Upload
others
View
17
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
IDENTIFIKASI KOMPOSISI DAN BERAT SAMPAH LAUT DI EKOSISTEM PESISIR PULAU KARIMUNJAWA DAN MENJANGAN KECIL PADA MUSIM
PERALIHAN 1 DI WILAYAH KEPULAUAN KARIMUNJAWA
SKRIPSI
Oleh: ERBA RAFSANJANI FAJRIN
NIM.155080601111020
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2019
IDENTIFIKASI KOMPOSISI DAN BERAT SAMPAH LAUT DI EKOSISTEM PESISIR PULAU KARIMUNJAWA DAN MENJANGAN KECIL PADA MUSIM
PERALIHAN 1 DI WILAYAH KEPULAUAN KARIMUNJAWA
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Kelautan di Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang
Oleh: ERBA RAFSANJANI FAJRIN
NIM.155080601111020
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2019
i
IDENTITAS PENGUJI
Judul : Identifikasi Komposisi Dan Berat Sampah Laut di Ekosistem
Pesisir Pulau Karimunjawa Dan Menjangan Kecil Pada Musim
Peralihan 1 di Wilayah Kepulauan Karimunjawa
Nama Mahasiswa : Erba Rafsanjani Fajrin
NIM :155080601111020
Program Studi : Ilmu Kelautan
PENGUJI PEMBIMBING
Pembimbing 1 : Dr. Ir. Guntur, MS
Pembimbing 2 : Dr. Devi Dwiyanti Suryono, M.Si
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING
Penguji 1 : M. Arif Zainul Fuad, S.Kel., M.Sc
Penguji 2 : Nurin Hidayati, ST., M.Sc
Tanggal Ujian : 25 September 2019
ii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini penulis menyatakan bahwa laporan skripsi yang berjudul
“Identifikasi Komposisi Dan Berat Sampah Laut di Ekosistem Pesisir Pulau
Karimunjawa Dan Menjangan Kecil Pada Musim Peralihan 1 di Wilayah Kepulauan
Karimunjawa” adalah benar merupakan hasil tulisan dan hasil karya saya sendiri.
Adapun data dan informasi yang diperoleh berasal dari beberapa sumber tertulis
dan sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah dituliskan atau dipublikasikan oleh orang lain kecuali yang tertulis di dalam
laporan ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa laporan skripsi
ini merupakan hasil penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi
atas perbuatan tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, 25 September 2019
Penulis
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam proses penulisan laporan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Allah SWT yang selalu memberikan bantuan dalam keadaan suka
maupun duka.
2. Kedua orangtua serta adik-adik saya yang senantiasa mendoakan dan
mendukung dalam penyelesaian laporan.
3. Bapak Dr. Ir. Guntur, MS. selaku dosen pembimbing yang senantiasa
membimbing dan mendukung atas penulisan laporan.
4. Ibu Dr. Devi Dwiyanti Suryono, M.Si selaku pembimbing di Pusat Riset
Kelautan yang selalu mengajarkan dan memberi masukan dalam
penulisan laporan.
5. Tim riset Pusat Riset Kelautan yang telah memberikan masukan dan
arahan dalam pengambilan data di lapang.
6. Malahayati Hazimah selaku teman hidup yang telah mendukung baik
dari materil maupun non-materil dalam proses penelitian hingga
selesai.
7. Teman-teman sepermainan Arfan, Dilon, Lintang, Andi yang selalu
mendukung dalam proses penelitian hingga selesai.
8. Rekan-rekan seperjuangan praktik kerja magang di KKP Gusti, Widha
yang senantiasa memberi dukungan selama proses penelitian hingga
selesai.
iv
9. Teman-teman kontrakan Perdana, Irgi, Octo, Wisnu yang selalu
memberikan masukan dan semangat selama proses penulisan
laporan.
10. Teman-teman Ilmu Kelautan 2015 Universitas Brawijaya yang selalu
memberi dukungan luar biasa untuk penulisan laporan.
11. Senior dan junior Ilmu Kelautan yang selalu memberikan dukungan
dalam penulisan laporan.
Semua pihak yang belum disebut yang telah berjasa dan mendukung dalam
penulisan laporan.
v
RINGKASAN
Erba Rafsanjani Fajrin. Identifikasi Komposisi Dan Berat Sampah Laut di
Ekosistem Pesisir Pulau Karimunjawa Dan Menjangan Kecil Pada Musim Peralihan 1 di Kepulauan Karimunjawa. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Guntur, MS dan Dr. Devi Dwiyanti Suryono, M.Si
Wilayah pesisir, sesuai dengan karakteristiknya memiliki 3 ekosistem. Ekosistem pesisir terdiri atas beberapa ekosistem, yang pada umumnya terdapat 3 ekosistem yaitu: ekosistem padang lamun, ekosistem terumbu karang dan ekosistem mangrove. Wilayah pesisir memiliki pengaruh penting terhadap perekonomian suatu daerah, antara lain sebagai kawasan perikanan, pariwisata bahari serta sebagai pendukung sarana transportasi. Aktivitas di wilayah pesisir dapat berimplikasi negatif seperti bertambahnya jumlah volume sampah di wilayah pesisir. Ditambah lagi dengan sampah bawaan yang berasal dari aktivitas laut. Sampah yang diterima merupakan sampah yang terbawa oleh arus maupun gelombang air laut secara terus menerus. Sampah tersebut dikenal dengan sebutan sampah laut.
Penelitian ini membahas mengenai sampah laut yang dilakukan pada daerah pesisir dan pulau kecil di Kepulauan Karimunjawa yang terbagi menjadi 4 lokasi yaitu Menjangan Kecil, Pantai Lumbung, Mrican, dan Legon Nipah, yang dilaksanakan pada 16-21 Maret 2019. Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi komposisi dan mengetahui berat beserta kepadatan dari tiap jenis sampah yang ditemukan pada ekosistem pesisir lamun dan mangrove di kawasan pesisir Karimunjawa, Jawa Tengah. Pengumpulan sampah laut dilakukan dalam sebuah transek yang dibuat secara tegak lurus dari garis pantai pada saat surut lalu dibagi menjadi 3 transek dengan ukuran 100 x 50 meter dengan pembagian 50 meter ke arah laut, 50 meter ke arah darat untuk ekosistem lamun. Kemudian untuk ekosistem mangrove dengan ukuran 50 x 100 meter (50 meter dari mangrove terluar ke arah dalam dengan garis tegak lurus) yang dimana transek dibagi menjadi 5 bagian dengan interval jarak 25 meter pada setiap line transect.
Selanjutnya semua sampah laut diambil, dibersihkan, dikumpulkan serta disortir menurut ukuran dan jenis sampah pada setiap lokasi yang telah ditentukan. Kemudian dilakukan analisis berdasarkan jumlah, jenis, berat dan kepadatan sampah laut tersebut. Pada penelitian ini juga menggunakan data sekunder untuk mendapatkan data angin dan menggunakan data dari studi literatur untuk mendapatkan data arus sebagai data pendukung dalam faktor penyebaran sampah laut. Selain itu dilakukan pengamatan vegetasi dilakukan guna melihat implikasi sampah laut terhadap tumbuhan pantai seperti lamun dan mangrove.
Berdasarkan dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa Pantai Lumbung merupakan daerah yang paling banyak ditemukannya sampah laut dengan total berat dari hasil akumulasi pada ekosistem lamun dan mangrove sebesar 22,1 kg dan kepadatan sampah anorganik menurut berat pada ekosistem lamun adalah 2,1 g/m2 dan pada ekosistem mangrove adalah 1,8 g/m2, sedangkan kepadatan sampah organik dari masing-masing ekosistem adalah sebesar 0,3 g/m2. Jenis sampah plastik merupakan sampah yang paling dominan didapatkan dari semua lokasi penelitian dengan total sebanyak (483 buah) Pantai Lumbung, (158 buah) Menjangan Kecil, (76 buah) Mrican, (150 buah) Legon Nipah. Berdasarkan jenis ukuran sampah yang paling banyak ditemukan pada semua lokasi penelitian di ekosistem lamun dan mangrove adalah ukuran macro-debris (2,5 cm-1 m). Kata Kunci: Sampah Laut, Plastik, Macro-Debris
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang tak terhingga untuk penulis dalam penyusunan laporan skripsi
ini hingga dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa juga penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Guntur, MS selaku dosen pembimbing
skripsi dan Ibu Dr. Devi Dwiyanti Suryono, M.Si selaku pembimbing dari Instansi
PUSRISKEL KKP yang telah membimbing hingga laporan skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada orangtua,
keluarga, kerabat dan teman–teman terdekat dari penulis atas semua doa,
dukungan, serta semangat yang diberikan.
Laporan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana
Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya. Judul
yang diambil ialah “Identifikasi Komposisi dan Berat Sampah Laut di Ekosistem
Pesisir Pulau Karimunjawa dan Menjangan Kecil Pada Musim Peralihan 1 di
Wilayah Kepulauan Karimunjawa”.
Penulis berharap bahwa apa yang telah dirancang penulis atas laporan
skirpsi ini dapat berjalan dengan lancar dan bermanfaat serta bisa dipertanggung
jawabkan. Penulis mengucapkan permintaan maaf atas kesalahan maupun
kekurangan dalam pembuatan laporan skripsi ini. Akhir kata, penulis
mengucapkan terima kasih.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
IDENTITAS PENGUJI........................................................................................... i
PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................................................... ii
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................... iii
RINGKASAN ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi
DAFTAR ISI ........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
DAFTAR ISTILAH ...............................................................................................xii
1. PENDAHULUAN........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................... 5
1.4 Manfaat ................................................................................................. 5
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6
2.1 Sampah Laut ......................................................................................... 6
2.2 Sumber Sampah Laut ............................................................................ 7
2.3 Jenis Sampah Laut ................................................................................ 8
2.4 Dampak Sampah Laut ......................................................................... 11
2.5 Pengertian dan Sebaran Komunitas Lamun......................................... 13
2.6 Pengertian dan Sebaran Komunitas Mangrove .................................... 14
2.7 Parameter Oseanografi........................................................................ 15
3. METODOLOGI ........................................................................................... 17
3.1 Lokasi & Waktu Penelitian ................................................................... 17
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 18
3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................. 21
3.3.1 Tahap Persiapan .......................................................................... 22
3.3.2 Metode Pengambilan Data ........................................................... 22
3.3.4 Preparasi dan Sortasi Sampah ..................................................... 24
3.3.5 Pengamatan Visual Pantai dan Substrat....................................... 25
viii
3.3.6 Analisis Data................................................................................. 25
3.3.7 Analisis Perbandingan .................................................................. 26
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 28
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian .................................................................. 28
4.1.1 Kondisi Oseanografi ..................................................................... 30
4.2 Identifikasi Komposisi, Berat, Kepadatan Sampah Pada Ekosistem Lamun & Mangrove ........................................................................................ 33
4.2.1 Identifikasi Komposisi, Berat, Kepadatan Sampah Pada Ekosistem Lamun 33
4.2.2 Identifikasi Komposisi, Berat, Kepadatan Sampah Pada Ekosistem Mangrove ................................................................................................... 44
4.3 Kepadatan Relatif Sampah Laut .......................................................... 55
5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 58
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 58
5.2 Saran ................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 60
LAMPIRAN ........................................................................................................ 64
ix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jenis Sampah Laut .......................................................................................... 9
2. Ukuran Plastik .................................................................................................. 9
3. Waktu Dekomposisi Sampah ......................................................................... 10
4. Lokasi Pengambilan Sampel .......................................................................... 18
5. Alat dan Bahan Penelitian .............................................................................. 18
6. Kepadatan Relatif Jumlah Sampah Laut Tiap Stasiun ................................... 56
7. Kepadatan Relatif Berat Sampah Laut Tiap Stasiun ...................................... 57
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................... 17
2. Prosedur Penelitian........................................................................................ 21
3. Sketsa Survei Sampah Laut ........................................................................... 22
4. Penggunaan Metode Line Transect ............................................................... 24
5. Arah Angin Musim Peralihan 1 ....................................................................... 31
6. Frekuensi Kecepatan Angin ........................................................................... 32
7. Pola Arus Musim Peralihan 1 ......................................................................... 33
8. Jenis Lamun Enhalus acoroides .................................................................... 34
9. Jumlah Sampah Laut Berdasarkan Jenis di Ekosistem Lamun ...................... 35
10. Sampah di Ekosistem Lamun....................................................................... 36
11. Ukuran Sampah Laut di Ekosistem Lamun .................................................. 36
12. Proses Pensortiran Sampah Laut Berdasarkan Ukuran ............................... 37
13. Kondisi Pantai Lumbung .............................................................................. 38
14. Kondisi Menjangan Kecil .............................................................................. 39
15. Kondisi Legon Nipah .................................................................................... 40
16. Berat Sampah di Ekosistem Lamun ............................................................. 41
17. Sampah Terkubur di Substrat Ekosistem Lamun ......................................... 42
18. Kepadatan Jumlah Sampah Ekosistem Lamun ............................................ 43
19. Kepadatan Berat Sampah Ekosistem Lamun ............................................... 43
20. Jenis Mangrove Rhizopora sp. dan Biota di Mangrove ................................ 45
21. Jumlah Sampah Laut Berdasarkan Jenis di Ekosistem Mangrove ............... 45
22. Sampah Laut di Ekosistem Mangrove .......................................................... 47
23. Ukuran Sampah Laut Pada Ekosistem Mangrove ........................................ 48
24. Kondisi dari Pantai Lumbung ....................................................................... 49
25. Kondisi Mrican ............................................................................................. 50
26. Berat Sampah Ekosistem Mangrove ............................................................ 51
27. Kondisi dari Legon Nipah ............................................................................. 52
28. Kumpulan Sampah dari 2 Ekosistem ........................................................... 52
29. Kepadatan Jumlah Sampah Ekosistem Mangrove ....................................... 54
30. Kepadatan Berat Sampah Ekosistem Mangrove .......................................... 55
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil Uji statistik One Way Anova pada Ekosistem Lamun ............................ 64
2. Hasil Uji statistik One Way Anova pada Ekosistem Mangrove ....................... 67
3. Dokumentasi Kegiatan ................................................................................... 70
xii
DAFTAR ISTILAH
No Kata Pengertian
1. Identifikasi Meneliti, menelaah suatu kegiatan yang
mencari, menemukan, mengumpulkan,
mendapatkan, mencatat data dari
informasi kebutuhan lapangan.
2. Komposisi Tata susun beberapa macam bentuk
yang terjalin dalam satu kesatuan.
3. Analisis Proses pemecahan suatu masalah
kompleks menjadi bagian-bagian kecil
sehingga bisa lebih mudah dipahami.
4. Kepadatan Hasil bagi jumlah objek terhadap luasan
daerah.
5. Geokimia Ilmu yang mempelajari kandungan
unsur isotop dalam lapisan bumi
terutama yang berhubungan dengan
kelimpahan, penyebaran dan hukum-
hukum yang mengontrolnya.
6. Invasive species Spesies yang bukan asli tempat
tersebut.
7. Vertebrata Hewan yang memiliki tulang belakang.
8. Xenoestrogens Zat berbahaya dalam makanan.
9. Generatif Perkembangbiakan tumbuhan secara
kawin/pembuahan.
