Upload
yogi-dwi-irawan
View
290
Download
13
Embed Size (px)
DESCRIPTION
regio colli
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh kita
dan terdapat di beberapa tempat di tubuh kita. Tubuh memiliki kurang lebih 600
kelenjar getah bening, namun pada orang sehat yang normal hanya teraba di daerah
submandibula, aksila, atau inguinal. Seringkali timbul benjolan-benjolan di daerah
tempat kelenjar getah bening berada dan seringkali pula hal itu menimbulkan
kecemasan baik pada pasien, ataupun orang tua pasien apakah pembesaran ini
merupakan hal yang normal, penyakit yang berbahaya ataukah merupakan suatu
gejala dari keganasan. Sekitar 55% pembesaran kelenjar getah bening terjadi pada
daerah kepala dan leher. Organ ini sangat penting untuk fungsi sistem kekebalan
tubuh, dimana tugasnya adalah menyerang infeksi dan menyaring cairan getah
bening (Bazemore, 2002 dan Ferrer, 1998).
Pembesaran kelenjar getah bening 55% berada di daerah kepala dan leher,
1% pada supraklavikula, 5% pada bagian axilla, dan sekitar 14% di inguinal.
Penyebab yang paling sering adalah infeksi yang biasanya terjadi adalah infeksi
oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas (rinovirus, virus parainfluenza,
coronavirus). Virus lainnya adalah virus Ebstein Barr, cytomegalovirus, rubela,
varicella zooster, herpes simpleks, coxsackievirus dan human immunodeficiency
virus (HIV). Bakteri yang menyebabkan peradangan pada kelenjar getah bening
adalah bakteri streptokokus beta hemolitikus grup A dan stafilokokus aureus. Selain
itu, dapat disebabkan oleh bakteri anaerob bila berhubungan dengan karies dan
penyakit gusi. Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyosarkoma dan
limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Obat-obatan juga menyebabkan
limfadenopati.
2
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengetahui anatomi dan fisiologi kelenjar limfe pada leher
1.2.2 Mengetahui level kelenjar getah bening pada leher
1.2.3 Mengetahui pendekatan klinis pada pasien dengan limfadenopati colli
1.3 Manfaat
Menambah wawasan mengenai ilmu kedokteran pada umumnya, dan khusus
nya dalam ilmu THT-KL
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Limfadenopati
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan
ukuran lebih besar dari 1 cm.2 Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati
sebagai abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening (Bazemore, 2002).
2.2 Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Limfa pada Leher
Sistem limfatik mempunyai peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh.
Limfonodus/Kelenjar Getah Bening (KGB) menyaring cairan limfe yang beredar di
sistem limfe dalam seluruh tubuh. Limfonodus berkerja sama dengan limpa, timus,
tonsil, adenoid, agregat jaringan limfoid di lapisan dalam saluran pencernaan yang
disebut bercak peyer atau gut associated lymphoid tissue (GALT) terorganisir
sebagai pusat sel –sel imun untuk menyaring antigen dari cairan ekstraseluler.
(Sherwood, 2001)
Kelenjar limfe leher dibagi ke dalam gugusan superficial dan gugusan
profunda. Kelenjar limfe superficial menembus lapisan pertama fascia servical
masuk kedalam gugusan kelenjar limfe profunda. Meskipun kelenjar limfe nodus
kelompok superficial lebih sering terlibat dengan metastasis, keistimewaan yang
dimiliki kelenjar kelompok ini adalah sepanjang stadium akhir tumor, kelenjar limfe
nodus kelompok ini masih signifikan terhadap terapi pembedahan. (Asih, 2010)
Kelenjar limfe profunda sangat penting sejak kelenjar-kelenjar kelompok ini
menerima aliran limfe dari membran mukosa mulut, faring, laring, glandula saliva
dan glandula thyroidea sama halnya pada kepala dan leher. (Asih, 2010)
4
Gambar 1. Kelenjar Getah Bening Leher
Rantai jugular profunda terbentang dari dasar tengkorak sampai klavikula
dan membentuk kelompok superior, media, dan inferior dari nodul-nodul limfe.
