Upload
others
View
91
Download
9
Embed Size (px)
Citation preview
IDENTIFIKASI BAKTERI Salmonella typhi PADA MAKANAN JAJANAN
GORENGAN YANG DIJUAL DI DEPAN SEKOLAH DASAR NEGERI
KECAMATAN KEDATON KOTA BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
MEIWA RIZKY ARDHI BELLA PUTRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
IDENTIFIKASI BAKTERI Salmonella typhi PADA MAKANAN JAJANAN
GORENGAN YANG DIJUAL DI DEPAN SEKOLAH DASAR NEGERI
KECAMATAN KEDATON KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
Meiwa Rizky Ardhi Bella Putri
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRACT
IDENTIFICATION OF Salmonella typhi BACTERIA IN FRIED FOODS AT
PUBLIC ELEMENTARY SCHOOL IN KEDATON BANDAR LAMPUNG
By
MEIWA RIZKY ARDHI BELLA PUTRI
Background: The highest mortality rate in foodborne diseases is caused by
bacteria, one of which is Salmonella typhi. Salmonella typhi is a strain of bacteria
that causes typhoid fever. Typhoid fever is one of the leading causes of death,
with 21 million cases of typhoid fever reaching 216,000 deaths each year. The
purpose of this study was to detect contaminantion of Salmonella typhi bacteria in
fried foods at the Public Elementary School in Kedaton Bandar Lampung.
Methods: This research used descriptive observational method, using simple
random sampling method. The samples of fried foods using 1 gram and samples
were taken to Laboratory of Microbiology, Faculty of Medicine, Lampung
University, for laboratory test. Laboratory tests conducted are culturing of the
bacteria from fried foods on Salmonella-Shigella Agar, then gram staining, then
conducting the biochemical tests.
Results: From 44 samples of fried foods, found the growth of Salmonella typhi
colonies was 17 samples (39%) and the other, 27 samples (61%) did not find
bacterial growth.
Conclusion: There is contamination of Salmonella typhi in fried foods at the
Public Elementary School in Kedaton Bandar Lampung.
Key words: Foodborne disease, Fried foods, Salmonella typhi
ABSTRAK
IDENTIFIKASI BAKTERI Salmonella typhi PADA MAKANAN JAJANAN
GORENGAN YANG DIJUAL DI DEPAN SEKOLAH DASAR NEGERI
KECAMATAN KEDATON KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
MEIWA RIZKY ARDHI BELLA PUTRI
Latar Belakang: Angka kematian tertinggi pada foodborne disease disebabkan
oleh bakteri, salah satunya bakteri Salmonella typhi. Salmonella typhi adalah
strain bakteri yang menyebabkan terjadinya demam tifoid. Demam tifoid
merupakan salah satu penyakit penyebab kematian yang tinggi, sebanyak 21 juta
kasus demam tifoid mencapai angka kematian 216.000 jiwa tiap tahunnya. Tujuan
dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya bakteri Salmonella typhi
pada makanan jajanan gorengan yang dijual di depan Sekolah Dasar Negeri di
Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan
pengambilan sampel secara simple random sampling. Sampel makanan jajanan
gorengan diambil sebanyak 1 gram lalu dibawa ke Laboratorium Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung untuk dilakukan uji Laboratorium. Uji
laboratorium yang digunakan adalah pembiakan bakteri pada media Salmonella-
Shigella Agar, lalu dilakukan pewarnaan gram, kemudian dilakukan uji biokimia.
Hasil Penelitian: Dari 44 sampel makanan jajanan gorengan yang diteliti,
menunjukkan pertumbuhan koloni Salmonella typhi sebanyak 17 sampel (39%)
dan 27 sampel lainnya (61%) tidak ditemukan pertumbuhan bakteri.
Simpulan: Terdapat bakteri Salmonella typhi pada makanan jajanan gorengan
yang dijual di depan Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kedaton Bandar Lampung.
Kata kunci: Foodborne disease, Gorengan, Salmonella typhi
Judul : IDENTIFIKASI BAKTERI Salmonella typhi
PADA MAKANAN JAJANAN GORENGAN
YANG DIJUAL DI DEPAN SEKOLAH DASAR
NEGERI KECAMATAN KEDATON KOTA
BANDAR LAMPUNG
Nama Mahasiswa : Meiwa Rizky Ardhi Bella Putri
Nomor Pokok Mahasiswa : 1518011095
Program Studi : Kedokteran
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
dr. Tri Umiana Soleha,S.Ked.,M.Kes dr. Syazili Mustofa,S.Ked.,M.Biomed
NIP 197609032005012001 NIP 198307132008121003
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA
NIP 197012082001121001
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : dr. Tri Umiana Soleha, S.Ked., M.Kes ___________
Sekretaris : dr. Syazili Mustofa, S.Ked., M.Biomed ___________
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. dr. Ety Apriliana, S.Ked., M.Biomed ___________
2. Dekan Fakultas Kedokteran
Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA
NIP 197012082001121001
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 6 Februari 2019
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :
1. Skripsi dengan judul “IDENTIFIKASI BAKTERI Salmonella typhi PADA
MAKANAN JAJANAN GORENGAN YANG DIJUAL DI DEPAN
SEKOLAH DASAR NEGERI KECAMATAN KEDATON KOTA
BANDAR LAMPUNG” adalah hasil karya sendiri dan tidak melakukan
penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan cara tidak sesuai
tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau disebut
plagiarisme.
2. Hak intelektual atas karya ilmiah ini diserahkan sepenuhnya kepada
Universitas Lampung.
Atas pernyataan ini, apabila dikemudian hari ternyata ditemukan adanya
ketidakbenaran, saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan
kepada saya.
Bandar Lampung, 20 Februari 2019
Pembuat Pernyataan
Meiwa Rizky Ardhi Bella Putri
1518011095
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Prabumulih, Sumatera Selatan pada tanggal 6 Mei 1997,
merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak Hardianto dan Ibu Tri
Jayatun.
Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 1 Kota Baru
Lubai, Muara Enim yang diselesaikan pada tahun 2008. Selanjutnya penulis
melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1
Lubai, Muara Enim dan diselesaikan pada tahun 2011. kemudian penulis
melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1
Prabumulih, Sumatera Selatan dan selesai pada tahun 2014.
Pada tahun 2015, penulis mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SBMPTN) dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
Sebuah karya sederhana kupersembahkan
teruntuk Ibu, Bapak, Adek,
Keluarga besar dan orang-orang yang kusayangi
Yang telah memberikan doa dan dukungan
disetiap prosesnya.
“sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri”
(Q.S. Ar Ra’d : 11)
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “IDENTIFIKASI BAKTERI Salmonella typhi PADA
MAKANAN JAJANAN GORENGAN YANG DIJUAL DI DEPAN SEKOLAH
DASAR NEGERI KECAMATAN KEDATON KOTA BANDAR LAMPUNG”
adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Kedokteran di Universitas
Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked, M.Kes., Sp.PA, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
3. dr. Tri Umiana Soleha, S.Ked., M.Kes, selaku Pembimbing Pertama yang
telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, kritik,
saran, serta nasihat yang bermanfaat bagi penulis dalam proses menyelesaikan
skripsi ini.
4. dr. Syazili Mustofa, S.Ked., M.Biomed, selaku Pembimbing Kedua yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk memberikan saran, kritik dan motivasi
selama membimbing penulis.
5. Dr. dr. Ety Apriliana, S.Ked., M.Biomed, selaku Penguji utama untuk
masukan, saran, dan kritik yang telah diberikan dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
6. dr. M. Ricky Ramadhian, S.Ked., M.Sc, selaku Pembimbing Learning Project
yang telah meluangkan waktu untuk memberi saran dan kritik.
7. dr. M. Yusran, M.Sc., Sp.M, selaku Pembimbing Akademik atas saran dan
arahan selama masa perkuliahan ini.
8. Mbak Romi, selaku Laboran Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yang telah meluangkan waktunya membimbing dan mendampingi
penulis selama penelitian.
9. Seluruh dosen, staff Akademik dan non Akademik Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung yang telah membantu menyediakan fasilitas.
10. Bapak Hardianto, selaku Ayah saya yang selama ini telah mengorbankan jiwa
dan raga, menemani berjuang tanpa kenal lelah, memberi dukungan, nasihat
dan motivasi supaya terus berusaha serta doa yang selalu tercurah untukku
menyelesaikan pendidikan ini.
11. Ibu Tri Jayatun, selaku Ibu yang telah melahirkan dan membesarkan saya
setulus hati, atas perjuangannya yang telah senantiasa memberikan cinta kasih,
dukungan serta doa yang tiada henti tercurah untukku dalam menyelesaikan
pendidikan ini.
12. Adik-adikku Nova, Rayhan, dan Rafael yang senantiasa memberikan doa dan
dukungan untuk terus semangat berjuang.
13. Keluarga besarku terkhususnya Ibunda kak Milton yang telah memberikan
doa, nasihat dan dukungan.
14. Teman-teman saya Kiki, Nadia, Arin, Anper, Amel, Dina, Nabila, Darna,
Fadila, Laras dll. yang telah memberi dukungan dan selalu membantu selama
kuliah.
15. Teman saya A. Rialdi Prananda dan M. Rizki Fatturohim yang telah banyak
membantu dalam penelitian saya.
16. Keluarga Besar Sejawat FK Unila 2015 (ENDOM15IUM) atas kekompakan
dan kebersamaannya selama proses perkuliahan ini.
17. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Bandar Lampung, 20 Februari 2019
Penulis
Meiwa Rizky Ardhi Bella Putri
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................... 6
1.4.1 Bagi Peneliti .................................................................................... 6
1.4.2 Bagi Institusi Perguruan Tinggi....................................................... 7
1.4.3 Bagi Masyarakat .............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori.......................................................................................... 8
2.1.1 Foodborne Disease .......................................................................... 8
2.1.2 Salmonella typhi ............................................................................ 11
2.1.3 Demam Tifoid ............................................................................... 14
2.1.3.1 Definisi .............................................................................. 14
2.1.3.2 Etiologi .............................................................................. 14
2.1.3.3 Epidemiologi...................................................................... 15
2.1.3.4 Patofisiologi ....................................................................... 16
2.1.3.5 Penegakan Diagnosis ......................................................... 18
2.1.3.6 Tatalaksana ........................................................................ 26
2.1.3.7 Pencegahan ........................................................................ 29
2.1.3.8 Prognosis ........................................................................... 31
2.1.4 Makanan Jajanan ........................................................................... 31
2.1.5 Jenis Makanan Gorengan .............................................................. 37
ii
2.1.6 Anak Sekolah Dasar ...................................................................... 38
2.1.7 Profil Sekolah Dasar Negeri Kota Bandar Lampung .................... 40
2.1.8 Profil Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung ....................... 41
2.2 Kerangka Teori ....................................................................................... 43
2.3 Kerangka Konsep .................................................................................... 44
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian .................................................................................... 45
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................. 45
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 45
3.4 Identifikasi Variabel................................................................................ 46
3.4.1 Variabel Bebas............................................................................... 46
3.4.2 Variabel Terikat ............................................................................. 46
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................. 47
3.5.1 Kriteria Inklusi............................................................................... 47
3.5.2 Kriteria Eksklusi ............................................................................ 47
3.6 Alur Penelitian ........................................................................................ 48
3.7 Cara Kerja Penelitian .............................................................................. 49
3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 49
3.7.1.1 Alat penelitian .................................................................... 49
3.7.1.2 Bahan Penelitian ................................................................ 49
3.7.2 Tahap Persiapan............................................................................. 49
3.7.2.1 Persiapan Alat dan Bahan .................................................. 49
3.7.2.2 Sterilisasi Alat dan Bahan .................................................. 49
3.7.2.3 Pengambilan Sampel ......................................................... 50
3.7.3 Tahap Pengujian ............................................................................ 50
3.7.3.1 Pengenceran Sampel .......................................................... 50
3.7.3.2 Isolasi dan Identifikasi ....................................................... 51
3.7.3.3 Pewarnaan Gram ................................................................ 51
3.7.3.4 Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA) ................................... 52
3.7.3.5 Uji Sulfide Indole Motility (SIM) ...................................... 53
3.7.3.6 Uji Citrate (Sitrat).............................................................. 54
3.7.3.7 Uji Gula-gula ..................................................................... 54
3.8 Definisi Operasional ............................................................................... 55
3.9 Analisis Data ........................................................................................... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil ........................................................................................................ 56
4.2 Pembahasan............................................................................................. 59
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ................................................................................................. 64
5.2 Saran ....................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Bakteri yang terlibat pada Foodborne disease ................................................ 10
2. Penyakit yang disebabkan oleh spesies Salmonella sp. .................................. 13
3. Tatalaksana farmakologi demam tifoid ........................................................... 28
4. Tatalaksana non farmakologi demam tifoid .................................................... 29
5. Batas maksimum mikroba pada makanan ....................................................... 36
6. Syarat mutu makanan ringan SNI 3545:2015 ................................................. 38
7. Jumlah Sekolah Dasar Negeri di Kota Bandar Lampung ............................... 41
8. Jumlah Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Kedaton................................... 42
9. Definisi Operasional........................................................................................ 55
10. Hasil Isolasi dan Identifikasi Bakteri .............................................................. 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Salmonella sp. yang memiliki flagel ............................................................... 12
2. Kerangka Teori ................................................................................................ 43
3. Kerangka Konsep ............................................................................................ 44
4. Alur Penelitian ................................................................................................ 48
5. Hasil Identifikasi Salmonella typhi pada Makanan Jajanan Gorengan
di Kedaton Bandar Lampung .......................................................................... 59
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Pre-Survey
Lampiran 2 Surat Izin Peminjaman Alat
Lampiran 3 Surat Izin Peminjaman Laboratorium
Lampiran 4 Surat Persetujuan Etik
Lampiran 5 Dokumentasi Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini keamanan pangan menjadi salah satu masalah kesehatan yang
perlu diperhatikan. Hal ini akibat konsumsi pangan yang tercemar oleh
mikroorganisme atau bahan kimia yang dapat menyebabkan suatu penyakit
yang disebut foodborne disease. Foodborne disease merupakan suatu
penyakit yang ditularkan melalui makanan (BPOM, 2013).
