Ibu Post Partum 3

Embed Size (px)

Citation preview

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Masa nifas

    1. Pengertian Masa Nifas

    Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat

    kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama 6-8 minggu

    (Saifuddin et al, 2002). Asuhan selama periode nifas sangat diperlukan karena merupakan masa

    kritis baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkannya. Diperkirakan bahwa 60% kematian

    ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, yang mana 50% kematian ibu pada masa nifas

    terjadi dalam 24 jam pertama. Di samping itu, masa tersebut juga merupakan masa kritis dari

    kehidupan bayi, karena dua pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan

    60% kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir (Winkjosastro et al, 2002).

    2. Tujuan Asuhan

    Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik. Mendeteksi masalah,

    mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Memberikan

    pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui,

    pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. Memberikan pelayanan keluarga

    berencana (Winkjosastro et al, 2002).

    3. Program dan kebijakan teknis dalam asuhan masa nifas

    Pada masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan, hal ini dilakukan untuk

    menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah mendeteksi dan menangani masalah-

    masalah yang terjadi. Kunjungan pertama, dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan. Kunjungan

    ini dilakukan dengan tujuan mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Mendeteksi

    Universitas Sumatera Utara

  • dan merawat penyebab lain perdarahan, dan merujuk bila perdarahan berlanjut. Memberikan

    konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa

    nifas karena atonia uteri. Pemberian ASI awal, membantu melakukan hubungan antara ibu dan

    bayi baru lahir, juga menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia (Winkjosastro et

    al, 2002).

    Kunjungan kedua, dilakukan pada 6 hari setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan

    dengan tujuan untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, yaitu uterus berkontraksi dan

    fundus di bawah umbilikus. Menilai adanya tanda-tanda infeksi atau perdarahan abnormal.

    Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat. Memastikan ibu menyusui

    dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. Memberikan konseling pada ibu

    mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

    Kunjungan ketiga dilakukan pada dua minggu setelah persalinan, yang mana kunjungan

    ini tujuannya sama dengan kunjungan yang kedua. Setelah kunjungan ketiga maka dilakukanlah

    kunjungan pada 6 minggu setelah persalinan yang merupakan kujungan terakhir selama masa

    nifas, yang mana kunjungan ini bertujuan untuk menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit

    yang ia atau bayi alami, juga memberikan konseling untuk mendapatkan pelayanan KB secara

    dini (Saifuddin et al, 2002).

    4. Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi selama nifas

    Dalam masa nifas alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur

    pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genitalia ini dalam

    Universitas Sumatera Utara

  • keseluruhannya disebut involusi. Disamping involusi ini, terjadi juga perubahan penting lain,

    seperti timbulnya laktasi yang dipengaruhi oleh Lactogenic Hormone dari kelenjar hipofisis

    terhadap kelenjar-kelenjar mamma (Saifuddin et al, 2002).

    Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat; segera setelah plasenta

    lahir, tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari di bawah pusat. Uterus menyerupai suatu buah

    advokat gepeng berukuran panjang kurang lebih 15 cm, lebar kurang lebih 12 cm dan tebal

    kurang lebih 10 cm. Dinding uterus sendiri kurang lebih 5 cm, sedangkan pada bekas implantasi

    plasenta lebih tipis daripada bagian lain. Pada hari ke-5 postpartum uterus kurang lebih setinggi

    7 cm di atas simfisis atau setengah simfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi

    di atas simfisis. Bagian bekas implantasi plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan

    menonjol ke dalam kavum uteri, setelah persalinan. Penojolan tersebut, dengan diameter kurang

    lebih 7,5 cm, sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 minggu

    diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu telah mencapai 2,4 mm (Saifuddin, et al, 2002

    & Mochtar, 1998).

