Upload
bayu-tri
View
1.664
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
berisi tentang materi yang berhubungan dengan ukur tanah serta pemetaan
Citation preview
I. PENGUKURAN DAN PEMETAAN
1.1 Pendahuluan
Pada umumnya mengenal peta sebagai gambar rupa muka bumi
pada suatu lembar kertas dengan ukuran yang lebih kecil. Rupa bumi
yang digambarkan pada peta meliputi: unsur-unsur alamiah dan unsur-
unsur buatan manusia. Kemajuan dalam bidang teknologi yang
berbasiskan komputer telah memperluas wahana dan wawasan
mengenai peta. Peta tidak hanya dikenali sebagai gambar pada lembar
kertas, tetapi juga penyimpanan, pengelolaan, pengolahan, analisa dan
penyajiannya dalam bentuk dijital terpadu antara gambar, citra dan teks.
Peta yang terkelola dalam mode dijital mempunyai keuntungan penyajian
dan penggunaan secara konvensional peta garis cetakan (hard copy) dan
keluwesan, kemudahan penyimpanan, pengelolaan, pengolahan, analisa
dan penyajiannya secara interaktif bahkan real time pada media
komputer.
Rupa bumi diperoleh dengan melakukan pengukuran-pengukuran
pada dan di antara titik-titik di permukaan bumi yang meliputi besaran-
besaran: arah, sudut, jarak dan ketinggian. Data besaran-besaran itu
diperoleh dari:
1. Pengukuran-pengukuran langsung di lapangan maka dikatakan
pemetaan (dilakukan) dengan cara teristris.
2. Pengukuran tidak langsung seperti cara fotogrametris dan
penginderaan jauh dikatakan sebagai pemetaan cara ekstrateristris.
Data hasil pengukuran diolah, dihitung dan direduksi ke bidang datum
sebelum diproyeksikan ke dalam bentuk bidang datar menjadi peta.
Pemetaan pada daerah yang tidak luas - sekitar (20' x 20') atau
setara dengan (37 km x 37 km), permukaan bumi yang lengkung bisa
dianggap datar, sehingga data ukuran di muka bumi sama dengan data di
permukaan peta. Dalam daur pekerjaan teknik sipil, peta dan pengukuran
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
1
digunakan mulai dari rencana dan tahap pemeriksaan pendahuluan
hingga pelaksanaan pekerjaan selesai. Untuk mendukung pemodelan,
pelaksanaan dan pengambilan keputusan dalam proses pekerjaan teknik
sipil, seperti dalam perencanaan bendung , embung , jalan , lapangan
terbang dan lainnya.
1.2 Jenis Peta
Berdasarkan isi, skala, penurunan serta penggunaannya :
1. Peta berdasarkan isinya:
- Peta kadaster: memuat informasi tentang kepemilikan tanah
beserta batasnya.
- Peta geologi: memuat informasi tentang keadaan geologis suatu
daerah, bahan-bahan pembentuk tanah juga menyajikan unsur
peta topografi.
- Peta hidrografi: memuat informasi tentang kedalaman dan
keadaan dasar laut serta informasi lainnya yang diperlukan untuk
navigasi pelayaran.
- Peta irigasi: memuat informasi jaringan irigasi disuatu tempat.
- Peta jalan: memuat informasi tentang jejaring jalan disuatu
wilayah
- Peta Kota: memuat informasi tentang transportasi, drainase,
sarana kota dan lain-lainnya.
- Peta Relief: memuat informasi tentang bentuk permukaan tanah
dan kondisinya.
- Peta Teknis: memuat informasi umum tentang tentang keadaan
permukaan bumi yang mencakup kawasan tidak luas. Peta ini
untuk perencanaan teknis berskala 1 : 10 000 atau lebih besar.
- Peta Topografi / dasar : memuat informasi umum tentang
keadaan permukaan bumi beserta informasi ketinggiannya
menggunkan garis kontur.
- Peta Geografi: memuat informasi tentang ikhtisar peta, dibuat
berwarna dengan skala lebih kecil dari 1 : 100 000.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
2
2. Peta berdasarkan skalanya:
- Peta skala besar (skala peta 1 : 10 000 atau lebih besar. )
- Peta skala sedang (skala peta 1 : 10 000 - 1 : 100 000.)
- Peta skala kecil (skala peta lebih kecil dari 1 : 100 000.)
Peta tanpa skala kurang atau bahkan tidak berguna. Skala peta
menunjukkan ketelitian dan kelengkapan informasi yang tersaji.
3. Peta berdasarkan penurunan dan penggunaan:
- Peta Dasar: digunakan untuk membuat peta turunan dan
perencanaan umum maupun pengembangan suatu wilayah.
- Peta Tematik: peta yang hanya menyajikan data atau informasi
dari suatu konsep tertentu saja dan dibuat atau diturunkan
berdasarkan peta dasar dan memuat tema-tema tertentu seperti
Peta Ebrasi Pantai Utara Jawa, Peta tata guna lahan dan lain
lainnya.
Arah utara peta bisa dinyatakan dalam arah utara geografis berdasarkan:
1. Sistem proyeksi peta (sistem umum berlaku nasional)
2. Arah utara geografis berdasarkan satu titik sistem kerangka dasar
tertentu (sistem lokal)
3. Arah utara magnet berdasarkan satu titik sistem kerangka dasar
tertentu (sistem lokal).
Dalam sistem proyeksi peta tertentu, arah utara peta menujukkan arah
utara geografi yang melalui titik awal (nol) sistem proyeksi peta. Arah
utara peta di daerah sekitar ekuator atau belahan utara bumi umumnya
merupakan arah utara geografis.
1.3 Jenis Pengukuran
Pengukuran untuk pembuatan peta bisa dikelompokkan
berdasarkan cakupan elemen alam, tujuan, cara atau alat dan luas
cakupan pengukuran.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
3
- Berdasarkan alam:
1. Pengukuran daratan (land surveying): antara lain
pengukuran topografi, untuk pembuatan peta topografi, dan
pengukuran kadaster, untuk membuat peta kadaster.
2. Pengukuran perairan (marine or hydrographic surveying): antara
lainpengukuran muka dasar laut, pengukuran pasang surut,
pengukuran untuk pembuatan pelabuhan dll-nya.
3. Pengukuran astronomi (astronomical survey): untuk menentukan
posisi di muka bumi dengan melakukan pengukuran-pengukuran
terhadap benda langit.
- Berdasarkan tujuan:
1. Pengukuran teknik sipil (engineering survey): untuk memperoleh data
dan peta pada pekerjaan-pekerjaan teknik sipil.
2. Pengukuran untuk keperluan militer (miltary survey).
3. Pengukuran tambang (mining survey).
4. Pengukuran geologi (geological survey).
5. Pengukuran arkeologi (archeological survey).
- Berdasarkan cara dan alat::
1. Pengukuran triangulasi,
2. Pengukuran trilaterasi,
3. Pengukuran polygon,
4. Pengukuran offset,
5. Pengukuran tachymetri,
6. Pengukuran meja lapangan/Plan Table
7. Aerial survey,
8. Sistem Informasi Geografi(Mata Kuliah Pilihan)
9. Global Position System.
Untuk 3,4 dan 5 dibahas dalam mata kuliah IUT 2 ini .
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
4
- Berdasarkan luas cakupan daerah pengukuran:
1. Pengukuran tanah (plane surveying) atau ilmu ukur tanah dengan
cakupan pengukuran 37 km x 37 km. Rupa muka bumi bisa dianggap
sebagai bidang datar.
2. Pengukuran geodesi (geodetic surveying) dengan cakupan yang
luas. Rupa muka bumi merupakan permukaan lengkung.
1.4. Pengukuran dan Pemetaan dalam Daur Pekerjaan Teknik Sipil
Bangunan-bangunan teknik sipil bukanlah sistem yang mati.
Jaringan jalan misalnya, merupakan sistem yang mempunyai daur hidup,
yaitu mempunyai umur rencana dengan anggapan-anggapan tertentu,
misalnya volume lalu-lintas yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
Dalam daur pekerjaan teknik sipil ini terlihat bahwa pengukuran dan
pemetaan terlibat dari awal perencanaan hingga selesainya pelaksanaan
pekerjaan. Pengukuran dan pemetaan khusus suatu pekerjaan baru
dilakukan pada tahapan perencanaan pendahuluan dan seterusnya
hingga pembuatan as bulid drawing pelaksanaan pekerjaan.
Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada
kawasan yang tidak luas, sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai
bidang datar, umumnya merupakan bagian pekerjaan pengukuran dan
pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan perencanaan dan atau
perancangan bangunan teknik sipil. Titik - titik kerangka dasar pemetaan
yang akan ditentukan lebih dahulu koordinat dan ketinggiannya itu dibuat
tersebar merata dengan kerapatan teretentu, permanen, mudah dikenali
dan didokumentasikan secara baik sehingga memudahkan penggunaan
selanjutnya.
Titik - titik ikat dan pemeriksaan ukuran untuk pembuatan
kerangka dasar pemetaan pada pekerjaan rekayasa sipil adalah titik-titik
kerangka dasar pemetaan nasional yang sekarang ini menjadi tugas dan
wewenang BAKOSURTANAL Pada tempat-tempat yang belum tersedia
titik-titik kerangka dasar pemetaan nasional, koordinat dan ketinggian titik-
titik kerangka dasar pemetaan ditentukan menggunakan sistem lokal.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
5
Gambar 1.1: Daur pekerjaan teknik sipil dan hubungannya dengan
pengukuran dan pemetaan
1.5 Kerangka Peta
1.5.1 Titik Pengikat dan Pemeriksa
Titik pengikat (reference point) adalah titik dan atau titik - titik yang
diketahui posisi horizontal dan atau ketinggiannya dan digunakan sebagai
rujukan atau pengikatan untuk penentuan posisi titik yang lainnya.
Dengan mengetahui arah, sudut, jarak dan atau beda tinggi suatu titik
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
Rencana Kasaran
Pemeriksaan Pendahuluan
Rencana Pokok
Rencana Pendahuluan
Rencana Pelaksanaan
Pengukuran Pelaksanaan
Pelaksanaan Pekerjaan
Penyelidikan di lapangan dan peta , pemasukan garis batas proyek , perbandingan dan pemeriksaan rencana rencana alternative dengan menggunakan peta topografi skala 1 : 25000 hingga skala 1 : 50 000
Pemeriksaan pengaruh ekonomi dan kemungkinan teknis suatu proyek termasuk luas cakupannya menggunakan peta topografi skala 1 : 100 000 hingga skala 1 : 25 000
Persiapan rencana pokok proyek dengan menggunakan peta topografi dan peta geologi skala 1 : 25 000 hingga skala 1 : 50 000 , peta tata guna tanah dan lain lainnya
Pemasangan patok , penampang melintang, pengukuran tanah dan pengukuran konstruksi
Lokasi garis batas proyek , persiapan potongan memanjang dan melintang, dan pengukuran tambahan dengan menggunakan peta topografi skala 1 : 5 000 hingga skala 1 : 10 000
Persiapan potongan potongan memanjang dan melintang, penentuan tanah , penentuan akhir batas proyek , perhitungan biaya , proyek dengan perhitungan konstruksi dan rencana fasilitas , dengan menggunakan peta peta topografi skala 1 : 500 sampai skala 1 : 10 000
Pengukuran dan penggambaran ‚’’As Build Drawing’’
6
terhadap titik pengikat, maka dapat ditentukan koordinat dan atau
ketinggian titik bersangkutan.
Titik pemeriksa (control point) adalah titik atau titik - titik yang
diketahui posisi horizontal dan atau ketinggiannya yang digunakan
sebagai pemeriksa hasil ukuran - ukuran yang dimulai dari suatu titik
pemeriksa dan diakhiri pada titik pemeriksa yang sama atau titik
pemeriksa yang lain. Dengan demikian titik pengikat juga bisa berfungsi
sebagai titik pemeriksa.
Titik - titik pengikat dan pemeriksa yang digunakan untuk
pembuatan peta disebut sebagai titik-titik kerangka dasar pemetaan.
1.5.2 Kerangka Dasar Horizontal
Kerangka dasar horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang
telah diketahui atau ditentukan posisi horizontalnya berupa koordinat
pada bidang datar (X,Y) dalam sistem proyeksi tertentu. Bila dilakukan
dengan cara teristris, pengadaan kerangka horizontal bisa dilakukan
menggunakan cara triangulasi, trilaterasi atau poligon. Pemilihan cara
dipengaruhi oleh bentuk medan lapangan dan ketelitian yang
dikehendaki.
- Titik Triangulasi:
Posisi horizontal (X,Y) titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi
Mercator, sedangkan posisi horizontal peta topografi yang dibuat dengan
ikatan dan pemeriksaan ke titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi
Polyeder.
Titik triangulasi buatan Belanda tersebut dibuat berjenjang turun berulang,
dari cakupan luas paling teliti dengan jarak antar titik 20 - 40 km hingga
paling kasar pada cakupan 1 - 3 km.
Selain posisi horizontal (X,Y) dalam sistem proyeksi Mercator, titik-titik
triangulasi ini juga dilengkapi dengan informasi posisinya dalam sistem
geografis dan ketinggiannya terhadap muka air laut rata-rata yang
ditentukan dengan cara trigonometris.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
7
Tabel 1.1: Ketelitian posisi horizontral (X,Y) titik triangulasi.
Titik Jarak Ketelitian M e t o d a
P 20 - 40 km ± 0.07 m Triangulasi
S 10 - 20 km ± 0.53 m Triangulasi
T 3 - 10 km ± 3.30 m Mengikat
K 1 - 3 km - Polygon
Pengunaan datum yang berlainan berakibat koordinat titik yang
sama menjadi berlainan bila dihitung dengan datum yang berlainan itu.
Maka mulai tahun 1974 mulai diupayakan satu datum nasional untuk
pengukuran dan pemetaan dalam satu sistem nasional yang terpadu.
Posisi pada bidang datar (X,Y) titik kerangka dan peta berdasarkan datum
ini menggunakan sistem proyeksi peta UTM ( Universal Traverse
Mercator ).
1.5.3 Kerangka Dasar Vertikal
Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah
diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya
terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. Bidang ketinggian rujukan ini
bisa berupa ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea level - MSL)
atau ditentukan lokal. Umumnya titik kerangka dasar vertikal dibuat
menyatu pada satu pilar dengan titik kerangka dasar horizontal. Jejaring
titik kerangka dasar vertikal ini disebut sebagai Titik Tinggi Geodesi
(TTG).
Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi sipat datar masih
merupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga
ketelitian kerangka dasar vertikal (K) dinyatakan sebagai batas harga
terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar pergi dan pulang.
1.6 Poligon Kerangka Dasar
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
8
Cara pengukuran poligon merupakan cara yang umum dilakukan
untuk pengadaan kerangka dasar pemetaan pada daerah yang tidak
terlalu luas - sekitar (20 km x 20km). Berbagai bentuk poligon mudah
dibentuk untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk medan pemetaan
dan keberadaan titik-titik rujukan maupun pemeriksa.
1.6.1 Ketentuan Poligon Kerangka Dasar
Tingkat ketelitian, sistem koordinat yang diinginkan dan keadaan
medan lapangan pengukuran merupakan faktor - faktor yang menentukan
dalam menyusun ketentuan poligon kerangka dasar. Tingkat ketelitian
umum dikaitkan dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan yang sedang
dilakukan. Sistem koordinat dikaitkan dengan keperluan pengukuran
pengikatan. Medan lapangan pengukuran menentukan bentuk konstruksi
pilar atau patok sebagai penanda titik di lapangan dan juga berkaitan
dengan jarak selang penempatan titik.
Sebagai contoh pada pekerjaan perancangan rinci (detailed design)
peingkatan jalan sepanjang 20 km di sekitar daerah padat hunian
diperlukan:
a. Peta topografi skala 1 : 1 000,
b. Sistem koordinat nasional (umum),
c. BM dipasang setiap 2 km, dan
d. Salah penutup koordinat 1 : 10 000.
Berdasarkan keperluan peta ini, bila pemetaan dilakukan secara teristris,
diturunkan ketentuan poligon kerangka dasar:
- Alat ukur sudut yang digunakan dengan ketelitian satu sekon, dan
sudut diukur dalam 4 seri pengukuran.
- Alat ukur pengamatan matahari untuk menentukan jurusan awal dan
jurusan akhir.
- Jarak titik polygon 0.1 - 2 km dan ketelitian alat ukur jarak 10 ppm.
- Salah penutup sudut polygon = 10" x N, N = jumlah titik poligon.
- Salah penutup koordinat 1 : 10 000
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
9
Soal :
1. Apa yang dimaksud dengan Peta dan apa pula yang dimaksud
dengan denah ?
2. Apa perbedaan Peta Topografi dan peta tematik? Apapula
perbedaan Peta Skala Besar dan Peta berskala kecil ?
3. Menurut saudara faktor apa yang dapat membatasi kelengkapan
data yang tersaji pada suatu peta ? Jelaskan !
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
10
II. PENGUKURAN PEMBUATAN PETA SEDERHANA
Pengukuran untuk pembuatan peta juga biasa disebut pengukuran
topografi, atau pengukuran situasi, atau pengukuran detil, dilakukan untuk
dapat menggambarkan unsur-unsur: alam, buatan manusia dan bentuk
permukaan tanah dengan sistem dan metoda tertentu. Di antara
beberapa Metoda yang dibahas berikut adalah cara offset dan tachymetry
2.1 Pengukuran Pemetaan Cara Offset
Pengukuran untuk pembuatan peta cara offset menggunakan alat
utama pita ukur, sehingga cara ini juga biasa disebut cara rantai (chain
surveying). Alat bantu lainnya adalah:
1. Alat pembuat sudut siku , cermin sudut dan prisma.
2. Yalon.
3. Pen ukur.
Dari jenis peralatan yang digunakan ini, cara offset biasa
digunakan untuk daerah yang relatif datar dan tidak luas, sehingga
kerangka dasar untuk pemetaanya-pun juga dibuat dengan cara offset.
Peta yang diperoleh dengan cara offset tidak akan menyajikan informasi
ketinggian rupa bumi yang dipetakan.
Cara pengukuran titik detil dengan cara offset ada tiga cara:
1. Cara siku-siku (cara garis tegak lurus ),
2. Cara mengikat (cara interpolasi)
3, Cara gabungan keduanya.
2.1.1 Kerangka Dasar Cara Offset
Kerangka dasar pemetaan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga
setiap garis ukur yang terbentuk dapat digunakan untuk mengukur titik
detil sebanyak mungkin. Garis ukur adalah garis lurus yang
menghubungkan dua titik kerangka dasar. Jadi garis ukur berfungsi
sebagai "garis dasar" untuk pengikatan ukuran offset.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
11
C
B
B'
DA
D'
U
B
CB'
D
AD''
U
B''
D'
Kerangka dasar cara offset cara siku-siku:
Setiap garis ukur dibuat saling tegak lurus.
Gambar 2.1: Kerangka dasar cara offset cara siku-siku.
Titik-titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah dipasang.
Jika akan digunakan garis AC sebagai garis ukur, maka dibuat garis ukur
BB' dan DD' tegak lurus garis ukur AC. Ukur jarak AC, AD', D'D, D'B', B'B
dan B'C. Sebagai kontrol, bila memungkinkan, diukur pula jarak AD, DC,
CB dan BA.
Kerangka dasar cara offset cara mengikat:
Setiap garis ukur diikatkan pada salah satu garis ukur.
Gambar 2.2: Kerangka dasar cara offset cara mengikat
Titik-titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah dipasang.
Bila akan digunakan garis AC sebagai garis ukur, maka ditentukan
sembarang titik-titik D', D", B' dan B" pada garis ukur AC. Ukur jarak AC,
AD', D'D", D'B', B'B", B"C, D'D, D"D, B'B dan B"B. Sebagai kontrol, bila
memungkinkan, diukur pula jarak AD, DC, CB dan BA.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
12
b'd'c' BA a'
b
d
c
a
Kerangka dasar cara offset cara segitiga:
Titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah dipasang
seperti pada Gambar 2.2. Ukur jarak-jarak AB, BC, CD, DA dan AC yang
merupakan sisi-sisi segitiga ABC dan ADC sebagai garis ukur.
Karena garis ukur dibuat dengan membentuk segitiga-segitiga, maka cara
ini juga disebut cara Trilaterasi.
2.1.2 Pengukuran Detil Cara Offset
Pengukuran detil cara offset cara ciku-siku:
Setiap titik detil diproyeksikan siku-siku terhadap garis ukur dan diukur
jaraknya.
Gambar 2.3: Pengukuran detil cara offset cara siku-siku.
A dan B adalah titik - titik kerangka dasar sehingga garis AB adalah
garis ukur. Titik-titik a, b, c dan d adalah titik-titik detil , titik-titik a', b', c'
dan d' adalah proyeksi titik a, b, c dan d ke garis ukur AB.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
13
BA
BA
Pengukuran detil cara offset cara mengikat
Setiap titik detil diikatkan dengan garis lurus ke garis ukur.
Gambar 2.4: Pengukuran detil cara offset cara mengikat.
A dan B adalah titik - titik kerangka dasar, sehingga garis AB adalah garis
ukur. Titik - titik a, b, c adalah tittik-titik detil , titik-titik a', b', c' dan a", b", c"
adalah titik ikat a, b, dan c ke garis ukur AB. Diusahakan segi-3 aa'a",
bb'b" dan cc'c" samasisi atau sama kaki.
Pengikatan titik a, b, dan c ke garis ukur AB lebih sederhana bila dibuat
dengan memperpanjang garis detil hingga memotong ke garis ukur.
Gambar 2.5: Pengukuran detil cara offset cara mengikat dengan
perpanjangan garis titik detil.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
b''b'c' a'c''
c
a
a''
b'c' a'
b
c a
d'
d
b
14
A
D
C
B
Pengukuran detil cara offset cara kombinasi:
Setiap titik detil diproyeksikan atau diikatkan dengan garis lurus ke garis
ukur. Dipilih cara pengukuran yang lebih mudah di antara kedua cara.
Gambar 2.6: Pengukuran detil cara offset cara kombinasi.
Titik detil penting dianjurkan diukur dengan kedua cara untuk kontrol
ukuran.
2.1.3 Ketelitian Pemetaan Cara Offset
Upaya peningkatan ketelitian hasil ukur cara offset bisa dilakukan
dengan:
1. Titik - titik kerangka dasar dipilih atau dibuat mendekati bentuk
segitiga sama sisi
2. Garis ukur:
a. Jumlah garis ukur sesedikit mungkin
b. Garis tegak lurus garis ukur sependek mungkin
c. Garis ukur pada bagian yang datar
3. Garis offset pada cara siku-siku harus benar - benar tegaklurus garis
ukur
4. Pita ukur harus benar-benar mendatar dan diukur seteliti mungkin
5. Gunakan kertas gambar yang stabil untuk penggambaran
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
15
2.1.4 Pencatatan Dan Penggambaran Cara Offset
Pengukuran cara offset dicatat ke dalam buku ukur yang tiap
halamannya berbentuk tiga kolom. Kolom ke 1 – paling kiri, digunakan
untuk menggambar sketsa pengukuran. Kolom ke 2 digunakan untuk
mencatat hasil ukuran dengan paling bawah awal garis ukur, dan kolom
ke 3 digunakan untuk mencatatat deskripsi garis offset.
Tidak ada cara baku untuk penggambaran cara offset.
Penggambaran biasa dibuat dengan urutan pertama penggambaran garis
ukur, kedua pengeplotan garis offset yang disertai dengan penyajian
penulisan angka jarak ukur tegaklurus arah garis ukur. Sudut disiku diberi
tanda siku.
2.2 Pengukuran Cara Tachymetry
Salah satu unsur penting pada peta topografi adalah unsur
ketinggian yang biasanya disajikan dalam bentuk garis kontur.
Menggunakan pengukuran cara tachymetri, selain diperoleh unsur jarak,
juga diperoleh beda tinggi. Bila theodolit yang digunakan untuk
pengukuran cara tachymetri juga dilengkapi dengan kompas, maka
sekaligus bisa dilakukan pengukuran untuk pengukuran detil topografi
dan pengukuran untuk pembuatan kerangka peta pembantu pada
pengukuran dengan kawasan yang luas secara efektif dan efisien.
Alat ukur yang digunakan pengukuran menggunakan theodolit
berkompas lengkap dengan statif , unting-unting, rambu ukur bernivo
kotak dan pita ukur untuk mengukur tinggi alat.
Data yang harus diamati dari tempat berdiri alat ke titik bidik
menggunakan peralatan ini meliputi: azimuth magnet, benang atas,
tengah dan bawah pada rambu yang berdiri di atas titik bidik, sudut
miring, dan tinggi alat ukur di atas titik tempat berdiri alat. Alat harus
benar benar berdiri diatas titik, seimbang sumbu A, B dan C nya untuk
lingkaran graduasi atas dan bawah. Untuk menyeimbangkan bagian
bawah harus dengan menaik turunkan kaki dari statif hingga nivo kotak
benar tepat ditengah tengah. Lihat chek posisi unting unting tepat diatas
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
16
titik dengan melihat lewat pembidik unting-unting. Kemudian baru
menyeimbangkan lingkaran graduasi bagian atas alat dengan
menyeimbangkan sumbu AB , BC dan CA berulang ulang hingga posisi
nivo tabung tepat seimbang pada ketiga sumbu. Keseluruhan data ini
dicatat dalam satu buku ukur.
Gambar 2.7: Digital Theodolit Topcon DT 200
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
Pegangan Tangan
Pembidik kasar
Pembidikunting unting
Sekrup Pengatur
LensaTeropong
Pengunci Teropong
Layar display
Nivo Kotak
17
BABTBB
Gambar 2.8: Pegukuran jarak dan beda tinggi cara tachymetry.
Jarak datar = dAB = 100 ´ (BA – BB) cos2 ; = sudut miring.
Beda tinggi = HAB = 50 ´ (BA – BB) sin 2 + (i – t); t = BT.
2.2.1 Pengukuran Detil Cara Tachymetri
Pengukuran ini digunakan didalam praktikum UPN “Veteran” Jatim.
Pengukuran detil cara tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur di
atas titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. Setelah alat siap untuk
pengukuran, dimulai dengan perekaman data di tempat alat berdiri,
pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan pencatatan data di
rambu Benang Atas, Benang Tengah dan Benang Bawah (BA, BT & BB)
serta sudut miring ( 90 – V )
- Tempatkan alat ukur di atas titik kerangka dasar atau titik kerangka
penolong dan atur sehingga alat siap untuk pengukuran, ukur dan
catat tinggi alat di atas titik ini.
- Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu lihat nivo kotak.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
HAB
H
HA dAB
HAB
t
i
18
- Arahkan teropong ke rambu ukur sehingga bayangan tegak garis
diafragma berimpit dengan garis tengah rambu. Kemudian
kencangkan kunci gerakan mendatar teropong.
- Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas.
Setelah jarum setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth
magnetis dari tempat alat ke titik bidik.
- Kencangkan kunci gerakan tegak teropong, kemudian baca bacaan
benang tengah, atas dan bawah serta cata dalam buku ukur. Bila
memungkinkan, atur bacaan benang tengah pada rambu di titik bidik
setinggi alat, sehingga beda tinggi yang diperoleh sudah merupakan
beda tinggi antara titik kerangka tempat berdiri alat dan titik detil yang
dibidik ( TP = BT )
- Titik detil yang harus diukur meliputi semua titik alam maupun buatan
manusia yang mempengaruhi bentuk topografi peta daerah
pengukuran.
2.2.2 Kesalahan pengukuran cara tachymetri
- Kesalahan alat, misalnya:
a. Jarum kompas tidak benar-benar lurus.
b. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada prosnya.
c. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu mendatar (salah kolimasi).
d. Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0° tidak sejajar garis bidik.
e. Letak teropong eksentris.
f. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran
mendatar.
- Kesalahan pengukur, misalnya:
a. Pengaturan alat tidak sempurna ( temporary adjustment ).
b. Salah taksir dalam pembacaan
c. Salah catat, dan lain lainnya.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
19
- Kesalahan akibat faktor alam, misalnya:
a. Deklinasi magnet.
b. Atraksi lokal.
2.2.3 Pengukuran Tachymetri Cara Polar.
Posisi horizontal dan vertikal titik detil diperoleh dari pengukuran
cara polar langsung diikatkan ke titik kerangka dasar pemetaan atau titik
(kerangka) penolong yang juga diikatkan langsung dengan cara polar ke
titik kerangka dasar pemetaan.
