34
IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DARI BURSA IKAN HIAS LALADON, BOGOR VEENU KUMAR FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA IKAN PATIN … · identifikasi protozoa parasitik pada ikan patin (pangasius hypophthalmus) dan ikan mas (cyprinus carpio) dari bursa ikan hias

  • Upload
    others

  • View
    24

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA

IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DAN IKAN MAS

(Cyprinus carpio) DARI BURSA IKAN HIAS LALADON,

BOGOR

VEENU KUMAR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Protozoa

Parasitik pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) dan Ikan Mas (Cyprinus

carpio) dari Bursa Ikan Hias Laladon, Bogor adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Augustus 2016

Veenu Kumar

NIM B 04118003

ABSTRAK

VEENU KUMAR. Identifikasi Protozoa Parasitik pada Ikan Patin (Pangasius

hypophthalmus) dan Ikan Mas (Cyprinus carpio) dari Bursa Ikan Hias Laladon,

Bogor. Dibimbing oleh UMI CAHYANINGSIH dan ARIFIN BUDIMAN

NUGRAHA.

Protozoa parasitik pada ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dan ikan

mas (Cyprinus carpio) adalah Trichodina sp., Ichthyophthirius sp. dan Myxobolus

sp. Protozoa ini berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi dan kematian pada

ikan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keberadaan protozoa parasitik

pada kulit, insang dan usus ikan patin dan ikan mas. Sampel diambil dari Bursa

Ikan Hias Laladon, Bogor masing-masing sebanyak 30 ekor. Pemeriksaan kulit,

insang dan usus dilakukan dengan metode pemeriksaan natif dan pewarnaan

Lugol. Protozoa parasitik diidentifikasi berdasarkan morfologi (ukuran dan

bentuk). Jenis protozoa parasitik yang ditemukan pada kulit, insang dan usus

adalah Trichodina sp., Ichthyophthirius sp. dan Myxobolus sp. Trichodina sp.

ditemukan di organ kulit sebanyak 29 sampel (96.7%) dari ikan patin dan 30

sampel (100%) dari ikan mas. Ichthyophthirius sp. ditemukan di organ insang

sebanyak 2 sampel (6.7%) pada ikan patin dan 1 sampel (3.3%) dari ikan mas

positif. Myxobolus sp. ditemukan pada organ usus sebanyak 11 sampel (36.7%)

dari ikan patin dan 2 sampel (6.7%) dari ikan mas. Trichodina sp. yang ditemukan

berdasarkan morfologi adalah Trichodina giurusi.

Kata kunci: Cyprinus carpio, Pangasius hypophthalmus, protozoa parasitik

ABSTRACT

VEENU KUMAR. Protozoan Parasites Identification of Catfish (Pangasius

hypophthalmus) and Common Carp (Cyprinus carpio) in Bursa Ikan Hias

Laladon, Bogor. Supervised by UMI CAHYANINGSIH and ARIFIN BUDIMAN

NUGRAHA.

Protozoan parasites of catfish (Pangasius hypophthalmus) and common

carp (Cyprinus carpio) are Trichodina sp., Ichthyophthirius sp. and Myxobolus sp.

These protozoa are potential to cause economic losses and fish mortality. This

research was conducted to figure the existence of protozoan parasites of the skin,

gills and intestines of catfish and common carp. Samples were taken from Bursa

Ikan Hias Laladon, Bogor each consisting 30 individuals. Examination of the skin,

gills and intestines were done using native method and Lugol staining. Parasitic

protozoa were identified based on morphology and structure. The parasitic

protozoa found on the skin, gills and intestines were Trichodina sp.,

Ichthyophthirius sp. and Myxobolus sp. Trichodina sp. were found at the skin,

consisting 29 samples (96.7%) of catfish and 30 samples (100%) of common carp.

Ichthyophthirius sp. were found at the gills of 2 samples (6.7%) of catfish and 1

sample (3.3%) of common carp. Myxobolus sp. were found at the intestines,

consisting 11 samples (36.7%) of catfish and 2 samples (6.7%) of common carp.

The type of Trichodina sp. found based on morphology was Trichodina giurusi.

Keywords: Cyprinus carpio, Pangasius hypophthalmus, protozoan parasites

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

IDENTIFIKASI PROTOZOA PARASITIK PADA

IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DAN IKAN MAS

(Cyprinus carpio) DARI BURSA IKAN HIAS LALADON,

BOGOR

VEENU KUMAR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan yang telah melimpahkan

segala rahmat, karunia dan nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini dengan baik. Judul penelitian yang dipilih adalah Identifikasi

Protozoa Parasitik pada Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) dan Ikan Mas

(Cyprinus carpio) dari Bursa Ikan Hias Laladon, Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

Prof Dr Drh Umi Cahyaningsih, MS. dan Drh Arifin Budiman Nugraha, MSi.

selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, dorongan,

nasehat serta segala kemudahan yang diperoleh penulis mulai dari penelitian

sampai penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya juga

disampaikan kepada Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Prof Drh

Agus Setiyono, MS. Ph.D, APVet. Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya juga

disampaikan kepada keluarga besar atas segala doa, kasih sayang dan dorongan

moral tanpa keluhan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Arif

Rahman Jabal atas penyempurnaan materi dan bantuannya.

Penulis menyadari adanya kekurangan dan keterbatasan dalam skripsi ini.

Oleh karena itu, segala kritik dan saran terhadap skripsi ini sangat diharapkan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk pembaca dan yang berkepentingan.

