perbedaan prestasi dari kelompok itu, hal itu diperkirakan merupakan akibat dari pemberian tugas.

Penelitian kuasi eksperimen (experiment quasy research) merupakan penelitian yang bertujuan memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang relevan. Penelitian ini banyak digunakan dalam bidang ilmu pendidikan dengan subjek yang diteliti adalah manusia yang tidak boleh dibedakan antara satu dan yang lain, seperti mendapat perlakuan karena berlaku sebagai grup kontrol. Contohnya, pada suatu sekolah semua siswa di kelas A dipilih sebagai grup treatment, sedangkan seluruh murid kelas B di sekolah yang lain menjadi grup kontrol. Dengan cara ini jika ada perlakuan yang membedakan, tidak dampak dan diketahui oleh subjek yang bersangkutan.

1.3 Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaFokus penelitian ini adalah persoalan di bidang pendidikan atau pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, baik yang bersifat internal (pendidik, peserta didik, kurikulum, manajemen sekolah, sarana pendidikan) maupun yang bersifat eksternal (kebijakan pemerintah dan pelayanan). Penelitian pembelajaran yang bersifat internal dapat dibedakan atas penelitian pembelajaran yang bersifat umum dan penelitian pembelajaran yang bersifat khusus (Penelitian Tindakan Kelas [PTK]).

Selain fokus pada bidang pendidikan atau pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, penelitian ini juga fokus pada penelitian linguistik, baik linguistik murni maupun linguistik terapan, dan penelitian sastra. Di samping itu, penelitian ini juga fokus kepada penelitian kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan.

Page 23: i i - Unsyiah

12 Metode Penelitian

Karena memiliki karakter yang berbeda-beda, prosedur masing-masing penelitian ini juga berbeda-beda. Akan tetapi, perbedaan tersebut tidak mencolok. Secara umum prosedurnya sama. Perbedaan yang signifikan terlihat pada metode yang digunakan. Metode penelitian pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia umum berbeda dengan PTK dan penelitian linguistik murni berbeda dengan penelitian sastra. Demikian juga dengan penelitian kebijakan. Berkaitan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan rumusan tujuan umumnya sama. Berkaitan dengan perbedaan masing-masing prosedur penelitian ini, agar lebih jelas, cermati contoh-contoh proposal pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang terdapat pada bagian lampiran modul ini!

2. RingkasanPenelitian adalah usaha yang dilakukan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan berdasarkan data dan fakta melalui sumber-sumber pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. Berdasarkan tinjauan bidang keilmuan ragam penelitian dibedakan atas penelitian sains, penelitian sosial, penelitian humaniora, dan penelitian kependidikan; berdasarkan tinjauan lokasi ragam penelitian dibedakan atas penelitian lapangan (field research), penelitian sains perpustakaan (library research), dan penelitian sains laboratorium (laboratory research); berdasarkan tinjauan kemanfaatan ragam penelitian dibedakan atas penelitian dasar (fundamental research) dan penelitian terapan (applied research); berdasarkan tinjauan mekanisme ragam penelitian dibedakan atas penelitian kualitatif (qualitative research), penelitian kuantitatif (quantative research), dan penelitian tindakan kelas (classroom action research); berdasarkan tinjauan tujuan ragam penelitian dibedakan atas penelitian eksfloratif (explorative research), penelitian pengembangan (development research), penelitian verifikatif (verivicative research), dan penelitian kebijakan (policy research); berdasarkan tinjauan pendekatan ragam penelitian dibedakan atas penelitian dengan

Page 24: i i - Unsyiah

13Pengertian dan Ragam Penelitian

pendekatan longitudinal (pendekatan bujur) dan penelitian dengan pendekatan cross-sectional (pendekatan silang); berdasarkan tinjauan kehadiran variabel ragam penelitian dibedakan atas penelitian deskriptif (descriptive research) dan penelitian eksperimen (experiment research); berdasarkan tinjauan metode ragam penelitian dibedakan atas penelitian deskriptif (descriptive research),penelitian historis (historical research), penelitian survei (survey research), penelitian eksposfakto (ex-postfacto research), penelitian eksperimen (experiment research), dan penelitian kuasi eksperimen (experiment quasy research).

3. LatihanPilih beberapa ragam penelitian yang mungkin dapat diterapkan untuk penelitian pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, dan kemukakan alasannya!

Page 25: i i - Unsyiah

14 Metode Penelitian

Page 26: i i - Unsyiah

15Mekanisme Penelitian

BAB IIMEKANISME PENELITIAN

1. Uraian Materi1.1 Pengertian Mekanisme PenelitianMekanisme penelitian di sini mengacu kepada langkah-langkah yang ditempuh oleh peneliti sebelum melaksanakan penelitian. Langkah-langkah tersebut biasanya dipahami sebagai desain penelitian utuh yang menggambarkan cara kerja yang logis dan sistematis. Dengan perkataan lain, mekanisme penelitian merupakan gambaran keseluruhan rencana, proses, dan hasil penelitian yang diprediksikan yang biasanya tercermin dalam sebuah usul penelitian. Mekanisme penelitian ilmiah beragam. Hal tersebut sesuai dengan karakteristik ilmu dan data yang menjadi fokus penelitian. Meskipun demikian, secara umum mekanisme penelitian ilmiah itu relatif sama.

1.2 Identifikasi MasalahSeorang yang berencana melakukan suatu penelitian, langkah pertama yang harus dilakukannya adalah merancang proposal penelitian. Dalam proposal penelitian tergambar secara jelas rencana, proses, dan prediksi hasil yang hendak dicapai. Dapat dikatakan bahwa tidak ada pelaksanaan dan hasil penelitian tanpa proposal penelitian. Jadi, mempersiapkan rancangan penelitian dalam wujud proposal atau usul penelitian merupakan langkah utama dalam prosedur penelitian.

Page 27: i i - Unsyiah

16 Metode Penelitian

Terkait dengan penyusunan proposal penelitian, langkan pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan proses mengkaji, mengenali, menentukan, dan menetapkan masalah yang akan menjadi proyek penelitian. Dapat dikatakan juga bahwa tidak ada penelitian tanpa adanya masalah. Titik tolak penelitian adalah masalah. Penelitian dapat diartikan sebagai media untuk mengungkapkan masalah.

Mengidentifikasi masalah penelitian tidak mudah. Umumnya peneliti berpendapat bahwa mengidentifikasi masalah merupakan langkah yang paling pelik dari keseruruhan proses penelitian. Kepelikan tersebut, antara lain, akibat dari kurangnya wawasan, baik secara teori maupun pengalaman lapangan. Untuk itu dibutuhkan skemata, pengalaman, atau wawasan yang luas yang berkaitan dengan topik yang menjadi masalah. Tidak semua masalah dapat dikatakan dan dapat menjadi masalah penelitian. Masalah penelitian merupakan masalah-masalah yang layak diteliti karena pertimbangan keilmuan, yaitu masalah yang dapat menghasilkan penyelesaian yang bermanfaat dalam mengatasi kesulitan.

Berdasarkan pengalaman selama ini, terkesan bahwa mahasiswa yang hendak mempersiapkan proposal penelitian bingung, bahkan tidak mengerti apa itu masalah. Ketika berjumpa dengan temannya dia berkata, “Saya belum ada judul, tolong berikan saya satu atau beberapa alternatif judul”. Demikian juga jika berkonsultasi dengan dosen wali, “Pak, apa judul yang harus saya teliti, bagimana dengan judul ini”, dan sebagainya. Pengalaman tersebut membuktikan bahwa mahasiswa yang hendak melakukan penelitian sebagai syarat memperoleh gelar sarjana tidak mengerti hakikat masalah. Yang ada di benaknya selalu judul. Seakan-akan judul itu adalah masalah, atau masalah identik dengan judul.

Terkait dengan hal ini, perlu diluruskan terlebih dahulu tiga konsep yang sering tumpang tindih dipahami, yaitu tema, topik, dan judul. Ketiga istilah tersebut memiliki pengertian konsep yang berbeda. Tema adalah kesan menyeluruh dari sebuah konteks atau wacana. Topik adalah pokok

Page 28: i i - Unsyiah

17Mekanisme Penelitian

pembicaraan. Judul adalah titel atau nama untuk sebuah teks atau konteks. Pemaknaan ketiga istilah tersebut bersifat relatif, bergantung kepada sudut pandang yang dilakukan. Sebagai contoh, jika kita melihat perdamaian adalah sebuah tema, pertandingan sepak bola antarkecamatan adalah topik, dan membina silaturrahmi dan kekompakan pemuda antarkecamatan melalui pertandingan sepak bola adalah judul.

Pada hakikatnya yang disebut masalah adalah sesuatu yang bertolak belakang atau yang bertentangan dengan teori. Dapat juga dikatakan bahwa masalah merupakan suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Berkaitan dengan hal ini, Dewey dan Kerlinger (dalam Syamsuddin dan Vismaia S. Damayanti, 2006:42) memberikan pengertian masalah penelitian, antara lain, adalah sebagai berikut:(1) Masalah dapat berupa kesenjangan (discrepancy) antara sesuatu yang

diharapkan dan kenyataan yang ada.(2) Masalah secara faktual dapat berupa kesulitan yang dirasakan oleh

orang, baik orang awam maupun peneliti.(3) Masalah adalah sesuatu yang dijadikan target yang telah ditetapkan

oleh peneliti, tetapi target tersebut tidak tercapai.

Agar lebih konkret berkaitan dengan pemahaman hakikat masalah, berikut disajikan sekilas ilustrasi. Sekolah A memiliki fasilitas yang memadai; cukup tersedia guru yang profesional, cukup tersedia media dan alat pembelajaran, cukup tersedia koleksi perpustakaan (buku paket, buku bacaan, dan buku referensi), dan sarana dan prasarana penunjang lainnya. Pengaruh ketersediaan fasilitas yang memadai tersebut adalah prestasi belajar siswa sekolah tersebut setiap tahun berada pada kategori sangat baik. Di pihak lain, sekolah B memiliki fasilitas yang juga memadai; cukup tersedia guru yang profesional, cukup tersedia media dan alat pembelajaran, cukup tersedia koleksi perpustakaan (buku paket, buku bacaan, dan buku referensi), dan sarana dan prasarana penunjang lainnya. Akan tetapi, prestasi belajar siswa sekolah tersebut setiap tahun berada pada kategori tidak baik.

Page 29: i i - Unsyiah

18 Metode Penelitian

Berdasarkan ilustrasi tersebut dapat dikatakan bahwa yang bermasalah adalah sekolah B. Sekolah A tidak ada masalah karena memang sudah sesuai dengan teori; tidak ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Sekolah A tidak perlu diteliti karena tidak ada masalah. Sekolah B perlu diteliti, mengapa dan bagaimana hal itu bisa terjadi.

Ilustrasi lain, balita A, anak seorang pengusaha yang biasa disebut konglomerat, terbukti secara klinis menderita penyakit busung lapar atau gizi buruk. Di pihak lain, balita B, anak seorang pemulung yang hidupnya selalu melarat, juga didera oleh penyakit yang sama. Dalam ilustrasi ini masalah terdapat pada balita A karena tidak sesuai dengan teori. Berdasarkan teori, balita seorang kongkomerat pasti terpenuhi kebutuhan gizinya secara maksimal setiap hari. Teorinya lebih kurang sebagai berikut, seorang balita, jika ke dalam tubuhnya terasupi makanan bergizi (empat sehat lima sempurna) setiap hari, balita tersebut memperoleh pertumbuhan dan perkembangan yang baik.

Ada beberapa kriteri yang perlu diperhatikan dalam menentukan masalah penelitian. Kriteria dimasud adalah sebagai berikut:(1) Masalah tersebut layak, urgen, aktual, dan memungkinkan diteliti.(2) Masalah tersebut diminati, disenangi, dan sangat menarik perhatian

peneliti.(3) Masalah tersebut fokus dan dikuasai oleh peneliti.

1.3 Latar Belakang Masalah Dalam bagian latar belakang masalah harus tecermin fenomena kesenjangan antara harapan dan kenyataan, baik kesenjangan teoretis maupun kesenjangan praktis yang melatarbelakangi masalah yang diteliti. Secara konkret hal-hal yang perlu dikemukakan dalam bagian latar belakang adalah jawaban atas pertanyaan berikut: (1) apa yang melatarbelakangi peneliti meneliti masalah tersebut, (2) bagaimana fenomena atau realitas yang ada tentang masalah tersebut, (3) mengapa peneliti tertarik meneliti masalah tersebut, (4) bagaimana pandangan para ahli (teori) sehubungan

Page 30: i i - Unsyiah

19Mekanisme Penelitian

dengan masalah tersebut atau telaah pustaka atau komentar mengenai hasil penelitian yang telah ada dan bagaimana keterkaitanya dengan masalah yang akan diteliti, (5) bagaimana pandangan peneliti sehubungan dengan masalah tersebut atau penalaran pentingnya pengungkapan masalah yang mendorong pemilihan masalah, dan (6) apa tujuan dan manfaat, baik teoretis maupun praktis, dari hasil penelitian tersebut. Untuk memperoleh gambaran yang lengkap berkaitan dengan latar belakang masalah, berikut disajikan secara utuh contoh latar belakang.

UNGKAPAN BERMEDIA BINATANGDALAM BAHASA ACEH

1.1 Latar Belakang MasalahBahasa Aceh (selanjutnya disingkat BA) merupakan salah satu bahasa daerah di Provinsi Aceh. Bahasa ini digunakan secara aktif sebagai sarana komunikasi antarwarga masyarakat Aceh. Sebagaimana bahasa-bahasa lain di dunia ini, BA mempunyai keunikan-keunikan tertentu. Salah satu keunikannya adalah BA mempunyai khazanah ungkapan yang unik bila dibandingkan dengan ungkapan bahasa-bahasa lain.

Dalam BA, sebagai penguat makna komunikasi tentang suatu konteks sering digunakan ungkapan, terutama ungkapan-ungkapan yang yang disandarkan tamsilannya pada berbagai referen, seperti benda-benda, manusia, dan binatang. Ungkapan-ungkapan tersebut umumnya digunakan untuk memdeskripsikan perangai atau tindakan seseorang yang dipandang negatif, yang harus dijauhkan.

Dalam ungkapan BA, penggunaan simbol-simbol verbal yang disandarkan tamsilannya pada referen binatang dimaksudkan untuk memperlancar komunikasi, memperkuat makna suatu konteks. Tanpa menggunakan bentuk-bentuk tersebut rasanya akan mengurangi kelancaran komunikasi. Sebagai contoh, seseorang yang berbicara mengenai profesional dan proporsional dalam bekerja tidak lupa menambahkan sebuah ungkapan untuk memperkuat tentang apa yang telah dikemukakannnya. Ungkapan tersebut adalah, “Geutanyo bek lagee bue drop daruet!” Artinya, ‘Kita jangan seperti monyet menangkap belalang’. Maksudnya, dalam konteks kehidupan terdapat manusia yang ditamsilkan seperti ini, yaitu orang yang serakah atau tamak terhadap sesuatu materi. Yang sudah ada belum sempat ia nikmati, yang lain terus

Page 31: i i - Unsyiah

20 Metode Penelitian

dicari bahkan dengan cara-cara yang salah. Satu urusan belum sempat ia kerjakan pekerjaan lain ia tangani. Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang tidak fokus terhadap suatu pekerjaan; banyak pekerjaan ditangani, namun satu pun tak ada yang beres dikerjakan. Ibarat monyet yang sedang menagkap belalang, ditangkapnya satu belalang, dijepitnya di ketiak kiri; lalu ditangkapnya belalang kedua, dijepitnya di ketiah kanan; kemudian ditangkapnya lagi belalang ketiga dengan tangan kiri sehingga belalang pertama lepas, dan seterusnya. Monyet tersebut tetap lapar tanpa dapat memakan seekor belalang pun, padahal jika satu dapat satu dimakan, monyet tersebut sudah kenyang.

Berdasarkan teori memetik dan sosiolinguistik, bahasa (dan sastra) mencerminkan masyarakatnya. Karakter, tabiat, perangai, dan prototipe suatu bangsa, antara lain, dapat ditelusuri melalui rekaman kebahasan atau kesastraan yang dimiliki bangsa tersebut. Rekaman tersebut merupakan kristalan pengalaman yang terjadi secara berulang-ulang sehingga terformulasi dalam rangkaian kata, frasa, klausa, atau kalimat yang secara bentuk dan makna mengikat sebuah gagasan yang memiliki nuansa makna yang sangat kuat. Rangkaian kata, frasa, klausa, atau kalimat yang sarat akan makna itu, antara lain, disebut ungkapan.

Secara leksikal, ungkapan dapat diartikan sebagai rangkaian simbol-simbol verbal untuk merujuk kepada pendeskripsian, penganalogian, dan pengumpamaan suatu karakter, tabiat, perangai, dan prototipe manusia. Fungsinya adalah sebagai penguat nilai rasa komunikasi dalam suatu wacana, baik wacana lisan maupun wacana tulis.

Dalam masyarakat Aceh, para penyampai pesan, baik lisan maupun tulisan sering membumbui pesan-pesannya itu dengan berbagai ungkapan yang sesuai dengan konteks pembicaraan. Tujuannya tidak lain adalah untuk memantapkan pemahaman tentang apa yang disampaikannya. Sebagai penguat rasa atau makna komunikasi tentang suatu konteks sering digunakan ungkapan yang relevan, sebagai “bumbu penyedap”, terutama ungkapan-ungkapan yang disandarkan tamsilannya pada berbagai referen, seperti binatang, manusia, dan benda-benda alam lainnya. Ungkapan-ungkapan tersebut umumnya digunakan untuk mendeskripsikan, menganalogikan, dan mengumpamakan karakter, tabiat, perangai, dan prototipe atau tindakan seseorang yang dipandang positif yang harus dianut, atau yang dipandang negatif yang harus dijauhkan.

Dalam tradisi komunikasi masyarakat Aceh penggunaan simbol-simbol verbal yang tamsilannya disandarkan pada referen

Page 32: i i - Unsyiah

21Mekanisme Penelitian

binatang dimaksudkan untuk mempertegas dan memperkuat makna komunikasi. Beberapa ungkapan dapat disebutkan sebagai berikut: lagè tareupah aneuk jôk bak abah bui, lagè keuleudèe, lagè keubiri jikap lé asèe, lagè bue drop daruet, lagè bieng bak abah bubèe, lagè bacé, lagè mie prèh panggang, lagè mie keueueng, lagè mie teukoh iku, lagè mie ngön tikôh, lagè mie pajôh aneuk, dan mie agam. Dalam ungkapan tersebut, unsur kata nama binatang dikombinasi dengan unsur-unsur kata lain. Di pihak lain, ada juga yang tidak dikombinasikan dengan unsur kata lain, misalnya bui, leumo, keuleudèe, uleue, buya, tikoh, dan mie. Masing-masing ungkapan tersebut memiliki makna berbeda. Ungkapan-ungkapan tersebut umumnya digunakan untuk mendeskripsikan, menganalogikan, dan mengumpamakan karakter, tabiat, perangai, dan prototipe atau tindakan seseorang yang dipandang negatif yang harus dijauhkan.

Jika kita perhatikan secara cermat, ada kecendrerungan bahwa orang Aceh agak ekstrim dalam hal penggunaan diksi dalam ungkapannya, yakni binatang, sebagaimana terlihat dalam contoh di atas. Binatang yang yang dirujuk pun cederung kepada binatang-binatang yang kurang bersahabat dengan manusia. Ungkapan-ungkapan tersebut dapat bersifat multitafsir, sesuai dengan konteks pemakaiannya. Artinya, penjabaran tafsiran maknanya dapat dirujuk kepada apa atau siapa saja yang sesuai. Kepada yang disebut uleue atau lhan ‘ular’, bisa bermakna yang suka menelan sesuatu yang besar-besar yang bukan miliknya. Hal ini biasa ditujukan kepada para koruptor dan sejenisnya. Di pihak lain, kepada yang suka kepada sesuatu secara berlebihan atau di luar kewajaran juga bisa disebut uleue, seperti that uleue-ih keu inöng ‘sangat doyan ia kepada perempuan’. Cermati beberapa pemakaian ungkapan tersebut dalam konteks berikut!

Konteks 1: lagè tareupah aneuk jôk bak abah bui ‘seperti merebut kolangkaling di mulut babi’

Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang sangat kikir. Dalam konteks kehidupan terdapat manusia yang ditamsilkan seperti ini, yaitu yang memiliki sifat negatif sangat kikir. Ibarat buah kolangkaling yang berada di mulut babi, mustahil buah tersebut dapat diambil karena kolangkaling merupakan makanan kesukaan babi, tak mungkin dilepaskannya. Apa yang telah berada dalam genggamannya sangat

Page 33: i i - Unsyiah

22 Metode Penelitian

sulit dilepaskannya. Apa yang dimilikinya sangat berat dibagikan untuk orang lain. Dari orang seperti ini sangat sulit permintaan kita terkabul.

Konteks 2: lagè keuleudèe ‘seperti keledai’

Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang sangat bodoh. Orang yang selalu terperosok pada kesalahan yang sama; orang-orang yang tidak pernah atau tidak mau peduli dengan suatu kebenaran, dan sebagainya. Keledai adalah binatang yang jelek, pendek, lambat, dan bodoh. Binatang ini, meskipun berpostur kecil, ia rela menanggung beban berat majikannya. Meskipun sering dipecut karena salah jalan, ia tetap berjalan, tak ada aksi protes darinya, tak ada tindakan bantahan padanya. Dia hanya mengeluarkan suara jika lapar dan ingin kawin. Dalam konteks kehidupan terdapat manusia yang berwatak seperti binatang lemot ini. Orang seperti ini tidak pernah cerdas dengan berbagai pelajaran. Dia kerap terjerembab pada kesalahan yang sama. Di sisi lain, orang seperti ini juga hanya mau bersuara jika ada kepentingan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan perut dan syahwatnya. Jika tidak, ia akan diam seribu bahasa. Makanya, dikatakan bahwa sejelek-jelek suara adalah suara keledai. Jadi, orang yang mengeluarkan suara demi makan dan birahi tidak lebih dari seekor keledai.

Konteks 3: lagè keubiri jikap lé asèe ‘seperti domba dimangsa anjing’

Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang pasrah dengan penganiayaan yang menimpa dirinya. Dalam konteks kehidupan terdapat manusia yang ditamsilkan seperti binatang ini, yaitu cuek atas kemungkaran yang terjadi di depan matanya; pasrah atas penganiayaan yang menimpa dirinya; tak berani memperjuangkan atau mempertahankan hak-haknya; dan sebagainya. Ibarat seekor domba yang diburu oleh anjing di sebuah savana, tanpa perlawanan sang domba langsung terpojok, takluk, dan membiarkan tubuhnya dimangsa, dicabik-cabik anjing sampai akhirnya sang domba mati. Berbeda dengan tabiat kambing misalnya, yang berontak sekuat tenaga jika mengalami nasib yang sama seperti domba meskipun akhirnya sang kambing juga menemukan ajalnya tersebab keberingasan anjing. Matinya domba termasuk mati konyol, sedangkan matinya kambing tergolong “mati

Page 34: i i - Unsyiah

23Mekanisme Penelitian

syahid”. Orang-orang yang berjiwa seperti ini dipandang sangat hina; seperti binatang digigit oleh binatang bernajis.

Konteks 4: lagè mie prèh panggang ‘seperti kucing menunggui panggang’

Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang malas. Dalam konteks kehidupan terdapat orang yang bermental seperti kucing ini. Orang yang bermental seperti binatang jinak ini malas bekerja; suka berpangku tangan. Untuk memenuhi kebutuhannya, ia selalu berharap belas kasihan orang lain atau jika memungkinkan dia mengambil sesuatu tanpa seizin pemiliknya atau mencuri. Ibarat seekor kucing yang dengan sabar menemani majikannya menunggui ikan saat dipanggang. Dia berharap ada bagian yang akan disodorkan kepadanya atau jika majikannya lalai, panggang tersebut pun dibawanya lari.

Konteks 5:lagè bue drop daruet ‘seperti kera menangkap belalang’

Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang tidak fokus terhadap suatu pekerjaan; banyak pekerjaan ditangani, namun satu pun tak ada yang beres dikerjakan. Dalam konteks kehidupan terdapat manusia yang ditamsilkan seperti binatang primata ini, yaitu orang yang serakah atau tamak terhadap materi. Yang sudah ada belum sempat ia nikmati, yang lain terus diburu, bahkan dengan cara-cara yang dalim. Satu urusan belum sempat ia kerjakan, pekerjaan lain ia tangani. Ibarat kera yang sedang menangkap belalang, ditangkapnya satu belalang, dijepitnya di ketiak kiri; lalu ditangkapnya belalang kedua, dijepitnya di ketiak kanan; kemudian ditangkapnya lagi belalang ketiga dengan tangan kiri sehingga belalang pertama lepas, dan seterusnya. Kera tersebut tetap lapar tanpa dapat memakan seekor belalang pun, padahal jika satu dapat satu dimakan, kera tersebut sudah kenyang.

Konteks 6:Hanjeuet na mie agam la-én ‘tidak boleh ada kucing jantan lain’.

Ungkapan ini ditujukan kepada orang yang tidak senang jika dirinya lebih rendah daripada orang lain. Dalam konteks kehidupan banyak terdapat manusia yang bermental seperti kucing jantan ini. Dalam suatu

Page 35: i i - Unsyiah

24 Metode Penelitian

komunitas, orang seperti ini suka berlaku otoriter, arogan, premanisme, egois, dsb. Dia tidak rela orang lain maju; berprestasi, apalagi jika mengganggu posisi atau popularitasnya. Baginya, tidak boleh ada orang lain yang berpotensi menyainginya. Ibarat seekor kuncing jantan yang ”menguasai” suatu wilayah, tidak mengizinkan kucing-kucing jantan wilayah lain “mencumbui” kucing betina yang ada di “wilayah kekuasaannya”, atau seekor kuncing jantan yang memangsa anaknya (mie pajôh aneuk) karena dikhawatirkan kelak anaknya itu akan mengganggu eksistensinya. Orang yang berprototipe seperti ini, perbuatan, sikap, dan perkataannya cenderung egois, otoriter, memaksa kehendak, dan mempertahankan status quonya terhadap sesuatu. Itulah manusia atau golongan manusia yang terlalu berkuasa atas manusia atau golongan manusia lain. Dalam kenyataan kehidupan, sikap otoriter, arogansi, dan egoisme seseorang atau sekelompok orang atas seseorang atau sekelompok orang lainnya acap dipertontonkan secara terang-terangan kepada khalayak. Sepertinya sikap tersebut telah berterima dalam komunitas masyarakat kita, padahal perangai tersebut sangat bertentangan dengan ruh ajaran agama mama pun, lebih-lebih dalam ajaran Islam. Janganlah merasa diri sebagai orang yang paling benar, paling pintar, paling mampu, paling berkuasa, dsb. Hargai dan berilah kesempatan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas dan otoritas yang dimilikinya.

Berdasarkan beberapa konteks tersebut, terlihat bahwa ada kecenderungan orang Aceh memosisikan orang-orang yang memiliki moral tercela setara dengan binatang. Jenis binatang yang direpresentasikan sesuai dengan tingkat tabiat atau sifat cela yang dimiliki manusia tersebut. Berdasarkan keterangan-keterangan yang telah dikemukakan di atas, tampaknya topik ini menarik untuk dikaji lebih lanjut sehingga fenomena tersebut dapat diungkapkan secara konkret. Selain itu, tentang ungkapan bermedia binatang BA, setahu penulis, belum ada yang melakukan penelitian secara khusus. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis bermaksud melakukan penelitian tentang hal itu.

1.4 Perumusan MasalahPerumusan masalah merupakan upaya menyatakan secara kongkret pertanyaan-pertanyaan penelitian terkait dengan substansi atau ruang lingkup masalah yang akan diteliti. Rumusan masalah diredaksikan secara singkat, jelas, dan fokus dengan kalimat pertanyaan atau kalimat

Page 36: i i - Unsyiah

25Mekanisme Penelitian

pernyataan. Rumusan masalah yang baik menampakkan variabel-variabel yang diteliti, jenis atau sifat hubungan antarvariabel-variabel tersebut. Selain itu, rumusan masalah hendaknya dapat diuji secara empiris. Artinya, memungkinkan terkumpulkannya data untuk mendapat jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan. Masalah hendaknya dirumuskan serinci mungkin. Agar lebih jelas menyangkut dengan perumusan masalah, berikut disajikan contoh rumusan masalah.

2. Rumusan Masalah Berasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:(1) Bagaimana makna, maksud, dan amanat yang terkandung dalam

ungkapan bermedia binatang dalam BA?(2) Bagaimana pemakaian ungkapan bermedia binatang BA dalam

konteks pemakaian bahasa masyarakat Aceh?

1.5 Perumusan TujuanTujuan penelitian pada hakikatnya merupakan jawaban yang hendak diperoleh atas pertanyaan penelitian (rumusan masalah). Untuk itu, tujuan penelitian harus singkron dengan rumusan masalah. Tujuan penelitian dapat dinyatakan secara umum dan secara khusus. Sebagaimana masalah, agar dapat terkendali secara baik, tujuan penelitian pun harus dirumuskan secara kongkret satu per satu sesuai dengan substansi masalah. Dengan perkataan lain, jika rumusan masalah dirincikan sebanyak dua poin, rumusan tujuan pun harus dirincikan sebanyak dua poin. Agar lebih jelas menyangkut dengan perumusan tujuan, berikut disajikan contoh rumusan tujuan (bandingkan dengan rumusan masalah!).

Page 37: i i - Unsyiah

26 Metode Penelitian

3. Tujuan PenelitianBerasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:(1) mendeskripsikan makna, maksud, dan amanat yang terkandung dalam

ungkapan bermedia binatang dalam BA;(2) mendeskripsikan pemakaian ungkapan bermedia binatang BA dalam

konteks pemakaian bahasa masyarakat Aceh.

1.6 Perumusan Anggapan Dasar dan HipotesisAnggapan dasar adalah suatu starting point pemikiran yang kebenarannya secara teoretis dapat diterima. Arikunto (1998) menyatakan bahwa anggapan dasar merupakan asumsi yang kuat tentang kedudukan permasalahan penelitian, dan merupakan landasan teori dalam laporan hasil penelitian. Dapat dikatakan bahwa anggapan dasar merupakan teori yang tingkat kebenarannya sudah teruji secara empiris. Sebagai contoh, seorang balita, jika ke dalam tubuhnya terasupi makanan bergizi (empat sehat lima sempurna) setiap hari, balita tersebut memperoleh pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Pernyataan tersebut sesuai dengan teori, tidak terbantahkan. Hal tersebut merupakan hasil penelitian yang telah menjadi suatu teori dalam bidang ilmu kesehatan.

Penelitian ilmiah menghendaki adanya anggapan dasar. Untuk dapat menetapkan anggapan dasar yang sesuai dengan subsatansi masalah penelitian tidak mudah. Untuk itu dibutuhkan suatu pemikiran, kontemplasi, dan analisis yang mendalam terhadap substansi masalah. Selain itu, peneliti dituntut menguasai dengan sesungguhnya subsatansi masalah penelitian. Peneliti harus memiliki wawasan luas yang berkaitan dengan topik yang digarap. Untuk itu, sebelum melalukan penelitian yang sesungguhnya peneliti perlu melakukan studi pustaka atau studi pendahuluan terhadap topik yang akan diteliti.

Ada beberapa pertimbangan mengapa dalam penelitian perlu dirumuskan secara jelas anggapan dasar. Pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut: (1) agar ada dasar berpijak yang kokoh terhadap

Page 38: i i - Unsyiah

27Mekanisme Penelitian

masalah yang diteliti, (2) untuk mempertegas variabel yang menjadi fokus penelitian, dan (3) guna menentukan dan merumuskan hipotesis (Arikunto, 1998).

Selain memerlukan anggapan dasar sebagai landasan pijak, penelitian juga memerlukan hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian sebelum penelitian tersebut dilakukan. Jawaban yang sesungguhnya akan terjawab dan terbukti setelah dilakukan penelitian. Berkaitan dengan hal ini, perlu ditegaskan bahwa peneliti jangan terjebak dengan hipotesis yang telah dirumuskannya. Artinya, peneliti jangan sampai mengarahkan proses penelitian agar hipotesis yang telah diajukannya dapat terbukti. Jika hal ini terjadi, berarti peneliti telah mengesampingkan etika penelitian; tidak objektif; tidak jujur. Apa dan bagaimana pun hasil penelitian harus dapat diterima sebagai suatu kebenaran. Jadi, ditolak atau diterima hipotesis bukan merupakan persoalan.

Dalam pada itu, tidak semua penelitian memerlukan rumusan anggapan dasar dan hipotesis. Anggapan dasar dan hipotesis biasanya digunakan untuk penelitian kualitatif, seperti penelitian pendidikan atau PTK, penelitian, penelitian differencies, penelitian relationship, penelitian kasus, dan penelitian komparatif. Penelitian eksploratif, penelitian survei, dan penelitian developmen biasanya tidak perlu anggapan dasar dan hipotesis (Arikunto, 1998). Untuk penelitian linguistik pun anggapan dasar dan hipotesis tidak perlu dicantumkan karena penelitian linguistik bersifat deskriptif (Mahsun, 2005). (Terkait dengan ragam penelitian yang bagaimana memerlukan dan tidak memerlukan rumusan anggapan dasar dan hipotesis serta jenis-jenis hipotesis, baca lebih lanjut Arikunto, 1998; Syamsuddin dan Vismaia S. Damayanti, 2006). Agar lebih jelas menyangkut dengan perumusan anggapan dasar dan hipotesis, perhatikan contoh rumusan anggapan dasar dan hipotesis berikut!

Page 39: i i - Unsyiah

28 Metode Penelitian

5. Rumusan Anggapan Dasar(1) Menguasai materi pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan salah

satu kompetensi guru Bahasa Indonesia.(2) Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek materi pembelajaran

yang harus dikuasai oleh guru Bahasa Indonesia.(3) Guru Bahasa Indonesia di Provinsi Aceh idealnya memiliki kompetensi

akademik di bidang keterampilan menulis.

6. Rumusan HipotesisGuru Bahasa Indonesia di Provinsi Aceh tidak mampu menulis karya ilmiah.

atau

Kemampuan menulis karya ilmiah guru Bahasa Indonesia di Provinsi Aceh rendah.

1.7 Metodologi PenelitianMetodologi penelitian berkaitan dengan penjelasan bagaimana prosedur teknis pelaksanaan penelitian. Penjelasan teknis tersebut, antara lain, meliputi populasi dan sampel, informan, instrumen, mertode, dan teknik (teknik pengumpulan data dan teknik penganalisisan data).

1.7.1 Populasi dan SampelPenelitian tidak terlepas dari data. Data merupakan bahan utama penelitian. Tanpa data tidak ada hasil penelitian. Data penelitian dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik yang berupa orang, benda, maupun proses. Sumber data yang berupa orang biasa disebut informan atau responden, sedangkan sumber data yang selain manusia, misalnya teks, biasanya hanya disebut sumber data. Penentuan sumber data berkaitan dengan teknik penelitian yang digunakan. Tentang hal ini akan dibahas pada bagian metode penelitian.

Page 40: i i - Unsyiah

29Mekanisme Penelitian

Membicarakan tentang sumber data erat kaitannya dengan populasi dan sampel. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel merupakan representasi atau sebagian populasi. Data penelitian dapat diambil berdasarkan populasi dan dapat pula diambil berdasarkan sampel. Sistem sampel digunakan jika subjek dalam populasi homogen. Jika subjek dalam populasi heterogen, hasilnya tidak dapat digeneralisasikan.

Sehubungan dengan wilayah sumber data yang dijadikan sebagai subjek penelitian, dikenal dua jenis penelitian, yaitu penelitian populasi dan penelitian sampel. Dikatakan penelitian populasi karena peneliti menggunakan seluruh populasi sebagai subjek penelitian. Disebut penelitian sampel karena peneliti mengambil sebagian populasi sebagai subjek penelitian.

Ada tiga teknik yang dapat digunakan dalam menentukan sampel penelitian, yaitu (1) teknik sampel random, (2) teknik sampel berstrata, dan (3) teknik sampel wilayah. Teknik sampel random adalah penentuan sampel dengan cara mengambil representasi subjek penelitian secara acak dalam populasi. Dalam hal ini, Arikunto (1998:120) mengemukakan bahwa jika subjek penelitian jumlahnya kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya. Selanjutnya, jika subjek penelitian jumlahnya besar atau lebih dari 100, dapat diambil antara 10 s.d. 15 persen, atau 20 s.d. 25 persen atau lebih dengan pertimbangan waktu, tenaga, biaya, luas wilayah, dan risiko. Teknik sampel berstrata adalah penentuan sampel dengan cara mengambil representasi subjek penelitian dari berbagai tingkatan (strata), misalnya strata ekonomi, strata umur, strata pendidikan, dan strata sosial. Teknik sampel wilayah adalah penentuan sampel dengan cara mengambil representasi subjek penelitian dari setiap wilayah yang terdapat dalam populasi. Agar lebih jelas perbedaan antara populasi dan sampel, berikut disajikan contoh konkretnya.

Page 41: i i - Unsyiah

30 Metode Penelitian

6. Populasi PenelitianPopulasi penelitian ini adalah SMP negeri dan SMP swasta di Kota Banda Aceh yang persentase ketidaklulusan siswanya tinggi atau SMP yang klasifikasi nilai Bahasa Indonesianya berada pada tataran kurang dan kurang sekali. Berdasarkan data nilai ujian nasional SMP Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh, SMP yang masuk dalam kategori tersebut adalah sebagaimana tercantum dalam tabel 2 berikut.

TABEL 2POPULASI PENELITIAN

No. Urut

No. Seko-

lahNama Sekolah

PersentaseKetidaklulusan

Klasifikasi Nilai

(1) (2) (3)1. 1. SMP Negeri 4 Banda Aceh 0% Kurang2. 2. SMP Negeri 7 Banda Aceh 7,27% Kurang3. 3. SMP Negeri 8 Banda Aceh 24,53% Kurang4. 4. SMP Negeri 10 Banda Aceh 2,86% Kerang5. 5. SMP Negeri 11 Banda Aceh 0% Kurang6. 6. SMP Negeri 13 Banda Aceh 11,52% Kurang7. 7. SMP Negeri 14 Banda Aceh 16,64% Kurang Sekali8. 8. SMP Negeri 16 Banda Aceh 0% Kurang9. 9. SMP Negeri 18 Banda Aceh 9,09% Kurang10. 10. SMP Swasta Iskandar Muda 0% Kurang11. 11. SMP Swasta Kartika XIX-1 1,05% Kurang12. 12. SMP Swasta Muhammadiyah 4,35% Kurang13. 13. SMP Swasta Cut Meutia 12,91% Kurang Sekali

Page 42: i i - Unsyiah

31Mekanisme Penelitian

7. Sampel PenelitianKarena jumlah populasinya besar, diambil sampel sebesar 25% yang tetetapkan secara proporsional (porposive sampling). Artinya, sampel yang ditetapkan adalah SMP yang persentase ketidaklulusannya tinggi, berada pada tataran klasifikasi kurang dan kurang sekali. Jadi, sampel penelitian ini sebanyak 3 sekolah dengan rincian 2 SMP negeri dan 1 SMP swasta. Rincian sampel sekolah sasaran penelitian tersebut dapat dilihat dalam tabel 3 berikut.

TABEL 3POPULASI PENELITIAN

No. Urut

No.Seko-

lahNama Sekolah Persentase

KetidaklulusanKlasifikasi

Nilai

1. 1. SMP Negeri 8 Banda Aceh 24,53% Kurang2. 2. SMP Negeri 14 Banda Aceh 16,64% Kurang Sekali3. 3. SMP Swasta Cut Meutia 12,91% Kurang Sekali

1.7.2 InformanInforman adalah orang yang dipercayakan dapat memberikan informasi atau dapat dikonfirmasi tentang hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dalam penelitian linguistik informan dapat dikatakan sebagai seseorang pembantu peneliti (yang penutur asli bahasa yang diteliti) yang menafsirkan segala sesuatu yang berkaitan dengan data kepada peneliti (yang bukan penutur asli bahasa yang diteliti).

Berkaitan dengan informan, samarin (1988:42) mengatakan bahwa dalam penelitian linguistik informan adalah seseorang yang memperlengkapi peneliti dengan contoh-contoh bahasa, baik sebagai ulangan dari apa yang sudah diucapkan maupun sebagai bentukan tentang apa yang mungkin dikatakan orang. Untuk menentukan informan sebagai sumber informasi, khususnya dalam penelitian linguistik, tidak boleh sembarangan. Informan penelitian ditetapkan dengan mempertimbangkan beberapa kriteria atau syarat sebagaimana dikemukakan Djajasudarma (1993) dan Samarin (1988), yaitu sebagai berikut:

Page 43: i i - Unsyiah

32 Metode Penelitian

(1) laki-laki atau perempuan berumur 25 s.d. 40 tahun;(2) dapat berkomunikasi secara baik dengan peneliti;(3) tidak cacat alat bicara dan alat pendengarannya;(4) memiliki daya ingat yang baik;(5) penutur asli dan aktif menggunakan bahasa tersebut;(6) luas pengetahuannya tentang masyarakat;(7) tidak terlalu tua sehingga ucapan dan pikirannya masih jernih;(8) menguasai dengan baik bahasa daerahnya dan bahasa Indonesia.

Contoh konkret redaksional berkaitan dengan informan sebagai sumber informasi penelitian adalah sebagai berikut.

8. Informan Untuk memperoleh data penelitian ini ditetapkan informan sebagai sumber data. Informan yang ditentukan sebanyak jumlah subdialek yang terdapat dalam masing-masing daerah. Misalnya, jika dalam bahasa Aceh dialek Pidie terdapat dua subdialek (dialek Pidie bagian barat dan dialek Pidie bagian timur), informan yang diperlukan adalah dua orang. Diperkirakan jumlah informan yang diperlukan tidak kurang dari 115 orang dengan jenis kelamin laki-laki atau perempuan yang mempunyai kriteria sebagaimana dikemukakan Djajasudarma (1993) dan Samarin (1998) berikut: (1) laki-laki atau perempuan berumur 25 s.d. 40 tahun;(2) dapat berkomunikasi secara baik dengan peneliti;(3) tidak cacat alat bicara dan alat pendengarannya;(4) memiliki daya ingat yang baik;(5) penutur asli dan aktif menggunakan bahasa tersebut;(6) luas pengetahuannya tentang masyarakat;(7) tidak terlalu tua sehingga ucapan dan pikirannya masih jernih;(8) menguasai dengan baik bahasa daerahnya dan bahasa Indonesia.

1.7.3 InstrumenInstrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan atau menjaring data. Instrumen yang digunakan dalam suatu penelitian berkaitan dengan teknik penelitian yang ditetapkan. Jika suatu penelitian menggunakan

Page 44: i i - Unsyiah

33Mekanisme Penelitian

teknik tes, observasi, dan interview, yang menjadi instrumennya, masing-masing berupa butir tes (berisi sejumlah pertanyaan, baik yang objektif maupun esai), lembar format pengamatan (berisi sejumlah unsur, aspek, dan indikator pengamatan), dan lembar pedoman wawancara (berisi sejumlah pertanyaan, baik bertruktur maupun tidak berstruktur). Perlu ditegaskan bahwa sebelum digunakan, instrumen penelitian perlu dilakukan uji coba atau uji kelayakan dengan cara terlebih dahulu didiskusikan dengan para pakar yang ahli di bidang tersebut. Contoh konkret redaksional berkaitan dengan penggunaan instrumen penelitian adalah sebagai berikut.

9. Instrumen PenelitianInstrumen utama penelitian ini berupa daftar pertanyaan (kuesioner) dan pedoman interview. Kuesioner dan pedoman interview berisi sejumlah pertanyaan yang berkenaan dengan profil penyelenggaraan pendidikan TK jalur formal dan PAUD jalur nonformal di Provinsi Aceh. Kuesioner tersebut dibedakan atas empat macam, sesuai dengan substansi masalah yang ditetapkan. Di samping itu, sebagai penunjang, juga digunakan dokumen dan lembar observasi.

1.7.4 Metode dan Teknik PenelitianDalam berbagai referensi yang terkait dengan metodologi penelitian, istilah metode dimaknai dalam berbagai pengertian yang berbeda. Hal tersebut membingungkan pembaca sehingga tidak memperoleh pemahaman yang konkret tentang konsep metode. Istilah metode, metodologi, teknik, pendekatan, cara, dan strategi sering diartikan secara tumpang tindih, padahal masing-masing istilah tersebut secara leksikal telah memeliki arti tersendiri yang berbeda-beda.

Dalam modul ini istilah metode merujuk kepada cara yang dipakai dalam penyajian data atau pembahasan hasil penelitian. Sesuai dengan dengan karakteristiknya, penelitian pendidikan, penelitian linguistik, dan penelitian sastra umumnya merupakan penelitian kualitatif. Dengan demikian, metode yang tepat digunakan adalah metode deskriptif. Untuk

Page 45: i i - Unsyiah

34 Metode Penelitian

karakteristik penelitian seperti itu, peneliti sering menggabungkan dua istilah yang relevan, misalnya menyebutnya dengan metode deskriptif-kualitatif atau metode deskriptif-analitis.

Istilah teknik mengacu kepada teknik pengumpulan data dan teknik penganalisisan data atau teknik pengolahan data. Teknik pengumpulan data berkaitan dengan cara memperoleh data. Teknik yang pakai biasanya berupa tes, observasi, interview, dan dokumenter. Teknik penganalisisan data atau teknik pengolahan data berkaitan dengan cara menganalisis atau mengolah data. Teknik yang dipakai biasanya teknik kualitatif atau teknik kuantitatif, sesuai dengan karakteristik data. Teknik kualitatif dipakai jika penyajian data dan pembahasan hasil penelitian tidak didominasi oleh angka-angka. Sebaliknya, jika penyajian data dan pembahasan hasil penelitian didominasi oleh angka-angka, teknik yang dipakai berupa teknik kuantitatif. Selain itu, jika penyajian data dan pembahasan hasil penelitian dianggap sama-sama mendominasi, teknik yang digunakan berupa teknik kualitatif-kuantitatif. Contoh konkret redaksional metode dan teknik penelitian adalah sebagai berikut.

10. Metode PenelitianSesuai dengan karakteristik data, penelitian ini menggunakan metode deskriptif- kualitatif. Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan, menganalisis, dan menginterpretasikan data. Selain itu, penelitian ini juga bermaksud memerikan gejala yang ada secara objektif, tanpa ada perlakuan yang disengaja yang direkayasa oleh peneliti terhadap subjek penelitian. Kemudian, sesuai dengan data yang diperlukan, penelitian ini menggunakan gabungan bebarapa teknik, meliputi dokumenter, observasi (direct observation), interview (personal interview), dan kuesioner (self-administered quesionnaires).

Keberhasilan penelitian ini sebagian besar ditentukan oleh ketersediaan instrumen yang memiliki validitas dan reliabelitas yang tinggi. Untuk mencapai ketegori itu, ditetapkan langkah-langkah kerja secara sistematis. Langkah-langkah kerja tersebut adalah sebagai berikut: (1) menyusun indikator penelitian;(2) menyusun dan menggandakan instrumen;

Page 46: i i - Unsyiah

35Mekanisme Penelitian

(3) mengumpulkan data;(4) mengolah dan menganalisis data; (5) menginterpretasi data dan menghubungkannya dengan teori;(6) menyusun laporan penelitian.

11. Teknik Penelitian11.1 Teknik Pengumpulan Data Keseluruhan data yang diperlukan dijaring dengan menggunakan instrumen yang berupa dokumen, lembar format observasi, pedoman wawancara, dan angket. Untuk memudahkan wawancara, disusun perangkat pedoman wawancara, dan untuk memudahkan obseravasi disusun pedoman observasi (lembar pengamatan). Observasi dimaksudkan untuk menjaring data mengenai fisik sekolah, fasilitas yang tersedia, kondisi guru dan murid, dan suasana proses pembelajaran. Interview dimaksudkan untuk menjaring data yang berkaitan dengan pengelolaan (tata kelola) dan tupoksi pelayanan TK dan PAUD.

11.2 Teknik Penganalisisan Data Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Penafsiran data merupakan pemberian makna yang signifikan terhadap analisis, penjelasan pola uraian, dan pencarian hubungan antardimensi-dimensi uraian.

Sejalan dengan metode yang digunakan, data penelitian ini, yang diperoleh melalui dokumentasi, obsevasi, dan interview dianalisis atau diolah secara kualitatif. Selanjutnya, data tersebut dideskripsikan untuk memudahkan penarikan simpulan. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penganalisisan data penelitian ini adalah sebagai berikut:(1) menyusun kategorisasi data;(2) mendeskripsikan dan menafsirkan data;(3) mamaknai data; dan(4) menarik simpulan.

2. RingkasanMekanisme penelitian mengacu kepada langkah-langkah yang biasanya dipahami sebagai desain penelitian utuh yang menggambarkan cara kerja yang logis dan sistematis. Seorang yang berencana melakukan suatu penelitian, langkah pertama

Page 47: i i - Unsyiah

36 Metode Penelitian

yang harus dilakukannya adalah merancang proposal penelitian. Berkaitan dengan hal itu, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan proses mengkaji, mengenali, menentukan, dan menetapkan masalah yang akan menjadi proyek penelitian.Untuk itu dibutuhkan skemata, pengalaman, atau wawasan yang luas yang berkaitan dengan topik yang menjadi masalah. Pada hakikatnya yang disebut masalah adalah sesuatu yang bertolak belakang atau yang bertentangan dengan teori.

Ada beberapa kriteri yang perlu diperhatikan dalam menentukan masalah penelitian, yaitu (1) masalah tersebut layak, urgen, aktual, dan memungkinkan diteliti, (2) masalah tersebut diminati, disenangi, dan sangat menarik perhatian peneliti, dan (3) masalah tersebut fokus dan dikuasai oleh peneliti.

Perumusan masalah merupakan upaya menyatakan secara konkret pertanyaan-pertanyaan penelitian terkait dengan substansi atau ruang lingkup masalah yang diteliti. Tujuan penelitian pada hakikatnya merupakan jawaban yang hendak diperoleh atas pertanyaan penelitian. Untuk itu, tujuan penelitian harus dirumuskan secara singkron, sesuai dengan masalah yang telah dirumuskan.

Anggapan dasar adalah suatu starting point pemikiran yang kebenarannya secara teoretis dapat diterima. Anggapan dasar merupakan teori yang tingkat kebenarannya sudah teruji secara empiris. Ada beberapa pertimbangan mengapa dalam penelitian ilmiah perlu dirumuskan secara jelas anggapan dasar. Pertimbangan tersebut adalah sebagai berikut: (1) agar ada dasar berpijak yang kokoh terhadap masalah yang diteliti, (2) untuk mempertegas variabel yang menjadi fokus penelitian, dan (3) guna menentukan dan merumuskan hipotesis (Arikunto, 1998). Selain memerlukan anggapan dasar sebagai landasan pijak, penelitian juga memerlukan hipotesis. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian sebelum penelitian tersebut dilakukan.

Metodologi penelitian berkaitan dengan penjelasan bagaimana prosedur teknis pelaksanaan penelitian. Penjelasan teknis tersebut, antara

Page 48: i i - Unsyiah

37Mekanisme Penelitian

lain, meliputi populasi dan sampel, informan, instrumen, metode, dan teknik (teknik pengumpulan dan teknik penganalisisan data).

3. LatihanBuatlah sebuah proposal penelitian utuh yang sistematika penyajiannya sesuai dengan karakteristik penelitian yang ditentukan! Proposal tersebut dirancang dengan sesungguhnya karena pada akhirnya berpeluang menjadi proposal yang layak diseminarkan sebagai cikal bakal proyek penelitian skripsi Anda.

Page 49: i i - Unsyiah

38 Metode Penelitian

Page 50: i i - Unsyiah

39Laporan Penelitian

BAB IIILAPORAN PENELITIAN

1. Uraian Materi1.1 Pengertian Karya IlmiahIstilah karya ilmiah di sini mengacu kepada karya tulis yang menyusunan dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Dilihat dari panjang pendeknya atau kedalaman uraian, karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah (paper) dan laporan penelitian. Dalam penulisan, baik makalah maupun laporan penelitian, didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Penyusunan dan penyajian karya semacam itu didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan.

1.2 Penentuan Topik dan JudulDalam menulis laporan teknis kegiatan yang pertama-tama dilakukan adalah menentukan topik. Hal itu berarti bahwa harus ditentukan apa yang akan dibahas dalam laporan. Setelah berhasil memilih topik, langkah kedua yang harus dilakukan adalah membatasi topik tersebut. Dalam hal ini perlu dipikirkan topik yang cukup terbatas, menarik, dan dikuasai dengan baik.

Setelah diperoleh topik yang sesuai, topik itu harus dinyatakan dalam suatu judul karangan. Dalam laporan teknis atau karangan ilmiah judul harus dapat menunjukkan atau menggambarkan topiknya. Penentuan

Page 51: i i - Unsyiah

40 Metode Penelitian

judul itu harus dipikirkan secara sungguh-sungguh dengan mengingat beberapa persyaratan, antara lain, sebagai berikut:(1) Judul harus sesuai dengan atau menggambarkan topik.(2) Judul sebaiknya dinyatakan dalam bentuk frasa, bukan dalam bentuk

klausa atau kalimat, misalnya, Pronomina Persona Bahasa Aceh, bukan Pronomina Persona Terdapat dalam Bahasa Aceh.

(3) Judul diusahakan sesingkat mungkin, misalnya, judul Pronomina Persona Pertama, Kedua, dan Ketiga, baik Tunggal maupun Jamak, yang Terdapat dalam Bahasa Aceh dapat disingkat dalam bentuk frasa seperti di atas.

(4) Judul harus dinyatakan secara eksplisit (jelas), misalnya, judul Menjelajahi Neraka Dunia tidak dapat digunakan dalam karangan ilmiah yang memapar-kan hasil pengamatan terhadap keadaan ekonomi negara-negara yang sedang berperang.

Sehubungan dengan hal ini, perlu diperjelas bahwa terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara tema, topik, dan judul. Ketiga istilah tersebut selama ini cenderung dipahami secara tumpang tindih atau salah. Tema adalah kesan keseluruhan dari sebuah topik. Topik adalah pokok persoalan atau masalah yang dibicarakan. Judul adalah titel atau nama suatu karya ilmiah atau karangan.

Judul karya ilmiah harus dapat memberikan gambaran yang jelas tentang materi atau ruang lingkup masalah yang akan dibahas. Selain itu, judul harus dapat menarik perhatian pembaca dan menggelitik rasa ingin tahu akan keseluruhan isi karya tersebut. Pada umumnya judul baru dipikirkan penulis setelah karyanya selesai.

Penempatan dan penulisan judul karya ilmiah, nama penulis, dan keterangan lain seperti nomor mahasiswa, nama program studi/fakultas/perguruan tinggi, serta tempat dan tahun penyusunan karya ilmiah, baik pada halaman sampul atau kulit luar atau kover maupun pada halaman judul, sebaiknya mengikuti ketentuan-ketentuan berikut:

Page 52: i i - Unsyiah

41Laporan Penelitian

(1) Penentuan penulisan judul diatur sebagai berikut:1) Judul ditulis pada baris paling atas dengan jarak dari tepi kertas atas

sekurang-kurangnya 3 cm. Judul yang panjang dapat ditulis menjadi dua baris atau lebih dengan jarak dua spasi.

2) Judul dan anak judul (jika ada) ditulis dengan huruf kapital semua.3) Anak judul dipisahkan dari judul dengan tanda titik dua.4) Judul tidak diakhiri dengan tanda titik atau tanda baca lain.

(2) Penjelasan tentang bentuk dan kedudukan karya ilmiah yang bersangkutan dalam sistem pendidikannya atau dalam kegiatan ilmiah ditulis dengan jarak empat spasi dari baris terakhir judul. Penjelasan yang berupa klausa itu disusun menjadi tiga baris berjarak satu spasi. Dengan jarak empat spasi ke bawah dicantumkan kata oleh dengan menggunakan huruf kecil semua.

(3) Nama penulis dan keterangan diri lainnya ditulis berurutan ke bawah dengan jarak empat spasi dari kata oleh. Huruf yang digunakan adalah huruf kapital semua. Penulisan nama penulis dan keterangan diri lainnya tersebut tidak diakhiri dengan tanda baca apa pun.

(4) Nama program, fakultas, dan program studi ditulis berurutan ke bawah dengan jarak empat spasi dari baris terakhir keterangan diri penulis. Di dalam penulisannya huruf kapital hanya digunakan pada awal kata, kecuali kata tugas.

(5) Nama perguruan tinggi atau instansi dicantumkan dengan jarak delapan spasi dari keterangan pada butir (4). Pada halaman sampul dan halaman judul, di antara ruang delapan spasi itu diisi lambang atau logo perguruan tinggi atau instansi. Berikutnya dicantumkan nama kota. Nama perguruan tinggi atau instansi dan nama kota ditulis dengan menggunakan huruf kapital semua berjarak satu spasi. Di posisi paling bawah dicantumkan tahun perampungan karya ilmiah tersebut.

(6) Penempatan tulisan pada halaman sampul dan halaman judul perlu diperhatikan keseimbangan jarak margin atas, bawah, kiri, dan kanan.

Page 53: i i - Unsyiah

42 Metode Penelitian

(7) Penulisan unsur-unsur yang dimuat pada halaman sampul dan halaman judul, ada dua pilihan, yaitu (1) sistem lurus; margin kiri lurus mulai dari judul sampai dengan tahun dan (2) sistem simetris; susunan baris-baris terletak di tengah-tengah lebar kertas.

CatatanKetentuan layout di atas tidak berlaku mutlak. Artinya, format tersebut dapat disesuaikan dengan gaya selingkung yang berlaku pada setiap instansi.

1.3 Penggunaan Bahasa dan Aspek PenalaranApa pun karya ilmiah yang dihasilkan di dalamnya harus terdapat dua hal pokok, yaitu sistematika penulisan dan sistematika penyajian. Penggunaan bahasa untuk penulisan karya ilmiah berkaitan dengan hal pertama, yaitu sistematika penulisan, agar orang lain mengerti informasi yang disampaikan di dalam tulisan tersebut. Secara umum penggunaan bahasa yang dimaksud di sini meliputi ejaan, diksi, kalimat, dan paragraf.

Karya ilmiah disampaikan dengan menggunakan media bahasa. Bahasa yang digunakan dalam penulisan artikel dan laporan hasil penelitian adalah bahasa ragam tulis baku, bukan ragam lisan. Ragam tulis baku menggunakan kata-kata yang sesuai dengan prinsip-prinsip pemilihan kata, antara lain, baku, cermat, sesuai dengan maksud, sesuai dengan kaidah bahasa, dan lazim. Kalimat-kalimat yang digunakan adalah kalimat yang efektif atau kalimat yang gramatikal. Paragraf-paragraf yang disusun harus logis. Ejaan yang dipakai mengikuti kaidah ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan.

Menulis merupakan proses bernalar. Untuk mengemukakan suatu topik kita harus berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan, dan sebagainya. Berdasarkan prosesnya bernalar dapat dibedakan atas bernalar induktif dan bernalar deduktif. Secara umum penalaran dalam penulisan laporan teknis mencakup kedua proses bernalar tersebut.

Page 54: i i - Unsyiah

43Laporan Penelitian

Suatu laporan teknis merupakan hasil proses bernalar induktif, deduktif, atau gabungan keduanya. Suatu tulisan yang bersifat deduksi dimulai dengan sebuah pernyataan umum berupa kaidah, peraturan, teori, atau pernyataan umum lainnya. Selanjutnya, pernyataan umum itu akan dikembangkan dengan pernyataan yang bersifat khusus. Sebaliknya, suatu tulisan yang bersifat induksi dimulai dengan rincian-rincian dan diakhiri dengan suatu simpulan umum. Gabungan antara keduanya dimulai dengan pernyataan umum yang diikuti rincian dan diakhiri dengan pengulangan pernyataan umum itu.