Unsur yang diukur:
a. Azimuth magnetis dari titik ikat ke titik detil,
b. Bacaan benang atas, tengah, dan bawah
c. Sudut miring, dan
d. Tinggi alat di atas titik ikat.
Gambar 2.9: Pengukuran topografi cara tachymetri-polar.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
U
H
U
d1 2
1
4
A
3
B
d2
d3
d4
2
1
3
4
5
dS
20
A dan B adalah titik kerangka dasar pemetaan, H adalah titik
penolong,dan 1, 2 ... adalah titik detil,Um adalah arah utara magnet di
tempat pengukuran.
Berdasar skema pada gambar, maka:
a. Titik 1 dan 2 diukur dan diikatkan langsung dari titik kerangka dasar A.
b. Titik H, diukur dan diikatkan langsung dari titik kerangka dasar B.
c. Titik 3 dan 4 diukur dan diikatkan langsung dari titik penolong H.
2.2.4 Pengukuran Tachymetri Cara Poligon Kompas.
Letak titik kerangka dasar pemetaan berjauhan, sehingga
diperlukan titik penolong yang banyak. Titik-titik penolong ini diukur
dengan cara poligon kompas yang titik awal dan titik akhirnya adalah titik
kerangka dasar pemetaan. Unsur jarak dan beda tinggi titik-titik penolong
ini diukur dengan menggunakan cara tachymetri.
Posisi horizontal dan vertikal titik detil diukur dengan cara polar dari titik-
titik penolong.
Gambar 2.10: Pengukuran topografi cara tachymetri-poligon kompas.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
21
Soal :
1. Ada berapa cara pengukuran sederhana ? Bagaimana cara
pengukuran Offset ?
2. Apa yang dimaksud dengan pengukuran Tachimetri ? Jelaskan !
3. Buat perbandingan pengukuran pengikatan cara offset dengan
pengikatan pada penentuan posisi cara mengikat ke muka dan ke
belakang.
4. Apakah mungkin pada pengukuran tachymetri BT = (BA + BB)/2 ?
Apa keuntungan mengatur bacaan BT pada pengukuran
tachymetri = tinggi alat ?
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
22
Kontur Khayal
50 m
45 m
40 m
Kontur 50 m
Kontur 45 m
Kontur 40 m
A
AA Diperkecil
III. GARIS KONTUR
3.1 Kontur
Salah satu unsur yang penting pada suatu peta topografi adalah
informasi tentang tinggi suatu tempat terhadap rujukan tertentu. Untuk
menyajikan variasi ketinggian suatu tempat pada peta topografi,
umumnya digunakan garis kontur (contour-line).
Garis kontur / Garis tranches / Garis tinggi / Garis lengkung
horisontal adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan
ketinggian sama. Garis kontur + 45 m, artinya garis kontur ini
menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian sama + 45 m
terhadap referensi tinggi tertentu.
Garis kontur dibentuk dengan membuat proyeksi tegak garis garis
perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi ke bidang
mendatar peta. Karena peta umumnya dibuat dengan skala tertentu,
maka bentuk garis kontur ini juga akan mengalami pengecilan sesuai
skala peta.
Gambar 3.1. Pembentukan Garis Kontur
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
23
Dengan memahami bentuk-bentuk tampilan garis kontur pada peta, maka
dapat diketahui bentuk ketinggian permukaan tanah, yang selanjutnya
dengan bantuan pengetahuan lainnya bisa diinterpretasikan pula
informasi tentang bumi lainnya.
3.2 Interval Kontur dan Indeks Kontur
Interval kontur adalah jarak tegak antara dua garis kontur yang
berdekatan. Jadi juga merupakan jarak antara dua bidang mendatar
yang berdekatan.
Pada suatu peta topografi interval kontur dibuat sama, berbanding
terbalik dengan skala peta. Semakin besar skala peta, jadi semakin
banyak informasi yang tersajikan, interval kontur semakin kecil.
Indeks kontur adalah garis kontur yang penyajiannya ditonjolkan
setiap kelipatan interval kontur tertentu , misal setiap 10 m atau yang
lainnya.
Rumus untuk menentukan interval kontur pada suatu peta topografi
adalah:
i = (25 / jumlah cm dalam 1 km) meter, atau
i = n log n tan , dengan n = (0.01 S + 1)1/2 meter.
Contoh:
- Peta dibuat pada skala 1 : 5 000, sehingga 20 cm = 1 km,
maka i = 25 / 20 = 1.5 meter.
- Peta dibuat skala S = 1 : 5000 dan = 45° ,
maka i = 6.0 meter.
Berikut contoh interval kontur yang umum digunakan sesuai bentuk
permukaan tanah dan skala peta yang digunakan.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
24
Tabel 3.1: Interval kontur berdasarkan skala dan bentuk medan
SKALA BENTUK MUKA TANAH INTERVAL KONTUR
1 : 1 000danlebih besar
DatarBergelombangBerbukit
0.2 - 0.5 m0.5 - 1.0 m1.0 - 2.0 m
1 : 1 000s / d1 : 10 000
DatarBergelombangBerbukit
0.5 - 1.5 m1.0 - 2.0 m2.0 - 3.0 m
1 : 10 000danlebih kecil
DatarBergelombangBerbukitBergunung
1.0 - 3.0 m2.0 - 5.0 m5.0 - 10.0 m0.0 - 50.0 m
3.3 Sifat Garis Kontur
a. Garis kontur merupakan satu Loop ( akan kembali ke ketinggian
semula ) kecuali pada batas tepi peta.
b. Garis-garis kontur saling melingkari satu sama lain dan tidak akan
saling berpotongan. Garis garis kontur yang tidak telihat dari atas
akan digambar dengan garis putus putus.
c. Suatu garis kontur tidak akan pecah menjadi dua cabang.
d. Pada daerah yang curam garis kontur lebih rapat dan pada daerah
yang landai lebih jarang.
e. Pada daerah yang sangat curam, garis-garis kontur membentuk satu
garis.
f. Garis kontur pada curah yang sempit membentuk huruf V yang
menghadap ke bagian yang lebih rendah. Garis kontur pada
punggung bukit yang tajam membentuk huruf V yang menghadap ke
bagian yang lebih tinggi.
g. Garis kontur pada suatu punggung bukit yang membentuk sudut 90°
dengan kemiringan maksimumnya, akan membentuk huruf U
menghadap ke bagian yang lebih tinggi.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
25
+121 +119 +120 +121
+119
+120
+
+121 m
+119 m
+120 m
Sangat curam
h. Garis kontur pada bukit atau cekungan membentuk garis - garis kontur
yang menutup - melingkar.
i. Garis kontur harus menutup pada dirinya sendiri.
j. Dua garis kontur yang mempunyai ketinggian sama tidak dapat
dihubungkan dan dilanjutkan menjadi satu garis kontur.
Gambar 3.2: Kerapatan garis kontur daerah landai & daerah curam
Gambar 3.3: Garis kontur pada daerah sangat curam.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
+121 m
+119 m
+120 m
Landai
Curam
+121
+119 +120
+118
+118
26
P
P'
P
P'
Curah Sempit Bukit tajam
Cekungan
Bukit
+-
Gambar 3.4: Garis kontur pada curah dan punggung bukit.
Gambar 3.5: Garis kontur pada bukit dan cekungan.
3.4 Kemiringan Tanah dan Kontur Gradient
Kemiringan tanah adalah sudut miring antara dua titik
samadengan tan-1( hAB/sAB). Sedangkan kontur gradient β adalah sudut
antara permukaan tanah dan bidang mendatar.
Titik - titik yang menggambarkan kontur gradient harus dipilih
dalam pengukuran titik detil sehingga dapat dibuat interpolasi linier dalam
penggambaran garis kontur di daerah pengukuran.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
27
H
A
B
A
B
C
D
β1
β2β3
β4
Gambar 3.6: Kemiringan tanah dan kontur gradient
3.5 Kegunaan Garis Kontur
Selain menunjukkan bentuk ketinggian permukaan tanah, garis
kontur juga dapat digunakan untuk: :
a. Menentukan potongan memanjang ( profile, longitudinal sections )
antara dua tempat.
b. Menghitung luas daerah genangan dan volume suatu bendungan.
c. Menentukan route / trace dengan kelandaian tertentu.
d. Menentukan kemungkinan dua titik di lapangan sama tinggi dan saling
terlihat.
Gambar 3.7: Potongan memanjang dari potongan garis kontur.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
A B
A B
28
Bendung
Garis Kontur +102 m
Sungai
Sungai
Sungai
+ 102 m
+ 103 m
+ 104 m
+ 105 m+ 106 m+ 107 m
a
b
cd
A
B
: Garis rencana Route / Trace
U
AT
B
Gambar 3.8: Daerah genangan berdasarkan garis kontur.
Gambar 3.9: Route dengan kelandaian tertentu.
Gambar 3.10: Titik dengan ketinggian sama berdasarkan garis kontur.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
29
Titik- titik SPOT LEVELTitik- titik GRID
3.6 Pengukuran Titik Detil Untuk Pembuatan Garis Kontur
Semakin rapat titik detil yang diamati, maka semakin teliti informasi
yang tersajikan dalam peta. Dalam batas ketelitian teknis tertentu,
kerapatan titik detil ditentukan oleh skala peta dan ketelitian (interval)
kontur yang diinginkan. Pengukuran titik - titik detil untuk penarikan garis
kontur suatu peta dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
3.6.1 Pengukuran tidak langsung
Titik-titik detil yang tidak harus sama tinggi, dipilih mengikuti pola
tertentu, yaitu: pola kotak - kotak (spot level), pola profil (grid) dan pola
radial. Titik - titik detil ini, posisi horisontal dan tingginya bisa diukur
dengan cara tachimetri - pada semua medan, sipat datar memanjang
ataupun sipat datar profil - pada daerah yang relatif datar.
Pola radial digunakan untuk pemetaan topografi pada daerah yang
luas dan permukaan tanahnya tidak beraturan. Didalam praktikum UPN
“Veteran“ Jatim ketiga pola sering digunakan atau gabungan ketiganya.
Gambar 3.11: Pengukuran kontur pola grid dan pola spot level.
Gambar 3.12 Pengukuran kontur pola radial.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
30
+ 102 m + 101 m + 100 m + 99 m
Garis Kontur
+ 102 m
+ 101 m
+ 100 m H = 1 m
H = 1 m
H = 1 m
H = 1 m
Garis KonturTitik Detail
3.6.2 Pengukuran langsung
Titik - titik detil ditelusuri sehingga dapat ditentukan posisinya
dalam peta dan diukur pada ketinggian tertentu - ketinggian garis kontur.
Cara pengukurannya bisa menggunakan cara tachimetri atau cara sipat
datar memanjang dan diikuti dengan pengukuran poligon.
Cara pengukuran langsung lebih rumit dan sulit pelaksanaannya
dibanding dengan cara tidak langsung, namun ada jenis kebutuhan
tertentu yang harus menggunakan cara pengukuran kontur cara
langsung, misalnya pengukuran dan pemasangan tanda batas daerah
genangan.
Gambar 3.13 Pengukuran kontur cara langsung.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
31
D
C
B
A +114.8
+114.9
+ 114.8
+ 102.6
Garis Kontur + 108.0
a
b
c
3.7 Interpolasi Garis Kontur
Pada pengukuran garis kontur cara langsung, garis - garis kontur
sudah langsung merupakan garis penghubung titik - titik yang diamati
dengan ketinggian yang sama, sedangkan pada pengukuran garis kontur
cara tidak langsung umumnya titik - titik detil itu pada ketinggian
sembarang yang tidak sama. Bila titik - titik detil yang diperoleh belum
mewujudkan titik-titik dengan ketinggian yang sama, maka perlu
dilakukan interpolasi linier untuk mendapatkan titik-titik yang sama tinggi.
Interpolasi linier bisa dilakukan dengan cara: taksiran, hitungan dan
grafis.
- Cara taksiran (visual)
Titik-titik dengan ketinggian yang sama secara visual diinterpolasi
dan diinterpretasikan langsung di antara titik-titik yang diketahui
ketinggiannya.
Gambar 3.14: Interpolasi kontur cara taksiran.
- Cara hitungan (numeris)
Cara ini pada dasarnya juga menggunakan dua titik yang diketahui
posisi dan ketinggiannya, hanya saja hitungan interpolasinya dikerjakan
secara numeris (eksak) menggunakan perbandingan linier.
Panjang AD sama dengan AD cm.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
32
Panjang Ac = [(108.00-102.6): ( 114.8-102.6) ] x AD cm. Begitu pula
untuk Ab dan Aa. Panjang AB cm
Panjang Ab = [ ( 108.00-102.6 ) : ( 114.9 -102.6 ) ] x AB cm dan
panjang AA cm maka Ab = [(108.00-102.6) : (114.8-102.6) ] x AB cm
- Cara grafis
Pada kertas transparan, buat interpolasi dengan membuat garis
garis sejajar dengan interval tertentu pada selang antara dua titik yang
sudah diketahui ketinggiannya. Kemudian plot salah satu titik pada kertas
transparan. Titik ini kemudian dihimpitkan dengan titik yang sama pada
kertas gambar dan keduanya ditahan berimpit sebagai sumbu putar.
Selanjutnya putar kertas transparan hingga arah titik yang lain yang
diketahui ketinggiannya terletak pada titik yang sama pada kertas
gambar. Maka dengan menandai perpotongan garis-garis sejajar dengan
garis yang diketahui ketinggiannya diperoleh titik-titik dengan ketinggian
pada interval tertentu.
3.8 Pembuatan Kontur dan pemodelan Spasial 3 D dengan Surfer
Peta kontur adalah satu bentuk peta yang dihasilkan oleh Surfer
dalam bentuk dua dimensi. Peta kontur dibentuk pada lembar plot. Kontur
dihasilkan dari interpolasi atau ekstrapolasi grid.
Pola garis kontur yang dibentuk dipengaruhi oleh metode interpolasi yang
digunakan pada saat gridding. Tentukan file grid yang akan dikonturkan.
Apabila file data yang akan dibuat peta kontur berasal dari tipe DEM
(Digital Elevation Model), maka ubah terlebih dahulu tipe file pada baris
List File of Type menjadi USGS DEM. Secara default tipe yang
digunakan oleh Surfer adalah file grid (*.grd).