Cemaran oleh bakteri menyebabkan 30% kejadian dari kasus foodborne
disease. Meskipun demikian, beberapa penelitian menunjukkan bahwa angka
wabah dan angka kematian tertinggi pada foodborne disease disebabkan oleh
bakteri. Berdasarkan laporan CDC mengenai patogen yang menyebabkan
foodborne disease dari tahun 2000-2008, bahwa Salmonella sp. menyebabkan
sekitar 1.000.000 kasus, dan Escherichia coli menyebabkan sekitar 173.000
kasus (Scallan E, Hoekstra R, Angulo F et al., 2012).
Salmonella typhi adalah strain bakteri yang menyebabkan terjadinya demam
tifoid. Salmonella typhi (S. typhi) disebut juga Salmonella choleraesuis
serovar typhi, Salmonella serovar typhi, Salmonella enterica serovar typhi.
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica subspesies
2
Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan
Salmonella paratyphi C (Nelwan RHH, 2014).
Demam tifoid atau Thypus abdominalis merupakan penyakit infeksi akut
yang menginfeksi usus halus dan terkadang terjadi pada aliran darah yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi (Zulkoni, 2011). Kontaminasi
Salmonella sp. pada makanan dapat mengakibatkan penyakit demam tifoid
dengan gejala demam tinggi, konstipasi, nyeri abdomen, pusing, kulit gatal
dan timbul bercak-bercak berwarna kemerahan, bahkan kehilangan kesadaran
(Amirrudin et al., 2017).
Makanan jajanan merupakan salah satu jenis makanan yang mengandung
nutrisi jika diolah dengan baik, karena mengandung senyawa-senyawa yang
di perlukan oleh tubuh. Gorengan merupakan salah satu makanan yang
terbuat dari adonan yang dibentuk dan diolah dengan teknik digoreng
menggunakan minyak panas. Adapun jenis makanan jajanan yang digoreng
terdiri dari tahu isi, tempe, pisang, bakwan, sosis, bakso, cireng. Jenis
gorengan tahu isi, tempe, pisang, bakwan merupakan makanan yang dibuat
dengan adonan bahan dasarnya adalah terigu (Nuryani dan Rahmawati,
2018).
Makanan jajanan yang sehat harus bebas dari cemaran mikroba. Berdasarkan
SNI No.7388:2009 Batas cemaran mikroba dalam makanan jajanan yaitu
Salmonella sp. harus negatif. Undang-Undang Pangan No.18 Tahun 2012
juga menyatakan bahwa kualitas pangan yang dikonsumsi harus memenuhi
beberapa kriteria, diantaranya adalah aman, bergizi, bermutu, dan terjangkau
3
oleh daya beli masyarakat. Aman yang dimaksud disini mencakup bebas dari
pencemaran biologis, mikrobiologis, kimia dan logam berat (BSN, 2009).
Infeksi Salmonella typhi pada manusia masuk kedalam tubuh secara oral.
Salmonella sp. merupakan salah satu penyebab penyakit masuk ke dalam
tubuh manusia melalui mulut bersama makanan dan minuman yang tercemar,
di tularkan melalui tangan, lalat, atau serangga lain, mampu bertahan hidup
dalam suasana beku dan kering serta dapat di bawa melalui makanan dan air
minum (Adelberg, Jawetz & Melnick, 2017). Bakteri ini masuk melalui mulut
bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut
dan masuk ke saluran pencernaan, apabila bakteri berhasil mencapai usus
halus dan masuk ke dalam tubuh mengakibatkan terjadinya demam tifoid
(Darmawati, 2009).
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi serius serta merupakan penyakit
endemis yang serta menjadi masalah kesehatan global termasuk di Indonesia
dan Negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia dan Thailand. Angka
kejadian ini termasuk tertinggi di dunia yaitu antara 358-810/100.000
penduduk setiap tahun. Kasus demam tifoid di Indonesia tersebar secara
merata di seluruh provinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000
penduduk pertahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk pertahun
atau sekitar 600.000 dan 1,5 juta kasus pertahun (Depkes RI, 2013).
Foodborne Disease Burden Epidemiology Reference Group (FERG)
menjelaskan bahwa penyebab kematian akibat foodborne disease di Asia
Tenggara adalah Salmonella typhi dengan jumlah >32.000 kematian. Penyakit
4
ini mempunyai angka kematian yang cukup tinggi, yaitu 1¬5% dari penderita
demam tifoid. Demam tifoid merupakan salah satu penyakit penyebab
kematian yang tinggi, sebanyak 21 juta kasus demam tifoid mencapai angka
kematian 216.000 jiwa tiap tahunnya (Zhou & Pollard, 2010). Negara maju
diperkirakan 5.700 kasus terjadi setiap tahunnya, demam tifoid masih umum
di negara berkembang dimana hal itu mempengaruhi sekitar 21.5 juta orang
per tahun (CDC, 2018). Secara global diperkirakan setiap tahunnya terjadi
sekitar 21 juta kasus dan 222.000 menyebabkan kematian. Demam tifoid
menjadi penyebab utama terjadinya mortalitas dan morbiditas di negara-
negara berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2016).
Provinsi Lampung merupakan daerah endemis demam tifoid meskipun tidak
termasuk angka demam tifoid tertinggi. Berdasarkan data insidensi tahun
2016 yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung, kejadian
demam tifoid di Puskesmas Kota Bandar Lampung sebanyak 6855 anak.
Kejadian demam tifoid tertinggi terdapat di Puskesmas Kedaton sebanyak
666 anak sedangkan kejadian demam tifoid yang paling rendah terjadi di
Puskesmas Korpri sebanyak 35 anak. Maka dari itu peneliti mengambil
sampel di kecamatan kedaton (Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung,
2016).
Anak usia sekolah rentan tertular penyakit akibat makanan. Usia anak
sekolah, mereka cenderung kurang memperhatikan kebersihan dirinya karena
ketidaktahuan bahwa jajan makanan sembarangan dapat menyebabkan
tertularnya berbagai penyakit (Putri, 2016). Prevalensi demam tifoid paling
5
tinggi pada usia 3-19 tahun karena pada usia tersebut orang-orang cenderung
memiliki aktivitas fisik yang banyak, atau dapat dikatakan sibuk dengan
pekerjaan dan kemudian kurang memperhatikan pola makannya, akibatnya
mereka cenderung lebih memilih makan di luar rumah, atau jajan di tempat
lain, khususnya pada anak usia sekolah, yang mungkin tingkat kebersihannya
masih kurang dimana bakteri Salmonella typhi banyak berkembang biak
khususnya dalam makanan sehingga dapat tertular demam tifoid (Anggraini,
2012). Diduga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
demam tifoid diantaranya adalah jenis kelamin, usia, status gizi, kebiasaan
jajan, kebiasaan cuci tangan, pendidikan orang tua, tingkat penghasilan orang
tua, pekerjaan orang tua, dan sumber air (Soedarmo, Garna & Hadinegoro,
2012).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat cemaran
bakteri E.coli dan Salmonella sp. pada makanan jajanan bakso tusuk di Kota
Manado sebanyak 9 sampel positif dari 20 sampel yang di ambil (Arlita et al.,
2014). Pada penelitian lain terdapat cemaran bakteri Salmonella sp. pada
jajanan yang di jual di luar sekolah sebanyak 10 sampel positif dari 28 sampel
yang diambil dan pada jajanan kantin terdapat 4 sampel positif dari 15 sampel
yang di ambil, hal ini menunjukkan bahwa pencemaran makanan jajanan
yang dijual di luar sekolah lebih besar jumlah cemarannya di banding yang
dijual di dalam kantin sekolah (Mirawati et al., 2014). Sedangkan pada
penelitian lainnya terdapat cemaran bakteri Salmonella sp. pada makanan
jajanan yang diambil di depan Masjid Fathullah Ciputat sebanyak 4 sampel
positif pada makanan tahu jeletot, batagor, kebab, dan lumpia basah
6
(Yuswananda, 2015). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian
sebelumnya yaitu, peneliti mengambil sampel makanan jajanan gorengan
yang dijual di luar sekolah. Perbedaan lainnya yaitu lokasi pengambilan
sampel dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kedaton Kota Bandar
Lampung yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Peneliti mengambil
sampel makanan jajanan gorengan dikarenakan jenis makanan gorengan
paling sering ditemukan di sekolah-sekolah, selain itu jenis makanan
gorengan paling sering dibeli karena harganya yang murah dan disukai anak-
anak.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat bakteri Salmonella typhi pada makanan jajanan gorengan
yang dijual di Depan Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Kedaton Kota
Bandar Lampung?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya bakteri Salmonella typhi
pada makanan jajanan gorengan yang dijual di depan Sekolah Dasar Negeri di
Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan menambah keterampilan
dalam melakukan metodologi penelitian, meningkatkan keterampilan
menulis ilmiah serta sebagai syarat kelulusan dari Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
7
1.4.2 Bagi Institusi Perguruan Tinggi
1. Dapat memberikan informasi dan dapat dijadikan sebagai referensi
untuk penelitian selanjutnya.
2. Untuk menambah bahan kepustakaan dan jurnal ilmiah dibidang
mikrobiologi
1.4.3 Bagi Masyarakat
1. Untuk menambah informasi kepada masyarakat tentang cemaran
bakteri Salmonella typhi pada jajanan gorengan .
