20
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Efektifitas Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Soejono Soekanto (1986:25) mengemukakan bahwa efektivitas berasal dari kata effektivies yang berarti taraf sampai atau sejauh mana suatu kelompok mencapai tujuan. Selanjutnya, menurut Emerson Handayaningrat (1985:38) bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sementara itu, Audit Commision dalam Mahsun (2006:180) menyatakanbahwa efektivitas adalah menyediakan jasa-jasa yang benar sehingga memungkinkan pihak yang berwewenang untuk mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya. Kemudian, Peter Drueker dalam Handoko (2001:7) mengemukakan efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things). Mahsun (2006:182) menjelaskan bahwa efektivitas (hasil guna) merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Pengertian efektivitas ini pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan. Kebijakan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan tersebut mencapai tujuan dansasaran akhir kebijakan (spending wisely). Dunn (2000:429) menerangkan bahwa efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektivitas,yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas telaris, selalu diukur dari unit produksi atau layanan atau nilai moneternya. Selanjutnya, Dunn (2000:601) menambahkan bahwa efektivitas merupakan kreteria evaluasi yang mempertanyakan apakah hasil yang diinginkan telah tercapai. Sedangkan menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Efektifitas II.pdf · mempengaruhi efektivitas organisasi adalah sebagai berikut: a. Adanya tujuan ... dikemukakan oleh Richard ... serta adaptasi terhadap

  • Upload
    vanngoc

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Efektifitas

Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian

tujuan. Soejono Soekanto (1986:25) mengemukakan bahwa efektivitas berasal

dari kata effektivies yang berarti taraf sampai atau sejauh mana suatu kelompok

mencapai tujuan. Selanjutnya, menurut Emerson Handayaningrat (1985:38)

bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan

yang telah ditentukan sebelumnya. Sementara itu, Audit Commision dalam

Mahsun (2006:180) menyatakanbahwa efektivitas adalah menyediakan jasa-jasa

yang benar sehingga memungkinkan pihak yang berwewenang untuk

mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya. Kemudian, Peter Drueker dalam

Handoko (2001:7) mengemukakan efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang

benar (doing the right things). Mahsun (2006:182) menjelaskan bahwa efektivitas

(hasil guna) merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran

yang harus dicapai. Pengertian efektivitas ini pada dasarnya berhubungan dengan

pencapaian tujuan atau target kebijakan. Kebijakan operasional dikatakan efektif

apabila proses kegiatan tersebut mencapai tujuan dansasaran akhir kebijakan

(spending wisely). Dunn (2000:429) menerangkan bahwa efektivitas

(effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat)

yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan.

Efektivitas,yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas telaris, selalu

diukur dari unit produksi atau layanan atau nilai moneternya. Selanjutnya, Dunn

(2000:601) menambahkan bahwa efektivitas merupakan kreteria evaluasi yang

mempertanyakan apakah hasil yang diinginkan telah tercapai. Sedangkan menurut

10

Richard M Steers (1985:208-209) efektivitas digolongkan dalam 3 (tiga) model,

yaitu :

1. Model optimasi tujuan, penggunaan model optimasi bertujuan terhadap

efektivitas organisasi memungkinkan diakuinya bahwa organisasi yang

berbeda mengejar tujuan yang berbeda pula. Dengan demikian nilai

keberhasilan atau kegagalan relatif dari organisasi tertentu harus ditentukan

dengan membandingkan hasil-hasil dengan tujuan organisasi.

2. Prespektif sistem, memusatkan perhatiannya pada hubungan antara

komponen-komponen baik yang berbeda didalam maupun yang berada diluar

organisasi. Sementara komponen ini secara bersama-sama mempengaruhi

keberhasilan atau keberhasilan organisasi. Jadi model ini memusatkan

perhatiannya pada hubungan sosial organisasi lingkungan.

