19
1 Teknik Elektro - Unhas BAB I PENDAHULUAN Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat mata dengan panjang gelombang sekitar 380750 nm. Pada bidang fisika, cahaya adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata maupun yang tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang disebut foton. Kedua definisi tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya secara bersamaan sehingga disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang disebut spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal dengan sebutan optika, merupakan area riset yang penting pada fisika modern. Studi mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik yang mempelajari besaran optik seperti: intensitas, frekuensi atau panjang gelombang, polarisasi dan fase cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar dilakukan dengan pendekatan paraksial geometris seperti refleksi dan refraksi, dan pendekatan sifat optik fisisnya yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi. Masing-masing studi optika klasik ini disebut dengan optika geometris (en:geometrical optics) dan optika fisis (en:physical optics). Pada puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran, sejak tahun 1838 oleh Michael Faraday dengan penemuan sinar katode, tahun 1859 dengan teori radiasi massa hitam oleh Gustav Kirchhoff, tahun 1877 Ludwig Boltzmann mengatakan bahwa status energi sistem fisik dapat menjadi diskrit, teori kuantum sebagai model dari teori radiasi massa hitam oleh Max Planck pada tahun 1899 dengan hipotesa bahwa energi yang teradiasi dan terserap dapat terbagi menjadi jumlahan diskrit yang disebut elemen energi, E.

iluminasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: iluminasi

1 Teknik Elektro - Unhas

BAB I

PENDAHULUAN

Cahaya adalah energi berbentuk gelombang elekromagnetik yang kasat

mata dengan panjang gelombang sekitar 380–750 nm. Pada bidang fisika, cahaya

adalah radiasi elektromagnetik, baik dengan panjang gelombang kasat mata

maupun yang tidak. Selain itu, cahaya adalah paket partikel yang disebut foton.

Kedua definisi tersebut merupakan sifat yang ditunjukkan cahaya secara

bersamaan sehingga disebut "dualisme gelombang-partikel". Paket cahaya yang

disebut spektrum kemudian dipersepsikan secara visual oleh indera penglihatan

sebagai warna. Bidang studi cahaya dikenal dengan sebutan optika, merupakan

area riset yang penting pada fisika modern.

Studi mengenai cahaya dimulai dengan munculnya era optika klasik yang

mempelajari besaran optik seperti: intensitas, frekuensi atau panjang gelombang,

polarisasi dan fase cahaya. Sifat-sifat cahaya dan interaksinya terhadap sekitar

dilakukan dengan pendekatan paraksial geometris seperti refleksi dan refraksi, dan

pendekatan sifat optik fisisnya yaitu: interferensi, difraksi, dispersi, polarisasi.

Masing-masing studi optika klasik ini disebut dengan optika geometris

(en:geometrical optics) dan optika fisis (en:physical optics).

Pada puncak optika klasik, cahaya didefinisikan sebagai gelombang

elektromagnetik dan memicu serangkaian penemuan dan pemikiran, sejak tahun

1838 oleh Michael Faraday dengan penemuan sinar katode, tahun 1859 dengan

teori radiasi massa hitam oleh Gustav Kirchhoff, tahun 1877 Ludwig Boltzmann

mengatakan bahwa status energi sistem fisik dapat menjadi diskrit, teori kuantum

sebagai model dari teori radiasi massa hitam oleh Max Planck pada tahun 1899

dengan hipotesa bahwa energi yang teradiasi dan terserap dapat terbagi menjadi

jumlahan diskrit yang disebut elemen energi, E.

Page 2: iluminasi

2 Teknik Elektro - Unhas

Pada tahun 1905, Albert Einstein membuat percobaan efek fotoelektrik,

cahaya yang menyinari atom mengeksitasi elektron untuk melejit keluar dari

orbitnya. Pada pada tahun 1924 percobaan oleh Louis de Broglie menunjukkan

elektron mempunyai sifat dualitas partikel-gelombang, hingga tercetus teori

dualitas partikel-gelombang.

