14
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi) 2.1.1 Sistematika dan Ciri Morfologi Ikan Koi Ikan Koi berasal dari keturunan ikan karper hitam atau ikan Mas yang melalui proses perkawinan silang dan menghasilkan keturunan yang berwarna- warni. Ikan Koi memiliki klasifikasi yang sama dengan ikan Mas, seperti berikut: Filum : Chordata Sub Filum : Vertebrata Super Kelas : Pisces Kelas : Osteichtyes Sub Kelas : Actino Ptergll Ordo : Cypriniformei Sub Ordo : Cyprinidae Suku : Cyrinidae Genus : Cyprinus Spesies : Cyprinus carpio (Saanin H 1984). Ikan Koi dan ikan Mas mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat erat karena memiliki famili, genus, dan spesies yang sama. Menurut Susanto (2000), badan ikan Koi berbentuk seperti torpedo dengan alat gerak berupa sirip. Ikan Koi jantan mempunyai bentuk tubuh langsing, sedangkan ikan Koi betina bentuk tubuhnya agak membulat. Ikan koi memiliki 5 sirip yaitu sirip dada, sirip perut, sirip anal, sirip ekor dan sirip punggung. Sirip dada dan sirip ekor ikan Koi tersusun atas jari-jari lunak. Sirip punggung tersusun atas 3 jari-jari keras dan 20 jari-jari lunak sedang sirip perut tersusun atas 9 jari-jari lunak. Sirip anus tersusun atas 3 jari-jari keras dan jari-jari lunak. Pada sisi badan dari pertengahan batang sampai batang ekor terdapat gurat sisi yang berguna untuk merasakan getaran suara. Garis ini terbentuk dari urat-urat yang ada di dalam sisik. 2.1.2 Pakan dan Pola Makan Ikan Koi tergolong dalam hewan omnivora. Biasanya pakan ikan Koi berupa ikan kecil, kerang-kerangan atau jenis tumbuh-tumbuhan. Pakan utama anak Koi adalah udang-udang renik (Daphnia). Sejalan dengan pertumbuhan badannya, ikan Koi dapat memakan serangga air, jentik-jentik nyamuk atau lumut-lumut yang menempel pada tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

3

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi)

2.1.1 Sistematika dan Ciri Morfologi Ikan Koi

Ikan Koi berasal dari keturunan ikan karper hitam atau ikan Mas yang

melalui proses perkawinan silang dan menghasilkan keturunan yang berwarna-

warni. Ikan Koi memiliki klasifikasi yang sama dengan ikan Mas, seperti berikut:

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Super Kelas : Pisces

Kelas : Osteichtyes

Sub Kelas : Actino Ptergll

Ordo : Cypriniformei

Sub Ordo : Cyprinidae

Suku : Cyrinidae

Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio (Saanin H 1984).

Ikan Koi dan ikan Mas mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat

erat karena memiliki famili, genus, dan spesies yang sama. Menurut Susanto

(2000), badan ikan Koi berbentuk seperti torpedo dengan alat gerak berupa sirip.

Ikan Koi jantan mempunyai bentuk tubuh langsing, sedangkan ikan Koi betina

bentuk tubuhnya agak membulat. Ikan koi memiliki 5 sirip yaitu sirip dada, sirip

perut, sirip anal, sirip ekor dan sirip punggung. Sirip dada dan sirip ekor ikan Koi

tersusun atas jari-jari lunak. Sirip punggung tersusun atas 3 jari-jari keras dan 20

jari-jari lunak sedang sirip perut tersusun atas 9 jari-jari lunak. Sirip anus tersusun

atas 3 jari-jari keras dan jari-jari lunak. Pada sisi badan dari pertengahan batang

sampai batang ekor terdapat gurat sisi yang berguna untuk merasakan getaran

suara. Garis ini terbentuk dari urat-urat yang ada di dalam sisik.

2.1.2 Pakan dan Pola Makan

Ikan Koi tergolong dalam hewan omnivora. Biasanya pakan ikan Koi

berupa ikan kecil, kerang-kerangan atau jenis tumbuh-tumbuhan. Pakan utama

anak Koi adalah udang-udang renik (Daphnia). Sejalan dengan pertumbuhan

badannya, ikan Koi dapat memakan serangga air, jentik-jentik nyamuk atau

lumut-lumut yang menempel pada tanaman.

