29
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Organisasi Pembelajar Seseorang dikatakan belajar bila ia mengubah prilakunya menjadi lebih efektif karena pengetahuannya yang diakusisinya dari lingkungan eksternal dan asimilasi dengan pengetahuan yang telah dimilikinya (Argris dan Schon 1992). Dengan saratnya perubahan di lingkungan eksternal, maka agar dapat tetap mempertahankan posisi bersaing yang menguntungkan diindustri, perusahaan perlu memiliki kemampuan belajar yang tinggi (Goh 1997). Menurut marquardt dan reynolds yang dikutip Purwanto (2007) learning adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu dalam usahanya memperoleh pengetahuan dan wawasan baru untuk mengubah perilaku dan tindakannya. Sedangkan Senge (1990) mengutip makna learning di kalangan budaya Cina, yang memberi makna belajar dan praktek secara berkesinambungan. Sedangkan menurut Pedler, et al (1991), learning company adalah organisasi yang memfasilitasi learning bagi seluruh anggota organisasi dan transformsinya secara berkesinambungan dalam seluruh level organisasi. Nilai yang paling essensial dari organisasi pembelajar adalah pemecahan masalah melalui eksperimen, metode coba-coba, dan kegiatan mandiri. Dari hal tersebut pengetahuan akan diperoleh Daft (1995). Menurut de Geuz (1997), ada beberapa sifat dasar organisasi pembelajar yaitu sensitif, kohesif, dan toleran. Sementara itu Dale (1994) menyatakan bahwa ciri-ciri organisasi pembelajar adalah adanya iklim yang mendukung, budaya belajar, strategi pengembangan sumber daya manusia, dan meletakkan organisasi dalam proses transformasi yang kontinyu. Selain itu Fahey yang dikutip Purwanto (2007) menyatakan bahwa learning tidak hanya sekedar knowledge creation tetapi juga menggunakan untuk pengambilan keputusan dan penuntun tindakan. Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulakan bahwa organisasi pembelajaran adalah kemampuan organisasi menyediakan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Organisasi Pembelajar · Informasi mengalir secara bottom up dan from the outside in; dan 4. ... Strategi pembelajaran bukan sekedar strategi

Embed Size (px)

Citation preview

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Organisasi Pembelajar

Seseorang dikatakan belajar bila ia mengubah prilakunya menjadi

lebih efektif karena pengetahuannya yang diakusisinya dari lingkungan

eksternal dan asimilasi dengan pengetahuan yang telah dimilikinya (Argris

dan Schon 1992). Dengan saratnya perubahan di lingkungan eksternal, maka

agar dapat tetap mempertahankan posisi bersaing yang menguntungkan

diindustri, perusahaan perlu memiliki kemampuan belajar yang tinggi (Goh

1997).

Menurut marquardt dan reynolds yang dikutip Purwanto (2007)

learning adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu dalam usahanya

memperoleh pengetahuan dan wawasan baru untuk mengubah perilaku dan

tindakannya. Sedangkan Senge (1990) mengutip makna learning di kalangan

budaya Cina, yang memberi makna belajar dan praktek secara

berkesinambungan. Sedangkan menurut Pedler, et al (1991), learning

company adalah organisasi yang memfasilitasi learning bagi seluruh anggota

organisasi dan transformsinya secara berkesinambungan dalam seluruh level

organisasi.

Nilai yang paling essensial dari organisasi pembelajar adalah

pemecahan masalah melalui eksperimen, metode coba-coba, dan kegiatan

mandiri. Dari hal tersebut pengetahuan akan diperoleh Daft (1995). Menurut

de Geuz (1997), ada beberapa sifat dasar organisasi pembelajar yaitu sensitif,

kohesif, dan toleran. Sementara itu Dale (1994) menyatakan bahwa ciri-ciri

organisasi pembelajar adalah adanya iklim yang mendukung, budaya belajar,

strategi pengembangan sumber daya manusia, dan meletakkan organisasi

dalam proses transformasi yang kontinyu. Selain itu Fahey yang dikutip

Purwanto (2007) menyatakan bahwa learning tidak hanya sekedar knowledge

creation tetapi juga menggunakan untuk pengambilan keputusan dan

penuntun tindakan. Dari berbagai definisi tersebut dapat disimpulakan bahwa

organisasi pembelajaran adalah kemampuan organisasi menyediakan iklim

10

bagi para anggotanya baik sebagai individu maupun berbagai kelompok

dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan organisasi dan dalam

memecahkan masalah pada masa sekarang dan masa mendatang (Purwanto,

2007).

Dengan suatu proses kajian literatur, wawancara dan investigasi lain

maka Pedler, et al. (1988) mendefinisikan organisasi pembelajar sebagai

berikut: “Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh

anggotanya dan secara terus menerus mentransformasi diri”. Pedler, et al.

(1988) menekankan sifat dua sisi dari defenisi tersebut. Suatu perusahaan

pembelajar bukan organisasi yang semata-mata mengikuti banyak pelatihan.

Perlunya pengembangan keterampilan individu tertanam dalam konsep, setara

dan merupakan bagian dari kebutuhan akan organisasi pembelajar. Menurut

Pedler, et al. yang dikutip Dale (2003) suatu organisasi pembelajar adalah

organisasi yang:

1. Mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara individu

terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka;

2. Memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan

stakeholder lain yang signifikan;

3. Menjadikan strategi pengembangan sumber daya manusia sebagai pusat

kebijakan bisnis;

4. Berada dalam proses transformasi organisasi secara terus menerus;

Tujuan proses transformasi ini, sebagai aktivitas sentral, adalah agar

perusahaan mampu mencari secara luas ide-ide baru, masalah-masalah baru

dan peluang-peluang baru untuk pembelajaran, dan mampu memanfaatkan

keunggulan kompetitif dalam dunia yang semakin kompetitif.

Sange (1990) mengatakan sebuah organisasi pembelajar adalah

organisasi yang terus menerus memperbesar kemampuannya untuk

menciptakan masa depannya dan berpendapat mereka dibedakan oleh lima

disiplin, yaitu: penguasaan pribadi, model mental, visi bersama, pembelajaran

tim, dan pemikiran sistem.

Lundberg yang dikutip Dale (2003) menyatakan bahwa pembelajaran

adalah suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan

11

pengembangan ketrampilan dan pengetahuan serta aplikasinya. Menurutnya

organisasi pembelajar adalah :

1. Tidaklah semata-mata jumlah pembelajaran masing-masing anggota;

2. Pembelajaran itu membangun pemahaman yang luas terhadap keadaan

internal maupun eksternal melalui kegiatan-kegiatan dan sistem-sistem

yang tidak tergantung pada anggota-anggota tertentu;

3. Pembelajaran tidak hanya tentang penataan kembali atau perancangan

kembali unsur-unsur organisasi;

4. Pembelajaran lebih merupakan suatu bentuk meta-pembelajaran yang

mensyaratkan pemikiran kembali pola-pola yang menyambung dan

mempertautkan potongan-potongan sebuah organisasi dan juga

mempertautkan pola-pola dengan lingkungan yang relevan;

5. Organisasi pembelajar adalah suatu proses yang seolah-oleh mengikat

beberapa sub-proses, misalnya perhatian, penafsiran, pencarian,

pengungkapan dan penemuan, pilihan, pengaruh dan penilaian.

6. Organisasi pembelajar mencakup baik unsur kognitif, misalnya

pengetahuan dan wawasan yang dimiliki bersama oleh para anggota

organisasi maupun kegiatan organisasi yang berulang-ulang, misalnya

rutinitas dan perbaikan tindakan. Ada proses yang sah dan tanpa henti

untuk memunculkan ke permukaan dan menguji praktek-praktek

organisasi serta penjelasan yang menyertainya. Dengan demikian

organisasi pembelajar ditandai dengan pengertian kognitif dan perilaku.