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lautan dan peisisir merupakan daerah yang berperan penting bagi
produktivitas biologi, geokimia dan kegiatan manusia. Kawasan pesisir pada
dasarnya merupakan batasan antara kawasan laut dan darat yang saling
mempengaruhi satu sama lain baik secara bio-geofisik maupun sosial-ekonomi.
(Mashari dan Mulyani, 2016). Wilayah pesisir umumnya memiliki 3 ekosistem
penyusun antara lain ekosistem padang lamun, ekosistem terumbu karang dan
ekosistem mangrove. Secara bersama-sama ketiga ekosistem tersebut membuat
wilayah pesisir menjadi daerah yang relatif subur dan produktif (Tangke, 2010).
Wilayah pesisir dikenal dengan daerah yang kaya akan sumberdaya alam
dan memiliki beragam potensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan manusia
guna meningkatkan perekonomian suatu daerah, antara lain sebagai kawasan
perikanan, kawasan pariwisata bahari dan sebagai sarana pendukung
transportasi. Selain itu manusia juga memanfaatkan pesisir sebagai kawasan
industri, agribisnis, agroindustri dan kawasan permukiman dan tempat
pembuangan limbah (Zulkarnaen, 2017). Menurut Adger et al., (2005), populasi
manusia yang beraktivitas tetap di wilayah 100 km dari pantai adalah 33% dari
populasi manusia di dunia (1,2 miliar jiwa pada tahun 2002) dan meningkat terus
sampai 50% pada tahun 2030.
Reaksi atas aktivitas di wilayah pesisir ini dapat berimplikasi negatif seperti
bertambahnya jumlah volume sampah di wilayah pesisir. Ditambah lagi dengan
sampah bawaan yang berasal dari aktivitas laut. Sampah yang diterima
merupakan sampah yang terbawa oleh arus maupun gelombang air laut secara
2
terus menerus. Sampah tersebut dikenal dengan sebutan sampah laut (marine
debris) (CSIRO,2014).
Sampah laut adalah semua benda dari alam, hasil produksi atau hasil olahan
berupa barang padat yang dibuang ke laut dan berakhir di pesisir. Sampah laut
termasuk yang sengaja dibuang, tidak sengaja dibuang atau yang terangkut dari
daratan melalui sungai, drainase atau sistem pembuangan limbah yang
selanjutnya terbawa arus air dan angin (UNEP, 2005). Marine debris pada
umumnya dihasilkan dari kegiatan antropogenik. Hal ini merupakan ancaman
langsung terhadap habitat laut, ekosistem di daerah pesisir, kesehatan manusia
dan keselamatan navigasi, sehingga mengakibatkan kerugian terhadap aspek
sosial-ekonomi yang serius. Contoh umum sampah laut adalah plastik, bahan
organik, logam, kaca, karet, dan sampah padat lainnya (NOAA, 2015).
Sampah laut dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang
mempengaruhi jejaring makanan, produktivitas ikan berkurang, mempengaruhi
metabolisme tanaman laut seperti lamun, mangrove dan lainnya. Adanya sampah
laut di wilayah mangrove dapat mengakibatkan lapisan tanah tidak dapat ditembus
oleh akar tanaman dan tidak tembus air sehingga peresapan air dan mineral yang
dapat menyuburkan tanah hilang dan jumlah mikroorganisme di dalam tanah akan
berkurang (Cordeiro dan Costa, 2010). Sampah laut yang menutupi lamun juga
akan menyebakan penetrasi sinar matahari sulit mencapai permukaan daun lamun
dan mengakibatkan rusaknya daun pada lamun (Mandasari, 2014).
Dampak dari sampah laut juga dapat dirasakan pada sektor pariwisata.
Selain mengganggu segi estetika dari wilayah pesisir. Dengan adanya timbulan
sampah yang bau dan berserakan, para wisatawan juga merasakan dampak dari
sampah laut, khususnya pada kegiatan diving, yang menjadikan para penyelam
berenang bersama kumpulan sampah yang ada di laut.
3
Penyebaran sampah laut sudah sangat memperihatinkan, dari hasil
penelitian (Cozar et al., 2014) memperkirakan sebesar 7.000-35.000 ton sampah
yang masuk ke lautan. Menurut Van Cauwenberghe et al., (2013), memperkirakan
bahwa 10% dari semua plastik yang baru diproduksi akan dibuang melalui sungai
dan berakhir di laut. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh
Jambeck et al., (2015) yang melaporkan bahwa peningkatan sampah laut akan
terjadi pada tahun 2025 jika tidak ditangani secara serius dan semuanya
disebabkan oleh aktivitas antropogenik.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 16.056 pulau yang
terdaftar di PBB pada Agustus 2017. Indonesia juga merupakan negara maritim
dengan luas laut 3.257 juta km2 dan panjang pantai 99.093 km2. Posisi Indonesia
sebagai negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, juga memiliki
catatan sebagai penyumbang sampah laut terbesar kedua di dunia setelah China
(Jambeck et al., 2015). Berbagai dampak dari sampah laut di Indonesia telah
dirasakan, salah satunya adalah hasil penelitian Rochman et al., (2015), yang
menemukan bahwa sebanyak 55% dari ikan konsumsi atau komersial yang
dipasarkan secara keseluruhan untuk Indonesia mengandung partikel atau filamen
plastik yang terdapat pada saluran pencernaannya.
Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki sekitar 161 juta penduduk
atau sekitar 65% dari jumlah keseluruhan penduduk yang tinggal di daerah pesisir
Indonesia (BPS, 2018). Sehingga dampak dari sampah laut di Indonesia sangat
berpengaruh pada kehidupan sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya
yang tinggal di wilayah pesisir. Salah satunya penduduk yang berada di pesisir
Kepulauan Karimunjawa, yang sebagian besar aktivitas masyarakatnya dilakukan
dari kegiatan perikanan maupun kegiatan wisata bahari. Kepulauan Karimunjawa
merupakan wilayah yang terletak di bagian utara Pulau Jawa. Secara administratif
merupakan kecamatan yang masuk dalam wilayah utara Kabupaten Jepara,
4
Provinsi Jawa Tengah. Kepulauan Karimunjawa berada pada posisi 5′ 40" – 5′ 57"
LS dan 110′ 4" – 110′ 40" BT Barat laut Kabupaten Jepara dan berjarak sekitar 45
mil atau sekitar 74 km dari pelabuhan Kartini–Jepara, Jawa Tengah. Pada tahun
1998, Kepulauan Karimunjawa ditetapkan sebagai salah satu dari Taman Nasional
Laut yang menjadi objek pariwisata bahari di Indonesia dengan luas wilayahnya
yang berupa daratan seluas 7.033 ha dan seluas 104.592 ha perairan laut
sehingga luas total keseluruhannya mencapai 111.625 ha. Keanekaragaman
sumber daya alam yang dimiliki meliputi flora hutan mangrove, flora hutan pantai,
flora padang lamun, flora rumput laut, mamalia seperti kera ekor panjang, lumba-
lumba, reptil, pisces, aves, kerang dan coral. Daya tarik utama kawasan ini adalah
ekosistem terumbu karang dan biota laut di dalamnya (Yulvia et al., 2012).
Penelitian sampah laut di wilayah ini akan dalam memberikan data pendukung,
dengan demikian dapat memaksimalkan pengembangan potensi dan mengurangi
dampak negatif dari sampah laut di wilayah ini.
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini akan dibahas mengenai
identifikasi komposisi, berat dan kepadatan sampah di ekosistem lamun dan
mangrove yang ada di wilayah Kepulauan Karimunjawa khususnya pesisir Pulau
Karimunjawa dan Menjangan Kecil yang berpotensi sebagai lokasi bertumpuknya
sampah dari kegiatan wisata, yang dapat menjadi sumber ancaman penyumbang
sampah bagi kehidupan biota di perairan laut.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kondisi sampah laut di lokasi penelitian baik dari segi jenis,
jumlah berdasarkan ukuran, dan massa sampah laut pada ekosistem lamun
dan mangrove di kawasan pesisir Kepulauan Karimunjawa?
2. Bagaimana kondisi kepadatan sampah laut pada ekosistem lamun dan
mangrove di kawasan pesisir Kepulauan Karimunjawa?
5
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi komposisi sampah pada ekosistem lamun dan mangrove di
kawasan pesisir Pulau Karimunjawa dan Menjangan Kecil di wilayah
Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.
2. Mengetahui berat dan kepadatan dari setiap jenis sampah yang ditemukan
pada ekosistem lamun dan mangrove di kawasan pesisir Karimunjawa,
Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.
1.4 Manfaat
Manfaat yang akan di dapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Pemerintah
Manfaat yang akan didapat oleh pemerintah atau instansi terkait dari
penelitian ini adalah berupa komposisi dan berat sampah laut di wilayah
Karimunjawa yang nantinya dapat dijadikan sebagai data pendukung untuk
mengeluarkan kebijakan.
2. Bagi Masyarakat
Manfaat yang didapat oleh masyarakat dari penelitian ini adalah
pengetahuan tambahan mengenai komposisi dan berat sampah laut yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarkat untuk pengelolaan dan pemanfaatan
sampah yang optimal.
3. Bagi Akademisi
Manfaat yang didapat oleh akademisi dari penelitian ini adalah sebagai
sumber bacaan baru atau refrensi yang dapat dijadikan sebagai acuan
maupun pembanding untuk penelitian selanjutnya.
6
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sampah Laut
Sampah adalah sisa kegiatan manusia sehari-hari atau proses alam yang
berbentuk padat. Penghasil sampah adalah dari setiap orang atau akibat dari
proses alam seperti sampah kiriman dari wilayah daratan atas yang mengalir dari
sungai atau selokan yang bermuara ke pesisir, sampah dari masyarakat yang
tinggal dan melakukan aktivitas di wilayah pesisir. Sampah sendiri memililiki tiga
bentuk keadaan seperti limbah berbentuk padat, berbentuk cair dan juga
berbentuk gas (Renwarin, 2002).
Menurut Mandala (2016), sampah menjadi salah satu sektor penyumbang
gas rumah kaca karena menghasilkan gas metana. Selama ini sampah yang
berada di daratan merupakan masalah yang tidak pernah dapat terseleseikan bagi
seluruh masyarakat dunia. Sampah tersebut akan mengalir melalui sungai atau
saluran air lainnya karena terbawa air hujan atau angin ke laut dan pergerakan
arus membawanya hingga ke pantai kolom air, dasar perairan atau tetap
mengapung dan selanjutnya disebut sampah lautan.
Menurut Isman (2016), saat ini jenis sampah laut merupakan sesuatu yang
menarik untuk diteliti sebab menimbulkan dampak yang membahayakan bagi
keberlangsungan hidup organisme yang terdapat di laut, selain itu sampah laut
dapat menyebarkan penyakit terhadap manusia. Sampah laut atau yang sering
disebut dengan istilah marine debris didefinisikan sebagai bahan padat persisten
yang diproduksi atau diproses secara langsung atau tidak langsung, sengaja atau
tidak sengaja, dibuang atau ditinggalkan ke dalam lingkungan laut seperti barang-
barang yang digunakan misalnya kaca atau botol plastik, kaleng, tas, balon, karet,
logam, fiberglass, puntung rokok, dan bahan-bahan lainnya yang berakhir di laut
7
dan di sepanjang pantai, selain itu alat tangkap seperti jaring, tali, kait, pelampung
yang sengaja atau tidak sengaja dibuang di laut (Reisser et al., 2014).
2.2 Sumber Sampah Laut
Menurut Allison et al., (2007), menyatakan bahwa penyebab terjadinya
pencemaran perairan yang disebabkan karena adanya kegiatan di darat (land
based marine pollution) dapat digolongkan ke dalam empat kategori yaitu:
1. Pencemaran disebabkan limbah industri (industrial poluution)
2. Pencemaran disebabkan karena limbah/sampah rumah tangga (sewage
pollution)
3. Pencemaran disebabkan karena sedimentasi (sedimentation pollution)
4. Pencemaran karena disebabkan kegiatan pertanian (agricultural pollution)
Peningkatan sampah laut di wilayah pesisir berasal dari berbagai sumber
serta kegiatan yang menghasilkan sampah, yang pada umumnya disebabkan oleh
aktivitas manusia/antropogenik (Jambeck et al., 2015). Diperkirakan sekitar 10%
sampah khususnya plastik dibuang di wilayah perairan. Menurut NOAA (2015),
sumber sampah laut berdasarkan aktivitas manusia (antropogenik) maupun
pengaruh alam yaitu:
1. Wisata Pantai
Meningkatnya pengunjung yang berwisata di daerah pesisir, menjadi salah
satu faktor meningkatnya sampah laut. Hal ini ditambah lagi dengan
banyaknya pengunjung yang tidak bertanggung jawab yang membuang
sampah secara sembarangan seperti, botol, punting rokok dan lain
sebagainya. Sampah yang dibuang nantinya terbawa arus laut dan
selanjutnya meningkatkan jumlah dan volume sampah di perairan.
2. Nelayan
Aktivitas nelayan merupakan salah satu faktor meningkatnya sampah di
perairan laut. Hal ini dikarenakan banyaknya nelayan dengan sengaja
8
membuang alat tangkap seperti jaring, pengait yang tak terpakai di laut.
Berdasarkan laporan NOAA (2015), bahwa pemerintah Amerika Serikat
mengeluarkan larangan untuk membuang sampah di laut, hal ini
dikarenakan banyaknya sampah laut dari aktivitas nelayan mengganggu
navigasi di perairan.
3. Daratan
Sampah pemukiman yang dibuang secara sembarangan dapat berakhir di
laut, hal ini di karenakan sampah akan terbawa oleh aliran hujan yang
kemudian masuk ke sungai dan akan terbawa ke laut.
4. Industri
Salah satu sampah yang dihasilkan di bidang industri adalah plastik. Plastik
merupakan salah satu bahan baku yang sering digunakan dalam kegiatan
industri, namun dalam pengelolaannya tidak semuanya digunakan. Jika
tidak adanya tanggung jawab terhadap sisa bahan baku, maka pada
akhirnya plastik akan berakhir di perairan dan menjadi sampah laut.
Berdasarkan hasil laporan Organisasi Australia limited (2016), dari
temuannya yang membahas masalah marine debris, dijelaskan bahwa sumber
utama sampah berasal dari kegiatan manusia di lingkungan darat dan laut.
Temuan tersebut menjelaskan bahwa 60-80% sampah laut bersumber dari
kegiatan yang terjadi di daratan yang kemudian masuk ke lingkungan
laut/perairan melalui aliran run-off. Disamping itu aktivitas yang dilakukan di laut
seperti penangkapan ikan, jalur perhubungan laut, serta wisata juga dapat
menyumbangkan sampah.
2.3 Jenis Sampah Laut
Plastik merupakan konsumsi umum bagi masyarakat modern dan sebagian
besar plastik hanya dikonsumsi sekali. Akibatnya banyak tumpukan sampah
9
plastik akan mencemari lingkungan dan menjadi sampah laut. Menurut Renwarin
et al., (2002) jenis-jenis sampah terbagi menjadi 2, yaitu:
1. Sampah organik. Sampah organik terdiri dari bahan-bahan penyusun
tumbuhan dan hewan yang di ambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan
pertanian, perikanan atau sampah yang lain. Sampah ini dapat dengan
mudah diuraikan dalam proses alami. Sebagian besar sampah rumah
tangga merupakan sampah organik misalnya sampah dari dapur, sisa
tepung, sayuran, kulit buah dan dedaunan.