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
33
Gambar 3.15 Peta kontur hasil interpolasi grid .
Gambar 3.16 Pilih file.grid yang akan dikontur
Dari langkah tersebut diperoleh sebuah peta kontur yang berada
dalam sebuah frame yang serupa dengan diagram kartesius. Dalam
contoh ini digunakan file IUT2.grd hasil praktikum kelompok Ladys
Civil’05 di Kota Baru Gresik. Peta kontur yang dihasilkan nampak
seperti dibawah ini.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
34
Gambar 3.17 Peta kontur hasil praktikum
Peta kontur tersebut dilakukan berbagai pengubahan. Penambahan
informasi seperti label pada garis kontur, keterangan ketinggian, blok
warna ketinggian, label koordinat, dan lain-lain suatu saat diperlukan
untuk memperoleh peta kontur yang komunikatif.
3.8.1 Komponen Peta Kontur
Dalam penyajiannya peta kontur menggunakan berbagai komponen atau
atribut yang ditujukan untuk menambah sifat komunikatif dari peta kontur
tersebut. Atribut akan mempermudah pemakai peta dalam membaca
ataupun memanfaatkan peta kontur.
Atribut peta lebih bersifat customize karena pada dasarnya atribut
tersebut telah dimiliki oleh peta. Pengguna secara bebas dapat
menampilkan atau tidak menampilkan atribut tersebut sesuai dengan
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
35
kepentingannya. Komponen peta kontur dalam Surfer dapat dilihat pada
kotak dialog Map : Contour Properties.
Gambar 3.18 Kotak Dialog Map Contour Properties
Pada komponen ini terdiri dari :
1. Fill Contour ( Spektrum warna antar kontur )
2. Color Scale ( Skala warna kontur )
3. Smoothing ( Penghalusan kontur )
4. Blanked Regions ( Daerah kosong )
5. Fault line Properties ( Pilihan garis kontur )
Gambar 3.19 Komponen peta kontur pada Level
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
36
Komponen peta kontur pada level terdiri dari:
1. Label garis kontur (Contour Label)
2. Tingkatan kontur (Contour Level)
3. Spektrum warna antarkontur (Color Fill)
4. Model penghalusan kontur ( Contour Smoothing)
5. Atribut garis kontur (Contour Line Attribute)
6. Skala peta (Map Scale)
7. Tanda garis tepi peta (Border Tick Marks)
8. Orientasi Peta (Map Orientation)
Pengaturan dari komponen peta kontur tersebut akan diuraikan
sebagai berikut ini.
3.8.2 Label Garis Kontur
Label garis kontur diperlukan dalam sebuah peta kontur. Tanpa
adanya label garis kontur maka peta tersebut sulit untuk dapat dipahami.
Dengan adanya label pada garis kontur ini maka akan dapat diketahui
tempat - tempat mana yang merupakan tempat tinggi atau tempat yang
rendah. Label pada garis kontur adalah keterangan angka ketinggian
suatu garis kontur. Label garis kontur ini biasanya terdapat pada garis
kontur yang merupakan garis indeks atau interval kontur. Adanya
keterangan label pada garis kontur memungkinkan pembaca peta segera
mengetahui posisi puncak dan lembah atau dataran
Gambar 3.20 Kotak dialog Label
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
37
Pemberian label garis kontur dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Klik ganda pada peta kontur tersebut.
2. Akan muncul kotak dialog Contur Map.
3. Klik pada judul kolom Label.
4. Akan muncul kotak dialog Contour Label.
Gambar 3. 21 Pengaturan label garis kontur
First Labeled Contour Line :
Garis kontur yang pertama kali akan diberi keterangan label. Jika
angka yang dimasukkan lebih kecil dari ketinggian data terkecil
maka label akan memunculkan data terkecil tersebut jika data
terkecil tersebut memiliki ganis kontur.
Labeled Line Frequency :
Kerapatan label antarkontur. Semakin kecil angka frekuensinya
maka akan semakin banyak garis kontur yang memiliki label.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
38
Gambar 3.22 Kontur dengan frekuensi label 1
- Label to Label Distance : Jarak antarlabel dalam satu garis
kontur. Kerapatan antarlabel ini disesuaikan dengan kerumitan
kontur dan skala peta. Label yang terlalu rapat atau terlalu jarang
akan membuat peta kontur menjadi nampak terlalu "ruwet" atau
sebaliknya sulit dibaca.
- Label to Edge Distance : jarak label dari garis tepi. Pemberian
label pada suatu garis akan dimulai dari posisi sekian inchi dari
garis tepi.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
39
Label dapat pula dimunculkan dari kotak dialog Contour Map.
Pada kolom Label terdapat keterangan garis kontur yang diberi label
dan yang tidak diberi label. Keterangan Yes berarti bahwa pada garis
kontur tersebut terdapat label. Keterangan No berarti garis kontur
tersebut tidak memunculkan label. Klik ganda pada keterangan Yes atau
No tersebut akan mengubah keterangan tersebut menjadi sebaliknya.
Klik ganda pada Yes berarti akan mengubahnya menjadi No yang berarti
mengubah garis kontur dengan label menjadi garis kontur tanpa label
Gambar 3.23 Pemberian label (dengan mengubah keterangan Yes/No )
Teks perlu diatur untuk mendapatkan tampilan peta yang baik dan
mudah dibaca. Teks dapat diatur dengan menekan tombol font yang ada
pada jendela Contour Label.
Gambar 3.24 Jendela Pengaturan huruf label
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
40
Keterangan :
- Face : Mengatur jenis huruf yang dipakai oleh label- Points : Ukuran huruf label- Color : Warna teks label- Style : Bentuk huruf
Bold : TebalItalic : MiringStrikethrough : Bergaris di tengah teksUnderline : Bergaris bawah
Format label diatur melalui tombol Format. Penekanan tombol Format
akan menampilkan kotak dialog Label Format.
Gambar 3.25 Format label kontur
Fixed : format desimal
Exponential : format perpangkatan
General : format angka bulat
Significant Digits : Jumlah angka di belakang koma desimal
Thousand : Angka ditampilkan dalam format ribuan
Absolute Value : Angka ditampilkan dalam nilai absolut
Prefix : Label tambahan di depan angka kontur
Suffix : Label tambahan di belakang angka kontur
Berikut adalah beberapa contoh hasil pengubahan format label.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
41
Gambar 3.26 Label Fixed
Gambar 3.27 Label Exponential
Gambar 3.28 Label Type General
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
42
Gambar-gambar di atas adalah contoh kontur dengan pengaturan pada
format Fixed, Exponential, dan General. Berikut adalah contoh kontur
dengan penambahan prefix dan suffix
Gambar 3.29 Pengaturan Prefix dan Suffix
Gambar 3.30 Kontur dengan tambahan label prefix dan suffix
3.8.3 Tingkatan Kontur (Contour Level)
Tingkatan kontur akan mengatur jumlah dan beda tinggi antarkontur
dalam sebuah peta kontur. Secara visual tingkatan ini akan nampak pada
jumlah garis kontur yang ada pada peta. Tingkatan kontur ini dapat diatur
dengan menekan judul kolom Level pada kotak dialog Contur Map.
Langkah untuk rienampilkan kotak dialog Contour Level ini adalah sebagai
berikut:
Klik ganda pada peta kontur :. Akan muncul dialog Contour Map.
Klik judul kolom Level. : Akan muncul dialog berikut:
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
43
Gambar 3.31 Pengaturan Tingkatan Kontur
Minimum: Kontur terkecil yang akan ditampilkan
Maximum: Kontur terbesar yang akan ditampilkan
Interval : Beda tinggi antarkontur
Gambar 3.32 Kontur sebelum dirubah maksimum - minimum
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
44
Secara default Surfer akan menampilkan garis kontur sesuai dengan
data XYZ. Surfer akan mengidentifikasi data terkecil yang akan
dijadikan kontur minimum, dan data terbesar akan dijadikan sebagai
kontur maksimum. Interval menentukan jarak beda tinggi antar kontur
yang akan tampilkan. Semakin besar intervalnya maka akan semakin
sedikit garis kontur yang dimunculkan. Ketiga hal yang ada pada kotak
dialog Contour levels tadi dapat secara bebas diatur. Masing-masing
penetapan pada baris minimum, maximum, dan interval akan
memberikan hasil yang berbeda beda. Berikut adalah beberapa contoh
kontur dengan penetapan Minimum, maximum dan Interval.
Gambar 3. 33 Kontur dengan ketinggian 45 - 50
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
45
Hal agak berbeda dengan penetapan berikut ini. Semua yang ada pada
data XYZ ditetapkan sebagai garis kontur yang akan digambarkan. Namun
interval kontur ditetapkan berjarak 5. Artinya, bahwa beda tinggi antarkontur
adalah 5. Garis yang akan dimunculkan adalah garis-garis yang berada
pada kelipatan 5 tersebut dari posisi data dengan ketinggian 45.
Gambar 3.34 Kontur dengan interval 5
3.8.4 Spektrum Warna Kontur
Spektrum warna digunakan pada peta kontur untuk membedakan dengan
mudah daerah rendah atau daerah pada tempat tinggi. Spektrum wama ini
berupa gradasi wama dan warna satu ke warna lainnya. Gradasi wama CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
46
untuk daerah terendah dan warna daerah tertinggi dapat ditentukan
secara bebas. Berikut adalah cara untuk memberi spektrum atau gradasi
wama kontur.
1. Klik ganda pada peta kontur.
2. Akan muncul dialog Contour Map.
3. Beri tanda check pada Fill Contour dalam kotak Filled Contours yang
berada di sebelah kin atas.
4. Klik OK.
Gambar 3.35 Kotak Filled Contour dan Smoothing
Color Scale pada kotak Filled Contours tersebut akan memberikan
legenda gradasi wama. Masing-masing warna memiliki ketinggian
tertentu yang searah dengan gradasi warna tersebut. Gradasi wama dapat
ditentukan dengan menekan kolom Fill.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
47
Gambar 3.36 Kontur dengan gradasi warna
Peta kontur dengan gradasi warna nampak lebih mudah untuk dibaca.
Dengan didasarkan pada gradasi tersebut dapat diketahui tempat-tempat
dengan kemungkinan tertinggi atau terendah. Untuk menentukan suatu
warna adalah tertinggi atau terendah dapat dibaca dari label kontur yang
ada atau dari skala warna yang juga dapat dimunculkan pada peta
kontur. Perhatikan hasil peta kontur bergradasi dengan skala warna
seperti dibawah ini.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
48
Peta kontur di atas dapat dibaca dengan melihat pada label garis
kontur serta keterangan skala warna. Bentuk peta kontur seperti ini
sangat memudahkan pengguna peta dalam menganalisis morfo lahan.
3.8.5 Mode Penghalusan (Smoothness)
Metode interpolasi dalam Surfer secara umum digolongkan dalam dua
pendekatan umum. Pendekatan tersebut adalah pendekatan interpolasi
pasti (Exact Interpolators) dan pendekatan interpolasi dihaluskan
(Smoothing Interpolators). Secara default Surfer menggunakan
metode yang pertama, yaitu pendekatan interpolasi pasti (Exact
Interpolator). Pendekatan ini menggunakan jaringan grid yang lebih
sedikit dibandingkan pendekatan interpolasi dihaluskan (Smoothing
Interpolator). Oleh karena itu kontur yang dihasilkan oleh pendekatan
Exact Interpolator dapat dikerjakan oleh Surfer dengan waktu lebih
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
49
cepat. Kelemahannya adalah jika peta tersebut ditampilkan dalam skala
yang besar maka peta tersebut akan nampak memiliki garis kontur yang
kasar (nampak patah-patah).
Penghalusan dilakukan dengan mengubah grid menjadi lebih halus.
mengubahan grid dapat dilakukan melalui kotak dialog Contour Map
pada kotak Smoothing. Perhatikan hasilnya dibawah ini , lekuknya terlihat
lebih halus lebih jelas apabila file tersebut di impor ke CAD. dwg.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
50
Penghalusan grid akan dilakukan dengan memberikan tanda check ( V )
pada checkbox Smooth Contours. Penghalusan tersebut memiliki tiga
buah tingkatan, yaitu Low, Medium, dan High. Smoothing ini akan
menarik garis kontur pada nilai rata-rata titik berat grid yang halus.
Pemanfaatan mode penghalusan ini tergantung pada skala peta yang
akan dibuat. Pada peta skala menengah atau kecil, mode penghalusan
tidak terlalu nampak. Patahan garis kontur akan nampak pada peta
skala besar. Dengan demikian pada peta skala besar perlu dilakukan
smoothing dengan tingkatan tertentu.
3.8.6 Atribut Garis Kontur
Pengaturan atribut garis kontur terdiri dari pengaturan warna, bentuk, dan
ukuran garis. Wama garis berupa pembentukan gradasi warna garis
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
51
tertinggi ke garis terendah. Bentuk garis dapat diatur menjadi bentuk
garis lurus (solid), garis strip titik (dash-dot), dan berbagai kombinasi
strip dengan titik tersebut. Penentuan bentuk garis dapat menggunakan
berbagai bentuk yang telah ada pada Surfer. Namun demikian bentuk
dan ukuran garis tersebut dapat diganti atau dimodifikasi. Surfer juga
memberikan peluang untuk menambahkan bentuk tertentu. Akan tetapi
bentuk yang dapat ditambahkan ini terbatas pada kombinasi strip dan
titik.