Tokoh lain yang memberikan defenisi mengenai organisasi pembelajar

adalah John Farago & David Skyrme yang dikutip Ginting (2004). Dalam

salah satu tulisannya dikatakan bahwa: “Learning Organizations are those

that have in place systems, mechanism and processes, that are used to

continually enhance their capabilities to achieve sustainable objectives for

themselves and the communities in which they participate.” Dari uraian di

atas dapat dicatat butir-butir berikut ini, yaitu bahwa organisasi

pembelajaran adalah:

1) Adaptif terhadap lingkungan eksternalnya;

2) Secara terus menerus menunjang kemampuan untuk berubah;

12

3) Mengembangkan baik pembelajaran individual maupun kolektif;

4) Menggunakan hasil pembelajaran untuk mencapai hasil yang lebih

baik;

Dari uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa organisasi

pembelajar adalah organisasi yang secara terus menerus dan terencana

memfasilitasi anggotanya agar mampu terus menerus berkembang dan

mentransformasi diri baik secara kolektif maupun individual dalam usaha

mencapai hasil yang lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan yang dirasakan

bersama antara organisasi dan individu di dalamnya.

Organisasi pembelajar adalah organisasi yang memfasilitasi

pembelajaran para anggotanya. Organisasi tersebut dibagun oleh lima faktor

strategi, yaitu :

1. Kejelasan visi dan misi perusahaan. Organisasi sebagai satu kesatuan dan

setiap unit kerja di dalamnya perlu memiliki visi yang jelas dan tegas,

karyawan perlu memahami visi tersebut dan bagaimana pekerjaan yang

dilakukannya mempengaruhi ketercapaian visi dari perusahaan. Senge

(1995) yang dikutip Goh dan Ryan (2002) menekankan pentingnya visi

bersama atau shared vision dalam suatu organisasi pembelajar, yaitu suatu

kondisi yang oleh seluruh aau kebanyakan anggota organisasi diharapkan

akan terwujud di masa mendatang dapat menciptakan keinginan untuk

belajar.

2. Komitmen pimpinan dan pemberdayaan karyawan. Dalam organisasi

pembelajaran, para pemimpin harus mempunyai komitmen untuk

mencapai visi bersama dan visi pembelajaran Goh dan Richard yang

dikutip Budi (2006). Lebih lanjut, pemimpin perlu menciptakan iklim

egaliter dan membangun rasa saling percaya dimana orang lebih mudah

untuk didekati dan kesalahan merupakan bagian dari pembelajaran.

Karyawan dalam organisasi pembelajar mempunyai kemauan dan

keterampilan untuk belajar.

3. Bereksperimen dan imbal jasa. Permasalahan yang dihadapi oleh

perusahaan memberikan peluang bagi eksperimen. Agris dan Schon yang

dikutip Budi (2006) menyampaikan bahwa proses pembelajaran yang

13

paling dikenal efektif adalah melalui proses pemecahan masalah dan

pengambilan keputusan. Senge yang dikutip Goh (1997) menambahkan

bahwa organisasi pembelajaran mendukung anggotanya untuk terus

bereksperimen dengan metode baru dan proses-proses inovatif.

4. Alih pengetahuan. Dalam organisasi pembelajar dilakukan oleh individu.

Oleh sebab itu, manfaat pembelajaran yang dilakukan oleh satu orang atau

satu kelompok orang tidak akan terjadi alih pengetahuan Goh (1997).

Namun perlu juga diperhatikan agar kegiatan pengembangan sumber daya

manusia terus dilakukan agar anggota organisasi dapat mengakusisi

pengetahuan-pengetahuan terkini yang relevan dengan permasalahan yang

dihadapi perusahaan Goh yang dikutip Budi (2006).

5. Kerjasama dan pemecahan masalah secara kelompok. Pada lingkungan

yang kompleks seperti lingkungan bisnis, individu perlu saling kerjasama

untuk mencapai tujuan organisasi. Struktur, sistem, dan kebijakan perlu

dirancang agar memudahkan anggota organisasi dari unit-unit kerja

berbeda saling kerjasama Goh dan Richard (1997). Dengan bekerja dalam

kelompok pengetahuan dapat dibagi, orang saling memahami, dan rasa

saling percaya akan makin tinggi (Argyris dan Schon yang dikutip Budi,

2006). Kelima faktor strategis dalam organisasi pembelajar tidak berdiri

sendiri, namun saling terkait seperti ditunjukan pada Gambar 1.

Gambar 1. Faktor-faktor Strategis dalam Organisasi Pembelajar (Budi, 2006)

Kejelasan visi dan dukungan

terhadap visi

Kerjasama dan

koperasi

Alih pengetahuan Kepemimpinan Bersama

dan Partisipasi

Desain Organisasi yang

mendukung pembelajaaran Kompetisi SDM dan

Akusisi Pengetahuan

Budaya Organisasi yang mendukung

eksperimen

14

2.2. Organisasi Pembelajar pada Organisasi Sektor Publik

Pada awalnya organisasi pembelajaran dikembangkan pada sektor

privat. Keberhasilan penerapan pada sektor privat ini kemudian dicoba

diterapkan pada sektor publik. Penerapan dimungkinkan sebab pada segi-segi

tertentu sektor privat dan sektor publik memiliki kemiripan. Kemiripannya

adalah dalam fungsi-fungsi manajemen baik privat maupun publik, yaitu

planning, organizing,staffing, directing, coordinating, reporting, dan

budgeting (Allison dikutip Purwanto, 2007).

Perbedaan utama terletak pada lingkungan khususnya. Sektor publik

hidup dalam lingkungan politik sedangkan sektor privat hidup dalam

lingkungan ekonomi pasar. Perbedaan lainnya adalah pada tujuan, sumber

otoritas, hubungan dengan pers, akuntabilitas, dan sumber keuangan (Gaebler

dan Plastrick dikutip Purwanto, 2007).

Perubahan organisasi pada sektor privat dapat dilakukan hanya

dengan mengubah organisasinya saja namun dalam sektor publik organisasi

harus dipandang hanya sebagai salah satu sub sistem yang lebih besar. Dalam

konsep reinventing government, ‘reinvention’ artinya transformasi yang

mendasar dari sistem dan organisasi publik untuk menciptakan kenaikan yang

dramatis dalam pencapaian efektivitas, efesiensi, kemampuan adaptasi dan

kapasitas inovasi. Transformasi ini disertai dengan perubahan tujuan, insentif,

akuntabilitas, struktur kekuasaan, dan budaya (Gaebler dan Plastricks dikutip

Purwanto, 2007). Budaya organisasi perlu diubah karena budaya birokrasi

cenderung menghambat munculnya tanggungjawab, inovasi, kompetisi, dan

adaptasi (Gaebler dan Plastricks dikutip Purwanto, 2007). Umumnya

organisasi publik menggunakan birokrasi sebagai alat untuk melaksanakan

pekerjaan (Vinten dikutip Purwanto, 2007).

