29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap ibu yang telah melahirkan menginginkan anaknya lahir dalam keadaan sehat dan tidak ada kelainan – kelainan pada bayi tersebut. Tetapi keinginan tersebut tidak akan diperoleh oleh setiap ibu. Karena sebagian kecil ada yang lahir dalam keadaan abnormal. Misalnya anak lahir dengan BBLR, ikterus, hidrosefalus, dan kelainan – kelainan lainnya. Hal ini di sebabkan oleh banyak faktor pencetusnya. Seperti kurang teraturnya antenatal care ibu saat hamil, asupan gizi yang kurang baik pada ibu maupun pada janin yang di kandung, atau penyakit yang diturunkan oleh ibu sendiri. Kemudian kurangnya pengetahuan ibu untuk mengenali tanda – tanda kelainan yang mungkin timbul pada bayi baru lahir. Seperti bayi dengan ikterus, dimana kebanyakan ibu membawa bayinya ke Rumah Sakit dalam derajat yang tinggi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ikterik itu terjadinya dimulai dari wajah. Di sini jelas bahwa kurangnya pengetahuan ibu atau orang tua tentang ikterus tersebut, kemudian kurangnya memperoleh pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman lebih lanjut mengenai penyakit ikterus khususnya adalah eritroblastosis fetalis. 1

ikterus klmpk 8

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

Page 1: ikterus klmpk 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap ibu yang telah melahirkan menginginkan anaknya lahir dalam keadaan sehat dan tidak

ada kelainan – kelainan pada bayi tersebut. Tetapi keinginan tersebut tidak akan diperoleh

oleh setiap ibu. Karena sebagian kecil ada yang lahir dalam keadaan abnormal. Misalnya

anak lahir dengan BBLR, ikterus, hidrosefalus, dan kelainan – kelainan lainnya.

Hal ini di sebabkan oleh banyak faktor pencetusnya. Seperti kurang teraturnya antenatal care

ibu saat hamil, asupan gizi yang kurang baik pada ibu maupun pada janin yang di kandung,

atau penyakit yang diturunkan oleh ibu sendiri.

Kemudian kurangnya pengetahuan ibu untuk mengenali tanda – tanda kelainan yang

mungkin timbul pada bayi baru lahir. Seperti bayi dengan ikterus, dimana kebanyakan ibu

membawa bayinya ke Rumah Sakit dalam derajat yang tinggi. Sebagaimana kita ketahui

bahwa ikterik itu terjadinya dimulai dari wajah. Di sini jelas bahwa kurangnya pengetahuan

ibu atau orang tua tentang ikterus tersebut, kemudian kurangnya memperoleh pelayanan

kesehatan dari tenaga kesehatan. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman lebih lanjut

mengenai penyakit ikterus khususnya adalah eritroblastosis fetalis.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mandiri blok tumbuh kembang

dan juga untuk mempelajari salah satu kelainan pada neonatus.

1

Page 2: ikterus klmpk 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANAMNESIS

Anamnesis merupakan :

Cara tercepat menuju diagnosis

Kunci menuju diagnosis

Didapat data subyektif (rinci)

Jarang sugestif

Dikenal 2 jenis anamnesis yaitu :

1. Auto-anamnesis (langsung pada pasien)

2. Alo-anamnesis (pada orangtua/ sumber lain)1

Sistematika dalam anamnesis

1. Identitas paisen

Nama (nama keluarga)

Umur/usia

Neonatus/bayi

Balita/prasekolah

Sekolah

Akil balik

Jenis kelamin

Nama orangtua

Umur/pendidikan/pekerjaan orangtua

Agama dan suku1

2. Keluhan utama

Keluhan/gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat

Tidak harus sejalan dengan diagnosis utama

3. Riwayat perjalanan penyakit sekarang

2

Page 3: ikterus klmpk 8

Cerita kronologis, rinci, jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai

dibawa berobat

Pengobatan sebelumnya dan hasilnya(macam obat, dll)

Tindakan sebelumnya(suntikan,penyinaran)

Reaksi alergi

Perkembangan penyakit-gejala sisa/cacat

Riwayat penyakit pada anggota keluarga, tetangga

Riwayat penyakit lain yang pernah diderita sebelumnya1

4. Riwayat penyakit dahulu pada anamnesis gejala ikterus

Pranatal

Kesehatan maternal: pengobatan, perdarahan vagina, durasi kehamilan

Natal

- Sifat persalinan dan kelahiran

- Berat badan lahir

- Skor APGAR pada menit I danV

Neonatal

- Usaha resusitasi

- Sianosis

- Ikterus

- Infeksi dan perlekatan.