Albert Einstein kemudian pada tahun 1926 membuat postulat berdasarkan

efek fotolistrik, bahwa cahaya tersusun dari kuanta yang disebut foton yang

mempunyai sifat dualitas yang sama. Karya Albert Einstein dan Max Planck

mendapatkan penghargaan Nobel masing-masing pada tahun 1921 dan 1918 dan

menjadi dasar teori kuantum mekanik yang dikembangkan oleh banyak ilmuwan,

termasuk Werner Heisenberg, Niels Bohr, Erwin Schrödinger, Max Born, John

von Neumann, Paul Dirac, Wolfgang Pauli, David Hilbert, Roy J. Glauber dan

lain-lain.

Era ini kemudian disebut era optika modern dan cahaya didefinisikan

sebagai dualisme gelombang transversal elektromagnetik dan aliran partikel yang

disebut foton. Pengembangan lebih lanjut terjadi pada tahun 1953 dengan

ditemukannya sinar maser, dan sinar laser pada tahun 1960. Era optika modern

tidak serta merta mengakhiri era optika klasik, tetapi memperkenalkan sifat-sifat

cahaya yang lain yaitu difusi dan hamburan.

Page 3: iluminasi

3 Teknik Elektro - Unhas

BAB II

METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode

perpustakaaa. Dimana, pada metode ini dilakukan :

- Pengumpulan data dari berbagai sumber

- Pengolahan data yang telah terkumpul

- Pemecahan masalah dengan beberapa hipotesis

- Pembahasan

- Penarikan kesimpulan

Page 4: iluminasi

4 Teknik Elektro - Unhas

BAB III

TEORI DASAR

Sebuah gedung, rumah atau tempat tinggal tentu sangat membutuhkan

pencahayaan di dalamnya, termasuk juga pencahayaan di luar rumah. Karena

dengan adanya pencahayaan ini maka fungsi rumah menjadi lengkap dan

penghuninya juga dapat menjalankan segala aktivitasnya tanpa gangguan

sedikitpun. Bayangkan, jika pada malam hari tiba-tiba lampu listrik padam dan

tidak ada pencahayaan sedikit pun, tentu sangat merepotkan segenap

penghuninya.

Peran cahaya di dalam dan luar ruang sangat penting. Selain memudahkan

kita beraktivitas, tata cahaya yang tepat juga bisa melahirkan atmosfer tertentu

yang kita inginkan. Untuk mengoptimalkan fungsinya, ada baiknya perencanaan

penerangan ruang disusun bersamaan dengan desain ruang.

Untuk bisa menerapkan tata cahaya dengan tepat, kita harus tahu betul

jenis ruang, kegiatan yang dilakukan di sana, juga bentuk dan model lampu yang

sesuai. Tata cahaya untuk kamar mandi,misalnya, tentu berbeda dari tata cahaya

di kamar tidur atau ruang kerja. Pengetahuan ini bukan saja melahirkan ruang

yang nyaman dan fungsional, namun juga memberikan kesempatan kepada kita

untuk menciptakan rumah hemat energi.

Umumnya pada instalasi penerangan rumah tinggal digunakan dua macam lampu

yaitu, lampu floresen dan lampu pijar.

a. Lampu Floresent

Dalam bidang penerangan, lampu fluorescent atau dikenal juga

dengan lampu TL telah digunakan secara luas baik di dalam industri

maupun digunakan oleh rumah tangga. Lampu jenis fluorescent atau

lampu TL merupakan jenis lampu yang paling banyak digunakan dari

semua jenis lampu yang mempunyai prinsip kerja yang sama yaitu

pelepasan muatan listrik.

Lampu fluorescent merupakan lampu jenis lampu yang cukup

efisien dalam mengubah energi listrik menjadi energi cahaya, terutama

Page 5: iluminasi

5 Teknik Elektro - Unhas

jika dibandingkan dengan lampu jenis kawat pijar. Tetapi dengan semakin

mahalnya harga energi listrik , akhir–akhir ini telah banyak diperkenalkan

lampu–lampu jenis fluorescent dengan berbagai bentuk dan ukuran yang

ternyata cukup hemat akan penggunaan energi listrik. Salah satunya adalah

lampu fluorescent dengan ballast kumparan berinti besi.