Wama garis kontur hampir sama dengan wama antarkontur (Fill). Warna
garis kontur ini memberikan gradasi wama pada garis kontur yang
ditujukan untuk mempermudah pembacaan peta kontur. Kontur akan
ditampilkan dengan gradasi warna dari warna tertentu sebagai warna
terendah hingga wama lain yang merupakan warna tertinggi. Warna
terendah dan warna tertinggi ini dapat diatur secara bebas. Pengaturan
gradasi warna ini dilakukan pada kotak dialog Contour Map dengan
menekan judul kolom Line. Kotak dialog Line Spectrum untuk
menentukan warna garis
Minimum Line Attributes : Atribut garis pada Z terendah
Maximum Line Attributes : Atribut garis pada Z tertinggi
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
52
3.8.7 Pembuatan Surface Plot
Surface plot adalah bentukan tiga dimensional dari data XYZ. Surface
plot ini membentuk sebuah bentukan morfo lahan. Surface plot dibentuk
oleh jaring jaring garis yang berasal dari grid pada aksis X, aksis Y. Masing-
masing koordinat perpotongan aksis X dan aksis Y memiliki ketinggian
yang setara dengan nilai Z pada posisi titik grid tersebut. Pada peta tiga
dimensional ini dapat ditambahkan garis - garis kontur. Garis kontur
akan tergambarkan pada permukaan Surface plot dengan cara
mengaktifkan nilai Z
Kerapatan jaring jaring tergantung pada kerapatan file grid. Dalam
kondisi default, garis dari aksis X dan aksis Y sama dengan jumlah data
pada file grid. Pengubahan kerapatan file grid dilakukan dengan
membentuk file grid baru, atau interpolasi ulang dan mengubah kerapatan
nilai spacing-nya. Pada Surface plot dapat dilakukan beberapa perintah
seperti overlay dengan peta kontur, pewarnaan garis, pengaturan
orientasi, stacking, dan pengaturan skala. Beberapa komponen dalam
Surface plot ini adalah:
1. Garis - garis X yang mewakili kolom dari file grid. Jumlah garis
garis X pada Surface plot tergantung pada jumlah kolom pada file grid.
2. Garis-garis Y yang mewakili baris dari file grid. Jumlah garis Y pada
Surface plot tergantung pada jumlah baris pada file grid.
3. Garis Z yang rnerupakan garis kontur digambarkan pada
permukaan Surfacr plot. Jumlah garis kontur tergantung pada nilai
maksimal dan nilai minimal kontur serta interval kontur yang ditetapkan.
4. Kelompok warna yang menyatakan tingkatan nilai Z yang
berbeda. Warna dari kelompok warna dapat ditentukan secara
individual ataupun secara otomatis yang kemudian menghasilkan
kelompok warna bergradasi.
5. Dasar (Base) atau landasan dari Surface plot. Dasar dari Surface
plot ini diatur naik atau turun. Antara dasar dengan permukaan
dapat dibentuk garis berdiri tegak sejajar dengan sumbu Z.
6. Aksis yang menampilkan data X, Y, dan Z.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
53
Untuk membentuk Wireframe plot ini dilakukan dengan langkah berikut :
1. Pilih menu Map
2. Pilih Wireframe sehingga akan muncul kotak dialog Open Grid
3. Pilih tipe file (DEM atau GRD) pada List File of Type.
4. Pastikan posisi drive pada baris Drives.
5. Pilih folder penyimpanan data grid pada kotak Directories.
6. Pilih nama file grid pada kotak File Name.
Gambar 3.37 Kotak dialog Open Grid
Gambar 3.38 Kotak dialog Map: Wireframe Properties General
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
54
Gambar 3.39 Wireframe map oleh jaring X dan Y
Gambar 3.40 Wireframe map oleh jaring Y dan Z
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
55
Gambar 3.41 Wireframe map oleh jaring X , Y dan Z
Untuk membentuk Surface plot ini dilakukan dengan langkah berikut :
1. Pilih menu Map
2. Pilih Surface plot sehingga akan muncul kotak dialog Open Grid
3. Pilih tipe file (DEM atau GRD) pada List File of Type.
4. Pastikan posisi drive pada baris Drives.
5. Pilih folder penyimpanan data grid pada kotak Directories.
6. Pilih nama file grid pada kotak File Name.
7. Klik Open.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
56
Gambar 3.42 Kotak dialog Map: 3D Surface Properties
Gambar 3.43 Peta 3D surface
Gambar 3.44 Peta 3D surface oleh jaring X da Y
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
57
3.8.8 Orientasi Surface Plot
Untuk Orientasi Surface plot ini dilakukan dengan langkah berikut :
1. Pilih menu Map
2. Pilih Surface plot sehingga akan muncul kotak dialog Open Grid
3. Pilih tipe file (DEM atau GRD) pada List File of Type.
4. Pastikan posisi drive pada baris Drives.
5. Pilih folder penyimpanan data grid pada kotak Directories.
6. Pilih nama file grid pada kotak File Name.
7. Klik Open.
8. Pilih View dan pilih Projection , Apply Ok.
Gambar 3.45 Kotak dialog Map: 3D Surface Properties View
Gambar 3.46 Peta 3D Wireframe dengan View berbedaCREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
58
3.8.9 Skala Surface Plot
Untuk Skala pada Surface plot atau Wireframe plot sama seperti
menampilkan 3D map Properties pilih Scale maka akan muncul Kotak dialog
sebagai berikut :
Gambar 3.47 Kotak dialog Map: 3D Surface Properties Scale
Gambar 3.46 Peta 3D Surface dengan Skala
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
59
1 2 4 53 6 7 8
316 339 328 315320 312 319 324
332 336 344 342341 339 336 334
348 352 357 352355 349 342 336
344 357 365 362361 358 342 339
333 339 351 342343 339 328 324
331 338 340 334337 321 316 318
330 342 338 325351 309 314 316
306 315 308 304309 319 324 326
B
A
G
F
E
D
C
H
Soal Latihan
1. Tarik garis kontur dengan interval 5 m dan indeks kontur tiap kelipatan
genap 10 m dari data ukur pengukuran kontur cara grid yang sudah
diplot pada sketsa berikut dibawah ini. Pada satu kotak = (1cmx 1 cm)
sama dengan (500 m x 500 m).
a. Apakah ada bukit dan cekungan ? Bila ada tunjukkan letaknya.
b. Berapa garis kontur terendah dan tertinggi ?
c. Bila Koordinat A1 ( 500 ; 500 ) hitung koordinat masing masing titik .
Masukkan hasil hitungan anda dalam Surfer, bagaimana peta kontur ?
Luasannya ? juga bagaimana 3D Maps nya.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
60
2. Buat pola garis kontur pada:
a. Sekitar suatu sungai bertanggul di kanan dan kiri.
b. Jalan menurun yang di salah satu sisinya terdapat sungai kecil dan
sawah di sisi lainnya.
3. Pada pengukuran batas genangan suatu bendung, akan
ditentukan batas genangan tertinggi pada ketinggian + 775.500 m.
Bagaimana cara menentukan lokasi titik-titik ini di lapangan bila
pengukuran dimulai dari BM (bench mark) BS-01 di dekat lokasi
sumbu bendung dengan ketinggian + 774.795 m ? Bila bacaan
benang tengah sipat datar pada rambu di BM-01 = 1.937 m, maka
tentukan berapa seharusnya bacaan benang tengah pada rambu
yang berdiri tepat diketinggian + 775.500 m.
4. Sebutkan sifat sifat kontur ? Jelaskan !
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
Jl. Tambakoso
Sawah
Sawah
Kali BuntungTinggi
Rendah
Potongan melintang
61
IV. LUAS & VOLUME
Kemajuan dalam teknologi perangkat keras dan lunak komputer
saat ini menjadikan media dijital (soft copy) sebagai media pilihan untuk
penggambaran dan pemetaan. Bila gambar dan peta tersimpan dan
tersajikan secara dijital menggunakan paket - paket program terapan
kelompok CAD (Computer Aided Drafting/design) ataupun GIS
(geographical information systems) bahasa UPNV SIG ( mata kuliah
pilihan) , maka hitungan panjang, luas dan volume dari suatu gambar
ataupun peta bisa diperoleh dengan mudah menggunakan program-
program yang disediakan.
Gambar yang akan dihitung luasnya bisa berupa gambar
potongan, gambar kawasan yang dibatasi oleh poligon atau kawasan
yang dibatasi oleh garis kontur. Bila penyimpanan dan penyajian
menggunakan media konvensional maka bisa dilakukan hitungan luas
cara numeris, grafis, mekanikal-grafis, mekanikal-grafis-dijital. Hitungan
luas cara grafis sangat dipengaruhi oleh kestabilan media dan ketelitian
gambar. Untuk pemakaian praktis sekarang ini dianjurkan hitungan
panjang, luas dan volume dilakukan secara numeris menggunakan
kalkulator berprogram ataupun komputer berprogram.
4.1 Luas
4.1.1 Bentuk dasar beraturan
Persegi empat
Panjang persegi empat P dan lebar L, maka luasnya LPE= P x L.
Segitiga
Panjang satu sisi b dan tinggi segitiga pada sisi itu = h,
maka luas segitiga LST = 1/2 bh
Bila sudut a diketahui dan sisi pengapitnya b dan c diketahui,
maka luas segitiga LST = 1/2 bc sin a
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
62
Bila ketiga sisi segitiga masing-masing a, b dan c diketahui,
maka luas segitiga LST = (s(s - a)(s - b)(s - c))1/2
dengan s = 1/2(a + b + c).
Trapesium
Bila kedua sisi sejajar trapesium b1 dan b2 serta tingginya h
diketahui,
maka luas trapesium LTRP = 1/2(b1 + b2)h
4.1.2 Bentuk segi banyak cara koordinat
Bila koordinat (X,Y) suatu segi banyak diketahui, maka luasnya
adalah:
A = 1/2 S X(Y i+1 - Yi-1) atau A = 1/2 S Yi(Xi-1 – X i+1).
Gambar 4.1: Hitungan luas cara koordinat.
4.1.3 Bentuk luas berdasarkan typical cross-section
Typical cross section adalah bentuk potongan baku yang
menunjukkan bentuk struktur bangunan pada arah potongan. Misal, pada
konstruksi jalan beraspal, typical cross section jalan menunjukkan struktur
pelapisan perkerasan jalan yang juga menunjukkan cara penimbunan
ataupun penggalian bila diperlukan.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
C
D
U
E
B
A
A'X
C'B' D'
Y
E'
63
Bentuk tanah asli beraturan:
Luas dihitung menggunakan rumus "typical" pada bentuk yang beraturan
tersebut.
Bentuk tanah asli tidak beraturan.
Hitungan luas berdasarkan potongan lintang pada bentuk tanah asli tidak
beraturan menggunakan cara koordinat. Koordinat perpotongan typical
cross sections dengan tanah asli harus dihitung.
4.1.4 Luas Cara Grafis
- Cara kisi-kisi
Bagian yang akan ditentukan luasnya "dirajah" dengan
menempatkan kisi-kisi transparan dengan ukuran tertentu di
atasnya. Luas = jumlah kelipatan kisi-kisi satuan.
- Cara lajur
Bagian yang akan ditentukan luasnya "dirajah" dengan
menempatkan lajur-lajur transparan dengan ukuran tertentu di
atasnya. Luas setiap lajur = dl, bila d adalah lebar lajur dan l
(panjang lajur).
4.1.5 Luas Cara Mekanis Grafis
Luas gambar diukur dengan menelusuri batas tepinya
menggunakan pelacak pada alat planimeter. Luas kawasan yang diukur
diperoleh dengan mengalikan bacaan manual luas planimeter dikalikan
dengan skala gambar. Pada planimeter dijital, bacaan luas planimeter
secara dijital direkam dan sisajikan langsung oleh alat.
4.1.6 Luas Cara Surfer 3D
Luas gambar diukur dengan memplotkan koordinat terukur. Data
dilakukan Grid. Hasil Grid dilakukan volume akan keluar konstanta
Elevasi yang akan digunakan. Diperoleh berupa Upper Surface , Lower
Surface dan Volume dan Luas. Perhatikan gambar 4.2.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
64
Gambar 4.2. Hasil Perhitungan Luas dengan Surfer 8-3D
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
————————————————Grid Volume Computations
————————————————Fri Feb 22 23:32:27 2008
Upper Surface
Grid File Name: F:\KALIANAK55\LUASAN URUK.grd
Grid Size: 100 rows x 44 columns
X Minimum: 959.7810565X Maximum: 1005.792364
X Spacing: 1.0700304069767
Y Minimum: 890.2320068Y Maximum: 995.3815586
Y Spacing: 1.0621166848485
Z Minimum: 2.8680693211925Z Maximum: 5.8312994024409
Lower SurfaceLevel Surface defined by Z = 5
VolumesZ Scale Factor: 1
Total Volumes by:
Trapezoidal Rule: -3771.3197125465Simpson's Rule: -3771.1609038409Simpson's 3/8 Rule: -3771.5289803423
Cut & Fill VolumesPositive Volume [Cut]: 16.568375053226Negative Volume [Fill]: 3787.7952116283Net Volume [Cut-Fill]: -3771.2268365751
Areas
Planar AreasPositive Planar Area [Cut]: 109.53857753432Negative Planar Area [Fill]: 4728.5297838227
Blanked Planar Area: 0Total Planar Area: 4838.068361357
Surface AreasPositive Surface Area [Cut]: 111.37818009001Negative Surface Area [Fill]: 4742.6399450461
65
L A3
A2
A1
L
L2
A1 L1
A3
A2
4.2 VOLUME
- Cara potongan melintang rata-rata
Bila A1 dan A2 merupakan luas dua buah penampang yang berjarak L,
maka volume yang dibatasi oleh kedua penampang ini:
V = 1/2(A1 + A2+ A3) L
Gambar 4.3: Volume cara potongan melintang rata-rata.
- Cara jarak rata-rata dari penampang
Ao. = Ao+ Ao + Ao ) / 3
V = 1/2(L1 + L2) Ao.
Gambar 4.4: Volume cara jarak rata-rata
Untuk cara pengukuran luas yang lain dapat dilihat pada buku referensi
Ilmu ukur tanah seperti memakai GPS dan Digital Planimeter dll.
Gambar 4.5 GPS 76 Garmin
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
66
V. FOTOGRAMETRI
Fotogrametri berasal dari bahasa Yunani , Photos artinya sinar,
Gramma artinya sesuatu yang digambar atau ditulis, dan Metron artinya
mengukur. Fotogrametri adalah ilmu seni dan teknologi untuk
memperoleh informasi yang dapat dipercaya dari foto dengan cara
melakukan penyelidikan mengenai : bentuk, sifat, dll dari suatu objek
atau permukaan suatu objek tanpa berhubungan secara langsung dengan
objek yang sesungguhnya untuk memperoleh ukuran terpercaya dengan
menggunakan foto udara.
Interpretasi ialah menetapkan jenis obyek pada foto udara. Sedang
Elemen Interpretasi ialah unsur penentu pada proses interpretasi. Adapun
elemen – elemen interpretasi adalah :
a) Rona / Warna atau Tingkat ke abu – abuan.
b) Ukuran.
c) Letak.
d) Asosiasi.
e) Bentuk.
f) Bayangan.
5.1 Dari Tempat Pengambilannya dibedakan menjadi 2, yaitu ;
5.1.1 Foto Udara :
Pemotretan dilakukan dari udara ( dari atas ).
a. Ditinjau dari Tingkat Ketelitian dan Foto yang Digunakan, Foto
Udara dibedakan menjadi 2, yaitu ;
- Foto Udara Metrik : Ukuran foto ( 23 x 23 ) m2.
- Foto Udara Non Metrik : Ukuran foto ( 24 x 36 ) mm2
atau ( 55 x 55 ) mm2.
b. Ada tiga Jenis Foto Udara Berdasarkan Posisi Sumbu Kamera:
- Foto Udara Vertical
- Foto Udara Miring ( Low Obliques )
- Foto Udara Sangat Miring ( High Obliques )
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
67
Gambar 5.1 Jenis Foto Udara berdasar sumbu kamera
Ada Dua aspek dari Foto Udara
- Aspek Geometrik
- Aspek Interpietatius
5.1.2. Foto Teristis :
Pemotretan dilakukan diatas tanah dengan menggunakan theodolit
sebagai tempat kamera
5.2 Tahap – Tahap Pemetaan dengan Cara Fotogrametri
1. Perencanaan dan Persiapan
a. Waktu Pemotretan
b. Tipe Kamera/ Jenis Foto
c. Skala Foto
d. Overlap
e. Jalur Terbang/ Arah S jarak
f. Bahan Film
g. Jenis Pesawat
2. Pengukuran Titik Kontrol Sisipan dan Signalisasi
3. Pemotretan Udara
4. Peninjauan di Lapangan
5. Triangulasi Udara
6. Plotting
7. Penyusunan
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
Vertikal Miring Sangat Miring
68
5.3 Tipe Kamera
1. Super Wide Angle
Untuk pemetaan skala kecil digunakan kamera type ini.
Masalah yang Timbul :
- Instrumen plotting terbatas
- Kualitas gambar kurang baik
2. Wide Angel
Untuk pemetaan sering digunakan kamera type ini.
Masalah yang timbul :
- Kualitas gambar lebih baik
- = 15 cm
- Kecuali untuk pemetaan skala kecil dan heindah
3. Normal Wide Angel
Digunakan untuk daerah yang padat dengan bangunan
bertingkat dan untuk pemetaan skala besar.
Tabel 5.1 Jenis kamera Foto Udara:
Jenis Kamera f (mm)
Narrow Angle 304,8
Normal angle 209,5
Wide Angle 152,4
Super Wide Angle 88,9
5.4 Foto Udara Vertikal
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
69
f
h
ab
AB
ab
AB
f
h
Prinsip Dasar :
Sistem proyeksi dalam foto udara adalah proyeksi sentral
Hubungan antara foto udara dan lapangan adalah proyeksi
sentral.
Gambar 5.2 Foto udara vertikal
Keterangan :
D = Lensa Udara
f = Panjang Fokus
h = Ketinggian di atas permukaan tanah
AB = Bidang tanah yang terpotret
ab = Bayangan AB di bidang foto
Skala foto :
ab // AB abo // ABO
=
= skala foto = s
s =
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
f
h
b a
AB
Bidang foto
o
Bidang permukaan tanah
70
a
H A
H C
H B
H D
H
A
C
B
D
cb d
o
f
f
H- HA
f
H- HB
f
H- HC
f
H- HD
f
H- H rata-rata
Gambar 5.3 Skala Foto Vertikal
Keterangan :
MSL = Medium Soil level = permukaan bidang tanah datar
H = ketinggian kamera di atas permukaan tanah,
maka skala foto di titik A :
SA =
Dengan cara yang sama maka diperoleh :
SB =
Sc =
SD =
Skala rata- rata =
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
Foto Positif
Datum ( MSL )
71
A - B
A
5.5 Menentukan Overlap dan Side Lap Pada Fotogrametri
Kegunaan :
1. Membentuk model dari fotogrametri.
2. Menghubungkan dua foto tersebut.
Gambar 5.4 Pertampalan ke depan (Pm)
PM = x 100 %
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
Setelah jadi Foto
Jalur Terbang
a
Pmb
A
P
B
B
01 02
72
a - b
a
A - W
A
a - w
a
Pm = x 100 %
Dalam hal ini ;
A = Lebar daerah yang tercakup oleh 1x pemotretan di tanah
B = Basis pemotretan di udara
a = Lebar / panjang foto = 23 cm
b = basis foto / jarak antara titik utama
5.6 Kegunaan Ketampalan Muka ( PM )
1. Membentuk model.
2. Menghubugkan 2 buah foto.
5.7 Kegunaan Ketampalan Samping ( Ps )
Gambar 5.5 Pertampalan ke samping ( Ps )
PS = X 100 %
Ps = X 100 %
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
Jalur 1
Jalur 2
aW
WPs
73
Dalam hal ini :
W = jarak antara dua jalur terbang
w = jarak antara dua jalur di foto
Untuk menghubungkan jalur terbang yang satu dengan yang
lainnya.
Daerah efektif :
- side lap = daerah spesifiknya 25 %
- Over lap = daerah spesifiknya 40 % dari daerah jangkauan foto
yang terkena.
Over lap = 1x terbang, 2x pemotretan, yaitu tepat pada titik s setelah
titik terbut dilewati (arah terbang melintang )
Side lap = 2x terbang, 1x pemotretan tiap 1x terbang. Arah terbangnya
memanjang.
5.7.1 Daerah Efektif Overlap
Gambar 5.6 Daerah Efektif Overlap
B = b . a . sB = ( 100 % - Pm ) a . s
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
Daerah model effektif
Pm
b
40%
a
10%10%
74
L
w
5.7.2 Daerah Efektif Sidelap
Gambar 5.7 Daerah Efektif Sidelap
W = w . a . s
w = ( 100 % - Ps ) . a . s
5.8 Menghitung Jumlah Foto Pada pemotretan Suatu Daerah
Jumlah foto setiap satu jalur = N + 1
Misal :
Jumlah jalur = M, maka :
M =
Jumlah foto minimum :
( N + 1 ) M
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
Daerah model effektif
40% Ps
10%
10%
W
75
P
B
Jumlah Foto dengan Harga Keamanan
( N + 2 + 2 ) ( M + 1 ) = ( N + 4 ) ( M + 1 )
Gambar 5.8 Jalur Penerbangan
P = Panjang daerah
L = Isbar daerah
s = Skala foto
Misal :
N = Jumlah daerah spesfktif setiap jalur
N = ( bulatkan ke atas )
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
L
P
B
W
Titik Utama
Daerah model efektif
Jalur terbang
76
STEREO PLOTTING
MANUSKRIP (GAMBAR SITUASI)
CEK LAPANGAN
PROSES KARTOGRAFI
PETA GARIS
ORTHOFOTO
PENYUSUNAN MOSAIK
MANUSKRIP (MOSAIK FOTO)
CEK LAPANGAN
PROSES KARTOGRAFI
PETA FOTO
PENYUSUNAN MOSAIK
MANUSKRIP (MOSAIK FOTO)
CEK LAPANGAN
PROSES KARTOGRAFI
PETA FOTO
REKTIFIKASI
PENGGAMBARAN SITUASI DETAIL TOPOGRAFI LAPANGAN
MANUSKRIP (GAMBAR SITUASI)
CEK LAPANGAN
PROSES KARTOGRAFI
PETA GARIS
Koordinat titik kontrol tanah (X, Y)Ketinggian titik kontrol tanah (Z) Koordinat dan ketinggian titik detail topografi / situasi lapangn
PENGOLAHAN DATAPerhitungan Koordinat (X, Y) titik kontrol Perhitungan ketinggian titik kontrol Perhitungan koordinat dan ketinggian titik detail topografi / situasi
SURVEY TERISTRISPengukuran titik control ( X, Y, Z )Pengukuraan situasi/ detail topografi
Koordinat titik kontrol tanah (X, Y)Ketinggian titik kontrol tanah (Z)
PENGOLAHAN DATAPerhitungan Koordinat (X, Y) titik KontrolPerhitungan ketinggian titik kontrol
PROSESLAB. FOTO UDARA
PEMOTRETAN UDARA
FOTO UDARA
KOORDINAT DAN KETINGGIAN TITIK KONTROL FOTOMINOR
TRIANGULASI UDARA
PERENCANAAN
PEMASANGAN TANDA BATAS , TITIK UKUR & TITIK KONTROL PEMETAAN
SURVEY FOTOGRAMETRISPengukuran titik control ( X, Y, Z )Pemasangan Tanda titik control ( Premark )
Gambar 5.9 Bagan alir pemetaan topografi
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
77
150 . 10 -4
3300 - 800
f
H- H rata-rata
ab
AB
f
H
0,23
AB
0,015
4000
Contoh Soal :
1. Suatu foto udara yang dihasilkan dari kamera dengan
jarak focus 150 mm. Pada tinggi terbang 3300 m diatas muka laut
rata – rata. Berapa skala foto di titik A , jika elevasi titik A = 800 m
di atas muka laut rata – rata ?
Jawab :
f = 150 mm = 50 . 10 -4 m
H = 3300 m
HA = 800 m
SA = =
SA = 6 . 10 -6
2. Jika ukuran foto = 23 x 23 cm dan panjang focus = 150 mm
dengan tinggi terbang di atas tanah 4000 m. Berapa luas daerah
yang bisa terpotret ?
Jawab :
f = 150 mm
H = 400 m
Skala = 23 x 23 cm
=
=
AB = 6133,33 m 6133 m
AB2 = 37613689 m
Skala sebuah foto dapat ditentukan dari peta wilayah yang sama.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
78
Jarak di foto
Jarak di petaSkala foto = x skala peta
3.
No. f (mm) H (m) h (m) Skala foto udara
1. 152 ……. 100 1:10000
2. 152 3000 200 ……….
3. 88 2000 …… 1:5000
4. ……. X) 3250 2000 1:6000
- Apa jenis Kameranya ? H , H dan skala foto udara ?
Gunakan rumus : Skala foto udara. = f : (H - h)
VI. PEMATOKAN ALINYEMEN RUTE DAN PENAMPANG
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
79
Pematokan alinyemen rute (alignment) meliputi: alinyemen
horizontal lingkaran lingkaran dan spiral, alinyemen vertikal parabola,
diagram superelevasi, diagram pelebaran dan pengukuran penampang
memanjang dan melintang. Pengukuran penampang disatukan dalam
pembahasan alinyemen karena alinyemen vertikal selalu dikaitkan
dengan bentuk penampang.
6.1 Lengkung Sederhana Lingkaran
Peristilahan pada geometri lingkaran sederhana
Gambar 6.1: Geometri lengkung horizontal lingkaran.
Keterangan :
1. Bagian lurus (tangent) bertemu pada titik potong V (point of
intersection - PI ).
2. Sudut perubahan arah bagian lurus (external angle of deflection),
dari arah sebelum dan sesudah PI disebut sudut persilangan D
(intersection angle).
3. Titik awal lingkaran A (point of curvature - PC ) dan titik akhir
lingkaran B (point of tangency - PT).
AV = VB disebut tangent T.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
80
4. Pusat lingkaran di O, dengan sudut pusat = D dan garis OV:
a. Membagi sudut pusat di O sama besar = D / 2 ,
b. Membagi dua sama panjang lengkung ( arc ) AB menjadi
AC=CB
c. Membagi dua sama panjang penghubung lurus AB, AD = BD,
d. E = VC adalah jarak external dari PI ke lengkung lingkaran
e. M = CD = jarak bagian tengah lengkung ke bagian tengah
penghubung lurus.
5. Bila jari-jari lingkaran = R meter, maka
a. AV = VB = T = R tan D / 2 ,
b. Panjang lengkung AB = D rad x R,
c. Panjang lurus ( long chord - LC ) AB = 2 R sin R sin D / 2
d. E = T tan D / 4 ,
e. M = R ( 1 - cos = R ( 1 - cos D / 2 )
f. Sudut VAB = sudut defleksi dari arah tangent
di A ke titik B = D/2
g. Sudut BVA = sudut defleksi dari arah tangent
di B ke titik A = D / 2 ,
h. Sudut defleksi dari arah tangent di suatu titik = 1/2 sudut pusat.
6. Stasioning titik utama pada lingkaran.
Jika suatu PI berjarak d meter dari suatu titik dengan stasion = S,
maka:
a. Stasion PI = S + d,
b. Stasion PC = Sta PI - T = S + d - T,
c. Stasion PT = Sta PC + panjang lengkung AB
Panjang lengkung AB = Sta PC + Drad x R.
Pematokan dan Cara Pematokan ( Stake Out )
Pematokan sepanjang sumbu alignment horizontal biasanya selalu
setiap kelipatan jarak genap, misalnya setiap 100 m pada perencanaan
pendahuluan, setiap 50 m pada detailed design dan tiap 25 m pada saat
pelaksanaan konstruksi.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
81
Pada bagian lurus, bila tidak ada halangan maka pematokan bisa
dilakukan langsung dengan menarik meteran mendatar. Misal stasion
awal proyek berada pada sta 12 + 357.50, maka patok pertama untuk
pematokan tiap 50 meter adalah sta 12 + 400.00 yang berjarak 42.50
meter dari sta 12 + 357.50. Patok-patok berikutnya pada bagian lurus
adalah sta 12 + 450.00, 12 + 500.00 dst.
Persoalan muncul bila alinyemen mulai memasuki bagian
lingkaran. Stasion PC tidak selalu pada stasion genap. Dalam hal ini,
stasion awal dan akhir lingkaran dan juga stasion tempat bangunan-
bangunan khusus sepanjang alinyemen tidak harus selalu kelipatan
genap, tetapi harus muncul dalam pematokan dan pengukuran.
Menggunakan ketentuan ini, maka pada lokasi sepanjang lingkaran ada:
a. Satu patok di PC,
b. Satu patok di PT,
c. Patok pertama SA stasion genap pertama sesudah PC berjarak d
meter dari PC,
d. Patok terakhir SK stasion genap terakhir sebelum PT berjarak d'
meter dari PT,
e. Patok lainnya setiap D (25 atau 50 atau 100) m antara SA dan SK.
Gambar 6.2 Pematokan sepanjang lengkung horisontal lingkaran.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
82
Cara pematokan sepanjang bagian tangent dan sepanjang lengkung
lingkaran biasa dilakukan menggunakan theodolite, pita ukur, jalon, patok
dan atau paku untuk menandai dan membuat titik pengikatan patok
stasion.
6.2 Lengkung Peralihan Spiral
Merupakan lengkungan yang secara "sedikit demi sedikit" (gradual)
jari-jari kelengkungannya berubah dari tak berhingga (lurus) hingga
menjadi jari-jaring lengkung lingkaran.
Lengkungan untuk memberikan kenyamanan, kemudahan dan
keamanan.
Gambar 6.3: Geometri lengkung peralihan spiral
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
83
Gambar 6.4: Geometri lengkung peralihan spiral bersambung
dengan circle.
Keterangan :
TS : Titik perubahan dari bagian lurus ke spiral,
SC : Titik perubahan dari spiral ke circle
CS : Titik perubahan dari circle ke spiral
ST : Titik perubahan dari spiral ke bagian lurus
SS : Titik perubahan dari spiral satu ke spiral yang lainnya
l : Panjang lengkung spiral dari TS ke sembarang titik di
spiral
ls : Panjang lengkung spiral total dari TS ke SC
q : Sudut pusat spiral dengan panjang spiral l
qs : Sudut pusat spiral dengan panjang spiral ls, disebut
"sudut spiral"
f : Sudut defleksi di titik TS dari arah tangent awal ke suatu
titik di spiral
D : Sudut pusat total lengkungan
D c c : Sudut pusat lengkung lingkaran dari SC ke CS
Rc : Jari-jari lengkung lingkaran
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
84
x : Absis sembarang titik pada spiral terhadap sumbu dari TS
arah awal tangent
xc : Absis titik SC
y : Ordinat sembarang titik pada spiral terhadap sumbu dari
TS arah awal tangen
yc : Ordinat titik SC
p : Offset dari awal tangent ke PC dari circle yang digeserkan
k : Absis PC dari circle yang digeserkan ke TS,
Ts : Jarak total tangent dari TS ke PI atau dari PI ke ST
Es : Jarak eksternal total
LC : Jarak penghubung lurus dari TS ke SC
LT : Tangen panjang, jarak lurus dari TS hingga perpotongan
tangen spiral dan tangent circle.
ST : Tangen pendek, jarak lurus dari SC hingga perpotongan
tangen spiral dan tangen circle.
6.3 Lengkung Parabola
Persamaan umum parabola:
Parabola mempunyai bentuk persamaan y = kx2. Perhatikan Gambar 6.8
berikut:
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
85
Gambar 6.5 : Lengkung parabola.
Bila VM = e, maka LR/VC = (AL/AV)2 /VC = (AL/AV)2 atau LR = (AL/AV)2
= (AL/AV)2 ´ VC..
Offset dari tangen ke bagian lengkung parabola sebanding dengan
kuadrat jarak dari titik tangen,
Lengkung parabola membagi dua sama besar garis penghubung lurus
titik awal dan akhir tangen.
- Lengkung Vertikal Parabola:
Ketentuan model parabola untuk menyambungkan dua bagian "lurus"
pada alignment vertikal:
a. Jarak sepanjang lengkung adalah jarak horizontal,
b. Offset dari lengkungan ke bagian lurus (grade) diukur arah vertikal.
Gambar 6.6: Alinyemen vertikal menggunakan parabola simetri.
Keterangan :
PC : Titik awal lengkung vertikal
PI : Titik persilangan lengkung vertikal
PT : Titik akhir lengkung vertikal
l : Jarak horizontal dari PC ke PI = jarak horizontal dari PI ke
PT
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
86
L : Jarak horizontal dari PC ke PT = 2 ´ l
g1 : Kemiringan tangent PC-PI dalam %, + bila menaik dan -
bila menurun
g2 : Kemiringan tangent PI-PT dalam %, + bila menaik dan -
bila menurun
e : Offset dari PI ke pertengahan lengkung vertikal = jarak
dari titik pada pertengahan lengkung ke bagian lurus
penghubung PC - PT
Rumus Lengkung Vertikal Parabola Simetri:
G = g2 - g1
r = (g2 - g1)/L
Andai ketinggian PC = 0, maka:
a. Ketinggian PI = g1 l,
b. Ketinggian PT = g1 l + g2 l;
c. Ketinggian M = 1/2 ketinggian (PI + PT) = 1/2 (g1 l + g2 l),
d. e = VC = 1/2 ketinggian (M - V) = 1/4l (g2 - g1) = 1/8L (g2 - g1)
= 1/8LG,
e. DB = 4e = 1/2 LG
Ketinggian sembarang titik berjarak x dari PC:
Ex = Ea + g1x + (x/L)24e
atau
Ex = Ea + g1x + 1/2 rx2
Empat kemungkinan lengkung vertikal parabola:
Pada Gambar 6.7:
1."Summits", e minus, ada titik balik tertinggi
2. "Summits", e minus,
3: "Sags", e plus,
4: "Sags", e plus, ada titik balik terendah.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
87
Gambar 6.7 : Kemungkinan bentuk lengkung vertikal parabola.
Keterangan :
Titik balik tertinggi/terendah bila:
(g1 > 0 dan g2 < 0 dan g2 < 0) atau (g2 < 0 dan g1 > 0 dan g1 > 0),
dengan lokasi titik balik pada XTB = g1L/(g1 - g2).
- Pematokan Parabola Vertikal Simetri
Titik PVI pada lengkung parabola vertikal tidaklah seperti PI pada
lengkungan horizontal yang dalam banyak hal masih bisa dipasang
langsung di lapangan. Titik PVI adalah titik model yang tidak mungkin di
pasang di lapangan.
Patok ketinggian pada parabola vertikal adalah ketinggian renacana arah
vertikal pada sumbu alignment horizontal. Oleh karena itu masih harus
dihitung data lainnya agar bentuk bangunan rute bisa dipasang di
lapangan. Pada perencanaan jalan, ketinggian pada lengkung vertikal
parabola adalah ketinggian permukaan perkerasan - misalnya aspal,
sehingga dengan menggunakan tipikal perkerasan jalan harus dihitung
dan dipasang patok-patok petunjuk batas dan tinggi timbunan ataupun
galian pada muka sub-grade, titik batas dan tinggi muka sub-base dari
muka subgrade, titik batas dan tinggi muka basecoarse dari muka sub-
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
88
base, titik batas dan tinggi muka perkerasan dari muka basecoarse, titik
batas dan tinggi muka bahu jalan. Pemasangan patok-patok batas dan
ketinggian ini dipasang pada arah potongan melintang tegak lurus arah
sumbu horizontal. Dengan analogi yang sama berlaku untuk rel, saluran
irigasi dan sungai.
Pematokan pada sumbu arah vertikal dilakukan dua tahap,
pertama hitungan tinggi titik pada permukaan sumbu dan kedua hitungan
tinggi titik-titik dan jaraknya dari sumbu sesuai dengan bentuk rencana
potongan melintang sumbu di stasion tersebut. Hitungan pada arah
penampang melintang juga harus digambarkan pada gambar penampang
melintang tanah yang ada (existing) untuk menghitung kuantitas
pekerjaan. Gambar ini juga membantu untuk pegangan bagi pelaksana di
lapangan.
6.4 Superelevasi Dan Pelebaran Pada Lengkungan.
6.4.1 Superelevasi:
Superelevasi merupakam upaya untuk melawan gaya sentrifugal
yang mengarah ke luar pada suatu belokan. Pengangkatan bagian luar
dimaksudkan agar pembelokan - pada jalan misalnya - terasa nyaman
dan aman. Superelevasi diberikan secara sedikit demi sedikit – linier
(gradual), sepanjang lengkungan horizontal.
Pada lengkungan S-C-S, superelevasi menaik sedikit demi sedikit dari
normal pada TS hingga maksimum pada SC dan konstan terus ke CS
serta sedikit demi sedikit menurun hingga normal di ST.
Misal pada suatu jalan mempunyai kemiringan potongan tipikal muka
jalan permukaan perkerasan normal - e% dan superelevasi + E%, maka:
a. Bagian luar diangkat sedikit demi sedikit linier dari - e% pada TS dan
maksimum + E% pada SC.
b. Tentukan stasion tempat bagian kemiringan luar menjadi 0% dan
+ e%,
c. Kemiringan bagian dalam tetap -e% hingga stasion bagian luar
menjadi + e%,
d. Kemudian keduanya menaik/menurun hingga +E%/-E% di SC,
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
89
e. Setelah itu konstan + E%/-E% dari SC hingga CS,
f. Dari CS menurun/menaik kebalikan dari langkah a, b, c, d hingga
normal -e% di bagian luar / dalam di ST.
Pada lengkungan horisontal circle saja, diberikan transisi seakan-akan
mempunyai bagian perubahan seperti pada S-C-S dan diberikan
superelevasi seperti pada S-C-S.
Gambar 6.8: Diagram superelevasi jalan pada lengkung horisontal S-C-S.
6.4.2 Pelebaran
Pada rute jalan, pelebaran pada lengkung horizontal dibuat untuk
memberikan ruang gerak kendaraan pada waktu membelok dan
memberikan jarak pandang bebas bagi pengemudi.
Pelebaran diberikan pada bagian dalam lengkungan. Pada S-C-S
pelebaran diberikan secara sedikit demi sedikit dari 0 pada TS hingga
maksimum pelebaran + m meter pada SC dan konstan hingga CS serta
menurun sedikit demi sedikit kembali 0 pada ST. Pada C saja, pelebaran
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
90
diberikan seolah-olah ada bagian transisi yang mendahului dan
mengakhiri C dengan bagian tangen.
Gambar 6.9: Diagram pelebaran jalan pada lengkung horisontal S-C-S.
6.5. Penampang
Penampang merupakan gambar irisan tegak. Bila pada peta
topografi bisa dilihat bentuk proyeksi tegak model bangunan, maka pada
gambar penampang bisa dilihat model potongan tegak bangunan dalam
arah memanjang ataupun melintang tegak lurus arah potongan
memanjang. Bisa dipahami bahwa gambar penampang merupakan
gambaran dua dimensi dengan elemen unsur jarak (datar) dan
ketinggian. Unsur-unsur rupa bumi alamiah ataupun unsur-unsur buatan
manusia yang ada dan yang akan dibuat disajikan dalam gambar
penampang. Pada gambar penampang dibuat dan disajikan rencana dan
rancangan bangunan dalam arah tegak. Skala horizontal pada gambar
penampang umumnya lebih kecil dibandaing skala tegak.
Pengukuran penampang bisa dilakukan dengan mode teristris,
fotografis ataupun ekstra teristris. Tergantung pada jenis pekerjaan dan
kondisi medannya, pengukuran penampang bisa dilakukan dengan cara
langsung ataupun tidak langsung menggunakan alat sipat datar,
theodolite atau alat sounding untuk pengukuran pada daerah berair yang
dalam.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
91
6.5.1 Penampang memanjang
Penampang memanjang umumnya dikaitkan dengan rencana dan
rancangan memanjang suatu rute jalan, rel, sungai atau saluran irigasi
misalnya. Irisan tegak penampang memanjang mengikuti sumbu rute.
Pada rencana jalan, potongan memanjang umumnya bisa diukur
langsung dengan cara sipat datar kecuali pada lokasi perpotongan
dengan sungai, yaitu potongan memanjang jalan merupakan potongan
melintang sungai.. Pada perencanaan sungai, potongan memanjang
umumnya tidak diukur langsung tetapi diturunkan dari data ukuran
potongan melintang.
Skala jarak horizontal gambar penampang memanjang mengikuti
skala peta rencana rute sedangkan gambar skala tegak (ketinggian)
dibuat pada skala 1 : 100 atau 1 : 200. Gambar potongan memanjang
suatu rute umumnya digambar pada satu lembar bersama-sama dengan
peta rencana alignment horizontal rute.
Gambar potongan memanjang pada perencanaan rute digunakan untuk
merencanakan alignment vertikal rute.
6.5.2 Penampang melintang
Penampang melintang merupakan gambar irisan tegak arah tegak
lurus potongan memanjang. Gambar penampang melintang secara rinci
menyajikan unsur alamiah dan unsur rancangan sehingga digunakan
sebagai dasar hitungan kuantitas pekerjaan.
Penampang melintang umumnya diukur selebar rencana melintang
bangunan ditambah daerah penguasaan bangunan atau hingga sejauh
jarak tertentu di kanan dan kiri rute agar bentuk dan kandungan elemen
rupa bumi cukup tersajikan untuk informasi perencanaan. Data ukuran
penampang melintang juga umum digunakan sebagai data
penggambaran peta totografi sepanjang rute.
Cara pengukuran penampang melintang bisa menggunakan alat
sipat datar, theodolite atau menggunakan echo sounder untuk sounding
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
92
pada tempat berair yang dalam. Pada pengukuran potongan melintang
sungai bisa dipahami bahwa sumbu sungai tidak selalu merupakan
bagian terdalam sungai. Data lain yang harus disajikan pada potongan
melintang sungai adalah ketinggian muka air terendah dan ketinggian
muka air tertinggi atau banjir.
Dalam skala horisontal dan vertikal gambar penampang
melintang selalu dibuat dalam skala besar 1 : 100 / 1 : 100, 1 : 200
atau 1 : 100 atau 1 : 200 / 1 : 200.
6.5.3 Penampang melintang baku
Pada perencanaan rute juga dikenal gambar penampang
melintang baku - PMB (typical cross section), yaitu bakuan rancangan
melintang yang menunjukkan struktur rancangan arah melintang. PMB
jalan misalnya, menunjukkan tebal struktur perkerasan jalan, cara
penggalian dan penimbunan serta sarana drainase kanan/kiri jalan (side
ditch) bila diperlukan. Tergantung dari jenis tanah maka akan ada
beberapa tipe potongan normal.
Gambar 6.10: Potongan tipikal jalan normal.
Ketinggian sumbu pada permukaan tipe potongan normal adalah
ketinggian rencana arah vertikal. Berdasarkan tipe potongan normal yang
digunakan, dibuat gambar konstruksi melintang sehingga kelihatan
bentuk gambar konstruksi selengkapnya sesuai keadaan muka tanah
setempat.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
93
Gambar konstruksi pada potongan melintang ini harus dipatok di
lapangan untuk dikerjakan dan digunakan sebagai dasar hitungan volume
pekerjaan.
VII. PENGUKURAN JALAN DAN PENGAIRAN
Pengukuran dan pemetaan rute dimaksudkan untuk membahas
penerapan pengukuran dan pemetaan rute dalam bidang rekayasa teknik
sipil, khususnya jalan dan pengairan. Kajian lebih banyak mengacu pada
terapan praktis berdasarkan bakuan yang diterbitkan oleh bekas
Departemen Pekerjaan Umum (PU).
7.1 Pengukuran dan Pemetaan Jalan
Survai jalan meliputi pengukuran dan pemetaan untuk
perencanaan dan pengembangan, perancangan, pelaksanaan
pembangunan dan pemeliharaan jalan. Perhatikan pada Gambar 7.1
berikut, pengukuran dan pemetaan khusus untuk perencanaan jalan baru
dimulai pada tahapan rencana pendahuluan menggunakan peta
skala 1 : 50 000. Pada tahapan sebelumnya menggunakan peta dasar
rupa bumi (topografi) dan peta-peta lainnya yang sudah tersedia.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
94
Pengukuran Pelaksanaan Penempatan patok patok sumbu, patok patok silang , sipat datar profil dan sipat datar melintang , pengukuran lokasi, pengukuran untuk penempatan rangka pengarah untuk teknik sipil.
Rencana Pelaksanaan Penentuan terakhir garis sumbu dengan menggunakan peta topografi skala 1 : 5.00 sampai 1 : 1.000, yang dibuat dengan fotogrametri dan lain lain, pembuatan potongan memanjang, penentuan lebar jalan dan lebar tanah ; garis sumbu , sudut sudut persilangan , jari jari belokan , panjang panjang tangent , panjang panjang belokan , dan lain lain tercantum dalam peta planimetri.
Gambar penempatan garis sumbu dan titik titik kontrol, membuat potongan memanjang dan lain lain dengan menggunakan peta topografi , peta fotogrametri dengan skala 1 : 5.000Rencana Pendahuluan
Pengukuran pendahuluan
Gambar lokasi route dengan menggunakan peta topografi , peta penggunaan tanah, peta geologi dan lain lain dengan skala 1 : 25.000 sampai 1 : 50.000Rencana Kasaran
Penyelidikan ekonomi, sosial dan teknis
Rencana pengembangan jaringan jalan
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
95
Gambar 7.1: Tahapan program perencanaan dan pengembangan jalan.(Disalin dari Suyono Sosrodarsono).
Gambar 7.2: Gambar rencana alignment horisontal jalan.(Disalin dari Suyono Sosrodarsono.)
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
96
Gambar 7.3: Contoh gambar rencana alinyemen vertikal jalan.(Disalin dari Suyono Sosrodarsono).
Pemetaan skala besar 1 : 1 000 yang meliputi pembuatan peta
topografi, pematokan, pengukuran penampang dan pengukuran sekitar
bangunan khusus – misalnya jembatan, dilakukan untuk membuat
rancangan detil jalan. Susunan peta dan gambar pada tahapan ini adalah
peta topografi sekitar route dan penampang memanjang pada satu
lembar gambar, sedangkan gambar penampang melintang digambar
tersendiri. Gambar ini kemudian dilengkapi dengan gambar rencana
alinyemen horizontal dan vertikal – termasuk potongan melintang tipikal
sesuai kondisi tanah lokasi.
Pada tahap pelaksanaan, gambar rancangan detil dipatok ulang ke
lapangan. Bila tidak ada penyimpangan yang berarti, maka tidak perlu
dilakukan revisi. Tetapi bila ditemui perubahan yang cukup berarti, maka
dilakukan perubahan rancangan alinyemen horizontal. Setelah dianggap
tidak perlu ada perubahan lagi, dilanjutkan dengan pematokan
setiap 25 m dan pengukuran penampang memanjang dan melintang. Bila
rancangan alinyemen vertikal sudah sesuai keadaan saat konstruksi, CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
97
maka digambarkan potongan melintang rencana jalan berdasarkan
bentuk - bentuk potongan tipikal yang disepakati untuk diterapkan.
Berdasarkan gambar penampang ini dihitung volume pekerjaan.
Contoh skala peta dan gambar untuk pekerjaan jalan tahap perancangan
rinci:
Jenis Peta atau Gambar Skala Catatan
Pengukuran dan pemetaan rancangan rinci.
Peta planimetri 1 : 500 s/d 1 : 1 000
Peta sepanjang rute, pengukuran berbasis sumbu jalan
Potongan memanjangsetiap 50 m.
H = skala planV 1 : 100
Perancangan alinyemen vertikal.
Potongan melintang H/V 1 : 100 Volume perkerjaan
Pengukuran dan pemetaan untuk pelaksanaan
Sama seperti pada tahap perancangan rinci, hanya pengukuran penampang melintang dibuat lebih rapat.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
98
Gambar 7.4: Penampang melintang pada berbagai tipikal konstrusi jalan.
(Dialih dan dikembangkan berdasarkan Hickerson.)
7.2 Pengukuran dan Pemetaan Pengairan
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
99
Survai pengairan adalah survai untuk water resource engineering
and management, sehingga akan mencakup dari kawasan sumber air
hingga kawasan hilir di sekitar pantai. Objek yang diukur dan dipetakan
bisa meliputi sistem sungai, waduk dan bendungan, saluran irigasi dan
bangunan sarana - prasarana pengairan lainnya. Jenis pengukurannya
dengan anggapan peta dasar sudah tersedia, meliputi pemetaan topografi
skala 1 : 10 000 atau lebih besar hingga pengukuran untuk pelaksanaan
pekerjaan. Departemen Pekerjaan Umum, sekarang menjadi
Kementerian Negara Pekerjaan Umum, pada tahun 1986 menerbitkan
buku Standar
Perencanaan Irigasi yang meliputi:
Kriteria Perencanaan:
KP - 01: Kriteria Perencanaan - Bagian Perencanaan Jaringan Irigasi
KP - 02: Kriteria Perencanaan -Bagian Bangunan Utama
KP - 03: Kriteria Perencanaan -Bagian Saluran
KP - 04: Kriteria Perencanaan -Bagian Bangunan
KP - 05: Kriteria Perencanaan -Bagian Petak Tersier
KP - 06: Kriteria Perencanaan -Bagian Parameter Bangunan
KP - 07: Kriteria Perencanaan -Bagian Standar Penggambaran
Bangunan Irigasi:
BI - 01: Tipe Bangunan Irigasi
BI - 02: Standar Bangunan Irigasi
Persyaratan Teknis:
PT - 01: Persyaratan Teknis - Bagian Perencanaan Jaringan Irigasi
PT - 02: Persyaratan Teknis - Bagian Pengukuran
PT - 03: Persyaratan Teknis - Bagian Penyelidikan Geoteknik
PT - 04: Persyaratan Teknis - Bagian Penyelidikan Model Hidrolis.
Pada PT - 02 mencakup:
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
100
Bagian I : Pemotretan Udara Vertikal,
Bagian II : Pembuatan Peta Ortofoto,
Bagian III : Peta Garis Fotogrametris,
Bagian IV : Pemetaan Situasi Teristris Skala 1 : 5 000,
Bagian V : Pemetaan Situasi Teristris Skala 1 : 2 000,
Bagian VI : Pengukuran Sungai dan Lokasi Bendung,
Bagian VII : Pengukuran Trase Saluran Sistem Situasi,
Bagian VIII : Pengukuran Trase Saluran Sistem IP,
Bagian IX : Pengukuran Trase Saluran Tersier,
Bagian X : Pengukuran Situasi Lahan Bangunan Khusus
Persyaratan - persyaratan yang tercakup dalam PT-02 ini
mengutamakan pemetaan skala besar. Foto udara yang digunakan
berskala 1 : 10 000 dan peta serta gambar-gambar yang dihasilkan
berskala 1: 5 000. Sehingga PT - 02 disusun untuk pembuatan peta dan
gambar pada tahapan pekerjaan kajian kelayakan dan perencanaan
untuk pelaksanaan.
Kajian survey dan pemetaan dalam PT - 02 mencakup persyaratan
pengadaan data secara fotogrametris untuk pembuatan peta topografi
jenis ortofoto hingga pengukuran rincikan cara teristris untuk
perencanaan saluran tersier. Pengukuran dan pemetaan dimulai dengan
cara pembuatan dan ketentuan ketelitian kerangka, cara pengukuran dan
pemetaan rinci, cara perekaman data, cara pengolahan, cara penyajian
dan ketentuan dokumentasi. Contoh persyaratan - persyaratan
pengukuran dan pemetaan dalam PT-02:
Bench Mark:
BM merupakan titik rujukan dan pemeriksaan posisi horizontal (KDH) dan
vertikal (KDV) pengukuran dan pemetaan. Sepanjang rute sungai dan
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
101
saluran, BM dipasang setiap interval 2,5 km. BM terpasang dibuatkan
deskripsi.
Gambar 7.5: BM untuk pengukuran pengairan.(Disalin dari PT 02 PU)
Gambar 7.6: BM untuk pengukuran Embung Gunung Geni Probolinggo.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
102
Gambar 7.7: CP untuk pengukuran Embung Gunung Geni Probolinggo.
Poligon:
Poligon utama:
1. Poligon terikat sempurna,
2. Kesalahan penutup sudut lebih teliti atau sama dengan 10" n;
n = jumlah titik sudut,
3. Kesalahan penutup linier poligon (jarak) 1: 10 000.
Poligon cabang:
1. Poligon terikat sempurna pada poligon utama,
2. Kesalahan penutup sudut lebih teliti atau sama dengan:
- Poligon terikat sempurna pada poligon utama,
- Kesalahan penutup sudut lebih teliti atau sama dengan 20" n;
n = jumlah titik sudut,
3. Kesalahan penutup linier poligon (jarak) 1: 5 000.
Titik detil cara tachymetri:
Poligon pembantu:
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
103
1. Poligon pembantu terikat pada poligon utama atau poligon cabang,
2. Kesalahan penutup sudut lebih teliti atau sama dengan 24" n; n =
jumlah titik sudut,
3. Kesalahan penutup linier poligon (jarak) L 1: 2 000,
4. Kesalahan penutup ketinggian titik poligon pembantu L ± 10’’ Dkm mm.
Garis kontur:
1. Indeks kontur umumnya 5 m atau 10 m,
2. Interval 0,25 m pada daerah datar hingga 10 m pada daerah dengan
kecuraman > 20%.
Proyeksi peta: UTM
Kertas gambar:
1. Kertas gambar ukuran A1,
2. Wajah peta (50 cm x 80 cm),
3. Skala peta 1 : 2 000, 1 : 5 000, 1 : 10 000 dan 1 : 20 000.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
104
1 : 1000
Skala
SKALA : DIPERIKSA DIUSULKAN DISETUJUI
DIGAMBARPT. BANGUN DIPERIKSA DISETUJUI
Gambar 7.8: Contoh lembar peta ortofoto pengairan Perencanaan
Embung Gunung Geni
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
GAMBAR SITUASIRENCANA EMBUNG GUNUNG GENI
U
KETERANGAN :
LEGENDA :
JUDUL GAMBAR :
SITUASIRENCANA EMBUNG GUNUNG GENI
DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUMDIREKTORAT JENDRAL PENGEMBANGAN SUMBERDAYA AIRBAGIAN PELAKSANA KEGIATAN PEMBINAAN DAN PERENCANAANJL. RAYA MENGANTI SURABAYA
PEKERJAAN : EMBUNG GUNUNG GENI PROBOLINGGO:
NO. GAMBAR :
105
Gambar 7.9: Contoh lembar peta ortofoto pengairan.
(Disalin dari PT 02 PU)
Stasion rute:
1. Stasion atau patok kilometer dimulai dari bagian hilir sungai atau awal
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
106
bendung,
2. Patok kilometer di pasang sebelah kanan/kiri sungai ataupun saluran.
Penampang memanjang:
1. Penampang memanjang (PM) sepanjang sungai atau saluran,
2. PM menunjukkan kedalaman asli sumbu, bagian terdalam, tinggi muka
air terendah dan
tertinggi,
3. PM menunjukkan tinggi rencana muka air tertinggi, banjir, tinggi
tanggul kanan dan kiri,
4. PM dibuat berdasarkan data pengukuran penampang melintang,
5. Skala gambar H/V 1 : 2 000/1 : 200 atau 1 : 1 000/1 : 100.
Pengukuran penampang memanjang saluran dan sungai umumnya tidak
diukur tersendiri, tetapi merupakan bagian dari pengukuran penampang
melintang.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
107
Gambar 7.10: Potongan memanjang sungai.
(Disalin dari Suyono Sosrodarsono).
Penampang melintang:
1. Penampang melintang tegak lurus sumbu sungai atau saluran,
2. Penampang dilihat dari arah hilir,
3. Selang pengukuran setiap 25, 50 atau 100 m,
4. Skala gambar H/V 1 : 200/1 : 200, 1 : 200/1 : 100 atau 1 : 100/1 : 100.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
108
Gambar 7.11: Contoh tipe pengukuran panampang sungai.
(Disalin dari Suyono Sosrodarsono)
Gambar 7.12: Bentuk pengukuran titik tinggi/titik detil sungai.
(Disalin dari PT 02 PU)
Bangunan Khusus:
1. Bendung/waduk peta topografi skala 1 : 500,
2. Bangunan lainnya skala peta topografi skala 1 : 500 atau 1 : 200.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
M.W.L
DataranDataran
H.W.LBantaran Bantaran
Sejauh 300 m
Daerah Sungai
Sejauh 300 m
Cakupan pengukuran
L.W.L
Bila perlu dapat diperpanjang.
Bodem Sungai
109
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto , Eko , Pemetaan Kontur dan Pemodelan Spasial 3 Dimensi menggunakan Surfer, Penerbit ANDI, Yogyakarta ,2005
2. Purworhardjo, U.U., (1986), Ilmu Ukur Tanah Seri A, B, C Jurusan Teknik Geodesi ITB, Bandung.
3. Sosrodarsono, S. (1983), Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
4. Wongsotjitro, Soetomo, (1980), Ilmu Ukur Tanah, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
5. Wirshing,(1985), Teori dan Soal Pengantar Pemetaan – Terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1995.
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
110
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
111
CREATED BY: FEBRU D.H , BE PUBLISHED BY : BRANKAS-PENGETAHUAN.BLOGSPOT.COM
112