    Uterus gravidus a term beratnya kira-kira 1000 gram. Satu minggu postpartum berat

    uterus akan menjadi kurang lebih 500 gram, 2 minggu postpartum menjadi 300 gram, dan

    setelah 6 minggu postpartum, berat uterus menjadi 40 sampai 60 gram(berat uterus normal

    kurang lebih 30 gram). Otot-otot uterus berkontraksi segera postpartum. Pembuluh-pembuluh

    darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan

    menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan (Saifuddin, et al, 2002).

    Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera postpartum bentuk serviks

    agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan

    kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara

    Universitas Sumatera Utara

  • korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam-

    hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak. Segera setelah janin dilahirkan,

    tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Setelah dua jam hanya dapat

    dimasukkan 2-3 jari, dan setelah 1 minggu, hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum

    uteri (Saifuddin, et al, 2002 & Mochtar, 1998).

    Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah terjadi degenerasi, dan

    nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-

    5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah

    3 hari, permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami

    degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa

    sel desidua basalis, yang memakan waktu 2 sampai 3 minggu. Jaringan-jaringan di tempat

    implantasi plasenta mengalami proses yang sama, ialah degenerasi dan kemudian terlepas.

    Pelepasan jaringan berdegenerasi ini berlangsung lengkap. Dengan demikian, tidak ada

    pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta (Winkjosastro, 2002).

    Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan

    dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang

    ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak

    jarang pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan oleh karena ligament,

    fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendor. Luka-luka jalan lahir, seperti

    bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks bila tidak seberapa luas akan

    mudah sembuh, kecuali bila terdapat infeksi (Winkjosastro et al, 2002).

    Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-kelenjar

    mamma untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan yang terdapat pada kedua mamma antara

    Universitas Sumatera Utara

  • lain: 1) proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveolus mamma dan lemak, 2) pada

    duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan, cairan tersebut

    berwarna kuning (kolostrum), 3) hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun pada

    bagian dalam mamma. Pembuluh-pembuluh vena berdilatasi dan tampak dengan jelas, 4)

    setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang.

    Timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali, antara lain lactogenic hormone (prolaktin)

    yang akan dihasilkan pula. Mamma yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi,

    dengan akibat kelenjar-kelenjar berisi air susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan mioepitelium

    kelenjar-kelenjar susu berkontraksi, sehingga pengeluaran air susu dilaksanakan. Umumnya

    produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke-2 sampai ke-3 postpartum (Rachimhadhi

    et al, 2002).

    Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,20 Celcius. Sesudah 12 jam pertama

    melahirkan, umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu badan lebih dari 38,00

    Celcius, mungkin ada infeksi. Nadi umumnya berkisar antara 60-80 denyutan permenit. Segera

    setelah partus dapat terjadi bradikardia. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil

    dibandingkan dengan suhu badan (Winkjosastro et al, 2002).

    Pada sistem pernapasan, fungsi pernapasan kembali pada rentang normal dalam jam

    pertama pascapartum. Napas Pendek, cepat, atau perubahan lain memerlukan evaluasi adanya

    kondisi-kondisi abnormal (Varney, 2003).

    Lokhea adalah sekret yang keluar dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Pada

    hari pertama dan kedua lokhea rubra atau kruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa

    selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium. Pada hari ke-

    3 sampai ke-7 keluar cairan berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Pada hari ke-7

    Universitas Sumatera Utara

  • sampai ke-14 cairan yang keluar berwarna kuning, cairan ini tidak berdarah lagi, setelah 2

    minggu, lokhea hanya merupakan cairan putih yang disebut dengan lokhea alba (Mochtar,

    1998).

    5. Perawatan -perawatan pada masa nifas

    Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan. Karenanya, ia harus cukup dalam

    pemenuhan istirahatnya. Dari hal tersebut ibu harus dianjurkan untuk tidur terlentang selama 8

    jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri, untuk mencegah

    adanya thrombosis. Pada hari ke-2 barulah ibu diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan, dan

    hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan pulang (Winkjosastro et al, 2002 & Mochtar, 1998).