Untuk menyesuaikan kemampuan birokrasi terhadap perkembangan

lingkungan Kettl dikutip dari Purwanto, 2007), menyarankan agar birokrasi

berubah menjadi birokrasi pembelajar (learning bureaucracy). learning

bureaucracy dapat dicapai jikabirokrasi memiliki anggapan bahwa:

1. Learning adalah penting;

2. Kunci utama bagi kinerja birokrasi adalah informasi;

15

3. Informasi mengalir secara bottom up dan from the outside in; dan

4. Pengetahuan adalah kekuasaan .

Perubahan yang mendasar perlu dilakukan dengan mengintegrasikan

peranan-peranan, sistem, dan ganjaran (reward) (Beckhard & Pritchard

dikutip Purwanto, 2007). Birokrasi harus membuka dirinya untuk menangkap

tanda-tanda yang berasal dari luar birokrasi. Barzelay dan Armajani (dikutip

dari Purwanto, 2007) menyarankan reformasi birokrasi dapat dilakukan

dengan perbaikan institusi, dan rutinitas kinerja birokrasi. Namun yang paling

mendasar adalah perlunya perubahan dalam cara berfikir. Tantangan terbesar

yang dihadapi oleh birokrasi adalah untuk mengubah paradigmanya menjadi

custumer driven dan berorientasi pada pelayanan. Barzelay dan Armajani

(dikutip dari Purwanto, 2007) juga menyatakan bahwa kegiatan pengendalian

yang selalu berkonotasi pada peraturan sentralisasi, dan cenderung menekan

perlu digantikan dengan desentralisasi, delegasi, struktur yang ramping, dan

kepatuhan secara sukarela.

2.3. Karakteristik Organisasi pembelajar

Organisasi yang telah menerapkan konsep organisasi pembelajar

memiliki ciri-ciri seperti yang dikatakan Moris yang dikutip Marquardt dan

Reynold (1996) adalah:

1. Setiap individu yang belajar, perkembagannya terkait dengan organisasi

pembelajaran dan pengembangan organisasi.

2. Menitikberatkan kepada usaha kreativitas dan adaptasi.

3. Berbagai kerjasama merupakan unsur proses dan pengembangan

belajar.

4. Jaringan kerja yang bersifat individu dan penerapan teknologi

merupakan bagian terpenting untuk menciptakan organisasi

pembelajaran.

5. Bagian mendasar adalah berfikir sistem.

6. Organisasi pembelajaran yang berkelanjutan menyebabkan keadaan

yang lebih baik (transformasi) terhadap pertumbuhan organisasi.

Berdasarkan uraian di atas mengarah pada kesimpulan, dimana

organisasi pembelajar merupakan suatu kondisi atau iklim yang dapat

16

mendorong dan mempercepat personal, kelompok dan organisasi untuk

belajar. Organisasi pembelajar mengarahkan untuk penerapan proses

berpikir kritis dalam memahami sesuatu yang seharusnya dilaksanakan

dan untuk apa kita melaksanakannya. Setiap individu atau pegawai adalah

SDM dalam organisasi yang berperan penting dalam membantu

organisasinya untuk belajar dari kesalahan, kegagalan, dan keberhasilan.

Dengan demikian disadari dan diakui berbagai perubahan lingkungan dan

berusaha beradaptasi dengan cara yang lebih efektif.

Suatu organisasi tidak otomatis menjadi organisasi pembelajar

walaupun telah melakukan semua hal tersebut. Perlu dipastikan bahwa

tindakan-tindakan tersebut harus ditanamkan, sehingga menjadi cara kerja

sehari-hari yang rutin dan normal. Strategi pembelajaran bukan sekedar

strategi pengembangan sumber daya manusia. Dalam organisasi

pembelajar, pembelajaran menjadi inti dari semua bagian operasi, cara

berprilaku dan sistem. Mampu melakukan transformasi dan berubah secara

radikal adalah sama dengan perbaikan yang berkelanjutan.

Schein (dikutip dari Utami, 2009) mengemukakan karakteristik

organisasi pembelajar dapat dilihat sebagai berikut:

1. Dalam hubungan dengan lingkungan maka organisasi bersifat lebih

dominan dalam menjalin hubungan.

2. Manusia hendaknya berlaku proaktif.

3. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang baik.

4. Manusia pada dasarnya dapat diubah.

5. Dalam hubungan antar manusia, individualisme, dan kolektivisme

sama-sama penting.

6. Dalam hubungan atasan bawahan kesejawatan atau partisipasif dan

otoritatif atau paternalitik sama-sama pentingnya.

7. Orientasi waktu lebih berorientasi pada masa depan yang pendek.

8. Untuk perhitunagan waktu lebih digunakan satuan waktu yang

medium.

9. Jaringan komunikasi dan informasi berkesinambungan secara

lengkap.

17

10. Orientasi hubungan dan orientasi tugas sama-sama penting.

11. Perlunya berfikir sistematis.

Marquardt (1994) menyatakan Learning Company yang

mengidentifikasikan suatu perusahaan untuk menciptakan kondisi dalam

membantu terciptanya komitmen, integritas dan tanggung jawab pada

sumberdaya manusia terhadap keberhasilan kinerja organisaisi. Hal

tersebut tercermin dala tiga sikap. Pertama, setiap pegawai harus memiliki

visi organisasi, yaitu persepsi dan sudut pandang yang sama mengenai

kegiatan, tujuan dan arah organisasi dimasa mendatang. Kedua, setiap

pegawai mempunyai akses yang berkesinambungan terhadap informasi

yang dibutuhkan guna mendukung keberhasilan organisasi. Ketiga, setiap

anggota organisasi mempunyai kesempatan untuk belajar dari anggota

yang lain dan membuat kesimpulan dan konsensus bersama tentang apa

yang seharusnya dilakukan organisasi.

Untuk lebih mendalam lagi mengenai penelitian yang dilakukan

Marquardt dan Reynolds (1994), organisasi pembelajar mempunyai

karakteristik sebagai berikut:

1. Melihat ketidakpastian sebagai kesempatan untuk pertumbuhan dan

perkembangan.

2. Membuat pengetahuan baru dengan memakai informasi yang objektif,

cara pandang yang obyektif, simbol-simbol dan berbagai asumsi.

3. Respetif terhadap perubahan internal organisasi.

4. Memberiakan rangsangan dan meningkatkan tanggungjawab mulai dari

tingkatan pegawai yang terendah.

5. Mendorong manajer atau pemimpin untuk menjadi pembimbing dan

memberikan fasilitas proses belajar.

6. Mempunyai budaya umpan balik dan keterbukaan.

7. Mempunyai pandangan yang terpadu dan sistematis terhadap sistem

organisasi, proses dan keterkaitan antar unsur organisasi.

8. Memiliki visi, tujuan dan nilai-nilai yang sama antar anggota organisasi.

9. Pengambilan keputusan terdesentralisasi dan setiap pegawai diberikan

kewenangan untuk mengambil suatu keputusan.

18

10. Mempunyai kepemimpinan yang berani menghadapi resiko dan selalu

mencoba hal-hal yang baru berdasarkan perhitungan yang matang.

11. Orientasi pada pelanggan.

12. Mempunyai sistem dalam berbagai pengetahuan dan melakukannya dala

organisasi.

13. Kepedulian terhadap lingkunagan masyarakat sekitarnya.

14. Adanya keterkaitan pengembangan diri setiap pegawai dengan

pengembangan organisasi.

15. Mempunyai jejaring kerja (network) yang berfungsi di dalam organisasi

dengan penggunaan teknologi.

16. Mempunyai jarinagan dengan lingkungan internasional.

17. Memberiakan kesempatan pada setiap pegawai yang memiliki inisiatif

dan prestasi kerja.

18. Menghindari birokrasi.

19. Memberikan penghargaan kepada setiap pegawai yang memiliki inisiatif

dan prestasi.

20. Menumbuhkan rasa saling percaya di antara anggota organisasi.

21. Melakukan pembaharuan yang berkelanjutan.

22. Mendorong, mengembangkan dan menghargai setiap bentuk kerjasama

kelompok.