3. Tekanan pada perilaku, dalam model ini, efektivitas organisasi dilihat dari

hubungan antara apa yang diinginkan organisasi. Jika keduanya relatif

homogen, kemungkinan untuk meningkatkan prestasi keseluruhan organisasi

sangat besar. Berdasarkan pengertian-pengertian efektivitas yang telah

dijelaskan diatas, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

efektifitas diartikan tercapainya sasaran, tujuan atau hasil kegiatan yang telah

ditentukan sebelumnya. Dengan kata lain, efektivitas merupakan

perbandingan antara hasil dengan apa yang telah ditentukan sebelumnya.

efektivitas terkait dengan pencapaian atau hasil dari pembinaan pedagang

kaki lima.

11

2.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas

Berdasarkan pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang

telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi efektivitas organisasi adalah sebagai berikut:

a. Adanya tujuan yang jelas,

b. Struktur organisasi,

c. Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat,

d. Adanya sistem nilai yang dianut.

Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Adanya

tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung

jawabnya. Tujuan organisasi adalah memberikan pengarahan dengan cara

menggambarkan keadaan yang akan datang yang senantiasa dikejar dan

diwujudkan oleh organisasi. Struktur dapat mempengaruhi efektifitas dikarenakan

struktur yang menjalankan organisasi. Struktur yang baik adalah struktur yang

kaya akan fungsi dan sederhana. Selanjutnya, tanpa ada dukungan dan partisipasi

serta sistem nilai yang ada maka akan sulit untuk mewujudkan organisasi yang

efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi harus mendapat perhatian

yang seriuas apabila ingin mewujudkan suatu efektivitas. Richard M Steers

(1985:209) menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yaitu :

1. Karakteristik Organisasi

2. Karakteristik Pekerja

3. Prestasi Kerja

4. Karakteristik Lingkungan

5. Kebijakan dan Praktek Manajemen

12

Kemudian, empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yang

dikemukakan oleh Richard M Steers (1985:8) peneliti uraikan sebagai berikut :

1. Karakteristik Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti

susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur

merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan

sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari

suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan

tingkah laku yang berorientasi pada tugas.

2. Karakteristik Lingkungan mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah

lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan

sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan

dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan intern yang dikenal

sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam

lingkungan organisasi.

3. Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap

efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan,

akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya

mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu organisasi menginginkan

keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu

dengan tujuan organisasi.

4. Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang

untuk mengkondisikan semua hal yang ada di dalam organisasi sehingga

efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi

pimpinan untuk mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan organisasi.

13

Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan

manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja.

Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan

pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses

komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi

terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi. Menurut pendapat di atas

penulis mengambil kesimpulan bahwa:

a. Organisasi terdiri atas berbagai unsur yang saling berkaitan, jika salah satu

unsur memiliki kinerja yang buruk, maka akan mempengaruhi kinerja

organisasi secara keseluruhan;

b. Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang baik dengan

lingkungan;

c. Kelangsungan hidup organisasi membutuhkan pergantian sumber daya

secara terus menerus. Suatu perusahaan yang tidak memperhatikan faktor-

faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi akan mengalami

kesulitan dalam mencapai tujuannya, tetapi apabila suatu perusahaan

memperhatikan faktor-faktor tersebut maka tujuan yang ingin dicapai

dapat lebih mudah tercapai hal itu dikarenakan efektivitas akan selalu

dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

2.1.2 Pengukuran Efektifitas

Efektifitas adalah pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang

telah ditentukan sebelumnya. Efektifitas menunjukkan keberhasilan dari segi

tercapai tidaknya indikator yang telah ditetapkan yaitu tepat jumlah, waktu,

sasaran, harga, administrasi dan kualitas. Jika kegiatan mendekati indikator berarti

14

makin tinggi efektifitasnya. Untuk peningkatan efektifitas ditingkat RTS

pemerintah menerapkan sistem manajemen yang baik, manajemen waktu dan

pengelolaan. Dalam perhitungan persentase efektifitas, dikategorikan efektif

apabila mencapai minimal satu persen dan maksimal seratus persen.

(Sugiyono, 2010).

