36
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional Penetapan kawasan cagar alam, hutan lindung, taman nasional, dan taman laut merupakan wujud dari upaya pelestarian sumberdaya alam hayati. Penentuan cagar alam dapat bersifat botanis, faunis dan estetis yang menonjolkan keindahan alam, tetapi pada kenyataannya tidak ada pemisahan tegas, dan biasanya dimana fauna dilindungi maka habitatnya berupa berbagai flora dan alam sekitarnya juga terlindungi dengan sendirinya. Pada saat ini terdapat lebih dari 2.6 ribu kawasan lindung di dunia yang meliputi daerah hampir seluas 4 juta km 2 pada 124 negara (McKinnon et al., 1993). Selama tahun 1970an, jumlah kawasan lindung meningkat 46% dengan total luas kawasan meningkat lebih 80% yang sebahagian besar terdapat di negara-negara tropika (Harrison et al., 1984). Kawasan lindung berdasarkan kategori IUCN (World Conservation Union) dapat diklasifikasikan atas enam kategori yaitu: 1. Cagar Alam yaitu kawasan lindung yang dikelola khususnya untuk kepentingan ilmu pengetahuan, dan Suaka Alam yaitu kawasan lindung yang dikelola khusus untuk perlindungan alam, 2. Taman Nasional yaitu kawasan lindung yang dikelola khusus untuk konservasi ekosistem dan rekreasi, 3. Monumen Alam yaitu kawasan lindung yang dikelola untuk kepentingan ciri- ciri alami suatu kawasan,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Taman Nasional

Penetapan kawasan cagar alam, hutan lindung, taman nasional, dan taman

laut merupakan wujud dari upaya pelestarian sumberdaya alam hayati. Penentuan

cagar alam dapat bersifat botanis, faunis dan estetis yang menonjolkan keindahan

alam, tetapi pada kenyataannya tidak ada pemisahan tegas, dan biasanya dimana

fauna dilindungi maka habitatnya berupa berbagai flora dan alam sekitarnya juga

terlindungi dengan sendirinya. Pada saat ini terdapat lebih dari 2.6 ribu kawasan

lindung di dunia yang meliputi daerah hampir seluas 4 juta km2 pada 124 negara

(McKinnon et al., 1993). Selama tahun 1970an, jumlah kawasan lindung

meningkat 46% dengan total luas kawasan meningkat lebih 80% yang sebahagian

besar terdapat di negara-negara tropika (Harrison et al., 1984). Kawasan lindung

berdasarkan kategori IUCN (World Conservation Union) dapat diklasifikasikan

atas enam kategori yaitu:

1. Cagar Alam yaitu kawasan lindung yang dikelola khususnya untuk

kepentingan ilmu pengetahuan, dan Suaka Alam yaitu kawasan lindung yang

dikelola khusus untuk perlindungan alam,

2. Taman Nasional yaitu kawasan lindung yang dikelola khusus untuk

konservasi ekosistem dan rekreasi,

3. Monumen Alam yaitu kawasan lindung yang dikelola untuk kepentingan ciri-

ciri alami suatu kawasan,

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

13

4. Kawasan Pengelolaan Habitat/Species yaitu kawasan lindung yang dikelola

khususnya untuk konservasi melalui intervensi pengelolaan,

5. Kawasan Perlindungan Alam/Laut yaitu kawasan lindung yang dikelola

khusus untuk konservasi dan rekreasi laut/alam dan

6. Kawasan Perlindungan Pengelolaan Sumberdaya Alam yaitu yaitu kawasan

lindung yang dikelola untuk pemanfaatan ekosistem alam secara lestari.

Hutan konservasi adalah hutan yang dirancang untuk perlindungan

hidupan liar atau habitatnya, biasanya berada dalam taman-taman nasional dan

kawasan-kawasan lindung lainnya, sedangkan hutan lindung merupakan kawasan

hutan yang ditujukan untuk menjalankan fungsi-fungsi lingkungan, khususnya

untuk memelihara tutupan vegetasi dan stabilitas tanah pada lereng-lereng curam

dan melindungi daerah aliran sungai (FWI/GWF, 2001). Taman nasional berarti

gabungan sistem pengelolaan suaka alam, taman wisata, taman laut, sampai

kepada pengelolaan hutan produksi dengan manajemen terpadu, dan berdasarkan

UU No. 5 tahun 1990 bersama dengan taman hutan raya dan taman wisata alam

ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam. Kawasan-kawasan ini berfungsi

sebagai sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman satwa dan

tumbuhan serta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari satwa dan tumbuhan

serta ekosistemnya. Kriteria dan batasan serta pengertian sebuah taman nasional

menurut Dirjen PHPA (2002) adalah sebagai berikut:

• Suatu taman nasional harus cukup luas dan mempunyai sumberdaya alam

yang khas dan unik baik flora, fauna, ekositem, maupun gejala alam yang

masih murni, utuh dan asli.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

14

• Tidak terjadi perubahan, baik yang disebabkan kegiatan eksploitasi, maupun

pemukiman penduduk, dengan pengelolaan dibawah kebijakan dan sistem

suatu departemen berkompeten dan bertanggungjawab.

• Memberikan kesempatan bagi pengembangan objek wisata alam, sehingga

terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan

pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam, dan rekreasi.

• Wisata alam adalah bentuk kegiatan yang memanfaatkan potensi sumberdaya

alam dan tata lingkungan, serta memiliki potensi dan daya tarik bagi

wisatawan dan untuk upaya pembinaan cinta alam, baik dalam keadaan alami

maupun setelah budidaya. Pola kegiatan yang diijinkan dalam kawasan ini

adalah pariwisata, pendidikan, penelitian, kebudayaan dan cinta alam.

• Konservasi adalah pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati

secara bijaksana, berdasarkan prinsip kelestarian dan jaminan kesinambungan

persediaan, serta dipelihara untuk peningkatan kualitas dan keragamannya.

• Sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati dalam alam bersama-sama

dengan unsur non-hayati yang secara keseluruhan membentuk ekosistem.

Ekosistem adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik

hayati maupun non-hayati yang saling tergantung dan saling mempengaruhi.

• Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik darat

maupun perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga

kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan, serta satwa dan

pelestarian pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan ekosistem.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

15

• Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik darat

maupun perairan dengan fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan

keragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistem.

• Cagar alam adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas tumbuhan,

satwa, dan ekosistem serta perkembangannya diserahkan kepada alam.

• Suaka margasatwa adalah kawasan suaka alam yang memiliki ciri khas berupa

keragaman dan/atau keunikan jenis satwa yang kelangsungan hidupnya dapat

dilakukan melalui pembinaan habitatnya.

• Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem

zonasi yang terdiri atas zona inti dan zona lain yang dimanfaatkan untuk

tujuan ilmu pengetahuan, pariwisata, rekreasi, dan pendidikan.

• Hutan wisata adalah kawasan hutan yang disebabkan keadaan dan sifat

wilayahnya perlu dibina dan dipertahankan sebagai hutan dengan tujuan untuk

pengembangan pendidikan/penyuluhan, rekreasi, dan olah raga.

Taman Nasional memiliki peran sebagai wahana pendidikan, ilmu

pengetahuan/teknologi, penelitian, budaya, penunjang budidaya, rekreasi dan

pariwisata alam, dan menurut (Mc Kinnon et al, 1993) dibagi atas beberapa

bagian dengan tujuan pemanfaatan berbeda, yaitu;

• Daerah inti adalah kawasan yang memiliki kemurnian flora dan fauna

alamiah, sehingga tidak boleh diganggu kecuali untuk kegiatan penelitian.

• Daerah rimba adalah kawasan hutan yang berfungsi sebagai pelindung daerah

inti dari kerusakan, dan berfungsi hanya sebagai kawasan lindung.

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

16

• Daerah pemanfaatan merupakan daerah yang dipersiapkan sebagai daerah

wisata.

• Daerah penyangga adalah kawasan hutan bagian luar taman nasional yang

dapat dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, atau hutan produksi.

