Upload
dangnguyet
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
RE’U
Pertanggungjawaban Tertulis Penciptaan Musik Etnis
Oleh
Agusto Andreas Naga Lana1310480015
TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI S-1 ETNOMUSIKOLOGIJURUSAN ETNOMUSIKOLOGI FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA2017
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
ii
RE’U
Oleh
Agusto Andreas Naga Lana1310480015
Tugas Akhir ini Diajukan Kepada Dewan PengujiJurusan Etnomusikologi Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia YogyakartaSebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana S-1
Dalam Bidang Etnomusikologi2017
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa dalam karya seni dan pertanggungjawaban
tertulis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan sebelumnya untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 06 januari 2017
Yang membuat pernyataan
Agusto Andreas Naga Lana
NIM. 1310480015
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
v
MOTTO
Cinta adalah TuhanTuhan mencintai aku
Oleh karena itusudah seharusnya aku akan selalu mencintai
kamu, dia, mereka, kalian dan segala makluk ciptaan-Nya.Lewat karya inilah salah satu cara ku membagikan benih cinta kepada siapa saja
yang melihat dan mendengar.
Salam(Beta Pung Sasando Untuk Dunia)
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya skripsi ini saya persembahkan untuk:
Kedua orang tua, suku Loro dan masyarakat Nusa Tenggara Timur terutamakepada negeri ku yang tercinta
Indonesia
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Mulia karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya, karya tulisan Pertanggungjawaban Karya
Seni Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Karya Pertanggungjawaban
Karya Seni Tugas Akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
Memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi S-1 Etnomusikolgi Jurusan
Etnomusikologi Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Proses terbentuknya sebuah karya bukan hal yang mudah seperti
membalik telapak tangan. Canda, tawa, emosi, sendu, ketakutan, kegelisahan
keraguan serta kebahagiaan yang selalu bergentayangan membendung segala
pikiran sampai pada sanubari, akan tetapi hal ini adalah sebuah proses
pengetahuan yang harus dilalui dalam penciptaan karya musik. Bagaimana
seorang seniman mendalami pengetahuan tentang seni pertunjukan. Dari
kekurangan-kekurangan pengetahuan ini menjadi pedoman bagi saya untuk terus
menggali ilmu pertunjukan dan mampu menyelesaikan Tugas Akhir Penciptaan
Musik Etnis S-1 dengan karya yang berjudul RE’U.
Re’u berasal dari bahasa Dawan yang berarti pamali. Pamali sendiri
bukan berarti pantangan atau sesuatu yang dianggap tabu, melainkan sistem
aturan atau falsafah hidup pada kepercayaan masyarakat suku Loro yang menjadi
dasar dalam melakukan tindakan. Re’u dilakukan untuk menyeimbangkan
kehidupan antara masyarakat suku Loro alam, karena jika Re’u ini tidak dilakukan
maka akan berdampak buruk dan bisa sampai pada kematian bagi masyarakat
penganutnya.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
viii
Proses penciptaan karya musik ini tentunya tidak terlepas dari bantuan,
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan senang
hati saya menyampaikan terimakasih yang terhormat kepada:
- Bapak Drs. Supriyadi, M. Hum selaku ketua jurusan Etnomusikologi
sekaligus pembimbing I yang menjadi motivator dengan memancing ide-ide
brilian serta memberikan masukan kritik dan saran sehingga menjadi acuan
dalam menyelesaikan karya Tugas Akhir ini.
- Ibu Eli Irawati, S.Sn., M.A selaku pembimbing II yang menjadi motivator
dengan memancing ide-ide brilian serta memberikan masukan kritik dan
saran sehingga menjadi acuan dalam menyelesaikan karya tulisan Tugas
Akhir ini.
- Bapak Drs. IGN. Wiryawan Budhiana, M.Hum selaku dosen penguji ahli
dalam karya Tugas Akhir ini.
- Ibuk Dra. Ela Yulaeliah M.Hum selaku sekretaris jurusan Etnomusikologi
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Bapak Drs. Cepi Irawan M.Hum selaku dosen wali di jurusan
Etnomusikologi Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.
- Bapak Drs Joko Tri Laksono selaku dosen di jurusan Etnomusikologi
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Bapak Warsana S.Sn., M.Sn selaku dosen di jurusan Etnomusikologi
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
ix
- Bapak Drs. Saptono, M.Hum selaku dosen di jurusan Etnomusikologi
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Bapak I wayan Senen SST., M.Hum selaku dosen di jurusan
Etnomusikologi Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.
- Bapak Drs. Sukotjo M.Hum selaku dosen di jurusan Etnomusikologi
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Bapak Drs. Untung Muljono M.Hum selaku dosen di jurusan
Etnomusikologi Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia
Yogyakarta.
