ibu menyusui

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Ibu Menyusui Menyusui merupakan pekerjaan biologik yang mulia bagi semua jenis mamalia dan sebagai satu kesatuan dari fungsi reproduksi, menyusui adalah suatu insting. Namun dewasa ini, makin sedikit ibu-ibu yang mempraktekkan pekerjaan mulia ini. Oleh karena itu kebiasaan menyusui saat ini penting untuk diamati dan dicegah kemerosotannya. (Soejono, 1985). Kebiasaan menyusui serta cara menyapih yang baik memegang peranan yang penting dalam kesejahteraan serta pertumbuhan anak. Kepada para ibu harus dijelaskan bahwa air susu ibu mengandung zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan bayi. Jumlah dan komposisi ASI akan berubah dari hari ke hari. Biasanya disesuaikan dengan kebutuhan bayi serta tergantung pula pada makanan dan keadaan ibu. (Soysa, 1995) Selain itu ibu menyusui harus bisa menjaga ketenangan pikiran, menghindari kelelahan, membuang rasa khawatir yang berlebihan dan percaya diri bahwa ASI nya mencukupi kebutuhan bayi. 1. Keadaan Gizi Ibu Menyusui Keadaan gizi ibu yang baik selama hamil dan menyusui serta persiapan psikologis selama kehamilan akan menunjang keberhasilan laktasi. Tetapi kebutuhan gizi ibu menyusui lebih banyak daripada kebutuhan gizi ibu hamil. Ibu menyusui memerlukan tambahan kalori, protein, vitamin dan mineral untuk produksi ASI, mengeluarkan ASI dan melindungi tubuh ibu. Kuantitas dan variasi komposisi ASI yang dihasilkan antara lain dipengaruhi oleh makanan ibu sehari-hari. Ibu menyusui dengan gizi optimal dengan penambahan konsumsi zatzat makanan sesuai kebutuhan akan menghasilkan ASI yang bermutu dengan jumlah yang cukup untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan bayi. Dalam batas-batas tertentu kualitas ASI selalu dipertahankan untuk menjaga kelestarian dan perkembangan bayi, meskipun konsumsi ibu tidak mencukupi. Pada keadaan

demikian untuk pembentukan ASI, cadangan zat-zat makanan pada tubuh ibu dipergunakan. Dari penelitian pada ibu-ibu yang ASI-nya merupakan sumber gizi bagi bayi satu-satunya dan yang mempunyai kesempatan terhadap ekstra makanan sebanyak yang diinginkan, telah memperlihatkan adanya perbedaan pola pemasukan kalori selama laktasi. Beberapa ibu sama sekali tidak kehilangan BB walaupun pemasukannya secara teoritis tidak cukup untuk menjaga laktasi yang berlangsung penuh. Dan masih menurut penelitian rata-rata pemasukan ASI pada bayi yang baik dari ibu bayi berusia 3 bulan dari Gambia dan Inggris adalah sebesar 750 ml, yang tidak berbeda dengan data yang dikumpulkan dari Texas yang bayi-bayinya hanya mendapat ASI. (Akre, 1995). Tetapi jika hal itu berlangsung terus menerus lama-kelamaan ibu akan menjadi kurus dan dalam keadaan tertentu ibu dapat menderita kurang gizi, sehingga cadangan zat-zat makanan pada ibu akan habis, yang pada akhirnya kualitas ASI menjadi lebih rendah. Dan rendahnya produksi ASI baik kualitatif maupun kuantitatif akan berpengaruh negatif terhadap bayi, meskipun dapat ditanggulangi dengan berbagai macam pengganti ASI (Pasi). 2. Pengaruh Keadaan Gizi Ibu Menyusui Pada ASI Ibu dengan gizi baik akan memberikan ASI pada bulan pertama kurang dari 600 ml, meningkat menjadi 700 759 ml dalam bulan ketiga, dalam bulan keenam 750 800 ml, kemudian menurun atau berkurang. Ibu dengan gizi kurang akan memberikan ASI dalam enam bulan pertama berkisar 500 sampai 700 ml, dalam bulan kedua antara 400 600 ml, dalam tahun kedua antara 300 sampai 500 ml. Perlu diingat adalah perbedaan keadaan gizi ibu hanya akan mempengaruhi kuantitas dan tidak pada kualitas ASI. Suplementasi protein dan kalori pada ibu tidak akan menambah kadar protein tetapi akan menambah volume ASI dan agaknya penambahan kalori akan lebih cepat menambah volume dari ASI. B. Konsumsi Ibu Menyusui Makanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI disamping emosi, rangsangan pada payu dara dan kondisi kesehatan ibu. Penambahan