Nodus jugular profunda superior menerima drainase utama dari palatum molle,
tonsil, palatoglossal, dan arcus palatofaringeal, lidah posterior, dasar lidah, sinus
piriformis, dan laring di atas vocal cord. Kelompok nodul limfe ini juga menerima
drainase dari nodus superior dari kepala bagian atas, dan leher (retrofaringeal,
spinal aksesorius, parotis, cervicalis superior, dan nodul submandibula). (Asih,
2010)
Nodul jugular profunda yang media menerima drainase utama dari laring di
atas pita suara, sinus piriformis bagian bawah, dan cricoid posterior. Sedangkan
drainase sekunder dari nodul jugular profunda diatasnya dan nodul retrofaringeal
bagian bawah. (Asih, 2010)
Nodul jugular profunda inferior menerima drainase utama dari tiroid, trakea,
dan esofagus bagian cervical. Sedangkan drainase sekunder dari nodul jugular
profunda di atasnya dan nodul paratrakeal.nodus retrofaringeal dan paratrakeal
5
berada di posterior dari visera bagian midline. Nodul ini menerima drainase dari
organ visera dan struktur organ dalam di midline kepala contohnya : nasofaring,
kavita nasal bagian posterior, sinus paranasal, orofaring posterior. Nodul ini
didrainese menuju rantai jugular profunda. (Asih, 2010)
Nodul superfisial cenderung mengalir menuju nodus profunda. Nodul
superfisial terdiri submental, cervical superficial, submandibular, spinal aksesorius,
dan skalenus anterior. Nodus submental mengalir menuju dagu, bibir bawah bagian
tengah, ujung lidah, dan mulut bagian anterior. Nodul ini mengalir ke nodul
submandibula. Nodul submandibula mengalir menuju nodul jugular profunda
superior. (Asih, 2010)
Nodul cervical superfisial berada sepanjang vena jugular externa, yang
didrainese dari kutaneus linfatik dari wajah, khususnya dari glandula parotis,
belakang telinga, nodul parotis dan oksipital. (Asih, 2010)
Nodus pada segitiga posterior berada sepanjang nervus spinalis aksesorius.
Nodul ini menerima aliran dari regio parietal dan oksipital dari kulit kepala.nodus
yang bagian atas mengalirkan ke nodul profunda superior sementara yang bagian
bawah mengalir menuju nodul supraklavikular. (Asih, 2010)
Nodus skalenus anterior (Virchow) menerima drainase dari duktus
thorasikus dan berada pada sambungan dari duktus thorasikus dan vena subklavia
kiri. Biasanya merupakan tempat metastase dari tubuh bagian bawah. Nodul
supraklavikular menrimadrainase dari nodul spinalis aksesoris dan dari bagian
infraklavikular. Semua sistem limfatik mengalir menuju sistem vena, bersamaan
dengan duktus torasikus bagian kiri atau duktus limfatikus kanan. (Asih, 2010)
6
Gambar 2. Lokasi kelenjar getah bening leher dan daerah drainasenya
Bagian-bagian KGB terdiri dari subkapsular, korteks (folikel primer, foliker
sekunder dan zona interfolikuler) folikel di korteks ada tempat sel B proliferasi,
interfolikuler adalah tempat diferensiasi dan prolferasi antigen-dependent T-cell .
Bagian terdalam dari KGB adalah bagian medulla yang terdiri dari sel plasma dan
small B lymphocytes yang memfasilitasi sekresi immunoglobulin keluar dari
kelenjar limfe. (Sherwood, 2001)
Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui
simpai (kapsul) dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan
aliran getah bening eferen keluar dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening
masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di simpai. Di dalam kelenjar, cairan
7
getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang disebut sinus perifer
yang dilapisi oleh sel endotel (Ferrer, 1998).
Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubungkan
simpai dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur
untuk pembuluh darah dan syaraf (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus
penetrating yang juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di dalam
sinus penetrating melalui hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih luas dan
disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan ini selanjutnya menuju aliran getah bening
eferen (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
2.3 Fungsi Kelenjar Getah Bening
Fungsi utama KGB adalah sebagai penyaring (filtrasi) dari berbagai
mikroorganisme asing dan partikel-partikel akibat hasil dari degradasi sel-sel atau
metabolism (Ferrer, 1998).
