Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN UMUM
A. Tinjauan Umum Tentang Bangunan Gedung
1. Pengertian Bangunan Gedung
Pembangunan Nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil
dan makmur yang merata material dan spritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945. Pembangunan tidak terpisah dengan
pembangunan gedung, sebagaimana melihat fungsinya yang sangat penting
sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya untuk mencapai berbagai
sasaran yang menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.
Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,
mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak, perwujudan
produktifivitas dan jati diri manusia. Oleh karena itu penyelenggaraan
pebangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan
peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk
mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, handal berjatidiri, serta
seimbang, serasi dan selaras dengan lingkungannya. Bangunan gedung
merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karna itu dalam
pengaturan penataan ruang sesuai peratursa perundang-undangan yang berlaku.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan
bangunan gedung, setiap pembangunan harus memenuhi persyaratan
20
21
administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselengarakan secara
tertib.1
Dalam pasal 1 poin 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung, memuat bahwa pengertian bangunan gedung adalah wujud
fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya,
sebagian atau seluruhnya berada diatas dan/atau air, yang berfungsi sebagai
tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian maupun tempat
tinggal, kegiatan agama, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya maupun
kegiatan khusus.
Dari ketentuan tersebut menunjukan bahwa fungsi bangunan gedung
meliputi fungsi hunian, keagamaan, usaha, sosial budaya dan fungsi khusus.
Bangunan gedung fungsi hunian meliputi bangunan untuk rumah tinggal
tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun dan rumah tinggal sementara.
Bangunan harus dilaksanakan secara tertib, diwujudkan sesuai dengan
fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan
gedung. Agar bangunan gedung tersebut dapat terselengara secara tertib dan
terwujud sesuai dengan fungsinya diperlukan dasar hukum untuk pembangunan
dan merenovasi bangunan gedung, adapun dasar hukum pembangunan gedung
adalah;
a. Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum Indonesia;
b. Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia;
c. Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung;
1 Spelt.N.M. dan Ten Berge, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003. hlm. 178.
22
d. Undang-Undang RI Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung;
f. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 32 Tahun 2010 Tentang
Pemberian Izin Mendirikan Bangunan selanjutnya.
Pelaksanaan pengembangan pembangunan diatur oleh otonomi daerah,
karena penataan ruang kota adalah tanggung jawab daerarh yang bersangkutan
sebagaimana yang diutarakan dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, Pasal 12 ayat (1) Urusan Pemerintahan
Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam
pasal 11 ayat (2) meliputi: a.pendidikan; b.kesehatan; c.pekerjaan umum dan
penataan ruang; d. perumahan rakyat dan kawasan pemukiman. Salah satu
kewajiban Pemerintah Daerah adalah wajib mengatur perumahan rakyat
(pembangunan rumah tempat tinggal).2
2. Persyaratan Bangunan Gedung
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan baik secara
administratif maupun persyaratan secara teknis sesuai dengan fungsi bangunan
gedung. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
yang meliputi;
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas
tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung dan;
2 Yunus Wahid, Pengantar Hukum Tata Ruangan, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2004. hlm. 67.
23
c. Izin mendirikan bangunan;
Ketiga persyaratan administrasi tersebut diatas harus sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Selain dari pada itu pula pemerintah daerah wajib mendata bangunan
gedung untuk keperluan ketertiban pembangunan dan pemanfaatan. Pemerintah
daerah yang dimaksud adalah instansi teknis pada pemerintah kabupaten/kota
yang berwenang menangani pembinanaan bangunan gedung. Pendatan
termasuk pendaftaran bangunan gedung dilakukan pada saat proses perizinan
mendirikan bangunan secara periodik.
Mengenai hak pemilik dan pengguna bangunan diatur dalam Pasal 40
ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, menyatakan bahwa
Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung
mempunyai hak:
a. Mendapatkan pengesahan dari Pemerintah Daerah atas rencana teknis
bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan;
b. Melaksanakan pembangunan bangunan gedung sesuai dengan perizinan
yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah;
c. Mendapatkan surat ketetapan bangunan gedung dan/atau lingkungan yang
dilindungi dan dilestarikan dari Pemerintah Daerah;
d. Mendapatkan insentif sesuai dengan peraturan perundang-undangan dari
Pemerintah Daerah karena bangunannya ditetapkan sebagai bangunan yang
harus dilindungi dan dilestarikan;
24
e. Mengubah fungsi bangunan setelah mendapatkkan izin tertulis dari
Pemerintah Daerah;
f. Mendapatkan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
apabila bangunannya dibongkar oleh Pemerintah Daerah atau pihak lain
yang bukan diakibatkan oleh kesalahannya.
Dari ketentuan Passal 40 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tersebut, dijelaskan bahwa setiap pelaksanaan pembangunan
gedung harus memiliki izin mendirikan bangunan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Daerah. Perizinan pembangunan gedung berupa izin mendirkan
bangunan yang diperoleh dari Pemerintah Daerah secara cepat dan murah atau
terjangkau. Setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui, biaya izin
mendirikan bangunan gedung serta dimaksudkan untuk mendukung
pembiayaan pelayanan perizinan, menerbitkan surat bukti kepemilikan
bangunan gedung dan pembinaan teknik penyelenggaraan bangunan gedung.
Menyangkut dangan pembangunan gedung yang dilakukan oleh
pengembang haruslah memperhatikan keharmonisan antara bangunan dengan
lingkungan sekitarnya. Selain harus memperhatikan keserasian intern, yaitu
keserasian antara bahan atap, warna bangunan, jalan masuk, saluran air, air
limbah, pelayanan telekomunikasi, pertamanan, penempatan nomor, nama
hunian, dan hal-hal lain yang menunjukan nilai dari komunitas.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pengembang dalam
melaksanakan bangunan antara lain:
a. Koesfisien Dasar Bangunan (KDB)
25
b. Koesifien Luas Bangunan (KLB)
c. Cadangan Untuk Kepentingan Umum (DCKU)
Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut:
a. Koesifien Dasar Bangunan (KDB)
Koesifien Dasar Bangunan, menunjukan luas dasar (footprint) bangunan
maksimum yang boleh dibangun dibandingkan luas kavling. KDB tidak
boleh melebihi rasio maksimum yang diperbolehkan seperti terlihat pada
gambar kadaster. Persentase KDB berbeda menurut lokasi, luas dan bentuk
kavling akan ditentukan dalam gambar kadaster oleh pengembang.
b. Koesifien Luas Bangunan (KLB)
Koesifien Luas Bangunan ini menunjukan luas keseluruhan bangunan yang
boleh dibangun dibanding luas tanah. KLB tidak boleh melibihi standar
yang ditentukan oleh pengembang, rasio KLB berbeda menurut lokasi, luas
dan bentuk kavling.
c. Daerah Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU)
Daerah untuk Cadangan untuk Kepentingan Umum (DCKU), adalah daerah
dimana pengembang berhak untuk menetapkan jarak maksimum bebas
bangunan yang terdapat pada sepanjang batas belakang atau depan sebagai
cadangan jalur utilitas. Berkaitan dengan hal tersebut beberapa kavling akan
mempunyai baik kontrol (Inspection Chamber = IC), yang harus dicapai
oleh pengembang dan/atau penegelola dan/atau pejabat pemerintah yang
berwenang, guna pemeliharaan system tersebut. Apabila system tersebut
26
memerlukan perbaikan, maka pembeli harus mengizinkan pekerjaan dari
instansi-instansi tersebut untuk melakukan perbaikan yang diperlukan.3
B. Tinjauan Umum Tentang Perizinan
1. Pengertian Perizinan
Dalam rangka mewujudkan pembangunan kota yang ideal, kegiatan
pengendalian memiliki peranan yang penting. Untuk menengendalikan setiap
kegiatan, istrumen perizinan merupakan mekanisme kontrol dan sarana untuk
pengaturan pembangunan. Izin tersebut untuk mengendalikan setiap kegiatan
atau prilaku orang batau badan yang sifatnya preventif.
Izin adalah salah suatu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. E. Utracht menyebutkan bahwa Izin adalah bilamana pembuatan peraturan umumnya tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal konkrit, maka keputusan administasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut yang bersifat izin.4
Prajudi mengemukakan bahwa izin (verguning) adalah suatu penetapan
yang merupakan dispensasi daripada suatu larangan oleh undang-undang. Pada umumnya pasal undang-undang yang bersangkutan berbunyi: dilarang tanpa izin (melakukan) dan seterusnya. Selanjutnya larangan tersebut diikuti dengan perincian daripada syarat-syarat, kriteria dan sebagainya yang perlu dipenuhi oleh pemohon untuk memperoleh dispensasi dari larangan tersebut, disertai dengan penetapan prosedur dan petunjuk pelaksanaan kepada pejabat-pejabat Administrasi Negara yang bersangkutan.5
Menurut kamus istilah hukum, izin (verguning) menyebutkan bahwa
Oversheidstoestemming dood wet of wet of verordening vereist gesteld voor tal
van handling waarop in het algemeen belang speciaal toezicht vereist is, maar
die, in het algemeen, niet als on wenselijk worden beschowd (perkenaan/izin
3 Andrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 227.4 E. Utrecht, Loc.Cit., hlm.187.5 Admosudirjo Prajudi, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988.
hlm. 95.
27
dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang
disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan
khusus tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap hal-hal yang sama sekali
tidak dikehendaki).6
Dapat dikatakan sangat jelas bahwa pada sistem perizinan pihak
pemerintah memiliki andil atas segala bentuk jalannya kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat tertentu, sehingga adanya suatu pengawasan yang
memberikan manfaat bagi semua pihak.
Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon pengertian izin pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu:a. Izin dalam arti luas
Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin dalam arti luas adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan, dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonya untuk melaukanb tindakan-tindakan tertentuyang sebenarnya dilarang. Hal ini menyangkut perkenaan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum menghapuskan pengwasan khusus atasnya.
b. Izin dalam arti sempit Izin dalam arti sempit adalah pengikatan pengikatan pada suatu peraturan. Izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun dimana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekedarnya.
Pada pokoknya izin dalam arti sempit ialah bahwa suatu tindakan
dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam ketentuan-
ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan
batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi persoalanya bukanlah untuk hanya
6 Ridwan HR, Op.Cit., hlm. 125.
28
memberikan perkenan dalam keadan-keadaan yang sangat khusus, tetapi
agar tindakan-tindakan yang di perkenankan dilakukan dengan cara tertentu
(dicatumkan dalam ketentuan-ketentuan).7
Menurut kamus bahasa indonesia pengertian Izin artinya permisi atau
mengabulkan, pernyataan keabsahan dari pihak yang berwenang.8 Sedangkan
istilah mengizinkan mempunyai arti memperkenankan, memperbolehkan, tidak
melarang. Arti yang sederhana yaitu pemberi izin terhadap sesuatu yang
berkaitan dengan aktivitas atau kegiatan. Namun bila ditelusuri lebih jauh
mengenai pengertian perizinan, perizinan dikaitkan dengan pemerintah.
Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan
tingkah laku para warga. Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan undang-undang atau peraturan Pemerintah. Dengan memberi izin,
penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut
perkenaan bagi suatu tindakan demi kepentingan umum mengahruskan
pengawasan khusus atas kegiatannya.9
Secara umum, perizinan adalah hukum yang mengatur hubungan
masyarakat dengan negara dalam hal adanya masyarakat yang memohon izin.
Melaui izin masyarakat memiliki urusan/hubungan dengan pemerintah
setempat. Dalam pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun
2006 tentang Pedoman Pelayanan Terpadu Satu Pintu sesuai yang dijelaskan
7 Philipus Mandiri Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Yudika, Surabaya, 1993. hlm. 2-3.
8 Susilo Riwayadi dan Susi Anisyah, Kamus Populer Ilmiah Lengakap, Sinar Terang, Surabaya, 2002. hlm. 189.
9 Philipus Mandiri Hadjon, Loc.Cit., hlm. 2.
29
pada ayat (8) bahwa Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan
bukti legalitas, menyatakan syah atau diperbolehkannya seseorang atau badan
untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Kemudian ayat (9) bahwa
Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/
kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun daftar usaha.
2. Tujuan dan Fungsi Perizinan
a. Tujuan Izin
Tujuan perizinan tergantung pada kenyataan konkrit yang
dihadapinya, yaitu aturan yang mengikat tindakan-tindakan izin pada suatu
system perizinan. Oleh karna itu penerbit izin dapat menciptakan berbagai
tujuan sesuai izin dibutuhkan (contoh; tujuan IMB, tujuan izin keramaian,
dll). Artinya untuk apa izin itu dimohon, maka tujuan izin akan diarahkan
kepada peristiwa konkritnya. Dengan demikian keragaman peristiwa konkrit
menyebabkan keragaman tujuan izin. Namun secara umum dapat disebutkan
tujuan Izin adalah :10
1) Keinginan mengarahkan (struren : mengendalikan) aktivitas-aktivitas
tertentu, misalnya Izin Bangunan
2) Izin mencegah bahaya bagi lingkungan, misalnya : izin-izin Bangunan
Pabrik.
3) Keinginan untuk melindungi Obyek-obyek tertentu, misalnya: izin
terbang, izin membongkar pada monumen-monumen.
10 Philipus Mandiri Hadjon, Op. Cit., hlm. 5.
30
4) Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit, misalnya: izin penghuni
di daerah padat penduduk.
5) Izin memberikan pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan
aktivitas, misalnya: izin berdasarkan Dranik en Horecawet dimana
pengurus memenuhi persyaratan- persyaratan tertentu.
Juarso Ridwan mengemukakan bahwa tujuan pemerintah dalam menerbitkan izin yaitu melalui pemerintah mengarahkan aktivitas tertentu dari masyarakat, misalnya dalam hal penerbit Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Memperoleh IMB, pemohon harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain gambar, bahan, model konstruksi dan hal-hal lain yang dianggap perlu guna menjadi batasan bagi pemohon akan bangunan yang ingin dibuatnya. Hal ini menjadi penting agar bangunan yang dibua oleh warga memenuhi persayaratan tertentu ketentuan antara lain keamanan, kesesuaian dengan peruntkan lahan, ataupun membatasi ketinggian bangunan, misalnya untuk bangunan, misalnya untuk bangunan di sekitar bandara disesuaikan dengan rencana tata kota.11
Menurut Ahmad Sobana mengatakan bahwa mekanisme perizinan dan izi yang diterbitkan tujuannya untuk pengendalian dan pengawasan administratif bisa dipergunakan sebagai alat untuk mengevaluasi keadaan dan tahapan perkembangan yang ingin dicapai, disamping untuk mengendalikan arah perubahan dan mengevaluasi keadaan, potensi serta kendala yang disentuh untuk berubah, maka tujuan perizinan dalam Administrasi Negara adalah;12 a) Adanya suatu kepastian hukumb) Perlindungan kepentingan umumc) Pencegahan kerusakan atau pencemaran lingkungand) Pemerataan distribusi barang tertentu.
b. Fungsi Izin
Secara umum, tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk
mengendalikan dari aktivitas Pemerintah dalam hal-hal tertentu damana
ketentuannya berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakam oleh yang
berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang.
11 Ridwan Juniarso dan Ahmad Sodiq Sudrajat, Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, Nuansa, Bandung, 2010. hlm. 92.
12 Effendi Lutfi, Loc.Cit., hlm. 136.
31
Izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh Pemerintah
untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang
dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan ketentuan konkrit.13 Ketentuan-
ketentuan itu memiliki fungsi yang diawasi oleh perundang-undangan.
Perizinan pada dasarnya memiliki fungsi lain justru sangat mendasar yakni
menjadi instrumen pembangunan.14
Dilihat dari sisi perkembangan pembangunan pemerintah dan
masyarakat, fungsi perizinan bisa mempengaruhi terlaksananya program
pembangunan tersebut;15
1) Dari sisi pemerintah, perizinan memberikan;
a) Membantu pemerintah untuk melaksanakan peraturan atau ketentuan-
ketentuan yang termuat dala prakteknya untk mengatur ketertiban
sesuai dengan izin yang dimohon;
b) Sebagai sumber pendapatan daerah, yakni dengan adanya permintaan
permohonan izin maka secara langsung pendapatan pemerintah akan
bertambahan karena setiap izin yang dikeluarkann pemohon harus
membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin banyak pula pendapatan
dibidang retribusi tujuan akhirnya yaitu untuk membiayai
pembangunan.
2) Dari sisi masayarakat, tujuan pemberian izin yaitu :
a) Untuk mendapatkan kepastian hukum;
b) Untuk mendapatkan kepastian hak;
13 Ridwan HR, Loc.Cit., hlm. 217.14 Andrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 197.15 Ibid. hlm. 112.
32
c) Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas.
Bangunan yang telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat
fasilitas, termasuk menemukan perlindungan hukum oleh akibat hukum
karena keputusan atau ketetapan izin memiliki fungsi terhadap bangunan
tersebut. Ketentuan-ketentuan yang di keluarkan oleh pemerintah
mempunyai fungsi masing-masing, begitu ketentuan tentang perizinan
mempunyai fungsi yaitu :16
1) Sebagai fungsi penertib, dimaksudkan agar izin atau setiap tempat-tempat
usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyrakat lainnya tidak
bertentangan satu sama lain sehingga ketertiban dalam setiap segi
kehidupan masyarakat dapat terwujud;
2) Sebagai fungsi pengatur, dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat
dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat
pengawasan penyalagunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain,
fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki
oleh pemerintahan.
Menurut Prajudi Atmosudirdjo, berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakan dalam fungsi menertibkan masyarakat.17 Artinya izin berfungsi sebagai polisi untuk menertibkan aktivitas-aktivitas masyarakat dan badan hukum. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakt adil dan makmur. Artinya lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu dinyatakan. Maka penataan dan pengaturan izin sudah semestinya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya.18
3. Unsur-unsur Perizinan
16 Andrian Sutedi, Op.Cit., hlm.193.17 Ridwan HR, Op.Cit., hlm. 218.18 Ibid.
33
Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat, disebutkan bahwa izin
adalah perbuatan pemerintah bersegi atau berdasarkan peraturan perundang-
undangan untuk diterapkan pada peristiwa konkrit menurut prosedur dan
persyarata tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dalam perizinan,
diantaranya :
a. Wewenang
Menurut Prajudi Wewenang adalah Kekuasaan untuk melakukan sesuatu
tindakan/menerbitakan surat-surat izin dari seseorang pejabat atas nama
menteri, sedangkan kewenangannya masih berada pada tangan menteri
(delegasi wewenang). Salah satu prinsip dalan negara hukum adalah
wetmatighaid van bestuur atau pemerintahan berdasarkan peratauran
perundang-undangan. Dengan kata lain, setiap tindakan hukum pemerintah,
baik dalam menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan, harus
didasarkan pada wewenang yang diberika oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
b. Izin Sebagai Bentuk Ketetapan
Dalam negara hukum modern tugas dan kewenagan pemeriantah
tidak hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en oerde), tetapi
juga mengupayakan kesejahtraan umum (bestuurszorg). tugas dan
kewenangan pemerintah untuk menjaga ketertiban dan keamanan
merupakan tugas klasik yang sampai kini masih tetap dipertahankan. Dalam
rangka melaksanakan tugas ini kepada pemerintah diberikan wewenang
dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi peraturan ini muncul beberapa
34
instrumen yuridis untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu
dalam bentuk ketetapan.
Berdasarkan jenis-jenis ketetapan, izin termasuk ketertapan yang
bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang
sebelumnya tidak dimiliki oleh seorang yang namanya tercantum dalam
ketetapan itu, atau bachikkingen welke iets toestaan wat tevoren niet
geoorloofd was (ketetapan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya
tidak bolehkan). Dengan demikian, izin merupakan instrumen yuridis dalam
bentuk ketetapan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh
pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkrit. Sebagai
ketetapan, izin itu dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku
pada ketetapan pada umumnya, sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
c. Lembaga Pemerintah
Lembaga atau kelembagaan, secara teoritis adalah suatu rule of the game
yang mengatur tindakan dan menentukan apakah suatu oraganisasi dapat
berjalan secara efisien dan efektif. Adapun pengaruh pemerintah pada
masyarakat melalui tugas mengatur mempunyai makna bahwa pemerintah
terlibat dalam penerbitan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan
termasuk melahirkan sistem-sistem perizinan. Dengan demikian, izin
sebagai salah satu instrumen pemerintah yang berfungsi mengendalikan
tingkah laku masyarakat agar sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan.
d. Proses dan Prosedur
35
Proses dan prosedur perizinan dapat meliputi prosedur pelayanan
perizinan, proses pelayanan perizinan yang merupakan proses internal yang
dilakukan oleh aparat/petugas. Dalam setiap tahapan pekerjaan tersebut,
masing-masing pegawai dapat mengetahi peran masing-masing dalam proses
penyelesaian perizinan. Pada umumnya permohonan izin harus menempuh
prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin.
Disamping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak
oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu
berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin.
Dalam hal pelaksanan perizinan, lack of competencies sangat mudah
untuk di jelaskan. Pertama, proses perizinan membutuhkan adanya
pengetahuan tidak hanya sebatas pada aspek legal dari proses perizinan,
tetapi lebih jauh dari aspek tersebut. Kedua, proses perizinan memerluka
dukungan keahlian aparatur tidak hanya dalam mengikuti tata aturan
prosedurnya, tetapi ha-hal- lain yang sangat mendukung kelancaran proses
perizinan itu sendiri. Ketiga, proses perizinan tidak terlepas dari interaksi
antara pemohon dengan pemberi izin.
e. Persyaratan
Persyaratan merupakan hal yang harus dipenuhi oleh pemohon untuk
memperoleh izin yang dimohonkan. Persyaratan perizinan tersebut berupa
dokumen kelengkapan atau surat-surat. Dalam regulasi dan deregulasi,
36
persyaratan dam proses perizinan menjadi satu yang paling utama. Arah
perbaikan sistem perizinan ke depan, paling tidak memenuhi kritria berikut:
1) Tertulis dengan jelas.
2) Regulasi sulit terlaksana dengan baik tanpa tertulis dengan jelas. Oleh
karna itu, regulasi perizinan pun harus ditulis dengan jelas.
3) Memungkinkan untuk dipenuhi.
4) Perizinan harus berorientasi pada asas kemudahan untuk dilaksanakan oleh
si pengurus. Meskipun tetap memperhatikan sasaran regulasi yang bersifat
ideal.
5) Berlaku universal.
6) Perizinan hendaknya tidak menimbulkan efek diskriminatif. Perizinan
harus bersifat inklusif dan universal;
7) Memperhatikan spesifikasi teknis dan aspek lainnya yang terkait.
f. Waktu Penyelesaian Izin
Waktu penyelesaian izin harus ditentukan oleh instansi yang bersangkutan.
Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan
sampai dengan penyelesaian pelayanan.
g. Biaya Perizinan
Biaya/ tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses
pemberian izin. Penetapan besaran biaya pelayanan izin perlu memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
37
1) Rincian biaya harus jelas untuk setiap perizinan, khususnya yang
memerlukan tindakan seperti penelitian, pemeriksaaan, pengukuran, dan
pengajuan;
2) Ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan atau dan memperhatikan
prosedur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
h. Pengawasan Penyelenggaraan Izin
Setiap pelaksnaan kegiatan, baik itu pada permulaan, pelaksanaan
maupun setelah pelaksanan, perlu diadakannya suatu pengawasan yang
konsisten. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadinya suatu peyimpangan
terhadap izin yang telah diberikan pemohon. Untuk tidak terjadinya
penyelengaraan terhadap izin yang telah diberikan, maka diadakannya suatu
pengawasan merupakan unsur yang penting yang diantaranya adalah:
1) Pejabat pemberi izin atau aparat yang diberi tugas berwenang untuk
melakukan pengawasan secara periodik terhadap pelaksanaan persyaratan-
persyaratan yang tercantum dalam izin bangunan.
2) Untuk kepentingan pengawasan, apabila di pandang perlu, pejabat atau
petugas yang bersangkutan berwenang untuk melakukan pemeriksaan
dokumen-dokumen yang berkitan dengan pembangunan yang sedang
dilakukan oleh pemegang izin.
3) Untuk kepentingan pengawasan, apabila dipandang perlu, pejabat atau
petugas yang berwenang memeriksa peralatan-peralatan dan bahan-bahan
yang dipergunakan untuk pembangunan.
38
4) Semua kegiatan pengawasan wajib dicatat dalam berita acara pengawasan
dan tandatangani oleh petugas pengawas yang bersangkutan dan juga oleh
pemegang izin, pemilik atau penguna bangunan.
5) Setiap orang yang berkaitan dengan bangunan wajib memberikan
keterangan yang diperlukan oleh petugas pengawas, kecuali keterangan
tersebut dilarang oleh undang-undang.
6) Hasil pengawasan dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh pejabat
pemberi izin untuk menetapkan syarat-syarat tambahan apabila
diperluakan.
7) Dalam hal pelaksanaan wewenang pengawas, pejabat atau petugas
menemukan adanya pelanggaran persyatana izin, pejabat pemberi izin
berwenang menetapkan keputusan tentang kewajiban bagi pemegang izin
untuk dalam waktu 30 hari memenuhi syarat-syarat sebagaimana yang
telah dicantumka dalam izin;
8) Keputusan tersebut berupa petunjuk atau instruksi yang harus dilakukan
oleh pemegang izin yang belum dilengkapi. Penetapaan putusan ini
wajib diberikan secara jelas dan wajar kepada pemegang izin.
9) Apabila jangka waktu yang ditetapkan tersebut diatas terlampaui, maka
pejabat pemberi izin dapat melaksanakan sendiri isi keputusan tersebut di
atas biaya seluruhnya pemegang izin;
10) Keputusan penetapaan tersebut berakhir seketika apabila pelangaran
persyaratan izin telah diakhiri (dalam arti dipenuhi semua persyaratan)
oleh pemegang izin;
39
11) Dalam pelaksanaan ketentuan sebagimana terurai di atas, pejabat pemberi
izin wajib memperhatikan asas kepatutan, asas efisiensi, dan asas
manfaat.
i. Sanksi Perizinan
Sanksi merupakan sarana agar ada kepatuhan warga negara terhadap norma-norma hukum. Menurut Kalsen mengemukakan bahwa Sanksi diberikan oleh tata hukum dengan maksud untuk menimbulkan perbuatan tertentu yang dianggap dikehendaki oleh pembuat undang-undang. Sanksi dibuat sebagai konsekuensi dari perbuatn yang dianggap merugikan masyarakat dan menurut maksud-maksud dari tata hukum harus dihindarkan. Karena sasaran dan tujuan sanksi itu kepatuhan, maka sanksi itu sebenarnya tidak selalu berupa hukuman (punisment) tetapi dapat pula berupa ganjaran (reward).19
4. Prosedur dan Persyaratan Perizinan
Proses dan prosedur perizinan dapat meliputi prosedur pelayanan
perizinan, proses penyelesaian perizinan yang merupakan proses internal yang
dilakukan oleh aparat/ petugas. Pada umumnya permohonan izin harus
menempuh prosedur tertentu yang di tentukan oleh pemerintah, selaku pemberi
izin disamping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon izin juga harus
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak
oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan benda
benda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Syarat-syarat
dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat konstitutif, karena
ditentukan suatu pembuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih
dahulu) dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin ditentukan suatu perbuatan
konkrit dan bila tidak dipenuhi akan dikenai sanksi bersifat kondisional, karena
19 Ridwan, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Pradilan Administrasi, FH-UI Press, Yogyakarta, 2009. hlm. 110.
40
penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah
perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.20
Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ini di tentukan sepihak
oleh pemerintah. Meskipun demikian, pemerintah tidak boleh membuat atau
menentukan prosedur dan persyaratan menurut kehendaknya sendiri secara
sewenang-wenang, tetapi harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar arti perizinan tersebut. Dengan kata lain, pemerintah tidak
boleh menentukan syarat yang melampaui batas tujuan yang hendak dicapai
oleh peraturan hukum yang menjadi asal perizinan yang bersangkutan.21
C. Tinjauan Umum Tentang Izin Mendirikan Bangunan
1. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan
Izin mendirikan bangunan adalah perizinan yang diberikan oleh
pemerintah kabupaten/kota kepada pemilik gedung untuk membangun baru,
mengubah, memperluas, mengurangi dan atau merawat bangunan gedung
sesuai dengan persyaratan administrasi dan persyaratan teknis yang berlaku.22
Sunarto menegaskan bahwa izin mendirikan bangunan merupakan izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada badan atau orang untuk mendirikan suatu bangunan yang dimaksud agar desain pelaksanan pembangunan dan bangunan sesuai dengan Nilai Dasar Bangunan (NDB), Nilai Luas Bangunan (NLB), serta Ketinggian Bangunan (KB) yang di tetapkan sesuai dengan syara-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut, orang lain dan lingkungan.23
Sedangkan menurut Kusno Wijoyo mengatakan bahwa pengertian izin mendirikan bangunan adalah izin untuk mendirikan, memperbaiki, mengubah,
20 Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Yogyakarta, Gajah Mada University Press. 2006. hlm. 17.
21 Andrian Sutendi, Op.Cit., hlm. 12.22 Marihot Pahala Siahaan, Hukum Bangunan Gedung di Indonesia, Raja Grafindo Persa,
Jakarta, 2008. hlm. 22.23 Sunarto, Pajak dan Retribusi Daerah, Amus dan Citra Pustaka, Yogyakarta, 2005. hlm.
125.
41
atau merenovasi bangunan termasuk izin kelayakan menggunakan bangunan atau untuk bangunan yang sudah berdiri yang dikeluarkan oleh pemerintah darah atau pejabat yang berwenang.24 Izin mendirikan bangunan berlaku selama bangunan tersebut berdiri dan tidak terjadi perubahan bentuk atau fungsi.25
Peraturan Menteri Dalam Negari Nomor 32 Tahun 2010 tentang
Pedoman Izin Mendirikan Bangunan, dalam ketentuan umum pasal 1 angka (5)
menyebutkan bahwa izin mendirikan bangunan adalah perizinan yang
diberiakan pemerintah daerah kepada pemohon untuk membangun sesuai
dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Setiap
badan atau orang yang memiliki bangunan gedung wajib memiliki izin
mendirikan bangunan. Izin mendirikan bangunan adalah awal surat bukti dari
pemeritah daerah bahwa pemilik bangunan gedung dapat mendirikan bangunan
gedung sesuai dengan fungsi yang telah di tetapkan dan berdasarkan rencana
teknis bangunan gedung yang telah di setujui oleh pemerintah daerah.26 Izin
mendirikan bangunan juga tidak hanya diperlukan untuk mendirikan bangunan
saja, tetapi juga membongkar, merenovasi, menambah, mengubah,
memperbaiki, yang mengubah bentuk atas struktur bangunan harus
memperhatikan teknis dan prinsip penyelenggaraan pembangunan. Mendirikan
bangunan sebagai pekerjaan mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian
termasuk menggali, menimbun, meratakan tanah yang berhubungan dengan
pekerjaan mangadakan bangunan, memperbaiki/merenovasi dan menambah
24 Kusno Wijoyo, Mengurus IMB dan Permasalahannya, Pemko Bekasi, Jarkarta, 2002. hlm. 2.
25 Rinto Manulang, Segala Hal Tentang Rumah Tanah dan Perizinannya, Buku Pintar, Yogyakarta, 2011. hlm. 60.
26 Marihot Pahala Siahaan, Op.Cit., hlm 63.
42
bangunan diatur oleh peraturan dan menyebutkan izin mendirikan bangunan di
selenggarakan berdasarkan prinsip:
a. Prosedur sederhana, mudah dan aplikatif.
b. Pelayanaan yang cepat, terjangkau dan tepat waktu.
c. Keterbukaan informasi bagi masyarakat dan dunia usaha.
d. Aspek rencana tata ruang, kepastian status hukum pertanahan, keamanan
dan keselamatan, serta kenyamanan.
Prinsip hukum dari izin mendirikan bangunan adalah agar terciptanya
keserasian antara lingkungandan bangunan. Selain itu izin mendirikan
bangunan diharapkan memberikan perlindungan, dimana bangunan yang
dibangun aman bagi keselamatan jiwa penghuninya, sebab dalam pemberian
izin mendirikan bangunan dilakukan analisis terhadap desain bangunan
tersebut apakah sudah memenuhi persyartan bangunan dan aman lingkungan.27
2. Tujuan dan Manfaat Izin Mendirikan Bangunan
Pada penerapan pemberian izin mendirikan bangunan ada beberapa alasan
mencakup dari tujuan dan manfaat izin mendirikan bangunan, pemberian izin
mendirikan dimaksud untuk:28
a. Pembinaan
Pembangunan sebuah bangunan memerlukan pembinaan. Izin mendirikan
bangunan dimaksudkan agar lembaga yang berwenang dapat membina
orang atau badan yang bermaksud membangun dengan benar dan
27 Kusno Wijoyo, Loc.Cit., hlm. 2.28 Teguh Sutanto, Panduan Praktis Mengurus Sertipikat Tanah dan Perizinannya, Buku
Pintar, Jakarta, 2014. hlm. 78-79.
43
menghasilkan bangunan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
b. Pengaturan
Bangunan-bangunan perlu diatur sebagaimana pengaturan bertujuan agar
menghasilkan sesuatu yang teratur. Pembangunan perlu memperhatikan
peraturan-peraturan yang berlaku. Jarak dari jalan ke bangunan, luas ruang
terbuka, dan lain-lain perlu diatur. Tanpa pengaturan, bangunan-bangunan
akan semakin semerawut dan tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang
berlaku.
c. Pengendalian
Pembangunan perlu dikendalikan. Tanpa pengendalian, bangunan
bisa muncul dimana-mana seperti jamur, tanpa memperhatikan peraturan
yang berlaku. Lahan yang dimaksudkan menjadi taman bisa saja diubah
menjadi rumah, jadi tanpa peengendalian. Selain itu, laju pembangunan
perlu diperhatikan. Pembangunan yang begitu pesat juga bisa membawa
dampak buruk bagi lingkungan. Pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2002 tentang Bangunan Gedung terdapat beberapa pasal yang mendudukan
izin mendirikan bangunan sebagaimana saran pengendalian yaitu pasal 6, 7,
35, 39, 40 dan 41 yang dikatakan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan
gedung, pemilik bangunan gedung berkewajiban memiliki izin mendirikan
bangunan. Hal ini bermanfaat untuk upaya penegakan prosedur perizinan
dalam mendirikan bangunan untuk menjamin bangunan tersebut telah sesuai
dengan peruntukan ruang dan kegiatan yang direncanakan.
44
Tujuan pemberian izin mendirikan bangunan adalah untuk:
1) Melindungi Kepentingan Umum, Izin mendirikan bangunan bertujuan
melindungi kepentingan umum. Kegiatan pembangunan yang bisa merusak
likungan bisa saja ditolak terjaganya lingkungan juga merupakan
kepentingan umum. Sebuah bangunan tidak bisa dibangun diatas lahan hijau
dan tidak boleh sebuah bangunan dibangun di pinggir sungai. Sementara
semua ini terjadi karena pembangunan yang dimaksudkan bertentangan
dengan kepentingan umum masyarakat.
2) Memberi kewenangan kepada pemerintah daerah untuk memungut retribusi
sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Jadi, segala
bentuk pembangunan yang sudah mendapatkan izin mendirikan bangunan
juga menyumbang pendapatan daerah. Semakin besar pembangunan, berarti
daerah itu juga akan mendapatkan pemasukan.
Selain itu izin mendirikan bangunan ditujukan untuk menjaga
ketertiban, keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri
terhadap penghuninya maupun lingkungan di sekitarnya. Didalam buku
Andrian Sutedi yang berjudul Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan
Publik, di jelaskan bahwa fungsi dan tujuan izin mendirikan bangunan yaitu :
Fungsi izin mendirikan bangunan dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu:29
a. Segi Teknis Perkotaan
Pendirian izin mendirikan bangunan sangat penting artinya bagi
pemerintah daerah guna mengatur, menetapkan dan merencanakan
pembangunan perumahan di wilayah sesuai dengan potensial dan prioritas 29 Andrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 194-195.
45
kota yang dituangkan dalam Master Plan kota. Oleh karna itu, untuk
mendapatkan pola pembangunan kota yang terencana dan terkontrol,
pelaksanaan-pelaksanaan diatas wilayah suatu kota di wajibkan memiliki
izin mendirikan bangunan dan penggunaannya sesuai dengan yang disetujui
dinas tata ruang dan tata bangunan kota.
Dengan adanya pengaturan pembangunan perumahan dengan izin ini,
pemerintah daerah dapat nmerencanakan pelaksanaan pembangunan
berbagai sarana serta unsur kota dengan berbagai instansi yang
berkepentingan. Hal ini menjadi sangat penting artinya agar wajah
perkotaan dapat ditata dengan rapi serta menjamin keterpaduan pelaksanaan
pekerjaan pembangunan perkotaan.
b. Segi Kepastian Hukum
Izin mendirikan bangunan penting artinya sebagai pengawasan dan
pengendalian bagi pemerintah dalam hal pembangunan perumahan.
Mendirikan bangunan dapat dijadikan titik tolak dalam pengaturan
perumahan selanjutnya. Bagi masyarakat pentingnya izin mendirikan
bangunan ini adalah untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak
bangunan yang dilakukan, sehingga tidak ada gangguan atau hal-hal yang
merugikan pihak lain dan akan memungkinkan untuk mendapatkan
keamanan dan ketentraman dalam pelaksanaan usaha atau pekerjaan.
Selain itu izin mendirikan bangunan bagi pemiliknya dapat berfungsi
sebagai berikut:
a. Bukti milik yang syah.
46
b. Kekuatan hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam hal berikut:
1) Terjadinya hak milik atas keperluan pembangunan yang bersifat untuk
kepentingan umum;
2) Bentuk-bentuk kerugian yang diderita pemilik bangunan lainnya yang
berasal dari kebijaksanaan dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah;
3) Segi pendapatan daerah, dalam hal ini melalui izin mendirikan bangunan
dapat di pungut retribusi. Retribusi ini ditetapkan berdasarkan presentase
dari taksiran biaya bangunan yang dibedakan menurut fungsi bangunan
tersebut. Retribusi ini dibedakan kepada setiap orang atau bandan hukum
yang namanya tertera dalam surat izin mendirikan bangunan (SIMB).
3. Pengaturan Izin Mendirikan Bangunan
Dalam negara hukum modern tugas dan wewenang pemerintah tidak
hanya sekedar menjaga ketertiban dan keamanan (rust en order), tetapi juga
mengupayakan kesejahtaraan umum (bestuurszorg). Tugas dan kewenangan
pemerintah untuk menjaga keamana dan ketertiban umum merupakan tugas
klasik yang sampai saat ini masih tetap dipertahankan. Dalam rangka
melaksanakn tugas tersebut kepada pemerintah diberikan wewenang dalam
bidang pengaturan, yang berfungsi memunculkan beberapa instrumen yuridis
untuk menghadapi peristiwa individual dan konkret, yaitu dalam bentuk
ketetapan. Sesuai dengan sifatnya, individual dan konkret, ketetapan
merupakan awal mula dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan
pemerintah, atau sebagai norma penutup dalam rangkaina norma hukum.30
30 Ibid, hlm. 179-180.
47
Pengaturan IMB diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung diatur tentang asas, tujuan dan lingkup dari bangunan gedung, fungsi
bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung yaitu sarat adaministratif dan
syarat teknis, peran masyarakat, pembinaan terhadap bangunan gedung dan
sanksi yang terdiri atas sanksi adminstratif dan sanksi denda.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksana Undang-Undan Nomor 2008 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung mengatur secara lebih rinci mengenai bangunan gedung. Diantaranya
pernyaratan adaministratif bangunan gedung yang meliputi:
a. Status hak atas tanah yaitu setiap bangunan gedung harus didirikan pada
status tanah yang memiliki kepemilikan jelas, baik milik sendiri maupun
milik pihak lain. Dalam hal tanah milik pihak lain, bangunan gedung hanya
dapat didirikan dengan izin pemanfaatan tanah dari pemeegang hak atas
tanah atau pemilik tanah dalam bentuk perjajian tertulis antara pemegang
hak atas tanah atau pemilik tanah dengan pemilik bangunan gedung.
b. Status kepemilikan gedung yang dibuktikan dengan surat bukti kepemilikan
bangunan gedung yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, kecuali
bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah berdasarkan hasil kegiatan
pendataan bangunan gedung. Kepemilikan gedung ini dapat dialihkan
kepada pihak lain, namun apabila pemilik bangunan gedung bukan
48
merupakan pemilik tanah, pengalihan hak harus mendapatkan persetujuan
dari pemilik tanah.
c. Izin Mendirikan Bangunan harus diberikan oleh pemerintah daerah, kecuali
bangan gedung fungsi khusus oleh pemerintah, melalui proses permohonan
izin mendirikan bangunan. Pemerintah daerah wajib memberikan surat
keterangan rencana kabupaten/ kota untuk lokasi yang bersangkutan kepada
setiap orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirilkan
bangunan. Dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan
gedung harus dilengkapi dengan :
1) Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian
pemanfaatan tanah
2) Data pemilik bangunan gedung
3) Rencan teknis bangunan gedung
4) Hasil analisi dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting bagi lingkungan. Hal ini harus
mendapatkan pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan
dengan mempertimbangkan pendapat publik.
D. Tinjauan Umum Tentang Ruang, Tata Ruang dan Penataan Ruang
1. Pengertian Ruang, Tata Ruang dan Penataan Ruang
Menurut D.A Tisnaadmidjaja, yang dimaksud dengan ruang adalah wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam suatu kwalitas yang layak.31 Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
31 D.A Tiasnaadmidjaja dalam Asep Warla Yusuf, Pranata Pembangunan, Universitas Parahiangan, Bandung, 1997. hlm. 6.
49
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan tata ruang dan penegendalian pemanfaatan ruang. Hal tersebut
merupakan ruanglingkup penataan ruang sebagai objek Hukum Administrasi
Negara. Jadi hukum penataan ruang menurut Undang-undang Nomor 26 tahun
2007 tentang Penatan Ruang yaitu hukum yang berwujud struktur ruang (ialah
susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang
berfungsi sebagai pendukung kegiatan ekonomi yang secara hirarkis memiliki
hubungan (fungsional) dan pola ruang ( ialah distribusi peruntukan ruang untuk
fungsi budi daya).32
2. Asas dan Tujuan Penataan Ruang
Menurut Herman Hermit mengatakan bahwa sebagaimana asas hukum yang paling utama yaitu keadilan, karna arah dan kerangka pemikiran serta pendekatan-pendekatan dalam pengaturan ( substansi peraturan perundang-undangan ) apapun, termasuk Undang-Undang penataan ruang, wajib dijiwai oleh asas keadilan.33
Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang ditegakaan bahwa penataan ruang di selenggarakan berdasarkan atas
asas:
a. Keterpaduan
Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
mengintegrasiakan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas
32 Muhammad Akib, Charles Jacson Dkk, Hukum Penatan Ruang, Pusat kajian Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2013. hlm. 33.
33 Mernan Hermit, Pembahasan undang-Undang Penataan Ruang, Mandar Maju, Bandung, 2008. hlm. 68.
50
wilayah dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara
lain, adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
b. Keserasian, keselarasan dan keseimbangan
Keserasian, keselarasan dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan
pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya,
keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara
kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.
c. Keberlanjutan
Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan
menjamin kelestariandan kelangsungan daya dukung dan daya tampung
lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.
d. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan.
Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaaat ruang dan sumber daya
yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang
berkualitas.
e. Keterbukaan dan Kemitraan
Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan
f. Perlindungan Kepentingan Umum
Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat
51
g. Kepastian Hukum dan Keadilan
Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang
diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan
perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan
mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan
kewajiban semua pihak secara adil denga jaminan kepastian hukum.
h. Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat di
pertanggung jawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.
3. Klasifikasi Penataan Ruang
Klasifikasi penataan ruang ditegaskan dalam Undang-Undang Penataan
Ruang bahwa penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi
utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan dan nilai strategis
kawasan.
Selanjutnya ditegaskan sebagai berikut:
a. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem
internal perkotaan.
b. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan
lindung dan kawasan budi daya.
c. Penataan ruang berdasarkan wilayah administrasi terdri atas penataan ruang
wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang
wilayah kabupaten /kota.
52
d. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang
kawasasn perkantoran, dan penataan ruang kawasan perdesaan.
e. Penataan ruang berdasarkan nilai trategis kawasan terdiri atas penataan
ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi
dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
Penyelenggaraan penataan ruang harus memperhatikan hal sebagai
berikut:
a. Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan
terhadap bencana
b. potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumber daya buatan,
kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan,
lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu
kesatuan.
c. Geostrategi, geopolitik dan geoekonomi
Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi dan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota harus dilakukan secara berjenjang
dan komplementer. Komplementer yang dimaksud disini adalah bahwa
penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi dan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota saling melengkapi satu sama lain,
bersinergi dan dalam penyelengaraannya tidak terjadi tumpang tindih
kewengan.34
4. Tugas dan Wewenang Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam Penataan
Ruang34 Muhammad Akib, Charles Jackson dkk, Op.Cit., hlm. 37.
53
Tugas negara dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi dua hal,
yaitu; (a) police making, ialah penentuan haluan negara; (b) task executing,
yaitu pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah ditetapkan oleh negara.35
Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud di atas, negara memberikan
kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada pemerintah dan
pemerintah daerah. Penyelenggaraan penataan ruang itu dilakukan dengan
tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Wewenang pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang
meliputi:
a. Pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota, serta terhahap
pelaksanaan penataan ruang kawaan strategis nasional, provinsi dan
kabupaten/kota.
b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional.
c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategi nasional.
d. Kerjasama penataan ruang antarnegara dan pemfasilitasan kerjasama
penataan ruang antar provinsi.
Wewenang pemerintah daerah provinsi dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi:
a. Pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota serta terhadap pelaksanaan
penataan ruang kawasan strategis provinsi dan kabupaten/kota.35 Ridwan HR, Op.Cit., hlm. 13.
54
b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah provinsi
c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis provinsi
d. kerjasama penataan ruang antar provinsi dan pemfasilitasan kerjasama
penataan ruang antar kabupaten/kota.
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi:
a. Pengaturan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan
ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis kabupaten/kota.
b. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota
c. Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota
d. Kerjasama penataan ruang atar kabupaten/kota.
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi:
a. Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota
b. Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota
c. Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
5. Pelaksanaan Penataan Ruang
Kegiatan pembangunan merupakan bagian terpenting dan tidak dapat
dipisahkan dari proses penyelenggaraan negara dan pemerintah. Indonesia
sebagai salah satu negara yang menganut paham Walfare state berkewajiban
unntuk dapat menyelenggarakan pembangunan dengan memanfaatkan secara
optimal berbagai sumber daya yang ada, guna memenuhi kebutuhan hidup
55
rakyatnya. Kewajiban negara ini di perkuat dengan dicantumkannya dalam
konstitusi negara yakni pada pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa negara
memiliki kekuasaaan atas bumi, air dan kekayan alam yang terkandung
didalamnya untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Dengan kata lain, ketentuan ini bermakna bahwa negara dengan berbagai cara
dan tanpa alasan apapun dituntut untuk dapat mensejahtrakan rakyat.36
Dalam proses penyelenggaraan pembangunan yang mensejahtrakan
tersebut tentunya tidak semudah membalikan telapak tangan atau dapat secara
ideal berjalan sebagaimana yang di kehendaki oleh rakyat atau yang termasuk
dalam konstitusi negara. Hal ini perlu disadari dan dipahami bahwa kegiatan
pembangunan selama ini atau di negara manapun bukan tanpa masalah atau
hambatan. Demikian juga yang terjadi di Negara Indonesia yang merupakan
negara berkembang dengan pola pemerintahan yang masih inkonsisten.
Hadirnya konsep otonomi daerah yang digulirkan sejak tahun 1999 hanya
merupakan intuisi sesaat yang terpengaruh oleh euphoria sementara mengenai
pola pemerintahan yang di anggap ideal yakni perubahan system pemerintahan
dari sentralistik ke desentralistik yang pada kenyatannya dapat dibilang masih
ragu-ragu dan belum terbukti keefektifannya.
a. Perencanaan Tata Ruang
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang. Pada Undang-Undang Penatan Ruang, perencanaan rencana tata ruang
wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang 36 Muhammad Akib, Charles Jackson dkk, Loc.Cit., hlm. 41.
56
wilayah kabupaten/kota mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi. Perencanaan pembanguna nasional terbagi atas
tiga jenis perencanaan yaitu:37 Rencana jangka Panjang, Rencana Lima tahun
dan Rencana Tahunan.
Pada Pasal 19 Undang-Undang Penataan Ruang menyatakan bahwa
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional harus memperhatikan:
1) Wawasan Nusan tara dan Ketahanan Nasional
2) Perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian
implikasi penataan nasional
3) Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan sertas stabilitas
ekonomi.
4) Keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembangunan daerah.
5) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
6) Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional.
7) Rencana tata ruang kawasan strategis nasional
8) Rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana dan rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota.
Rencana Tata Ruang nasional nantinya aka menjadi acuan terhadap
rencana tata ruang provinsi, kabupaten/kota. Adapun Rencana tata ruang
Provinsi adalah sebagai berikut:
1) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi mengacu pada:
a) Rencana Tata ruang Wilayah Nasional
37 B.S Muljana, Perencanaan Pembangunan Nasional, Proses Penyusuna Rencana Pembangunan Nasional dengan Fokus Repelita V, UI-Perss, Jakarta, 2001. hlm. 4.
57
b) Pedoman dibidang penatan ruang
c) Rencana pembangunan jasngka panjang daerah.
2) Penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi harus memperhatikan:
a) Perkembangan permasalahan nasional dan hasil pengkajian implikasi
penataa ruang provinsi.
b) Upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi provinsi.
c) Keselarasan aspirasi pembangunan provinsi dan pembangunan
kabupaten/kota.
d) Daya dukung dan daya tumpang lingkungan hidup.
e) Rencana pembangunan jangka panjang daerah.
f) Rencana tata ruang wilayah provinsi yang berbatasan.
g) Rencana tata ruang kawasan strategi provinsi
h) Rencan tata ruang wilayah kabupaten/kota.
Mengenai apa saja yang terdapat dalam Rencana Tata ruang Wilayah
Provinsi, ditegaskan dalam Rencana Tata ruang Wilayah Provinsi, ditegaskan
dalam Pasal 23 Undang-Undang Penataan Ruang, sebagai berikut:
1) Rencana tata ruang wilayah provinsi memuat:
a) Tujuan, kebijakan dan strategis penataan ruang wilayah provinsi.
b) Rencana struktur ruang wilaya provinsi yang meliputi sistem perkotaan
dalam wilayahnya yang berkaitan dengan kawasan perdesaan dalam
wilayah pelayanan dan sistem jaringan prasarana wilayah provinsi.
c) Rencana pola ruang wilayah provinsi yang meliputi kawasan lindung dan
kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis provinsi.
58
d) Penetapan kawssasn atrategi provinsi.
e) Arahan pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi indikasi program
utama jangka menengah lima tahunan.
f) Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang berisi
indikasi arahan peraturan zonasi sistem provinsi, arahan perizinan,
arahan insentif dan disentif, serta arahan sanksi.
2) Rencana tata ruang wilayah provinsi menjadi pedoman untuk :
a) Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah
b) Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah
c) Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam wilayah
provinsi
d) Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antarwilayah kabupaten/kota serta keserasian antar sektor.
e) Penetapan lokasi dan fungsi untuk investasi.
f) Penataan ruang kawasan strategis provinsi.
g) Penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
3) Jangka waktu rencana tata ruang wilayah provinsi adalah 20 (dua puluh)
tahun.
4) Rencana tata ruang wilayah provinsi sebagai dimaksud pda ayat (1) ditinjau
kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
5) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berakaitan dengan bencana
alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan
dan/atau perubahan batas teritorial negara dan/atau wilayah provinsi yang
59
ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata ruang wilayah provinsi
ditinjau mulai dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(6) Rencana tata ruang wilayah provinsi ditetapkan dengan peraturan daerah
provinsi.
Sedangkan dalam penyusunan Rencana Tata Ruang kabupaten dan Kota
mengaku kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi. Rencana Tata ruang Kabupaten sebagai berikut:
1) Rencana tata ruang wilayah kabupaten memuat:
a) Tujuan, Kebijakan, dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten.
b) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten yang meliputi sistem perkotaan
di wilayahnya yang terkait dengan kawasan pedesaan dan sistem jaringan
prasarana wilayah kabupaten.
c) Rencana pola ruang wilayah kabupaten yang meliputi kawasan lindung
kabupaten dan kawasan budi daya kabupaten.
d) Penetapan kawasan strategi kabupaten.
e) Arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang berisi indikasi
program utama jangka menengah lima tahun.
f) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang
berisi ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan
insentif dan disinsentif serta arahan sanksi.
2) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi pedoman untuk:
a) Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
b) Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah.
60
c) Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah
kabupaten
d) Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan antar sektor.
e) Penetapan lokasi fungsi ruang untuk investasi.
f) Penataan ruang kawasan strategi kabupaten.
3) Rencana tata ruang wilayah kabupaten menjadi dasar untuk penertiban
perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.
4) Jangka waktu rencana tata ruang kabupatan adalah 220 (dua puluh) tahun.
5) Rencana tata ruang wilayah kabupaten sebagai dimaksud pada ayat (1)
ditinjau kembali 1(satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
6) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana
alam skala besar yang ditetapka dengan peraturan perundang-undangan
dan/atau perubahan batas teritorial negara, wilayah provinsi, dan/atau
wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan undang-undang, rencana tata
ruang wilayah kabupaten ditinjau kembali dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
7) Rencana tata ruang wilayah kabupaten ditetapkan dengan peratuaran daerah
kabupaten.
Terdapat perbedaan antara Rencana Tata ruang wilayah Kota dengan
kabupaten, yang mana di dalam Rencana Tata ruang Wilayah Kota pada Pasal
28 undang-Undang Penataan Ruang ada penambahan sebagai berikut:
1) Rencana Penyediaan pemanfaatan ruang terbuka hijau.
2) Rencana penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka nonhijau.
61
3) Rencana penyediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan
kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal, dan ruang evakuasi
bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota sebagai
pelayanan sosial ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
b. Pemanfaatan Ruang
Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan
pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Ketentuan umum tentang
pemanfaatan ruang di tegaskan pada Pasal 32 Undang-Undang Penataan Ruang
sebagai berikut:
1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan
ruang beserta pembiayaannya.
2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik pemanfaatan ruang secara
vertikal maupun pemanfaatan ruang di dalam bumi.
3) Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) termasuk jabaran dari indikasi program utama yang termuat
di dalam rencana tata ruang wilayah.
4) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka
waktu indikasi program utama pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam
rencana tata ruang.
5) Pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah sebagai diamksud apa ayat (3)
disingkronkan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah
62
administratif sekitarnya.
6) Pemanfaatan ruang sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan
sarana dan prasarana.
Mengenai ketentuan apa saja yang harus dilakukan dalam pemanfaatan
ruang Wilayah nasional, Provinsi, dan Kiabupaten/Kota dinyatakan sebagai
berikut:
1) Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dilakukan:
a) Perumusan kebijakan strategis oprasionalisasi rencana tata ruang
wilayah dan rencana tata ruang kawasan trategis.
b) Perumusan program sekttoral dalam rangka perwujudan struktur ruang
dan pola ruang wilayah dan kawasan strategis.
c) Pelaksanaan pembangunan sesuai dengan program pemanfaatan ruang
wilayah dan kawasan strategis.
2) Dalam rangka pelaksanaan kebijakan strategis oprasionalisasi rencana
tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan kawasan budi daya yang
dikendalikan dan kawasan budi daya yang didorong pengembangannya.
3) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c
dilaksanakan melalui pengembangan kawasan secara terpadu.
4) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan:
63
a) Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang.
b) Standar kualitass lingkungan.
c) Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
c. Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Adanya Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah jika adanya ketidak
sesuaian pemanfaatan ruang.38 Pengendalian pemanfaatan ruang adalah sebagai
usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang
ditetapkan rencana tata ruang. Pada Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa pengendalian
pemanfaatan ruang diatur dalam Pasal 66 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 15
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan
Tahun 2011-2031 yang menyatakan bahwa arahan pengendalian pemanfaatan
ruang dilakukan melaui ketentuan umum peraturan zonasi, ketentuan perizinan,
ketentuan insentif dan disentif, serta ketentuan arahan sanksi.
1) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan
ruang dan unsur-unsur pengendalian yang di susun untuk setiap zona
peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang.39 Peraturan Zonasi
(Zoning Regulation) adalah ketentuan yang mengatur tentang kalsifikasi
zona, pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan lahan, dan prosedur
pelaksanaan pembangunan, sesuatu zona mempunyai aturan yang seragam
38 Muhamad Akib, Chaerless Jackson dkk. Op.Cit., hlm. 45.39 Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Pentatagunaan Tanah, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2010. hlm. 194
64
(guna lahan, intensitas, massa bangunan), namun satu zona dengan lainnya
bisa berbeda ukuran dan aturan. Seperti pada gambar beriku:
Gambar 1.1 Peta Rencana Struktur Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang Selatan Tahun 2011-Tahun 2031.
Sumber : Arsip Dinas Penataan Ruang dan Bangunan Tangerang Selatan.
a) Tujuan Peraturan Zonasi
Tujuan dari peraturan zonasi diantaranya adalah:
(1) Menjamin bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan dapat
mencapai standar kualitas lokasi minimum (healty, safety, and
welfare).
(2) Melindungi atau menjamin agar pembangunan baru tidak menggagu
penghuni atau pemanfaatan ruang yang yang telah ada.
(3) Memelihara nilai property.
(4)Memelihara/memantapkan lingkungan dan melestarikan kualitasnya.
(5) Menyediakan aturan yang seragam di setiap zona.
b) Manfaat Peraturan Zonasi.
65
Manfaat dari peraturan zonasi ini adalah:
(1) Meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai.
(2) Meningkatkan pelayanan terhadap fasilitas yang bersifat publik.
(3) Menjaga keseimbangan kehidupan masyarakat.
(4) Mendorong pembangunan ekonomi.
(5) Kelebihan dan Kelebihan Peraturan Zonasi.
Adapun yang menjadi kelebihan dari peraturan zonasi adalah
adanya certainty (Kepastian), predicatability, legitimacy, accountability.
Sedangkan kelemahan peraturan zonasi adalah karena tidak ada yang
dapat meramalkan keadaan di masa depan secara rinci, sehingga banyak
permintaan rezoning (karena itu, amandemen peraturan zonasi menjadi
penting).
Pada perkembangan selanjutnya, peraturan zonasi ditunjukan untuk
beberapa hal sebagai berikut:
a) Mengatur kegiatan yang boleh dan tidak boleh ada pada suatu zona.
b) Menerapkan pemunduran bangunan di atas ketinggian tertentu agar
sinar matahari jatuh ke jalan dan trotoar dan sianr serta udara mencapai
bagian dalam bangunan.
c) Pembatasan besar bangunan di zona tertentu agar pusat kota menjadi
kawaan yang paling intensif pemanfaatan ruangnya.
Peraturan zonasi bermanfaat sebagai panduan mengenai ketentuan
teknis pemanfaatan ruang dan pelaksanaan pemanfaatan ruang, serta
66
pengendaliannya. Berdasarkan komponen dan cakupan peraturan zonasi,
maka fungsi peraturan zonasi adalah:
a) Sebagai perangkat pengendalian pembangunan.
Peraturan zonasi sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang,
menyeragamkan arahan zonasi di seluruh wilayah provinsi untuk
peruntukan ruang yang sama, serta sebagai araha peruntukan ruang
yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan dilarang, serta
intensitas pemanfaatan ruang yang lengkap akan memuat prosedur
pelaksanaan pembangunan sampai ke tata cara pembiayaan.
b) Sebagai pedoman penyusunan rencana operasional.
Peraturan zonasi dapat menjadi jembatan dalam penyusunan renca tata
ruang yang bersifat operasional, karena memuat ketentuan-ketentuan
tentang penjabaran rencana yang bersifat makro kedalamrencan yang
bersifat sub makro sampai pada rencana yang rinci.
c) Sebagian panduan teknis pengembangan pemanfaatan lahan.
Indikasi arahan peraturan zonasi mencakup panduan teknis untuk
pengembangan pemanfaatan lahan.
2) Ketentuan Perizinan
Ketentuan perizinan diatur oleh pemerintah dan pemrintah daerah
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang
undangan. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencan tata
ruang wilayah dibatalka oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan
67
perundang-undangan. Kemudian yang dimaksud dengan perizinan addalah
perizinan yang terkiait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum
pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi
ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang.40
3) Ketentuan Insentif dan Disentif
Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah
daerah. Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan
imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata
ruang, yang berupa:
a) Keringanan pajak, pemberian konpensasi, subsidi silang, imbalan, sewa
ruang, dan urun saham.
b) Pembangunan serta pengadaan infrastruktur.
c) Kemudahan prosedur perizinan.
d) Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah
daerah.
Dalam rangka mendorong terwujudnya struktur dan pola ruang
wilayah kota, insentif diberikan kepad kawasan sebagai berikut:
a) Kawasan yang di dorong perkembangannya;
b) Kawasan pusat kota;
c) kawasn strategis kota40 Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Op.Cit. hlm. 196.
68
Perangkat disinsentif adalah adalah instrumen pengaturan yang
bertujuan membatasi atau mengendalikan kegiatan pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencan tata ruang, seperti:
a) Pengenaan pajak progresif
b) Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan konpensasi, dan
penalti.
Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi
pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana
tata ruan, yang berupa:
a) Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya
yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat
pemannfaatan ruang.
b) Pembatasan penyediaan infra struktur, pengenaan konpensasi, dan
penalti.
Untuk menghambat perkembangan kawasan yang dibatasi
perkembangannya maka disinsentif di berlakukan pada kawasan berikut:
a) Kawasan yang dibatasi pengembangannya dan kawasa yang ditetapkan
sebagai lingkunagan dengan kepadatan sedang: dan
b) Kawasan yang ditetapkan sebangai kawasan pemugaran.
Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:
a) Pemerintah kepada pemerintah daerah
b) Pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya.
c) Pemerintah kepada masyarakat.
69
4) Ketentuan Sanksi
Mengenai pengenaan sanksi diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor
26 tahun 2007 yang merupakan tindakan penertiban yang dilakakan terhadap
pemanfaaatan ruangyang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan
peraturan zonasi. Pengenaan sanksi merupakan salah satu upaya
penegendalaian pemanfaaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat
tindakan pembinaan atas pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan tata
ruang. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencan tata ruang, baik
yang dilengkapi izin maupun yang tidak memiliki izin dikenai sanksi
administratif, sanksi pidana dan/atau sanksi pidana denda.
70
71