23. Mengusahakan dan memanfaatkan kelompok kerja lintas fungsional.

24. Mengusahakan dan memanfaatkan kelompok kerja lintas fungsional.

25. Melihat organisasi sebagai organisme yang hidup dan terus berkembang.

26. Memandang sesuatu yang tidak diharapkan sebagai suatu kesempatan

utuk belajar.

Usaha dalam mewujudkan organisasi pembelajar harus dimulai

dengan memahami kemampuan dari organisasi dalam upaya membuat

kondisi yang mengarah pada terbentuknya organisasi pembelajar, dengan

memanfaatkan keahlian dan pengetahuan yang dimiliki serta dikelola oleh

semua unsur organisasi, sehingga menjadi kekuatan organisasi. Peranan

pemimpin sangat diperlukan untuk menentukan kondisi terwujudnya

19

pembelajaran setiap pegawai, kelompok kerja dan organisasi secara

keseluruhan.

2.4. Konsep organisasi pembelajar

Watkins and Marsick (1993) mengungkapkan organisasi

pembelajar dibangun melalui: pemimpin-pemimpin yang telah

memperhitungkan resiko dan eksperimen yang dilakukan, desentralisasi

pengambilan keputusan dan pemberdayaan karyawan, tersedianya

keterampilan untuk membagi ilmu pengetahuan dan menggunakannya,

imbalan dan struktur organisasi untuk berbagai inisiatif karyawan,

pertimbangan terhadap konsekuensi jangka panjang dan dampaknya pada

pekerjaan yang lain, frekuensi penggunaan tim kerja lintas fungsional,

kesempatan untuk belajar dari pengalaman, dan budaya umpan balik dan

penyingkapan.

Para periset organisasi telah memfokuskan perhatian pada konsep

organisasi pembelajar dengan mengidentifikasikan karakteristik

perusahaan yang memilki kapasitas untuk belajar, beradaptasi dan

berubah. Beberapa pendekatan untuk mendefinisikan konsep tersebut telah

bermunculan, diantaranya adalah sebagai berikut:

Senge (1990) dalam bukunya The Fifth Discipline: The Art and

Practice of the Learning Organization, membangun lima disiplin kunci

dari organisasi pembelajar. Menurut Sange lima disiplin tersebut yakni

system thinking, mental models, personal mastery, team learning dan

building shared vision merupakan “komponen teknologis” atau dimensi

yang sangat penting yang diperlukan dalam membangun organisasi

pembelajar. Kelima disiplin tersebut diuraikan sebagai berrikut:

1. System Thinking

Kita harus melihat segala sesuatu yang ada di perusahaan sebagai

sebuah kesatuan, bukan sesuatu yang bersifat individual. Dengan

disiplin berpikir sistemik, kita mampu melihat gambaran yang lebih

besar dari organisasi sebagai keseluruhan yang dinamis (helicopter

view), sehingga mampu memahami bagaimana organisasi bergerak dan

bagaimana individu-individu dalam organisasi berinteraksi. Dengan

20

disiplin berpikir sistemik, kita mampu melakukan analisis dan sekaligus

mampu menyusun kerangka kerja konseptual yang lengkap, karena

memiliki cara pandang dan cara berpikir tentang satu kesatuan dari

keseluruhan prinsip-prinsip organisasi pembelajar. Dengan berpikir

sistematik dapat dihasilkan hal berikut :

1) Melihat gambaran yang lebih besar dari organisasi sebagai

keseluruhan yang dinamis, sehinnga mampu memahami

bagaimana organisasi bergerak dan bagaimana individu-individu

dalam organisasi berinteraksi.

2) Melakukan analisis dan sekaligus mampu menyusun kerangka

kerja konseptual yang lengkap, karena memiliki cara pandang dan

cara berpikir tentang satu kesatuan dari keseluruhan prinsip-

prinsip organisasi pembelajar.

3) Melihat bagaimana kita sebaiknya mengubah sistem-sistem yang

ada agar proses belajar dan tindakan organisasi dapat dilakukan

dengan lebih efektif.

2. Shared Vision

Sebagai pemimpin, pasti memiliki visi tersendiri yang belum tentu

dimiliki oleh para anak buahnya, oleh sebab itu, perusahaan

memfasilitasi dan mengatur agar terjadi sinergi antara visi yang

dimiliki oleh sang pemimpin dengan para anak buahnya. Visi

menggambarkan kemampuan organisasi dalam mengikat para

anggotannya untuk secara bersama-sama mencapai sasaran yang

disepakati. Dengan disiplin berbagi visi, organisasi dapat membangun

suatu rasa komitmen bersama, dengan menetapkan gambaran-

gambaran tentang masa depan yang diciptakan bersama, dan sekaligus

menetapkan prinsip-prinsip serta rencana-rencana jangka panjang

sebagai arahan bertindak para anggotanya.

3. Personal Mastery

Komponen ini meliputi keinginan atau komitmen yang muncul dari

seseorang untuk melakukan pembelajaran. Biasanya, seseorang

tumbuh dan belajar di bidang yang ia minati dan menjadi bidang inti

21

(core) dalam proses pembelajarannya. Disiplin yang secara terus

menerus memperjelas dan memperdalam visi pribadi seseorang yang

akan memusatkan energinya dalam membangun kesabaran dan

melihat realita pribadi. Organisasi pembelajaran memerlukan individu

yang belajar. Personal mastery membutuhkan visi pribadi yang

berkembang, yang dipengaruhi oleh profesionalisme, karir dan

pekerjaannya. Perlu dikelola gap antara visi dan realitasnya (creative

tension), serta pengenalan terhadap tegangan struktural dan batasan

ketidakkuatan seseorang, komitmennya terhadap kebenaran, dan

kemampuan bawah sadar seseorang.

4. Mental Methods

Secara mental, jika ada nilai-nilai yang tidak sesuai dengan proses

pembelajaran dalam sebuah organisasi, maka harus ada nilai-nilai baru

yang sesuai untuk dimasukkan ke dalamnya. Disiplin model mental

menggambarkan kemampuan para anggota organisasi untuk

melakukan perenungan, mengklarifikasi dan memperbaiki gambaran-

gambaran internal (pemahaman) tentang dunia, yang dilandasi oleh

prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral dan etika.

Disiplin model mental berpengaruh saat seseorang membuat peta atau

kerangka berpikir, sehiongga berpengaruh pada kemampuan

seseorang atau organisasi saat memahami permasalahan yang

dihadapinya. Disiplin model mental dapat menjelaskan bagaimana

seseorang berpikir, sehingga dapat menjelaskan pula mengapa dan

bagaimana seseorang atau organisasi menetapkan suatu keputusan

atau melakukan tindakan.

5. Team Learning

Suatu proses yang dilakukan oleh individu-individu anggota team

untuk memperoleh pengetahuan dan wawasan baru yang diharapkan

dapat mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan tindakan-tindakan.

Setiap individu memiliki pengetahuan dan pengalaman tersendiri, dan

hal ini haruslah dibagikan kepada orang lain agar menjadi sebuah tim

yang dapat menghasilkan pengetahuan bersama di sebuah organisasi.

22

Disiplin tim pembelajar adalah suatu keahlian para anggota organisasi

untuk melakukan proses berpikir kolektif dan sinergis, serta mampu

melakukan proses dialog dan berbagi pengetahuan secara efektif,

sehingga organisasi mampu mengembangkan kecerdasan dan mampu

membangun kapasitas real yang jauh lebih besar daripada sekedar

jumlah dari kemampuan individual para anggotanya. Kemampuan

dialog dan berbagi kepengetahuan merupakan disiplin fundamental

dari organisasi pembelajar.