2. Untuk menambah pengetahuan masyarakat agar lebih cermat dalam
memilih makanan dan lebih memperhatikan kebersihan makanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Foodborne Disease
Penyakit bawaan makanan disebabkan oleh infeksi makanan yang
merupakan salah satu masalah kesehatan akibat konsumsi makanan
yang terkontaminasi mikroorganisme (Yunus et al., 2017). Keracunan
makanan oleh bakteri dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu
keracunan makanan oleh toksin bakteri (food intoxication) dan
keracunan makanan oleh bakteri hidup (food infection) (Nester,
Anderson & Roberts, 2012). Produk makanan yang paling sering
menjadi sarana transmisi bakteri pada foodborne disease adalah daging,
produk daging olahan, produk susu, telur, makanan laut, nasi yang terus
dipanaskan, buah, dan sayur (WHO, 2016).
Berdasarkan laporan CDC mengenai patogen yang menyebabkan
foodborne disease dari tahun 2000-2008, bahwa Salmonella sp.
menyebabkan sekitar 1.000.000 kasus, dan Escherichia coli
menyebabkan sekitar 173.000 kasus (Scallan et al., 2012). Sedangkan
berdasarkan laporan lainnya, bakteri lain yang paling sering
menyebabkan foodborne disease adalah Campylobacter jejuni, Shigella
9
sp., Listeria monocytogenes, dan Clostridium botulinum (National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, 2011).
Pada kasus foodborne disease mikroorganisme masuk bersama
makanan yang kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh manusia.
Kasus foodborne disease dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah
sampai tingkat kematian. Sebagai contoh foodborne disease yang
disebabkan oleh Salmonella sp. dapat menyebabkan kematian selain
yang disebabkan oleh Vibrio cholerae dan Clostridium botulinum.
Kejadian dan wabah paling sering disebabkan oleh Salmonella sp.
dibanding penyakit foodborne disease lainnya. Mikroorganisme lainnya
yang dapat menyebabkan foodborne disease antara lain Escherichia
coli, Campylobacter, Yersinia, Clostridium dan Listeria, virus serta
parasit (Deptan RI, 2007)
10
Tabel 1. Bakteri yang terlibat pada Foodborne disease
Penyakit Bakteri Makanan yang
terlibat
Epidemiologi
Staphylococcal
enteritis
Staphylococcus
aureus
Puding susu, kue
krim, daging
babi, saus
Sangat sering
gejala muncul
dengan cepat,
biasanya tidak
fatal
Botulism Clostridium
botulinum
Makanan dengan
asam rendah
yang tidak
diawetkan
dengan baik
Kasus yang
terbaru melibatkan
makanan yang
dibungkus tanpa
udara, dapat fatal
Perfringens
enterotoxemia
Clostridium
perfringens
Daging yang
kurang matang
Sel vegetatif
menghasilkan
toksin di dalam
usus
Bacillus cereus
enteritis
Bacillus cereus Nasi yang
dipanaskan
kembali,
kentang, puding,
puding susu
Mirip dengan
Staphylococcal
enteritis, biasanya
sembuh dengan
sendiri
Campylobacterios is Campylobacter
jejuni
Susu mentah,
daging ayam
mentah, daging,
kerang
Sangat sering,
kariernya adalah
binatang
Salmonellosis Salmonella
typhimurium dan
Salmonella
enteriditis
Produk olahan
daging, telur,
produk yang
berasal dari susu,
daging
Sangat sering,
dapat berbahaya
dan mengancam
jiwa
Shigellosis Beberapa spesies
Shigella
Makanan yang
kurang bersih,
ikan, udang,
kentang, salad
Karier (seperti
lalat) yang
mengontaminasi
makanan
Listeriosis Listeria
monocytogenes
Susu yang
dipasteurisasi
dengan tidak
baik, keju
Paling sering pada
fetus, bayi baru
lahir dan
imunodefisiensi
Vibrio enteritis Vibrio
parahaemolyticus
Makanan laut
yang mentah atau
kurang matang
Mikroba hidup
secara natural pada
binatang laut
Escherichia enteritis Echerichia coli Daging dan sayur
yang
terkontaminasi,
keju
Beberapa dapat
menyebabkan
traveler’s diare
(Foundations in Microbiology, 2012).
11
2.1.2 Salmonella typhi
Salmonella typhi adalah patogen zoonotik dan tergolong
Enterobacteriaceae yaitu bakteri basil gram negatif. Bakteri ini dapat
menyebabkan penyakit menular yang disebut salmonellosis. Bakteri ini
umumnya menyerang usus manusia. Bakteri Salmonella sp. merupakan
bakteri yang bersifat anaerob fakultatif (Pui, 2011).
Penyakit tifoid ditularkan melalui makanan. Bakteri masuk melalui
mulut bersama makanan dan minuman, kemudian berlanjut kesaluran
pencernaan. Bakteri Salmonella sp. ditularkan melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi kotoran atau tinja dari seorang penderita
tifoid. Jika bakteri yang masuk dengan jumlah yang banyak maka
bakteri akan masuk ke dalam usus halus selanjutnya masuk ke dalam
sistem peredaran darah sehingga menyebabkan bakteremia, demam
tifoid, dan komplikasi organ lain. Salmonella typhi merupakan flora
normal dalam usus dimana infeksi terjadi akibat kontaminasi makanan
dan minuman yang mengakibatkan bakteri masuk ke dalam tubuh.
Sebagian besar penderita tifoid merupakan sebagai agen pembawa
(carrier) yang terletak pada kandung empedu, saluran empedu, dan
sebagian pada usus atau saluran kemih. Salmonella typhi merupakan
bakteri penyebab salmonellosis yang merupakan salah satu penyakit
endemis dan menimbulkan kerugian yang serius terutama di Negara
berkembang termasuk Indonesia (Adelberg, Jawetz & Melnick, 2017).
12
Taksonomi Salmonella typhi :
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Ordo : Gamma proteobacteria
Class : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Spesies : Salmonella typhi (Adelberg, Jawetz & Melnick, 2017).
Gambar 1. Salmonella sp. yang memiliki flagel
Salmonella enterica penyebab demam tifoid pada manusia terdapat
beberapa antigen penyusun sel bakteri yaitu antigen O (somatik)
pembentuk antibodi IgM, antibodi yang dibentuk dari antigen H (flagel)
yaitu pembentuk antibodi IgG, dan antigen Vi atau antigen permukaan
agar Salmonella sp. mampu hidup secara intraseluler (Darmawati,
2009). Salmonella typhi dibagi menjadi empat subspesies berdasarkan
sifat serologinya yaitu Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A,
13
Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C (Sanderson, Shu-Lin,
Le Tang & Randal, 2015).
Salmonella sp. memiliki tiga struktur antigen yaitu antigen O, H dan Vi.
Antigen O merupakan antigen somatik yang tahan terhadap pemanasan
100°C, alkohol dan asam. Antigen O ini juga serupa dengan antigen
somatik pada Enterobactericeae yang lain. Antigen H juga merupakan
antigen flagel yang rusak pada pemanasan diatas 60°C, alkohol dan
asam. Sedangkan antigen Vi adalah polimer dari polisakarida yang
bersifat asam dan terdapat pada bagian paling luar dari badan kuman.
Antigen Vi dapat dirusak pada pemanasan 60°C selama 1 jam pada
penambahan fenol dan asam. Kuman yang memiliki antigen Vi lebih
virulen baik ke manusia maupun hewan (WHO, 2016).
Tabel 2. Penyakit yang disebabkan oleh spesies Salmonella sp.
No Bakteri Penyakit
1 Salmonella typhi Thypoid fever, Salmonella bacteremia
2 Salmonella paratyphi A,B,
dan C
Parathypoid fever, Salmonella bacteremia
3 Salmonella choleraesuis Salmonella bacteremia
4 Salmonella typhimurium Salmonella gastroenteritis
5 Salmonella enteriditis Salmonella gastroenteritis
6 Salmonella haidar Salmonella gastroenteritis
7 Salmonella heidelberg Salmonella gastroenteritis
8 Salmonella agona Salmonella gastroenteritis
9 Salmonella virchow Salmonella gastroenteritis
10 Salmonella seftenberg Salmonella gastroenteritis
11 Salmonella indiana Salmonella gastroenteritis
12 Salmonella newport Salmonella gastroenteritis
13 Salmonella anatum Salmonella gastroenteritis
(Badan Standarisasi Nasional, 2009).
14
2.1.3 Demam Tifoid
2.1.3.1 Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat
akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini
ditandai oleh panas berkepanjangan, bakterimia tanpa
keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi
bakteri sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit mononuklear
dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan Peyer’s patch
(Soedarmo, Garna & Hadinegoro, 2015).
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7
hari dan gangguan pada saluran cerna. Dalam masyarakat
penyakit ini dikenal dengan nama tipes atau thypus (Zulkoni,
2010). Demam tifoid adalah penyakit demam yang umum terjadi
di daerah tropis di Asia Selatan dan Asia Tenggara (Crump,
Sjolund-Karlsson, Gordon & Parry, 2015). Bakteri penyebab
Salmonella enterica serovar typhi (S. Typhi) ditransmisikan
antara manusia melalui rute faeco-oral, dan dikaitkan dengan 12
sampai 27 juta penyakit setiap tahun (John, Van & Grassly,
2016).
2.1.3.2 Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Bakteri
ini merupakan bakteri gram-negatif, mempunyai flagela, tidak
15
berkapsul, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob.
Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida,
flagela antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida (Soedarmo, Garna &
Hadinegoro, 2015).
2.1.3.3 Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang
penting di berbagai negara sedang berkembang. Data World
Health Organization memperkirakan angka kejadian di seluruh
dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang
meninggal karena penyakit ini dan 70% kematiannya terjadi di
Asia. Diperkirakan prevalensi angka kejadian dari 150/100.000
per tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000 per tahun di
Asia. Di Indonesia, penyakit demam tifoid bersifat endemik.
Penyakit ini tersebar di seluruh wilayah dengan jumlah yang
tidak berbeda jauh antar daerah. Menurut data WHO, penderita
demam tifoid di Indonesia cenderung meningkat setiap tahun
dengan rata-rata 800 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2013).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2009 jumlah
kejadian demam tifoid dan paratifoid di Rumah Sakit adalah
80.850 kasus pada penderita rawat inap dan 1.013 diantaranya
meninggal dunia. Sedangkan pada tahun 2010 penderita demam
tifoid dan paratifoid sejumlah 41.081 kasus pada penderita rawat
16
inap dan jumlah pasien meninggal dunia sebanyak 276 jiwa
(Depkes RI, 2010).
Tahun 2009, lebih dari 40.000 kasus Salmonella sp. (13,6 kasus
per 100.000 orang) dilaporkan Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit (CDC) oleh laboratorium kesehatan
masyarakat di seluruh negara. Hal ini mewakili penurunan
sekitar 15% dari tahun sebelumnya, namun meningkat 4,2%
sejak tahun 1996. Kasus dengan etiologi Salmonella sp.,
khususnya pada demam tifoid diperkirakan berkisar antara 16
juta kasus dan terjadi 600.000 kematian di seluruh dunia (CDC,
2009).
Menurut penelitian yang dilakukan WHO pada 5 negara di Asia,
termasuk di Indonesia, dilaporkan adanya prevalensi demam
tifoid oleh Salmonella sp. Insiden 1307/100.000 kasus per tahun
pada anak 5 tahun di regional Asia Timur dan Tenggara pada
tahun 2010 dengan angka mortalitas 0,3/100.000 kasus setiap
tahun. Di Indonesia berada pada kisaran 200 kasus dari 100.000
orang yang diteliti. Rerata usia anak yang terjangkit berada pada
angka usia 10 tahun (WHO, 2008).