- Bapak Sunaryo SST., M.Sn selaku dosen di jurusan Etnomusikologi
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Bapak Drs. Haryanto M.Ed selaku dosen di jurusan Etnomusikologi
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Bapak Amir R., S.Sn., M.Hum selaku dosen di jurusan Etnomusikologi
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Bapak Drs. Sudarno M.Hum selaku dosen di jurusan Etnomusikologi
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Bapak Drs. Krismus Purba M.Hum selaku dosen di jurusan Etnomusikologi
Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Papa, Mama, kakak, adik dan seluruh keluarga tersayang atas jasa-jasanya,
kesabaran, doa, yang tidak pernah lelah dalam mendidik dan memberi cinta
yang tulus, ikhlas kepada saya semenjak kecil hingga sekarang.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
x
- Nusa Tuak selaku group sendiri, yang selalu memancing dan melahirkan
ide-ide nakal dalam berkarya.
- Indonesian Ethnic Orchestra yang selalu setia menemani dari awal proses
hingga akhir konser karya Penciptaan Musik Etnis Tugas Akhir RE’U.
- Bank-Yp, yang telah mengurus segala persiapan pada proses latihan hingga
akhir pertunjukan Simphony Of Sasando.
- Kaka nona Galih Puspita yang telah membantu mendesainkan kostum serta
menjadi makeup pada konser Simphony Of Sasando.
- Saudara-basodara Ikatan Keluarga Mahasiswa Timur (IKMT) ISI
Yogyakarta tercinta yang telah banyak memberikan dorongan, semangat,
kasih sayang dan bantuan baik secara moril maupun materiil demi lancarnya
konser Simphony Of Sasando.
- Teman-teman seperjuangan Etnomorfosis angakatan 2013 Jurusan
Etnomusikologi, Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Saudara-basodara Jurusan Etnomusikologi Fakultas Seni Pertunjukan
Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
- Pemerintahan kabupaten Belu yang telah mengsuport dana dalam
pertunjukan Simphony Of Sasando.
- Ary Suta Center yang telah mengsuport dana dalam pertunjukan Simphony
Of Sasando.
- Taman Budaya Yogyakarta yang telah memberikan ruang bagi saya untuk
berkreasi.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
xi
- Semua pihak yang terlibat dan mendukung karya ini hingga pada akhir
pementasan
- Snooge Art Work yang sudah mendokumentasikan dari awal latihan hingga
akhir konser.
Kiranya Tuhan Yesus Kristus memberikan balasan yang berlipat ganda
kepada kita semua. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang
membangun akan saya terima dengan senang hati. Hanya kepada Tuhan Yesus
Kristus saya serahkan segalanya, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis,
Agusto Andreas Naga Lana
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………….... iHALAMAN PENGAJUAN …………………………………….…... iiHALAMAN PENGESAHAN ………………………………….….... iiiHALAMAN PERNYATAAN ………………………………….….... ivHALAMAN MOTTO……………………………………………....… vHALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………….. viHALAMAN PENGANTAR …………………………………...….... viiDAFTAR ISI ……………………………………………………….... xiiINTI SARI ………………………………………………………….... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………….. 1B. Rumusan Ide Penciptaan …………………………………….…. 7C. Tujuan dan Manfaat ...................................................................... 8D. Tinjauan Sumber ............................................................................ 9
1. Sumber Tertulis ……………………………………………… 92. Sumber Diskografi …………………………………………... 11
E. Metode Penciptaan ………………………………………………. 121. Ransangan Awal ………………………………………...…… 132. Ide …………………………………………………...…….... 133. Eksplorasi ………………………………………………….... 134. Improvisasi……………………………………………...……. 145. Pembentukan ……………………………………………….... 15
BAB II ULASAN KARYA
A. Ide Dan Tema…………………………………………….…….… 17B. Bentuk .....................................................................................;;..... 18C. Penyajian
1. Aspek Musikal ..................................................................;;..... 23a. Introduksi dan Bagian I ........................................;...... 23b. Bagian II ..............................................................;....... 41c. Bagian III dan Ending ................................................. 54
2. Aspek Non Musikal ................................................................ 61a. Tata Suara .................................................................... 61b. Tata Cahaya ................................................................. 61c. Tata Letak Instrumen ................................................... 64d. Settingan Panggung ..................................................... 65e. Kostum ......................................................................... 65
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
xiii
BAB III PENUTUP
Kesimpulan ........................................................................................... 67
KEPUSTAKAAN
A. Sumber Tercetak ............................................................................. 69B. Sumber Wawancara ........................................................................ 71C. Sumber Internet .............................................................................. 71D. Sumber Diskografi .......................................................................... 71
GLOSARIUM ........................................................................................... 72
LAMPIRAN ........................................................................................... 73
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
xiv
INTISARI
Karya Re’u merupakan sebuah karya komposisi yang terinspirai dari tatacara kehidupan suku Loro yang sangat menjunjung tinggi arti kata tersebut. Re’udiyakini sebagai falsafah hidup yang menjadi pedoman kehidupan bagi suku Loro.Bermula dari kaidah historis perjalan hidup suku Loro demi mempertahankannilai-nilai historis budaya yang telah ada, sehingga Re’u dapat disimpulkansebagai perjanjian yang dibuat oleh nenek moyang bersama alam secara turun-temurun yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjagakeharmonisan antara manusia dengan alam. Karya Re’u berpijak pada tiga bagianyaitu Ni Re’u, Oe Re’u,dan Sonaf yang merupakan tiga simbol yang mempunyaimakna berbeda dan sangat erat dalam kehidupan kesehariannya masyarakat sukuLoro. Hadirnya sebuah latar belakang pengkaryaan tentunya didasari oleh fungsi,kepentingan dan isi hati pengkarya itu sendiri. Fenomena alam, kehidupan sosialmenjadi landasan ide pada karya komposisi musik etnis Re’u. Karya Re’u sendirimemiliki tujuan sebagaimana mengembangkan nilai-nilai historis yang terjadipada kehidupan masyarakat suku Loro sendiri. Melalui karya komposisi musiketnis Re’u ini, sebagai harapan dapat memberikan sebuah refrensi tentang ide-idemusikal dan berkontribusi pada masyarakat penikmat untuk menjadi acuan dalampengkaryaan pada suatu pertunjukan. Ni Re’u, Oe Re’u,dan Sonaf menjadiransangan ide pada karya komposisi musik etnis ini. Ni Re’u yang dipercayasebagai kekuatan alam, Oe Re’u yang dipercayai sebagai pemberi kehidupan danSonaf yang dipercayai sebagai pemelihara kehidupan menjadi pengaktualisasianpada karya musik dengan berpijakan pada pengolahan musik Elele, musikSasandu dan ritmis pada intrumen Genderang yang dimainkan pada tarian likurai.