Dalam praktiknya, proses deduktif dan induktif itu diwujudkan dalam satuan tulisan yang berupa paragraf. Di dalam paragraf suatu pernyataan umum yang mengandung gagasan utama dikembangkan melalui kalimat-kalimat yang padu. Dengan demikian, dalam hal ini dikenal paragraf deduktif, yaitu paragraf yang kalimat utamanya terletak pada awal paragraf, paragraf induktif, yaitu paragraf yang kalimat utamanya terletak pada akhir paragraf, dan paragraf campuran, yaitu paragraf yang kalimat utamanya terletak pada awal dan akhir paragraf.

Proses berpikir deduktif dan induktif itu diterapkan dalam pengembangan seluruh karangan. Paragraf deduktif dan induktif mungkin dipergunakan secara bergantian, bergantung kepada gaya yang dipilih penulis sesuai dengan efek dan tekanan yang ingin diberikan. Penulisan laporan teknis merupakan sintesis antara proses deduktif dan induktif.

1.4 Sistematika Penyajian1.4.1 AbstrakAbstrak merupakan representasi dari keseluruhan isi sebuah tulisan. Dalam abstrak karya ilmiah yang berupa artikel hasil pemikiran (opini) atau makalah perlu dikemukakan secara singkat dan jelas, antara lain, latar belakang, masalah, tujuan, dan pembahasan, sedangkan dalam abstrak karya ilmiah yang berupa laporan penelitian perlu dikemukakan secara singkat dan jelas, antara lain, latar belakang, masalah, tujuan, anggapan

Page 55: i i - Unsyiah

44 Metode Penelitian

dasar, hipotesis, populasi, sampel, metode, teknik, dan hasil (sesuai dengan karakteristik penelitian).

Khusus artikel ilmiah, selain abstrak, hal yang perlu dicantumkan adalah kata kunci (keyword). Kata kunci adalah istilah-istilah terbatas, baik berupa kata maupun frasa, yang populer digunakan dalam keseluruhan isi sebuah artikel. Jumlah kata kunci ini maksimal lima, dan biasanya berupa kata atau frasa terminologi. Pencantuman kata kunci dalam artikel posisinya setelah abstrak.

1.4.2 Kata PengantarDalam kata pengantar sekurang-kurangnya berisi hal-hal berikut: (1) penjelasan mengenai tugas pembuatan karya ilmiah tersebut, (2) penjelasan mengenai pelaksanaan pembuatan karya ilmiah, (3) informasi tentang bimbingan atau arahan dan bantuan yang diperoleh sehubungan dengan pembuatan karya ilmiah, (4) ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dan memungkinkan terwujudnya karya ilmiah, dan (5) penyebutan tempat (kota), tanggal, bulan, tahun pembuatan karya ilmiah, dan nama penulis.

Kata pengantar sebagi tajuk ditulis dengan huruf kapital semua, ditempatkan di tengah, dan tidak diberi garis bawah. Isi kata pengantar diketik dengan jarak empat spasi dari tajuk. Jika judul karya ilmiah disebut di dalam kata pengantar, judul itu diletakkan di antara tanda petik, ditulis dengan huruf kapital padaawal kata yang bukan kata tugas.

Nama kota (tempat), tanggal, bulan (ditulis lengkap dengan huruf, bukan dengan angka), dan tahun penyusunan karya ilmiah ditempatkan di sebelah kanan bawah dengan jarak empat spasi dari baris terakhir teks. Selanjutnya, nama penulis ditempatkan di bawah nama kota dengan jarak dua spasi.

1.4.3 Daftar IsiUntuk memudahkan para pembaca mengetahui isi karya ilmiah atau menemukan bagian-bagian tertentu, misalnya bab atau subbab atau subsubbab yang dikehendaki, karya ilmiah yang panjangnya lebih dari

Page 56: i i - Unsyiah

45Laporan Penelitian

sepuluh halaman sebaiknya dilengkapi dengan daftar isi. Karya ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi atau laporan penelitian lainnya, tentu bab, subbab, dan subsubbab lebih banyak sehingga derajat penomorannya dibatasi sampai empat digit. Tajuk bab, subbab, dan subsubbab yang bernomor tersebut dicantumkan dalam daftar isi.

Daftar isi sebagai tajuk ditulis dengan huruf kapital semua, ditempatkan di tengah, dan tidak diberi garis hawah. Dalam penulisan daftar isi, yang berjarak empat spasi dari tajuk, perlu diperhatikan hal-hal berikut:(1) Tajuk kata pengantar, daftar singkatan, dan sebagainya (jika ada), bab,

daftar pastaka, lampiran, dan indeks (jika ada) ditulis dengan huruf kapital semua dan tidak diberi garis bawah, sedangkan subbab dan subsubbab ditulis dengan huruf kapital pada awal kata, kecuali kata-kata yang berupa kata tugas, diberi garis bawah jika diketik dengan dengan mesin tik, dan ditebalkan jika diketik dengan komputer.

(2) Butir-butir daftar isi tidak bernomor serta ditulis tepat dan margin kiri. Bab-bab yang bernomor angka Romawi besar di dalam daftar isi tetap memakai nomor angka Romawi besar. Begitu juga subbab dan subsubbab bernomor angka Arab tetap diberi nomor angka Arab seperti yang terdapat di dalam teks.

(3) Di antara tulisan BAB dan nomornya, demikian pula di antara nomor bab dan tajuknya tidak ada titik, tetapi ada jarak satu ketukan. Di antara nomor subbab dan tajuknya pun tidak dibubuhi tanda titik, tetapi ada jarak satu ketukan. Jika nomor bab atau subbab dan tajuknya tidak termuat, di dalam satu baris, digunakan baris kedua dan seterusnya.

1.4.4 PendahuluanPendahuluan suatu karya ilmiah bermaksud mengantar pembaca ke dalam pembahasan suatu masalah. Dengan membaca bagian pendahuluan pembaca sudah mendapat gambaran umum tentang penyajiannya. Pendahuluan karya ilmiah hendaklah dapat memudahkan pembaca memahami keseluruhan isi karya ilmiah tersebut. Bagian pendahuluan

Page 57: i i - Unsyiah

46 Metode Penelitian

karya ilmiah yang berupa laporan penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi) berisi latar belakang, masalah atau rumusan masalah, tujuan, signifikansi atau manfaat, teori yang dipakai, anggapan dasar dan hipotesis, populasi, sampel, atau sumber data, dan metode dan teknik yang digunakan.

Bagian pendahuluan untuk karya ilmiah yang berupa makalah cukup berisi tiga butir yang pertama, yaitu latar belakang, masalah atau rumusan masalah, dan tujuan. Dalam bagian latar belakang perlu dikemukakan, antara lain, hal-hal sebagai berikut: penalaran pentingnya pembahasan masalah atau alasan pemilihan topik, telaah pustaka atau komentar mengenai tulisan yang telah ada yang berhubungan dengan masalah yang dibahas, dan manfaat praktis dari hasil yang diperoleh. Dalam bagian masalah atau rumusan masalah perlu dicantumkan secara jelas lingkup masalah pokok yang akan dibahas dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan yang dapat membangkitkan perhatian pembaca. Kemudian, tujuan yang dirumuskan harus berkorespondensi dengan masalah yang telah dirumuskan. Artinya, tujuan adalah menjawab masalah.

1.4.5 IsiDalam bagian isi, yang merupakan inti karya ilmiah, dipaparkan uraian pokok masalah yang dibahas. Uraian bagian ini hendaknya dapat memberikan petunjuk kepada pembaca dalam memahami setiap langkah dari keseluruhan pembahasan. Di samping itu, bagian isi ini harus menunjukkan kelengkapan, kekonsistenan, keeksplisitan analisis, dan kesimpulan materi yang dibahas. Panjang uraian harus proporsional dengan pentingnya masalah yang dibahas.

1.4.6 PenutupBagian penutup karya ilmiah berisi simpulan dan saran (jika ada). Hal-hal yang dikemukakan dalam simpulan adalah pernyataan-pernyataan kesimpulan analisis atau pembahasan yang dilakukan di dalam bab-bab isi. Simpulan merupakan jawaban permasalahan yang dikemukakan dalam

Page 58: i i - Unsyiah

47Laporan Penelitian

pendahuluan. Simpulan bukan rangkuman atau ikhtisar. Redaksi simpulan dapat berupa uraian atau berupa butir-butir pernyataan yang bernomor. Pada bagian akhir penutup dapat dikemukakan saran yang dirasa perlu disampaikan kepada pembaca berkenaan dengan topik yang dibahas.

1.4.7 Daftar PustakaDaftar pustaka adalah daftar buku, majalah, surat kabar, artikel dalam kumpulan karangan, website, dan sebagainya yang digunakan sebagai acuan atau referensi dalam penyusunan karya ilmiah. Daftar pustaka merupakan persyaratan suatu karya ilmiah. Di samping itu, penyusunan daftar pustaka sebagai daftar acuan bertujuan untuk memudahkan pembaca yang ingin menemukan sumber acuan yang digunakan.

1.5 Teknik Penyusunan Catatan KakiCatatan kaki adalah keterangan-keterangan teks yang ditempatkan pada kaki halaman karangan (Keraf, 1994:193). Dalam menulis karya ilmiah, seperti skripsi, tesis, dan disertasi, catatan kaki kadangkala perlu ditulis pada kaki halaman karangan sebagai pengakuan terhadap sumber informasi, dukungan terhadap argumen, pemberian materi tambahan bagi pembaca, pembuktian kutipan naskah, perluasan makna dalam naskah, penunjukan bagian lain dalam naskah bagi pembaca, atau penjelasan tambahan oleh penulis (Parera, 1993:153). Dengan perkataan lain, catatan kaki bukan hanya untuk menunjukkan sumber tempat terdapatnya sebuah kutipan, melainkan juga untuk memberikan keterangan-keterangan lainnya terhadap teks. Oleh karena itu, catatan kaki dan bagian teks yang akan diberi penjelasan itu memiliki hubungan yang sangat erat.

Keraf (1994:193) mengemukakan bahwa catatan kaki pada dasarnya dibuat untuk maksud-maksud sebagai berikut: (1) menyusun pembuktian, (2) menyatakan utang budi, (3) menyampaikan keterangan tambahan, dan (3) merujuk bagian lain dari teks.

Page 59: i i - Unsyiah

48 Metode Penelitian

Sebuah catatan kaki memiliki angka penunjukan yang ditempatkan agak ke atas setengah spasi dan memiliki isi dari catatan kaki yang akan memberikan corak pula terhadap jenis catatan kaki. Berkaitan dengan hal ini, Keraf (1994:197) mengemukakan bahwa ada tiga macam jenis catatan kaki, yaitu (1) catatan kaki penunjukan sumber (referensi), (2) catatan kaki catatan penjelas, dan (3) catatan kaki gabungan sumber dan penjelas.

1.5.1 Penunjukan Sumber (Referensi)Catatan kaki jenis ini menunjukkan sumber tempat sumber kutipan terdapat. Catatan kaki semacam ini disebut juga sebagai referensi. Referensi harus dibuat oleh penulis jika(1) menggunakan sebuah kutipan langsung;(2) menggunakan sebuah kutipan tak langsung;(3) menjelaskan dengan kata-kata sendiri hal yang telah dibaca;(4) meminjam sebuah tabel, peta, atau diagram dari suatu sumber;(5) menyusun sebuah diagram berdasarkan data-data yang diperoleh dari

suatu sumber atau beberapa sumber tertentu;(6) menyajikan sebuah evidensi khusus yang tidak dianggap sebagai

sebuah pengetahuan umum;(7) menunjuk kembali kepada bagian lain dari karangan itu.

1.5.2 Catatan PenjelasAda juga catatan kaki yang dibuat dengan tujuan membatasi suatu pengertian atau menerangkan dan memberikan komentar terhadap suatu pernyataan atau pendapat yang dimuat dalam teks. Penjelasan ini harus dibuat dalam catatan kaki dan tidak dimasukkan dalam teks karena akan mengganggu uraian dalam teks. Catatan semacam ini disebut catatan penjelas karena fungsinya hanya memberikan penjelasan tambahan.

1.5.3 Gabungan Sumber dan PenjelasJenis catatan kaki berikutnya adalah gabungan dari kedua jenis catatan kaki di atas, yaitu menunjuk kepada sumber tempat diperolehnya bahan-bahan

Page 60: i i - Unsyiah

49Laporan Penelitian

yang terdapat di dalam teks dan memberikan komentar atau penjelasan seperlunya tentang pendapat atau pernyataan yang dikutip.

Catatan kaki terletak pada bagian-bagian berikut:(1) antarparagraf (jarang dipakai);(2) pada halaman yang sama bagian bawah (dianjurkan dan diharuskan

dalam tulisan dan karangan ilmiah yang berupa tesis, disertasi, atau buku);

(3) pada halaman tersendiri (dibiasakan apabila menulis artikel untuk harian atau majalah.

Pengetikan catatan kaki dilakukan dengan cara sebagai berikut:(1) memisahkan catatan kaki dari naskah halaman yang sama dengan tiga

spasi;(2) memisahkan antara satu catatan kaki dan catatan kaki yang lain dengan

dua spasi;(3) mengetik satu spasi sebuah catatan kaki yang lebih dari satu baris;(4) mengetik catatan kaki agak ke dalam sejajar dengan baris paragraf

dan baris-baris berikutnya diketik sejajar dengan baris-baris yang lain dalam naskah;

(5) catatan kaki mendapatkan nomor urut berkelanjutan dalam satu bab atau dalam satu laporan tanpa ada pembagian-pembagian bab;

(6) nomor urut diberi dalam angka Arab dan tidak diberi tanda apa pun juga;

(7) dalam naskah, nomor urut catatan kaki diketik agak ke atas tanpa ada spasi.

Urutan informasi tentang buku atau referensi kutipan adalah sebagai berikut:(1) nama pengarang tanpa dibalik urutannya atau dalam urutan normal;(2) diberi tanda koma;(3) judul karangan (dicetak miring) tanpa tanda koma;(4) nama kota, nama penerbit, tahun terbit, dan nomor halaman (diterakan

di dalam tanda kurung)

Page 61: i i - Unsyiah

50 Metode Penelitian

Contoh7Prof. Dr. Ismail Suny, S.H., M.C.L., Pergeseran Kekuasaan Eksekutif

(Jakarta: CV Galindra 1965), halaman 72.

Rachman Wirisudarmo, Komputer di Segala Bidang (Jakarta: Mutiara,1980), halaman 32.

Dalam penulisan catatan kaki juga ditemukan penulisan ibid, op.cit. dan ioc.cit. Tiga singkatan ini dipakai untuk menyingkat informasi buku dalam catatan kaki. Ibid adalah singkatan dari bahasa Latin ibidem ‘di tempat yang sama’. Singkatan ini dipakai sesudah satu catatan kaki yang utuh yang langsung mendahuluinya dan tidak dipakai jika telah ada catatan kaki lain yang menyelinginya. Pengetikan atau penulisannya diawali dengan huruf kapital, diberi garis bawah, dan dibubuhi tanda titik. Jika referensi kedua berasal dari jilid atau halaman yang lain, dibelakang ibid diberi tanda koma, nomor jilid, dan nomor halaman.

Contoh 3Edgar Johson, Charles Dickens: His Tragedy and Triumph (New York:

Duel, Sloan and Pearce,1952), 1, 24.4Ibid.,5Ibid., halaman 276Ibid., II, 957Ibid., I, 28

Selain ibid, terdapat pula op.cit. Op.cit. merupakan singkatan dari kata Latin opera citatto ‘dalam karya yang telah disebut’. Singkatan ini dipakai langsung jika karya yang disebutkan itu dekat atau baru saja disebutkan. Masing-masing singkatan itu harus diberi garis bawah dan tanda titik. Singkatan ini dapat didahului oleh nama

Page 62: i i - Unsyiah

51Laporan Penelitian

pengarang atau nama panggilan dan singkatan nama buku, disertai dengan nomor halaman.

Contoh 8Satjipto Rahardjo, Hukum Masyarakat dan Pembangunan (Bandung:

Alumni, 1976), halaman 111.9Rahardjo, op.cit., halaman 125

atau

10Kuntjoro Purbopranoto, Hak-hak Asasi Manusia dan Pancasila (Jakarta: Pradjna Paramita, 1975), halaman 100.

11Kuntjoro, Hak-hak Asasi, op.cit., halaman 110.

Loc.cit. juga dipakai dalam penulisan catatan kaki. Loc. cit. merupakan singkatan dari Latin loco citato ‘di tempat atau halaman yang telah disebutkan’. Loc. cit. hanya dipakai untuk merujuk buku yang sama, halaman yang sama, dan untuk catatan kaki yang baru mendahuluinya. Singkatan ini tidak pernah diikuti oleh nomor halaman, dan dalam penulisannya nama panggilan pengarang disebutkan.

Contoh11Franz Magnis-Suseno, Kuasa dan Moral (Jakarta: PT Gramedia, 1986),

halaman, 21,12 Franz Magnis, loc.cit.

Berikut ditampilkan contoh-contoh catatan kaki yang bersumber dari buku, jurnal, majalah, dan surat kabar.

Page 63: i i - Unsyiah

52 Metode Penelitian

Contoh Catatan Kaki yang Satu Pengarang10H.B. Jassin, Surat-surat 1943-1983 (Jakarta, PT Gramedia, 1984),

halaman 61.11Noam Chomsky, Aspects of Theory of Syntax (Cambridge, Mass: MIT

Press, 1965), halaman 53

Contoh Catatan Kaki yang Dua Pengarang12J.M. Sinclair dan R.M. Coulthard, Towards an Analysis of Discourse

(London: Oxford University Press, 1975) hlm. 79.

Contoh Catatan Kaki yang Tiga Pengarang13Agus Sujanto, Halem Lubis, dan Taufik Hadi, Psikologi Kepribadian.

(Jakarta: Penerbit Aksara Baru, 1982), hlm. 120.

CatatanDalam catatan kaki, ketiga nama pengarang harus ditulis, dan tidak boleh disingkat dengan et.al. atau dkk.

Contoh Catatan Kaki yang Lebih dari Tiga Pengarang14Sudjatmoko dkk., An Introduction to Indonesian Historiography (Ithaca:

Cornell University Press, 1975) hlm. 127.

Contoh Catatan Kaki yang dari Lembaga atau Instansi sebagai Penulis15Biro Pusat Statistik, Proyeksi Angkatan Kerja Indonesia Sampai Tahun

2000 (Jakarta: B.P.S., 1982), hlm., 17.

Contoh Catatan Kaki yang dari Karya Terjemahan16James C. Van Horne, Dasar-dasar Manajemen Keuangan, Alih

Bahasa oleh Junius Tirok M.B.A. (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1983), hlm., 100.

Page 64: i i - Unsyiah

53Laporan Penelitian

Contoh Catatan Kaki yang dari Artikel dalam Jurnal dan Majalah17S. Takdir Alisyahbana, “Merayakan Hari Raya yang Penting dalam

Sejarah Kebangsaan”, Ilmu dan Budaya, No. 9 (Juni 1986), 641-645.

Catatan(1) Hilangkan singkatan volume dan halaman (v. dan hlm.) jika dalam

catatan kaki rujukan atau referensi dikutip pula dari halaman rujukan yang sama. Nomor urut volume dan halaman ditulis dengan angka Arab dan untuk membedakan nomor volume dan halaman, nomor volume diletakkan pada urutan pertama dan urutan halaman ditulis pada urutan kedua. Keduanya dipisahkan dengan tanda koma.

(2) Jurnal dan majalah biasanya diterbitkan mingguan, bulanan, dua bulanan, dan tiga bulanan. Catatlah nomor volume langsung setelah nama jurnal dan majalah. Bulan dan tahun diletakkan dalam tanda kurung setelah nomor volume.

Contoh Catatan Kaki yang dari Artikel dalam Sebuah Antologi18David Riesman, “Character and Society,” Toward Liberal Education,

eds. Louis G. Locke, William M. Gibson, and George Arms (New York, 1962), hal. 572-573).

Dalam catatan catatan kaki di atas judul artikel dan judul buku harus dimasukkan; begitu pula nama penulis dan editornya.

Contoh Catatan Kaki yang dari Artikel dalam Ensiklopedi19Robert Ralph Bolgar, “Rhetoric,” Encyclopaedia Britannica (1997),

XIX, 257-260. 20T. Wright, “Language Varieties: Language and Dialect,” Encyclopedia

of Linguistics, Information and Control (Oxford: Pergamon Press Ltd., 1969), hal. 243-251

21”Vaccination,” Encyclopaedia Britannica (14 th ed.), XXII, 921-923.

Page 65: i i - Unsyiah

54 Metode Penelitian

Ketiga contoh di atas memperlihatkan cara membuat catatan kaki yang menunjuk kepada artikel yang dibuat dari sebuah ensiklopedi. Catatan kaki yang pertama menunjuk kepada ensiklopedi yang terkenal sehingga penerbit dan tempat terbitnya dapat diabaikan. Catatan kaki kedua mencantumkan tempat dan nama penerbit. Catatan kaki yang ketiga memperlihatkan sebuah artikel ensiklopedi yang tidak ada nama penulisnya.

Contoh Catatan Kaki yang dari Surat Kabar22Juwono Sudarsono “Asean: Pembangunan Ekonomi dan Masalah

Pertanian”, Kompas, 20 Mei 1983, hlm., 4-5.

Dalam Encyclopaedia Britannica nama-nama pengarang ditulis dengan inisialnya. Untuk mengetahui nama lengkap harus dicari keterangan tentang singkatan-singkatan nama itu pada jilid I dari ensiklopedi. Bila tidak ada nama pengarang, judul artikellah yang didahulukan. Bila dicantumkan penanggalan tanpa tempat terbit dan penerbit, Tahun terbit atau nomor edisi itu ditempatkan dalam kurung sesudah judul ensiklopedi itu.

Untuk rujukan surat kabar kita cukup menyebutkan nama surat kabar dan digarisbawahi. Jika ada nama penulis atau pengarang artikel, nama penulis atau pengarang diterakan, dan rujukan surat kabar itu dimulai dengan judul artikel, tajuk rencana, fokus, dan surat pembaca. Jika nama surat kabar tersebut belum dikenal dan belum diketahui nama kota penerbit, sebaiknya nama kota disebutkan di dalam kurung, misalnya Pikiran Rakyat (Bandung).

1.6 Bahan dan PerwajahanKertas yang digunakan untuk mencetak karya ilmiah adalah kertas HVS yang berukuran kuarto (21,5 cm x 28 cm). Kulit (sampul) karya ilmiah, baik makalah maupun laporan penelitian, digunakan karton manila. Khusus makalah, pada sampul depan biasanya digunakan kertas transparan (mika) dan dijilid dengan pita isolasi.

Page 66: i i - Unsyiah

55Laporan Penelitian

Dalam penulisan teks makalah dan laporan penelitian lazimnya tipe huruf yang digunakan adalah Times New Roman ukuran 12. Pengetikan dilakukan pada satu muka kertas, berjarak spasi 2, dan di-setting serapi mungkin dengan memperhatikan lebar margin-margin (pias) tertentu untuk keperluan penjilidan. Jarak spasi antara tajuk dan uraian atau jarak antara tajuk bab dan subbab adalah 4 spasi, sedangkan jarak spasi antara subbab dan uraian adalah 2. Jarak antara baris terakhir teks uraian dan subbab berikutnya adalah 3 spasi. Demikian juga jarak antara teks uraian dan tabel, bagan, diagram, denah, atau gambar.

Berdasarkan ketentuan yang berlaku setting margin karya ilmiah yang berupa makalah dan laporan penelitian adalah sebagai berikut: (1) pias atas 3 cm, (2) pias bawah 3,5 cm, (3) pias kiri 4 cm, dan (4) pias kanan 2,5.

Halaman judul, halaman lembar pengesahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, dan daftar lambang diberi nomor halaman angka Romawi kecil. Khusus halaman judul dan halaman lembar pengesahan nomor halamannya tidak diterakan. Halaman pendahuluan sampai dengan lampiran diberi nomor halaman angka Arab. Letak nomor halaman berada pada bagian atas-kanan berjarak spasi 2 dari margin atas tersebut dan lurus margin kanan. Pada halaman bertajuk, seperti abstrak, kata pengantar, dan daftar isi, nomor halaman diletakkan di bagian bawah-tengah berjarak spasi 2 dari margin bawah. Selanjutnya, untuk penomoran bab digunakan angka Romawi besar, sedangkan subbab atau subsubbab berikutnya digunakan angka Arab dengan sistem digital. Nomor subsubbab berkorespondensi dengan nomor subbab, nomor subbab berkorespondensi dengan nomor bab. Pembagian subbab dibatasi sampai empat digit. Setiap nomor berdigit tersebut digarisbawahi atau dicetak tebal dan dimunculkan dalam daftar isi.

Halaman yang bertajuk, misalnya, abstrak, kata pengantar, daftar isi, pendahuluan, bab-bab isi, daftar pustaka, dan lampiran karya ilmiah yang berupa laporan penelitian penempatannya pada halaman baru. Dalam hal ini jarak antara bab enam spasi. Kata bab ditulis dengan huruf kapital semua dan nomor bab ditulis dengan angka Romawi besar pada jarak

Page 67: i i - Unsyiah

56 Metode Penelitian

lebih kurang sepuluh cm dari margin atas atau turun sepertiga halaman teks. Kata bab itu terletak di tengah sehingga jarak dari margin kiri dan margin kanan ke kata bab itu sama. Berkaitan dengan tata letak, lebih jelas perhatikan ilustrasinya pada bagian lampiran!

2. RingkasanIstilah karya ilmiah mengacu kepada karya tulis yang menyusunan dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Dilihat dari panjang pendeknya atau kedalaman uraian, karya ilmiah dibedakan atas makalah paper) dan laporan penelitian.

3. LatihanBalai Bahasa Banda Aceh memiliki dana Rp100.000.000.000,00 untuk suatu penelitian dengan topik analisis kesalahan penulisan bahasa Indonesia pada media luar ruang di Kota Banda Aceh. Anda dipercayakan untuk melakukan penelitian tentang topik tersebut, yang menurut Anda aspek kesalahan yang terjadi berkaitan dengan (a) EYD, (b) diksi, (c) kalimat. Lakukanlah penelitian tersebut dengan objeknya adalah data kesalahan penulisan bahasa Indonesia pada media luar ruang (papan nama ruko/instansi, spanduk, dan baleho) di jalan-jalan utama Kota Banda Aceh. Tugas ini dikerjakan secara berkelompok dalam waktu dua minggu.

Page 68: i i - Unsyiah

57Penelitian Tindakan Kelas

BAB IV PENELITIAN TINDAKAN KELAS

1. Uraian Materi1.1 Konsep Dasar Penelitian Tindakan KelasBerbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu pendekatan pemecahan berbagai permasalahan tersebut adalah pemanfaatan penelitian pendidikan, yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Ada beberapa sebab kurang berdampaknya langsung PTK dalam peningkatan kualitas di sekolah. Pertama, penelitian-penelitian tersebut umumnya dilakukan oleh peneliti, baik peneliti di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) maupun di lembaga penelitian yang mandiri. Oleh karena itu, meskipun sering kali kelas digunakan sebagai sarana penelitian, permasalahan yang diteliti kurang dihayati oleh guru. Akibatnya, para guru tidak terlibat dalam pembentukan pengetahuan yang merupakan hasil penelitian. Kedua, penyebarluasan hasil penelitian ke kalangan praktisi di lapangan memakan waktu yang sangat panjang. Publikasi hasil-hasil penelitian melalui berbagai jurnal ilmiah memakan waktu relatif lama.

Berdasarkan pertimbangan sebagai perkembangan dewasa ini, dirasa perlu memberikan kesempatan kepada para dosen. LPTK dan guru untuk merancang dan melaksanakan penelitian pendidikan bersama. Sasaran penelitian dapat diambil dari berbagai permasalahan dalam pembelajaran

Page 69: i i - Unsyiah

58 Metode Penelitian

yang menjadi perhatian guru dan sekolah yang dapat digunakan sebagai titik-titik pelaksanaan dan prakarsa PTK. Dengan demikian diharapkan para dosen LPTK dan guru dapat memperbaiki atau meninggalkan mutu pembelajaran mereka.

1.1.1 Pengertian PTKSalah satu upaya peningkatan kinerja dan profesionalitas guru dilaksanakan melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau sering disebut Classroom Action Research atau Colaborative Action Research (CAR). Kegiatan ini dilaksanakan oleh guru dengan asumsi bahwa permasalahan dalam pembelajaran sering terjadi dan mengganggu pencapaian target hasil belajar. Permasalahan itu dapat diketahui dan dipecahkan dengan PTK, antara lain, memodivikasi bagian-bagian atau langkah-langkah tertentu dari pembelajaran yang sedang dilaksanakan.

PTK atau CAR saat ini sedang berkembang dengan pesat di negara-negara maju seperti Inggris, Amerika, Australia, dan Kanada. Para ahli penelitian pendidikan akhir-akhir ini menaruh perhatian yang cukup besar terhadap PTK. Kecendrungan baru ini mengemuka karena jenis penelitian ini mampu menawarkan pendekatan dan prosedur baru yang lebih memberi dampak langsung dalam bentuk perbaikan dan peningkatan profesionalisme guru dalam mengelola pembelajaran di kelas atau mengimplementasikan berbagai program di sekolahnya dengan mengkaji berbagai indikator keberhasilan proses dan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa atau keberhasilan proses atau hasil implementasi berbagai program sekolah.

PTK dapat didefenisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat repleksif (oleh pelaku tindakan), yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dan tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan itu, dan memperbaiki kondisi tempat praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut praktik dilaksanakan

Page 70: i i - Unsyiah

59Penelitian Tindakan Kelas

dalam bentuk proses pengkajian berdaur (cleticol) yang terdiri atas empat tahap, yaitu merencanakan, melakukan tindakan, mengamati, dan merefeksi.

Setelah itu, biasanya muncul permasalahan atau pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian sehingga pada akhirnya perlu dilakukan perencanaan, tindakan, pengamatan ulang, serta refleksi. Tahap kegiatan ini terus berulang sampai dengan permasalahan dapat teratasi. Setelah itu, muncul lagi permasalahan lain yang juga harus diperlakukan serupa. Konsep PTK dapat dipahami melalui jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut: (1) Apakah PTK itu? (2) Mengapa dosen LPTK atau guru melakukan PTK? (3) Siapa saja yang biasanya terlibat dalam PTK. (4) Kondisi bagaimana yang berdampak menggalakkan kebiasaan

melaksanakan PTK secara kolaboratif antara guru dan dosen LPTK? (5) Bagaimana langkah pertama dalam pelaksanaan PTK secara

kolaboratif?

Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memberi indikasi mengenai makna dan prosedur pelaksanaan PTK melalui pendekatan kemitraan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

1.1.2 Karakteristik PTKBerdasarkan apa yang telah dikemukakan di atas, dapat dicermati bahwa karakteristik PTK berbeda dengan penelitian formal. Karakteristik tersebut, antara lain, adalah sebagai berikut:

1.1.2.1 An Inquiry on Practice from WhithinPTK berawal dari permasalahan praktis yang dihadapi guru dalam pelaksanaan tugas mengajar sehari-hari dalam kegiatan pembelajaran. Dengan perkataan lain, PTK bersifat practice driven dan action driven dalam arti bahwa PTK bertujuan memperbaiki praktik secara langsung. Hal tersebut berarti bahwa PTK memusatkan perhatian kepada permasalahan

Page 71: i i - Unsyiah

60 Metode Penelitian

yang spesifik dan kontekstual sehingga tidak terlalu menghiraukan kerepresentatifan sampel. PTK tidak bertujuan menemukan pengetahuan baru yang dapat diterapkan secara luas, tetapi lebih kepada perbaikan proses pembelajaran di kelas.

Berbeda dengan pelatihan formal, PTK menerapkan metodologi yang bersifat lebih longgar; tidak terlalu memperhatikan pembukuan instrumentasi, tetapi sebagai kajian yang taat asas (disiplin ediriauiry). Pengurupulan data dilakukan dengan menekankan pada objektivitas. Dalam hal ini impersialitas dipegang teguh sebagai acuan dalam analisis serta interpretasi data.

Dalam pada itu, peran dosen LPTK pada tahapan awal pemantul gagasan bagi guru yang sedang menghadapi permasalahan dalam pelaksanaan tugasnya, serta membantu mengemukakan permasalahan tersebut sehingga dapat dijajaki tindakan pengatasannya melalui PTK.

1.1.2.2 A Collaborative Effort Between School Teachers and Teacher EducatorsCiri kolaboratif ini harus secara konsisten tertampilkan sebagai kerja sama kesejawatan dalam keseluruhan tahapan penyelenggara PTK, yaitu identifikasi permasalahan serta diagnosis keadaan, perancangan tindakan perbaikan, pengumpulan serta analisis data, refleksi mengenai temuan, dan penyusunan laporan. Manfaat besar yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan PTK secara efektif adalah terbangunnya mekanisme serta tradisi interaksi kesejawatan antara dosen LPTK dan sekolah.

1.1.2.3 A Reflective Practice, Made PublicKeseluruhan proses pemantauan dan perbaikan kinerja dilakukan dengan mengacu kepada kaidah-kaidah penelitian ilmiah seperti telah ditemukan di atas meskipun dengan menggunakan paradigma yang berbeda dari yang lazim diberlakukan dalam penelitian formal, khususnya paradigma positivistik yang sangat kental dengan wacana kajian eksperimental,

Page 72: i i - Unsyiah

61Penelitian Tindakan Kelas

sementara penyebarluasan laporannya dilakukan sebagai bagian dari interaksi serta titik kesejawatan (peer review) yang kondusif bagi pertumbuhan profesional.

1.1.3 PTK Versus Penelitian FormalPTK termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif. PTK berbeda dengan penelitian formal. Penelitian formal bertujuan menguji hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum. PTK lebih terfokus pada perbaikan kinerja, bersifat kontekstual, dan hasilnya spesifik. Perbedaan antara PTK dan penelitian formal dimatrikkan sebagai berikut.

Penelitian Formal PTKdilakukan oleh orang luar dilakukan oleh guru atau dosensampel harus representatif kerepresentatifan sampel tidak

diper-hatikan instrumen harus valid dan re-liabel

instrumen yang valid dan relia-bel tidak diperhatikan

menuntut penggunaan analisis statistik

tidak menggunakan analisis sta-tistik yang rumit

mempersyaratkan hipotesis tidak selalu menggunakan hipo-tesis

mengembangkan teori tidak mengembangkan teoritidak memperbaiki praktik pembel-ajaran secara langsung

memperbaiki praktik pembelaja-ra se-cara langsung

hasil penelitian merupakan produk ilmu

hasil penelitian merupakan pro-duk il-mu, terutama prosesnya

Sebelum dibicarakan lebih lanjut mengenai PTK, ada baiknya

kita cermati perbandingan antara penelitian deskriptif dan penelitian eksperimen. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang fenomena yang diteliti, misalnya kondisi

Page 73: i i - Unsyiah

62 Metode Penelitian

sesuatu atau kejadian, disertai dengan informasi tentang faktor penyebab sehingga mungkin muncul kejadian yang dideskripsikan secara rinci, urut, dan objektif. Penelitian eksperimen dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang akibat dari adanya suatu treatment atau perlakuan. Penelitian eksperimen dilakukan untuk mengetes suatu hipotesis yang dilandasi dengan asumsi yang kuat akan adanya hubungan sebab-akibat antara dua variabel. Setelah diketahui, misalnya model pembelajaran mana yang lebih baik memberikan hasil, peneliti diharapkan mempunyai niat untuk melanjutkan hasil tersebut dengan penelitian yang lebih intensif dalam bentuk penelitian tindakan (Arikunto, 2006:26).

Jika dibandingkan dengan kedua penelitian tersebut, penelitian tindakan tidak lagi mengetes sebuah perlakuan, tetapi sudah memiliki kemantapan akan ampuhnya suatu perlakuan. Lebih lanjut, dalam PTK peneliti langsung menerapkan perlakuan tersebut dengan hati-hati sambil mengikuti setiap langkah dari proses serta dampak perlakuan dimaksud. Dengan demikian, PTK dapat dipandang sebagai tindak lanjut dari penelitian deskriptif atau penelitian eksperimen. Perbedaannya adalah PTK tidak mengenal populasi dan sampel karena hasilnya tidak dimaksudkan untuk membuat sebuah generalisasi. Dengan perkataan lain, hasil PTK hanya berlaku bagi kasus yang diteliti.

1.1.4 Prinsip Dasar PTKHopkins (dalam Depdikbud, 1999:12-14) mengemukakan bahwa terdapat 6 prinsip dasar PTK, yaitu sebagai berikut:(1) Pekerjaan utama guru adalah mengajar, dan apa pun metode PTK

yang kebutulan diterapkannya, seyogianya tidak berdampak pada mengganggu komitmennya sebagai pengajar.

(2) Metode pengurupulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang menggangu proses pembelajaran. Dengan perkataan lain, sejauh mungkin harus digunakan prosedur pengurupulan data yang dapat ditangani sendiri oleh guru sementara ia aktif berfungsi sebagai guru yang bertugas secara penuh.

Page 74: i i - Unsyiah

63Penelitian Tindakan Kelas

(3) Metodologi yang digunakan harus cukup reliabel sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang dikemukakannya.

(4) Masalah penelitian yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukannya, dan bertolak dari tanggung jawab profesionalnya, guru sendiri memiliki komitmen terhadap pengatasannya.

(5) Dalam menyelenggarakan PTK guru harus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian yang tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya.

(6) Meskipun kelas merupakan cakupan tanggung jawab seorang guru, dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan classroom exceeding perspective dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas atau mata pelajaran tertentu, tetapi dalam perspektif misi sekolah secara keseluruhan.

1.1.5 Tujuan dan Luaran PTKTujuan utama PTK adalah memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di dalam kelas. Meskipun demikian, kegiatan penelitian ini tidak hanya bertujuan memecahkan masalah, tetapi juga mencari jawaban ilmiah mengapa hal tersebut dapat dipecahkan dengan tindakan. PTK juga bertujuan meningkatkan kegiatan nyata guru dalam pengembangan profesionalnya.

Dapat dikatakan bahwa pada dasarnya PTK bertujuan memperbaiki berbagai persoalan nyata dan praktis dalam peningkatan mutu pembelajaran di kelas yang dialami langsung dalam interaksi antara guru dan siswa yang sedang belajar. Secara lebih rinci, PTK, antara lain, bertujuan sebagai berikut: (1) meningkatkan mutu isi, masukan, proses, serta hasil pendidikan dan

pembelajaran di sekolah;

Page 75: i i - Unsyiah

64 Metode Penelitian

(2) membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan luar kelas;

(3) meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan;(4) menumbuhkembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah

sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable).

Berkaitan dengan hal tersebut, luaran yang diharapkan dapat dihasilkan dari PTK adalah peningkatan atau perbaikan mutu proses dan hasil pembelajaran, antara lain, meliputi hal-hal berikut: (1) peningkatan atau perbaikan kinerja belajar siswa di sekolah, (2) peningkatan atau perbaikan mutu proses pembelajaran di kelas, (3) peningkatan atau perbaikan kualitas penggunaan media, alat bantu, dan sumber belajar lainnya, (4) peningkatan atau perbaikan kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa, (5) peningkatan atau perbaikan masalah pendidikan anak di sekolah; (6) peningkatan dan perbaikan terhadap kualitas penerapan kurikulurn dan pengembangan kompetensi siswa di sekolah.

1.1.6 Prosedur Pelaksanaan PTK 1.1.6.1 PengantarPTK merupakan proses pengkajian melalui sistem berdaur dari berbagai kegiatan pembelajaran. Dengan menggunakan kerangka berpikir sebagaimana dikemukakan Joni (1998) terdapat lima tahapan pelaksanaan PTK, termasuk tahap awal, berupa proses penghayatan mengenai adanya permasalahan yang perlu mendapat penanganan. Dalam kenyataannya tahap-tahap tersebut merupakan titik-titik semacam estafet yang terdapat dalam suatu siklus. Adapun tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:(1) penetapan fokus masalah penelitian;(2) perencanaan tindakan perbaikan;(3) pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi, dan interpretasi;

Page 76: i i - Unsyiah

65Penelitian Tindakan Kelas

(4) analisis dan refleksi;(5) perencanaan tindak lanjut.

Dalam pelaksanaannya, PTK diawali dengan kesadaran akan adanya permasalahan yang dirasakan mengganggu, yang dianggap menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga ditengarai telah berdampak kurang baik terhadap proses dan hasil belajar siswa serta implementasi program sekolah. Bertolak dari kesadaran akan adanya permasalahan tersebut, yang besar kemungkinan masih tergambarkan secara kabur, guru, baik sendiri maupun dalam kolaborasi dengan dosen LPTK yang menjadi mitranya; kemudian menetapkan fokus permasalahan secara lebih tajam, jika perlu dengan mengumpulkan tambahan data lapangan secara lebih sistematis dan melakukan kajian pustaka yang relevan.

Pada gilirannya, dengan perumusan masalah secara lebih tajam itu dapat dilakukan diagnosis kemungkinan-kemungkinan penyebab permasalahan secara lebih cermat sehingga terbuka peluang untuk menjajagi alternatif-alternatif tindakan perbaikan yang diperlukan. Alternatif pengatasan permasalahan yang dinilai terbaik, kemudian diterjemahkan menjadi program tindakan perbaikan yang akan dicobakan. Hasil pencobaan tindakan perbaikan itu dinilai dan direfleksikan dengan mengacu kepada kriteria-kriteria perbaikan yang dikehendaki yang telah ditetapkan sebelumnya.

1.1.6.2 Penetapan Fokus Masalah Penelitian1.1.6.2.1 Merasakan Adanya MasalahSuyanto (dalam Depdikbud, 1999:28) mengemukakan bahwa manakala guru merasa puas terhadap apa yang ia lakukan dalam proses pembelajaran di kelasnya, meskipun sebenarnya terdapat banyak hambatan yang dialami dalam pengelolaan proses pembelajaran, sulit kiranya bagi guru untuk memanculkan pertanyaan seperti tersebut yang kemudian dapat memicu untuk memulainya. Oleh sebab itu, seorang guru dituntut keberaniannya untuk mengatakan secara jujur, khususnya kepada dirinya

Page 77: i i - Unsyiah

66 Metode Penelitian

sendiri mengenai sisi-sisi lemah yang masih terdapat dalam implementasi program pembelajaran yang dikelolanya. Dengan perkataan lain, guru harus mampu merefleksi apa saja yang telah dilakukan dalam proses pembelajaran dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah yang mungkin ada. Dalam perenungan itu terbuka peluang bagi guru untuk menemukan kelemahan-kelemahan praktik pembelajaran yang selama ini selalu dilakukannya secara tanpa disadari. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan secara optimal PTK bagi proses perbaikan pembelajaran guru perlu memulainya sedini mungkin begitu ia merasakan adanya persoalan-persoalan dalam proses pembelajaran.

Dapat dikatakan bahwa permasalahan yang diangkat dalam PTK harus benar-benar merupakan masalah yang dihayati oleh guru dalam praktik pembelajaran yang dikelolanya, bukan permasalahan yang disarankan, apalagi ditentukan oleh pihak luar. Permasalahan dapat bersumber dari siswa, guru, bahan ajar, kurikulum, interaksi pembelajaran, dan hasil belajar siswa.

1.1.6.2.2 Identifikasi Masalah PTKSebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa penerapan arah PTK berangkat dari diagnosis terhadap keadaan yang bersifat umum. Guru juga bisa memicu proses penemuan permasalahan tersebut dengan bertolak dari gagasan-gagasan yang masih bersifat umum mengenai keadaan yang perlu diperbaiki. Hopkins (dalam Depdikbud, 1999:29) mengemukakan bahwa untuk mendorong pikiran-pikiran dalam mengembangkan fokus PTK kita dapat bertanya kepada diri sendiri, antara lain, dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:(a) Apa yang sedang terjadi sekarang?(b) Apakah yang terjadi itu mengandung permasalahan?(c) Apa yang bisa saya lakukan untuk mengatasinya?

Bila pertanyaan tersebut telah ada di dalam pikiran guru sebagai peneliti PTK, langkah berikutnya dapat dilanjutkan dengan mengembangkan beberapa pertanyaan berikut:

Page 78: i i - Unsyiah

67Penelitian Tindakan Kelas

(a) Saya berkeinginan memperbaiki…(b) Berapa orangkah yang kurang merasa puas tentang…(c) Saya dibingungkan oleh…(d) Saya memilih untuk mengujicobakan di kelas saya gagasan tentang…(e) dst.

1.1.6.2.3 Analisis MasalahAbimanyu (dalam Depdikbud, 1999:30) mengatakan bahwa arahan yang perlu diperhatikan dalam pemilihan permasalahan PTK adalah sebagai berikut:(1) Pilih permasalahan yang dirasa penting oleh guru sendiri dari muridnya

atau topik yang melibatkan guru dalam serangkaian aktivitas yang memang diprogaramkan sekolah!

(2) Jangan memilih masalah yang berada di luar kemampuan dan/atau kekuasaan guru untuk mengatasinya!

(3) Pilih dan tetapkan permasalahan yang skalanya cukup kecil dan terbatas!(4) Usahakan untuk bekerja secara kolaboratif dalam pengembangan

fokus penelitian!(5) Kaitkan PTK yang akan dilakukan dengan prioritas-prioritas yang

ditetapkan dalam rencana pengembangan sekolah!

1.1.6.2.4 Perumusan MasalahSetelah teridentifikasi secara baik, langkah berikutnya yang perlu dilakukan oleh peneliti adalah merumuskan permasalahan tersebut secara terukur, spesifik, dan operasional. Hal tersebut dilakukan demi menetapkan tindakan perbaikan solusi perlu dilakukan, data yang perlu dikumpulkan, prosedur perekamannya, cara menginterpretasikan, dan proses dan hasilnya. Di samping itu, penetapan tindakan perbaikan yang akan dicobakan itu juga memberikan arahan kepada guru untuk melakukan berbagai persiapan, termasuk yang berbentuk latihan guna meningkatkan keterampilan melakukan tindakan perbaikan yang dimaksud. Perlu

Page 79: i i - Unsyiah

68 Metode Penelitian

ditegaskan kembali bahwa saat pelaksanaan PTK, selain sebagai pelaksana penelitian, juga berperan sebagai aktor pelaksana tindakan perbaikan.

1.1.6.3 Perencanaan Tindakan1.1.6.3.1 Formulasi Solusi dalam Bentuk Hipotesis TindakanAlternatif tindakan perbaikan dapat juga diidentifikasi sebagai hipotesis, yaitu dugaan tentang suatu perbaikan yang akan dilakukan. Contohnya, bila pembiasaan membaca siswa ditingkatkan melalui penugasan mencari kata atau istilah asing, kosakata akan meningkat pada capaian rata-rata 10% setiap bulan. Berdasarkan ilustrasi tersebut, dapat dikatakan bahwa hipotesis tindakan adalah tindakan yang diprediksikan dapat memecahkan persoalan yang hendak diatasi.

Redaksi hipotesis tindakan PTK tidak sama dengan redaksi hipotesis penelitian formal lainnya. Dalam hipotesis penelitian formal terdapat adanya hubungan atau pengaruh dua variabel atau lebih, sedangkan dalam hipotesis tindakan tidak demikian, tetapi menyatakan sesuatu seperti pernyataan berikut, “Kita percaya tindakan kita akan menjadi suatu solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang diteliti”, atau ”Pelibatan orang tua dalam perencanaan kegiatan akademik sekolah akan berdampak pada peningkatan perhatian mereka terhadap penyelesaian tugas siswa di rumah’.

Terkait dengan hal ini, Soedarsono (dalam Depdikbud, 1999:33) menerangkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merumuskan hipotesis tindakan, yaitu sebagai berikut:(1) Rumuskan alternatif tindakan perbaikan berdasarkan hasil kajian.

Artinya, alternatif tindakan perbaikan hendaknya mempunyai landasan yang mantap secara konseptual.

(2) Setiap alternatif tindakan perbaikan yang dipertimbangkan perlu dikaji ulang dan dievaluasi segi relevansinya dengan tujuan, kelaikan teknis serta keterlaksanaannya. Di samping itu, perlu juga ditetapkan cara penilaiannya sehingga dapat memfasilitasi pengumpulan serta analisis data secara cepat dan tepat selama program perbaikan tindakan

Page 80: i i - Unsyiah

69Penelitian Tindakan Kelas

perbaikan itu diimplementasikan.(3) Pilih alternatif tindakan serta prosedur implementasi yang dinilai

paling menjanjikan hasil optimal, namun masih tetap ada dalam jangkauan kemampuan guru untuk melakukannya dalam kondisi dan situasi sekolah yang aktual.

(4) Pikirkan dengan saksama perubahan-perubahan yang secara implisit dijanjikan melalui hipotesis tindakan itu, baik yang berupa proses dan hasil belajar siswa maupun teknik mengajar guru.

1.1.6.3.2 Analisis Kelaikan Hipotesis TindakanSetelah diperoleh gambaran awal mengenai hipotesis tindakan, perlu dilakukan pengkajian terhadap kelaikan masing-masing hipotesis tindakan itu dari segi jarak yang terdapat antara situasi riil dan situasi ideal yang dijadikan rujukan. Hal ini dilakukan atas pertimbangan bahwa jika terdapat jarak yang terlalu jauh antara keduanya, sehingga dalam praktik akan terlalu sulit untuk mengupayakan perwujudannya, tindakan yang dilakukan tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Oleh karena itu, sebagai aktor PTK guru hendaknya cukup realistis dalam menghadapi kenyataan dunia sekolah tempat ia melaksanakan tugasnya.

Hipotesis tindakan harus dapat diuji secara empirik. Artinya, baik proses implementasi tindakan yang dilakukan maupun dampak yang diakibatkannya dapat teramati oleh peneliti. Sebagian gejala-gejala yang dapat diamati itu dapat dinyatakan dalam angka-angka dan sebahagian lagi dapat diperikan secara kualitatif. Namun, yang paling penting adalah gejala-gejala tersebut harus dapat diverifikasi oleh pengamat lain jika diperlukan.

Dalam pada itu, untuk melakukan tindakan agar menghasilkan sesuatu sebagaimana diharapkan, diperlukan pengkajian terkait dengan kelayakan hipotesis tindakan terlebih dahulu. Berkaitan dengan hal ini, Soedarsono (dalam Depdikbud, 1999:34) mengemukakan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam mengkaji kelayakan hipotesis tindakan, yaitu berikut:

Page 81: i i - Unsyiah

70 Metode Penelitian

(1) Implementasi suatu PTK akan berhasil apabila didukung oleh kemampuan dan komitmen guru sebagai peneliti PTK. Di pihak lain, pelaksanaan PTK kadang-kadang masih diperlukan peningkatan kemampuan guru melalui berbagai bentuk pelatihan sebagai komponen penunjang. Selanjutnya, selain persyaratan kemampuan, keberhasilan pelaksanaan PTK juga ditentukan oleh adanya komitmen guru yang merasa tergugah melakukan tindakan perbaikan. Artinya, PTK dilakukan bukan atas dasar ditugaskan oleh atasan atau didorong oleh keinginan untuk memperoleh imbalan finansial.

(2) Kemampuan siswa juga perlu diperhitungkan, baik dari segi fisik, psikologi, maupun sosial budaya serta etik. PTK seyogyanya tidak dilaksanakan apabila diduga akan berdampak merugikan siswa.

(3) Fasilitas dan sarana pendukung yang tersedia di kelas atau sekolah juga perlu diperhitungkan, sebab pelaksanaan PTK dengan mudah dapat tersabotase oleh kekurangan dukungan fasilitas penyelenggaraan. Oleh karena itu, demi keberhasilan PTK guru dan mitranya dituntut untuk dapat mengusahakan fasilitas dan sarana yang diperlukan.

(4) Selain kemampuan siswa sebagai perseorangan, keberhasilan PTK juga sangat tergantung pada iklim belajar di kelas atau sekolah. Namun, pertimbangan ini tentu tidak dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk mempertahankan statuskuo. Perbaikan iklim belajar di kelas dan di sekolah memang justru dapat dijadikan sebagai salah satu sasaran PTK.

(5) Karena sekolah juga merupakan sebuah organisasi, selain iklim belajar, iklim kerja sekolah juga menentukan keberhasilan penyelenggaraan PTK. Dukungan dari kepala sekolah serta rekan sejawat guru dapat memperbesar peluang keberhasilan PTK.

1.1.6.3.3 Persiapan TindakanSebelum sampai pada tahap pelaksanaan penelitian, peneliti hendaknya merencakan persiapan-persiapan yang matang sehingga semua hal yang direncanakan dapat dikendalikan secara maksimal. Untuk itu, Soedarsono

Page 82: i i - Unsyiah

71Penelitian Tindakan Kelas

(dalam Depdikbud, 1999), lebih lanjut mengemukakan bahwa yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut:(1) membuat skenario pembelajaran yang berisi langkah-langkah yang

dilakukan guru di samping bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka implementasi tindakan perbaikan yang telah direncanakan;

(2) mempersiapkan fasilitas dan saran pendukung yang diperlukan di kelas, seperti gambar-gambar dan alat-alat peraga;

(3) mempersiapkan cara merekam dan menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan perbaikan, jika perlu juga dalam bentuk pelatihan-pelatihan.

(4) Melakukan simulasi pelaksanaan tindakan perbaikan untuk menguji keterlaksanaan rancangan sehingga dapat menumbuhkan serta mempertebal kepercayaan diri dalam pelaksanaan yang sebenarnya.

(5) Sebagai peneliti PTK, guru harus terbebas dari rasa takut gagal dan takut berbuat kesalahan.

1.1.6.4 Pelaksanaan Tindakan dan Observasi-InterpretasiPTK dilakukan oleh seorang guru atas prakarsanya sendiri, meskipun juga terbuka peluang dilakukan secara kolaborasi. Hal ini berarti bahwa observasi yang dilakukan oleh guru sebagai peneliti tidak dapat digantikan oleh pengamat luar atau oleh sarana perekam. Artinya, penyaturagaan implementasi tindakan dan obsertvasi interpretasi proses dan hasil implementasi tindakan tersebut terjadi tidak lebih dan tidak kurang karena keduanya merupakan bahagian yang tidak terpisahkan dalam tindakan alamiah pembelajaran. Kekhasannya adalah bahwa dalam konteks PTK kedua kegiatan dilakukan dengan tingkat kesadaran serta eksplisitasi yang lebih tinggi, seringkali melibatkan sejawat dan mitra di samping berbagai peralatan pembantu rekam yang lazimnya tidak digunakan dalam konteks pembelajaran sehari-hari.

Akhirnya, agar tidak menimbulkan kerancuan, Hopkins (dalam Depdikbud, 1999:36) secara eksplisit menegaskan bahwa paparan mengenai observasi kelas itu ditampilkannya bukan semata-mata dalam

Page 83: i i - Unsyiah

72 Metode Penelitian

kontek PTK, melainkan dalam konteks pengembangan guru dan sekolah yang lebih luas sehingga juga melibatkan supervisor.

Sebaliknya, dalam penyelenggaraan PTK yang diprogrmkan, baik melalui PPGSD maupun PPGSM, fokus ditempatkan pada pemanfaatan peluang bagi para dosen LPTK dan guru SD/SM sebagai mitranya, terutama untuk mengakrabi PTK sebagai mekanisme perbaikan yang efektif. Oleh karena itu, dampak perbaikan yang diperoleh apabila memang telah terwujud, harus dilihat lebih sebagai semacam keuntungan tambahan, bukan sebagai misi yang harus ditambahkan pada tahap pelatihan dan pengakraban ini. Ini juga berarti bahwa para dosen LPTK yang berperan sebagai mitra dalam PTK perlu diingatkan agar tidak serta-merta menempatkan diri sebagai supervisor dalam arti yang lebih mapan itu gara-gara kurang cermat memahami pesan yang dikemukakan oleh Hopskin tersebut. Sebaliknya, para dosen LPTK tersebut justru harus menempatkan diri juga sebagai pihak yang masih perlu mengakrabi PTK di samping mengakrabi lapangan. Dengan perkataan lain, para dosen LPTK yang menjadi peneliti PTK bukan merupakan pihak senior yang ada pada posisi untuk membina guru SD, baik dalam PTK maupun dalam peningkatan mutu pembelajaran di SD. Oleh karena itu, sebagaimana halnya apabila guru bermitra dengan sesama guru, dalam proses observasi dalam rangka PTK, hubungan kerja antara guru SD sebagai aktor PTK dan dosen LPTK mitra PTK adalah hubungan kesejawatan yang setara. Maksudnya, meskipun kerangka observasi yang dirujuk pada awalnya memang dirancang untuk supervisi klinis yang sangat produktif digunakan dalam menata hubungan antara guru pamong/dosen pembimbing dan praktikan dalam proses pembimbingan PPL, namun dalam konteks PTK para dosen LPTK yang menjadi mitra PTK itu harus selalu waspada menempatkan diri sebagai sejawat yang setara. Artinya, pendekatan kolaboratif harus diterapkan dalam menyiapkan kerangka pikir observasi-interpretasi, menyajikan data hasil observasi, baik yang direkam oleh mitra pengamat maupun oleh guru sebagai pelaku tindakan perbaikan,

Page 84: i i - Unsyiah

73Penelitian Tindakan Kelas

membahas bersama interpretasi dari data tersebut dalam kerangka pikir tindakan perbaikan yang telah diterapkan sebelumnya, dan menyepakati berbagai tindak lanjut yang diperlukan apabila masih ada.

1.1.6.4.1 Pelaksanaan TindakanKegiatan pelaksanaan tindakan perbaikan merupakan tindakan pokok dalam siklus PTK. Pada saat bersamaan kegiatan pelaksanaan juga dibarengi dengan observasi, interpretasi, dan refleksi. Penggabungan pelaksanaan tindakan dengan observasi dan interpretasi perlu dicermati dengan saksama. Observasi dan interpretasi memang lazim dalam konteks supervisi pengajaran. Akan tetapi, PTK bukan supervisi pengajaran meskipun mungkin saja dalam PTK juga tergelar dimensi supervisi pengajaran. Supervisi pengajaran yang berpeluang terjadi adalah supervisi kesejawatan (peer supervision). Berbeda dengan konteks supervisi pada umumnya, yaitu terdapat peran supervisor-supervise dalam tata hubungan yang bersifat subordiriatif. Sebaliknya, dalam konteks PTK terdapat keterlibatan dua pihak yang setara sehingga mekanisme yang digelar lebih menyerupai interaksi kesejawatan (peer to peer).

1.1.6.4.2 Observasi dan InterpretasiKadar interpretasi yang terlibat dalam penelitian dapat direntang mulai dari 0 seperti yang dilakukan dalam kerangka pikir interaction analisis yang dikembangkan oleh Flanders, (dalam Depdikbud, 1999:39) sehingga hanya menghasilkan tiga kategori yang relatif miskin makna, yaitu teacher talk, pupil talk dan silence/confusion. Oleh karena sama sekali tidak disertai interpretasi, pendekatan observasi sebagaimana dikembangkan oleh Flanders itu dinamakan low-inference observation.

Sebaliknya, sesuai dengan hakikat data yang dikehendaki, ada pula observasi yang justru harus dilakukan secara bersamaan dengan interpretasi. Misalnya, interpretasi itu perlu dilakukan pada saat yang bersamaan dengan observasi seperti yang lazim dilakukan dalam

Page 85: i i - Unsyiah

74 Metode Penelitian

mengamati atau mengakses keputusan atau tindakan profesional guru dalam interaksi pembelajaran. Interpretasi tersebut dinamakan high-inference observation.