Selain itu skala dan klasifikasi pengukuran kinerja instansi pemerintah yang

disajikan dalam Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1

Skala dan Klasifikasi Pengukuran Efektifitas Kinerja Instansi Pemerintah

Pengukuran Ketepatan (%) Kriteria Keefektifan

≤ 20% Sangat tidak efektif

21% - 40% Tidak efektif

41% - 60% Cukup efektif

61% - 80% Efektif

81% - 100% Sangat efektif

Sumber: Depdagri, Permendagri, Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 2.1 di atas, untuk pendistribusian Raskin yang

dilakukan oleh BULOG kepada RTS apabila hasilnya menunjukkan persentase

yang semakin besar dapat dikatakan bahwa pendistribusian Raskin semakin

efektif. Demikian sebaliknya, semakin kecil hasilnya persentase maka

menunjukkan pendistribusian Raskin semakin tidak efektif.

2.3 Program Raskin

Program Raskin (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin)

adalah sebuah program dari pemerintah sebagai upaya untuk mengurangi beban

pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam

15

meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras

murah dengan jumlah maksimal 15 kg/Rumah Tangga Miskin/bulan dengan

masing-masing seharga Rp 1600,00 per kg (netto) di titik distribusi. Program ini

mencakup di seluruh provinsi, sementara tanggung jawab dari distribusi beras dari

gudang sampai ke titik distribusi di kelurahan dipegang oleh Perum Bulog (Badan

Urusan Logistik). Menurut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan

Rakyat, Program Raskin adalah salah satu program penanggulangan kemiskinan

dan perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat berupa

bantuan beras bersubsidi kepada rumah tangga berpendapatan rendah (rumah

tangga miskin dan rentan miskin) (BULOG, 2012).

Istilah-istilah yang digunakan dalam petunjuk teknis antara lain adalah:

1. Tim koordinasi program Raskin tingkat provinsi adalah tim koordinasi yang

ditetapkan berdasarkan keputusan Gubernur dan terdiri dari unsur opemerintah

daerah provinsi (Biro Sarana Perekonomian, Biro Bina Produksi, Bapperda,

BPS (Badan Pusat Statistik), Perum Bulog, Kepolisisan, Kejaksaan serta

stakeholders yang terkait.

2. Tim Koordinasi Divisi Regional (Divre) provinsi adalah satuan kerja Perum

Bulog Divre provinsi yang dibentuk Kadivre yang bertugas dan bertanggung

jawab mengkoordinasi dalam pelaksanaan program Raskin di Sub Divre.

3. Satuan kerja Raskin adalah satuan kerja perum Bulog Sub Divre ytang

dibentuk kepala Sub Divre yang bertugas dan bertanggung jawab mengangkut

beras dari gudang Perum Bulog sampai dengan titik distribusi dan

menyerahkan kepada pelakana distribusi

16

4. Pelaksana Distribusi adalah kelompok kerja di titik distribusi yang dibentuk

berdasarkan musyawarah desa/kelurahan yang ditetapkan dengan keputusan

Kepala Desa/Lurah, terdiri dari aparat desa/kelurahan, Lembaga Masyarakat,

dan unsur-unsur masyarakat yang bertugas dan berwenang mendistribusikan

Raskin kepada penerima manfaat Raskin.

5. Titik Distribusi adalah tempat atau lokasi penyerahan beras oleh Satuan Kerja

Raskin Sub Divre kepada pelaksana distribusi di desa/kelurahan yang dapat

dijangkau penerima Raskin atau lokasi lain yang ditetapkan atas dasar

kesepakatan secara tertulis antara pemerintah daerah dan Sub Divre.

6. Rumah Tangga Miskin (RTM) adalah penerima manfaat Program Raskin di

desa/kelurahan sesuai hasil pendataan BPS dengtan kategori sangat miskin,

miskin, dan sebagian hampir miskin.

7. Musyawarah desa/kelurahan adalah forum komunikasi di tingkat

desa/kelurahan untuk menetapkan RTM yang berhak menerima Raskin.

8. Beras Standar Kualitas Bulog adalah beras kualitas medium, kondisi baik, dan

tidak berhama.

9. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) adalah lembaga yang ditetapkan dengan

keputusan Gubernur di provinsi dan keputusan Bupati/Walikota di

Kabupaten/Kota yang berfungsi menerima dan menindaklanjuti pengaduan

masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung termasuk media cetak dan

elektronik.

2.3.1 Tujuan Program Raskin

Program Raskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah

tangga sasaran dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.

17

Lebih jauh, program raskin bertujuan untuk membantu kelompok miskin dan

rentan miskin mendapat cukup pangan dan nutrisi karbohidrat tanpa

kendala. Efektivitas Raskin sebagai perlindungan sosial dan penanggulangan

kemiskinan sangat bergantung pada kecukupan nilai transfer pendapatan dan

ketepatan sasaran kepada kelompok miskin dan rentan.

2.3.2 Kebijakan Program Raskin

Program Raskin telah mengalami beberapa kali penyesuian, namun

efektifitasnya masih diperdebatkan. Oleh karena itu, Bappenas meminta lembaga

penelitian SMERU untuk menjadi efektifitas program Raskin dan memperoleh

pelajaran dalam rangka perbaikan program. Kajian ini menggunakan pendekatan

tinjauan dokumen dan analisis data sekunder atau (metaevaluasi ) yang didukung

dengan wawancara informan kunci di tingkat pusat dan studi lapangan. Berikut ini

adalah temuan utama hasil kajian. Program Raskin adalah program pemerintah

untuk memberikan bantuan beras dengan harga penjualan bersubsidi kepada

masyarakat miskin. Melalui program ini pemerintah menyediakan beras kepada

masyarakat miskin sebanyak 15 kg/KK/bulan. Beras diberikan tidak dengan

cuma-cuma. Penerima bantuan Raskin harus membayar dengan harga Rp 1.600

per kg netto di titik distribusi. Sehingga selisih antara harga pasar yang

seharusnya dibayar dengan harga yang sesungguhnya dibayar ( Rp 1.600/ kg )

oleh keluarga miskin menjadi besaran subsidi yang ditanggung oleh pemerintah

per kilogramnya (Departemen Dalam Negeri dan Perum Bulog, 2006).

2.3.3 Indikator Program Raskin

Keberhasilan Program Raskin diukur berdasarkan tingkat pencapaian

indikator 6 (enam) T yaitu tepat: sasaran, jumlah, harga, waktu, kualitas, dan

18

administrasi. Bila kita anggap beras raskin ini sama kualitasnya dengan beras

yang paling murah dijual di pasar, dan harganya di pasar local adalah Rp 5.060/

kg, maka untuk setiap kg, penerima Raskin mendapat subsidi per kg sebesar

Rp 3.460. Bila mengacu pada jumlah normatif yang disalurkan per KK per bulan

tersebut diatas, maka setiap bulan satu keluarga miskin akan mendapat subsidi

pangan sebesar Rp 51.900. Hal ini dapat dipandang sebagai pendapatan

suplementer bagi keluarga miskin. Efektivitas distribusi Raskin ditinjau dari

beberapa indikator yaitu ketepatan sasaran bagi rumah tangga yang benar-benar

miskin, ketepatan jumlah beras yang diterima rumah tangga miskin yaitu

sebanyak 15 kg/KK, ketepatan harga yaitu Rp 1.600/kg di titik distribusi,

ketepatan waktu pendistribusian serta terpenuhinya persyaratan administrasi

dengan benar. Pendistribusian Raskin akan efektif jika keenam indikator tersebut

terpenuhi dan mekanisme pendistribusian berjalan dengan lancar.

DistribusiRaskin dianggap efesien jika mampu menyampaikan beras untuk

keluarga miskin ke penerima manfaat dengan biaya distribusi yang

serendahrendahnya dan dalam waktu yang sesingkatnya.

Ada dua implikasi langsung dari pemberian Raskin ini bagi keluarga

miskin yang menerimanya. Pertama, dengan mendapatkan jumlah Raskin seperti

yang ditetapkan, maka diharapkan keluarga miskin akan dapat mempertahankan

asupan kalori dan gizinya. Kedua pendapatan suplementer yang timbul diharapkan

dapat digunakan oleh keluarga miskin dapat memenuhi kebutuhan lainnya.

2.4 Teori Distribusi (Penyaluran)

Distribusi berakar dari bahasa inggris distribution yang berarti penyaluran.

Sedangkan kata dasarnya to distribute, berdasarkan Kamus Inggris Indonesia John

19

M, Echols dan Hassan Shadilly dalam Damsar (2009 : 93) bermakna

membagikan, menyalurkan, menyebarkan, mendistribusikan, dan mengageni.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, distribusi dimaksudkan

sebagai penyalur (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau beberapa

tempat. Jadi berdasarkan rujukan di atas, distribusi dapat dimengerti sebagai

proses penyaluran barang atau jasa kepada pihak lain. Dalam kegiatan distribusi

diperlukan adanya sarana dan tujuan sehingga kegiatan distribusi dapat berjalan

dan terlaksana dengan baik. Kegiatan distribusi merupakan salah satu fungsi

pemasaran yang sangat penting dilakukan dalam pemasaran yaitu untuk

mengembangkan dan memperluas arus barang atau jasa mulai dari produsen

sampai ketangan konsumen sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah

ditentukan. Pemilihan proses distribusi merupakan suatu masalah yang sangat

pentingsebab kesalahan dalam pemilihan proses distribusi dapat memperlambat

prosespenyaluran barang atau jasa sampai ketangan konsumen atau

pemakai.Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengertian distribusi, berikut

inidikemukakan oleh Fandi Tjiptono (2002 : 73), distribusi diartikan sebagai

kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah

penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen atau pemakai. Ditinjau

dari bagian-bagiannya, distribusi merupakan suatu sub sistemyang saling bekerja

sama untuk membentuk suatu sistem yang sesuai dengantujuan tertentu. Sistem

ini harus diawasi agar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Secara sederhana

sistem ini juga merupakan seperangkat elemen yangsaling bekerja sama untuk

suatu tujuan tertentu.

20

2.4.1 Fungsi Saluran Distribusi

Mengingat saluran distribusi merupakan suatu struktur yang

menggambarkan situasi pemasaran yang berbeda oleh berbagai macam lembaga

usaha (seperti produsen, pedagang besar dan pengecer), maka kegiatan saluran

distribusi harus dapat dipertimbangkan dan dilakukan secara efisien dan efektif.

Saladin (2000 : 121), mengatakan bahwa saluran distribusi merupakan elemen

penting dalam pemasaran yang merupakan salah satu proses pada perusahaan

dalam penyetokan barang serta penawaran produk ke pasar. Swastha (2003 : 61),

menjelaskan bahwa fungsi saluran distribusi meliputi delapan hal sebagai berikut:

1. Menjembatani antara produsen dan konsumen.

2. Saluran distribusi memberikan fungsi-fungsi tambahan atas fungsi

pemasaran, misalnya penjualan kredit.

3. Saluran distribusi ikut serta dalam penetapan harga.

4. Saluran distribusi aktif dalam promosi.

5. Melalui sarana distribusi konsumen dapat membeli barang dan jasa

yang dibutuhkan.

6. Saluran distribusi dapat menurunkan dana dan biaya.

7. Saluran distribusi sebagai komunikator antara produsen dan konsumen

8. Saluran distribusi memberi jaminan atas barang atau jasa kepadakonsumen.

9. Saluran distribusi memberikan pelayanan tambahan kepada konsumen.

Dalam kegiatan distribusi suatu produk, kita juga mengenal istilah distribusi

fisik. Menurut Stanton, (2002 : 89) distribusi fisik adalah semua kegiatan yang

dapat bertalian dengan memindahkan produk – produk yang tepat, dalam jumlah

yang tepat ke tempat yang tepat pula. Kegiatan distribusi fisik (logistik

21

pemasaran) ini mempunyai beberapa tugas. Adapun beberapa tugas yang

termasuk dalam kegiatan distribusi fisik tersebut diantaranya:

1. Perencanaan

2. Pengimplementasian, dan

3. Pengendalian arus material, barang jadi dan informasi yang berkaitan secara

fisik dari tempat asalnya ke tempat konsumen untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat.

Secara terperinci kegiatan-kegiatan yang ada pada distribusi fisik dapat

dibagi dalam lima kelompok, yaitu :

1. Penentuan lokasi persediaan dan sistem penyimpanan

2. Penentuan sistem penanganan barang.

3. Penggunaan sistem pengawasan persediaan.

4. Penetapan prosedur untuk memproses pesanan

5. Pemilihan metode pengangkutan.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa distribusi fisik merupakan

aktifitas pendistribusian suatu produk yang sangat penting dalam setiap

perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tugas yang tercakup dalam

pendistribusian fisik seperti perencanaan, pengimplementasian dan pengendalian

arus material yang ada dalam perusahaan sehingga barang yang akan

didistribusikan dapat didistribusikan sesuai dengan alur dan ketentuan-ketentuan

yang berlaku dalam proses penyalurannya.

2.4.2 Kebijakan Saluran Distribusi

Kebijakan saluran distribusi lembaga-lembaga yang digunakan perusahaan

untuk membantu memasarkan produk kepada pembeli ini biasa disebut perantara.

22

Dalam melakukan saluran distribusi, maka sebaiknya menetapkan tujuan

dalammenggunakan saluran distribusi terlebih dahulu.Warren J. Keegan

(2001 : 23), menerangkan bahwa saluran distribusi sebagai organisasi jaringan

kerja yang terdiri dari agensi dan lembaga yang bersama-sama melakukan semua

kegiatan yang diperlukan untuk menghubungkanprodusen dengan pemakai untuk

menyelesaikan tugas pemasaran. Adapun menurut Philip Kotler (1999 : 98), yang

menjadi tugas-tugaspenting dan harus dijalankan oleh para anggota saluran

distribusi adalah :

1. Penelitian, mengumpulkan informasi-informasi penting untuk perencanaan dan

melancarkan pertukaran.

2. Promosi, pengembangan dan penyebaran komunikasi yang persuasive

mengenai penawaran.

3. Kontrak, pencapaian dan menjalin hubungan dengan calon pembeli.

4. Penyelaras, mempertemukan penawaran sesuai dengan permintaan pembeli

5. Negosiasi, usaha untuk mencapai persetujuan akhir mengenai harga danhal-hal

lain sehubungan perpindahan hak pemilik atau penguasaan bisa dilakukan.

6. Distribusi fisik, transportasi dan penyimpanan barang.

7. Pembiayaan, permintaan dan penyebaran dana untuk menutup biaya dari

saluran pemasaran tersebut.

8. Pengambilan resiko, perkiraan mengenai resiko sehubungan dengan pekerjaan

saluran distribusi.

2.4.3 Standar Pelayanan Distribusi

Standar pelayanan merupakan tujuan yang spesifik dan harus dapat

diukur,yang ditetapkan perusahaan berkaitan dengan kegiatan distribusi fisik

23

mereka.Distribusi fisik diawali oleh suatu pertimbangan yaitu pemenuhan

kebutuhan konsumen. (Gugup Kismono, 2001 : 364) Menurut Moenir (2000 : 16),

Pelayanan adalah proses pemenuhankebutuhan melalui aktivitas orang lain secara

langsung.Kertajaya (2000 : 421), Pelayanan merupakan salah satu komponen

nilaiyang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat. Sebab pada dasarnya

hanyaakan melakukan transaksi dengan perusahaan yang akan memberikan nilai

terbaik baginya.

Dalam setiap transaksi distribusi, banyak produsen maupun konsumen

selalu menghendaki adanya ketentuan kualitas dan jenis barang yang akan

diperjual belikan sehingga diperlukan pembakuan standar barang agar barang

yangakan disalurkan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini standar

pelayanan distribusi berisikan dasar hukum, persyaratan, prosedur pelayanan,

waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana,

kompetensi petugas dalam memberi pelayanan, pengawasan intern,penanganan

pengaduan serta jaminan pelayanan distribusi.

2.5 Pengertian Perum BULOG

Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik atau disingkat Perum

Bulog adalah sebuah lembaga pangan di Indonesia yang mengurusi tata niaga

beras. Bulog dibentuk pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan Keputusan

Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967. Sejak tahun 2003, status Bulog

menjadi BUMN. Perjalanan Perum BULOG dimulai pada saat dibentuknya

BULOG pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet

No.114/U/Kep/5/1967, dengan tujuan pokok untuk mengamankan penyediaan

pangan dalam rangka menegakkan eksistensi Pemerintahan baru. Selanjutnya

24

direvisi melalui Keppres No. 39 tahun 1969 tanggal 21 Januari 1969 dengan tugas

pokok melakukan stabilisasi harga beras, dan kemudian direvisi kembali melalui

Keppres No 39 tahun 1987, yang dimaksudkan untuk menyongsong tugas

BULOG dalam rangka mendukung pembangunan komoditas pangan yang multi

komoditas. Perubahan berikutnya dilakukan melalui Keppres No. 103 tahun 1993

yang memperluas tanggung jawab BULOG mencakup koordinasi pembangunan

pangan dan meningkatkan mutu gizi pangan, yaitu ketika Kepala BULOG

dirangkap oleh Menteri Negara Urusan Pangan. Pada tahun 1995, keluar Keppres

No 50, untuk menyempurnakan struktur organisasi BULOG yang pada dasarnya

bertujuan untuk lebih mempertajam tugas pokok, fungsi serta peran BULOG.

Oleh karena itu, tanggung jawab BULOG lebih difokuskan pada peningkatan

stabilisasi dan pengelolaan persediaan bahan pokok dan pangan.

Tugas pokok BULOG sesuai Keppres tersebut adalah mengendalikan

harga dan mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan

bahan pangan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka

menjaga kestabilan harga bahan pangan bagi produsen dan konsumen serta

memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan kebijaksanaan umum Pemerintah.

Namun tugas tersebut berubah dengan keluarnya Keppres No. 45 tahun 1997,

dimana komoditas yang dikelola BULOG dikurangi dan tinggal beras dan gula.

Kemudian melalui Keppres No 19 tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998,

Pemerintah mengembalikan tugas BULOG seperti Keppres No 39 tahun 1968.

Selanjutnya melalu Keppres No 19 tahun 1998, ruang lingkup komoditas yang

ditangani BULOG kembali dipersempit seiring dengan kesepakatan yang diambil

oleh Pemerintah dengan pihak IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI).

25

Dalam Keppres tersebut, tugas pokok BULOG dibatasi hanya untuk

menangani komoditas beras. Sedangkan komoditas lain yang dikelola selama ini

dilepaskan ke mekanisme pasar. Arah Pemerintah mendorong BULOG menuju

suatu bentuk badan usaha mulai terlihat dengan terbitnya Keppres No. 29 tahun

2000, dimana didalamnya tersirat BULOG sebagai organisasi transisi (tahun

2003) menuju organisasi yang bergerak di bidang jasa logistik di samping masih

menangani tugas tradisionalnya. Pada Keppres No. 29 tahun 2000 tersebut, tugas

pokok BULOG adalah melaksanakan tugas Pemerintah di bidang manajemen

logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras

(mempertahankan Harga Pembelian Pemerintah – HPP), serta usaha jasa logistik

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Arah perubahan

tesebut semakin kuat dengan keluarnya Keppres No 166 tahun 2000, yang

selanjutnya diubah menjadi Keppres No. 103/2000. Kemudian diubah lagi dengan

Keppres No. 03 tahun 2002 tanggal 7 Januari 2002 dimana tugas pokok BULOG

masih sama dengan ketentuan dalam Keppers No 29 tahun 2000, tetapi dengan

nomenklatur yang berbeda dan memberi waktu masa transisi sampai dengan tahun

2003. Akhirnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI no. 7 tahun 2003

BULOG resmi beralih status menjadi Perusahaan Umum (Perum) BULOG

(Badan Urusan Logistik, 2011).

2.6 Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis pelaksanaan Raskin yaitu

Shin Auly Frida S (2011) yang menganalisis efektifitas pelaksanaan Raskin (Studi

Kasus: Kelurahan VI Suku Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solo) dengan

menggunakan indikator enam tepat penyaluran beras Raskin (Tepat harga, tepat

26

sasaran, tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitas, dantepat administrasi) dan

metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kulitatif dan untuktujuan

kedua digunakan metode deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian diperoleh bahwa

proses pelaksanaan program Raskin sudah berjalan dengan baik. Proses

pelaksanaannya sesuai dengan proses pelaksanaan yang ada di Pedoman Umum

Raskin. Secara umum efektifitas pelaksanaan Raskin sudah berjalandengan baik,

dengan indikator keberhasilan tepat sasaran 57%, tepat harga 100%, tepat jumlah

100%, tepat waktu 69%, tepat administrasi 69%, dan tepat kualitas 33%. Agar

proses pelaksanaan Program Raskin dapat berjalan dengan efektif sesuai dengan

indikator keberhasilannya, maka disarankan agar pemerintah memverifikasi data

menganai jumlah RTS-PM raskin, menambah jumlah pagu Raskin dengan

menyediakan dana Raskin daerah, menyediakan dana talangan dan meningkatkan

kualitas layanan.

Pada penelitian Yossy Herman (2011) yang menganalisis evaluasi

pelaksanaan program Raskin di Kota Semarang (Studi Kasus :Di

KelurahanPedurungan Kidul) dan variabel yang digunakan yaitu validitas data

keluarga miskin, tanggapan sasaran program Raskin, ketepatan aturan, tujuan

pelaksanaan program, metode yang digunakan adalah metode deskriptif

komparatif dan wawancara terbuka serta dengan menggunakan rumus deskriptif

persentase. Hasil penelitian diperoleh bahwa persentase untuk variabel validitas

data RTM di Kelurahan Pedurungan Kidul termasuk dalam kriteria sedang karena

terdapat kesesuaian antara data rumah tangga miskin di Kelurahan Pedurungan

Kidul dengan keadaan riil rumah tangga miskin.

27

Beberapa penelitian terdahulu yang telah dijabarkan di atas merupakan

referensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Secara umum untuk

mengetahui efektifitas pelaksanaan program Raskin digunakan indikator

keberhasilan keberhasilan tepat sasaran, tepat harga, tepat jumlah, tepat waktu,

tepat administrasi, dan tepat kualitas.

2.7 Kerangka Pemikiran

Efektifitas pelaksanaan penyaluran Raskin merupakan proses penilaian

keefektifan penyaluran beras kepada penduduk miskin yang telah terdata sebagai

masyarakat yang berhak menerima beras Raskin. Harga Raskin yang telah

ditetapkan pemerintah sebesar Rp 1600/kg namun, harga tersebut bisa berbeda

diterima oleh rumah tangga penerima Raskin di titik distribusi, karena dibebankan

biaya distribusi. Alur pelaksanaan pendistribusiaan Raskin dikatakan efektif jika

keenam indikator tersebut terpenuhi sesuai standar ketetapan di BULOG serta

mekanisme pelaksanaan pendistribusian berjalan sesuai ketentuan standar

mekanisme pelaksanaan pendistribusian Raskin.

Adapun tujuan dilaksanakannya pelaksanaan penyaluran program Raskin

untuk meningkatkan akses pangan kepada keluargamiskin untuk memenuhi

kebutuhan pokok dalam rangka menguatkan kebutuhan pangan rumah tangga,

mencegah penurunan konsumsi energi dan protein. Dalam memenuhi kebutuhan

pangan tersebut, Program Raskin perlu dilaksanakan agar masyarakat miskin

benar-benar bisa merasakan manfaatnya, yakni dapat membeli beras berkualitas

baik dengan harga terjangkau.

Pada penelitian ini akan membahas efektifitas pelaksanaan penyaluran

program Raskin dikabupaten Tabanan terutama berkaitan dengan mekanisme

28

pelaksanaan penyaluran Raskin, masalah pelaksanaan penyaluran Raskin dan

ketepatan pelaksanaan penyaluran Raskin. Kerangka pemikiran akan dijelaskan

pada Gambar 2.1 berikut

Keterangan : alur/ urutan/ mekanisme

Gambar 2.1

Skema Kerangka Pemikiran

Pelaksanaan Penyaluran Program Raskin

Kantor kepala desa

(Titik Distribusi)

Perum BULOG

Divre Bali

Gudang Raskin

BULOG

Kabupaten Tabanan

Kesimpulan

Rekomendasi

Proses

penyaluran

Raskin

Masalah pada

proses

penyaluran

Raskin

Efektifitas

menggunakan

indikator enam

tepat