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

4

 

Menurut Susanto (2000), ikan Koi di dalam air mampu mengenali

pakannya dan bahkan mencarinya diantara lumpur di dasar kolam, karena ikan

Koi mempunyai organ penciuman yang sangat tajam. Organ penciuman ini berupa

dua pasang kumis yang terletak pada bagian kiri dan kanan mulutnya. Ikan Koi

akan memburu sepotong pakan atau mengaduk-aduk lumpur untuk mendapatkan

pakan yang dibutuhkan. Mulut ikan Koi berukuran cukup besar dan dapat

disembulkan. Pakan berukuran kecil bersama-sama air memasuki rongga mulut

langsung ditelan masuk ke dalam kerongkongan dan dicerna di usus. Sedang air

melewati lamella insang setelah oksigen dalam air diserap.

2.1.3 Jenis Koi

Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho

Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi, Koi Ogon yang, Koi

Kin Ginrin, Koi Bekko, Shiro Bekko Ki Bekko Aka Bekko, Koi Tancho dan Koi

Koromo atau Goromo (Tiara dan Muhananto 2011).

Gambar 1 Jenis ikan Koi

Pertumbuhan ikan Koi tergantung pada suhu air, pakan dan jenis kelamin.

Enam bulan pertama, ikan Koi tumbuh sangat cepat. Sampai umur 2 tahun, ikan

Koi jantan tumbuh pesat dibandingkan ikan Koi betina. Namun setelah umur 2

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

5

 

tahun ikan Koi betina tumbuh pesat dibandingkan ikan Koi jantan (Tiara dan

Muhananto 2011).

2.2 Kualitas Air

Air merupakan media hidup yang sangat mendukung dalam pertumbuhan

dan kelangsungan hidup organisme akuatik. Setiap jenis ikan memiliki batas

toleran yang berbeda-beda dan dinyatakan dengan kisaran nilai tertentu. Ada

beberapa parameter kelayakan perairan perikanan disebut kualitas air. Parameter

kualitas air ini digolongkan menjadi 2 yaitu secara fisika dan kimia. Kualitas air

tersebut diantaranya adalah suhu, salinitas, kekeruhan, oksigen terlarut, pH,

amonia, nitrat dan nitrit (Effendy 2003).

Suhu merupakan salah satu parameter air yang berperan penting sebagai

controlling factor. Metabolisme optimal akan terjadi pada suhu yang optimal.

Setiap jenis ikan mempunyai batas toleran yang berbeda-beda. Effendy (2003) 

mengatakan bahwa ikan Koi dapat hidup pada kisaran suhu 8-30ºC, oleh sebab itu

ikan Koi dapat di pelihara di seluruh Indonesia, mulai dari pantai hingga daerah

pegunungan. Suhu ideal untuk pertumbuhan ikan Koi adalah 15-25ºC.

2.2.1 Power of hydrogen (pH)

Kesuburan air juga ditentukan oleh pH dimana logaritma negatif dari

konsentrasi ion hidrogen (pH) = -log [H]. Air murni pada suhu 25ΔC memiliki

konsentrasi pH 7. Perairan dengan pH netral sampai alkalis dapat digunakan untuk

budidaya ikan daripada perairan dengan pH asam. Ikan Koi bertahan hidup pada

pH 6,5-8. Perubahan pH biasanya menimbulkan stres pada ikan. Kemampuan air

menahan perubahan pH lebih penting daripada nilai pH itu sendiri. Namun Boyd

(1982) mengatakan bahwa ikan akan mati pada pH < 4; ikan tidak dapat

bereproduksi pada pH 4-5; laju pertumbuhan ikan menjadi lambat pada pH 5-6;

layak untuk budidaya pada pH 6,5-9; pertumbuhan ikan menjadi lambat pada pH

9-11; dan bila pH >11 maka ikan akan mati.

2.2.2 Deplesi Oksigen (DO)

Kebutuhan ikan terhadap oksigen tergantung pada jenis, ukuran, aktivitas,

suhu dan kualitas pakan. Ikan kecil masih bertahan hidup untuk beberapa saat

pada DO 0,0-0,3 mg/liter, namun akan mati pada DO 0,3-1,0 mg/liter. Bila DO air

berada pada kisaran 1,0-5,0 mg/liter, ikan akan mengalami pertumbuhan yang

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

6

 

lambat tetapi pada DO > 5 mg/liter maka ikan akan tumbuh secara optimal

(Effendy 2003).

