Upload
lemien
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/015
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Industri gula di Indonesia pernah berjaya di tahun 1930-an, yang mampu
mengekspor sekitar 2,4 juta - 3 juta ton gula (Sudana et al., 2000 dikutip Rachma,
2006). Namun dalam satu dekade belakangan ini, ekspor gula terus mengalami
penurunan. Volume ekspor gula pada tahun 2008 mencapai 1,543 ton dan pada tahun
2010 mengalami penurunan lagi sebesar 73,93 % yakni menjadi 581 ton (Badan
Pusat Statistik, 2010). Penurunan tersebut salah satunya disebabkan oleh penurunan
jumlah produksi gula di Indonesia.
Sumber utama gula di Indonesia adalah tanaman tebu. Semakin menurunnya
jumlah produksi tebu menyebabkan Indonesia berubah dari negara pengekspor gula
menjadi negara pengimpor gula. Selain tidak dapat mencukupi konsumsi dalam
negeri, produksi gula dalam negeri juga tidak mampu bersaing dengan gula impor.
Pemerintah telah merencanakan swasembada gula pada tahun 2014 sebagai upaya
untuk meningkatkan produksi gula nasional yang semakin rendah.
Rendahnya produksi gula nasional salah satunya disebabkan oleh
produktivitas dan efisiensi industri gula rendah. Penyebab rendahnya produktivitas
dan efisiensi industri gula salah satunya disebabkan karena kualitas nira tebu yang
sudah rusak saat diolah menjadi gula. Menurut Muchtadi (1992) kerusakan nira tebu
disebabkan karena proses fermentasi dalam nira tebu oleh mikroorganisme yang
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/016
2
menyebabkan kadar sukrosa menurun dan batang tebu yang tidak langsung digiling
pada saat telah dipanen juga akan menyebabkan kadar sukrosa menurun.
Penurunan kadar sukrosa dalam proses pengolahan nira tebu menjadi gula
dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu reaksi enzimatis, pertumbuhan
mikroorganisme dan lingkungan. Reaksi enzimatis pada nira tebu salah satunya
adalah reaksi invertasi, yang menghidrolisis sukrosa menjadi gula pereduksi. Reaksi
invertasi dikatalis oleh enzim invertase yang dihasilkan oleh Saccharomyces
cereviceae, maupun yang terdapat secara alami dalam nira tebu. Reaksi ini dapat
memicu kerusakan nira tebu karena menyebabkan degradasi sukrosa. Penurunan
kadar sukrosa juga dapat diakibatkan karena pertumbuhan mukroorganisme.
Mikroorganisme yang merusak nira dalam keadaan aerob melalui rangkaian
fermentasi, antara lain Saccharomyces sp. dan Acetobacter sp. Mikroorganisme
tersebut menginvertasi sukrosa sampai menghasilkan alkohol sebagai produk akhir.
Faktor lingkungan secara tidak langsung mempercepat reaksi enzimatis dan
mikrobiologis. Ketiga faktor tersebut menyebabkan degradasi sukrosa (Pancoast,
1980, dikutip Rachma 2006)
Penghambatan laju degradasi sukrosa dapat dilakukan dengan menghambat
aktivitas invertase yang mengkatalis perubahan sukrosa menjadi glukosa dan
fruktosa. Penghambatan tersebut dapat dilakukan dengan penambahan bahan
penghambat atau disebut inhibitor pada saat proses invertasi yang disebut proses
inhibisi. Selain itu, penghambatan juga dapat dilakukan dengan pemberian bahan
pengawet ke dalam nira tebu untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Ada beberapa oknum industri yang menambahkan pengawet kimia
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/017
3
ke dalam nira tebu. Pengawet kimia tersebut salah satunya adalah formalin (Wibowo,
2006). Penggunaan formalin pada bahan pangan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, salah satunya adalah kanker. Penggunaan formalin pada dosis tinggi dapat
menyebabkan kematian (Judarwanto, 2006).