2.4 Klasifikasi Limfadenopati
Menurut Fletcher, 2010 pembesaran KGB dapat dibedakan menjadi
pembesaran KGB local (limfadenopati lokalisata) dan pembesaran KGB umum
(limfadenopati generalisata). Limfadenopati lokalisata didefinisikan sebagai
pembesaran KGB hanya pada satu daerah saja, sedangkan limfadenopati
generalisata apabila pembesaran KGB pada dua atau lebih daerah yang berjauhan
dan simetris.
2.5 Level Kelenjar Getah Bening Leher
Lokasi kelenjar getah bening daerah leher dapat dibagi menjadi 6 level.
Pembagian ini berguna untuk memperkirakan sumber keganasan primer yang
mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi leher
(Robbins, 2002).
8
9
Gambar 3. Level kelenjar getah bening leher
10
Tabel 1. Kelompok kelenjar getah bening leher berdasarkan level
2.6 Etiologi
Penyebab yang paling sering limfadenopati adalah:
A. Infeksi
1. Infeksi virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian
atas seperti Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory
Syncytial Virus (RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus. Virus
lainnya Ebstein Barr Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV), Rubela,
11
Rubeola, Varicella-Zooster Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus,
dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Bazemore, 2002).
Infeksi HIV sering menyebabkan limfadenopati serivikalis yang
merupakan salah satu gejala umum infeksi primer HIV. Infeksi primer atau
akut adalah penyakit yang dialami oleh sebagian orang pada beberapa hari
atau minggu setelah tertular HIV. Gejala lain termasuk demam dan sakit
kepala, dan sering kali penyakit ini dianggap penyakit flu (influenza like
illness) (Fletcher, 2010).
2. Infeksi bakteri
Peradangan KGB (limfadenitis) dapat disebabkan Streptokokus beta
hemolitikus Grup A atau stafilokokus aureus. Bakteri anaerob bila
berhubungan dengan caries dentis dan penyakit gusi, radang apendiks atau
abses tubo-ovarian (Ferrer, 1998 dan Fletcher, 2010).
Tabel 2. Penyebab Infeksi pada Limfadenopati Servikalis
Bacteria
Gram-positive cocci
—Staphylococcus aureus
—Streptococcus pyogenes (group A)
—Streptococcus agalactiae (group B)
—Anaerobic organisms
Peptococcus sp
Peptostreptococcus sp
Gram-positive rods
—Bacillus anthracis
—Corynebacterium diphtheriae
Gram-negative rods
—Bartonella henselae
—Calymmatobacterium granulomatis
—Haemophilus influenzae
—Serratia marcescens
—Associated with the enteric tract
Acinetobacter sp
Viruses
DNA enveloped viruses
—Cytomegalovirus
—Epstein-Barr virus
—Herpes simplex virus types 1 and 2
—Human herpesvirus 6
—Varicella-zoster virus
DNA nonenveloped viruses
—Adenovirus
RNA enveloped viruses
—Human immunodeficiency virus
—Influenza virus
—Measles virus
—Mumps virus
—Parainfluenza virus
—Respiratory syncytial virus
—Rubella virus
RNA nonenveloped viruses
12
Escherichia coli
Proteus sp
Pseudomonas aeruginosa
Salmonella typhi
Shigella sp
—Associated with zoonoses
Brucella sp
Francisella tularensis
Yersinia pestis
Yersinia enterocolitica
Yersinia pseudotuberculosis
—Anaerobic
Bacteroides sp
Mycobacteria and Actinomycetes
Actinomyces israelii
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium avium-intracellulare
Mycobacterium scrofulaceum
Nocardia asteroids
—Coxsackieviruses
—Rhinoviruses
Fungi
Aspergillus fumigatus
Candida sp
Cryptococcus neoformans
Dermatophytes
Histoplasma capsulatum
Paracoccidioides brasiliensis
Sporothrix schenckii
Protozoa
Leishmania sp
Toxoplasma gondii
Trypanosoma brucei gambiense
Trypanosoma brucei rhodesiense
Spirochetes
Leptospira interrogans
Treponema pallidum
Rickettsiae
Rickettsia tsutsugamushi
B. Gangguan imunologi
- Rheumatoid arthritis
- SLE (Sistemic Lupus Eritematous)
- Sjogren’s syndrome
- Hipersensitifitas obat
C. Keganasan
- Kelainan hematologi
- Hodgkin
- Non Hodgkin
13
- Akut Limfoblastik Leukimia
- Kronik Limfoblastik Leukimia
- Multiple myeloma
D. Penyakit endokrin
- Hipertiroid
- Insufisiensi adrenal
- Thyroiditis
2.7 Diagnosis
Menurut Bazemore, 2002 dan Ferrer, 1998 diagnosis limfadenopati
memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang apabila
diperlukan.