Marquardt (1996) kemudian menambahkan satu dimensi lagi yang

penting dalam membangun organisasi pembelajar yakni dialog. Menurut

Marquardt (1996) untuk mewujudkan proses organisasi pembelajar ada

enam dimensi yang diperlukan yakni sistem berpikir, model mental,

keahlian personal, kerjasama tim, membagi visi bersama, dan dialog. Dari

berbagai dimensi pengukuran organisasi pembelajar i yang dilakukan oleh

para peneliti sebelumnya, maka studi ini menggunakan 6 (enam) dimensi

organisasi pembelajar yang dibangun oleh Marquardt (1996), yakni:

1. Sistem berpikir, yakni kerangka konseptual seseorang yang digunakan

untuk membuat pola yang lebih jelas, dan untuk membantunya melihat

bagaimana mengubah mereka secara efektif.

2. Model mental, yakni asumsi-asumsi yang melekat secara mendalam

tentang

bagaimana pengaruh pemahaman kita terhadap dunia dan bagaimana

seseorang mengambil tindakan. Misalnya, bagaimana dampak model

mental atau image belajar atau bekerja atau patriotisme terhadap

perilaku seseorang dan bagaimana seseorang bertindak pada situasi

dimana konsep-konsep tersebut terjadi.

3. Keahlian personal, mengindikasikan kecakapan atau keahlian tingkat

tinggi.

Hal ini menuntut komitmen jangka panjang untuk terus belajar sehingga

dapat membangun keahlian serta mencurahkan kecakapan tersebut

dalam organisasi.

23

4. Kerjasama tim, yakni keahlian yang difokuskan pada proses

menyatukan dan membangun kapasitas tim untuk menciptakan

pembelajaran dan menghasilkan anggota-anggota yang benar-benar

diharapkan. Team learning merupakan masalah praktek dan proses.

Senge menyebut proses ini sebagai team learning dan menjelaskan

bahwa hal ini merupakan disiplin yang ditandai dengan tiga dimensi

penting, yakni:

a. kemampuan untuk memiliki wawasan berpikir mengenai masalah-

masalah penting

b. kemampuan untuk bertindak dengan cara-cara yang inovatif dan

koordinatif

c. kemampuan untuk memainkan peranan yang berbeda pada tim

yang berbeda

5. Keahlian membagi visi bersama, yaitu keahlian agar setiap anggota

organisasi memusatkan segala usahanya pada satu visi yang

membangun berkembangnya komitmen sejati.

6. Dialog, yakni kemampuan untuk mendengar, berbagi dan komunikasi

tingkat tinggi diantara anggota organisasi. Keterampilan ini menuntut

kebebasan dan kreativitas mengeksplorasi isu-isu, kemampuan untuk

saling mendengar secara mendalam, dan menangguhkan pandangannya

sendiri.

Model lain telah dikembangkan Marquardt. Model marquardt ini

sering digunakan sebagai dasar dari penelitian-penelitian organisasi

pembelajar, dengan pengembangan-pengembangan lebih lanjut. Menurut

Marquardt (1996) organisasi pembelajar dibentuk dengan menyatukan

lima sub sistem yang berbeda, yaitu:

1. Dinamika pembelajaran.

2. Transformasi Organisasi.

3. Pemberdayaan orang-orang/manusia.

4. Pengelolaan pengetahuan.

5. Penerapan teknologi.

24

Gambar 2. Keterkaitan Lima Sub Sistem Organisasi Pembelajar

(Marquardt, 1996)

Gambar 2 menunjukan adanya keterkaitan adanya keterkaitan yang

tidak terpisahkan antara sub-sub sistem organisasi pembelajar yang

terpusat pada dimensi dinamika pembelajaran. Pembelajaran akan berbeda

pada tingkatan individu, kelompok dan tingkatan organisasi,

pemberdayaan manusia, pengelolaan pengetahuan dan penerapan

teknologi diperlukan untuk meningkatkan dan menambah kualitas serta

dampak dari organisasi pembelajaran. Keempat sub sistem/dimensi

tersebut sangat diperlukan keterkaitannya satu sama lain untuk

membangun, menjalankan dan mendukung terciptanya organisasi

pembelajaran. Kelima sub sistem tersebut diuraikan sebagai berikut:

2.4.1. Sub Sistem Dinamika Pembelajaran

Menurut Marquardt, 1996 untuk membangun organisasi

pembelajar pada sebuah organisasi diperlukan beberapa hal pokok

yaitu:

1. Tingkatan pembelajaran

Terdapat tiga tingkatan pembelajaran yang meliputi beberapa

tingkat baik tingkat individu, kelompok dan tingkat organisasi.

Ketiga tingkatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Pembelajaran individu, yaitu pembelajaran yang meliputi

perubahan keahlian, cara pandang, pengetahuan,

pengalaman, sikap dan nilai-nilai yang dimiliki oleh

individu melalui pembelajaran mandiri, cara pandang

instruksi teknologi dan observasi. Menurut Senge (1990)

manusia

teknologi pengetahuan

organisasi

pembelajaran

25

organisasi dapat belajar melalui individu yang memiliki

kemauan untuk belajar, tetapi jika individunya tidak ingin

belajar belum tentu tercipta organisasi pembelajar. Namun

jika individunya ingin belajar maka akan terwujud

organisasi pembelajaran. Peran pembelajaran individu

sangat besar dalam organisasi pembelajaran, dikarenakan

hanya melalui individu yang dapat melakukan perubahan

organisasi sebagai penentu perubahan inti dimensi secara

berkesinambungan dan mempersiapkan organisasi di masa

mendatang.

b. Pembelajaran kelompok, adalah pembelajaran yang menitik

beratkan pada peningkatan pengetahuan, keahlian dan

kompetensi melalui kelompok-kelompok yang terdapat

pada organisasi. Pembelajaran kelompok dapat

menghasilkan penemuan baru dalam pemecahan masalah

secara bersama (collective problem solving) melalui

komunikasi kolektif dan pemikiran yang dibangun bersama,

sehingga kreativitas yang konstruktif pada pekerja terwujud

sebagai bentuk kemandirian orgainsasi

c. Pembelajaran organisasi menekankan bagaimana

meningkatkan kemampuan organisasi, meningkatkan cara

pendang dan produktivitas, serta komitmen bersama.

2. Jenis pembelajaran terdiri dari adaptive, anticipation,

deuteron dan action learning.

a. Pembelajaran adaptif merupakan suatu sistem pembelajaran

dari pengalaman dan refleksi. Sistem pembelajaran ini lebih

menganggap bahwa suatu kesalahan merupakan hal yang

dapat dipelajari, yang selanjutnya digunakan dalam

pemecahan masalah-masalah yang serupa. Pembelajaran

juga dapat dilakukan dari kesalahan-kesalahan pihak lain

yang selanjutnya dicermati dan dipelajari.

26

b. Pembelajaran antisipatif, merupakan proses perolehan

pengetahuan dengan analisa cara pandang kedepan.

c. Pembelajaran dutro melalui derajat refleksi pada intensitas

kegiatan atau kejadian dalam organisasi. Biasanya

pembelajaran tipe ini menempatkan semua kejadian-

kejadian dalam organisasi sebagai bahan untuk memperoleh

perubahan sehingga pekerjaan yang dilakukan akan lebih

efektif dan efisien.

d. Pembelajaran tindakan adalah pembelajaran melalui

tindakan dengan pemecahan permasalahan yang ada dengan

metode yang lebih baik dan memungkinkan terjadinya

penyebaran pembelajaran dalam organisasi dengan

menanggapi perubahan yang lebih cepat dan efektif.