Kata kunci : Ni Re’u, Oe Re’u, dan Sonaf
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penciptaan
Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu dari 34 provinsi yang ada
di Indonesia. Provinsi ini didiami oleh berbagai suku etnis yang ada di Nusa
Tenggara Timur. Data yang didapat dari biro pusat statistik Provinsi Nusa Tenggara
Timur bahwa mayoritas suku yang ada di wilayah ini adalah Flores, Sumba, Alor
dan Timor atau yang sering dikenal dengan Flobamora (bunga kecintaan).1 Masing-
masing memiliki berbagai macam kebudayaan yang masih diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari, salah satunya pedoman hidup yang berupa norma sosial dan
hukum adat di Pulau Timor. Pulau Timor merupakan salah satu pulau di Provinsi
Nusa Tenggara Timur yang di tempati oleh dua suku terbesar, yaitu suku Dawan
dan suku Tetun. Kedua suku ini memiliki cara kehidupan sehari-hari yang hampir
sama, seperti hidup berdasarkan marga, mata pencaharian bertani, memiliki
keyakinan percaya akan alam.
Suku Dawan sering pula disebut dengan orang Atoni Pah Meto, suku ini
mendiami wilayah-wilayah di Pulau Timor, mulai dari negara Timor-Leste, Belu,
Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan dan Kupang.2 Masyarakat suku Dawan
lebih memilih untuk hidup berkelompok di pedalaman yang bergantung pada alam
1J.J Djeki, BA, G.T. Selly Tokan, Matheus Tanda Kawi, S.P. Mana’o, Pengkajian Nilai-
nilai Luhur Budaya Spiritual Bangsa Propinsi Nusa Tenggara Timur, (Jakarta, Departemen
Pendidikan Dan Kebudayaan, 1993), 3. 2Joana Barkman, A Thesis Submitted To The School Of Fine Arts In The Fakulty Of Law,
Business And Arts, Charles Darwin University, In The Fulfilment Of The Requirements Of Masters
(Research), 2006, 11-12.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
2
dan kebanyakan bekerja sebagai petani. Selain itu, suku ini juga hidup berdasarkan
marga (nama belakang). Suku Dawan memiliki adat istiadat tersendiri untuk
menjaga keharmonisan dengan alam. Adapun tradisi digunakan untuk menjaga
keseimbangan kehidupan dengan penguasa dan alam sekitar dilakukan melalui ritus
Uis Neno dan Uis Afu, artinya suatu ritus untuk menyiasati alam yang gersang dan
iklim yang kurang bersahabat.3
Ritus Uis Neno dan Uis Afu dalam sistem
kepercayaan masyarakat Dawan adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan,
roh nenek moyang, alam semesta dan bumi. Ritus tersebut merupakan
penyembahan terhadap wujud tertinggi yang tidak diketahui dan dijangkau oleh
daya nalar manusia.