2. Sampah anorganik. Sebagian sampah anorganik secara keseluruhan tidak
dapat diuraikan oleh alam, sedangkan sebagian lainnya hanya dapat
diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat
rumah tangga, misalnya berupa botol, plastik, tas plastik.
Sampah laut dapat dikategorikan dalam beberapa kelas, seperti yang
ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Sampah Laut (NOAA, 2015)
No. Jenis Sampah Laut
1. Plastik 2. Logam/Metal 3. Kaca 4. Karet 5. Organik
6. Lain-lain
Menurut Lippiat et al., (2013), sampah laut dapat dibagi berdasarkan ukuran
seperti yang ditampilkan pada Tabel 2
Tabel 2. Ukuran Plastik (Lippiat et al., 2013)
No. Jenis Skala
1. Mega >1 m 2. Makro >2,5 cm–1 m 3. Meso >5 mm–2,5 cm 4. Mikro 1 μm–5 mm 5. Nano <1 μm
10
Ukuran sampah diklasifikasikan menjadi 5 bagian, yaitu:
1. Mega-debris merupakan ukuran sampah yang panjangnya >1 m yang pada
umumnya didapatkan diperairan lepas.
2. Macro-debris merupakan ukuran sampah yang panjangnya berkisar >2,5 cm
sampai <1 m. Pada umumnya sampah ini ditemukan di permukaan perairan.
3. Meso-debris merupakan sampah laut yang berukuran >5 mm sampai <2,5
cm. Sampah ini pada umumnya terdapat di permukaan perairan maupun
tercampur dengan sedimen.
4. Micro-debris merupakan jenis sampah laut yang sangat kecil dengan ukuran
>0,33 mm sampai 5,0 mm. Sampah yang berukuran seperti ini sangat
mudah terbawa oleh arus dan itu sangat berbahaya karena dapat dengan
mudah masuk ke organ tubuh organisme laut seperti ikan dan kura-kura.
5. Nano-debris merupakan jenis sampah laut yang ukurannya <1 μm. Sama
halnya dengan Micro-debris sampah ini sangat berbahaya karena dapat
dengan mudah masuk ke dalam organ tubuh organisme.
Menurut (Coe and Rogers, 1997) dalam (Walalangi, 2012), jenis sampah
organik dan anorganik biasanya dapat ditemukan di wilayah pesisir pantai di
sekitar muara sungai lengkap dengan waktu dekomposisinya di lingkungan pesisir
tersaji di Tabel 3, sebagai berikut:
Tabel 3. Waktu Dekomposisi Sampah (Coe and Rogers, 1997) dalam (Walalangi,
2012).
Jenis Sampah Waktu Dekomposisi
(Tahun)
Botol kaca ( glass bottle ) 1.000.000 Tali pancing ( monofilament fishing line ) 600 Botol minuman plastik ( plastic beverage bottle ) 450 Pampers ( disposable diapers ) 450 Kaleng alumunium ( alumunium can ) 80-200 Pelampung plastik ( foamed plastic buoy ) 80 Sepatu boot karet ( ruber boot sole ) 50-80 Cangkir plastik ( foamed plastic buoy ) 50 Kaleng ( tin can ) 50
11
Jenis Sampah Waktu Dekomposisi
(Tahun)
Bahan nilon ( nylon fabric ) 30-40 Kantong plastik ( plastic bag ) 10-20 Puntung rokok ( cigarette filter ) 1-5 Kaus kaki wol ( wool sock ) 1-5 Tripleks ( plywood ) 1-3 Kotak karton susu ( waxed milk ) 3 Bulan Kertas Koran ( newspaper ) 6 Minggu Kulit jeruk atau pisang ( orange or babana peel ) 2-5 Minggu
2.4 Dampak Sampah Laut
Sampah laut yang berada didalam ekosistem laut memiliki beberapa
dampak, tidak hanya bagi ekosistem laut dan sekitarnya namun juga bagi sektor
perekonomian dan kesehatan. Banyak spesies laut tewas seperti burung laut,
kura-kura, ikan paus, lumba-lumba, duyung, ikan, kepiting, buaya, dan banyak
spesies lainnya. Diperkirakan antara 5000 sampai 15000 kura-kura telah mati
karena terjerat oleh jaring ikan yang sudah tidak terpakai (CSIRO, 2014).
Secara garis besar, marine debris ini menimbulkan kerusakan terhadap
ekosistem pesisir yang menghambat pertumbuhan mangrove, menutup polip
terumbu karang sehingga merusak pertumbuhan ekosistem karang, mengganggu
pertumbuhan lamun, dan menutupi organisme dasar laut lainnya. Menurut NOAA
(2013), ada beberapa dampak yang ditimbulkan karena adanya sampah plastik,
yaitu:
1. Dampak ekologi
Sampah laut dapat menutupi karang, sehingga cahaya merupakan suplai
utama pertumbuhan karang akan berkurang dan mempengaruhi
pertumbuhan terumbu karang, yang merupakan habitat bagi sebagian biota
laut.
12
2. Dampak ekonomi
Sampah laut memiliki dampak yang sangat besar dibidang ekonomi
khususnya pariwisata. Hal ini ditimbulkan kepada manusia sehingga dapat
mengurangi keuntungan ekonomi akibat sampah yang terdapat digaris
pantai dan memberikan pemandangan yang kurang baik. Selain itu, sampah
laut yang menempel di badan organisme seperti ikan, akan mempengaruhi
nilai jual ikan komersil sehingga akan merugikan nelayan.
3. Dampak manusia
Sampah laut sangat berpengaruh terhadap kesehatan manusia, dari kontak
langsung dengan benda tajam seperti kaca pecah, logam berkarat, dan
benda tajam lainnya yang ada di pantai ataupun di dasar perairan.
4. Dampak biota perairan
Dampak sampah laut terutama jenis plastik pada biota perairan yang telah
dicatat dalam beberapa penelitian berdampak pada 135 spesies vertebrata
dan 8 spesies avertebrata laut seperti terlilit, terikat atau tersangkut sampah
laut. Sampah laut juga mempercepat invasi spesies asing (invasive species)
yang berasosiasi dengan sampah laut dan terangkut ke habitat baru. Selain
bahan toksik yang terkandung dalam sampah plastik, sampah plastik juga
dapat mengakibatkan biota laut terjerat atau tertutup oleh plastik dan sulit
melepaskan diri dan pada biota yang makan marine debris sampah plastik
yang berukuran mikro juga dapat termakan oleh hewan-hewan benthic,
sehingga dapat mengakibatkan biota laut mengalami kerusakan saluran
pencernaan dan malnutrisi. Bahkan pada hewan darat juga dapat
menganggap plastik sebagai makanannya, seperti yang terjadi pada hewan
darat yang habitatnya di wilayah pesisir Macaca.
Penumpukan sampah di daerah intertidal juga mengakibatkan munculnya
masalah lingkungan fisik seperti bau tidak sedap, menurunnya estetika diwilayah
13
sekitarnya. Selain itu juga akan adanya masalah lingkungan dari sisi kimianya
seperti gas metan, CO2, CO, sedangkan untuk masalah lingkungan dari sisi
biologisnya akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat yang ada di
sekitarnya. Sampah merupakan habitat bagi berkembangnya bakteri patogen
yang menimbulkan penyakit pada manusia (Slamet, 1994).
Dampak yang ditimbulkan dari sampah laut khususnya sampah plastik
sangatlah bersifat luas dan mendalam terhadap keanekaragaman hayati. Banyak
spesies laut tewas seperti burung laut, kura-kura, ikan paus, lumba-lumba,
duyung, ikan, kepiting, buaya dan spesies lainnya. Temuan baru dilaporkan
bahwa adanya dampak kimia dan mengalami stress bagi satwa liar yang telah
mengonsumsi sampah plastik. Beberapa plastik juga terbukti mengandung bahan
berupa xenoestrogens yang telah terbukti mengganggu perkembangan reproduksi
dari ikan (Reisser et al., 2014).
2.5 Pengertian dan Sebaran Komunitas Lamun
Lamun adalah tumbuhan angiospermae atau tumbuhan berbunga yang
memiliki daun, batang dan akar sejati yang telah beradaptasi untuk hidup
sepenuhnya di dalam air laut (Mandasari, 2014). Lamun merupakan tumbuhan
yang dapat hidup di laut karena mampu hidup di air asin, dapat berfungsi normal
dalam keadaan terbenam, mempunyai sistem perakaran yang berkembang secara
baik dan mampu melaksanakan daur ulang generatif dalam keadaan terbenam
(Den Hartog, 1970).
Fungsi ekologis ekosistem lamun adalah sebagai produsen primer, pendaur
unsur hara, penstabil substrat, penangkap sedimen, habitat dan makanan serta
tempat berlindung organisme lainnya. Selain itu, ekosistem lamun juga
berhubungan dengan ekosistem terumbu karang dan mangrove, sehingga penting
untuk pengelolaan perairan pantai secara terpadu (Hartati et al., 2012). Tingginya
14
produktivitas primer di daerah lamun dan kemampuaannya meredam kekuatan
arus dan gelombang membuat kawasan ini sangat menarik dan nyaman bagi
kehidupan organisme perairan, baik sebagai tempat untuk mencari makan
(feeding ground), tempat memijah (Spawning ground) ataupun tempat untuk
pembesaran anak/larva/juvenile (Nursery ground) (Hartati et al., 2012)
Menurut penelitian yang dilakukan Hartati et al., (2012), sebaran komunitas
lamun yang ada di perairain Karimunjawa tergolong komunitas campuran (mixed
community). Adapun jenis-jenis lamun tersebut seperti Thalassia hemprichii,
Cymodocea serrulata, Halodule pinifolia, Halodule uninervis dan Halophila ovalis.
2.6 Pengertian dan Sebaran Komunitas Mangrove
Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga akarnya selalu tergenang
air. Ekosistem mangrove berada diantara level pasang naik tertinggi sampai level
sekitar atau diatas permukaan laut rata-rata pada daerah pantai yang terlindungi
dan menjadi pendukung berbagai jasa ekosisten di sepanjang garis pantai di
kawasan tropis (Utomo et al., 2017).
Menurut Setyawan et al., (2006), Indonesia merupakan kawasan ekosistem
mangrove terluas di dunia. Ekosistem ini memiliki peranan ekologi sosial-ekonomi,
dan sosial-budaya yang sangat penting. Fungsi ekologi mangrove meliputi
sekuestrasi karbon, remediasi bahan pencemar, menjaga stabilitas pantai dari
abrasi, intrusi air laut, dan gelombang badai, menjadi tempat pemijahan dan
pembesaran berbagai jenis ikan, udang, kerang, burung, dan fauna lain, serta
pembentuk daratan. Selain itu terdapat juga fungsi sosial-ekonomi dari mangrove
meliputi kayu bangunan, kayu bakar, kayu lapis, bubur kertas, tiang telepon, tiang
pancang, bagan penangkap ikan, dermaga, bantalan kereta api, dan kayu untuk
mebel.
15
Wilayah kepulauan Karimunjawa mempunyai ekosistem mangrove yang
relatif masih asli dan tersebar hampir di seluruh kepulauan Karimunjawa dengan
luasan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil kegiatan invetarisasi penyebaran
mangrove di wilayah Kepulauan Karimunjawa tahun 2002 ditemukan 44 spesies
mangrove yang termasuk dalam 25 famili. Kawasan pelestarian mangrove
ditemukan 25 spesies mangrove sejati dari 13 famili dan 18 spesies ikutan dari 7
famili, sedangkan di luar kawasan ditemukan 5 spesies mangrove ikutan dari 5
famili berbeda. Pohon hutan mangrove di kawasan Pulau Karimunjawa di dominasi
jenis Exoccaria agllocha sedangkan jenis yang penyebarannya paling luas adalah
Rhizopora stylosa (Simanjuntak et al., 2015).
2.7 Parameter Oseanografi
Oseanografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang lautan dan
segala aspeknya. Dalam persoalan yang terjadi mengenai distribusi sampah laut
diperairan, disebabkan karena adanya faktor fisik yang membawa sampah dari
satu lokasi ke lokasi yang lain. Terdapat beberapa faktor fisik oseanografi yang
berperan dalam distribusi/perpindahan sampah di perairan, sehingga
menimbulkan terakumulasinya sampah tersebut pada suatu tempat. Arus dan
angin merupakan 2 parameter yang berpengaruh dalam peristiwa ini.
1. Arus
Menurut Daruwedho et al., (2016), arus laut permukaan merupakan gerakan
massa air yang disebabkan oleh angin yang berhembus di permukaan laut
pada kedalaman kurang dari 200 m yang berpindah dari satu tempat yang
bertekanan udara tinggi ke tempat lain yang bertekanan udara rendah yang
sangat luas dan terjadi pada seluruh lautan di dunia. Proses pergerakan
massa air tersebut menyebabkan terbawa nya sampah ke dalam laut
(Nontji, 1993).
16
2. Angin
Menurut Satrio (2018), angin didefinisikan sebagai gerakan udara mendatar
(horizontal) yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara antara dua
tempat. Angin yang berhembus di permukaan perairan akan menimbulkan
wind wave, yaitu gelombang yang ditimbulkan oleh angin. Selain
menyebabkan terjadinya arus, angin juga dapat menimbulkan gelombang di
permukaan air. Energi angin berasal dari perbedaan tekanan antar lapisan
atmosfer yang kemudian energi tersebut ditransfer ke gelombang.
Pergerakan gelombang yang terjadi diperairan dapat menimbulkan
pengadukan, sehingga sampah terdapat di dasar perairan akan terangkat ke
permukaan yang akan membentuk akumulasi sampah pada suatu
daerah/kawasan (Brunner, 2014).
17
3. METODOLOGI
3.1 Lokasi & Waktu Penelitian
Penelitian mengenai identifikasi komposisi dan berat sampah laut di
ekosistem lamun dan mangrove berlangsung pada 16-21 Maret 2019 di wilayah
Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. Adapun peta lokasi penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Pengambilan sampel sampah laut dilakukan pada 4 lokasi yaitu:
Menjangan kecil, Pantai lumbung, Legon Nipah dan Mrican (Tabel 4). Pemilihan
Lokasi titik sampling tersebut mempertimbangkan tingkat aktivitas yang terjadi di
sekitar lokasi sampling dan letak dari keberadaannya ekosistem lamun dan
mangrove.
18
Tabel 4. Lokasi Pengambilan Sampel
Stasiun Sampling
Lokasi Sampling
Keterangan Titik Koordinat
Stasiun 1 Menjangan Kecil
Ekosistem Lamun 553’58.88” S 11024’35.98” E
Stasiun 2 Pantai Lumbung
Ekosistem Lamun 552’24.76” S 11025’58.28” E
Stasiun 3 Legon Nipah Ekosistem Lamun 550’2.61” S 11028’46.16” E
Stasiun 4 Pantai Lumbung
Ekosistem Mangrove 551’58.88” S 11025’52.99” E
Stasiun 5 Mrican Ekosistem Mangrove 548’58.20” S 11027’12.43” E
Stasiun 6 Legon Nipah Ekosistem Mangrove 549’57.68” S 11028’29.65” E
3.2 Alat dan Bahan
Penelitian mengenai sampah laut ini memerlukan alat dan bahan yang
digunakan selama kegiatan berlangsung. Alat dan bahan yang digunakan dapat
dilihat masing-masing pada Tabel 5.