2.1.3.4 Patofisiologi
Masuknya bakteri Salmonella typhi (S.typhi) dan Salmonella
paratyphi (S. Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi. Sebagian bakteri dihancurkan di
17
dalam lambung. Sebagian masuk ke dalam usus dan
berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA)
usus kurang baik, maka bakteri akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina
propria bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel seperti
makrofag. Kuman berkembang biak dalam makrofag dan
dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar
getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus
bakteri yang terdapat di dalam makrofag masuk ke dalam
sirukasi darah (mengakibatkan bakteremia yang asimtomatik)
dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh di hati
dan limpa. Di organ ini kuman meninggalkan sel fagosit,
kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan
selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan
bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda dan gejala
penyakit infeksi sistemik. Proses yang sama terulang kembali
karena makrofag yang telah teraktivasi menjadi hiperaktif maka
saat fagositosis kuman Salmonella sp. melepas beberapa
mediator inflamasi yang menimbulkan gejala reaksi inflamasi
sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit
perut, gangguan vaskular, mental dan koagulasi (Sudoyo et al.,
2014).
18
2.1.3.5 Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul
keluhan atau gejala yang bervariasi mulai dari yang ringan
dengan demam yang tidak tinggi, malaise, dan batuk kering
sampai dengan gejala yang berat dengan demam yang
berangsur makin tinggi setiap harinya, rasa tidak nyaman di
perut, serta keluhan lainnya. Gejala yang biasanya dijumpai
adalah demam sore hari dengan serangkaian keluhan klinis,
seperti anoreksia, nyeri abdomen, dan obstipasi. Dapat
disertai dengan lidah kotor, nyeri tekan perut, dan
pembengkakan pada stadium lebih lanjut dari hati atau limpa
atau kedua-duanya. Pada anak, diare sering dijumpai pada
awal gejala yang baru, kemudian dilanjutkan dengan
konstipasi. Konstipasi pada permulaan sering dijumpai pada
orang dewasa. Walaupun tidak selalu konsisten, bradikardi
saat demam tinggi dapat dijadikan tanda demam tifoid. Pada
sekitar 25% dari kasus, ruam atau makulopapular (rose spots)
mulai terlihat pada hari ke 7-10, terutama pada orang berkulit
putih, dan terlihat pada dada bagian bawah dan abdomen
pada hari ke 10-15 serta menetap selama 2-3 hari (Nelwan
RHH, 2014).
Salah satu tanda demam tifoid adalah diare yang disebabkan
oleh infeksi bakteri. Dari sudut kelainan usus, diare oleh
19
bakteri dibagi atas non-invasive (tidak merusak mukosa) dan
invasive (merusak mukosa). Bakteri non-invasive
menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri
tersebut, yang disebut diare toksigenik. Pasien dengan diare
akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diare nya berlangsung
kurang dari 15 hari. Diare karena penyakit usus halus
biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorbsi, dan dehidrasi sering
didapatkan. Diare karena kelainan kolon sering berhubungan
dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering dan bercampur
darah. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan
keluhan khas yaitu: mual, muntah, nyeri abdomen, demam,
dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif, atau berdarah
tergantung bakteri pathogen yang spesifik (Susantiningsih et
al., 2017). Mual merupakan perasaan yang tidak nyaman dan
ada rasa ingin muntah. Sedangkan muntah biasanya
mengikuti mual. Muntah berbeda dengan regurgitasi, refluks
dari cairan atau makanan diperut. Gejala akut mual dan
muntah tanpa nyeri perut disebabkan oleh keracunan
makanan, infeksi gastroenteritis, obat-obatan atau penyakit
sistemik (Mustofa S dan Kurniawaty E, 2013).
20
2. Pemeriksaan Fisik
Febris, kesadaran berkabut, bradikardia (peningkatan suhu
1°C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8x/menit), lidah
yang berselaput (kotor di tengah, ujung merah, serta tremor),
dan nyeri abdomen (Nelwan RHH, 2014).
3. Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis pasti demam tifoid berdasarkan pemeriksaan
laboratorium didasarkan pada 3 prinsip, yaitu: isolasi bakteri,
deteksi antigen mikroba, titrasi antibodi terhadap organisme
penyebab. Kultur darah merupakan gold standard metode
dan hasilnya positif pada 60-80% dari pasien, bila darah yang
tersedia cukup (darah yang diperlukan 15 ml untuk pasien
dewasa). Untuk daerah dimana sering terjadi penggunaan
yang tinggi, sensitivitas kultur darah rendah (hanya 10-20%
kuman saja yang terdeteksi).
a. Pemeriksaan darah tepi
Penderita demam tifoid didapatkan anemia, jumlah
leukosit normal, menurun atau meningkat, mungkin
didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya
normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan
aneosinofilia dan limfositosis, terutama pada fase lanjut.
Pemeriksaan hematologi pada demam tifoid tidak spesifik.
Dapat ditemukan adanya anemia normokromik normositer
21
dalam beberapa minggu setelah sakit. Anemia dapat
terjadi antara lain oleh karena pengaruh berbagai sitokin
dan mediator sehingga terjadi depresi sumsum tulang,
penghentian tahap pematangan eritrosit maupun kerusakan
langsung pada eritrosit. Disamping itu anemia disebabkan
perdarahan usus. Hitung leukosit umumnya rendah,
berhubungan dengan demam dan toksisitas penyakit,
memiliki variasi yang lebar, leukopenia, jarang dibawah
2500/mm³, umumnya terjadi dalam waktu 1 hingga 2
minggu setelah sakit. Leukositosis dapat mencapai 20.000-
25.000/mm³, yang menandakan adanya suatu abses.
Trombositopenia dapat merupakan suatu tanda penyakit
yang berat serta terjadinya suatu gangguan koagulasi
intravaskuler (Sucipta A, 2015).
b. Pemeriksaan Serologis
Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antibodi
spesifik terhadap komponen antigen Salmonella typhi
maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Beberapa uji
serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini
meliputi uji widal, tes tubex, metode enzyme immunoassay
(EIA), metode enzymelinked immunosorbent assay
(ELISA), dan pemeriksaan lain. Uji serologis sekarang
rutin digunakan dalam mendiagnosis demam tifoid.
22
1) Uji Widal
Peran pemeriksaan Widal (untuk mendeteksi antibodi
terhadap antigen Salmonella typhi) masih kontroversial.
Biasanya antigen O dijumpai pada hari 6-8 dan antigen
H dijumpai pada hari 10-12 setelah sakit. Pada orang
yang telah sembuh, antigen O masih tetap dapat
dijumpai setelah 4-6 bulan dan antigen H setelah 10-12
bulan. Karena itu, Widal bukanlah pemeriksaan untuk
menentukan kesembuhan penyakit. Diagnosis
didasarkan atas kenaikan titer sebanyak 4 kali pada dua
pengambilan berselang beberapa hari atau bila klinis
disertai hasil pemeriksaan titer Widal di atas rata-rata
titer orang sehat setempat (Nelwan RHH, 2014).
Uji widal masih menjadi uji serologis rutin di berbagai
daerah endemis, namun uji ini memiliki banyak
kelemahan seperti rendahnya sensitivitas dan
spesifisitas, serta manfaatnya masih diperdebatkan dan
sulit dijadikan pegangan karena belum ada kesepakatan
nilai standar aglutinasi (cut-off point). Biakan darah, tes
tubex, dan PCR dinilai lebih efektif dibandingkan
dengan uji widal karena memiliki sensitivitas dan
spesifitas yang lebih baik (Septiawan et al., 2013).
23
2) Uji Tubex
Pemeriksaan Tubex dapat mendeteksi antibodi IgM.
Hasil pemeriksaan yang positif menunjukkan adanya
infeksi terhadap Salmonella. Antigen yang dipakai pada
pemeriksaan ini adalah O dan hanya dijumpai pada
Salmonella serogroup D (Nelwan RHH, 2014).
Tes tubex merupakan salah satu dari uji serologis yang
menguji aglutinasi kompetitif semi kuantitatif untuk
mendeteksi adanya antigen IgM terhadap antigen
lipopolisakarida (LPS) O-9 Salmonella typhi dan tidak
mendeteksi IgG. Tes tubex memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih baik daripada uji widal.
Sensitivitasnya mampu ditingkatkan melalui
penggunaan partikel berwarna, sedangkan
spesifisitasnya ditingkatkan dengan penggunaan
antigen O. Antigen ini spesifik pada Salmonella
serogrup D. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang
ideal dan dapat digunakan untuk pemeriksaan rutin
karena prosesnya cepat, akurat, mudah dan sederhana.
Respon terhadap antigen O berlangsung cepat karena
antigen O bersifat imunodominan yang mampu
merangsang respon imun, sehingga deteksi anti‐O dapat
dilakukan pada hari ke-4 hingga ke-5 (infeksi primer)
24
dan hari ke-2 hingga ke-3 (infeksi sekunder) (Marleni
et al., 2014).
3) Uji Typhidot
Pemeriksaan lain adalah dengan Typhidot yang dapat
mendeteksi IgM dan IgG. Terdeteksinya IgM
menunjukkan fase akut demam tifoid, sedangkan
terdeteksinya IgG dan IgM menunjukkan demam tifoid
akut pada fase pertengahan. Antibodi IgG dapat
menetap selama 2 tahun setelah infeksi, oleh karena itu,
tidak dapat untuk membedakan antara kasus akut dan
kasus dalam masa penyembuhan. Yang lebih baru lagi
adalah Typhidot M yang hanya digunakan untuk
mendeteksi IgM saja. Typhidot M memiliki sensitivitas
dan spesifisitas yang lebih tinggi dibandingkan
Typhidot. Pemeriksaan ini dapat menggantikan Widal,
tetapi tetap harus disertai gambaran klinis sesuai yang
telah dikemukakan sebelumnya (Nelwan RHH, 2014).
c. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR menggunakan primer H1-d dapat
digunakan untuk mengamplifikasi gen spesifik Salmonella
typhi dan merupakan pemeriksaan yang cepat dan
menjanjikan. Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih tinggi daripada biakan kuman, uji
25
widal, dan tes tubex. Kendala yang sering dihadapi pada
penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi
yang menyebabkan hasil positif palsu, adanya bahan-
bahan yang menghambat proses PCR (hemoglobin dan
heparin dalam darah, bilirubin dan garam empedu dalam
feses), biaya yang cukup tinggi, dan teknis yang rumit.
Usaha untuk melacak DNA dari pemeriksaan klinis masih
belum memberikan hasil yang memuaskan, sehingga saat
ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium
penelitian (Sucipta A, 2015).
d. Pemeriksaan Biakan Darah
Isolasi kuman Salmonella typhi penyebab demam tifoid
dapat dilakukan dengan mengambil biakan dari berbagai
bagian dalam tubuh. Biakan darah memberikan hasil
positif pada 40-60% kasus. Sensitivitas biakan darah yang
paling baik selama minggu pertama sakit, dapat positif
sampai minggu kedua dan setelah itu terkadang ditemukan
hasil positif. Kegagalan isolasi mikroorganisme dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain terbatasnya
media laboratorium, penggunaan antibiotika, jumlah
volume darah yang digunakan, dan waktu pengambilan
sampel media pembiakan yang direkomendasikan untuk
Salmonella typhi adalah media empedu (gall) dari sapi,
26
dimana media gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil
karena hanya Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi
yang dapat tumbuh pada media tersebut (Sucipta A, 2015).
2.1.3.6 Tatalaksana
1. Terapi Farmakologis
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati dirumah
dengan tirah baring, isolasi yang memadai, pemenuhan
kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik.
Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit
agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi dan
kemungkinan penyulit. Pengobatan antibiotik merupakan
pengobatan yang utama karena infeksi Salmonella typhi
berhubungan dengan keadaan bakteremia (Soedarmo, Garna
& Hadinegoro, 2015).
Kloramfenikol merupakan pilihan pertama pengobatan
demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian selama 10-14
hari. Salah satu kelemahan kloramfenikol dapat menimbulkan
kekambuhan atau relaps. Ampisilin memberikan respon
perbaikan klinis yang kurang dibandingkan kloramfenikol.
Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksilin dengan
27
dosis 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian per
oral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol
walaupun penurunan demam lebih lama.
