Upload
duongkiet
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat kelangsungan hidup benih ikan bawal selama penelitian pada
perlakuan penambahan kapur CaCO3 berturut-turut 0 mg/ℓ , 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ,
dan 250 mg/ℓ adalah 88,89%, 94,44%, 91,67%, dan 94,44% (Gambar 2).
Kelangsungan hidup ikan bawal tidak berbeda nyata antar perlakuan pada selang
kepercayaan 95% (P>0,05, Lampiran 2).
Gambar 2. Kelangsungan hidup ikan bawal
3.1.2 Bobot Rata-rata
Hasil pengamatan terhadap bobot selama penelitian pada kontrol dan
perlakuan penambahan kapur CaCO3 0 mg/ℓ, 150 mg/ℓ, 200 mg/ℓ, dan 250 mg/ℓ
berkisar antara 1,80-3,62 g/ekor (Gambar 3).
Gambar 3. Bobot rata-rata ikan bawal
9
3.1.3 Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan bobot harian ikan bawal yang dipelihara dengan masa
pemeliharaan 30 hari untuk perlakuan 0 mg/ℓ CaCO3, 150 mg/ℓ CaCO3, 200 mg/ℓ
CaCO3, dan 250 mg/ℓ CaCO3 adalah 2,01%, 2,16%, 2,36%, dan 2,16% (Gambar
4). Perlakuan penambahan kapur CaCO3 pada media pemeliharaan ikan bawal
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian
pada selang kepercayaan 95% (P>0,05; Lampiran 3).
Gambar 4. Laju pertumbuhan harian ikan bawal
3.1.4 Panjang Mutlak
Pemeliharaan ikan bawal selama 30 hari dengan perlakuan yang berbeda
yaitu 0 mg/ℓ CaCO3, 150 mg/ℓ CaCO3, 200 mg/ℓ CaCO3, dan 250 mg/ℓ CaCO3
menghasilkan pertumbuhan panjang mutlak secara berturut-turut 1,22 cm, 1,27
cm, 1,29 cm, dan 1,20 cm (Gambar 5). Perlakuan penambahan kapur CaCO3 pada
media pemeliharaan ikan bawal tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertumbuhan panjang mutlak ikan bawal (P>0,05; Lampiran 4).
10
Gambar 5. Pertumbuhan panjang mutlak ikan bawal
3.1.5 Koefisien Keragaman Panjang
Pemeliharaan ikan bawal selama 30 hari dengan perlakuan yang berbeda
menghasilkan koefisien keragaman panjang yaitu 0 mg/ℓ CaCO3 sebesar 4,77 %,
150 mg/ℓ CaCO3 sebesar 4,35 %, 200 mg/ℓ CaCO3 sebesar 5,00 %, dan 250 mg/ℓ
CaCO3 sebesar 5,80 % (Gambar 6). Perlakuan penambahan kapur CaCO3 pada
media pemeliharaan ikan bawal tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
koefisien keragaman panjang mutlak ikan bawal (P>0,05; Lampiran 5).
Gambar 6. Koefisien keragaman panjang ikan bawal
11
3.1.6 Parameter Kualitas Air
3.1.6.1 Nilai pH
Kisaran pH selama penelitian yaitu 7,3–8,7 (Gambar 7), yang
menunjukkan nilai pH berbeda antar perlakuan penambahan CaCO3 dan
mengalami perubahan pada akhir pemeliharaan (Lampiran 7).
Gambar 7. Grafik pH selama pemeliharaan
3.1.6.2 Oksigen terlarut
Konsentrasi oksigen terlarut selama 30 hari pemeliharaan berkisar antara
5,1-6,73 mg/ℓ (Gambar 8) dan cenderung memiliki nilai yang sama pada semua
perlakuan (Lampiran 8).
Gambar 8. Konsentrasi oksigen terlarut selama pemeliharaan
12
3.1.6.3 Suhu
Nilai suhu selama perlakuan selama 30 hari pemeliharaan berkisar antara
26,1-28,2ºC (Gambar 9). Berdasarkan kisaran nilai suhu selama perlakuan
tersebut, tidak terjadi perubahan yang signifikan (Lampiran 9).
Gambar 9. Grafik suhu selama pemeliharaan
3.1.6.4 Amonia
Konsentrasi amonia di media pemeliharaan berkisar antara 0,002–0,035
mg/ℓ (Gambar 10; Lampiran 10).
Gambar 10. Grafik konsentrasi amonia selama pemeliharaan
3.1.6.5 Kesadahan
Kesadahan selama pemeliharaan memiliki nilai yang cenderung menurun
selama pemeliharaan. Kisaran nilai kesadahan pada awal pemeliharaan adalah
13
171,9-287,8 mg/ℓ CaCO3. Kesadahan mengalami penurunan sampai akhir
perlakuan yaitu 86-153,2 mg/ℓ CaCO3 (Lampiran 11).
Gambar 11. Grafik nilai kesadahan selama pemeliharaan
Nilai kesadahan Ca2+
selama pemeliharaan berfluktuasi, pada hari ke-10
pemeliharaan nilai kesadahan Ca2+
meningkat dari hari ke-0, yaitu dari kisaran
33,63-67,27 mg/ℓ menjadi 63,53-74,74 mg/ℓ. Nilai mengalami penurunan
kembali pada hari ke-20, yaitu 44,8-48,6 mg/ℓ. Pada akhir pemeliharaan nilai
kesadahan Ca2+
kembali meningkat 41,1-71 mg/ℓ CaCO3.
Gambar 12. Nilai kesadahan Ca2+
selama pemeliharaan
3.1.6.6 Alkalinitas
Alkalinitas selama pemeliharaan memiliki kisaran nilai yang tidak terlalu
berfluktuasi. Nilai alkalinitas pada awal pemeliharaan adalah 206,7-313,3 mg/ℓ
14
CaCO3. Alkalinitas mengalami penurunan sampai hari ke-30 perlakuan. Nilai
alkalinitas pada akhir pemeliharaan berkisar 246,7-300 mg/ℓ CaCO3 (Lampiran
12).
Gambar 13. Grafik nilai alkalinitas selama pemeliharaan
3.2 Pembahasan
Penambahan kapur CaCO3 pada media bersalinitas 4 g/ℓ tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan ikan bawal.
Kelangsungan hidup menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata pada semua
perlakuan. Nilai derajat kelangsungan hidup pada perlakuan 0 mg/ℓ CaCO3
sebesar 88,89% dan kelangsungan hidup perlakuan lain memiliki nilai di atas
kontrol, yaitu 91,67% dan 94,44%. Kematian ikan pada setiap perlakuan terjadi
karena terjadi stres saat dilakukan pengukuran parameter pertumbuhan, selain itu
juga terjadi saling menyerang antar ikan beberapa kali selama pemeliharaan.
Penambahan kalsium pada media tidak mempengaruhi derajat kelangsungan
hidup ikan bawal air tawar, karena media tanpa penambahan CaCO3 memiliki
derajat kelangsungan hidup di atas 80% yaitu 88,89%.
Pertumbuhan merupakan pertambahan bobot atau panjang. Huet (1971)
menyatakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal terdiri dari daya tahan terhadap penyakit dan genetik, sedangkan
faktor eksternal meliputi faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup
dan ketersediaan makanan. Penelitian ini menguji faktor eksternal yaitu
15
lingkungan terhadap pertumbuhan benih ikan bawal. Pertumbuhan yang diamati
dalam penelitian ini mencakup pengamatan terhadap panjang total, pertambahan
panjang mutlak, koefisien keragaman panjang, dan bobot rata-rata akhir
pemeliharaan/panen.
Laju pertumbuhan bobot harian ikan bawal selama pemeliharaan berkisar
antara 2,01%-2,36%. Penambahan kapur CaCO3 tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian benih bawal. Namun demikian,
nilai laju pertumbuhan cenderung meningkat dari perlakuan kontrol ke perlakuan
penambahan CaCO3. Hasil penambahan CaCO3 dosis 200 mg/ℓ menunjukkan nilai
pertumbuhan sebesar 2,36%, dan pada perlakuan kontrol yaitu 2,01%. Pemberian
CaCO3 pada media pemeliharaan bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi kalsium
sebagai pembentuk tulang dan jaringan, akan tetapi dalam penelitian ini diduga
pemanfaatan kalsium belum maksimal karena parameter pertumbuhan tidak
berbeda nyata dengan kontrol.
Panjang mutlak ikan bawal pada semua perlakuan mengalami peningkatan
dengan kisaran 1,20 cm–1,29 cm. Penambahan mineral kalsium tersebut dapat
menunjang pertumbuhan benih ikan bawal, karena di dalam kapur terdapat
mineral kalsium yang diserap oleh ikan bawal. Mineral kalsium berfungsi sebagai
pembentukan tulang, serta dibutuhkan untuk proses metabolik. Menurut Gatlin
(1991) dalam Permatasari (2010), kalsium dapat berperan sebagai kofaktor dalam
proses enzimatik. Kelarutannya dalam perairan mampu meningkatkan aktivitas
enzim Na+, K
+ serta ATP-ase.
Peningkatan kinerja enzim Na+, K
+ serta ATP-ase tersebut terkait dengan
perbedaan tekanan osmotik media dengan tekanan osmotik pada tubuh ikan, yang
mempengaruhi pengaturan tekanan osmotik pada tubuh ikan terhadap media. Ikan
air tawar cenderung bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya, artinya
memiliki konsentrasi osmotik lebih tinggi dari lingkungannya. Ikan air tawar
kehilangan garam dari tubuhnya melalui insang dan kulit melalui proses difusi,
feses, serta urin. Ikan akan menyeimbangkan kehilangan garam tersebut dengan
menyerap garam secara aktif melalui insang serta meminimalkan pembuangan
garam (Evans 1993). Kerja osmotik tersebut berlangsung hingga kondisi menjadi
isoosmotik. Peningkatan salinitas untuk media pemeliharaan ikan air tawar dapat
16
digunakan sebagai alternatif untuk mengurangi energi yang digunakan dalam
pengaturan tekanan osmotik, sehingga energi tersebut dapat digunakan untuk
pertumbuhan. Mineral kalsium di lingkungan dapat berasal dari CaCO3,
(Ca(OH)2) dan CaO. Mineral-mineral kalsium tersebut mempunyai reaksi yang
berbeda dalam air. Mineral kalsium yang berbeda akan memberikan tingkat
pertumbuhan yang berbeda.
Kalsium berbentuk kation yang bermuatan dua ion positif dan tidak
terdapat dalam bentuk bebas (Pilliang 2005). Ikan dapat memanfaatkan sumber-
sumber kalsium dari media dalam jumlah yang tak terbatas. Ikan memanfaatkan
kalsium yang ada di media dan pakan melalui insang dan usus. Penyerapan
kalsium dalam rongga usus memerlukan energi yang bergantung pada enzim
ATP-ase. Wickins dan Lee (2002) dalam Abidin (2011) mengatakan bahwa
adanya kandungan kapur yang tinggi di perairan dapat mempengaruhi
pertumbuhan ikan.
Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses
penyerapan air. Kebutuhan energi untuk pengaturan ion secara umum akan lebih
rendah pada lingkungan yang mendekati isoomotik, dengan demikian energi yang
disimpan cukup substansial untuk meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al.
2003). Pengambilan kalsium dari media dipengaruhi oleh pH air. Hasil percobaan
Cameron (1985) menunjukkan bahwa laju masuk kalsium dan laju keluar H+ pada
kepiting sangat terhambat oleh penurunan kadar Ca2+
lingkungan, HCO3- atau pH.
Proses transfer kalsium media ke dalam tubuh melalui insang dengan mekanisme
transport pasif, selanjutnya menuju kulit dengan cara transport aktif yang
memerlukan energi. Pertukaran kalsium antara tubuh dan lingkungan, terjadi
melalui insang dipengaruhi oleh sel klorida dalam insang yang berperan aktif
dalam penyerapan kalsium. Jumlah sel ini pada insang akan meningkat seiring
meningkatnya konsentrasi kalsium di lingkungan (Calta 2000).
Mineral karbonat dalam perairan ini dapat berfungsi sebagai cadangan
bikarbonat yang sangat potensial untuk mengionisasi dan menetralisir peningkatan
ion hidrogen dalam air. Berdasarkan grafik pertumbuhan pada Gambar 4 dan 5
dapat dilihat bahwa benih ikan bawal mampu menyerap Ca2+
, karena meskipun
17
tidak berbeda nyata akan tetapi pertumbuhan cenderung meningkat dengan
ditambahkannya CaCO3 ke media pemeliharaan.
Parameter pengamatan lain yaitu koefisien keragaman panjang yang
merupakan perbandingan antara simpangan baku dengan rata-rata contoh (Steel
dan Torrie 1982). Nilai tersebut menunjukkan besar variasi ukuran panjang ikan
yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian. Semakin kecil nilai koefisien
keragaman panjang, maka ukuran panjang antar individu dalam populasi tersebut
semakin seragam. Nilai koefisien keragaman pada perlakuan D (250 mg/ℓ CaCO3)
yaitu 5,80%, sedangkan nilai pada perlakuan A (0 mg/ℓ CaCO3 yaitu 4,77%. Nilai
tersebut masih dianggap seragam sesuai pernyataan Mattjik dan Sumertajaya
(2002), yaitu koefisien keragaman di bawah 20% dianggap homogen atau
seragam. Semakin seragam ikan yang dihasilkan, menunjukkan semakin baik
kegiatan budidaya yang dilakukan.
Pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan juga dipengaruhi oleh
kualitas air. Kualitas air yang diamati dalam penelitian ini adalah konsentrasi
oksigen terlarut, suhu, pH, amonia, kesadahan dan alkalinitas. Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa kisaran kualitas air yang diperoleh masih sesuai dengan
batas toleransi ikan bawal. Konsentrasi oksigen terlarut selama penelitian berkisar
5,1 mg/ℓ – 6,73 mg/ℓ, dan berada dalam kisaran yang baik untuk pemeliharaan
bawal yaitu minimal 4 mg/ℓ O2 (Wulandari 2006). Nilai oksigen terlarut ini
berfluktuasi, namun tidak mengganggu pertumbuhan ikan bawal. Salinitas
mempengaruhi tekanan osmotik media dan secara tidak langsung berpengaruh
terhadap tingkat konsumsi oksigen. Farmer dan Beamish (1969) menyatakan
bahwa ikan air tawar yang bersifat euryhalin memiliki tingkat konsumsi oksigen
19% lebih besar daripada saat kondisi isoosmotik.
Kualitas suhu media selama pemeliharaan berada dalam kisaran optimal
untuk pertumbuhan ikan bawal, yaitu berkisar 26,1-28,2oC, hal ini sesuai dengan
Kordi (2011) yang menyatakan bahwa suhu untuk pemeliharaan ikan bawal air
tawar 25-30oC. Peningkatan suhu menyebabkan kelarutan oksigen menurun dalam
air, mempercepat metabolisme dan respirasi.
Kisaran pH selama penelitian sebesar 7,3-8,7, sesuai dengan pernyataan
Kordi (2011) bahwa pH untuk pemeliharaan ikan bawal yaitu 7-8. Nilai pH yang
18
mengalami penurunan diduga disebabkan karena terdapat sisa feses atau sisa
pakan yang tidak termakan dan bercampur dengan media, yang mengalami
penguraian oleh bakteri dan menyebabkan CO2 meningkat sehingga nilai pH
menurun. Kisaran pH yang dapat diterima untuk produktivitas perairan adalah 6–
8,5 (Novotny dan Oleum 1994). Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa nilai pH
berada dalam kisaran yang dapat ditoleransi oleh ikan bawal.
Kesadahan menggambarkan kandungan ion Ca2+
dan Mg2+
serta logam
perivalen lainnnya. Kesadahan air yang paling utama yaitu ion Ca2+
, dan Mg2+
oleh karena itu hanya diarahkan pada penetapan kadar Ca2+
dan Mg2+
dalam air.
Kesadahan pada media pemeliharaan dikategorikan sebagai perairan menengah
dan sadah. Perairan menengah berada pada kisaran 50–150 mg/ℓ CaCO3
sedangkan perairan sadah pada kisaran 150–300 mg/ℓ CaCO3, dan sangat sadah
lebih dari 300 mg/ℓ CaCO3 (Sawyer dan McCarty 1967 dalam Boyd 1990).
Pemeliharaan ikan bawal memiliki nilai kesadahan yang bervariasi, dan dapat
dikategorikan sebagai perairan yang menengah dan sadah. Nilai tersebut masih
berada dalam kisaran yang baik untuk pemeliharaan ikan bawal air tawar, sesuai
dengan pernyataan Boyd (1990) bahwa kesadahan yang baik untuk budidaya ikan
yaitu lebih dari 20 mg/ℓ CaCO3 equivalen (Boyd 1990). Menurut hasil penelitian
Nurhidayati (2000), larva ikan jambal dapat tumbuh dengan baik pada kesadahan
75 mg/ℓ CaCO3. Nilai kesadahan kalsium media awal sebesar 36,66 mg/ℓ CaCO3
dianggap sudah mewakili kebutuhan kalsium untuk pemeliharaan ikan bawal,
sehingga dengan diberi penambahan kalsium media nilai laju pertumbuhan
menunjukkan nilai yang tidak berbeda.
Alkalinitas pada perairan alami berfungsi sebagai sistem penyangga
(buffer) terhadap perubahan pH yang drastis. Alkalinitas dipengaruhi oleh
kekuatan ion dan komposisi mineral yang melalui kalsiumnya dapat
mempertahankan kepekaan membran sel dalam jaringan saraf serta otot. Nilai
alkalinitas pada perairan alami adalah 40 mg/ℓ sedangkan nilai alkalinitas yang
baik berkisar antara 30–500 mg/ℓ CaCO3 (Boyd 1988). Data kualitas air selama
pemeliharaan menunjukkan nilai alkalinitas masih berada pada kisaran yang baik
untuk ikan. Alkalinitas berfluktuasi pada media pemeliharaan, karena nilai
alkalinitas bergantung pada pH dan suhu. Penambahan kalsium pada media
19
mempengaruhi nilai pH, alkalinitas serta kesadahan. Alkalinitas berfungsi sebagai
sistem penyangga sehingga perubahan pH tidak terjadi secara drastis, dan ikan
akan tetap nyaman berada pada media pemeliharaan.
Amonia merupakan produk utama hasil metabolisme yang berjumlah
sekitar 1/10 dari jumlah produksi karbondioksida. Penambahan kalsium dapat
mengurangi toksisitas nitrit di perairan (Wedemeyer dan Yasutake 1978). Boyd
(1990) menyatakan bahwa kadar amonia berkisar 0,5-1,0 mg/ℓ tidak dapat
ditolerir oleh ikan dan akan bersifat racun dalam waktu singkat. Konsentrasi
amonia pada media pemeliharaan cenderung berubah namun masih dalam kisaran
yang dapat ditoleransi ikan. Kadar amonia selama pemeliharaan berkisar 0,002-
0,035 mg/ℓ (Gambar 10). Nilai amonia selama pemeliharaan cenderung
meningkat dengan meningkatnya nilai pH. Semakin tinggi suhu dan pH maka
nilai konsentrasi amonia semakin meningkat. Jika nilai pH tubuh lebih rendah dari
nilai pH air, ikan akan mengekskresikan amonia darah ke air sehingga konsentrasi
amonia di air meningkat (Wedemeyer 1996). Konsentrasi amonia yang tinggi
dapat mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan menurunkan konsentrasi
ion-ion dalam tubuh, sehingga dapat meningkatkan konsumsi oksigen dalam
jaringan dan mengakibatkan kerusakan pada insang serta mengurangi kemampuan
darah mentranspor oksigen (Boyd 1990). Stres dan kerusakan insang yang
diakibatkan oleh amonia tersebut juga dapat menjadikan ikan rentan terhadap
infeksi bakteri, dan memperlambat pertumbuhan.