Tabel 5. Alat dan Bahan Penelitian
No. Alat&Bahan Gambar Fungsi
1. GPS
Untuk mengetahui titik koordinat
2. Kamera
Untuk dokumentasi selama kegiatan
19
No. Alat&Bahan Gambar Fungsi
3. Serokan Jaring
Untuk menjangkau sampah perairan
4. Timbangan Berat (125
kg)
Untuk mengukur berat sampel makro dan
mega
5. Digital Scale
Untuk mengukur berat
sampel meso
6. Tali Rafia
Untuk membuat
transek garis
7. Karung Goni
Untuk wadah sampel
8. Roll Meter
Untuk PIT (Point Intercept Transect)
20
No. Alat&Bahan Gambar Fungsi
9. Mistar/ Penggaris
Untuk mengukur panjang sampel
10. Sarung Tangan
Untuk melindungi tangan dari benda
tajam
11. Booties
Untuk melindungi kaki dari hewan laut yang
berbahaya
12. Alat Tulis
Untuk mencatat data
13. Sampah
Untuk bahan utama penelitian
14. Air Bersih
Untuk membersihkan sampah yang didapat
21
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dibuat untuk memudahkan dalam melakukan
penelitian, sehingga dapat diketahui untuk langkah-langkah pengerjaannya.
Prosedur penelitian secara sederhananya dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Prosedur Penelitian
22
3.3.1 Tahap Persiapan
Masuk ke dalam tahap persiapan yang dilakukan pada penelitian ini terbagi
menjadi studi literatur yang berkaitan dengan judul penelitian, penentuan metode
penelitian, survei lokasi pengambilan sampel, kemudian pengumpulan alat dan
bahan yang digunakan selama penelitian berlangsung.
3.3.2 Metode Pengambilan Data
Penentuan lokasi yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling. Penerapan metode tersebut dilakukan dengan dasar
adanya penentuan khusus titik pengambilan sampel, sehingga memungkinkan
untuk mendapatkan jenis sampah laut yang beragam dalam satu kali pengambilan
sampel. Selanjutnya dalam menentukan lokasi penelitian, dilakukan pengecekan
jadwal pasang surut perairan, hal ini sesuai dengan penelitian (Opfer et al., 2012),
bahwa tinggi rendahnya permukaan air (pasang surut) yang terjadi akan
mempengaruhi volume/kuantitas sampah yang terdapat pada suatu daerah. Selain
itu, dalam penentuan plot pengambilan sampah laut dilakukan berdasarkan letak
keberadaan dari ekosistem lamun dan mangrove. Hal ini dilakukan karena
pengambilan sampel akan terfokus pada kedua ekosistem tersebut. Pemasangan
plot berdasarkan dengan standar internasional yang dikeluarkan NOAA (2012)
(Gambar 3).
Gambar 3. Sketsa Survei Sampah Laut (NOAA, 2012)
23
Pengambilan data sampah laut dilakukan pada pesisir pantai dengan
menggunakan transek garis (line transect). Data sampah laut dikumpulkan dalam
garis transek secara garis lurus dengan ukuran 100 m x 50 m (50 meter ke arah
laut dan 50 meter ke arah darat), yang dimana terbagi menjadi 3 line transect
dengan jarak 25 meter pada setiap line transect-nya. Ilustrasi dari metode tersebut
dapat dilihat pada Gambar 4. Metode yang digunakan ini merupakan hasil dari
modifikasi penelitian NOAA (2012) dengan menggunakan line transect sepanjang
100 m secara perpendicular (tegak lurus). Sampel sampah laut yang diambil
menggunakan tangan dan serokan jaring, kemudian dibatasi berdasarkan
klasifikasi ukuran sampah laut menurut Lippi et al., (2013), dengan klasifikasi
ukuran untuk meso >0,5 cm–2,5 cm, >2,5 cm–1 m untuk ukuran sampel makro,
dan >1 m untuk ukuran makro. Semua sampah padat laut yang telah diambil,
dimasukkan ke dalam karung goni untuk dilakukan penimbangan dan persortiran
sampah.
Pengambilan sampel pada ekosistem mangrove juga dilakukan dengan
menggunakan metode yang sama yaitu line transect, namun yang berbeda
terdapat pada ukuran luasan transeknya adalah 50 m x 100 m (50 meter dari
mangrove terluar ke arah dalam dengan garis tegak lurus), line transect tersebut
terbagi menjadi 5 bagian dengan jarak 25 meter pada setiap line transect.
Kemudian semua sampah padat laut yang telah diambil, dimasukkan ke dalam
karung goni untuk dilakukan penimbangan dan persortiran sampah.
24
Gambar 4. Penggunaan Metode Line Transect (Isman, 2016)
3.3.4 Preparasi dan Sortasi Sampah
Proses preparasi dan sortasi sampel dilakukan setelah semua sampel
terkumpul. Sampel sampah laut yang telah terkumpul dan dimasukkan ke dalam
karung goni, langkah awal yang dilakukan adalah melakukan pencucian sampel
dengan air bersih untuk menghilangkan pasir yang menempel pada sampel.
Kemudian sampel tersebut dikeringkan dibawah matahari selama ±3 hari, lalu
sampel tersebut ditimbang. Langkah selanjutnya dilakukan sortasi sampel setelah
semua tahap preparasi terlaksana. Pada prinsipnya proses sortasi dilakukan untuk
menentukan klasifikasi jenis sampah dari komoditas itu sendiri. Penelitian kali ini
melakukan sortasi sampel berdasarkan jenis dan ukuran sampel sampah. Dalam
mengklasifikasikan jenis sampah mengikuti klasifikasi yang dilakukan oleh NOAA
(2015) yang terdapat pada Tabel 1. Kemudian untuk mengkategorikan ukuran
sampah diukur dengan menggunakan penggaris mengikuti klasifikasi yang
disampaikan oleh (Lippi et al., 2013) yang terdapat pada Tabel 2.
Sampah yang telah dikarakterisasi tersebut, selanjutnya dilakukan
perhitungan jumlah dan pengukuran panjang setiap jenis sampah tersebut dengan
menggunakan penggaris. Pengukuran bertujuan untuk mengkategorikan ukuran
sampah laut berdasarkan klasifikasi ukuran sampah yang disampaikan oleh (Lippi
25
et al., 2013). Selanjutnya, sampah laut ditimbang dengan menggunakan
menggunakan timbangan berat digital (125 kg) untuk mengetahui berat total
massa sampah dari sampel makro (>2,5 cm–1 m) dan mega (>1 m), sedangkan
untuk ukuran meso (>5 mm–2,5 cm) menggunakan digital scale dengan ketelitian
2 angka di belakang koma. Kemudian dilakukan analisis jumlah, jenis, dan bobot
sampah
3.3.5 Pengamatan Visual Pantai dan Substrat
Pengamatan visual dilakukan untuk mengetahui vegetasi yang tumbuh di
sekitar lokasi penelitian, misalkan flora dan faunanya. Jenis substrat diketahui
dengan menggunakan teknik meremas sedimen untuk membedakan jenis
sedimen berpasir, pasir berlumpur, dan lumpur secara kualitatif. Apabila tekstur
sedimen yang digenggam terasa kasar dan tidak lengket ditangan, maka
diasumsikan sebagai jenis sedimen berpasir, sedangkan untuk jenis sedimen pasir
berlumpur, pada saat digenggam akan sedikit lengket namun bertekstur agak
kasar, selanjutnya untuk sedimen berlumpur, teksturnya halus dan tidak mudah
terurai (Hanafiah, 2007).
3.3.6 Analisis Data
Hasil data yang diperoleh, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
rumus-rumus sebagai berikut:
1. Analisis Data Sampah
Data sampah diambil dari sampah yang telah diamati seperti jumlah, berat,
komposisi dan kepadatan sampah pada lokasi pengambilan sampel. Data
sampah yang terdiri dari jumlah potongan (buah) dan berat (kg) tersebut
dibuat perbandingan dengan luas (m2) dengan persamaan sebagai berikut:
26
𝐶 =𝑛
(𝑤 × 𝑙)
Keterangan:
n = jumlah sampah yang diambil tiap kategori
C = Konsentrasi jumlah sampah (buah/ m2)
W = lebar area transek (m)
l = Panjang transek (m)
(Lippi et al., 2013)
Kepadatan dan kepadatan relatif sampah tersebut dianalisis dengan
persamaan sebagai berikut (modifikasi dari Coe dan Rogers 1997) dalam
(Hermawan, 2017):
1. Kepadatan (jumlah sampah)
Jumlah sampah dalam tiap kategori (buah)
Luasan area (m2)
2. Kepadatan (berat sampah)
Berat sampah dalam tiap kategori (buah)
Luasan area (m2)
3. Kepadatan relatif (jumlah sampah)
Jumlah sampah dalam tiap kategori (buah)
Jumlah total sampah dalam semua kategori (buah)× 100%
4. Kepadatan relatif (berat sampah)
Berat sampah dalam tiap kategori (gr)
Jumlah total berat sampah semua kategori× 100%
3.3.7 Analisis Perbandingan
Hasil dari pengolahan data yang didapatkan, selanjutnya dianalisis dengan
analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan uji statistik One Way Anova
menggunakan aplikasi SPSS 20.00. Penggunaan analisis tersebut untuk melihat
rata-rata perbedaan jumlah sampah berdasarkan jenis, ukuran serta massa/berat
27
sampah pada ekosistem lamun dan ekosistem mangrove di lokasi penelitian.
Selanjutnya, jika terdapat perbedaan yang signifikan maka dilakukan Uji lanjut
(Post Hoc) dengan menggunakan uji tukey.
28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di pesisir dan pulau kecil wilayah Kepulauan
Karimunjawa. Terdapat 4 lokasi pengambilan sampel dan 6 stasiun yang dimana
3 stasiun berada di ekosistem pesisir yang terdapat lamun dan 3 stasiun berada
di ekosistem mangrove. Pembagian stasiunnya adalah, Menjangan Kecil terdapat
1 stasiun lamun, Pantai Lumbung terdapat 1 stasiun lamun dan 1 stasiun
mangrove, Legon Nipah terdapat 1 stasiun lamun dan 1 stasiun mangrove dan
yang terakhir Ujung Merican terdapat 1 stasiun mangrove. Penjabaran singkat
mengenai lokasi penelitian terdapat pada point-point berikut.
A. Menjangan Kecil
Menjangan kecil merupakan salah satu pulau kecil yang berada di
Kepulauan Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah.
Membutuhkan waktu sekitar 20 menit dari pulau utama Karimunjawa ke arah barat
untuk sampai ke Pulau Menjangan Kecil. Pulau ini memiliki substrat pasir
berkarang dan dikenal dengan keindahan terumbu karang yang menjadi andalan
dari Pulau Menjangan Kecil. Pulau Menjangan Kecil juga terdapat penangkaran
hiu yang menjadikan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke sana. Selain
itu, di pulau ini terdapat resor sehingga para wisatawan atau peneliti bisa
menghabiskan malam dengan nyaman.
B. Pantai Lumbung
Pantai lumbung merupakan salah satu pantai yang berada di wilayah
Karimunjawa, tepatnya pada Desa Jatikerep, Karimunjawa, Kabupaten Jepara.
Pantai ini berada di kawasan padat penduduk dan banyak resor untuk penginapan
di sekitarnya. Selain itu terdapat dermaga yang lokasinya berada di utara Pantai
29
Lumbung, tepatnya dekat dengan ekosistem mangrove. Dermaga ini biasa
digunakan penyeberangan oleh kapal kecil untuk kegiatan pariwisata ke pulau-
pulau kecil yang ada di Karimujawa. Pantai lumbung memiliki substrat pasir
berlumpur dengan kondisi yang cenderung kotor dan berbau.
C. Legon Nipah
Legon Nipah adalah salah satu teluk yang berada di wilayah Karimunjawa,
Jepara, Jawa Tengah. Teluk ini dikasih nama nipah dikarenakan terdapat banyak
pohon nipah sekelilingnya. Kondisi di sekitar Legon Nipah cenderung lebih sepi
dibandingkan tempat sampling lainnya karena tidak ada masyarakat yang tinggal
menetap di wilayah ini, yang ada hanya kegiatan para nelayan untuk mencari ikan
di sekelilingnya. Legon Nipah memiliki substrat pasir berkarang yang terdapat
ekosistem mangrove dan lamun di dalamnya, yang dimana menjadi tempat
pengambilan sampling oleh penulis.
D. Mrican
Mrican merupakan daerah yang secara administratif masuk ke dalam Desa
Kemujan, Pulau Kemujan yang dimana terdapat aktivitas budidaya rumput laut di
lokasi ini. Pulau Kemujan awal mulanya merupakan suatu pulau yang terletak di
bagian utaranya Karimunjawa dan terpisah dari Karimunjawa. Namun, seiring
dengan berjalannya waktu pulau ini menjadi tersambung dengan Karimunjawa
karena dibuatnya jembatan penghubung antara Kemujan dengan Karimunjawa
oleh pemerintah setempat. Sejak adanya jembatan tersebut, akses untuk menuju
ke daerah ini dapat ditempuh dengan jalur darat. Mrican sendiri merupakan
kawasan yang padat penduduk dan memiliki substrat pasir berkarang yang
terdapat ekosistem mangrove untuk melakukan sampling di sana.
Wilayah Karimunjawa merupakan daerah kepulauan yang terdiri dari 27
pulau yang termasuk dalam kawasaan Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ),
dimana permukiman penduduknya hanya terdapat di lima pulau besar, yaitu Pulau
30
Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau nyamuk dan Pulau Genting.
Daerah Kepulauan Karimunjawa beriklim tropis yang dipengaruhi oleh angin laut
yang bertiup sepanjang hari dengan suhu rata-rata 26-30 oC dengan suhu
minimum 22 oC dan suhu maksimum 34 oC (Yulvia et al., 2012).
4.1.1 Kondisi Oseanografi
Berdasarkan data yang diperoleh dari ECMWF tahun 2018 didapatkan hasil
arah angin beserta kecepatannya berupa wind rose (Gambar 5) di perairan
Karimunjawa pada bulan Maret 2018 cenderung bergerak ke segala arah dengan
kecepatan yang berbeda. Angin yang berhembus dari selatan ke utara dengan
kecepatan 4-17 knots. Angin yang bergerak dari tenggara ke barat laut dengan
kecepatan 4-7 knots. Angin yang bergerak dari timur ke barat dengan kecepatan
4-11 knots. Angin yang bergerak dari timur laut ke barat daya memiliki kecepatan
yang sama dengan angin yang bergerak dari timur ke barat yaitu sebesar 4-11
knots. Angin yang bergerak dari utara ke selatan memiliki kecepatan sebesar 4 -
17 knots.
Perairan Kepulauan Karimunjawa termasuk ke dalam monsun timur dan
barat serta dua musim peralihan yakni musim peralihan 1 dan peralihan 2
(Balitbang Provinsi Jawa Tengah, 2003). Musim-musim tersebut sangat
mempengaruhi kondisi hidrooseanografi perairan Kepulauan Karimunjawa seperti
arus laut yang mengalir dari barat ke timur (dikenal sebagai musim barat), dicirikan
oleh kondisi angin kencang, gelombang laut besar, curah hujan tinggi dan kadar
garam relatif menurun atau rendah (Putro, 2018). Sedangkan sebaliknya terjadi
arus laut yang mengalir dari timur ke barat (dikenal sebagai musim timur), dicirikan
oleh kondisi angin dan gelombang laut relatif tidak besar, curah hujan rendah dan
kadar garam relatif tinggi (Nontji, 1993).
31
Gambar 5. Arah Angin Musim Peralihan 1
Berdasarkan hasil grafik frekuensi kecepatan angin yang disajikan pada
Gambar 6, dapat dilihat bahwa angin dengan kecepatan 7-11 knots memiliki
frekuensi tertinggi yaitu sebesar 42,1%. Kemudian frekuensi tertinggi kedua
terdapat pada kecepatan angin sebesar 4-7 knots dengan frekuensi 28,2%.
Sedangkan frekuensi angin terendah pada bulan Maret 2018 atau pada musim
peralihan 1 terdapat pada kecepatan angin sebesar 17-21 knots dengan frekuensi
1,6%. Karakteristik oseanografi Kepulauan Karimunjawa sangat dipengaruhi oleh
kondisi musim yang ada di Indonesia. Pada musim barat atau barat laut, arus kuat
di Perairan Karimunjawa berasal dari Laut Cina Selatan. Kecepatan angin pada
musim timur di Indonesia dapat mencapai 3,5–5 m/dt dan 7,5 m/dt pada musim
barat, sedangkan di perairan sekitar Jepara kecepatan angin rata-rata berkisar
antara 1,23–2,89 m/dt (Putro, 2018).
32
Gambar 6. Frekuensi Kecepatan Angin
Berdasarkan pola arus yang didapat dari hasil data sekunder tersaji pada
Gambar 7, menunjukkan bahwa pada musim peralihan 1 di sisi sebelah barat,
timur, dan selatan Karimunjawa arah arus dominan mengarah ke Tenggara dan
dibelokkan menuju kearah selatan. Sedangkan di bagian utara Karimunjawa, arah
arus dominan mengarah ke timur dan dibelokkan ke arah utara. Menurut Putro
(2018), arus di perairan Kepulauan Karimunjawa pada musim barat berasal dari
Laut Cina Selatan yang selanjutnya mengalir laut menuju ke Laut Jawa sampai ke
timur yaitu Laut Flores, Laut Banda, Laut Arafura dan sebaliknya pada musim
tenggara dengan kecepatan arus permukaan rata-rata berkisar antara 8-25
cm/detik.
Menurut Putro (2018) menyatakan bahwa arus di perairan lebih kuat pada
musim barat daripada musim timur. Pada musim barat kuat arus dapat mencapai
0,35 meter/detik sedangkan pada musim timur hanya berkisar antara 0,15
meter/detik. Pada musim barat yaitu bulan Desember–Februari, arus laut di
perairan pesisir Jepara dan perairan Karimunjawa secara umum bergerak dari
barat/barat laut ke arah timur/tenggara dengan kecepatan antara 0,5–0,75
33
meter/detik. Pada musim peralihan dari musim barat ke musim timur yaitu bulan
Maret–Mei, arus laut di perairan Karimunjawa secara umum bergerak dari barat
laut ke tenggara dengan kecepatan berkisar antara 0,3–0,5 meter/detik. Pada
musim timur yaitu bulan Juni–Agustus arus laut di perairan Karimunjawa secara
umum bergerak dari timur ke barat/ barat Laut dengan kecepatan berkisar antara
0,3–0,5 meter/detik. Pada musim peralihan dari musim timur ke musim barat yaitu
bulan September-November, arus laut bergerak dari barat/barat Laut ke arah
timur/tenggara dengan dengan kecepatan berkisar antara 0,25–0,5 meter/detik
(Nontji, 1993).
Gambar 7. Pola Arus Musim Peralihan 1 (Yulvia et al., 2012)
4.2 Identifikasi Komposisi, Berat, Kepadatan Sampah Pada Ekosistem
Lamun & Mangrove
4.2.1 Identifikasi Komposisi, Berat, Kepadatan Sampah Pada Ekosistem
Lamun
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan dari 3 lokasi penelitan pada
ekosistem lamun di wilayah Karimunjawa ditemukan 5 jenis lamun yaitu Thalassia
hemprichii, Cymodocea serrulata, Halodule pinifolia, Halodule uninervis dan
Halophila ovalis, Enhalus acoroides serta ditemukannya juga beberapa biota
34
seperti teripang dan ikan-ikan kecil lainnya. Jenis yang paling mendominasi dari
ketiga stasiun tersebut ialah jenis Enhalus acoroides dengan substrat pasir
berkarang (Gambar 8). Ekosistem lamun, mangrove, dan terumbu karang rentan
mengalami pencemaran yang diakibatkan polusi yang berasal dari daratan
(Assuyuti et al., 2018). Salah satu penyumbang bahan pencemar di ekosistem
pesisir pantai merupakan sampah laut. Sampah laut yang ditemukan pada
ekosistem lamun di wilayah Karimunjawa terdiri dari berbagai macam jenis, berat,
dan ukurannya. Penjabaran dari identifikasi yang telah dilakukan tersebut terdapat
pada subab-subab berikut.
Gambar 8. Jenis Lamun Enhalus acoroides (Dokumentasi PUSRISKEL, 2019)
4.2.1.1 Jenis Sampah
Sampah laut terdiri dari berbagai jenis sampah, untuk mempermudah
pengamatan dan analisis maka membagi jenis sampah menjadi beberapa bagian
secara garis besar berdasarkan masing-masing ekosistem di wilayah
Karimunjawa. Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh NOAA (2015),
sampah laut tersebut dibagi menjadi beberapa jenis yaitu sampah plastik,
logam/metal, kaca, organik, dan lain-lain. Kategori sampah untuk ekosistem lamun
35
berdasarkan jenis tersebut tersaji pada Gambar 9 yang dimana data tersebut
didapatkan dari hasil penelitian.
Sampah laut di pesisir pantai wilayah Karimunjawa adalah jenis sampah
hasil dari aktivitas di laut serta sampah hasil buangan dari masyarakat yang akan
masuk ke perairain laut mengikuti arus laut dan pasang surut. Jenis-jenis sampah
yang didapatkan pada lokasi penelitian disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Jumlah Sampah Laut Berdasarkan Jenis di Ekosistem Lamun
Berdasarkan hasil sampling didapatkan berbagai jenis sampah pada setiap
stasiunnya, jenis sampah plastik merupakan sampah laut yang paling banyak
ditemukan pada setiap stasiun di ekosistem lamun. Pantai Lumbung adalah
penghasil sampah plastik tertinggi yang jumlahnya ±300 buah. Penghasil sampah
plastik tertinggi kedua adalah Menjangan Kecil, yang jumlahnya ±150 buah.
Sedangkan penghasil terendah adalah Legon Nipah, yang jumlahnya tidak sampai
dari 100 buah. Berdasarkan pengujian statistik One Way Anova (Lampiran 1) dari
jumlah jenis sampah yang didapatkan di 3 lokasi sampling yang berbeda dengan
tingkat signifikansi (p >0,05), sehingga disimpulkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan dari jumlah jenis sampah pada stasiun ekosistem
lamun.
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Jumlah Jumlah Jumlah
Menjangan Kecil Pantai Lumbung Legon Nipah
Jum
lah S
am
pah
Lokasi Penelitian
Plastik Logam/ Metal Kaca Karet Organik Lain-lain
36
Gambar 10. Sampah di Ekosistem Lamun (Dokumentasi Lapangan, 2019)
4.2.1.2 Ukuran Sampah Laut
Beragamnya ukuran dari sampah laut, maka untuk mempermudah penelitan
dibagi menjadi beberapa karakteristik (Tabel 2). Mengacu pada penelitian yang
telah dilakukan (Lippi et al., 2013), sampah laut diklasifikasikan menjadi 5 kategori
seperti mega-debris (>1 m), macro-debris (>2,5 cm–1 m), meso-debris (>0,5 cm–
2,5 cm), micro-debris (0,33 mm–5 mm), dan nano-debris (<1 μm). Data hasil
penelitian tersebut seperti yang tersaji pada Gambar 11.
Gambar 11. Jumlah Sampah Berdasarkan Ukuran di Ekosistem Lamun
Hasil dari penelitian ini, karakterisasi ukuran sampah laut yang ditemukan
dibatasi hingga ukuran meso. Klasifikasi ukuran sampah yang dilakukan mengacu
pada penelitian (Lippi et al., 2013). Ukuran sampah yang banyak ditemukan pada
lokasi penelitian di ekosistem lamun tersaji pada Gambar 11 ialah jenis ukuran
makro dengan panjang >2,5 cm–1 m. Penghasil sampah makro tertinggi pada
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Jumlah Jumlah Jumlah
Menjangan Kecil Pantai Lumbung Legon Nipah
Jum
lah S
am
pah
Lokasi Penelitian
Mega Makro Meso
37
lokasi penelitian adalah Pantai Lumbung dengan jumlah ±370 buah. Penghasil
sampah tertinggi kedua ialah Menjangan Kecil yang dimana menghasilkan
sampah makro sebesar ±180 buah. Kemudian penghasil sampah makro terendah
terdapat pada Legon Nipah yang jumlahnya ±150 buah sampah makro.
Berdasarkan hasil pengujian statistik One Way Anova dangan menggunakan
SPSS ver 20.00 (Lampiran 1), yang bertujuan untuk melihat perbandingan jumlah
ukuran sampel dan berat berdasarkan ukuran di 3 lokasi sampling pada ekosistem
lamun, menunjukkan bahwa berdasarkan jumlah ukuran dan berat ukuran dari
sampel di 3 lokasi sampling ekosistem lamun tidak terdapat perbedaan signifikan
(p >0,05).
Gambar 12. Proses Pensortiran Sampah Laut Berdasarkan Ukuran
(Dokumentasi Lapangan, 2019)
4.2.1.3 Berat Sampah
Berat total sampah laut yang telah dikumpulkan dari 3 lokasi di ekosistem
lamun pada saat sampling ialah sebesar 28,3 kg. Total sampah tersebut
didapatkan dari akumulasi berat total dari 3 lokasi penelitian. Dapat dilihat dari
hasil grafik yang tersaji pada Gambar 16, Pantai Lumbung merupakan lokasi yang
menghasilkan bobot sampah laut yang paling tinggi yaitu sebesar 11,8 kg.
38
Berdasarkan data arah arus yang tersaji pada Gambar 13, menunjukkan arus yang
datang di Pantai Lumbung berasal dari utara yang cenderung mengarah ke
selatan. Sehingga diasumsikan tingginya sampah laut pada Pantai Lumbung
datang dari arah utara menuju selatan yang berasal dari kegiatan di sekitar Pantai
Lumbung seperti kegiatan penyeberangan yang ada di dermaga, pariwisata pada
Pantai Tanjung Gelam yang ada di bagian utara Pantai Lumbung dan ditambah
sampah yang berasal dari transportasi laut. Kondisi Pantai Lumbung yang dekat
dengan pemukiman (Gambar 13) juga ikut menambah volume sampah laut yang
berasal dari sampah aktivitas rumah tangga yang dibuang ke laut lalu ikut terbawa
arus, sehingga sampah laut yang masuk nantinya akan terakumulasi ke daerah
ini. Peristiwa tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh (Vermeiren et
al., 2016), bahwa akumulasi sampah yang terdapat di suatu daerah khususnya
pada perairan dipengaruhi oleh pergerakan angin yang membentuk arus, pasang
surut, dan gelombang.
Gambar 13. Kondisi Pantai Lumbung
Kemudian bobot sampah tertinggi kedua pada ekosistem lamun berasal dari
Menjangan Kecil yang menghasilkan bobot sampah laut sebesar 9,1 kg.
39
Menjangan Kecil adalah pulau kecil dengan keindahan terumbu karangnya dan
terdapat penangkaran hiu di sana. Berdasarkan pola arus yang tersaji pada
Gambar 14 menunjukkan arus yang datang di Menjangan Kecil berasal dari utara
yang cenderung menuju selatan, sehingga diasumsikan sampah yang masuk ke
wilayah ini merupakan sampah kiriman yang berasal dari aktivitas laut di bagian
utara Menjangan Kecil seperti aktivitas pariwisata di Pantai Tanjung Gelam,
aktivitas penyeberangan di Pantai Lumbung serta transportasi laut lainnya. Selain
itu, adanya aktivitas pariwisata juga ikut menyumbangkan bobot sampah di
wilayah ini. Akan tetapi, kondisi tersebut tidak membuat jumlah bobot sampah laut
pada Menjangan Kecil menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan Pantai
Lumbung. Hal ini dikarenakan Menjangan Kecil berada jauh dari pusat keramaian
jika dibandingkan dengan Pantai Lumbung, sehingga aktivitas yang dilakukan
pada Menjangan Kecil tidak lebih padat dibandingkan dengan Pantai Lumbung.
Kondisi ini yang menjadikan jumlah bobot sampah pada Menjangan Kecil lebih
rendah dari Pantai Lumbung.
Gambar 14. Kondisi Menjangan Kecil
40
Berikutnya bobot sampah laut dengan jumlah terendah pada ekosistem
lamun ditemukan pada Legon Nipah yang menghasilkan bobot sampah laut
sebesar 7,4 kg. Legon Nipah merupakan teluk yang tidak berpenghuni.
Rendahnya bobot sampah laut pada wilayah ini dikarenakan sedikitnya aktivitas
yang dilakukan di sana, sehingga menyebabkan rendahnya sampah yang berasal
dari aktivitas di darat. Selain itu yang menjadi faktor pendukung dari rendahnya
bobot sampah pada wilayah ini dikarenakan sampah yang ada di Legon Nipah
lebih didominasi oleh sampah yang berasal dari kiriman pulau-pulau sekitarnya
karena terbawa arus yang datang dari utara menuju ke tenggara Karimunjawa.
Legon Nipah juga merupakan lokasi penelitian yang paling jauh dari pusat
keramaian Karimunjawa, sehingga sampah lebih singgah dulu di daerah yang
lebih dekat pusat keramaian Karimunjawa seperti Pantai Lumbung dan Pulau
Menjangan Kecil.
Gambar 15. Kondisi Legon Nipah
41
Selanjutnya, dari hasil pengamatan di 3 lokasi sampling, dilakukan pengujian
statistik One Way Anova yang bertujuan untuk melihat perbandingan jumlah jenis
sampel dan berat jenis sampel. Hasil perhitungan anova dengan menggunakan
SPSS ver 20.00 (Lampiran 1) menunjukkan bahwa berdasarkan berat jenis sampel
pada ekosistem lamun tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p >0,05).