Pendekatan interpretatif dalam observasi yang dikemukakan belakangan ini, antara lain, digunakan dalam rangka penerapan Alat Penilai Kemampuan Guru (APKG) sebagai piranti pengumpulan data mengenai kinerja calon guru dalam pelaksanaan PPL. Oleh karena itu, perlu dirancang mekanisme perekaman hasil observasi yang tidak mencampuradukkan antara fakta dan interpretasi. Akan tetapi, juga tidak terseret oleh kaidah umum yang secara tanpa kecuali menafikan interpretasi dalam pelaksanaan observasi. Apabila yang terakhir ini dilakukan, sehingga yang direkam hanyalah fakta tanpa interpretasi, akan timbul risiko bahwa makna dan perangkat fakta yang telah diamati itu tidak lagi dapat dibangkitkan secara utuh karena proses erosi yang terjadi dalam ingatan, terlebih jika pengamat adalah juga seorang pelaku tindakan. Dalam hubungan ini, agaknya prosedur perekaman hasil observasi yang telah banyak digunakan dalam penelitian kualitatif dapat dimanfaatkan secara produktif.

Berhubung dengan kandungan teknisnya yang cukup tinggi, beberapa aspek prosedur observasi yang relevan dengan kebutuhan PTK perlu dipaparkan secara lebih rinci.

1.1.6.4.3 Analisis dan RefleksiSalah satu ciri khas profesionalitas adalah dilakukannya pengambilan keputusan ahli sebelum, sementara, dan setelah tindakan layanan ahli dilaksanakan. Dengan bermodalkan kemampuan dan wawasan kependidikan seorang guru membuat rancangan pembelajaran berdasarkan serentetan keputusan situasional dengan menggunakan apa yang telah diketahuinya, seperti tujuan, materi, kesiapan siswa, dan dukungan lingkungan belajar sebagai titik-titik berangkat.

Dengan berpegang teguh pada principles of reaction, guru melakukan diagnosis dan mengambil keputusan secara cepat untuk melakukan

Page 86: i i - Unsyiah

75Penelitian Tindakan Kelas

penyesuaian-penyesuaian (fine-tuning) yang diperlukan saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Berdasarkan apa yang tercapai dan apa yang tidak tercapai dalam suatu episode pembelajaran, serta dipandu dengan kerangka pikir perbaikan yang telah ditetapkan, guru mengidentifikasi sasaran-sasaran perbaikan yang dikehendaki serta menjajaki strategi-strategi perbaikan yang perlu dilakukan.

Agar dapat melakukan pengambilan keputusan secara efektif sebelum, sedang, dan setelah suatu program pembelajaran dilaksanakan, guru, terutama ketika berperan sebagai pelaksana PTK, melakukan refleksi; merenungkan secara intens apa yang telah terjadi dan apa yang tidak terjadi. Mengapa sesuatu itu terjadi atau tidak terjadi. Intensnya refleksi dalam pelaksanaan pekerjaan professional itulah yang diartikan oleh Schon (dalam Depdikbud, 1999:41) dalam karyanya yang berjudul The Reflektive Practioner.

Secara teknis refleksi dilakukan dengan melakukan analisis dan sintesis, di samping induksi dan deduksi. Dengan perkataan lain, refleksi dalam arti metodologi, merupakan upaya membuat deduksi dan induksi. Induksi secara silih berganti secara tepat meskipun tanpa dukungan data yang memenuhi semua persyaratan secara tuntas. Sebaliknya, kecepatan dalam menemukan gagasan-gagasan kunci yang dilandasi oleh refleksi secara akumulatif menampilkan mutu kinerja yang tinggi. Artinya, tindakan yang reflektif terbukti membuahkan berbagai perbaikan praktis yang nyata Natawidjaya, (dalam Depdikbud, 1999:43).

1.1.6.4.4 Analisis DataAnalisis data adalah proses menyeleksi, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksikan, dan mengorganisasikan data secara sistematis dan rasional untuk menampilkan bahan-bahan yang dapat digunakan menjawab tujuan PTK.

Analisis data dilakukan melalui tiga tahap, yaitu reduksi data, paparan data, dan penyimpulan. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang

Page 87: i i - Unsyiah

76 Metode Penelitian

dilakukan melalui seleksi, pemfokusan, dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna. Paparan data adalah proses penampilan data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif, representasi tabulasi, termasuk dalam format matrik, representasi grafis, dan sebagainya. Penyimpulan adalah proses pengambilan intisari dan sajian data yang telah terorganisasi tersebut dalam bentuk pernyataan kalimat atau formulasi yang singkat dan padat, tetapi mengandung pengertian yang luas.

1.1.6.4.5 RefleksiSebagaimana telah dikemukakan di atas, refleksi dalam PTK adalah upaya untuk mengkaji apa yang telah atau tidak terjadi, apa yang telah dihasilkan atau yang belum berhasil dituntaskan dengan tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi itu digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya mencapai tujuan PTK. Dengan perkataan lain, refleksi merupakan pengkajian terhadap keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan.

1.1.6.4.6 Perencanaan Tindak LanjutHasil analisis dan refleksi akan menentukan apakah tindakan yang telah dilaksanakan telah dapat mengatasi masalah atau belum. Jika hasilnya belum memuaskan, perlu dilakukan tindakan perbaikan lanjutan dengan memperbaiki tindakan sebelumnya, bila perlu, dengan menyusun kembali tindakan perbaikan yang betul-betul baru untuk mengatasi masalah yang ada. Dengan perkataan lain, jika masalah yang diteliti belum tuntas, PTK harus dilanjutkan pada siklus kedua dengan prosedur yang sama seperti pada siklus kesatu.

1.1.6.4.7 Refleksi Prosedur ObsevasiAda sejumlah kriteria yang dapat digunakan dalam memilih teknik observasi yang akan digunakan untuk suatu siklus tindakan perbaikan. Adapun kriteria-kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Page 88: i i - Unsyiah

77Penelitian Tindakan Kelas

(1) jenis data yang diperlukan dalam rangka implementasi sesuatau siklus di tengah perbaikan;

(2) indikator-indikator yang relevan yang termanifestasikan dalam bentuk tingkah laku guru dan siswa;

(3) prosedur perekaman data yang paling sesuai;(4) pemanfaatan data dalam analisis dan refleksi.

1.1.6.4.8 InterpretasiSebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, kadar interpretasi dalam observasi dapat direntang mulai dari yang bersifat sepenuhnya mekanistis tanpa interpretasi sehingga dinamakan low-inference observation seperti yang dikembangkan oleh Flanders (dalam Depdikbud, 1999:47). Untuk memetakan kecenderungan pendominasian wacana (discourse) dalam interaksi pembelajaran, akan banyak sisi-sisi kajian lain yang tidak akan tersentuh dengan kajian lain. Untuk keperluan yang terakhir ini diperlukan high-inference observation, yaitu satu observasi yang mempersyaratkan penafsiran secara langsung (instaneous interpretation) dalam perekaman data hasil observasi.

Fakta yang direkam dalam observasi itu langsung diinterpretasikan dengan kerangka pikir tertentu yang diartikulasikan sebagai asas-asas pembelajaran siswa-aktif (learner-centered instruction).

(1) FokusPenetapan fokus yang dimaksud adalah perhatian pengamat, terutama dibatasi pada titik incar pada yang telah ditetapkan itu. Di pihak lain, hal ini tentu tidak dapat diartikan bahwa pengamat akan secara kaku menutup mata dan telinga dan kejadian-kejadian di luar fokus yang justru dianggap memiliki makna atau implikasi penting berkaitan dengan tindakan perbaikan yang sedang dilakukan.

(2) PelaksanaSalah satu format yang merupakan modifikasi catatan lapangan (field notes) yang dapat dimanfaatkan oleh guru yang merangkap fungsi sebagai

Page 89: i i - Unsyiah

78 Metode Penelitian

actor tindakan perbaikan dan pengamat dengan hasil yang menjanjikan adalah jurnal harian. Pada dasarnya, jurnal harian yang produktif adalah yang mengandung empat komponen yaitu sebagai berikut:(1) identifikasi konteks observasi;(2) informasi faktual yang menonjol dalam sesuatu periode observasi;(3) makna dan informasi faktual tersebut dalam konteks dimana ia

teramati;(4) implikasi dan fakta dan makna yang dimaksud dalam butir (2) dan (3)

dalam kerangka pikir tindakan perbaikan yang sedang dilakukan.

(3) TujuanDalam penelitian formal, observasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang sahih dan handal (valid dan reliable) yang dapat digunakan sebagai bahan dalam menjawab pertanyaan-pertayaan peneliti, termasuk yang dikemas dalam bentuk hipotesis-hipotesis.

(4) Alat Bantu RekamPTK nyaris tidak mengunakan alat bantu rekam, kecuali selembar kertas kosong dan alat rekam, yaitu kamera video.

(5) Sasaran ObservasiData dan interpretasi hasil observasi tersebut dijadikan sebagai masukan dalam rangka pelaksanaan refleksi. Dengan mengunakan kombinasi dari berbagai sudut pandang di atas sebagai rujukan, dapat dibedakan adanya empat metode observasi, yaitu observasi terbuka, observasi terfokus, observasi terstruktur, dan observasi sistematik. Untuk itu, pelaksanaan observasi perlu dilakukan dalam tiga fase kegiatan, yaitu pertemuan perencanaan, pelaksanaan observasi, dan diskusi balikan.

1) Pertemuan PerencanaanDalam menyusun rencana observasi perlu diadakan pertemuan bersama

Page 90: i i - Unsyiah

79Penelitian Tindakan Kelas

untuk menentukan urutan kegiatan observasi dan menyamakan persepsi antara pengamat (observer) dan yang diamati (observee) mengenai fokus, kriteria atau kerangka pikir interpretasi. Dalam fase ini perludilakukan hal-hal berikut:a. Penetapan fokus observasi; segala suatu yang menjadi titik incar dalam

pelaksanaan observasi.b. Kriteria observasi; kriteria yang digunakan dalam pelaksanaan

observasi, yaitu kerangka pikir yang digunakan dalam menafsirkan makna dari berbagai fakta yang terekam sebagai indikator dan berbagai gejala yang diharapkan terjadi sebagai perwujudan dan proses atau dampak dari tindakan perbaikan yang diimplementasikan. Beberapa contoh kriteria observasi adalah peningkatan proses pembelajaran, peningkatan hasil belajar, dan peningkatan keterlibatan warga sekolah dalam tindakan perbaikan.

c. Alat bantu observasi; berbagai alat bantu observasi dapat digunakan untuk memfasilitasi perekaman data sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki. Berbagai alat bantu tersebut dapat direntang mulai dari yang paling terbuka sampai dengan yang paling terstruktur. Selain itu, juga terdapat alat bantu rekam elektronik yang dapat mendokumentasikan peristiwa secara relatif lengkap.

d. Keterampilan mengobservasi; ada tiga keterampilan utama yang diperlukan untuk dapat melakukan observasi yang baik, yaitu kemampuan menunda kesimpulan, keterampilan dalam hubungan antarpribadi, dan kemampuan teknis.

2) Pelaksanaan ObservasiPada saat observasi dilakukan observer mengamati proses pembelajaran dan mengumpulkan data, baik yang terjadi pada guru, siswa, maupun situasi kelas. Observer hanya mencatat apa yang dilihat dan didengar, tidak memberikan penilaian. Observer sebaiknya memberikan catatan observasi kepada guru yang diobservasi.

Page 91: i i - Unsyiah

80 Metode Penelitian

3) Diskusi Balikan (Review Discussion)Diskusi balikan harus dilaksanakan dalam situasi yang harmonis; saling mendukung serta didasarkan pada informasi yang diperoleh selama observasi. Penentuan serta penetapan target dilakukan berdasarkan pembahasan yang terjadi dalam diskusi balikan ini. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, meskipun dirujuk supervise klinis dalam menetapkan kerangka observasi PTK, perlu selalu diingat kekhasannya, yaitu observasi oleh dan untuk sejawat (part-nearship observation). Dalam observasi kesejawatan ini mitra pengamat dapat mengelar berbagai fungsi sesuai dengan kebutuhan yang kontekstual; melakukan pengamatan secara umum, memusatkan perhatian kepada sesuatu fokus, secara langsung melakukan semacam verifikasi kepada siswa di saat-saat yang tepat saat kegiatan pembelajaran berlangsung, dan mencatat suatu insiden penting yang mungkin luput dari perhatian guru sebagai aktor tindakan perbaikan.

Observasi kelas akan bermanfaat jika pelaksanaannya diikuti dengan diskusi balikan. Balikan yang terburuk adalah yang terlalu dipusatkan kepada kekurangan atau kesalahan guru aktor tindakan perbaikan dan diberikan secara satu arah, yaitu dari pengamat kepada guru yang bertolak dari kesan-kesan yang kurang didukung data, dan dilaksanakan terlalu lama setelah observasi dilakukan. Sebaliknya, diskusi balikan menjanjikan kemanfaatan yang optimal apabila dilakukan sebagai berikut:a. diberikan tidak lebih dari 24 jam setelah observasi;b. digelar dalam suasana mutually supportive dan non-threatening;c. bertolak dari rekaman data yang dibuat oleh pengamat;d. diinterpretasikan secara bersama-sama oleh pelaku tindakan perbaikan

dan pengamat dengan kerangka pikir tindakan perbaikan yang sedang dilakukan;

e. pembahasan mengacu kepada penetapan sasaran serta pengembangan strategi perbaikan untuk menentukan perencanaan berikutnya.

Page 92: i i - Unsyiah

81Penelitian Tindakan Kelas

1.1.7 Siklus PTKTahap PTK terdiri atas empat rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam siklus yang berulang. Keempat kegiatan utama yang terdapat pada setiap siklus tersebut adalah perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan (observing), dan refleksi (reflecting). Hal tersebut dapat diilustrasikan dalam bagan alir berikut.

Tahap 1; Perencanaan (Planning)Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak yang melakukan tindakan dari pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Istilah untuk cara ini adalah penelitian kolaborasi. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan. Dengan mudah dapat diterima bahwa pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang teliti dibanding dengan pengamatan yang

Page 93: i i - Unsyiah

82 Metode Penelitian

dilakukan terhadap hal-hal yang berada di luar diri karena adanya unsur subjektivitas yang berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya. Apabila pengamatan dilakukan oleh orang lain, pengamatannya lebih cermat dan hasilnya akan lebih objektif.

Penelitian kolaborasi ini sangat disarankan kepada para guru yang belum pernah atau masih jarang melakukan penelitian. Meskipun dilakukan bersama, karena kelasnya berbeda, dan tentu saja peristiwanya berbeda, hasilnya pasti berbeda. Jika hasilnya dilaporkan sebagai karya tulis ilmiah dalam bentuk laporan penelitian, masing-masing guru akan mendapat nilai sama. Dalam hal ini guru tidak perlu ragu nilainya dibagi dua, seperti jika menulis bersama atau melakukan penelitian kelompok. Dalam penelitian tindakan, masing-masing berdiri sebagai peneliti meskipun ketika menyusun rencana dilakukan bersama-sama. Dengan demikian, penelitian tindakan yang baik adalah apabila dapat diusahakan sebagai berikut.

Dalam penelitian kolaborasi, pihak yang melakukan tindakan adalah guru itu sendiri, sedangkan yang diminta melakukan pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti, bukan guru yang sedang melakukan tindakan. Kolaborasi juga dapat dilakukan oleh dua orang guru, yang dengan cara bergantian mengamati. Ketika sedang mengajar dia adalah seorang guru; ketika sedang mengamati, dia adalah seorang peneliti.

Dalam tahap menyusun rancangan peneliti menentukan titik atau fokus penistiwa yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk diamati, kemudian membuat sebuah instrumen pengamatan untuk membantu peneliti merekam fakta yang terjadi selama tindakan berlangsung. Jika yang digunakan dalam penelitian ini bentuk terpisah, peneliti dan pelaksana harus melakukan kesepakatan antara keduanya. Pelaksana guru peneliti adalah pihak yang paling berkepentingan untuk meningkatkan kinerja. Untuk itu, pemilihan strategi pembelajaran disesuaikan dengan selera dan kepentingan guru peneliti agar pelaksanaan tindakan dapat terjadi secara wajar, realistis, dan dapat dikelola dengan mudah.

Page 94: i i - Unsyiah

83Penelitian Tindakan Kelas

Tahap 2; Tindakan (Acting)Tahap kedua adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi ranicangan, yaitu melakukan tindakan di kelas. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap kedua ini guru harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan secara wajar; tidak dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dan perencanaan perlu diperhatikan secara saksama agar sinkron dengan maksud semula.

Ketika mengajukan laporan penelitiannya, peneliti tidak melaporkan seperti apa perencanaan yang dibuat karena langsung melaporkan pelaksanaan. Oleh karena itu, bentuk dan isi laporannya harus sudah lengkap menggambarkan semua kegiatan yang dilakukan, mulai dari persiapan sampai dengan penyelesaian. Banyak di antara karya tulis yang diajukan oleh guru tidak dapat dinilai atau ditenima oleh tim penilai karena isi laporannya tidak lengkap. Pada umumnya penulis merasa sudah menjelaskan tahapan metode yang dilaksanakan dalam tindakan, padahal baru disinggung dalam kajian pustaka saja, dan belum dijelaskan secara rinci bagaimana keterlaksanaannya ketika tindakan terjadi.

Tahap 3; Pengamatan (Observing)Sebetulnya kurang tepat pengamatan dipisahkan dengan pelaksanaan tindakan. Seharusnya pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi, keduanya berlangsung dalam waktu yang sama. Sebutan tahap kedua diberikan untuk memberikan peluang kepada guru pelaksana yang juga berstatus sebagai pengamat. Ketika guru tersebut sedang melakukan tindakan, karena harinya menyatu dengan kegiatan, tentu tidak sempat menganalisis peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu, kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat agar melakukan pengamatan balik terhadap apa yang terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik, guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya.

Page 95: i i - Unsyiah

84 Metode Penelitian

Tahap 4; Refleksi (Reflecting)Refleksi merupakan kegiatan mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah refleksi berasal dari kata bahasa Inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi pemantulan. Kegiatan refleksi sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan yang berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. Istilah refleksi sama dengan memantul. Dalam hal ini, guru pelaksana sedang memantulkan pengalamannya pada peneliti yang baru saja mengamati kegiatannya dalam tindakan. Inilah inti penelitian tindakan, yaitu ketika guru pelaku tindakan siap mengatakan kepada peneliti pengamat tentang hal-hal yang dirasakan sudah berjalan baik dan bagian mana yang belum. Dengan perkataan lain, guru pelaksana sedang melakukan evaluasi diri. Apabila guru pelaksana juga berstatus sebagai pengamat, refleksi dilakukan terhadap diri sendiri.

Jika penelitian tindakan dilakukan melalui beberapa siklus, dalam refleksi terakhir peneliti menyampaikan rencana yang disarankan kepada peneliti lain apabila dia menghentikan kegiatannya atau kepada diri sendiri apabila akan melanjutkan dalam kesempatan lain. Catatan-catatan penting yang dibuat sebaiknya rinci sehingga siapa pun yang akan melaksanakan dalam kesempatan lain tidak akan kesulitan.

Bagi peneliti pemula, sangat disarankan untuk melakukan penelitian kolaborasi, yaitu penelitian yang dilakukan bersama-sama atau berpasangan. Jika guru menginginkan model seperti ini dapat menentukan (1) teman yang sama mata pelajaran, tetapi berbeda kelas; (2) teman satu sekolah berbeda kelas, tetapi mata pelajarannya mirip; (3) teman mana saja asal saling memahami metode satu dengan lainnya.

1.1.8 Penyusunan Instrumen Instrumen utama PTK adalah dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Kemudian, untuk mengamati pelaksanaan pembelajaran diperlukan instrumen pelaksanaan tindakan. Instrumen pelaksanaan tindakan berisi

Page 96: i i - Unsyiah

85Penelitian Tindakan Kelas

berbagai aspek dan indikator yang dapat diamati atau diobservasi terkait dengan pelaksanaan pembelajaran di kelas. Selain itu, mengetahui hasil yang telah dicapai diperlukan juga instrumen evaluasi dan refleksi. contoh konkret instrumen PTK dapat dicermati pada bagian lampiran buku ini.

1.1.9 Penyusunan Proposal PTKBerkaitan dengan penyusunan proposal tidak dibahas dalam modul ini. Namun, contoh konkret proposal PTK dapat dicermati pada bagian lampiran buku ini.

1.1.10 Contoh Topik dan Rumusan Judul PTKSebagai inspirasi dalam mengidentifikasi masalah, topik, dan rumusan judul PTK, berikut disajikan contoh topik beserta rumusan judulnya.

No. Topik Judul1. Sastra Peningkatan Penguasaan Peribahasa Indonesia den-

gan Menggunakan Software Peribahasa Indonesia Siswa Kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh

2. Kebahasaan Penggunaan Modul untuk Meminimalisasi Miskon-sepsi Mahasiswa dalam Perkuliahan Linguistik Umum Mahasiswa PBSID FKIP Unsyiah

3. Pembelajaran Penerapan ICT untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh

4. Keterampilan Menulis

Meningkatkan Keterampilan Menyusun Wacana Deskriptif dengan Model Learning Community Siswa Kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh

5. Keterampilan Menulis

Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Siswa Kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh dengan Strategi Mapping

6. Keterampilan Menulis

Peningkatan Kemampuan Menulis Eksposisi melalui Metode Quantum Learning di SMPN Darussalam Banda Aceh

Page 97: i i - Unsyiah

86 Metode Penelitian

7. Keterampilan Membaca

Upaya Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Kelas I SDN I 82 Banda Aceh dengan Metode Memb-aca Suku Kata

8. Keterampilan Menulis

Penerapan Pendekatan Proses 5 Fase untuk Mening-katkan Kualitas Pembelajaran Menulis pada Siswa Kelas 5 SD

9. Kosakata Peningkatan Penguasaan Kosakata dengan Menggu-nakan Multimedia di Kelas 2 SMKN 3 Banda Aceh

10. Pembelajaran Meningkatkan Kemampuan Guru Kelas II-1 SMPN Banda Aceh Menerapkan Contextual Teaching and Learning dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

11. Keterampilan Membaca

Upaya Meningkatkan Minat Baca Anak Melalui Peneng-gelaman (Immersion) Keaksaraan di TK FKIP Unsyiah

12. Keterampilan Membaca

Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan den-gan Metode Asosiatif Siswa Kelas I SD Negeri 82 Banda Aceh

13. Keterampilan Membaca

Meningkatkan Kemampuan Membaca Siswa Kelas VII SMP Negeri 12 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012 melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Strategi Round Table

14. Keterampilan Menulis

Pembelajaran Menulis Teks Drama dengan Menggu-nakan Teknik Transformasi Puisi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 12 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012

15. Keterampilan Menulis

Penerapan Model Bengkel Sastra sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah dalam Menulis Cerita Pendek dan Menyusun Strategi Pembelajaran Menulis Cerita Pendek

16. Keterampilan Menulis

Pemanfaatan Media Lagu dalam Upaya Meningkatkan Pembelajaran Keterampilan Menulis Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 12 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012

17. Kosakata Penerapan Pendekatan Kontekstual dalam Pembela-jaran Kosakata Bahasa Aceh di Sd Negeri 69 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012

Page 98: i i - Unsyiah

87Penelitian Tindakan Kelas

18. Keterampilan Menulis

Pengembangan Pembelajaran Menulis Karangan Ar-gumentasi dengan Menggunakan Teknik Think-Talk-Write (TTW) Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Ban-da Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012

19. Keterampilan Menulis

Pembelajaran Menulis Cerpen dengan Menggunakan Media Komik pada Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012

20. Keterampilan Menulis

Pembelajaran Menulis Karangan Narasi dengan Menggunakan Media Teks Wacana Dialog sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Kelas VII MTs Negeri Model Banda Aceh Tahun Pelaja-ran 2011/2012

21. Keterampilan Membaca

Pembelajaran Membaca Pemahaman Wacana Narat-if sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Menu-lis Karangan Narasi Siswa Kelas VII SMP Negeri 12 Banda Aceh Tahun Pelajaran 2011/2012

1.1.11 Contoh Judul, Rumusan Masalah, Tujuan dan Indikator Kenerja PTK

Judul Rumusan Masalah Tujuan Indikator

KinerjaPeningkatan Ke-mampuan Menulis Paragraf dengan Menggunakan Me-dia Cerita Rakyat pada Siswa Kelas VI SDN Tanjong Bungong

Apakah penggunaan media cerita rakyat dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas VI SDN Tan-jong Bungong mengem-bangkan para-graf?

meningkatkan kemampuan siswa kelas VI SDN Tanjong Bungong mengembangkan paragraf

Kemampuan siswa mengung-kapkan kembali isi cerita rakyat dalam bentuk paragraf terlihat dalam bentuk:• ketepatan

struktur kali-mat

• ketepatan kaidah ejaan

• sistematika penalaran

Page 99: i i - Unsyiah

88 Metode Penelitian

Peningkatan Penguasaan Peri-bahasa Indonesia dengan Menggu-nakan Software Peribahasa Indone-sia Siswa Kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh

Apakah penggunaan software peribahasa In-donesia dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas II SMPN Darus-salam Banda Aceh mengua-sai peribahasa Indonesia?

meningkatkan kemampuan siswa kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh menguasai peribahasa Indo-nesia

Penguasaan siswa terha-dap peribahasa Indonesia terlihat dalam bentuk:• kecepatan

identifikasi • ketepatan

pemakaian dalam kon-teks

Penggunaan Mod-ul untuk Memini-malisasi Miskon-sepsi Mahasiswa dalam Perkuliahan Linguistik Umum Mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah

Apakah peng-gunaan modul dapat mem-inimalisasi miskonsepsi mahasiswa dalam perkuli-ahan Linguis-tik UmumMahasiswa PBSI FKIP Unsyiah

meningkatkan kemampuan maha-siswa PBSI FKIP Unsyiah memaha-mi konsep dasar linguistik umum

Minimalisasi miskonsepsi mahasiswa dalam menguasai konsep dasar linguistik umum terlihat dari• kesamaan

pemahaman konsep

• ketepatan penerapan contoh

Penerapan ICT untuk Meningkat-kan Aktivitas dan Prestasi Belajar Bahasa Indonesia Siswa Kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh

Apakah penerapan ICT dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi baha-sa Indonesia siswa kelas II SMPN Darus-salam Banda Aceh?

meningkatkan ak-tivitas dan prestasi belajar bahasa Indonesia siswa kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh

Peningkatan akti-vitas dan prestasi belajar bahasa Indonesia siswa terlihat dari• antusiasme

belajar siswa • kecepatan

penemuan bahan belajar yang berag-am

• kemudahan memahami konsep

Page 100: i i - Unsyiah

89Penelitian Tindakan Kelas

Upaya Meningkat-kan Minat Baca Anak melalui Penenggelaman (Immersion) Keaksaraan di TK FKIP Unsyiah

Apakah penerapan metode penenggela-man(immersion) keaksaraan dapat meningkatkan minat baca anak di TK FKIP Unsy-iah?

meningkatkan mi-nat baca anak di TK FKIP Unsyiah

Peningkatan minat baca anak terlihat dari• antusiasme

membaca anak

• kesukaan pada bahan bacaan

Meningkatkan Ke-mampuan Menulis Karangan Siswa Kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh dengan Stra-tegi Mapping

Apakah pene-rapan strategi mappingdapat me-ningkatkan kemampu-an menulis karangan siswa kelas II SMPN Darus-salam Banda Aceh?

meningkatkan ke-mampuan menulis karangan siswa kelas II SMPN Darussalam Banda Aceh

Peningkatan kemampuan menulis karangan siswa terlihat dari• antusiasme

menulis anak • kesukaan

pada bahan bacaan se-bagai modal menulis

1.1.12 Contoh Pokok-Pokok Rencana Kegiatan PTK

Siklus I Perencanaan (1) merencanakan pembelajaran yang akan diterapkan dengan penggunaan media cerita rakyat

(2) memilih cerita rakyat yang akan menjadi media

(3) mengembangkan skenario pembelajaran(4) menyusun LKS(5) menyiapkan sumber belajar(6) mengembangkan format pengamatan(7) mengembangkan format evaluasi

Identifikasi masalah dan penetapan alter-natif pemecahan masalah

Page 101: i i - Unsyiah

90 Metode Penelitian

Tindakan menerapkan tindakan yang mengacu kepada skenario yang telah direncanakan dan LKS

Pengamatan (1) melakukan pengamatan dengan (2) menggunakan format pengamatan(3) menilai hasil tindakan dengan menggu-

nakan format LKSRefleksi (1) mengevaluasi tindakan yang telah

dilakukan, meliputi evaluasi mutu, jum-lah, waktu dari setiap tindakan

(2) melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario, LKS, dan lain-lain.

(3) memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi untuk digu-nakan pada siklus berikutnya.

(4) evaluasi tindakan ISiklus II Perencanaan (1) identifikasi masalah dan penetapan alter-

natif pemecahan masalah(2) pengembangan program tindakan II

Tindakan pelaksanaan program tindakan IIPengamatan pengumpulan data tindakan IIRefleksi evaluasi tindakan II

Siklus-Siklus Be-rikutnyaSimpulan, Saran, dan Rekomendasi

2. RingkasanPenelitian tindakan adalah penelitian yang bersifat kolaboratif dan partisipatif yang berawal dari pengklasifikasian beberapa masalah yang menarik perhatian yang dirasakan bersama oleh suatu kelompok guru. Setiap orang (dalam diskusi kelompok tersebut) mengungkapkan masalah yang dipikirkannya dan menjajaki masalah yang dipikirkan orang lain serta mencari permasalahan dan tindakan pemecahan yang mungkin dapat dilakukan. Dalam diskusi tersebut para guru memutuskan apa yang cukup layak untuk dikerjakan untuk sebuah proyek kelompok.

Page 102: i i - Unsyiah

91Penelitian Tindakan Kelas

Kelompok tersebut mengidentifikasi topik tematik yang menjadi pusat perhatian mereka. Topik tematik tersebut membatasi substansi (isi) permasalahan yang disepakati untuk memfokuskan strategi perbaikannya. Anggota kelompok menyusun rancangan tindakan yang akan dilakukan. Kemudian, mereka merumuskan rencana dengan kritis dan saksama serta secara sadar menyusun cara pemecahan masalah berdasarkan pemahaman masalah. Pada hakikatnya PTK merupakan suatu penelitian kualitatif partisipatoris dan kolaboratif, baik secara individu maupun kelompok, yang diawali dengan kegiatan mengidentifikasikan masalah, merumuskan masalah, menyusun rencana pemecahan masalah (planning), melaksanakan kegiatan penelitian atu mengamati (observing), dan merefleksi (perenungan yang mencakup analisis, sintesis, dan penilaian terhadap proses tindakan, hasil pengamatan, dan hasil tindakan) tindakan sampai menemukan masalah atau pemikiran baru. PTK dilakukan oleh para praksis dengan tujuan untuk memperbaiki praktik profesional mereka dan untuk memahami pekerjaan itu secara lebih baik dan mendalam. Selain itu, PTK merupakan suatu strategi pengembangan profesi guru. Karakteristik PTK berbeda dengan berbagai penelitian lain. Karakteristik PTK berorientasi pada pekerjaan di kelas, berorientasi pada pemecahan masalah, berorientasi pada perbaikan, pengumpulan datanya beragam, menurut urutan siklus, partisipatif, dan kolaboratif. Berkaitan dengan hal itu, langkah penerapannya pun relatif berbeda dengan penelitian pada umumnya, yaitu adalah sebagai berikut: (1)identifikasi masalah, (2) perumusan masalah, (3) perumusan tujuan, (4) perumusan indikator keberhasilan, (5) perumusan manfaat penelitian, (6) kajian pustaka, (7) perumusan hipotesis tindakan, (8) perancanganmetode dan prosedur penelitian, (9) pengumpulan data, (10) observasi dan interpretasi, (11)evaluasi, (12) perencanaaan tindakan, (13) perumusan rencana tindakan (planning), (14) pelaksanaan tindakan (acting), (15) pengamatan (observing), (16) refleksi (reflecting), dan evaluasi (pengolahan dan penafsiran data).

Page 103: i i - Unsyiah

92 Metode Penelitian

3. LatihanDiandaikan Anda adalah seorang guru Bahasa Indonesia yang ingin menerapkan salah satu model pembelajaran aktif untuk meningkatkan prestasi siswa dalam aspek menulis. Buat sebuah proposal lengkapnya dengan mengikuti segala ketentuan penyusunan proposal PTK!

Page 104: i i - Unsyiah

93Penelitian Linguistik

BAB VPENELITIAN LINGUISTIK

1. Uraian Materi1.1 Pengertian Penelitian LinguistikPenelitian linguistik adalah telaah ilmiah terhadap bahasa guna mengungkapkan fenomena yang terdapat dalam suatu bahasa atau pemakaian bahasa berdasarkan kedataan lingual.

Objek penelitian linguistik adalah bahasa, baik bahasa murni maupun bahasa terapan. Untuk memudahkan memahami substansi kajian linguistik, peneliti linguistik dituntut dapat membedakan secara tegas dikotomi linguistik murni dan linguistik terapan. Linguistik murni berkaitan dengan pengkajian ilmu bahasa dengan fokus struktur bahasa sebagai korpus (data), misalnya fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di pihak lain, linguistik terapan berhubungan dengan telaahan ilmu bahasa dengan fokus pemakaian bahasa sebagai korpus, misalnya penggunaan bahasa berdasarkan tinjauan morfogis, sintaktis, dan semantis.

Selain itu, peneliti linguistik juga harus dapat membedakan secara tegas dikotomi linguistik singkronik dan linguistik diakronik. Linguistik singkronik, disebut juga linguistik deskriptif, adalah ilmu bahasa yang menelaah bahasa yang hidup dalam kesatuan waktu tertentu yang dipandang relatif pendek. Di pihak lain, linguistik diakronik, disebut juga linguistik historis komparatif, adalah ilmu bahasa yang menelaah bahasa yang hidup dalam kurun waktu

Page 105: i i - Unsyiah

94 Metode Penelitian

yang dipandang relatif panjang (dasawarsa-dasawarsa dan abad-abad). Linguistik singkronik mendasari linguistik diakronik. Dapat dikatakan bahwa yang dasariah adalah linguistik singkronik. Dengan demikian, penerapan metode linguistik acuannya adalah linguistik singkronik. Linguistik ini meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Tiga bidang pertama berkaitan dengan bentuk lingual, sedangkan yang terakhir berkaitan dengan makna lingual. Berkaitan dengan hal itu, metode penelitian linguistik yang dibahas dalam modul ini adalah metode linguistik singkronik.

Berkaitan dengan pemilihan metode linguistik, penentuan cabang linguistik yang utama dipandang perlu. Ada tiga cara untuk menentukan kepalingutamaan tersebut, yaitu sebagai berikut:(1) secara historis mana cabang yang muncul paling akhir, karena apa

yang ditemukan dan dikaji paling akhir itu adalah yang paling penting;(2) secara statistik mana cabang yang paling banyak perhatian linguis di

seluruh dunia, karena apa yang menjadi perhatian banyak orang itu adalah yang paling penting;

(3) secara struktural mana kedudukan sentral suatu satuan lingual itu di dalam jaringan lingual, karena apa yang sentral itu adalah yang menentukan yang lain-lain.

Cara ketiga dipandang sebagai cara yang paling utama. Berkaitan dengan hal ini, bila bahasa yang terbatas sebagai sistem referensi (dan bukan sebagai alat komunikasi) yang menjadi pusat perhatian linguistik, tipologi bahasa (studi mengenai corak bahasa di dunia) telah memberikan sumbangnnya. Penyumbangan tersebut diperkuat oleh studi tata bahasa proses dan neurologi. Menurut tipologi yang berbasis pada pola urutan unsur-unsur, dapat diketahui bahwa verba merupakan unsur sentral dalam konstruksi lingual. Verbalah yang disebut transitif, yaitu yang menentukan adanya aneka macam jaringan tata kalimat. Verbalah yang menentukan sintaksis suatu bahasa sekaligus mempersatukan aneka ragam konstruksi gramatikal dalam satu jaringan sistematik lingual.

Page 106: i i - Unsyiah

95Penelitian Linguistik

Kedudukan verba sebagai sentral juga terlihat dalam bidang neurologi (studi tentang sisten saraf otak manusia). Ditemukan fakta bahwa otak sebelah kiri merupakan bagian otak yang menentukan penggunaan bahasa oleh manusia. Bagian otak tersebut merupakan pusat penguasaan verba. Bila bagian tersebut rusak, kemungkinan memproduksi verba tidak ada. Bahkan, mengenali nomina yang diturunkan dari verba (nomina deverbal) pun tidak memungkinkan.

Kemudian, tata bahasa proses memandang bahwa bentuk-bentuk frasa sebagai hasil proses sintaktik tertentu, padahal sintaktik yang dimaksud melibatkan langsung verba. Misalnya, penulisan surat dipandang merupakan hasil proses perubahan menulis surat. Kecuali itu, studi mengenai metafora pun mendukung pangdangan kesentralan verba. Setiap kita berbicara mengenai metafora, yang dimetaforakan bukan verba, melainkan nomina. Verba merupakan penentu jenis metafora tersebut. Dalam nyiur melambai-lambai, kesebelasan Bazil membabat habis kesebelasan Peru, Joni menerima bogem mentah dari Jono, dan dia menelan kekalahan yang menyakitkan, misalnya, verba melambai-lambai, membabat, menerima, dan menelanlah yang menentukan masing-masing kalimat tersebut menjadi bersifat metaforis, bukan nomina-naminanya.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat ditentukan bahwa sintaksislah, khususnya yang klausa, yang dapat dipandang sebagai cabang linguistik yang paling utama.

1.2 Karakteristik Penelitian Linguistik1.2.1 Metode Ilmiah dalam LinguistikPara pemikir ilmu pengetahuan di luar maupun di dalam bidang linguistik pada umumnya sepakat bahwa setiap usaha yang memakai sifat ilmiah harus memenuhi tiga syarat, yaitu keeksplisitan, kesistematisan, dan keobjektifan. Syarat keeksplisitan dipenuhi dengan menyatakan secara jelas kriteria yang mendasar suatu penelitian dan menyusun terminologi secara jajeg. Kriteria ekspiisit diperlukan untuk menandai hal-hal yang

Page 107: i i - Unsyiah

96 Metode Penelitian

menjadi fokus penelitiannaya. contohnya, bila seorang peneliti bahasa meneliti tentang struktur kalimat dalam bahasa Indonesia, peneliti tersebut harus memiliki kompetensi yang memadai terkait dengan sistaksis.

Berkaitan dengan syarat kesistematisan, seorang pemikir Kerlinger mengatakan bahwa pendekatan ilmiah adalah, “A special systematized form of all reflective thinking and inquiry”. Untuk memenuhi syarat kesistematisan setiap ilmu menyusun prosedur standar yang harus dipergunakan dalam penelitiannya. Peneliti bahasa memulai analisisnya dengan cara melihat berbagai aspek dari korpus data yang tersedia, dan menghubungkan-hubungkannya dengan aspek-aspek yang lainnya yang terkait. Contohnya, seorang ahli bahasa yang menyelidiki tentang bunyi bahasa akan memulainya dari konsep fonem, vokal, konsonan, diftong, dan kluster. Selanjutnya baru ia menyelidiki bagaimana satuan-satuan yang lebih besar seperti kata, frasa, kalimat, paragraf, wacana, dan semantik.

Syarat kesistematisan dipenuhi pula dengan keharusan adanya pengujian yang ketat terhadap hipotesis, yaitu perkiraan atau pandangan tentang bahasa. Pengujian yang ketat terhadap hipotesis dilakukan dengan mengadakan kontrol terhadap segala kemungkinan yang ada; semua kemungkinan itu harus dijelaskan dan saling pengaruh; semua kemungkinan itu harus diketahui.

Syarat yang ketiga adalah keobjektifan. Istilah objektif mempunyai berbagai makna, yaitu sebagai berikut: (1) sikap terbuka dalam analisis, (2) sikap kritis dengan “mencurigai” setiap hipotesis sampai dapat dibuktikan secara memadai, (3) berhati-hati terhadap prasangka-prasangka, dan (4) berusaha sejauh mungkin memakai prosedur standar yang telah ditentukan.

Penelitian linguistik dewasa ini sudah berusaha memenuhi ketiga persyaratan sebagaimana dijelaskan di atas. Jadi, linguistik sekarang ini bukan hanya mengumpulkan fakta-fakta secara sistematis, seperti halnya dalam tahap kedua di atas, melainkan juga menyusun teori tentang bahasa dan seluk-beluknya.

Terkait dengan hal ini, Sudaryanto (1988) mengatakan bahwa suatu teori harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

Page 108: i i - Unsyiah

97Penelitian Linguistik

(1) tuntas; dapat mencakup semua fakta;(2) konsisten; tidak mengandung pernyataan-pernyataan yang saling

bertentangan;(3) sederhana; mengungkapkan pernyataan-pernyataan secara lugas

tentang data.

Sebagai ilmu yang berusaha menyusun teori tentang bahasa, linguistik mempergunakan metode induktif dan deduktif. Metode induktif adalah proses yang berlangsung dan fakta ke teori, sedangkan metode deduktif adalah proses yang berlangsung dari teori ke fakta. Metode induktif dilaksanakan melalui 4 langkah, yaitu sebagai berikut:(1) pengamatan data; pada langkah ini peneliti mengumpulkan data

bahasa dan menguraikannya dengan pernyataan-pernyataan yang dapat dipahami oleh peneliti lain.

(2) wawasan atas struktur data; pada langkah ini peneliti berusaha mencari keteraturan dalam data bahasa yang terkumpul atau mencari kaidah-kaidah dalam bahasa yang ditelitinya.

(3) perumusan hipotesis; pada langkah ini kaidah-kaidah atau keteraturan yang diperoleh pada langkah (2) dirumuskan secara eksak sehingga dapat diperoleh gambaran yang baru dan menyeluruh tentang bahasa.

(4) pengujian hipotesis; pada langkah ini rumusan pada langkah (3) diuji dengan fakta lain. Teori tentang bahasa baru dapat dianggap sahih bila hasil itu dapat diuji oleh peneliti lain dengan hasil yang sama.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa pendekatan linguistik berbeda dan pendekatan-pendekatan lain terhadap bahasa. Pendekatan dalan penelitian linguistik lebih menekankan kepada hal-hal sebagai berikut.(1) Linguistik mendekati bahasa secara deskriptif dan tidak secara

preskriptif, artinya yang dipentingkan dalam linguistik ialah apa yang sebenarnya diungkapkan seseorang, dan bukannya apa yang menurut

Page 109: i i - Unsyiah

98 Metode Penelitian

si penyelidik seharusnya diungkapkan. Bukanlah tugas linguistik menyusun kaidah-kaidah yang menjelaskan apa yang betul atau apa yang salah (Kridalaksana, 1978).

(2) Pendekatan linguistik berbeda dari pendekatan-pendekatan lain dalam hal tidak berusaha memaksakan suatu bahasa ke dalam kerangka bahasa lain. Misalnya, beberapa puluh tahun yang lalu banyak linguis yang meneliti bahasa-bahasa di Indonesia dengan menerapkan kategori-kategori yang berasal dari bahasa Latin, bahasa Yunani, dan bahasa Arab sehingga kita sekarang mewarisi konsep-konsep yang tidak cocok untuk bahasa-bahasa Indonesia, seperti kata majemuk, tekanan, dan pengacauan bunyi-fonem-huruf. Pendekatan terhadap bahasa terdahulu tidak melihat bahwa setiap bahasa mempunyai sistem yang khas. Memang ada juga bahasa-bahasa yang mempunyai sistem yang bersamaan; sistem yang bersamaan ini baru dapat diakui bila telah dibuktikan eksistensinya.

(3) Linguistik juga memperlakukan bahasa sebagai suatu sistem, dan bukan hanya sebagai kumpulan unsur-unsur yang terlepas. Cara pendekatan semacam ini disebut pendekatan struktural, sedangkan pendekatan yang tidak berhubungan satu sama lain disebut pendekatan atomistis. Pendekatan terakhir ini merupakan ciri ilmu bahasa abad ke-19 dan sebelumnya.

(4) Linguistik memperlakukan bahasa bukan sebagai sesuatu yang statis, melainlan sesuatu yang selalu berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya masyarakat pemakainya. Oleh sebab itu, pendekatan kepada bahasa dapat dilakukan secara deskriprif (sinkronis), yaitu dengan mempelajari berbagai aspeknya pada suatu masa tertentu, atau secara historis (diakronis), yaitu dengan mempelajari perkembangannya dari waktu ke waktu.

(5) Unsur primer bahasa adalah tuturan atau bunyi, sedangkan tulisan merupakan turunan dari bunyi. Dalam pendekatan terhadap bahasa yang tidak bersifat linguistis sering dikacaukan antara konsep bunyi dan huruf.

Page 110: i i - Unsyiah

99Penelitian Linguistik

1.2.2 Linguistik sebagai Ilmu Sosial-BudayaAdalah wajar bila kita bertanya linguistik itu tergolong ke dalam ilmu apa. Dewasa ini tidak ada kesepakatan di antara para ahli bagaimana ilmu pengetahuan harus diklasifikasikan. Pengklasifikasian sering diuraikan berdasarkan fakultas-fakultas yang ada dalam universitas. Namun, itu pun tidak dapat dipergunakan sebagai pegangan karena diurus atau tidaknya suatu disiplin ilmu soleh sebuah fakultas sering didasari atas pertimbangan tradisi semata. Misalnya, apa yang dikelola fakultas sastra bukan ilmu yang bersangkutan dengan kesusastraan saja, melainkan juga ilmu-ilmu seperti antropologi, arkeologi, dan sejarah.

Salah satu pengklasifikasian ilmu yang dianut oleh penulis adalah pembagian ilmu pengetahuan atas 3 bidang besar, yaitu sebagai berikut:(1) ilmu pengetahuan alam, seperti kimia, biologi, botani, geologi, dan

astronomi;(2) ilmu pengetahuan sosial-budayaan, seperti antropologi, sosiologi,

sastra, dan ekonomi;(3) ilmu pengetahuan formal, sepertilogika dan matematika.

Pada dasarnya penelitian linguistik merupakan upaya yang dilakukan linguis atau peneliti bahasa untuk menguak identitas objek penelitian seputar linguistik dalam bernagai bidangnya. Untuk itu, objek penelitian linguistik tersebut harus selalu disertai konteks. Oleh karena itu, konteks merupakan penentu identitas objek penelitian. Hakikat penelitian linguistik adalah kegiatan menguraikan identitas objek penelitian dalam hubungan dengan keseluruhan konteks yang memungkinkan hadirnya objek penelitian tersebut.

Sebagai gambaran umum, berikut disajikan benerapa contoh topik dan rumusan judul untuk beberapa kajian linguistik, baik linguistik murni maupun linguistik terapan (Berhubung tentang penelitian sastra dan penelitian kebijakan tidak disajikan secara khusus dalam modul ini, sebagai gambaran umum disertakan juga contoh topik dan rumusan judul untuk kajian sastra dan kajian kebijakan).

Page 111: i i - Unsyiah

100 Metode Penelitian

No.BidangKajian

Rumusan Judul

1. Fonologi Fonem Bahasa IndonesiaSistem Ortografi Bahasa AcehVokal Nasal dalam Bahasa AcehMorfofonemik Bahasa GayoRealisasi /r/ dalam Bahasa Tamiang

2. Morfologi Prefiks Verbal Bahasa IndonesiaReduplikasi Verba dalam Bahasa AcehPerbandingan Afiks Bahasa Haloban dan Bahasa IndonesiaPronomina Persona Bahasa AcehKata Majemuk dalam Bahasa AcehPersesuaian Pronomina (Agreement) dalam Bahasa AcehOnomatopoeia Reduplikasi dalam Bahasa AcehOnomatopoeia Reduplikasi dalam Bahasa GayoAfiks Infleksional dan Afiks Derivasional dalam Bahasa AcehKonstruksi meu...that dalam Bahasa AcehKonstruksi beu...that dalam Bahasa AcehGradasi Adjektiva dalam Bahasa AcehKosakata Arkais Bahasa AcehPenggolong boh dalam Bahasa Aceh

3. Sintaksis Pelesapan Subjek dalam Bahasa IndonesiaMorfosintaksis Bahasa Aceh: Analisis Tipologi SintaksisRelasi-Relasi Gramatikal dalam Bahasa Aceh: Satu Tela-ah Berdasarkan Teori Tata Bahasa RelasionalRelasi-Relasi Gramatikal dalam Bahasa AcehFrasa Verbal dalam Bahasa AcehKonstruksi Pasif Persona Bahasa AcehKonstruksi Inversi Kalimat Bahasa Aceh

4. Semantik Pergeseran Makna Kosakata Bahasa Indonesia dalam Sepuluh Tahun Terakhir

5. Wacana Deiksis Sosial dalam Novel Lampuki Karya Arafat NurAnalisis Referensi Bahasa Iklan TelevisiUnsur Kohesi dan Koherensi pada Surat Kabar Harian Harian Aceh

Page 112: i i - Unsyiah

101Penelitian Linguistik

Analisis Bentuk-Bentuk Klausa Iklan Mini dalam Surat Kabar Harian Serambi IndonesiaPenyimpangan Prinsip Percakapan dalam Wacana Hu-mor Surat Kabar ProhabaVariasi Bahasa dalam Rubrik “Suara Pembaca” di Surat Kabar Harian Prohaba Banda Aceh

6. Anakes Analisis Kesalahan Penulisan Bahasa Indonesia pada Media Luar Ruang di Kota Banda AcehAnalisis Kesalahan Penulisan Bahasa Aceh pada Media Luar Ruang di Kota Banda AcehAnalisis Kesalahan Penerapan EYD pada Surat Dinas FKIP Unsyiah Analisis Kesalahan Penulisan Bahasa Aceh pada Teks Video Compact Disk Lagu Aceh

7. Pragmatik Register Bahasa Nelayan di Kabupaten Aceh BesarRagam Bahasa SMS dalam Rubrik “Suara Pembaca” di Surat Kabar Harian Prohaba Banda AcehTindak Tutur Pedagang Buah-Buahan Kaki Lima di Pas-ar Aceh Banda AcehPrinsip Kesopanan Berbahasa dalam Sinetron “Aneg-erah” RCTITindak Tutur Guru Taman Kanak-Kanak dalam Proses Belajar-MengajarPerilaku Pertuturan Anak Usia 2-5 Tahun yang Berbaha-sa Ibu Bahasa Aceh

8. Sosioli-nguistik

Ragam Khusus Komunitas Keturunan India di Kota Banda AcehPemakaian Ragam Fungsiolek Kalangan Mahasiswa FKIP UnsyiahRagam Bahasa Pedagang Obat di Banda AcehCampur Kode di Kalangan Mahasiswa Aceh Asal MalaysiaSistem Kata Sapaan Bahasa Aceh Dialek PeusanganInterferensi Tuturan Bahasa Aceh dalam Pemakaian Ba-hasa Indonesia pada Anak-AnakPenggunaan Bahasa dalam Chating di InternetPenggunaan Bahasa pada Short Massage Service (SMS) oleh Mahasiswa PBSI FKIP Unsyiah

Page 113: i i - Unsyiah

102 Metode Penelitian

9. Psikoli-nguistik

Kemampuan Bahasa Verbal Penderita SkizofremiaKemampuan Berbahasa Anak Penderita Autisme

10. Stilistika Gaya Bahasa Propaganda dalam Memerangi Terorisme11. Sosiopoltiko-

linguistikRekayasa Korpus Bahasa di Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono

12. Sastra Spiritualitas Islami dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El-KhaliqyStratifikasi Kelas Sosial dalam Novel Bukan Pasar Malam Karya Pramudya Ananta ToerKajian Psikologis Tokoh Penokohan dalam Novel Dewi Kawi Karya ArswendoPotret Kritik Sosial dalam Novel Orang-Orang Proyek Karya Ahmad TohariPengaruh Perilaku Fanatisme Beragama terhadap Konf-lik Antaragama dalam Novel Genesis Karya Ratih Kum-alaKelas Sosial Tokoh Perempuan dalam Novel Tarian Bumi Karya Oka RasminiNilai Kemanusiaan dalam Novel Suatu Hari di Stasiun Bekasi Karya Bambang Joko SusiloKarakter Binatang dalam Ungkapan Bahasa AcehKajian Feminis Marxis dalam Novel Primadona Karya Ahmad Munif

13. Kebijakan Aspirasi Masyarakat Aceh terhadap Pembangunan Ta-man Bacaan di Provinsi Nanggroe Aceh DarussalamKeberadaan Taman Kanan-Kanak sebagai Salah Satu Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini di Nanggroe Aceh Darussalam Pemetaan Kualifikasi dan Sebaran Guru di 3 Kabupaten/Kota dalam Provinsi Nanggroe Aceh DarussalamPemetaan Kompetensi Akademik dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Provinsi AcehPenyelamatan Arsip Tsunami Aceh sebagai Upaya Pele-starian Khazanah Memori Kolektif dan Sumber Otentik Pembangunan BangsaPemetaan dan Peningkatan Mutu Pendidikan Siswa SMA di Kabupaten Aceh Tenggara dan Gayo Lues

Page 114: i i - Unsyiah

103Penelitian Linguistik

1.3 Metode dan Teknik Penelitian Linguistik1.3.1 Metode Penelitian LinguistikMetode dan teknik penelitian linguistik mengacu kepada mekanisme penyediaan, analisis, dan penyajian hasil analisis data. Mekanisme tersebut, ada yang dilakukan secara singkronis, dan ada yang dilakukan secara diakronis. Berikut dipaparkan berbagai metode dan teknik penelitian linguistik.

1.3.1.1 Metode dan Teknik Penyediaan Data Linguistik Singkronis1.3.1.1.1 Metode SimakMetode simak adalah cara pengumpulan data melalui menyimak penggunaan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap. Teknik sadap disebut teknik dasar dalam metode simak karena pada hakikatnya penyimakan diwujudkan dengan penyadapan Artinya, untuk memperoleh data peneliti menyadap penggunaan bahasa seseorang atau beberapa orang yang menjadi informan.

Dalam praktik selanjutnya, teknik sadap ini ini diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik catat, dan teknik rekam. Jika peneliti melakukan penyadapan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan, disebut teknik simak libat cakap. Jika peneliti hanya berperan sebagai pengamat penggunaan bahasa oleh para informannya, disebut teknik simak bebas libat cakap. Teknik catat adalah teknik yang dilakukan peneliti ketika menerapkan metode simak dengan teknik lanjutan di atas. Hal yang sama, jika tidak dilakukan pencatatan, peneliti dapat melakukan perekaman. Teknik rekam memungkinkan dilakukan jika bahasa yang diteliti adalah bahasa yang masih dituturkan oleh pemiliknya.

Keempat teknik di atas dapat digunakan secara bersama-sama jika penggunaan bahasa yang disadap itu merupakan bahasa lisan. Akan tetapi, jika penggunaan bahasa yang disadap itu merupakan bahasa tulis, dalam

Page 115: i i - Unsyiah

104 Metode Penelitian

penyadapan itu peneliti hanya dapat menggunakan teknik catat sebagai gandengan teknik simak bebas libat cakap, yakni mencatat beberapa bentuk yang relevan bagi penelitiannya dari penggunaan bahasa secara tulis tersebut.

1.3.1.1.2 Metode CakapMetode cakap adalah cara pengumpulan data melalui percakapan, yakni percakapan antara peneliti dan informan. Adanya percakapan antara peneliti dan informan berarti terdapat kontak antarmereka. Dalam penelitian linguistik interdisipliner, seperti dialektologi, kontak tersebut dimaksudkan sebagai kontak antara peneliti dan informan di setiap daerah pengamatan. Dalam penelitian sosiolinguistik, kontak tersebut dimaksudkan sebagai kontak antara informan dan informan dari setiap strata sosial. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik pancing. Teknik pancing disebut teknik dasar dalam metode cakap karena pada hakikatnya percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode tersebut hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberi stimulasi pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan oleh peneliti. Stimulasi tersebut dapat berupa bentuk atau makna yang biasanya disusun dalam bentuk daftar pertanyaan (instrumen).

Dalam praktik selanjutnya, metode cakap ini diikuti dengan teknik lanjutan yang berupa teknik lanjutan cakap semuka dan teknik lanjutan cakap tansemuka. Jika peneliti secara langsung melakukan percakapan dengan informan sebagai pengguna bahasa dengan bersumber pada pancingan yang sudah dipersiapkan atau secara spontan data muncul si tengah-tengah percakapan, disebut teknik cakap semuka. Di pihak lain, jika peneliti tidak secara langsung melakukan percakapan dengan informan di lokasi penelitian, tetapi, misalnya, data yang diperoleh dari informan melalui surat, e-mail, atau bantuan kurir, disebut teknik cakap tansemuka.

Berkaitan dengan teknik cakap semuka, ada beberapa teknik bawahan yang dapat digunakan peneliti dalam memancing data dari informan, yaitu teknik bawahan-lesap, teknik bawahan-ganti, teknik bawahan-perluas, teknik bawahan-sisip, dan teknik bawahan-balik.

Page 116: i i - Unsyiah

105Penelitian Linguistik

1.3.1.1.2.1 Teknik Bawahan-LesapDalam pelaksanaannya teknik ini mengharuskan hadirnya satu bentuk pancingan. Berdasarkan bentuk tersebut dikembangkan bentuk baru dengan menghilangkan unsur-unsur yang menjadi fokus objek penelitian. Data yang muncul dari teknik ini berupa data sandingan dari data awal yang dimunculkan, baik berdasarkan pertanyaan peneliti maupun secara tidak sadar dari informan, sebagai dasar pijak untuk mengembangkan teknik lesap ini. Berdasarkan data yang muncul itulah dikembangkan bentuk sanding dari bentuk yang telah ada. Jika data yang diperoleh merupakan data untuk keperluan mengetes keintian sebuah unsur, data sandingan adalah data yang serupa data awal, yang memiliki perbedaannya pada hadir atau tidaknya unsur yang hendak dianalisis keintiannya. Misalnya, jika kita hendak melakukan suatu penelitian yang bertujuan mengetahui apakah unsur oleh dalam bahasa Indonesia merupakan unsur inti atau bukan, peneliti harus berusaha menjaring data yang memiliki unsur oleh sebagai data awal. Kemudian, peneliti mencoba memancing informan untuk memunculkan data sandingan dari bentuk itu yang memiliki informasi yang sama dengan tuturan yang menjadi data awalnya, baik dengan pengubahan struktur maupun tidak. Sebagai contoh, dari hadil pancingan awal peneliti memperoleh data sebagai berikut.

(1) Saya dipanggil berkali-kali oleh ayah.

Berdasarkan data awal tersebut peneliti dapat memancing informan untuk membuat tuturan lain yang informasinya sama dengan tuturan tersebut, baik yang masih mengandung oleh maupun tidak sehingga diperoleh data sebagai berikut:

(2) Saya dipanggil berkali-kali ayah. (3) Saya berkali-kali dipanggil oleh ayah. (4) Saya berkali-kali dipanggil ayah.

Page 117: i i - Unsyiah

106 Metode Penelitian

(5) Oleh ayah saya dipanggil berkali-kali. (6) Ayah saya dipanggil berkali-kali.

Keenam tipe data itulah yang dijadikan dasar bagi upaya menjelaskan inti atau tidaknya unsur oleh tersebut. Perlu ditambahkan bahwa yang menjadi data bagi analisis tersebut bukan hanya data yang gramatikal atau berterima, melainkan juga data yang tidak gramatikal atau tidak berterima karena semua akan dijadikan dasar analisis data.

Selain untuk penyediaan data bagi analisis keintian suatu unsur bahasa, teknik lesap dapat juga digunakan untuk menyediakan data bagi analisis yang bertujuan untuk mengetahui tepe-tipe kalimat yang serupa atau mirip dan bagi analisis yang bertujuan untuk mengetahui tipe kata yang berpolimorfemis.

