Upload
vukhuong
View
213
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEADAAN UMUM
1. Sejarah Perkembangan Perusahaan
PT. “X” didirikan pada tanggal 08 November 1990 dengan akte
pendirian No. 30, Notaris Sugiri Kadarisman di Jakarta. Modal dasar
perseroan Rp. 500 juta dan modal disetor penuh Rp.100 juta. Pemegang
saham adalah Chaidi The dan Merlinda Roshinta Ng. Bidang usaha adalah
industri furniture dengan lokasi pabrik di Bekasi. Sesuai dengan maksud,
tujuan serta kegiatan usaha seperti tercantum dalam akte pendirian,
perusahaan bergerak dibidang usaha industri manufaktur wooden furniture
(mebel yang terbuat dari kayu keras). Kegiatan yang dapat dilaksanakan
antara lain :
• Menjalankan usaha dalam bidang perdagangan umum, impor ekspor,
lokal dan interinsulair.
• Menjalankan usaha dalam bidang perkayuan, diantaranya furniture,
wood working
• Menjalankan usaha dalam bidang distribusi dan leveransir
• Menjalankan usaha dalam bidang keagenan dan komisi
• Menjadi perwakilan dari badan-badan usaha baik dalam dan luar
negeri.
Perusahaan bergerak dalam industri manufaktur wooden furniture,
yaitu industri perabotan dan perlengkapan rumah tangga yang terbuat dari
kayu, bambu dan atau rotan. Perusahaan memulai usahanya sejak tahun
23
1990 dengan menitikberatkan pada produksi mebel luar ruang (outdoor
furniture) seperti folding chair, wooden bench serta beberapa perabotan
dan perlengkapan rumah tangga lainnya dengan orientasi pasar 100%
ekspor. Pasar utama dari produk yang dihasilkan adalah negara-negara
Eropa, Kanada dan Amerika Serikat.
Dalam rangka meningkatkan pangsa pasar dan mengembangkan
usahanya, maka pada bulan Juli 2004. Perusahaan mengalihkan orientasi
produknya dari outdoor furniture menjadi indoor furniture. Mebel dalam
ruang (indoor furniture) yang dihasilkan secara umum direncanakan akan
dikelompokan menjadi bedroom set, cabinet set dan lain-lain.
2. Lokasi Perusahaan
Lokasi yang dipersiapkan untuk penambahan mesin produksi adalah
lokasi yang sudah ada dan sudah berjalan, terletak di Kecamatan Bantar
Gebang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, diatas tanah seluas ± 19.705 m²
milik perusahaan. Letak kantor dan pabrik ini kurang lebih 2 km di sebelah
timur jalan raya Narogong dan terletak di daerah yang diperuntukkan
sebagai daerah industri.
Bangunan-bangunan yang berdiri di daerah ini secara umum terdiri
dari bangunan industri dan perumahan, dan penduduk disekitarnya adalah
masyarakat berpendapatan menengah dan rendah. Pemilihan lokasi
didasarkan atas beberapa pertimbangan diantaranya : (a) Lokasi merupakan
daerah industri dimana banyak juga terdapat pabrik disekitar lokasi usaha,
(b) Penyerapan tenaga kerja di kawasan tersebut dapat diperoleh dengan
24
mudah dan (c) Lokasi pabrik didukung oleh transportasi yang mudah dan
memadai.
B. ASPEK MANAJEMEN OPERASI
Manajemen PT. “X” didukung oleh Direksi dan Manajer yang rata-rata
mempunyai pengalaman dalam bidangnya masing-masing selama minimal
lebih dari 5 tahun. Dukungan SDM seperti tersebut diatas, ditambah dengan
adanya program pelatihan reguler serta perencanaan yang cukup baik, maka
PT. “X” diperkirakan dapat memenuhi target usahanya. Struktur organisasi
dapat dilihat Pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Organisasi PT. “X”
RUPS
KOMISARIS
GENERAL MANAGER OPERASIONAL
DIREKTUR KEUANGAN & CORPORATE
DIREKTUR PEMASARAN
PEMASARAN
SHIPMENT
QUALITY CONTROL
PRODUKSI I
PRODUKSI II
EDP
KEUANGAN
AKUNTANSI
R & D LOGISTIK
PERSONALIA UMUM
KOMITE AUDIT
DIREKTUR UTAMA
25
Top manajemen PT. ‘X”, memiliki pengalaman yang cukup baik dan
pengalaman lama dalam mengelola industri wooden furniture pada umumnya
dan khususnya industri outdoor furniture. Dalam mengelola industri ini
tenaga-tenaga muda profesional dilibatkan, sehingga dapat dinilai bahwa
manajemen lainnya cukup mampu dalam bidang manajemen industri wooden
furniture ini.
C. ASPEK TEKNIS DAN PRODUKSI
1. Sarana Produksi
Pengaturan tata letak bangunan disesuaikan dengan pola aliran
proses produksi mesin dengan pola material handling yang tetap, sehingga
diharapkan dapat mencapai beberapa target produksi yang telah
direncanakan antara lain : (a) Produk yang dihasilkan harus dapat
memenuhi standar kualitas ekspor, (b) Jumlah produksi yang dihasilkan
harus sesuai dengan rencana pendistribusiannya serta harus tepat waktu
dan (c) Dapat mencapai tingkat efisiensi kerja yang optimal dengan biaya
yang dapat ditekan serendah mungkin.
Bangunan yang ada terdiri dari kantor dan gudang komponen,
pabrik, gudang bahan baku, gudang perlengkapan, rumah diesel, mess dan
kantin, toilet, pos jaga. Total luas bangunan sebesar 11.187 m² dengan
surat ijin mendirikan bangunan (IMB). Fasilitas lainnya berupa fasilitas
pendukung berupa telepon sebanyak 10 sambungan dan AC sebanyak 7
unit.
26
2. Peralatan Produksi
Perusahaan memiliki mesin-mesin di bagian produksi, bagian asah
pisau, bagian bengkel dan bagian utilitas. Mesin-mesin yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Peralatan dan mesin PT. “X”
Jenis Mesin Model Kuantitas Merk
Bagian Produksi Jump Saw (Pneumatic Cutt Off Saw)
4CP180 2 Juan Nan
Cross Cut - 2 Buatan Lokal Dowel and Cutting MP 8 DW 1 AKS Jointer - 1 CKM Circular Saw MBS – 300 4 Miki Way
TAS – 150 1 Kuang Young Cross Cut Saw - 10 Buatan Lokal Single Side Planner FJ500 2 Buatan TaiwanDouble Side Planner - 1 King Woma
WP – 216 1 Wood Pecker Single Rip Saw - 1 Buatan TaiwanMultiple Rip saw SCA220T2.50 1 CML Moulding SK – 606 1 Shun Kuang Band Saw YT – 28 2 Yeng Tong
WP 28 SB 1 Wood Pecker Double End Cutter YH – 424 AR 1 Yuan Hsin
SP – 124 A 1 Sheng Pin Double Spindle CMP – 522 3 Chang Iron
TS – 220 3 Tai Chan - 1 -
Single Spindle H414 2 Holywood TS – 142 1 Tai Chan SS - 511M 3 Ru Long
Copy Shaper LH – 40 1 Lih Woei Vertical Ruter GR – 7 1 Holywood Double Mortiser MOD 2 Paolino Bacci
MDO 1 Pade MDA 1 Greda
Auto Round Shape Tenover
TSG2T 2 Paolino BacciTSU 1 Greda TSU 1 Pade
27
Lanjutan Tabel 2. Peralatan dan mesin PT. “X”
Jenis Mesin Model Kuantitas Merk Dowel FS601 1 Hooy Hsiang
- 1 Fong Yuan Router CH – 101 1 Long Jin Vertical & Horizontal Boring
CDH – 1R 1 Cywwm
Horizontal Boring HS – 502 1 Worthing Bench Drill LT – 16&ZQ –
4116 15 Lunan & West
Lake Knife Turfing Lathe 1100 1 Ching Yang Horizontal Boring HS – 311 2 Worthing
- 1 - Multiple Boring CDV – 10 1 Cywwm Sanding Dowel CF-803 1 Ching Feng Wide Belt Sander - 1 Buatan Taiwan
- 2 Buatan TaiwanKL – 24 RK 2 Chia lung
Sponge Sander - 3 - Oscilating Sander - 1 - Drum Sander - 11 Buatan TaiwanBelt Konveyor - 1 Buatan Lokal 1 Set Mesin Painting - 2 Speecon Bagian Asah Pisau Grinding JF – 230 1 Jeffer Auto Planner Knife Grinding Bench Grinder
- 11 Buatan TaiwanBuatan China
Bengkel ARC Welder WT – 250 1 AECO Utilitas Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
- Alternator HC 434 E 1 Stamford - Mesin Diesel 2006 – TAG2 1 Perkins Tenaga Diesel - Alternator HC 434 F2 1 Stamford - Mesin Diesel 2006 – TAG2 1 Perkins Screw air compressor SA-II 1 Fu Sheng Kompressor Udara TA – 100 3 Fu Sheng - 1 Ingersoll Rand Sistem Pompa Hydrant - 1 - Sistem Dust Collector - 1 Buatan Lokal
Sumber : Laporan Tahunan PT. “X’ (2004).
28
3. Proses Produksi
Produk outdoor yang dihasilkan oleh PT. “X” antara lain adalah
folding chair, wooden bench serta beberapa perabotan dan perlengkapan
rumah tangga lainnya. Sedangkan produk indoor furniture dapat
dikelompokkan menjadi bedroom set, cabinet set dan mebel lainnya.
Sesuai dengan rencana perusahaan yang akan mengalihkan orientasi
poduksinya ke arah indoor furniture, maka produksi outdoor hanya akan
dilakukan pada tahun ke-1 sampai tahun ke-3. Rencana produksi tersebut
juga didasarkan bahan baku yang tersedia pada akhir tahun saat
dimulainya produksi indoor furniture. Proses produksi dalam industri
manufaktur wooden furniture dapat dilihat pada Gambar 2. Proses
produksi dapat dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 2. Proses produksi dalam industri wooden furniture
Sawn Timber
Klin dry (KD)
Rough Mill
Processing
Assembling
Finishing
Shipment
29
a. Sawn Timber
Seluruh bahan baku yang diperoleh harus diperhatikan tingkat
kekeringannya, tingkat persentase Content of Moisture (MC) (kadar
air) kayu yang boleh diproses adalah sekitar 10%-12%, bila ada yang
basah harus di QC Check untuk selanjutnya disusun satu persatu sesuai
dengan ukurannya untuk persiapan pengeringan di Klin Drier (KD).
b. Klin drying (KD)
Proses pengeringan kayu, sesuai dengan kebutuhan kayu yang
akan diproses harus benar-benar kering, yaitu dengan persentase MC
berkisar 10%-12%. Lama proses pengeringan (KD) tergantung
ukuran/jenis kayu, rata-rata 10-20 hari dalam ruang kamar KD sampai
kadar air yang ada dalam kayu stabil.
c. Rough Mill
Proses pemotongan/pembelahan bahan baku kayu untuk ukuran
yang di pakai untuk pembentukan komponen sesuai dengan ukuran
tertentu/sesuai dengan bentuk komponen yang dibutuhkan.
d. Processing
Proses pembentukan, pembuatan lubang, proses tenon/mortizer,
proses penyambungan pada komponen sehingga menjadi suatu produk
(dalam bentuk lipat/folding dan bongkar pasang/knock down). Pada
tahap ini dipastikan bahwa komponen yang diproses sesuai dengan
ukuran yang ada pada gambar teknik yang sudah dievaluasi atau
distandarkan.
30
e. Assembling
Proses penggabungan komponen satu dengan yang lain sehingga
menjadi satu bentuk produk jadi atau setengah jadi. Dalam proses ini,
diperlukan bahan pendukung seperti lem dan penghalusan terlebih
dahulu sebelum dipasang.
f. Finishing
Proses pelapisan permukaan, proses pengemasan pada produk
dilapisi dengan bahan pelapis (coating), jenis pelapis teak oil
digunakan agar dapat tahan terhadap cuaca dan awet dipakai sesuai
dengan musim dimana saja, setelah dilapisi, produk dapat dikemas
sesuai dengan perjanjian pembeli untuk pemakaian aksesoris seperti
barcode, manual hand tag dan lain-lain. Pada tahap ini dipastikan
barang telah mempunyai lapisan yang mulus dan konstruksi yang
bagus serta layak dipakai konsumen. Setelah dikemas pada akhir
proses produksi akan dicek lagi menggunakan random check system
(acak) sesuai standar dunia memakai AQL-MIL standar 105D.
g. Shipment
Proses pengiriman barang ke konsumen, barang-barang
dimasukkan ke dalam kontainer yang ditunjuk, sesuai dengan kontrak
dari konsumen yang umumnya memakai jalur laut.
4. Pengawasan Produksi Akhir
Perusahaan menerapkan sistem Quality Control (QC) yang ketat
pada setiap tahap produksi yang ada dan secara terus menerus
31
meningkatkan kemampuan dan teknologi dari peralatan dan prosedur QC
Check produknya. Dalam setiap tahap produksi terdapat kelompok QC
Check yang terlatih dengan baik. Selain itu, perusahaan juga membentuk
suatu departemen penelitian dan pengembangan yang bertanggung jawab
terhadap pengembangan produk yang sudah ada dan diversifikasi produk
baru. Departemen ini juga bertanggung jawab terhadap peningkatan
kualitas produk, peningkatan produktivitas dan efesiensi kerja.
Untuk menunjang keberhasilan produksi perlu dilakukan langkah-
langkah pengembangan usaha dalam peningkatan QC diantaranya adalah :
(a) Pengembangan beberapa tipe dengan berbagai model produk, (b)
Peningkatan volume produksi melalui peningkatan volume penjualan tiap
item model produk, (c) Mengoptimalkan kapasitas produksi yang belum
terpakai, (d) Menekan biaya produksi dari tiap item produk dengan
memanfaatkan kapasitas terpasang secara efisien dan optimal, (e)
Membuat dan mengembangkan produk yang low cost dengan desain yang
menarik dan mutahir dan (f) Mengoptimalkan penggunaan bahan baku
sehingga tidak menimbulkan bertambahnya limbah.
5. Perkembangan Kapasitas dan Realisasi Produksi
Saat ini perusahaan memproduksi perabotan dan perlengkapan
rumah tangga yang terbuat dari kayu, khususnya nyatoh dengan tingkat
kapasitas produksi normal produk jadi hingga tahun 2004 sebesar 3.500 m³
per tahun. Perkembangan kapasitas produksi normal dan realisasi produksi
selama tahun 2002 sampai 2004 dapat dilihat Tabel 3.
32
Tabel 3 . Perkembangan kapasitas produksi
Tahun Kapasitas normal (m³)
Realisasi produksi (m³)
Tingkat utilitas (%)
2002 3.500 1.951 55,74 2003 3.500 1.224 34,97 2004 3.500 2.122 60,63
Tahun 2003 kinerja produksi mengalami penurunan, namun tahun
2004 kembali mengalami perbaikan dan hingga akhir tahun 2004
produktivitas telah mencapai 60,63% dari kapasitas normal 3.500 m³.
Dengan adanya rencana penambahan mesin dan sesuai dengan rencana
perubahan orientasi produk menjadi indoor furniture, maka diproyeksikan
akan terjadi penambahan kapasitas produksi sebesar 3.000 m³ sehingga
total kapasitas produksi terpasang sebesar 6.500 m³. Saat ini produksi
indoor furniture sudah dimulai dengan memanfaatkan fasilitas indoor
yang ada. Realisasi ekspor saat ini sebanyak 20 kontainer per bulan
dengan nilai ± USD 25.000 per kontainer. Pada akhir tahun 2005
direncanakan ekspor mencapai 40 kontainer perbulan.
Dengan peningkatan kapasitas produksi tersebut, maka tahun 2005
diproyeksikan kapasitas terpakai baru mencapai 50% dan meningkat 5%
setiap tahunnya hingga mencapai 85% pada tahun 2012. Setelah periode
tersebut diproyeksikan pencapaian tingkat produksi relatif konstan.
Produksi dan penjualan hasil produksi outdoor furniture akan
diperhitungkan dalam satuan m³ dan untuk indoor furniture akan
dikonversi kedalam satuan unit.
33
D. ASPEK PEMASARAN
1. Gambaran Industri Wooden Furniture di Indonesia
Industri mebel merupakan salah satu industri padat karya yang
memiliki nilai tambah yang tinggi dan banyak menyerap tenaga kerja.
Industri mebel juga mempunyai daya saing yang baik dan dapat
memberikan devisa besar bagi negara. Pasar utama ekspor produk mebel
nasional adalah Amerika Serikat, Jepang, Belanda, Inggris, Prancis, dan
Jerman. Negara pesaing eksport utama Indonesia di pasar Internasional
adalah Cina dan Mexico.
Di pasar Internasional, Indonesia termasuk supplier produk mebel
yang cukup besar, terutama untuk produk-produk mebel yang sifatnya
natural fibre. Sedangkan untuk produk mebel yang sifatnya wooden
furniture, Indonesia termasuk ke dalam lima besar negara pengekspor bagi
pasar Amerika Serikat. Industri mebel di Indonesia khususnya mebel yang
terbuat dari kayu (wooden furniture) sangat terpengaruh oleh pasokan
bahan baku. Sejak pemerintah mengeluarkan larangan eksport log pada
tahun 1985, maka industri pengolahan kayu mengalami pertumbuhan yang
tinggi. Peraturan tersebut dapat memacu pengusaha untuk meningkatkan
ekspor mebel dari kayu.
Tingginya pertumbuhan industri mebel kayu ini tidak dapat terus
berlanjut secara simultan, karena terus menurunnya jumlah bahan baku
yang dapat digunakan sehingga pengusaha mebel kayu yang tidak
memiliki usaha pengolahan kayu yang terintegrasi mengalami kesulitan
34
yang sangat besar dalam pemenuhan bahan bakunya. Hal ini menyebabkan
pada tahun 1994, industri ini mengalami penurunan tajam.
Krisis moneter pada pertengahan tahun 1997 juga telah
mempengaruhi kinerja ekspor mebel kayu. Tahun 1998, untuk periode
Januari hingga Juli, ekspor mebel kayu Indonesia hanya mencapai 80.878
ton atau hanya 24,8% dari total ekspor pada tahun 1997 untuk periode
yang sama. Penurunan ini disebabkan tidak hanya oleh krisis yang terjadi
secara global yang juga mempengaruhi negara-negara pengimpor, seperti
Jepang tetapi juga karena kesulitan para pengusaha untuk memperoleh
bahan baku langsung dari PT. Inhutani yang semula menjadi pemasok
langsung, sekarang harus melalui perantara yang menetapkan harga yang
jauh lebih tinggi.
Pada tahun 1998 industri mebel kayu ini menunjukkan tanda yang
kurang baik namun banyak investor asing yang masih tertarik untuk masuk
ke industri ini, karena adanya pendapat bahwa Indonesia memiliki jaminan
akan pasokan bahan baku sehingga dapat mempertahankan biaya produksi
yang lebih rendah, disamping itu Indonesia juga memiliki tenaga-tenaga
kerja yang trampil dalam bidang ini.
Pasar mebel Indonesia kini terus menjadi incaran negara lain,
terutama Cina. Bahkan saat ini Cina merupakan negara pengekspor mebel
nomor satu ke Indonesia dengan harga yang relatif lebih murah dan desain
yang lebih bagus. Produk mebel Cina tersebut harganya lebih murah
sekitar 20% dengan desain serta polesan akhirnya lebih baik dari produk
Indonesia.
35
Turunnya daya saing produk Indonesia di pasar global maupun pasar
dalam negeri sendiri yang kini mulai dimasuki produk dari negara lain
terutama akibat maraknya penyelundupan kayu dan perdagangan kayu
ilegal di Indonesia. Sebelumnya Indonesia memiliki keunggulan
komparatif (comparative advantage) dibandingkan negara pesaing karena
memiliki bahan baku kayu tropis terbesar di dunia setelah Brasil dan Zaire,
namun saat ini kondisi berubah akibat terjadinya illegal loging dan illegal
trading yang sampai sekarang belum dapat diatasi. Selain itu, biaya
produksi di Indonesia juga mengalami peningkatan yang diakibatkan
adanya kenaikan bahan bakar minyak (BBM), listrik, telepon, dan bunga
bank yang lebih tinggi dibandingkan negara pesaing, serta biaya bongkar
di pelabuhan (THC) yang tinggi dan pemberlakuan penerimaan negara
bukan pajak (PNBP).
Pengurangan tebangan yang mencapai angka sekitar 60% (soft
landing policy) telah menyebabkan pula semakin berkurangnya pasokan
bahan baku kayu ke industri mebel dan naiknya harga bahan baku.
Turunnya daya saing ekspor mebel ke Indonesia tidak lepas dari maraknya
penyelundupan kayu ke negara pesaing Indonesia seperti ke Cina dan
Vietnam, karena sebenarnya struktur biaya mebel sebagian besar atau 50
sampai 60 persen adalah biaya bahan baku kayu.
2. Gambaran Mebel Luar Ruang (Outdoor Furniture) di Indonesia
Mebel dapat dibagi dalam 3 jenis sesuai dengan penempatannya
dapat dikelaskan berikut :
36
a) Furniture untuk outdoor/alam terbuka (kebun, halaman dan taman).
Furniture ini membutuhkan kayu yang kuat seperti jati bangkirai dan
nyatoh. Selain kayu, outdoor furniture juga dapat menggunakan materi
dari besi dan alumunium.
b) Furniture untuk indoor/dalam ruangan. Kayu yang digunakan antara
lain mahogani, jati, pinus, mindi, rotan dan bambu
c) Furniture untuk veranda/teras. Yang dapat digunakan adalah rotan,
bambu serta berbagai jenis kayu lain.
Mebel luar ruang bukan termasuk barang yang populer untuk
masyarakat Indonesia umumnya. Walaupun pasar untuk mebel luar ruang
didalam negeri memang ada, namun dapat dikatakan volumenya kecil
sekali bila dibandingkan dengan permintaan mebel luar ruang untuk
diekspor.
Berbagai jenis mebel luar ruang yang biasanya diekspor diantaranya
adalah bangku panjang dengan atau tanpa sandaran tangan, kursi dengan
atau sandaran kaki dari kayu untuk dikombinasikan dengan kain kanvas,
meja piknik sampai kursi panjang untuk berjemur di tepi kolam atau
pantai. Produsen mebel luar ruang banyak mengekspor produknya ke
Amerika, Eropa dan Australia. Permintaan mebel luar ruang erat kaitannya
dengan musim yang tengah berlangsung di negara masing-masing . High
season order dari negara-negara Eropa dan Amerika biasanya pada bulan
April sampai Agustus. Di luar bulan-bulan itu, biasanya produsen
memenuhi permintaan dari Australia.
37
Saat ini kendala yang dihadapi oleh produsen mebel luar ruang ini
adalah terbatasnya pasokan bahan baku yang berupa kayu jati. Selain itu,
juga menghadapi persaingan yang makin ketat dengan produk negara lain
seperti Malaysia, Vietnam, dan China. Ironisnya produsen mebel dari
China justru mendapat pasokan bahan baku kayu selundupan yang sangat
mungkin berasal dari Indonesia.
3. Perkembangan Kapasitas Produksi Mebel di Indonesia
Industri mebel memproduksi berbagai macam variasi produk seperti
lemari makan, kursi, rak, tempat tidur dan meja. Berdasarkan skala
produksinya, umumnya produsen mebel skala menengah dan besar
menggunakan mesin dan biasanya terintegrasi dengan industri kayu
lainnnya seperti moulding, window/frame dan lain-lain. Sedangkan
produsen skala kecil umumnya melakukan proses produksi secara manual
dan dapat memproduksi jenis-jenis produk mebel yang dapat
dikategorikan sebagai kerajinan (handycraft). Perkembangan kapasitas
produksi industri mebel tahun 1999-2003 dapat dilihat pada Tabel 4.
Selama tahun 1999 hingga 2003, kapasitas produksi industri mebel
nasional mengalami peningkatan 2,64% pertahunnya. Pertumbuhan
utilisasinya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kapasitas,
yaitu 16.29%, bahkan di tahun 2000 tingkat utilisasi mencapai 100%
sehingga pada tahun 2001 kapasitas produksi meningkat 4,49% lebih
tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan kapasitas.
38
Tabel 4. Perkembangan kapasitas produksi industri mebel
Tahun Kapasitas Produksi Utilisasi (%) Ribu
m3 Pertumbuhan
(%) Ribu m3 Pertumbuhan
(%) 1999 2.853 N/A 1.645 N/A 57.66 2000 2.897 1.54 2.897 76.11 100.00 2001 3.027 4.49 2.450 - 15.43 80.94 2002 3.283 8.46 2.993 22.16 91.17 2003 3.154 - 3.93 2.463 - 17.70 78.09
Rataan 2.64 16.29 Sumber : Kapasitas Nasional, Deperindag (2002).
4. Perkembangan Ekspor
Pada umumnya produsen-produsen kayu yang baru terjun ke dalam
industri ini merupakan produsen dengan tujuan pasar ekspor khususnya
produsen dengan modal asing. Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah
yang mendorong agar industri pengolahan kayu memasarkan hasil
produksinya ke pasar ekspor sehingga memberikan nilai tambah yang
lebih tinggi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Statistik Industri dan
Perdagangan yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian dan
Perdagangan pada bulan Agustus 2003, perkembangan penjualan ekspor
berdasarkan negara tujuan selama tahun 1998 hingga Mei 2003 dapat
dilihat pada Tabel 5.
Perkembangan ekspor diatas dibagi dalam 3 kategori Standard
International Trade Classification (SITC), yaitu :
a. SITC 148 : Kayu dikerjakan sederhana dan bantalan kayu/Wood
Simply Worked and Railway Sleeper od Wood.
b. SITC 635 : Barang-barang kayu TDS/Wood Manufactures N.E.S
c. SITC 821 : Perabotan/Furniture and Parts There of
39
Tabel 5 . Perkembangan penjualan ekspor berdasarkan negara tujuan
Negara Tujuan
1998 1999 2000 2001 2002 S/d Mei 2003
USA 113.146 321.801 433.057 445.069 490.374 206.465 Jepang 68.631 191.155 236.333 218.153 197.639 81.056 Belanda 20.767 122.602 123.905 96.832 97.640 49.354 Inggris 21.644 62.716 78.041 77.827 82.134 41.638 Perancis 15.044 56.193 71.454 65.032 77.001 38.744 Negara Lain 115.835 485.024 574.936 521.508 567.225 282.959 Jumlah 355.067 1.239.491 1.517.726 1.424.421 1.512.013 700.216 Pertumbuhan (%)
- 249 22 -6 6 -54
Sumber : Statistik Industri dan Perdagangan, Deperindag (Agustus, 2003).
Tahun 2003, nilai ekspor mebel Indonesia mencapai 1,5 miliar dollar
AS dan 30 persen diekspor ke AS, hal ini didasari antusiasme pasar luar
negeri dan rencana pengurangan impor mebel oleh AS dari Cina senilai 1
miliar dollar AS, menyusul tuduhan dumping terhadap Cina. Pengurangan
impor mebel AS dari Cina ini merupakan peluang yang harus direbut
Indonesia.
Selama ini saingan terberat Indonesia dalam industri mebel adalah
Malaysia yang pada 2003 lalu ekspornya mencapai 1,4 miliar dollar AS.
Pesaing lain yang harus diwaspadai sebenarnya adalah pertumbuhan dari
industri mebel Thailand dan Vietnam yang masing-masing lebih dari 50
persen, tahun 2002 ekspor mebel Thailand sebesar 400 juta dollar AS
sedangkan pada 2003 mencapai lebih 800 juta dollar AS.
5. Konsumen/ Pelanggan
Penjualan PT. “X” 100% ditujukan untuk pasar ekspor. Ekspor
dilakukan secara sendiri maupun digabung dengan PT. AB. Ekspor juga
dilakukan secara langsung kepada pembeli diluar negeri maupun melalui
40
perusahaan perdagangan di dalam negeri. Pembeli dominan antara lain
sebagai berikut :
1. White Tiger ; 1F, No. 30 Kuo Hua ST, Chia-Yicity, Taiwan
2. Test Rite Pte Ltd ; 70 Anson Road # 22-05, Apex Tower Singapore
3. Andrea Bizzoto ; Via Motton N.9, 36061 Bassano Del Grappa, Italy
4. Itratuin Trade ; PO BOX 228, 3440 AE Woerden, The Nederlands
5. CED International ; 31 st Floor, 148 Electrical Road North Point,
Hongkong
6. Conforma Espana ; Parque De Negotios mas Blau, Edificio
Prima Muntadas, Solsones 2, 08820 El Prat De Llobregat, Barcelona
7. AMC ; Wisma Kyoei Prince, Lt.18 Suite 1803, Jl. Jend
Sudirman, Jakarta
8. Hubo/KTH ; Jl. Wijayakusuma 14 Pondok Labu, Jakarta.
6. Pemasok/Supplier
PT. ”X” membutuhkan modal kerja untuk pembelian bahan baku
(terutama kayu) dan bahan–bahan lain (seperti; Medium density fiberboard
(MDF), Plywood, Particel Board, Cat, Amplas, Lem, karton) yang
dipenuhi dari supplier lokal. Beberapa supplier dan diantara yang terbesar
adalah :
1. Ekament (Jakarta), sebagai supplier amplas
2. Mulia Baru (Jakarta), sebagai supplier kanvas
3. Warnatama (Tangerang), sebagai supplier cat
4. Handal Sejati (Jakarta), sebagai supplier percetakan
5. Citra Mandiri (Cikarang), sebagai supplier hardware
41
6. Mitra Kartonindo (Bekasi), sebagai supplier karton
7. Harapan Indah (Tangerang) , sebagai supplier karton
8. Supplier kayu antara lain : (a) Kaseda (Banten), (b) PT. Pilihan Utama
(Bekasi), (c) Hadinata Brothers (Jatiuwung), (d) Forestadora
(Argentina), dan (e) Aurapel SA.
7. Keberhasilan Usaha
Untuk menunjang keberhasilan usaha dibidang industri wooden
furniture melakukan beberapa strategi yang tepat didasarkan pada kondisi
perusahaan secara kualitatif diantaranya adalah :
a. Pemasaran
1. Menawarkan produk dengan jenis dan harga yang bersaing
2. Mendistribusikan seluruh produk kepada pelanggan/konsumen
langsung.
3. Menjual seluruh produk pada tangkat harga yang saling
menguntungkan antara PT. ’X” dengan konsumennya.
b. Harga
1. Penetapan harga jual yang bersaing dengan produk yang sejenis
2. Menetapkan harga jual yang sama untuk penjualan di seluruh
Indonesia
c. Distribusi
PT. ”X” memasarkan produknya 100% ekspor. Pasar
dominannya adalah negara-negara Eropa, Kanada dan Amerika
Serikat.
42
d. Promosi
Promosi dilakukan oleh PT.”X”, melalui Print Advertising,
Majalah, Koran, Media Elektronik, Sale Promo, Campaign serta
poster–poster.
e. Pesaing
Dalam menyiasati kompetitor yang lebih dahulu terjun dibidang
usaha ini, PT.”X” perlu melakukan strategi : (1) Meningkatkan jalinan
hubungan yang baik dengan supplier-supplier yang telah berjalan
selama ini, (2) Harga yang kompetitif, (3) Produk yang lebih unggul
dibanding dengan produk lain yang sekelas, (4) Mengembangkan
jaringan dan distribusi pemasaran produk dinegara-negara lain dengan
memberikan produk yang erkualitas dan bersaing dengan produk-
produk hasil negara konsumen dan (5) Terus berinovasi terhadap
produk.
9. Analisis SWOT
Analisis SWOT digunakan untuk menyusun strategi perusahaan. Analisis
dengan matriks ini dapat menggambarkan secara jells bagaimana peluang
dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya secara kualitatif dapat
dijabarkan sebagai berikut :
• Strength/Kekuatan
- PT.”X” telah bergerak dibidang industri furniture sejak tahun 1990 dan
didukung oleh group usaha yang juga bergerak dibidang yang sama.
43
- Jaringan distribusi yang dimiliki sudah kuat.
- Memiliki hubungan yang baik dengan pemasok.
- PT.”X” telah memiliki departemen khusus yang menangani riset dan
pengembangan yang dapat bertanggung jawab terhadap pengembangan
produk yang sudah ada dan diversifikasi produk baru. Selain itu
departemen ini juga bertanggung jawab terhadap peningkatan kualitas
produk, peningkatan produktivitas dan efisiensi kerja.
- Perusahaan selalu menciptakan produk yang inovatif yang mempunyai
ciri khas, selalu mengikuti tren pasar serta memiliki cakupan produk
yang luas (Wide Range Product).
• Weakness/Kelemahan
- Hingga saat ini belum dapat dilakukan pemisahan kinerja antara PT.
AB dengan PT.”X” secara sempurna, hal ini menyebabkan kesulitan
untuk mengukur prestasi Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Dimasa yang akan datang, pemisahan ini perlu dilakukan
agar setiap unit bisnis yang ada dapat diukur kinerjanya serta
meningkatkan tanggung jawab sumber daya manusia yang terlibat
didalamnya.
- Kekurangan modal untuk pengembangan usaha lebih lanjut karena
kebijakan perusahaan dalam pengadaan persediaan bahan baku untuk
jangka waktu lebih dari 6 bulan. Manajemen perputaran persediaan
yang sangat lama mengakibatkan perusahaan setiap tahunnya selalu
kekurangan modal kerja (terlihat pada proyeksi arus kas).
44
• Opportunity/Kesempatan
- Walaupun belum dapat diukur secara kuantitatif, namun potensi pasar
mebel dalam ruang (indoor furniture) di negara Amerika dan negara-
negara Eropa seperti Perancis, Jerman dan Italia masih sangat besar.
• Threat / Hambatan
- Ketergantungan PT. PT.”X” kepada pemasok bahan baku kayu untuk
dapat mempertahankan dan meningkatkan produksinya sangat tinggi.
- Jumlah perusahaan sejenis yang menekuni industri wooden furniture
masih sangat banyak terutama perusahaan yang berada di negera-
negara yang kaya akan bahan baku.
- Untuk mempertahankan kualitas produk dan dapat bersaing dipasaran
Amerika Serikat, Perusahaan harus meningkatkan kemampuan
bersaing dengan melakukan perubahan sehingga dapat membedakan
dengan produk-produk dari eksportir lain misalnya dari Negara-negara
Asia Tenggara, Cina, Amerika Selatan seperti Mexico atau Kanada
yang juga mengekspor produknya ke pasaran Amerika Serikat.
E. ANALISIS RISIKO
Berdasarkan kondisi umum eksternal dan internal perusahaan dapat
diidentifikasi risiko-risiko yang diperkirakan akan mempengaruhi manajemen
dan bisnis industri mebel kayu (wooden furniture) secara kualitatif dapat
adalah sebagai berikut :
45
• Risiko Perekonomian dan Sosial Politik
Ketidakstabilan politik dan ekonomi dapat menimbulkan kerawanan
sosial, sehingga apabila terjadi ketidakstabilan di kawasan lokasi pabrik
yang bersangkutan, maka dapat mengganggu proses produksi. Selain itu,
dapat pula mengganggu jalur distribusi perusahaan bila kerawanan sosial
terjadi di daerah pemasaran perusahaan.
• Risiko Pengadaan Bahan Baku
Kontinuitas pasokan bahan baku sangat mempengaruhi
kesinambungan aktivitas produksi, disisi lain pasokan bahan baku itu
sendiri sangat tergantung pada kondisi alam, kebijakan pemerintah dan
hubungan dengan para pemasok. Untuk menghindari risiko ini, perusahaan
mengantisipasi dengan alternatif pengusahaan hutan tanaman industri di
dalam negeri atau melalui konsesi di luar negeri seperti Brasil.
Saat ini selain pemasok lokal, perusahaan juga memperoleh pasokan
dari luar negeri. Apabila pasokan bahan baku dari negara-negara pemasok
tidak dapat terjamin dengan baik, maka akan mengakibatkan terganggunya
arus persediaan bahan baku utama perusahaan yang akhirnya mengganggu
proses produksi. Untuk mengantisipasi hal tersebut, perusahaan telah
menetapkan strategi persediaan bahan bakunya menjadi lebih lama, yaitu
lebih dari 6 bulan yang akhirnya menyebabkan tingginya kebutuhan modal
kerja yang harus disiapkan oleh perusahaan. Kampanye internasional yang
bertema konservasi hutan juga dapat berpengaruh terhadap kebijakan
pengelolaan hutan dan produk kehutanan yang mungkin berpengaruh
negatif terhadap perusahaan.
46
• Fluktuasi Harga Bahan Baku
Biaya bahan baku rata-rata mencapai lebih dari 70% dari harga
pokok penjualan, oleh karena itu fluktuasi harga bahan baku akan sangat
berpengaruh terhadap laba usaha yang dapat diperoleh perusahaan. Saat ini
harga jual produk sangat ditentukan oleh mekanisme pasar internasional.
Perubahan yang signifikan dalam harga beli kayu di pasar dapat
mempengaruhi pendapatan perusahaan secara signifikan. Maraknya
penyelundupan kayu ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Cina
dapat menyebabkan rusaknya harga mebel kayu di pasar internasional
yang berdampak langsung pada persaingan harga. Hal ini terjadi karena
harga kayu yang dibeli pengusaha lokal dari Kalimantan menjadi lebih
mahal dibandingkan dengan harga kayu yang diselundupkan ke Malaysia
atau Cina.
• Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah
PT. “X” merupakan perusahaan yang penjualan produknya
berorientasi ekspor, dengan demikian penerimaa penjualan ditentukan oleh
mata uang asing terutama dolar AS. Penguatan rupiah akan mengurangi
pendapatan perusahaan dalam penjabaran rupiah. Namun demikian karena
sebagian pengeluaran perusahaan seperti pembelian kayu, perekat, mesin-
mesin dan suku cadang didinominasikan dalam dolar AS, maka di satu sisi
penguatan nilai rupiah ini juga, mengurangi beban pengeluaran perusahaan
dalam penjabaran rupiah.
47
• Risiko Sumber Tenaga Listrik
Dalam memproduksi barang jadi diperlukan energi listrik untuk
dapat menjalankan mesin produksi secara terus menerus tanpa gangguan.
Energi yang digunakan untuk menjalankan sebagian mesin-mesin produksi
perusahaan adalah tenaga listrik yang berasal dari PLN.
Gangguan listrik PLN akan menyebabkan terhambatnya proses
produksi, penurunan hasil produksi perusahaan dan keterlambatan
perusahaan dalam memenuhi pesanan pelanggan. Hal-hal tersebut, dapat
menurunkan pendapatan perusahaan. Dengan memiliki genset/diesel yang
mampu menghidupkan seluruh mesin-mesin dan peralatan yang ada
walaupun terjadi gangguan listrik yang permanen, Perusahaan dapat
mengantisipasi risiko tersebut.
• Persaingan Usaha
Selama ini produk-produk perusahaan relatif menghadapi persaingan
yang ketat karena banyak produsen di Indonesia yang mampu memenuhi
kualifikasi produk seperti yang diminta pasar dimana perusahaan menjual
hasil produksinya. Namun prospek bagi perusahaan diperkirakan masih
relatif baik, karena negara yang dituju merupakan negara yang termasuk
dalam 10 besar negara pengimpor mebel kayu, seperti Amerika Serikat,
Eropa, Australia, Belanda dan negara Asia sekitarnya.
Saat ini pasar terbesar yang digarap oleh perusahaan mayoritas
adalah negara Amerika Serikat, sedangkan potensi pasar di Eropa dan
sekitarnya masih sangat besar. Disamping itu, negara-negara maju dimana
produk-produk PT. “X” dipasarkan memiliki kecenderungan gaya hidup
48
yang berkembang sangat pesat, sehingga menciptakan kebutuhan akan
produk mebel yang dapat memenuhi tuntutan gaya hidup tersebut.
• Risiko Pemogokan Tenaga Kerja
Usaha manufaktur wooden furniture ini merupakan industri padat
karya sehingga memerlukan tenaga kerja dalam jumlah yang cukup
banyak, sehingga apabila terjadi pemogokan tenaga kerja dapat
mengakibatkan terganggunya aktivitas operasional PT. “X” dan dapat
mempengaruhi pendapatan perusahaan. Untuk meminimalkan risiko ini,
perusahaan telah menetapkan seluruh kebijakan pemerintah terutama yang
menyangkut masalah tenaga kerja.
• Risiko Penjualan
Kegiatan produksi PT. “X” selama ini, dilakukan berdasarkan
pesanan langsung yang diterima dari para pelanggan. Oleh karena itu, PT.
“X” memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap perusahaan-perusahaan
yang selama ini telah menjadi pelanggan sehingga apabila sewaktu-waktu
pelanggan menghentikan pesanan-pesanannya, maka hal ini akan sangat
mempengaruhi kegiatan usaha perusahaan. Untuk mengantisipasi hal ini,
maka perusahaan terus melakukan terobosan baru untuk mencari peluang
pasar yang masih sangat besar sekali seperti di Amerika dan negara-negara
Eropa.
• Risiko Kebijakan Negara Tujuan Ekspor
Perubahan kebijakan negara tujuan ekspor perusahaan, seperti
kebijakan fiskal dan kebijakan ”International Labelling Scheme” dapat
mempengaruhi perolehan pendapatan Perusahaan. Namun hal ini, telah
49
dapat diantisipasi perusahaan melalui salah satu anak perusahaannya yang
sudah dapat memproduksi produk mebel berlabel FSC (Forest Stewarship
Council).
• Risiko Bencana Kebakaran
Terjadinya bencana kebakaran merupakan risiko besar bagi
perusahaan yang bergerak dalam bidang wooden furniture, mengingat
bahan-bahan produksi bersifat mudah terbakar. Kejadian bencana
kebakaran akan berpengaruh besar terhadap tingkat produksi perusahaan.
• Risiko Nilai Tukar Valas
PT. “X” merupakan perusahaan yang penjualan produknya
berorientasi ekspor, dengan demikian penerimaan penjualan ditentukan
dalam mata uang asing, utamanya Dolar AS. Penguatan nilai rupiah yang
terjadi akhir-akhir ini dapat mengurangi pendapatan perusahaan dalam
penjabaran secara rupiah, sehingga dapat mempengaruhi kinerja keuangan
perusahaan.
• Regulasi Pemerintah / Politis
Perubahan peraturan pemerintah terhadap penjualan produk mebel
dan eksploitasi bahan baku kayu yang tidak mendukung kegiatan usaha
dapat menjadi ancaman bagi PT. “X”. Regulasi yang seringkali berubah
seiring dengan perubahan kekuasaan membuat para pengusaha tidak dapat
membuat perencanaan jangka panjang karena terkendala dengan regulasi
yang sering kali berubah-ubah.
50
• Risiko Tidak Tercapainya Proyeksi
Jika proyeksi yang disusun tidak tercapai dapat mengakibatkan
jadwal pembayaran hutang dan pembiayaan menjadi terganggu dan dapat
mengakibatkan terjadinya default.
F. ASPEK KEUANGAN
1. Rencana Perusahaan
Dalam rangka pengembangan usaha melalui pengalihan orientasi
produksi dari Outdoor furniture menjadi indoor furniture. Maka pada
tahun 2005 perusahaan akan melakukan penambahan beberapa mesin dan
peralatan, terutama pada bagian finishing serta sarana pendukung lainnya.
Proses produksi indoor furniture relatif sama dengan proses produksi
outdoor furniture, yang membedakan adalah proses finishingnya. Selain
menambah mesin-mesin baru, perusahaan juga berencana untuk
menambah bangunan pabriknya, yaitu bangunan gudang utama dan
bangunan lantai tingkat untuk stock barang.
Dengan rencana pengembangan usaha ini, perusahaan secara
bertahap juga akan meningkatkan jumlah tenaga kerjanya, khususnya
tenaga kerja langsung. Total penambahan investasi yang dibutuhkan
perusahaan untuk dapat memproduksi diperkirakan mencapai
Rp. 9.868.105.870 (Tabel 6).
51
Tabel 6 : Rencana Investasi perusahaan
Jumlah investasi
(Rp)
Pembiayaan (Rp)
% Modal Sendiri
%
Investasi
Pembangunan lantai bertingkat untuk stock barang (72x6)m
284.545.000 184.954.250 65 99.590.750 35
Pembangunan Gudang Utama (56x36) m
2.507.147.070 1.629.644.296 65 877.500.775 35
Pembelian Mesin-mesin 7.076.415.800 4.599.670.270 65 2.476.745.530 35
Total 9.868.105.870 6.414.268.816 65 3.453.837.055 35
2. Analisa Neraca dan Laba/Rugi
a. Hasil Laporan Keuangan
PT. ”X” didirikan pada tanggal 8 Nopember 1990, laporan
keuangan yang disampaikan adalah Laporan Keuangan Audited per
31-12-2003, 31-12-2004 dan laporan keuangan home statement per
30-06-2005. Hasil opini dari laporan audited PT. ”X” untuk
periode tahun 2003 dan 2004 adalah disajikan secara Wajar dalam
semua hal yang material.
PT. X mulai produksi komersial sejak 1992 dan pada tahun 2002
diakuisisi oleh PT. AB.
b. Pemaparan Laporan Keuangan
Data keuangan PT. ”X” berdasarkan laporan keuangan audited
periode per 31-12-2003; 31-12-2004 dan H/S 30-06-2005 yang
menginformasikan hal-hal sebagai berikut.
52
Tabel 7. Laba/(Rugi) dan Neraca (Rp.juta)
Uraian Des 2003
Des 2004
Juni 2005
Uraian Des 2003
Des 2004
Juni 2005
LABA / RUGI NERACA Pendapatan 4.160 6.723 7.836 Aktiva Lancar 35.198 46.920 44.942 Pertumbuhan (%)
61.6 133.11 Aktiva Tetap 10.943 10.410 10.133
Laba -1.076
411 496 Hutang lancar 25.106 39.651 36.900
Sales Margin % -2..87 6.12 6.34 Total Harta 46.141 57.329 55.075 Sumber : Laporan Keuangan perusahaan
Hasil pendapatan (penjualan) dari usaha meningkat pada tahun 2004
sebesar 61.6% dan semester I 2005 meningkat 133.11% dari tahun 2004,
hal ini karena perusahaan banyak melakukan diversifikasi usaha dan terus
melakukan konsolidasi dan sudah mulai meningkatnya permintaan pasar
karena kualitas yang dihasilkan sudah cukup teruji.
Kondisi laba atau rugi (L/R) pada tahun 2003 perusahaan rugi
sebesar -25.87% sedangkan pada tahun 2004, laba meningkat menjadi
sebesar 6.12% dan pada semester I 2005 sebesar 6.34% dinilai masih
wajar, mengingat perusahaan masih terus berupaya untuk berkembang dan
berupaya meningkatkan kinerja perusahaan.
Jumlah aktiva lancar menunjukkan tren yang meningkat sejalan
dengan meningkatnya aktivitas usaha, aktiva lancar didominasi oleh
persediaan (per 30-6-2005; Rp. 43.454 juta), yaitu persediaan bahan baku,
bahan setengah jadi dan persediaan barang siap jual. Hal ini disebabkan
kebijakan perusahaan untuk persediaan untuk menunjang kelancaran
proses produksi maka strategi perputaran persediaan lebih lama terutama
bahan baku kayu.
Jumlah aktiva tetap tidak terdapat peningkatan, penurunan nilai
aktiva tetap karena penyusutan. Hutang lancar memiliki kecenderungan
53
yang meningkat pada tahun 2004, hal ini disebabkan meningkatnya hutang
usaha dan adanya kewajiban yang masih harus dibayar serta hutang bank
jangka pendek (KMK di Bank XYZ).
3. Analisa Rekonsiliasi Modal dan Harta tetap
Tabel 8. Rekonsiliasi Modal dan Harta Tetap Rp. Juta
Uraian Des 2003
Des 2004 Juni 2005
Uraian Des 2003
Des 2004
Juni 2005
REKONSILIASI MODAL REKONSILIASI HARTA TETAP Modal Awal 0 17.267 17.678 Saldo Akhir
Ht. Tetap 10.791 10.257 9.981
Pertambahan Pertambahan - Laba Bersih -1.076 441 496 - Penyusutan 546 547 276 - Setoran Modal 20.200 0 0 Pengurangan - Revaluasi akv. Tetap
301
Pengurangan Saldo awal Ht.Tetap
11.338 10.791 10.257
Deviden/Koreksi 2.159 Pengadaan HtTetap
14 0
Modal Akhir 17.267 17.678 18.174 Sumber : Laporan Keuangan perusahaan • Struktur modal PT. ”X” mulai tahun 2004 terdapat penambahan karena
EAT meningkat namun laba ditahan sampai semester I 2005 masih
negatif ( -2.823,47 juta). Sebelum tahun 2005 pencatatan penjualan
PT. ”X” masih diakui sebagai penjualan PT. AB termasuk HPP-nya,
sedangkan biaya-biaya lain diakui oleh PT. X sehingga mengurangi
laba perusahaan. Hal ini terjadi sebelum dilakukan penataan
perusahaan dimana PT.AB dan PT. ”X” masih digabung dan
memproduksi outdoor furniture (sampai dengan akhir 2004).
• Sejak tahun 2003 sampai semester I 2005 tidak ada penambahan
investasi harta tetap, nilai harta tetap menurun karena adanya
penyusutan.
54
3. Analisa Ratio Keuangan dan Pengadaan Kas
• PT. ”X” per 30 Juni 2005 memiliki CR = 1,22 kali dan DER = 2.04
kali, dengan demikian telah memenuhi financial covenant yang
ditentukan Bank dimana untuk CR minimal 1,2 kali dan DER
maksimal 2,5 kali untuk sub sektor industri pengolahan kayu dan
kerajinan (Tabel 9).
Tabel 9. Ratio Keuangan
Uraian Desember 2003
Desember 2004
Juni 2005
Ratio Keuangan Current Ratio (CR ) 1.40 kali 1.18 kali 1.22 kali Debt Equity Ratio (DER) 1.45 kali 2.24 kali 2.03 kali
Pernyataan Pengadaan Kas (Rp.juta) Sumber Kas - Dana Operasi Bruto (530) 959 773- Sumber Operasionil 12.306 14.667 (3.328)- Sumber Non Operasionil 37.070 0 577 Sub. Total Sumber Kas. 48.846 15.626 (1.978) Penggunaan Kas - Keperluan Operasional 35.135 11.447 1.770 - Keperluan Non Operasional 13.648 3.905 0 Sub.Total Penggunaan Kas 48.783 15.352 1.770 Kenaikan/penurunan Kas 63 274 -208
Sumber : Laporan Keuangan perusahaan
• Manajemen pembelanjaan perusahaan berdasarkan laporan keuangan
2003 dan 2004 terlihat perusahaan mengalami surplus kas, namun pada
periode Semester I 2005 perusahaan mengalami defisit kas karena
adanya pembelian bahan baku dan bahan pembantu yang cukup besar
(keperluan operasional), perusahaan dapat membayar seluruh
keperluan rutin perusahaan.
• Umur piutang relatif semakin cepat dari tahun ke tahun, pada tahun
2003 = 24 hari menjadi 55 hari pada Des 2004 dan pada Juni 2005 =
55
24 hari, hal ini menunjukkan manajemen piutang menjadi semakin
baik.
Tabel 10. Komponen Aktivitas
Rp. JutaDeskripsi Des 2003 Des 2004 Jun 2005
(Audited) (Audited) H/S Komponen Aktivitas a. Piutang Usaha 278 1.030 1.048 b. Persediaan 34.743 45.333 43.454 c. Hutang Usaha 6.099 9.881 8.867 Aktivitas (Hari) a. Perputaran piutang 24 55 24 b. Perputaran Persediaan (Inventory/hpp) 31.190 3.458 1.302 c. Perputaran Hutang 528 529 204
• Umur persediaan pada tahun 2003 sangat tinggi karena pencatatan
penjualan masih digabung dengan PT. AB sehingga jumlah penjualan
dan HPP tidak real, pada tahun 2004 umur persediaan 3.458 hari dan
1.302 hari pada Juni 2005, kebijakan perusahaan untuk umur
persediaan terutama bahan baku kayu dibuat lebih dari 6 bulan karena
untuk menjamin ketersediaan bahan baku, namun penumpukan
persediaan akan mengganggu perputaran modal kerja secara
keseluruhan karena menimbulkan dana idle dan tidak produktif. Nilai
persediaan yang sangat tinggi juga dapat mengindikasikan tingkat
penjualan yang tidak sebanding dengan tingkat produksinya.
• Umur hutang di tahun 2003 adalah 528 hari, pada tahun 2004 = 529
hari dan pada Juni 2005 cenderung semakin cepat yaitu 204 hari. Hal
ini menunjukkan pembayaran kepada supplier semakin lancar dan
sesuai dengan kesepakatan dengan supplier.
56
5. Analisa Proyeksi Keuangan
Asumsi-asumsi proyeksi keuangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Produksi
Sesuai dengan rencana perusahaan yang akan mengalihkan
orientasi produksi ke arah indoor furniture, maka produksi outdoor
furniture hanya akan dilakukan pada tahun 2005 dan 2006. Rencana
produksi juga didasarkan pada bahan baku yang tersedia hingga akhir
Desember 2004. Saldo akhir bahan baku sebesar 6.255 m³ yang
kemudian akan digunakan untuk memproduksi produk outdoor,
sebagian direncanakan akan digunakan untuk kebutuhan produksi
indoor furniture.
Komposisi produksi untuk indoor furniture selama masa
proyeksi adalah 56,68% jenis bedroom set, 22,84% jenis cabinet set,
dan 20,49% jenis produk mebel lainnya. Tingkat produksi disesuaikan
dengan tingkat produksi finishing perusahaan tahun 2004 sebesar
2.122 m³(60,63%) dari kapasitas normal sebesar 3.500m³ (Tabel 11).
Tabel 11. Proyeksi Kapasitas Produksi Terpakai tahun 2005-2010
Tahun Kapasitas terpasang (m3/tahun)
Utilisasi Komposisi Produksi % Terpakai
(m3) Outdoor Indoor
Sem II-2005
3.250 50 1.625 163 1.463
2006 6.500 55 3.575 358 3.218 2007 6.500 60 3.900 3.900 2008 6.500 65 4.225 4.225 2009 6.500 70 4.550 4.550 2010 6.500 75 4.875 4.875
Adanya penambahan mesin dan rencana perubahan orientasi
produk menjadi indoor furniture, maka diasumsikan kapasitas
57
produksi meningkat menjadi ± 6.500 m3. Proyeksi kapasitas produksi
terpakai pada tahun pertama baru mencapai 50%, yang kemudian
diasumsikan meningkat bertahap sebesar 5% tiap tahunnya.
Produksi dan penjualan hasil produksi outdoor furniture akan
diperhitungkan dalam satuan m3, sedangkan untuk indoor furniture
akan dikonversi kedalam satuan unit. Komposisi produksi untuk
indoor furniture yang direncanakan selama masa proyeksi adalah (a)
Bedroom set (56.6%), (b) Cabinet set (22.9%) dan (c) Jenis Lainnya
(20.5%)
b. Penjualan
Volume penjualan didasarkan pada rencana produksi, penjualan
outdoor hanya diperhitungkan dalam satuan m³, sedangkan proyeksi
penjualan produk indoor furniture dikelompokkan menjadi bedroom
set, cabinet set dan lainnya. Rencana volume penjualan dapat dilihat
pada Tabel 12.
Tabel 12. Proyeksi Penjualan
PROYEKSI PENJUALAN TAHUN 2005-2010
2005 2006 2007 2008 2009 2010 Outdoor Furniture (m³) 1,351 1,615 1,078 893 Indoor Furniture Bedroom Set (m³) 207 996 1,853 2,539 3,004 3,310 Cabinet Set (m³) 84 402 747 1,023 1,211 1,334 Lainnya (m³) 75 360 670 918 1,086 1,197 Total Penjualan (m³) 1,716 3,373 4,347 5,373 5,301 5,840
Harga jual produk :
- Outdoor furniture USD 1214.64 / m3
58
- Indoor furniture terdiri dari :
• Bedroom Set USD 475 / unit
• Cabinet Set USD 237.5/ unit
• Lainnya USD 190 / unit
Penentuan harga jual disesuaikan dengan harga jual rata-rata
yang diterapkan sesuai harga per Desember 2004 dan diproyeksikan
akan mengalami kenaikan sebesar 5% setiap tahunnya.
Penjualan dilakukan hanya untuk pasar ekspor. Harga jual
diasumsikan mengalami kenaikan 5% pertahun dengan tingkat kenaikan
nilai tukar terhadap rupiah 1%. (kurs US$ 1 dalam tahun I = Rp. 9.750).
Syarat penjualan secara tunai 10% dan 90% kredit dengan jangka
waktu 30 hari. Dengan dasar perhitungan tersebut diatas, dapat
diketahui proyeksi total penjualan setiap tahunnya. Proyeksi total
penjualan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Proyeksi total penjualan
Uraian Th. ke-1 Sem II 2005
Th. Ke-2 2006
Th. ke-3 2007
Th. ke-4 2008
Th. ke-5 2009
Th. Ke-6 2010
Penjualan (m3) - Outdoor furniture 1,351 1,615 1,078 893 - Indoor furniture Bedroom set 207 996 1,853 2,539 3,004 3,310 Cabinet Set 84 402 747 1,023 1,211 1,334 Lainnya 75 360 670 918 1,086 1,197 Total 1,716 3,373 4,347 5,373 5,301 5,840 Nilai penjualan (Rp. ribu)
- Outdoor furniture 15,995,101 18,517,950 12,844,875 11,895,981 - Indoor furniture Bedroom set 2,340,885 10,337,166 20,692,499 30,840,675 39,523,284 46,845,612 Cabinet Set 1,170,551 5,169,060 10,347,204 15,421,761 19,763,466 23,424,967 Lainnya 936,457 4,135,321 8,277,910 12,337,627 15,811,053 18,740,306 Total 20,442,993 38,159,497 52,162,487 70,496,044 75,097,803 89,010,885
59
Produk outdoor furniture diproyeksikan tidak dapat terjual
seluruhnya sesuai dengan periode produksi yang hanya akan dilakukan
pada tahun 2005 dan 2006, sehingga harga jual tidak mengalami
peningkatan. Hal ini didasarkan pada perkiraan menurunnya nilai barang
sebagai pengaruh perubahan kecenderungan atau tren, kondisi produk
dan rencana perusahaan untuk melakukan pelunasan KMK lama
diperoleh untuk operasional outdoor furniture.
c. Pembelian Bahan Baku
Perhitungan biaya pembelian bahan baku didasarkan pada
jumlah bahan yang digunakan dengan memperhitungkan persediaan
selama 480 hari. Bahan baku utama yang diperlukan kayu Nyatoh dan
bahan pembantu yang dibutuhkan adalah hardware, canvas, carton box,
cat, dan MDF.
Biaya bahan baku kayu ± USD. 288,89 per m3. Harga bahan
baku diperkirakan meningkat ± 5% pertahun. Rendemen dari bahan
baku kayu yang digunakan adalah ± 60%.
Penggunaan bahan baku pembantu dapat mencapai 50% dari
total biaya bahan baku untuk outdoor furniture dan 60% untuk indoor
furniture. Pembelian dilakukan secara tunai ± 15% dan 85% kredit
dengan jangka waktu ± 10 hari.
d. Upah Langsung
Perhitungan upah langsung didasarkan pada jumlah tenaga kerja
langsung dan gaji/bln/orang. Jumlah tenaga kerja langsung pada kondisi
60
kapasitas penuh berjumlah 350 orang, setelah pengembangan
diperkirakan akan berjumlah 485 orang. Biaya tenaga kerja langsung
diperkirakan ± 8% dari nilai penjualan.
e. Overhead Pabrik
Biaya overhead pabrik diperkirakan ± 10% dari total penjualan,
terdiri dari biaya tenaga kerja tak langsung, biaya pengeringan kayu,
biaya angkut kayu, biaya perawatan, biaya perlengkapan produksi,
biaya listrik dan penerangan, asuransi pabrik, biaya kebersihan,
transportasi, biaya pabrikan lainnya.
f. Biaya bahan pembantu, biaya overhead, biaya tenaga kerja dan
beban usaha diperkirakan meningkat ± 10% pertahun kecuali untuk
beban usaha tahun 2005 diasumsikan meningkat 20% karena adanya
perubahan orientasi produksi. Tahun 2005 terdapat penambahan tenaga
kerja produksi sebesar 40%.
g. Biaya Operasional Kantor
Biaya operasional kantor yang meliputi biaya administrasi umum
dan pemasaran terdiri dari :
- Biaya Pemasaran , diasumsikan ± 3% dari total penjualan, biaya
pemasaran dialokasi untuk (a) Gaji dan tunjangan Bag. Pemasaran,
(b) Komunikasi, (c) Ekspor, (d) Pengangkutan dan (e) Promosi.
- Biaya Administrasi & Umum, diasumsikan ± 3% dari total
penjualan, biaya administrasi dan umum dialokasi untuk (a) Gaji
dan tunjangan Bag, Adm & umum, staff pabrik dan direksi, (b)
Biaya administrasi kantor, (c) Biaya bank (administrasi dan selain
61
biaya margin/bagi hasil), (d) Jasa profesional. Secara keseluruhan
biaya-biaya (selain gaji) diasumsikan naik 2% pertahun.
h. Biaya Non Operasional
a. Pajak Perseroan
Besarnya pajak perseroan (Badan) diperhitungkan sebesar 30%
dari keuntungan sebelum pajak / Earning Before Tax (EBT)
b. Depresiasi dan Amortisasi dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Penyusutan dan amortisasi
No. Jenis aktiva Rate per tahun 1 Tanah 0% 2 Bangunan & Prasarna 5% 3 Mesin & Perlengkapan 12.5% 4 Inventaris Kantor 25% 5 Kendaraan Operasional 25%
i. Pajak Penghasilan Perusahaan
Pajak penghasilan PT. X dihitung sesuai dengan peraturan perpajakan
yang berlaku yakni :
- Penghasilan Rp 0 s/d Rp 50.000.000 10%
- Penghasilan Rp 50.000.000 s/d Rp.100.000.000 15%
- Penghasilan > Rp 100.000.000 30%
6. Evaluasi Proyeksi Keuangan
Berdasarkan asumsi – asumsi yang digunakan di peroleh hal-hal
sebagai berikut :
Proyeksi Laba (Rugi)/Neraca
Dengan asumsi peningkatan penjualan sebesar rata-rata +/-
13.00% per tahunnya. maka diproyeksikan persero dapat mencapai
62
laba dan meningkatkan modal perusahaan. Aktiva lancar cenderung
meningkat sesuai aktivitas usaha, sedangkan aktiva tetap menurun
karena penyusutan tiap tahun. Untuk hutang lancar (berupa hutang
usaha dan pembiayaan modal kerja) diproyeksikan berfluktuasi sesuai
aktivitas usaha dan hutang jangka panjang diproyeksikan berkurang
karena Pembiayaan Musyarakah (investasi) dapat diselesaikan pada
tahun 2009.
Tabel 15. Proyeksi Laba (Rugi) /Neraca Perusahaan
Uraian 31-12-05 31-12-06 31-12-07 31-12-08 31-12-09 31-12-10 Laba / (Rugi) 6 bulan
Revenue (Rp.juta) 21,640 45,783 53,354 61,297 70,006 79,544 Pertumbuhan % 176.16 5.78 16.54 14.89 14.21 13.63 Laba (Rp.juta) 1,252 1,271 2,053 2,867 3,808 5,096 Sales Margin % 5.78 2.78 3.85 4.68 5.44 6.41
31-12-05 31-12-06 31-12-07 31-12-08 31-12-09 31-12-10Neraca (Rp.Juta) Aktiva Lancar 46,431 50,908 58,605 66,786 75,759 85,592Aktiva Tetap 19,029 17,098 15,188 13,301 11,414 9,526 Hutang Lancar 36,166 38,388 43,545 48,393 53,094 57,129 Hutang J.P. 6,400 5,452 4,030 2,607 1,185 0 Total Modal 22,894 24,166 26,219 29,086 32,894 37,990 Total Aktiva 65,460 68,006 73,73 80,087 87,173 95,118
• Proyeksi Ratio Keuangan
Ratio Likuiditas (CR) dan Leverage (DER) perusahaan dapat
terpenuhi sebagaimana persyaratan Bank, minimal CR = 1.2 kali dan
maksimal DER = 2.5 kali, hal ini dapat dipenuhi perusahaan, dengan
syarat tahun 2005 kebutuhan modal kerja / pembelian bahan baku dan
bahan pembantu dapat dipenuhi dari penggunaan kasnya ditambah
dengan pembiayaan bank.
63
Ratio arus kas (EBITDA/debt dan EBITDA/int(marjin))
menunjukkan kecenderungan semakin baik, pada tahun ke 5 atau tahun
2008, EBITDA perusahaan sudah lebih besar dari jumlah hutang hal
ini menunjukkan bahwa sejak tahun 2010 operasional perusahaan
sudah cukup baik (surplus) dan perusahaan telah dapat membukukan
keuntungan, kemampuan membayar marjin dari hasil operasinya
(EBITDA/marjin) dapat tercapai sejak tahun 2005 .
Tabel 16. Proyeksi Ratio Keuangan
Proyeksi Ratio 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Current Ratio X 1,28 1,33 1,35 1,38 1,43 1,50 DER X 1,86 1,81 1,81 1,75 1,65 1,50 EBITDA/ DEBT
% 24,14 36,85 47,86 64,36 88,29 116,66
EBITDA/ INT
% 734,00 614,75 696,58 775,06 788,14 1.670,34
EAT/Sales % 8,26 8,63 9,33 9,51 9,19 9,75 Ratio Profitabilitas (EAT/sales) sejak awal proyeksi (semester
II 2005) sudah positif , namun laba ditahan masih negatif sampai
periode 2006. EAT menunjukkan kecenderungan yang meningkat dan
sejak tahun 2005, diharapkan kemampuan perusahaan mendapatkan
laba semakin lama semakin baik sejalan dengan berkembangnya
perusahaan.
7. Analisa Kelayakan Keuangan
Analisis kelayakan dari aspek keuangan akan memberikan
pemahaman tentang laporan keuangan dan berbagai kriteria penilaian
kelayakan investasi. Data yang digunakan dalam analisa kelayakan adalah
data pendapatan bersih, yang diperoleh dengan cara mengurangkan arus
64
kas masuk dengan arus kas keluar. Kriteria kelayakan yang digunakan
untuk menilai kelayakan keuangan dalam kajian ini adalah PBP, NPV,
B/C ratio, BEP dan IRR.
Setelah diperoleh pendapatan bersih kemudian dilakukan
pendiskontoan terhadap pendapatan bersih tersebut sebagai pendekatan
adanya nilai uang terhadap waktu. Tingkat diskonto yang digunakan
adalah sebesar 16% yang merupakan rata-rata suku bunga deposito bank
umum pada saat kajian. Hasil perhitungan PBP, NPV, B/C ratio, dan IRR
dapat di lihat pada Tabel 17.
Tabel 17 . Hasil analisis keuangan PT. “X”.
Uraian PBP (tahun)
NPV (Rp juta) BEP (Rp.juta) B/C ratio IRR (%)
Nilai 3,1 11.095 23.622
3,90 45.25
Berdasarkan Tabel 17 tersebut, PT. “X” dalam berproduksi
mempunyai nilai PBP 3,1 tahun, artinya perusahaan tersebut mampu
mengembalikan investasinya dari modal awal selama tiga tahun satu
bulan. Nilai BEP yang diperoleh dalam rupiah karena produk yang
dihasilkan oleh PT.”X” adalah produk yang mempunyai satuan unit dan
nilainya tidak sama, sehingga untuk mempermudah, maka satuan yang
digunakan adalah rupiah. Nilai BEP yang diperoleh adalah Rp. 23.622
juta, artinya jika usaha indoor furniture ini dapat menghasilkan penjualan
rata-rata sebesar Rp. 23.622 juta, maka usaha ini mencapai titik impas.
Nilai NPV yang dihasilkan adalah Rp. 11,095 juta artinya
perusahaan selama menjalankan usahanya mendapatkan keuntungan
65
Rp. 11,095 juta setelah dikurangi modal awal. Hasil perhitungan B/C ratio
diperoleh nilai 3,90 artinya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan 1
satuan akan menghasilkan tingkat pendapatan sebesar 3,90 satuan. Untuk
penilaian IRR, menghasilkan nilai 45,25%, nilai tersebut lebih tinggi jika
dibandingkan dengan suku bunga deposito bank umum pada saat kajian
(16%), sehingga usaha indoor furniture ini layak untuk dilaksanakan.
8. Analisis Kepakaan (Analisis Sensitivitas).
Untuk menganalisis perkiran arus kas di masa datang, perusahaan
berhadapan dengan ketidakpastian. Hal ini berakibat, hasil perhitungan di
atas kertas dapat menyimpang jauh dari kenyataannya. Ketidakpastian itu
dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan suatu proyek bisnis dalam
beroperasi untuk menghasilkan laba perusahaan. Secara jelas dapat dilihat
pada table 18.
Tabel 18. Analisis Sensitivitas
PBP NPV B/C Ratio IRR
Kenaikan Kurs 5 % 2 th 10 bln Rp.11.037 jt 4,23 55,25%
Kenaikan Bahan
baku 10%
Melebihi masa
project
( -) 1,09 (-)
Pada analisis kelayakan dari usaha PT.”X” ini juga dilakukan analisis
sensitivitas. Kepekaan yang diuji adalah terhadap kemungkinan kenaikan
harga bahan baku dan fluktuasi kurs. Dari hasil perhitungan diketahui
bahwa ternyata perusahaan memang sangat sensitive terhadap kenaikan
66
harga bahan baku yang juga akan diikuti dengan kenaikan harga jual
produk. Sedangkan terhadap fluktuasi kurs tidak terlalu berpengaruh
karena perusahaan dalam melakukan pembelian bahan baku serta
penjualan produk juga menggunakan kurs dollar.