Gambar 16. Berat Sampah di Ekosistem Lamun
Menurut Hermawan (2017), menyampaikan bahwa dampak sampah laut
terhadap ekosistem pesisir terutama pada bagian intertidal, dampak timbul karena
sampah laut yang terdeposit di daerah intertidal. Sampah laut menumpuk di tepi
pantai, menutupi sebagian lamun dan biota, sampah yang menutupi seperti plastik
bungkus, kayu dan botol kaca. Sampah laut mengapung dan tenggelam di daerah
intertidal, akibatnya menutupi daerah tersebut. Sampah laut mengikuti arus air laut
dan pasang surut, saat air laut surut terendah penumpukan sampah menutupi dan
menindih vegetasi dan biota di bawahnya. Hal yang sama juga disampaikan oleh
Wurpel et al., (2011), bahwa salah satu dampak sampah khususnya pada
organisme bentik yaitu sampah laut yang tenggelam di dasar atau menempel pada
substrat (Gambar 17) dapat memberikan paparan bahan toksik terhadap biota
9,1
11,8
7,4
0
2
4
6
8
10
12
14
Menjangan Kecil Pantai Lumbung Legon Nipah
Bera
t (k
g)
42
dikarenakan tidak adanya pertukaran gas ataupun oksigen yang terjadi antara
sedimen dan perairan.
Gambar 17. Sampah Terkubur di Substrat Ekosistem Lamun (Dokumentasi
Lapangan, 2019)
4.2.1.4 Kepadatan Sampah Ekosistem Lamun
Pengamatan kepadatan sampah laut pada penelitian ini dilakukan sebanyak
2 kali, yang dimana dilakukannya pengamatan kepadatan jumlah sampah
berdasarkan jenis pada ekosistem lamun, serta dilakukannya juga pengamatan
terhadap kepadatan berat berdasarkan jenis pada ekosistem lamun.
Kepadatan sampah laut berdasarkan jumlah jenis (buah/100 m2) pada
ekosistem lamun seperti yang disajikan Gambar 18, menunjukkan yang tertinggi
terdapat pada Pantai Lumbung yang didominasi oleh sampah plastik dengan
kepadatan jumlah sebesar ±3 buah/100 m2. Pantai lumbung merupakan lokasi
yang berada dekat dengan rumah penduduk, selain itu pantai tersebut memiliki
karakteristik arus yang lebih kuat dibanding lokasi lainnya. Sehingga sampah laut
di Pantai Lumbung lebih mendominasi jika dibandingkan dengan stasiun lainnya.
Menurut laporan publikasi Greenpeace oleh Allsopp et al., (2006) yang
43
menganalisis beberapa publikasi sampah anorganik terutama sampah plastik dari
tahun 1995 sampai 2005 menyatakan bahwa deposit sampah anorganik tertinggi
yang pernah tercatat adalah di Sicily, Italia pada tahun 1988 dengan kepadatan
231 item/m2 dan pantai Atlantik Utara sebesar 70,9 item/m2 pada tahun antara
1984 sampai 2001.
Gambar 18. Kepadatan Jumlah Sampah Ekosistem Lamun
Gambar 19. Kepadatan Berat Sampah Ekosistem Lamun
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
Menjangan Kecil Pantai Lumbung Legon Nipah
buah/1
00 m
²
Lokasi Penelitian
Plastik Logam/ Metal Kaca Karet Organik Lain-lain
0
50
100
150
200
250
Menjangan Kecil Pantai Lumbung Legon Nipah
g/1
00 m
²
Lokasi Penelitian
Plastik Logam/ Metal Kaca Karet Organik Lain-lain
44
Berdasarkan hasil perhitungan jumlah kepadatan berat sampah laut (g/100
m2) pada ekosistem lamun di setiap stasiun yang berbeda, menghasilkan data
dalam bentuk grafik yang disajikan pada Gambar 19. Hasil tersebut menunjukkan
berat tertinggi adalah plastik dengan nilai sebesar ±68 g/100 m2 yang terdapat di
Pantai Lumbung. Menurut Ribic et.al., (2012), setiap tahun 6,4 juta ton sampah
dibuang ke laut, di Midway Atoll berat sampah laut yang 91% adalah sampah
plastik atau 4,94 kg/m2.
Menurut Hermawan (2017), sampah anorganik didominasi oleh plastik dan
karet, sampah plastik jenis botol plastik dan gelas plastik sangat mendominasi.
Bentuk botol plastik yang memiliki ruang udara yang besar membuatnya dapat
mengapung sangat lama. Gelas plastik sangat ringan dan kuat sehingga mampu
mengapung sangat lama dan terbawa arus laut. Sampah anorganik merupakan
sampah yang tidak mudah luruh sehingga dapat bertahan dengan waktu yang
lama.
4.2.2 Identifikasi Komposisi, Berat, Kepadatan Sampah Pada Ekosistem
Mangrove
Berdasarkan hasil pengamatan dari ke 3 lokasi penelitian, yang terdiri dari
Pantai Lumbung, Mrican dan Legon Nipah banyak ditemukan berbagai jenis
mangrove di lokasi sampling tersebut. Jenis mangrove yang paling mendominasi
ialah Rhizopora sp. (Gambar 20) dengan substrat pasir berlumpur, di samping itu
ditemukan juga beberapa biota seperti kepiting bakau dan keong kecil (Gambar
20) yang ada di sekitar lokasi sampling. Ekosistem mangrove merupakan salah
satu ekosistem wilayah pesisir yang berpotensi menjebak sampah karena
mangrove berbatasan dengan darat maupun laut. Selain itu, tanaman mangrove
memiliki morfologi akar yang dapat menjebak sampah dalam jumlah besar.
Sampah yang ditemukan juga beragam jenis dan ukurannya. Peneliti telah
melakukan identifikasi masalah terkait untuk mengetahui komposisi, berat, dan
45
kepadatan sampah laut yang ada di ekosistem mangrove, penjabaran tersebut
tersaji pada subab-subab berikut.
Gambar 20. Jenis Mangrove Rhizopora sp. dan Biota di Mangrove (Dokumentasi
Lapangan, 2019)
4.2.2.1 Jenis Sampah Ekosistem Mangrove
Sampah yang ditemukan pada ekosistem mangrove merupakan jenis
sampah yang sama dengan ekosistem lamun, yang dimana jenis sampah tersebut
berasal dari aktivitas di laut serta sampah hasil buangan masyarakat yang masuk
ke ekosistem mangrove mengikuti arus dan pasang surut. Jenis-jenis sampah
yang ditemukan pada ekosistem mangrove tersebut tersaji pada Gambar 21.
Gambar 21. Jumlah Sampah Laut Berdasarkan Jenis di Ekosistem Mangrove
0
50
100
150
200
250
300
350
Pantai Lumbung Mrican Legon Nipah
Jum
lah S
am
pah
Lokasi Penelitian
Plastik Logam/ Metal Kaca Karet Organik Lain-lain
46
Berdasarkan hasil sampling yang dilakukan pada 3 lokasi di ekosistem
mangrove, menghasilkan grafik pada Gambar 21 yang menunjukkan jumlah
sampah plastik merupakan jenis sampah yang paling mendominasi di ekosistem
tersebut. Jumlah sampah plastik tertinggi ditemukan pada Pantai Lumbung yang
dimana jumlahnya sebesar ±160 buah. Kemudian jumlah sampah plastik tertinggi
kedua adalah Mrican yang jumlahnya sebesar ±80 buah. Sedangkan jumlah
sampah plastik yang terendah ditemukan pada Legon Nipah sebesar ±60 buah.
Selanjutnya dari jumlah jenis sampah pada 3 lokasi penelitian yang berbeda
didapatkan tingkat signifikansi p >0,05 (Lampiran 2), sehingga disimpulkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan jumlah jenis sampah pada stasiun
ekosistem mangrove.
Berdasarkan hasil grafik pada Gambar 9 dan Gambar 21 dapat diketahui
jenis sampah yang paling mendominasi pada 2 ekosistem tersebut merupakan
sampah plastik. Hal ini dikarenakan sampah plastik merupakan jenis sampah yang
mudah mengapung dan terbawa oleh arus perairan dan teraduk oleh gelombang,
sehingga sangat memungkinkan untuk menjadikan sampah ini sebagai sampah
dengan akumulasi terbanyak di perairan pantai (Isman, 2016).
Banyaknya sampah plastik yang ditemukan juga sesuai dengan penelitian
Zulkarnaen pada tahun 2017 di 3 lokasi pantai yang ada di Sulawesi Selatan
mencapai 80% jumlah sampah plastik. Hal yang serupa juga disampaikan oleh
NOAA (2016), bahwa hasil penelitian mengenai sampah laut yang terdapat
diseluruh dunia, jenis sampah plastik adalah jenis yang paling umum dan banyak
ditemukan serta yang beresiko memberikan dampak pada organisme laut.
47
Gambar 22. Sampah Laut di Ekosistem Mangrove (Dokumentasi Lapangan, 2019)
4.2.2.2 Ukuran Sampah Laut Pada Ekosistem Mangrove
Perihal yang sama dilakukan dalam mengklasfikasikan ukuran sampah di
ekosistem mangrove ialah mengacu pada penelitiannya (Lippi et al., 2013). Ukuran
sampah yang banyak ditemukan pada ekosistem mangrove merupakan sampah
dengan ukuran makro dengan panjang >2,5 cm–1 m. Hasil tersebut tersaji dalam
bentuk grafik pada Gambar 23, dari grafik tersebut menunjukkan bahwa ukuran
sampah makro pada Pantai Lumbung merupakan yang tertinggi jika dibandingkan
dengan lokasi lainnya pada ekosistem mangrove. Jumlah sampah makro pada
Pantai Lumbung ialah sebesar ±270 buah. Kemudian penghasil sampah makro
tertinggi kedua ialah Legon Nipah yang menyumbangkan sampah makro sebesar
±150 buah. Sedangkan untuk penghasil sampah makro terendah ialah Mrican
yang jumlahnya sebesar ±120 buah.
48
Gambar 23. Ukuran Sampah Laut Pada Ekosistem Mangrove
Berdasarkan hasil data yang tersaji dalam grafik pada gambar 11 dan
gambar 20 menunjukkan sampah dengan ukuran makro yang paling mendominasi
pada ekosistem lamun dan ekosistem mangrove di wilayah sampling. Tingginya
sampah macro-debris pada yang berada di Pantai Lumbung dikarenakan
banyaknya sampah yang berjenis plastik yang terakumulasi pada waktu-waktu
sebelumnya. Kondisi tersebut sesuai dengan hasil riset KLHK (Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan) pada tahun 2017 sampah yang paling
mendominasi di wilayah Karimunjawa merupakan sampah dengan ukuran >2,5
cm–1 m atau masuk dalam kategori macro-debris.
Dalam uji One Way Anova, dilakukan untuk mengetahui perbandingan
jumlah sampah berdasarkan ukuran pada saat sampling di setiap lokasi penelitian.
Dapat dilihat dalam hasil pengujian statistik (Lampiran 2), semua jumlah sampah
laut berdasarkan ukuran tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p >0,05) pada
ekosistem mangrove di Pantai Lumbung, Mrican dan Pulau Legon Nipah.
4.2.2.3 Berat/Massa Sampah Laut
Berat total sampah laut pada ekosistem mangrove yang dikumpulkan dari
3 lokasi penelitian yang didapatkan sebesar 22,6 kg. Dapat dilihat dari hasil grafik
0
50
100
150
200
250
300
350
Jumlah Jumlah Jumlah
Menjangan Kecil Mrican Legon Nipah
Jum
lah S
am
pah
Lokasi Penelitian
Mega Makro Meso
49
yang disajikan pada Gambar 26, Pantai Lumbung memiliki bobot sampah laut yang
paling tinggi pada ekosistem mangrove yaitu sebesar 10,3 kg. Pantai lumbung
ialah salah satu lokasi sampling dengan kondisi padat penduduk yang berada di
wilayah Karimunjawa. Selain penduduknya yang padat, lokasi ini paling aktif
kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar dibandingkan dengan lokasi
sampling lainnya. Berdasarkan data pola arus yang tersaji pada Gambar 24,
menunjukkan arus yang datang di Pantai Lumbung berasal dari utara yang
cenderung mengarah ke selatan. Adanya kondisi tersebut, sehingga diasumsikan
tingginya sampah laut pada Pantai Lumbung berasal dari kiriman pulau-pulau kecil
dan kegiatan lainnya seperti transportasi laut, pariwisata bahari di bagian utara
Pantai Lumbung yang masuk ke lokasi karena terbawa arus. Selain itu, ekosistem
mangrove pada Pantai Lumbung yang berada dekat dengan pemukiman
penduduk dan dermaga penyeberangan (Gambar 24) juga ikut berperan
menambah volume sampah yang berasal dari darat karena aktivitas manusia,
sehingga sampah laut yang masuk nantinya akan terakumulasi ke daerah ini. Hal
ini juga disampaikan oleh Assuyuti et al., (2017), bahwa sampah yang masuk ke
laut berasal dari aktivitas manusia.
Gambar 24. Kondisi dari Pantai Lumbung
Berat sampah laut tertinggi kedua pada ekosistem mangrove ditemukan di
Mrican yang dimana memiliki bobot sebesar 7 kg. Mrican merupakan kawasan
50
yang terletak di utara dari pusat keramaian Karimunjawa dengan kondisi adanya
tempat budidaya rumput laut dan dekat dengan pemukiman padat penduduk di
sekitarnya. Faktor utama yang menjadi penyebab masuknya sampah laut di
wilayah ini diasumsikan berasal dari kegiatan budidaya rumput, yang dimana para
petani dari budidaya rumput laut tersebut banyak menggunakan botol plastik untuk
dijadikan pembatas tiap transek dari rumput lautnya. Selain itu masuknya sampah
dari darat dan pulau-pulau sekitarnya yang terbawa arus dari timur menuju ke
utara, yang menjadikan sampah terakumulasi di lokasi ini. Walaupun dengan
kondisi tersebut, namun aktivitas yang dilakukan di Mrican cenderung tidak terlalu
padat dikarenakan masyarakat Mrican lebih banyak melakukan kegiatan lainnya
di daerah dekat dengan pusat keramaian Karimunjawa. Adanya kondisi tersebut
menjadikan salah satu penyebab bobot sampah yang dihasilkan di Mrican lebih
rendah dibandingkan dengan Menjangan Kecil yang berada lebih dekat dengan
pusat keramaian Karimunjawa.
Gambar 25. Kondisi Mrican
51
Gambar 26. Berat Sampah Ekosistem Mangrove
Berat sampah laut yang terendah ditemukan pada Legon Nipah yaitu
sebesar 5,3 kg. Rendahnya berat sampah laut pada ekosistem mangrove di Legon
Nipah dikarenakan Legon Nipah merupakan lokasi penelitian yang paling jauh dari
pusat keramaian Karimunjawa dan teluk yang tidak berpenghuni, ditambah
kegiatan yang dilakukan pada Legon Nipah tidak sepadat dibandingkan dengan
lokasi lainnya. Adanya kondisi tersebut sehingga dapat diasumsikan bahwa
sampah yang masuk ke Legon Nipah merupakan sampah berasal dari kiriman
pulau-pulau sekitarnya karena terbawa arus yang datang dari utara menuju ke
tenggara Karimunjawa.
10,3
7
5,3
0
2
4
6
8
10
12
Pantai Lumbung Mrican Legon Nipah
Bera
t (k
g)
Lokasi Penelitian
52
Gambar 27. Kondisi dari Legon Nipah
Untuk melihat perbandingan berat jenis di 3 lokasi sampling ekosistem
mangrove, maka dilakukan analisis statistik One Way Anova. Hasil perhitungan
anova dengan menggunakan SPSS ver 20.00 (Lampiran 2) menunjukkan bahwa
berdasarkan berat jenis sampel tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
ekosistem mangrove (p >0,05).