Kombinasi trimethoprim dosis 10 mg/kgBB/hari dengan
sulfametoksazol dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam
dua dosis (TMP-SMZ) memberikan hasil yang kurang baik
dibanding kloramfenikol, sedangkan strain yang resisten
yaitu sefalosporin generasi ketiga seperti seftriakson
100mg/kgBB/hari dalam 1 atau 2 dosis selama 5-7 hari
(Soedarmo, Garna & Hadinegoro, 2015).
28
Tabel 3. Tatalaksana farmakologi demam tifoid
Antibiotik Dosis Keterangan
Ciprofloxacin PO 5-7 hari Dewasa: 1
gram/hari dalam 2
dosis terbagi Anak –
anak : 30 mg/kg/hari
dalam 2 dosis terbagi
Tidak direkomendasikan
pada anak – anak usia
dibawah 15 tahun akan
tetapi risiko yang
mengancam jiwa yang
melebihi risiko efek
samping (alternative,
fully sensitive multidrug
resistant)
Cefixime PO 7 hari Anak – anak
(lebih dari usia 3
bulan) : 20 mg/kg/hari
dalam 2 dosis terbagi
Dapat menjadi pilihan
utama dari Ciprofloxacin
bagi anak – anak di
bawah 15 tahun
Amoksisilin PO 14 hari Dewasa : 3
gram / hari dalam 3
dosis terbagi Anak-
anak : 75-100
mg/kg/hari dalam 3
dosis terbagi
Jika tidak adanya
resisten (fully sensitive)
Kloramfenikol PO 10-14 hari
(tergantung tingkat
keparahan) Anak –
anak 1-12 tahun : 100
mg/kg/hari dalam 3
dosis terbagi ≥ 13
tahun : 3 gram/ hari
dalam 3 dosis terbagi
Jika tidak adanya
resisten (pilihan utama,
fully sensitive)
Tiamfenikol PO 5-6 hari 75
mg/kgBB/hari
Efek samping
hematologis pada
penggunaan tiamfenikol
lebih jarang daripada
kloramfenikol
Azitromisin PO 6 hari 20
mg/kg/hari
Azitromisin efektif dan
aman diberikan pada
anak-anak dan dewasa
yang menderita demam
tifoid tanpa komplikasi
Ceftriaxone IM/IV (3 menit) Infus
(30 menit) 10 – 14 hari
(tergantung tingkat
keparahan) Dewasa :
2-4 gram sehari sekali
Anak – anak: 75 mg/kg
sehari sekali
Salmonella typhi dengan
cepat berkembang
resisten terhadap
kuinolon (quinolone
resistant). Pada kasus ini
gunakan ceftriaxone
(Grouzard, Rigal & Sutton, 2016).
29
2. Terapi Non Farmakologis
Selain pemberian obat-obatan, penderita perlu istirahat total
serta terapi suportif. Yang diberikan antara lain cairan untuk
mengkoreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dan
antipiretik. Nutrisi yang adekuat melalui TPN dilanjutkan
dengan diet makanan yang lembut dan mudah dicerna secepat
mungkin (Nelwan RHH, 2014).
Tabel 4. Tatalaksana non farmakologi demam tifoid
Non Farmakologis Keterangan
Tirah baring Dilakukan sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih
sampai 14 hari
Diet lunak rendah serat Asupan serat maksimal 8 gram/hari,
menghindari susu, daging berserat
kasar, lemak, terlalu manis, asam,
berbumbu tajam serta diberikan
dalam porsi kecil.
Menjaga kebersihan Tangan harus dicuci sebelum
menangani makanan, selama
persiapan makan, dan setelah
menggunakan toilet.
(Sakinah & Indria, 2016)
2.1.3.7 Pencegahan
Untuk mencegah penularan bakteri Salmonella typhi maka
setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan
minuman yang dikonsumsi. Salmonella typhi di dalam air dan
makanan akan mati apabila dipanaskan pada suhu 57°C untuk
beberapa menit dengan proses iodinasi/klorinasi. Selain itu,
perlunya kebersihan perorangan terutama menyangkut
kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan
tersedianya air bersih sehari-hari (Soedarmo, Garna &
Hadinegoro, 2015).
30
Selain itu, dikembangkan pula vaksinasi terutama untuk para
pendatang dari negara maju ke daerah yang endemis demam
tifoid.
Vaksin-vaksin yang sudah ada yaitu:
a. Vaksin Vi Polysaccharide
Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun
dengan dinjeksikan secara subkutan atau intra-muskuler.
Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan direkomendasikan
untuk revaksinasi setiap 3 tahun. Vaksin ini memberikan
efikasi perlindungan sebesar 70-80%.
b. Vaksin Ty21a
Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut dan cair yang
diberikan pada anak usia 6 tahun ke atas. Vaksin diberikan 3
dosis yang masing-masing diselang 2 hari. Antibiotik
dihindari 7 hari sebelum dan sesudah vaksinasi. Vaksin ini
efektif selama 3 tahun dan memberikan efikasi perlindungan
67-82%.
c. Vaksin Vi-conjugate
Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di Vietnam dan
memberikan efikasi perlindungan 91,1% selama 27 bulan
setelah vaksinasi. Efikasi vaksin ini menetap selama 46 bulan
dengan efikasi perlindungan sebesar 89% (Nelwan RHH,
2012).
31
2.1.3.8 Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usia,
keadaan kesehatan sebelumnya dan komplikasi. Di negara maju
dengan terapi antibiotik yang adekuat angka mortalitas <1%. Di
negara berkembang, angka mortalitas >10% biasanya karena
keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan (Soedarmo,
Garna & Hadinegoro, 2015).
2.1.4 Makanan Jajanan
Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia untuk
mendapatkan nutrisi agar kesehatan tubuh manusia tetap terjaga, karena
mengandung senyawa-senyawa yang di perlukan oleh tubuh. Fungsi
makanan diantaranya untuk pertumbuhan, sebagai sumber energi dalam
tubuh, memelihara dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, serta
mengatur proses di dalam tubuh. Makanan jajanan yang dijual oleh
pedagang kaki lima atau dalam istilah lain disebut “street food”
menurut Food Assosiation Organisation (FAO) didefinisikan sebagai
makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh pedagang
kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang
langsung dimakan atau di konsumsi tanpa pengolahan atau persiapan
lebih lanjut (Saraswati, 2012).
Makanan jajanan yang mengandung zat berbahaya dan tercemar oleh
mikroba dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti alergi, diare,
keracunan, kanker, maupun tumor. Kasus keracunan di Indonesia tiap
32
tahun masih sering terjadi. Data keracunan pada tahun 2014 terdapat 35
insiden keracunan yang disebabkan oleh pangan jajanan, sedangkan
pada tahun 2015 terdapat 18 insiden keracunan yang disebabkan oleh
pangan jajanan (BPOM, 2015).
Jenis makanan jajanan digolongkan menjadi 4 (empat), yaitu :
1. Makanan utama (main dish), misal nasi rames, nasi uduk, nasi
rawon, dan sejenisnya.
2. Makanan pangan (snack), misal kue-kue, gorengan, dan sejenisnya.
3. Golongan minuman (drinks), misal es teler, es buah, es kelapa, dan
sejenisnya.
4. Buah-buahan segar, misal mangga, pisang, jambu, dan sejenisnya
(Yuliastuti, 2012).
Kebersihan makanan dan minuman penting karena berkaitan dengan
kesehatan tubuh. Apabila kebersihan makanan kurang maka dengan
mudahnya menimbulkan penyakit dari yang ringan sampai yang berat.
Makanan dan minuman penting untuk dijaga kebersihannya terutama
makanan dan minuman yang di konsumsi anak-anak karena pada anak
sistem imun tubuh masih rentan terhadap penyakit. Saat ini anak-anak
sekolah lebih sering jajan daripada membawa bekal dari rumah. Padahal
dapat diketahui penularan penyakit dapat melalui makanan yang di
sebabkan karena kontaminasi dari air, wadah makanan, kebersihan
tangan, bahan makanan, serta sanitasi lingkungan. Penyakit yang di
tularkan melalui makanan merupakan masalah kesehatan masyarakat
33
yang banyak dijumpai. Hal ini disebabkan karena pengolahan makanan
yang kurangnya kebersihan sehingga menyebabkan tercemarnya bakteri
pada makanan. Menurut BPOM RI, kandungan Salmonella sp. Yaitu
negatif per 25 mg makanan, apabila makanan tercemar mikroorganisme
maka akan menimbulkan penyakit (BPOM, 2015).
Penyakit bawaan makanan merupakan salah satu permasalahan
kesehatan masyarakat yang paling banyak dijumpai di zaman modern
ini. Penyakit tersebut menimbulkan banyak korban dalam kehidupan
manusia dan menyebabkan berbagai penyakit, khususnya di kalangan
bayi, anak, lansia dan mereka yang kekebalan tubuhnya terganggu
(WHO, 2016).
Melihat persentase tinggi dari kasus Salmonella sp. yang didominasi
oleh anak-anak, serta hubunganya dengan makanan dan minuman yang
merupakan media transmisi dari bakteri Salmonella sp., maka kasus
Salmonella sp. dapat dikaitkan dengan kualitas makanan dan minuman
yang dikonsumsi oleh anak-anak. Hasil pengawasan pangan jajanan
anak sekolah tahun 2005 yang dilakukan oleh 18 Balai Besar/BPOM,
dengan 861 sampel yang diuji di 19 provinsi tersebar di Indonesia,
hanya sejumlah 60,04% pangan jajanan anak sekolah yang memenuhi
syarat untuk dikonsumsi. Sejumlah 39,96% sampel tidak memenuhi
syarat untuk konsumsi. Dari sejumlah sampel yang tidak layak untuk
konsumsi terdapat kasus kontaminasi Salmonella sp., Melihat statistik
epidemiologi pencemaran makanan, BPOM melaporkan sejumlah
34
20,11% kejadian terjadi di lingkungan sekolah. Kejadian ini
menandakan bahwa anak anak usia sekolah berada dalam resiko
terjangkit penyakit yang disebabkan oleh Salmonella sp. (Murti, 2017).
Sumber terjadinya penyebaran penyakit (foodborne disease) akut dan
kronik antara lain diare, keracunan makanan, dan lain-lain dapat
disebabkan oleh makanan jajanan yang tidak aman untuk dikonsumsi.
Penyakit yang biasanya berkaitan dengan makanan dapat disebabkan
oleh karena tidak baiknya pengelolaan makanan yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan (fisik, biologi, dan kimia) dan faktor perilaku yaitu
kebersihan orang yang mengolah makanan, umumnya tidak memenuhi
syarat kesehatan, kebersihan lingkungan, ketersediaan sarana
penunjang, dan kondisi bahan baku (Depkes RI, 2004) dan SNI 2009
tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan.
Kontaminasi pada makanan ini bisa dipengaruhi oleh tempat atau
dimana makanan ini berasal, proses penyimpanan, proses pencucian,
dan proses penyajian sebagai makanan. Kontaminasi dapat terjadi jika
proses pengolahan makanan tidak dicuci atau dimasak dengan hati-hati.
Selain itu juga bisa tertelan melalui minuman yang terkontaminasi dan
pada anak-anak yang tidak mencuci tangan sebelum makan (Wardhana
et al., 2014).
Beberapa faktor yang menentukan keamanan makanan di antaranya
jenis makanan olahan, cara penanganan bahan makanan, cara penyajian,
waktu antara makanan matang dikonsumsi dan suhu penyimpanan baik
35
pada bahan makanan mentah maupun makanan matang dan perilaku
penjamah makanan itu sendiri (Ningsih, 2014). Terdapat 4 (empat) hal
penting yang menjadi prinsip kebersihaan dan sanitasi makanan
meliputi perilaku sehat dan bersih orang yang mengelola makanan,
sanitasi makanan, sanitasi peralatan dan sanitasi tempat pengolahan
(Wulandari, 2014).