2.2.3 Amonia

Amonia dihasilkan akibat dari proses pemupukan, ekskresi ikan,

dekomposisi mikroba dari komponen nitrogen. Ketika amonia memasuki perairan,

ion hidrogen langsung bereaksi dan mengubah amonia ke dalam suatu kondisi

keseimbangan antara ion amonium yang tidak beracun (NH4+) dan amonia tak

terionisasi (NH3) yang beracun (Boyd 1982).

NH3 + H+

+ OH- NH4

+ + OH

-

Penguraian amonia di dalam air bergantung pada pH dan suhu. Selain itu

juga dipengaruhi faktor lain seperti kekuatan ion dalam larutan dan salinitas.

Toksisitas amonia dapat meningkat pada kondisi DO yang rendah. Amonia tak

terionisasi (NH3) akan menurun secara relatif menjadi amonia yang terionisasi

(NH4+) pada air sadah dan bersalinitas.

Total amonia dalam bentuk NH4+

dan NH3 tergantung pada peningkatan

pH dan temperatur. Pengaruh pH terhadap amonia lebih dominan dibandingkan

temperatur. Air dengan pH yang rendah memiliki ion hidrogen lebih banyak

sehingga bentuk NH4+

lebih dominan, yang mana NH4+

tidak beracun bila jauh

lebih banyak dibandingkan NH3. Peningkatan suhu air juga dapat meningkatkan

NH3 jauh lebih banyak dibandingkan NH4+, sehingga dapat membahayakan ikan

yang berada dalam sistem tersebut.

Keberadaan amonia mempengaruhi pertumbuhan karena mereduksi

masukan oksigen yang disebabkan oleh rusaknya insang, menambah energi untuk

keperluan detoksifikasi, mengganggu osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan

fisik pada jaringan.

Kadar amonia yang tinggi juga mempengaruhi permeabelitas tubuh ikan

terhadap air dan mengurangi konsentrasi ion dalam tubuh, meningkatkan

konsumsi oksigen pada jaringan, merusak insang dan mengurangi kemampuan

darah dalam melakukan transport oksigen. Ketika konsentrasi amonia

dilingkungan meningkat, eksresi amonia pada ikan akan turun sehingga kadar

amonia dalam darah dan jaringan akan meningkat. Ikan yang berada dalam

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

7

 

konsentrasi amonia lingkungan yang tinggi secara terus-menerus akan

menurunkan pertumbuhan dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit.

Kadar amonia bebas yang tidak terionisasi (NH3) pada air tawar sebaiknya

tidak lebih 0,2 mg/liter, karena pada beberapa spesies ikan zat tersebut dapat

bersifat toksik. Pada kadar amonia 0,52 mg/liter, pertumbuhan tubuh ikan akan

turun hingga 50% dan tidak akan terjadi pertumbuhan pada konsentrasi 0,97

mg/liter. Kadar amonia yang tinggi merupakan salah satu parameter adanya

pencemaran bahan organik. Kadar amonia yang tinggi dapat terjadi pula pada

dasar danau yang mengalami deplesi oksigen (Effendy 2003).

UNESCO/WHO/UNEP (1992) menyampaikan bahwa kadar maksimum kualitas

air yang diperkenankan untuk kehidupan organisme akuatik adalah 1.37-2.2

mg/liter.

2.2.4 Nitrit Nitrogen (NO2-N)

Ion nitrit dibentuk dari nitrat (NO3-) atau ion amonium (NH4

+) oleh

mikroorganisme tertentu yang dapat ditemukan di tanah dan air. Nitrit dihasilkan

dari dekomposisi feses dan sisa pakan oleh bakteri Nitrosomonas. Nitrit juga

merupakan produk intermediet antara amonium dan nitrat. Toksisitas nitrit

mungkin berhubungan dengan konsentrasi asam nitrit, yang tergantung pada suhu,

pH dan salinitas. Rendahnya pH akan meningkatkan pembentukan asam nitrit.

Selain itu toksisitas nitrit (atau asam nitrit) akan meningkat pada konsentrasi DO

rendah dan suhu yang tinggi.

Kalium dan klorida dapat meningkatkan toleransi ikan terhadap nitrit

karena ion-ion tersebut dapat bersaing dengan nitrit dalam transportasi melalui

epitel insang, sehingga dapat menurunkan jumlah pengambilan nitrit di air.

Penurunan pH akan meningkatkan toksisitas nitrit karena nitrit akan dikonversi

menjadi asam nitrit. Selain itu, toksisitas nitrit juga dipengaruhi oleh ukuran ikan,

oksigen terlarut, kandungan nitrit, status makanan dan infeksi (Effendy 2003).

Konsentrasi toksik nitrit berbeda-beda tergantung spesies, untuk salmoid

sekitar 0.3 mg/l NO2-N, dan catfish 13 mg/l NO2-N. Namun secara umum

konsentrasi nitrit yang aman bagi ikan adalah 0.6 mg/l NO2-N

(UNESCO/WHO/UNEP 1992). Saat nitrit diabsorbsi oleh ikan, nitrit akan

bereaksi dengan hemoglobin membentuk methemoglobin.

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

8

 

Hb + NO2

- Met-Hb

Nitrit akan mengoksidasi ferro (Fe2+

) menjadi ferri (Fe3+

). Hal ini meyebabkan

darah tidak dapat mengikat oksigen, sehingga toksisitas nitrit akan menyebabkan

aktivitas hemogloblin menurun. Toksisitas nitrit disebut methemoglobinaemia

(Murray 2000).

2.2.5 Nitrat Nitrogen (NO3-N)

Ion nitrat dibentuk oleh oksidasi lengkap dari ion amonium oleh

mikroorganisme yang berada dalam tanah, air dan atau akibat proses nitrifikasi

dari amonia. Bakteri yang berperan dalam nitrifikasi untuk mengubah nitrit

menjadi nitrat menjadi nitrogen bebas (N2) yang dapat terlepas dari sistem gas.

Reaksi ini dapat ditemukan pada biofilter dan lingkungan alamiah serta

bertanggung jawab untuk mempertahankan konsentrasi amonia dalam kisaran

yang layak. Nitrat (NO3-) umumnya tidak beracun bagi ikan, namun bila kadar

nitrat lebih dari 0,2 mg/liter dapat menyebabkan peningkatan jumlah nutrient di

dalam ekosistem air (eutrofikasi) dan selanjutnya menstimulasi pertumbuhan alga

dan tumbuhan air (blooming) (Effendy 2003). Blooming dapat menyebabkan

produksi destritus berlebihan sehingga menghabiskan suplai oksigen di perairan

dan menyebabkan kematian bagi ekosistem perairan (Prasetyo 2011).

Ledakan populasi fitoplankton yang diikuti dengan keberadaan jenis

fitoplankton beracun akan menimbulkan Ledakan Populasi Alga Berbahaya

(Harmful Algae Blooms – HABs). Faktor yang dapat memicu ledakan populasi

fitoplankton berbahaya antara lain karena adanya eutrofikasi upwelling yang

mengangkat massa air kaya unsur-unsur hara (Aunurohim et al. 2009).

Pencemaran antropogenik tergambarkan bila nitrat lebih dari 5 mg/liter. Hal ini

dapat terjadi akibat kehadiran feses manusia atau hewan.

2.3 Stres

Stres adalah sejumlah respon fisiologis yang terjadi pada saat individu

mempertahankan homeostasis. Berbagai faktor yang mempengaruhi stres,

diantaranya adalah perubahan kebiasaan pola hidup secara draktis misal terhadap

makan dan minum, transportasi jarak yang jauh, perpindahan kolam lama ke

kolam baru, kehadiran predator, penanganan dan perlakuan yang kasar serta

perubahan iklim dan cuaca lingkungan (Ross and Ross 2006).

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

9

 

Faktor lain yang menyebabkan stres adalah spesies ikan, kualitas dan

kuantitas ikan, bentuk kontainer, kuantitas sisa pakan dalam akuarium/kolam, dan

kecepatan laju kendaraan. Kondisi lingkungan turut menentukan tingkat stres, ini

meliputi temperatur, kelembaban, suara gaduh, ventilasi dan cahaya serta

perlakuan selama perjalanan.

Ikan mudah megalami stres. Hal ini biasanya akibat transportasi dari satu

lokasi ke lokasi lainnya misal dari kolam satu ke kolam lain, dari kolam satu ke

kolam pemasaran, atau dari kolam ke plastik pengemasan baik melalui

transportasi darat, udara maupun laut sering (Ross and Ross 1999). Selain itu,

faktor penyebab stres lainya adalah perubahan jenis pakan, perlakuan dari

karyawan atau petugas yang kasar, kepadatan ikan dalam kolam/akuarium/

kemasan plastik serta suara gaduh lingkungan.

Pada saat ikan mengalami stres, ikan akan mengeluarkan banyak tenaga

secara ekstra untuk menghadapi perubahan lingkungan yang mendadak. Ketika

terjadi perubahan suhu dalam air maka suhu tubuh ikan turut berubah-ubah. Ikan

menggunakan energi berlebihan untuk mempertahankan diri dalam waktu tertentu

sehingga energi untuk pertumbuhannya berkurang. Stres dapat mengakibatkan

daya tahan tubuh ikan menurun bahkan menyebabkan kematian.

2.4 Koi herpesvirus (KHV)

Virus herpes banyak terdapat di lingkungan, tipe virus ini mampu menyerang

manusia dan hewan. Lebih dari 100 spesies virus herpes saat ini, delapan

diantaranya menyerang manusia dan bersifat zoonosis. Virus herpes termasuk

dalam tipe virus yang memiliki ukuran besar dibandingkan dengan virus yang

lainnya. Secara morfologi, anggota virus herpes memiliki struktur yang serupa satu

dengan yang lainnya.

Morfologi struktur dari virus herpes dari arah dalam keluar terdiri dari

genom DNA utas ganda linier (double helix linear), berbentuk toroid, kapsid,

lapisan tegumen, dan selubung. Kapsid terdiri atas protein yang tersusun dalam simetri

ikosahedral. Tegumen yang terdapat diantara kapsid dan selubung merupakan massa

fibrous dengan ketebalan yang bervariasi.

Amplop virus bersifat sedikit pleomorphic (mampu berubah bentuk),

berbentuk bola dengan diameter 120-200 nm. Pada permukaan amplop yang dapat

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

10

 

diproyeksikan dengan banyaknya duri (spike) yang menyebar merata di seluruh

permukaan virus herpes. Nukleokapsid virus herpes dikelilingi oleh kulit yang terdiri

dari bahan globular yang sering asimetris. Virus herpes memiliki total panjang

genom 120.000-220.000 nm dengan rasio guanine dan cytosine 35-75 % (Fenner et al.

1993 ).

2.4. 1 Klasifikasi Herpesviridae

Herpesviridae diklasifikasikan menjadi 3 sub famili yaitu Alphaherpesvirus,

Betaherpesvirus dan Gammaherpesvirus. Sub-famili Alphaherpesvirus memiliki 2 genus

yaitu Simplexvirus dan Varicellovirus. Betaherpesvirus memiliki 3 genus yaitu

sitomegalovirus, muromegalovirus dan roseolovirus, sedang Gammaherpesvirus

memiliki 2 genus yaitu lymphocryptovirus dan rhadinovirus.

2.4.2 Replikasi Virus Herpes

Virus herpes bereplikasi dalam metabolisme sel inang dengan menggunakan

asam nukleat. Virus yang menempel pada induk semang akan masuk dalam

metabolisme induk semang dan keluar dari sel induk semang dengan merusak

membran plasma (Sugiri 1992).

Awalnya peplomer glikoprotein amplop berfusi dengan reseptor sel inang.

Kemudian proteoglikan heparin sulfat (nukleokapsid) memasuki sitoplasma dengan

cara virion amplop berfusi dengan membran sel atau melalui vakuola fagositis.

Kompleks DNA-protein kemudian terbebaskan dari nukleokapsid dan memasuki

nukleus, menghentikan sintesis makromolekul sel inang. mRNA, protein g dan ß

ditranskripsi oleh polymerase RNA II sel. RNA diubah menjadi mRNA dan ditranslasi

menjadi protein, yang menstimulasi terjadinya translasi mRNA ß menjadi protein ß.

Runutan replikasi, transkripsi dan translasi terjadi lagi. Replikasi DNA virus dengan

menggunakan beberapa protein, ß dan protein sel inang. Transkripsi terjadi dengan

terbentuknya mRNA dengan urutan terletak sepanjang genom, selanjutnya terjadi

translasi menjadi protein. Selama siklus dihasilkan lebih dari 70 protein tersandi-virus.

Replikasi DNA virus terjadi di nukleus (Fenner et al. 1993). Protein alfa dan beta

merupakan enzim dari protein lain yang akan berikatan dengan DNA genom virus

(Sugiri 1992).

Transkripsi DNA virus terjadi sepanjang siklus replikasi di dalam sel dengan

bantuan enzim RNA polymerase sel dan protein virus lain. Transkripsi dalam bentuk

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

11

 

DNA virus selanjutnya dirakit menjadi virion pada membran inti sel. Pelepasan virion

dari sitoplasma keluar inti sel terjadi melalui struktur tubuler atau melalui proses

eksositosis vakuola yang berisi virion (Sugiri 1992).

2.5 Penyakit Koi Herpes Virus (KHV)

Penyakit KHV merupakan salah satu penyakit infeksius yang menyerang

spesies ikan Koi dan ikan Mas yang disebabkan oleh golongan virus DNA. Di

Indonesia, kasus penyakit KHV diawali di Blitar pada tahun 2002 yang mana telah

terjadi kematian massal (80%-95%). Kira-kira akhir April 2002, kasus kematian ikan

Mas terjadi di Subang serta kasus serupa pada bulan Mei 2002 terjadi di sentra

budidaya ikan Mas di daerah Cirata, Jawa Barat. Wabah penyakit KHV kembali

terjadi di daerah Lubuk Linggau, Sumatra Selatan pada bulan Februari 2003 dengan

gejala yang ditimbulkan sama seperti yang ditemukan pada ikan Mas di pulau Jawa.

Kemudian wabah terus menyebar di propinsi sekitarnya termasuk Bengkulu, dan

Jambi. Wabah KHV di Indonesia telah menyebar sampai ke Denpasar (Bali),

Banyuwangi, Tulungagung, Blitar, Malang, Kediri, dan Surabaya (Jawa Timur),

Semarang dan Brebes (Jawa Tengah), Subang, Bogor, Bandung, Purwakarta, Cianjur,

dan Bekasi (Jawa Barat), Banten, dan Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan

(Sumatra) (Pasaribu 2003).

Penyakit ini masuk ke Indonesia melalui perdagangan ikan lintas antar

negara (Pasaribu 2003). Penyakit ini menyebar sampai ke Eropa, Jepang, Rusia,

Israel, Korea, Amerika Serikat, Malaysia dan Indonesia (Kementerian Kelautan

dan Perikanan 2010). Sejak ada wabah penyakit KHV di Indonesia, produksi ikan

Koi dan ikan Mas mengalami penurunan yang drastis (Departemen Kelautan dan

Perikanan 2010).

2.5.1 Cara Penularan

Penyakit KHV ini menyebar melalui kontak langsung antara ikan sehat dan

ikan yang sakit, kontaminasi air, transportasi dan penanganan yang tidak higienis

seperti pergantian lingkungan. Secara morfologi KHV termasuk dalam golongan

herpesvirus yaitu virus yang memiliki bentuk ikosahedral dengan diameter 100 nm. Koi

herpesvirus pada umumnya dapat hidup dan memperbanyak diri pada temperatur

antara 18-30°C (Sunarto 2005).

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

12

 

2.5.2 Gejala Klinis

Ikan yang terinfeksi penyakit KHV akan memperlihatkan gejala penurunan

nafsu makan, lemah, penurunan permeabelitas mukosa kulit dan insang. Penurunan

permeabelitas mukosa kulit ini menyebabkan kulit tampak kering, hemorrhagi pada

sirip dan kulit, nekrosa sel insang atau menjadi nekrosis pada ujung lamela (OATA

2001; Departemen Kelautan dan Perikanan 2010). Ikan yang terserang penyakit ini

akan sedikit banyak mengalami perubahan tingkah laku antara lain ikan berenang di

permukaan air, berkumpul mendekati sumber aerasi, gerakan yang kurang terkontrol,

dan terlihat dispnoe pada permukaan air.

2.5.3 Perubahan Makroskopis

Pada pemeriksaan perubahan makroskopis ditemukan adanya nekrosa pada

insang, sisik, sirip, ekor, ginjal, limpa, dan hati (Sunarto 2005). Belakangan ini

perubahan makroskopis akibat infeksi virus KHV jarang muncul, namun ikan yang

terinfeksi KHV biasanya mati mendadak.

2.5.4 Diagnosa

Diagnosa penyakit KHV sampai saat ini dengan 3 cara yaitu berdasar gejala

klinis dan perubahan makroskopis, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan biologi

molekuler dengan metode PCR. Diagnosa berdasar perubahan kondisi fisik atau sakit

dengan gejala klinis dan perubahan makroskopis digolongkan ke dalam level 1, dan

pemeriksaan histopatologi digolongkan dalam cara diagnosa penyakit ikan pada level 2.

Diagnosa penyakit ikan dalam level tertinggi adalah pemeriksaan biologi molekuler

dengan metode PCR yaitu termasuk dalam level 3 (Departemen Kelautan dan

Perikanan 2007). Penggolongan level diagnosa penyakit ini disesuaikan dengan fasilitas

peralatan yang ada. Diagnosa penyakit pada level 1 biasanya dilakukan oleh para

petugas lapang dan stasion kelas 2. Diagnosa penyakit pada level 2 dilakukan oleh para

petugas di laboratorium dan stasion kelas 1 karantina ikan, sedangkan diagnosa

penyakit pada level 3 dilakukan oleh petugas laboratorium virologi pada Balai Besar

dan Balai Riset dalam Departemen Kelautan dan Perikanan.

Selain itu diagnosa KHV dapat dilakukan dengan cara isolasi virus pada

kultur jaringan. Sel yang digunakan adalah sel fibroblast dari Koi Tail (KT). Supernatan

homogenat dari bagian ikan yang dianggap sakit di inokulasikan dalam KT, kemudian

di inkubasi selama 1 jam pada suhu 25°C agar KHV menempel pada permukaan KT.

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

13

 

Setelah diinokulasikan, virus dapat terdeteksi dengan terlihatnya efek sitopatik yang

cepat dalam kultur sel (Sunarto 2005).

2.6 Polymerase Chain Reaction (PCR)

2.6.1 Single PCR

PCR merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA

secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer

oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang

diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan DNA

templatenya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo

yang bersifat semi konservatif. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan

105-106 kali lipat dari jumlah nanogram DNA template (Stephenson 2003). PCR

dilakukan dengan bantuan alat yang disebut thermocycler (Muladno 2010).

Dalam proses PCR membutuhkan 4 komponen utama, yaitu (1) DNA

template, (2) oligopolisakarida primer, (3) deoxyribonucleotida triphosphate dan

(4) enzim polymerase. DNA template adalah frakmen DNA yang akan

dilipatgandakan. Oligopolisakarida primer adalah suatu sekuen pendek dari

oligonukleotida yaitu antara 15-25 basa nukleotida yang akan digunakan untuk

mengawali sintesis rantai DNA. Deoxiribonucleotida triphosphate sering disebut

dNTP, ini terdiri dari dATP, dCTP, dGTP dan dTTP. Enzim polymerase adalah

enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang

juga penting adalah senyawa buffer (Yuwono 2006).

Reaksi pelipatgandaan suatu frakmen DNA dimulai dengan melakukan

denaturasi DNA template sehingga rantai DNA yang berantai ganda akan

dipisahkan menjadi rantai tunggal. Denaturasi menggunakan panas (90ΔC) selama

1-2 menit, kemudian suhu diturunkan menjadi 55ΔC selama 1-2 menit, sehingga

primer menempel (annealing) pada cetakan terpisah menjadi rantai tunggal.

Primer akan membentuk jembatan hidrogen dengan template pada daerah sekuen

yang komplementer dengan sekuen primer (Glick dan Pasternak 1998).

Pada single PCR membutuhkan sepasang primer untuk proses annealing.

Primer pertama adalah oligonukleotida dalam primer ini mempunyai sekuen yang

identik dengan salah satu rantai DNA template pada ujung 5’-fosfat, primer kedua

adalah oligonukleotida yang identik dengan sekuen pada ujung 3’-OH rantai

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

14

 

DNA template yang lain. Setelah proses annealing, suhu inkubasi ditingkatkan

menjadi 72ΔC selama 1,5 menit. Pada suhu ini, DNA polymerase akan melakukan

proses polimerase rantai DNA yang baru berdasarkan informasi yang ada pada

DNA template. Setelah polimerasi, rantai DNA yang baru akan membentuk

jembatan hidrogen dengan DNA template . DNA rantai ganda akan terbentuk

dengan adanya ikatan hidrogen antara DNA template dengan rantai DNA baru

hasil polimerasi, selanjutnya akan didenaturasi lagi. Rantai DNA yang baru

tersebut akan berfungsi sebagai cetakan bagi reaksi polimerasi berikutnya

(Yuwono 2006).

Proses amplifikasi tersebut diulang lagi sampai 25-30 kali/siklus sehingga

pada akhir siklus akan mendapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda yang

baru hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi tergantung

pada DNA target di dalam campuran reaksi (Glick dan Pasternak 1998).

Hasil amplifikasi ini dapat divisualisasikan dengan mata telanjang setelah

melewati proses elektroforesis dengan menggunakan gel poliakrilamida atau gel

agarose. Prinsip elektroforesis adalah molekul DNA bermuatan negatif pada pH

netral akan bermigrasi ke arah yang bermuatan positif. Migrasi molekul DNA

pada gel elektroforesis dipengaruhi oleh komposisi dan kelarutan ion buffer

elektroforesis. Beberapa buffer yang digunakan diantaranya Tris Asetate EDTA

(TAE), Tris pHospate EDTA (TBE) dan Tris Borate EDTA (TPE), serta buffer

alkalin elektroforesis (Sambrook et al. 1989). Pada saat elektroforesis, molekul

DNA akan berikatan dengan ethidium bromida (EtBr) sehingga molekul DNA

tersebut dapat divisualisasikan dibawah lampu ultra violet.

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

15

 

Gambar 2 Proses amplifikasi ekstrak DNA dalam thermocycler

2.6.2 Nested PCR

Ada berbagai metode PCR, diantaranya adalah Nested PCR. Metode

Nested PCR ini biasanya digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit dengan

tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi.

 Gambar 3 Diagram amplifikasi pada nested PCR

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Koi (Cyprinus carpio koi · Berbagai jenis ikan Koi, diantaranya adalah ikan Koi Kohaku, Koi Taisho Sanke, Koi Showa Sanshoku, Koi Utsurimono, Koi Asagi,

16

 

Pada prinsipnya, nested PCR menggunakan 2 pasang primer dengan 2

kali/siklus amplifikasi, hal ini berbeda dengan PCR biasa atau single PCR yang

mana hanya menggunakan 1 pasang primer dengan 1 kali siklus amplifikasi. Oleh

karenanya nested PCR lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan single

PCR, sehingga mampu untuk mendeteksi virus/bakteri dalam jumlah sedikit.

Tabel 1 Master mix I dari nested PCR

Keterangan Volume

dNTP mix (2mM each dNTP) 5 µl

10x PCR buffer (15mM MgCl2) 5 µl

Taq polymerase (0.2U) 0.2 µl

dH2O 25.8 µl

Primer mix. Forward and Reverse

primers (5 pmoles/µl each)

4 µl

Total Mastermix Volume: 40 µl

DNA Template 10 µl

Tabel 2 Master mix II dari nested PCR

Keterangan Volume

dNTP mix (2mM each dNTP) 5 µl

10x PCR buffer (15mM MgCl2) 5 µl

Taq polymerase (0.2U) 0.2 µl

dH2O 35.8 µl

Primer mix. Forward and Reverse

primers (5 pmoles/µl each)

4 µl

Total Mastermix Volume: 49 µl

DNA Template (Sample from external

round PCR product)

1 µl

Tabel 3 Siklus amplifikasi-nested PCR

PCR Machine Cycling Parameters

For Both External and Internal PCR Rounds

94ºC/30 sec 1 cycle

94ºC/30 sec.

55ºC/30 sec.

72ºC/30 sec. to 120 sec.

35 cycles

4ºC Hold

(http://www.pcrstation.com/nested-pcr/).