14
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Hawar Daun Pinus merkusii Berbagai penyakit pada berbagai jenis Pinus yang sudah diketahui baik di pesemaian maupun di lapang pada hutan tanaman atau hutan slam, di antaranya adalah: a. Layu Diplodia yang disebabkan oleh Diplod.ia.pinea dengan serangan pada pucuk- pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972); b. Layu daun dengan gejala bercak coklat yang disebabkan oleh Scirrhia acicola pada P. palustris (Snyder dan Deri 1972); c. Kara! Fusiform pada bibit P. elliottii Engelm. var. elliottii dan P. taeda L. yang disebabkan oleh Cronartium fusiforme (Blair dan Cowling 1974, Miller dkk. 1977); d. Layu pangkal batang yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum f. sp. pinea pada bibit P. radiata D. Don (Nair dan Corbin 1981); e. Penyakit Fox-tail merupakan gejala kelainan pertumbuhan pada P. merkusi muda, juga dijumpai pada P. canariensis, P. caribaea, P. cembraides, P. echinata, P. elliotii. P. oocarpa, P. palustris, P. radiata, P. taeda, dan P. tropicalis (Suharti clkk. 1986); f. Lodoh P. merkusii yang disehabkan oleh Rhizoctonia sp. dan Fusarium sp. yang menyerang benih yang akan berkecambah sampai bibit berumur 2 bulan (Achmad 1 996). Di Indonesia, kecuali lodoh, beberapa penyakit pada P. merkusii belum banyak dikenal dan sering diabaikan perannya dalam merugikan bibit di pesemaian danlatau

II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

  • Upload
    hathien

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Hawar Daun Pinus merkusii

Berbagai penyakit pada berbagai jenis Pinus yang sudah diketahui baik di

pesemaian maupun di lapang pada hutan tanaman atau hutan slam, di antaranya

adalah:

a. Layu Diplodia yang disebabkan oleh Diplod.ia.pinea dengan serangan pada pucuk-

pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P.

ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

b. Layu daun dengan gejala bercak coklat yang disebabkan oleh Scirrhia acicola pada

P. palustris (Snyder dan Deri 1972);

c. Kara! Fusiform pada bibit P. elliottii Engelm. var. elliottii dan P. taeda L. yang

disebabkan oleh Cronartium fusiforme (Blair dan Cowling 1974, Miller dkk. 1977);

d. Layu pangkal batang yang disebabkan oleh Colletotrichum acutatum f. sp. pinea

pada bibit P. radiata D. Don (Nair dan Corbin 1981);

e. Penyakit Fox-tail merupakan gejala kelainan pertumbuhan pada P. merkusi muda,

juga dijumpai pada P. canariensis, P. caribaea, P. cembraides, P. echinata, P.

elliotii. P. oocarpa, P. palustris, P. radiata, P. taeda, dan P. tropicalis (Suharti clkk.

1986);

f. Lodoh P. merkusii yang disehabkan oleh Rhizoctonia sp. dan Fusarium sp. yang

menyerang benih yang akan berkecambah sampai bibit berumur 2 bulan (Achmad

1 996).

Di Indonesia, kecuali lodoh, beberapa penyakit pada P. merkusii belum banyak

dikenal dan sering diabaikan perannya dalam merugikan bibit di pesemaian danlatau

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

tegakan di lapang. Sementara itu Ncrhamara (1986) mendapatkan P. sylvestris umu:

12 tahun dengan gejala terhambatnya pertumbuhan dan P. kesiya dengan gejala sapu

setan ("witches broom") dan kemunykinar: adanya resinosis. Namun demikian secara

endemis, kedua penyakit pinus eksotik tersebut belum ditemukan di Indonesia.

2.1.1. Patogen dan Gejalz Penyakit

Khusus Pestalotia yang menyebabkan penyakit pada pinus seperti tertera

pada monograf yang dikeluarkan Guba (1961) adalah sebagai berikut:

a. Pestalatia funerea Desmb. dengan beberapa sinonim di antaranya P. abietina

Rown., P. cesati Rabh., dan P. cupressina Niessl. Fungi ini ditemukan menyerang:

Pinus taeda L., P. sylvestris, P. panderasa Laws., P. divaricata, P. pinaster Ait., P.

canariensis L. Smith, P. longifolia Slibs., P. insignis Mill., P. radiata, P. massoniana

Lamb., dan P. palustris, di samping dapat menyerang Cupressus lusitanica Mill.,

Casuarina leptoclada Miq., dan Thuja occidentalis L. Fungi ini memiliki penyebaran

yang sangat luas yaitu meliputi Eropa, Afrika, Asia, Australia, dan Amerika (Anonim

1 976).

b. Pestalotia stavensonii Peck., Bull. dengan beberapa sincnim di antaranya: P.

strobilicola Speg. dan P. conigena Vagl. Fungi ini ditemukan menyerang Pinus

edulis Engelm, P. panderosa Laws., P. rigida Mill., P. strobus L., dan P. silvestris, di

samping dapat menyerang daun jarcrm beberapa jenis Abies dan Picea.

c. Pestslotia foedans Sarcc. & Ell. ciengan beberapa sinonim di antaranya P. ramealis

Fries. dan P. shiraiana P. Henn, dapat menyerang Pinus mcga Turra, P. radiata D.

Don, P. palustris Mill., P. strobus, P. ramealis Fries., dan P. austriaca Link.; di

samping itu fungi ini dapat menyerang jenis tanaman daun jarum lain seperti Thuja

occidentalis L., Juniperus sp., dan Cryptomeria japonica D. Dan.

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

Pestslotia pada pinus tcrsebut ditemukan di daun danlatau kerucut bunga, namun tidak

dijelaskan lebih jauh tingkat serangan dan epidemiologinya.

Dalam identifikasi jenis Pestalotia, morfologi konidiospora fungi ini merupakan

ciri yang penting. Konidiospora biasanys 4-6 sel dengan setula yang jumlahnya

bervariasi 2-5, dan pedisel di pangkalnya. Ukuran konidiospora dan apendiksnya juga

sangat pen!ir?g dalam penentuan jenis Pestalotia.

Gejala penyakit daun bibit P. merkusii yang diserang Pestalotia menurut

Rahayu (2000) muncul mula-mula pada bagian ujung tajuk yang masih muda,

kemudian diikuti oleh mengeringnya tajuk tersebut dan akhirnya bibit mati. Gejala

serangan biasa dimulai di pucuk kotiledon pada umur bibit 2,5 bulan yang diikuti oleh

daun tunggal, dan daun jarum. Dari ujung daun yang berwarna kecoklatan, infeksi

kemudian berkembang ke arah pangkal; pada bagian daun yang kering karena

terinfeksi sering dijumpai bintik-bintik hitam yang muncul dari bawah epidermis yang

merupakan kumpulan konidiospora yang dihasilkan dari aservulus (Sutarman dkk.

2G01).

Gejala serzngan Pestalotia yang terlihat pada daun lebar seperti yang

dikel-nukakan oleh Sharma dan Florence (1997) adalah bahwa awalnya terjadi bercak-

bercak cokiat memanjang pada ujung dan tepi daun serta yang kemudian bercak-

bercak !ersebut berkembang dan berhubungan atail menyatu, namun perkembangan

penya~it sampai pada tingkat demikian tidak menyebabkan pengguguran daun.

2.1.2. lnteraksi Tanaman-Patogen

Terjadinya penyakit di pesemaian tidak lepas kaitannya dengan kondisi tegakan

tempat dilakukan pengumpulan benih.

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

Kemungkinan yang terjadi di lapangan adalah adanya individu pohon P.

merkusii yang terserang patogen penyebab hawar daun atau tegakan baik sebagai sub

ekosistem maupun sebagai suatu ekosistem hutan. Suatu lndividu danlatau kelompok

pohon pinus yang sehat akan memiliki implikasi yang sangat jauh berbeda dengan

hutan pinus yang sakit. Oleh karenanya pemahaman keadaan sakit bagi tanaman ini

menjadi penting. Di lain pihak fakta menunjukkan bahwa di dalam suatu kawasan atau

kelompok tanaman hutan, selalu dijumpai beberapa individu pohon dengan gejala

penyakit tertentu. Dengan demikian konsep tentarig penyakit hutan menjadi lebih

memberikan implikasi yang luas dan penting dibandingkan dengan individu tanaman

sakit.

Menurut Hadi (1986), hutan dikatakan sakit bila pohon-pohon di dalamnya

mengalami tekanan secara terus menerus oleh faktor-faktor biotik atau oleh faktor-

faktor abiotik (fisik atau kimia) lingkungannya sedemikian rupa hingga timbullah

kerugian. Kerugian itu dapat dalam bentuk kualitas danlatau dalam bentuk kuantitas

produksinya. Teka~an terjadi karena adanya interaksi yang terus menerus antara

pohon dan faktor-faktor tersebu: yang dapat berakibat terbentuknya gambaran yang

tampak dengan jelas yang disebut "gejala" dan dapat pula tidak jelas karena interaksi

berjalan sangat lambat.

Jika di!ihat dari perkembangan geja!anya, diduga infeksi Pestalotia pada P.

merkus~r terjadi sebagai hasil penguraian oleh enzin yang rnenghidrolisis komponen

dinding sel di samping akibat luka mekanis. Dinding sel daun di antaranya tersusun

atas senyawa-senyawa kutin, selulosa, dan pektin yang berfungsi sebagai penahan

fisik terhadap penetrasi fungi. Untuk mengatasi halargan tersebut, seperti dinyatakan

oleh Goodman dkk. (1987) patogen harus memproduksi enzim pendegradasi

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

senyawa-senyawa tersebut seperti kutin esierase, karboksikutin-peroksidase, polimetil-

galakturonase, pektin transeliminase dan pektik-asid transeliminase, pektin

metilesterase, serta enzim-enzim selulolitik.

Enzim pektinolitik dihasilkar! oleh banyak kelompok dan jenis mikroorganisme.

Enzim ini bekerja pada bahan pektik sebagai polisakarida struktural di lamela tengah

dan dinding sel primer tanaman tingkat tinggi (Bailey dan Pessa 1990). Lebih lanjut

dikemukakan bahwa sehubungan dengan keragaman yang luas bahan pektik pada

tanaman yang berbeda, kisaran yang lebih kompleks enzim pendegradasi pektin telah

dapat diidentifikasi termasuk: endopoligalakturonase (poli-I ,4-oc-D-galakturonida

glikanohidrolase, EC 3.2.1.15), pektin esterase (pektin pektilhidrolase, EC 3.1.1.11),

dan pektat liase (polil,4-a -D-galakturonida liase, EC 4.2.2.2).

Enzim yang bertanggung jawab dalarn proses maserasi yang mengakibatkan

disintegrasi jaringan oleh pemisahan sel ini sangat dipengaruhi oleh pH. Menurut

Barmore dan Nguyen (1985) pH 5,O adalah optimum bagi poligalakturonase, dan

kondisi reaksi kiinia 3i etas pH optimum akan menyebabkan s u a t ~ inhibitor Serupa

protein (dengan berat moiekul 54000 dalton), yang dise~resikan oleh Diplodia

natalensis baik secara "invitro" maupun "invivo", dapat membentuk kornpleks

inhibitor-poligalakturonase yang cara kerjanya bersifat kompetiiif terhadap enzim

tersebut.

Tanaman sendiri akan bereaksi terhadap patogen melalui pengaMivan sejunlah

mekanisme pertahanan yang melibatkan perubahan-perubahan fisik dan kimia serta

pengembangan fungsi dinding set dengan cara: akumulasi glikoprotein (hidroksiprolin),

lignifikasi dan suberisasi, deposisi halosa, dan akumulasi senyawa-senyawa fenolik

(Broglie dkk. 1993).

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

Polifenoloksidase msrupakan enzim kunci berfungsi dalam mengoksidasi

senyawa fenolik tanaman dan berfungsi dalam ketahanan tanaman. Menurut Martyn

dkk. (1979) polifen~loksidase pada bibit kapas terdapat di hipokotil dan berada di se!-

sel epidsrmis, korteks, endodermis, dan set-set di stele; pada tanaman sehat, produk

reaksi berada di ruang tilakoid dan saluran "fret" kloroplast hanya pada tiga tipe sel

yaitu: parenkim vaskular, lapisan seludang, dan sel-sel penyimpan fenol, sedang pada

daun sakit, produk reaksi terdapat di sernua set yang mengandung kloroplast.

Peroksidase yang juga sebagai enzim yang penting dalam mekanisme

pertahanan tanaman, berperan dalarn pengoksidasian senyawa fenolik dan metabolit

lain dalam rangka penyusunan komponen dinding sel (Ebermann dan Lick1 1985,

Podleckis d ~ k . 1984). Sebagaimana dikemukakan Grec (1992) baik aktivitas

polifenoloksidase maupun peroksidase juga merupakan bagian dalam proses respirasi

tanaman yang melibatkan transfer elektron. Menurut Nakano dan Edward (1987) di

dalam kloroplas, fotoreduksi O2 yang tidak dapat dihindari di daun ini dapat

mengakibatkan pembentukan 02- dan H202 yang jika tidak dibuang dapat merusak

piranti fotosintetis dan rnenghambat fiksasi C02. Selanjirtnya dikemukakan bahwa

pacia klorofil tanaman C3, di bawah penyinaran cahaya, 02- diubah menjadi H202 dan

O2 oleh superoksida dismutase, dan kemudian H202 dicerna olen askorbat peroksidase.

Pematahan halangan fisik-kimia dinding sel tersebut merupakan tahap awal

meka~isme pengambilan sumber energi. Seianjutnya seperti yang dikemukakan oleh

Asahi dkk. (1979), patogen akan mengembangkan sistem pemindahan bahan terlarut

dengan dinamika membran plasma dan variasi sistem turgor sebagai pengendali dalam

pengambilan bahan terlarut; kemudian patogen melakukan sintesis makrornolekul dan

memelihara pertukarannya.

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

2.2. Epidemiologi Penyakit

Epidemiologi adalah ekologi penyakit dan aplikasi praktisnya dalam pengelolaan

penyakit. Hal ini berkaitan dengan aspek kuantitatif penyakit pada tingkat individu

populasi, cian ekosistern (Tainter dan Bakei- 1996). Selanjutnya dikemukakan bahwa

memaharni bagaimana penyakit pada tiap tingkatan tersebut berubah menurut waktu

dan ruang merupakan ha1 yang penting (kritis) dalam upaya untuk mengendalikan

penyebarannya.

Van der Plank (1963, diacu oleh Rowe dan Powelson 1973) menggolongkan

epidemi penyakit tanaman dalarn dua kelompok yaitu: (I) Penyakit "Simple interest"

yaitu penyakit yang sumber inokulumnya tertentu dan peningkatan penyakit

berdasarkan waktu menurut deret hitung, ( i ~ ) Penyakit "Compound interest" yaitu

penyakit yang merniliki sumber inokulum sekunder yang berkembang dari infeksi

primer, dan peningkatan penyakit bersifat eksponensial.

Patogen dan inang sebagai kornponen suatu ekosistem akan berinteraksi

sepanjang waktu dengan evolusi dan koevolusi sebagai hasil responsnya terhadap

perubahan kondisi lingkungan. Dalam kajian fitopatologi, unsur-unsur "segitiga

penyakit" ysitu inang, patogen, dan lingkungar! saling berinteraksi yang dalam

perkernbangannya dipengaruhi oleh unsur keempat yaitu waktu (Agrios 1997). Dari

segi patogen, Nelson (1979) menunjukkan pada kinel-ja parasit yang mencerminkan

adanya suatu evolusi, dengan komponennya: kemampuan selektif populasi parasit

yang baru (wujud ekspresi gen), efisiensi infeksi, periode laten, produksi inokulum,

virulensi, dan ketahanan nonparasitik. Urtuk segi tanaman, biasanya dilihat pada

penampilannya dalam ha1 ketahanan terhadap serangan patogen. Seleksi, pemuliaan,

bahkan sampai rekayasa genetika biasanya dilakukan untuk tujuan mencari varietas

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

tahan atau toleran. Beberapa penelitian yang bersifat penemuan varietas yang tahan

dan toleran terhadap patogen-patogennya telah di!akukan misalnya pada P. palustris

terhadap Scirrhia acicola penyebab becak coklat daun (Snyder dan Derr 1972), dan F.

nigra, P. panderosa, serta P. sylvestris terhadap Diplodia pinea penyebab layu

Diplodia (Peterson 1977).

Lingkungan baik biotik maupun abiotik akan sangat berpengaruh terhadap

patogen dan inang. Tahap pya-disposisi, inokulasi, dan keberhasilan infeksi, seperti

dinyatakan Celhoun (1 979) sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti:

suhu, kelembaban, cahaya, dan nutrisi. Blair dan Cowling (1974) menunjukkan

pengaruh tapak terhadap epidemi karat "fusiform" pada anakan P. taeda dan P. elliottii.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa infeksi karat pada suatu tapak dapat diduga melalui

pengamatan jumlah basidiospora di udara dan parameter cuaca lainnya. Sementara itu

menl~rut Huber dan Gillespie (1992) kelembaban nisbi udara bersama-sama dengan

kebasahan daun berpengaruh terhadap produksi dan pelepasan inokulum.

Suhu udara tidak hanya berpengaruh pada patogen tular udara, tetapi juga

terhadap patogen tular tanah (Pullman dan DeVay 1982a); faktor lingkungan ini

terlitama secara langsung mempengaruhi ketahanan inang terhadap serangan

patogen. Suhu dan kelembaban juga mempengaruhi ketahanan inokuium patogen

yang terakumulasi di tanah. Punja dan Jenkins (1954) menunjukkan pengaruh kedua

knmponen cuaca tersebut bersama-sama dengan konsentrasi C 0 2 dan O2 terhadap

ketahanan sklerotium Sclerotium rolfsii pada kedalaman tanah 2,5 cm yang mampu

berkecambah pada kelembaban nisbi 80-100%, suhu 21-30 OC, dan potensi matriks

(Y,) antara -2,5 dan -10 bar.

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

Sehubungan dengan sifat Pestalotia sebagai parasit ncnobligat, maka sumber

inokulum penyakit daun jarum ini dapat terakurnulasi di kerucut biji ("cone") atau pada

sisa tanaman yang sudah terinfeksi sebelumnya dan gugur ke bawah tegakan.

6erkait6n dengan itu, cara pzngarnbilan atau pengangkutan benih dapat menjadi

penyebab akumulasi atau pengkonsentrasian inokulum potensial. Menurut Sutherland

dan Wood (1978) prosedur pengambilan benih mempengaruhi munculnya penyakit

yang disebabkan oleh Geriiculodendron pyriforme pada Picea sitchensis; pada biji

yang diambil langsung dari pohon tidak dijumpai fungi patogen ini.

Dalam penelitian epidemiologi, salah satu keluarannya adalah pemanfaatan

model yang dibangun dari berbagai data komponen penyusun epidemi untuk keperluan

perkiraan kemunculan danlatau perkembangan penyakit lebih lanjut serta kerugian atau

kehilangan hasil. Hasil penelitian Pulma dan DeVay (1982b) menunjukkan kerugian

atau kehilangan hasil kapas akibat layu Verticillium yang dapat diperkirakan dan

dihitung sekitar 2 minggu sesudah gejala pada daun muncul.

2.3. Analisls Kerugian

Kerugian yang dimaksud da!am penelitian ini adalah kerugian hasil ("damage")

yaitu penurunan kualitas dan kuantitas bibit P. merkusii sebagai akibat kerusakan

("injury"), yang disebabkan oleh sersngan penyakit hawar daun P. merkusii, yang dapat

meilimbulkan kerugian uang ("loss").

Kerugian atau kehilangan ("loss") oleh Madden dkk. (1981) didefinisikan

sebagai ukuran kuantitatif danlatau kualitatif berkurangnya hasil (panen) sebagai akibat

serangan penyakit. Untuk menaksir kehilangan hasil, harus diketahui bagaimana

kehilangan itu terjadi. Kepentingan utama dalam kegiatan pengukuran atau

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

penaksiran kehilangan hasil tersebut dalam perspektif perlindungan tanaman adalah

untuk menentukan tingkat kehilangan hasil yang dapat diterima dengan

mempertimbangkan perpaduan aspek biologi, ekonomi, dan fisik dalam sistem

pengelolaan pertanaman.

Menurut Heaton dkk. (1981), terutama pada kasus penyakit tanaman

hortikultura (tanaman buah dan kacangan), suatu pendekatan untuk menghitrlng

perkiraan kehilangan adalah pengukuran pengurangan keuntungan bersih usaha

pertanaman tersebut sebagai akibat serangan penyakit. Hal ini penting dalam

pengambilan keputusan yang optimal bagi pengelolaan tanaman, perencanaan

penggunaan fungisida, dan prioritas penelitian yang harus dilakukan berikutnya.

Perkiraan kehilangan hasil karena penyakit akan bermanfaat bagi berbagai

keperluan seperti: evaluasi sistem pengendalian penyakit dan dalam pengalokasian

sumber daya bagi penelitian, terutama dalam tahap awal penyelidikan penyakit yang

menyebabkan kerusakan serius (Gooding dkk. 1981). Selanjutnya dikemukakan pula

bahwa kajian kehilangan hasil secara komersial dengan inokulasi alami di lapangan

akan dapat membeiikan hasil yang sangat berbeda dengan kajian serupa yang

dilakukan dengan inokulasi buatan di rumah kaca.

Pada kasus penyakit hawar daun bibit pinus terdapat perbedaan pendekatan

da!am menilai kerugian atau kehilangan hasil akibat penyakit di pesemaian. Bibit P.

rnerkusii, sebagai tanaman yang tidak mentintut persyaratan tempat tumbuh yang tinggi

pada ketinggian 200-2000 m dpl dan struktur tanah yang sarang sampai cukup sarang

dengan pH 4,5-53, ditanam di lapangan pada jarak tanam 3 m x 2 m (Atmawidjaya

1986). Dengan demikian dalam 1 ha diperlukan 2.000 bibit termasuk untuk keperluan

penyulaman (Sumber: KPH Cianjur). Oleh karenanya jika sejumlah x bibit mati atau

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

rusak akibat penyakit hawar daun, maks penyakit tersebut akan mengakibatkan

tertunda atau gagalnya penanaman pinus sebanyak x/2000 ha.

Dalam melakukan analisis kerugian akibat serangan penyakit, diperlukan

konsistensi dalam menilai berat serangan penyakit baik terhadap individu maupun

kelompok tanaman. Untuk itu harus ditentukan pengelompokan berat serangan

berdasarkan kriteria tertentu sehingga akan diperoleh lndeks Penyakit suatu

pertanaman pada waktu tertentu pula.

Sehubungan dengan penentuan intensitas penyakit di lapang (hutan tanaman

atau hutan alam), metodenya mirip yang digunakan untuk daun lebar. Hadi dan

Nuhamara (1 997) dan Old (1 997b) menetapkan berat penyakit pada pohon Acacia

mangium dengan tingkatan serangan: nihil, rendah, sedang, dan berat dengan skor

masing-masing adalah 0, 1, 2, dan 3. Tetapi untuk penilaian di pesemaian, tampaknya

pemberian skor bisa diperbesar sampai nilai 4 dengan pertimbangan bahwa

pembedaan gejala yang lebih teliti mungkin untuk dilakukan oleh pengamat.

2.4. Prospek Pengendalian dan Aplikasi Fungisida

Secara umurn cara pengendaliar! penyakit tanaman (Agrios 1986) terdiri atas:

(a) penerapan peraturanlundang-undang yang bertujuan untuk meniadakan patogen

dari inang atau daerah gecgrafis tertentu; (b) kultur teknis yang bert~juan untuk

penekanan kontak tumbuhan denyan patcgen dan mengeradikasi atau penurunan

jumlah patogen yang terdapat pada tumbuhan, lahan atau daerah; (c) secara hayati di

antaranya dengan penggunaan rnikrooragisme antagonis terhadap patogen; (d)

perlakuan secara fisik; dan (e) perggunaan bahan kimia yaitu pestisida khususnya

fungisida.

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

Pengelolaan penyakit dengan cara kultur teknis dan penggunaan fungisida

merupakan cara yang mendesak diperl~ikan dalam upaya mengatasi masalah penyakit

hawar daun bibit pinus di pesemaian.

Berdasarkan sasaran kerja bahan aktif, Griffin (1994) mengelompokkan

fungisida seperti tertera pada Tabel 2 1.

Tabel 2.1. Pengelompokan bahan aktif fungisida berdasarkan sasaran kerja bahan aktif

Dua jenis fungisida yang digunakan dalam penelitian ini adalah difenokonazol

dan mankozeb yang masing-masing menurut Uesugi (1998) adalah dari golongan

trizzol dan golongan dithiokarbamat.

Difenokonazol adalah fun~isida sistemik bersifat kuratif dan diserap oleh daun

dan ditranslokasikan secara akropetal dan translaminar. Senyawa ini mempengaruhi

biosintesis ergosterol melalui per~gharnbatan demetilasi steroid. Oleh karenanya

fungisida ini disebut sebagai fungisida "Sterol Biosynthetis Inhibitors" (SBI) atau "Sterol

Demethylation Inhibitors" (DMI) sehubungan penghambatan demetilasi C-14 pada

Sasaran bahan Aktif

Thiol dan kelompok fungsional enzim lainnya Membran sel dan metabolisme lipid

Produksi energi - Asam nukleat dan metabolisme protein Biosintesis dinding sel

Biosintesis melanin

Pembelahan Inti L

Kelompok Bahan Aktif

Tembaga, Merkuri, Dithiokarbamat, Kaptan, Benzoquinon dan naftaquinon Poliena makrolida, Piridin dan pirimidin, Imidazol, dan Triazol Karboksamida, Thujaplisin, Piersidin A, Antimisin A Glutarimida, Hidroksipirimidin, 5- Fluorositosin, Blastisidin S, Asilanilida Polioksin dan nikkomisin, Papulasandin dan Kaetiasandin Trisiklazol, Piroquilon, Fithalida

Benzimidazol, Rhizoxin I

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

lanosterol dalam tahap pembentukan sterol (Griffin ?393, Arnold dkk. 1995). Eata

teknis difenokonazol tertera pada Tabel 2.2 (Roberts 1999).

Tabel 2.2. Deskripsi teknis difenokonazol

Nama umum : Difenoconazole Nama kimia (IUPAC) : cis,trans-3Chloro-4-[4-methyl-2-(1 H-l,2,4-

Triazol-1 -ylmethyl)-l,3-dioxolan-2-yl]-phenyl 4-chlorophenyl ether (perbandingan isomer- isomer cis terhadap trans berkisar 0,7-1,5)

CASRN : 1 19446-68-3

Rumus molekul : C I ~ H I ~ C ~ ~ N ~ O ~ Berat molekul : 406,3

Struktur kimia

CI

Kelarutan di air : 15 mgl-'(25 OC)

Tekananuap : 3,3 x lo-' Pa (25 OC)

KO= : 1100(est.)

PKZ : Non -ionised

Sterol memainkan peran yang penting dalam fungsi biologis membran; ha1 ini

berarti bahwa fungi yang mengandunglmemiliki sterol akan sensitif terhadap fungisida

kelompok triazol ini (Loeifler dar! Hayes i 992).

Menurut Kelley dan Jones (1 981) senyawa ini digunakan untuk mengantisipasi

adanya kemungkinan resistensi terhadap fungisida protektif yang aplikasinya sebelum

terjadi infeksi seperti benomii dan dodine. Meskipun demikian Senior dkk. (1995)

melaporkan adanya resistensi Erysiphe graminis terhadap beberapa fungisida DM1

seperti flutriafol dan triadimenol.

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id II... · pucuk vegetatif yang didahului infeksi pada kerucut bunga Pinus nigra, P. ponderosa, dan P. sylvestris (Snyder dan Derr 1972);

Bahan aktif fungisida DPdll yang termasuk dalam kelompok triazol di antaranya

adalah: difenokonazol, siprokcnazol, tenbukonazol, flusilazole, heksakonazol,

imibenkonazol, bitertanol: bromukonazol (Uesugi 1998).

Mankozcb adalah fungisida kontak dengan spektrum fungi target yang luas.

Data teknis pada rnankozeb tersaji pada Tabel 1 (Roberts 1999). Bahan aktif ini dapat

merupakan campuran maneb dan zineb dengan rumus kimia yang sama kecuali pada

logamnya. iogam pada maneb adalah Mangan dengan nama kimia "manganese

ethylenebis", sedang logam pada zineb adalah Seng dengan nama kimia "zinc

ethylenebis" (Worthing, 1979; Roberts dkk., 1999).

Tabel 2.3. Deskripsi teknis mankozeb

Nama umum : Mancozeb Nama kimia (IUPAC) : Manganese ethylenebis(dithiocarbamate)

(polymeric) complex dengan garam Seng (20% manganese, 2,55% zinc)

CASRN : 8018-01-7 Rumus molekul : Campuran Berat molekul : Campuran

H S Struktcjr kimia I 11

H2C-N-C-S I \

X = Mn, Zn

Kelarutan dalam air : 6-20 mgl-'(20 OC)

Koc : >2000

P K ~ : Non-ionised