Makanan yang dijual di pinggir jalan beresiko terpapar polusi udara,
debu dan alat masak ataupun sumber air, salah satunya adalah makanan
gorengan. Namun kenyataannya belum banyak yang mengetahui
keamanan gorengan tersebut untuk dikonsumsi. Salah satu aspek yang
dapat menyebabkan gorengan kurang aman bagi kesehatan jika
dikonsumsi adalah kadar cemaran di dalamnya seperti pencemaran
mikrobiologis, kimia dan fisik. Air yang digunakan dan posisi tempat
berjualan di tepi jalan raya memungkinkan terjadinya penyerapan
logam berat dari asap kendaraan bermotor (Nuryani & Rahmawati,
2018).
Makanan jajanan sekolah merupakan masalah yang perlu menjadi
perhatian masyarakat, khususnya orang tua, pendidik, dan pengelola
sekolah. Makanan dan jajanan sekolah sangat beresiko terhadap
cemaran biologis atau kimiawi yang banyak mengganggu kesehatan,
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Selama ini masih banyak
jajanan sekolah yang kurang terjamin kesehatannya dan berpotensi
menyebabkan keracunan. Dengan banyaknya makanan yang
36
mengandung bahan kimia berbahaya dipasaran, kantin-kantin sekolah di
sekitar sekolah merupakan agen penting yang bisa membuat siswa
mengkonsumsi makanan tidak sehat. Oleh karena itu, keamanan pangan
jajanan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang perlu
mendapatkan perhatian serius, konsisten dan disikapi bersama (Firyal et
al., 2015).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan jajanan meliputi
faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern mencakup pengetahuan
khususnya pengetahuan gizi, kecerdasan, persepsi, emosi dan motivasi
dari luar. Pengetahuan gizi adalah kepandaian memilih makanan yang
merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam memilih makanan
jajanan yang sehat. Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap
pemilihan makanan jajanan (Purtiantini, 2010).
Tabel 5. Batas maksimum mikroba pada makanan
No Jenis Mikroba Kisaran Batas Maksimum per g/ml
1 Escheria coli 0-10³
2 Staphylococcus aureus 0-5x10³
3 Clostridium perfringens 0-10²
4 Vibrio cholerae Negatif
5 Vibrio parahaemoliticus Negatif
6 Salmonella Negatif
7 Enterococci 10²-10³
8 Kapang 50- 104
9 Kamir 50
10 Coliform faecal 0-10²
(BSN, 2009).
37
2.1.5 Jenis Makanan Gorengan
Gorengan adalah produk makanan yang diolah dengan cara
menggoreng dalam minyak. Masyarakat Indonesia sebagian besar
menggunakan minyak goreng untuk mengolah makanan baik untuk lauk
maupun makanan kecil. Data persentase kebiasaan makan pada individu
menunjukkan kebiasaan makan gorengan 60%, masakan daging yang
digoreng 44,8%, masakan ikan yang digoreng 94,3%. Sebagian zat gizi
pada bahan makanan yang digoreng akan rusak selama penggorengan,
namun makanan yang digoreng memiliki rasa lebih gurih dan
mengandung kalori lebih banyak serta kandungan lemak yang lebih
banyak (Paramitha, 2012).
Makanan gorengan yang dijajakan di pinggir jalan sangat menjadi
primadona di Indonesia baik dikalangan masyarakat menengah ke atas
ataupun menengah ke bawah. Gorengan menjadi primadona
dikarenakan gorengan adalah makanan murah meriah dan memiliki cita
rasa yang nikmat serta cocok dengan selera masyarakat pada umumnya,
gorengan yang dimaksud bukan hanya gorengan tempe ataupun tahu
tetapi gorengan yang dimaksud adalah makanan yang dijajakan dengan
proses menggoreng seperti sosis, cireng, pisang ataupun lainya.
Gorengan sangatlah identik dengan minyak goreng. Minyak goreng
selain memberikan rasa gurih, tekstur makanan, dan juga menjadikan
tampilan makanan menjadi lebih menarik dan permukaan yang kering,
selain itu minyak goreng juga memberikan nilai kalori paling besar
diantara zat gizi lainya (Dewi & Hidajati, 2012).
38
Penurunan kualitas makanan diindikasikan melalui perubahan warna,
rasa, aroma bahkan pembusukan. Sebagian besar kerusakan makanan
disebabkan oleh penanganan yang kurang baik sehingga memberikan
peluang hidup bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroba perusak
yang berdampak pada menurunnya daya simpan dan nilai gizi
(Hafriyanti et.al., 2008) karena itu BSN (Badan Standarisasi Nasional )
menetapkan batas maksimum cemaran mikroba pada makanan.
Tabel 6. Syarat mutu makanan ringan SNI 3545:2015
Kriteria Uji Satuan Spesifikasi
1. Keadaan
a. Bau
b. Rasa
c. warna
Normal
Normal
Normal
2. Air % b/b Maks. 4
3. Kadar Lemak
a. Tanpa proses
penggorengan
b. Dengan proses
penggorengan
% b/b
Maks. 30
Maks. 38
4. Bahan tambahan makanan
a. Pemanis buatan
b. pewarna
Negatif
5. Silikat (Si) % b/b Maks. 0,1
6. Cemaran Logam
a. Timbal (Pb)
b. Tembaga (Cu)
c. Seng (Zn)
d. Raksa (Hg)
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
Maks. 1,0
Maks. 10
Maks. 40
Maks. 0,05
7. Cemaran Mikroba
a. Angka Lempeng Total
b. Kapang
c. Salmonella sp
koloni/g
koloni/g
Maks. 1,0 x 10 4
Maks. 50
Negatif
(BSN, 2015).
2.1.6 Anak Sekolah Dasar
Anak usia sekolah dimulai dari rentang usia 6-12 tahun. Anak pada
periode ini mulai memasuki dunia baru, mereka mulai banyak
berhubungan dengan orang lain diluar keluarganya, bergabung dengan
39
teman seusianya, mempelajari budaya masa kanak-kanak, dan
bergabung kedalam kelompok sebaya (Sawitri et al., 2014). Masa usia
sekolah dasar terbagi dalam dua kategori, yaitu siswa kelas rendah (1,2,
dan 3) dan siswa kelas tinggi (kelas 4,5, dan 6). Masa ini ditandai
dengan anak mulai memasuki bangku Sekolah Dasar, dan dimulai
sejarah baru dalam kehidupannya yang nanti akan mengubah sikap dan
tingkah lakunya, serta masa dimana anak akan memasuki dunia baru
yaitu masa pengenalan lingkungan sosial yang lebih luas (Sudarmawan,
2013).
Anak-anak usia sekolah dasar pada umumnya sudah dapat memilih dan
menentukan makanan apa yang disukai dan mana yang tidak. Anak-
anak mempunyai sifat yang berubah-ubah terhadap makanan. Seringkali
anak memilih makanan yang salah, terlebih jika orang tuanya tidak
memberikan petunjuk kepada anak. Selain itu, anak-anak lebih banyak
menghabiskan waktu diluar rumah, sehingga lebih mudah menjumpai
aneka bentuk dan jenis makanan jajanan, baik yang dijual di sekitar
sekolah, lingkungan bermain ataupun pemberian teman. Anak usia
sekolah dasar selalu ingin mencoba makanan yang baru dikenalnya
(Yuliastuti, 2012).
Pada usia anak sekolah, mereka cenderung kurang memperhatikan
kebersihan perseorangannya yang mungkin diakibatkan karena
ketidaktahuannya bahwa dengan jajan makanan sembarang dapat
menyebabkan tertular penyaki demam tifoid (Anggarani, 2012).
40
Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella typhi dan hanya didapatkan
pada manusia. Penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi (Welong, 2016).
2.1.7 Profil Sekolah Dasar Negeri Kota Bandar Lampung
Kota Bandar Lampung merupakan sebuah kota, sekaligus ibu kota
provinsi Lampung, Indonesia. Secara geografis, kota ini menjadi pintu
gerbang utama pulau Sumatera, tepatnya kurang lebih 165 km sebelah
barat laut Jakarta, memiliki andil penting dalam jalur transportasi darat
dan aktivitas pendistribusian logistik dari Jawa menuju Sumatera
maupun sebaliknya. Penduduk Bandar Lampung dapat dibagi menjadi
dua jurai yaitu jurai asli yang merupakan penduduk asli bersuku
Lampung dan jurai pendatang, yaitu penduduk dari provinsi lain yang
tinggal dan menetap di Lampung. Luas wilayah Kota Bandar Lampung
296,00 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 1.201.517 jiwa. Kota
Bandar Lampung terdiri dari 20 kecamatan dan teridiri dari 187
Sekolah Dasar Negeri (Kemendagri, 2011).
41
Tabel 7. Jumlah Sekolah Dasar Negeri di Kota Bandar Lampung
No Kecamatan Jumlah
1 Teluk betung barat 6
2 Teluk betung selatan 12
3 Panjang 10
4 Tanjung karang timur 10
5 Teluk betung utara 9
6 Tanjung karang pusat 8
7 Tanjung karang barat 15
8 Kedaton 11
9 Sukarame 6
10 Kemiling 13
11 Rajabasa 8
12 Tanjung senang 9
13 Sukabumi 11
14 Labuhan ratu 8
15 Way halim 10
16 Kedamaian 6
17 Enggal 6
18 Langkapura 8
19 Bumi waras 13
20 Teluk betung timur 3
Jumlah total 187
(Kemendigbud.go.id).
2.1.8 Profil Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung
Kecamatan Kedaton merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di
Bandar Lampung. Kecamatan Kedaton memiliki luas wilayah 1.088 Ha,
yang secara administratif berbatasan dengan :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Natar
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang
Pusat
3. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang
Lampung Selatan
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang Barat
42
Sebagian besar Kecamatan Kedaton adalah daerah daratan dan
diantaranya daerah bukit dan pegunungan. Secara administratif,
Kecamatan Kedaton dibagi menjadi tujuh kelurahan, yaitu Kelurahan
Sukamenanti, Kelurahan Sidodadi, Kelurahan Surabaya, Kelurahan
Kedaton, Kelurahan Penengahan, Kelurahan Penengahan Raya,
Kelurahan Sukamenanti Baru. Adapun di Kecamatan Kedaton terdiri
dari 11 Sekolah Dasar Negeri.
Tabel 8. Jumlah Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Kedaton
No Kelurahan Sekolah Dasar Negeri
1 Kedaton Sekolah Dasar Negeri 1
2 Penengahan Sekolah Dasar Negeri 1, 2, 3, 4, 5, 6
3 Sidodadi Sekolah Dasar Negeri 1
4 Sukamenanti Sekolah Dasar Negeri 1, 2
5 Surabaya Sekolah Dasar Negeri 1
43
2.2 Kerangka Teori
Keterangan :
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2. Kerangka Teori
Makanan Jajanan gorengan
Bahan makanan Proses pengolahan Cara penjualan
Tidak dicuci bersih Kurangnya
kebersihan
Tidak matang
Kontaminasi bakteri Salmonella typhi
Masuk ke dalam tubuh malalui faecal oral
Penetrasi di epitel usus
Pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri
Identifikasi bakteri Salmonella typhi
44
2.3 Kerangka Konsep
Variabel bebas Variabel terikat
Gambar 3. Kerangka Konsep
Makanan jajanan gorengan Identifikasi bakteri Salmonella
typhi
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini bersifat deskriptif. Metode
deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan
utama membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara
objektif (Notoatmodjo, 2012).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung pada bulan November-Desember 2018.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Objek populasi dalam penelitian ini adalah makanan jajanan gorengan yang
dijual di pinggir jalan depan Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kedaton Kota
Bandar Lampung. Adapun sampel penelitian yang diambil adalah makanan
jajanan gorengan yang telah didiamkan selama ±1 jam karena memungkinkan
adanya kontaminasi bakteri Salmonella typhi yang lebih besar. Berdasarkan
data Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung terdapat Sekolah Dasar Negeri
sebanyak 187. Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Kedaton yang
terdiri dari 11 Sekolah Dasar Negeri yaitu SDN 1 kedaton, SDN 1
46
Penengahan, SDN 2 Penengahan, SDN 3 Penengahan, SDN 4 Penengahan,
SDN 5 Penengahan, SDN 6 Penengahan, SDN 1 Sidodadi, SDN 1
Sukamenanti, SDN 2 Sukamenanti dan SDN 1 Surabaya. Teknik
pengambilan sampel dilakukan dengan metode “simple random sampling”
pada 11 Sekolah Dasar Negeri yang ada di Kecamatan Kedaton Kota Bandar
Lampung dengan pengambilan sampel makanan pada tiap penjual diambil
sebanyak 4 jenis makanan secara acak di setiap sekolah. jadi total sampel
makanan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 44
sampel makanan. Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel
dengan cara memilih langsung dari populasi dan besar peluang setiap anggota
populasi untuk menjadi sampel sangat besar karena setiap anggota populasi
dianggap homogen (Sugiyono, 2017).
3.4 Identifikasi Variabel
3.4.1 Variabel Bebas
Makanan jajanan gorengan di depan Sekolah Dasar Negeri Kecamatan
Kedaton Kota Bandar Lampung.
3.4.2 Variabel Terikat
Bakteri Salmonella typhi yang terdapat pada makanan jajanan gorengan
di depan Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kedaton Kota Bandar
Lampung.
47
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1 Kriteria Inklusi
1. Makanan jajanan gorengan yang dijual di depan Sekolah Dasar
Negeri Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung.
2. Makanan jajanan gorengan yang telah didiamkan selama beberapa
jam.
3. Makanan jajanan gorengan yang diletakkan di wadah tidak
berpenutup.
3.5.2 Kriteria Eksklusi
1. Makanan yang dibeli lebih dari 24 jam.
2. Makanan yang memiliki aroma tidak sedap dan basi.
3. Makanan yang tidak melalui proses penggorengan.
48
3.6 Alur Penelitian
Gambar 4. Alur Penelitian
Pembuatan proposal penelitian
Pengambilan sampel makanan gorengan
Tahap pengenceran sampel dengan NaCl 0,9%
Isolasi dan identifikasi sampel pada media Salmonella Shigella Agar (SSA)
Pewarnaan gram
Data II Data I
Uji Biokimia
Inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C
Studi pustaka
Penentuan tempat pengambilan sampel penelitian
Pengolahan data
Hasil penelitian
Publikasi
49
3.7 Cara Kerja Penelitian
3.7.1 Alat dan Bahan Penelitian
3.7.1.1 Alat penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : cawan petri,
tabung reaksi, rak tabung reaksi, ose, bunsen, timbangan
analitik, pipet, vortex, labu erlenmeyer, gelas beker, mikropipet,
inkubator, autoklaf, penangas air, spatula kaca, lemari steril,
korek api, kamera, spidol, label, plastik, aluminium foil dan tisu
(BSN, 2006).
3.7.1.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah makanan
jajanan gorengan yang telah didiamkan selama ±1 jam di depan
Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kedaton Kota Bandar
Lampung, larutan NaCl 0,9%, media Salmonella Shigella Agar,
larutan gentian violet, larutan safranin, alkohol 96%, larutan
lugol dan minyak immersi (BSN, 2006).
3.7.2 Tahap Persiapan
3.7.2.1 Persiapan Alat dan Bahan
Peneliti mempersiapkan alat dan bahan.
3.7.2.2 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang telah disiapkan disterilkan terlebih dahulu.
Alat berupa tabung reaksi, erlemeyer, gelas ukur, cawan petri,
spatula dan batang 24 pengaduk dibungkus dengan kertas dan
50
ditutup dengan aluminium foil. Selanjutnya disterilkan dengan
menggunakan oven pada suhu 160°C selama 2 jam. Sedangkan
alat-alat lainnya yang terbuat dari logam seperti ose disterilkan
pada pijaran api selama ±1 menit. Untuk sterilisasi medium yang
digunakan, dapat dilakukan sterilisasi dengan autoclave pada
suhu 121°C dengan tekanan sebesar 1,5 atm. Medium yang
disterilkan ditempatkan di dalam autoclave selama 15-20 menit
(Saraswati, 2012).
3.7.2.3 Pengambilan Sampel
Sampel makanan jajanan gorengan diambil secara aseptis
kemudian dimasukkan kedalam wadah steril. Sampel segera
dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dan ditimbang sebanyak 1 gram, setelah
itu sampel dihaluskan dengan mortil.
3.7.3 Tahap Pengujian
3.7.3.1 Pengenceran Sampel
Sampel diambil secara aseptis lalu dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditimbang sebanyak 1 gram sampel. Kemudian
ditambahkan pelarut NaCl 0,9% sebanyak 9 ml lalu di aduk
dengan batang pengaduk (spatula) sehingga menjadi
pengenceran 10-1, kemudian diambil 1 ml dari hasil pengenceran
10-1 dan kemudian ditambahkan lagi NaCl 0,9% sampai volume
mencapai 10 ml, sehingga menjadi pengenceran 10-2,
51
dilanjutkan dengan pengenceran 10-3 begitu seterusnya sampai
pengenceran yang diinginkan (Manullang et al., 2018).
3.7.3.2 Isolasi dan Identifikasi
Untuk mengenal karakteristik yang dimiliki oleh salah satu jenis
bakteri, dilakukan dengan cara mengisolasi bakteri pada
medium selektif. Prosedur kerjanya yaitu hasil yang diperoleh
pada tabung pengenceran sampel dengan NaCl 0,9% diambil
menggunakan ose kemudian diinokulasi dan dapat dilanjutkan
dengan penggoresan pada media Sallmonella Shigella Agar
yang telah disiapkan untuk menyeleksi koloni Salmonella,
selanjutnya inkubasikan pada suhu 37°C selama 24 jam dan
amati koloni pada media dengan ciri koloni tak berwarna
sampai merah muda, bening sampai buram dengan bintik hitam
di tengah (BSN, 2006).
3.7.3.3 Pewarnaan Gram
Kaca objek dilewatkan diatas api, kemudian kaca objek ditandai
dengan spidol untuk menandai tempat meletakkan koloni. Ambil
koloni dari media SSA dengan ose kemudian ratakan pada kaca
objek. Fiksasi preparat dengan melewatkan diatas api sebanyak
8-10 kali dan dinginkan preparat pada suhu ruangan. Untuk
pewarnaan Gram yang pertama dilakukan adalah preparat
diteteskan larutan gentian violet didiamkan selama 3 menit
kemudian dibilas dengan air yang mengalir, setelah itu teteskan
52
lugol dan didiamkan selama 1 menit kemudian dibilas dengan
air yang mengalir lalu teteskan alkohol 96% lalu dibilas dengan
air yang mengalir. Teteskan safranin diamkan selama 45-60
detik kemudian bilas dengan air yang mengalir. Setelah itu
keringkan dengan tisu. Lalu teteskan minyak immersi sebanyak
1 tetes dan lihat di mikroskop dengan perbesaran 100x. Hasil
yang didapatkan merupakan Salmonella sp. dengan sifat gram
negatif yang ditandai dengan warna merah dan berbentuk batang
(BSN, 2006).
3.7.3.4 Uji Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Uji ini bertujuan untuk mengetahui terjadinya fermentasi
glukosa, laktosa dan sukrosa, produksi gas dari glukosa dan
produksi hidrogen sulfida (H2S). Prosedur kerja yaitu bakteri uji
diinokulasikan ke dalam medium Triple Sugar Iron Agar
(TSIA) yaitu koloni yang diduga Salmonella sp. pada media
SSA diambil sebanyak 1-2 koloni kemudian di inokulasikan ke
TSIA dengan cara menusukan ke dasar agar lalu digoreskan ke
agar miring. Inkubasikan pada temperatur 35°C selama 24 jam ±
2 jam. Setelah itu amati koloni Salmonella sp. Berupa pada
dasar agar berwarna kuning, pada agar miring berwarna merah,
terdapat H2S berwarna hitam serta bisa terdapat gas ataupun
tidak. pada bagian tegaknya Salmonella akan memfermentasikan
glukosa, warna media berubah dari ungu menjadi kuning, dapat
membentuk gas H2S, warna media berubah dari ungu menjadi
53
hitam. Sedangkan pada bagian miring Salmonella sp. akan
memfermentasikan laktosa atau sukrosa, warna media menjadi
kuning (BSN, 2006).
3.7.3.5 Uji Sulfide Indole Motility (SIM)
Media SIM merupakan media semisolid yang direkomendasikan
untuk uji kualitatif pada bakteri gram negatif untuk melihat
produksi sulfid, pembentukan indole, dan pergerakan bakteri.
Media SIM digunakan untuk membedakan famili
Enterobactericeae yang menggunakan asam amino sebagai
sumber energi, asam amino triptofan merupakan komponen
asam amino yang terdapat pada protein sehingga asam amino ini
dengan mudah digunakan oleh mikroorganisme dan apabila
asam amino triptofan dihidrolisis oleh enzim triptofanase akan
menghasilkan indol, asam piruvat, dan ammonia. Hasil positif
pada uji indol akan terbentuk warna merah dengan penambahan
reagen kovach atau erlich yang mengandung p-
dimethylaminobenzaldehide yang menghasilkan senyawa para
amino benzaldehid yang tidak larut dalam air dan membentuk
warna merah pada permukaan medium (Mahon C, Lehman D,
Manuselis G, 2015).
54
3.7.3.6 Uji Citrate (Sitrat)
Uji sitrat digunakan untuk melihat kemampuan mikroorganisme
menggunakan sitrat sebagai sumber karbon dan energi, uji sitrat
menggunakan media SCA (Simmon Citrate Agar) yang
merupakan medium sintetik dengan Na sitrat sebagai satu-
satunya sumber karbon. Apabila mikroba menggunakan sitrat
maka asam akan dihilangkan dari medium sehingga
menyebabkan peningkatan pH dan mengubah warna medium
dari hijau menjadi biru (Mahon C, Lehman D, Manuselis G,
2015).
3.7.3.7 Uji Gula-gula
Uji gula-gula terdiri dari uji glukosa, laktosa, maltosa, sukrosa
dan manitol. Bakteri yang telah tumbuh pada media SSA
kemudian diinokulasi pada media uji gula-gula. Uji ini
digunakan untuk mengetahui apakah kuman memfermentasi
masing-masing gula diatas membentuk asam. Media gula-gula
ini terpisah dalam 5 tabung yang berbeda dan media yang
digunakan adalah masing-masing gula dengan konsentrasi 1%
dalam pepton. Masing-masing gula gula ditambahkan indikator
phenol red. Interpretasi hasil negatif tidak terjadi perubahan
warna media dari merah menjadi kuning, artinya kuman tidak
memfermentasi gula dan hasil positif terjadi perubahan warna
media dari merah menjadi kuning. Artinya kuman
memfermentasi gula membentuk ditandai dengan tinta pada
55
tutup kapas yang berbeda-beda. Didalam media gula asam,
positif gas terjadi perubahan warna media dari merah/biru
menjadi kuning. Artinya kuman memfermentasi gula
membentuk asam dan gas. Gas yang diperhitungan minimal
10% dari tinggi tabung durham (Mahon C, Lehman D,
Manuselis G, 2015).
3.8 Definisi Operasional
Tabel 9. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Salmonella
sp.
Bakteri fakultatif
yang mempunyai
sifat gram negatif
dengan bentuk
batang serta bakteri
patogen dalam
tubuh manusia
1. Uji
Salmonella
Shigella Agar
2. Pewarnaan
gram
3. Uji
Biokimia
1.hasil positif bila
ditemukan bakteri
Salmonella typhi
2. hasil negatif bila
tidak ditemukan
bakteri Salmonella
typhi
kategorik
Makanan
jajanan
gorengan
Makanan yang
digoreng dan dijual
di pinggir jalan oleh
penjual makanan di
depan Sekolah
Dasar Negeri
Kecamatan Kedaton
Kota Bandar
Lampung
Timbangan
analitik
Sampel makanan
sebanyak 1 gram.