5. Riwayat keluarga

Riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi sebelumnya1.

2.2 PEMERIKSAAN FISIK

Ikterus

Dicari stigmata sirosis (rontoknya rambut aksila dan pubis, spider naevi, gynkomastia,

asites, caput medussae, palmar eritem, liver nail, pitting edema), scratch effect.

Hepar teraba atau tidak. Hepar membesar pada hepatitis, Ca hepar, obstruksi bilier,

bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar mengecil pada sirosis.

Kandung empedu membesar atau tidak. Positif bila kantung empedu tampak

membesar, biasanya pada keganasan karena dilatasi kandng empedu. Negatif bila

3

Page 4: ikterus klmpk 8

kantung empedu tidak tampak membesar, biasanya pada obstruksi batu karena adanya

proses inflamasi pada dinding kantung empedu 2.

2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan perlu dilakukan, baik pada bayi maupun ibu:

1. Pemeriksaan kadar bilirubin indirek

Kadar normal bilirubin pada neonatus adalah

Neonatus matur

Dalam keadaan normal kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah

sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari5 mg/dl/24

jam.

Dengan demikian ikterus baru terlihatpada hari ke2-3, biasanya mencapaipuncaknya

antara hari ke2-4, dengan kadar5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya

lebih rendah dari2 mg/dl antara lainpada hari ke5-7 kehidupan. Ikterus akibatperubahan

ini dinamakan ikterus fisiologis dan diduga sebagai akibat hancurnya sel darah merah

janin yang disertaipembatasan sementarapada konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.

Neonatus premature

Bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama atau sedikit lebih lambat

daripadapada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama,pada umumnya

mengakibatkan kadar yang lebih tinggi,puncaknya dicapai antara hari ke4-7,pola yang

akan diperlihatkan bergantungpada waktu yang diperlukan oleh bayipreterm mencapai

pematangan mekanisme metabolisme ekskresi bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12

mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke5-7 dan kadang-kadang ikterus ditemukan setelah

hari ke-10.

2. Deteksi sensitisasi

Bila secara ilmiah terjadiperlekatan antibody IgM pada antigen yang sesuaipada membrane

eritrosit, mereka akan menyebabkan sel beraglutinasi bila mereka disuspensikan dalam salin.

Ini merupakan metode standar mendeteksi antibody ini ketika darah digolongkan.

3.Uji antiglobulin indirek dan direk

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi antibody IgG yang dapat melewati plasenta

dan

4

Page 5: ikterus klmpk 8

menyebabkan eritroblastosis fetalis. Diperlukan reagen Coombs yang merupakan antibody

terhadap IgG manusia untuk memeriksa antibody dalam serum ibu hamil ataupada sel

neonatus. Bila IgG berikatan dengan antigenpada eritrosit dan reagen coombs ditambahkan,

maka reagen itu akan berikatan dengan IgG dan mengaglutinasi sel.

4. Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi

Bila daripemeriksaan sediaan hapus darah tepi ditemukan adanyapenghancuran eritrosit

disertai dengan adanya retikulositosis danpeningkatan bilirubin indirek dari

hasilpemeriksaan laboratorium maka ini merupakan tanda adanya hemolisis.

5.Skrinning akan adanya infeksi prenatal, natal dan postnatal sesuai indikasi dan gejala2.

2.4 WORKING DIAGNOSIS

Untuk menegakkan diagnosis pasti eritroblastosis fetalis, maka perlu dibuktikan adanya

ketidakcocokan golongan darah dan adanya antibody yang sesuai, yang terikat pada eritrosit

bayi3.

Gambar 1. Keadaan janin dan plasenta pada Eritroblastosis fetalis berat.

5

Page 6: ikterus klmpk 8

Diagnosis Antenatal

Pada wanita Rh negatif, riwayat tentang transfusi sebelumnya, keguguran atau kehamilan

sebelumnya, memberi petunjuk kemungkinan terjadinya sensitisasi. Golongan darah orang

tua yang menunggu kelahinran bayi handaknya diuji untuk menemukan kemungkinan

adanya ketidakcocokan dan titer antibody IgG aktif-albumin terhadap D dalam darah ibu

harus diukur pada minggu ke 12-16, 28-32, dan ke 32. Adanya titer antibody dalam albumin,

yang dapat diukur, yang ditemukan pada permulaan kehamilan, kenaikan titer yang cepat

atau titer sebesar 1:64 atau yang lebih besar lagi member petunjuk adanya penyakit hemolitik