Marquardt mengambil model organisasi pembelajaran dari

Senge (1990) dimana disiplin kelimanya ditambah satu lagi yaitu

dialog.

Gambar 3. Sub sistem Dinamika Pembelajar (Marquardt, 1996)

2.4.2. Sub Sistem Organisasi (transformasi organisasi)

Sub sistem organisasi pembelajar yang kedua adalah

organisasi itu sendiri. Organisasi dalam kaitanya dapat diartikan

yaitu sebagai tempat proses pembelajaran berlangsung. Organisasi

adalah sekelompok orang (dua atau lebih) yang secara formal

dipersatukan dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan yang

telah ditetapkan. Organisasi juga dapat diartikan suatu kumpulan

individu yang secara sadar bersama-sama bekerja untuk mencapai

learning

Levels:

Individual,group,organizatio

Types

Adaptive, anticipatory, deutro, section

Skill:

System thinking, mental models, personal mastery,Team learning, shared vision, dialogue

27

suatu tujuan bersama. Pengorganisasian terkait dengan mengelola

sumber daya dikaitkan dengan aktivitas yang ada.

Pengorganisasian adalah suatu kegiatan untuk mengsinkronkan

berbagai kegiatan yang ada kemudian mengalokasian penggunaaan

sumber daya secara tepat. Organisasi dalam upayanya untuk

tumbuh dan berkembang menjadi organisasi pembelajaran harus

mengatur dirinya sendiri melalui empat aspek keberhasilan

organisasi pembelajaran. Dalam sistem transformasi organisasi

dapat diwujudkan dalam empat aspek keberhasilan organisasi

pembelajaran, yaitu:

a. Budaya

Komponen budaya organisasi adalah nilai-nilai yang dimiliki

oleh organisasi, kebiasaan, pelaksanaan kerja yang dijalankan,

kepercayaan, adat-istiadat atau kebiasaan dari organisasi.

Budaya adalah suatu pola asumsi dasar yang diciptakan,

ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai

pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan

integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik dan

oleh karena itu diajarkan/diwariskan kepada angota-anggota

baru sebagai cara yang tepat memahami. Didalam organisasi

pembelajaran, budaya memegang peranan penting untuk

keberhasilan organisasi. Kepercayaan dan kebiasaan belajar

berhasil menciptakan inovasi, mengimplementasikan hal baru

dan berani mengambil resiko yang dapat

dipertanggungjawabkan. Budaya komitmen pemimpin terhadap

pengembangan dan pelatihan pegawai secara kreativitas akan

terbentuk, srhingga secara keseluruhan akan mendukung

terbentuknya organisasi pembelajaran.

b. Visi

Visi memiliki kekuatan sebagai penggerak perubahan. Visi akan

mempengaruhi tindakan manajerial dan operasional orang-orang

dalam organisasi. Visi berfungsi sebagai penggerak sentral

28

perubahan, sumber aspirasi dan sumber motivasi bagi semua

orang dalam organisasi. Setiap organisasi memiliki tujuan yang

mengekspresikan alasan dari keberadaan organisasi tersebut.

Visi terletak pada tingkatan berbeda dari identitas organisasi.

c. Strategi

Strategi merupakan rencana tindakan, metodologi, teknik,

langkah-langkah atau kisi-kisi yang dilakukan organisasi untuk

mencapai suatu tujuan.

d. Struktur

Struktur merupakan suatu kondisi penggambaran keadaan

pembagian tanggung jawab dan wewenang suatu pekerjaan yang

terdapat dalam organisasi (departemen), dimana pada organisasi

pembelajaran hirarki dikurangi dengan memiliki sedikit batasan

dan diharapkan mampu mempengaruhi kelancaran proses

pembelajaran dalam setiap lini yang ada dalam organisasi.

2.4.3. Sub Sistem Pemberdayaan Manusia

Sebagai makhluk sosial setiap individu dapat melakukan

interaksi dengan beberapa individu lainnya dalam suatu konteks

tertentu sehingga terbentuk suatu kumpulan individu (komunitas).

Sumber daya manusia merupakan hal yang paling utama dalam

organisasi, karena melalui perilaku dan kemampuan individu yang

akan mencerminkan perilaku organisasi. Sub sistem pemberdayaan

manusia terdapat enam komponen, yakni; manajer, pegawai,

konsumen, supplier, masyarakat dan rekanan/mitra Marquardt

(1996).

Pada manajemen infrastruktur organisasi menekankan

kemampuan dalam hal membangun infrastruktur sumber daya

manusia yang profesional dan efektif sehingga seluruh proses yang

berkaitan seperti penempatan, pelatihan, penilaian, promosi dan

sebagainya dalam pengelolaan alur kepegawaian dalam organisasi

berjalan sebagaimana mestinya. Dengan sumber daya manusia

29

yang profesional diharapkan mampu meletakan keahlian

administratif yang efesien dengan dua cara yaitu pertama mereka

meyakini efesiensi dalam proses sumber daya manusia, kedua

memberikan penghargaan kepada para manajer yang mampu

meningkatkan produktivitas

Menurut marquardt (1996), para pegawai diberi wewenang

dan diharapkan untuk belajar, dengan merencanakan kompetisi

masa depan, mengambil tindakan dan resiko, dan memecahkan

masalah. Para manajer/pemimpin menjalankan tugas-tugas

pelatihan, penasehatan, dan pemodelan dengan suatu tanggung

jawab utama membangkitkan dan mempertinggi kesempatan

pembelajaran bagi orang-orang disekitar mereka. Para pelanggan

berpartisipasi dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan,

menerima pelatihan, dan dihubungkan dengan organisasi

pembelajar.

Selain individu, pemimpin organisasi memegang peranan

penting dalam keberhasilan pemberdayaan manusia. Pemimpin

yang memiliki cara pandang luas dan ke masa depan sesuai

kepentingan perubahan. Gaya kepemimpinan yang diperlukan

dalam organisasi pembelajar adalah transformasional, yaitu

kepemimpinan yang memiliki gaya memberdayakan SDM,

melayani, sebagai teman belajar, instruktur, koordinator dan selalu

memberikan bimbingan dalam pembelajaran.

Pada manajemen transformasi dan perubahan diharapkan

dengan sumber daya manusia yang profesional dapat memberikan

penambahan nilai yang berkaitan dengan kemampuan mengelola

transformasi dan perubahan. Aplikasinya dengan menciptakan hal-

hal yang berkaitan dengan pembaharuan organisasi melalui adanya

agen perubahan. Melalui agen perubahan diharapkan mampu

menidentifikasi dan menemukan masalah yang dihadapi kedalam

kelompok strategis, pokok dan insidentil, membangun hubungan

30

kepercayaan, memecahkan masalah dan menciptakan dan

menyusun rencana tindakan.

2.4.4. Sub Sistem Penerapan Teknologi

Sub sistem penerapan teknologi yang digunakan pada

organisasi pembelajar meliputi teknologi informasi, pembelajaran

berbasis teknologi, sistem teknologi elektronik pendukung kerja.

Teknologi berperan sebagai teknologi pendukung (supporting

technology), khususnya terkait dengan proses komunikasi.

Pemberdayaan teknologi tersebut dapat mendorong terjadinya

koneksi (connections), komunikasi (communications), percakapan

(conversations), dan kolaborasi (collaborations).