Bogor, Agustus 2016

Veenu Kumar

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) 2

Ikan Mas (Cyprinus carpio) 3

Penyakit Ikan yang disebabkan Protozoa 4

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian 10

Alat dan Bahan 10

Metode Pemeriksaan dan Identifikasi Protozoa 11

Penghitungan Jumlah Protozoa 11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Trichodina sp. 11

Ichthyophthirius sp. 13

Myxobolus sp. 14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 15

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

RIWAYAT HIDUP 18

DAFTAR TABEL

1 Protozoa pada ikan budidaya air tawar di Indonesia 4

2 Hasil Pemeriksaan Positif pada Trichodina sp. 12

3 Karakteristik Trichodina giurusi pada ikan patin, ikan mas dan ikan butini 13

4 Karakteristik Trichodina giurusi berdasarkan organ 13

5 Hasil Pemeriksaan Positif pada Ichthyophthirius sp. 14

6 Hasil Pemeriksaan Positif pada Myxobolus sp. 14

DAFTAR GAMBAR

1 Morfologi ikan patin (Axelrod 1995) 2

2 Morfologi ikan mas (Afrianto 1992) 3

3 Morfologi Trichodina sp. (Dana 2009) 5

4 Siklus hidup Trichodina sp. (Zajac 2012) 5

5 Morfologi Ichthyophthirius sp. (Bowman 2009) 7

6 Siklus hidup Ichthyophthirius sp. (Woo 1995) 7

7 Morfologi Myxobolus sp. (Bowman 2009) 9

8 Siklus hidup Myxobolus sp. (Bowman 2009) 9

9 Morfologi Trichodina sp. dengan perbesaran 400 kali 12

10 Morfologi Ichthyophthirius sp. dengan perbesaran 400 kali 14

11 Morfologi Myxobolus sp. dengan perbesaran 400 kali 15

PENDAHULUAN

Sektor perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein

hewani bagi masyarakat Indonesia. Produksi ikan mencapai kurang lebih 2 juta

ton per tahun, sebagian besar (74%) berasal dari laut dan sisanya (26%) dari

perairan tawar (Rochdianto 2007). Ikan merupakan sumber protein hewani yang

berprotein tinggi dan mudah dicerna oleh tubuh, serta dapat memenuhi kebutuhan

gizi masyarakat Indonesia (Rokhmani 2009). Oleh karena itu, kebutuhan akan

sumber protein hewani asal ikan semakin meningkat. Peningkatan produksi juga

diiringi dengan merebaknya penyakit pada ikan. Dewasa ini, petani ikan sering

mengeluh masalah penyakit yang terjadi pada ikan, terutama ikan air tawar

(Tumbol 2011). Faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit adalah faktor

internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari

lingkungan dalam seperti gangguan genetik, kekebalan dan metabolisme tubuh.

Faktor eksternal dipengaruhi oleh agen patogen yaitu parasit, virus, jamur dan

bakteri, sedangkan agen non-patogen disebabkan oleh suhu, kualitas air, pH, gas

beracun dan nutrisi (FAO 2001).

Penyakit pada ikan merupakan salah satu masalah yang sering dijumpai

dalam usaha budidaya ikan. Adanya penyakit ikan erat hubungannya dengan

manajemen habitat ikan itu tersebut (Purivirojkul 2012).

Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dan ikan mas (Cyprinus carpio)

selain dijadikan ikan konsumsi juga dapat dijadikan ikan hias terutama yang

berukuran kecil. Usaha budidaya ikan air tawar terutama ikan patin dan ikan mas

saat ini menghadapi masalah penyakit ikan. Masalah tersebut menyebabkan

penurunan produksi, penurunan kualitas ikan bahkan kematian total, sehingga

menyebabkan kerugian ekonomi kepada petani budidaya ikan air tawar (Dana

2009).

Secara global, potensi kerugian ekonomi akibat wabah penyakit yang

ditimbulkan oleh infeksi mikroorganisme patogen cukup signifikan. Menurut

Novriadi (2014), kerugian ekonomi pada industri budidaya akibat wabah penyakit

diperkirakan mencapai US$ 9 miliar per tahun dan berdampak kepada penurunan

jumlah produksi ikan budidaya di seluruh dunia.

Penyakit yang sering ditemukan pada ikan air tawar adalah trichodiniasis,

myxosporidiasis dan ichthyophthiriasis (Noga 2010). Ketiga penyakit tersebut

disebabkan oleh protozoa yang menyebabkan kerusakan pada insang, usus dan

kulit. Trichodiniasis disebabkan oleh parasit Trichodina sp. (Kabata 1985), dan

banyak dijumpai di bagian insang. Parasit Myxobolus sp. menyebabkan

myxosporidiasis (Gunadi 2008), parasit ini banyak dijumpai di bagian organ

pencernaan ikan. Sementara itu, ichthyophthiriasis merupakan penyakit yang

disebabkan oleh parasit Ichthyophthirius sp. (Noe 2006; Bowman 2009). Parasit

tersebut terdapat di bagian epitel kulit serta selaput lendir ikan air tawar (ikan hias

dan ikan konsumsi). Penyakit ini dikenal dengan istilah ich atau White spot,

sedangkan di Indonesia lebih dikenal dengan penyakit bintik putih. Oleh karena

itu perlu dilakukan penelitian terhadap kejadian penyakit tersebut untuk

memudahkan pengendalian penyakit.

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi protozoa parasitik yang

terdapat pada kulit, insang dan saluran pencernaan pada ikan patin dan ikan mas.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah memperoleh informasi tentang adanya

protozoa parasitik pada ikan patin dan ikan mas sehingga dapat dilakukan

pencegahan dan pengendalian terhadap protozoa tersebut.