Salah satu upaya untuk mengantisipasi penggunaan bahan-bahan kimia pada
nira tebu yaitu dengan memanfaatkan bahan alam. Penggunaan bahan alam
diharapkan dapat mengurangi masalah keamanan pangan. Bahan alam yang dapat
digunakan sebagai pengawet nira, antara lain kulit dan buah manggis, laru janggut,
kulit batang kusambi, tangkal nangka serta daun jambu mete (Sedarnawati et al,
1999). Bahan alam lain yang dapat dijadikan sebagai pengawet pada nira adalah akar
kawao (Millettia sericea). Menurut Teysmann dikutip Menninger (1970), orang jawa
memberikan sepotong akar kawao dalam cairan aren yang masih segar agar cairan
aren tersebut tidak menjadi asam. Akar kawao banyak digunakan oleh petani nira
kelapa di Banten dan Jawa Barat (Sedarnawati et al, 1999). Nira aren dan nira kelapa
memiliki karakteristik yang hampir sama dengan nira tebu sehingga akar kawao
dianggap dapat juga dijadikan sebagai pengawet pada nira tebu. Hal tersebut
dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Filianty (2007) yang
mengaplikasikan akar kawao pada nira tebu dan terbukti bahwa akar kawao yang
ditambahkan kedalam nira tebu dapat mencegah kerusakan nira tebu. Akar kawao
juga memberikan respon positif terhadap penghambatan laju degradasi sukrosa
(Rachma, 2006), dimana sukrosa adalah komponen utama dalam nira tebu. Menurut
Dirga (2011) membuktikan bahwa akar kawao mampu menghambat laju
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/018
4
pertumbuhan dari Saccharomyces cerevisiae yang merupakan mikroorganisme
kontaminan utama dalam nira.
Akar kawao selama ini diaplikasikan sebagai bahan pengawet dalam bentuk
segar. Bentuk akar kawao segar memiliki umur simpan yang singkat dan cepat rusak.
Komponen aktif yang bersifat sebagai pengawet dalam akar kawao dapat diperoleh
dari proses ekstraksi. Prinsip ekstraksi didasarkan pada kelarutan komponen terhadap
komponen lain dalam campuran (Suyitno, 1989, dikutip Utami, 2009). Cara maserasi
banyak digunakan karena merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana tanpa
menggunakan alat yang rumit. Maserasi termasuk ekstraksi yang dilakukan dengan
cara dingin, yaitu menggunakan suhu kamar dengan prinsip pencapaian konsentrasi
pada keseimbangan (Kurnia, 2010, dikutip Wulandari, 2011).
Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam teknik maserasi adalah jenis
pelarut. Pelarut yang baik untuk ekstraksi adalah pelarut yang mempunyai daya
melarutkan yang tinggi terhadap zat yang diekstraksi.. Jenis pelarut untuk ekstraksi
bahan pangan seharusnya merupakan pelarut yang aman (food grade) dalam jumlah
tertentu. Etanol merupakan pelarut yang food grade sehingga aman bagi kesehatan
(Widyawati, 2005). Ekstraksi menggunakan etanol diharapkan dapat meningkatkan
jumlah alkaloid dan flavonoid yang terekstrak. Menurut Wulandari (2011), ekstraksi
menggunakan etanol menghasilkan 18 jenis fitokimia, yang termasuk didalamnya
flavonoid dan alkaloid. Ekstraksi akar kawao dengan metode maserasi menggunakan
pelarut etanol akan menghasilkan ekstrak akar kawao fraksi larut etanol yang lebih
baik dan lebih mudah pengaplikasiannya pada nira tebu.
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
FTIP001640/019
5
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengaruh ekstrak akar kawao fraksi larut etanol terhadap penghambatan
kerusakan nira tebu.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diidentifikasikan masalah sebagai
berikut : Sampai sejauh mana hubungan antara konsentrasi ekstrak akar kawao fraksi
larut etanol terhadap beberapa parameter kerusakan pada nira tebu.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh penambahan ekstrak
akar kawao fraksi larut etanol terhadap penghambatan kerusakan nira tebu.
Tujuan dari penelitian ini yaitu menentukan konsentrasi yang tepat dari
ekstrak akar kawao fraksi larut etanol dalam penghambatan kerusakan nira tebu.
1.4. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat diterapkan oleh produsen gula baik
dalam skala kecil (industri rumahan oleh petani nira) maupun skala besar (pabrik
gula) dalam mengawetkan nira tebu menggunakan ekstrak akar kawao fraksi larut
etanol serta menyediakan data yang dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian
selanjutnya.