Sedangkan suku Tetun berasal dari arti kata tetuk yang artinya dataran
rendah. Suku ini mendiami pulau Timor bagian tengah baik bagian barat hingga
bagian timur (negara Timor-Leste). Garis keturunan suku ini bersifat patrilineal
(menganut garis keturunan ayah). Suku Tetun merupakan salah satu suku yang
sangat menjaga keselarasan, kerukunan dan tali persaudaraan antara manusia
terutama di kalangan mereka sendiri. Suku ini juga sering disebut orang Timor
sendiri sebagai suku yang kaya, karena dilihat dari adat pernikahannya, suku ini
mempunyai banyak syarat yang harus dipenuhi, salah satunya adalah mahar atau
belis berupa uang perak, uang emas, selimut tenun ikat, sulam atau selendang,
hewan-hewan besar, bahkan sampai tanah. Sebagian besar masyarakat suku ini
memiliki mata pencaharian dalam bidang pertanian. Suku Tetun hampir memiliki
persamaan dalam hal kepercayaan terhadap ritus dengan suku Dawan, tetapi
3http://m.melayuonline.com/ind/literature/dig/2252/uis-neno-dan-uis-fah-sebagai-dewa-
suku-dawan-nusa-tenggara-timur.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
3
memiliki penyebutan yang berbeda untuk beberapa hal, seperti suku Dawan
menyebut Uis Neno atau Dewa Langit dan suku Tetun menyebut Maromak atau
Dewa Langit. Suku Tetun sendiri dibagi menjadi ratusan subsuku yang salah
satunya adalah subsuku Loro yang menjadi titik fokus penelitian.
Arti kata Loro berasal dari bahasa Tetun yang artinya matahari, yang mana
secara harfiah kata Loro sendiri merupakan keagungan yang memancarkan cahaya.
Suku ini berbasis di perkampungan Kaputu (perkampungan suku Dawan) sehingga
mengalami percampuran budaya antara suku Tetun dan Dawan. Masyarakat suku
Loro memiliki kepercayaan bahwa manusia dan alam adalah keseimbangan
kehidupan yang saling melengkapi. Oleh karena itu, keseimbangan ini perlu dijaga
dan terus berbudaya dalam kehidupan masyarakat suku Loro. Masyarakat suku
Loro masih memiliki kepercayaan akan adanya kekuatan-kekuatan gaib diluar
dirinya. Kepercayaan yang mereka anut seperti Uis Neno (Dewa Matahari), Uis Afu
(Dewi Bumi atau Dewi pemberi kehidupan) dan Uis Moen (Dewa Pemelihara
kehidupan). Atas dasar kepercayaan seperti itulah, maka terdapat berbagai macam
upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Singkatnya, apabila
melanggar terhadap kepercayaan tersebut akan berdampak negatif bagi masyarakat
suku Loro. Suku Loro sendiri memiliki strategi untuk mempertahankan hidupnya
dengan menggunakan hukum dan aturan adat yang telah disepakati sebagai
pedoman hidup suku Loro, yang biasa disebut Re’u.
Re’u berasal dari bahasa Dawan yang berarti pamali. Masyarakat suku
Loro sangat menjunjung tinggi arti kata Re’u, karena dianggap sebagai falsafah
hidup yang menjadi pedoman kehidupan suku Loro. Re’u dipercaya oleh
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
4
masyarakat suku Loro sebagai pedoman hidup yang bermula dari kaidah historis
perjalanan hidup suku Loro demi mempertahankan nilai-nilai historis budaya yang
telah ada, sehingga Re’u dapat disimpulkan sebagai perjanjian yang dibuat oleh
nenek moyang bersama alam secara turun-temurun, yang diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari untuk menjaga keharmonisan dengan alam, berupa (Uis Neno
atau Dewa Kehidupan, Uis Afu atau Dewi pemberi kesuburan, Uis Moen atau Dewa
pemelihara kehidupan. Sebagai contoh, menaati mengikuti aturan-aturan adat yang
telah disepakati, misalnya memberikan sesaji pada hari yang sudah ditentukan,
melakukan syukuran kepada alam atas panen yang berlimpah, karena apabila
dilanggar akan mendapatkan malapetaka. Keseimbangan kehidupan bersama hal-
hal tersebut memunculkan falsafah hidup yang melahirkan tiga simbol kepercayaan,
yakni Ni Re’u (tiang pamali), Oe Re’u (air pamali) dan Sonaf (rumah adat).
Tiga simbol ini dipercayai sebagai pemberian dari (Uis Neno atau Dewa
Kehidupan), Uis Afu atau Dewi pemberi kesuburan, Uis Moen atau Dewa
pemelihara kehidupan). Simbol-simbol ini mempunyai makna yang berbeda dan
saling melengkapi seperti halnya pada sebuah segitiga sama sisi yang mempunyai
tiga garis lurus yang saling menyambung.
Ni Re’u adalah tempat sesajian atau persembahan, yang merupakan sebuah
tempat penghormatan rasa syukur kepada alam, nenek moyang dan Uis Neno
(Dewa Matahari), atas segala kemakmuran yang telah diberikan kepada masyarakat
suku Loro. Oleh karena itu, masyarakat suku Loro meyakini bahwa Ni Re’u
termasuk simbol vertikal sebagai wujud interaksi antara manusia dengan alam
sekitar, roh leluhur, dan Uis Neno, untuk memberikan keseimbangan hidup pada
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
5
kehidupan masyarakat suku Loro. Ni Re’u dapat dikatakan juga sebagai simbol
dualistik kosmik yang disatukan dan mengacu pada makna lelaki dan perempuan.4
Ni Re’u terbuat dari sebatang kayu yang telah ditentukan jenis kayunya dan
berdiameter ± 1,5 m yang sisi luasya diukir dengan motif tenun yang bergambar
kepala ayam jantan sebagai simbolik kekuatan matahari pada bumi. Proses
pemotongan Ni Re’u ini akan dilaksanakan sesuai pada hari yang telah ditentukan
dan akan diadakan sebuah ritual khusus dari ketua adat untuk menyiasati
kesalahgunaan pada proses pengambilan Ni Reu. Setelah itu akan ditanamkan Ni
Re’u diatas tanah pada lingkungan Sonaf.