yang cukup berarti, walaupun titer yang tepat tersebut kurang mempunyai relevansi dengan

keparahan penyakit. Jika ibu ditemukan mempunyai antibody terhadap D dengan titer

sebesar 1:16 atau lebih besar, pada setiap saat selama kehamilan berikutnya, maka

keparahan janin seharusnya dipantau melalui amniosentesis 3. Jika terdapat riwayat

tentang bayi yang terkena gangguan dari kehamilan sebelumnya atau kelahiran mati, maka

bayi rhesus positif biasanya akan mengalami gangguan yang sama atau bahkan lebih parah

lagi dibandingkan bayi yang lahir dari kehamilan sebelumnya dan keparahan penyakit itu

pada janin hendaknya terus diikuti melalui amniosentesis berulang. Ultrasonografi

diperlukan untuk menentukan apakah terdapat hidrops fetalis 3

Amniosentesis : Analisis sprektrofotometrik yang dilakukan atas pigmen-pigmen empedu

dalam cairan ketuban, yang diperoleh melalui aspirasi rahim transabdominal, yang dikerjakan

setelah penentuan letak plasenta dengan ultrasound terbukti merupakan cara yang pada

umumnya aman dan dapat dipercaya untuk meramalkan keparahan dan perkembangan

hemolisis janin3.

Diagnosis Postnatal

Segera setelah kelahiran bayi yang berasal dari ibu rhesus negatif, darah yang berasal

dari tali pusat atau yang diambil dari bayi hendaknya diperiksa untuk menentukan

golongan darah ABO, Rhesus, hematokrit dan hemoglobin dan reaksi tes Coombs

langsung. Jika Coombs positif, maka harus dilakukan tindakan agar bilirubin serum berada

pada garis dasar dan tersedia panel eritrosit secara komersial3, hendaknya digunakan untuk

mengenali sebanyak mungkin antibody eritrosit spesifik yang terdapat dalam serum ibu.

6

Page 7: ikterus klmpk 8

Tindakan ini tidak hanya dilakukan untuk mengenali antibody terhadap antigen D, tetapi juga

terhadap sekelompok antigen lain dan akan membantu memastikan pemilihan darah yang

paling cocok untuk transfusi tukar, kalau tindakan ini perlu dilakukan. Tes Coombs langsung

biasanya memberikan hasil positif kuat pada bayi yang secara klinis jelas terkena gangguan

dan dapat tetap demikian selama beberapa hari sampai beberapa bulan3.

Disamping tes Coombs, diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat bayi yang

dilahirkan sebelumnya, ikterus yang timbul dalam 24 jam pasca persalinan, kadar

hemoglobin darah tali pusat < 15 gr%, kadar bilirubin dalam darah tali pusat > 5 mg

%, hepatosplenomegali dan kelainan pada pemeriksaan darah tepi3

2.5 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Sepsis : Sepsis adalah infeksi berat yang umumnya disebabkan oleh bakteri, yang

bisa berasal dari organ-organ dalam tubuh seperti paru-paru, usus, saluran kemih atau kulit

yang menghasilkan toksin/racun yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang

organ dan jaringan tubuh sendiri.

Tanda dan Gejala

Sepsis pada bayi baru lahir memiliki gejala yang bervariasi. Umumnya bayi terlihat tidak

seperti biasanya. Gejala sepsis pada bayi baru lahir : tidak mau minum ASI atau muntah,

suhu tubuh >38oC diukur melalui anus atau lebih rendah dari normal, suhu tubuh

tidak stabil, rewel, lemas dan tidak responsive, tidak aktif bergerak, perubahan

frekuensi jantung (cepat pada awal sepsis kemudian pelan pada sepsis lanjutan),

bernapas sangat cepat atau kesulitan bernapas, ada saat bayi henti napas lebih dari 10

detik, perubahan warna kulit (pucat atau biru), kuning pada kulit dan mata, ruam

kemerahan dan kurang produksi urin4.

2.Rubella : Rubella (German measles)

Penyakit ini disebabkan oleh virus Rubella yang termasuk famili Togaviridae dan genus

Rubivirus, infeksi virus ini terjadi karena adanya kontak dengan sekret orang yang

terinfeksi; pada wanita hamil penularan ke janin secara intrauterin. Masa inkubasinya

7

Page 8: ikterus klmpk 8

rata-rata 16-18 hari. Periode prodromal dapat tanpa gejala (asimtomatis), dapat juga badan

terasa lemah, demam ringan, nyeri kepala, dan iritasi konjungtiva5.