zat-zat gizi selama menyusui terutama adalah memenuhi kebutuhan dalam produksi ASI. Sedangkan pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai frekuensi, jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk kelompok masy arakat tertentu. Dan pola makan di Indonesia rata-rata susunan hidangannya meliputi : bahan makanan pokok, bahan makanan lauk pauk, bahan makanan sayur mayur, bahan makanan buah, serta susu dan telur. Susu dan telur dikelompokkan sendiri karena merupakan sumber protein hewani berkualitas tinggi yang mudah dicerna, protein ini sangat dianjurkan untuk pada kelompok rentan gizi termasuk ibu menyusui. 1. Hal-hal yang mempengaruhi konsumsi ibu menyusui a. Pantangan dan Tabu Pola konsumsi pangan merupakan hasil budaya masyarakat setempat dan mengalami perubahan terus-menerus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat. Dan makanan pantangan dan tabu adalah suatu larangan untuk mengkonsumsi jenis makanan tertentu, karena terdapat ancaman terhadap orang yang melanggarnya. Yang perlu diketahui bahwa tidak semua makanan pantangan dan tabu itu merugikan bagi kondisi gizi dan lingkungan. Pantangan atau tabu dapat dikategorikan : tabu yang jelas merugikan kondisi gizi dan kesehatan sebaiknya dikurangi atau dihapuskan misalnya bagi ibu menyusui tidak boleh makan ikan laut karena ASI nya akan menjadi amis, tabu yang memang menguntungkan bagi keadaan gizi dan kesehatan diusahakan untuk memperkuat dan melestarikan, serta tabu yang tidak jelas pengaruhnya bagi kondisi dan kesehatan sebaiknya dihilangkan. b. Nilai Sosial Bahan Pangan dan Makanan Dalam masyarakat berbagai jenis makanan dan bahan makanan itu mempunyai nilai sosial tertentu, karena itu masyarakat akan mengkonsumsi bahan makanan yang mempunyai nilai sosial yang dianggap sesuai dengan

tingkat naluri pangan yang terdapat pada masyarakat. Tetapi sering nilai sosial ini tidak sesuai dengan gizi makanan, makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi diberi nilai sosial yang rendah atau sebaliknya, misalnya beras pecah kulit mempunyai nilai gizi tinggi, tetapi dianggap mempunyai nilai sosial lebih rendah dengan beras giling sempurna. 2. Anjuran Makanan Seimbang Bagi Ibu Menyusui Untuk meningkatkan kualitas hidup, setiap orang memerlukan 5 kelompok zat gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral dalam jumlah yang cukup. Disamping itu manusia memerlukan air dan serat untuk memperlancar berbagai proses faali tubuh. Kemudian bahan makanan dikelompokkan berdasarkan fungsi utama zat gizi yang dalam ilmu gizi disebut triguna makanan yang terdiri dari makanan sumber zat tenaga antara lain beras, jagung, gandum, kentang, ubi kayu, sagu, roti, dan mie. Selain itu minyak, margarin, dan santan yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewani adalah telur, ikan, ayam, daging, susu dan hasil olahannya. Zat pembangun ini berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan serta kecerdasan seseorang. Dan kemudian makanan sumber zat pengatur yaitu semua jenis sayur-sayuran dan buah-buahan, makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral yang berperan untuk memperlancar bekerjanya fungsi organ-organ tubuh. Dan bagi ibu menyusui makanannya harus lebih banyak dalam porsi dan sesuai dengan triguna makanan yaitu dengan menu empat sehat lima sempurna dalam jumlah sesuai dengan kebutuhan ibu menyusui. Syarat makanan untuk ibu menyusui : a. Makanan mudah dicerna. b. Tidak berlemak banyak. c. Tidak terlalu merangsang (pedas, asam, dsb). d. Pengaturan porsi kecil tapi sering. e. Cukup cairan, enam atau delapan gelas perhari.

TABEL 1 ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN BAGI IBU MENYUSUI

C.