Oe Re’u adalah air pemali atau air yang disakralkan yang bersumber dari
mata air yang menurut kepercayaan suku Loro pemberian dari roh nenek moyang.5
Air dilambangkan sebagai sumber kehidupan yang memberi kesuburan oleh Uis
Afu (Dewi Bumi) di suku Loro. Mata air Oe Re’u suku Loro berada di hutan As
Manulea, dan air dari sumber ini digunakan sebagai pengukuhan, pemberkatan,
pengusiran roh-roh jahat. Pada saat pengambilan Oe Re’u masyarakat
menyampaikan doa melalui bahasa lisan, yaitu berupa mantra. Mantra adalah doa
yang disampaikan oleh masyarakat tetapi tidak diketahui secara umum dalam
budaya masyarakat itu sendiri6.
Sonaf adalah representasi budaya yang paling tinggi terhadap suatu
suku/masyarakat. Secara umum, rumah merupakan bangunan yang dijadikan
tempat tinggal selama jangka waktu tertentu, yang mengacu pada konsep-konsep
4Jakob Sumardjo, Estetika Paradoks. (Bandung, Sunan Ambu Press STSI, 2010), 252.
5 Wawancara dengan Bapak Alexander Metom, sebagai salah satu tokoh Adat Suku Loro,
Atambua 4 januari 2017, pukul 10:00. 6Jakob Sumardjo, 2010, 252.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
6
sosial kemasyarakatan yang terjalin dalam sebuah kebutuhan primer, sandang dan
papan. Sebagai bangunan, rumah berbentuk ruang yang dibatasi oleh dinding dan
atap. seperti yang disebut Pedro Arrupe sebagai “Status Confering Function”,
kesuksesan dapat dilihat dari rumah dan lingkungan tempat huniannya.7 Dalam
kehidupan masyarakat suku Loro, sonaf sebagai tempat penyimpanan persembahan
hasil panen dan penyimpanan benda-benda mistik peninggalan leluhur. Selain itu
sonaf sebagai perantara manusia dengan leluhur, alam dan Tuhan, Sonaf juga
termasuk simbol mikrokosmos dan makrokosmos. Manusia yang tinggal di rumah
berarti tinggal menyatu dengan simbol-simbol kosmik, yakni makrokosmos dengan
daya-daya metakosmosnya.8 Sedangkan mikrokosmos dapat dilihat pada tata cara
memasuki sonaf yaitu setiap memasuki pintu sonaf harus melalui pintu yang
mencapai ketinggian pinggang orang dewasa sesuai dengan aturan dan hukum adat
yang disepakati. Bentuk rumah seperti ini untuk menghargai pemilik rumah dan
menciptakan keharmonisan masyarakat.
Dalam proses pembuatan sonaf memiliki proses jangka panjang dan
tentunya tidak terlepas dari aturan-aturan adat yang telah disepakati oleh manusia,
leluhur dan alam untuk menjaga keseimbangan hidup. Adapun aturan-aturan yang
harus dilakukan antara lain, seorang lelaki harus memiliki hubungan darah dengan
suku tersebut, harus memiliki kesucian didalam dirinya, memiliki kekuatan
melebihi manusia biasa yang sering disebut dengan meo yang menggunakan
kekebalan tubuh yang dikenal dengan sebutan (ai kakaluk). Proses pembuatan sonaf
selalu diiringi dengan tarian likurai dan musik elele yang merupakan musik dan
7Omahadatindonesia.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-rumah-adat.html?m=1
8Jakob Sumardjo, (2010), 261.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
7
tarian ciri khas dari suku Loro tersebut. Setelah sonaf didirikan, selanjutnya di
halaman sonaf akan didirikan tempat ritual yang disebut Ni Re’u (tiang pemali).
Tiga simbol kehidupan suku Loro ini mempunyai makna yang mendalam
dan saling berkaitan untuk menjalani keseimbangan hidup masyarakat suku Loro,
sehingga apabila kita gambarkan akan berbentuk segitiga (bangunan datar yang
dibentuk oleh tiga garis lurus secara berpotongan dan saling berhubungan). Jika
tanpa sebuah garis dalam segitiga tersebut, maka bukan dikatakan sebuah bentuk
segitiga. Hal ini yang menjadi ketertarikan untuk mengangkat tiga simbol
kehidupan suku Loro sebagai ransangan awal dalam penciptaan karya musik etnis
ini. Sehingga rangsangan inilah yang akan menjadi ide yang diaktualisasikan ke
dalam karya penciptaan musik etnis yang berjudul Re’u
B. Rumusan Ide Penciptaan
Penjelasan latar belakang memacu imajinasi, mendorong kreativitas dan
pikiran sekaligus memberi inspirasi untuk mengambil konsep tiga pedoman hidup,
maka muncul beberapa rumusan ide penciptaan yang akan diaktualisasikan
kedalam bentuk karya ini. Rumusan ide penciptaan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Mengapa tiga simbol sebagai pedoman hidup tersebut diaktualisasikan ke
dalam karya yang berjudul Re’u?