Luas total taman nasional di Indonesia sampai Agustus 2002 mencapai

15.03 juta Ha dan penyebarannya berdasarkan kawasan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Penyebaran Luas Taman Nasional Pada Masing-masing

Kawasan di Indonesia

No Kawasan Jumlah (unit) Luas

Ha %

1 Sumatera 9 3 711 517.87 24.70

2 Sulawesi 6 2 631 139.00 17.51

3 Kalimatan 7 3 177 259.00 21.14

4 Maluku dan Irian 4 4 561 910.00 30.36

5 Jawa, Bali dan Nusteng 15 946 578.18 6.30

Total (Indonesia) 41 15 028 404.05 100.00

Sumber: Hasil olahan data Departemen Kehutanan RI. 2003.

Hal-hal administratif yang berkaitan dengan kawasan yang dilindungi

menurut McKinnon et al, (1993) mencakup organisasi administrasi dengan tipe

organisasi yang bervariasi sesuai dengan luas, kebutuhan dan tujuan pelestarian,

posisi otoritas pengelola kawasan yang dilindungi dalam pemerintahan, struktur

administrasi otorita pengelola kawasan, dan prosedur organisasi. Perluasan

peranserta dan kerjasama dalam pengelolaan kawasan lindung memerlukan

kerjasama antar lembaga, perluasan peranserta kelompok dari luar, kerjasama

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

17

dengan otorita setempat dan memperkuat hubungan dengan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) serta keterlibatan masyarakat setempat. Proses pengambilan

keputusan dalam upaya pelestarian alam disajikan pada Gambar 1.

Secara geografis kawasan TNKS terletak pada posisi 1005’ - 3027’

Lintang Selatan, dan 100035’-102045’ Bujur Timur dan secara administratif

terletak pada 4 provinsi dan 9 kabupaten. Luas TNKS mencapai 1.48 juta Ha

berdasarkan Surat Pernyataan Menteri Pertanian No. 736/Mentan/1982, ternyata

PEMERINTAH MENTERI

KEPUTUSAN DIREKTORAT

Konvensi Internasional Opini Masyarakat Badan Pemerintah Lain

Keterbatasan Ekonomi Urutan Keputusan Utama (Strategis)

Keterbatasan Kebijakan Politik

REGIONAL

PENJAGA PAKAR

PERMASALAHAN

Urutan Keputusan Kedua (Koordinasi)

Urutan Keputusan Ketiga (Proteksi)

Kawasan yang dilindungi

Sumber: Bell (1983) dalam MacKinnon et al. (1993)

Gambar 1. Bagan Alir Hipotesis Pengambilan Keputusan dalam LembagaPelestarian Alam

Keterangan: → = Keputusan + Arahan → = Tindakan + Penerapan

= Pertukaran Informasi = Rekomendasi

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

18

sangat berbeda dengan hasil intepretasi citra landsat 2003. Perbandingan luas dan

proporsi untuk masing-masing provinsi/region antara SP Mentan 1982 dan

intepretasi citra landsat 2002, seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Sebaran Luas TNKS untuk Masing-masing Region Berdasarkan

Surat Pernyataan Mentan No. 736 Tahun 1982 dan Intepretasi Citra 2002

No. REGION SP Mentan 1982 Interpretasi Citra 2002

Luas (Ha) Proporsi (%) Luas (Ha) Proporsi (%)

1 Jambi 588 460 39.64 417 603 30.89

2 Sumatera Barat 375 930 25.32 346 356 25.62

3 Sumatera Selatan 310 580 14.12 246 079 18.20

4 Bengkulu 209 680 20.92 342 004 25.30

JUMLAH 1 484 650 100.00 1 352 042 100.00

Sumber: Balai TNKS (2005).

Perubahan strutur dalam organisasi pada Balai Taman Nasional Kerinci

Seblat berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 tanggal 10 Juni

2002 dibagi atas empat region masing-masing dipimpin oleh kepala areal

konservasi, yaitu areal konservasi I untuk Provinsi Jambi di Bangko (Merangin),

areal konservasi II untuk Bengkulu di Curup (Rejang Lebong), areal konservasi

III untuk Provinsi Sumatera Barat di Painan (Pesisir Selatan) dan areal konservasi

IV untuk Provinsi Sumatera Selatan di Lubuk Linggau (ICDP, 2002). Masing-

masing areal konservasi ini terbagi dalam rayon yang membawahi beberapa

kabupaten dan pimpinan setiap rayon ditunjuk oleh Kepala Balai Taman Nasional

seperti disajikan pada Gambar 2.

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

19

2.2. Perubahan Penggunaan Lahan dan Tutupan Hutan

Menurut FAO (1996) lahan (land) didefinisikan sebagai suatu areal

permukaan bumi yang secara komprehensif dan terintegrasi mengacu pada suatu

kesatuan yang luas dari sumberdaya alam, yaitu berupa suatu profil atmosfir di

atas permukaan sampai beberapa meter di bawah permukaan daratan. Atribut

utama sumberdaya alam terdiri dari iklim, jenis lahan, tanah, air, vegetasi dan

fauna (Wolman, 1987). Definisi yang lebih terinci dan holistik yang sering

digunakan berasal dari dokumen Convention to Combat Desertification, yang

menyatakan bahwa lahan adalah seluruh areal yang berada di atas dan bawah

permukaan teresterial bumi termasuk permukaan tanah, air (danau, sungai, dan

rawa), lapisan sedimentasi, dan terkait dengan cadangan sumber air tanah,

MANAJEMEN TAMAN

KOORDINATOR PERSONIL

KEPALA ADMINISTRASI

KOORDINATOR FINANSIAL

KOORDINATOR FASILITAS DAN

PERLENGKAPAN

KOORDINATOR HUKUM

KOORDINATOR EKOTURISME

KOORDINATOR PROTEKSI

KOORDINATOR PERENCANAAN &

MANAJEMEN DATA

KOORDINATOR PENDIDIKAN KONSERVASI

DAN INFORMASI

Regional I Seksi Konservasi

Provinsi Jambi

Regional II Seksi Konservasi Provinsi Bengkulu

Regional III Seksi Konservasi Provinsi Sumsel

Regional IV Seksi Konservasi Provinsi Sumbar

STAF FUNGSIONAL

Sumber: ICDP (2002)

Gambar 2. Struktur Organisasi Pengelola Taman Nasional Kerinci Seblat

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

20

populasi hewan dan tumbuhan, perkampungan manusia dan hasil pengolahan fisik

dan aktivitas manusia masa lalu dan sekarang (terasering, cadangan atau struktur

drainase air jalan dan bangunan) (FAO 1995).

Hoover and Giarratani (1984) menyatakan bahwa lahan merupakan suatu

ruang dengan kualitas lahan mencakup berbagai atribut topografi, struktur,

pertanian, dan kekayaan mineral yang ada di dalamnya, kemampuan menyediakan

udara dan air bersih, serta sejumlah karakteristik iklim seperti kesejukan,

penampilan estetika dan lain-lain. Agenda 21 Bab 10 menyatakan bahwa definisi

lahan yang biasa digunakan adalah suatu entitas fisik yang terkait dengan

topografi dan ruang alami yang sering berhubungan dengan nilai ekonomi dan

diekspresikan dalam harga yang terbentuk pada suatu transfer kepemilikan (FAO

1995). Lahan sebagai sumberdaya merupakan faktor input yang dapat

dikombinasikan dengan faktor lain guna memproduksi barang atau jasa (Hartwick

dan Olewiler, 1986).

Isu penting dalam pengelolaan sumberdaya lahan di Indonesia adalah

hampir seluruh lahan yang cocok untuk pertanian telah dimanfaatkan untuk

aktivitas usaha tani, dan areal hutan tersisa hanya pada dataran tinggi dan daerah

yang ditujukan untuk konservasi. Konversi lahan hutan dan lahan sekitar aliran

sungai untuk dijadikan areal budidaya pertanian terutama oleh petani yang tidak

memiliki lahan (World Bank, 1994). Sumberdaya lahan di Indonesia dengan luas

sekitar 202 juta Ha pada tahun 1985, terdiri dari 56.4% (114 juta Ha) merupakan

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

21

hutan dan sisanya 43.6% (88 juta Ha) merupakan lahan pertanian, padang rumput,

rawa dan lainnya (Badan Litbang Pertanian, 1985 dalam Puslittan, 1993).

Studi perubahan penggunaan lahan tidak selalu berkaitan dengan definisi

kondisi lahan, perubahan penggunaan dan tutupan lahan, tetapi lebih bervariasi

sesuai dengan aplikasi dan konteks yang digunakan (Briassoulis, 2004).

Penggunaan lahan (land use) dan tutupan lahan (land cover) bukan dua hal yang

sama (synonymous) dan berdasarkan berbagai literatur perbedaan definisi ini

tergantung pada kebutuhan studi tentang perubahan penggunaan dan tutupan lahan

(Briassoulis, 2004). Tutupan lahan merupakan suatu status biofisik permukaan

bumi dan menjadi sub-bagian permukaan lahan (Turner et al. 1995), atau dengan

kata lain dideskripsikan sebagai status fisik permukaan lahan seperti lahan

pertanian, pegunungan dan hutan (Meyer, 1995 dan Moser, 1996). Selanjutnya

Meyer and Turner (1994) menyatakan bahwa permukaan lahan mencakup jumlah

dan jenis permukaan vegetasi, air, dan material bumi. Istilah pertama tidak hanya

menunjukkan jenis vegetasi yang terdapat pada permukaan lahan, tetapi juga

mencakup hal lebih luas berupa perubahan struktural oleh aktivitas manusia,

seperti gedung atau bangunan, dan aspek lain yang menyangkut lingkungan fisik,

seperti tanah, keragaman hayati, permukaan dan sumber air tanah (Moser 1996).

Penggunaan lahan merupakan cara yang ditempuh oleh manusia untuk

mencapai tujuan dengan memanfaatkan lahan dan sumberdaya (Meyer, 1995

dalam Moser, 1996). Secara ringkas penggunaan lahan menunjukkan tempat

manusia bekerja (Turner dan Meyer 1994). Pengertian lahan yang lebih luas

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

22

menurut Skole (1994) adalah areal bekerja manusia pada suatu jenis permukaan

lahan, yang berarti areal aktivitas manusia yang menghasilkan produksi primer

dan selanjutnya menjadi faktor penentu sosial ekonomi yang kompleks.

Penggunaan lahan berhubungan dengan fungsi atau tujuan dimana lahan tersebut

digunakan oleh manusia sekitar, dan dapat didefinisikan sebagai aktivitas manusia

yang secara langsung berkaitan dengan lahan, menggunakan sumberdaya tersebut

dan memiliki dampak terhadap kehidupan manusia (FAO 1995).

Menurut Briassoulis (2004) dalam analisis perubahan penggunaan dan

tutupan lahan, maka yang pertama dibutuhkan secara konseptual adalah

pengertian dari perubahan tersebut untuk melihat situasi pada dunia nyata. Pada

tingkat sangat dasar, maka perubahan penggunaan dan tutupan lahan berarti

perubahan secara kuantitatif bentuk penggunaan dan tutupan lahan pada suatu

kawasan (meningkat atau menurun), dan perhitungan perubahan tergantung pada

skala spasial dengan pengertian dan konsep perubahan sangat luas. Pada kasus

perubahan tutupan lahan terdapat dua bentuk perubahan yang relevan, yaitu

konversi dan modifikasi (Turner et al, 1995). Konversi tutupan lahan merupakan

perubahan dari suatu bentuk permukaan menjadi permukaan lain, sedangkan

modifikasi tutupan lahan merupakan alterasi struktur dan fungsi tanpa ada

perubahan dari suatu bentuk ke bentuk lainnya seperti perubahan produktivitas,

biomassa atau phenologis (Skole, 1994).

Perubahan tutupan lahan dapat terjadi akibat proses alamiah seperti variasi

iklim, letusan gunung berapi, perubahan aliran sungai atau permukaan laut, tetapi

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

23

pada masa sekarang lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia seperti

penggunaan lahan untuk pertanian dan tempat tinggal (Turner et al, 1995). Secara

spesifik Meyer dan Turner (1996), menyatakan bahwa penggunaan lahan (sengaja

atau tidak) merupakan perubahan tutupan lahan yang dapat dilakukan melalui tiga

cara yaitu konversi (conversion) permukaan lahan atau perubahan secara kualitas

(qualitaty), modifikasi (modifying) atau perubahan secara kuantitatif tanpa adanya

konversi penuh, dan memelihara (maintaining) suatu kondisi dalam menghadapi

perilaku perubahan alamiah.

Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu fenomena mendasar dalam

sistem bumi yang dinamis, dimana pada negara sedang berkembang ekspansi

pertanian, logging kehutanan, pengembangan industri pada waktu bersamaan

berlangsung sangat intensif (World Bank, 1997). Perubahan penggunaan lahan

mencakup konversi dari suatu bentuk penggunaan ke penggunaan lain, seperti

perubahan pola penggunaan suatu areal lahan, modifikasi bentuk penggunaan

lahan tertentu seperti perubahan dalam intensitas penggunaan sehingga mengubah

karakteristik lahan termasuk perubahan dari pemukiman masyarakat

berpendapatan rendah menjadi pemukiman masyarakat berpendapatan tinggi,

perubahan dari hutan negara menjadi hutan kota untuk sarana rekreasi (Brissoulis,

2004). Pada kasus penggunaan lahan pertanian bentuk-bentuk perubahan

penggunaan lahan secara kualitatif mencakup intensifikasi, ekstensifikasi,

marginalisasi dan pembebasan lahan (Jones dan Clark, 1997).

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

24

Menurut Berger (2003) faktor pendorong perubahan penggunaan lahan

sebagai predeposisi bagi proses deforestasi dapat dikelompokkan atas faktor

pendorong sosial dan faktor pendorong biofisik. Hubungan antara pelaku, proses

dan faktor pendorong perubahan penggunaan lahan disajikan pada Gambar 3.

Faktor pendorong sosial internal (the on-site social drivers) perubahan

penggunaan lahan mencakup nilai lahan (land values), struktur dan ukuran rumah

tangga (structure and size of families), pembagian tenaga kerja (division of

labour), kemampuan dan keahlian tenaga kerja (availability and skill of labour),

derajat pemberdayaan (degree of empowerment), dan tingkat upah (wage rates).

Faktor pendorong internal ini berinteraksi dengan faktor sosial ekonomi eksternal

(external socio-economic factors) dan faktor biofisik (on-site biophysical) seperti

PELAKU DAN PROSES

REGION Jaringan Pasar, Jasa dan Proses Daerah

Kota dan Desa Infrastruktur, Intensifikasi dan Ekstensifikasi,

Pengurasan Air Tanah

LANDSCAPE Budaya Ekologis Pedesaan dan Batas

Perairan Lokasi, Parit irigasi dan Erosi

UNIT PRODUKSI Rumah Tangga dan Perusahaan Agribisnis Pembersihan lahan dengan pembakaran, upaya peningkatan kesuburan lahan, dan

pengurasan lahan

Harga Komoditas Pembangunan

Infrastruktur Pertumbuhan

Penduduk dan Migrasi

Komersialisasi Pembangunan Organisasi

Masyarakat Regim Property Teknologi

Nilai Lahan Struktur Keluarga Divisi Kerja Tingkat Upah

Curah Hujan Suhu Tahunan Variasi Iklim Land Form

Ketinggian Topografi Pola Drainase Tipe Tanah

Iklim Mikro Kelembaban Tanah Pola Musim Proses Geomorphis

Faktor Pendorong Sosial

Faktor Pendorong Biofisik

Sumber: Berger (2003)

Gambar 3. Faktor Pendorong Perubahan Penggunaan Lahan

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

25

iklim mikro (micro-climate), kegemburan dan kesuburan tanah (soil moisture and

fertility). Pada beberapa kasus peningkatan pertumbuhan populasi menyebabkan

semakin cepatnya perubahan penggunaan lahan dan sumberdaya air, seperti di

Senegal dimana migran dari daerah tetangga mempengaruhi lingkungan lokal

yang berkaitan dengan keputusan penggunaan lahan (Stephene, 2000).

Perubahan penggunaan dan tutupan lahan saling terkait karena dampak

perubahan penggunaan lahan dan kontribusinya dalam perubahan lingkungan

global melalui perubahan tutupan lahan. Analisis keterkaitan antara keduanya,

membutuhkan suatu pengujian dimana penggunaan lahan terkait dengan

perubahan tutupan lahan pada berbagai level spasial dan temporal yang lebih

terinci. Menurut Brissoullis (2004) spesifikasi level spasial dan temporal yang

terinci merupakan syarat penting yang krusial untuk analisis kedua perubahan

tersebut seperti petunjuk untuk memilih bentuk penggunaan dan permukaan lahan

yang akan dianalisis, menentukan penggerak dan proses perubahan yang dapat

dideteksi, dan identifikasi pengaruh dan menjelaskan keterkaitan antara

penggunaan dan tutupan lahan dengan suatu kerangka spasial-temporal tertentu.

Perubahan penggunaan lahan pada level lokal mungkin tidak menunjukkan

hubungan yang signifikan dengan perubahan tutupan lahan dan lingkungan lokal

seperti konversi lahan pertanian di perkotaan yang diakibatkan adanya keputusan

individual pemilik lahan. Perubahan penggunaan lahan lebih bersifat kualitatif

dibanding kuantitatif dan pada level lebih rendah bersifat spasial dan temporal

sehingga tidak mempengaruhi tutupan lahan dan lingkungan (Brissoulis, 2001).

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

26

2.3. Faktor Penggerak Deforestasi

Perubahan tutupan lahan terjadi akibat proses alamiah seperti variasi iklim,

letusan gunung berapi, perubahan aliran sungai atau permukaan laut, tetapi pada

masa sekarang lebih sering disebabkan oleh aktivitas manusia seperti penggunaan

lahan untuk pertanian dan tempat tinggal (Turner et al., 1995). Deforestasi

merupakan penebangan pohon dari suatu areal hutan dan mengkonversinya secara

permanen untuk penggunaan lain terutama untuk penggunaan lahan budidaya

pertanian (van Kooten, 2000 dalam Brissoullis, 2004). Menurut FWI/GFW (2001)

deforestasi adalah penebangan hutan dan konversi lahan secara permanen untuk

berbagai manfaat lainnya. Berdasarkan definisi tataguna lahan dari FAO yang

diadopsi oleh pemerintah Indonesia, lahan hutan yang telah ditebang bahkan yang

telah ditebang habis tidak dianggap sebagai kawasan yang dibalak karena pada

prinsipnya pohon-pohon mungkin akan kembali tumbuh atau ditanami kembali.

Pada sisi lain degradasi hutan didefinisikan sebagai suatu penurunan kerapatan

pohon dan/atau meningkatnya kerusakan terhadap hutan yang menyebabkan

hilangnya hasil hutan dan berbagai jasa ekologi hutan.

Deforestasi umumnya terjadi di negara tropis yaitu dengan menyusutnya

secara cepat areal hutan (Myer, 1994). Deforestasi hutan tropis merupakan isu

global karena nilai dari hutan tropis dalam konservasi biodiversity dan mengatasi

efek rumah kaca (Angelsen et al., 1999). Menurut Pearce dan Brown (1994) dua

faktor utama yang diidentifikasi mempengaruhi deforestasi yaitu adanya

kompetisi antara manusia dan spesies lain untuk memanfaatkan celah ekologi

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

27

pada lahan hutan, yang secara substansial terlihat melalui konversi lahan hutan

untuk penggunaan lain seperti pertanian, infrastruktur, pembangunan perkotaan

dan industri, dan gagalnya kerja suatu sistem ekonomi untuk merefleksikan nilai

sebenarnya dari lingkungan seperti beberapa fungsi hutan tropis yang non-

marketed dan diabaikan dalam menyusun suatu insentif kebijakan.

Kegagalan suatu sistem ekonomi menurut Panayotou dan Parasuk (1990)

dapat diklasifikasikan atas tiga, yaitu:

1. Kegagalan pasar (market failure), yaitu kegagalan yang terjadi karena tidak

adanya regulasi pada ekonomi pasar sehingga harga pasar yang terbentuk

tidak merefleksikan biaya dan benefit sosial dari penggunaan sumberdaya,

serta timbulnya kesalahan informasi tentang kelangkaan sumberdaya.

2. Kegagalan kebijakan atau distorsi pasar (policy failure or market distortion),

yaitu kegagalan yang terjadi akibat dari suatu kebijakan atau intervensi

pemerintah yang menyebabkan keberadaan sumberdaya menjadi lebih buruk

(worse off), dan

3. Kegagalan penyesuaian global (global appropriation failure), yaitu kegagalan

yang terjadi pada alokasi pasar sumberdaya seperti kurangnya kesadaran akan

keuntungan dari upaya perlindungan biodiversiti hutan tropis untuk

pengembangan obat-obatan dan pengendalian hama penyakit.

Pelaku deforestasi dapat berupa individu, korporasi, agen pemerintah atau

proyek pemerintah yang menyebabkan pembalakan hutan sebagai kekuatan untuk

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

28

memotivasi pelaku deforestasi. Kerangka konseptual faktor penyebab deforestasi

menurut Scriecu (2001) disajikan pada Gambar 4.

Interaksi diantara pelaku deforestasi sering mempersulit untuk melakukan

identifikasi faktor pendorong deforestasi sehingga Angelsen et al. (1999)

membagi tiga kelompok faktor pendorong deforestasi, yaitu sumber deforestasi,

penyebab deforestasi atau kerusakan hutan level lokal, dan faktor pendorong pada

level makro. Sumber deforestasi adalah pelaku deforestasi seperti petani skala

kecil, pengumpul hasil hutan terutama kayu, pemilik ternak dan mereka yang

berkepentingan dengan perambahan hutan. Penyebab deforestasi level lokal

berkaitan dengan parameter keputusan dan karakteristik pelaku dan pada level

makro berupa variabel kebijakan dan faktor trend atau struktural. Pelaku

deforestasi dan kaitannya dengan deforestasi serta faktor pendorong deforetasi

menurut Angelsen dan Kaimowitz (1999) disajikan pada Tabel 5 dan 6.

Kekuatan Dasar

DEFORESTASI Faktor Spesifik

Parameter keputusan pelaku

deforestasi

Kegagalan Sistem Ekonomi

Kompetisi Manusia-Spesies Lain

Sumber: Scriecu (2001)

Gambar 4. Kekuatan Penggerak Deforestasi

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

29

Tabel 5. Pelaku Penting Deforestasi dan Kaitannya dengan Deforestasi

No Pelaku Kaitan dengan Deforestasi

1 Peladang berpindah Perambahan hutan untuk memenuhi kebutuhan subsisten dan tanaman keras

2 Petani komersial Perambahan hutan tanaman komersial, kadang-kadang mendorong peladang berpindah untuk bergerak ke hutan

3 Ranch peternakan sapi

Perambahan hutan untuk pengembalaan, kadang-kadang mendorong peladang berpindah untuk bergeser ke hutan

4 Pengembala ternak Intensifikasi aktivitas pengembalaan yang menyebabkan deforestasai

5 Pembalak kayu Pengambilan kayu komersial yang membuka akses untuk perubahan penggunaan lahan lainnya.

6 Penanaman kayu komersial

Perambahan hutan untuk mendirikan perkebunan guna memenuhi supplai industri pulp and paper

7 Pengumpul kayu bakar

Intensifikasi pengumpulan kayu bakar yang mendorong terjadinya deforestasi

8 Pertambangan dan industri perminyakan

Pembukaan jalan yang membuka akses bagi penggunaan lahan lainnya serta deforestasi lokasi operasional.

9 Perencanaan izin lahan

Relokasi masyarakat ke areal hutan seperti proyek penempatan kembali masyarakat lokal ke kawasan hutan

10 Pembangunan infrastruktur

Akses baru bagi penggunaan lain seperti pembangunan jalan raya dan bendungan dalam kawasan hutan

Sumber: CFAN (1999)

Tabel 6. Pengaruh Peningkatan Variabel Eksogen Terhadap Laju Deforestasi

Variabel Pengaruh peningkatan variabel

berdasarkan bentuk model Keterangan Analisis Simulasi dan empirs

Populasi Meningkat Meningkat Korelasi positif deforestasi dan kepadatan penduduk

Tingkat pendapatan Indeterminan Meningkat Peningkatan pendapatan mendorong per-

mintaan produk pertanian dan hutan tropis Pertumbuhan ekonomi Indeterminan Meningkat/ menurun Peningkatan pendapatan mendorong per-

mintaan produk pertanian dan hutan tropis

Kemajuan teknologi Menurun Fakta terbatas Menurunkan tekanan terhadap harga

pertanian dan meningkatkan tingkat upah

Hutang luar negeri Indeterminan Meningkat/ menurun Secara teoritis dan empiris fakta lemah dan

kontradiksi

Perdagangan bebas Indeterminan Meningkat Harga produk pertanian dan kayu tinggi

meningkatkan pembalakan. Sumber: Angelsen and Kaimowitz (1999)

Page 19: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

30

Penyebab tidak langsung dan langsung proses deforestasi serta pelakunya

di Indonesia disajikan pada Gambar 5.

Sumber: FWI/GWF (2001)

Gambar 5. Proses Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia

LEGENDA: Penyebab Tak

Langsung

Penyebab Langsung

Pelaku

KORUPSI

Kebijakan Yang Lebih Menguntungkan Kehutanan

Komersial Skala Besar

Insentif & Kebijakan Dalam Penetapan Harga Kayu

Tidak Ada Pengakuan Hak Atas Lahan Hutan

Tradisonal & Sumberdaya

Kekurangan Data Akurat Tentang Type Hutan, Kondisi Dan Lokasi

Status Resmi Lahan Hutan Tidak Jelas

Kapasitas Pengolahan Kayu Terlalu Tinggi

Kemiskinan dan Petani Tanpa Lahan di

Pedesaan

Pembalak Illegal

Pelaku Pembakaran Hutan

Pengembangan Perkebunan

Perambahan Flora dan Fauna

Pengembangan Pertambangan, &

Infrastruktur

Akuntabilitas Legal & Politis Yang Lemah

Tataguna Lahan &Keputusan Alokasi

Tidak Tepat

Penegakan UU Kehutanan Yang Lemah Dan Tidak

Konsisten

Petani Skala Kecil

Konflik Atas Lahan Hutan & Sumberdaya

Praktek Pembalakan Ilegal Oleh HPH

TRANSMIGRASI

Kebutuhan Pendapatan Pemerintah Daerah

Page 20: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

31

Gambar 5 menunjukkan bahwa penyebab langsung dan tak langsung

deforestasi di Indonesia lebih banyak disebabkan lemahnya kelembagaan dan

penegakan berbagai peraturan. Pada sisi lain faktor ekonomi berupa rendahnya

tingkat kesejahteraan masyarakat dan adanya upaya untuk memanfaatkan

sumberdaya hutan seperti kayu sebagai sumber pendapatan daerah. Kondisi sosial,

politik dan ekonomi seperti ini sering mendorong konversi hutan dan pembalakan

liar yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari pemerintah, perkebunan

skala besar dan petani skala kecil.

2.4. Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan

Perluasan ruang lingkup analisis ekonomi pembangunan yang dipelopori

oleh Lewis tahun 1957 dalam buku “The Theory of Economics Growth”

merupakan upaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor ekonomi maupun non-

ekonomi penting yang harus ada untuk mempercepat pembangunan suatu negara

berkembang. Pembangunan ekonomi menurut Sukirno (1985), didefinisikan

sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita suatu masyarakat

meningkat dalam jangka panjang. Menurut Pearce dan Warford (1993),

pembangunan ekonomi mengindikasian suatu perubahan yang mengarah pada

perbaikan atau kemajuan yang lebih bersifat normatif, sehingga pembangunan

ekonomi didefinisikan sebagai suatu keberhasilan untuk mencapai tujuan sosial

dan karena mengalami perubahan sepanjang waktu maka pembangunan ekonomi

menunjukkan suatu proses. Berdasarkan pada definisi tersebut pembangunan

ekonomi mengandung tiga unsur penting yaitu suatu proses perubahan secara

Page 21: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

32

terus menerus, usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita, dan dilakukan

dalam jangka panjang (Soekirno, 1985).

Pembangunan ekonomi memiliki konsep lebih luas dari pertumbuhan

ekonomi, sehingga terdapat perbedaan antara pembangunan ekonomi

berkelanjutan (sustainable economic development) dan pertumbuhan ekonomi

berkelanjutan (sustainable economic growth). Pertumbuhan ekonomi

didefinisikan sebagai peningkatan dari waktu ke waktu level GDP perkapita atau

peningkatan level konsumsi riil perkapita (Pearce dan Warford, 1993). Perbedaan

standar hidup yang besar berimplikasi terhadap kesejahteraan manusia, dimana

perbedaan pendapatan riil menyebabkan terjadinya variasi besar dalam hal

kesejahteraan manusia seperti tingkat kematian dan harapan hidup (Romer, 1996).

Menurut Munasinghe (1993), pembangunan berkelanjutan harus memenuhi

persyaratan yaitu memiliki tiga tujuan yang proporsinya harus disepakati melalui

public decision making, yaitu economic objective, social objective, dan ecological

objective dan sesuai dengan perkembangan ekonomi masyarakat. Secara harfiah,

pembangunan berkelanjutan mengacu pada upaya memelihara kegiatan

pembangunan secara terus menerus. Pembangunan dapat dikatakan sebagai vektor

dari tujuan sosial suatu masyarakat dan merupakan atribut dari apa yang ingin

dicapai atau dimaksimalkan oleh masyarakat (Sanim, 2001). Pada negara

berkembang seperti Indonesia, pembangunan yang berorientasi untuk

mempercepat laju pertumbuhan ekonomi (growth oriented) sering berdampak

negatif pada lingkungan. Hubungan antara kondisi lingkungan dengan

perekonomian makro nasional secara ringkas disajikan pada Gambar 6.

Page 22: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

33

Masalah pembangunan pertanian dalam konteks pandangan histroris tidak

lebih dari suatu transformasi sektor pertanian statik menjadi sektor modern yang

dinamik, dan merupakan suatu akselerasi pertumbuhan output dan produktivitas

(Hayami dan Rutton, 1985). Pada negara berkembang pembangunan pertanian

merupakan hal penting terutama berkaitan dengan output, tenaga kerja dan

pertumbuhan ekonomi. Pada kurun waktu tahun 1950an dan 1990an, terjadi

industrialisasi guna mempercepat pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara dan hal

ini menjadi awal diskriminasi terhadap pembangunan pertanian (Than, 1998

dalam Berger, 2003). Pandangan pramodern, bahwa bagi masyarakat praindustri

pertumbuhan output 1% pertahun masih layak, tetapi akibat kemajuan teknologi

maka potensial untuk meningkatkan pertumbuhan menjadi 1.5-2.5% pertahun.

Pandangan ini berubah pada pertengahan abad 20an bahwa potensi pertumbuhan

SISTEM EKONOMI

Deplesi Kongesti

NATURAL RESOURCES

AMENITY AND LIFE SUPPORTING SYSTEM PRODUKSI KONSUMSI

KAPASITAS TAMPUNG

LINGKUNGAN

KERUSAKAN

LAHAN (LOKASI

MAKANAN)

Degradasi Degradasi

Ambient Polusi Ambient Polusi

Sumber: Shin (1994) dalam Sanim (2001)

Gambar 6. Hubungan Antara Perekonomian dan Kondisi Lingkungan

Page 23: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

34

output pertanian 4% dapat dipertahankan pada beberapa negara berkembang

seperti Mexico, Brazil, Taiwan dan Israel (Hayami dan Ruttan, 1985).

Interaksi antara aktivitas ekonomi dan dampak ekologi menurut Wong dan

Janaki (2003) dikembangkan dalam suatu kerangka model sumberdaya pertanian

masa depan (the Future Agricultural Resources Model/FARM). Kerangka FARM

secara ringkas disajikan pada Gambar 7.

IKLIM Temperatur dan Curah Hujan

Panjang Musim Aliran (Run-off)

Distribusi Lahan Supply Air

Kemungkinan Produksi

Tenaga Kerja Skill dan Non-Skill,

Kapital dan SDA

Teknologi

Kepemilikan Faktor Domestik Sumber Pendapatan Rumah

Tangga

Tabungan Publik

Populasi Penduduk

Respon Supply

Perdagangan/Investasi Dunia

- Daerah 1 - ………… - Daerah n

Harga dan

Kuantitas Keseimbangan

Permintaan Konsumen

Investasi

Preferensi Konsumen

Sumber: Darwin et al. (1996) dalam Wong dan Janaki (2003)

Gambar 7. Kerangka the Future Agricultural Resources Model

KERANGKA LINGKUNGAN

KERANGKA EKONOMI

Page 24: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

35

2.5. Penduduk dan Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang

dapat memproduksi barang dan jasa, sebagai implikasi adanya permintaan

terhadap tenaga mereka dan mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut

(Kusumosuwidho, 1981). Tenaga kerja merupakan setiap pengorbanan pikiran

dan fisik, yang sebahagian atau seluruhnya ditujukan untuk menghasilkan barang

dan jasa (Sumodiningrat dan Lanang, 1987). Tenaga kerja adalah penduduk

berusia 15 - 64 tahun, tetapi kebiasaan yang dipakai di Indonesia adalah seluruh

penduduk berusia 10 tahun ke atas (Kusumosuwidho, 1981). Kriteria penduduk di

USA yang termasuk tenaga kerja potensial (age-eligible population) adalah

seluruh penduduk setelah dikurangi dengan penduduk muda (<16 tahun), dan

orang-orang yang tidak mampu bekerja baik karena faktor fisik maupun mental,

mengurus rumah tangga, dan tidak bersedia terlibat dalam aktivitas pasar tenaga

kerja (McConnel dan Brue, 1995). Tenaga kerja atau manpower terdiri dari

angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (Simanjuntak, 1985).

Skema tentang keadaan penduduk suatu negara dengan segala potensinya

untuk menghasilkan disajikan pada Gambar 8. Angkatan kerja adalah bagian dari

tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat dalam

kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa (Kusumosuwidho, 1981).

Angkatan kerja atau labor force merupakan penduduk dalam usia kerja yang

sudah dan sedang mencari pekerjaan yang terdiri dari golongan yang bekerja, dan

golongan yang menganggur dan mencari pekerjaan.

Page 25: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

36

Termasuk dalam bukan angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja

(manpower) yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan. Angkatan kerja aktual

terbagai dalam bekerja (employent) dan menganggur (unemployment) (McConnel

dan Brue, 1995). Penduduk yang bekerja (employment) terdiri dari kelompok

bekerja penuh, yaitu penduduk yang bekerja 35 jam per minggu atau lebih, dan

kelompok setengah menganggur, yaitu kelompok penduduk yang bekerja kurang

dari 35 jam per minggu (Kusumosuwidho, 1981). Selanjutnya dikatakan bahwa

PENDUDUK

PENDUDUK USIA KERJA

PENDUDUK LUAR USIA KERJA

ANGKATAN KERJA

NON-ANGKATAN KERJA

Sekolah

IBU RT

Lainnya: Cacat Bekerja

(Employment) Menganggur

(Unemployment)

Bekerja Penuh (> 35 Jam/Minggu)

Setengah Menganggur (< 35 Jam/Minggu)

Setengah Pengganggur Kentara

Setengah Penganggur Tak Kentara

Sumber: Kusumosuwidho (1981)

Gambar 8. Skema Keadaan Penduduk Suatu Negara dengan Segala Potensinya untuk Menghasilkan

Page 26: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

37

kelompok setengah menganggur terdiri dari kelompok Setengah Pengangguran

Kentara (bekerja kurang dari 14 jam/minggu), dan Kelompok Setengah

Pengangguran Tak Kentara (bekerja 14 sampai 35 jam/minggu). Kelompok

bukan angkatan kerja terdiri dari golongan bersekolah, mengurus rumah tangga,

atau penerima pendapatan yang sewaktu-waktu dapat menawarkan jasanya untuk

bekerja.

Kesempatan kerja dalam teori ekonomi menggambarkan besarnya

kesediaan rumah tangga perusahaan dalam mempekerjakan tenaga kerja yang

dibutuhkan dalam proses produksi dan untuk mengukur kesediaan tersebut dapat

dipakai jumlah orang, jumlah jam atau intensitas pekerjaan (Soedarsono, 1983).

Penawaran angkatan kerja biasanya diwakili oleh jumlah angkatan kerja (labour

force) yang secara ekonomis berbeda dengan tenaga kerja (man power). Angkatan

kerja diartikan sebagai bagian tenaga kerja yang bersedia menerima tawaran

pekerjaan pada tingkat upah/gaji tertentu sesuai dengan keinginan mereka. Secara

demografis besarnya angkatan kerja tergantung pada tingkat partisipasi angkatan

kerja (labour force participation rate), yaitu persentase dari tenaga kerja yang

menjadi angkatan kerja (McConnel dan Brue, 1995).

Lapangan kerja akan bertambah sedikitnya 200 ribu untuk setiap persen

pertumbuhan ekonomi dan berdasarkan Survei Tenaga Kerja Nasional BPS sejak

tahun 1996 sampai 2003 angka pengangguran terbuka meningkat sekitar 5.5%

ditengah peningkatan angkatan kerja baru per tahun yang mencapai rata-rata

sebesar 1.9 juta orang (Guntur, 2005 dalam Kompas, 2005). Hal ini terjadi karena

Page 27: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

38

pertumbuhan ekonomi tidak menghasilkan pertambahan lapangan kerja yang

signifikan sebagai akibat pertumbuhan yang lebih didorong oleh sektor konsumsi

dan peningkatan investasi bukan merupakan jenis yang mampu banyak menyerap

tenaga kerja. Selanjutnya dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan investasi

tidak cukup untuk mengatasi masalah pertambahan jumlah penganggur dan

angkatan kerja baru tetapi harus didukung peraturan dan perhatian yang lebih

besar pada aspek global termasuk perbaikan iklim investasi dan upah buruh.

Persoalan tenaga kerja di Indonesia tidak hanya menyangkut tingginya

pengangguran terbuka tetapi juga menyangkut persoalan inti yang lebih kompleks.

Hasil studi Bank Pembangunan Asia (ADB) menunjukkan bahwa terdapat 10

persoalan ketenagakerjaan di Indonesia yaitu rendahnya kualitas tenaga kerja

secara keseluruhan, tingginya serta terus bertambahnya pengangguran terbuka,

karakteristik penganggur yang tidak menjadi pilihan pengusaha, meluasnya tenaga

kerja yang bekerja di luar kemampuannya, ekspansi sektor informal, pertumbuhan

angkatan kerja perkotaan yang sangat cepat, rendahnya kesejahteraan pekerja

secara keseluruhan, pertambahan upah sektor formal diluar pertumbuhan

produktivitas, dan semakin tinggi atau besarnya disparitas upah antara sektor

formal dan informal, antar gender dan antar kawasan, serta persoalan struktural

tenaga kerja lainnya (Cua, 2005 dalam Kompas, 2005)

Pada sektor pertanian besarnya kesempatan kerja dipengaruhi oleh luas

lahan pertanian, produktivitas tanah, intensitas tanam, dan teknologi yang

diterapkan, sedangkan pada sektor non-pertanian kesempatan kerja antara lain

Page 28: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

39

dipengaruhi oleh volume produksi, teknologi, dan tingkat harga komoditas

(Kasryno, 1984). Off-farm migrasi tenaga kerja ditentukan secara signifikan oleh

perbedaan income rata-rata antara sektor pertanian dan sektor lain, tingkat

pendidikan, umur angkatan kerja (Larson, 1997). Selanjutnya dinyatakan bahwa

secara hisroris migrasi akibat dorongan income cenderung sama pada negara

berkembang tetapi pada beberapa negara migrasi marginal lebih besar dari migrasi

alami seiring meningkatnya angkatan kerja sektor pertanian. Hasil penelitian di

Nigeria kohesi sosial yang tetap kuat seperti kecenderungan sejumlah unit

keluarga untuk migrasi dan mempengaruhi komunitas organisasi untuk

mempertahankan jaringan kerja komunitas (Stephene, 2000).

2.6. Studi Empiris Perubahan Penggunaan Lahan

Perubahan penggunaan lahan merupakan suatu fenomena mendasar dalam

suatu sistem bumi yang dinamis, dimana pada negara sedang berkembang

ekspansi pertanian, logging kehutanan, pengembangan industri pada waktu

bersamaan berlangsung sangat intensif (World Bank, 1997). Pada beberapa kasus

perubahan penggunaan lahan dan tutupan hutan menunjukkan suatu respon fungsi

yang komplek dan secara spasial sangat kontektual (Djuweng, 1997). Masalah

kerusakan sumberdaya lahan merupakan masalah yang kompleks dimana

kerusakan itu terkait dengan pertumbuhan penduduk, urbanisasi, transmigrasi,

faktor ekonomi dan lainnya (Warsi, 2003). Degradasi lahan merupakan akibat dari

hubungan yang saling terkait antara faktor yaitu alam, manusia dan kelembagaan

serta kebijakan pemerintah (Dixon et al., 1989). Faktor alam yang mendorong

degradasi lahan seperti iklim, topographi lahan dan vegetasi, sedangkan faktor

Page 29: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

40

manusia termasuk keputusan sistem produksi dan eksploitasi penggunaan

sumberdaya alam secara berlebihan tanpa adanya rehabilitasi (Sanim, 2001).

Perubahan penggunaan lahan tidak hanya didorong oleh pengaruh faktor

ekologi dan sosial ekonomi sebagai penentu keputusan penggunaan lahan pada

skala unit produksi, tetapi yang sering menjadi lebih penting adalah faktor

pendorong eksternal (off-site factors driven) seperti proses industrialisasi,

urbanisasi, pembangunan infrastruktur jalan, pertumbuhan populasi dan migrasi

serta globalisasi pasar dan ekonomi (Smith et al., 1996 dalam Berger, 2003).

Perubahan pola konsumsi masyarakat urban merupakan faktor penting dalam

memperluas pengaruh lingkungan masyarakat dataran tinggi dan menciptakan

permintaan untuk produk pertanian baru dan meningkatkan ekstraksi sumberdaya

lahan dengan lebih cepat (Arifin, 2000). Analisis pada level pedesaan di Indonesia

menunjukkan bahwa tingginya nilai tanaman pohon-pohonan, produksi makanan

yang mengarah pada non-subsisten memainkan peranan utama dalam konversi

hutan menjadi lahan pertanian (Chomitz dan Gray, 1997).

Penelitian di Belize, Brazil, Mexico dan Afrika Tengah menunjukkan efek

infrastruktur terhadap karakteristik dan pasar lahan mengindikasikan bahwa

perencanaan regional yang baik dapat meningkatkan pembangunan pedesaan dan

perlindungan lingkungan (Chomitz dan Gray, 1996). Peraturan agraria dalam

bentuk kerangka kerja resmi oleh otoritas pengambil keputusan tingkat lokal dapat

mengatasi dan menyelesaikan sejumlah isu yang berkaitan dengan kepemilikan

(property right) dan konflik penggunaan lahan (Appendini, 2002). Degradasi

Page 30: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

41

lahan juga didorong oleh faktor kebijakan pemerintah dan kelembagaan yang

dapat dilihat pada sudut pandang perencanaan, pelayanan, pelaksanaan dan

kontrol terhadap suatu progam (Mundita, 1999). Adopsi kebijakan pemerintah

untuk meningkatkan pembangunan ekonomi menyebabkan terjadinya degradasi

lahan seperti kredit bersubsidi untuk ekspansi pertanian, penurunan pajak

penghasilan dan korporasi untuk penggunaan lahan kompetitif, pemberlakuan “tax

holiday” untuk peralatan baru yang memiliki dampak negatif bagi kawasan hutan,

pemberlakukan tarif impor tinggi untuk bahan bakar sehingga kayu bakar menjadi

pilihan alternatif, pengembangan proyek infrastruktur dan energi yang tidak

memperhitungkan kehilangan nilai sumberdaya hutan, dan skema kolonialisasi

yang disponsori oleh pemerintah (Roper dan Robert 1999).

2.7. Studi Empiris Deforestasi

Faktor penyebab atau pendorong deforestasi dapat dibedakan atas dua

kelompok yaitu penyebab langsung (direct causes) dan penyebab tak langsung

(indirect causes). Penyebab langsung seperti perladangan berpindah (slash and

burning farming), komersialisasi pertanian (commercial agriculture), ranch dan

penggembalaan ternak, eksploitasi pertambangan dan minyak, dan pembangunan

infrastruktur (Roper dan Robert, 1999). Penyebab tak langsung seperti kebijakan

fiskal dan pembangunan (fiscal and development policies), aksesibilitas dan

perizinan lahan (land access and land tenure), tekanan pasar (market pressures),

penetapam nilai hutan alam yang lebih rendah dari nilai sebenarnya

(undervaluation of natural forests), lemahnya kelembagaan pemerintah (weak

Page 31: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

42

government institutions), dan faktor sosial (social factors) seperti keputusan

politik (CFAN, 1999). Kehilangan hutan merupakan hasil interaksi antara faktor

geografi, karakteristik masyarakat dan harga seperti peningkatan harga komoditas

pertanian jagung dan kayu menjadi insentif perambahan hutan di Mexico (Alix,

2001). Faktor penyebab kehilangan hutan menurut Berger (2003) dapat

dikelompokkan atas faktor sosial dan biofisik dengan pelaku (agent) perubahan

penggunaan dan tutupan lahan mulai dari skala unit produksi sampai skala

regional.

Menurut Chomitz et al. (1996) deforestasi atau konversi hutan didorong

oleh kegiatan pemukiman kembali yang menjadi fasilitator terjadinya perambahan

kayu intensif, perluasan pertanian komersial, dan pergeseran secara berkelanjutan

pertanaman pada kawasan hutan, konversi hutan untuk pertanian, penanaman

hutan untuk pertanian seperti kelapa sawit dan karet. Perubahan tutupan hutan

antara tahun 1980 dan 1990 di Afrika menurut (Drigo, 1997 dalam Skole, 1994)

lebih dominan disebabkan “land clearing” pertanian rakyat dan penggembalaan

permanen serta pengambilan kayu bakar yang didorong oleh tekanan populasi

penduduk pedesaan, tetapi sebaliknya di Amerika Latin pergeseran permanen

akibat pertanian dan penggembalaan sering terjadi bersamaan dengan proyek

pemukiman baru dan pembangunan infrastruktur. Pada jangka panjang kawasan

hutan yang dikonversi terkait dengan tingkat keuntungan pertanian dan biaya

pembukaan lahan, besarnya populasi sektor pertanian, panjang jaringan jalan raya

(Cropper et al, 1996). Laju deforestasi pada daerah dengan penduduk miskin

berlangsung lebih cepat dibanding daerah kaya dan dampak kemiskinan terhadap

Page 32: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

43

perambahan hutan sangat terkait dengan rendahnya profitabilitas dari lahan-lahan

marjinal, jauhnya jarak pasar utama dari pusat produksi, dan status kepemilikan

lahan (Kerr dan Pfaff, 2003).

Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi terjadinya degradasi kawasan

hutan adalah kesenjangan pendapatan, share output pertanian, Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Perkapita dan unemployment (Sanim, 2001). Deforestasi

meningkat pada kemiskinan (poverty) lahan komunal di Mexico, dan sebaliknya

di Indonesia kebijakan liberalisasi harga pertanian mampu menurunkan

deforestasi sehingga kebijakan kehutanan pada level makro menjadi sangat

sensitif terutama berkaian dengan perdagangan. Pada kawasan lain seperti Afrika

infrastruktur memainkan peranan penting dalam mendorong deforestasi hutan

tropis, di Pakistan ada keterkaitan antara kelahiran (fertility) dan degradasi

lingkungan diantara beberapa kawasan, sedangkan di Nepal degradasi lingkungan

memberikan efek merugikan bagi pendidikan (Jimenez, 1997). Faktor pendorong

lain terjadinya deforestasi adalah terjadinya kebakaran hutan seperti yang terjadi

di Indonesia. Berdasarkan data Departemen Kehutanan RI pada tahun 1997

kebakaran hutan di Indonesia menghanguskan lebih dari 515 ribu Ha kawasan

hutan. Kebakaran diduga akibat pembakaran lahan oleh 117 perusahaan

perkebunan, 27 HTI, dan 19 lokasi transmigrasi di Sumatera dan Kalimantan.

Total lahan yang terbakar menurut Bappenas dan ADB dalam Erianto (2003)

mencapai luas 9.75 juta Ha dan terbesar di Pulau Kalimantan.

Page 33: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

44

2.8. Studi Empiris Degradasi Taman Nasional dan Kawasan Lindung

Hasil penelitian Sernell (1996) menunjukkan bahwa perubahan tutupan

hutan di kawasan lindung Serengeti Mara Ecosystem (SME) Tanzania terkait

dengan terbentuknya pemukiman permanen dan pertanian subsisten akibat tidak

praktisnya pertanian mekanis skala besar. Areal SME ini selama 20 tahun terakhir

telah kehilangan 75% atau sekitar 30 ribu hewan liar, dan hal ini berkaitan dengan

kehilangan areal penggembalaan musim basah, sedangkan di Loita Plains akibat

pembangunan pertanian hanya berpengaruh pada areal penggembalaan musim

kering. Pada kawasan lindung Dzangha-Sangha Afrika Tengah masalah

konservasi yang dihadapi antara lain peningkatan populasi (population increase),

pertambangan berlian (diamond mining), pembalakan kayu yang non-sustainable

(unsustainable logging) dan perburuan hewan liar (poaching) serta aktivitas

pembiayan proyek yang tidak berkelanjutan (unsustaniable financing of project

activities) (Sernell, 1996).

Kerusakan taman nasional di Indonesia yang kaya akan berbagai plasma

nuftah spesifik diakibatkan oleh kurangnya koordinasi antara berbagai instansi

atau lembaga terkait, penegakan hukum (law enforcement) yang lemah serta

rendahnya kesadaran masyarakat (WFC ,1997). Krisis ekonomi yang terjadi pada

tahun 1997 memperparah keberadaan Taman Nasional dan kawasan hutan lindung

lainnya berupa timbulnya konflik pemanfaatan hutan antara masyarakat dan

pengelola Taman Nasional. Beberapa contoh konflik yang terjadi pada tahun 1998

berdasarkan Newman et al. (1999) dalam FWI/GWF (2001) seperti pada Taman

Page 34: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

45

Nasional Lore Lidu di Sulawesi Tengah dan Taman Nasional Kutai di Kalimantan

Timur dimana penduduk lokal telah mengambil alih ribuan hektar untuk menanam

tanaman keras dan menebang kayu, pembalakan illegal yang terorganisir di

Taman Nasional Gunung Leuser Aceh dan Taman Nasional Tanjung Puting

Kalimantan Tengah dan pada berbagai kawasan lain.

Hampir separuh taman nasional yang terdapat di tanah air saat ini

kondisinya mengalami kerusakan antara lain akibat kegiatan perambahan hutan,

penggalian tambang C, dan pertambangan emas rakyat dan bahkan dua taman

nasional di Kalimantan yakni Taman Nasional Kutai dan Tanjung Puting

mengalami kerusakan parah (Sunaryo, 2003 dalam EIA, 2000). Hasil identifikasi

ICDP (2002) kerusakan Taman Nasional Kerinci Seblat antara lain disebabkan

oleh pembukaan hutan dan perambahan, penebangan hutan secara ilegal,

pengumpulan hasil hutan, dan perkebunan, pembangunan jalan, keterbatasan

sumberdaya untuk pengelolaan dan ketidakjelasan tapal batas dan pertambangan

serta rendahnya kesadaran dan partisipasi masyarakat. Pembukaan pertambangan

emas merupakan ancaman terbesar terhadap Taman Nasional Meru Betiri yang

merupakan kawasan konservasi yang memiliki fungsi besar dalam menyumbang

aset ekologi guna keseimbangan paru-paru dunia (FWI/GFW, 2001). Suatu

eksplorasi dan eksploitasi suatu pertambangan khususnya tambang emas, tidak

hanya sekedar dilihat dari segi ekonomi, akan tetapi harus dilihat secara global

(multi diplisiner science) baik dari manfaat jangka pendek maupun panjang.

Page 35: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

46

Menurut ICDP (2002), lebih dari 80% penduduk yang tinggal di sekitar

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan petani tradisional terutama

yang mengusahakan lahan tanaman tua seperti kopi, kulit manis, kelapa sawit,

cengkeh dan karet. Aktifitas pertanian ini menjadi faktor penyebab utama

terjadinya konversi kawasan hutan dalam TNKS menjadi kawasan non-hutan.

Perubahan tutupan hutan yang berlangsung terus menerus merupakan akibat

adanya aktifitas seperti perambahan liar, pertambangan rakyat, dan “land

clearing”. Data Balai TNKS menunjukkan selama kurun waktu 1994 – 2002 luas

tutupan hutan dalam TNKS berkurang dari 1.27 juta Ha menjadi 1.25 juta Ha atau

mengalami degradasi seluas 26.043 ribu Ha (2.04%). Tata batas taman nasional

yang tidak jelas, dan adanya aktivitas berbagai perambahan baik yang dilakukan

masyarakat maupun pemegang HPH, serta proses land-clearing yang dilakukan

melalui pembakaran hutan juga menjadi faktor pendorong terjadinya degradasi

hutan (ICDP, 2002). Harga input yang tinggi dan daya beli masyarakat yang

menurun mendorong terjadinya pembakaran hutan sebagai alternatif pembukaan

lahan yang lebih murah. Hal ini tidak hanya dilakukan masyarakat tetapi juga oleh

perusahaan perkebunan dan adanya sanksi yang tidak jelas menyebabkan proses

ini tetap berlangsung sampai sekarang.

Pada tahun 2001 Menteri Kehutanan meminta kepada Menteri

Pertambangan dan Energi agar dilakukan pembatalan terhadap kontrak ataupun

ijin yang telah dikeluarkan atas 24 perusahaan pertambangan yang arealnya

tumpang tindih dengan areal TNKS seperti CV. Mineral Perd, PT Newcrest, PT

Newmont dan PT. Sariagrindo Andalas. Perusahaan yang disebut terakhir

Page 36: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Taman Nasional · terbuka untuk umum dengan persyaratan khusus, seperti untuk tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, budaya, bina cinta alam,

47

merupakan perusahaan pertambangan yang berlokasi di Kabupaten Pesisir Selatan

Propinsi Sumatera Barat dan pada kenyataannya mempunyai tumpang tindih

dengan TNKS seluas 137 Ha (ICDP, 2002). Selanjutnya tahun 2002 Menteri

Kehutanan juga meminta kepada Gubernur Sumbar dan Jambi untuk

menghentikan sementara aktivitas penebangan berjarak 3 km dari batas kawasan

TNKS pada 4 areal hutan konsesi (HPH), yaitu PT. Duta Maju Timber, PT.

Serestra II, PT. Nusalease Timber dan PT. Rimba Karya Indah.