2.7.1 Anamnesis
Dari anamnesis dapat diperoleh keterangan lokasi, gejala-gejala penyerta,
riwayat penyakit, riwayat pemakaian obat dan riwayat pekerjaan.
a. Lokasi
Lokasi pembesaran KGB pada dua sisi leher secara mendadak biasanya
disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh
penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila
berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh Mikobakterium,
Toksoplasma, Ebstein Barr Virus atau Citomegalovirus.
b. Gejala penyerta
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi
saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat
badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang
tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan
oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness), ditambah adanya
riwayat pemakaian obat-obatan atau produk darah.
c. Riwayat penyakit
14
Riwayat penyakit sekarang dan dahulu seperti adanya peradangan tonsil
sebelumnya, mengarahkan kepada infeksi oleh Streptococcus; luka lecet pada
wajah atau leher atau tanda-tanda infeksi mengarahkan penyebab infeksi
Staphilococcus; dan adanya infeksi gigi dan gusi juga dapat mengarahkan
kepada infeksi bakteri anaerob. Transfusi darah sebelumnya dapat
mengarahkan kepada Citomegalovirus, Epstein Barr Virus atau HIV.
d. Riwayat pemakaian obat
Penggunaan obat-obatan Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-
obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol,
atenolol, captopril, carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin,
pirimetamine, quinidine, sulfonamida, sulindac. Pembesaran karena obat
umumnya seluruh tubuh (limfadenopati generalisata).
e. Riwayat pekerjaan
Paparan terhadap infeksi paparan/kontak sebelumnya kepada orang dengan
infeksi saluran napas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut
membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau
pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-daerah di Afrika dapat
mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis, orang yang bekerja dalam hutan
dapat terkena Tularemia.
2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat mengarahkan
kepada penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau gangguan system
kekebalan tubuh.
Karakteristik dari KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. KGB
harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri
tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
a. Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan
abnormal.
15
b. Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
c. Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi;
fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
d. Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis atau
keganasan.
Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada infeksi
rubela dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang
memiliki risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian anterior.
Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering disebabkan
oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen umumnya dikaitkan
degnan pembesaran KGB generalisata.
Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak dan
dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada
penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi
bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenopati
disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak
dapat digerakkan oleh karena terikat dengan jaringan di bawahnya.
Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif
dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan terbentuk jembatan-jembatan
kulit di atasnya.
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil,
bintikbintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri
streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang
sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher
(bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam
dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi Epstein Barr Virus (EBV).
16
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada
campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang
dengan penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan
limpa mengarahkan kepada leukemia. Demam panjang yang tidak berespon dengan
obat demam, kemerahan pada mata, peradangan pada tenggorok, strawberry
tongue, perubahan pada tangan dan kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan
dan kaki) dan limfadenopati satu sisi (unilateral) mengarahkan kepada penyakit
Kawasaki.
2.7.3 Pemeriksaan Penunjang
1. FNAB
Biopsy tusuk jarum atau yang lebih dikenal dengan Fine Needle Aspiration
Biopsy, biasa disingkat FNAB. FNAB adalah suatu tindakan biopsi tumor atau
benjolan yang dilakukan dengan jarum halus 25G berdiameter 0,5 mm atau lebih
kecil, untuk mengambil contoh jaringan lalu memeriksanya dibawah mikroskop
secara sitologi. Dengan FNAB diperoleh diagnosis tumor apakah jinak atau ganas,
tanpa harus melakukan sayatan atau mengiris jaringan, sehingga keraguan seorang
penderita apakah dirinya menderita kanker atau tidak segera terjawab dengan cepat
dan akurat. Biopsi dilakukan, sesuai dengan kebutuhan pasien. Biopsi kelenjar
getah bening yang paling sederhana dikenal sebagai biopsi jarum atau fine needle
aspiration (FNA). Prosedur biopsi ini biasanya memakan waktu kurang dari 10
menit. Pasien berbaring di atas meja, kemudian dilakukan disinfeksi dan anestesi
pada daerah yang akan dibiopsi. Kemudian dimasukkan jarum ke dalam kelenjar
getah bening dan diambil sampel untuk diperiksa. Kemudian ditekan pada tempat
pengambilan sampel untuk menghentikan perdarahan dan diperban untuk menutup
luka dan mencegahan infeksi bakteri. (Shannon, 2015)
2. Biopsi terbuka
Biopsi terbuka adalah prosedur pembedahan yang menggunakan pembiusan
lokal atau umum untuk mengambil sampel jaringan. Dokter bedah membuat sayatan
17
eksisi atau insisi untuk menghapus seluruh atau sebagian lesi sehingga dapat dilihat
di bawah mikroskop. Sebuah biopsi eksisi menghapus seluruh massa atau area yang
abnormal, serta margin sekitarnya yang abnormal. Biopsi insinsi hanya mengambil
sebagian massa, biasanya pada lesi yang besar. (Shannon, 2015)
3. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati colli. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
kalsifikasi. (Shannon, 2015). USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum
halus untuk mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan,
dengan nilai sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%. (Shannon, 2015)
4. CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB leher dengan diameter 5 mm
atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati
supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada
perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG atau
CT scan. (Shannon, 2015)
18
Skema 1. Alur Diagnosis (Royal Children Hospital)
2.8 Terapi
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apapun selain observasi (Bazemore, 2002).
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk
dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala
yang mengarahkan kepada keganasan. KGB yang menetap atau bertambah besar
walau dengan pengobatan yang adekuat mengindikasikan diagnosis yang belum
tepat (Bazemore, 2002).
19
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa
disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A).
Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon
positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali
diagnosis dan penanganannya (Bazemore, 2002).
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi
dengan menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini (Bazemore,
2002).
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm. Faktor yang menyebabkannya sendiri adalah multifaktorial, baik
itu dikarenakan infeksi (virus, bakteri, jamur, parasit), keganasan (Limfoma Hodgkin,
Akut Limfoblastik Leukimia, dll), autoimun (SLE, Rheumatoid Arthritis, dll) dan
penyakit endokrin (Thyroiditis, Hipertiroid, dll).
Diagnosis limfadenopati dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis penting untuk mengevaluasi usia
penderita, lokasi, karakteristik, dan lamanya limfadenopati, serta gejala lain yang
menyertai untuk mengarahkan pada penyebab limfadenopati. Pemeriksaan fisik
penting untuk mengevaluasi ukuran, bentuk, konsistensi dan penempelannya. untuk
memperkuat hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat juga dilakukan pemeriksaan
penunjang seperti biopsi (FNAB, Biopsi terbuka, biopsi sentinel), CT-Scan dan USG.
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya dan
pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses.
21
DAFTAR PUSTAKA
Roezin, Eferdi. Sistem Aliran Limfe Leher dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2008
Snell, Richard S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran Ed. 6. Jakarta : EGC
(2006)
Shannon, Jake. Lymph System : Lymph Node Biopsi. [online]
Available from : http://www.lymphsystem.net/lymphnode-biopsi
Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam Physician.
2002
Ferrer R. Lymphadenopathy: Diff erential diagnosis and evaluation. Am Fam Physician.
1998
Royal Children Hospital. Cervical Lymhadenopathy.
Available from : http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5166
Spelman D. Tuberculous lymphadenitis. 2010
Available from: www.uptodate.com.