2. Bagaimana proses mewujudkan tiga simbol tersebut kedalam bentuk karya
musik etnis Re’u?
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
8
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Adapun tujuan dan manfaat yang ingin penyaji sampaikan melalui karya
penciptaan musik etnis ini, yaitu sebagai berikut
- Pembuatan komposisi musik etnis Re’u adalah untuk merepresentasikan
falsafah hidup masyarakat suku Loro di Nusa Tenggara Timur kedalam bentuk
karya musik.
- Ingin mentransformasikan bentuk karya musik etnis dari tiga simbol sebagai
pedoman hidup.
- Sebagai suatu penanggulangan kegelisahan terhadap cara hidup masyarakat
suku Loro yang kini menjadi objek penelitan.
- Menghadirkan ciri khas melodi, ritme dan harmoni dari suku Loro dengan
pengembangan yang memberikan sentuhan pada karya dengan sedemikian rupa
untuk mencapai estetika karya seni yang dihadirkan.
2. Manfaat
- menguji dan melatih kreativitas menjadi terstruktur dalam berkomposisi.
- merangsang para kreator mudah untuk berkreasi dengan budaya-budayanya
sebagai bentuk berkreativitas.
- Mengembangkan dan melestarikan salah satu wujud budaya, khususnya di
masyarakat Nusa Tenggara Timur.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
9
D. Tinjauan Sumber
Sebagai bentuk pertanggungjawaban ilmiah, tentunya membutuhkan
sumber inspirasi sebagai proses penciptaan karya ini. Ada dua sumber literatur yang
digunakan dalam proses penciptaan karya ini, yakni sumber tertulis dan sumber
diskografi.
1. Sumber Tertulis.
Alexander Usfinit, “Maubes insana” salah satu dengan struktur adat yang
unik,2000. Buku ini menuliskan tentang adat istiadat dan struktur salah satu suku
Dawan, yaitu Insana. Pada pembahasan buku memberikan konsep perbandingan
hidup suku dawan dan suku tetun yang cara hidupnya sama.
Daniel Tifa, jejak tapak dari masa ke masa Belu pemimpin dan sejarah,
2006. Buku ini membahas tentang sejarah kepemimpinan orang Belu dengan sistem
kepemerintahan. Dalam pembahasan buku ini memberikan suku-suku yang terdapat
di Belu, sehingga memberikan kemudahan untuk menemukan hubungan antara
kehidupan suku-suku di Belu.
Djoko Widagdho, dkk Ilmu Budaya Dasar. Buku ini membahas tentang
sebuah dasar kebudayaan yang bermula dari perilaku manusia. Selain itu juga buku
ini membahas tentang nilai budaya dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
Dalam konsep ini sangat mebantu pengetahuan berpikir sebagai pijakan dasar
dalam berkarya.
Jakob Sumadjo, Estetika Paradoks, 2010. Menyingkap mengenai
pemikiran dan aktivitas manusia Indonesia terutama konteks beerfikir kolektif serta
keanekaragaman seni-budaya manusia pra-modern dan modern. Konsep paradoks
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
10
muncul ketika manusia Indonesia purba menyadari, bahwa segala sesuatu serta
keberadaan yang ada, terdiri dari pasangan-pasangan yang berbalikan, baik
pasangan oposisi, maupun pasangan kembar. Pasangan-pasangan ini memiliki nilai-
nilai secara objektif-empirik, maupun nilai subjektif kesadaran. Dalam pembahasan
buku ini sangat membantu dan memberikan pandangan konsep tiga pada
kehiudupan masyarakat di Indonesia.
J.J Djeki, BA, G.T. Selly Tokan, Matheus Tanda Kawi, S.P. Mana’o,
Pengkajian Nilai-nilai Luhur Budaya Spiritual Bangsa Propinsi Nusa Tenggara
Timur, 1993. Buku ini membahas tentang nilai-nilai luhur masyarakat Nusa
Tenggara Timur sebagai budaya spiritual. Buku ini menjadi acuan bagi kehidupan
masyarakat yang memiliki budaya ritus kepada Uis Neno.
Joana Barkman, A Thesis Submitted To The School Of Fine Arts In The
Fakulty Of Law, Business And Arts, Charles Darwin University, In The Fulfilment
Of The Requirements Of Masters (Research), 2006. Dalam penulisan tesis ini
meneliti tentang motif-motif pada kehidupan suku dawan di Pulau Timor.
Koetjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan di Indonesia. Buku ini
membahas tentang cara kehidupan suku-suku di Indonesia melalui dari bentuk
rumah, letak geografis, religi, jumlah penduduk, sistem kekerabatan (norma-norma
sosial), residen sistem kemasyarakatan, salah satu Pulau Timor.