Gambar 28. Kumpulan Sampah dari 2 Ekosistem (Dokumentasi Lapangan,
2019)
53
Berdasarkan pengamatan di lapangan, mangrove mendapat dampak
langsung dari sampah laut. Pada saat air laut pasang melampaui pantai yang
rendah dan membawa sampah laut ke kawasan mangrove. Pada saat surut
sampah laut tersebut tertinggal di kawasan mangrove karena tersangkut pada
akar-akar pohon, sehingga terjadi penumpukan sampah laut di daerah mangrove
tersebut (Gambar 22). Tumpukan sampah paling tinggi di daerah yang menghadap
langsung dengan laut, sedangkan kawasan mangrove yang lebih ke dalam sedikit
berkurang karena terhalangi vegetasi yang rapat. Menurut penelitian yang telah
dilakukan Cordeiro dan Costa (2010) di Brazil mendapatkan jumlah tumpukan
plastik sebesar 62,81% menutupi daerah mangrove, tetapi tidak ditemukan
korelasi antara tumpukan sampah laut dan kerapatan mangrove. Dampak dari
penumpukan sampah laut berdasarkan pengamatan yaitu terjadinya penutupan
tanah substrat oleh sampah laut yang dominan sampah plastik dan kayu. Menurut
Cordeiro dan Costa (2010), akibat dari terjadinya penutupan sampah tersebut
adalah tertindihnya bibit mangrove yang akan tumbuh dengan material sampah di
atasnya, demikian juga pada biji mangrove yang akan jatuh ke tanah terhalangi
oleh sampah laut akhirnya kering dan gagal berkecambah. Sehingga
perkembangbiakkan biji-biji mangrove tidak sempurna.
4.2.2.4 Kepadatan Sampah Laut
Hal yang dilakukan dalam pengamatan kepadatan sampah laut pada
ekosistem mangrove dilakukan sebanyak 2 kali, yang dimana dilakukannya
pengamatan kepadatan jumlah sampah berdasarkan jenis pada ekosistem
mangrove, serta dilakukannya juga pengamatan terhadap kepadatan berat
berdasarkan jenis pada ekosistem mangrove.
Kepadatan sampah laut berdasarkan jumlah jenis (buah/100 m2) pada
ekosistem mangrove disajikan pada Gambar 29, menunjukkan hal yang sama
dengan ekosistem lamun. Sampah yang mendominasi pada ekosistem mangrove
54
ialah sampah plastik yang terdapat pada Pantai Lumbung dengan kepadatan
jumlah sampah laut sebesar ±3 buah/100 m2. Pantai lumbung yang berada dekat
dengan pemukiman penduduk membuat kondisi sampah laut pada Pantai
Lumbung menjadi cenderung lebih banyak karena masuknya sampah rumah
tangga yang dibuang langsung ke laut, selain itu Pantai Lumbung yang memiliki
karakteristik arus lebih kuat dibandingkan dengan lokasi lainnya juga menjadi
faktor pendukung dari tingginya kepadatan sampah pada lokasi ini. Menurut
Hermawan (2017), sampah anorganik didominasi oleh plastik dan karet, sampah
plastik jenis botol plastik dan gelas plastik sangat mendominasi. Bentuk botol
plastik yang memiliki ruang udara yang besar membuatnya dapat mengapung
sangat lama. Gelas plastik sangat ringan dan kuat sehingga mampu mengapung
sangat lama dan terbawa arus laut. Sampah anorganik merupakan sampah yang
tidak mudah luruh sehingga dapat bertahan dengan waktu yang lama.
Gambar 29. Kepadatan Jumlah Sampah Ekosistem Mangrove
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
Pantai Lumbung Mrican Legon Nipah
buah/1
00 m
²
Lokasi Penelitian
Plastik Logam/ Metal Kaca Karet Organik Lain-lain
55
Gambar 30. Kepadatan Berat Sampah Ekosistem Mangrove
Berdasarkan hasil dari perhitungan jumlah kepadatan berat sampah laut
(g/100 m2) pada ekosistem mangrove juga mengalami hal yang sama dengan
ekosistem lamun, dari grafik yang tersaji pada Gambar 30 menunjukkan sampah
plastik memiliki kepadatan berat tertinggi di Pantai Lumbung dengan nilai sebesar
±110 g/100 m2. Menurut Ribic et al., (2012), setiap tahun 6,4 juta ton sampah
dibuang ke laut, di Midway Atoll berat sampah laut yang 91% adalah sampah
plastik atau 4,94 kg/m2.
4.3 Kepadatan Relatif Sampah Laut
Hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Maret 2019 telah didapatkan
data yang tersaji pada Tabel 6 dan 7 menunjukkan bahwa, berdasarkan jumlah
dan berat kepadatan sampah laut di wilayah Pulau Karimunjawa dan Menjangan
Kecil didominasi oleh sampah anorganik dikarenakan sebagian besar material
sampah anorganik adalah plastik, styrofoam dan karet yang banyak ditemukan
pada waktu sampling. Namun, jika dilihat dari Tabel 6 dan 7 data sampah laut
berdasarkan jumlah dan berat di wilayah Pulau Karimunjawa dan Menjangan Kecil
cenderung masih tergolong rendah. Hal ini diduga karena waktu pengambilan
sampel yang dilakukan bulan Maret merupakan musim peralihan dari musim barat
ke musim timur, yang dimana kecepatan angin dan arus pada bulan itu juga
0
50
100
150
200
250
Pantai Lumbung Mrican Legon Nipah
g/1
00 m
²
Lokasi Penelitian
Plastik Logam/ Metal Kaca Karet Organik Lain-lain
56
mengalami penurunan hingga tergolong rendah. Faktor lainnya yang juga turut
mempengaruhi kepadatan sampah laut ialah, waktu dilakukannya pengambilan
sampel sampah di sekitar wilayah sampling telah dilakukannya aksi bersih-bersih
pantai oleh masyarakat dan pemerintah daerah sekitar. Sehingga diperkirakan
sampah yang terkumpul pada saat sampling merupakan hasil sampah yang belum
terkumpul dari aksi bersih pantai dan adanya tambahan sampah yang terbawa dari
arus pada hari setelah dilakukannya aksi bersih pantai. Hal ini sesuai pernyataan
yang disampaikan oleh Hermawan (2017), bahwa pertambahan sampah
mengalami penurunan setiap harinya dikarenakan arus dan kecepatan angin
menuju akhir bulan Maret semakin rendah kecepatan arusnya. Sampah laut yang
terbawa arus menurun kuantitasnya seiring menurunnya arus air laut, sehingga
pertambahan sampah semakin rendah. Akhir bulan Maret atau awal April adalah
peralihan dari musim barat ke musim timur.
Berdasarkan penelitian terhadap 23 pulau di Teluk Jakarta dan Kepulauan
Seribu antara tahun 1985 dan 1995 oleh (Uneputty dan Evans 1997) mendapatkan
rata-rata kepadatan sampah anorganik laut yang terdeposit di pantai sebesar 29,1
item/m2. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa teluk Jakarta dan kepulauan
sekitarnya adalah sumber sampah laut tertinggi di Indonesia.
Tabel 6. Kepadatan Relatif Jumlah Sampah Laut Tiap Stasiun
Stasiun Jumlah (buah/100 m2) (%)
Organik Anorganik Organik Anorganik
Menjangan Kecil Lamun
0,60 3,40 15,0 85,0
Pantai Lumbung Lamun
0,54 7,22 7,0 93,0
Legon Nipah Lamun
0,90 2,62 25,6 74,4
Menjangan Kecil Mangrove
0,92 4,92 15,8 84,2
Mrican Mangrove
0,80 2,16 27,0 73,0
Legon Nipah Mangrove
0,70 2,60 21,2 78,8
57
Tabel 7. Kepadatan Relatif Berat Sampah Laut Tiap Stasiun
Stasiun Berat (g/100 m2) (%)
Organik Anorganik Organik Anorganik
Menjangan Kecil Lamun
30 152 16,5 83,5
Pantai Lumbung
Lamun
30 206 12,7 87,3
Legon Nipah Lamun
40 108 27,0 73.0
Pantai lumbung Mangrove
26 180 12,6 87,4
Mrican Mangrove
40 100 28,6 71,4
Legon Nipah Mangrove
20 86 18,9 81,1
58
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang diproleh dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa:
1. Jenis sampah laut yang ditemukan pada ekosistem lamun dan mangrove
adalah jenis yang sama seperti sampah plastik, logam/metal, kaca, karet,
organik dan lain-lain, yang dimana jenis paling dominan pada kedua
ekosistem ini adalah sampah plastik yang berjumlah sebanyak ±300 buah
pada ekosistem lamun dan sebanyak ±160 buah pada ekosistem mangrove.
Kemudian ukuran sampah macro-debris yang paling dominan ditemukan
pada kedua ekosistem di lokasi penelitian, dengan jumlah sebanyak ±370
buah pada ekosistem lamun dan sebanyak ±270 buah pada ekosistem
mangrove.
2. Berat sampah laut terbesar dan kepadatan paling luas baik pada ekosistem
lamun ataupun mangrove pada penelitian ini ditemukan di Pantai Lumbung
yang memiliki berat sampah sebesar 11,8 kg pada ekosistem lamun dan
sebesar 10,3 kg pada ekosistem mangrove dengan kepadatan masing-
masing dari tiap ekosistem sebesar ±236 g/100 m2 pada ekosistem lamun
dan sebesar ±206 g/100 m2 pada ekosistem mangrove.
5.2 Saran
Mengacu pada hasil dan pembahasan serta kesimpulan maka saran yang
dapat diberikan yaitu:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dampak sampah laut bagi
ekosistem pesisir serta penelitian tentang sampah laut dari segi aspek sosial
dan ekonomi masyarakat pesisir Karimunjawa sebagai data pendukung bagi
59
pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan mengenai penanggulangan
dalam mengurangi dampak dari sampah laut.
2. Peran dari pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengelolaan sampah
laut perlu didorong agar timbul kesadaran dalam mengelola sampah laut.
60
DAFTAR PUSTAKA
Adger WN, Hughes TP, Folke C, Carpenter S R, Rockström J. 2005. Socialecological Resilience To Coastal Disasters. Science, 309, 1036–1039.
Assuyuti, Y.M., Zikrillah, R.B., Tanzil, M.A., Banata, A., Utami, P. 2018. Distribusi dan Jenis Sampah Laut Terhadap Ekosistem Terumbu Karang Pulau Pramuka, Panggang Air, dan Kotok Besar di Kepulauan Seribu Jakarta. J.Ilmiah. Vol.35, No.2.
Allison RA., Walker TA., Chiew FHS., O” Neill IC., McMahon TA., 2007. From roads to rivers: Gross Pollutan Removal From Urban Waterways. J. Catchment Hydrology 17 (2007) ; 98-157.
Allsopp M, Walters A, Santillo D, Johnston P. 2006. Plastic Debris In The World’s Oceans. Greenpeace report. [internet]. [diunduh 22 April 2019]. Tersedia pada:www.greenpeace.org/international/en/publications/reports/plastic_ocean_re port/
Australia Limited. 2016. Marine Debris. www.Cleanup.org
Balitbang Provinsi JawaTengah. 2003. Penelitian Identifikasi dan Penyelamatan Ekosistem Terumbu Karang Bagi Nelayan Kecil di Karimunjawa. Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah
BPS. 2018. Statistik Sumber Daya Laut dan Pesisir. Badan Pusat Statistk Indonesia.
Brunner, K., 2014. Effect of wind and wave-driven mixing on subsurface plastic marine debris concentration (PhD Thesis). University of Delaware.
Coe JM., Rogers DB., 1997. Marine Debris: Sources, Impacts, And Solutions. University of Virginia. Springer. USA.
Cordeiro CAMM, Costa TM. 2010. Evaluation Of Solid Residues Removed From A Mangrove Swamp In The São Vicente Estuary, Brazil. Marine Pollution Bulletin, 60(10), 1762–1767.
Cózar, A., F. Echevarría, J.I. González-Gordillo, X. Irigoien, B. Úbeda, S. Hernández-León, Á.T. Palma, S. Navarro, J. García-deLomas, A. Ruiz, M.L. Fernández-de-Puelles & Duarte, C.M., 2014. Plastic Debris in the Open Ocean. PNAS. 1-6 pp.
CSIRO. 2014. Marine debris: Sources, Distribution and Fate of Plastic and Other Refuse – and Its Impact on Ocean and Coastal Wildlife. www.csiro.au
Daruwedho, H., Sasmito, B., Amarrohman, F.J., 2016. Analisis Pola Arus Laut Permukaan Perairan Indonesia Dengan Menggunakan Satelit Altimetri Jason-2 Tahun 2010-2014. J. Geod. Undip 5, 147–158.
61
Den Hartog, C. 1970. Seagrass of the world. North-Holland Publ.Co.,Amsterdam.
Hanafiah, A. K. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Hartati, R., Djunaedi, A., Hariyadi., Mujiyanto. 2012. Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pulau Kumbang, Kepulauan Karimunjawa. J. Ilmu Kelautan. UNDIP.
Hermawan,Roni. 2017. Analisis Jenis Dan Bobot Sampah Laut Di Pesisir Barat Pulau Selayar Sulawesi Selatan. Thesis. Sekolah Pascasarjana : IPB.
Isman. F.M,. 2016. Identifikasi Sampah Laut di Kawasa Wisata Pantai Kota Makassar. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Unhas. Makassar.
Jambeck R., J., Roland G., Chris W., Theodore R., S., Miriam P., Anthony A., Ramani N. and Kara L. 2015. Plastic Was Inputs From Land Into The Ocean. J. Science.
KLHK. 2017. Pemantauan Sampah Laut Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Lippiat, S., Opfer, S. and Arthur, C. 2013. Marine Debris and Monitoring Assesment. NOAA.
Mandala, W.F., 2016. Kendala dan Strategi Pengelolaan Sampah Pulau Barrang Lompo. J. Fish. Dev. 2, 61–68.
Mandasari, M.AR. 2014. Hubungan Kondisi Padang Lamun Dengan Sampah Laut Di Pulau Barranglompo. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.
Unhas. Makassar.
Mashari, S.H., Mulyani, S., 2016. Model Pengelolaan Terpadu Pembangunan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat Di Jawa tengah. J. Hukum dan Dinamika Masyarakat. Vol.5,No.2.
NOAA. 2012. Marine Debris Shoreline Survey Field Guide. NOAA Marine Debris Program.
NOAA [National Oceanic and Atmospheric Administration]. 2013. Programmatic Environmental Assessment (PEA) for the NOAA Marine Debris Program (MDP). Maryland (US): NOAA. 168 p.
NOAA. 2015. Turning The Tide On Trash. A Learning Guide On Marine Debris. NOAA PIFSC CRED.
NOAA. 2016. Marine Debris Impacts on Coastal and Benthic Habitats. NOAA Marine Debris Habitat Report.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
62
Putro, Satrio.A. 2018. Pemodelan Hidrodinamika Perairan Kepulauan Karimunjawa Berbasis Perangkat Lunak Open Source DELFT3D. Skripsi.
UNSOED: Purwokerto.
Reisser, J., Shaw, J., Hallegraeff, G., Proietti, M., Barnes, D.K., Thums, M., Wilcox, C., Hardesty, B.D., Pattiaratchi, C., 2014. Millimeter-Sized Marine Plastics: A New Pelagic Habitat For Microorganisms And Invertebrates. PLoS One 9, e100289.