Teknologi merupakan alat yang digunakan untuk

mendukung upaya komunikasi struktur dan kolaborasi, pelatihan,

koordinasi, dan keahlian pengetahuan lainnya di dalam organisasi.

Alat tersebut menggunakan elektronik yang mempercepat proses

pembelajaran seperti konferensi dengan komputer, simulasi dan

pengambilan data informasi melalui internet. Peralatan komputer

tersebut dapat membantu menciptakan ilmu pengetahuan dan

penyebarannya yang secara bebas diakses dan dipergunakan

diseluruh jajaran, unit-unit organisasi untuk kepentinagan

keberhasilan tujuan organisasi.

Pada sistem informasi yang dimaksud dalam organisasi

pembelajar adalah suatu sistem yang dirancang secara menyeluruh

dengan menggabungkan sub-sistem yang penerapannya layak dan

efektif untuk memecahkan hal-hal yang terkait dalam persfektif,

posisi dan performance secara terpadu dengan “data base

berbasiskan Web dan non Web”. Jadi pada sisitem-sistem informasi

tersebut sifatnya fungsional yang mencakup fungsi akuntansi,

keuangan produksi/operasi, pemasaran, sumber daya manusia

Berkembangnya teknologi informasi dapat memudahkan

seseorang dalam mengakses data dan informasi dari seluruh

31

penjuru dunia dalam waktu yang sangat cepat dan akurat. Lingkup

organisasi di mana semua kegiatan membutuhkan peran teknologi

informasi sehingga dapat dijalankan dengan mudah dan cepat.

Bahkan dengan adanya perkembangan internet dan telekonferen

memungkinkan diskusi dan pembelajaran dilakukan dengan jarak

jauh dean dapat bermanfaat terhadap efisiensi waktu dan

pengambilan keputusan.

Konsep mengenai model juga disampaikan oleh Blacman

dan Henderson yang dikutip Priyono (2007), menyatakan terdapat

tiga perspektif tipologi dari organisasi pembelajar, yakni

adaptation developing of action-outcome relationship, assumption

sharing dan instutitionalised experience. Konsep mengenai model

tersebut menyatakan bahwa keseluruhan berawal dari perbedaan

dasar pengetahuan. Proses adaptasi dan orientasi pada penerapan

akan memunculkan suatu yang mendasar dari sebuah pembelajaran

mendapat tempat. Assumption sharing merupakan sebuah gaya

yang memiliki konstruk pembelajaran seperti keharusan adanya

pembentukan mental secara individual. Instutitionalised experience

adalah kombinasi dari beberapa gugus tugas yang selanjutnya

menjadi pengetahuan dikembangkan secara cepat, yang diterapkan

pada keterampilan yang sama dan munculah perkembangan.

Perkembangan tersebut membentuk alasan-alasan beradaptasi

sebaik perkembangan akan pengertian dari konsep yang ada. Ini

merajuk pada sebuah organisasi pembelajar yang berhasil diterima

sebagai fokus dalam institutionalised experiences dan shared

assumption – ini akan merefleksikan pada suatu yang

berkelanjutan. Keseluruhan menjadi bentuk alur proses, yaitu:

a. Adanya masukan dari proses organisasi berupa struktur

organisasi yang radikal atau perubahan kepemimpinan, adanya

kemungkinan kesempatan pembelajaran yang terkontrol,

adanya personal mastery dan informasi mengenai

pengetahuan/perkembangan dan kebersamaan

32

b. Masukan organisasi pembelajar berupa individu baru-

berorientasi pada budaya yang menantang, system

thinking¸kebersamaan dalam mental model yang baru dan visi

bersama

c. Output berupa pengetahuan yang mengarah pada kekuatan

untuk berkompetisi dan perubahan-perubahan. Alur tersebut

dapat digambarkan sebagaimana Gambar 4.

Gambar 4 menunjukan bahwa pola hubungan yang mirip

dengan yang dikemukakan Marquardt yang dikutip Priyono (2007).

Dimensi-dimensi yang juga disebut dalam fase ini disebut

Organizational Learning Mechanisms (OLMs). OLMs merupakan

budaya dan faset-faset struktural dari organisasi yang memfasilitasi

perkembangan dari pembelajaran, penerapan dan pembaharuan dari

organisasi pembelajar. Tanpa mekanisme ini sebuah organisasi

pembelajar tidak akan terbentuk.

Organisasi pembelajar mengacu pada faset-faset budaya

(visi, nilai-nilai, asumsi-asumsi, dan perilaku) yang mendukung

lingkungan belajar, proses yang mendorong orang-orang untuk

belajar dan perkembangan melalui identifikasi kebutuhan

pembelajaran dan fluktuasi belajar.

Radical new, structure new, leadership

Enable continous, monitored learning, opportunities

Personal Mastery

Information/Knowledge Generation and Sharing

New People centered Culture Encuraging Challenge

Sytem Thinking

Sharing New Mental Models

Shared Vision

Competitive advantage

Knowledge

Transformational change

Organisational Proses Input

Learning Organization Maning Input

OUTPUT

Gambar 4. The Learning Organization Model : Reflexive

Input/Output Model (Marquardt, 1996).

33

2.4.5. Sub Sistem Pengetahuan

Pengetahuan merupakan data dan informasi yang digabung

dengan kemampuan, intuisi, pengalaman, gagasan, motivasi dari

sumber yang kompeten. Sumber pengetahuan bisa berupa banyak

bentuk, seperti koran, majalah, email dan lain-lain. Menurut

marquardt (1996), pengetahuan menjadi lebih penting untuk

organisasi dibandingkan dengan sumber daya keuangan, teknologi

atau aset perusahaan yang lainnya. Pengetahuan dapat dilihat

sebagai sumber daya utama dalam penyelenggaraan organisasi.

Tradisi organisasi, teknologi, sistem operasi, dan prosedur sangat

membutuhkan keahlian pengetahuan.

Organisasi pembelajar yang sukses secara sistematis

memadu pengetahuan diseluruh organisasi melalui empat langkah

sehingga dapat dengan sukses diterapkan dan digunakan. Sub

sistem pengetahuan digambarkan seperti Gambar 5,sebagai berikut:

Gambar 5. Sub sistem pengetahuan (Marquardt, 1996)

Dimensi kunci dari sub sistem pengelolaan pengetahuan

meliputi: penguasaan, penyimpanan, transfer dan penggunaan.

Akuisisi (penguasaan) berkenaan dengan pengumpulan informasi

dan data yang ada dari dalam dan luar organisasi. Penciptaan

melibatkan pengetahuan baru yang diciptakan dalam organisasi

melalui wawasan dan pemecahan masalah. Penyimpanan adalah

suatu pengkodean dan pemeliharaan pengetahuan berharga

organisasi untuk akses yang mudah oleh anggota staf pada suatu

waktu dan dari mana pun. Transfer dan penggunaan termasuk

mekanikal, elektronik, dan pergerakan interpersonal dari informasi

pengetahuan

penguasaan penciptaan

penyimpanan Transfer dan penggunaan

34

dan pengetahuan, secara sengaja dan tidak sengaja, diseluruh

organisasi serta aplikasinya dan kegunaannya oleh para anggota

organisasi.

Penyebaran pengetahuan dapat dilakukan melalui beberapa

hal, baik yang sengaja dan tidak sengaja untuk dilakukan. Proses

ini dilakukan dengan beberapa hal (Marquardt, 1996), yaitu melalui

intentional transfer (sengaja dilakukan): (1) komunikasi secara

individu; (2) Melakukan pelatihan melalui kursus-kursus; (3)

Konferensi internal; (4) Briefing; (5) Publikasi internal; (6)

Kegiatan pariwisata; (7) Mutasi kerja internal dan (8) Mentoring.