ASI ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi, karena mengandung semua bahan yang diperlukan oleh bayi, seperti komposisi zat kimiawi dan immonologik (antibodies) yang sesuai untuk kebutuhan bayi. (Soepardi, 1989). Menurut waktunya ASI diproduksi, maka ASI dapat digolongkan ke dalam kolostrum, air susu peralihan (air susu transisi), dan air susu yang susunannya tetap (natur milk). Kolostrum adalah ASI yang diproduksi setelah bayi lahir sampai dengan hari ketiga atau keempat sampai hari kesepuluh atau kadang-kadang sampai dengan minggu kelima dan air susu yang susunannya tetap diproduksi sesudahnya. Kolostrum warnanya lebih kuning dan lebih kental daripada ASI yang diproduksi kemudian dan mempunyai kasiat membersihkan usus-usus bayi dari meconium (isi usus janin). Hal ini penting untuk mempersiapkan usus bayi untuk menerima makanan yang akan datang. Kolostrum lebih banyak mengandung zat anti penyakit (zat yang dapat melindungi bayi dari penyakit). Protein dan mineral dalam sehari dapat diproduksi sekitar seratus lima puluh sampai tiga ratus mililiter kolostrum. Air susu peralihan kadang proteinnya lebih kecil dari pada kolostrum sedang, kadar lemak dan hidrat arangnya lebih tinggi, begitu juga volumenya. Air susu peralihan jumlahnya berangsung-angsur bertambah sehingga pada waktu bayi berumur tiga tahun, dapat diproduksi kurang lebih delapan ratus liter sehari. Kadar zat anti penyakit dan zat-zat gizi air susu peralihan mulai dari permulaan sampai berhenti diproduksi yaitu waktu anak berumur dua sampai tiga

tahun tidak banyak berubah. Tetapi volumenya berkurang mulai bayi berumur enam sampai sembilan bulan. (Soemilah, 1989). 1. Keunggulan ASI Keunggulan dari pemberian ASI adalah : a. Air Susu Ibu mengandung zat-zat makanan yang diperlukan selama ASI itu keluar secara normal (dalam jumlah yang cukup) dapat memenuhi kebutuhan bayi. b. Dalam Air Susu sudah terdapat zat penentang atau antibodi yang berasal dari ibu sehingga dapat mempertahankan bayi dari gangguan beberapa jenis penyakit. c. Proses pemberian ASI sedikit sekali berhubungan dengan dunia luar maka kemungkinan masuknya bakteri sedikit sekali. d. Temperatur ASI sesuai temperatur tubuh bayi. e. Bayi sendiri yang mengatur jumlahnya susu yang dia minum sehingga bayi tidak bisa tersendak. f. Dengan menyusui maka rahang bayi akan terlatih menjadi kuat. g. Menyusui berarti mempererat kasih sayang antara ibu dan anak. h. ASI tidak dimasak, sehingga sangat memudahkan bagi ibu (praktis). i. Ekonomis. 2. Pemberian ASI Pemberian ASI sebaiknya dimulai selekas-lekasnya bila keadaan ibu dan bayi mengijinkan, misal 8 jam sesudah bayi lahir. Sehingga pencernaan dan penyerapan ASI dalam lambung dan usus bayi berlangsung dengan cepat dan baik. (Soejono, 1985). Pemberian ASI meliputi frekuensi dan lamanya pemberian : a. Frekuensi Pemberian ASI Frekuensi pemberian ASI di Indonesia dapat dibedakan menjadi : 1) Frekuensi menyusui dengan pembatasan ( token breast feeding ) Pembatasan dilakukan mengenai frekuensi, jarak menyusui jadwal waktu yang ketat dan lama menyusui kira-kira 10-15 menit. Cara ini dapat mendidik bayi untuk membiasakan disiplin dan memberikan kemudahan

bagi petugas kesehatan di RS atau rumah bersalin dalam mengelola pasangan bayi dan ibu menyusui. Namun sekarang cara ini dianggap menurunkan kemampuan menyusui pada ibu oleh karena itu tidak dianjurkan lagi. 2) Frekuensi menyusui gaya bebas ( on demand atau un restriced ) Pada cara ini bayi disusui setiap kali menangis karena lapar atau haus. Menyusui gaya bebas ini dianjurkan dan biasa disebut menyusui menurut kehendak bayi. (Samsudin, 1985) b. Lama Pemberian ASI Pemberian ASI tergantung kondisi dalam dua hari pertama produksi ASI yang belum banyak hingga tidak perlu menyusui terlalu lama cukup beberapa menit saja untuk merangsang keluarnya ASI. Pada hari-hari berikutnya bayi dapat disusui selama 15-20 menit tiap kalinya. Walaupun sebagian besar ASI keluar pada 5-10 menit pertama dari tiap buah dada. Menurut Morley (1975), cara pemberian ASI yang baik ditentukan dengan kenaikan berat badan yang memuaskan. 3. Faktor-faktor Yang Menghambat Pemberian ASI Banyak faktor yang menghambat atau menurunkan pemberian ASI antara lain : a. Perubahan Sosial Budaya Sikap penolakan pemberian ASI diganti dengan makanan buatan (Pasi) sebagai pola-pola hidup yang dianggap lebih maju dan modern. Emansipasi wanita yang menginginkan persamaan di berbagai bidang mengakibatkan dampak negatif yang mungkin tidak dirasakan oleh kaum wanita dimana meningkatnya aktivitas wanita di luar rumah sehingga kesempatan untuk memberi ASI semakin berkurang. b. Faktor Fisik Ibu Keadaan ibu yang tidak memungkinkan menyusui bayinya karena keadaan fisik yang tidak memungkinkan, misal sakit.