    Diet yang diberikan harus bermutu tinggi dengan cukup kalori, mengandung cukup

    protein, cairan, serta banyak sayur-sayuran dan buah-buahan (Winkjosastro et al, 2002 &

    Mochtar, 1998).

    Miksi atau berkemih harus secepatnya dapat dilakukan sendiri. Kadang-kadang wanita

    mengalami sulit kencing karena sfingter uretra tertekan oleh kepala janin, sehingga fungsinya

    terganggu. Bila kandung kemih penuh dan wanita tersebut tidak dapat berkemih sendiri,

    sebaiknya dilakukan kateterisasi dengan memperhatikan jangan sampai terjadi infeksi

    (Winkjosastro et al, 2002).

    Defekasi atau buang air besar harus ada dalam 3 hari postpartum. Bila ada obstipasi

    hingga skibala tertimbun di rectum, dapat dilakukan klisma atau diberikan laksans per oral atau

    per rectal. Namun dengan diadakannya mobilisasi secara dini, tidak jarang retensio urin et alvi

    dapat diatasi. Di sini dapat ditekankan bahwa wanita baru bersalin memerlukan istirahat dalam

    jam-jam pertama postpartum, akan tetapi jika persalinan ibu serba normal tanpa kelainan, maka

    Universitas Sumatera Utara

  • wanita yang baru bersalin itu bukan seorang penderita dan hendaknya jangan dirawat seperti

    seorang penderita. (Winkjosastro et al, 2002).

    Bila wanita itu sangat mengeluh tentang adanya after paints atau mules, dapat diberi

    analgetik atau sedatif supaya ia dapat beristirahat atau tidur. Delapan jam postpartum wanita

    tersebut disuruh mencoba menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi. Kecuali bila

    ada kontraindikasi untuk menyusui bayinya, seperti wanita yang menderita tifus abdominalis,

    tuberculosis aktif, diabetes mellitus berat, psikosis, putting susunya tertarik ke dalam dan lain-

    lain. Bayi dengan labio palato skiziz (sumbing) tidak dapat menyusu oleh karena tidak dapat

    menghisap. Hendaknya hal ini diketahui oleh bidan atau dokter yang menolongnya.

    Minumannya harus diberikan melalui sonde. Begitu pula dengan bayi yang dilahirkan dengan

    alat seperti ekstraksi vakum atau cunam dianjurkan untuk tidak menyusu sebelum benar-benar

    diketahui tidak ada trauma kapitis. Pada hari ketiga atau keempat bayi tersebut baru

    diperbolehkan untuk menyusu bila tidak ada kontraindikasi. (Winkjosastro et al, 2002 &

    Mochtar, 1998).

    Perawatan mamma harus sudah dilakukan sejak kehamilan, areola mamma dan puting

    susu dicuci teratur dengan sabun dan diberi minyak atau cream , agar tetap lemas, jangan

    sampai kelak mudah lecet dan pecah-pecah. Sebelum menyusui mamma harus dibikin lemas

    dengan melakukan massage secara menyeluruh. Setelah areola mamma dan putting susu

    dibersihkan, barulah bayi disusui (Winkjosastro et al, 2002 & Mochtar, 1998).

    Bayi yang meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara mengadakan pembalutan

    kedua mamma hingga tertekan, dan dapat pula diberikan Bromocryptin sehingga pengeluaran

    lactogenic hormone tertekan (Winkjosastro et al, 2002 & Mochtar, 1998).

    Universitas Sumatera Utara

  • Pengunjung atau tamu sehat boleh mengunjungi wanita postpartum. Hendaknya para

    pengunjung harus dalam keadaan sehat dan bersih untuk mencegah kemungkinan terjadinya

    penularan penyakit oleh karena wanita dalam masa nifas mudah sekali terkena infeksi.

    Pemakaian gurita yang tepat masih dibenarkan pada wanita postpartum. Ketika dipulangkan,

    diberi penjelasan dan motivasi tentang cara menjaga bayi, memberi susu dan makanan bayi,

    keluarga berencana, hidup dan makanan sehat, dan dipesan untuk memeriksakan diri lagi

    (Winkjosastro et al, 2002 & Mochtar, 1998).