Karl-Edmund Prier S.J. Ilmu Bentuk Musik, 1996. Membahas tentang
bentuk-bentuk dasar karya musik dalam sebuah komposisi. Selain itu buku ini
membahas tentang rumus-rumus jitu mengenai berkomposi dengan cara
menganalisis karya-karya yang sering digunakan, seperti pengembangan ritme,
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
11
memikirkan tentang kontrapung pada karya, mengolah bentuk lagu, melodi,
pengolahan motif dan lain sebagainya.
Vincent McDermott, Imagi-Nation, Membuat Musik Biasa Menjadi Luar
Biasa, 2013. Buku ini membahas tentang estetika kristik musik di Indonesia yang
memberi pandangan tentang sebuah kreativitas komponis. Selain itu buku ini
membahas tentang sebuah pandangan terhadap karya musik melalui komponen-
komponen ritme, suasana/warna, harmoni, kontrapung dan sebagainya.
2. Sumber Diskografi
Giannis Chrysomallis adalah seorang komponis yang berkebangsaan
Yunani, yang lahir pada tanggal, 14 November 1954. Giannis Chrysomallis sering
dikenal dengan nama Yanni. Pria berkembangsaan Yunani bukan saja seorang
komponis hebat, tetapi ia juga seorang pianis. Dalam tur konsernya yang
diselenggarakan di India dan Cina memberikan inspirasi yang mendalam untuk
menuangkan ide-ide yang unik menjadi komposisi. Selain itu metode-motede
komposisi yang terstruktur memberikan ruang kreativitas yang menarik dalam
garapan komposisi Re’u.
Hou Yanqiu adalah seorang pemain instrumen hulusi yang berdarah Cina.
Dalam konser tunggalnya pada acara Grand Chinese New Year Concert 2007,
Hulusi Concerto, dengan sebuah karya yang berjudul Endless Love memberikan ide
berlian untuk mengembangkan kreativitas. komposisi yang menggunakan
instrumen Cina yang dikombinasikan dengan beberapa instrumen barat
menghasilkan sebuah kontrapung yang unik bervariasi.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
12
Ansambel Elele merupakan salah satu kesenian musik yang rata-rata ada
pada setiap suku di Pulau Timor, yakni suku Dawan dan suku Tetun. Penyebaran
musik ini di Pulau Timor sangatlah luas, hampir disemua suku memiliki musik ini
walaupun dengan istilah yang berbeda. Ansambel Elele ini terdiri dari heo (biola
kampung), bijol (seperti ukulele tetapi lebih besar) dan vokal. Nada yang digunakan
dalam ansambel musik ini adalah do, re, ri, mi, fa, sol, la, le sehingga menimbulkan
kerakter yang berbeda dan terkesan unik.
E. Metode Penciptaan
Pada proses penciptaan sebuah karya tentunya memerlukan metode-
metode sebagai landasan untuk mewujudkan sebuah bentuk karya seni. Seni adalah
ungkapan perasaan seseorang yang dituangkan ke dalam bentuk nada, syair, gerak
dan rupa. Dalam proses terciptanya sebuah karya seni bukan lahir dengan begitu
saja, akan tetapi harus melewati sebuah proses yang tersistematis, sehingga dapat
mewujudkan sebuah karya seni yang indah.
Untuk metode penciptaan pada karya ini, penyaji menggunakan teori Alma
M. Hawkin. Pada dasarnya, teori ini diciptakan untuk sebuah komposisi tari
(mencipta lewat tari), namun teori ini dapat diaplikasikan dalam penciptaan musik
etnis, yang mana teori ini membahas tentang sebuah pemicu dalam proses
penciptaan. Adapun teori mencipta ini meliputi eksplorasi, improvisasi dan forming
(pembentukan komposisi).9
Selain metode diatas penyaji menggabungkan
9Alma M. Hawkins, Mencipta Lewat Tari / Crating Trough Dance, Terj. Y. Sumandiyo
Hadi. (Institut Seni Indonesia Yogyakarta, 1990), 27.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
13
ransangan awal, ide (inspirasi) dan penyajian pada komposisi ini. Adapun langkah-
langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Rangsangan Awal
Dalam sebuah penciptaan karya musik pada dasarnya memiliki imajinasi
dan perenungan terhadap suatu objek yang datang dari lingkungan dan
mendapatkan respon dari tingkah laku sehingga menjadi ide dasar penciptaan karya
musik. Inilah sebuah proses yang menjadi penggugah pikiran untuk merealisasikan
kedalam sebuah karya musik. Begitupun dalam proses penciptaan pada karya
komposisi yang berjudul Re’u ini. Terciptanya komposisi ini akibat sebuah
rangsangan dari pengalaman bertukar ide pikiran dari salah satu tokoh adat di suku
Loro, yaitu Bapak Alexander Metom.
2. Ide
Ide merupakan sebuah rancangan yang ada di dalam pikiran. Seorang
seniman menciptakan seni akibat dari ransangan ide yang memiliki nilai aktivitas
mental berpikir/menalar yang sangat tinggi. Seperti yang dikatakan Alma M.
