5
Identifikasi Ketimpangan Wilayah di Metropolitan Bandung Raya Pritha Aprianoor I dan Mohammad Muktiali 2 1 : Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro, 2 : Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro Pendahuluan: Metropolitan terdiri dari beberapa kota/kabupaten yang masih terdampak atau berpengaruh terhadap perkembangan suatu pusat. Pengertian metropolitan sendiri menurut Ditjen Penataan Ruang adalah satu kawasan dengan konsentrasi penduduk yang besar, dengan kesatuan ekonomi dan sosial yang terpadu dan mencirikan aktivitas kota. Manfaat konsep metropolitan antara lain adalah untuk memacu pertumbuhan-pertumbuhan daerah-daerah hinterland dari pusat pertumbuhan itu sendiri agar tidak terjadi ketimpangan antar daerah. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wheeler (2004) di Metropolitan Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa pertumbuhan mengurangi ketimpangan. Namun penemuan ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Danielson dan Wolpert (1992) di New Jersey bagian utara dan Sugie Lee, dkk (2012) di New Jersey. Mereka menyimpulkan bahwa pertumbuhan pendapatan regional menimbulkan ketimpangan ekonomi antar kota itu sendiri. Provinsi Jawa Barat memiliki 3 pusat pertumbuhan atau 3 metropolitan yaitu Bodebek Karpur, Bandung Raya dan Cirebon Raya. Tujuan dari dibentuknya kawasan-kawasan metropolitan

Identifikasi Ketimpangan Wilayah di Metropolitan Bandung Raya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

resume proposal penelitian

Citation preview

Identifikasi Ketimpangan Wilayah di Metropolitan Bandung Raya

Pritha AprianoorI dan Mohammad Muktiali 2 1: Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro, 2: Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro

Pendahuluan: Metropolitan terdiri dari beberapa kota/kabupaten yang masih terdampak atau berpengaruh terhadap perkembangan suatu pusat. Pengertian metropolitan sendiri menurut Ditjen Penataan Ruang adalah satu kawasan dengan konsentrasi penduduk yang besar, dengan kesatuan ekonomi dan sosial yang terpadu dan mencirikan aktivitas kota. Manfaat konsep metropolitan antara lain adalah untuk memacu pertumbuhan-pertumbuhan daerah-daerah hinterland dari pusat pertumbuhan itu sendiri agar tidak terjadi ketimpangan antar daerah. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wheeler (2004) di Metropolitan Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa pertumbuhan mengurangi ketimpangan. Namun penemuan ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Danielson dan Wolpert (1992) di New Jersey bagian utara dan Sugie Lee, dkk (2012) di New Jersey. Mereka menyimpulkan bahwa pertumbuhan pendapatan regional menimbulkan ketimpangan ekonomi antar kota itu sendiri.Provinsi Jawa Barat memiliki 3 pusat pertumbuhan atau 3 metropolitan yaitu Bodebek Karpur, Bandung Raya dan Cirebon Raya. Tujuan dari dibentuknya kawasan-kawasan metropolitan ini adalah untuk menghela percepatan pembangunan ekonomi, kesejahteraan, modernisasi dan keberlanjutan bagi seluruh Jawa Barat (http://metropolitan.jabarprov.go.id/. 2014). Namun, pertumbuhan ini belum tentu membawa kesejahteraan bagi seluruh wilayah tanpa adanya ketimpangan. Perbedaan hasil-hasil penelitian diatas membuat penelitian terhadap ketimpangan di Metropolitan Bandung Raya menjadi menarik. Penelitian diperlukan untuk mengidentifikasi ketimpangan ekonomi di Metropolitan Bandung Raya serta untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kondisi ketimpangan di Metropolitan Bandung Raya melalui pertanyaan penelitian atau research question (RQ) sebagai berikut:Apakah terjadi kesenjangan atau ketimpangan wilayah di Metropolitan Bandung Raya dan Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ketimpangan tersebut?Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terjadi ketimpangan wilayah di kawasan metropolitan Jawa Barat yaitu Bandung Raya dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketimpangan tersebut. Keluaran yang diharapkan adalah kondisi ketimpangan di Metropolitan Bandung Raya serta performa setiap kota yang ditinjau berdasarkan beberapa indikator.

Kata Kunci (Keywords): Metropolitan, Ketimpangan, Indeks Williamson, Indeks Theil, Faktor-faktor penyebab ketimpangan, Metropolitan Bandung Raya

Tijauan Pustaka:Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atauu lebih manusiawi, dan pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada (Rustiadi, dkk. 2011). Sedangkan wilayah dapat diartikan sebagai suatu permukaan (daratan atau perairan) yang memiliki batas-batasnya yang telah ditetapkan, dimana didalamnya terdapat interaksi antara berbagai sumberdaya seperti: alam, manusia, teknologi, modal, kelembagaan dan lain-lain (Adisasmita, 2014). Menurut Adisasmita (2014) dalam bukunya yang berjudul Pertumbuhan Wilayah dan Wilayah Pertumbuhan, pendekatan pembangunan regional (wilayah) pemahamannya masih belum menyatu secara luas. Namun, menurut pengertian-pengertian diatas, pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai proses perbaikan yang berkesinambungan yang terjadi didalam suatu permukaan yang dapat berupa daratan dan atau perairan yang memanfaatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada didalamnya. Oleh karena itu, ciri penting pembangunan wilayah menurut Rustiadi, dkk (2011) adalah pembangunan berimbang (balanced development). Pembangunan wilayah yang berimbang ini tidak mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah (equally developed), juga tidak menunut pencapaian tingkat industrialisasi wilayah/ daerah yang seragam (Murty dalam Rustiadi, dkk. 2011).Tidak adanya pemerataan dalam proses pembangunan akan mengakibatkan kesenjangan atau ketimpangan antar daerah. Ketimpangan antar daerah dapat menimbulkan kecemburuan sosial, kerawanan disintegrasi wilayah, dan disparitas ekonomi yang semakin tajam (Adisasmita, 2014). Menurut Adisasmita (2014) daerah-daerah yang mengalami keterbelakangan atau tertinggal mempunyai ketergantungan yang kuat dengan daerah luar, pada awalnya daerah-daerah ini melakukan kegiatan atau interaksi untuk menghilangkan keterbelakangan dan mengurangi ketergantungan, namun ternyata mengalami hambatan di bidang sosial seperti: sikap, perilaku dan pandangan hidup, kelembagaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.Kawasan metropolitan menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa. Pengertian ini selaras dengan yang dikemukakan oleh Hans Blumenfield dalam (Angotti, 1995) yaitu permukiman yang populasi dan wilayahnya lebih besar dari sebelumnya, sebuah kota dengan populasi lebih dari 500.000 atau dalam beberapa kasus lebih dari 1 juta penduduk. Metropolitan ini terdiri dari pusat kota (kawasan perkotaan inti) dan daerah pinggirannya (kawasan perkotaan di sekitarnya).

Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Data-data yang digunakan berupa data sekunder yang didapatkan dengan teknik survey instansi dan telaah dokumen. Teknik analisis data yang digunakan adalah indeks Williamson, indeks theil dan tipologi wilayah.

Subjek penelitian, objek penelitian, unit analisis, sumber data : Subjek dalam penelitian ini adalah Metropolitan Bandung Raya, sedangkan objeknya adalah kondisi ketimpangan wilayah Metropolitan Bandung Raya dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Unit analisis yang digunakan adalah kota/kabupaten yang berada dalam lingkup Metropolitan Bandung Raya. Data didapatkan dari Badan Statistik Pusat Provinsi Jawa Barat serta dari instansi-instansi terkait lainnya.