1.3.1.1.2.2 Teknik Bawahan-GantiTeknik bawahan-ganti adalah penyediaan data yang dilakukan dengan cara menganti unsur yang menjadi fokus objek penelitian. Pengantian unsur tersebut dilakukan dalam deret struktur sehingga menghasilkan data baru. Hasilnya merupakan bentuk-bentuk tranformasi, baik yang gramatikal maupun yang tidak gramatikal.

Teknik ini dimaksudkan untuk menyediakan data untuk analisis kadar kesamaan kategori unsur terganti dengan pengganti, khususnya bila tataran pengganti sama dengan terganti. Misalnya, penelitian yang ingin mengetahui apakah beberapa unit gramatikal ({meN-}, {ber-}, {di-}, dan {ter-}) dalam bahasa Indonesia merupakan morfem yang sama atau bukan memancing informan memunculkan bentuk tertentu sebagai data awal. Berdasarkan data tersebut peneliti meminta informan memunculkan data sandingan dengan menggantikan unsur tertentu yang ada pada data awal, misalnya {meN-} pada memukul sehingga data sandingan yang muncul adalah dipukul, terpukul. Data yang muncul konteksnya selalu sama, dan data itulah yang dijadikan dasar analisis untuk mengetahui kadar kesamaan unit gramatikal tersebut sebagai prefiks.

Page 118: i i - Unsyiah

107Penelitian Linguistik

1.3.1.1.2.3 Teknik Bawahan-PerluasTeknik bawahan-perluas adalah penyediaan data yang dilakukan dengan cara memperluas unsur yang menjadi fokus objek penelitian, baik secara formal (bentuk) maupun semantis (makna). Pada dasarnya mekanisme teknik ini sama dengan kedua teknik di atas.

Teknik ini, terutama, dimaksudkan untuk menyediakan data untuk analisis kadar kesinoniman unsur lingual yang menjadi fokus objek penelitian. Berdasarkan data awal peneliti meminta informan memunculkan data sandingan yang memiliki makna yang sama dengan bentuk sandingannya. Misalnya, suatu penelitian yang bertujuan mendeskripsikan bentuk-bentuk yang bersinonim dengan bentuk cantik. Berdasarkan data awal, yaitu cantik, peneliti meminta informan memunculkan bentuk lain sebagai data sandingannya. Bentuk yang muncul, misalnya, berupa molek, permai, indah, tidak jelek, dan tidak tercela. Tiga bentuk pertama jumlah unsurnya sama (perluas secara semantis), sedangkan dua bentuk terakhir jumlah unsurnya berbeda, bahkan unsurnya berbeda dengan data awal (perluas secara semantis dan secara formal).

1.3.1.1.2.4 Teknik Lanjutan Bawahan-SisipTeknik bawahan-sisip adalah penyediaan data yang dilakukan dengan cara menyisip unsur yang menjadi fokus objek penelitian. Mekanisme teknik ini sama dengan teknik-teknik di atas. Teknik ini, terutama, dimaksudkan untuk menyediakan data untuk analisis kadar keeratan hubungan antarunsur lingual yang menjadi fokus objek penelitian. Berdasarkan data awal peneliti meminta informan memunculkan data sandingan yang memiliki keeratan hubungan dengan bentuk sandingannya. Misalnya, suatu penelitian yang bertujuan mendeskripsikan unsur frasa lokatif di sini dalam satu susunan beruntun. Apakah unsur tersebut memiliki hubungan yang erat satu sama lain atau tidak. Berdasarkan data pancingan awal diperoleh data berikut.

(1) Saya kemarin tidur di sini.(2) Saya kemarin tidur dengan nenek di sini.

Page 119: i i - Unsyiah

108 Metode Penelitian

Berdasarkan data awal (1) dapat dipancing munculya data sandingan dengan meminta informan membentuk tuturan baru dengan cara menyisipkan unsur tertentu antara unsur yang menjadi fokus objek penelitian dan unsur sebelumnya sehingga diperoleh tuturan seperti (2).

1.3.1.1.2.5 Teknik Lanjutan Bawahan-BalikTeknik bawahan-balik adalah penyediaan data yang dilakukan dengan cara membalik unsur yang menjadi fokus objek penelitian. Cara kerja teknik ini pun sama dengan teknik-teknik sebelumnya. Dalam praktiknya, teknik ini, terutama, dimaksudkan untuk menyediakan data untuk analisis kadar ketegaran letak suatu unsur lingual yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan data awal peneliti meminta informan memunculkan data sandingan dengan cara mengubah-ubah letak unsur yang menjadi objek penelitian. Misalnya, suatu penelitian yang bertujuan mengetahui letak unsur yang berupa frasa preposisional lokatif di sini di atas. Berdasarkan data tuturan (1) peneliti dapat memancing informan untuk memunculkan data baru, yaitu sebagai berikut:

(1) Saya kemarin tidur di sini.(2) Di sini saya tidur kemarin.(3) Saya di sini tidur kemarin.

Data tentang posisi di sini selanjutnya dianalisis untuk mendeskripsikan posisi-posisi struktural yang dapat ditempati di sini.

1.3.1.1.3 Metode IntrospeksiMetode introspeksi adalah metode penyediaan data dengan memanfaatkan intuisi kebahasaan peneliti. Metode ini digunakan oleh peneliti yang meneliti bahasa ibunya. Dengan perkataan lain, peneliti sebagai penutur asli (native speaker) dapat melakukan introspeksi terhadap data kebahasaan yang ditelitinya. Menurut Sudaryanto (1988), secara konseptual dan dalam kerangka kerja analisis, data dapat diklasifikasikan atas dua tipe, yaitu data teranalisis

Page 120: i i - Unsyiah

109Penelitian Linguistik

dan data pemeringan analisis. Disebut data teranalisis jika diperoleh dari informan dan disebut data pemeringan analisis jika diperoleh atau diciptakan atau bersumber dari peneliti. Perhatikan data berikut!

(1) Dia makan tadi.(2) Dia tadi makan.(3) Tadi dia makan.(4) Makan dia tadi.(5) *Makan tadi dia.

Diandaikan bahwa jika data (1) merupakan data teranalisis, data (2) s.d. (5) adalah data pemeringan analisis yang diciptakan oleh peneliti dengan menggunakan teknik balik pada data (1)

.1.3.1.2 Metode dan Teknik Analisis Data Linguistik SingkronisDari keseluruhan tahap penelitian, tahap analisis datalah yang paling menentukan karena pada tahap tersebutlah kaidah-kaidah diformulasikan. Pendeskripsian kaidah-kaidah tersebut merupakan inti dari sebuah penelitian. Oleh karena itu, dalam menganalisis data diperlukan metode dan teknik-teknik tertentu sesuai dengan karakteristik data. Terdapat dua metode utama yang digunakan dalam tahap analisis data, yaitu sebagai berikut.

1.3.1.2.1 Metode Padan IntralingualMetode padan intralingual adalah metode analisis dengan cara menghubung-hubungkan unsur-unsur yang bersifat lingual (unsur-unsur yang berada di dalam bahasa), baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun yang terdapat dalam beberapa bahasa yang berbeda. Misalnya, sebuah penelitian dengan tujuan menentukan posisi yang dapat ditempati oleh satuan lingual adverbia tadi dalam deretan struktur, data yang harus dipersiapkan terlebih dahulu adalah semua kemungkinan tipe tuturan, baik yang gramatikal maupun yang

Page 121: i i - Unsyiah

110 Metode Penelitian

tidak gramatikal, yang mencerminkan letak satuan lingual yang menjadi fokus objek penelitian tersebut. Perhatikan kembali data berikut!

(1) Dia makan tadi.(2) Dia tadi makan.(3) Tadi dia makan.(4) Makan dia tadi.(5) *Makan tadi dia

Semua data di atas dianalisis dengan membandingkan satu sama lain sehingga muncullah formulasi atau rumusan kaidah sebagai berikut.

Keempat tuturan di atas memiliki kesamaan unsur pembentuknya, yaitu berupa satuan lingual dia, makan, dan tadi. Namun, letak satuan lingual tadi pada tuturan tersebut tidak sama. Pada tuturan (1) satual lingual tadi menempati posisi setelah predikat, sedangkan tuturan (2), (3), dan (4) masing-masing menempati posisi antara subjek dan predikat; sebelum subjek; dan setelah subjek. Satuan lingual tersebut tidak dapat menempati posisi antara predikat dan subjek, seperti tidak dijumpai pada tuturan (5).

Model analisis data di atas mencerminkan pelaksanaan metode padan dengan menggunakan teknik hubung-banding menyamakan (HBS) dan teknik hubung-banding membedakan (HBB). Selain itu, metode ini juga memiliki teknik hubung-banding menyamakan hal pokok (HBSP). Teknik yang terakhir ini bertujuan mencari kesamaan hal pokok dari pembedaan dan penyamaan yang dilakukan dengan menerapkan teknik HBS dan HBB. Tujuan akhir banding menyamakan atau membedakan tersebut adalah menemukan kesamaan pokok di antara data yang diperbandingkan itu.

1.3.1.2.2 Metode Padan EkstralingualMetode padan ekstralingual adalah metode analisis dengan cara menghubung-hubungkan unsur-unsur yang bersifat ekstralingual (unsur-

Page 122: i i - Unsyiah

111Penelitian Linguistik

unsur yang berada di luar bahasa), seperti menghubungkan masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa, seperti perilaku atau karakter masyarakat pengguna bahasa. Dalam operasionalnya, metode ini juga diikuti oleh teknik-teknik seperti pada pada padan intralingual. Dalam hal ini, yang di-HBS/HBB/HBSP-kan adalah yang bersifat ekstralingual.

1.3.1.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Linguistik SingkronisHasil analisis data yang berupa kaidah-kaidah dapat disajikan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut: (1) perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang (nonverbal) dan (2) perumusan dengan menggunakan redaksional (verbal), termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis. Kedua cara tersebut, masing-masing disebut metode formal dan metode informal.

Berkaitan dengan metode formal, ada beberapa tanda atau lambang yang biasa digunakan dalam penyajian hasil analisis data. Tanda atau lambang tersebut beserta maksudnya, antara lain, adalah sebagai berikut.

Tanda Asteris (*)

: Tanda asteris digunakan untuk menunjukkan bentuk (satuan lingual) yang tidak gramatikal (tidak berterima). Tanda tersebut diletakkan sebelum bentuk yang tidak gramatikal tersebut.Misalnya:*mencantik*termalam*sabun yang mandi*Makan tadi dia.Namun, untuk penyajian hasil analisis data penelitian diakronis tanda tersebut digunakan untuk menunjukkan bahwa bentuk itu merupakan bentuk hipotesis; hasil re-konstruksi bentuk purba dalam kajian linguistk historis komparatif. Misalnya:PAN *mata ’mata’ adalah bentuk purba dari proto-Aus-tronesia yang merupakan bentuk asal dari bentuk-bentuk yang terdapat dalam bahasa turunannya.

Page 123: i i - Unsyiah

112 Metode Penelitian

Tanda Kurung Biasa ((...))

: Tanda kurung biasa digunakan untuk menyatakan bahwa formatif yang berada di dalamnya memiliki alternasi se-jumlah formatif yang berbeda di dalamnya.Misalnya:Dalam BS ditemukan bentuk-bentuk lim(a, E, e) ’lima’. Ar-tinya, untuk makna ‘lima’ dalam BS direalisasikan dengan sekurang-kurangnya empat leksem, yaitu lima, limE, dan lime.

Tanda kurung biasa juga lazim digunakan untuk menga-pit angka Arab yang menunjukkan nomor urutan contoh data dan mengapit huruf/angka perincian suatu masalah.Misalnya:Keempat tuturan di atas memiliki kesamaan unsur pemben-tuknya, yaitu berupa satuan lingual dia, makan, dan tadi. Namun, letak satuan lingual tadi pada tuturan tersebut tidak sama. Pada tuturan (1) satual lingual tadi menempati posi-si setelah predikat, sedangkan tuturan (2), (3), dan (4) ma-sing-masing menempati posisi antara subjek dan predikat; sebelum subjek; dan setelah subjek. Satuan lingual tersebut tidak dapat menempati posisi antara predikat dan subjek, seperti tidak dijumpai pada tuturan (5).

Tanda Kurung Siku ([...])

: Tanda kurung siku digunakan untuk menunjukkan bah-wa satuan di dalamnya adalah satuan fonetis (mengapit unsur fonetis). Tanda ini biasanya juga digunakan dalam bidang fonologi untuk melambangkan bunyi tertentu yang tidak berstatus fonem.Misalnya:Nasal biasa [ñ] dan [ŋ] ditulis menjadi ny dan ng. Contoh:nyoe untuk kata [ñoǝ] ‘ini’nyan untuk kata [ñan] ‘itu’nyang untuk kata [ñaŋ] ‘yang’bangai untuk kata [baŋai] ‘bodoh’

Tanda Garis Miring (/.../)

: Tanda garis miring digunakan untuk menunjukkan bah-wa satuan di dalamnya adalah fonem (mengapit unsur fonem). Tanda ini biasanya digunakan dalam bidang fo-nologi atau morfofonemik untuk melambangkan bunyi tertentu yang berstatus fonem.Misalnya:Prefiks meN- berubah menjadi me- jika diimbuhkan pada bentuk dasar yang berfonem awal /m/, /n/, /l/, /r/, /ng/, /ny/, /w/, dan /y/.

Page 124: i i - Unsyiah

113Penelitian Linguistik

Tanda Kurung Kura-wal ({...})

: Tanda kurung kurawal digunakan untuk menunjukkan bahwa satuan di dalamnya adalah morfem (mengapit unsur morfem). Tanda ini biasanya digunakan dalam bidang morfologi untuk melambangkan bentuk tertentu yang tidak berstatus morfem.Misalnya:Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai diko-tomi dengan morfem afiks. Jadi, bentuk-bentuk seperti {juang}, {kucing}, dan {sikat} adalah morfem dasar. Morfem ini ada yang termasuk morfem terikat, seperti {juang}, {henti}, dan {abai}; tetapi ada juga yang terma-suk morfem bebas, seperti {beli}, {lari}, dan {kucing}, sedangkan morfem afiks, seperti {meN}, {ber}, {ter-}, dan {-kan} jelas semuanya termasuk morfem terikat.

Tanda Petik Tunggal (’...’)

: Tanda petik tunggal digunakan untuk menunjukkan bahwa satuan di dalamnya adalah makna (mengapit arti atau makna).Misalnya:Droeneuh peue neu-pajôh?1 apa 1-makan‘Anda mau makan apa?’

Tanda Panah ( )

: Tanda panah digunakan untuk menunjukkan hasil proses atau menjadi. Tanda ini biasanya juga digunakan dalam bidang morfologi. Misalnya:Dalam bahasa Aceh, kata yang bersuku dua langsung dapat disisipkan –eum-. Contoh:

cacah ceumacahgarô geumarôpiké seumikétarék teumarék

Akan tetapi, kata yang bersuku satu mengalami proses lain, yaitu-eum- + /c/ ceumeu- -eum- + /k/ keumeu- -eum- + /s/ seumeu--eum- + /t/ teumeu-

Contoh:cah ceumeucahkueb keumeukuebsôh seumeusôhtet teumeutet

Page 125: i i - Unsyiah

114 Metode Penelitian

Tanda Plus (+)

: Tanda plus digunakan untuk menandai hubungan anta-runsur lingual atau bergabung dengan. Tanda ini pun bi-asanya juga digunakan dalam bidang morfologi.Misalnya:-eum- + /l/ seumeu- -eum- + /k/ seumeu- -eum- + /r/ seumeu- -eum- + /b/ seumeu- -eum- + /g/ seumeu-

lhôh seumeulhôhkoh seumeukohrh seumeurhahbhôi seumubhôigrôh seumeugrôh

Selain itu, lambang-lambang yang dapat digunakan adalah lambang huruf sebagai singkatan, yaitu sebagai berikut:BA : Bahasa AcehBG : Bahasa GayoBH : Bahasa HalobanIN : Inkoatif

Jéh hai, ka reubah-geuh lam leuhôb.Itu hai IN reubah-3 dalam lumpur’Lihat, beliau terjatuh ke dalam lumpur!’

PERF : PerfektifAwakjéh ka lheuh ji-pajoh bu.3 PERF lepas 3-makan nasi‘Mereka sudah makan.’

3 : Orang KetigaAwakjéh ka lheuh ji-pajoh bu.3 PERF sudah 3-makan nasi‘Mereka sudah makan.’

REL : RelatifAneuk nyang inöng nyang ka geupeukawen.Anak REL perempuan REL PERF 3-pref.-kawin’Anaknya yang perempuan yang sudah dinikahkan.’

Page 126: i i - Unsyiah

115Penelitian Linguistik

NEG : NegatifKah bèk ka-woe dilèe!2 NEG 2-pulang dulu‘Kamu jangan pulang dulu!’

FS : Fokus SubjekDi gata ta-woe laju.FS 2 2-pulang terus‘Anda pulang terus.’

PROG : ProgresifAwaknyoe teungöh ji-pajôh bu.3 PROG 3-makan nasi ‘Mereka sedang makan.’

BD : Bentuk Dasar ceumeucop

-eum- cop(inf.) (BD)

2. RingkasanPenelitian linguistik adalah telaah ilmiah terhadap bahasa guna mengungkapkan fenomena yang terdapat dalam suatu bahasa atau pemakaian bahasa berdasarkan kedataan lingual. Objek penelitian linguistik adalah bahasa, baik bahasa murni maupun bahasa terapan. Linguistik murni berkaitan dengan pengkajian ilmu bahasa dengan fokus struktur bahasa sebagai korpus (data), misalnya fonologi, morfologi, dan sintaksis. Di pihak lain, linguistik terapan berhubungan dengan telaahan ilmu bahasa dengan fokus pemakaian bahasa sebagai korpus, misalnya penggunaan bahasa berdasarkan tinjauan morfogis, sintaktis, dan semantis.

Penelitian linguistik dibedakan atas linguistik singkronik dan linguistik diakronik. Linguistik singkronik, disebut juga linguistik deskriptif, adalah ilmu bahasa yang menelaah bahasa yang hidup dalam kesatuan waktu tertentu yang dipandang relatif pendek. Linguistik diakronik, disebut juga linguistik historis komparatif, adalah ilmu bahasa

Page 127: i i - Unsyiah

116 Metode Penelitian

yang menelaah bahasa yang hidup dalam kurun waktu yang dipandang relatif panjang (dasawarsa-dasawarsa dan abad-abad).

Berkaitan dengan pemilihan metode linguistik, penentuan cabang linguistik yang utama dipandang perlu. Ada tiga cara untuk menentukan kepalingutamaan tersebut, yaitu (1) secara historis mana cabang yang muncul paling akhir, (2) secara statistik mana cabang yang paling banyak perhatian linguis di seluruh dunia, (3) secara struktural mana kedudukan sentral suatu satuan lingual itu di dalam jaringan lingual. Cara ketiga dipandang sebagai cara yang paling utama.

Metode dan teknik penelitian linguistik mengacu kepada mekanisme penyediaan, analisis, dan penyajian hasil analisis data. Metode dan teknik penyediaan data meliputi (1) metode simak dengan teknik dasar yang berwujud teknik sadap dan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, teknik catat, dan teknik rekam; (2) metode cakap dengan teknik dasar yang berwujud teknik pancing dan teknik lanjutan yang berupa teknik lanjutan cakap semuka dan teknik lanjutan cakap tansemuka, teknik cakap semuka meliputi teknik bawahan-lesap, teknik bawahan-ganti, teknik bawahan-perluas, teknik bawahan-sisip, dan teknik bawahan-balik; (3) metode introspeksi. Metode dan teknik analisis data meliputi (1) metode padan intralingual dengan teknik teknik hubung-banding menyamakan (HBS) dan teknik hubung-banding membedakan (HBB), dan teknik hubung-banding menyamakan hal pokok (HBSP); dan (2) metode padan ekstralingual (dengan teknik yang sama). Metode dan teknik penyajian data meliputi (1) perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang (nonverbal) dan (2) perumusan dengan menggunakan redaksional (verbal), termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis. Kedua cara tersebut, masing-masing disebut metode formal dan metode informal.

3. Latihan(1) Dalam metode linguistik dibedakan antara penelitian linguistik

singkronis dan penelitian linguistik diakronik. Berikan pengertian kedua konsep penelitian tersebut!

Page 128: i i - Unsyiah

117Penelitian Linguistik

(2) Penelitian linguistik singkronis dibedakan atas penelitian linguistik murni dan penelitian linguistik terapan. Diandaikan Anda telah melakukan identifikasi masalah terhadap kedua jenis penelitian tersebut; rumuskan masing-masing tiga judul penelitiannya!

(3) Terdapat tiga hal substansial dalam metode linguistik, yaitu (1) metode dan teknik penyediaan data, (2) metode dan teknik penganalisisan data, dan (3) metode dan teknik penyajian data. Diandaikan Anda telah melakukan ketiga proses tersebut dalam rangkaian proses penelitian; buatlah sebuah deskripsi mini yang mencerminkan ketiga proses tersebut!

Page 129: i i - Unsyiah

118 Metode Penelitian

Page 130: i i - Unsyiah

119Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 2003. Pokoknya Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: Dunia Pustaka Jaya & Pusat Studi Sunda.

Depdikbud. 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Jakarta: Depdikbud.

Djajasudarma, T. Fatimah. Metode Linguistik: Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco.

Djojosuroto, Kinayati dan M.L.A. Sumaryati. 2004. Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Bahasa & Sastra. Jakarta: Penerbit Nuansa.

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Widyatama.

Husen, S. Jaafar. 1995. Penelitian Sastra: Metodologi dan Penerapan Teori. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Joni, T. Raka. 1998. Pendidikan Tindakan Kelas. Jakarta: Ditjen Dikti.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Pudentia (Ed.). 1998. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Yayasan Asosiasi Tradisi Lisan.

Setiyadi. 2006. Metode Penelitian untuk Pengajaran Bahasa Asing: Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 131: i i - Unsyiah

120 Metode Penelitian

Syahbuddin dan Burhanuddin Yasin. 2002. Pedoman dan Materi Pelatihan. Penelitian Tindakan Kelas. Banda Aceh: Dinas Pendidikan NAD.

Siswantoro. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta: Muhammadiyah Universiti Press.

Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik: Bagian Pertama: ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

----------. 1988. Metode Linguistik: Bagian Kedua: Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

----------. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa.Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: Reneka Cipta.

----------. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Suharsimi, Arikunto, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukmadinata. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syamsuddin dan Vismaia S. Damaianti. 2006. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Page 132: i i - Unsyiah

121Glosarium

GLOSARIUM

penelitian : usaha yang dilakukan untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan berdasarkan data dan fakta melalui sumber-sumber pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah.

field research : penelitian yang bertujuan memcahkan masalah-masalah praktis yang berkembang dalam masyarakat

library research penelitian yang bertujuan memperoleh data sekunder yang akan digunakan sebagai landasan teoretis yang berkaitan dengan masalah yang penulis lakukan dan relevan dengan masalah yang diteliti guna mendukung data-data yang diperoleh selama penelitian dengan cara mempelajari buku-buku, literatur, dan sumber lainnya

laboratory research

: penelitian yang bertujuan mengumpulkan data, menganalisis, mengadakan tes, serta memberikan

Page 133: i i - Unsyiah

122 Metode Penelitian

interpretasi terhadap sejumlah data sehingga dapat digunakan untuk meramalkan gejala yang akan timbul

applied research

: penelitian yang bertujuan meneliti masalah yang signifikan dan hidup dalam masyarakat sekitar yang hasil penelitiannya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, baik secara individual maupun kelompok

qualitative research

: penelitian yang bertujuan mendeskripsikan suatu fenomena tanpa melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya

quantative research

: penelitian yang bertujuan mendeskripsikan suatu fenomena melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya

classroom action research

: penelitian yang bertujuan menemukan pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh guru sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Contohnya, dalam pembelajaran, guru menemukan siswa kurang aktif di kelas

fundamental research

: penelitian yang bertujuan memperluas ilmu dengan tanpa memikirkan pemanfaatan hasil penelitian tersebut untuk manusia atau masyarakat

explorative research

: penelitian yang bertujuan menggali secara lebih dalam dan luas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi suatu objek

development research)

: penelitian yang bertujuan mengembangkan sesuatu ke arah yang lebih baik, lebih sempurna

verivicative research

: penelitian yang bertujuan mengecek kebenaran hasil penelitian lain yang telah dilaksanakan sebelumnya

Page 134: i i - Unsyiah

123Glosarium

policy research : penelitian yang bertujuan menemukan kebijakan yang tepat untuk diterapkan pada sesuatu

longitudinal : penelitian yang bertujuan meneliti sesuatu tanpa menggunakan subjek yang sama

cross-sectional : penelitian yang bertujuan mempelajari pola dan urutan perkembangan dan/atau perubahan sesuatu hal, sejalan dengan berlangsungnya perubahan waktu

experiment research

: penelitian yang bertujuan meneliti ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek yang diteliti

descriptive research

: penelitian yang bertujuan menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sistematis

historical research

: penelitian yang bertujuan menelaah data secara sistematik berkaitan dengan kejadian masa lalu untuk menguji hipotesis yang berhubungan dengan faktor-faktor penyebab, pengaruh, atau perkembangan kejadian yang mungkin membantu dengan memberikan informasi pada kejadian sekarang dan mengantisipasi kejadian yang akan dating

ex-postfacto research

: penelitian yang bertujuan melacak kembali faktor penyebab terjadinya variabel-variabel, baik bebas maupun terikat, dengan menggunakan setting alamiah

experiment research

: penelitian yang bertujuan meneliti ada tidaknya akibat dari “sesuatu” yang dikenakan pada subjek yang diteliti

Page 135: i i - Unsyiah

124 Metode Penelitian

experiment quasy research

: penelitian yang bertujuan memperoleh informasi yang merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol dan/atau memanipulasikan semua variabel yang relevan

survey research : penelitian yang bertujuan mendeskripsikan keadaan alami yang hidup saat itu, mengidentifikasi secara terukur keadaan sekarang untuk dibandingkan, dan menentukan hubungan sesuatu yang hidup di antara kejadian spesifik

mekanisme penelitian

: langkah-langkah yang biasanya dipahami sebagai desain penelitian utuh yang menggambarkan cara kerja yang logis dan sistematis

masalah : sesuatu yang bertolak belakang atau yang bertentangan dengan teori atau suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan

identifikasi masalah

: proses mengkaji, mengenali, menentukan, dan menetapkan masalah yang akan menjadi proyek penelitian

perumusan masalah

: upaya menyatakan secara konkret pertanyaan-pertanyaan penelitian terkait dengan substansi atau ruang lingkup masalah yang diteliti

tujuan penelitian

jawaban yang hendak diperoleh atas pertanyaan penelitian

kerangka teori :

anggapan dasar : suatu starting point pemikiran yang kebenarannya secara teoretis dapat diterima

hipotesis : jawaban sementara terhadap pertanyaan penelitian sebelum penelitian tersebut dilakukan

Page 136: i i - Unsyiah

125Glosarium

sumber data :

Informan :

metodologi penelitian

: sesuatu berkaitan dengan penjelasan bagaimana prosedur teknis pelaksanaan penelitian. Penjelasan teknis tersebut, antara lain, meliputi populasi dan sampel, informan, instrumen, metode, dan teknik (teknik pengumpulan dan teknik penganalisisan data)

Teknik :

karya ilmiah : karya tulis yang menyusunan dan penyajiannya didasarkan pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah

makalah : Karya ilmiah bersifat deskriptif dan ekspositoris, biasanya disusun oleh mahasiswa sebagai bagian dari kegiatan akademik di perguruan tinggi dan juga ditulis oleh seseorang untuk diajukan dalam suatu pertemuan ilmiah dan penerbitan

laporan penelitian

: karya ilmiah yang penyajiannya bersifat deskriptif-analitis, biasanya disusun oleh mahasiswa sebagai bagian dari kegiatan akademik di perguruan tinggi, seperti laporan praktikum, dan sebagai syarat guna memperoleh gelar akademik S1, S2, S3

skripsi laporan penelitian yang diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar S1

tesis : laporan penelitian yang diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar S2

disertasi : laporan penelitian yang diajukan sebagai syarat guna memperoleh gelar S3

Page 137: i i - Unsyiah

126 Metode Penelitian

bahan pustaka : semua rujukan atau referensi yang dipakai sebagai bahan informasi sewaktu menyusun laporan, baik yang sudah diterbitkan maupun tidak

penelitian tindakan kelas

: penelitian yang bersifat kolaboratif dan partisipatif yang berawal dari pengklasifikasian beberapa masalah yang menarik perhatian yang dirasakan bersama oleh suatu kelompok guru

penelitian linguistik

: telaah ilmiah terhadap bahasa guna mengungkapkan fenomena yang terdapat dalam suatu bahasa atau pemakaian bahasa berdasarkan kedataan lingual

penelitian linguistik murni

: pengkajian ilmu bahasa dengan fokus struktur bahasa sebagai korpus (data), misalnya fonologi, morfologi, dan sintaksis

penelitian linguistik trapan

: telaahan ilmu bahasa dengan fokus pemakaian bahasa sebagai korpus, misalnya penggunaan bahasa berdasarkan tinjauan morfogis, sintaktis, dan semantis

linguistik singkronik

: ilmu bahasa yang menelaah bahasa yang hidup dalam kesatuan waktu tertentu yang dipandang relatif pendek

linguistik singkronik

: ilmu bahasa yang menelaah bahasa yang hidup dalam kurun waktu yang dipandang relatif panjang (dasawarsa-dasawarsa dan abad-abad)

metode dan teknik penelitian linguistik

: mekanisme penyediaan, analisis, dan penyajian hasil analisis data, metode dan teknik penyediaan data meliputi (1) metode simak dengan teknik dasar yang berwujud teknik sadap dan teknik lanjutan yang berupa teknik simak libat cakap,

Page 138: i i - Unsyiah

127Glosarium

teknik simak bebas libat cakap, teknik catat, dan teknik rekam; (2) metode cakap dengan teknik dasar yang berwujud teknik pancing dan teknik lanjutan yang berupa teknik lanjutan cakap semuka dan teknik lanjutan cakap tansemuka, teknik cakap semuka meliputi teknik bawahan-lesap, teknik bawahan-ganti, teknik bawahan-perluas, teknik bawahan-sisip, dan teknik bawahan-balik; (3) metode introspeksi, metode dan teknik analisis data meliputi (1) metode padan intralingual dengan teknik teknik hubung-banding menyamakan (HBS) dan teknik hubung-banding membedakan (HBB), dan teknik hubung-banding menyamakan hal pokok (HBSP); dan (2) metode padan ekstralingual (dengan teknik yang sama)

Page 139: i i - Unsyiah

128 Metode Penelitian

Page 140: i i - Unsyiah

129Indeks

INDEKS

Aabstrak 43, 44, 55action driven 59anakes 101anggapan dasar 26, 27, 36, 43, 46, 124antropologi 99arkeologi 99arogansi 24

BBahasa Aceh 19, 193, 194, 195, 216,

217, 218, 227, 229, 326, 327bahasawan 209bioteknologi 5

CCatatan Kaki 47, 52, 53, 54catatan penjelas 48

Ddaftar pustaka iii, 47, 55data pemeringan analisis 109diakronis 98, 103, 111diksi 166, 167diskusi 78, 80, 90diskusi balikan 78, 80dokumenter 34, 316, 317

Eegoisme 24ejaan 42, 87, 190

Ffrasa 20, 40, 44, 95, 96, 107, 108,

177, 198, 202, 206

Ggaya selingkung 42gelombang elektromaknetik 3

Page 141: i i - Unsyiah

130 Metode Penelitian

Hheterogen 3, 29high-inference observation 74, 77hipotesis 1, 10, 27, 36, 44, 46, 61,

62, 63, 68, 69, 78, 91, 96, 97, 111, 123, 124, 203, 236, 239, 298, 300

hipotesis tindakan 68, 69, 91

Iinstrumen penelitian 32, 302interaction analisis 73interpretasi 4, 60, 64, 71, 72, 73,

74, 77, 78, 79, 91, 122, 206, 258, 269, 270, 271, 273

Jjurnal 51, 53, 57, 78, 238, 330

Kkalimat 20, 24, 40, 42, 43, 56, 76, 87,

94, 95, 96, 106, 156, 157, 163, 177, 188, 195, 196, 197, 198, 199, 200, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 328

karya ilmiah 28, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 54, 55, 56, 125

kerangka teori 124kloning 5kolaboratif 59, 60, 67, 72, 90, 91, 126kongres 213, 239, 276

konstruksi lingual 94korpus 93, 96, 115, 126, 209, 225Kuesioner 33, 298, 317, 318kutipan langsung 48

Llayout vi, 42lembar observasi 33linguistik v, 3, 11, 12, 27, 31, 33,

88, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 103, 104, 115, 116, 117, 126, 200, 201, 206, 233, 256, 271

linguistik historis komparatif 93, 115low-inference observation 73, 77

Mmajalah 47, 49, 51, 53, 171, 178,

283, 290, 293margin 41, 42, 45, 55, 56media bahasa 42metodologi 33, 60, 75, 125, 271

Nnomina deverbal 95

Oobservasi 33, 34, 35, 64, 71, 72,

73, 74, 76, 77, 78, 79, 80, 91, 225, 316, 317

otoriter 24

Page 142: i i - Unsyiah

131Indeks

Pparagraf 42, 43, 49, 87, 96, 156,

157, 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 176, 196

paragraf campuran 43paragraf deduktif 43paragraf induktif 43pasif 328penelitian deskriptif 9, 13, 61, 62,

297, 316penelitian eksperimen 9, 13, 61, 62penelitian eksploratif 6, 258penelitian eksposfakto 9, 13Penelitian historis 9penelitian humaniora 2, 12penelitian kebijakan 6, 11, 12, 99penelitian kualitatif 5, 12, 27, 33,

61, 74, 91, 179, 187, 235, 236, 249, 269, 270, 271, 272, 300

penelitian kuantitatif 5, 12populasi 28, 29, 37, 44, 46, 62,

125, 160, 161, 296Pragmatik 101Psikolinguistik 102, 213

Rreferensi iv, 17, 33, 47, 48, 49, 50,

53, 94, 126, 163, 206rekonstruksi 3, 111, 221, 290

Ssampel 28, 29, 31, 37, 44, 46, 60,

61, 62, 125, 160, 161, 222, 257, 296, 298, 315

sastra ii, 153semiotika 258sinkronis 98sosiolinguistik 101, 233, 239sosiologi 99, 258, 264stilistika 102sumber data 28, 29, 32, 46, 125,

187, 188, 207, 235, 238supervisor 72, 73Surat Kabar 54, 100, 101

Ttanda kurung kurawal 113tanda kurung siku 112tanggal 325, 327teknik bawahan-ganti 104, 116, 127

Uunsur primer bahasa 98

Vverba 328

Page 143: i i - Unsyiah

132 Metode Penelitian

Page 144: i i - Unsyiah

133Lampiran

LAMPIRAN 1CONTOH-CONTOH

PROPOSAL PENELITIANPENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA

INDONESIA

Page 145: i i - Unsyiah

134 Metode Penelitian

Contoh 1

Proposal Penelitian Pembelajaran 1 (Umum)

KEMAMPUAN SISWA KELAS X MAN 3 BANDA ACEH MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI

Proposal Skripsi

diajukan sebagai bahan seminar proposalpada Prodi PBSI FKIP Unsyiah

olehQalbina

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH

2011

Page 146: i i - Unsyiah

135Lampiran

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Skripsi

KEMAMPUAN SISWA KELAS X MAN 3 BANDA ACEH MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI

Nama : QalbinaNIM : 0606102010035Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mengetahui,

Ketua Program StudiPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Drs. Teuku Alamsyah, M.Pd.NIP 196606061992031005

Dosen Wali,

Azwardi, S.Pd., M.Hum.NIP 1973112019980201001

Page 147: i i - Unsyiah

136 Metode Penelitian

KEMAMPUAN SISWA KELAS X MAN 3 BANDA ACEHMENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI

1. Latar Belakang MasalahMenulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa (language art, language skiils) yang produktif. Artinya, melalui keterampilan berbahasa ini seseorang dituntut untuk mampu berkreatif. Dengan perkataan lain, seseorang harus mampu mengekspresikan pikiran, pengalaman, dan perasaannya ke dalam bentuk bahasa tulis sehingga apa yang diketahui, dialami, dan dirasakannya tentang suatu hal dapat disampaikan dengan baik kepada orang lain.

Untuk dapat mentransformasikan apa yang kita ketahui, alami dan rasakan secara tepat kepada orang lain bukanlah pekerjaan yang mudah. Banyak orang yang mempunyai gagasan yang cemerlang, pengalaman yang menarik, dan perasaan yang menawan seringkali merasa sulit menyampaikannya kepada orang lain. Hal ini akibat dari ketidakmampuannya mengurutkan gagasan, pengalaman, dan perasaannya itu secara logis dan sistematis ke dalam bahasa tulis.

Kemampuan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Kemampuan ini bersifat fungsional bagi pengembangan diri siswa. Dengan menulis, siswa dapat mengungkapkan apa yang ada di dalam jiwa dan pikirannya. Pengalaman yang dialami dalam kehidupannya dapat dituangkan ke dalam sebuah tulisan dalam bentuk apa pun bergantung pada kemampuan seseorang dalam menulis dan mengekspresikan tulisannya tersebut.

Keterampilan menulis sangat erat hubungannya dengan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah. Pengajaran keterampilan ini bertujuan untuk membimbing siswa agar terampil menuangkan ide-ide atau gagasan-gagasan ke dalam bentuk tulisan. Menulis membutuhkan pikiran, ide, atau gagasan yang tersusun pada rangkaian antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain dalam sebuah paragraf. Agar dapat menulis paragraf dengan baik, harus diperhatikan berbagai syarat

Page 148: i i - Unsyiah

137Lampiran

yang diperlukan dalam pembentukannya, meliputi kesatuan paragraf, kepaduan atau koherensif, dan kelengkapan atau ketuntasan paragraf sehingga terbentuk paragraf yang sempurna.

Paragraf disebut juga alinea, yaitu seperangkat kalimat yang membicarakan satu topik atau satu pokok pembicaraan (Ibrahim dan Wildan, 2003:104). Paragraf merupakan wujud penuangan inti buah pikiran dalam sebuah karangan. Dalam paragraf terkandung suatu pikiran yang didukung oleh semua kalimat yang membangun paragraf tersebut. Kalimat-kalimat yang membangun paragraf harus saling berhubungan dan memperlihatkan kesatuan dan kepaduan gagasan.

Pada dasarnya ada empat jenis paragraf, yaitu deskripsi, narasi, eksposisi, dan argumentasi. Keempat macam paragraf tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda (Atmazaki, 2006:86). Keraf (1995:10) “mendefinisikan argumentasi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha membuktikan suatu kebenaran”. Karangan argumentasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) mengemukakan alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi keyakinan pembaca agar menyetujuinya; (2) mengusahakan pemecahan suatu masalah; dan (3) mendiskusikan suatu persoalan tanpa perlu mencapai suatu penyelesaian (Finoza, 2002:197). Argumentasi merupakan satu bentuk karangan eksposisi yang khusus. Pengarang argumentasi berusaha untuk menyakinkan atau membujuk pembaca atau pendengar untuk percaya dan menerima apa yang dikatakannya. Pengarang argumentasi selalu berusaha memberikan pembuktian secara objektif dan menyakinkan. Hal ini sesuai dengan tujuan utama karangan argumentasi yaitu untuk menyakinkan pembaca agar menerima atau mengambil suatu dokrin, sikap, dan tingkah laku tertentu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis.

Penelitian ini berkenaan dengan kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh menulis paragraf argumentasi. Lingkup kajian penelitian ini meliputi aspek substansi dan aspek penggunaan bahasa. Aspek substansi yang dikaji meliputi kemampuan mengemukakan fakta,

Page 149: i i - Unsyiah

138 Metode Penelitian

bukti, alasan, atau bantahan dengan tujuan mempengaruhi keyakinan pembaca dan aspek penggunaan bahasa meliputi kemampuan menyusun paragraf berdasarkan kesatuan, kepaduan, dan ketuntasan paragraf. Penelitian ini dilakukan dengan dilandasi oleh dasar pemikiran berikut. Pertama, keterampilan menulis telah diajarkan sejak kelas X semester I. Keterampilan menulis yang diajarkan antara lain adalah keterampilan menulis wacana. Berbagai jenis wacana yang diajarkan adalah menulis wacana narasi, wacana deskripsi, wacana persuasi, wacana argumentasi, dan wacana eksposisi (Boediono, 2003:8).

Kedua, berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006:264) terdapat standar kompetensi (SK) aspek berbahasa keterampilan menulis yaitu mengungkapkan informasi melalui penulisan paragraf dan teks pidato. SK tersebut dibagi menjadi empat kompetensi dasar (KD). Salah satu KD tersebut adalah menulis gagasan untuk mendukung suatu pendapat dalam bentuk paragraf argumentatif. Melalui KD tersebut, siswa diharapkan mampu menulis paragraf argumentasi dengan baik dan benar.

Ketiga, upaya untuk meningkatkan kemampuan menulis pada siswa telah banyak dilakukan. Hal ini terbukti dengan banyaknya penelitian yang dilakukan oleh para ahli maupun mahasiswa. Di antaranya adalah Basri (2000) melakukan penelitian yang berjudul “Kemampuan Siswa Kelas II SLTP Negeri 1 Kawai XVI Menulis Wacana Argumentasi”. Kemudian, Nilma (2000) melakukan penelitian berjudul “Kemampuan Siswa Kelas II SLTP Negeri Banda Aceh Menulis Wacana Deskripsi”. Berikutnya, Yuanna (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Siswa Kelas X MAN Tungkob Menulis Wacana Naratif dengan Metode Mind Mapping”. Selanjutnya, Latif (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Kuta Cot Glie Mengembangkan Paragraf Argumentasi”. Hampir semua hasil penelitian yan dilakukan menunjukkan bahwa kemampuan siswa menulis paragraf masih berada dalam kategori cukup dan kurang.

Page 150: i i - Unsyiah

139Lampiran

Hingga saat ini, belum ada peneliti yang melakukan penelitian mengenai kemampuan siswa menulis paragraf argumentasi pada MAN 3 Banda Aceh. Berdasarkan uraian di atas, kajian ini dapat diarahkan untuk menjawab bagaimana kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh menulis paragraf argumentasi.

2. Rumusan MasalahRumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh menulis paragraf argumentasi? Rumusan masalah ini dapat dirinci sebagai berikut.(1) Bagaimana kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh

menulis Paragraf argumentasi berdasarkan kesatuan?(2) Bagaimana kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh

menulis Paragraf argumentasi berdasarkan kepaduan?(3) Bagaimana kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh menulis

Paragraf argumentasi dengan memperhatikan ketuntasan isi?

3. Tujuan PenelitianBerdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh menulis paragraf argumentasi. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh

menulis Paragraf argumentasi berdasarkan kesatuan;(2) mendeskripsikan kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh

menulis Paragraf argumentasi berdasarkan kepaduan;(3) mendeskripsikan kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh

menulis Paragraf argumentasi dengan memperhatikan ketuntasan isi.

Page 151: i i - Unsyiah

140 Metode Penelitian

4. Manfaat PenelitianHasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk hal-hal berikut:(1) Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan dan wawasan tentang hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan menulis paragraf argumentasi.

(2) Bagi guru, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan yang positif dan menjadi salah satu indikator dalam menilai keberhasilan proses pembelajaran di sekolah-sekolah, khususnya di MAN 3 Banda Aceh.

(3) Bagi siswa, dengan adanya penelitian ini, mereka dapat mengetahui kemampuan dan potensi dirinya dalam menulis paragraf argumentasi. Di samping itu, mereka juga dapat melatih diri dan mengembangkan kemampuannya dalam menulis paragraf argumentasi.

5. Populasi dan Sampel Penelitian5.1 PopulasiPopulasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh, tahun pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa seluruhnya 122 orang. Mereka tersebar dalam lima kelas. Setiap kelas terdiri atas 21, 25, hingga 26 siswa. Karena populasinya relatif banyak, penelitian dilakukan pada sampel. Distribusi populasi pada setiap kelas dapat dilihat pada tabel berikut.

TABEL 1POPULASI PENELITIAN

No. Kelas X Jumlah Siswa Jenis KelaminLaki-Laki Perempuan

1. X-I 25 orang 10 orang 15 orang2. X-2 25 orang 7 orang 18 orang3. X-3 26 orang 11 orang 15 orang4. X-4 21 orang 9 orang 12 orang5. X-5 25 orang 10 orang 15 orang

Jumlah 122 orang 47 orang 75 orang

Page 152: i i - Unsyiah

141Lampiran

5.2 Sampel PenelitianSampel penelitian ini adalah siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh. Pemilihan sampel didasarkan kepada pendapat Arikunto (1998:120), yaitu “... jika jumlah subjeknya besar, dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih”. Penulis menetapkan sampel sebesar 25% dari jumlah populasi. Jadi, sampel penelitian ini sebanyak 30 orang siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh. Pengambilan sampel dilakukan secara random. Teknik penarikan sampel yang dilakukan yaitu mengambil 6 orang siswa dari tiap kelas secara random. Mereka dikumpulkan pada satu kelas dan diminta untuk menulis paragraf argumentasi.

6. Metode dan Teknik Penelitian6.1 Metode PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif-kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran tingkat kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh menulis paragraf argumentasi. Pelaksanaan metode ini dapat mengikuti langkah-langkah kerja seperti menyusun instrumen penelitian, mengumpulkan data, mengklasifikasikan data, menganalisis data, menarik kesimpulan, serta menulis laporan penelitian. Dalam hal ini Sudaryanto (1988b:62) mengemukakan bahwa metode deskriptif merupakan metode yang menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang ada sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perincian seperti potret paparan sebagaimana adanya.

6.2 Teknik Penelitian6.2.1 Teknik Pengumpulan DataData penelitian ini dikumpulkan melalui teknik tes. Dilihat dari segi waktu, tes dapat dilakukan dalam beberapa jam (Sedarmayanti,

Page 153: i i - Unsyiah

142 Metode Penelitian

2002:88). Tes yang diberikan berbentuk tulisan. Proses pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dengan cara meminta siswa untuk memilih salah satu dari tiga topik yang disediakan, kemudian mengembangkannya menjadi paragraf argumentasi. Topik-topik yang disediakan adalah sebagai berikut:(1) kebersihan lingkungan sekolah;(2) manfaat perpustakaan sekolah; (3) pentingnya mempelajari mata palajaran bahasa Indonesia.

Paragraf argumentasi yang ditulis oleh siswa tersebut diberi nilai berdasarkan aspek-aspek yang telah ditentukan. Aspek yang dinilai, yaitu aspek substansi dan aspek penggunaan bahasa. Aspek substansi meliputi kemampuan mengemukakan fakta, bukti, alasan, atau bantahan dengan tujuan mempengaruhi keyakinan pembaca. Aspek penggunaan bahasa meliputi kemampuan menyusun paragraf berdasarkan kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan atau ketuntasan sehingga diperoleh paragraf yang sempurna.

Untuk memudahkan pengumpulan data, penulis menetapkan klasifikasi nilai. Pengklasifikasian nilai tersebut dilakukan dengan cara memberikan bobot nilai untuk masing-masing aspek yang diteliti. Adapun rincian aspek yang dinilai dan bobot nilai yang diberikan adalah sebagai berikut.

Page 154: i i - Unsyiah

143Lampiran

TABEL 2ASPEK PENILAIAN PARAGRAF

No.Aspek

PenilaianIndikator Nilai

1. Aspek Substansi

1. mengemukakan fakta, bukti, alasan, atau bantahan dengan tujuan mempengaruhi keyakinan pembaca

20

2. Aspek Penggunaan Bahasa(a) Kesatuan(b) Kepaduan(c) Ketuntasan

2. mengandung kalimat topik secara jelas3. antarkalimat dalam paragraf dihubungkan secara padu dengan pengulangan kata, kata sambung, atau kata ganti yang sesuai4. pemakaian unsur kebahasaan (ungkapan transisi, kata ganti, kata kunci,dan referensi)5. mengandung kalimat-kalimat penjelas yang cukup dan sesuai dengan kalimat topik (tidak ada kalimat yang menyimpang dari kalimat topik)

15

25

20

20

Jumlah 100Sumber: Saifuddin Mahmud (2009)

6.2.2 Teknik Pengolahan dan Analisis DataData penelitian ini diolah secara deskriptif kuantitatif. Data yang bersifat kuantitatif yang berwujud angka-angka hasil perhitungan dapat diproses dengan beberapa cara antara lain: (a) dijumlahkan,

Page 155: i i - Unsyiah

144 Metode Penelitian

dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase, (b) dijumlahkan, diklasifikasikan sehingga merupakan suatu susunan urut data (array), untuk selanjutnya dibuat tabel, maupun yang diproses lebih lanjut menjadi perhitungan pengambilan kesimpulan atau untuk kepentingan visualisasi datanya (Arikunto, 1998:245-246). Penulis menggunakan teknik penganalisisan data dengan statistik sederhana. Analisis data dilakukan dengan cara mencari nilai rata-rata (mean) dari hasil jawaban siswa Langkah-langkah analisis data adalah sebagai berikut: (1) menyusun nilai kemampuan siswa menulis paragraf argumentasi, (2) mendistibusikan nilai siswa dalam tabel distribusi frekuensi, dan (3) mencari nilai rata-rata (mean) dengan menggunakan rumus rata-rata hitung.

Pengolahan data dalam penelitian ini bertujuan untuk mencari: (1) tingkat penguasaan rata-rata setiap aspek yang ditentukan dengan

pedoman penskoran seperti yang dinyatakan oleh Kurniawan (2009:16) sebagai berikut.

(2) tingkat penguasaan rata-rata keseluruhan aspek yang diteliti. Untuk mencari nilai rata-rata keseluruhan aspek yang diteliti, penulis menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Hadi (2002:67) sebagai berikut.

Keterangan: M = nilai rata-rata f = frekuensi x = jumlah nilai n =banyak data

Page 156: i i - Unsyiah

145Lampiran

Setelah nilai rata-rata diperoleh, penulis memasukkan nilai tersebut ke dalam kategori penilaian. Hal ini diperlukan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa kelas X MAN 3 Banda Aceh menulis paragraf argumentasi dengan berpedoman pada klasifikasi skala penilaian Depdiknas (2006:57) sebagai berikut.

TABEL 3KLASIFIKASI PENILAIAN HASIL TES

No. Bentuk Kualitatif Bentuk Kuantitatif1. Sangat Baik 85-1002. Baik 70-843. Cukup 56-694. Kurang 40-555. Sangat Kurang <39

Sumber Depdiknas (2006:57)

Page 157: i i - Unsyiah

146 Metode Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah, Sabarti. dkk. 1988. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Alwi, Hasan. dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

----------. 2001. Paragraf. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.Arifin, E. Zainal dan Amran Tasai. 1999. Cermat Berbahasa

Indonesia. Jakarta: Akapres.Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan

Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.Atmazaki. 2006. Kiat-Kiat Mengarang dan Menyunting. Padang:

Yayasan Citra Budaya Indonesia. Azwardi. 2008. “Menulis Ilmiah: Materi Kuliah Bahasa Indonesia

Umum untuk Mahasiswa”. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.

Basri, Hasan. 2000. “Kemampuan Siswa Kelas II SLTP Negeri 1 KawaiI XVI Menulis Wacana Argumentasi” Skripsi Universitas Syiah Kuala.

Boediono. 2003. Kurikulum 2004. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

----------. 2006. Standar Isi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

----------. 2006. Pengembangan Media Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Finoza, Lamuddin. 1993. Komposisi Bahasa Indonesia: untuk Mahasiswa Nonjurusan Bahasa. Jakarta: Diksi Insan Mulia.

Page 158: i i - Unsyiah

147Lampiran

----------. 2004. Komposisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Diksi Insan Mulia.Hartono. 2008. Statistik untuk Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Hasnun, Anwar. 2006. Pedoman Menulis untuk Siswa SMP dan SMA.

Yogyakarta: Andi.Haryanto. dkk. 2000. Metode Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah:

Buku Ajar untuk Mahasiswa. Jakarta: EGC.Ibrahim, Ridwan dan Wildan (Ed.). 2003. Bahasa Indonesia untuk

Perguruan Tinggi. Banda Aceh: GEUCI.Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.----------. 1995. Eksposisi: Komposisi Lanjutan II. Jakarta: Gramedia

Widiasarana Indonesia ----------. 1994. Komposisi. Jakarta: Nusa Indah.Kurniawan, Endang dan Endah Mutaqimah. 2009. Penilaian.

DepdiknasLatif, Nazariah. 2010. “Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1

Kuta Cut Glie Mengembangkan Paragraf Argumentasi”. Skripsi Universitas Syiah Kuala.

Mangkuatmodjo, Soegiartjo. 2003. Pengantar Statistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Nilma. 2000. “Kemampuan Siswa Kelas II SLTP Negeri Banda Aceh Menulis Wacana Deskripsi”. Skripsi Universitas Syiah Kuala.

Parera, Jos Daniel. 1993. Menulis Tertib dan Sistematik. Jakarta: Erlangga.

Syarief, Elina. 2005. Pembelajaran Menulis: Bahan Ajar Diktat Guru Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Atas. Jakarta: Depdiknas

Sedarmayanti dan Syarifuddin Hidayat. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: Mandar Maju.

Sudaryanto. 1988b. Metode Linguistik Bagian Kedua: Metode dan Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Prees.

Page 159: i i - Unsyiah

148 Metode Penelitian

Sugiono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta

Tarigan, Hendri Guntur. 1994. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Yuanna. 2009. “Peningkatan Kemampuan Siswa Kelas X MAN Tungkob Menulis Wacana Naratif dengan Metode Mind Mapping”. Skripsi Universitas Syiah Kuala.

Page 160: i i - Unsyiah

149Lampiran

Contoh 2

Proposal Penelitian Pembelajaran 2 (PTK)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI PENGEMBANGAN KESADARAN KRITISSISWA KELAS TIGA SLTP NEGERI 1 BANDA ACEH

Proposal Skripsi

diajukan sebagai bahan seminar proposalpada Prodi PBSI FKIP Unsyiah

olehRidwan Ibrahim

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH

2012

Page 161: i i - Unsyiah

150 Metode Penelitian

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Skripsi

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI PENGEMBANGAN KESADARAN KRITISSISWA KELAS TIGA SLTP NEGERI 1 BANDA ACEH

Nama : Ridwan IbrahimNIM : 1206102010036Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mengetahui,

Ketua Program StudiPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Drs. Teuku Alamsyah, M.Pd.NIP 196606061992031005

Dosen Wali,

Azwardi, S.Pd., M.Hum.NIP 1973112019980201001

Page 162: i i - Unsyiah

151Lampiran

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACAMELALUI PENGEMBANGAN KESADARAN KRITISSISWA KELAS TIGA SMP NEGERI 1 BANDA ACEH

1. Latar Belakang dan MasalahTeks bacaan sebagai bahan rujukan selalu diperlukan di dalam kelas. Teks bacaan seperti koran, majalah, artikel, dan bahan cetakan lainnya dianggap suatu yang obyektif atau suatu kebenaran yang tidak memihak kepada lembaga yang dipatuhi. Dalam era teknologi informasi seperti sekarang ini, siswa dibanjiri dengan berbagai informasi dalam bentuk teks tertulis, sangat penting bagi mereka untuk mampu memandang dan bertanya terhadap teks secara kritis.

Akan tetapi, dalam kenyataannya pengajar dan pembelajar selalu menerima apa adanyatanpa kritikan mengenai isi, praanggapan yang ada di dalam teks, dan apa saja yangdiungkapkan penulis melalui bahasanya. Harris dan Hodges (1981) menyatakan bahwarendahnya sikap kritis pembaca dalam menghadapi suatu teks bacaan dapat membuatpembaca itu kurang dapat mempertimbangkan sesuatu secara benar yang pada akhirnyaakan menerima sesuatu tanpa dilandasi pandangan dan pemikiran yang menyeluruh.Dengan demikian, nilai, fakta, informasi, atau pengetahuan yang diperoleh dari teksbacaan tertentu kurang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Begitu pula halnyadalam penggunaan bahasa. Pengguna bahasa perlu menyajikan pikirannya berdasarkanfakta, pendapat, pemikiran berdasarkan kaidah-kaidah berpikir yang sistematis dan logis.Hal ini memerlukan sikap kritis sehingga apa yang disajikan dalam suatu konteks penggunaan bahasa teruji kebenarannya.

Tidak semua isi teks dalam suatu tulisan itu benar, atau paling kurang isi teks itu kurang sesuai dengan budaya, pandangan hidup, atau keyakinan kita. Dengan kata lain, pengajar dan pembelajar

Page 163: i i - Unsyiah

152 Metode Penelitian

perlu memiliki sikap tegas (kesadaran kritis) untuk mengkritik teks yang dianggap jelas (obvious) dan pendinian yang menganggap teks bacaan itu selalu benar (taken for granted). Oleh karena itu, pada diri, pembelajar perlu ditumbuhkembangkan sikap kritis terhadap teks yang dibacanya atau ditulisnya. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan penelitian ini dapat dideskripsikan sebagai berikut:(1) Siswa cenderung menerima secara pasif tentang apa yang ada

dalam teks karena dianggap sesuatu yang terbaik dari sesuatu yang sudah jelas.

(2) Pengajar pada umumnya menggunakan teks sebagai media untuk mentransfer pengetahuan gramatikal, kosakata, dan isi pengetahuan kepada pembelajar dengan tujuan agar siswa memahami unsur-unsur bahasa yang berbeda yang ada dalam teks.

(3) Pengajar jarang merangsang siswa agar bertanya tentang kejelasan teks dan tentang kebenaran isi teks.

(4) Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru sering berkisar tentang isi teks sehingga informasi seputar teks jarang diketahui pembelajar.

Penelitian ini berupaya menerapkan beberapa strategi pembelajaran membaca di kelas yang mampu mengembangkan kesadaran kritis siswa terhadap isi teks dan dalam penggunaan bahasa (critical awareness). Pengembangan sikap tersebut akan dijelmakan mulai dalam proses pramembaca, waktu membaca, dan pada akhir atau setelah membaca. Dengan demikian, penelitian ini akan memfokuskan perhatiannya pada strategi pembelajaran membaca dan berpikir kritis mengenal isi teks suatu wacana.

2. Rumusan MasalahKesadaran, pemahaman, dan penafsiran kritis terhadap teks suatu wacana bagi siswa kelas 3 SMP Negeri 1 Banda Aceh

Page 164: i i - Unsyiah

153Lampiran

perlu ditumbuhkembangkan melalui strategi, metode, dan teknik pembelajaran tertentu, sehingga efektivitas sintesis suatu bacaan sesuai dengan tuntutan kurikulum.

3. Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan kesadaran, pemahaman, dan penafsiran kritis pembelajar kelas 3 SMP Negeri 1 Banda Aceh terhadap suatu teks bacaan dengan menerapkan beberapa strategi pembelajaran membaca yang sesuai dengan tahapan pembelajaran membaca.

4. Manfaat PenelitianSecara praktis, hasil penelitian ini akan bermanfaat bagi guru dan bagi siswa. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam merancang pengajaran membaca, baik pada tahap pramembaca, tahap membaca, dan tahap akhir membaca. Bagi pembelajar, data dan temuan penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk menetapkan strategi yang tepat dalam kegiatan membaca berbagai jenis teks. Secara teoretis, hasil penelitian ini dapat memperkaya khazanah ilmu pengetahuan secara umum dan pengetahuan bahasa secara khusus.