    B. Konsep Budaya dalam Perawatan Postpartum

    1. Konsep Budaya

    Kebudayaan merupakan wawasan pegangan yang diambil dari pemahaman makna

    realitas yang dikembangkan menjadi pijakan sikap tingkah laku dalam menghadapi hidup dalam

    realitas itu, maka kebudayaan dilihat dari potensi-potensi (kemampuan-kemampuan) kreatif

    manusia (Mudji Sutrisno, 2006).

    Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berfikir, merasa,

    mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan,

    kebiasaan makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan social, kegiatan-kegiatan ekonomi dan

    politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-pola budaya (Mulyana, 2002).

    Manusia melengkapi dirinya dengan kebudayaan, yaitu perangkat pengendali berupa

    rencana, aturan, resep, dan instruksi yang digunakan untuk mengatur terwujudnya tingkahlaku

    dan tindakan tertentu (Geertz, 1973). Dalam pengertian ini, kebudayaan berfungsi sebagai alat

    yang paling efektif dan efisien dalam menghadapi lingkungan (Mudji sutrisno, 2006).

    Kebudayaan bukan sesuatu yang dibawa bersama kelahiran, melainkan diperoleh dari

    proses belajar dari lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Dengan kata

    Universitas Sumatera Utara

  • lain, hubungan antara manusia dengan lingkungannya dijembatani oleh kebudayaan yang

    dimilikinya. Dilihat dari segi ini, kebudayaan dapat dikatakan bersifat adaptif karena melengkapi

    manusia dengan cara-cara menyesuaikan diri pada kebutuhan fisiologis dari diri mereka sendiri,

    penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik geografis maupun lingkungan sosialnya.

    Kenyataan bahwa banyak kebudayaan bertahan malah berkembang menunjukkan bahwa

    kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan oleh suatu masyarakat disesuaikan dengan kebutuhan-

    kebutuhan tertentu dari lingkungannya. Kebiasaan atau kelakuan yang terpolakan yang ada

    dalam masyarakat tertentu merupakan penyesuaian masyarakat terhadap lingkungannya, tetapi

    cara penyesuaian itu bukan berarti mewakili semua cara penyesuaian yang mungkin diadakan

    oleh masyarakat lain dalam kondisi yang sama. Dengan kata lain, masyarakat manusia yang

    berlainan mungkin akan memilih cara-cara penyesuaian yang berbeda terhadap keadaan yang

    sama. Kondisi seperti itulah yang menyebabkan timbulnya keaneka ragaman budaya (Mudji

    Sutrisno, 2006).

    2. Konsep Budaya tentang Perawatan Masa Nifas

    Terbentuknya janin dan kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam

    kelangsungan kehidupan manusia, namun berbagai kelompok masyarakat dengan

    kebudayaannya di seluruh dunia memiliki aneka persepsi, interpretasi dan respon perilaku dalam

    menghadapinya, dengan berbagai implikasinya terhadap kesehatan (Swasono, 1998).

    Menurut pendekatan biososiokultural persalinan, kehamilan dan kelahiran bukan hanya

    dilihat semata-mata dari aspek biologis dan fisiologisnya saja. Lebih dari itu, fenomena ini juga

    harus dilihat sebagai suatu proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal, seperti

    pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam

    pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung , cara-cara pencegahan bahaya,

    Universitas Sumatera Utara

  • penggunaan ramu-ramuan atau obat-obatan dalam proses kelahiran, cara-cara menolong

    persalinan, dan pusat kekuatan dalam perawatan bayi dan ibunya (Jordan, 1993).

    Berbagai kelompok masyarakat di berbagai tempat yang menitik beratkan perhatian

    mereka terhadap aspek kultural dari kelahiran menganggap peristiwa tersebut sebagai tahapan

    kehidupan yang harus dijalani di dunia. Pada saat lahirnya, bayi dianggap berpindah dari

    kandungan ibu ke dunia untuk menjalankan kehidupan baru sebagai manusia. Begitu pula sang

    ibu mulai memasuki tahapan baru dalam kehidupannya sebagai orangtua, untuk menjalankan

    peran baru sebagai seorang ibu (Swasono. 1998).