Nominal
3.9 Analisis Data
Analisis data dengan menggunakan analisis univariat yang digunakan untuk
menjelaskan dan mendeskripsikan karakteristik variabel penelitian yang akan
disajikan dalam bentuk tabel.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Terdapat bakteri Salmonella typhi sebanyak 17 sampel (39%) dari 44 sampel
yang diteliti pada makanan jajanan gorengan yang dijual di depan Sekolah
Dasar Negeri Kecamatan Kedaton Bandar Lampung.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan pada penelitian ini, penulis memberikan beberapa
saran untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1. Diperlukan identifikasi bakteri jenis lainnya yang terkandung dalam
makanan jajanan gorengan di Depan Sekolah Dasar Kecamatan Kedaton
Kota Bandar Lampung.
2. Sebaiknya dilakukan penilaian terhadap hygienitas penjual, kebersihan
lingkungan, proses pengolahan, penyimpanan dan penyajian makanan
sehingga dapat diketahui faktor penyebab terbanyak kontaminasi bakteri
pada makanan.
3. Sebaiknya temuan ini ditindaklanjuti oleh BPOM dan puskesmas provinsi
Bandar Lampung untuk dilakukan edukasi kesehatan mengenai hygienitas
untuk mengurangi angka kejadian demam tifoid di Bandar Lampung.
DAFTAR PUSTAKA
Adelberg, Jawetz & Melnick. 2017. Mikrobiologi kedokteran jawetz, Melnick, &
Adelberg, Ed.23, Translation of Jawetz, Melnick, and Adelberg’s Medical
Microbiology, 23thEd. Alih bahasa oleh Hartanto H, et. al. Jakarta: EGC.
Amiruddin RR, Darniati, Ismail. 2017. Isolasi dan identifikasi Salmonella sp.
pada ayam bakar di rumah makan Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda
Aceh. Jurnal Universitas Syiah Kuala. 1(3): 265-274.
Anggraini H. 2012. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
demam tifoid pada anak yang dirawat di RSUD Dr. H. Soemarno
Sosroatmodjo Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah pada Tahun
2012.Universitas Islam Indonesia [Skripsi].
Arlita Y, Rares FES, Soeliongan S. 2014. Identifikasi bakteri Escheria coli dan
Salmonella sp. pada makanan jajanan bakso tusuk di Kota Manado. Jurnal
Universitas Sam Ratulangi Manado. Vol 2(1).
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2013. Peraturan kepala badan
pengawasan obat dan makanan Republik Indonesia Nomor
HK.00.06.1.52.4011 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba
dan kimia dalam makanan. Jakarta : BPOM RI.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2015.Pedoman cara ritel pangan yang
baik di Pasar Tradisional. Jakarta : BPOM RI.
Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01-2332.2-2006. Cara uji mikrobiologi-
bagian 2. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 7388-2009. Batas maksimum cemaran
mikroba dalam pangan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Badan Standarisasi Nasional. 2015. SNI 3545:2015. Syarat Mutu Makanan Ringan.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Carrol KC & Hobden. 2016. Bacteriology. United States: McGraw-Hill
Education.
Centers for Disease Control and Prevention. 2018. Typhoid fever. National Center
for Emerging and Zoonotic Infectious Diseases.
66
Crump JA, Sjolund-Karlsson M, Gordon MA, and Parry CM. 2015.
Epidemiology, clinical presentation, laboratory diagnosis, antimicrobial
resistance, and antimicrobial management of invasive Salmonella
infections. Clin. Microbiol. 28:901–937.
Darmawati S. 2009. Keanekaragaman genetik Salmonella typhi. Jurnal Kesehatan
FIKKES UNIMUS.
Departemen Pertanian RI. 2007. Foodborne disease. Jakarta: Departemen
Pertanian RI.
Depkes RI. 2013. Sistematika pedoman pengendalian penyakit demam tifoid.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit & Penyehatan
Lingkungan.
Dewi & Hidajati. 2012. Peningkatan mutu minyak goreng curah menggunakan
adsorben bentonit teraktivasi. UNESA Journal of Chemistry. 1:47-53.
Firyal Y, Maghdalena A, Saputra MH. 2015. Hubungan pengetahuan dan perilaku
anak dengan kebiasaan jajan di SDN Banjarbaru Kota 1 (GS) Tahun 2014.
Jurkessia. Vol 5(3).
Grouzard V, Rigal J & Sutton M. 2016. Clinical guidlines diagnosis and treatment
manual. Paris: Medecins Sans Frontieres.
Hafriyanti, Hidayati, Elfawati. 2008. Kualitas daging sapi dengan kemasan plastik
PE (Poluethilen) dan plastik PP (Polypropilen) di Pasar Arengka Pekan
Baru. Jurnal Peternakan. Vol 5(1).
John J, Van ACJ, and Grassly NC. 2016. The burden of typhoid and paratyphoid
in India: systematic review and meta-analysis. PLOS Negl. Trop. Dis.
10:e0004616.
Kathleen. 2012. Foundation in microbiology. New York: Mc Graw Hill.
Mahon C, Lehman D, Manuselis G. 2015. Texbook of diagnostic microbiologi 4th
ed. USA: Saunders Elsevier. 420-853P
Manullang BS, Soleha TU & Ramadhian MR. 2018. Identifikasi cemaran
Enterobacteriaceae pada nugget ayam curah dan nugget ayam kemasan di
Bandar Lampung. Jurnal Kedokteran Unila. 7(2): 71-79.
Marleni M, Iriani Y, Tjuandra W & Theodorus. 2014. Ketepatan uji tubex dalam
mendiagnosis demam tifoid anak pada demam hari ke-4. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan. 1(1): 7-11.
Mirawati M, Lestari E, Djajaningrat H. 2014. Identifikasi salmonella pada jajanan
yang dijual dikantin dan luar kantin sekolah dasar. Jurnal lmu dan
teknologi kesehatan. 1(2): 141-147.
67
Murti NIK. 2017. Prevalensi Salmonella sp. pada cilok di Sekolah Dasar di
Denpasar. E-jurnal medika. 6(5): 36-41.
Mustofa S dan Kurniawaty E. 2013. Manajemen gangguan saluran cerna. Bandar
Lampung : Aura Printing & Publishing.
Nelwan RHH, 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Interna Publishing.
Ningsih R. 2014. Penyuluhan hygiene sanitasi makanan dan minuman, serta
kualitas makanan yang dijajakan pedagang di lingkungan SDN Samarinda.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. 10(1): 64-72.
Notoatmodjo. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nuryani N dan Rahmawati. 2018. Kebiasaan jajan berhubungan dengan status gizi
siswa anak sekolah Di Kabupaten Gorontalo. Jurnal Gizi Indonesia. 6(2):
114-122.
Paramitha. 2012. Studi kualitas minyak makanan gorengan pada penggunaan
minyak goreng berulang. Universitas Hasanuddin [Skripsi].
Pui et. al. 2011. Salmonella: A foodborne pathogen. International food research
journal.
Purtiantini. 2010. Hubungan pengetahuan dan sikap mengenai pemilihan makanan
jajanan dengan perilaku anak memilih makanan di SDIT Muhammadiyah
Al Kautsar Gumpang Kartasura. Universitas Muhammadiyah Surakarta
[Skripsi].
Putri TP. 2016. Hubungan usia, status gizi dan riwayat demam tifoid dengan
kejadian demam tifoid pada anak di RSUD Tugurejo Semarang.
Universitas Muhammadiyah Semarang [Skripsi].
Realita RD dan Kristiastuti D. 2014. Penganekaragaman olahan kue gorengan
berbasis adonan cireng. Journal UNESA. 3(3): 68-75.
Sakinah & Indria. 2016. Tatalaksana demam tifoid tanpa komplikasi pada wanita
hamil trimester pertama: Peran intervensi dokter keluarga. Jurnal Medula
Unil. Vol 5(2).
Sanderson KE, Shu-Lin L, Le Tang, Randal NJ. 2015. Salmonella typhi and
Salmonella paratyphi A. Molecular Medical Microbiology. Chapter 71.
Saraswati, 2012. Uji bakteri Salmonella sp pada telur bebek, telur puyuh dan telur
ayam kampung yang di perdagangkan di Pasar Liluwo Kota Gorontalo.
Laporan penelitian. Universitas Negeri Gorontalo.
Sawitri NW, Sulisnadewi, Sumarni M. 2014. Pengaruh orientasi alkes terhadap
adaptasi anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi pertama di ruang
anak RSUP Sanglah. Universitas Udayana.
68
Scallan E, Hoekstra RM, Angulo FJ, Tauxe RV, Widdowso MA, Roy SL. 2012.
Pathogens causing US foodborne illnesses, Hospitalizations, and Deaths
2000-2008. United States.
Septiawan I, Herawati S & Yasa. 2013. Pemeriksaan immunoglobulin M anti
Salmonella dalam diagnosis demam tifoid. E-Jurnal Medika Udayana.
3(1): 22-37.
Soedarmo SSP, Garna H & Hadinegoro SR. 2015. Buku ajar ilmu kesehatan anak
: infeksi dan penyakit tropis. Jakarta : IDAI.
Sucipta A. 2015. Baku emas pemeriksaan laboratorium demam tifoid pada anak.
Jurnal Skala Husada. 12:22-26.
Sudarmawan. 2013. Hubungan antara pengetahuan dan sikap mengenai pemilihan
jajan dengan perilaku anak memilih jajanan di SDN Sambikerep. Artikel
Penelitian. UNESA.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2014. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
Sugiyono. 2017. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Susantiningsih T, Kurniawaty E, Mustofa S. 2017. Penyuluhan kesehatan tentang
bahaya penyakit diare kepada ibu-ibu majelis taklim Al Muttaqien di
Kecamatan Kalianda Kabupaten Lampung Selatan. JPM Ruwa Jurai. 3(1):
34.
Wardhana KP, Kurniawan B, Mustofa S. 2014. Identifikasi telur Soil Transmitted
Helminths pada lalapan kubis (Brassica oleracea) di warung-warung
makan Universitas Lampung. Jurnal Kedokteran Universitas Lampung.
Vol 3(3).
Welong, Seftian. 2016. Analisis faktor resiko kejadian demam tfoid pada pasien
rawat inap di rumah sakit advent manado tahun 2016. Universitas Sam
Ratulangi [Skripsi].
World Health Organization. 2016. Call for nomination of experts to serve on the
Strategic Advisory Group of Experts on immunization (SAGE) Working
Group on Typhoid Vaccines. Immunization Vaccines and Bioligicals:
WHO.
Wulandari B. 2014. Hubungan antara praktik higiene dengan keberadaan bakteri
pada ikan asap di sentra pengasapan ikan Bandarharjo Kota Semarang
tahun 2013. Unnes Journal Public Health. Vol 3(2).
Yuliastuti R. 2012. Analisis karakteristik siswa, karakteristik orang tua, dan
perilaku konsumsi jajanan pada siswa-siswi SDN Rambutan 04 pagi
Jakarta Timur tahun 2011. Universitas Indonesia [Skripsi].
69
Yunus R, Mongan R, Rosnani. 2017. Cemaran bakteri gram negatif pada jajanan
siomay di Kota Kendari. Medical Laboratory Technology Journal. 3(1):
87-92.
Yuswananda NF. 2015. Mengidentifikasi bakteri Salmonella sp. Pada jajanan di
masjid fatullah ciputat tahun 2015. Jakarta : Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah [Skripsi].
Zhou and Pollard. 2010. A fast and highly sensitive blood culture PCR method for
clinical detection of Salmonella enterica serovar typhi. Annals of Clinical
Microbiology and antimikrobials. Vol 9(14).
Zulkoni A. 2010. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika.