Upload
hatruc
View
376
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pangan Fungsional
Definisi pangan fungsional menurut Badan POM adalah pangan yang
secara alamiah maupun telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa
yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap memunyai fungsi-fungsi
fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Bahan pangan fungsional
dapat dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai
karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat
diterima oleh konsumen. Selain itu, bahan tersebut tidak memberikan kontradiksi
dan tidak menimbulkan efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan
terhadap metabolisme zat gizi lainnya (Astawan, 2003). International Life Science
Institute of North America mendefinisikan pangan fungsional sebagai makanan
yang berdasarkan kandungan senyawa atau komponen aktifnya secara fisiologi
dapat memberikan manfaat kesehatan di luar zat gizi dasarnya (Keservani et al.,
2010).
Pangan fungsional dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan dan
minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur
dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Pangan fungsional juga tidak
memberikan kontraindikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah
penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya. Persyaratan
yang harus dimiliki oleh suatu produk agar dapat dikatakan sebagai pangan
fungsional adalah:
7
1) Harus produk pangan bukan bentuk kapsul, tablet, atau puyer yang berasal dari
bahan alami.
2) Layak dikonsumsi sebagai diet atau menu sehari-hari.
3) Mempunyai fungsi tertentu saat dicerna, serta dapat memberikan peran dalam
proses tubuh tertentu, membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit
tertentu, menjaga kondisi dan mental, serta memperlambat penuaan.
4) Kandungan fisik dan kimianya jelas serta mutu dan jumlahnya, aman untuk
dikonsumsi, dan Kandungannya tidak boleh menurunkan nilai gizinya.
(Hariyani, 2013)
2.2 Snack Bar Sinbiotik
2.2.1 Definisi Snack Bar Sinbiotik
Snack bar merupakan salah satu produk makanan yang mulai
dikembangkan sebagai makanan selingan yang berbentuk batangan berbahan
dasar sereal atau kacang - kacangan. Snack bar biasanya digunakan untuk sarapan
atau sebagai makanan ringan (camilan). Snack bars lebih disukai oleh orang -
orang yang sibuk karena mempunyai nilai gizi yang tinggi dan tidak memerlukan
waktu lama dalam penyajiannya. Snack bar mengandung antioksidan, kalsium dan
protein. Kebanyakan dari snack bars tidak mengandung glutein (Pradipta, 2011).
Bahan baku utama snack bar adalah tepung-tepungan (prebiotik yang
tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan) dari biji-bijian, sayuran dan
buah-buahan yang mengandung karbohidrat yang berpotensi baik dari segi fisik
yaitu penyerapan airnya maupun dari segi kandungan gizinya. Bahan-bahan ini
dapat dicampur dengan menggunakan bahan pengikat seperti sirup gula dan
8
dibentuk menjadi bar yang dapat dipotong menjadi ukuran yang diinginkan.
Bergantung pada bahan yang digunakan, maka pengolahan snack bars ini dapat
dicampur, dibentuk dan dipanggang. (Cook et al., 1984).
Snack bar sinbiotik ini ditambahkan bakteri probiotik dalam bentuk
mikroenkapsulasi dan sumber prebiotik agar dapat meningkatkan nilai fungsional
dari produk tersebut. Snack bar sinbiotik menggunakan bahan baku tepung
komposit yaitu tepung ubi jalar kuning dan tepung kedelai hitam sebagai substrat
prebiotik (bahan yang tidak dapat dicerna). Syarat mutu snack bar mengacu pada
SNI 01-4216-1996 mengenai Syarat Mutu Makanan Diet Kontrol Berat Badan,
USDA 25048 mengenai Nutri-Grain Fruit and Nut Bar, snack bar komersial dan
snack bar sinbiotik yang disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Snack Bar Menurut SNI 01-4216-1996, USDA 25048
Komersial dan Sinbiotik
No. Kriteria Uji SNI 01-
4216-1996 *
USDA
25048 **
Snack Bar
Komersial
***
Snack Bar
Sinbiotik****
1. Protein 25-50% 9.38 g 16,7 g 11,60%
2. Lemak 1,4-14% 10.91 g 20 g 5,44%
3. Energi 120 kkal 120,93 kkal 140 kkal 141,39 kkal
5. Air - 11,26 % 11,4 % 6,64%
6 Kekerasan - - 5466,53 gF 6557,34 gF
Sumber : * Badan Standarisasi Nasional (1996)
**USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2015)
*** PT. Otsuka Amerta Indah (2014)
**** Sumanti dkk. (2016)
2.2.2 Bahan Pembuatan Snack Bar
Bahan - bahan yang digunakan untuk pembuatan snack bar sinbiotik
adalah tepung komposit, kismis, madu, minyak goreng, telur, garam, air, kultur
freeze dried L.acidophilus 10% (b/b) (Sumanti dkk, 2016). Fungsi bahan – bahan
tersebut adalah sebagai berikut:
9
1) Tepung komposit
Tepung komposit yaitu suatu bentuk campuran antara tepung dengan
beberapa jenis tepung dari bahan lain. Tepung komposit terbuat dari bahan yang
merupakan sumber karbohidrat seperti serealia dan umbi-umbian (Hidayat, 2000).
Tujuan pembuatan tepung komposit antara lain untuk mendapatkan karakteristik
bahan yang sesuai untuk produk olahan yang diinginkan atau untuk mendapatkan
sifat fungsional tertentu (Widowati, 2009). Tepung komposit yang menjadi bahan
baku pembuatan snack bar adalah tepung kedelai hitam dan tepung ubi jalar
kuning.
2) Tepung Kedelai
Menurut Adisarwanto (2005), tanaman kedelai termasuk dalam Kingdom
Plantae, divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae,
ordo Rosales famili Leguminosaeae, sub famili Papillionaceae, genus Glycine,
dan species Glicine max (L.) Merril. Bentuk, ukuran, warna biji, sifat fisik dan
sifat kimia kacang kedelai bervariasi tergantung varietasnya. Kedelai pada
umumnya memiliki biji berbentuk bulat atau lonjong agak memanjang dengan
warna kuning, cokelat, cokelat kehijauan, atau kehitaman (Liu, 1997).
Menurut Liu (1997), protein kedelai mengandung asam amino esensial
yang lengkap dengan asam amino pembatas methionin. Asam amino tertinggi
dimiliki oleh leusin, kemudian isoleusin, lisin, dan valin. Selain kadarnya yang
tinggi protein kedelai adalah protein yang lengkap, kualitasnya hampir menyamai
kualitas protein hewani. Nilai gizi protein kedelai dibatasi oleh faktor antitripsin
serta kompaknya struktur kuarterner dan tersier protein kedelai.
10
Kedelai merupakan sumber protein nabati dengan kandungan protein 35-40%,
rendah lemak jenuh, dan tidak mengandung kolesterol (USDA, 2012). Lemak
kedelai mengandung 86% linoleat dan oleat, 10% palmitat, dan 2% masing-
masing untuk stearat dan arachidat. Kedelai hitam juga mengandung isoflavon
dan antosianin yang merupakan antioksidan sebagai penetral radikal bebas akibat
hiperglikemia pada diabetes melitus tipe 2. Kedelai merupakan substrat prebiotik
karena karbohidrat kedelai sebagian besar terdiri dari disakarida dan
oligosakarida, yaitu 2,5-8,2% sukrosa, 0,1-0,9% rafinosa, dan 1,4-4,1% stakiosa
(Silvia, 2002). Kandungan gizi kedelai dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Gizi Kedelai Kering per 100 gram
Kandungan Gizi Proporsi Nutrisi dalam Biji
Kalori (kal) 268,00
Protein (g) 30,90
Lemak (g) 15,10
Karbohidrat (g) 30,10
Air (g) 20,00
Kalsium (mg) 196,00
Fosfor (mg) 506,00
Zat Besi (mg) 6,90
Vitamin A (SI) 95,00
Vitamin B1 (mg) 0,93
Sumber: Rukmana (1997)
3) Tepung Ubi Jalar Kuning
Tepung yang digunakan selain tepung kedelai hitam pada snack bar
sinbiotik ini menggunakan tepung ubi jalar kuning karena mengandung tinggi
serat. Ubi jalar memiliki berbagai varietas dimana secara umum dibedakan
menurut warna umbinya yaitu ubi jalar merah, kuning, dan ungu. Ubi jalar yang
digunakan pada snack bar sinbiotik adalah ubi jalar kuning dengan varietas Ase.
Kandungan karbohidrat utama ubi jalar adalah pati, yang terdiri dari 30-40%
amilosa (Nintami dan Rustanti, 2012). Kandungan protein dan lemak pada ubi
11
jalar relatif rendah, yaitu masing-masing sebesar 3-7% dan 0,29-2,7% dari berat
kering, sehingga diperlukan bahan makanan lain yang dapat mencukupi protein
dan lemak, seperti kedelai hitam (Avianty, 2013). Spesifikasi komponen gizi ubi
jalar kuning dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komponen Gizi Ubi Jalar Kuning per 100 gram
No. Unsur Gizi Kadar
1 Kalori (Kal) 136
2 Protein (g) 1,1
3 Lemak (g) 0,4
4 Karbohidrat (g) 32,3
5 Kalsium (mg) 57
6 Fosfor (mg) 52
7 Besi (mg) 0,7
8 Natrium (mg) 5
9 Kalium (mg) 393
10 Niasin (mg) 0,6
11 Vitamin A (SI) 900
12 Vitamin B1 (mg) 900
13 Vitamin B2 (mg) 0,4
14 Vitamin C (mg) 35 Sumber: Direktorat Gizi Depkes R.I (1981)
Ubi jalar kuning memilki kandungan oliosakarida yang tidak dapat dicerna
manusia tetapi dapat dicerna oleh bakteri probiotik, oligosakarida ini disebut
dengan prebiotik. Kandungan prebiotik pada ubi jalar adalah Fruktooligosakarida,
rafinosa, dan verbakosa (Lestari et al., 2011). Prebiotik ini nantinya akan menjadi
nutrisi bagi bakteri probiotik untuk melakukan perbanyakan.
4) Minyak
Minyak goreng ini digunakan sebagai pengganti dari margarin karena
menurut Ketaren (2005), pada pembuatan kue sifat lemak yang dipentingkan
adalah lemak yang mempunyai nilai shortening serta stabilitas yang tinggi dan
bukan lemak yang dapat membentuk krim atau emulsi.
12
5) Madu
Madu biasanya digunakan sebagai pengganti gula. Kandungan gula dalam
madu adalah gula alami, yakni gula invert. Selain kandungan frukstosa dan
glukosa, madu juga mengandung banyak mineral yang diperlukan tubuh manusia
(Sholihah, 2015). Pembuatan snack bar sinbiotik menggunakan madu sebagai
bahan penambah cita rasa manis.
6) Air
Air merupakan bahan yang sangat penting sebab dapat menghasilkan
produk yang baik dan seragam. Air digunakan terutama sebagai media katalis
reaksi yang terjadi dalam adonan, untuk membentuk adonan dan mempengaruhi
tekstur produk. Air akan menghidrasi protein dan pati dalam tepung. Beberapa
molekul air akan terikat kuat pada protein tepung selama pencampuran adonan
(De Man,1997).
7) Garam
Garam yang digunakan adalah garam yang mengandung iodium. Menurut
Matz (1992), efek penambahan garam dalam adonan secara umum adalah
meningkatkan warna remahan dan butiran kue. Selain itu, penambahan garam
dalam pembuatan adonan snack bar sinbiotik biasanya berfungsi untuk
menambah cita rasa dan meningkatkan aroma, memperkuat kekompakan adonan
dan memperlambat pertumbuhan jamur pada produk akhir. Penambahan garam
pada adonan juga ditentukan sesuai dengan takaran (formula) yang ada untuk
pembuatan satu kali adonan.
13
8) Telur
Telur yang digunakan dalam pembuatan adonan snack bar sinbiotik adalah
telur segar. Bagian kuning telur mengandung lesitin yang mempunyai daya
pengemulsi dan dapat memberikan cita rasa, sedangkan bagian putih telur
digunakan sebagai bahan dalam pembuatan krim untuk biskuit jenis bunga gem
(Winarno,2004).
9) Kismis
Penambahan buah kering (kismis) dalam pembuatan snack bar sinbiotik
dapat menambah variasi warna, rasa dan tekstur. Umumnya produk snack bar
komersial menggunakan berbagai buah kering untuk menambah cita rasa.
10) Kultur Freeze Dried
Kultur freeze dried berfungsi sebagai sumber probiotik dalam pembuatan
snack bar sinbiotik. Kultur freeze dried yang ditambahkan mengandung bakteri
Lactobacillus acidophilus (Sumanti dkk, 2013).
2.2.3 Pembuatan Snack Bar
Menurut Sumanti dkk (2016), prosedur pembuatan snack bar sinbiotik
terdiri dari beberapa tahap yaitu persiapan bahan, pencampuran bahan,
pencetakan, pemanggangan dan pendinginan. Berikut adalah penjelasan pada
setiap tahap pembuatan snack bar sinbiotik:
a) Persiapan Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan snack bar sinbiotik terdiri dari
bahan kering dan bahan basah. Bahan kering yang dimaksud adalah tepung ubi
jalar kuning, tepung kedelai hitam kupas kulit, garam dan bakteri probiotik. Bahan
14
kering berfungsi sebagai pembentuk struktur snack bar, sedangkan bahan basah
berupa telur, madu, minyak goreng, dan air berfungsi sebagai pengikat atau binder
bahan kering.
b) Pencampuran Bahan
Pencampuran bahan kering dipisahkan dengan bahan basah, dimana
masing-masing bahan diaduk hingga tercampur rata. Pencampuran bahan cair
harus sampai homogen kemudian dicampurkan dengan adonan bahan kering dan
diaduk kembali hingga rata. Tujuan pencampuran bahan ini untuk membentuk
adonan sebelum dipanggang.
c) Pencetakan
Adonan snack bar sinbiotik dibentuk persegi panjang. Adonan yang telah
dicetak diletakkan ke dalam loyang yang telah diolesi minyak atau margarin. Hal
ini bertujuan agar snack bar yang dihasilkan nantinya tidak menempel pada
loyang setelah pemanggangan.
d) Pemanggangan
Adonan yang telah dicetak kemudian dipanggang dalam oven vakum
dengan suhu 40°C ± 2°C selama 2,5 jam dengan tekanan 25 inHg. Sebelum
pemanggangan, oven vakum sebaiknya dipanaskan terlebih dahulu karena oven
vakum membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menaikan suhu. Tujuan
pemanggangan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara menguapkan air
dalam bahan menggunakan suhu dan tekanan yang rendah sehingga viabilitas sel
bakteri dapat dipertahankan.
15
e) Pendinginan
Snack bar kemudian didinginkan selama ± 30 menit agar uap panas hasil
pemanggangan keluar dari dalam snack bar. Berikut diagram alir proses
pembuatan snack bar sinbiotik ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Pembuatan Snack Bar Sinbiotik
(Sumanti dkk, 2016)
11 g Madu
15% Telur (b/b)
10 g Minyak Goreng
10 g Air
Pencampuran kering Pencampuran basah
Pencampuran dan Pengadonan sampai kalis
Pencetakan pada loyang
Pemanggangan dengan oven vakum
T=40oC, t=3,5 jam P=25 inHg
Penurunan suhu sampai T=±25oC t=30'
Snack Bar
Sinbiotik
5 g tepung ubi jalar kuning
25 g tepung kedelai hitam kupas kulit
0,5 g garam
10% (b/k) bakteri probiotik
16
2.3 Bakteri Probiotik
Menurut Food and Agriculture Organization/World Health Organization
(FAO/WHO, 2002) menyebutkan bahwa probiotik merupakan mikroba hidup
yang apabila dikonsumsi dalam jumlah yang memadai akan bermanfaat terhadap
kesehatan yang mengonsumsinya. Probiotik yang sering digunakan adalah
golongan BAL khususnya Lactobacillus dan Bifidobacterium (Collins dan
Gibson, 1999).
Probiotik secara umum didefinisikan sebagai tempat makan suplemen
yang memberikan manfaat bagi induk hewan yang meningkatkan hubungan
keseimbangan mikrobia dalam usus. Bakteri probiotik dapat mempengaruhi
sistem kekebalan tubuh melalui beberapa mekanisme molekular (Antarini, 2011).
Menurut Antoine (2007), beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu bakteri
probiotik adalah sebagai berikut :
1) Bersifat non-patogenik dan mewakili mikrobiota normal usus dari inang
tertentu, serta masih aktif pada kondisi asam lambung dan konsentrasi garam
empedu yang tinggi dalam usus halus.
2) Mampu tumbuh dan melakukan metabolisme dengan cepat serta terdapat
dalam jumlah yang tinggi (mencapai 106 – 10
7 sel) dalam usus halus.
3) Dapat mengkolonisasi beberapa bagian dari saluran usus untuk sementara.
4) Dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien dan memiliki sifat
antimikrobia terhadap bakteri merugikan.
5) Mudah diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi skala besar, dan
mampu hidup selama kondisi penyimpanan.
17
Bakteri probiotik yang digunakan untuk pembuatan snack bar sinbiotik
adalah bakteri L.acidophilus. L. acidophilus merupakan bakteri gram positif, non
motil, berbentuk batang dengan ukuran 0,6-0,9 hingga 1,5-6,0 μm, dalam keadaan
sel tunggal, berpasangan, ataupun membentuk rantai pendek (Breed et al, 1957).
L. acidophilus tumbuh optimum pada suhu 37oC, tidak tumbuh pada suhu antara
20oC dan 22
oC serta suhu pertumbuhan maksimum antara 43
o dan 48
oC.
L.acidophilus tumbuh secara mikroaerofilik dan bersifat katalase negatif (Sumanti
dkk, 2016). L.acidophilus yang digunakan dalam bentuk kultur freeze dried.
Kultur freeze dried dibuat dengan penambahan susu skim dan maltodekstrin
sebagai penyalutnya (Sumanti dkk, 2016).
Kultur dalam bentuk bekuan (kultur freeze dried) mengandung 1010
sampai 1011
koloni bakteri per gram. Kultur freeze dried ini tahan disimpan dalam
lemari es (4˚C) selama satu tahun tanpa kehilangan aktivitasnya. Penggunaan
kultur freeze dried ini memerlukan waktu adaptasi yang lebih lama, yaitu sekitar
30 sampai 60 menit dalam memfermentasi susu, meskipun demikian kultur freeze
dried lebih mudah dan sederhana penggunaannya sebagai starter susu fermentasi
(Surono, 2004).
2.4 Prebiotik
Prebiotik merupakan komposisi pangan yang tidak dapat dicerna, yakni
meliputi inulin, fructooligosakarida (FOS), galaktooligosakarida dan laktosa. FOS
secara alami terjadi pada karbohidrat yang tidakdapat dicerna oleh manusia. FOS
ini juga mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacteria. Secara umum proses
18
pencernaan prebiotik memiliki karakteristik dengan adanya perubahan dari
kepadatan populasi mikrobia (Antarini, 2011).
Prebiotik didefinisikan sebagai ingredien yang tidak dapat dicerna yang
menghasilkan terhadap inang dengan cara menstimulir secara selektif
pertumbuhan satu atau lebih sejumlah mikroba terbatas pada saluran pencernaan
sehingga dapat meningkatkan kesehatan inang. Beberapa prebiotik seperti inulin
dan oligosakarida dapat diisolasi dari sumber alami, seperti umbi - umbian.
Umumnya umbi - umbian mengandung oligosakarida dalam bentuk rafinosa
dalam jumlah tinggi (Antarini, 2011).
Karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan diklaim memiliki efek
fungsional terhadap kesehatan karena karbohidrat tersebut dapat menunda
pengosongan lambung, memodulasi waktu transit pada sistem pencernaan,
meningkatkan toleransi terhadap glukosa, mereduksi penyerapan lemak dan
kolesterol, meningkatkan volume dan kemampuan membawa air dari usus dan
memodulasi fermentasi mikroba dengan meningkatkan produksi asam lemak
rantai pendek menurunkan pH dan produksi ammonia. Kombinasi dan efek
fungsional tersebut menghasilkan peningkatan kesehatan inang dengan
menurunnya gangguan pada usus, penyakit kardiovaskular dan kanker usus
(Dwiari, 2008). Menurut Muchtadi (2010), keuntungan lain yang diperoleh dari
konsumsi prebiotik adalah perbaikan komposisi mikroflora usus besar, perbaikan
fungsi lambung (bowel), peningkatan penyerapan kalsium, serta mungkin
perbaikan metabolisme lipida.
19
2.5 Kemasan
Pengemasan merupakan salah satu proses dalam industri yang memegang
peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya penurunan mutu produk
(Buckle et al, 1987). Pengemasan membatasi bahan pangan dengan lingkungan
sekitarnya sehingga dapat mencegah atau menghambat kerusakan. Pemilihan
bentuk dan jenis kemasan harus disesuaikan dengan produk yang akan dikemas,
sehingga dapat memenuhi fungsi kemasan sebagai wadah produk, pelindung
produk, alat komunikasi dan penambah daya tarik produk (Robertson, 1993).
Kemasan yang dapat digunakan sebagai wadah penyimpanan harus
memenuhi beberapa persyaratan, yakni dapat mempertahankan mutu produk
supaya tetap bersih serta mampu memberi perlindungan terhadap produk dari
kotoran, pencemaran, dan kerusakan fisik, serta dapat menahan perpindahan gas
dan uap air. Laju penyerapan air oleh produk pangan selama penyimpanan
dipengaruhi oleh tekanan uap air murni pada suhu udara tertentu, permeabilitas
uap air dan luasan kemasan yang digunakan, kadar air awal produk, berat kering
awal produk, kadar air kritis, kadar air kesetimbangan pada RH penyimpanan, dan
slope kurva isoterm sorpsi air (Buckle et al, 1987).
Kemasan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: a) kemasan
yang kedap uap air seperti aluminum foil b) kemasan yang resisten terhadap
kelembaban seperti plastik polietilen dan c) kemasan yang porous (memiliki
rongga) seperti kertas (Justine dan Bass, 2002).
Snack bar sinbiotik memiliki karakteristik yang hampir menyerupai biskuit
untuk itu diperlukan kemasan yang sesuai agar produk tidak mudah rusak.
20
Menurut penelitian Astari dkk (2015) kemasan yang dapat mempertahankan mutu
biskuit adalah kemasan alumunium foil (metalized plastic) bila disimpan pada
suhu 35oC dapat bertahan selama 52 hari 4 jam 49 menit. Menurut Brown (1992),
plastik yang dilapisi logam (metalized plastic) dapat meningkatkan penampilan
dan mengurangi transmisi. Plastik ini dapat melindungi produk dari cahaya.
Metalized plastic memiliki permeabilitas yang cukup rendah yaitu 0,3205
g/m2.24h.
2.6 Umur Simpan
Menurut Syarief dkk. (1989), secara garis besar umur simpan dapat
ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (extended storage studies,
ESS) dan metode akselerasi kondisi penyimpanan (ASS atau ASLT). Data yang
diperlukan untuk menentukan umur simpan produk yang dianalisis di
laboratorium dapat diperoleh dari analisis atau evaluasi sensori, analisis kimia dan
fisik, serta pengamatan kandungan mikroba (Koswara, 2004).
Metode konvensional adalah penentuan tanggal kedaluwarsa dengan cara
menyimpan satu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan
pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai
tingkat mutu kedaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, namun pada awal
penemuan dan penggunaan metode ini dianggap memerlukan waktu yang panjang
dan analisis parameter mutu yang relatif banyak serta mahal (Herawati, 2008).
Metode konvensional biasanya digunakan untuk mengukur umur simpan
produk pangan yang telah siap edar atau produk yang masih dalam tahap
21
penelitian. Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan
dengan cara menyimpan beberapa bungkusan produk yang memiliki berat serta
tanggal produksi yang sama pada beberapa desikator atau ruangan yang telah
dikondisikan dengan kelembapan yang seragam. Pengamatan dilakukan terhadap
parameter titik kritis dan atau kadar air (Herawati, 2008).
Penentuan umur simpan produk dengan metode konvensional dapat
dilakukan dengan menganalisis kadar air suatu bahan, memplot kadar air tersebut
pada grafik kemudian menarik titik tersebut sesuai dengan kadar air kritis produk.
Perpotongan antara garis hasil pengukuran kadar air dan kadar air kritis ditarik
garis ke bawah sehingga dapat diketahui nilai umur simpan produk disajikan pada
Gambar. 2.
Gambar 2. Penentuan Umur Simpan Produk Pangan Berdasarkan Kadar
Air dan Kadar Air Kritis
( Syarief dkk., 1989) Keterangan:
A, B dan C = RH pengujian produk yang berbeda – beda.
a, b dan c = Lama penyimpanan produk pada RH yang berbeda – beda (hari).
Keuntungan metode ASLT adalah memerlukan waktu yang relatif singkat,
tetapi tetap memiliki ketetapan dan akurasi yang tinggi (Floros dan
Gnanasekharan, 1993). Pemikiran dasar dari ASLT adalah penyimpanan pada
Kadar air
Kadar air kritis
Umur simpan (hari)
A B
C
a b c
22
suhu yang lebih tinggi atau ekstrim untuk produk sehingga mempercepat
penurunan suhu. Saat reaksi kimia dan biokimia berlangsung cepat dengan
demikian penurunan mutu atau kerusakan dari produk lebih mudah diraih dan data
yang diperoleh bisa diekstrapolasikan untuk menduga umur simpan pada kondisi
penyimpanan normal yang biasanya menggunakan model Arrhenius (Diani,
2011).
Penentuan umur simpan produk dengan metode ASLT dilakukan dengan
menggunakan parameter kondisi lingkungan yang dapat mempercepat proses
penurunan mutu (usable quality) produk pangan. Salah satu keuntungan metode
ASLT yaitu waktu pengujian relatif singkat (3-4 bulan), namun ketepatan dan
akurasinya tinggi. Kesempurnaan model secara teoritis ditentukan oleh kedekatan
hasil yang diperoleh (dari metode ASLT) dengan nilai ESS. Hal ini diterjemahkan
dengan menetapkan asumsi-asumsi yang mendukung model. Variasi hasil prediksi
antara model yang satu dengan yang lain pada produk yang sama dapat terjadi
akibat ketidaksempurnaan model dalam mendiskripsikan sistem, yang terdiri atas
produk, bahan pengemas, dan lingkungan (Arpah, 2001).
Penentuan umur simpan produk dengan metode akselerasi dapat dilakukan
dengan dua pendekatan, yaitu: 1) pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi
dengan menggunakan perubahan kadar air dan aktivitas air sebagai kriteria
kedaluwarsa, dan 2) pendekatan semiempiris dengan bantuan persamaan
Arrhenius, yaitu dengan teori kinetika yang pada umumnya menggunakan ordo
nol atau satu untuk produk pangan. Model persamaan matematika pada
23
pendekatan kadar air diturunkan dari hukum difusi Fick unidireksional (Herawati,
2008).
Tahapan penentuan umur simpan dengan metode akselerasi atau ASLT
meliputi penetapan parameter kriteria kedaluwarsa, pemilihan jenis dan tipe
pengemas, penentuan suhu untuk pengujian, prakiraan waktu dan frekuensi
pengambilan contoh, plotting data sesuai ordo reaksi, analisis sesuai suhu
penyimpanan, dan analisis pendugaan umur simpan sesuai batas akhir penurunan
mutu yang dapat ditolerir. Penentuan umur simpan dengan metode akselerasi
perlu mempertimbangkan faktor teknis dan ekonomis dalam distribusi produk
yang di dalamnya mencakup keputusan manajemen yang bertanggung jawab.
Sebelum pengujian dilakukan maka harus mengetahui penggunaan suhu inkubasi
untuk mengetahui penentuan umur simpan produk disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Penentuan Suhu Pengujian Umur Simpan Produk
Jenis Produk Suhu Pengujian (oC) Suhu Kontrol (
oC)
Makanan dalam kaleng 20, 30, 35, 40 4
Pangan kering 25, 30, 35, 40, 45 -18
Pangan dingin 5, 10, 15, 20 0
Pangan beku -5, -10, -15 <-40
Sumber: Labuza dan Schmidl (1985)
Model Arrhenius diterapkan untuk produk – produk pangan yang mudah
rusak oleh akibat reaksi kimia, seperti oksidasi lemak, reaksi maillard, denaturasi
protein. Secara umum, laju reaksi kimia akan semakin cepat pada suhu yang lebih
tinggi yang berarti penurunan mutu produk semakin cepat terjadi (Hariyadi dan
Andarwulan, 2006). Menurut Kusnandar (2006), produk pangan yang dapat
ditentukan umur simpannnya dengan model Arrhenius adalah makanan kaleng
steril komersial, susu Ultra High Temperature (UHT), susu bubuk/formula,
24
produk chip/snack, jus buah, mi instan, frozen meat, dan produk pangan lain yang
mengandung lemak tinggi atau yang mengandung gula pereduksi dan protein.
Akibat reaksi kimia pada umumnya dipengaruhi oleh suhu, maka model
Arrhenius mensimulasikan percepatan kerusakan produk pada kondisi
penyimpanan suhu tinggi di atas suhu penyimpanan normal.
Model Arrhenius dilakukan dengan menyimpan produk pangan dengan
kemasan akhir pada minimal tiga suhu penyimpanan ekstrim. Percobaan dengan
metode Arrhenius bertujuan untuk menentukan konstanta laju reaksi (k) pada
beberapa suhu penyimpanan ekstrim, kemudian dilakukan ekstrapolasi untuk
menghitung konstanta laju reaksi (k) pada suhu penyimpanan yang diinginkan
dengan menggunakan persamaan Arrhenius. Melalui persamaan tersebut dapat
ditentukan nilai k (konstanta penurunan mutu) pada suhu penyimpanan umur
simpan. Nilai k yang diperoleh dari persamaan regresi diterapkan pada persamaan
Arrhenius. Menurut Arpah (2001) persamaan Arrhenius menunjukkan
ketergantungan laju reaksi deteriorasi terhadap suhu yang dirumuskan sebagai
berikut:
Keterangan:
K = konstanta penurunan mutu
Ao = konstanta laju kinetik pre-eksponensial
Ea = energi aktivasi
T = suhu mutlak (oK)
R = konstanta gas 1,986 kal/mol
25
Cara untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap parameter tersebut, maka
dibuat persmaan regresi linier antara ln k dengan 1/T sehingga diperoleh
persamaan ln k = ln ko – (Ea/R)(1/T). Data yang diperoleh dilakukan analisis
regresi linier sederhana untuk mengetahui hubungan antara variabel yang diukur
dengan lama penyimpanan, persamaannya yaitu:
y = a + bx
Keterangan:
y = variabel yang diukur
x = umur simpan
a = nilai variabel yang diukur pada saat mulai disimpan
b = laju kerusakan (k)
Interpretasi Ea (energi aktivasi) dapat memberikan gambaran mengenai
besarnya pengaruh temperatur terhadap reaksi. Nilai Ea diperoleh dari slope grafik
garis lurus hubungan ln K dengan (1/T). Energi aktivasi yang besar mempunyai
arti bahwa nilai ln K berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa
derajat dari temperatur, dengan demikian nilai slope akan besar (Arpah, 2001).
Besarnya nilai energi aktivasi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:
1) Kecil (Ea 2 – 15 kkal/mol), kerusakan produk diakibatkan karena kerusakan
karetenoid, klorofil, atau oksidasi asam lemak.
2) Sedang (Ea 15 – 30 kkal/ mol), kerusakan produk diakibatkan karena
kerusakan vitamin, kerusakan pigmen yang larut air dan reaksi Mailard.
3) Besar (Ea 50 – 100 kkal/mol), kerusakan produk diakibatan karena denaturasi
enzim, inaktivasi mikroba dan sporanya (Sadler, 1987).
26
Menurut Labuza (1982) dan Hariyadi dan Andarwulan (2006), tipe
kerusakan pangan mengikuti model reaksi ordo nol adalah perubahan kadar air,
degradasi enzimatis, reaksi non- enzimatis dan reaksi oksidasi lemak. Jika pada
ordo nol, persentase penurunan mutu bersifat konstan pada suhu tetap, maka pada
raksi ordo satu penurunan mutu terjadi secara eksponensial. Pada reaksi ordo satu,
laju perubahan A menjadi B dinyatakan sebagai berikut:
Dengan integrasi, diperoleh persamaan sebagai berikut:
Dimana:
C0 = Nilai mutu yang tersisa setelah waktu t
Ct = Nilai mutu pada akhir masa shelf life
K = Konstanta laju reaksi ordo-1
Tipe kerusakan bahan pangan ordo satu diantaranya (1) ketengikan; (2)
pertumbuhan mikroorganisme; (3) produksi off flavor oleh mikroba; (4) mutu
protein pada makanan kering (Labuza, 1982 dan Hariyadi dan Andarwulan,
2006). Snack bar sinbiotik ini mudah rusak oleh reaksi kimia karena mengandung
gula dan protein yang cukup tinggi serta belum dalam tahap diedarkan maka
metode yang cocok untuk pendugaan umur simpannya adalah metode ASLT
dengan pendekatan semiempiris menggunakan persamaan Arrhenius. Metode
penelitian yang digunakan dengan metode eksperimen yaitu melakukan
pembuatan snack bar yang dikemas dengan aluminium foil untuk selanjutnya
dilakukan pendugaan umur simpan dengan menggunakan metode Arrhenius.
27
Perkiraan umur simpan dilakukan dengan menggunakan kurva linier
dengan persamaannya Ct = Co – kt sebagai orde nol dan orde satu ln Ct = ln Co –
kt.
Keterangan:
Co = Jumlah komponen awal
Ct = Jumlah komponen akhir
k = Konstanta kecepatan reaksi
t = Waktu