Penyakit ini agak berbeda dari toksoplasmosis karena rubela hanya mengancam janin bila

didapat saat kehamilan pertengahan pertama, makin awal (trimester pertama) ibu hamil

terinfeksi rubela makin serius akibatnya pada bayi yaitu kematian janin intrauterin, abortus

spontan, atau malformasi kongenital pada sebagian besar organ tubuh (kelainan bawaan):

katarak, lesi jantung, hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningo-ensefalitis,

khorioretinitis, hidrosefalus, miokarditis, dan lesi tulang. Sedangkan infeksi setelah masa itu

dapat menimbulkan gejala subklinik misalnya khorioretinitis bertahun-tahun setelah bayi

lahir. Pencegahan antara lain dengan cara isolasi penderita guna mencegah penularan,

pemberian vaksin rubela, dan semua kasus rubela harus dilaporkan ke institusi yang

berwenang5.

3.Toksoplasmosis

Penyakit ini merupakan penyakit protozoa sistemik yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii

dan biasa menyerang binatang menyusui, burung, dan manusia. Pola transmisinya ialah

transplasenta pada wanita hamil, mempunyai masa inkubasi 10-23 hari bila penularan

melalui makanan (daging yang dimasak kurang matang) dan 5-20 hari bila penularannya

melalui kucing. Bila infeksi ini mengenai ibu hamil trimester pertama akan menyebabkan

20% janin terinfeksi toksoplasma atau kematian janin, sedangkan bila ibu terinfeksi pada

trimester ke tiga 65% janin akan terinfeksi. Infeksi ini dapat berlangsung selama

kehamilan 6.

Manifestasi klinis yang mungkin terjadi ialah: hepatosplenomegali, ikterus, petekie,

meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali, hidrosefalus, kalsifikasi intra-kranial,

miokarditis, lesi tulang, pnemonia, dan rash makulopapular Pencegahan dapat dilakukan

antara lain dengan cara: memasak daging sampai matang, menggunakan sarung tangan baik

saat memberi makan maupun membersihkan kotoran kucing, dan menjaga agar tempat

bermain anak tidak tercemar kotoran kucing.

`4. Sitomegalovirus ( Cytomegalovirus=CMV)

8

Page 9: ikterus klmpk 8

Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili betaherpesvirus, famili

herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan, sekresi maupun ekskresi tubuh yang

terinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan vagina, dan lain-lain). Masa inkubasi penyakit

ini antara 3-8 minggu. Pada kehamilan infeksi pada janin terjadi secara intrauterin. Pada

bayi, infeksi yang didapat saat kelahiran akan menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga

hingga ke dua belas; jika didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang berat 6

Infeksi virus ini dapat ditemukan secara luas di masyarakat; sebagian besar wanita telah

terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan tidak mengakibatkan gejala yang berarti.

Tetapi bila seorang wanita baru terinfeksi pada masa kehamilan maka infeksi primer ini akan

menyebabkan manifestasi gejala klinik infeksi janin bawaan sebagai berikut:

hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis dan optic atrophy,

mikrosefali, letargia, kejang, hepatitis dan jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai

tingkatan, dan kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi

psikomotor maupun kehilangan pendengaran.

Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan terutama sesudah

buang air besar, menghindari transfusi darah pada bayi dari ibu seronegatif dengan darah yang

berasal dari donor seropositif, dan menghindari transplantasi organ tubuh dari donor

seropositif ke resipien seronegatif.

5. Herpes simpleks ( Herpervirus hominis)

Penyakit ini disebabkan infeksi Herpes simplex virus (HSV); ada 2 tipe HSV yaitu tipe 1 dan

2. Tipe 1 biasanya mempunyai gejala ringan dan hanya terjadi pada bayi karena adanya

kontak dengan lesi genital yang infektif; sedangkan HSV tipe 2 merupakan herpes genitalis

yang menular lewat hubungan seksual. HSV tipe 1 dan 2 dapat dibedakan secara imunologi.

Masa inkubasi antara 2 hingga 12 hari. Infeksi herpes superfisial biasanya mudah dikenali

misalnya pada kulit dan membran mukosa juga pada mata 7.

Pada bayi infeksi ini didapat secara perinatal akibat persalinan lama sehingga virus ini

mempunyai kesempatan naik melalui membran yang robek untuk menginfeksi janin. Gejala

pada bayi biasanya mulai timbul pada minggu pertama kehidupan tetapi kadang-kadang baru

9

Page 10: ikterus klmpk 8

pada minggu ke dua-tiga. Manifestasi kliniknya: hepatosplenomegali, ikterus, petekie,

meningoensefalitis, khorioretinitis, mikrosefali, dan miokarditis.

Pencegahan antara lain dengan cara: menjaga kebersihan perseorangan dan pendidikan

kesehatan terutama kontak dengan bahan infeksius, menggunakan kondom dalam aktifitas

seksual, dan penggunaan sarung tangan dalam menangani lesi infeksius7.

6. Hepatitis Neonatal

Suatu nama yang bersifat umum untuk penyakit hepar pada masa bayi baru lahir dan dapat

disebabkan oleh infeksi maupun oleh bukan infeksi. Hepatitis neonatal yang idiopatis ini

mencakup bayi-bayi ikterus obtruktiva(hiperbilirubinemia oleh bilirubin direk) tanpa

tanda-tanda klinis hepatitis virus8. Tanda dini penyakit ini adanya ikterus akibat penumpukan

bilirubin direk. Ikterus dapat terjadi pada waktu lahir dengan peninggian kadar bilirubin

direk pada darah umbilicus. Biasanya terdapat hepatomegali, selain itu dapat ditemukan

splenomegali. Obstruksi total bilirubin dapat terjadi yang ditandai dengan feses yang akolis 8.

7. Inkompatibilitas ABO

Penderita ikterus akibat hemolisis inkompatibilitis golongan darah ABO lebih sering

ditemukan di Indonesia dari pada inkompatibilitas Rh. Transfusi tukar darah pada neonatus

di Jakarta terutama ditujukan di Jakarta untuk mengatasi hiperbilirubinia karena defisiensi

G6PD dan inkompatibilitas ABO. Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua dan

sifatnya biasanya ringan. Bayi tidak tampak sakit, anemia nya ringan, hepar dan lien tidak

membesar. Ikterus dapat menghilang dalam beberapa hari. Kalau hemolisisnya berat,

seringkali diperlukan juga transfusi darah untuk mencegah terjadinya kern-ikterus.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan ialah pemeriksaan kadar bilirubin serum sewaktu-waktu 9.

2.6 PATOFISIOLOGI

Penyakit hemolisis pada bayi baru lahir. Penyakit hemolisis pada sel darah merah bayi baru

lahir mungkin disebabkan oleh antibodi ibu. Hal ini hanya akan terjadi bila terdapat

inkompatibilitas antara darah ibu dan janin. Ikterus hemolitik yang menimbulkan masalah

10

Page 11: ikterus klmpk 8

paling berat adalah akibat inkompatibilitas rhesus 8. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin

dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah ibu yang dinamakan

fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada

eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi

tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah

janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi tersebut

dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan

anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi

dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti

banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan 9.

Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati dan limpa yang

selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas

ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya

untuk pembekuan darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan

terjadinya perdarahan yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400

antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang penting

sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi

menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen tersebut. Antibodi tersebut berbahaya

terhadap diri sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin 9

Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya

karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus

positif atau pada kehamilan kedua dan berikutnya. Penghancuran sel-sel darah merah dapat

melepaskan pigmen darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan

bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang telah mati, tetapi

tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi darah pada suatu waktu.

Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat

menyebabkan hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi.

Bayi dapat berkembang menjadi kernikterus9.

11

Page 12: ikterus klmpk 8

Gambar 2. Interaksi antibodi dan antigen pada eritrosit.

2.7 ETIOLOGI

Etiologi ikterus pada BBL dapat berdiri sendiri atau pun disebabkan oleh beberapa faktor. Secara

garis besar etiologi itu dapat dibagi sebagai berikut.

1. Produksi yang berlebihan, lebih daripada kemampuan bayi untuk mengeluarkannya

misalnya pada : hemolisis yang meningkatkan pada inkompatibilitas darah Rh,

ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, pyruvat kinase, perdarahan

tertutup, dan sepsis 9.

2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar. Gangguan ini dapat disebabkan oleh

imaturasi hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar

akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil trensferase

(Criggler Najjar Sindrom). Penyebab lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang

berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel hepar.

3. Gangguan transportasi. Bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian diangkut ke

hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya

salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat

bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak 9.

12

Page 13: ikterus klmpk 8

4. Gangguan dalam ekskrsi. Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau

di luar hepar. Kelainan diluar hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh

penyebab lain9.

2.8 PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah untuk mengendalikan agar kadar

bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/encefalopati

biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga

dapat dilakukan dengan mengusahakan agar kunjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan

megusahakan mempercepat proses konjugasi.

A. Medika mentosa

Fenobarbital. Meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin. Pemberian obat ini

akan mengurangi timbulnya ikterus fisiologik pada bayi neonatus, kalau diberikan pada

ibu dengan dosis 90 mg/24 jam beberapa hari sebelum kelahiran atau bayi pada saat lahir

dengan dosis 5 mg/kgBb/24 jam. Pada suatu penelitian menunjukan pemberian

fenobarbital pada ibu untuk beberapa hari sebelum kelahiran baik pada kehamilan

cukup bulan atau kurang bulan dapat mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia.

Namun karena efeknya pada metabolisme  bilirubin biasanya belum terwujud sampai

beberapa hari setelah pemberian obat dan oleh karena keefektifannya lebih kecil

dibandingkan fototerapi, dan mempunyai efek sedatif yang tidak diinginkan dan tidak

menambah respon terhadap fototerapi, maka fenobarbital tidak dianjurkan untuk

pengobatan ikterus pada bayi neonatus9.

Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase

dengan pemberian obat seperti luminal atau fenobarbital. Pemberian substrat yang

dapat menghambat matabolisme bilirubin ( plasma atau albumin ), mengurangi sirkulasi

enterohepatik ( pemberian kolesteramin ), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan

tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. 

13

Page 14: ikterus klmpk 8

B. Non-medika mentosa

Transfusi Tukar

Kalau keadaan klinik bayi waktu lahir tidak menunjukan diperlukannya transfusi tukar

total atau partsial, yang harus segera dikerjakan, maka keputusan untuk melakukan

tindakan tersebut hendaknya didasarkan atas penilaian bahwa pada bayi itu terdapat

bahaya besar akibat anemia atau hiperbilirubinemia yang berkembang dengan cepat

mencapai tingkat yang membahayakan. Kriteria yang digunakan untuk penilaian ini

adalah hemoglobin tali pusat sebesar 10 mg/dl atau kurang, diverifikasikan dengan kadar

hemoglobin yang sama rendahnya dalam kapiler (yang cenderung lebih tinggi dari pada

yang terdapat dalam tali pusat atau darah venosa), atau kadar bilirubin tali pusat 5 mg/dl

atau lebih9.

Transfusi biasa dengan eritrosit Rh negative dan yang sesuai mungkin dibutuhkan

untuk memperbaiki anemia yang terjadi pada setiap tingkat perjalanan penyakit, sampai

bayi mencapai usia 6 sampai 8 minggu, pada saat mekanisme pembentukan darah bayi

sendiri diharapkan telah dapat mengambil alih tugas penambahan yang dibutuhkan9.

Darah yang dipergunakan untuk transfusi tukar harus sesegar mungkin. Heparin, asam-

sitrat-dextrosa (AS) atau sitrat-fosfat-dextrosa (SFD) dapat digunakan sebagai

antikoagulansia. Jika darah didapatkan sebelum kelahiran, maka darah tersebut harus

diambil dari donor yang mempunyai golongan darah O, Rh negative dan titer anti strip A

dan titer anti strip B rendah, dan cocok dengan serum ibu, yang ditentukan melalui test

Coombs tidak langsung. Setelah kelahiran, darah harus diambil dari seorang donor Rh

negative yang sel nya cocok dengan serum bayi dan serum ibunya; kalau memang

memungkinkan, biasanya dugunakan sel donor sel darah golongan O, tetapi sel yang

sama golongan nya dengan golongan darah bayi dapat juga dipakai “cross match” total,

termasuk test Coombs tidak langsung, harus dilakukan sebelum melakukan transfusi

kedua dan transfusi berikutnya9.

Transfusi tukar mengacu kepada penggantian sebagaian besar atau semua eritrosit

dan plasma neonatus dengan eritrosit dan plasma (atau komponen plasma) yang

cocok dari donor. Prosedur transfusi tukar. Prosedur transfusi tukar biasanya

dilakukan pada vena umbilikalis, dan berupa pengantian volume darah bayi dengan

85-100 ml/kg darah lengkap. Aliquot 15 ml darah dikeluarkan dan diinfuskan secara

14

Page 15: ikterus klmpk 8

berturutan sampai seluruh volume diganti. Selama prosedur ini, parameter-parameter

tersebut mencakup volume cairan yang diinfuskan dan dikeluarkan, serum, elektrolit,

hemoglobin, dan kadar bilirubin. Biasanya yang digunakan adalah darah golongan O

negative-Rh yang sudah di radiasi. Darah harus cocok dengan serum bayi dan ibu 9.

Fototerapi.

Ikterus klinis dan hiperbilirubin indirek akan berkurang kalau bayi dipaparkn pada sinar

dalam spectrum cahaya yang mempunyai intensitas tinggi. Bilirubin akan menyerap

cahaya secara maksimal dalam batas wilayah warna biru       ( mulai dari 420 – 470 nm ).

Bilirubin dalam kulit akan menyerap energi cahaya, yang melalui fotoisomerasi

mengubah bilirubin tak terkonjugasi yang bersifat toksik menjadi isomer-isomer

terkonjugasi yang dikeluarkan ke empedu dan melalui otosensitisasi yang melibatkan

oksigen dan mengakibatkan reaksi oksidasi yang menghasilkan produk-produk

pemecahan yang akan diekskresikan oleh hati dan ginjal tanpa memerlukan konjugat.

Indikasi fototerapi hanya setelah dipastikan adanya hiperbilirubin patologik.

Komplikasi fototerapi meliputi tinja yang cair, ruam kulit, bayi mendapat panas

yang berlebihan dan dehidrasi akibat cahaya, menggigil karena pemaparan pada

bayi, dan sindrom bayi perunggu, yaitu warna kulit menjadi gelap, cokelat dan

keabuan9.

2.9 KOMPLIKASI

Kernikterus adalah suatu sindrom neurologic yang timbul sebagai akibat penimbunan

bilirubin tak terkonyugasi dalam sel-sel otak. Bahaya yang timbul pada bayi yang

menderita penyakit erotroblastosis foetalis berhubungan langsung dengan kadar bilirubun

serum. Mungkin keadaan ini sama pada bayi yang mengalami hiperbilirubinemia.

Kadar bilirubin indirek atau bilirubin bebas darah yang tepat, yang bila dilewati bersifat

toksis terhadap bayi, tidak dapat diramalkan, tetapi kernikterus jarang ditemukan pada bayi

atern, yang mempunyai kadar bilirubin serum lebih rendh dari 18-20 mg/dl. Lama pemaparan

yang diperlukan agar timbul pengaruh toksis juga tidak diketahui. Terdapat sejumlah bukti

bahwa gangguan motorik yang timbul pada masa anak-anak lanjut, lebih lazim ditemukan

15

Page 16: ikterus klmpk 8

diantara bayi neonatus, yang kadar total bilirubin serum meningkat sampai diatas 15 mg/dl.

Makin kurang matang bayi, semakin besar kepekaan mereka mengalami kernikterus. Faktor-

faktor yang mempermudah pergerakan bilirubin ke sel-sel otak dan pengaruh yang

merugikan yang ditimbulkannya. Pada keadaan yang luar biasa, kernikterus pada bayi

premature, dengan kadar bilirubin serum serendah 8-12 mg/dl diasosiasikan dengan pengaruh

komulatif yang ditimbulkan oleh sejumlah faktor 8.

2.10 PROGNOSIS

Pengukuran titer antibodi dengan tes Coombs indirek 1:16 berarti bahwa janin mati

dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan janin dapat

dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi menunjukan

kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang sudah mengalami

sensitisasi dalam kehamilan berikutnya dapat naik meskipun janinnya Rhesus negatif.

Jika titer antibodi naik sampai secara klinis bermakna, pemeriksaan titer antibodi diperlukan.

Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau lebih. Jika titer di dibawah 1:32,

maka prognosis janin diperkirakan baik10.

A. Mortalitas

Angka mortalitas dapat diturunkan jika :

1. Ibu hamil dengan Rhesus negatif dan mengalami imunisasi dapat dideteksi secara dini

2. Hemolisis pada janin dari ibu Rhesus negatif dapat diketahui melalui kadar bilirubin

yang tinggi didalam cairan amnion atau melalui sampling pembuluh darah umbilikus yang

diarahkan secara USG

3. Pada kasus yang berat, janin dapat dilahirkan secara prematur sebelum meninggal di

dalam rahim atau/dan dapat diatasi dengan transfusi intraperitoneal atau intravaskuler

langsung sel darah merah Rhesus negatif. Pemberian Ig-D kepada ibu Rhesus negatif

selama atau segera setelah persalinan dapat menghilangkan sebagian besar proses isoimunisasi

D.

16

Page 17: ikterus klmpk 8

B. Perkembangan anak selanjutnya.

Menurut Bowman (1978), kebanyakan anak yang berhasil hidup setelah mengalami tranfusi

janin akan berkembang secara normal. Dari 89 anak yang diperiksa ketika berusia 18 bulan

atau lebih, 74 anak berkembangan secara normal, 4 anak abnormal dan 11 anak mengalami

gangguan tumbuh kembang

2.11 EPIDEMIOLOGI

Insiden pasien yang mengalami Inkompatibilitas Rhesus ( yaitu rhesus negatif) adalah 15% pada

ras berkulit putih dan 7% berkulit hitam, dan 1% orang Cina tidak mempunyai antigen D dan

oleh karena itu dinamakan Rh negatif (d/d) .Sebagai akibat penyakit hemolitik isoimun yang

berasal dari antigen ini kira-kira 3 kali lebih sering ditemukan pada orang kulit putih daripada

kulit hitam. Jarang pada bangsa asia. Rhesus negatif pada orang indonesia jarang terjadi, kecuali

adanya perkawinan dengan orang asing yang bergolongan rhesus negatif9

Pada wanita Rhesus negatif yang melahirkan bayi pertama Rhesus positif, risiko terbentuknya

antibodi sebesar 8%. Sedangkan insidens timbulnya antibodi pada kehamilan berikutnya sebagai

akibat sensitisitas pada kehamilan pertama sebesar 16%. Tertundanya pembentukan antibodi

pada kehamilan berikutnya disebabkan oleh proses sensitisasi, diperkirakan berhubungan dengan

respons imun sekunder yang timbul akibat produksi antibodi pada kadar yang memadai. Kurang

lebih 1% dari wanita akan tersensitasi selama kehamilan, terutama trimester ketiga 9.

2.12 PENCEGAHAN

a. Pencegahan Primer

Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk

beberapa hari pertama.

Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang

mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

b. Pencegahan Sekunder

Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta

penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.

17

Page 18: ikterus klmpk 8

Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus

dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa

tanda – tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.

Pencegahan imunisasi Rh

Pada saat pencatatan rekam medis, semua wanita hamil harus ditentukan golongan darah ABO

dan Rh serta serumnya ditapis untuk pemeriksaan antibody sedikitnya dua kali selama

kehamilan. IgG anti D yang diberikan secara pasif akan menekan imunisasi primer pada sebagian

besar wanita memiliki Rh D negatif yang tidak tersensitisasi sebaiknya diberikan 500 i.u. anti-D

pada usia kehamilan 28 dan 38 minggu secara rutin untuk mengurangi risiko sensitisasi akibat

perdarahan fetomaternal. Selain itu, pada waktu lahir, bayi-bayi dari wanita Rh D negatif yang

tidak mempunyai antibody harus diperiksa golongan darah ABO dan Rh darah tali pusatnya11.

Jika darah bayi Rh D negatif, ibu tidak perlu mengobati lebih lanjut. Bila bayi Rh D positif,

harus diberikan anti-D profilaksis dengan dosis 500 i.u. secara intramuscular dalam waktu 72

jam setelah persalinan. Uji kleihauer sebaiknya dilakukan pada situasi ini untuk

memperkirakan beratnya pendarahan fetomaternal (fetomaternal haemorrhage, FMH). Ini

menggunakan pewarnaan diferensial untuk memperkirakan jumlah sel fetus dalam

sirkulasi ibu. Kemungkinan pembentukan antibody berkaitan dengan jumlah sel fetus yang

ditemukan. Dosis anti D meningkat bila uji Kleihauer memperlihatkan perdarahan transplasenta

lebih dari 4 ml. IgG anti D (125 i.u) diberikan untuk setiap 1 ml FMH yang lebih besar dari 4

ml11.

Episode sensitisasi selama kehamilan IgG anti-D sebaliknya diberikan pada wanita Rh D-negatif

yang mengalami kejadian yang berpotensi menyensitisasi selama kehamilan : 250 i.u diberikan

jika kejadian tersebut terjadi sampai dengan minggu ke-20 gestasi dan 500 i.u setelahnya, diikuti

dengan uji Kleihauer. Kejadian yang berpotensi menyensitisasi adalah pengakhiran

kehamilan terapeutik, keguguran spontan setelah 12 minggu gentasi, kehamilan ektopik,

dan prosedur diagnostic antenatal yang invasive 11.

18

Page 19: ikterus klmpk 8

BAB III

KESIMPULAN

Dari makalah yang saya buat dapat disimpulkan bahwa inkompatibilitas Rhesus sangat

berbahaya bagi janin. Perbedaan rhesus antara ibu dan anak dapat menyebabkan gejala ikterus

akibat dari hemolisis sel darah merah. Oleh karena itu, pencegahan yang dapat dilakukan adalah

dengan memeriksa golongan darah ABO dan Rhesus sebelum menikah karena anak adalah hasil

penggabungan gen dari orang tuanya.

19