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi

1.Ikan patin

Ikan patin termasuk dalam famili Pangasidae, genus Pangasius. Secara

anatomi tubuhnya memanjang dan pipih. Tubuhnya berwarna putih keperak-

perakan, sedangkan di bagian punggungnya berwarna kebiru-biruan. Permukaan

tubuhnya licin dan tidak mempunyai sisik (Khairuman 2005). Menurut Axelrod

(1995), taksonomi ikan patin adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Siluroidei

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius hypophthalmus

Gambar 1 Morfologi ikan patin (Axelrod 1995)

3

Ikan patin termasuk ke dalam golongan catfish, memiliki ukuran kepala

yang kecil dan memiliki dua pasang kumis terletak di bagian bawah mulut. Kumis

tersebut berfungsi sebagai indera peraba. Selain itu, ikan patin memiliki patil yang

terletak di bagian punggung (Gunandi 2008).

Habitat ikan patin

Ikan patin hidup di perairan umum, sungai dan rawa. Ikan patin baik

dibudidayakan pada ketinggian 0-200 meter di atas permukaan laut (Khairuman

2005) dengan pH 6-8, suhu optimal 26-28ºC dan termasuk ikan nocturnal karena

ikan ini beraktivitas pada malam hari (Fraser 2006).

2.Ikan Mas

Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar yang mempunyai

bentuk tubuh pipih memanjang dan bertubuh lunak. Ikan ini mulai banyak

dipelihara oleh masyarakat sejak tahun 475 sebelum masehi di China (Khairuman

2005). Sementara itu, di Indonesia ikan mas mulai dipelihara sekitar tahun 1920.

Ikan mas yang terdapat di Indonesia merupakan ikan mas yang dibawa dari China,

Eropa, Taiwan dan Jepang. Menurut Lerman (1997), taksonomi ikan mas adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Subkelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Subordo : Cyprinoidea

Famili : Cypirinidae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio

Budidaya ikan mas di Indonesia telah berkembang pesat di kolam biasa, di

sawah, waduk, sungai air deras bahkan ada yang dipelihara dalam keramba di

perairan umum. Adapun sentra produksi ikan mas terdapat di wilayah Ciamis,

Sukabumi, Tasikmalaya, Bogor, Garut, Bandung, Cianjur dan Purwakarta.

Gambar 2 Morfologi ikan mas (Afrianto 1992)

4

Habitat ikan mas

Ikan mas hidup di perairan sungai atau danau yang berada pada ketinggian

150-1600 meter di atas permukaan laut dengan pH 7-8 dan suhu optimal 20-25ºC

(Mansoor 2010).

Penyakit ikan yang disebabkan Protozoa

Protozoa adalah mikroorganisme bersel satu (uniselluler) yang memiliki

struktur kompleks sebagai alat pergerakan, pelekatan dan perlindungan (Dana

2009). Protozoa dapat menyebabkan penyakit dan kematian yang tinggi serta

berdampak kerugian ekonomi (Novriadi 2014). Parasit protozoa yang menyerang

ikan patin dan ikan mas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Protozoa pada ikan budidaya air tawar di Indonesia

Spesies ikan Parasit

Ikan Patin Trichodina sp., Myxobolus sp., Ichthyo-

phthirius sp., Henneguya sp., Balan-

tidium sp., Epistylis sp. (Gunadi 2008)

Ikan Mas Trichodina sp., Myxobolus sp., Ichthyo-

phthirius sp., Chilodonella sp., Argulus

sp., Chilodonella sp., Apiosoma sp.,

Epistylis sp. (Anshary 2008)

Trichodiniasis

Klasifikasi

Trichodiniasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit

Trichodina sp. Parasit ini dapat menimbulkan kematian mendadak pada ikan

(Lom 1995). Menurut Levine (1985), taksonomi Trichodina sp. adalah sebagai

berikut:

Filum : Protozoa

Subfilum : Ciliophora

Kelas : Ciliata

Ordo : Peritrichida

Subordo : Mobilina

Famili : Trichodinidae

Genus : Trichodina

Spesies : Trichodina sp.

Morfologi

Trichodina sp. merupakan protozoa parasitik yang mempunyai bentuk

seperti cakram dengan diameter sekitar 100 mikron. Trichodina sp. memiliki gigi-

gigi yang terdapat di bagian tengah dan silia pada bagian permukaan luar.

Trichodina sp. mempunyai dentikel bulat yang berbentuk seperti cincin dan

biasanya menyerang insang dan kulit (Lom 1995).

5

Gambar 3 Morfologi Trichodina sp. (Dana 2009)

Keterangan: 1. Dentikel 2. Radial pin 3. Silia

Siklus hidup

Siklus hidup Trichodina sp. sangat sederhana, dengan cara menempel pada

insang atau kulit (Post 1987). Trichodina sp. mempunyai stadium bebas yang

dinamakan theront. Transmisi Trichodina sp. terjadi melalui theront yang

memakan cairan tubuh inang dan mengeras sehingga dapat dilihat oleh mata,

bentukan ini disebut tropont. Tropont kemudian membentuk kista dan stadium ini

dinamakan tomont. Tomont akan memproduksi ratusan tomite dalam kista yang

kemudian berenang bebas dalam bentuk theront (Cahyono 2006).

Gambar 4 Siklus hidup Trichodina sp. (Zajac 2012)

6

Patogenesis dan Gejala Klinis

Trichodina sp. menginfeksi dengan cara menempel pada lapisan epitel

ikan dengan bantuan ujung membran yang tajam. Setelah menempel, parasit

masuk ke dalam sel-sel epitel sehingga mengakibatkan iritasi yang serius (Kabata

1985).

Gejala klinis yang ditimbulkan adalah ikan sulit bernafas, terjadi

perdarahan atau peradangan pada kulit dan insang serta ikan berwarna pucat dan

berlendir (Fraser 2006).

Ichthyophthiriasis

Klasifikasi

Ichthyophthiriasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit

Ichthyophthirius sp. (Noe 2006). Ichthyophthirius sp. merupakan parasit yang

patogen, karena habitat parasit ini terdapat pada kulit, mata dan insang (Rokhmani

2002). Menurut Levine (1985), taksonomi Ichthyophthirius sp. adalah sebagai

berikut:

Filum : Protozoa

Subfilum : Ciliophora

Kelas : Ciliata

Subkelas : Holotrichia

Ordo : Hymenostomatida

Famili : Ophryoglenia

Genus : Ichthyophthirius

Spesies : Ichthyophthirius sp.

Morfologi

Ichthyophthirius sp. mempunyai panjang tubuh 0.1-1.0 mm, yang muda

memiliki diameter antara 30-50 μm, sedangkan pada stadium dewasa dapat

mencapai ukuran dengan diameter 50-100 μm. Parasit ini memiliki bentuk tubuh

oval dengan silia sebagai alat geraknya yang merata di sekeliling tubuhnya selain

memiliki satu buah inti makro yang berbentuk seperti tapal kuda dan sebuah inti

mikro yang kecil. Inti mikro berfungsi untuk melakukan reproduksi, sedangkan

inti makro untuk melakukan fungsi vegetatif (Noe 2006).

7

Gambar 5 Morfologi Ichthyophthirius sp. (Bowman 2009)

Keterangan: 1. Silia 2. Makronukleus 3. Mikronukleus

Siklus hidup

Siklus hidup dari parasit ini dengan cara menempel dan menembus

permukaan kulit (Woo 1995). Siklus hidupnya dimulai dari stadium dewasa atau

stadium memakan (tropozoit) yang berkembang dalam kulit atau jaringan

epitelium insang dari inang. Setelah fase makannya selesai, Ichthyophthirius sp.

akan memecahkan epitelium dan keluar dari inangnya untuk membentuk kista.

Kista berlarva tersebut akan menempel pada tumbuhan, batuan atau obyek lain

yang ada di perairan. Parasit yang masih muda biasanya mencari inang definitif

berupa ikan yang berumur muda, sebab pada ikan yang berumur muda mudah

terserang oleh penyakit ini karena sistim kekebalan tubuhnya masih rendah

(Bowman 2009).

Gambar 6 Siklus hidup Ichthyophthirius sp. (Woo 1995)

8

Patogenesis dan Gejala Klinis Ichthyophthirius sp. menginfeksi dengan cara melekat pada permukaan

epitel kulit kemudian masuk ke kulit atau insang dalam waktu 5 menit. Saat

masuk ke dalam kulit, Ichthyophthirius sp. akan membesar dan membentuk

rongga dalam lapisan epitel yang terlihat sebagai bintik putih berukuran 1 mm

pada permukaan kulit dan insang (Noe 2006).

Gejala klinis yang ditimbulkan dari parasit ini adalah terjadi kerusakan

pada epitel kulit, timbul bintik-bintik putih atau white spot disease pada

permukaan kulitnya (Fraser 2006). Jika ikan yang terserang oleh parasit ini dalam

jumlah banyak dapat menimbulkan kematian pada ikan.

Cara Penularan

Penularan Ichthyophthirius sp. menyebar melalui air dan kontak langsung

antara ikan terinfeksi dan ikan yang sehat (Bondad-Reantaso 2005).

Myxosporidiasis

Klasifikasi

Myxosporidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit

Myxobolus sp. Parasit ini umumnya menyerang usus pada ikan dan menyebabkan

perdarahan dan peradangan pada usus (Bowman 2009). Menurut Levine (1985),

taksonomi Myxobolus sp. adalah seperti berikut:

Filum : Protozoa

Kelas : Sporozoa

Subkelas : Neosporidia

Ordo : Cnodosporidia

Famili : Myxobolidae

Genus : Myxobolus

Spesies : Myxobolus sp.

Morfologi

Myxobolus sp. mempunyai bentuk oval atau lonjong, mempunyai ukuran

10 – 20µm, mempunyai dua sampai enam polar kapsul di kedua ujungnya dan

mempunyai sporoplasma. Pada setiap polar kapsulnya terdiri atas polar filament

dan pada bagian dalam sporoplasmanya terdapat spora (Morgan 1955).

9

Gambar 7 Morfologi Myxobolus sp. (Bowman 2009)

Keterangan: 1. Polar capsule 2. Suture line 3. Sporoplasma

Siklus hidup

Myxobolus sp. memiliki siklus hidup yang tidak langsung yaitu melibatkan

avertebrata sebagai inang antara yang berasal dari kelas oligochaeta atau

polichaeta untuk menyelesaikan siklus hidupnya (Rustikawati 2004). Parasit dari

golongan ini fase infektifnya berupa spora dan berada dalam tubuh ikan dengan

membentuk kista yang biasanya dilapisi dengan jaringan ikat. Kista Myxobolus sp.

menyebar melalui kotoran atau feses ikan. Cacing oligochaeta akan terinfeksi

setelah mencerna myxospora yang terlepas dari ikan (Fraser 2006). Aktinospora

akan keluar dari cacing dan menginfeksi ikan lain untuk melanjutkan siklus

hidupnya.

Gambar 8 Siklus hidup Myxobolus sp. (Bowman 2009)

Patogenesis dan Gejala Klinis Myxobolus sp. yang menyerang usus menyebabkan hemoragi usus

sehingga sel-sel epitel usus terlepas dan terjadi inflamasi pada usus. Selain itu,

nafsu makan pada ikan menurun. Apabila menyerang syaraf spinal cord, terjadi

kelainan bentuk pada tulang ikan (Fraser 2006).

Gejala klinis pada ikan yang terserang oleh Myxobolus sp. adalah

mempunyai ekor yang khas dan mudah dikenali, yaitu ekor ikan menjadi

10

berwarna gelap sehingga disebut “black tail”. Selain itu, terjadi deformasi tulang

sehingga bentuk tubuh, kepala dan rahang ikan bengkok dan ikan memperlihatkan

abnormalitas, yaitu berenang berputar-putar seperti sedang mengejar ekornya

sendiri. Gejala abnormalitas tersebut dinamakan whirling (Bowman 2009).

Cara Penularan

Penyebaran Myxobolus sp. terjadi jika spora Myxobolus sp. keluar dari

tubuh ikan mati atau luka pada tubuh ikan, selanjutnya masuk ke perairan dan

menginfeksi ikan yang lain (Rustikawati 2004).

Pengendalian dan Pengobatan terhadap Trichodina sp., Ichthyophthirius sp.,

Myxobolus sp.

Untuk mencegah agar tidak terjadi timbulnya penyakit adalah dengan cara

menjaga kualitas dan kebersihan air pada tempat hidupnya dengan cara mengganti

air, mengeringkan kolam, menjaga sanitasi pakan dan pemberian Vitamin C yang

cukup pada pakan (Bondad-Reantaso 2005). Pengobatan yang dapat dilakukan

adalah dengan cara melakukan perendaman dengan formalin 10% sebanyak 40

ppm selama 24 jam atau 150-200 ppm selama 15 menit, kemudian ikan diberi air

yang segar atau dapat juga dengan perendaman dengan larutan NaCl 0.1 gr/m3

selama 24 jam (Noga 2010). Pengobatan lain yang dapat dilakukan adalah dengan

cara melakukan perendaman dengan formalin 10% 40 ppm yang dicampur dengan

Malachite Green Oxalate 0.1 gr/m3

selama 12-24 jam dan dilakukan secara

berulang selama 3 hari kemudian ikan diberi air bersih (Noga 2010).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2015. Sampel

ikan diambil dari Bursa Ikan Hias Laladon, Bogor. Pemeriksaan sampel

dilaksanakan di Laboratorium Protoozoologi, Departemen Ilmu Penyakit Hewan

dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, FKH IPB.

Alat dan Bahan

Sampel ikan diperoleh dari Bursa Ikan Hias Laladon, Bogor. Sampel

diambil secara acak sebanyak 60 ekor yang terdiri atas 30 ekor ikan patin dengan

bobot badan ± 5 gram dan 30 ekor ikan mas dengan bobot badan ± 5 gram,

kemudian dibawa ke Laboratorium Protozoologi untuk dilakukan pemeriksaan

terhadap parasit pada ikan.

Alat yang digunakan meliputi obyek gelas, gelas penutup, kertas penanda,

spidol permanen, pulpen, pensil, mikroskop, pengaris, pinset, gunting, kapas,

Lugol 1%, akuades, penetes, minyak emersi, timbangan dan silet.

11

Metode Pemeriksaan dan Identifikasi Protozoa

Pemeriksaan parasit dilakukan pada beberapa bagian tubuh ikan yaitu

kerokan kulit, insang dan saluran pencernaan. Adapun prosedur pengambilan

sampel sebagai berikut:

a. Kerokan kulit

Pemeriksaan parasit yang menempel di permukaan tubuh dilakukan

dengan cara scrapping (kerokan) dengan menggunakan silet dari arah cranial ke

caudal secara hati-hati, pada bagian superficial. Selanjutnya, kerokan kulit

diulaskan di atas gelas obyek.

b. Insang

Pemeriksaan bagian insang dilakukan dengan cara mengambil langsung

lembaran insang dengan gunting, kemudian diulaskan di atas gelas obyek.

c. Saluran pencernaan

Pemeriksaan usus dilakukan dengan cara menyayat usus dan

mengeluarkan isi usus, kemudian diulaskan di atas gelas obyek. Metode

pemeriksaan dan identifikasi dilakukan dengan dua metode, yaitu pemeriksaan

natif dan pewarnaan Lugol. Pemeriksaan natif dilakukan dengan menambahkan

satu tetes akuades di gelas obyek pada bagian kerokan organ (kulit, insang dan

usus) ikan yang diperiksa dan ditutup dengan gelas penutup. Untuk pewarnaan

Lugol gelas obyek diberikan satu tetes aquades dan satu tetes Lugol 1%. Setelah

itu, kerokan kulit, insang dan usus diambil dan diulaskan seperti prosedur

sebelumnya. Preparat diamati dengan mikroskop secara zig-zag pada perbesaran

100 kali dan 400 kali.

Penghitungan Jumlah Protozoa

Penghitungan jumlah protozoa dilakukan dengan cara menghitung seluruh

protozoa teramati pada 20 lapang pandang. Perhitungan jumlah dan identifikasi

jenis protozoa dilakukan pada setiap lapang pandang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi pada ikan patin dan ikan mas, jenis protozoa parasitik yang

ditemukan pada sisik atau kulit, insang dan usus adalah Trichodina sp.,

Ichthyophthirius sp. dan Myxobolus sp.

1. Trichodina sp. Hasil identifikasi menunjukkan sebanyak 29 sampel (96.7%) ikan patin

positif terinfeksi Trichodina sp. pada organ kulit dan 19 sampel (63.3%) positif

terinfeksi pada bagian insang. Selain itu, Trichodina sp. juga ditemukan pada

organ kulit, insang dan usus ikan mas. Infeksi paling tinggi ditemukan pada organ

kulit sebanyak 30 sampel (100%) dan 29 sampel (96.7%) positif terinfeksi pada

bagian insang (Tabel 2).

12

Tabel 2 Hasil Pemeriksaan terhadap Trichodina sp. pada ikan patin dan ikan mas

Jenis ikan

Jumlah

(ekor)

Hasil Pemeriksaan Positif

Terinfeksi (%)

Kulit Insang Usus

Patin 30 29(96.7) 19(63.3) 12(40)

Mas 30 30(100) 29(96.7) 3(10)

Menurut Lom (1995), Trichodina sp. dapat menginfeksi ikan terutama pada

bagian insang dan kulit. Hal tersebut dikarenakan Trichodina sp. mempunyai

dentikel yang dapat menempel pada organ ikan sehingga dapat menginfeksi ikan.

Trichodina sp. mempunyai dentikel atau gigi kait yang terdapat di permukaan

tubuhnya, bentuknya bulat seperti cakram. Trichodina sp. berasal dari kelas ciliata

yang mempunyai alat gerak silia atau rambut getar pada bagian permukaan

tubuhnya. Umumnya ikan yang sehat mampu mengontrol jumlah parasit yang ada

di tubuhnya. Namun, pada jumlah yang sangat banyak Trichodina sp. mampu

menurunkan sistem kekebalan tubuh dan membuka jalur infeksi bagi organisme

lainnya, seperti bakteri.

Faktor tingginya infeksi Trichodina sp. diduga karena manajemen

pemeliharaan di Bursa Ikan Hias Laladon yang kurang baik. Salah satunya adalah

frekuensi penggantian air yang tidak teratur serta kepadatan ikan dalam akuarium

yang kurang diperhatikan. Trichodina sp. akan memakan bakteri yang berada di

permukaan tubuh ikan, sehingga dapat menstimulasi reproduksi Trichodina sp.

secara pembelahan sel. Menurut Fraser (2006), trichodiniasis disebabkan oleh

kondisi lingkungan yang kurang optimal, kepadatan ikan yang tinggi , manajemen

kolam air dan pakan yang kurang baik.

Gambar 9 Morfologi Trichodina sp. dengan perbesaran 400 kali

Keterangan: 1. Radial pin 2. Dentikel 3. Silia

13

Kejadian trichodiniasis pada ikan mas lebih tinggi dibanding ikan patin.

Salah satunya karena struktur tubuh ikan mas yang mempunyai sisik sehingga

dentikel Trichodina sp. mudah menempel pada organ ikan dibandingkan ikan

patin yang mempunyai kulit berlendir. Menurut penelitian yang dilakukan

Cahyono (2006), Trichodina sp. juga ditemukan pada kulit dan insang benih ikan

tawes (Puntius javanicus).

Jenis Trichodina sp. yang ditemukan adalah Trichodina giurusi. Jenis ini

mempunyai kisaran diameter antara 24.4-34.8 μm seperti terlihat dalam Tabel 3

dan Tabel 4. Trichodina giurusi tergolong sebagai Trichodina sp. yang berukuran

kecil (Mitra 2005). Trichodina sp. ukuran kecil memiliki patogenitas lebih tinggi

dibandingkan yang berukuran lebih besar (Tucker 2004).

Tabel 3 Karakteristik Trichodina giurusi pada ikan patin, ikan mas dan ikan butini

Karakteristik Kisaran

(rata-rata ± sd)

Kisaran

(rata-rata ± sd)

Kisaran

(rata-rata ± sd)

Diameter tubuh

(dalam μm)

16.96 - 36.07

(24.6 ± 3.5)

14.37 - 41.01

(23.6 ± 4.0)

24.4 - 34.8

(29.7 ± 2.7)

Jumlah T.giurusi 297 769 20

Inang Ikan patin Ikan mas Ikan butini

Negara Indonesia Indonesia India

Pustaka Hasil Penelitian Hasil Penelitian Mitra (2005)

Tabel 4 Karakteristik Trichodina giurusi pada ikan patin dan ikan mas berdasarkan

organ

Karakteristik Organ Ikan patin Ikan mas

Diameter tubuh

(dalam μm)

Kisaran (rata-rata ± sd)

[Jumlah T.giurusi]

Kulit 17.31 – 34.51

(24.5 ± 3.4)

[236]

14.37 – 41.01

(24.5 ± 4.0)

[560]

Insang 17.11 – 30.35

(24.5 ± 3.3)

[43]

14.61 – 29.13

(21.0 ± 2.5)

[203]

Usus 16.96 – 36.07

(25.3 ± 4.9)

[18]

17.19 – 24.08

(20.7 ± 2.8)

[6]

2. Ichthyophthirius sp. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infeksi Ichthyophthirius sp. ditemukan

hanya pada organ insang ikan patin sebanyak 2 sampel (6.7%) dan ikan mas

sebanyak 1 sampel (3.3%) positif terinfeksi seperti dapat dilihat pada Tabel 5.

Ichthyophthirius sp. merupakan protozoa yang mampu menyerang kulit dan

insang ikan dalam waktu yang relatif singkat dan berasal dari kelas ciliata.

Kondisi lingkungan yang kurang baik seperti sanitasi kolam air yang kurang baik,

suhu dan salinitas air yang kurang sesuai selain lemahnya daya tahan tubuh pada

ikan, sehingga ikan menjadi lebih mudah stress dan terinfeksi Ichthyophthirius sp.

14

Tabel 5 Hasil Pemeriksaan terhadap Ichthyophthirius sp. pada ikan patin dan ikan

mas

Jenis ikan

Jumlah

(ekor)

Hasil Pemeriksaan Positif

Terinfeksi (%)

Kulit Insang Usus

Patin 30 0(0) 2(6.7) 0(0)

Mas 30 0(0) 1(3.3) 0(0)

Menurut Noe (2006), Ichthyophthirius sp. menyerang dengan menempel

pada lapisan lendir dan menghisap sel darah merah. Namun sampel kulit dan usus

pada kedua ikan menunjukkan negatif terhadap Ichthyophthirius sp. yang dapat

disebabkan oleh pola makan ikan, daya tahan ikan dan kondisi lingkungan ikan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yuliartati (2011), Ichthyophthirius sp.

ditemukan pada kerokan kulit dan insang ikan patin.

Gambar 10 Morfologi Ichthyophthirius sp. dengan perbesaran 400 kali

3. Myxobolus sp. Berdasarkan Tabel 6, sebanyak 11 sampel (36.7%) ikan patin positif

terinfeksi terhadap Myxobolus sp. pada usus dan 2 sampel (6.7%) ikan mas positif

terinfeksi Myxobolus sp. pada usus.

Tabel 6 Hasil Pemeriksaan terhadap Myxobolus sp. pada Ikan patin dan Ikan mas

Jenis ikan

Jumlah

(ekor)

Hasil Pemeriksaan Positif

Terinfeksi (%)

Kulit Insang Usus

Patin 30 0(0) 0(0) 11(36.7)

Mas 30 0(0) 0(0) 2(6.7)

15

Myxobolus sp. berasal dari kelas sporozoa. Ikan patin lebih rentan terhadap

infeksi Myxobolus sp. karena pola makan yang berbeda dengan ikan mas. Ikan

mas merupakan omnivora atau pemakan campuran sehingga flora usus lebih baik

dari ikan patin yang cenderung karnivora atau pemakan daging.

Myxobolus sp. dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar karena

menyebabkan penurunan absorbsi nutrisi dari pakan serta gangguan pertumbuhan.

Menurut Anshary (2008), Myxobolus sp. dapat menular melalui feses ikan yang

terinfeksi dan kemudian tertelan oleh ikan yang sehat. Sampel kulit dan insang

pada kedua ikan menunjukkan negatif terhadap Myxobolus sp. Hal ini sesuai

dengan (Fraser 2006) bahwa habitat Myxobolus sp. terdapat pada saluran

pencernaan (usus) ikan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dana (2009),

Myxobolus sp. juga ditemukan pada usus ikan betutu (Oxyeleotris marmorata).

Gambar 11 Morfologi Myxobolus sp. dengan perbesaran 400 kali

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil dari pemeriksaan menunjukkan bahwa jenis protozoa yang ditemukan

pada ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dan ikan mas (Cyprinus carpio)

adalah Trichodina sp., dan Ichthyophthirius sp. yang termasuk ciliata serta

Myxobolus sp. yang termasuk sporozoa.

Protozoa yang paling banyak ditemukan pada kulit dan insang ikan patin

(Pangasius hypophthalmus) serta ikan mas (Cyprinus carpio) adalah Trichodina

sp. (ciliata), sedangkan protozoa paling banyak ditemukan pada usus adalah

Myxobolus sp. (sporozoa).

16

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai protozoa parasitik sampai

tingkat molekuler untuk mengetahui spesies, jenis dan sifat patogen dari tiap

protozoa parasitik selain pemeriksaan morfologi terhadap protozoa pada ikan air

tawar.

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Jakarta (ID): Penerbit

Kansius.

Anshary H. 2008. Tingkat infeksi parasit pada ikan mas (Cyprinus carpio) pada

beberapa lokasi budidaya ikan hias di Makassar dan Gowa. J Sains dan

Teknologi. 8(2):139-147.

Axelrod HR, Warren EB, Cliff WE. 1995. Dr Axelrod’s Mini Atlas of Freshwater

Aquarium Fishes Mini Edition. Amerika Serikat (US): TFH Publications

Inc.

Bondad-Reantaso, Subasinghe R. 2005. Disease and health management in Asian

aquaculture. J Vet Parasitol. 132:249-272.

Bowman DD. 2009. Georgis’ Parasitology for Veterinarians. Ed ke-9. Amerika

Serikat (US): Saunders.

Cahyono. 2006. Identifikasi ektoparasit protozoa pada benih ikan tawes (Puntius

javanicus) di Balai Benih Ikan Sidabowa Kabupaten Banyumas dan Balai

Benih Ikan Kutasari Kabupaten Purbalingga. [Internet]. [diunduh 2016

Jun 24]; Tersedia pada :

ejournal.umm.ac.id/index.php/protein/article/view/64/62

Dana DI, Effendi K, Sumawidjaja Y, Hadiroseyani. 2009. Parasit Trichodina pada

benih Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata). J Akuakultur Indonesia. 1:5-

8.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 2001. Asia Diagnostic Guide to

Aquatic Animal Diseases.

Fraser CM. 2006. The Merck Veterinary Manual, A Hand Book of Diagnosis

Therapy and Disease Prevention and Control for Veterinarians. Ed ke-7.

Amerika Serikat (US): NIT Publications Inc.

Gunadi. 2008. Budidaya ikan mas secara intensif. [Internet]. [diunduh 2015 Mei

8]; Tersedia pada : http://www.agromedia.net/Perikanan/Budi-Daya-Ikan-

Mas-Secara-Intensif/Detailed-product-flyer.html

Kabata. 1985. Parasite and Disease of Fish Cultured in Tropics. London (UK):

Taylor Francis Publications Inc.

Khairuman. 2005. Budi Daya Ikan Secara Intensif . Jakarta (ID): Agro Media

Pustaka.

Lerman L. 1997. Marine Biology: Environment, Diversity and Ecology. Amerika

Serikat (US): Elsevier.

Levine N. 1985. Protozoologi Veteriner. Soekardono S, penerjemah;

Brotowidjojo MD, editor. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Lom J. 1995. Trichodinid ciliates (Peritrichida: Urceolariidae) from some marine

fishes. Folia Parasitol. 17:113-125.

17

Mansoor TN. 2010. Protozoans infection of Cyprinus carpio from Bab Muatham

fish markets, Baghdad City. Iraqi J Vet Med. 34(1):158-160. [Internet]

[diunduh 2015 Jul 31]; Tersedia pada:

http://www.iasj.net/iasj?func=fulltext&aId=2456

Mitra AK, Haldar DP. 2005. Descriptions of Two New Species of the Genus

Trichodina Ehrenberg, 1838 (Protozoa: Ciliophora: Peritrichida) from

Indian Fresh Water Fishes. Acta Protozool. 44: 159-165. [Internet]

[diunduh 2016 Jul 7]; Tersedia pada:

www1.nencki.gov.pl/pdf/ap/ap808.pdf

Morgan BB, Hawskin PA. 1955. Veterinary Protozoology. Amerika Serikat (US):

Burgess Publishing Company.

Noe JG. 2006. Sustained growth of Ichthyophthirius multifiliis at low temperature

in the laboratory. J Parasitol. 81(6): 1022-1024.

Noga EJ. 2010. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. Iowa (US): Wiley

Blackwell.

Novriadi. 2014. Penyakit Ikan Air Laut di Indonesia. [Internet] [diunduh 2016

Jan 29]; Tersedia pada :

http://www.academia.edu/7680033/Daftar_Penyakit_Pada_Budidaya_Ikan

_Laut_di_Indonesia

Post G. 1987. Text Book of Fish Health. Amerika Serikat (US): TFH Publications

Inc.

Purivirojkul W. 2012. Histological change of aquatic animals by parasitic

infection. [Internet] [diunduh 2016 Feb 25]; Tersedia pada :

http://www.intechopen.com/books/histopathology-reviews-and-recent-

advances/histological-change-of-aquatic-animals-by-parasitic-infection

Rochdianto. 2007. Analisis finansial usaha pembenihan ikan karper (Cyprinus

carpio linn) Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. [skripsi].

Universitas Tabanan (ID).

Rokhmani. 2002. Beberapa Parasit pada Budidaya Ikan Gurami di Kabupaten

Banyumas. Sains Akuatik. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Rokhmani. 2009. Keragaman dan tingkat serangan ektoparasit pada gurame

(Osphronemus gouramy) tahap pendederan I dengan ketinggian lokasi

pemeliharaan yang berbeda. J Biotika. 7(2):87-93.

Rustikawati I. 2004. Intensitas dan prevalensi ektoparasit pada benih ikan mas

(Cyprinus carpio) yang berasal dari kolam tradisional dan longyam di

Desa Sukamulya Kecamatan Singaparna Kabupaten Tasikmalaya. J

Akuakultur Indonesia. 3:33-39.

Tucker CS, Hargreaves JA. 2004. Biology and Culture of Channel Catfish.

[Internet]. [diunduh 2016 Jul 7]; Tersedia pada :

https://books.google.com.sg/books?isbn=0080472206

Tumbol AR, Longdong NS, Kanoli AT. 2011. Identifikasi, tingkat insidensi,

indeks dominasi, dan tingkat kesukaan parasit pada sidat (Anguilla

marmorata). J Biotika. 16(1):114-127.

Woo PTK. 1995. Fish Diseases and Disorders. London (UK): CABI Publishing

Company.

Yuliartati E. 2011. Tingkat serangan ektoparasit pada ikan patin (Pangasius

hypophthalmus) pada beberapa pembudidaya ikan di Kota Makassar.

[skripsi]. Universitas Hasanuddin (ID).

18

Zajac AM, Conboy AG. 2012. Veterinary Clinical Parasitology. Ed ke-8.

Amerika Serikat (US): Wiley-Blackwell.

RIWAYAT HIDUP

Veenu Kumar dilahirkan di Kuala Lumpur pada tanggal 27 November

1993 dari pasangan Bapak T Vijay Kumar dan Ibu N Malar. Penulis merupakan

anak pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 2005 penulis menyelesaikan

pendidikan Sekolah Dasar (SD) di Sekolah Kebangsaan Bukit Beruntung selama 6

tahun. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah

Kebangsaan Rawang Bt.16 dan diselesaikan pada tahun 2010. Pada tahun 2011

penulis diterima sebagai Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM).

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam bidang olahraga cabang

atletik. Penulis merupakan juara 1 Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) dan

Olimpiade Veteriner IPB (OLIVE) pada tahun 2015 untuk acara sprint 100m

putra.