Disamping juga melalui unintentional transfer (tidak sengaja) yaitu

dengan melakukan rotasi kerja, sejarah kerja, tugas-tugas dan

keterkaitan jaringan informal.

2.5. Faktor-faktor yang berpengaruh dan yang menghambat terbentuknya

organisasi pembelajar

Kaplan dan Norton dalam Purwanto (2007) menyatakan bahwa

organisasi perlu membangun infrastruktur yang mampu menopang

pertumbuhan dan learning untuk jangka panjang. Tiga sumber penting

untuk mencapai pertumbuhan dan learning yaitu kemampuan pegawai,

kemampuan sistem informasi dan motivasi, pemberdayaan dan penjajaran

(alignment). Selanjutnya Senge (1990) menjelaskan bahwa agar learning

dapat terwujud maka learning perlu diberikan fasilitas. Fasilitas itu berupa

ide penuntun, teori, metode dan peralatan, dan inovasi dalam infrastruktur.

Espejo yang dikutip Purwanto (1996), menekankan pentingnya struktur

organisasi yang baik yang memungkinkan terbangunnya sistem

komunikasi yang efektif. Selanjutnya individu dapat melakukan learning

secara mandiri dalam organisasi Espejo yang dikutip Purwanto (2007).

Kemampuan learning yang tinggi pada level individu tidak otomatis

menghasilkan learning organization yang tinggi pula, tergantung dari

faktor organisasional yang melingkupinya. Faktor tersebut adalah struktur

organisasi dan leadership Espejo yang dikutip Purwanto (2007).

35

Dari berbagai model learning organization dan beberapa

pengertian dari learning organization, dapat disimpulkan bahwa learning

hanya akan dapat berjalan dengan baik jika organisasi fungsional dirubah

menjadi bentuk tim kerja. Perubahan struktur ini ditujukan untuk

menciptakan iklim learning dalam organisasi. Disamping itu manajemen

perlu pula memberikan peluang agar learning dapat terjadi, sehingga akan

mendorong terjadi perubahan sikap dan perilaku anggota organisasi.

learning akan terjadi jika ada consensus. Sebaliknya tim dengan tingkat

kohesivitas antara anggotanya terlalu tinggi learning juga sulit terjadi.

learning yang efektifmempersyaratkan adanya keberagaman mental model

diantara para anggota tim heijden dalam Purwanto, 2007).

Menurut Tjakraatmadja dan Lantu (2006), untuk menjamin

terjadinya proses belajar dan proses transformasi pengetahuan dari hasil

belajar individual menjadi disiplin organisasi pembelajar atau terjadinya

proses institusionalisasi pengetahuan individu menjadi human capital

organisasi, dibutuhkan tiga pilar organisasi pembelajar, yaitu: (1) pilar

belajar individual, (2) pilar jalur transformasi pengetahuan (habitat

belajar), dan (3) pilar belajar organisasional.

Proses belajar organisasional merupakan proses interaksi diantara

para anggota organisasi. Untuk mendorong terjadinya proses belajar yang

intensif dan efektif, para anggota organisasi selain membutuhkan habitat

belajar yang kondusif juga membutuhkan dukungan dari adanya teknologi

yang tepat guna. Khusus tentang peran unsur habitat belajar organisasi

yang selama ini relatif kurang diperhatikan dalam konteks organisasi, akan

dibahas secara mendalam, sehingga tingkat kepentingan sejajar dan

seimbang dengan kedua pilar organisasi pembelajar lainnya.

Disamping ada faktor yang berpengaruh terhadap learning

organization, ada pila faktor-faktor yang menghambat learning

organization. Menurut Thomas yang dikutip Purwanto (2007), hambatan

terhadap munculnya learning organization antara lain adalah tidak

tersedianya waktu untuk berdialog, kecenderungan organisasi yang hanya

mengumpulkan informasi dan tidak menggunakannya, kecenderungan

36

untuk memaksimalkan penggunaan tenaga manusia ketimbang

“mengembangkan dan menumbuhkannya”, dan seringkali tindakan yang

diambil hanyalah ketika terjadi krisis, bukan mengembangkan suatu

tindakan preventif.

Sementara itu Marquardt dan Reynolds (1994) menyatakan bahwa

hambatan terhadap learning organization adalah birokrasi, iklim

kompetisi, pengendalian, komunikasi yang buruk, penggunaan

sumberdaya, hierarki yang ketat, dan ukuran organisasi. Dalam organisasi

publik hambatan yang dihadapi dalam penerapan learning organization

adalah birokratisasi dan profesionalisasi Willcocks & Harrow yang dikutip

Purwanto (2007).

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu

Utami (2009) dalam skripsinya berjudul identifikasi penerapan model

sistem organisasi pembelajar pada PT. Taspen (Persero) cabang Bogor

bertujuan untuk mengidentifikasi penerapan model sistem organisasi

pembelajar pada PT Taspen (Persero) Cabang Bogor dan mengidentifikasi

ada atau tidaknya perbedaan persepsi antara pimpinan dan karyawan PT

Taspen (Persero) Cabang Bogor terhadap penerapan model sistem organisasi

pembelajar. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan tingkat

penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero)

Cabang Bogor berada pada tingkat sebagian besar telah diterapkan (skala 3).

Dengan nilai rata-rata yang didapat sebesar 34,35 berarti secara keseluruhan

penerapan model sistem organisasi pembelajar pada PT Taspen (Persero)

Cabang Bogor lebih baik atau diatas rata-rata 500 organisasi berdasarkan

hasil penelitian Marquardt yang dikutip dari Rahmatunnisa (2000) yang

memiliki nilai rata-rata 22,0 dan dapat dinyatakan sangat baik. Uji Kruskal

Wallis menunjukkan nilai p untuk keseluruhan model sistem organisasi

pembelajar adalah sebesar 0,366 (lebih besar dari 0,0050 yang

mengindikasikan bahwa tidak ada perbedaan persepsi antara pimpinan dan

karyawan PT Taspen (Persero) Cabang Bogor mengenai penerapan model

sistem organisasi pembelajar di perusahaan.

37

Priyono (2007) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Penerapan

Organisasi Pembelajaran pada PT Java Cell bertujuan untuk mengetahui

sejauh mana penerapan organisasi pembelajar pada perusahaan tersebut dan

bagaimana perbedaan sikap pimpinan dan non pimpinan terhadap penerapan

organisasi pembelajar. Hasil penelitian diolah dengan melihat persentase

jumlah dan rata-rata jawaban responden. Untuk uji perbedaan persepsi

pegawai jabatan dan non jabatan digunakan analisis dengan uji t. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sebagian besar telah

menerapkan organisasi pembelajaran dan tidak ada perbedaan persepsi antara

pimpinan dan non pimpinan pada perusahaan tersebut.

Purwanto (2007) dalam jurnalnya berjudul Kajian Learning

Organization pada Organisasi Publik bertujuan untuk mengetahui apa saja

yang harus dimiliki organisasi publik agar learning organization dapat

diterapkan pada organisasi tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa agar

learning dapat berlangsung dalam suatu organisasi maka organisasi harus

menyediakan fasilitas berupa struktur organisasi yang mampu memberikan

keleluasaan bagi tim untuk melakukan pengembangan. Keleluasaan ini

penting sebab tanpa adanya kekuasaan, individu tidak akan mampu

melakukan learning. Untuk itu organisasi harus menyediakan berbagai

fasilitas termasuk program kegiatan yang merangsang staf untuk

melaksanakan idenya, agar proses pembelajaran pada segala tingkat dapat

berlangsung.