c. Faktor Kurangnya Penerangan Penyuluhan dan pembinaan tentang kelebihan ASI mendorong seseorang untuk memberikan ASI. d. Meningkatnya promosi makanan buatan pengganti ASI lewat media massa. D. Status Gizi Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup dan produktivitas kerja. Angka kematian yang tinggi pada bayi, anak balita dan ibu melahirkan, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya mental kecerdasan, jika ditelusuri adalah akibat langsung ataupun tidak langsung dari kekurangan gizi. Dan status gizi penduduk biasanya digambarkan oleh masalah gizi yang dialami oleh golongan penduduk yang rawan gizi. Hingga saat ini di Indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu kekurangan energi protein (KEP), kekurangan vitamin A (KVA), gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI), dan kekurangan zat gizi yang disebut anemi gizi. 1. Penilaian Status Gizi Bayi Perlu dipahami bahwa antara status gizi dan indikator status gizi terdapat suatu perbedaan yaitu bahwa indikator memberikan refleksi tidak hanya status gizi tetapi juga dapat merupakan refleksi dari pengaruh-pengaruh non gizi. Oleh karena itu indikator yang digunakan walaupun sensitif tetapi tidak selalu spesifik untuk status gizi. Menurut WHO (1976), indikator status gizi yang dipilih harus peka terhadap perubahan status gizi penduduk pada suatu saat tertentu maupun yang akan datang. Peka dalam arti bahwa suatu perubahan yang kecil pada status gizi masih dapat ditunjukkan oleh indikator tersebut dengan nyata sehingga dapat menjadi penentu perlu tidaknya dilakukan suatu program intervensi gizi. Pertumbuhan fisik anak yang dicirikan dengan bertambah besarnya ukuran antropometri dikenal sebagai indeks yang paling peka untuk menilai status gizi dan kesehatan. Ukuran antropometri yang paling banyak digunakan dalam prakteknya adalah BB, TB, PB (Jellife, 1966). Kadang-kadang juga digunakan ukuran

Lingkaran Lengan Atas (LLA), atau Lingkaran Kepala (LK) sebagai indikator status gizi, ukuran-ukuran tersebut disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan umur atau ukuran lainnya (Sahn, Lockwood dan Scrimshaw, 1984). Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu mendapat perhatian. Adapun kelebihan indeks ini adalah dapat lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek, dan dapat mendeteksi kegemukan. Sedangkan kekurangannya adalah sering terjadi kesalahan dalam pengukuran misalnya pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan. Selain itu secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini masih ada orang yang tidak mau menimbangkan bayinya karena dianggap seperti barang dagangan. Pada tahun 1966, Jellife memperkenalkan penggunaan indeks BB/TB untuk identifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi sekarang ini terlebih bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh karena itu indeks BB/TB disebut sebagai indikator status gizi yang independen terhadap umur. Kelebihan dari indikator ini adalah hampir independen terhadap umur, dapat membedakan keadaan anak dalam penilaian BB relatif terhadap TB, baik kurus, cukup, gemuk maupun keadaan marasmus atau keadaan KEP lainnya. Adapun kelemahan dari indeks ini adalah tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup TB atau kelebihan TB kerena faktor umur tidak diperhatikan dalam hal ini; di dalam prakteknya sering mengalami kesulitan dalam melakukan pengukuran PB pada kelompok Balita, selain itu sering terjadi kesalahan pembacaan angka hasil pengukuran terutama bila dilakukan oleh kelompok non profesional. (Reksodi Kusumo, 1988).

Sumber : Supariasa, Bakri & Fajar, 2001

F. Kerangka Konseptual

G. Hipotesa 1. Ada hubungan antara konsumsi Energi ibu menyusui dengan status gizi bayi 0 4 bulan. 2. Ada hubungan antara konsumsi Protein ibu menyusui dengan status gizi bayi 0 4 bulan. 3. Ada hubungan antara frekuensi pemberian ASI dengan status gizi bayi 0 4 bulan.