Hawkins, sebuah karya seni dapat tercipta karena adanya rangsangan ide, dalam
tahapan kerja terdapat proses perenungan, sehingga munculah ide dengan
sendirinya.10
Ide akan membantu kreativitas untuk dapat mengembangkan potensi-
potensi dalam menciptakan sebuah karya seni.
3. Eksplorasi
Eksplorasi dapat disebut sebagai suatu tindakan pencarian terhadap sebuah
obyek dengan tujuan untuk menemukan sesuatu. Seperti yang dikatakan Y.
10
Alma M. Hawkins, 1990, hal. 3.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
14
Sumandiyo Hadi, eksplorasi merupakan tahap awal, yaitu penjajakan terhadap
objek atau fenomena dari luar dirinya, suatu pengalaman untuk mendapatkan
rangsangan, sehingga dapat memperkuat daya kreativitas. Eksplorasi termasuk
memikirkan, mengimajinasikan, merenungkan, merasakan dan juga merespon
obyek-obyek atau fenomena alam yang ada.11
Eksplorasi akan dilakukan pada awal proses penggarapan komposisi.
Adapun hal-hal yang menjadi perangsang bagi eksplorasi, yaitu menentukan
instrumen-instrumen yang menjadi pendukung untuk diaktualisasikan melalui
melodi, ritme dan harmonis ke dalam konsep yang sudah ditentukan. Selanjutnya
adalah mencari warna suara yang cocok sesuai dengan naluri untuk menemukan
bentuk dari sebuah tema tersebut. Salah satu contoh sederhana, adalah bunyi-bunyi
ritmis tihar (gendrang) dengan ciri khas ritmisnya akan aktualisasikan ke dalam
instrumen melodi, karena itu membutuhkan teknik eksplorasi, sesungguhnya
melodi itu yang akan menjadi bahasa musikal sebagai kesan dan pesan pada sebuah
konsep.
4. Improvisasi
Improvisasi adalah cara bermain musik langsung tanpa perencanaan atau
bacaan partitur tertentu.12
Improvisasi termasuk sebuah sifat yang spontan atau
refleks untuk mencairkan suasana dan kondisi dalam suatu keadaan. Dalam tahapan
ini, improvisasi membutuhkan uji coba untuk menemukan melodi, ritme dan
harmoni yang dilakukan secara bebas dengan tetap terarah pada rumusan ide
penciptaan. Kekuatan berimajinasi akan muncul dengan sendirinya ketika pada
11
Y. Sumandiyo Hadi, Koreografi: Bentuk – Teknik – Isi. (Yogyakarta: Cipta Media, 2012),
79. 12
Pono, bonoe, Kamus Musik (Yogyakarta : Kanisius, 2003), 193.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
15
tahapan improvisasi, dengan mengembangkan tema melodi yang sudah ditetapkan
untuk menghasilkan suasanan yang terstruktur. Pencarian ini dengan menggunakan
teknik-teknik olahan musik barat, seperti diminusi atau penyempitan, augmentasi
atau pelebaran, filler atau isian, repetisi atau pengulangan. Tahapan ini akan
diaktualisasikan melalui instrumen pendukung karya salah satunya adalah sasando.
5. Pembentukan (komposisi)
Tahapan ini merupakan proses perwujudan dari berbagai uji coba untuk
menemukan struktur garapan. Secara umum, komposisi merupakan implementasi
suatu ide dan konsep yang didasari oleh kesatuan variasi, dinamika, pengulangan,
transisi, rangkaian dan klimaks13
. Setiap komposisi memiliki ritme dan melodi yang
berbeda, sehingga menjadi sebuah kontrapung akibat dari susunan melodi dan ritme
yang berbeda-beda, atau biasa disebut polifoni.
Bentuk karya penciptaan ini memiliki tiga bagian, yaitu bagian satu (awal),
bagian dua (tengah) dan bagian tiga (akhir). Pada musik bagian awal akan yang
bersimbol kekuatan dari Ni Re’u sebagai penerima energi panas dari Uis Neno
(Dewa Langit) untuk menyeimbangkan kehidupan manusia. Pada bagian kedua ini
akan menggambarkan musik dengan sentuhan kesucian seorang Uis Afu (Dewi
Bumi) seperti air yang dingin dan sejuk sebagai pemberi Kehidupan kepada
manusia. Dan yang pada musik dibagian tiga menggambarkan Uis Neno sebagai
Dewa pemelihara kehidupan antara manusia, alam, roh nenek moyang dan Tuhan.
Sebagai pembentuk sebuah komposisi akan menggunakan Elemen-elemen musikal
seperti pitch (melodi), irama, timbre dan dinamika menjadi dasar dalam
13
Alma M Hawkins, hal. 74.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta
16
berkomposisi. Memikirkan komposisi bukan saja dari unsur musikal saja, tetapi
juga aspek-aspek pendukung suasana yang berperan untuk menghadirkan suasana
berupa, cahaya, artistik dan kostum.
UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta