Upload
vuonghanh
View
245
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan panik adalah keadaan tegang yang berlebihan atau tidak pada
tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir, tidak menentu atau takut. Gangguan
panik mencakup gangguan panik fobik, gangguan panik, gangguan panik menyeluruh,
gangguan campuran panik dan depresi serta gangguan obsesi kompulsif. Gangguan panik
merupakan salah satu jenis gangguan cemas kronik yang ditandai oleh serangan panik
parah yang berulang dan tak terduga, frekuensi serangannya bervariasi mulai dari
beberapa kali serangan dalam setahun hingga beberapa serangan dalam sehari. Serangan
panik dapat pula terjadi pada jenis gangguan cemas yang lain, namun hanya pada
gangguan panik, serangan terjadi meskipun tidak terdapat faktor presipitasi yang jelas.
Serangan panik dapat terjadi secara spontan ataupun sebagai respon terhadap
situasi tertentu. Variasi serangan sangat berfariasi, ada yang sering (setiap minggu),
tetapi berlangsung berbulan-bulan. Ada juga yang mengalami serangkaian serangan
tetapi diikuti periode tenang selama berminggu-minggu.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yg dimaksud dengan panik?
2. Apakah etiologi dari panik?
3. Seperti apakah gambaran klinis dari marah?
4. Apa saja diagnosis dari marah?
5. Apa diagnosis banding dari marah?
6. Apa komplikasi dari marah?
7. Terapi apa yang bisa dilakukan jika mengalami marah?
8. Farmakoterapi apa yang bisa diberikan pada orang marah?
9. Apa prognosis dari marah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yg dimaksud dengan panik
2. Untuk mengetahui apa etiologi dari panik
3. Untuk mengetahui seperti apakah gambaran klinis dari marah
4. Untuk mengetahui apa saja diagnosis dari marah
5. Untuk mengetahui apa diagnosis banding dari marah
6. Untuk mengetahui apa komplikasi dari marah
7. Untuk mengetahui terapi apa yang bisa dilakukan jika mengalami marah
8. Untuk mengetahui farmakoterapi apa yang bisa diberikan pada orang marah
9. Untuk mengetahui apa prognosis dari marah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Istilah “panik” berasal dari kata Pan, dewa Yunani yang setengah hantu, tinggal
di pegunungan dan hutan, dan perilakunya sangat sulit diduga. Tahun 1895 deskripsi
gangguan panik pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud dalam kasus agorafobia.
Serangan panik merupakan ketakutan akan timbulnya serangan serta diyakini akan
segera terjadi. Individu yang mengalami serangan panik berusaha untuk melarikan diri
dari keadaan yang tidak pernah diprediksi. Gangguan panik adalah ditandai dengan
terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak diperkirakan. Serangan panik adalah
periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif singkat, yang disertai oleh gejala
somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Gangguan panik disebabkan oleh respon
terhadap bahaya yang mengancam berasal dari dalam dirinya sendiri yang merupakan
dorongan yang tidak terkontrol. Gangguan panik menurut Kolb dan Brodie merupakan
kelainan medis berupa serangan panik berulang dan tidak disebabkan oleh penggunaan
zat atau obat atau bahkan gangguan jiwa lain dengan puncaknya adalah perasaan takut,
perasaan tidak nyaman dan khawatir berlebihan.
Menurut DSM-IV, gangguan panik adalah gangguan yang sekurang - kurangnya
terdapat 3 serangan panik dalam waktu 3 minggu dan tidak dalam kondisi berat atau
dalam situasi yang mengancam kehidupan. Gangguan panik bersifat rekuren (kambuh)
dan akan mengakibatkan terjadinya serangan panik yang tidak diduga-duga dan
mencapai puncaknya kurang dari 10 menit.
Terdapat 3 model fenomenologi gangguan panik yaitu :
a. Serangan panik akut
Ditandai oleh timbulnya peningkatan aktifitas sistem saraf otonom secara
mendadak dan spontan disertai perasaan ketakutan. Serangan ini berakhir 10-30 menit
dan dapat kembali normal.
b. Antisipasi kecemasan
Ditandai dengan perasaan takut bahwa serangan akan timbul kembali. Keadaan
ini jarang kembali normal karena sesudah serangan biasanya penderita sudah dalam
kondisi kronis dan selalu mengantisipasi terhadap onset serangan.
c. Menghindari fobia
Adalah kondisi panik yang berkembang menjadi perilaku menghindar atau fobia.
Penderita menjadi ketakutan akan timbulnya serangan panik sehingga penderita
menghindari situasi tersebut.
B. Etiologi dan patogeesis
1. Faktor Biologis
Penelitian tentang dasar biologis untuk gangguan panik telah menghasilkan
berbagai temuan; satu interpretasi adalah bahwa gejala gangguan panik dapat disebabkan
oleh berbagai kelainan biologis di dalam struktur otak dan fungsi otak. penelitian
tersebut dan penelitian lainnya telah menghasilkan hipotesis yang melibatkan disregulasi
sistem saraf perifer dan pusat di dalam patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf
otonomik pada beberapa pasien gangguan panik telah dilaporkan menunjukkan
peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang berulang,
dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang. Sistem neurotransmiter
utama yang terlibat adalah norepinefrin, serotonin, dan gamma-aminobutyric acid
(GABA).
2. Faktor Genetika
Bahwa gangguan ini memiliki komponen genetika yang jelas. Angka prevalensi
tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita gangguan panik. Berbagai penelitian
telah menemukan adanya peningkatan resiko gangguan panik sebesar 4-8 kali lipat pada
sanak saudara derajat pertama pasien dengan gangguan panik dibandingkan dengan
sanak saudara derajat pertama dari pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian
juga pada kembar monozigot.
3. Faktor Psikososial
Baik teori kognitif perilaku dan psikoanalitik telah dikembangkan untuk
menjelaskan patogenesis gangguan panik dan agoraphobia. Teori kognitif perilaku
menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang dipelajari baik dari perilaku
modeling orang tua atau melalui proses pembiasan klasik. Teori psikoanalitik
memandang serangan panik sebagai akibat dari pertahanan yang tidak berhasil dalam
melawan impuls yang menyebabkan kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu
sinyal kecemasan ringan menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap
dengan gejala somatik. Peneliti menyatakan bahwa penyebab serangan panik
kemungkinan melibatkan arti bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa
patogenesis serangan panik mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang
dipicu oleh reaksi psikologis.
C. Gambaran Klinis
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda akan terjadi serangan
panik, walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah luapan kegembiraan,
kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma emosional. Serangan sering dimulai dengan
periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama
adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien
biasanya tidak mampu menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa
kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. Tanda fisik adalah
takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat. Pasien seringkali mencoba untuk
mencari bantuan. Serangan biasanya berlangsung 20 sampai 30 menit dan jarang lebih
lama dari 1 jam.
1. Gejala penyerta
Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan agorafobia, pada
beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan bersama-sama dengan gangguan
panik. Penelitian telah menemukan bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang
dengan gangguan panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan
mental. Disamping agorapobia, fobia lain dan gangguan obsesi kompulsif dapat terjadi
bersama dengan gangguan panik. Akibat psikologis dari gangguan panik dan agorafobia
selain pertengkaran perkawinan, dapat berupa waktu terbuang ditempat kerja, kesulitan
finansian yang berhbungan dengan hilangnya pekerjaan dan penyalahgunaan alkohol dan
zat lain.
D. Diagnosis
Menurut DSM-IV, kriteria diagnosis gangguan panik harus dibuktikan dengan
adanya serangan panik yang berkaitan dengan kecemasan persisten berdurasi lebih dari 1
bulan terhadap: (1)serangan panik baru (2) konsekuensi serangan, atau (3) terjadi
perubahan perilaku yang signifikan berhubungan dengan serangan. Selain itu untuk
mendiagnosis serangan panik, kita harus menemukan minimal 4 gejala dari 13 gejala
berikut ini:
Merasa pusing, tidak stabil berdiri, hingga pingsan
Merasa kehilangan kontrol, seperti mau gila
Takut mati
Leher serasa dicekik
Palpitasi, berdebar-debar, denyut jantung bertambah cepat
Nyeri dada, rasa tidak nyaman di dada
Merasa sesak, bernapas pendek
Mual atau distress abdominal
Gemetaran
Berkeringat
Rasa panas dikulit, menggigil
Mati rasa, kesemutan
Derealisasi, depersonalisasi (merasa seperti terlepas dari diri sendiri)
Selama serangan panik pasien senantiasa berkeinginan untuk kabur dan merasa
ajalnya hampir menjelang akibat perasaan terkecekik dan berdebar-debar. Gejala lain
yang dapat timbul pada serangan panik adalah sakit kepala, tangan terasa dingin,
timbulnya pemikiran-pemikiran yang mengganggu, dan merenung. Menurut PPDGJ-III
gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak ditemukan adanya
gangguan panik fobik. Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali
serangan panik berat dalam masa kira-kira satu bulan :
1. Pada keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.
2. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya
(unpredictable situation)
3. Dengan keadaan yang relatif dari gejala-gejala panik pada periode diantara serangan-
serangan panik (meskipun demikian umumnya dapat terjadi juga “panik antipsikotik”
yaitu panik yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan
terjadi.
E. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah sejumlah
gangguan medis dan juga gangguan mental.
Etiologi Contoh
Penyakit kardiovaskuler Anemia, angina, gagal jantung kongesif, keadaan adrenergik
beta hiperaktif, hiertensi, prolapsus katup mitral, infark miokardium, takikardi atrium
paradoksal. Penyakit pulmonal Asma, hiperventilasi, embolus paru-paru Penyakit
neuroloigs Penyakit serebrovaskuler, epilepsy, penyakit Huntington, infeksi, penyakit
eniere, mifran, sklerosis multiple, serangan iskemik transien, tumor, penyakit Wilson.
Penyakit endokrin Penyakit Addison, sindrom karsinoid, sindrom chusing, diabetes,
hipertiroidisme, hipoglikemia, hipopaatiroidismer, ganguan menopause, feokromasitoma,
sindrom prementruasi. Intoksikasi obat Amfetamin, amyl ntrite, antikolinergik, kokain
Halusinogen Marijuana, nikotin, theophyline. Putus obat Alcohol, antihipertensi, opiate
dan opioid, sedative-ipnotik, Kondisi lain Anafilaksis, defisiensi B12, gangguan
elektrolit, keracunan logam berat, infeksi sistemik, Lupus, eritemtous sistemik, arteritis
temporalis, uremia.
Diagnosis banding psikiatrik untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan
buatan, hiponkondriasis, gangguan depersonalisasi, fobia sosial dan spesifik, gangguan
stress pasca traumatik, gangguan depresif, dan skizofrenia.
F. Komplikasi
Masalah sosial
Isolasi
Agoraphobia
Masalah dalam bekerja
depresi
pencandu alcohol
Penyalahgunaan narkotika.
G. Terapi
1. Psikoterapi
Cognitive-behavioral therapy (CBT)
CBT, dengan atau tanpa farmakoterapi, merupakan terapi pilihan untuk
gangguan panik, dan terapi ini harus diberikan pada semua pasien. CBT memiliki
efikasi yang lebih tinggi dalam mengatasi gangguan panik dan biayanya lebih
murah. Selain itu tingkat drop out dan relaps juga lebih rendah jika dibandingkan
dengan terapi farmakologi. Meskipun begitu, hasil yang lebih superior dapat
dihasilkan dari kombinasi CBT dan famakoterapi.
2. Beberapa Metode CBT
Terdapat beberapa metode CBT, beberapa diantaranya yakni metode
restrukturisasi, terapi relaksasi, terapi bernapas, dan terapi interocepative. Inti dari
terapi CBT adalah membantu pasien dalam memahami cara kerja pemikiran
otomatis dan keyakinan yang salah dapat menimbulkan respon emosional yang
berlebihan, seperti pada gangguan panik. Terapi restrukturisasi,melalui terapi ini
pasien dapat merestrukturisasi isi pikirannya dengan cara mengganti semua pikiran
– pikiran negatif yang dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan yang
dapat memicu serangan panik dengan pemikiran-pemikiran positif. Terapi relaksasi
dan bernapas dapat digunakan untuk membantu pasien mengontrol kadar
kecemasan dan mencegah hypocania ketika serangan panik terjadi. Semua jenis
CBT seperti di atas dapat dilakukan pasien dengan atau tanpa melibatkan dokter.
Namun salah satu metode CBT seperti interoceptive therapy yang terbukti
berhasil pada 87% pasien harus dilakukan dengan bantuan dokter di suatu
lingkungan yang terkontrol. Karena terapi ini dilakukan dengan memberikan
paparan yang dapat menstimulus serangan panik pasien dengan cara
meningkatkannya sedikit demi sedikit hingga pasien mengalami desensitasi
terhadap stimulus tersebut. Adapun beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk
mendesensitasi gangguan panik antara lain:
Hiperventilasi disengaja – ini dapat mengakibatkan kepala pusing,
derealisasi, dan pandangan menjadi kabur. Melakukan putaran pada kursi
ergonomis – ini dapat mengakibatkan rasa pusing dan disorientasi. Bernapas
melalui pipet – ini dapat mengakibatkan sesak napas dan konstriksi saluran napas.
Menahan napas - ini dapat menciptakan sensasi seperti pengalaman menjelang ajal.
Menegangkan badan – untuk menciptakan perasaan tegang dan waspada.Semua
tindakan di atas dilakukan tidak boleh lebih dari 1 menit. Kuncinya dari teknik di
atas adalah menciptakan sejumlah stimulus yang menyerupai serangan panik.
Latihan-latihan tersebut diulangi 3-5 kali sehari hingga pasien tidak lagi merasakan
kepanikan terhadap stimulus seperti itu. Biasanya butuh waktu hingga beberapa
minggu untuk dapat mencapai hal itu.
Pemaparan terhadap stimulus tersebut dilakukan agar pasien dapat belajar
melalui pengalaman bahwa semua sensasi internal yang dia rasakan seperti sesak
napas, pusing dan pandangan yang kabur bukanlah hal yang harus ditakuti. Ketika
pasien mulai menyadari hal tersebut maka secara otomatis, hippocampus dan
amygdala, yang merupakan pusat emosi, akan ikut mempelajarinya sebagai hal
yang tidak perlu ditakuti, sehingga respon sistem simpatik akan ikut berkurang.
H. Farmakoterapi
Terdapat 3 golongan besar obat yang dianjurkan untuk mengatasi gangguan
panik, yakni golongan SSRI, trisiklik, dan MAOI (Monoamine oxidase inhibitor).
Sedangkan golongan benzodiazepin hingga saat ini masih dianggap kontoversial
dalam terapi gangguan panik.
1. Golongan SSRI (Serotonin-selective reuptake inhibitors)
Penggunaan SSRI dan follow up keberhasilannya sebaiknya dimulai dalam
rentang 2 minggu sejak serangan panik terjadi karena SSRI dapat memicu serangan
panik pada pemberian awal. Oleh karena itu dosis SSRI dimulai dari yang terkecil
lalu ditingkatkan secara perlahan di setiap kesempatan follow up berikutnya.
Mekanisme Kerja SSRI
SSRI dipercaya dapat meningkatkan kadar serotonin di ekstraselular
dengan cara menghambat pengambilan kembali serotonin ke dalam sel presinaptik
sehingga ada lebih banyak serotonin di celah sinaptik yang dapat berikatan dengan
reseptor sel post-sinaptik. SSRI memiliki tingkat selektivitas yang cukup baik
terhadap transporter monoamin yang lain, seperti pada transporter noradrenaline
dan dopamine, SSRI memiliki afinitas yang lemah terhadap kedua reseptor tersebut
sehingga efek sampingnya lebih sedikit.
SSRI merupakan obat psikotropik pertama yang dianggap memiliki desain
obat rasional, karena cara kerjanya benar-benar spesifik pada suatu target biologi
tertentu dan memberikan efek berdasarkan target tersebut. Oleh karena itu SSRI
digunakan secara luas di hampir semua negara sebagai lini pertama pengobatan
antipanik. SSRI dapat diberikan selama 2-4 minggu, dan dosisnya dapat
ditingkatkan secara bertahap tergantung pada kebutuhan. Semua jenis SSRI yang
dikenal saat ini memiliki efektifitas yang baik dalam menangani gangguan panik.
Salah satunya, Fluoxetine dalam salut memiliki masa paruh waktu yang panjang
sehingga cocok digunakan untuk pasien yang kurang patuh minum obat. Selain itu
waktu paruh yang panjang dapat meminimalisir efek withdrawl yang dapat terjadi
ketika pasien lelah atau tiba-tiba menghentikan penggunaan SSRI.
Contoh Obat Golongan SSRI
a. Fluoxetine (Prozac)
Fluoxetine secara selektif menghambat reuptake seotonin presinaptik,
dengan efek minimal atau tanpa efek sama sekali terhadap reuptake
norepinephrine atau dopamine.
b. Paroxetine (Paxil, Paxil CR)
Ini merupakan SSRI alternatif yang bersifat sedasi karena cara kerjanya
berupakan inhibitor selektif yang poten terhadap serotonin neuronal dan
memiliki efek yang lemah terhadap reuptake norepinephrine dan dopamine.
c. Sertraline (Zoloft)
Cara kerjanya mirip fluoxetine namun memiliki efek inhibisi yang
lemah pada reuptake norephinephrine dan dopamine neuronal.
d. Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR)
Fluoxamine merupakan inhibitor selektif yang juga poten pada
reuptake serotonin neuronal serta secara signifikan tidak berikatan pada alfa-
adrenergik, histamine atau reseptor kolinergik sehingga efek sampingnya lebih
sedikit dibanding obat-obatan jenis trisiklik.
e. Citalopram (Celexa)
Citalopram meningkatkan aktivitas serotonin melalui inhibisi selektif
reuptake serotonin pada membran neuronal. Efek samping antikolinergik obat
ini lebih sedikit.
f. Escitalopram (Lexapro)
Escitalopram merupakan enantiomer citalopram. Mekanisme kerjanya
mirip dengan citalopram.
Efek Samping SSRI
Efek samping SSRI biasanya timbul selama 1-4 minggu pertama ketika
tubuh mulai mencoba beradaptasi dengan obat (kecuali efek samping seksual
yang timbul pada fase akhir pengobatan). Biasanya penggunaan SSRI
mencapai 6-8 minggu ketika obat mulai mendekat potensi terapi yang
menyeluruh. Adapun beberapa efek samping SSRI antara lain: anhedonia,
insomnia, nyeri kepala, tinitus, apati, retensi urin, perubahan pada perilaku
seksual, penurunan berat badan, mual, muntah dan yang ditakutkan adalah efek
sampinng keinginan bunuh diri dan meningkatkan perasaan depresi pada awal
pengobatan.
2. Golongan Tricyclic/Trisiklik
Golongan trisiklik zat kimia heterosiklik yang awalnya digunakan untuk
mengatasi depersi. Pada awal penemuannya, golongan trisiklik merupakan
pilihan pertama untuk terapi depresi. Meskipun masih dianggap memiliki
efektifitas yang tinggi namun saat ini penggunaannya mulai digantikan oleh
golongan SSRI dan antidepresan lain yang terbaru. Golongan trisiklik beberapa
memiliki kelebihan di antaranya, dosisnya cukup 1x/hari, rendah resiko
ketergantungan, dan tidak perlu ada pantangan makanan. Namun 35%
penggunanya langsung menghentikan pengobatan karena efek samping yang
tidak menyenangkan. Golongan trisiklik harus dimulai dengan dosis kecil
untuk menghindari amphetamine like stimulation. Biasanya pengobatan dengan
menggunakan trisiklik membtuhkan waktu sekitar 8-12 minggu untuk
mencapai respon terapi.
Trisiklik masih tetap digunakan dalam terapi terutama untuk depresi
atau panik yang resisten terhadap obat antipanik terbaru. Selain itu golongan
trisiklik tidak menyebabkan ketergantungan sehingga dapat digunakan dalam
jangka waktu yang lama. Hanya saja kelemahan golongan ini adalah, efek
sampingnya biasanya mendahului efek terapi sehingga banyak pasien yang
justru segera menghentikan pengobatan meskipun efek terapinya belum
tercapai.
Mekanisme Kerja Trisiklik
Mekanisme kerja kebanyakan trisiklik menyerupai cara kerja SNRI
(serotonin- norepinephrine reuptake inhibitor) dengan cara memblok
transporter serotonin dan norepinephrine, sehingga terjadi peningkatan
neurotransmiter ekstraseluler yang dapat bereaksi dalam proses
neurotransmisi. TCA sama sekali tidak bereaksi terhadap transporter dopamin
sehingga efek samping akibat peningkatan dopamin seperti halusinasi dapat
berkurang. Selain bereaksi pada reseptor norepinephrine dan serotonin,
trisiklik juga bereaksi sebagai antagonis pada neurotransmiter 5-HT.
Kebanyak trisiklik juga dapat menghambat kanal natrium dan kalsium,
sehingga dapat bekerja seperti obat-obatan natrium channel blocker dan
calcium channel blocker. Karena itu penggunanaan berlebih trisiklik dapat
menyebabkan kardiotoksik.
Contoh Obat Trisiklik
a. Imipramine (Tofranil, Tofranil-PM)
Imipramine menghambat reuptake norepinephrine dan srotonin pada
neuron presinaptikin.
b. Desipramine (Norpramin)
Desipramine dapat meningkatkan konsentrasi norepinephrine pada
celah sinaptik SSP dengan ara menghambat reuptakenya di membran
presinaptik. Hal ini dapat menyebabkan efek desensitasi pada adenyl cyclase,
menurunkan regulasi reseptor beta-adrenergik, dan regulasi reseptor serotonin.
c. Clomipramine (Anafranil)
Obat ini berefek langsung pada uptake serotonin sedangakan pada
efeknya uptake norepinephrine terjadi ketika obat ini diubah menjadi
metabolitnya, desmethylclomipramine.
Efek Samping Trisiklik
Ada banyak efek samping yang dapat disebabkan oleh trisiklik yang
berkaitan dengan antimuskarinik-nya. Beberapa di antaranya adalah mulut
kering, hidung kering, pandangan kabur, konstipasi, retensi urin, gangguan
memori dan peningkatan temperatur tubuh. Efek samping lainnya adalah
pusing, cemas, anhedonia, bingung, sulit tidur, akathisia, hipersensitivitas,
hipotensi, aritmia serta kadang-kadang rhabdomiolisis.
3. MAO Inhibitor
Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) merupakan salah satu jenis
antidepresi yang dapat digunakan untuk mengatasi gangguan panik. Pada masa
lalu golongan ini digunakan untuk mengatasi gangguan panik dan depresi yang
sudah resisten terhadap golongan trisiklik. MAO paling efektif digunakan pada
gangguan panik yang disertai agoraphobia. Selain itu MAO juga dapat
digunakan untuk mengatasi migraine dan penyakit parkinson karena target dari
obat ini adalah MAO-B yang berperan dalam timbulnya nyeri kepala dan gejala
parkinson.
Kelebihan MAO adalah tingkat ketergantungan terhadap obat ini
rendah dan efek antikolinergiknya lebih sedikit dibanding obat golongan
trisiklik. MAOI lebih efektif dibandingkan obat trisiklik, dan laporan
anecdotal menyatakan bahwa pasien yang tidak berespon terhadap trisiklik
kemungkinan berespon terhadap MAOI.
Cara Kerja MAOI
MAOI bekerja dengan cara menghambat aktivitas monoamine oxidase,
sehingga ini dapat mencegah pemecahan monoamine neurotransmitters dan
meningkatkan avaibilitasnya. Terdapat 2 jenis monoamine oxidase, MAO-A
dan MAO-B. MAO-A berkaitan dengan deaminasi serotonin, melatonin,
epinephrine dan norepinephrine. Sedangkan MAO-B mendeaminasi
phenylethylamine and trace amines. Dopamine dideaminasi oleh keduanya.
Contoh Obat MAOI
a. Phenelzine (Nardil)
Nardil merupakan obat golongan MAOI yang paling sering digunakan
dalam mengatasi gangguan panik. Hal ini telah dibuktikan merlalui
superioritas yang jelas terhadap placebo dalam percobaan double-blind untuk
mengatas gangguan panik. Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang
tidak respon terhadap obat golongan trisiklik atau obat antidepresi golongan
kedua.
b. Tranylcypromine (Parnate)
Obat ini juga efektif terhadap gangguan panik karena berikatan secara
ireversibel pada MAO sehingga dapat mengurangi pemecahan monoamin dan
meningkatkan avaibilitas sinaptik.
Efek Samping MAOI
Ketika dikonsumsi peroral, MAOI menghambat katabolisme amine.
Sehingga ketika makanan yang mengandung tiramin dikonsumsi, seseorang
dapat menderita krisis hipertensi. Jika makanan yang mengandung tiptofan
dimakan juga, maka hal ini dapat menyebabkan hiperserotonemia. Jumlah
makanan yang dibutuhkan hingga menimbulkan reaksi berbeda-beda pada tiap
individu. Mekanisme pasti mengapa konsumsi tiramin dapat menyebabkan
krisis hipertensi pada pengguna obat MAOI belum diketahui, tapi diperkirakan
tiramin menggantikan norepinefrin pada penyimpanannya di vesikel, dalam
hal ini norepinefrin terdepak oleh tiramin. Hal ini dapat memicu aliran
pengeluaran norepinefrin sehingga dapat menyebabkan krisis hipertensi. Teori
lain menyatakan bahwa proliferasi dan akumulasi katekolamin yang
menyebabkan krisis hipertensi. Beberapa makanan yang mengandung tiramin
antara lain hati, makanan yang difermentasi dan zat-zat lain yang mengandung
levodopa seperti kacang-kacangan. Makanan-makanan itu harus dihindarkan
dari pengguna MAOI.
4. Golongan Benzodiazepin
Pemakaian benzodizepin untuk gangguan panik adalah terbatas Karena
permasalahan tentang ketergantungan, gangguan kognitif dan penyalahgunaan.
Tetapi benzodizepin efektif dalam gangguan panik dan mungkin memiliki
onset yang lebih cepat (onset mencapai satu sampai dua minggu, mencapai
puncak setelah empat sampai delapan minggu) dibandingkan farmakoterapi
lainnya.
Cara Kerja Benzodiazepin
Benzodiazepin bekerja dengan cara meningkatkan efek neurotransmiter
GABA (gamma-butyric acid), yang berakibat pada inhibisi fungsi eksitasi
sehingga dapat menimbulkan kantuk, menekan kecemasan, anti-kejang,
melemaskan otot dan dapat mengakibatkan amnesia.
Ada 3 jenis benzodiazepin yakni yang short acting, intermediate acting
dan long acting. Benzodiazepin short- dan intermediate acting digunakan
untuk mengatasi insomnia sedangkan yang golongan long-acting digunakan
untuk mengatasi gangguan panik.
Contoh Obat Benzodiazepin
a. Lorazepam (Ativan)
Lorazepam merupakan suatu hipnotik-sedatif yang memiliki efek onset
singkat dan paruh waktunya tergolong intermediate. Dengan meningkatkan
aksi GABA, yang merupakan inhibitor utama di otak, lorazepam dapat
menekan semua kerja SSP, termasuk sistem limbik dan formasi retikuler.
b. Clonazepam (Klonopin)
Clonazepam menfasilitasi inhibisi GABA dan transmiter inhibitorik
lainnya. Selain itu, obat ini memiliki waktu paru yang relatif panjang sekitar
36 jam.
c. Alprazolam (Xanax, Xanax XR)
Alprazolam merupakan terapi pilihan untuk manajemen serangan
panik. Obat ini dapat terikat pada reseptor-reseptor pada beberapa bagian otak,
termauk sistem limbik dan RES. Meskipun begitu banyak ahli yang tidak
menyarankan penggunaan alprazolam dalam waktu lama karena tingkat
ketergantungannya sangat tinggi.
d. Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol)
Diazepam meruapakan salah satu jenis benzodiazepin yang
potensinya rendah. Namun dapat digunakan untuk mengatasi serangan
panik.
Efek Samping Benzodiazepin
Efek samping yang paling sering ditemukan pada benzodiazepin
biasanya berkaitan dengan efek sedasi dan relaksan ototnya. Beberapa di
antaranya adalah mengantuk, pusing, dan penurunan konsentrasi dan
kewaspadaan. Kurangnya koordinasi bisa mengakibatkan jatuh dan
kecelakaan, terutama pada orang tua. Akibat lain dari benzodiazepin
adalah penurunan kemampuan menyetir sehingga dapat berakibat pada
tingginya angka kecelakaan. Efek samping lainnya adalah hipotensi dan
penekanan pusat pernapasan terutama pada penggunaan intravena.
Beberapa efek samping lain yang dapat timbul pada penggunaan
benzodiazepin adalah mual, muntah, perubahan selera makan, pandangan
kabur, bingung, euforia, depersonalisasi dan mimpi buruk. Beberapa kasus
juga menunjukkan bahwa benzodiazepin bersifat liver toksik.
5. Serotonin Reuptake Inhibitor/Antagonist
Mekanisme kerja obat ini belum terlalu dipahami. Namun diketahui
obat ini dapat mengatasi gangguan panik dengan cara kerja yang berbeda dari
MAOI, serta tidak seperti obat jenis amphetamine, obat ini tidak menstimulasi
CNS.
Contoh Obat
a. Trazodone
Trazodone sangat berguna dalam terapi gangguan panik yang disertai
agorafobia. Pada hewan, obat ini secara selektif mampu menghambat uptake
serotonin melalui sinaptosom otak dan mepotensiasi perubahan perilaku
melalui induksi precursor serotonin.
6. Serotonin Norepinephrine Reuptake Inhibitors
Ini merupakan salah golongan antipanik terbaru. Cara kerja obat ini
adalah mencegah reuptake inhibitor serotonin-norepinefrin sehingga dapat
mengatasi kepanikan.
Contoh Obat
Venlafaxine (Effexor, Effexor XR)
Venlafaxine merupakan salah satu contoh obat inhibitor reuptake
serotonin/norepinephrine selain itu cara kerja obat ini adalah menurunkan
regulasi reseptor beta.
I. Prognosis
Gangguan panik biasanya memiliki onsetnya selama masa remaja akhir atau
masa dewasa awal, walaupun onset selama masa anak-anak, remaja awal, dan usia
pertengahan dapat terjadi. Biasanya kronik dan bervariasi tiap individu. Frekuensi dan
kepasrahan serangan panik mungkin berfluktuasi. Serangan panik dapat terjadi
beberapa kali sehari atau kurang dari satu kali dalam sebulan. Penelitian follow up
jangka panjang gangguan panik sulit diinterpretasikan. Namun demikian kira-kira 30-
40% pasien tampaknya bebas dari gejala follow up jangka panjang, kira-kira 50%
memiliki gejala yang cukup ringan yang tidak mempengaruhi kehidupannya secara
bermakna dan kira-kira 10-21 % terus memiliki gejala yang bermakna. Depresi dapat
mempersulit gambaran gejala pada kira-kira 40-80 % dari semua pasien. Pasien
dengan fungsi premorbid yang baik dan lama gejala singkat cenderung memiliki
prognosis yang baik
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan panik adalah gangguan yang sekurang-kurangnya terdapat 3
serangan panik dalam waktu 3 minggu dan tidak dalam kondisi berat atau dalam
situasi yang mengancam kehidupan. Gangguan panik bersifat rekuren (kambuh) dan
akan mengakibatkan terjadinya serangan panik yang tidak diduga-duga dan mencapai
puncaknya kurang dari 10 – 21 menit. Kriteria diagnosis gangguan panik harus
dibuktikan dengan adanya serangan panik yang berkaitan dengan kecemasan persisten
berdurasi lebih dari 1 bulan terhadap:
(1)serangan panik baru
(2) konsekuensi serangan, atau
(3) terjadi perubahan perilaku yang signifikan berhubungan dengan serangan.
Adapun penatalaksanaan yang dianggap efektif untuk menanganinya adalah
terapi CBT, terapi medikasi SSRI dan trisiklik sebagai terapi lini pertama dan
golongan benzodiazepine potensi tinggi, MAOI dan obat anti panic jenis lain menjadi
terapi lini kedua. CBT saja mungkin efektif digunakan untuk terapi jangka panjang,
namun efikasi terapi dapat bertambah serta tingkat relaps dapat berkurang jika CBT
dikombinasikan dengan terapi medikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Maramis,WF. Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Jakarta:Pusat Penerbitan dan
Pencentakan (AUP); 2007. Bab 11, Gangguan neurotic; H.311
Memon MA. Panik disorder. Updated on March 2011. [Cited on June 2011].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/287913-overview
Cloos JM. Treatment of panik disorder. Updated on January 2005. [Cited on June
2011]. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/497207_1
Anonym. 2011. Gangguan panik. Diakses dari www.library.upnvj.ac.id/pdf/
4s1kedokteran/207311037/bab%20II.pdf pada 25 November 2016, pukul 13.00.
Kaplan, Sadock. Synopsis psikiatri, Ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis.
Edisi ketujuh. Jakarta: Binarupa Aksara;2008. Bab 16, Gangguan kecemasan; H. 16-20
Husnul, Mubarak. 2008. Gangguan Panik. http://cetrione.blogspot.com/2008/07/
gangguan-panik.html. Diakses tanggal 25 November 2016, pukul 13.00.7.
Maslim R. Buku saku. Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Jakarta: PT.Nuh Jaya, 2001.H.74
Anonym.2013. Complication of Panik Disorder. http://www.rightdiagnosis.com/p/
panik_disorder/complic.htm#complication. Diakses pada tanggal 25 November 2016, pukul
13.00.
Maslim, R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi ke tiga.
Jakarta: PT Nuh Jaya, 2007. H.23
Memon MA. Panik Disorder. Medscape Reference; 2011 [updated 29/03/2011; cited
on January 2012]; Available from: http://emedicine.medscape.com.
Kusumadewi I, Elvira SD. Gangguan Panik. In: Elvira SD, Hadisukanto G, editors.
Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2010. p. 235-41.
Chakraburtty A. Panik Disorder. WebMD; 2009 [updated 09/02/2009; cited on
January 2012]; Available from: http://www.webmd.com.
Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atma Jaya; 2001. 14. Maslim R. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. 3rd ed.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya; 2007