    Dalam memahami sikap dan perilaku menanggapi kehamilan, kelahiran serta perawatan

    ibu dan bayinya, faktor-faktor sosial budaya sangat mempunyai peranan penting. Sebagian

    pandangan budaya mengenai hal-hal tersebut telah diwariskan turun-temurun dalam kebudayaan

    masyarakat yang bersangkutan (Swasono, 1998).

    Pada masyarakat di Bandanaera, Kabupaten Maluku Tengah, perawatan postpartum

    dilakukan salah salah satunya dengan segera memberi minuman pada wanita yang baru

    melahirkan, yang minuman tersebut terdiri dari campuran jeruk asam (jeruk nipis), halia (jahe)

    yang diparut, gula merah dan lada, yang kesemuanya dimasak hingga menjadi cairan kental.

    Kemudian setelah kurang lebih 3 jam pasca persalinan ibu nifas diberi makan rujak, dengan

    tujuan agar darah nifasnya keluar, dan dinding peranakan menjadi bersih dari gumpalan darah,

    yang disebut kotor banta. Bila ketika melahirkan terjadi sobekan, keadaan ini dipulihkan

    dengan pasir panas yang dibungkus daun, kemudian dibungkus lagi dengan kain, untuk ditekan-

    tekankan kebagian jalan lahir yang sobek selama 9 hari, pada pagi dan sore hari. Bahan yang

    sama juga ditepuk-tepuk ke seluruh tubuh wanita yang baru bersalin. Pada masyarakat Maluku

    Universitas Sumatera Utara

  • Tengah wanita postpartum juga diurut, diuapi, diberi minuman berupa jamu-jamuan, dan aneka

    perlakuan lainnya yang bertujuan untuk kesejahteraan ibu dan bayinya (Swasono, 1998).

    Pada masyarakat Bajo di Saloso, Kabupaten Kendari, untuk keselamatan perempuan nifas

    dan bayinya dilakukan upacara adat salussu. Upacara salussu ini dilaksanakan dengan

    menyediakan daun pisang panjang sebanyak dua lembar, yang masing-masing diisi dengan ketan

    putih dan hitam, tumpi-tumpi, yakni sejenis ikan yang ditumbuk kemudian dibentuk bulat kecil

    sebanyak 40 buah. Seperti halnya dengan upacara adat lainnya, kemenyan, kelapa, dan bedak

    kuning senantiasa disajikan sebagai pelengkap upacara. Dalam upacara ini ditambahkan pula dua

    buah cincin emas. Apabila bayi yang lahir laki-laki, sajian ditambah lagi dengan dua ekor ayam

    jantan, sedangkan jika bayi seorang perempuan, disediakan dua ekor ayam betina. Hidangan

    yang dibuat dalam dua bagian tersebut dibagi dua, sebuah diberikan kepada sandro (dukun yang

    bertugas sebagai pemimpin acara), sedangkan yang lainnya ditujukan bagi keluarga sang bayi

    (Swasono, 1998).

    Perawatan nifas menurut budaya masyarakat Aceh. Seperti, pantangan untuk

    meninggalkan rumah selama 44 wanita yang baru melahirkan. Selama masa nifas perempuan

    pada masyarakat Aceh disuruh berbaring pada suatu pembaringan yang ditinggikan yang

    dasarnya diberi batu bata panas. Kakinya terlentang dan dirapatkan. Lengannya tidak boleh

    diangkat di atas kepala. Ibunya menjaganya, seraya mengawasi supaya perempuan nifas tersebut

    tetap mengikuti petunjuk mengenai posisi kaki dan cara berbaring sekali-sekali harus dirubah

    supaya seluruh badan wanita dihangatkan. Penghangatan badan dimulai pada hari sesudah

    melahirkan dan berlangsung sekurang-kurangnya 20 hari dan paling lama 44 hari. Ibu yang baru

    melahirkan mandinya dibatasi agar berkeringat, karena bila ibu postpartum berkeringat dianggap

    baik untuk proses pengeringan luka-luka jalan lahir (Swasono, 1998).

    Universitas Sumatera Utara

  • Selain penghangatan badan, selama minggu pertama ibu postpartum juga diurut oleh

    dukun beranak dengan menggunakan minyak kelapa. Dalam minggu pertama ini, wanita yang

    baru bersalin bebas makan dan minum apa saja yang diinginkannya. Tetapi sesudah hari ketujuh,

    waktu dia diberi minuman yang diramu dari jenis daun-daunan tertentu, dia pantang makan dan

    minum beberapa jenis bahan makanan yang paling biasa dikonsumsi masyarakat Aceh,

    pantangan makan tersebut berlangsung selama 5 bulan atau lebih. Makanan yang dilarang itu

    misalnya adalah ketan, daging kerbau, telur bebek, daging bebek dan semua jenis buah-buahan

    (Swasono, 1998).

    Dengan berbagai variasi kultur atau budaya di atas, umumnya sering berhubungan

    dengan faktor sosial ekonomi dan pendidikan. Oleh karena itu, meskipun petugas kesehatan

    mungkin menemukan suatu bentuk perilaku atau sikap yang terbukti kurang menguntungkan

    bagi kesehatan, seringkali tidak mudah bagi mereka untuk mengadakan perubahan terhadapnya.

    Hal tersebut diakibatkan oleh telah tertanamnya keyakinan yang melandasi sikap dan perilaku itu

    secara mendalam pada kebudayaan warga suatu komuniti (Swasono, 1998).

    C. Fenomenologi

    Fenomenologi berakar pada filsafat tradisional yang dikembangkan oleh Husserl dan

    Heidegger yang mana pemikirannya bersumber dari pengalaman hidup manusia. Fenomenologi

    adalah suatu penelitian tentang gejala dalam situasi yang alami dan kompleks, yang hanya

    mungkin menjadi bagian dari alam kesadaran manusia-sekomprehensif apapun-ketika telah

    direduksi ke dalam suatu parameter yang terdefenisikan sebagai fakta, dan yang demikian

    terwujud sebagai realitas (Wignjosoebroto, 2001 dalam Bungin, 2006).

    Fenomenologi sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjukkan pada

    pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjektif yang ditemui. Fenomenologi juga

    Universitas Sumatera Utara

  • digunakan sebagai pendekatan dalam metodelogi kualitatif. Fenomenologi merupakan

    pandangan berfikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif

    manusia dan interpretasiinterpretasi dunia (Moleong, 2007).

    Teori fenomenologi terutama membagi tentang isu-isu bahasa, sejauh mana diberikan

    kepada peranan dalam membentuk pengalaman. Peneliti dalam pandangan fenomenologi

    berusaha memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berasal dalam

    situasi-situasi tertentu. Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu

    bagi orang-orang yang sedang diteliti mereka (Moleong 2007).

    Penelitian sosial yang menggunakan pendekatan kualitatif diuraikan oleh Hutomo (1992,

    dalam Moleong, 2007), merupakan penelitian sosial yang sumber datanya bersifat ilmiah, artinya

    peneliti harus berusaha memahami fenomena sosial secara langsung dalam kehidupan sehari-hari

    masyarakat. Peneliti sendiri adalah merupakan instrumen penelitian yang paling penting dalam

    pengumpulan data dan penginterpretasian data. Penelitian kualitatif bersifat memberikan

    deskripsi artinya mencatat segala gejala (fenomena) yang dilihat dan didengar. Data dan

    informan harus berasal dari tangan pertama. Dan kebenaran data harus dicek dengan data lain,

    misalnya wawancara atau observasi mendalam.

    Universitas Sumatera Utara