5. Kajian PustakaDefinisi Membaca Kritis. Menurut Harris dan Hodges (1981), membaca kritis adalah suatu proses untuk membuat keputusan: mengevaluasi relevansi dan kecukupan dari apa yang dibaca. Dalam membaca kritis, Thistletwaite (1990) menjelaskan bahwa pembaca membuat evaluasi apa yang telah dibaca dan membuat suatu keputusan (mungkin menerima, menolak/tidak setuju, atau menyadari perlu penambahan informasi).

Page 165: i i - Unsyiah

154 Metode Penelitian

Sikap Siswa dalam Membaca Teks. Studi (Wallace, 1990) menunjukkan bahwa kebanyakan siswa cenderung menerima secara pasif tentang apa yang ada dalam teks karena apa yang sudah dibukukan dianggap sesuatu yang terbaik dan sesuatu yang sudah jelas. Selanjutnya, Wallace menjelaskan bahwa pengajar pada umumnya menggunakan teks sebagai media untuk mentransfer pengetahuan gramatikal, kosakata, dan isi pengetahuan kepada pembelajar dengan tujuan agar siswa memahami unsur-unsur bahasa yang berbeda yang ada dalam teks. Guru jarang merangsang siswa agar bertanya tentang kejelasan teks dan tentang kebenaran isi teks. Temuan Wallace memberi implikasi bahwa istilah ‘kritis’ dimaksud dalam penelitian ini merupakan suatu usaha tidak secara langsung pembelajar menerima begitu saja pernyataan yang dianggap jelas dalam teks. Pembelajar harus memiliki sikap yang tegas dan mampu memposisikan dirinya pada jastifikasi atau penolakan terhadap pernyataan yang dianggap jelas itu. Oleh karena itu, guru perlu membimbing pembelajar bertanya mengenai isi teks dan asumsi ideologis dan teks yang dipaparkan penulisnya.

Penerapan Strategi dalam Tahap-tahap Proses Membaca. Thisletwaite (1990) menawarkanmbeberapa tipe tugas yang berbeda yang dirancang untuk mengembangkan. Strategi membaca kritis. Tipe-tipe dimaksud dijelaskan secara rinci berikut ini sesuai dengan tahapan proses membaca. Pertama, strategi untuk tahap pramembaca (the prereading stage). Strategi membaca konvensional berbeda dengan strategi kritis. Dalam kegiatan pramembaca konvensional, pembelajar ditugaskan untuk; (1) menemukan jawaban dan pertanyaan yang diberikan berdasarkan teks, (2) memberikan pendapat pribadi mengenai topik bacaan, (3) memprediksi kelanjutan dari teks yang dibacanya. Sedangkan dalam kegiatan pramembaca kritis,

Page 166: i i - Unsyiah

155Lampiran

pembelajar ditugaskan untuk memikirkan atau menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak didasarkan pada teks (text-based), tetapi didasarkan pada seputar teks (based around the text), misalnya (a) alasan penulis menulis topik tulisannya, (b) gaya bahasa yang digunakan penulis untuk menulis teks tersebut, (c) kondisi yang melatarbelakangi penulisan teks tersebut oleh penulis, dan (d) generalisasi dari daftar/urutan pertanyaan-pertanyaan pembelajar. Ini akan mengembangkan kesadaran kritis (critical awareness) dalam diri pembelajar tentang bagaimana dan mengapa teks tersebut ditulis.

Selanjutnya, untuk memancing sikap kritis, pengajar dapat menyusun berbagai pertanyaan seputar teks. Beberapa pertanyaan seperti berikut ini dapat dijadikan model strategi pembelajaran membaca kritis. (1) Apa topik/judul teks itu dan apa yang diceritakan dalam teks tersebut? (2) Apa tujuan penulisnya: memberikan informasi, membujuk, merayu, atau menghibur? (3) Kondisi apa yang terjadi di sekitar penulis (ketegangan politik, dekadensi moral, krisis ekonomi, atau krisis kepercayaan) sehingga penulis menulis teks tersebut? (4) Ragam apa yang dipakai dalam menulis topik tersebut: formal atau pribadi. (5) Apakah teks tersebut berbentuk surat, artikel, esai, atau iklan? (6) Siapa penulisnya dan seberapa banyak Anda mengetahui tentang diri penulis? (7) Informasi apa saja yang mengungkapkan tentang diri penulis? (8) Kapan teks tersebut ditulis? (9) Siapakah target pembacanya?

Dengan cara demikian, pembelajar tidak hanya memahami teks, tetapi juga dapat mengembangkan strategi untuk menafsirkan dan memecahkan masalah yang penting dan suatu teks. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan membantu pembelajar memandang suatu teks dan perspektif yang lebih luas, misalnya dan segi konteks sehingga ia dapat memperoleh informasi mengenai latar belakang sosial,

Page 167: i i - Unsyiah

156 Metode Penelitian

politik, sejarah, dan konteks budaya dan teks tersebut. Yang lebih penting lagi karena pertanyaanpertanyaan seputar teks digeneralisasi oleh pembelajar, memungkinkan mereka melihat teks secara kritis sehingga pertanggungjawaban terhadap proses belajarnya menjadi lebih besar (Harris dan Hodges, 1981).

Kedua, strategi untuk tahap membaca (the while reading stage). Kegiatan yang sering dilakukan pada tahap mi adalah menyuruh pembelajar menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam berbagai bentuk. Cara mi diakui dapat membantu mengembangkan keterampilan baca tulis kritis, tetapi masih kurang memadai jika dikaitkan dengan hakikat membaca sebagai suatu kegiatan kreatif dan menantang (creative and challenging) sehingga pertanyaan-pertanyaan dan kemampuan interpretif pembelajar perlu dipicu.

Pada tahap ini pembelajar dituntut mampu memberikan reaksi terhadap isi dan bahasadalam teks yang dibacanya dengan menganotasi dan menganalisis. Menganotasi sangat penting untuk memfokuskan perhatian pembaca pada isi dan bahasa dan teks. Pembelajaran diminta untuk beranotasi secara langsung dengan cara menggarisbawahi, membuat pertanyaan, dan membuat garis besar/kerangka bacaan. Setelah melewati proses ini sebagai dasar untuk kegiatan selanjutnya pada hakikatnya pembelajar sudah menuju ke arah pemahaman yang baik terhadap argumentasi atau pendirian penulis teks.

Setelah arah tujuan argumentasi penulis diketahui, pembelajar harus dibimbing untuk menganalisis argumentasi dan bahasa penulis. Dalam hal ini pembelajar dapat dianjurkan membuat pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan pernyataan atau poin yang tegaskan penulis dan apa yang dinyatakan sebagai sesuatu yang benar oleh penulis. Sebagai tambahan, untuk mengevaluasi argumentasi penulis dalam setiap paragraf, berikan daftar ceklis yang jawabannya dapat

Page 168: i i - Unsyiah

157Lampiran

diingat pembelajar sewaktu membaca. Daftar ceklis itu misalnya berisi: (1) mengapa ide pokok ini harus diterima sebagai sesuatu yang benar, (2) apa alasan atau bukti sehingga penulis menggunakan ide pokok tersebut, dan (3) atas dasar apa saya ide pokok mi? Jadi, suatu hal yang sangat penting dalam membaca kritis adalah mampu membedakan fakta dengan pendirian atau pendapat. Dengan demikian, pembelajar akan sadar bagaimana bahasa digunakan untuk mengungkapkan fakta dan gagasan.

Menganalisis bahasa dapat dilakukan dengan mencari pola atau pengulangan bentuk,seperti pengulangan pola kalimat yang berkesan berulang-ulang, pengulangan deskripsi, gaya yang tetap, pengulangan kata, frasa, atau ilustrasi, ketergantungan pada strategi penulisan yang khusus, misalnya menggunakan ide yang bertentangan untuk mengungkapkan pandangan yang kontras, menggunakan kiasan untuk merefleksikan penekanan dan perasaan penulis, dll. Pembelajar juga dapat disadarkan dengan menganalisis penggunaan kata, jenis kata, fungsi kata-kata, serta tujuan penulis menggunakan kata-kata tersebut dalam tulisannya. Jadi, inti lain dalam membaca kritis adalah kesadaran terhadap peranan bahasa sebagai alat penyampaian ide yang di dalamnya mengandung ideologi penulisnya, bukan sekadar proporsi yang disampaikan. Dengan demikian, di samping memahami bentuk-bentuk bahasa, pembelajar juga dapat memberikan bukti atas posisi ideologi teks yang dibacanya.

Ketiga, strategi untuk tahap akhir membaca (the post readig stage). Pada tahap ini, pembelajar diminta untuk menyampaikan apa-apa yang sudah dipahami dalam tahaptahap sebelumnya dalam bentuk tugas menulis. Pembelajar dapat diminta membuat ringkasan, membuat evaluasi, membuat analisis, membuat komentar, dan membuat perenungan. Strategi ini akan membantu pembelajar

Page 169: i i - Unsyiah

158 Metode Penelitian

mengembangkan kesadaran, pemahaman, dan penafsiran kritis ke dalam tulisan setelah berinteraksi dengan teks.

Untuk menerapkan strategi ini, dua hal pokok di bawah mi perlu diperhatikan pengajar secara sungguh-sungguh.(1) Pengajar harus memberikan bimbingan yang sangat jelas kepada

pembelajar. Pada mulanya pengajar harus memberikan model sehingga pembelajar melakukan tugastugas itu dengan penuh keyakinan.

(2) Karena pembelajar akan mengumpulkan informasi di dalam kelas, kamus dan buku-buku pustaka sebagai rujukan yang relevan harus cukup tersedia di dalam kelas.

(3) Membaca kritis dapat ditandai dan aktivitas yang dilakukan pembaca, yaitu menanyakan sesuatu seputar teks dan isi teks, menganalisis, dan mengevaluasi, membuat komentar, dan renungan maka jenis bahan (material) yang luas dan otentik sangat diperlukan. Dalam hal ini, beberapa bagian dan surat kabar, majalah, kutipan dari sebuah novel atau cerpen, dan artikel sangat cocok digunakan.

6. Hipotesis Tindakan(1) menyuruh siswa memikirkan atau menemukan jawaban dan

pertanyaan-pertanyaan seputar teks (dalam tahap pramembaca);(2) memberikan reaksi terhadap isi dan bahasa dalam teks yang

dibacanya dengan menganotasi dan menganalisis (dalam tahap membaca);

(3) menyampaikan hal-hal yang sudah dipahami dalam tahap-tahap sebelumnya dalam bentuk tugas menulis (dalam tahap akhir membaca). Strategi itu dapat dikombinasikan sesuai dengan jenjang kelas yang diajarkan.

Page 170: i i - Unsyiah

159Lampiran

7. Metode PenelitianMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan penelitian tindakan kelas. Rancangan penelitian disusun dalam satuan siklus yang meliputi empat langkah: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan evaluasi, dan perefleksian (McTaggart dan Connole, 1993). Keseluruhan kegiatan penelitian ini dikelompokkan dalam tiga siklus besar dan masing-masing siklus besar terdiri atas empat siklus kecil. Dengan kata lain, siklus besar I dilaksanakan 4 kali pertemuan, siklus besar II dilaksanakan 4 kali pertemuan, dan siklus besar III dilaksanakan kali pertemuan dengan pokok bahasan yang berbeda-beda. Pada setiap siklus disusun perencanaan pembelajaran, diikuti pelaksanaan tindakan, pengobservasian pembelajaran, baik oleh peneliti sendiri maupun oleh observer, dan diakhiri dengan refleksi. Perefleksian dilakukan pada setiap akhir siklus kecil dan hasil perefleksian itu dijadikan dasar penyusunan perencanaan siklus kecil berikutnya.

Subjek penelitian ini adalah pembelajar kelas 3 SMP Negeri 1 Banda Aceh yang diajar oleh peneliti. Dalam pelaksanaan penelitian ini dilibatkan 2 guru bidang studi serumpun sebagai kolaborator. Hal itu dilakukan guna mengamati pelaksanaan dan memberikan masukan dalam perefleksian setiap siklus. Subjek penelitian ini keseluruhannya berjumlah 82 orang yang terdiri atas siswa kelas III A: 18 orang laki-laki dan 22 orang perempuan dan siswa kelas III B: 21 laki-laki dan 19 perempuan. Pemilihan siswa kelas 3 A dan B sebagai subjek penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa mereka memiliki karakteristik yang hampir sama. Artinya, tingkat kemampuan rata-rata mereka dan keaktifan antara siswa laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa subjek penelitian ini bersifat homogen. Homogenitas itu ditandai dari tingkat kemampuan dan keaktifan, serta program pembelajaran yang mereka ikuti.

Page 171: i i - Unsyiah

160 Metode Penelitian

8. Data PenelitianData penelitian ini berupa hasil membaca kritis siswa. Dalam hal ini proses membuat evaluasi, keputusan (mungkin menerima, menolak/tidak setuju, atau menyadari perlu penambahan informasi), dan ketiga tahapan membaca, serta hasil menulis isi teks yang telah dipahami. Data penelitian ini bersumber dan siswa, khususnya, cara-cara membuat evaluasi dan membuat putusan terhadap isi teks, dan hasil menulis siswa.

9. Teknik Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis DataData penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan seperangkat instrumen dalam bentuk catatan lapangan dan rekaman. Catatan lapangan adalah catatan yang dibuat guru peneliti ketika tindakan itu berlangsung. Sedangkan lembar rekaman sudah disiapkan guru peneliti bersama kolaborator sebelum tindakan dilakukan (lihat lampiran). Dengan demikian, data penelitian mi adalah hasil membaca kritis siswa dalam tahap pramembaca, pada waktu membaca, dan pada akhir membaca.

10. Teknik Pengolahan dan Analisis DataData yang telah dikumpulkan, diklasifikasi menurut tahapan membaca, dan menurut aspek yang diteliti, serta menurut siklus penelitian, yaitu pemahaman isi teks, evaluasi isi teks, pembuatan keputusan tentang isi teks, dan penulisan isi teks dengan menggunakan kaidah bahasa yang benar. Data tersebut dianalisis secara kualitatif tingkat kekritisan siswa dalam memandang isi teks. Hasil analisis itu didiskusikan dengan indikator yang digunakan untuk dijadikan dasar perumusan simpulan.

Page 172: i i - Unsyiah

161Lampiran

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. 2001. Pedoman Teknis Pelaksanaan Classroom Action Research, Jakarta: Proyek PPM-SLTP Pusat Jakarta.

Hopkins, D. 1993. A Teacher’s Guide to Classroom Research, 2nd.ed., Philadelphia: Open University Press.

McNiff, J. 1992. Action Research: Principles and Practice, New York: Routledge, Chapman and Hall, Inc.

McTaggart. 1993. Action Research: A Short Modern History, Geelong, Victoria Deakin University Press.

Yasin, B. 2000. Terms of Reference Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas. Banda Aceh: Proyek PPM-SLTP Kanwil Depdiknas Provinsi Daerah Istimewa Aceh.

Page 173: i i - Unsyiah

162 Metode Penelitian

Contoh 3

Proposal Penelitian Linguistik Murni 1

PERBANDINGAN AFIKSASI BAHASA INDONESIA DENGAN AFIKSASI BAHASA HALOBAN

Proposal Skripsi

diajukan sebagai bahan seminar proposalpada Prodi PBSI FKIP Unsyiah

olehAlfisah

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH

2011

Page 174: i i - Unsyiah

163Lampiran

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Skripsi

PERBANDINGAN AFIKSASI BAHASA INDONESIADENGAN AFIKSASI BAHASA HALOBAN

Nama : AlfisahNIM : 0606102010043Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mengetahui,

Ketua Program StudiPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Drs. Teuku Alamsyah, M.Pd.NIP 196606061992031005

Dosen Wali,

Drs. Saifuddin Mahmud, M.Pd.NIP 195910151987031005

Page 175: i i - Unsyiah

164 Metode Penelitian

PERBANDINGAN AFIKSASI BAHASA INDONESIA DENGAN AFIKSASI BAHASA HALOBAN

1. Latar Belakang MasalahBahasa-bahasa yang masih dipakai atau digunakan kelompok masyarakat tertentu harus dihargai dan dibina oleh negara karena bahasa-bahasa itu merupakan bagian dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kekayaan budaya asli ini harus ditumbuhkembangkan sehingga keberadaannya tetap terpelihara sebagai salah satu unsur kebudayaan nasional. Pembinaan dan pengembangan bahasa daerah tersebut ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa setiap bahasa daerah tetap dihormati dan dipelihara oleh negara.

Halim (1984:151) mengatakan bahwa bahasa-bahasa daerah di Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, (3) alat penghubung di dalam keluarga dan masyarakat daerah. Dalam hubungannya dengan bahasa Indonesia, bahasa daerah berfungsi sebagai (1) pendukung bahasa nasional, (2) bahasa pengantar di sekolah-sekolah dasar tertentu pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran lain, dan (3) alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah.

Melihat betapa pentingnya fungsi dan peran bahasa daerah dalam pengembangan dan pertumbuhan bahasa, bahasa daerah tersebut perlu dibina, dipelihara, dikembangkan, dan diselamatkan. Usaha penyelamatan, pemeliharaan, dan pembinaan bahasa daerah itu hanya dimungkinkan melalui penggalian, penelitian, dan pencatatan.

Bahasa Haloban adalah salah satu bahasa daerah yang masih hidup dan digunakan oleh masyarakat Pulau Tuangku, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.

Page 176: i i - Unsyiah

165Lampiran

Bahasa Haloban digunakan oleh sekitar seribu orang dari dua desa, yaitu desa Haloban dan desa Asantola. Mengingat penutur bahasa tersebut dari hari ke hari semakin berkurang, maka bahasa tersebut perlu diselamatkan. Penyelamatan ini hanya dimungkinkan dengan melakukan penggalian, penelitian, dan penulisan.

Penulisan bahasa Haloban pernah dilakukan oleh beberapa orang peneliti. Penelitian tersebut menghasilkan beberapa tulisan yaitu, Kamus Sederhana Bahasa Haloban (Mahmud, dkk., 2000), Fonologi Bahasa Haloban (Mahmud, dkk., 2000), Sapaan dalam Bahasa Haloban (Mahmud dkk., 2000), Sastra Lisan Bahasa Haloban (Alamsyah dkk., 2000), Verba Bahasa Haloban (Alamsyah dkk., 2000), Nomina Bahasa Haloban (Alamsyah dkk., 2000), Morfologi Bahasa Haloban (Junaidi dkk., 2000), Sintaksis Bahasa Haloban (Junaidi dkk., 2000), Adjektiva Bahasa Haloban (Armia dkk., 2000), dan Kata Tugas Bahasa Haloban (Armia dkk., 2000).

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahasa Haloban merupakan sebagai salah satu bahasa daerah yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut tidak tertutup kemungkinan kedua bahasa itu merupakan bahasa bersaudara yang memiliki persamaan dalam proses pembentukan kata di samping perbedaanya.

Dalam bahasa Indonesia pembentukan kata dilakukan dengan proses afiksasi. Misalnya, bentuk dasar baju (nomina) dalam bahasa Indonesia telah mempunyai arti leksikal sebagaimana yang tertera dalam kamus. Jika pada bentuk dasar tersebut diimbuhkan afiks ber- menjadi berbaju (verba), proses tersebut sekaligus mengubah fungsinya dari nomina menjadi verba dan mengandung makna ‘memakai atau menggunakan baju’.

Dalam bahasa Haloban pembentukan kata juga dilakukan dengan proses afiksasi. Afiks ber- dalam bahasa Indonesia dan afiks ba- dalam

Page 177: i i - Unsyiah

166 Metode Penelitian

bahasa Haloban merupakan afiks yang memiliki fungsi dan makna yang sama. Misalnya, dalam bahasa Indonesia terdapat bentuk dasar sepeda (nomina), jika diimbuhkan prefiks ber- menjadi bersepeda (verba). Dalam bahasa Haloban terdapat bentuk dasar kureta (nomina) jika diimbuhkan prefiks ba- menjadi bakureta (verba). Kedua bentuk tersebut sama-sama berfungsi membentuk verba dari nomina dan memiliki makna yang sama pula yaitu ‘menaiki atau menggunakan sepeda’. Di samping persamaan yang terdapat pada afiks tersebut, tidak tertutup kemungkinan terdapat perbedaan pada afiks-afiks yang lain.

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis akan melakukan penelitian dan penulisan bahasa Haloban yang berjudul “Perbandingan Afiksasi Bahasa Indonesia dengan Afiksasi Bahasa Haloban”.

2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah perbandingan afiksasi bahasa Indonesia dengan afiksasi bahasa Haloban?

3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan perbandingan afiksasi bahasa Indonesia dengan afiksasi bahasa Haloban.

4. Manfaat PenelitianSecara teoretis penelitian ini penting dilakukan karena bermanfaat bagi pertumbuhan dan pelestarian suatu bahasa. Manfaat lain penelitian ini adalah sebagai bahan rujukan bagi siswa, mahasiswa, guru bahasa Indonesia, guru bahasa daerah, dan bagi pemerhati bahasa daerah yang ada di Indonesia. Pembahasan masalah penelitian ini penulis anggap penting karena data mengenai perbandingan afiksasi

Page 178: i i - Unsyiah

167Lampiran

bahasa Indonesia dengan afiksasi bahasa Haloban belum pernah diteliti sehingga penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu perbandingan bahasa daerah di Indonesia.

Secara praktis, manfaat penelitian ini adalah untuk mendokumentasikan bahasa Haloban. Pendokumentasian suatu bahasa daerah, terutama struktur bahasanya perlu dilakukan dalam usaha pembinaan dan pengembangannya. Menyadari betapa pentingnya pendokumentasian tersebut, diperlukan penelitian, dan penulisan bahasa. Dengan demikian, data yang diperoleh lebih mendetail dan representatif sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu usaha pembakuan bahasa.

5. Pendekatan PenelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif. Artinya, dalam melakukan penelitian penulis mencatat secara teliti segala gejala dan fenomena yang dilihat dan didengar, baik melalui wawancara maupun mendengar langsung tuturan bahasa Haloban yang sedang diteliti.

Sugiyono (2008:13) menyatakan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian pada kondisi alamiah, langsung ke sumber data, dan peneliti adalah instrumen kunci. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif sehingga data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, tidak menekankan pada angka. Penelitian deskriptif bertujuan membuat deskripsi, gambaran-gambaran atau lukisan secara sistematik, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 1988:65).

6. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilakukan di Kecamatan Pulau Banyak Barat. Kecamatan Pulau Banyak Barat merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh Singkil. Secara geografis Kecamatan Pulau Banyak Barat, sebelah Utara berbatasan dengan laut Aceh Selatan, di sebelah

Page 179: i i - Unsyiah

168 Metode Penelitian

Selatan berbatasan dengan Kabupaten Nias, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Simeulue, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pulau Banyak.

Kecamatan Pulau Banyak Barat secara administratif pada tahun 2010 terdiri atas beberapa desa, yakni Desa Haloban, Desa Asantola, Desa Ujung Sialit, dan Desa Suka Makmur. Penentuan Kecamatan Pulau Banyak Barat sebagai lokasi penelitian didasarkan atas pertimbangan bahwa bahasa Haloban hanya terdapat pada kecamatan tersebut tepatnya pada Desa Haloban dan Desa Asantola.

7. Sumber DataSumber data dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berbahasa ibu bahasa Haloban dan secara geografis dilahirkan serta bertempat tinggal dalam wilayah Desa Haloban dan Desa Asantola. Sumber data tersebut diperoleh dari jawaban masyarakat yang dijadikan informan. Data penelitiannya adalah tuturan yang berupa kalimat atau kata yang menggunakan afiksasi yang dituturkan informan. Informan adalah masyarakat penutur bahasa Haloban yang menjadi sumber data lisan dalam penelitian ini. Jumlah informan yang diambil adalah lima orang termasuk peneliti sebagai instrumen kunci.

Syarat-syarat informan adalah sebagai berikut:(1) penutur asli bahasa atau dialek yang diteliti;(2) berjenis kelamin pria atau wanita;(3) orang dewasa dan memiliki daya ingat yang baik (tidak pikun);(4) orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa

itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;(5) berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan

harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;(6) memiliki kebanggaan terhadap isoleknya; dan(7) sehat jasmani dan rohani (Samarin, 1988:55-70; Mahsun, 2007:141).

Page 180: i i - Unsyiah

169Lampiran

8. Metode dan Teknik Penyediaan DataMetode penyediaan data dalam penelitian ini menggunakan metode cakap. Sementara itu, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data lisan penulis menggunakan teknik cakap semuka. Pada pelaksanaan teknik cakap semuka peneliti langsung melakukan percakapan dengan informan yang telah ditentukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dalam menghimpun data dari informan, peneliti melalukan pancingan yang sudah disiapkan (berupa daftar tanya) atau secara spontanitas. Teknik cakap semuka diwujudkan dengan percakapan langsung tatap muka antara peneliti dengan informan. Percakapan dikendalikan dan diarahkan oleh peneliti sesuai dengan kepentingan untuk memperoleh data selengkapnya (Sudaryanto, 1988:7-9). Pengumpulan data dilakukan dalam situasi nonformal. Dengan teknik ini diharapkan informan berkenan memberikan informasi selengkap-lengkapnya.

9. Metode dan Teknik Analisis DataSetelah data dikumpulkan, data tersebut diseleksi terlebih dahulu sebelum diklasifikasikan. Adapun langkah selanjutnya adalah analisis data. Analisis data merupakan upaya peneliti menangani langsung masalah yang terkandung pada data (Mahsun, 2005:112). Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode padan intralingual. Adapun teknik yang digunakan dalam menganalisis data yang telah diklasifikasikan adalah teknik hubung banding menyamakan.

10. Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis DataSetelah analisis data dilakukan, lahirlah analisis data yang berupa hasil penelitian. Untuk menyajikan hasil penelitian agar tersaji dengan baik diperlukan adanya metode penyajian hasil. Dalam

Page 181: i i - Unsyiah

170 Metode Penelitian

penyajian hasil penelitian ini menggunakan metode formal dan metode informal. Metode formal adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan lambang atau tanda-tanda. Tanda yang dimaksud adalah tanda kurung biasa (( )); tanda pengapit ejaan fonemis (/…/); dan tanda untuk menyatakan terjemahan dari satuan lingual yang disebutkan sebelumnya (‘...‘). Metode penyajian informal yaitu perumusan dengan kata-kata biasa atau sederhana agar mudah dipahami (Mahsun, 2005:116). Analisis penyajian informal dalam penelitian ini mempermudah pemahaman terhadap hasil analisis.

Page 182: i i - Unsyiah

171Lampiran

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Arifin, Zaenal dan Junaiyah. 2007. Morfologi Bentuk, Fungsi, dan Makna. Jakarta: PT Grasindo.

Azwardi. 2006. “Morfologi: Modul Kuliah Morfologi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa”. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.

Badudu, J.S. 1981. Pelik-Pelik Bahasa Indonesia. Bandung: Pustaka Prima.

Cahyono, Bambang Yudi. 1994. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.

Chaer, Abdul. 2008. Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.

Halim, A. (Ed.). 1984. Politik Bahasa Nasional. Jilid 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Keraf, Gorys. 1996. Tata Bahasa Indonesia. Ende Flores: Nusa Indah.

Kridalaksana, Harimurti. 1996. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muslich, Masnur. 2009. Tata Bentuk Bahasa Indonesia Kejian ke Arah Tatabahasa Deskriptif. Jakarta: Bumi Aksara.

Nazir, Muhammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ramlan. 1997. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta: C.V. Karyono.

Page 183: i i - Unsyiah

172 Metode Penelitian

Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Terjemahan H.J.S. Badudu. Yogyakarta: Kanisius.

Sudaryanto. 1988. Metode Lingusitik: Bagian Pertama. Ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Page 184: i i - Unsyiah

173Lampiran

Contoh 4

Proposal Penelitian Linguistik Murni 2

ANALISIS KONSTRUKSI KALIMAT BAHASA ACEH DIALEK ACEH BARAT

BERDASARKAN TEORI TATA BAHASA KASUS

Proposal Tesis

diajukan sebagai bahan seminar proposalpada Prodi MPBSI PPs Unsyiah

olehSafriandi

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH

2010

Page 185: i i - Unsyiah

174 Metode Penelitian

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS KONSTRUKSI KALIMAT BAHASA ACEH DIALEK ACEH BARAT

BERDASARKAN TEORI TATA BAHASA KASUS

Proposal

diajukan sebagai bahan seminar proposalpada Prodi MPBSI PPs Unsyiah

olehSafriandi

disetujui oleh Dosen Wali,

Azwardi, S.Pd., M.Hum.NIP 197311201998021001

diketahui oleh Ketua Program Studi,

Dr. Mohd. Harun, M.Pd.NIP 196603051993031003

Page 186: i i - Unsyiah

175Lampiran

ANALISIS KONSTRUKSI KALIMAT BAHASA ACEH DIALEK ACEH BARAT

BERDASARKAN TEORI TATA BAHASA KASUS

1. Latar Belakang MasalahBahasa Aceh merupakan salah satu bahasa Austronesia Barat yang dituturkan oleh sebagian masyarakat di Sumatra bagian utara dan termasuk bahasa daerah yang besar di antara bahasa daerah yang lain di Indonesia. Menurut sejarah, bahasa Aceh ada kaitannya dengan bahasa-bahasa Campa yang kini masih digunakan di Vietnam, Kamboja, dan Hainan di Cina (Daud dan Mark Durie, 2002:1). Hal senada juga disampaikan oleh Lombard (2007:62) dalam bukunya Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda.

Bahasa Aceh memiliki tata bahasa yang berbeda dengan bahasa lain yang ada di dunia ini. Dengan kata lain, bahasa Aceh bersifat sistematis dan sistemis. Ia memiliki sistem dan sub-subsistem. Sebagai bahasa yang bersistem, kajian terhadapnya tentu sangatlah menarik untuk dilakukan. Salah satu kajian yang dimaksud adalah kajian tata bahasa kasus. Tata bahasa kasus atau teori kasus pertama sekali diperkenalkan oleh Charless J. Fillmore dalam karangannya yang berjudul The Case for Case dalam simposium yang bertemakan Texas Symposium of Linguistics Universal (13-15 April 1968). Jenis tata bahasa ini merupakan modifikasi dari teori TGT standar yang mendasarkan diri pada perbedaan yang jelas antara struktur batin dan struktur lahir. Oleh karena itu, sebagian dari prinsip TGT yang dibahas terdahulu juga berlaku bagi tata bahasa kasus (Tarigan, 1990:59).

Dalam teori tata bahasa kasus yang diperkenalkan olehnya, Fillmore (1968:46-47) membagi sebuah kalimat menjadi (1) modalitas, yang dapat berupa unsur negasi, kala, aspek, dan adverbia; dan (2) proposisi yang dapat berupa verba disertai dengan sejumlah

Page 187: i i - Unsyiah

176 Metode Penelitian

kasus, (3) preposisi atau penanda kasus (cases markers) terjadi dalam bentuk struktur batin (Fillmore, dalam Cook, 1989:4).

Jika dibuat dalam bentuk bagan, bentuknya adalah sebagai berikut.

Lebih lanjut, dijelaskan oleh Chaer (2003:371) bahwa yang dimaksud dengan kasus dalam teori tata bahasa kasus adalah hubungan antara verba dan nomina. Terdapat beberapa jenis kasus yang dikemukakan oleh Fillmore pada tahun 1968, yaitu agentif, instrumental, datif, faktitif, lokatif, objektif, benefaktif, dan komitatif. Pada bulan April 1970, Fillmore dalam serangkaian kuliahnya di Universitas Hawai membahas tiga kasus lagi, yaitu sumber (source), tujuan (goal), dan arah (direction) (Manley, dalam Ba’dulu dan Herman, 2005:78).

Adapun yang dimaksud dengan verba dalam pengertian kasus yang dipaparkan oleh Chaer pada paragraf di atas adalah sama dengan predikat dan nomina, serta sama dengan argumen dalam teori semantik generatif. Argumen dalam teori tata bahasa kasus diberi label kasus. Untuk memperjelas bagan di atas, cermatilah konstruksi kalimat bahasa Inggris John opened the door with the key pada bagan berikut! Contoh ini dikutip dari Chaer (2003).

Page 188: i i - Unsyiah

177Lampiran

Jika dicermati dengan saksama konstruksi kalimat di atas, morfem –ed pada kata opened merupakan penanda kala, sedangkan John, door, dan key masing-masing merupakan agen, objek, dan alat. Dengan kata lain, verba open memiliki tiga argumen, yaitu John, door, dan key. John berkasus agen karena merupakan nomina yang animate, melakukan tindakan yang dinyatakan oleh verba open, door berkasus objek karena merupakan sasaran dari tindakan yang dinyatakan oleh verba open, dan key berkasus instrumen karena merupakan alat yang digunakan oleh agen untuk membuka pintu (open the door).

Makna sebuah kalimat dalam teori tata bahasa kasus dirumuskan dalam bentuk kerangka sebagai berikut.

+ [---- X, Y, Z]

Tanda ---- dipakai untuk menandai posisi verba dalam struktur semantis; sedangkan X, Y, dan Z dipakai untuk menandai argumen yang berkaitan dengan verba atau predikat itu yang biasa diberi label

Page 189: i i - Unsyiah

178 Metode Penelitian

kasus. Untuk contoh kalimat di atas, verba open memiliki kasus seperti di bawah ini.

OPEN, + [---- A, O, I]A = agen O = objek I = instrumen

Jika dirincikan, verba open memiliki tiga argumen yang masing-masing berkasus agen, objek, dan instrumen. Kehadiran ketiga kasus ini bersifat wajib dalam sebuah konstruksi kalimat.

Tata bahasa kasus juga memiliki kaidah-kaidah pokok. Kaidah-kaidah yang dimaksud adalah

S M PP V C1 C2…Cn

K FNFN Det N

(Fillmore,1968:45)

Kaidah-kaidah yang dirumuskan di atas akan membentuk pemarkah frasa tertentu yang membentuk sebuah organisasi sintaksis tata bahasa kasus yang di dalamnya terkandung konsep kasus yang akan dimasukkan ke dalam komponen basis. Komponen basis ini terdiri atas unsur-unsur berlabel secara semantis yang tidak berurutan.

Konsep tata bahasa kasus yang dikemukakan oleh Fillmore ini lebih cenderung mendeskripsikan konsep, kaidah, dan organisasi sintaksis kasus dalam bahasa Inggris. Lalu, bagaimanakah tata bahasa kasus menangani konstruksi kalimat dalam bahasa Aceh?

Page 190: i i - Unsyiah

179Lampiran

Bagaimanakah kasus dan kerangka kasus setiap argumen dalam kalimat berikut ini?

(1) Jih ka ji-tak lé glanteu.dia perf. 3-sambar oleh petir‘Dia disambar oleh petir.’

(2) Aneuk mit nyan ret dari bak jambè.anak kecil itu jatuh dari pohon‘Anak itu jatuh dari pohon jambu.’

(3) Kamoe meu-jak bloe eungköt.kami 1PLURAL-pergi beli ikan‘Kami pergi membeli ikan.’

(4) Jih ka keunöng poh lé mak.dia perf. kena pukul oleh ibu‘Dia dipukul ibu.’

(5) Lôn han ék ku-jak u rumoh nyan.saya tidak mau 2-pergi ke rumah itu‘Saya tidak mau pergi ke rumah itu.’

(6) Bajèe mak cop.baju ibu jahit‘Baju dijahit ibu.’

(7) Bakbit na kukalön lôn aneuk miet nyan.sungguh ada 1-lihat saya anak kecil itu‘Saya benar-benar ada melihat anak kecil itu.’

Page 191: i i - Unsyiah

180 Metode Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas, konsep-konsep tata bahasa kasus yang dikemukakan oleh Fillmore akan dicobaterapkan dalam bahasa Aceh . Penerapan teori tata bahasa kasus ke dalam bahasa Aceh beranjak dari prinsip kategori-kategori tersembunyi (covert categories) yang menurut Fillmore dimiliki oleh semua bahasa di dunia ini dan kategori-kategori tersembunyi dalam semua bahasa adalah sama (Ba’dulu dan Herman, 2005:77).

Bahasa Aceh yang dipilih adalah bahasa Aceh dialek Aceh Barat. Pemilihan dialek ini disebabkan oleh terdapatnya sebagian kalimat dalam bahasa Aceh dialek Aceh Barat yang menggunakan satuan-satuan lingual yang berbeda dengan bahasa Aceh dialek selain Aceh Barat. Sebut saja misalnya dalam hal penggunaan persesuaian geu- pada verba bahasa Aceh. Dalam bahasa Aceh dialek selain dialek Aceh Barat, geu- dipakai sebagai persesuaian pronomina persona ketiga. Namun, dalam dialek Aceh Barat, geu- dipakai sebagai persesuaian pronomina kedua (bentuk cakap bersemuka), misalnya dalam kalimat

(8) Ayahwa, bèk geu-jak keunan!ayahwa jangan 3-pergi ke situ!‘Pak Wa jangan pergi ke situ!’

Bahasa Aceh dialek Aceh Barat tidak mengenal pronomina persona, seperti droeneuh, gata, ulôntuan, dan droe. Selain itu, dalam bahasa Aceh dialek Aceh Barat juga tidak dikenal persesuaian (agreement) seperti -kuh, geuh, dan –teuh. Bagaimanakah tata bahasa kasus menangani hal seperti ini? Apakah persesuaian dan pronomina persona mempengaruhi jenis kasus dalam kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat?

Menurut Djunaidi (2002:5), kajian-kajian linguistik tentang tata bahasa Aceh telah banyak dilakukan. Kajian mengenai gramatika bahasa

Page 192: i i - Unsyiah

181Lampiran

Aceh telah dimulai Snouck Hurgronje pada tahun 1900 walaupun masih dalam bentuk catatan kasar. Hal yang sama juga kemudian dilakukan oleh Anzib pada tahun 1966 dan oleh Ishak pada tahun 1968. Lebih lanjut, Djunaidi (2002:5) menyebutkan bahwa perhatian yang sungguh baru tentang tata bahasa Aceh mulai dicurahkan sekitar tahun 1970-an oleh beberapa penulis Aceh, seperti Asyik pada tahun 1972, 1978, dan 1987, serta Sulaiman pada tahun 1975 dan 1978.

Hasil-hasil kajian linguistik tentang tata bahasa Aceh yang telah diterbitkan, seperti yang ditulis oleh Ali dkk. (1983, 1984), Hanafiah dan Makam I. (1984), dan Hanoum dkk. (1986). Disertasi juga telah banyak dihasilkan oleh orang Aceh sendiri di antaranya Asyik (1987) dan Djunaidi (1996). Wildan (2005) juga ikut menulis buku pelajaran Tata Bahasa Aceh untuk madrasah dasar dan madrasah lanjutan yang dieditori oleh Djunaidi. Selain itu, terdapat pula tesis yang ditulis oleh Azwardi (2003) tentang Verba Reduplikasi dalam Bahasa Aceh dan hasil penelitian tentang Pronomina Persona Bahasa Aceh: Suatu Kajian Sintaksis dan Semantik, oleh Armia dan Azwardi (2005).

Asyik (1972) telah membahas morfologi bahasa Aceh dalam tesis beliau yang berjudul Atjehnese Morphology. Dalam tesis ini dibahas secara mendalam tentang analisis fonemik dan morfologi. Hal yang dibahas dalam analisis fonemik adalah konsonan tunggal, vokal tunggal, penentuan fonem segmental, vokal rangkap dan konsonan rangkap, distribusi fonem segmental, suprasegmental, silabel, dan struktur silabel. Di bagian morfologi dibahas tentang bentuk bebas (free forms), bentuk terikat (bound morpheme), kombinasi morfem, morfofonemik, dan perbedaan antara morfologi bahasa Inggris dan bahasa Aceh. Setelah dicermati dengan saksama, tesis ini tidak membahas masalah kasus. Hal ini dapat dipahami karena pembicaraan tentang kasus yang dimaksud oleh Fillmore bukanlah

Page 193: i i - Unsyiah

182 Metode Penelitian

pembicaraan pada tataran morfologi, melainkan tataran sintaksis. Ali dkk. (1983) telah mengkaji tentang Sistem Morfologi Bahasa

Aceh. Dalam kajian ini tidak dibicarakan masalah kasus. Dalam karya Ali, dkk. selanjutnya tepatnya pada tahun 1984 dibicarakan tentang Sistem Perulangan Bahasa Aceh. Karya ini pun tidak membicarakan ihwal kasus. Pembicaraan tentang kasus juga tidak ditemui dalam Hanafiah dan Makam (1984), serta Hanoum, dkk. (1986).

Sulaiman dkk. (1985) telah membicarakan struktur bahasa Aceh, yaitu morfologi dan sintaksis bahasa Aceh. Dalam pembicaraan tentang sintaksis, Sulaiman dkk. sama sekali tidak menyinggung masalah kasus, jenis kasus, konstruksi kalimat bahasa Aceh dengan menggunakan kaidah-kaidah tata bahasa kasus, dan organisasi sintaksis tata bahasa kasus dalam kalimat bahasa Aceh. Yang dibahas dalam tataran sintaksis hanya masalah frasa, pola kalimat dasar, dan proses sintaksis yang meliputi perluasan, penggabungan, penghilangan, dan pemindahan.

Durie dalam disertasinya yang berjudul A Grammar of Achenese Sentence on The Basis of The Dialect of North Aceh (1985) telah pula menulis tentang tata bahasa Aceh berdasarkan dialek Aceh Utara. Dalam disertasinya ini, ia tidak menjelaskan perilaku kasus (argumen) secara detail. Ia hanya menjelaskan proses klitik yang terjadi pada kasus (argumen). Ia juga tidak menjelaskan kaidah-kaidah tata bahasa kasus, serta organisasi sintaksis kalimat bahasa Aceh.

Jenis penelitian tentang sistem sapaan bahasa Aceh juga telah dilakukan oleh Sulaiman, dkk. (1990). Hasil penelitian Sulaiman, dkk. membahas sepintas ihwal proses sintaksis bentuk-bentuk sapaan dalam bahasa Aceh. Dalam penjelasan perihal proses sintaksis ini, Sulaiman, dkk. hanya menjelaskan pemakaian bentuk enklitik dan proklitik dalam pembentukan kalimat bahasa Aceh, tetapi tidak menjelaskan

Page 194: i i - Unsyiah

183Lampiran

masalah kasus. Pembicaraan mengenai kasus juga tidak ditemukan dalam Asyik (1987). Dalam disertasinya, Asyik membahas masalah kalimat menggunakan tinjauan tata bahasa fungsional.

Djunaidi (1996) dalam disertasinya mengkaji perihal relasi-relasi gramatikal dalam bahasa Aceh. Namun, tinjauan yang beliau tempuh merupakan tinjauan tata bahasa relasional. Dalam kajian tersebut, beliau (1) mengkaji properti penyandian apa saja yang dapat dipakai untuk menerangkan suku atau bukan suku (oblik) dalam bahasa Aceh, (2) mengkaji gagasan Perlmutter tentang hipotesis tak akusatif dalam bahasa Aceh, dan (3) mengkaji konstruksi-konstruksi gramatikal bahasa Aceh dalam tinjauan tata bahasa relasional. Adapun konstruksi gramatikal yang dibicarakan meliputi (1) konstruksi gramatikal yang mengubah relasi-relasi gramatikal yang meliputi pemajuan (advancement), demosi (demosion), penaikan (ascension), union (clase union), dan dummy, dan (2) konstruksi-konstruksi yang tidak mengubah relasi gramatikal, seperti topikalisasi (topicalization), relativisasi (relativization), dsb..

Djunaidi, dkk. (2000) telah pula menulis buku tentang tata bahasa Aceh. Dalam buku ini, juga sama sekali tidak disinggung masalah kasus, perilaku kasus, dan organisasi kasus dalam bahasa Aceh meskipun tak dapat dipungkiri bahwa pembahasan tentang konstruksi kalimat bahasa Aceh dalam buku ini jauh lebih mendalam.

Azwardi (2003) dalam tesisnya mengkaji jenis reduplikasi verba dalam bahasa Aceh, proses terjadinya reduplikasi verba dalam bahasa Aceh, dan makna yang terkandung dalam reduplikasi verba bahasa Aceh. Dengan kata lain, Azwardi membahas khusus tentang verba reduplikasi dalam tinjauan morfologi dan semantik. Dalam tesis ini tidak ditemukan kajian tentang kasus.

Wildan (2005) dalam bukunya yang berjudul Tata Bahasa

Page 195: i i - Unsyiah

184 Metode Penelitian

Aceh untuk Madrasah Dasar dan Madrasah Lanjutan juga tidak menjelaskan perihal kasus, kaidah-kaidah tata bahasa kasus, serta organisasi sintaksis kalimat bahasa Aceh dengan menggunakan tinjauan tata bahasa kasus. Hal ini dapat dimaklumi bahwa tata bahasa Aceh yang disusun oleh Wildan dipersiapkan untuk madrasah dasar dan madrasah lanjutan. Selanjutnya, dalam buku Wildan (2010) yang berjudul Kaidah Bahasa Aceh juga tidak disebutkan tentang kasus. Hal yang dijelaskan oleh Wildan dalam bukunya itu tidak jauh berbeda dengan yang dijelaskan dalam buku terbitan tahun 2005.

Armia dan Azwardi (2005) juga telah melakukan penelitian tentang Pronomina Persona Bahasa Aceh. Dalam penelitian ini dikaji masalah struktur pronomina persona bahasa Aceh, fungsi sintaksis yang dapat ditempati oleh pronomina persona bahasa Aceh, peran semantik yang dikandung oleh pronomina persona bahasa Aceh, dan hubungan pronomina persona dengan verba pengisi predikat dalam kalimat pasif. Sepintas mengenai kasus dibahas dalam penelitian ini (kasus dalam penelitian ini disebut peran). Akan tetapi, pembahasan mengenai kasus hanya sebatas kasus sebagai pengisi fungsi dalam kalimat.

Khusus penelitian tentang tata bahasa kasus yang dikaitkan dengan konstruksi kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat sejauh ini sepengetahuan penulis belum ada yang meneliti. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan dibahas secara spesifik mengenai konstruksi kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat berdasarkan teori tata bahasa kasus. Namun, mengingat luasnya ruang lingkup tata bahasa kasus, pembicaraan dibatasi pada (1) kerangka kasus dalam konstruksi kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat, (2) kasus-kasus yang tergolong ke dalam kasus tampak (overt cases), kasus tersembunyi parsial (partially covert cases), serta kasus tersembunyi total (totally covert cases), dan (3) identifikasi terhadap ada atau

Page 196: i i - Unsyiah

185Lampiran

tidaknya pengaruh persesuaian pada verba terhadap keobligatifan dan keopsionalan kasus. Jadi, berdasarkan uraian di atas, judul dalam penelitian ini adalah Analisis Konstruksi Kalimat Bahasa Aceh Dialek Aceh Barat Berdasarkan Teori Tata Bahasa Kasus.

2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:(1) Bagaimanakah kerangka kasus konstruksi kalimat bahasa Aceh

dialek Aceh Barat?(2) Kasus-kasus apa sajakah yang tergolong ke dalam kasus tampak

(overt cases), kasus tersembunyi parsial (partially covert cases), dan kasus tersembunyi total (totally covert cases) dalam kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat?

(3) Apakah persesuaian pada verba kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat mempengaruhi keobligatifan dan keopsionalan kasus?

3. Tujuan PenelitianSesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:(1) mendeskripsikan kerangka kasus konstruksi kalimat bahasa Aceh

dialek Aceh Barat;(2) mendeskripsikan kasus-kasus yang tergolong ke dalam kasus

tampak (overt cases), kasus tersembunyi parsial (partially covert cases), dan kasus tersembunyi total (totally covert cases) dalam kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat;

(3) mendeskripsikan persesuaian pada verba kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat mempengaruhi keobligatifan dan keopsionalan kasus.

Page 197: i i - Unsyiah

186 Metode Penelitian

4. Manfaat PenelitianManfaat penelitian ini adalah (1) memperkaya khazanah tata bahasa Aceh; (2) memberikan sumbangan bagi pengembangan teori linguistik pada umumnya dan tata bahasa Aceh pada khususnya; (3) menjadi rujukan penulisan referensi tentang tata bahasa Aceh.

5. Definisi OperasionalBerikut ini adalah beberapa definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini.(1) Konstruksi adalah hasil pengelompokan dari konstituen-

konstituen sehingga menjadi suatu kesatuan yang bermakna.(2) Dialek adalah variasi sebuah bahasa yang dipakai dalam suatu

kelompok masyarakat.(3) Argumen adalah pendamping predikat.(4) Struktur lahir adalah hubungan gramatikal antarkata dalam frasa

atau kalimat yang konkret.(5) Struktur batin adalah struktur yang dianggap mendasari kalimat

atau kelompok kata yang mengandung semua informasi yang diperlukan untuk interpretasi sintaksis dan semantik kalimat dan yang tidak nyata secara langsung dari deret linier kalimat atau kelompok kata itu.

(6) Tata bahasa kasus adalah tata bahasa yang mengkaji konstruksi kalimat, tidak hanya pada tataran struktur lahir, tetapi juga pada tataran struktur batin.

(7) Kasus adalah hubungan semantik antara verba dan nomina atau frasa nomina.

(8) Koreferensi adalah persamaan referen antara konstituen-konstituen kalimat.

(9) Persesuaian adalah hubungan antara satu satuan gramatikal dan

Page 198: i i - Unsyiah

187Lampiran

satuan gramatikal yang lain untuk menunjukkan tautan gramatik dalam kalimat.

(10 Kasus tersembunyi merupakan kasus yang dipakai hanya untuk kasus-kasus yang kadang-kadang muncul dan kadang-kadang tidak muncul dalam struktur lahir.

(11) Kasus tampak merupakan kasus yang selalu muncul dalam struktur lahir.

6. Sumber DataData penelitian ini adalah data lisan yang diperoleh melalui perekaman atau percakapan sehingga merupakan data yang alami. Artinya, tidak ada rekayasa penggunaan bahasa oleh penutur. Untuk mengecek kesahihan data, peneliti juga menggunakan informan yang berjumlah lima orang dengan umur sekitar 20 s.d. 50 tahun yang terdiri atas seorang wanita dan empat orang pria. Informan ini merupakan penutur asli bahasa Aceh dialek Aceh Barat, memiliki lafal bahasa Aceh yang jelas, serta sehat jiwanya. Selain kelima informan tersebut, peneliti juga memanfaatkan diri sendiri sebagai sumber data yang dengan sadar secara aktif memanfaatkan intuisi kebahasaan karena peneliti sendiri merupakan penutur asli dialek Aceh Barat. Namun, untuk menjaga kesahihannya, data yang disusun secara intuitif itu terlebih dahulu diujikan kepada para informan. Hal seperti ini diperkenankan dalam penelitian bahasa, bahkan sebagian ahli menyebutkan bahwa peneliti yang baik adalah peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya.

7. Rancangan PenelitianPenelitian ini menggunakan metode deskriptif. Artinya, penelitian yang dilakukan hanya semata-mata berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup dalam penutur-penuturnya. Hal-hal yang dikaji

Page 199: i i - Unsyiah

188 Metode Penelitian

dalam penelitian ini adalah kerangka kasus konstruksi kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat, kasus tampak, kasus tersembunyi parsial, dan kasus tersembunyi total dalam bahasa Aceh dialek Aceh Barat, dan ada atau tidaknya pengaruh persesuaian pada verba kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat terhadap keobligatifan dan keopsionalan kasus.

8. Metode dan Teknik Penyediaan DataTeknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode simak dan metode cakap (Sudaryanto, 1988:2). Penggunaan kedua metode dianggap representatif untuk menjaring sejumlah data yang berupa kalimat-kalimat lisan dalam bahasa Aceh. Penjabaran kedua metode ini diwujudkan melalui dua teknik, yaitu teknik dasar dan teknik lanjutan. Kedua teknik ini diterapkan secara berurutan. Artinya, teknik dasar akan digunakan terlebih dahulu sebelum teknik lanjutan.

Metode simak yang digunakan dalam penelitian ini diwujudkan melalui teknik dasar dan teknik lanjutan. Teknik dasar yang dipilih adalah teknik sadap. Teknik sadap merupakan teknik yang dilakukan dengan cara menyadap pembicaraan seseorang atau beberapa orang. Dalam hal ini, peneliti tidak terlibat dalam pembicaraan. Yang disadap sebenarnya bukanlah substansi pembicaraannya, melainkan penggunaan bahasanya. Selain teknik dasar, diterapkan pula teknik lanjutan, yaitu teknik simak libat cakap (SLC). Teknik ini dilakukan dengan cara berpartisipasi sambil menyimak, berpartisipasi dalam pembicaraan, dan menyimak pembicaraan. Keikutsertaan peneliti dalam pembicaraan dapat aktif dapat pula reseptif (Sudaryanto, 1988:3). Ciri khas teknik ini adalah diakui dan disadarinya keikutsertaan peneliti dalam proses pembicaraan oleh lawan-lawan bicaranya. Si lawan bicara sendiri tidak tahu bahwa peneliti sebenarnya hanya ingin mengetahui penggunaan bahasa si lawan bicara. Pelaksanaan

Page 200: i i - Unsyiah

189Lampiran

teknik seperti ini memungkinkan peneliti memperoleh korpus data yang asli, yang tidak direkayasa oleh si pembicara.

Selain metode simak, data juga dikumpulkan dengan menggunakan metode cakap. Metode ini juga terdiri atas teknik dasar dan teknik lanjutan. Pada teknik dasar, teknik yang dipilih adalah teknik pancing. Teknik ini dilakukan untuk menggali data dari intuisi bahasawan yang tidak lain adalah kompetensi penutur asli. Selain teknik dasar, diterapkan pula teknik lanjutan, yaitu teknik cakap semuka. Teknik ini dilakukan melalui percakapan langsung, tatap muka, atau bersemuka. Jadi, data yang diperoleh merupakan data lisan.

Data-data yang telah diperoleh, baik melalui metode simak maupun melalui metode cakap diabadikan dengan cara mencatatnya pada kartu data sekaligus direkam. Perekaman digunakan mengecek kembali kebenaran data yang sudah dicatat tersebut.

9. Metode dan Teknik Penganalisisan DataSelanjutnya, data yang tersedia akan dianalisis sebagai berikut. Pertama, data-data yang tersedia yang berupa kalimat verbal dianalisis sampai pada suatu titik jenuh. Penganalisisan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana kerangka kasus dalam kalimat bahasa Aceh dan kasus-kasus apa saja yang ada dalam kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat. Kedua, menentukan kriteria diagnostik untuk menemukan kasus-kasus yang obligatif dan kasus-kasus yang opsional, sekaligus juga dipakai untuk mengidentifikasi kasus tampak, kasus tersembunyi parsial, dan kasus tersembunyi total. Kriteria diagnostik diangkat dari seperangkat perilaku sintaksis dan semantik distingtif dari kalimat-kalimat verbal sehingga dapat digunakan sebagai piranti pemisah, antara lain kasus-kasus yang obligatif dan kasus-kasus yang opsional, atau kasus tampak, kasus tersembunyi parsial, dan kasus tersembunyi total, misalnya perhatikanlah contoh berikut!

Page 201: i i - Unsyiah

190 Metode Penelitian

Mak ka geujak.Mak ka geujak u peukan.Gopnyan ka geujak baroe.Jih hana ijak.Kah kajak keudéh siat.Kah kajak u rumoh mak wa siat.

Dengan menggunakan kriteria diagnostik seperti yang dicontohkan di atas terlihatlah kasus-kasus yang obligatif, kasus-kasus yang opsional, kasus tampak, kasus tersembunyi parsial, dan kasus tersembunyi total. Penentuan kriteria seperti ini diilhami dari Grebaum (dalam Effendi, 2004:11). Menurut penulis, kriteria ini cocok diterapkan untuk menganalisis kasus-kasus yang obligatif, kasus-kasus yang opsional, kasus tampak kasus tersembunyi parsial, dan kasus tersembunyi total dalam konstruksi kalimat bahasa Aceh dialek Aceh Barat. Kriteria diagnostik seperti yang dilakukan oleh Grenbaum ini mirip dengan metode padan intralingual, yaitu menghubung-bandingkan unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam bahasa yang berbeda (Mahsun, 2005:112). Langkah kedua ini ditempuh untuk menjawab rumusan masalah kedua dan ketiga.

10. Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis yang berupa kaidah-kaidah disajikan dengan

menempuh dua cara, yaitu (a) perumusan dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi yang bersifat teknis dan (b) perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang. Beberapa tanda atau lambang yang digunakan antara lain dapat dijabarkan sebagai berikut.

Page 202: i i - Unsyiah

191Lampiran

Tanda asteris (*) digunakan untuk menunjukkan suatu bentuk lingual yang tidak gramatikal dan diletakkan sebelum tuturan.

Kurung biasa ((...)) digunakan untuk menyatakan bahwa formatif yang berada di dalamnya memiliki alternasi sejumlah formatif yang berada di dalamnya.

Kurung kurawal ({...}) digunakan untuk menyatakan bahwa beberapa satuan lingual yang ada di dalamnya yang disusun secara berlajur dapat dan perlu dipilih salah satu apabila digunakan bersama satuan-satuan lain yang ada di depan atau di belakangnya.

Tanda tanya (?) digunakan untuk menyatakan bahwa konstruksi kalimat yang dipakai diragukan kegramatikalannya.

Page 203: i i - Unsyiah

192 Metode Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.

Ali, Zaini dkk. 1983. Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

----------. 1984. Sistem Perulangan Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Alwi, Hasan dkk. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Armia dan Azwardi. 2005. “Pronomina Persona Bahasa Aceh (Suatu Kajian Sintaksis dan Semantik”. Laporan Penelitian Balai Bahasa Banda Aceh.

Asyik, Abdul Gani. 1972. “Atjehnese Morphology”. Tesis IKIP Malang.

----------. 1978. Bunyi Bahasa dalam Kata Tiruan Bunyi Bahasa Aceh. Banda Aceh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah.

----------. 1982. “The Agreement System in Achenese”. Mon-Khmer Studies, Jilid XI: 1-33.

----------. 1987. “A Contextual Grammar of Achenese Sentences”. Dissertation University of Michigan.

Azwardi. 2003. “Reduplikasi Verba Bahasa Aceh: Satu Kajian Morfologi dan Semantik”. Tesis Universitas Padjadjaran.

Ba’dulu, Abdul Muis dan Herman. 2005. Morfosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta.

Blake, Barry J. 1994. Case. Great Britanian: Cambridge University Press.

Page 204: i i - Unsyiah

193Lampiran

Chaer, Abdul. 2003a. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

----------. 2003b. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Cook, Walther Anthony. 1989. Case Grammar. USA: George Town University Press.

Dardjowidjojo. 2005. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.

Daud, Bukhari dan Mark Durie. Kamus Basa Aceh. Banda Aceh: Australia Pacific Linguistics Research School of Pacific and Asian Studies.

Dirven, Renè and Günter Radden (Eds.) 1987. Concepts of Case. Tübingen: SeG.

Djunaidi, Abdul. 1996. “Relasi-Relasi Gramatikal dalam Bahasa Aceh: Suatu Telaah Berdasarkan Teori Tata Bahasa Relasional”. Disertasi Universitas Padjadjaran.

----------. 2000. Tata Bahasa Aceh. Jakarta: PPBHSI.

----------. 2002. “Kedudukan, Fungsi, Pembinaan, dan Pengembangan Bahasa Aceh: Beberapa Masalah Pokok”. Makalah. Disampaikan dalam Kongres Bahasa Aceh, Banda Aceh, 18 Desember 2002.

----------. 2004. “Persesuaian dalam Bahasa Aceh”. Jurnal Bahasa dan Seni Volume 6 (2): 139-163.

Durie, Mark. 1985. A Grammar of Achenese Sentence on The Basis of A Dialect of North Aceh. Holand: Foris Publication.

Effendi, S. 2004. Adverbial Cara dan Adverbial Sarana dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Fillmore, Charles. J. 1968. “The Case for Case”. Universals in Lingusitc Theory. Edited by Emmon Bach/Robert T, Harms. Holt, Rinehart and Winston, Inc., Newyork.

Page 205: i i - Unsyiah

194 Metode Penelitian

Hanafiah, M.A. dan Makam I. 1984. Struktur Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Hanoum, Sy. dkk. 1986. Ragam dan Dialek Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Kridalaksana, Harimurti. 2001a. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

----------. 2001b. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Lombard, Denys. 2007. Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Terjemahan oleh Winarsih Arifin dari Le sulatanat d’Atjéh au temps d’Iskandar Muda (1607-1636). 1967. Jakarta:KPG).

Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik. Terjemahan oleh I. Soetikno dari Introduction to Theoretical Linguistics. 1968. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

MacManis, Carolyn et al. 1987. Language Files: Materials for An Introduction to Language. Ohio: Advocat Publishing Group.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

O’Grady, William and Daniel Finer. “The Study of Sentence Structure.” Dalam O’Grady, et all., Contemporary Linguistics: An Introduction. New York: St. Martin Press.

Pateda, Mansoer. 1994. Linguistik (Sebuah Pengantar). Bandung: Angkasa.

Samsuri. 1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX. Jakarta: Depdikbud.

----------. 1994. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Song, J.J. 2001. Linguistic Typologi: Morphology and Syntax. London: Longman.

Page 206: i i - Unsyiah

195Lampiran

Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik: Metode dan Aneka Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Sulaiman, Budiman dkk. 1985. Struktur Bahasa Aceh: Morfologi dan Sintaksis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

----------. 1990. Sistem Sapaan dalam Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Tata Bahasa Kasus. Bandung: Angkasa.

Trask, R.L. 1999. Key Concepts in Language and Linguistics. London: Rotladge.

Verhaar. 1999. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Whaley, Linsey J. 1997. Introduction to Typology: The Unity and Diversity of Language. New Delhi: Sage Publication.

Wildan. 2010. Kaidah Bahasa Aceh. Banda Aceh: Geuci.

Page 207: i i - Unsyiah

196 Metode Penelitian

Contoh 5

Proposal Penelitian Linguistik Terapan 1

ANALISIS KESALAHAN PENULISAN BAHASA ACEH PADA MEDIA LUAR RUANG DI KOTA BANDA ACEH

Proposal Skripsi

diajukan sebagai bahan seminar proposalpada Prodi PBSI FKIP Unsyiah

olehRaihan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH

2012

Page 208: i i - Unsyiah

197Lampiran

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Skripsi

ANALISIS KESALAHAN PENULISAN BAHASA ACEHPADA MEDIA LUAR RUANG DI KOTA BANDA ACEH

Nama : RaihanNIM : 0606102010044Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mengetahui,

Ketua Program StudiPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Drs. Teuku Alamsyah, M.Pd.NIP 196606061992031005

Dosen Wali,

Azwardi, S.Pd., M.Hum.NIP 1973112019980201001

Page 209: i i - Unsyiah

198 Metode Penelitian

ANALISIS KESALAHAN PENULISAN BAHASA ACEH PADA MEDIA LUAR RUANG DI KOTA BANDA ACEH

1. Latar Belakang MasalahBahasa Aceh (BA) merupakan salah satu bahasa daerah di Provinsi Aceh. Bahasa ini digunakan secara aktif sebagai sarana komunikasi antarwarga masyarakat Aceh. Sebagaimana bahasa-bahasa lain di dunia, BA juga mempunyai kaidah-kaidah yang sistematis. Kaidah tersebut, antara lain, kaidah penulisan atau pewujudan fonem yang relatif berbeda dibandingkan dengan kaidah penulisan dalam bahasa-bahasa lain.

Penelitian ini bekenaan dengan analisis kesalahan penulisan bahasa Aceh pada media luar ruang di Kota Banda Aceh. Penelitian ini penting dilakukan mengingat (1) pemakaian BA pada media luar ruang dewasa ini cederung tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku, (2) kesalahan pemakaian BA pada media luar ruang, jika dibiarkan, akan berdampak negatif karena masyarakat luas menganggap bahwa seperti itulah yang benar, (3) hal ini merupakan salah satu wilayah kajian yang perlu diungkapkan secara detail demi kejelasan informasi tentang fenomena tersebut, (4) secara yuridis keberadaan dan pemeliharaan bahasa daerah termaktup di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu bahasa daerah merupakan bagian dari aset yang perlu dipelihara dan dibina. Sebagaimana bahasa Indonesia, bahasa Aceh juga perlu dipelihara dan dibina. Pembinaan dan pemeliharaan bahasa Aceh perlu dilakukan secara bertanggung jawab oleh semua pihak, khususnya masyarakat Aceh. Selanjutnya, secara operasional, bahasa daerah dikuatkan dengan penegasan fungsi dan kedudukannya sebagai khazanah budaya bangsa. Jadi, tidak ada alasan masyarakat Aceh tidak peduli terhadap pemakaian bahasa Aceh dengan benar sesuai dengan kaidah keilmuan yang berlaku.

Dewasa ini sikap pemakai bahasa Aceh terkesan tidak positif. Tidak menganggap penting belajar dan menggunakan bahasa Aceh

Page 210: i i - Unsyiah

199Lampiran

dengan baik dan benar. Hal tersebut tecermin dari memakaian bahasa Aceh sehari-hari yang cenderung tidak baik, tidak benar, tidak logis, dan tidak sistematis, baik oleh masyarakat awam maupun masyarakat terpelajar. Dalam kenyataan penggunaan bahasa Aceh sehari-hari, khususnya bahasa tulis pada media luar ruang, sering kita jumpai pemakaian bahasa Aceh yang salah atau tidak sesuai dengan kaidah bahasa tersebut. Selain persoalan kedidakbenaran, tidak jarang juga ditemukan ketidaklogisan pemakaian bahasa Aceh.

“Bahasa menunjukkan bangsa”, “Mulutmu harimaumu”, “Bahasa adalah pedang”. Demikian, antara lain, ungkapan tentang bahasa. Ungkapan tersebut mengandung maksud bahwa bahasa merupakan identitas, dan kecermatan dalam berbahasa merupakan hal penting. Bahasa salah cermin pikiran kacau.

Dalam pada itu, cermati pemakaian bahasa Aceh sehari-hari dalam konteks berikut!

(1) Krue seumangat Persiraja! (2) Wareèh(3) Wareeh Wartel(4) Saweu Sabee(5) Ceuremén(6) Angel Springbed

Rasakan lumpoé nyang goétNeu periksa yooh goh lom neu bloëi

(7) Launching Balee Raihan(8) Rincoeng meupucoek(9) Aceh mulia sabee roe darah(10) ta peujeu-oh nyang bida-bida(11) ta puga buet bersama(12) na lom nyang peuduk honda meranggapat(13) Saleum Group

Page 211: i i - Unsyiah

200 Metode Penelitian

Jika kita perhatikan secara saksama, pada beberapa konteks tersebut terdapat beberapa kesalahan, khususnya kesalahan penulisan. Kesalahan penulisan terjadi pada penulisan kata dan huruf/ortografi (krue, wareeh, warèeh, saweu, sabee, ceureumén, lumpoé, goét, yooh, bloëi, balee, rincoeng, meupucoek, roe, peujeu-oh, peuduk, meranggapat, saleum). Kemudian, juga terdapat kesalahan penulisan persesuaian pronomina persona (neu periksa, neu bloëi, ta peujeu-oh, ta puga). Selain itu, kesalahan juga terjadi akibat pencampuran penggunaan struktur bahasa Inggris dalam bahasa Aceh (Wareeh Wartel, Lounching Balee, Saleum Group).

Dalam pada itu, kesalahan juga sering terjadi akibat penerjemahan bahasa secara tekstual, padahal berdasarkan teori kebahasaan, bahasa tidak boleh diterjemahkan secara tekstual, bahasa harus diterjemahkan secara kontekstual (dipadankan). Hal tersebut perlu dilakukan sehingga kekakuan hasil terjemahan dapat dihindari. Bandingkan dengan konteks berikut yang sesuai dengan kaidah keilmuan bahasa Aceh yang berlaku.

(1) Kru seumangat Persiraja! (2) Waréh(3) Wartel Waréh (4) Saweue Sabé(5) Ceurem’èn(6) Angel Springbed

neurasa lumpoe nyang götneupareksa yôh goh neubloe

(7) balèe Raihan(8) rincông meupucôk(9) Aceh mulia sabé rô darah(10) tapeujeu-ôh nyang bida-bida

Page 212: i i - Unsyiah

201Lampiran

(11) tapuga buet bersama(12) na lom nyang peuduek honda barangkapat(13) Saleuem Group

Pascatsunami di Provinsi Aceh telah terjadi perbauran budaya dan bahasa. Perbauran budaya dan bahasa, khususnya bahasa Inggris, tidak dapat dibendung. Hal tersebut merupakan konsekuensi dari tingginya solidaritas dan mobilitas masyarakat internasional dalam upaya rekonstruksi Aceh. Secara kebahasaan, akibat dari kondisi seperti itu, akhir-akhir ini penulisan bahasa Aceh pada media massa, khususnya media luar ruang cendrung mengebaikan kaidah bahasa.

Kesalahan berbahasa dapat terjadi pada bahasa ragam lisan dan ragam tulis. Kesalahan pada bahasa ragam tulis bersifat permanen. Akibatnya, kesalahan yang terjadi pada ragam tulis dapat memberi dampak negatif yang lebih luas dan permanen. Pembaca akan meniru tulisan yang dibacanya, menjadi skemata, dan menulis pada tempat dan waktu yang lain. Kesalahan itu akan terus berulang jika tidak mendapat perhatian dan perbaikan yang semestinya. Oleh karena itu, kesalahan ragam tulis, termasuk kesalahan pada penulisan bahasa Aceh pada media luar ruang, perlu segera ditanggapi dan diatasi.

2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:(1) Bagaimana kesalahan penulisan bahasa Aceh pada media luar

ruang di Kota Banda Aceh?(2) Aspek dan tipe kesalahan yang bagaimana yang dominan terjadi

pada penulisan bahasa Aceh pada media luar ruang di Kota Banda Aceh?

Page 213: i i - Unsyiah

202 Metode Penelitian

3. Tujuan PenelitianBerdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:(1) mendeskripsikan kesalahan penulisan bahasa Aceh pada media

luar ruang di Kota Banda Aceh;(2) mendeskripsikan aspek dan tipe kesalahan yang dominan terjadi

pada penulisan bahasa Aceh pada media luar ruang di Kota Banda Aceh.

4. Tinjauan Pustaka4.1 Pengertian Analisis Kesalahan BerbahasaAnalisis kesalahan berbahasa berarti bahasan, kupasan atau pemerian suatu objek untuk rnendapatkan fakta yang dicari seperti keterangan, perincian jenis, dan penyebab (Sapani 1986:6). Tarigan (1995) mengemukakan bahwa ana1isis kesalahan adalah prosedur pengumpulan sampel, penjelasan, pengklasifikasian kesalahan berdasarkan penyebabnya, serta pengevaluasian atau penilaian taraf keseriusan kesalahan itu. Kesalahan berbahasa merupakan bentuk penyimpangan wujud bahasa dan sistem atau kebiasaan berbahasa pada umumnya sehingga menghambat kelancaran komunikasi bahasa (Supriyadi,1986:14).

Analisis kesalahan berbahasa merupakan suatu studi terhadap pemakaian bahasa tertentu oleh suatu masyarakat. Analisis kesalahan berbahasa dapat diarahkan untuk menemukan (1) kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh bahasa lain (intralingual), (2) kesalahan berbahasa yang disebabkan oleh kemampuan pemakai bahasa itu sendiri (interlingual), dan (3) faktor psikologis dan fisiologis (kemampuan berpikir dan kemampuan pancaindra).

Page 214: i i - Unsyiah

203Lampiran

4.2 Fungsi Analisis Kesalahan BerbahasaRichard (dalam Sapani, 1986:40-44) mengemukakan bahwa analisis kesalahan berbahasa memiliki dua fungsi, yaitu fungsi praktis dan fungsi teoretis. Fungsi praktis merupakan fungsi yang dimanfaatkan hasilnya bagi bahasa itu dan pemakaiannya (pedagogis). Analisis kesalahan dan fungsi ini memiliki manfaat sebagai benikut:(1) memberikan umpan balik kepada pemakai bahasa mengenai

kesalahan, kadar kesalahannya, dan upaya yang harus dilakukan berikutnya;

(2) membantu perencanan plaksanaan perbaikan, merupakan usaha yang ditunjuk khusus untuk membantu pemakai bahasa dalam mengatasi kesulitan dan memperbaiki kesalahan yang masih dialami;

(3) membantu pendapat dalam ruang lingkup kesalahan. Usaha ini dapat bermanfaat bagi pihak yang ingin mengetahui kesalahan-kesalahana dalam variabel bahasa tertentu. Usaha ini dikenal dengan istilah tes komunikasi bahasa yang fungsi secara teoretisnya merupakan suatu usaha untuk memahami proses belajar mengajar bahasa kedua. Fungsi ini juga bermanfaat pada saat terjadinya kesalahan, yakni berfungsi sebagai panduan dalam jangka waktu yang panjang. Teori ini akan bertahan sampai dengan adanya penyempurnaan atau penemuan baru yang lebih baik. Fungsi teoretis mempunyai dua manfaat utama, yaitu (1) memberikan gambaran mengenai proses penggunaan bahasa dewasa ini. Gambaran dapat diperoleh dengan menganalisis bahasa pemakainya. Berdasarkan kesalahan yang didapati dapat diperoleh gamabaran bagaimana pemerolehan bahasa atau pemakaian bahasa dewasa ini dan (2) memberikan gambaran mengenai strategi belajar bahasa yang dilakukan oleh pembelajar bahasa. Gambaran yang diperoleh akan menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti mengapa ia melakukan kesalahan,

Page 215: i i - Unsyiah

204 Metode Penelitian

mengapa bahasa sulit dipahaminya, dan bagaimana cara mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut. Berdasarkan jawaban itulah akan disusun teori-teori yang dapat mencegah terjadinya kesalahan pada bagian dan waktu yang lain.

5. Kontribusi PenelitianSesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, hasil penelitian ini dapat dimanfaat-kan untuk hal-hal sebagai berikut:(1) Dari segi keilmuan hasil penelitian ini, antara lain, dapat

menambah dan memperluas wawasan penulis dan pihak lain yang berkepentingan dengan masalah yang diteliti.

(2) Dari segi kepraktisan hasil penelitian penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, terutama masyarakat dan pemerintah daerah dalam hal pelaksanaan gerakan disiplin nasional, khususnya disiplin berbahasa yang terkait dengan wacana RUU Kebahasaan yang sedang digulirkan.

6. Sumber DataSumber data penelitian ini adalah media luar ruang yang di dalamnya terdapat tulisan berbahasa Aceh (baliho, spanduk, papan nama toko, dsb.) yang ada di Kota Banda Aceh.

7. Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan metode deskriptif. Penggunaan metode tersebut untuk memperoleh deskripsi secara faktual mengenai hal-hal yang akan diteliti yang sedang berlangsung pada masa sekarang. Penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan fakta yang ada atau fenomena yang ada sehingga yang dihasilkan atau yang dicatat berupa perincian seperti potret paparan sebagaimana adanya (Sudaryanto 1988b:62).

Page 216: i i - Unsyiah

205Lampiran

8. Teknik Penelitian8.1 Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik observasi dan teknik catat atau rekam (Mahsun 2005). Teknik ini dilakukan untuk memperoleh data secara langsung dari objek penelitian. Pengamatan dilakukan pada media luar ruang yang terdapat di lokasi penelitian. Data kesalahan penulisan bahasa Aceh yang teramati dicatat atau direkam sebagai korpus data.

8.2 Teknik Penganalisisan DataData yang sudah terkumpul atau data teridentifikasi dicatat dalam korpus data. Selanjutnya, data tersebut diklasifikasikan dan dianalisis berdasarkan aspek dan tipe kesalahan. Sesuai dengan karakteristik data yang ingin diperoleh, penganalisisan data penelitian ini menggunakan teknik kualitatif. Hal ini sesuai dengan karakteristik data yang akan dideskripsikan (Mahsun 2005). Berkaitan dengan ini, Ellis (dalam Tarigan, 1995:68) mengemukakan bahwa langkah kerja analisis kesalahan berbahasa adalah mengumpulkan data, mengidentifikasikan data, menjelaskan kesalahan, dan mengevaluasikan. Kemudian, untuk mentukan aspek atau tipe kesalahan yang dominan terjadi digunakan rumus persentase berikut.

P = f/N x 100%

KeteranganP = Angka PersentaseF = Frekuensi yang Dicari PersentasenyaN = Jumlah Frekuensi yang Dijadikan Data 100% = Nilai Tetap (Sudijono 1996).

Page 217: i i - Unsyiah

206 Metode Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. 1991. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Jakata: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Djunaidi, Abdul. 1996. ”Penggunaan Bahasa Asing di Tempat Umum” Makalah dalam Seminar di Darussalam Aceh.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Depdiknas. 2003. Pengindonesiaan Kata dan Ungkapan Asing. Jakarta: Pusat Bahasa.

Samarin, William J. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. (Terjemahan Yus Badudu). Yogyakarta: Kanisius.

Sapani, Suardi. 1986. “Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Karangan Siswa Kelas 2 SMA Negeri Kodya Bandung”. Tesis IKIP Bandung.

Sudaryanto. 1988b. Metode Linguistik Bagian Kedua: Metode dan Teknik Pengumpulan Data. Yogyakarta: Gadjah Mada University Prees.

Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Supriyadi. 1986. Analisis Kesalahan Berbahasa. Modul I. Jakarta: Karunika-Universitas Terbuka.

Tarigan, H.G. 1995. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Weinreich, Uiriel. 1968. Languages in Contect, Findings, and Problems. Mouton: The Hague.

Page 218: i i - Unsyiah

207Lampiran

Contoh 6

Proposal Penelitian Linguistik Terapan 2

USUL PENELITIAN FUNDAMENTAL

PEMILIHAN BAHASA INDONESIASEBAGAI BAHASA PERTAMA ANAK

DALAM KELUARGA MASYARAKAT ACEH PENUTUR BAHASA ACEH

DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Penanggung Jawab Program

Drs. Teuku Alamsyah, M.Pd.Dra. Rostina Taib, M.Hum.

Azwardi, S.Pd., M.Hum.

Perguruan Tinggi Pengusul

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

MARET 2007

Page 219: i i - Unsyiah

208 Metode Penelitian

HALAMAN PENGESAHAN USUL PENELITIAN FUNDAMENTAL

Darussalam, 14 Maret 2007

MenyetujuiKetua Lembaga Penelitian,

Prof. Dr. Ir. Syamsul RizalNIP 131662135

1. Judul Penelitian : Pemilihan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Pertama Anak Keluarga Masyarakat Aceh Penutur Bahasa Aceh di Nanggroe Aceh Darussalam

2. Peneliti Utamaa. Nama Lengkap : Drs. Teuku Alamsyah, M.Pd.b. Jenis Kelamin : Laki-Lakic. NIP : 132011417d. Pangkat/Golongan : Pembina/IVae. Jabatan Struktural : -f. Jabatan Fungsional : Lektor Kepalag. Fakultas/Jurusan : KIP/Pendidikan Bahasa dan Senih. Pusat Penelitian : Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Acehi. Alamat : Darussalam Banda Acehj. Telepon/Faksimile : (0651) 53180-51977k. Alamat Rumah : Perumahan Dosen Unsyiah, Blok 2 No. 8 Blang Krueng,

Baitussalam, Aceh Besar

l. Nomor HP : 081375074397m. E-Mail : [email protected]

3. Usul Jangka Waktu Penelitian : 2 Tahun

4. Pembiayaana. Usul Biaya Tahun Pertama : Rp40.000.000,00b. Usul Biaya Tahun Kedua : Rp40.000.000,00c. Biaya dari Instansi Lain : -Jumlah : delapan puluh juta rupiah

Mengatahui Dekan FKIP Unsyiah,

Dr. H. M. Yusuf Aziz, M.Pd. NIP 131412307

Ketua Peneliti

Drs. Teuku Alamsyah, M.Pd.NIP132011417

Page 220: i i - Unsyiah

209Lampiran

PEMILIHAN BAHASA INDONESIASEBAGAI BAHASA PERTAMA ANAK

DALAM KELUARGA MASYARAKAT ACEHPENUTUR BAHASA ACEH

DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

1. Abstrak Rencana PenelitianDi setiap daerah di Indonesia terdapat bahasa daerah yang digunakan oleh masyarakatnya sebagai alat komunikasi dan interaksi dalam kelompoknya. Umumnya bahasa daerah merupakan bahasa pertama bagi anggota masyarakat di daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu dapat dipastikan bahwa setiap anggota masyarakat yang hidup di suatu daerah mengerti dan mampu menggunakan bahasa daerahnya. Namun, tidak demikian halnya dengan kenyataan yang saat ini terlihat dalam masyarakat Aceh. Secara umum, bahasa pertama anak dalam keluarga etnis Aceh, penutur bahasa Aceh, adalah bahasa Aceh sehingga tidaklah berlebihan jika ada orang yang mengatakan bahwa setiap orang Aceh (etnis Aceh) pasti bisa berbahasa Aceh. Kondisi terkini yang berlaku untuk bahasa Aceh dapat diidentifikasikan bahwa banyak penutur bahasa Aceh sudah jarang menggunakan bahasa Aceh sebagai bahasa utama dalam pergaulan sehari-hari. Bahkan, banyak generasi muda etnis Aceh, terutama anak usia madrasah ke bawah menggunakan bahasa Aceh sebagai bahasa kedua (second language), bukan sebagai bahasa pertama (first language). Bahasa pertama yang mereka gunakan adalah bahasa Indonesia, terutama di madrasah dan keluarga. Kenyataan ini sangatlah merisaukan sebab hal ini berarti rasa cinta dan rasa memiliki bahasa Aceh oleh etnis Aceh sendiri semakin memudar. Dengan demikian, jika kondisi ini terus berlanjut, patut diduga bahwa pada suatu saat, bahasa Aceh akan ‘sakit’ dan

Page 221: i i - Unsyiah

210 Metode Penelitian

‘punah’ (Harun, 2003). Di sisi lain, hasil pengamatan terhadap kalangan pelajar, mahasiswa, karyawan kantor baik karyawan kantor pemerintah maupun karyawan swasta, dapat dijumpai fenomena berbahasa (1) tidak mampu berkomunikasi dalam bahasa Aceh, (2) enggan ‘malu’ berbahasa Aceh atau ‘berlagak’ sebagai bukan penutur bahasa Aceh, dan (3) berbahasa Aceh dengan logat seperti orang yang baru belajar bahasa Aceh. Temuan sementara menunjukkan bahwa fenomena tersebut terkait erat dengan pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dalam keluarga. Namun, faktor-faktor lain sebagai penyebab lahirnya fenomena yang demikian menarik untuk dikaji dan perlu dikaji lebih dalam.

2. Masalah PenelitianBerdasarkan abstraksi di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:(1) Faktor-faktor apa sajakah yang menjadi dasar bagi orang tua

etnis Aceh, penutur bahasa Aceh, di NAD cenderung memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama bagi anak?

(2) Apakah ketidakmampuan generasi muda Aceh berbahasa Aceh terkait dengan pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dalam keluarga?

(3) Apakah terdapat kesamaan faktor penyebab pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak dalam keluarga etnis Aceh, penutur bahasa Aceh di perkotaan dan di pedesaan?

(4) Pada tataran yang bagaimanakah ketidakmampuan berbahasa Aceh generasi muda Aceh yang orang tuanya memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak dalam keluarga?

(5) Bagaimanakah pendapat orang tua etnis Aceh, penutur bahasa Aceh yang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama

Page 222: i i - Unsyiah

211Lampiran

bagi anak terhadap upaya pelestarian bahasa Aceh sebagai salah satu aset budaya bangsa?

(6) Bagaimanakah pendapat generasi muda etnis Aceh yang kurang mampu berbahasa Aceh terhadap upaya pelestarian bahasa Aceh sebagai salah satu asset budaya bangsa?

(7) Bagaimanakah tanggapan masyarakat Aceh yang memilih bahasa Aceh sebagai bahasa pertama bagi anak dalam keluarga terhadap masyarakat Aceh yang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak dalam keluarga?

3. Kajian Pustaka yang Sudah DilaksanakanSecara umum bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Hubungan individu yang satu dan individu yang lain tidak dapat dipisahkan dari bahasa sebagai alat komunikasi. Atas dasar itulah bahasa hidup dan berkembang dengan segala fungsinya (Sudaryanto, 1990:5).

Bahasa Aceh bagi masyarakat penuturnya merupakan alat untuk berinteraksi atau menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Bahasa Aceh tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, serta alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat, tetapi juga berfungsi sebagai pendukung bahasa nasional, sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar di pedesaan pada tingkat permulaan, serta sebagai alat pengembangan dan pendukung kebudayaan daerah (Ali dkk. 1983:1). Selain itu, bahasa Aceh juga memiliki fungsi sebagaimana dikemukakan Halliday (dalam Chaer dan Agustina, 2004) bahwa fungsi bahasa dapat dibagi atas (1) fungsi instrumental, yakni penggunaan bahasa oleh pembicara dengan maksud agar pendengar mau melakukan sesuatu, bertindak, berkata, sesuai dengan yang dimaksud pembicara, dapat diwujudkan dengan perintah, permohonan, pemberian perhatian, atau rayuan. Dalam konteks ini bahasa berfungsi sebagai alat; (2) fungsi regulatori, yaitu mengembang

Page 223: i i - Unsyiah

212 Metode Penelitian

tugas sebagai pengawas, pengendali atau pengatur tingkah laku orang lain; (3) fungsi reprentasional, yaitu mengacu pada topik ujaran. Bahasa sebagai alat untuk membicarakan peristiwa dalam lingkungan sekeliling; (4) fungsi interaksional, penjamin serta pemantap ketahanan dan kelangsungan komunikasi. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya mempola, seperti sewaktu pamit atau sewaktu berjumpa; (5) fungsi personal, sebagai pengungkap perasaan, emosi pribadi, serta reaksi-reaksi yang mendalam; (6) fungsi heuristik berupa pemertanya dan pemeroleh pengetahuan, dikenal umum dengan pertanyaan; (7) fungsi imajinatif, pencipta sistem, gagasan, atau kisah yang imajinatif.

Hasil pengkajian terhadap penutur bahasa Aceh daerah di NAD menunjukkan bahwa penutur bahasa Aceh meliputi wilayah (1) Kota Banda Aceh, (2) Kabupaten Aceh Besar, (3) Kota Sabang, (4) Kabupaten Pidie, (5) Kabupaten Bireuen, (6) Kabupaten Aceh Utara, (7) Kota Lhokseumawe, (8) Kabupaten Aceh Timur, (9) Kota Langsa, (10) Kabupaten Aceh Jaya, (11) Kabupaten Aceh Barat, (12) Kabupaten Nagan Raya, (13) sebagian Kabupaten Aceh Barat Daya, dan (14) sebagian Kabupaten Aceh Selatan. Di Kabupaten Aceh Barat Daya dan Kabupaten Aceh Selatan hidup berdampingan dua bahasa daerah, yaitu bahasa Aceh dan bahasa Jamee. Fenomena yang sudah lama terlihat dalam masyarakat Aceh penutur bahasa Aceh di NAD adalah kecenderungan memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama bagi anak dalam keluarga. Fenomena ini terutama tampak di daerah-daerah perkotaan dan pada masa akhir-akhir ini juga sudah mulai terlihat di daerah pedesaan (Alamsyah, 2007). Hal yang menarik untuk dicermati dan dikaji sehubungan dengan fenomena ini adalah kedua orang tua adalah etnis Aceh dan penutur bahasa Aceh. Namun, sebagai bahasa pertama dan bahasa untuk berkomuniksi dengan anak yang dipilih adalah bahasa Indonesia. Hasil yang tampak nyata adalah banyak generasi muda Aceh, etnis Aceh, tidak mampu dan tidak

Page 224: i i - Unsyiah

213Lampiran

mengerti bahasa Aceh. Padahal, bahasa Aceh sebagai salah satu aset budaya bangsa harus tetap dipelihara dan dijaga kelestariannya.

Upaya pembinaan dan pelestarian bahasa Aceh yang telah banyak dilakukan adalah bidang struktur bahasa Aceh. Universitas Syiah Kuala pernah mengadakan seminar bahasa Aceh pada tahun 1966. Pada tahun 70-an, Sulaiman (1978) menyusun buku pelajaran Bahasa Aceh yang pertama dan merupakan satu-satunya buku pelajaran bahasa Aceh pada waktu itu. Abdul Gani Asyik menyusun buku Bunyi Bahasa dalam Bahasa Aceh (1979), Sistem Persesuaian dalam Bahasa Aceh (1982), dan Tata Bahasa Kontekstual Bahasa Aceh (1987). Selain itu, tulisan-tulisan yang berupa hasil penelitian antara lain dapat disebutkan Kata Tugas Bahasa Aceh (Hanoum dkk, 1982), Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Aceh, (Ali dkk. 1983), Sistem Perulangan Bahasa Aceh (Ali dkk. 1984), Struktur Bahasa Aceh (Hanafiah dkk. 1984). Tulisan-tulisan tentang bahasa Aceh yang disebutkan di atas lebih mengarah pada kajian bahasa Aceh secara linguistik. Padahal, fenomena ‘keengganan’ dan ketidakmampuan sebagian etnis Aceh bertutur dalam bahasa Aceh juga cukup penting dan menarik untuk disimak. Dengan demikian, penelitian ini yang mengarah pada kajian bahasa secara sosiolinguistik juga memiliki urgensi yang tinggi untuk dilakukan. Penelitian-penelitian yang menyangkut bidang pemakaian bahasa Aceh dalam konteks Sosiolinguistik hingga saat ini dapat dikatakan masih sangat terbatas.

Menarik pula untuk disimak salah satu pertanyaan masyarakat dalam Dialog Budaya di TV Aceh dengan narasumber Kepala Balai Bahasa Banda Aceh, Dr. Radjab Bahry, 15 Januari 2007 yaitu, “Pakon lawetnyoe lee generasi muda Aceh hanjeut basa Aceh” ‘Mengapa sekarang ini banyak generasi muda Aceh tidak bisa berbahasa Aceh?’ Pertanyaan tersebut mengindikasikan bahwa fenomena kecenderungan ‘ketidakpedulian’ generasi muda Aceh terhadap

Page 225: i i - Unsyiah

214 Metode Penelitian

bahasa Aceh juga dirasakan oleh banyak orang. Pertanyaan lain dalam dialog interaktif tersebut yang juga cukup menarik adalah, “Mengapa kalangan remaja, ibu-ibu, (terkadang juga bapak-bapak) khususnya ketika berbelanja di supermarket cenderung berinteraksi dengan bahasa Indonesia walaupun dapat dipastikan dia mengetahui bahwa pramuniaga di supermarket tersebut adalah etnis Aceh dan penutur bahasa Aceh. Demikian juga pramuniaga akan menyapa pengunjung dengan bahasa Indonesia walaupun dia mengetahui dengan pasti bahwa pengunjung tersebut adalah etnis Aceh penutur bahasa Aceh. Kenyataan yang demikian memang selayaknya mendapat perhatian yang serius oleh pemerhati bahas a dan budaya.

Kondisi tersebut juga terkait dengan sikap. Goglioli (1973:29—35) mengatakan bahwa sikap adalah kesiapan seseorang bereaksi terhadap suatu keadaan atau kejadian yang dihadapi. Kesiapan ini dapat mengacu kepada mental atau kepada sikap “perilaku”. Selain itu, Gere (1979:56) mengatakan bahwa sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang terhadap semua objek atau keadaan yang menyangkut sikap itu.

Sehubungan dengan sikap, hasil penelitian Taib dkk. (2004) terhadap sikap siswa SMU Negeri Kota Banda Aceh terhadap bahasa Aceh menunjukkan bahwa sikap siswa yang tidak setuju terhadap pemakaian bahasa Aceh dengan teman sesuku didasari oleh alasan (1) menggunakan bahasa Aceh dianggap kuno, (2) bahasa Aceh kurang komunikatif, (3) bahasa Aceh tidak diperlukan di sekolah, dan (4) penggunaan bahasa Aceh di sekolah mengurangi rasa nasionalis. Hasil penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa persentase siswa yang setuju dan tidak setuju terhadap penggunaan bahasa Aceh dengan teman sesuku di lingkungan sekolah tidak terlalu signifikan, patut pula diwaspadai bahwa ‘keengganan’ bertutur dengan menggunakan

Page 226: i i - Unsyiah

215Lampiran

bahasa Aceh akan membuat eksistensi dan identitas bahasa daerah termasuk bahasa Aceh akan semakin kabur.

Temuan dari hasil penelitian Taib dkk. (2004) tersebut merupakan salah satu data awal atau kerangka dasar penelitian ini. Temuan tersebut belum sepenuhnya menjangkau faktor yang lebih makro, yaitu menyangkut faktor keluarga dalam hal pemilihan bahasa pertama bagi anak karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap ‘rasa memiliki’ seorang anak terhadap bahasa. Di sisi lain, penelitian tersebut hanya menjangkau sebagian kecil sikap masyarakat terhadap bahasa Aceh, yaitu hanya dalam lingkup siswa SMU di Kota Banda Aceh. Padahal, fenomena pemilihan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dalam keluarga terdapat hampir di semua wilayah penutur bahasa Aceh.

4. Desain dan Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif. Penggunaan rancangan atau pendekatan kualitatif dalam penelitian ini berkaitan dengan jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik pengolahan data. Penelitian ini memiliki karakteristik sebagaimana dikemukakan oleh Lincoln dan Guba (1985:39–43) mengenai penelitian kualitatif, antara lain, sebagai berikut:(1) Latar Alamiah (Natural Setting)

Latar penelitian ini bersifat alamiah, yaitu kelompok masyarakat penutur bahasa Boang dan bahasa Pakpak. Data dikumpulkan secara langsung dari lingkungan nyata dalam situasi sebagaimana adanya.

(2) Manusia sebagai InstrumenDalam penelitian kualitatif peneliti sendiri merupakan instrumen kunci, baik dalam pengumpulan data maupun dalam pengolahan data;

(3) Bersifat DeskriptifPenelitian kualitatif selalui bersifat deskriptif, artinya data yang dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi fenomena,

Page 227: i i - Unsyiah

216 Metode Penelitian

bukan berupa angka-angka atau hubungan antarvariabel. Data yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar. Tulisan hasil penelitian berisi kutipan-kutipan dari kumpulan data untuk memberikan ilustrasi dan mengisi materi laporan. Data dianalisis dengan seluruh kekayaan informasi sebagaimana terekam pada kumpualn data;

(4) Metode KualitatifPenelitian kualitatif memilih metode kualitatif karena metode-metode inilah yang lebih mudah diadaptasikan dengan realitas yang beragam dan saling berinteraksi;

(5) Lebih Memperhatikan Proses daripada HasilDalam penelitian kualitatif, peneliti lebih menitikberatkan perhatiannya kepada gejala proses daripada “ out comes” atau “product” dari proses tersebut;

(6) Analisis Data secara InduktifDalam penelitian kualitatif, peneliti tidak mencari data untuk memperkuat atau menolak hipotesis yang telah diajukan sebelum memulai penelitian, tetapi untuk melakuakn abstraksi setelah rekaman fenomena-fenomena khusus dikelompokkan menjadi satu. Teori dikembangkan dengan cara ini muncul dari bawah, berasal dari sejumlah besar satuan bukti yang terkumpul yang saling berhubungan satu dengan lainnya;

(7) Desain Bersifat SementaraDalam penelitian kualitatif, desain penelitiannya bersifat sementara, artinya, dapat berkembang terus selama pengumpulan data di lapangan karena meaning yang menjadi esensi dari penelitian tergantung dari konteks. Oleh karena itu, fokus penelitian baru dapat ditetapkan setelah cukup lama bekerja di lapangan. Tingkat kesementaraan desain penelitian ini berbeda dari satu jenis dan jenis yang lain dalam penelitian kualitatif.

Page 228: i i - Unsyiah

217Lampiran

4.1 Sumber DataSumber data penelitian ini adalah (1) masyarakat etnis Aceh penutur bahasa Aceh yang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak dalam keluarga, (2) masyarakat etnis Aceh yang memilih bahasa Aceh sebagai bahasa pertama anak dalam keluarga, dan (3) generasi muda etnis Aceh (umur 12-22 tahun) yang dibesarkan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dalam keluarga. Sumber data penelitian ini tersebar pada wilayah (1) Kota Banda Aceh, (2) Kabupaten Aceh Besar, (3) Kabupaten Aceh Jaya, (4) Kabupaten Aceh Barat, dan (5) Kota Lhokseumawe.

4.2 Instrumen dan Teknik Pengumpulan DataInstrumen pengumpulan data penelitian ini berupa pedoman atau lembar pengamatan, pedoman wawancara, dan alat perekam elektronik tape recorder. Teknik pengumpulan data mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.(1) mendata anggota masyarakat etnis Aceh di wilayah perkotaan

dan di wilayah pedesaan yang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak dalam keluarga;

(2) mendata anggota masyarakat etnis Aceh di wilayah perkotaan dan di wilayah pedesaan yang memilih bahasa Aceh sebagai bahasa pertama anak dalam keluarga;

(3) mengamati dan mendata penggunaan bahasa di kalangan generasi muda etnis Aceh ketika bertutur dengan teman sesuku yang berbahasa Aceh;

(4) melakukan wawancara dengan informan (a) yang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama anak dalam keluarga (b) yang memilih bahasa Aceh sebagai bahasa pertama dalam keluarga, dan (c) generasi muda etnis Aceh yang dibesarkan dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dalam keluarga. Selain itu,

Page 229: i i - Unsyiah

218 Metode Penelitian

wawancara juga dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat Aceh khususnya masyarakat pemerhati kelestarian suatu budaya;

(5) konteks yang melatari setiap fenomena juga merupakan bagian dari pengamatan. Untuk itu, setiap konteks yang melatari dibuat catatan khusus sebagai bagian dari catatan lapangan.

4.3 Teknik Analisis DataAnalisis data penelitian ini mulai dilakukan pada saat pengumpulan data sedang berlangsung. Artinya, data yang sudah terkumpul langsung dianalisis. Cara ini ditempuh untuk menghindari penumpukan data. Selain itu, dengan cara ini peneliti dapat dengan mudah melakukan triangulasi data dengan sumber data. Langkah-langkah analisis data adalah sebagai berikut:(1) melakukan pengelompokan data berdasarkan rumusan masalah;(2) membenahi catatan hasil pengamatan dan wawancara;(3) mentranskripsikan data hasil rekaman dengan tape rcorder;(4) melakukan pengecekan keabsahan data dengan nara sumber;(5) membuat simpulan sementara;(6) mendata semua data dan melakuakn analisis ulang;(7) Membuat simpulan akhir dan rekomendasi hasil temuan.

5. Luaran PenelitianLuaran penelitian ini adalah sebagai berikut:(1) Publikasi temuan penelitian dalam jurnal ilmiah nasional

terakreditasi dan selanjutnya diupayakan dipubilkasikan dalam jurnal ilmiah internasional.

(2) Dalam kajian sosiolinguistik selama ini berkembang pernyataan bahwa kelompok masyarakat yang hidup di suatu daerah mengerti dengan baik bahasa daerahnya dan mampu pula berkomunikasi dengan baik dalam bahasa daerahnya tersebut. Sehubungan

Page 230: i i - Unsyiah

219Lampiran

dengan temuan awal penelitian ini membuktikan bahwa bahasa Aceh sebagai salah satu bahasa daerah di NAD tidak sepenuhnya dikuasai oleh kelompok masyarakat setempat. Artinya, tidak semua masyarakat Aceh mampu menggunakan bahasa Aceh sebagai alat komunikasi. Dengan demikian, luaran penelitian ini memunculkan sebuah hipotesis baru, yaitu tidak semua anggota masyarakat dalam kelompok wilayah penutur suatu bahasa daerah tertentu mampu memahami dan mampu berkomunikasi dalam bahasa daerahnya.

(3) Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan baru terhadap bahan ajar mata kuliah Sosiolinguistik pada Program Studi Pendidikan Bahasa, baik Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia maupun Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris.

(4) Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait di Provinsi NAD dalam upaya penyelenggaraan Kongres Bahasa Aceh IV.

Page 231: i i - Unsyiah

220 Metode Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Teuku. 2007. “Fenomena Berbahasa Masyarakat Aceh Pascakonflik Aceh” Makalah pada Pertemuan Semesteran Mahasiswa PBSID FKIP Unsyiah di Darussalam, Banda Aceh.

Ali, Zaini dkk. 1983. Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Ali Zaini dkk. 1984. Sistem Perulangan Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Asyik, Abdul Gani. 1987. Tata Bahasa Kontekstual Bahasa Aceh. Disertasi the University of Michigan.

Bahry, Rajab. 2007. “Pemakaian Bahasa Aceh di NAD”. Dialog Interaktif TV Aceh, 15 Januari 2007.

Chaer, Abdul dan Agustina, Leone. 2004. Sosioliguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Goglioli, Pier Paolo. 1973. Language and Social Contex. London: Cox & Wynian Ltd.

Gere, Anne Ruggles. 1979. Attitudes Language and Change. Illionis: NCTA

Hanafiah, Adnan dkk. 1984.Struktur Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Hanoum, Syarifah dkk. 1982. Kata Tugas Bahasa Aceh. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Lincoln, I.S. & Guba, E.G. 1985. Naturalistic Inquiry. London: Sage Publication.

Page 232: i i - Unsyiah

221Lampiran

Sulaiman, Budiman. 1978. Tata Bahasa Aceh. Bireuen: Pustaka Esa.

Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Taib, Rostina dkk. 2004. “Sikap Siswa SMU Negeri Kota Banda Aceh terhadap Bahasa Aceh.” Jurnal Mon Mata, Volume 6.

Page 233: i i - Unsyiah

222 Metode Penelitian

Contoh 7

Proposal Penelitian Sastra Murni 1

ANALISIS LATAR SOSIOKULTURAL DALAM NOVEL PERCIKAN DARAH DI BUNGA

KARYA ARAFAT NUR

Proposal Skripsi

diajukan sebagai bahan seminar proposalpada Prodi PBSI FKIP Unsyiah

olehHendra Kasmi

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH

2010

Page 234: i i - Unsyiah

223Lampiran

LEMBAR PENGESAHAN

Proposal Skripsi

ANALISIS LATAR SOSIOKULTURAL DALAM NOVEL PERCIKAN DARAH DI BUNGA

KARYA ARAFAT NUR

Nama : Hendra KasmiNIM : 0606102010045Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mengetahui,

Ketua Program StudiPendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

Drs. Teuku Alamsyah, M.Pd.NIP 196606061992031005

Dosen Wali,

Azwardi, S.Pd., M.Hum.NIP 1973112019980201001

Page 235: i i - Unsyiah

224 Metode Penelitian

ANALISIS LATAR SOSIOKULTURAL DALAM NOVEL PERCIKAN DARAH DI BUNGA

KARYA ARAFAT NUR

1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan karya manusia yang memuat pengalaman hidup dengan berbagai problematika yang dihadapi dan dirasakan. Karya sastra disampaikan dengan menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Seperti yang dikemukakan oleh Danziger dan Johnson (dalam Melani, 2006:7) bahwa sastra sebagai suatu “seni bahasa”, yakni cabang seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selanjutnya Fananie (2002:7) mengemukakan bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna.

Melalui karya sastra, penulis memberikan pengalaman, pemahaman, dan wawasan kepada pembaca terhadap lingkungan manusia dengan memenuhi kebutuhan estetis. Hal ini dikarenakan dalam karya sastra terkandung nilai seni yang menyenangkan untuk dinikmati. Nilai seni ini dimanfaatkan pengarang untuk dapat memenuhi kebutuhan estetis pembaca melalui karya-karya sastranya, baik dalam bentuk prosa maupun puisi.

Salah satu karya sastra berbentuk prosa adalah novel. Untuk lebih jelas, berikut ini beberapa pendapat para pakar mengenai novel. Sugihastuti (2002:43) menyatakan bahwa novel merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak merupakan serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika dibaca, tetapi merupakan sruktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang padu. Trisman (2003:118) menyatakan

Page 236: i i - Unsyiah

225Lampiran

bahwa novel dapat dianggap sebagai alat perekam kehidupan masyarakat pada suatu waktu dan tempat tertentu. Nurgiantoro (1998:13) mengemukakan bahwa novel dapat melukiskan suasana tempat secara rinci sehingga dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, konkret, dan pasti. Sumardjo (2007:204) mengemukakan bahwa novel merupakan cerita fiktif yang panjang. Bukan hanya panjang dalam arti fisik, tetapi juga isinya. Selanjutnya Suwardi (2005:173) mengemukakan bahwa novel adalah bentuk karya sastra yang seakan-akan melukiskan peristiwa atau kisah sesungguhnya.

Walaupun novel merupakan karangan prosa yang panjang, tetap saja kita boleh menganggap novel seutuhnya fiksi atau monopoli karya sastra. Namun, novel merupakan rangkaian cerita kehidupan seseorang yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Deretan peristiwa dalam sebuah novel lahir dari keuletan pola pikir penulis yang mampu memadukan nuansa fiksi dengan kelogisan pengalaman sekelilingnya.

Sama seperti karya sastra lainnya, novel juga dibangun oleh unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Nurgiyantoro (1998:23) menyebutkan bahwa unsur instrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur instrinsik terdiri atas tema, tokoh/penokohan, latar, alur dan amanat. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi karya sastra.

Salah satu unsur pembangun dalam novel adalah unsur latar. Latar adalah bagian dari struktur cerita yang disebut fakta cerita (Herawati, 2006:41). Selanjutnya, Melani (2002:86) mengatakan bahwa latar merupakan segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra. Pendapat lain menjelaskan bahwa dalam latar harus dapat ditemukan penjelasan mengenai waktu, ruang, dan peristiwa (Sudjiman, 1990:48).

Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu yang berupa tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat

Page 237: i i - Unsyiah

226 Metode Penelitian

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dengan menyuguhkan nuansa realita. Latar dalam sebuah karya sastra dapat menjadi fakta yang akan dihadapi atau diimajinasikan oleh pembaca secara faktual ketika membaca cerita fiksi. Pengimajian tersebut dapat memberikan kesan realita kepada pembaca sehingga pembaca dapat merasakan langsung suasana tempat yang digambarkan dalam sebuah cerita.

Penggiringan latar bukan hanya tertuju pada tempat dan waktu saja, melainkan juga pada lingkungan sosial budaya suatu tempat yang melingkupi cerita itu. Imbas dari latar yang dipinjamkan penulis untuk berimajinasi tersebut akan mampu mengangkat citra dan nilai-nilai budaya yang dimiliki sekelompok masyarakat di suatu tempat.

Latar sosiokultural merupakan persoalan yang berhubungan dengan perilaku masyarakat pada suatu tempat dalam sebuah cerita. Latar sosiokultural mewakili karakter, tradisi, cara berpikir dan adat suatu tempat. Oleh sebab itu, walaupun novel sarat dengan rekayasa cerita tetapi penggambaran latar harus disesuaikan dengan kelogisan kondisi suatu tempat. Hal ini penting karena novel selain berfungsi sebagai bacaan yang menghibur juga sebagai sarana dalam membuka wawasan pembaca tentang ragam perilaku masyarakat di berbagai tempat.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh beberapa ahli sastra. Fananie (2002:98) mengatakan bahwa dalam hal tertentu latar harus mampu membentuk tema dan plot tertentu yang dalam dimensinya terkait dengan tempat, daerah, dan orang-orang tertentu. Abrams (dalam Triyono, 1990:60) mengatakan bahwa latar adalah suatu tempat yang menyeluruh, waktu historis, dan lingkungan sosial yang di dalamnya terjadi tindakan. Esten (1993:47) menyatakan bahwa dengan memahami cerita kita mendapatkan suatu gambaran dari suatu proses (perubahan sosial dan tata nilai). Stanton (dalam Herawati, 2006:41) yang mengatakan bahwa latar adalah lingkungan peristiwa yang ada di dalam cerita, sebuah dunia di dalamnya terjadi

Page 238: i i - Unsyiah

227Lampiran

peristiwa. Sehubungan dengan hal ini, Nurgiyantoro (1998:233) menyatakan bahwa latar menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, cara berpikir, dan sikap yang tergolong latar spiritual. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah, dan atas.

Latar sosiokulutural dapat secara meyakinkan menggambakan suasana daerah tertentu melalui kehidupan sosial masyarakat, adat istiadat, dan kebiasaan masyarakat setempat. Di samping itu, latar sosiokultural dapat diperkuat dengan penggunaan bahasa daerah dan dialek-dialek tertentu.

Mengkaji unsur latar, terutama latar sosiokultural di dalam karya sastra dapat juga merupakan proses penggalian nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat tertentu. Latar sosiokultural yang digali dalam kehidupan masyarakat dapat mereaktualisasikan nilai-nilai sosial kemasyarakatan dan merupakan konstribusi nilai-nilai budaya bagi generasi muda. Salah satu cara yang praktis dalam upaya mengontribusikan nilai sosial budaya yang ada dalam novel adalah melalui peningkatan apresiasi novel. Di samping itu, upaya apresiasi novel dapat juga dilakukan melaui analisis pengkajian yang bersifat ilmiah yang nantinya dapat dijadikan suatu tolak ukur terhadap perbedaan perilaku sosial dalam kehidupan dari cerminan sebuah novel.

Novel yang akan penulis kaji berjudul Percikan Darah di Bunga. Novel tersebut menarik untuk di analisis karena mengangkat sisi latar kehidupan yang berbeda. Hal ini terlihat ketika masing-masing tokoh dalam novel tidak bisa menerima perilaku lawannya karena mereka sudah terlanjur dibesarkan dilingkungan yang tidak sama. Sehingga terjadilah benturan sosial dan tradisi yang melahirkan konflik cerita.

Page 239: i i - Unsyiah

228 Metode Penelitian

Novel tersebut sangat menggugah penulis untuk mengkajinya lebih dalam karena cerita di dalamnya mempunyai latar sosiokultural yang kuat. Latar sosiokultural dalam cerita tersebut mampu mewarnai setiap pola pikir dan tindakan seseorang untuk mendukung budaya dan kehidupan sosialnya.

2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran latar sosiokultural dalam novel Percikan Darah di Bunga karya Arafat Nur yang meliputi unsur tatakrama, adat istiadat, dan pandangan hidup?

3. Tujuan PenelitianBerdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan latar sosiokultural dalam novel Percikan Darah di Bunga karya Arafat Nur yang meliputi unsur tatakrama, adat istiadat, dan pandangan hidup.

4. Manfaat PenelitianManfaat praktis yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:(1) Gagi siswa dan mahasiswa, penelitian ini bermanfaat untuk

meningkatkan apresiasi sastra.(2) Gagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan dan

pengetahuan tentang novel, khususnya unsur sosiokultural.(3) Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat memberi pengetahuan

dan membuka cakrawala pemikiran bagi penikmat sastra

Di samping itu, manfaat teoretis yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) memberikan sumbangan untuk perkembangan teori-teori kesusastraan;(2) membantu penelitian-penelitian selanjutnya yang berhubungan

dengan bidang sastra, khususnya tentang latar.

Page 240: i i - Unsyiah

229Lampiran

5. Sumber DataSumber data penelitian ini adalah novel Percikan Darah di Bunga Karya Arafat Nur yang diterbitkan oleh Lini Zikrul Remaja tahun 2005. Novel ini tediri atas 13 bab dengan tebal buku 176 halaman.

6. Metode dan Teknik Penelitian6.1 Metode PenelitianPenelitian ini tergolong ke dalam jenis penelitian kualitatif. Untuk itu, metode yang digunakan adalah metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan struktural. Penggunaaan metode tersebut bertujuan memberikan gambaran secara sitematis dan cermat tentang faktar-fakta yang terdapat dalam teks novel yang dikaji (Zaidan, 2002:11).

6.2 Teknik Penelitian6.2.1 Teknik Pengumpulan DataTeknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik telaah dokumen. Dokumennya adalah novel Percikan Darah di Bunga yang diterbitkan oleh Lini Zikrul Remaja pada tahun 2005. Penggunaan teknik ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya terhadap sesuatu yang didokumentasikan (Nasution, 2003:4).

6.2.2 Teknik Penganalisisan DataSesuai dengan metode yang digunakan, penganalisisan atau pengolahan data penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitiatif. Langkah-Langkah yang ditempuh dalam penganalisian data penelitian ini adalah sebagai berikut:(1) membaca keseluruhan isi novel Percikan Darah di Bunga. Hal

ini dilakukan agar peneliti dapat memahami novel tersebut secara mendalam;

Page 241: i i - Unsyiah

230 Metode Penelitian

(2) mendeskripsikan data;(3) menganalisis latar sosiokultural dalam novel Percikan Darah di

Bunga dengan menggunakan konsep teori yang telah ditentukan;(4) menarik kesimpulan.

Page 242: i i - Unsyiah

231Lampiran

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Tariqh. 2007. Seorang Sultan di Palermo. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.

Alisyahbana, Sultan Takdir. 2002. Anak Perawan di Sarang Penyamun. Jakarta: Dian Rakyat.

Amatullah, Afifah Afra. 2003. Peluru di Matamu. Solo: Era Adicitra Intermedia. Buana Pustaka.

Budianta, Melani dkk. 2002. Membaca Sastra. Jakarta: Indonesia Tera.

El Shirazy, Habiburrahman. 2005. Ayat-Ayat Cinta. Jakarta: Republika.

El Shirazy, Habiburrahman. 2008. Ketika Cinta Bertasbih. Jakarta: Republika.

Esten, Mursal. 1993. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.

Fananie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Herawati, Yudianti. 2006. Novel Lonceng Kematian I: Kajian Struktural dan Sosiologis. Samarinda: Pusat Bahasa Kalimantan Timur.

Hirata, Andrea. 2008a. Sang Pemimpi. Bentang Pustaka: Yogyakarta.

Hirata, Andrea. 2008b. Enderson. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Hirata, Andrea. 2007. Laskar Pelangi. Yogyakarta: Bentang Pustaka.

Mishima, Yukio. 2005. Nyanyian Laut. Yogyakarta: Matahari.

Murari, Timeri N. 2008. Taj. Bandung: Mizan Pustaka.

Nasution, S. 2003. Metode Research. Jakarta: Bumi Raksasa.

Nur, Arafat. 2005. Percikan Darah di Bunga. Jakarta: Lini Zikrul Remaja.

Page 243: i i - Unsyiah

232 Metode Penelitian

Nurgiantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Oh, Richard. 2004. Labirin Malam. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Rasuanto, Bur. 2001. Tuyet. Jakarta: Yayasan Indonesia.

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Semi, Atar. 1993a. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.

Semi, Atar. 1993b. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa Bandung.

Shakib, Shiba. 2005. Samira dan Samir. Jakarta: Pustaka Alvabet.

Shors, John. 2008. Taj Mahal. Bandung: Mizan Pustaka.

Sudjiman, Panuti. 1998. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Suharto, Sugihastuti. 2002. Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Jakob. 2007. Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sumardjo, Yakob dan Saini KM. 1994. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.

Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Tripa, Sulaiman. 2005. Malam Memeluk Intan. Depok: Lingkar Pena Kreativa.

Trisman, dkk. 2003. Antologi Esai Sastra Bandingan dalam Sastra Indonesia Modern. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Triyono, Adi. 1993. “Potret Kemiskinan di Perkotaan dalam Novel Ibu Kita Raminten: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Tesis Universitas Gadjah Mada.

Zaidan, Abdul Rozak. 2002. Pedoman Penelitian Sastra Daerah. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Page 244: i i - Unsyiah

233Lampiran

Contoh 8

Proposal Penelitian Sastra Murni 2

PEREMPUAN DALAM NASKAH DRAMATANAH PEREMPUAN KARYA HELVY TIANA ROSA

DAN LUKA POMA KARYA MASKIRBI

Proposal Tesis

diajukan sebagai bahan seminar proposalpada Prodi MPBSI PPs Unsyiah

olehHerman

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH

2010

Page 245: i i - Unsyiah

234 Metode Penelitian

LEMBAR PENGESAHAN

PEREMPUAN DALAM NASKAH DRAMATANAH PEREMPUAN KARYA HELVY TIANA ROSA

DAN LUKA POMA KARYA MASKIRBI

Proposal Tesis

diajukan sebagai bahan seminar proposalpada Prodi MPBSI PPs Unsyiah

olehHerman

disetujui oleh Dosen Wali,

Prof. Dr. Azman Ismail, M.A.NIP 195204141977121001

dikertahui oleh Ketua Program Studi,

Dr. Mohd. Harun, M.Pd.NIP 196603051993031003

Page 246: i i - Unsyiah

235Lampiran

PEREMPUAN DALAM NASKAH DRAMATANAH PEREMPUAN KARYA HELVY TIANA ROSA

DAN LUKA POMA KARYA MASKIRBI

1. Latar Belakang MasalahGender merupakan suatu ideologi yang melekat erat pada masyarakat kita apalagi dalam konteks emansipasi. Gender sering menjadi pembicaraan hangat di sejumlah kalangan sejak beberapa dekade terakhir. Pembicaraan tersebut menimbulkan perbedaan pandangan terhadap kaum perempuan, baik dari segi fungsi, peran, meupun tanggung jawab. Sayangnya, pemahaman gender selalu dititikberatkan pada jenis kelamin perempuan seakan gender hanya milik perempuan semata. Jika ditelaah secara saksama, sebenarnya gender adalah soal perjuangan hak yang sama, yakni keseteraan hak perempuan dengan lelaki. Soal kesetaraan inilah yang berlaku terus secara kontinyu dan mulai melibatkan institusi sosial. Tak terkecuali dalam dunia karya (teks), baik teks sastra maupun nonsastra, gender mulai jadi pembicaraan hangat dan menarik.

Khusus dalam ranah sastra, kajian gender erat kaitannya dengan kehadiran tokoh dan penokohan. Kajian ini kemudian menjadi titik tolak terhadap karya sastra yang digolongkan ke dalam jenis feminisme. Adapun teori feminisme mulanya muncul di dunia Barat yang kemudian merambah ke wilayah lain, termasuk Nusantara (Sikana, 2008:279). Dalam perkembangan kemudian, banyak ahli sepakat bahwa pembicaraan feminisme berkaitan erat dengan tokoh dan penokohan perempuan dalam karya sastra atau secara sederhana dapat disebutkan sebagai citra perempuan yang tergambar melalui karya sastra. Selain itu, telaah feminisme juga dapat ditinjau dari pengarang perempuan yang membicarakan sekitar dunia perempuan

Page 247: i i - Unsyiah

236 Metode Penelitian

dalam karyanya. Teori ini menurut Sikana (2008:288) disebut dengan ginokritik. Kemunculan teori ginokritik diawali dengan anggapan bahwa kaum laki-laki kurang memahami hal sensitif kaum perempuan. Akibatnya, dalam bertutur, kaum laki-laki cenderung tidak dapat membatasi bahasanya ketika menyebutkan bagian-bagian sensitif pada kaum perempuan dari sisi biologis. Selain itu, ada anggapan juga bahwa bahasa kaum laki-laki cenderung tidak memposisikan kaum perempuan secara baik dari sisi hak pendidikan maupun hak-hak lainnya. Hal tersebut kemudian menimbulkan bias pembagian peran antara laki-laki dan perempuan. Bahkan, dalam penelitian-penelitian linguistik, terkadang perempuan tidak digunakan sebagai informan karena alasan-alasan tertentu (Sumarsono dan Partana, 2002:98).

Kehadiran perempuan dalam karya sastra Indonesia sebenarnya sudah ada sejak zaman penjajahan. Untuk sastra jenis novel, tokoh utama perempuan mulai dikenal sejak tahun 1920, yakni melalui tradisi penulisan novel pertama di Indonesia. Hal ini ditandai dengan terbitnya roman Azab dan Sengsara (1920) karya Merari Siregar. Tradisi ini kemudian disusul dengan dipublikasikannya novel kedua di Indonesia dengan judul yang langsung diangkat dari nama tokoh perempuannya, Sitti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli. Novel ini dalam perkembangannya menjadi mitos perjuangan kaum perempuan Indonesia. Demikian juga dengan novel-novel berikutnya seperti Salah Asuhan (1928) dan Pertemuan Djodoh (1933) karya Abdul Muis, Salah Pilih (1928) karya Nur Sutan Iskandar, Layar Terkembang (1936) karya Sutan Takdir Alisyahbana, dan Belenggu (1940) karya Armijn Pane.

Sampai saat ini, penelitian tentang feminisme dalam karya sastra Indonesia yang sudah pernah dilakukan di antaranya Citra Wanita dalam Hikayat Panji Melayu (Mu’jizah, 2002), Ringkasan Peran dan Perlakuan Tokoh Perempuan dalam Novel Tahun 2000-an (Santosa, 2004), Tokoh Wanita dalam Novel-novel Karya Titis Basino P.I.

Page 248: i i - Unsyiah

237Lampiran

(Rieza Utami Meithawati, 2004), Citra Perempuan dalam Novel Atap: Sebuah Analisis Kritik Sastra Feminisme (Syamsurizal, 2006), Peran Karya Sastra dalam Memperkenalkan Wacana Gender pada Siswa di Sekolah Dasar (Istimurti, 2008), Analisis Keberpihakan Pramoedya terhadap Tokoh Perempuan dalam Tiga Karyanya: Suatu Pendekatan Sosiologis (Shaidra, 2008).

Sejauh ini belum ditemukan penelitian mendalam tentang feminisme pada naskah drama, baik yang ditulis oleh lelaki maupun perempuan. Oleh karena itu, kajian tentang perempuan dalam naskah drama penting dilakukan. Hal ini nantinya akan memberikan pemahaman terhadap gender responsif sebagai bagian dari pendidikan berelasi gender, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, penelitian yang menganalisis peran dan citra perempuan dalam teks sastra dapat dijadikan sebagai bagian dari apresiasi terhadap sebuah karya, penulis, dan kaum perempuan.

Sebelumnya, penelitian sastra feminis lebih ditekankan pada “kelamin tunggal” yaitu perempuan di mata pengarang lelaki. Jarang ada peneliti gender yang mencoba mewacanakan pemikiran pengarang perempuan yang melihat kaumnya sendiri (Endraswara, 2008:145). Penelitian ini berusaha mengkaji hal tersebut, di samping juga melihat perempuan di mata pengarang laki-laki. Oleh karena itu, diambil dua naskah drama yang jadi sampel penelitian, masing-masing ditulis oleh pengarang perempuan dan pengarang lelaki. Naskah drama yang diteliti adalah karya Maskirbi dengan judul Luka Poma dan karya Helvy Tiana Rosa dengan judul Tanah Perempuan. Diambil dua naskah ini dengan asumsi dapat terlihat perempuan dalam naskah drama dari mata pengarang laki-laki dan mata pengarang perempuan. Peneliti melihat kedua naskah ini secara deskriptif, terutama tokoh dan penokohan perempuan sehingga didapati konsep perempuan dalam kaca mata pengarang lelaki (Maskirbi) dan konsep perempuan dalam padangan

Page 249: i i - Unsyiah

238 Metode Penelitian

pengarang perempuan (Helvy Tiana Rosa). Namun demikian, tentu saja hal ini tidak bermaksud menggeneralisasikan perempuan dalam karya sastra yang ditulis oleh pengarang-pengarang lainnya.

Penelitian ini semakin menarik karena sejauh ini belum ditemukan penelitian tentang feminisme dalam karya sastra yang terbit di Aceh apalagi untuk naskah drama. Dengan demikian, penelitian ini dapat disebut sebagai penelitian eksploratif yang bersifat kritis-interpretatif (Harun, 2006:18). Kajiannya menggunakan telaah semistruktural dengan pendekatan sosiologi sastra, yakni telaah penokohan perempuan yang disesuaikan dengan dunia perempuan yang sesungguhnya, yang berlaku dalam masyarakat (Damono, 1979:1). Kajian ini berperspektif historis pula dengan melihat awal mula kebangkitan perempuan di Aceh sehingga pergerakan feminisme di tanah Serambi Mekkah semakin nyata terlihat nantinya. Dalam menganalisis secara deskriptif, digunakan pendekatan semiotika teater dan hermeneutik sastra agar ditemukan penafsiran dalam tiap dialog dan adegan pada naskah tersebut. Untuk memperoleh hasil interpretasi terhadap peran perempuan dalam kedua naskah tersebut, diangkat topik Perempuan dalam Naskah Drama “Luka Poma” Karya Maskirbi dan Naskah “Tanah Perempuan” Karya Helvy Tiana Rosa.

2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:(1) Bagaimanakah peran perempuan dalam naskah Luka Poma karya

Maskirbi dan naskah Tanah Perempuan karya Helvy Tiana Rosa?(2) Bagaimanakah citra perempuan dalam pandangan pengarang

naskah Luka Poma dan pengarang naskah Tanah Perempuan?(3) Bagaimana gender mainstreaming dalam naskah Luka Poma dan

dalam naskah Tanah Perempuan?

Page 250: i i - Unsyiah

239Lampiran

3. Tujuan PenelitianSesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:(1) mendeskripsikan peran perempuan dalam naskah Luka Poma

karya Maskirbi dan naskah Tanah Perempuan karya Helvy Tiana Rosa;

(2) mendeskripsikan citra perempuan dalam pandangan pengarang naskah Luka Poma dan pengarang naskah Tanah Perempuan;

(3) mendeskripsikan gender mainstreaming dalam naskah Luka Poma dan dalam naskah Tanah Perempuan.

4. Manfaat PenelitianPenelitian ini bermanfaat tidak hanya bagi para aktivis gender, tetapi juga bagi masyarakat umum, termasuk kalangan pendidik. Secara rinci manfaat tersebut dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu manfaat teoretis, manfaat, praktis, dan manfaat apresiatif.

Secara teoretis, hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi dunia pendidikan. Hasil penelitin ini dapat dijadikan sebagai kajian historis terhadap perjuangan perempuan di Aceh secara umum. Hasil penelitian ini juga akan memberikan penegasan kembali terhadap teori-teori feminisme secara umum dan gender mainstreaming. Secara khusus, hasil penelitian ini akan mempertegas lebih dalam teori feminisme sastra sekaligus sebagai tambahan dalam bentuk pendokumentasian terhadap telaah sastra modern. Masih dari sisi teoretis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai rujukan kajian telaah naskah drama, terutama dalam hal analisis sosial, historis, dan struktural.

Bagi para kritikus sastra, penelitian ini bermanfaat sebagai acuan membuat telaah/kritik sastra dalam hal sosialisasi gerakan feminisme lewat sastra. Selanjutnya, penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai pendidikan responsif gender yang nantinya akan digunakan oleh guru

Page 251: i i - Unsyiah

240 Metode Penelitian

di sekolah-sekolah. Anak didik akan dapat memahami pendidikan relasi gender melalui telaah karya sastra. Guru dan anak didik dapat pula melakukan telaah gender melalui karya sastra lainnya, selain pada naskah drama. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bandingan bagi peneliti/pengkritik sastra berikutnya sekaligus bahan bandingan bagi lembaga atau aktivis gender dalam pergerakannya ke depan. Dikhususkan bagi aktivis gender, secara praktis penelitian ini dapat dijadikan bahan acuan penelitian terhadap bias dan relasi gender dari segi bahasa.

Penelitian ini bermanfaat pula dalam bentuk penghargaan terhadap karya sastra, terutama drama. Bagi para penulis, baik prosa maupun drama, melalui penelitian ini akan diperoleh pemahaman tambahan dalam hal membuat pencitraan terhadap tokoh perempuan, menginterpretasi karya sastra, menganalisis karya sastra, dan menghargai karya sastra. Selanjutnya, para peneliti kemudian akan lebih terbuka cakrawala berpikir mereka melakukan penelitian terhadap karya sastra sebagai bagian dari apresiasi.

5. Asumsi PenelitianBerikut dipaparkan beberapa asumsi yang menunjukkan bahwa penelitian ini penting dilakukan.(1) Perempuan Aceh terkenal sebagai pelopor kebangkitan tokoh

perempuan di Indonesia dan mungkin di Nusantara. Hal ini ditandai dengan semangat juang sejumlah pahlawan perempuan Aceh seperti Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Kemalahayati. Bahkan, tercatat pula dalam sejarah bahwa Kerajaan Aceh pernah dipimpin oleh empat sultanah (sultan perempuan) secara berturut-turut, yakni Sultanah Safiatuddin Syah (1612M), Sultanah Naqiatuddin Nurul Alam (1675-1678M), Zakiatuddin Syah (1678-1688), dan Zainatuddin—ada yang menyebut Ziatuddin—Kamalat Syah

Page 252: i i - Unsyiah

241Lampiran

(1688). Hal ini menunjukkan bahwa perempuan Aceh memiliki posisi strategis dalam bidang politik.

(2) Perempuan Aceh dikenal pula sebagai ‘tonggak serdadu’ perempuan yang ditandai dengan kegemilangan Laksamana Keumalahayati dalam memimpin perang di laut. Bahkan, namanya kini dinobatkan sebagai salah satu nama pelabuhan di Aceh, yakni Pelabuhan Malahayati di Krueng Raya, Aceh Besar. Selain itu, perempuan Aceh juga dikenal sebagai prajurit darat yang gagah berani melawan penjajah Belanda. Beberapa nama yang kini dinobatkan sebagai pejuang perempuan Aceh di antaranya Cut Nyak Dhien, Cut Meutia, Pocut Baren, Cut Meurah Inseun, dan Pocut Meurah Intan. Di sisi lain, dikenal pula nama Teungku Fakinah sebagai ulama perempuan Aceh. Ia adalah ulama perempuan pertama di Nusantara.

(3) Naskah Luka Poma merupakan sebuah naskah drama yang ditulis bernuansa lokal Aceh. Cerita dalam naskah tersebut bukan hanya berlatar Aceh, tetapi juga mengangkat fenomena Aceh masa konflik bersenjata (dalam rentang 1980-1990-an). Oleh karena itu, penting mengamati posisi perempuan Aceh masa-masa konflik tersebut, terlebih lagi naskah ini diakui penulisnya sebagai naskah nonkonvensional, yakni ‘lari’ dari kebiasaan naskah drama umumnya di Aceh. Naskah Luka Poma ini pula satu-satunya naskah yang berani pentas tour hingga ke Jakarta (2005) padahal masa itu konflik masih memanas di Aceh.

(4) Naskah Tanah Perempuan merupakan satu-satunya naskah drama yang mengambil tema kebangkitan perempuan Aceh, mulai masa penjajah hingga pascatsunami. Dalam naskah tersebut diceritakan kembali heroisme pejuang perempuan Aceh tatkala mengusir penjajah Belanda dan Portugis, posisi perempuan Aceh masa-masa konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Republik Indonesia (RI), hingga masa-masa terjadinya tsunami dan perjanjian damai MoU Helsinki

Page 253: i i - Unsyiah

242 Metode Penelitian

(2005). Perjuangan panjang tokoh perempuan inilah yang menjadikan naskah Tanah Perempuan penting diamati dari sisi feminisme.

(5) Penelitian ini penting pula dilakukan karena belum didapati kajian serius tentang perempuan dalam karya sastra Aceh, terutama pada naskah drama. Di sisi lain, pendidikan responsif gender melalui karya sastra di Aceh juga masih tahap wacana sehingga hasil penelitian ini nantinya dapat mebantu pemahaman peserta didik terhadap pendidikan responsif gender.

6. Batasan PenelitianPenelitian ini dibatasi pada citra perempuan yang terdapat dalam naskah drama Luka Poma karya Maskirbi dan naskah drama Tanah Perempuan karya Helvy Tiana Rosa. Hal ini berkenaan dengan feminis yang diemban oleh kedua pengarang tersebut. Pada naskah Luka Poma karya Maskirbi ditelaah peran perempuan yang diharuskan oleh seorang pengarang lelaki (Maskirbi). Hal ini akan memberikan gambaran tentang “perempuan di mata lelaki”. Kritik feminisme ini tentunya akan mendorong kaum perempuan untuk membaca teks-teks yang akan dihasilkan oleh kaum lelaki, dengan landasan pemikiran sebelumnya bahwa kaum perempuan di mata lelaki cenderung lemah, penuh daya berahi, dan hanya digunakan untuk bahan ketertarikan kaum lelaki (Sikana, 2008:288).

Penelitian ini membahas juga perempuan dalam pandangan kaumnya sendiri sehingga kajian difokuskan pada gerakan feminisme tokoh-tokoh perempuan dalam naskah Tanah Perempuan karya Helvy Tiana Rosa. Kritik sastra ini dibenarkan oleh Register (1975) yang dikutip oleh Sikana (2008:289). Ia menyebutkan bahwa penting mengkaji penulis perempuan dan imej perempuan dalam pandangan pengarang perempuan. Para ahli menyebut kajian ini dengan istilah ginokritik. Dengan demikian, pandangan yang akan dilihat dalam kajian ini terkait penggunaan bahasa biologis di mata pengarang, baik

Page 254: i i - Unsyiah

243Lampiran

pengarang lelaki maupun pengarang perempuan, di samping pembagian peran bagi tokoh perempuan dan lelaki serta gender mainstreaming. Pada tahap ini, berlaku analisis feminisme gender yang dalam Tong (2008:223) disebut dengan feminis kultural, dengan pembedaan psike perempuan dan psike laki-laki. Hal ini berkenaan pula dengan pemakaian bahasa verbal dalam pengungkapan bagian-bagian biologis perempuan. Pembagian peran bagi tokoh perempuan ini berkenaan dengan karir, kepemimpinan, jabatan, kepahlawanan, ibu, serta karakter lainnya yang akan ditemukan pada tokoh perempuan dalam kedua naskah tersebut. Akan tetapi, penelitian ini tidak menganalisis ginokritik (perempuan di mata perempuan) secara spesifik, karena ia merupakan pembahasan tersendiri. Jika digambarkan fokus penelitian ini, bagannya akan terlihat seperti berikut ini.

7. Kajian TerdahuluPendekatan feminisme dalam karya sastra adalah jenis pendekatan baru. Pendekakan ini dapat dianggap sebagai teori modern dalam telaah karya sastra yang dikembangkan dari empat telaah/pendekatan teks sastra, yang pernah ditawarkan Abrams dalam bukunya The Mirror and the Lamp (1953). Dari empat pendekatan terhadap teks sastra inilah kemudian muncul teori-teori berikutnya dalam ranah sastra, di antaranya teori feminisme yang apabila ditelusuri lebih jauh

Page 255: i i - Unsyiah

244 Metode Penelitian

merupakan penjabaran dari pendekatan ekpresif dan objektif. Karena pandangan dititikberatkan pada kondisi sosial masyarakat yang tercermin dalam karya sastra dimaksud, pendekatan ini kemudian disebut dengan istilah sosiologi sastra.

Awalnya teori feminisme muncul di Amerika sehingga cenderung jika disebutkan kata feminis, seolah itu hanya milik Amerika semata. Teori ini mencuat ke depan publik pertama sekali dengan kesan bahwa lelaki yang menulis tentang perempuan cenderung tidak maksimal, merendahkan, memposisikan perempuan selalu di bawah lelaki. Dari sisi bahasa, pengarang lelaki disebutkan cenderung menyentuh hal-hal sensitif perempuan sehingga kaum perempuan patut dibela. Oleh karena itu, perempuan sebagai pengarang kemudian jadi perhatian yang terkesan sangat dibutuhkan oleh dunia sehingga tatkala perempuan diposisikan sebagai pengarang, perbincangan bagi sejumlah kalangan menjadi hangat. Hal ini seperti terlihat dalam dekade terakhir terhadap kemunculan nama semisal Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Abidah El Khalieqy, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, dan yang lainnya. Jika mereka menghasilkan sebuah karya sastra, seakan ada hal baru yang patut didiskusikan oleh pengamat dan kritikus sastra. Kecenderungan ini terlihat pula tatkala beberapa karya penulis perempuan difilmkan, seakan ada ‘warna’ baru dari mereka.

Dalam dunia sastra modern, gerakan feminisme menjalar sejak bermunculan pengarang-pengarang perempuan dalam prosa dan roman Indonesia. Untuk sastra jenis novel, tokoh utama diangkat dari kalangan perempuan mulai dikenal sejak tahun 1920-an, yakni melalui tradisi penulisan novel pertama di Indonesia, Azab dan Sengsara (1920) karya Merari Siregar. Tradisi ini kemudian disusul dengan terbitnya novel kedua di Indonesia, Sitti Nurbaya (1922) karya Marah Rusli. Novel yang judulnya diangkat langsung dari nama tokoh utamanya ini kemudian dalam perkembangannya menjadi mitos perjuangan kaum perempuan

Page 256: i i - Unsyiah

245Lampiran

Indonesia. Setelah itu, disusul terbitnya novel Salah Asuhan (1928) karya Abdul Muis. Pada tahun yang sama, Nur Sutan Iskandar juga menerbitkan novelnya yang perdana dengan judul Salah Pilih (1928) yang juga bertemakan perempuan. Dalam rentang tiga tahun kemudian, Merari Siregar kembali menerbitkan novelnya dengan judul Binasa kerna Gadis Priangan (1931). Langkah sastrawan angkatan Balai Pustaka ini yang mengangkat perempuan sebagai sentral cerita, diikuti kemudian oleh beberapa sastrawan angkatan Pujangga Baru. Hal ini ditandai dengan hadirnya Layar Terkembang (1936) karya Sutan Takdir Alisyahbana, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (1939) karya Hamka, dan Belenggu (1940) karya Armijn Pane.

Banyaknya deretan karya sastra Indonesia berupa novel tersebut hanya bercerita tentang perempuan yang dijadikan sebagai tokoh. Sebaliknya, buku yang membahas secara detail tentang kritik sastra dalam penokohan perempuan masih sangat langka atau barangkali dapat dikatakan belum pernah dilakukan. Secara lebih sepesifik, penelitian tentang feminisme dalam karya sastra Indonesia yang sudah pernah dilakukan sebelumnya antara lain Citra Wanita dalam Hikayat Panji Melayu (Mu’jizah, 2002), Ringkasan Peran dan Perlakuan Tokoh Perempuan dalam Novel Tahun 2000-an (Santosa, 2004), Tokoh Wanita dan Novel-novel Karya Titis Basino P.I. (Riesa Utami Meithawati, dkk., 2004), Tokoh Utama Wanita, dalam Pandangan Gender pada Novel Wajah Sebuah Vagina Karya Naning Pranoto (Aprilianto, 2005), Citra Perempuan dalam Novel Atap: Sebuah Analisis Kritik Sastra Feminisme (Syamsurizal, 2006), Novel Saman dan Larung Karya Ayu Utami dalam Perfektif Feminisme Radikal (makalah Banita, tanpa tahun), Peran Karya Sastra dalam Memperkenalkan Wacana Gender pada Siswa di Sekolah Dasar (Istimurti, 2008), Analisis Keberpihakan Pramoedya terhadap Tokoh Perempuan dalam Tiga Karyanya: Suatu Pendekatan Sosiologis (Shaidra, 2008). Akan

Page 257: i i - Unsyiah

246 Metode Penelitian

tetapi, penelitian tentang perempuan (feminisme) dalam naskah drama, sejauh ini belum ditemukan. Dalam perkembangan sastra di Aceh, penelitan tentang naskah drama secara umum pun sulit didapati.

8. Kajian Teoretis8.1 Perempuan dan FeminismeDalam KBBI (2005:856) disebutkan bahwa perempuan merupakan orang (manusia) yang dapat mengalami menstruasi (haid), hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Tentu saja definisi ini terkait kodrati perempuan sebagai makhluk Tuhan, yang merupakan lawan atau pasangan dari laki-laki. Kata lain untuk perempuan biasanya digunakan orang dengan sebutan “wanita”. Istilah wanita, dalam KBBI (2005:1268) dikatakan sebagai perempuan dewasa. Istilah yang sederhana tentang perempuan tertuang dalam Kamus Pelajar (2006:492). Di sana disebutkan bahwa permpuan adalah orang yang bisa hamil, melahirkan anak, dan menyusui.

Perempuan cenderung pula dimaknai sebagai makhluk feminim, yakni yang memiliki sifat keibuan, kemayu, suka dandan, suka mencuci, dan suka di dapur. Penamaan ini menyebabkan muncul anggapan stereotipe bagi kaum perempuan yang mengakibatkan timbulnya gerakan feminisme. Feminisme dimaknai sebagai gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang dimarjinalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial lainnya. Penolakan ini belakangan tidak lagi sekadar pergerakan praktis kaum aktivis gender, tetapi mulai merambah ke dunia sastra, terutama dalam sastra modern.

Sikana (2008:279) menyebutkan bahwa feminisme adalah perjuangan kaum perempuan untuk mendapatkan status yang sama dengan lelaki dan meminta hak-hak yang telah lama dipinggirkan oleh

Page 258: i i - Unsyiah

247Lampiran

sejarah. Hal ini disebutkannya dengan anggapan bahwa selama ini kaum wanita jadi terpinggirkan oleh kekuasaan patriakal. Konsep dasar yang dapat dipakai dalam melihat hal ini adalah feminis, female, dan feminine.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi III (2005:315) disebutkan “Feminis adalah gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria.” Senada dengan ini, wikipedia.org, ensiklopedia bebas, menerjemahkan kata feminisme sebagai sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan hak dengan pria.

Melihat dua literatur tersebut, feminisme sebagai gerakan penyetaraan hak terlihat hanya dilakukan oleh kaum perempuan. Dalam kenyataannya, kaum pria juga turut melakukan gebrakan yang sama untuk membela hak-hak perempuan. Pada karya sastra, misalnya, ditemukan sejumlah pengarang lelaki yang menjadikan perempuan sebagai tokoh utama dan menciptakan tokoh tersebut seolah sedang berpikir maju, bertindak bebas, memiliki wawasan tak kurang dari lelaki. Hal ini seperti diutarakan Damono dalam pengantarnya terhadap Kritik Sastra Feminis (Djajanegara, 2000). Damono memisalkan hadirnya tokoh Sitti Nurbaya ciptaan Marah Roesli, Tini dan Yah ciptaan Armijn Pane, dan Tuti ciptaan Sutan Takdri Alisjahbana, merupakan bentuk gerakan feminisme dari pengarang lelaki. Oleh karena itu, feminisme dapat diartikan sebagai gerakan membela perempuan yang bukan hanya dilakukan oleh kaum perempuan semata, tetapi juga oleh kaum lelaki.

Dengan demikian, gerakan feminis tidak dapat dipisahkan dari definisi kodrati perempuan itu sendiri. Dalam pengantar buku Leela Gandhi “Teori Poskolonial” yang diterbitkan oleh Penerbit Qalam (2006) disebutkan bahwa ada konsep keseimbangan antara perempuan dan lelaki. Lelaki tidak boleh lagi menempatkan dirinya sebagai the first sex yang berada di atas perempuan. Sebaliknya, perempuan jangan

Page 259: i i - Unsyiah

248 Metode Penelitian

berusaha menggantikan dominasi kaum laki-laki dengan dominasi perempuan. Lebih lanjut, Gandhi menyebutkan upaya gerakan feminis jangan sampai menimbulkan kekacauan penafsiran terhadap teks-teks agama yang selama ini dianggap cenderung mendominasikan kaum lelaki sehingga persoalan agama dan budaya harus dipisahkan dalam menganalisis gender. Hal tersebut agar tidak terjadi manipulasi budaya dalam pergerakan selanjutnya (Gandhi, 2006:xvi).

8.2 Drama dan TeaterDrama adalah satu di antara tiga cabang besar sastra setelah prosa dan puisi. Waluyo (2002:1) menyebutkan bahwa drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang diproyeksikan di atas pentas. Sebagai bentuk tiruan, tentu penulis naskah drama memiliki daya imajinasi sehingga apa yang ditampilkan pada naskah hingga ke atas pentas bukanlah realitas sesungguhnya. Dengan demikian, drama tetap dianggap sebagai karya sastra yang imajinatif, meskipun cerita di dalamnya beranjak dari kenyataan sesungguhnya.

Hal ini ditegaskan juga oleh Ismet (2007:38) bahwa naskah drama tercipta karena adanya proses imajinasi dari senimannya. Imajinasi itu sendiri terbentuk karena adanya paduan antara pikiran dan perasaan. Dari sini kemudian, seorang penulis naskah menciptakan dunia rekaan yang menjadi “seakan-akan” ada.

Agar tidak terjadi tumpang tindih antara drama, prosa, dan puisi, sebagai sesama karya sastra, Tambajong (1981:23) memberi batasan sebagai berikut.

Drama, segi-segi pelaksanaan yang ditata sangat banyak. Ia menata hubungan yang luas antara pengarang dan kehidupan, pengarang dengan naskah, naskah dengan aktor, naskah dengan sutradara, pengarang dengan aktor, pengarang dengan sutradara, naskah dengan kemungkinan pementasan, aktor dengan aktor,

Page 260: i i - Unsyiah

249Lampiran

aktor dengan penonton, naskah dengan penonton, dan seterusnya.

Prosa, sekurang-kurangnya hanya menata dua segi, yaitu tema dan pembaca. Tema yang bagus memungkinkan banyaknya pembaca.

Puisi, segi yang ditata hanya satu, yakni pikiran pribadi penyair kepada pembaca.

Rendra (2007:103) memberikan istilah drama sama dengan sandiwara di Indonesia, yaitu seni mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan menggunakan laku jasmani dan ucapan kata-kata. Oleh karena itu, dalam naskah drama, cenderung terjadi pemotretan kehidupan, baik suka-duka, pahit-manis, hitam-putih, dan sebagainya.

Sebagai sebuah naskah, drama belum sempurna jika belum dipentaskan (Sulaiman, 2007:1). Naskah yang sudah dipentaskan tersebut dinamakan dengan teater (orang Padang menyebutnya dengan toneel, lihat karya-karya Hamka). Dalam teater, semua unsur sastra nyaris lengkap, terdiri atas unsur drama, seni gerak, seni suara, seni musik, seni rupa, dan seni arsitektur. Oleh karena itu, naskah drama baru dapat dianggap lengkap dan afdhal jika sudah dipanggungkan (Riantiarno, 2003).

9. Metode Penelitian9.1 Jenis dan Pendekatan PenelitianKajian ini tergolong ke dalam jenis penelitian kualitatif. Untuk itu, peneliti akan mengorganisasikan asas-asas penelitian kualitatif yang berkenaan dengan feminis dan interpretasi naskah dalam naskah drama. Metode yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif, yakni metode yang berusaha memberikan gambaran secara sitematis dan cermat tentang faktar-fakta yang terdapat dalam kedua naskah drama yang diteliti (Zaidan, 2002:11). Menurut Sugiyono (2008:2) metode penelitian pada dasarnya adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data

Page 261: i i - Unsyiah

250 Metode Penelitian

dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Ia menjelaskan cara ilmiah tersebut adalah cara yang ditempuh dengan didasarkan pada ciri keilmuan: nasional, empiris, dan sistematis.

Moleong (2007:11) mengungkapkan bahwa ciri-ciri metode deskriptif memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada di masa sekarang atau pada masalah aktual. Data-data yang dikumpulkan mulanya disusun, dijelaskan, dan dianalisis. Data dimaksud dapat berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Tak jauh berbeda dengan dua pakar tersebut, Semi (1993:23) memberikan batasan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang mengutamakan kedalaman penghayatan interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris. Nama lain metode ini adalah metode postpositivistik karena berlandaskan pada filsafat postpostivisme (Sugiyono, 2008:7).

Menurut Sugiyono, metode kualitatif disebut juga sebagai metode artistik, sebab proses penelitiannya bersifat seni (kurang temporal) dan disebut sebagai metode interpretatif dengan alasan hasil penelitian lebih berkenaan dengan interpretasi. Dengan demikian, perlakuan terhadap karya dalam penelitian ini dapat dikategorikan sebagai kritik atau telaah sastra yang hasil analisisnya berdasarkan interpretasi peneliti. Hardjana (1983:37) memberikan batasan kritik sastra sebagai suatu penyelidikan yang langsung berurusan erat dengan karya sastra untuk menimbang bernilai atau tidaknya suatu karya. Kritik sastra tersebut dianggap akan menjernihkan persoalan yang meliputi karya sastra dengan menggunakan penafsiran, penjelasan, dan uraian.

Metode ini pada akhirnya akan memberikan gambaran nilai terhadap karya sastra yang diteliti. Di samping itu, hasilnya akan meniadakan persoalan-persoalan yang sebelumnya dianggap rumit dalam memahami isi karya karena sudah ada penjelasan, uraian, bahkan penafsiran. Dalam penafsiran ini digunakan pendekatan hermeneutik. Hal ini sesuai dengan fungsi teori hermeneutik yang

Page 262: i i - Unsyiah

251Lampiran

dipaparkan Palmer (2003), yakni: (1) sebagai teori penafsiran kitab suci, (2) sebagai metode filologi, (3) sebagai ilmu pemahaman linguistik, (4) sebagai metodologi geisteswissenschafi yaitu berusaha memperoleh makna kehidupan manusia secara menyeluruh, (5) sebagai fenomenologi dasein dan pemahaman eksistensial, dan (6) sebagai sistem interpretasi (Harun, 2006:133). Dengan demikian, pendekatan hermeneutik menjadi pendekatan yang sangat penting digunakan dalam menganalisis karya sastra, termasuk bentuk drama. Pendekatan hermeneutik akan mengajak peneliti untuk menjernihkan persoalan yang sedang diteliti secara detail. Pendekatan ini juga akan mengarahkan hasil interpretasi lebih dekat dengan epistemologi dan hidtoris sebagaimana dimaksudkan Receour dan Dilthey. Oleh karena itu, pendekatan hermeneutik ini seakan lebih tinggi daripada teori interpretasi biasa, sifatnya seperti taqwil yang lebih dalam memaknai persoalan bahasa tinimbang tafsir.

Teknik hermeneutik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada langkah-langkah yang pernah ditawarkan oleh Ricoeur dan diperluas oleh Thompson serta pernah digunakan oleh Harun (2006:134) dalam penelitian disertasinya. Langkah-langkah dimaksud adalah (1) tahap pemahaman, (2) tahap pengudaraan (penguraian) karya, (3) tahap penjelasan, dan (4) tahap interpretasi.

9.2 Instrumen PenelitianNama lain dari instrumen sebenarnya merujuk pada sarana pengumpulan data. Sugiyono (2008: 222) mengungkapkan instrumen dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Dengan demikian, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah diri peneliti sendiri, yang disebut sebagai instrumen kunci (key instrument). Instrumen ini dikenal pula dengan istilah instrumen manusia atau human instrument (Harun, 2005:38). Manusia sebagai instrumen

Page 263: i i - Unsyiah

252 Metode Penelitian

kunci sangat diperlukan dalam penelitian kualitatif karena manusia adalah makhluk penafsir. Diri pribadi sebaga instrumen kunci, menurut Siswanto (2005:66) harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:(1) mendalami naskah yang diteliti sebagai subjek penelitian;(2) mendalami teori yang digunakan sebagai rujukan;(3) bersifat objektif dan jujur;(4) bersifat sabar sehingga tidak dilakukan asal-asalan;(5) tidak cepat bosan, terutama saat melakukan pengumpulan data.

9.3 Data dan Sumber DataData penelitian ini berupa data verbal yaitu paparan bahasa dari pernyataan tokoh berupa dialog dan monolog serta narasi yang dipaparkan penulis naskah. Sumber data berupa data primer, yakni naskah drama Luka Poma karya Maskirbi dan Tanah Perempuan karya Helvy Tiana Rosa. Dengan demikian, yang dimaksud dengan data verbal yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah paparan bahasa terhadap tokoh perempuan dalam naskah Luka Poma dan Tanah Perempuan.

Beberapa alasan dipilih naskah Luka Poma antara lain (1) satu-satunya naskah drama yang kental keacehannya, terutama pengucapan simbolis Aceh ke dalam bentuk aktor, (2) mengangkat latar konflik di Aceh antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah pusat (RI), (3) sudah diterbitkan dalam bentuk buku oleh Aliansi Sastrawan Aceh (ASA) pada tahun 2007, setelah sebelumnya juga terdokumentasikan dalam Antologi Seulawah, (4) sudah dipentaskan di Aceh dan Jakarta, naskah ini mendapat sambutan yang antusias positif dari penonton dan pemerhati teater di Tanah Air, dan (5) sebagai bentuk lain mengenang penulis naskah drama di Aceh yang dikenal popularitasnya dalam kebangkitan teater Aceh masa-masa sulit (konflik), dia adalah Maskirbi, sastrawan Aceh.

Dipilih naskah Tanah Perempuan dengan alasan antara lain (1) ceritanya berkisar tentang ketabahan, ketegaran, dan kegigihan perempuan

Page 264: i i - Unsyiah

253Lampiran

Aceh sejak masa sejarah (abad XV) sampai dengan masa konflik GAM-RI dan perjanjian damai Helsinki, (2) bernuansa lokal Aceh secara kentara yang dipaparkan dengan realis, (3) ditulis oleh seorang perempuan yang terkenal kesastrawanannya di tingkat nasional dan ia masih memiliki pertalian darah Aceh dari sebelah bapak, dan (4) naskah asli bentuk drama, bukan gubahan dari cerita pendek. Dengan demikian, dua naskah ini akan memberikan pemahaman tentang perempuan Aceh dari sudut pandang pengarang lelaki dan pengarang perempuan.

9.4 Teknik Analisis DataTeknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik interpretasi dengan hermeneutik sastra, yakni memberikan penafsiran sedalam-dalamnya terhadap naskah yang dianalisis. Naskah dimaksud adalah naskah drama Luka Poma karya Maskirbi dan Tanah Perempuan karya Helvy Tiana Rosa. Teknik analisis dengan menggunakan teori hermeneutik merupakan salah satu cara interpretasi ilmu yang paling populer saat ini (Harun, 2005:129). Dengan teknik hermeneutika, orang dapat memahami dan menafsirkan apa yang dilihat, didengar, dan dibaca bahkan menuangkan hasil pemikirannya dari apa yang dilihat dan dibaca tersebut.

Menurut Husein Nasr yang dikutip Harun (2005:126), istilah hermeneutik merujuk pada nama dewa Yunani Kuno, yaitu Hermes, yang tugasnya menyampaikan berita dari Sang Mahadewa kepada manusia. Dalam catatan Nasr, Hermes tersebut tidak lain adalah Nabi Idris as., yang sejarah kerasulannya dinukilkan dalam Alquran. Dalam kalangan para santri, Nabi Idris disebutkan suka memintal, yang dalam bahasa Latin adalah tegere. Jika dikatikan dengan Dewa Hermes yang memiliki profesi sebagai tukang tenus, pekerjaan Nabi Idris ada hubungannya dalam mitos Yunani Kuno, sebab produk dari memintal adalah textus atau text yang merupakan isu sentral dalam

Page 265: i i - Unsyiah

254 Metode Penelitian

kajian hermeneutika. Dengan demikian, jelas bahwa hermeneutika yang diambil dari kata “Hermes” adalah ‘sebuah ilmu dan seni menginterpretasi teks’.

Pengertian tersebut terpancar pula dari akar kata hermeneutika yang berasal dari bahasa Yunani hermeneuein ‘menafsirkan’. Dari kata hermeneuein ini dapat ditarik tiga pengertian: (1) meungungkapkan kata-kata, misalnya “to say”, (2) menjelaskan seperti menjelaskan sebuah situasi, dan (3) menerjemahkan seperti di dalam transliterasi bahasa tertentu. Namun, Bauman yang juga mengakui hermeneutik berasal dari bahasa Yunani menyebutkan istilah itu dari akar kata hermeneutikos yang berarti ‘ucapan’ atau ‘tulisan’ yang tidak jelas, kabur, remang-remang, dan kontradiktif, menimbulkan keraguan dan kebingungan para pendengar atau pembaca (Harun, 2005:131, mengutip Palmer, 2003 dan Hidayat, 1996).

Untuk memperoleh hasil tersebut, diperlukan sejumlah langkah. Siswanto (2005:68-82) mengungkapkan teknik atau langkah yang harus dilakukan dimulai dari (i) pengumpulan data (data collection) yaitu membaca naskah yang diteliti terlebih dahulu sambil menemukan data yang berkenaan dengan hal penelitian; (ii) seleksi data (data reduction) yaitu memilih atau menyeleksi data dengan parameter yang telah ditetapkan sebelumnya; (iii) pemeriksaan (conclusion) yaitu menganalisis dalam usaha memperoleh kepastian tentang data primer; (iv) pengabsahan (verification) yaitu tindakan menentukan keakuratan data dengan merujuk pada konsep parameter; (v) pemaparan (data display) yaitu menyajikan informasi analisis. Proses dari langkah-langkah ini akan memberikan gambaran konkret terhadap teks yang dianalisis.

Dengan demikian, langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dirincikan sebagai berikut:(1) mendeskripsikan naskah drama Luka Poma dan Tanah Perempuan;(2) menganalisis struktur genetik kedua naskah drama tersebut;

Page 266: i i - Unsyiah

255Lampiran

(3) memberikan penafsiran dan penjelasan;(4) menemukan peranan perempuan dalam kedua naskah yang

dianalisis;(5) menemukan unsur gender mainstreaming dalam kedua naskah

tersebut.

Sebelum menganalisis dengan menggunakan teknik hermeneutik, peneliti akan membaca terlebih dahulu kedua naskah drama tersebut, Luka Poma karya Maskirbi dan Tanah Perempuan karya Helvy Tiana Rosa secara intens. Selanjutnya, akan diberi penanda terhadap kosa kata atau bahasa yang didapati mengarah pada perlakukan feminisme, baik dari segi penggunaan kode biologis, maupun upaya stereotipe dan subordinasi terhadap kaum perempuan. Bagian-bagian yang sudah ditandai tersebut selanjutnya dimasukkan dalam analisis kajian penelitian. Peneliti juga berusaha mengungkap maksud tersirat dari setiap dialog dan narasi yang digunakan pengarang dalam naskah tersebut untuk diketahui maknanya. Hal ini guna memudahkan menemukan arah feminisme yang hendak diungkapkan oleh pengarang naskah sekaligus menemukan gender mainstreaming yang terdapat dalam kedua naskah tersebut.

Page 267: i i - Unsyiah

256 Metode Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Adli. Bernama Aceh. (http://www.serambionline, diakses 4 Juli 2010).

Alfian, Teuku Ibrahim. 2003. Warisan Budaya Melayu Aceh. Banda Aceh: Pusat Studi Melayu-Aceh.

Arjani, Ni Luh. 2002. Gender dan Permasalahannya. Denpasar: Pusat Studi Wanita Universitas Udayana Denpasar.

Bandem, Made dan Sal Murgiyanto. 2000. Teater Daerah Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Blackburn, Susan. 2007. Kongres Perempuan Pertama: Tinjauan Ulang. Jakarta: Yayasan Obor.

Bleicher, Josef. 2007. Hermeneutika Kontemporer. Yogyakarta: Fajar Pustaka.

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra, Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Femini: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Endraswara, Suwardi. 2003. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta.

Fananie, Zinuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Gandhi, Leela. 2006. Teori Poskolonial: Upaya Meruntuhkan Hegemoni Barat. Yogyakarta: Penerbit Qalam.

Hardjana, Andre. 1983. Kritik Sastra, Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.

Page 268: i i - Unsyiah

257Lampiran

Harymawan, RMA. 1993. Drama Turgi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Harun, Mohd. 2006. “Struktur, Fungsi, dan Nilai Hadih Maja: Kajian Puisi Lisan Aceh”. Disertasi Universitas Negeri Malang.

Hemas, GKR. 1992. Wanita Indonesia, Suatu Konsepsi dan Obsesi. Yogyakarta: Liberti.

Hasanuddin. 2009. Drama, Karya dalam Dua Dimensi: Kajian Teori, Sejarah, dan Analisis. Bandung: Angkasa.

Hasyim, Abidin, dkk. 2009. Aceh Daerah Modal. Banda Aceh: Pemerintah Aceh.

Ismet, Adang. 2007. Seni Peran. Bandung: Penerbit Kelir.Junus, Umar. 1985. Sosiologi Sastera, Persoalan Teori dan Metode.

Kualalumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pelajaran Malaysia.K.S., Yudiono. 2009. Pengkajian Kritik Sastra. Jakarta: Kompas

Gramedia.Kaplan, David dan Robert A. Manners. 2002. Teori Budaya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Kawilarang, Harry. 2008. Aceh: dari Sultan Iskandar Muda ke

Helsinki. Banda Aceh: Bandar Publishing.Khairani, dkk. 2009. Riset Analisis Kebijakan Publik. Banda

Aceh: Pusat Studi HAM Universitas Syiah Kuala.Mahayana, Maman S. 2007. Esktrensikalitas Sastra Indonesia.

Jakarta: Grafindo Persada.Maskirbi. 2007. Luka Poma. Banda Aceh: Aliansi Sastrawan

Aceh.Meithawati, Rieza Utami, dkk. 2004. Tokoh Wanita dalam Novel-

Novel Karya Titis Basino P.I. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Moleong, J. Lexy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.

Page 269: i i - Unsyiah

258 Metode Penelitian

Muhadjir, Noeng. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV. Yokyakarta: Rake Sarasin.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Noer, Arifin C. 2000. Ideologi Teater Modern Kita. Yogyakarta: Gondho Suli.

Pradopo, Racmat Djoko. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Media.

Pemilia, Kartika. Kritik terhadap Konstruksi Feminisme dalam Novel Perempuan Berkalung Sorban. (http://www.inpasonline.com, diakses 1 Januari 2010).

Rahmanto, B. Drama (http://pustaka.ut.ac.id, diakses 26 Maret 2010).Rampan, Korrie Layun. 1999. Aliran-Jenis Cerita Pendek.

Jakarta: Balai Pustaka.Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik

Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Rendra. 2007. Seni Drama untuk Remaja. Jakarta: Burung Merak

Press.Riantiarno, N. 2003. Menyentuh Teater: Tanya Jawab Sekitar

Teater Kita. Jakarta: MU:3 Books.Rosa, Helvy Tiana. 2009. Tanah Perempuan. Banda Aceh:

Lapena.Sahid, Nur. 2008. Sosiologi Teater. Yogyakarta: Pratista.Sahid, Nur. 2004. Semiotika Teater. Yogyakarta: Institut Seni

Indonesia Yogyakarta.Sawardi. 2004. Sejarah Sastra Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama

Media.Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung:

Angkasa.Sikana, Mana. 2008. Teori Sastera Kontemporari. Singapore:

Page 270: i i - Unsyiah

259Lampiran

Pustaka Karya.Siswanto. 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis.

Surakarta: Muhammadiyah University Press.Soelaiman, Darwis A. 2008. Aceh Bumi Iskandar Muda. Banda

Aceh: Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R

& D. Bandung: Penerbit Alfabeta.Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta:

Pustaka Jaya.Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-Serbi

Semiotika. Jakarta: Gramedia.Sumardjo, Jakob. 1986. Ikhtisar Sejarah Teater Barat. Bandung:

Angkasa.Sumarsono dan Paina Partna. 2002. Sosioliguistik. Yogyakarta:

Sabda.Tambajong, Japi. 1981. Dasar-Dasar Drama Turgi. Bandung:

Pustaka Prima.Teeuw, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Karya

Nusantara.Tong, Rosemarie Putnam. 2008 Feminist Thought: Pengantar

Paling Komprehensif kepada Aliran Utama Pemikiran Feminis. (Terjemahan Aquarini Priyatna Prabasmoro). Yogyakarta: Jalasutra.

Wajdi, Farid (Ed.). 2008. Aceh Bumi Srikandi. Banda Aceh: Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Waluyo, Herman J. 1994. Pengkajian Cerita Fiksi. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

Waluyo, Herman J. 2002. Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Waluyo, Herman J. 2005. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Page 271: i i - Unsyiah

260 Metode Penelitian

Wiyanto, Asul. 2002. Terampil Bermain Drama. Jakarta: Grasindo.

Yudiaryani. 2002. Panggung Teater Dunia, Perkembangan dan Perubahan Konvensi. Jogjakarta: Pustaka Gondho Suli bekerja sama dengan Yayasan Adikarya IKAPI dan The Ford Foundation.

Zaidan, Abdul Rozak. 2002. Pedoman Penelitian Sastra Daerah. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Zentgraaff, A.C. 1983. Aceh. Jakarta: Penerbit Beuna.

Page 272: i i - Unsyiah

261Lampiran

Contoh 9

Proposal Penelitian Kebijakan 1

PROPOSAL STUDI KEBIJAKAN TAMAN BACAAN MASYARAKAT

ASPIRASI MASYARAKAT ACEHTERHADAP PEMBANGUNAN TAMAN BACAANDI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM

oleh:Rajab Bahry

AzwardiSa’adiah

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALPUSAT BAHASA

BALAI BAHASA BANDA ACEHJANUARI, 2006

Page 273: i i - Unsyiah

262 Metode Penelitian

IDENTITAS DAN PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN SATKER BADAN REKONSTRUKSI

DAN REHABILITASI NAD-NIAS

Banda Aceh, 3 Januari 2006

1. a. Judul Penelitian : Aspirasi Masyarakat Aceh terhadap Pemba-ngunan Taman Bacaan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

b. Macam Penelitian : Survei

2. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Rajab Bahry, M.Pd.b. Jenis Kelamin : Laki-Lakic. Golongan, Pangkat, NIP : III/d, Penata Tk I, 131472835d. Jabatan Fungsional : Lektore. Jabatan Struktural : -f. Fakultas/Jurusan : FKIP/Pendidikan Bahasa dan Seni

3. Jumlah Tim Peneliti : 3 Orang

4. Lokasi Penelitian : Wilayah Timur-Utara Provinsi NAD

5. Lama Penelitian : 4 Bulan

6. Biaya Penelitian : Rp75.000.000,00

MengatahuiKepala Balai Bahasa Banda Aceh,

Dr. Rajab Bahry, M.Pd.NIP 131472835

Ketua Peneliti,

Dr. Rajab Bahry, M.Pd.NIP 131472835

Page 274: i i - Unsyiah

263Lampiran

ASPIRASI MASYARAKAT ACEHTERHADAP PEMBANGUNAN TAMAN BACAANDI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM

1. Latar Belakang MasalahMeskipun bangsa Indonesia sudah 60 tahun merdeka, standar dan kualitas hidup sebagian besar rakyatnya masih jauh tertinggal dari bangsa-bangsa Asia lainnya. Kemampuan baca-tulis Indonesia hanya sekitar 36%, atau terendah kedua di dunia setelah Venezuela (33,9%). Sebagai perbandingan, di Indonesia, rasio satu buku dibaca oleh empat orang, sedangkan di negara-negara maju setiap orang membaca empat buku sekaligus. Demikian pula akses surat kabar, yang hanya 2,8% di Indonesia, sedangkan di negara maju angkanya sudah mencapai 10-30%.

Upaya mendongkrak minat baca, juga minat belajar, kini memang sudah dimulai di Indonesia. Purwokerto ditunjuk menjadi salah satu pilot project. Meskipun demikian, budaya baca masyarakat Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena budaya baca yang rendah ini, mutu SDM Indonesia akan semakin tertinggal jauh dari negara lain.

Banyak faktor yang terlibat dalam usaha peningkatan budaya baca, misalnya, orangtua, guru, sekolah, masyarakat, pemerintah, dan sarana. Orang tua dapat menjadi contoh di rumah dengan membiasakan membaca apa saja (koran, majalah, tabloid, buku, dan sebagainya), menyediakan bahan-bahan bacaan yang menarik dan mendidik, mengajak anak berkunjung ke pameran buku sesering mungkin, dan memasukkan anak menjadi anggota perpustakaan.

Guru dapat mengajak siswa untuk membaca, menelaah buku-buku yang menarik, dan memberi tugas yang sumbernya dicari di perpustakaan. Guru dapat pula mewajibkan siswa membaca satu buah

Page 275: i i - Unsyiah

264 Metode Penelitian

buku setiap minggu, dan orang tua wajib menandatangani laporannya. Masyarakat pun dapat berperan aktif menumbuhkan minat baca dengan mendirikan klub atau forum membaca seperti “Rumah Baca”, “Pondok Baca”, “Klub Baca”, “Komunitas 1001 Buku”, dan “Desa Buku”. Selain itu, pemerintah, bagaimanapun sulit kondisi ekomoninya, idealnya, harus memperhatikan keadaan budaya membaca ini. Jika tidak, pada era pasar bebas nanti masyarakat Indonesia hanya akan menjadi pembantu atau masyarakat marginal yang tidak dapat mengisi fungsi-fungsi strategis dalam percaturan kehidupan dunia.

Sarana baca seperti perpustakaan atau taman bacaan atau pondok baca merupakan tempat ideal bagi orang yang ingin memperoleh pengetahuan yang tidak mau atau tidak mampu membeli buku. Sekarang ini puluhan ribu tempat tersebut masih dibutuhkan di tanah air kita. Fungsi suatu pondok baca, antara lain, menyediakan sarana informasi berupa buku-buku bacaan, mengadakan program-program rutin yang melibatkan siswa dan masyarakat, mengadakan berbagai lomba, memberikan bimbingan membaca, memberikan penghargaan kepada pengunjung setia, dan melakukan kunjungan ke tempat-tempat lain seperti museum untuk menambah wawasan pengetahuan.

Dalam konteks pembangunan Aceh ke depan, percepatan akses informasi melalui taman bacaan dipandang urgen untuk diperhatikan, lebih-lebih dalam rangka rekontruksi dan rehabilitasi pascagempa dan tsunami. Oleh karena itu, aspirasi dari berbagai komponem masyarakat perlu diakomodasi secara baik untuk selanjutnya dianalisis dan diaktualisasikan dalam berbagai kebijakan strategis.

Salah satu upaya peningkatan SDM pada umumnya adalah melalui membaca. Membaca dapat membuka cakrawala berpikir manusia. Apalagi pada era globalisasi saat ini, penyebaran informasi berlangsung cepat. Suatu masyarakat tidak akan pernah maju jika tidak mengikuti informasi yang berkembang. Kemampuan

Page 276: i i - Unsyiah

265Lampiran

memperoleh informasi melalui media cetak makin penting dalam masyarakat yang tumbuh menjadi masyarakat yang kompleks. Teknologi canggih menuntut tingkat pendidikan yang tinggi yang pada umumnya bergantung kepada adanya media cetak (Harjasujana dan Mulyati, 1996/1997:3). Hal tersebut juga berarti bahwa ketersediaan bahan bacaan dan kemampuan mengolah bahan bacaan (membaca) merupakan hal yang sangat urgen. Anggota masyarakat yang ilateral ialah anggota masyarakat yang tidak mampu membaca, mereka akan senantiasa terpencil dan merasa diisolasikan karena tidak terjangkau oleh informasi yang seharusnya sampai kepadanya.

Kemampuan membaca mempunyai makna yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memahami iklan dalam surat kabar, misalnya, diperlukan kemampuan membaca peringkat enam dan tujuh. Untuk memahami petunjuk yang ada dalam berbagai pembungkus obat, materi bacaan yang harus diisi oleh wajib pajak, surat perjanjian, petunjuk dalam buku tabanas, dan sebagainya dibutuhkan kemampuan membaca dengan tingkatan tertentu.

Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa agar masyarakat di Provinsi NAD pascatsunami dapat berkembang sebagai masyarakat yang berkualitas, pada tahap rehabilitasi (Juli 2005-Desember 2006) perlu dikembangkan berbagai program sebagai kelanjutan pemberdayaan sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan ujung tombak untuk membangun Aceh yang berkualitas. Untuk itu, perlu dibangun sarana dan prasarana yang dapat menunjang pembangunan sumberdaya manusia dimaksud.

Selain sekolah, pesantren, sanggar kegiatan belajar, balai pengembangan kegiatan belajar, taman bacaan (perpustakaan) merupakan sarana terpenting untuk membangun sumber daya manusia. Pembangunan taman bacaan tersebut perlu dilaksanakan dengan memperhatikan asas manfaat dan tepat guna. Dengan perkataan lain,

Page 277: i i - Unsyiah

266 Metode Penelitian

pengadaan taman bacaan dimaksud harus benar-benar tepat sasaran. Pengadaan taman bacaan, terutama, dimaksudkan untuk

meningkatkan kebiasaan dan minat baca masyarakat. Budaya baca perlu dibina agar dapat tercipta masyarakat yang gemar membaca. Membaca seharusnya dipandang sebagai suatu kebutuhan. Bidang apa saja yang ditekuni oleh seseorang selalu membaca. Setiap bidang ilmu yang telah berkembang melalui media cetak harus dipelajari melalui kegiatan membaca. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa membaca merupakan alat untuk memperoleh pengetahuan (Bahry, 2000:13).

Dengan adanya taman bacaan di setiap daerah diharapkan masyarakat di daerah yang bersangkutan tidak tertinggal oleh arus informasi yang sangat beragam. Oleh karena itu, sebagai langkah awal pengadaan taman bacaan, perlu dilakukan asesmen dan penjaringan aspirasi masyarakat, termasuk di dalamnya stakeholders. Hal ini dimaksudkan agar pembangunan yang dilaksanakan aspirasinya berasal dari bawah, yaitu dari masyarakat. Bagaimanakah wujud taman bacaan yang mereka butuhkan, bagaimanakah proses pembangunannya, unsur-unsur apakah yang terlibat di dalamnya, dan hal-hal apakah yang harus dilengkapi untuk mendukung kehadiran taman bacaan di suatu tempat/daerah? Sebagai contoh, di suatu daerah banyak dijumpai masyarakat yang ilateral atau tidak mampu membaca. Hal yang harus dilengkapi untuk mendukung kehadiran taman bacaan adalah program pemberantasan buta aksara. Dengan demikian, kehadiran taman bacaan di tempat tersebut akan sangat bermanfaat.

Berkaitan dengan usaha peningkatan budaya baca, ada beberapa contoh taman bacaan yang telah dilakukan. (1) Di Jepang didirikan bunko. Bunko adalah tempat untuk membaca

yang disediakan oleh ibu-ibu yang tempat tinggalnya jauh dari perpustakaan dan di tempai itu disediakan buku-buku bacaan bagi keperluan anak-anak. Masyarakat Jepang sangat respek dengan hal

Page 278: i i - Unsyiah

267Lampiran

itu, padahal mereka merupakan masyarakat yang memiliki budaya membaca yang tinggi.

(2) Pondok Baca Nh. Dini yang berada di kota Semarang. Pondok baca tersebut bertujuan membantu anak agar gemar membaca. Anak dirangsang dan diarahkan agar mampu membaca, dilatih untuk menikmati jenis buku yang disenangi. Anggota taman bacaan ini adalah anak-anak kampung asrama dan sekitarnya. Taman bacaan ini sangat digemari anak-anak dari keluarga yang kurang mampu sehingga dalam waktu singkat pesertanya sangat banyak.

(3) Mengikuti jejak Nh. Dini, sukarelawan di Jakarta dan Bandung banyak mendirikan taman bacaan. Taman bacaan yang didirikan di kota besar itu sangat digemari oleh anak-anak.

(4) Penelitian Rajab Bahry tentang pondok baca di Depok, Jawa Barat, juga menunjukkan bahwa pondok baca mampu meningkatkan budaya baca bagi anak-anak.

Taman bacaan memang merupakan salah satu faktor dalam peningkatan budaya baca. Peran taman bacaan ini tidak perlu diragukan lagi dan taman bacaan merupakan sarana yang sangat tepat bagi kondisi Aceh yang baru ditimpa musibah gempa dan tsunami. Sarana baca bagi anak dan juga bagi masyarakat hancur akibat gempa dan tsunami. Dengan demikian, pembangunan taman bacaan merupakan langkah yang tepat dilakukan.

Meskipun demikian, taman bacaan tidak dapat dengan serta merta membangkitkan minat baca. Hal ini sudah pernah dilakukan oleh Pusat Bahasa dengan program ’Taman Bacaa’. Program tersebut gagal karena budaya masayarakat Indonesia adalah budaya ’dengar’ (Soedijarto, 1955:1). Seperti yang disebutkan di atas, bunko dapat meningkatkan budaya baca anak Jepang karena budaya baca masyarakatnya yang sudah tinggi. Sementara itu, bunko mungkin

Page 279: i i - Unsyiah

268 Metode Penelitian

belum tentu sesuai dengan budaya masyarakat Aceh karena budaya baca masyarakat rendah. Oleh karena itu, harus dicari model taman bacaan yang sesuai dengan budaya Aceh.

Ada beberapa model taman bacaan yang telah berhasil meningkatkan budaya baca. Dengan membandingkan model-model taman bacaan ini, kita dapat mengambil suatu patokan taman bacaan seperti apa yang sesuai dengan budaya masyarakat Aceh. Oleh karena itu, kita masih perlu mencari aspirasi masyarakat agar taman bacaan yang dibangun di Aceh tidak menjadi usaha yang sia-sia. Model taman bacaan yang telah pernah didirikan dan ternyata telah berhasil meningkatkan budaya baca anak, antara lain, (1) Pondok Baca Nh. Dini, (2) Pondok Baca Eksperimen Rajab Bahry, dan (Pondok Baca Rekomendasi Rajab Bahry).

Penelitian ini merupakan langkah awal untuk mencapai suatu pembangunan sarana pendukung pendidikan dan upaya pencerdasan kehidupan bangsa, yakni pembangunan taman bacaan di wilayah NAD. Untuk pembangunan sarana tersebut, perlu diketahui berbagai aspirasi masyarakat tentang pembangunan taman bacaan di daerahnya dan data pendukung untuk membangun taman bacaan dimaksud.

Permasalahan yang mendasar dalam masyarakat Indonesia adalah budaya baca yang rendah (Soedijarto, 1994:175), termasuk masyarakat Aceh. Rendahnya budaya baca akan berdampak negatif terhadap kebiasaan dan minat baca anak. Dampak ini terbukti dari hasil penelitian Elly (1992:14) yang menunjukkan bahwa kemampuan membaca murid SD di Indonesia rendah, yaitu berada pada peringkat ke-29 dari 30 negara yang diteliti. Hal ini sangat memprihatinkan dan dapat merugikan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada suatu usaha yang kongkret untuk meningkatkan budaya baca anak di Indonesia pada umumnya.

Page 280: i i - Unsyiah

269Lampiran

2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah di atas, secara fokus masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:(1) Bagaimana aspirasi masyarakat Aceh terhadap pembangunan

taman bacaan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam?(2) Model taman bacaan yang bagaimana yang ideal dikembangkan

dalam upaya membangkitkan minat baca anak-anak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam?

3. Tujuan PenelitianSesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:(1) mendeskripsikan aspirasi masyarakat Aceh terhadap pembangunan

taman bacaan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;(2) mendeskripsikan aspirasi masyarakat tentang model taman bacaan

yang ideal dikembangkan dalam upaya membangkitkan minat baca anak-anak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

4. Signifikansi Penelitian Penelitian ini sangat besar manfaatnya dalam peningkatan budaya baca masyarakat, karena pembangunana taman bacaan tidak dapat serta merta meningkatkan minat baca masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan taman bacaan itu harus disesuaikan dengan keinginan masyarakat Aceh. Masyarakat harus mengetahui terlebih dahulu sarana yang akan dibangun di tempat mereka. Hal ini diperlukan agar mereka memahami sejak awal tujuan pembangunan tersebut.

Secara terperinci penelitian ini mempunyai beberapa manfaat bagi berbagai bidang, yaitu(1) Bagi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-NiasBagi Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias, hasil penelitian

Page 281: i i - Unsyiah

270 Metode Penelitian

ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dalam menyusun dan menentukan arah kebijakan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dalam bidang peningkatan budaya baca.

(2) Bagi Pemda NADBagi Pemerintah Daerah baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya peningkatan SDM melalui budaya baca.

(3) Bagi PenelitiBagi peneliti, kegiatan penelitian ini merupakan upaya perwujudan tridarma perguruan tinggi, yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.

(4) Bagi MasyarakatBagi masyarakat, penelitian ini merupakan upaya nyata melibatkan masyarakat dalam menampung aspirasi mereka sehubungan dengan rehabilitasi dan rekon-struksi NAD dalam bidang pendidikan. Aspirasi masyarakat turut menentukan arah pembangunan. Sebagai indikator keberhasilan dapat dikemukakan bahwa pembangunan Taman Bacaan diharapkan dapat meningkatnya budaya baca anak.

5. Kajian Pustaka5.1 Konsep Taman Bacaan Taman bacaan pada hakikatnya adalah sebuah tempat yang di dalamnya tersedia bahan bacaan. Bahan bacaan itu dapat berupa buku-buku ilmu pengetahuan, buku-buku fiksi, majalah, komik, maupun koran. Tempat tersebut dikelola dengan sistematis oleh beberapa orang staf. Tempat tersebut harus ditata sedemikian rupa, sehingga setiap buku, majalah, komik, maupun koran tersususn rapi pada tempatnya masing-masing.

Page 282: i i - Unsyiah

271Lampiran

Pada prinsipnya taman bacaan adalah (1) menyediakan bahan-bahan bacaan untuk anak-anak, (2) mengundang anak-anak untuk membaca, (3) membimbing anak-anak membaca, (4) mengusahakan agar anak-anak dapat mengerti apa yang sudah dibacanya.

Taman bacaan ini bersifat membantu anak untuk memperoleh bahan bacaan. Bahan bacaan biasanya susah dijangkau anak karena (1) jauh dari perpustakaan, (2) tidak tersedianya bahan bacaan di perpustakaan, (3) tidak menemukan bahan bacaan yang diinginkannya di perpustakaan.

Keberadaan taman bacaan harus dapat mengatasi persoalan klasik tersebut di atas, pendidikan itu harus terpecahkan dengan kehadiran taman bacaan. Artinya anak tidak lagi jauh dengan tempat membaca, harus menyediakan bahan bacaan yang sesuai dengan tingkat dan kamauan anak, dan membantu anak menemukan bahan bacaan yang diinginkannya. Kemudahan-kemudahan yang dirasakan anak dalam membaca inilah akan dapat menumbuhkembangkan minat baca anak.

Keberadaan taman bacaan juga lebih bermanfaat bagi anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu dan orang tuanya berpendidikan rendah. Pengamatan ini tidak bersifat pengkhususan, namun lebih berorientasi pada kondisi tersebut. Kondisi tersebut sangat penting, mengingat Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) merupakan daerah yang mengalami bencana besar pada tahun yang lalu. Ditambah lagi dengan kenyataan daerah-daerah di NAD pada umumnya belum mempunyai taman bacaan.

Taman bacaan memang pada prinsipnya menyediakan buku-buku yang dibutuhkan anak, namun taman bacaan tidak banyak manfaat jika tidak disesuaikan dengan keadaan masyarakat. Masyarakata yang telah gemar membaca, seperti Perancis dan Jepang, dapat memanfaatkan taman bacaan yang hanya menyediakan buku bacaan saja, namun masyarakat yang belum memiliki budaya tinggi, Indonesia misalnya,

Page 283: i i - Unsyiah

272 Metode Penelitian

taman bacaan yang hanya menyediakan bahan bacaan tidak akan membantu peningkatan budaya baca. Oleh karena itu perlu model taman bacaan yang dikelola dengan baik agar dapat menciptakan budaya baca.

Rajab Bahry, (2000) mengadakan penelitian tentang pondok baca dan hasilnya menunjukkan bahwa (1) pondok baca sangat efektif dalam peningkatan kebiasaan dan minat baca anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan berpendidikan rendah, (2) kegiatan awal dalam peningkatan kebiasaan dan minat baca anak yang berasal dari keluarga kurang mampu harus berorientasi pada usaha pengalihan kebiasaan mendengar menjadi kebiasaan membaca, (3) keluarga mempunyai peran yang sangat besar dalam peningkatan kebiasaan dan minat baca anak, (4) penyediaan bahan bacaan bagi anak yang berasal dari keluarga kurang mampu dan berpendidikian rendah sangat tergantung pada bimbingan membaca, (5) kebebasan dalam memilih buku yang akan dibaca berdampak sangat efektif dalam peningkatan minat baca, (6) kebiasaan dan minat baca anak akan meningkat bila anak memahami makna materi yang dibacanya, (7) konsep Lure dan Ladder sangat cocok dalam peningkatan minat kebiasaan dan minat baca anak, (8) peningkatan kebiasaan dan minat baca akan lebih efektif bila ditangani secara terpadu oleh berbagai pihak yang terkait, (9) upaya peningkatan kebiasaan dan minat baca anak yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan berpendidikan rendah harus dilaksanakan secara berkesinambungan karena kebiasaan dan minat baca yang baru tumbuh dapat segera berkurang jika upaya peningkatan dihentikan, (10) upaya peningkatan kebiasaan dan minat baca yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dan berpendidikan rendah harus mulai sejak dini dan dari dasar karena kebiasaan mereka dapat terbentuk dalam kegiatan lain yang bisa menghambat pertumbuhan minat baca.

Berdasarkan hasil penelitian ini kiranya dapat diterapkan model taman bacaan yang akan dibangun di NAD karena kondisi masyarakat

Page 284: i i - Unsyiah

273Lampiran

banyak yang kurang mampu dalam menyediakan bahan bacaan. Selain itu, kondisi anak juga tidak jauh berbeda dengan keadaan anak yang diteleiti yaitu anak tinggal di tengah masyarakat yang tidak mempunyai minat baca yang tinggi.

5.2 Kebiasaan dan Minat BacaUntuk mengembangkan kebiasaan dan minat baca tentunya dibutuhkan berbagai macam sarana dan prasarana serta konsep-konsep pengembangannya. Hal yang paling utama untuk menumbuhkan kebiasaan dan minat baca itu adalah adanya tempat yang berupa perpustakaan atau taman bacaan. Kemudian dilengkapi dengan buku-buku, majalah-majalah, komik-komik dan bahan bacaan lainnya yang mempunyai ransangan untuk dibaca.Selain itu, konsep-konsep yang memberdayakan prasarana tersebut juga sangat dibutuhkan. Konsep itu adalah untuk memotivasi anak agar mau dan mampu menggunakan prasarana yang tersedia.

Harris (1977: 526) mengatakan bahwa the basic principle of succesful work in developing reading interets have been admirably summarized as consiting of a lure and a ledder . Lure (daya tarik) berarti cara yang dilaklukan agar anak senang membaca adalah adanya daya tarik. Bagaimana daya tarik itu diciptakan? adalah tugas orang tua, lingkungan dan pengelola taman bacaan. Daya tarik itu dapat diciptakan dengan menceritakan cerita yang menarik kepada anak. Anak akan tambah keingintauannya, dia akan mencari, kita hanya mengatakan cerita itu ada dalam buku. Ledder (tangga) berarti penyediaan bahan bacaan yang pantas dan bejenjang sehingga anak menjadikan buku sebagai kebutuhan.

Konsep lain dalam meningkatkan minat baca adalah kebebasan yang diberikan kepada anak dalam menentukan bahan yang disenanginya. Harris (1977: 534) menyatakan, one of the most

Page 285: i i - Unsyiah

274 Metode Penelitian

impertant ingredients in stimulating intrerest is free-free time durring which the children are allowed to read materials of their own choise and to discuss what they have read. Artinya berikanlah kebebasan pada anak membaca dan menceritakan materi yang disukainya. Prinsip ini juga dapat diartikan bahwa selain bahan yang disediakan, anak diberi kebebasan membaca bahan yang disenanginya.

5.3 Faktor yang Mempengaruhi Kebiasaan dan Minat Baca Kebiasaan dan minat baca tidak tumbuh denngan sendirinya. Kebiasaan dan minat baca akan tumbuh apabila didukung oleh berbagai macam faktor. Purves dan Beach (Harris: 1977:514) mengelompokkan faktor yang mempengaruhi kebiasaan dan minat baca menjadi dua kelompok yaitu faktor personal dan faktor instruksional.

Faktor personal yang mempengaruhi kebiasaan dan minat baca adalah umur, kelamin, intelegensi, kemampuan membaca, sikap dan kebutuhan psikologis. Faktor instruksional yang mempengaruhi kebiasaan dan minat baca adalah tersedianya buku, status ekonomi, latar belakang etnik, teman sebaya, orang tua, pengaruh guru dan tontonan. Faktor-faktor tersebut di atas dapat mempengaruhi kebiasaan dan minat baca itu menjadi baik atau menjadi buruk.

5.4 Upaya Peningkatan Kebiasaan dan Minat BacaKebiasaan dan minat baca suatu bangsa perlu terus diupayakan peningkatannya. Upaya peningkatan ini perlu terus ditingkatkan di Indonesia mengingat kebiasaan dan minat baca di Indonesia masih rendah (Bahry,2000:99). Menurut Suryadi Soedirja (kompas 6-8, 1996) juga mengatakan masyarakat Jakarta juga termasuk kelompok masyarakat yang tingkat pendidikannya relatif cukup, belum gemar membaca. Jika dibandingkan dengan masyarakat yang berpendidikan rendah, keadaannya tentu lebih buruk. Oleh karena itu, kebiasaan dan

Page 286: i i - Unsyiah

275Lampiran

minat baca masih perlu ditingkatkan di daerah manapun di Indonesia. Upaya peningkatan kebiasaan dan minat baca dapat dilakukan

dengan berbagai cara. Norton (1988:4) mengatakan ” Book can paly a significant role in the life of child, but the extent to wich they do depends entirely upon edults”. Pendapat ini mengisyaratkan bahwa buku dapat menyenangkan bagi anak dan berperan dalam kehidupan, tetapi caranya tergantung pada orang tua yang ada di sekitar anak. Dengan demikian peran orang tua dalam peningkatan buaya baca sangat besar.

Haris (1977:534) mengatakan,”One of the important ingredients in stimulating interest is free-free time during wich the children are allowed to read materials of their own choise and discuss what they have read”. Konsep ini mengandung pengertian bahwa dalam peningkatan budaya baca anak diberikan kebebasan untuk memilih bahan yang dibaca dan bebeas untuk menceritakan atau mendiskusikannya. Selain itu, Burns (1988: 443) mengatakan bahwa dalam peningkatan kebiasaan membaca anak bisa dilakukan dengan menggunakan keterampilan bercerita (storytelling). Usaha lain yang dapat meningkatkan kebiasan membaca adalah dengan mendirikan Pondok Baca seperti yang dilakukan oleh Nh.Dini (Rajab: 2000: 105). Pondok baca yang didirikannya di Semarang telah dapat membangkitkan minat baca anak dan model seperti ini telah banyak ditiru oleh orang di Pulau Jawa. Konsep pondok baca yang mirip dengan taman bacaan kiranya merupakan hal yang juga mampu meningkatkan minat atau budaya baca masyarakat di NAD.

6. Metodologi Penelitian6.1 Populasi dan Sampel Penelitian6.1.1 Populasi PenelitianPopulasi penelitian ini adalah anggota masyarakat yang berdiam dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Mereka tersebar pada

Page 287: i i - Unsyiah

276 Metode Penelitian

7 kabupaten dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Mengingat jumlah populasi penelitian ini cukup banyak dan beragam, untuk memudahkan pengumpulan data perlu ditetapkan sampel penelitian.

6.1.2 Sampel PenelitianSampel adalah bagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sampel penelitian ini terdiri atas tingkat-tingkat atau strata, yaitu strata umur dan strata pendidikan. Strata umur mencakup sampel yang berumur antara 15—25 tahun, 26—40 tahun, dan 41—55 tahun. Strata pendidikan mencakup pendidikan tinggi, pendidikan menengah, pendidikan dasar, dan tidak tamat pendidikan dasar. Dari segi ini, penentuan sampel dilakukan dalam bentuk sampling berstrata atau stratified sampling.

Di sisi lain, penelitian ini juga mencakup wilayah atau area, yaitu 21 kabupaten dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dalam hal ini peneliti juga menetapkan sampel wilayah dalam bentuk sampel proporsi atau sampel imbangan (proportional sample). Teknik pengambilan sampel imbangan ini dilakukan untuk menyempurnakan penggunaan sampel berstrata dan sampel wilayah. Hal ini mengingat bahwa banyaknya subjek di setiap wilayah tidak sama. Oleh karena itu, untuk memperoleh sampel yang representatif, pengambilan subjek dari setiap strata atau setiap wilayah ditentukan seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dalam masing-masing strata atau wilayah.

Sebagai langkah awal, sampel atau responden penelitian ini ditetapkan sebanyak 30 orang per wilayah atau area. Sampel tersebut sudah mencakup sampel berstrata, yang dalam penelitian ini dilihat dari strata umur dan strata pendidikan. Dalam hal ini, sampel penelitian ini mencakup sampel area atau wilayah dan sampel berstrata pada setiap wilayah penelitian. Dengan demikian, jumlah sampel atau responden penelitian ini adalah 210 orang yang tersebar pada 7 kabupaten dalam

Page 288: i i - Unsyiah

277Lampiran

wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

6.2 Metode dan Teknik PenelitianSesuai dengan jenis data, teknik pengumpulan data, dan analisis data, penelitian ini menggunakan gabungan pendekatan kualitatif--kuantitatif. Kedua pendekatan tersebut diterapkan bersama-sama dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga tergolong sebagai penelitian deskriptif dalam bentuk survai. Survai dapat luas, bahkan sangat luas maupun sempit ditinjau dari wilayah geografis maupun variabelnya (Van Dalen dalam Arikunto, 1998:91—92).

Survai sebagai bagian dari penelitian deskriptif meliputi (1) School survey, (2) job analysis, (3) document analysis (4) public opinion surveys, dan (5) community surveys (Van Dalen dalam Arikunto, 1998:92—93). Survai yang diterapkan dalam penelitian ini adalah survai opini publik (public opinion surveys). Survai ini bertujuan untuk mengetahui pendapat umum tentang suatu hal misalnya tentang rehabilitasi suatu bangunan bersejarah, tentang jalan suatu jurusan, pemasangan lampu lalu lintas, dan sebagainya.

Penelitian ini berusaha mendeskripsikan karakteristik atau ciri-ciri kelompok, kejadian, atau fenomena. Survai sebagai salah satu teknik penelitian deskriptif lazimnya dipakai untuk mengukur tiga hal, yaitu (1) eksistensi dan distribusi berbagai tingkah laku atau karakteristik yang terjadi secara alami, (2) frekuensi kemunculan kejadian yang terjadi secara alami, dan (3) hubungan serta besarnya hubungan-hubungan yang mungkin ada antara karakteristik, tingkah laku, kejadian, atau fenomena yang menjadi perhatian peneliti.

Di sisi lain, survai dapat digunakan untuk (1) mengetahui opini, sikap, atau persepsi subjek, (2) menilai informasi faktual, dan (3) mengetahui standar yang berlaku dan membandingkannya dengan kondisi yang ada di lapangan (Alwasilah, 2003:151; Arikunto, 1998:91).

Page 289: i i - Unsyiah

278 Metode Penelitian

6.2.1 Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan teknik-teknik sebagai berikut.(1) Survai/Kuesioner/AngketSurvai merupakan teknik utama pengumpulan data penelitian ini. Penggunaan teknik survai dimaksudkan untuk menjaring aspirasi masyarakat sehubungan dengan rencana pengadaan Taman Bacaan di daerah-daerah dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Survai dalam bentuk kuesioner atau angket terdiri atas sejumlah pertanyaan yang berkenaan dengan aspirasi masyarakat sehubungan dengan rencana pengadaan Taman Bacaan dimaksud. Pertanyaan-pertanyaan yang disusun mencakup pertanyaan dengan jawaban terbuka dan jawaban tertutup. Dengan kata lain, kuesioner atau angket yang akan diedarkan adalah berupa gabungan angket terbuka dan angket tertutup. Selanjutnya angket dibagikan kepada masyarakat yang menjadi sampel penelitian ini.

(2) WawancaraTeknik wawancara dalam penelitian ini dimaksudkan untuk (1) melengkapi data primer yang dijaring melalui angket, (2) sebagai pengecekan ulang terhadap keabsahan dan keakuratan data angket, (3) sebagai data pembanding yang diperoleh dari hasil angket, (4) sebagai kelengkapan data terhadap responden yang tidak berkesempatan mengisi angket karena alasan kemampuan “tulis baca”, dan (5) menjaring aspirasi/pendapat tokoh-tokoh masyarakat daerah setempat

Jenis wawancara yang diterapkan adalah wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara terstruktur bertujuan mencari jawaban terhadap hipotesis. Untuk itu pertanyaan-pertanyaan disusun secara ketat. Jenis wawancara ini diterapkan pada situasi sejumlah sampel yang representatif ditanyai pertanyaan yang sama

Page 290: i i - Unsyiah

279Lampiran

(Moleong, 2004:138).Pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan dalam wawancara

terstruktur ini terutama dimaksudkan untuk menjaring data dari responden yang memiliki kelemahan “baca-tulis. Wawancara ini sekaligus merupakan pengganti angket. Mengingat pelaksanaan wawancara memiliki daya jangkau terbatas dibandingkan angket, jumlah informan yang akan diwawancarai akan dibatasi.

Selanjutnya, wawancara tak berstruktur dilakukan dengan informan atau responden terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan. Dalam kerangka wawancara tersebut, pertanyaan-pertanyaan tidak disusun secara “ketat’. Pertanyaan yang dipersiapkan oleh peneliti berupa pertanyaan-pertanyaan pokok atau garis-garis besar pertanyaan. Lebih lanjut pelaksanaan tanya-jawab berlangsung seperti dalam percakapan sehari-hari.

Wawancara tak tersruktur ini dipandang penting untuk dilakukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan berikut.(1) Peneliti akan berhubungan dengan tokoh-tokoh masyarakat.(2) Peneliti ingin mengetahui sesuatu secara lebih mendalam lagi pada

subjek tertentu.(3) Peneliti akan memerlukan data tertentu yang dipandang cukup urgen.(4) Peneliti akan mengungkapkan motivasi, maksud, atau penjelasan

dari responden.(5) Peneliti akan mencoba mengungkapkan pengertian suatu peristiwa,

situasi, atau keadaan tertentu.

(3) PengamatanTeknik pengamatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pengamatan berperan serta. Pengamat atau peneliti dalam hal ini

Page 291: i i - Unsyiah

280 Metode Penelitian

menjadi anggota penuh dari kelompok yang diamatinya. Dengan demikian, pengamat dapat memperoleh infomasi apa saja yang dibutuhkan, termasuk informasi yang tidak terjangkau dengan teknik angket dan wawancara.

Secara metodologis, alasan penggunaan teknik pengamatan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:(1) Pengamatan mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif,

kepercayaan, perhatian, dan perilaku tak sadar, dan kebiasaan.(2) Pengamatan memungkinkan peneliti untuk melihat ‘dunia’

sebagaimana yang dilihat oleh subjek penelitian.(3) Untuk menghindari bias data, pengamatan dapat mengecek

keabsahan data.(4) Pengamatan memungkinkan peneliti memahami situasi-situasi

yang rumit dan kompleks

(4) Catatan Lapangan Catatan lapangan adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami, dan dipikirkan dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian kualitatif (Bogdan dan Biklen, 1982:74). Catatan lapangan berperan penting dalam analisis data, terutama dalam kaitannya dengan penunjangan hipotesis, penentuan kepercayaan keabsahan data, semuanya didasarkan atas data yang didapat dari catatan lapangan.

Catatan lapangan yang dipandang cukup penting dalam penelitian ini adalah catatan hasil pengamatan. Catatan hasil pengamatan tersebut dipandang memberi urunan yang cukup berarti terhadap data yang dijaring melalui angket dan wawancara. Catatan pengamatan merupakan pernyataan tentang semua peristiwa yang dialami, yaitu yang dilihat dan didengar. Catatan lapangan berisi data sebagaimana adanya tanpa penafsiran dari peneliti.

Page 292: i i - Unsyiah

281Lampiran

6.2.2 Teknik Penganalisisan DataAnalisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Penafsiran data, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.

Sejalan dengan pendekatan penelitian ini, yaitu pendekatan kuantitatif—kualitatif, data atau temuan penelitian juga diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Kegiatan analisis dan penafsiran data penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Data SurvaiData survai yang dijaring melalui kuesioner atau angket dianalisis secara kuantitatif dalam bentuk tabulasi dengan menghitung persentase jawaban responden terhadap setiap butir pertanyaan yang diajukan. Lebih lanjut hasil persentase dimaksud dideskripsikan untuk memudahkan penarikan simpulan.

(2) Data Wawancara dan Data PengamatanData hasil wawancara dan hasil pengamatan diolah secara kualitatif. Data hasil wawancara dipilah atas (1) data hasil wawancara terstruktur dan (2) data hasil wawancara tak terstruktur. Data hasil wawancara terstruktur merupakan data utama sebagaimana halnya data yang diperoleh dari angket. Kedua data ini dapat saling mendukung. Selanjunya, data hasil wawancara tak terstruktur merupakan data yang dijaring melalui tokoh-tokoh masyarakat setempat. Data ini merupakan data penunjang. Namun, keberadaan data tersebut juga cukup penting. Data hasil pengamatan yang berupa catatan lapangan juga merupakan data penunjang. Temuan ini sangat bermakna dalam penafsiran data.

Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:(1) Pemberian kode untuk setiap kategori data.(2) Menyusun kategorisasi data.

Page 293: i i - Unsyiah

282 Metode Penelitian

(3) Mendeskripsikan data dan menafsirkan data.(4) Pemaknaan data.(5) Pengecekan keabsahan data (triangulasi data)(6) Penarikan simpulan.

6.3 Instrumen PenelitianInstrumen penelitian ini adalah angket dan pedoman wawancara. Angket dan pedoman wawancara berisi sejumlah pertanyaan berkenaan dengan aspirasi masyarakat sehubungan dengan rencana pengadaan Taman Bacaan di daerah-daerah dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Gambaran umum pokok-pokok pertanyaan dalam penjaringan aspirasi masyarakat adalah sebagai berikut.(1) Pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi daerah dan masyarakat

setempat.(2) Pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pendidikan masyarakat

setempat.(3) Pertanyaan yang berhubungan dengan jumlah usia sekolah.(4) Pertanyaan yang berhubungan dengan hal-hal yang dibutuhkan

masyarakat setempat(5) Pertanyaan yang berhubungan dengan rencana pengadaan Taman

Bacaan.(6) Pertanyaan yang berhubungan dengan pendapat atau nilai.

Pertanyaan jenis ini ditujukan untuk memahami proses kognitif dan interpretatif dari subjek. Jawaban terhadap pertanyaan ini memberikan gambaran kepada peneliti mengenai apa yang dipikirkan tentang dunia atau tentang suatu program khusus. Pertanyaan itu menceritakan tujuan, keinginan, harapan, dan nilai. Misalnya, “Bagaimana pendapat Saudara tentang…?”

Page 294: i i - Unsyiah

283Lampiran

(1) Pertanyaan “bagaimanakah bila”.(2) Pertanyaan “Apakah yang Anda harapkan …?(3) Pertanyaan interpretatif yang menyarankan responden agar

memberikan interpretasinya tentang suatu hal yang menyangkut program atau rencana.

(4) Pertanyaan alasan mengapa yang mengarahkan responden agar memberikan penjelasan tentang suatu hal.

(5) Pertanyaan yang menghendaki jawaban singkat, seumpama “ya—tidak”.

(6) Pertanyaan mengarahkan. Dalam hal ini responden diminta untuk memberikan keterangan tambahan pada informasi yang disediakan.

7. Lokasi PenelitianPenelitian ini dilaksanakan pada tujuh kabupaten dalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Daerussalam. Ketujuh kabupaten yang dimaksud adalah (1) Aceh Tamiang, (2) Aceh Timur, (3) Aceh Utara, (4) Aceh Tengah, (5) Pidie, (6) Aceh Besar, dan (7) Sabang

Mengingat wilayah jangkau penelitian ini tergolong luas, pengumpulan data dilakukan selama dua tahap. Pengumpulan data tahap I dilakukan di wilayah barat. Selanjutnya, pengumpulan data tahap II dilakukan di wilayah selatan. Lama waktu pengumpulan data pada setiap daerah dilakukan selama 5 hari. Sesuai dengan jumlah lokasi penelitian, total waktu yang dibutuhkan untuk pengumpulan data penelitian adalah 35 hari.

Page 295: i i - Unsyiah

284 Metode Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahman. dkk. 1985. Minat Baca Murid Sekolah Dasar di Jawa Timur. Jakarta: P3B Depdikbud.

Abu bakar, A.H. 1985. “Countri Report on the Promation of Reading Habit in Brunei”. Makalah the Regional Seminar on the Promation of Reading Habit by ASEAN Libraries, Bandung.

Bahry, Rajab, 2000. Efektivitas Pondok Baca dalam Peningkatan Kebiasaan dan Minat Membaca Anak. Desentasi Universitas Pendidikan Indonesia.

Burns, P.C.et all. 1988. Teaching Reading in Today’s Elementary Schools. Boston: Hougton Mifflin Company.

Djaukasi, A.H. 1994. Promosi Membaca di Llingkungan Pendidikan Formal, dalam Soekarman (Ed.) Prosiding Seminar Nasional Promosi Gemar Membaca di Indonesia. Jakarta: COCL.

Dryden, Garden, dan Jeannet vds. 2002. Revolusi Belajar (Alih Bahasa Hernowo). Bandung: Kaifa.

Elley, W.B. 1992. How in the Warld do Student Read? Hamburg: Grindeldruck Gimbh.

Harjasujana, Akhmad Slamet dan Yeti Mulyati. 1996/1997. Membaca 2. Jakarta: Depdikbud.

Harris, A.J. dan Sipay, E.R. 1977. How to Increase Reading Ability. New York: David Mekay Company, Inc.

Norton, D.E. 1988. Through the Eyes of a Child: An Introduction to Children’s Literaure. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company.

Page 296: i i - Unsyiah

285Lampiran

Soedijarto. 1994. Beberapa Pemikiran tentang Upaya Promosi Membaca di Lingkungan Satuan Pendidikan Luar Sekolah, dalam Soekarman (Ed.) Prosiding Seminar Nasional Promosi Gemar Membaca di Indonesia, Jakarta: COCI.

Soedijarto. 1955. Some Thoughts on Reading Promotion Within out of School Education Units. Makalah. The Regional on the Promotion of Reading Habit by ASEAN Libraries, Bandung.

Sutan, Firmanawaty. 2004. 3 Langkah Praktis Menjadikan Anak Maniak Membaca. Jakarta: Puspa Swara.

Tarigan, Henry Guntur. 1989. Membaca sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Page 297: i i - Unsyiah

286 Metode Penelitian

Contoh 10

Proposal Penelitian Kebijakan 2

PROPOSAL STUDI KEBIJAKAN TAMAN KANAK-KANAK

KEBERADAAN TAMAN KANAK-KANAKSEBAGAI SALAH SATU LEMBAGA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

oleh:Yusri Yusuf

DjailaniAzwardi

DINAS PENDIDIKAN NANGGROE ACEH DARUSSALAM

2006

Page 298: i i - Unsyiah

287Lampiran

MenyetujuiKepala Dinas Pendidikan NAD,

Drs. H. Teuku Alamsyah BantaPembina Utama MadyaNIP 130343205

Ketua Tim Peneliti,

Drs. Yusri Yusuf, M.Pd.NIP 131583826

IDENTITAS DAN PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN DINAS PENDIDIKAN NANGGROE ACEH DARUSSALAM

1. a. Judul : Keberadaan Taman Kanan-Kanak sebagai Salah Satu Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini di Nanggroe Aceh Darussalam

b. Bidang : Pendidikan 2. Ketua Peneliti

a. Nama : Drs. Yusri Yusuf, M.Pd.b. Jenis Kelamin : Laki-Lakic. Pangkat/Gol./NIP : Pembina/IVb/131583826d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepalae. Jabatan Struktural : Sekretaris Jurusan PBS FKIP Unsyiah

3. Jumlah Anggota Peneliti : 2 Orang Anggota 1

a. Nama : Dr. Djailani, M.Pd.b. Jenis Kelamin : Laki-Lakic. Pangkat/Gol./NIP : Pembina/IVa/130525572d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepalae. Jabatan Struktural : -

Anggota 2a. Nama : Azwardi, S.Pd., M.Hum.b. Jenis Kelamin : Laki-Lakic. Pangkat/Gol./NIP : Penata /IIIc/132206117d. Jabatan Fungsional : Lektore. Jabatan Struktural : -

4. Lokasi : Nanggroe Aceh Darussalam5. Kerja Sama dengan Institus Lain a. Nama : Dinas Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam b. Alamat : Jalan Teuku Daod Beureueh No. 38, Banda

Aceh6. Waktu : 3 Bulan7. Biaya : Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah)

Page 299: i i - Unsyiah

288 Metode Penelitian

KEBERADAAN TAMAN KANAK-KANAKSEBAGAI SALAH SATU LEMBAGA PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

DI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM

1. Latar Belakang MasalahPendidikan merupakan kunci strategis dalam pengembangan SDM. SDM atau generasi yang unggul berawal dari pola penanganan anak. Agar hasil sesuai dengan yang diharapkan, penanganan anak harus dilakukan sejak janin masih dalam kandungan. Berlandaskan pada kenyataan itulah, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Nasional melakukan program Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Program ini sudah dirintis sejak beberapa tahun yang lalu dengan melakukan uji coba di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Bali. PADU adalah bagian dari program pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional.

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Nomor 51/O/2001 tanggal 19 April 2001. Untuk pembinaan, Direktorat PADU secara umum menetapkan tiga arah pembinaan, yaitu (1) pemerataan jangkauan layanan, (2) peningkatan kualitas dan efisiensi penyelenggaraan, dan (3) pemantapan kelembagaan PADU.

Sehubungan dengan itu, berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, secara yuridis Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), dan bentuk lain yang sederajat merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan anak usia dini pada jalur formal. Secara filosofis lembaga pendidikan ini bertujuan membantu anak agar dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya sesuai dengan karakter dan keunikan mereka masing-masing. Aspek-aspek tersebut meliputi fisik, kognitif, dan sosio-emosi (moral,

Page 300: i i - Unsyiah

289Lampiran

spiritual, bahasa, motorik, kemandirian dan seni). Pendidikan TK terlihat sangat berperan dan merupakan tahap awal dari keseluruhan proses pendidikan di jenjang formal berikutnya. Penyelenggaraan pendidikan TK berupaya membantu menumbuhmekarkan semua unsur perkembangan anak secara optimal sebelum mereka memasuki jenjang pendidikan di sekolah dasar.

Sasaran pendidikan TK adalah anak usia 4-6 tahun yang dikelompokkan berdasarkan usia, yaitu: (1) kelompok A untuk anak usia 4-5 tahun dan (2) kelompok B untuk anak usia 5-6 tahun. Lama program belajar adalah 1 atau 2 tahun sesuai dengan tingkat usia dan kebutuhan anak.

Penyelenggaraan pendidikan TK pada umumnya diselenggarakan oleh swasta dan negeri dalam bentuk pendidikan formal. Selain itu, juga terdapat bentuk lain yang diselenggarakan oleh Ditjen Pendidikan Luar Sekolah Depdiknas dalam bentuk pendidikan anak usia dini jalur nonformal, yaitu yang dikenal dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Pada praktiknya, kenyataan ini menimbulkan ketidakjelasan anatara pelaksana tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) pendidikan anak usia dini jalur nonformal dan pendidikan TK. Dalam beberapa kasus hal ini telah berdampak pada perebutan anak sebagai objek atau ”pasar yang menawan”.

Kajian akademik yang dilakukan oleh Universitas Malang menyimpulkan bahwa pendidikan TK seharusnya ditempatkan pada pendidikan formal dengan pertimbangan bahwa anak-anak TK harus dididik oleh guru yang profesional.

Hingga Maret 2002 jumlah TK di Indonesia hanya ada 48.000 buah. Itu pun yang berstatus negeri hanya 112 buah, sisanya (sekitar 99%) dimiliki oleh lembaga swasta dengan kondisi dan mutu yang beragam. Sementara itu, di

Malaysia, pada tahun 2000 saja, hampir 90% dari anak dini usia bisa masuk TK. Sedihnya, hingga kini belum pernah ada beasiswa/subsidi

Page 301: i i - Unsyiah

290 Metode Penelitian

bagi anak dini usia untuk masuk TK, padahal, biaya masuk TK justru lebih mahal bila dibandingkan biaya masuk SD. Kenyataan ini semakin menyusutkan jumlah keikutsertaan anak dalam pendidikan dini usia.

Kondisi ini tidak boleh dibiarkan karena dalam konteks perkembangan anak, hal ini kurang tepat. Dr. George W. Beadle, pemenang hadiah Nobel dalam ilmu genetika dan presiden Universitas Chicago, sistem pendidikan yang demikian ini dianggap telah ketinggalan zaman. Kita pun sesungguhnya telah merasakan dampaknya karena rendahnya jangkauan pelayanan PADU diperkirakan menjadi salah satu penyebab tingginya jumlah siswa mengulang kelas di kelas pemula (SD) yakni sebesar 6,57%, angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat SMP yang hanya sebesar 0,51 %.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan pada usia dini, khususnya di daerah perkotaan telah cukup meningkat. Hal ini ditandai dengan semakin maraknya pendirian taman kanak-kanak (TK), kelompok bermain, tempat penitipan anak (TPA). Namun, hal ini tampaknya baru terbentuk pada lapisan masyarakat tertentu, khususnya yang memiliki kemampuan ekonomi memadai. Sebaliknya, untuk masyarakat miskin perkotaan dan pedesaan, pemahaman serta kesadaran akan pentingnya pendidikan anak usia dini belum sepenuhnya terbentuk

Kesadaran tentang pentingnya pendidikan usia dini memang cukup mengemuka dewasa ini, setelah berbagai penelitian di bidang kesehatan dan psikologi berkesimpulan bahwa sejak masa kehamilan hingga prasekolah merupakan masa yang sangat penting bagi pembentukan kecerdasan serta karakter anak. Apa yang diterima atau yang terjadi pada anak usia dini akan mendasar sekaligus melandasi kehidupan anak pada usia dewasa. Berbagai pakar terkemuka mengatakan masa yang paling penting dalam hidup adalah sejak mulai lahir sampai usia 6 tahun karena masa ini kecerdasan anak dibentuk.

Page 302: i i - Unsyiah

291Lampiran

Jadi para ahli menamakannya sebagai “Periode Emas” atau masa penentuan untuk pertumbuhan anak. “Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan anak dini usia merupakan langkah strategis dalam menyiapkan generasi muda yang dimulai sejak dini usia sebagai generasi penerus yang akan menentukan masa depan bangsa.

Pendidikan PADU kini sudah menjadi program nasional. Pendidikan anak usia dini merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak-anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki usia pendidikan lebih lanjut. Pendidikan tersebut kini menjadi penting dan sangat diperhatikan pemerintah, sejajar dengan pendidikan lainnya, seperti pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan tinggi, sebab dari hasil studi neorologi, pendidikan anak dini usia memberikan dampak yang luar biasa pada usia selanjutnya, terutama mengenai pemikiran atau pandangan anak.

Menurut Wahyono, Dosen Universitas Negeri Semarang yang membidangi kurikulum PADU Jateng, anak-anak (balita) memeroleh keterampilan berkomunikasi dengan cara mendengar dan menggunakan bahasa serta belajar dari para pendidik yang mau mendengar dan memberikan respon terhadap pembicaraan anak. Anak-anak tidak belajar dari bahasa dengan cara duduk dan diam dan hanya mendengarkan ceramah pendidik, tetapi mereka belajar dengan cara mengekspresikan secara verbal tentang kebutuhan inspirasi kegembiraan, dan keinginan untuk memecahkan masalah. Mereka mau memndengarkan sesuatu yang menarik dan berarti untuknya, misalnya, mendengarkan cerita, sajak atau nyanyian

Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (PSP) Depdiknas, Fasli Jalal mengatakan bahwa perhatian terhadap pendidikan anak dini usia masih sangat rendah, padahal, belajar dari

Page 303: i i - Unsyiah

292 Metode Penelitian

pengalaman negara maju, konsep pembangunan SDM justru dimulai sejak masa dini usia. Rendahnya kualitas hasil pendidikan di Indonesia selama ini cerminan rendahnya perhatian terhadap pendidikan anak dini usia sehingga berdampak terhadap rendahnya kualitas SDM Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Balitbang Depdiknas (1999), tingginya angka mengulang di kelas awal (kelas I: 13% dan kelas II: 8%) diduga disebabkan oleh lemahnya pembinaan anak masa dini usia. Artinya, terdapat korelasi positif antara pendidikan prasekolah yang diperoleh dengan kesiapan anak memasuki sekolah

Tentang mutu penyelenggaraan PADU di Indonesia diakui masih bervariasi, dari yang paling tidak bermutu sampai yang cukup baik. Sebenarnya pemerintah-melalui instansi pembina program telah menerbitkan kurikulum dan pedoman penyelenggaraan PADU. Dalam pelaksanaannya harus diakui masih belum bisa merata dan banyak lembaga PADU yang belum mampu memenuhi tuntutan kurikulum serta pedoman penyelenggaraannya. Persoalan lain, bahan ajar yang dibutuhkan oleh tenaga pendidiknya pun masih banyak yang belum memenuhi kualifikasi yang ditentukan. Belum lagi persoalan sarana dan prasarana pendidikan, masih banyak yang belum memenuhi syarat minimal yang diinginkan. Hambatan lain yang berada di luar jangkauan teknis pelaksanaan program PADU adalah kesalahpahaman persepsi orangtua dan masyarakat secara umum. Ada anggapan bahwa program PADU akan bermutu jika tidak banyak mengakomodasi kegiatan bermain. Jangan heran kalau ada orangtua yang mengharapkan bahkan menuntut pada lembaga penyelenggara PADU agar anaknya setelah lulus dari PADU bisa membaca, menulis, dan berhitung.

Secara kelembagaan, sebenarnya di Indonesia sudah dikenal play group (kelompok bermain), day care centre (penitipan anak), dan TK, termasuk di dalamnya Raidatul Athfal (RA). Meskipun demikian, keberadaan lembaga PADU ini masih sangat sedikit jika dibandingkan

Page 304: i i - Unsyiah

293Lampiran

sasaran yang harus dilayani. Selain itu, anggapan masyarakat masih sangat beragam. Tidak heran kalau kegiatan kelompok bermain hanya dianggap sebagai pra-TK. Selain itu, keberadaannya pun baru di kota-kota besar, itu pun baru menjangkau sebagian kecil kelompok masyarakat, sementara lembaga penitipan anak menjadi lembaga yang mirip dengan tempat penitipan “barang”. Anak hanya dijaga oleh baby sitter untuk mengawasi jadwal makannya selama orangtua bekerja.

Dari ketiga bentuk organisasi penyelenggara PADU ini, baru kelembagaan TK yang kondisi pemberian layanan pendidikannya lebih baik dibanding kelompok bermain dan tempat penitipan anak. Keadaan ini wajar saja, apalagi TK jauh lebih dulu dikenal oleh masyarakat, bahkan, kurikulumnya pun sudah dibakukan dan telah beberapa kali mengalami penyempurnaan.

Adapun kelompok bermain dan penitipan anak, di samping keberadaannya masih sangat terbatas dan belum dikenal luas, kurikulumnya pun masih dalam tahap pengembangan dan uji coba, padahal, di negara tetangga seperti Singapura, pelayanan PADU sudah dilakukan secara intensif. Anak yang menjadi sasaran PADU dikelompokkan menurut usia, yaitu toddler (0-2 tahun), nursery (2-3 tahun), play group (3-4 tahun), dan kindergarten untuk usia 4-6 tahun.

Angka partisipasi kasar (APK) TK saat ini masih rendah, yaitu 23%. Artinya, baru sekitar 2 juta dari 11juta anak usia TK yang berpartisipasi dalam pendidikan TK. Penyebabnya , antara lain, adalah tingginya biaya pendidikan di TK.

Untuk meningkatkan jumlah anak yang berpartisipasi dalam pendidikan TK serta penyelenggaraan pendidikan TK pemerintah wajib memberi bantuan bagi lembaga-lembaga penyelenggara layanan pendidikan TK. Hal ini sesuai dengan amanat kebijakan pembangunan pendidikan sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2005-2009)

Page 305: i i - Unsyiah

294 Metode Penelitian

menyebutkan bahwa kegiatan pokok dalam program pendidikan anak usia dini , antara lain, penyediaan sarana pendidikan dan biaya operasional pendidikan dan atau dukungan operasional/subsidi/hibah dalam bentuk block grant atau imbal swadaya.

Berdasarkan rasionalisasi tersebut, di Provinsi NAD perlu dilakukan pengkajian secara empirik tentang pelaksanaan pembinaan anak usia dini yang diselenggarakan di TK jalur formal dan PAUD jalur nonformal.

2. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, rumusan masalah penelitian ini secara detail dapat diperinci sebagai berikut:(1) Bagaimana profil pembinaan TK di Provinsi NAD, yang meliputi

akses, mutu, tata kelola, jumlah lembaga, murid, baik TK jalur formal maupun PADU jalur nonformal di NAD?

(2) Sejauhmana ketidakjelasan dan tumpang tindih antara pelaksanaan kewenangan TUPOKSI layanan anak usia TK di jalur formal dan nonformal?

3. Tujuan PenelitianSecara umun tujuan penelitian ini adalah untuk mengakaji penyelenggaraan pelananan pendidikan TK yang ada di Provinsi NAD, yang hasilnya merupakan aspek penting (crucial) yang dapat digunakan sebagai dasar penyusunan program perbaikan dan strategic policy-making (pembuatan kebijakan strategis) dalam penentuan kontinuitas program peningkatan mutu pendidikan, khususnya pada jenjang TK pada masa yang akan datang. Secara terperinci penelitian ini mempunyai beberapa manfaat bagi berbagai bidang, yaitu sebagai berikut:akan digunakan sebagai bahan pertimbangan perumusan kebijakan di bidang TK. Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, tujuan

Page 306: i i - Unsyiah

295Lampiran

penelitian ini secara detail dapat diperinci sebagai berikut: (1) mengetahui dan mendeskripsikan profil pembinaan TK di Provinsi

NAD, yang meliputi akses, mutu, tata kelola, jumlah lembaga, murid, baik TK jalur formal maupun PAUD jalur nonformal di NAD?

(2) mengetahui dan mendeskripsikan ketidakjelasan dan tumpang tindih antara pelaksanaan kewenangan TUPOKSI layanan anak usia TK di jalur formal dan nonformal?

4. Signifikansi Penelitian Penelitian ini sangat besar manfaatnya dalam peningkatan kualitas pendidikan anak usia dini, karena keberadaan lembaga pendidikan anak dini usia tidak dapat serta merta meningkatkan kulitas pendidikan masyarakat secara umum. Oleh karena itu, eksistensi lembaga pendidikan tersebut harus disesuaikan dengan keinginan masyarakat Aceh. Masyarakat harus mengetahui terlebih dahulu sarana yang akan dibangun di tempat mereka. Hal ini diperlukan agar mereka memahami sejak awal tujuan pembangunan tersebut.

5. Metodologi Penelitian5.1 Lokasi, Populasi, dan Fokus Penelitian Pupulasi penelitian ini adalah semua lembaga penyelenggara pendidikan anak dini usia, baik jalur formal maupun jalur nonformal, yang ada di Provinsi NAD. Lembaga tersebut tersebar di 21 kabupaten/kota dalam wilayah Provinsi NAD

Berhubung jumlah populasinya besar, ditetapkan sampel sebesar secara acak dan purposif (random sampling/purposive sampling) sebanyak 2 TK dalam satu kabupaten/kota. Jadi, sampel penelitian ini sebesar 42 TK.

Dari pengelola lembaga penyelenggara TK, baik formal maupun nonformal diinput data yang berkaitan dengan, antara lain, profil

Page 307: i i - Unsyiah

296 Metode Penelitian

pembinaan TK, yang meliputi akses, mutu, tata kelola, jumlah murid dan pelaksanaan kewenangan TUPOKSI.

5.2 Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Sesuai dengan tujuannya, penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan apa yang ada mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang sedang timbul, proses yang sedang berlangsung, akibat yang terjadi atau kecenderungan yang tengah berkembang. Selain itu, penelitian deskriptif bermaksud memerikan gejala yang ada, tanpa perlakuan yang disengaja oleh peneliti terhadap subjek penelitian. Dengan kata lain, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan melukiskan beberapa sifat secara nyata, baik terhadap kelompok maupun terhadap individu.

Sesuai dengan data yang diperlukan, penelitian ini menggunakan gabungan bebarapa teknik, meliputi teknik dokumenter, wawancara langsung (personal interview), observasi/pengamatan (direct observation), dan kuesioner (self-administered quesionnaires).

Keberhasilan penelitian sebagian besar ditentukan oleh ketersediaan instrumen yang memiliki validitas dan reliabelitas yang tinggi. Untuk mencapai ketegori itu, ditetapkan langkah-langkah kerja secara sistematis. Langkah-langkah kerja tersebut adalah sebagai berikut: (1) menyusun indikator penelitian;(2) menyusun dan menggandakan instrumen; (3) menngumpulkan data;(4) mengolah dan menganalisis data; (5) menyusun laporan penelitian.

5.3 Teknik Penelitian5.3.1 Teknik Pengumpulan Data Keseluruhan data yang diperlukan dijaring dengan menggunakan 2 macam instrumen. Instrumen yang dimaksud adalah kuesioner

Page 308: i i - Unsyiah

297Lampiran

dan pedoman wawancara. Kuesioner digunakan untuk menjaring tiga macam substansi data, yaitu (1) profil lembaga (2) manajemen pengelolaan lembaga, dan (3) sarana penunjang lembaga. Selain itu, pedoman wawancara digunakan untuk menjaring data tambahan dari unsur sekolah guru dan murid. Dengan perkataan lain, pengumpulan data dengan menggunakan teknik observasi, dokumenter, dan wawancara. Observasi difokuskan terhadap fisik bagunan lemabaga. Dalam waktu yang bersamaan juga diamati aktivitas pembelajaran.

5.3.2 Teknik Penganalisisan Data Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Penafsiran data, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.

Sejalan dengan pendekatan penelitian ini, yaitu pendekatan kuantitatif-kualitatif, data atau temuan penelitian juga diolah dan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data obsevasi, dokumenter, dan wawancara yang dijaring melalui kuesioner atau angket dianalisis secara kuantitatif dalam bentuk tabulasi dengan menghitung persentase jawaban responden terhadap setiap butir pertanyaan yang diajukan. Lebih lanjut hasil persentase dimaksud dideskripsikan secara kualitatif untuk memudahkan penarikan simpulan. Selain itu, data hasil wawancara dianalisis secara kualitatif. Hasil pengolahan ini disatukan ke dalam kesimpulan data kuesioner sebagai pelengkap atau penegas hasil secara keseluruhan. Secara umum langkah-langkah yang ditempuh dalam penganalisisan data penelitian ini adalah sebagai berikut:(1) pemberian kode untuk setiap kategori data;(2) menyusun kategorisasi data;(3) mendeskripsikan dan menafsirkan data;

Page 309: i i - Unsyiah

298 Metode Penelitian

(4) pemaknaan data;(5) penarikan simpulan.

6. Instrumen PenelitianInstrumen uatama penelitian ini berupa kuesioner dan pedoman wawancara. Kuesioner dan pedoman wawancara berisi sejumlah pertanyaan yang berkenaan dengan penyelenggaraan lembaga pendidikan TK jalur formal dan PAUD jalur nonformal di Provinsi NAD. Kuesioner tersebut dibedakan atas tiga macam sesuai dengan substansi masalah yang ditetapkan.

7. Luaran PenelitianPenelitian ini bersifat need asesment yang dipandang sangat urgen dilakukan mengingat akan kebutuhan penanganan masalah krusial. Temuan atau hasil konkret penelitian ini sangat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait pengelolaan pendidikan sebagai input penting dalam menentukan arah dan kebijakan penanganan masalah mutu pendidikan, khususnya di Provinsi NAD. Penelitian ini sangat besar manfaatnya dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di NAD, khususnya pada jenjang TK. Input-input atau informasi yang diperoleh dari penelitian ini sangat berarti dalam mendesain atau menentukan arah kebijakan perbaikan mutu dan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi NAD. Hasil penelitian ini merupakan aspek penting (crucial) yang digunakan sebagai dasar penyusunan program perbaikan dan strategic policy-making (pembuatan kebijakan strategis) dalam penentuan kontinuitas program peningkatan mutu pendidikan, khususnya pada jenjang TK pada masa yang akan datang.

Page 310: i i - Unsyiah

299Lampiran

DAFTAR PUSTAKA

Fauzak, Ahmad. 1992. Penyuluhan bagi Anak di Taman Kanak-Kanak. Jakarta. Gramedia.

Soemiarti, Patmonodewo. 1995. Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

UNESCO Jakarta. 2005. Panduan Perencanaan Pendidikan untuk Semua. Jakarta: UNESCO Jakarta.

Depdiknas. 2005. Rencana Aksi Nasional. Jakarta: Forum Koordinasi Nasional Pendidikan untuk Semua.

Depdiknas. 2005. Analisis Situasi dan Kondisi Pendidikan untuk Semua. Jakarta: Forum Koordinasi Nasional Pendidikan untuk Semua.

Mustafa, Darlisa. 2003. Panduan LPPK Sakinah BKPRMI. Jakarta: Depdiknas-LPPK Sakinah BKPRMI.

Mustafa, Darlisa dan Lina Nur’aini. 2006. Taman Asuh Anak Muslim/Taman Anak Saleh: Model PAUD TAAM/TAS LPPK Sakinah BKPRMI. Jakarta: Depdiknas-LPPK Sakinah BKPRMI.

Suyanto, Slamet. 2005. Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat Publising.

Page 311: i i - Unsyiah

300 Metode Penelitian

Page 312: i i - Unsyiah

301Lampiran

LAMPIRAN 2TATA LETAK

Page 313: i i - Unsyiah

302 Metode Penelitian

(1) Contoh Pengukuran Kertas Kuarto

Page 314: i i - Unsyiah

303Lampiran

(2) Contoh Halaman Sampul 1

KEMAMPUAN SISWA KELAS IISMU NEGERI DARUSSALAM BANDA ACEH

DALAM MENATA KESATUAN DAN KEPADUAN PARAGRAF

Skripsi

diajukan untuk melengkapi tugas-tugas danmemenuhi syarat-syarat guna memperoleh

gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Azwardi

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH

1997

Page 315: i i - Unsyiah

304 Metode Penelitian

(3) Contoh Halaman Persetujuan KEMAMPUAN SISWA KELAS II

SMU NEGERI DARUSSALAM BANDA ACEHDALAM MENATA KESATUAN DAN KEPADUAN PARAGRAF

Skripsi

oleh

Nama : AzwardiNIM : 92611341Jurusan : Pendidikan Bahasa dan SeniProgram Studi : Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

disetujui,

diketahui,

Dekan,

Drs. Muhammad IbrahimNIP 130186396

Pembimbing I,

Dr. Abdul Djunaidi, M.S.NIP 131661035

Pembimbing II,

Drs. Ramli, M.Pd.NIP 131802813

Ketua Jurusan,

Dr. Bahrum Yunus, M.A.NIP 130344772

Ketua Program Studi,

Dra. Hj. Nuriah T.A.NIP 130095473

Page 316: i i - Unsyiah

305Lampiran

(4) Contoh Halaman Pengesahan 1

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi oleh Azwardi ini telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 20 Juli 1997.

Dewan Penguji:

1. Ketua Dra. Hj. Nuriah T.A. NIP 130095473

2. Anggota Dr. Abdul Djunaidi, M.S. NIP 131661035

3. Anggota Drs. Ramli, M.Pd. NIP 131802813

4. Anggota Drs. Mukhlis, M.S. NIP 131802814

Mengetahui MengesahkanKetua Jurusan PBS, Dekan FKIP Unsyiah,

Dr. Bahrum Yunus, M.A. Drs. Muhammad IbrahimNIP 130344772 NIP 130186396

Page 317: i i - Unsyiah

306 Metode Penelitian

(5) Contoh Halaman Sampul 2

REDUPLIKASI VERBA BAHASA ACEH(Satu Kajian Morfologi dan Semantik)

AzwardiL2I00019Linguistik

TESISuntuk memenuhi salah satu syarat ujian

guna memperoleh gelar Magister HumanioraProgram Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Sastra

Bidang Kajian Utama Linguistik

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG2003

Page 318: i i - Unsyiah

307Lampiran

(6) Contoh Halaman Pengesahan 2

REDUPLIKASI VERBA BAHASA ACEH(Satu Kajian Morfologi dan Semantik)

AzwardiL2I00019Linguistik

TESISuntuk memenuhi salah satu syarat ujian

guna memperoleh gelar Magister HumanioraProgram Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Sastra ini

telah disetujui oleh Komisi Pembimbing pada tanggalseperti tertera di bawah ini

Bandung, 5 Februari 2003

Prof. Dr. H. J.S. Badudu Ketua Komisi Pembimbing

Prof. Dr. H. Moh. Tadjuddin, M.A.Anggota Komisi Pembimbing

Page 319: i i - Unsyiah

308 Metode Penelitian

(7) Contoh Pengetikan Halaman Bertajuk dalam Laporan Penelitian

BAB IVPENUTUP

4.1 SimpulanBerdasarkan pengamatan dan penganalisisan atas data yang ada dapat disimpulkan bahwa struktur, fungsi sintaksis, peran semantis, dan hubungan dengan verba dalam kalimat pasif pronomina persona bahasa Aceh adalah sebagai berikut. Pronomina persona bahasa Aceh terdiri atas delapan belas bentuk. Kedelapan belas pronomina persona tersebut meliputi (1) pronomina persona pertama tunggal, yaitu lôn, lôntuan, ulôntuan, dan kee; (2) pronomina persona pertama jamak, yaitu kamoe dan geutanyoe; (3) pronomina persona kedua tunggal, yaitu, kah, gata, dan droeneuh; (4) pronomina persona kedua jamak, yaitu kah + Num., gata + Num., dan droeneuh + Num.; (5) pronomina persona ketiga tunggal, yaitu jih, gobnyan, dan droeneuhnyan; (6) pronomina persona ketiga jamak, yaitu awaknyoe, awaknyan, dan awakjéh.

Page 320: i i - Unsyiah

309Tentang Penulis

TENTANG PENULIS

Azwardi, S.Pd., M.Hum. lahir di Takengon, Aceh Tengah, 20 November 1973. Menyelesaikan studi S1 pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh tahun 1997 dan studi S2 pada Program Studi Ilmu Sastra Bidang Kajian Utama Linguistik Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung tahun 2003. Sejak 1998 diangkat sebagai dosen tetap pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh.

Pengalaman kerja, antara lain, peneliti pada Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala dan instansi lain. Pernah menjadi Staf Ahli Konsultan Pelatihan Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan pada Dinas Pendidikan Nangrroe Aceh Darussalam dan Surveyor Badan Standar Nasional Pendidikan Jakarta. Sejak 2005-2009 bekerja sebagai Staf Ahli pada Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Aceh. Selain itu, juga pernah menjabat sebagai Ureueng Peutimang pada Jaringan Komunitas Masyarakat Adat (JKMA) Aceh. Sejak 2010 berkhidmat sebagai Ketua Komunitas Literasi Bina Karya Akademika. Kemudian, sejak 2008-2012 menjabat sebagai Sekretaris Program Studi Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Page 321: i i - Unsyiah

310 Metode Penelitian

Banda Aceh. Selanjutnya, pada 2018 diamanahkan Rektor Universitas Syiah Kuala sebagai Dosen Pembina/Pendamping Himpunan Mahasiswa dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) FKIP Unsyiah. Sejak 2018 juga diamanahkan Gubernur Aceh sebagai Anggota Tim Bidang Pengembangan Minat dan Budaya Baca Pokja Bunda Baca Aceh. Kecuali itu, selain aktif menulis di berbagai media umum dan jurnal ilmiah, juga mengelola dan menyunting beberapa jurnal ilmiah. Memiliki keterampilan merancang dan memfasilitasi berbagai pelatihan, khususnya pelatihan di bidang literasi dan Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK).

Penghargaan yang pernah diperoleh, antara lain, Fasilitator Pelatihan Karya Tulis Ilmiah “Aceh Menulis Menuju Perubahan” dari FKIP Unsyiah Banda Aceh (2016), Fasilitator Pelatihan dalam Pelaksanaan Program USAID Prioritas untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan Dasar di Indonesia dari USAID Prioritas Jakarta (2017), Pemenang Buku Terpilih dalam Sayembara Penulisan Bahan Bacaan Literasi, Gerakan Literasi Nasional 2017 dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Jakarta (2017), dan Juri Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional dari FKIP Unsyiah (2017).

Buku yang sudah dihasilkan, antara lain, sebagai berikut. Sebagai penulis, buku yang dihasilkan adalah sebagai berikut: “Menulis Ilmiah: Modul Kuliah Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa” (FKIP Unsyiah, Banda Aceh, 2006), Tsunami dan Kisah Mereka (Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Aceh, Banda Aceh, 2006), Reflection on Tsunami (ANRI, Jakarta, 2006), “Dasar-Dasar Komputer dan Internet: Modul Kuliah Pengantar dan Aplikasi Komputer untuk Mahasiswa” (FKIP Unsyiah, Banda Aceh, 2007), Pembelajaran Bahasa Indonesia (ERA, Banda Aceh, 2007), “Mekanisme Penelitian: Modul Kuliah Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia” (FKIP Unsyiah, Banda Aceh, 2008), Menulis Ilmiah (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2015), Morfologi Bahasa Indonesia (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2016), Binatang dalam Peribahasa Aceh (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

Page 322: i i - Unsyiah

311Lampiran

Jakarta, 2017), Sikap Bahasa Eks Kombatan dan Korban Konflik Aceh Pasca-MoU Helsinki (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2017), Haba Peungat: Ca-e Aceh (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2018), Ilmu Bahasa Aceh (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2018), Tsunami dan Air Mata Kami (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2018), Bingkai Tsunami Aceh (Bina Karya Akademika Banda Aceh, 2018), Kisah Keajaiban Tsunami (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2018), dan Metode Penelitian Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Syiah Kuala University Press, Banda Aceh, 2018).

Sebagai editor atau penyunting atau penyelaras, buku yang dihasilkan adalah sebagai berikut: Kampus sebagai Institusi Pencerahan (Yayasan Obor, Jakarta, 2002), Bahasa Itu Indah: Bunga Rampai Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah (FKIP Unsyiah, Banda Aceh, 2008), Kumpulan Prediksi Soal UAS dan UASBN SD/MI Tahun 2009/2010 (Dinas Pendidikan Provinsi Aceh, Banda Aceh, 2009), Pedoman Program Akselerasi (Dinas Pendidikan Provinsi Aceh, Banda Aceh, 2009), Aditya Warman: The Man Behind Special Case (POLRI, Jakarta, 2010), Damai dalam Adat Aceh (Logica 2, Banda Aceh, 2011), Burung Aceh (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2017), Pendidikan Karakter Kebangsaan (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2017), Listrik dan Magnet (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2017), Teori-Teori Belajar Menurut Perspektif Islam dan Barat (Bina Karya Akademika, Banda Aceh, 2018), Landasan Manajemen Pendidikan (Magister Manajemen Program Pascasana Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 2018).