Renwarin, A., Rogi, O., Sela, R., 2002. Studi Identifikasi Sistem Pengelolaan Sampah Permukiman Di Wilayah Pesisir Kota Manado. SPASIAL 2, 79–89.
Ribic C, Sheavly SB, Klavitter J. 2012. Baseline for beached marine debris on Sand Island, Midway Atoll. Marine Pollution Bulletin. 64 (2012) 1726– 1729.
Rochman, M., C., A. Tahir, Susan L., Williams., Dolores V., Baxa., Rosalyn L., Jeffrey T., M., Foo-Ching T., S.Werorilangi and Swee J., Teh. 2015. Anthropogenic Debris in Seafood: Plastic Debris and Fibers From Textiles in Fish and Bivalves Sold For Human Consumption. J. Nature.
Setyawan, A.D., Winarno, K. 2006. Pemanfaatan Langsung Ekosistem Mangrove Di jawa Tengah dan Penggunaan Lahan di Sekitarnya; Kerusakan dan Upaya Restorasinya. Biodiversitas, 282-291.
Simanjuntak, S.W., Suryanto,A., Wijayanto,D. 2015 Strategi Pengembangan Pariwisata Mangrove Di Pulau Kemujan, Karimunjawa. J.Maquares, 25-34.
Slamet JS., 1994. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Tangke,Umar. 2010. Ekosistem Padang Lamun. J. Ilmiah Agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate). Vol. 3.
[UNEP] United Nations Environmental Programme (KE). 2005. Marine Litter: An Analytical Overview. [internet]. [diunduh 10 April 2019]. Tersedia pada: http://www.unep.org/regionalseas/marinelitter/publications/docs/anl_oview. pdf.
Uneputty PA, Evans SM. 1997. Accumulation of beach litter on islands of the Pulau Seribu Archipelago, Indonesia. Elsevier. Marine Pollution Bulletin, Vol. 34, No. 8, pp. 652-655.
Utomo,B., Budiastuti, S, Muryani,C. Strategi Pengelolaan Hutan Mangrove Di Desa Tanggul Tlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. J. Ilmu Lingkungan, 117-123.
Van Cauwenberghe, L., Claessens, M., Vandegehuchte, M.B., Mees, J., Janssen, C.R., 2013. Assessment of marine debris on the Belgian Continental Shelf. Mar. Pollut. Bull. 73, 161–169. https://doi.org/10.1016/j.marpolbul.2013.05.026.
63
Yulvia, D., Yusuf, M., Sugianto, D.N., 2012. Karakteristik Arus, Suhu dan Salinitas di Kepulauan Karimunjawa. J. Oceanography. 1, 186–196.
Vermeiren P., Cynthia C., M., and Kou I. 2016. Sources and Sinks of Plastic Debris In Estuaries: A Conceptual Model Integrating Biologycal, Physical And Chemical Distribution Mechanisms. J. Elsevier.
Walalangi James, Y., 2012. Analisis Komposisi Sampah Organik dan Anorganik Serta Dampak Terhadap Lingkungan. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Wurpel, G., Van den Akker, J., Pors, J., and Ten Wolde, A. (2011). Plastics Do Not Belong In The Ocean: Towards A Roadmap For A Clean North Sea (pp. 104). IMSA Amsterdam.
Zulkarnaen, A., 2017. Identifikasi Sampah Laut (Marine Debris) Di Pantai Bodia Kecamatan Galesong, Pantai Karama Kecamatan Galesong Utara, Dan Pantai Mandi Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Unhas. Makassar.
64
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji statistik One Way Anova pada Ekosistem Lamun
1. Uji One Way Anova ukuran sampah laut
Oneway
Post Hoc Tests
Descriptives
3 66.3333 100.27130 57.89166 -182.7544 315.4210 4.00 182.00
3 129.0000 213.07980 123.02168 -400.3196 658.3196 2.00 375.00
3 58.6667 93.08777 53.74425 -172.5762 289.9095 .00 166.00
9 84.6667 130.94751 43.64917 -15.9885 185.3218 .00 375.00
3 2.8667 3.28684 1.89766 -5.2983 11.0316 .10 6.50
3 3.9333 4.47921 2.58607 -7.1936 15.0603 .20 8.90
3 2.4667 2.50067 1.44376 -3.7453 8.6787 .00 5.00
9 3.0889 3.11627 1.03876 .6935 5.4843 .00 8.90
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Total
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Total
Jumlah Ukuran
sampel Lamun
Berat Ukuran
sampel Lamun
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
3.369 2 6 .104
.782 2 6 .499
Jumlah Ukuran
sampel Lamun
Berat Ukuran
sampel Lamun
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOVA
8932.667 2 4466.333 .209 .817
128245.3 6 21374.222
137178.0 8
3.449 2 1.724 .139 .873
74.240 6 12.373
77.689 8
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Jumlah Ukuran
sampel Lamun
Berat Ukuran
sampel Lamun
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Multiple Comparisons
Tukey HSD
-62.66667 119.37119 .862 -428.9303 303.5969
7.66667 119.37119 .998 -358.5969 373.9303
62.66667 119.37119 .862 -303.5969 428.9303
70.33333 119.37119 .831 -295.9303 436.5969
-7.66667 119.37119 .998 -373.9303 358.5969
-70.33333 119.37119 .831 -436.5969 295.9303
-1.06667 2.87209 .928 -9.8790 7.7457
.40000 2.87209 .989 -8.4124 9.2124
1.06667 2.87209 .928 -7.7457 9.8790
1.46667 2.87209 .869 -7.3457 10.2790
-.40000 2.87209 .989 -9.2124 8.4124
-1.46667 2.87209 .869 -10.2790 7.3457
(J) Stasiun
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
(I) Stasiun
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Dependent Variable
Jumlah Ukuran
sampel Lamun
Berat Ukuran
sampel Lamun
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
65
Homogeneous Subsets
2. Uji One Way Anova berat sampah laut
Oneway
Jumlah Ukuran sampel Lamun
Tukey HSDa
3 58.6667
3 66.3333
3 129.0000
.831
Stasiun
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
Sig.
N 1
Subset
for alpha
= .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
Berat Ukuran sampel Lamun
Tukey HSDa
3 2.4667
3 2.8667
3 3.9333
.869
Stasiun
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
Sig.
N 1
Subset
for alpha
= .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
Descriptives
6 1.5167 1.62655 .66404 -.1903 3.2236 .00 3.60
6 1.9667 1.73858 .70977 .1421 3.7912 .00 4.30
6 1.2333 .79666 .32523 .3973 2.0694 .00 2.00
18 1.5722 1.39655 .32917 .8777 2.2667 .00 4.30
6 33.3333 62.08274 25.34517 -31.8185 98.4852 .00 158.00
6 64.6667 122.80662 50.13559 -64.2110 193.5443 1.00 314.00
6 29.3333 33.62539 13.72751 -5.9543 64.6210 .00 90.00
18 42.4444 78.52480 18.50847 3.3950 81.4939 .00 314.00
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Total
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Total
Berat Jenis
Sampel Lamun
Jumlah Jenis
Sampel Lamun
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
2.153 2 15 .151
1.785 2 15 .202
Berat Jenis
Sampel Lamun
Jumlah Jenis
Sampel Lamun
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
66
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
1.641 2 .821 .391 .683
31.515 15 2.101
33.156 17
4492.444 2 2246.222 .336 .720
100332.0 15 6688.800
104824.4 17
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Berat Jenis
Sampel Lamun
Jumlah Jenis
Sampel Lamun
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Multiple Comparisons
Tukey HSD
-.45000 .83686 .854 -2.6237 1.7237
.28333 .83686 .939 -1.8904 2.4571
.45000 .83686 .854 -1.7237 2.6237
.73333 .83686 .663 -1.4404 2.9071
-.28333 .83686 .939 -2.4571 1.8904
-.73333 .83686 .663 -2.9071 1.4404
-31.33333 47.21864 .788 -153.9823 91.3157
4.00000 47.21864 .996 -118.6490 126.6490
31.33333 47.21864 .788 -91.3157 153.9823
35.33333 47.21864 .739 -87.3157 157.9823
-4.00000 47.21864 .996 -126.6490 118.6490
-35.33333 47.21864 .739 -157.9823 87.3157
(J) Stasiun
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
(I) Stasiun
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Dependent Variable
Berat Jenis Sampel
Lamun
Jumlah Jenis
Sampel Lamun
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Berat Jenis Sampel Lamun
Tukey HSDa
6 1.2333
6 1.5167
6 1.9667
.663
Stasiun
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
Sig.
N 1
Subset
for alpha
= .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.a.
Jumlah Jenis Sampel Lamun
Tukey HSDa
6 29.3333
6 33.3333
6 64.6667
.739
Stasiun
Stasiun 3
Stasiun 1
Stasiun 2
Sig.
N 1
Subset
for alpha
= .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.a.
67
Lampiran 2. Hasil Uji statistik One Way Anova pada Ekosistem Mangrove
1. Uji One Way Anova ukuran sampah laut
Oneway
Post Hoc Tests
Descriptives
3 97.3333 151.29552 87.35051 -278.5056 473.1722 7.00 272.00
3 37.3333 51.05226 29.47504 -89.4875 164.1542 3.00 96.00
3 60.0000 94.50397 54.56189 -174.7609 294.7609 1.00 169.00
9 64.8889 96.41245 32.13748 -9.2203 138.9981 1.00 272.00
3 3.4333 5.43078 3.13546 -10.0575 16.9241 .10 9.70
3 2.3333 2.44404 1.41107 -3.7380 8.4047 .20 5.00
3 1.8000 2.11660 1.22202 -3.4579 7.0579 .20 4.20
9 2.5222 3.24144 1.08048 .0306 5.0138 .10 9.70
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
Total
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
Total
Jumlah Ukuran
sampel mangrove
Berat Ukuran
sampel mangrove
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
3.494 2 6 .099
3.598 2 6 .094
Jumlah Ukuran
sampel mangrove
Berat Ukuran
sampel mangrove
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
ANOVA
5507.556 2 2753.778 .240 .794
68855.333 6 11475.889
74362.889 8
4.162 2 2.081 .156 .859
79.893 6 13.316
84.056 8
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Jumlah Ukuran
sampel mangrove
Berat Ukuran
sampel mangrove
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Multiple Comparisons
Tukey HSD
60.00000 87.46767 .780 -208.3748 328.3748
37.33333 87.46767 .906 -231.0415 305.7082
-60.00000 87.46767 .780 -328.3748 208.3748
-22.66667 87.46767 .964 -291.0415 245.7082
-37.33333 87.46767 .906 -305.7082 231.0415
22.66667 87.46767 .964 -245.7082 291.0415
1.10000 2.97944 .928 -8.0417 10.2417
1.63333 2.97944 .851 -7.5084 10.7751
-1.10000 2.97944 .928 -10.2417 8.0417
.53333 2.97944 .983 -8.6084 9.6751
-1.63333 2.97944 .851 -10.7751 7.5084
-.53333 2.97944 .983 -9.6751 8.6084
(J) Stasiun
Stasiun 5
Stasiun 6
Stasiun 4
Stasiun 6
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 5
Stasiun 6
Stasiun 4
Stasiun 6
Stasiun 4
Stasiun 5
(I) Stasiun
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
Dependent Variable
Jumlah Ukuran
sampel mangrove
Berat Ukuran
sampel mangrove
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
68
Homogeneous Subsets
2. Uji One Way Anova berat sampah laut
Oneway
Jumlah Ukuran sampel mangrove
Tukey HSDa
3 37.3333
3 60.0000
3 97.3333
.780
Stasiun
Stasiun 5
Stasiun 6
Stasiun 4
Sig.
N 1
Subset
for alpha
= .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
Berat Ukuran sampel mangrove
Tukey HSDa
3 1.8000
3 2.3333
3 3.4333
.851
Stasiun
Stasiun 6
Stasiun 5
Stasiun 4
Sig.
N 1
Subset
for alpha
= .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.a.
Descriptives
6 48.6667 63.26663 25.82849 -17.7276 115.0609 .00 169.00
6 18.6667 18.52206 7.56160 -.7710 38.1044 1.00 40.00
6 30.1667 29.78199 12.15844 -1.0876 61.4209 .00 76.00
18 32.5000 41.23997 9.72035 11.9918 53.0082 .00 169.00
6 1.7167 1.94362 .79348 -.3230 3.7564 .20 5.50
6 1.1667 .84538 .34512 .2795 2.0538 .10 2.00
6 .8833 .67651 .27618 .1734 1.5933 .00 1.80
18 1.2556 1.25802 .29652 .6300 1.8812 .00 5.50
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
Total
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
Total
Jumlah Jenis
sampel mangrove
Berat Jenis
sampel mangrove
N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval for
Mean
Minimum Maximum
Test of Homogeneity of Variances
1.690 2 15 .218
1.263 2 15 .311
Jumlah Jenis
sampel mangrove
Berat Jenis
sampel mangrove
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
69
Post Hoc Tests
Homogeneous Subsets
ANOVA
2749.000 2 1374.500 .788 .473
26163.500 15 1744.233
28912.500 17
2.154 2 1.077 .653 .535
24.750 15 1.650
26.904 17
Between Groups
Within Groups
Total
Between Groups
Within Groups
Total
Jumlah Jenis
sampel mangrove
Berat Jenis
sampel mangrove
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Multiple Comparisons
Tukey HSD
30.00000 24.11247 .447 -32.6314 92.6314
18.50000 24.11247 .728 -44.1314 81.1314
-30.00000 24.11247 .447 -92.6314 32.6314
-11.50000 24.11247 .883 -74.1314 51.1314
-18.50000 24.11247 .728 -81.1314 44.1314
11.50000 24.11247 .883 -51.1314 74.1314
.55000 .74162 .743 -1.3763 2.4763
.83333 .74162 .515 -1.0930 2.7597
-.55000 .74162 .743 -2.4763 1.3763
.28333 .74162 .923 -1.6430 2.2097
-.83333 .74162 .515 -2.7597 1.0930
-.28333 .74162 .923 -2.2097 1.6430
(J) Stasiun
Stasiun 5
Stasiun 6
Stasiun 4
Stasiun 6
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 5
Stasiun 6
Stasiun 4
Stasiun 6
Stasiun 4
Stasiun 5
(I) Stasiun
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
Stasiun 4
Stasiun 5
Stasiun 6
Dependent Variable
Jumlah Jenis
sampel mangrove
Berat Jenis sampel
mangrove
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
95% Confidence Interval
Jumlah Jenis sampel mangrove
Tukey HSDa
6 18.6667
6 30.1667
6 48.6667
.447
Stasiun
Stasiun 5
Stasiun 6
Stasiun 4
Sig.
N 1
Subset
for alpha
= .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.a.
Berat Jenis sampel mangrove
Tukey HSDa
6 .8833
6 1.1667
6 1.7167
.515
Stasiun
Stasiun 6
Stasiun 5
Stasiun 4
Sig.
N 1
Subset
for alpha
= .05
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.a.
70
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan
1. Kegiatan penyeberangan menuju menjangan kecil dan Penentuan titik
sampling
2. Proses pengumpulan sampah dan pengeringan sampel
3. Jenis sampah organik dan karet
71