Lampu fluorescent adalah lampu dengan yang prinsip kerjanya

dalam mengubah energi listrik menjadi energi cahaya berdasarkan pada

berpendarnya radiasi ultra violet pada permukaan yang dilapisi dengan

serbuk fluorescent misalnya jenis phospor. Radiasi ultra violet akan terjadi

bilamana elektron–elektron bebas hasil dari emisi elektron pada elektroda

bertumbukan dengan atom–atom gas yang terdapat dalam tabung pelepas

muatan.

Agar elektroda–elektroda dapat memancarkan elektron, maka perlu

bagi elektroda untuk mendapatkan mekanisme pembantu proses tersebut.

Pada lampu fluorescent biasa, maka proses emisi elektron ini dilakukan

dengan proses pemanasan elektroda–elektroda terlebih dahulu, proses ini

dilakukan oleh alat yang kita kenal dengan nama starter (penganjak).

Untuk dapat menyala maka lampu tabung fluorescent memerlukan

tegangan yang cukup tinggi yaitu kurang lebih 400 Volt, jadi tegangan ini

jauh lebih tinggi dari tegangan jala–jala yang tersedia, oleh karena itu

fungsi starter selain membantu memanaskan elektroda, juga berfungsi

sebagai alat untuk menciptakan tegangan penyalaan bagi lampu.

Jika penyalaan telah selesai dilakukan, arus listrik akan mengalir

melalui tabung lampu fluorescent, dan karena tegangan pada starter lebih

besar sehingga bimetal pada starter akan terbuka. Oleh karena lampu

fluorescent memiliki karakteristik arus - tegangan negatif, artinya tegangan

pada lampu akan turun bila arus naik dan sebaliknya tegangan pada lampu

akan naik bila arus turun, maka setelah proses penyalaan berlangsung, arus

yang lewat pada tabung akan naik sampai tegangan kerja pada lampu

tercapai. Tegangan ini jauh lebih rendah dari tegangan jala–jala.

Page 6: iluminasi

6 Teknik Elektro - Unhas

Untuk memelihara tegangan kerja inilah maka pada lampu jenis

fluorescent digunakan alat bernama ballast. Fungsi utama dari ballast

adalah membatasi besar arus dan mengoperasikan lampu pada

karakteristik listrik yang sesuai.

Seperti yang telah dijelaskan didepan, lampu fluorescent banyak

digunakan oleh masyarakat karena apabila dibandingkan dengan lampu

jenis pijar, maka lampu jenis fluorescent tampak mempunyai efisiensi

yang lebih tinggi yaitu dengan besar daya yang sama, diperoleh kuat

penerangan yang lebih besar, selain itu pada lampu jenis pijar, banyak

energi listrik yang diubah menjadi energi panas saja.

Walaupun lampu jenis fluorescent mempunyai efisiensi lebih

tinggi dari pada lampu jenis pijar, tetapi lampu ini masih mempunyai

kerugian – kerugian yang cukup berarti yaitu :

Harga lebih mahal, hal ini tidak terlalu menjadi masalah, sebab

masih terjangkau oleh masyarakat kalangan tertentu. Memerlukan ballast,

dengan adanya ballast ini akan menimbulkan kerugian daya pada ballast

sendiri, yang kerugian cukup besar, dan juga rendahnya harga faktor kerja

( Cos φ ) karena pada lampu jenis fluorescent yang konvensional

digunakan ballast jenis induktor ( kumparan ).

Karena semakin mahalnya energi listrik, maka dimulailah beberapa

cara untuk menghemat energi listrik, sehingga semakin banyak misalnya

digunakan lampu – lampu jenis tabung fluorescent karena dianggap lebih

efisien dalam mengubah energi listrik menjadi energi cahaya, tetapi

Page 7: iluminasi

7 Teknik Elektro - Unhas

kendala timbul setelah digunakan dalam jumlah yang banyak dan beban

yang cukup besar mengakibatkan menurunya faktor daya sumber yang

berakibat tidak tercapainya jumlah beban dan jumlah daya tersedia dari

sumber, akibatnya penggunaan lampu jenis ini akan menurunkan jumlah

daya yang tersedia dari sumber, juga kesulitan lain berupa sulit menyala

dengan normal pada saat terjadi beban puncak dan menurunya tegangan

sumber.

Untuk mengatasi hal ini maka penggunaan lampu jenis fluorescent

yang tetap dapat dioperasikan seimbang antara jumlah beban (jumlah

lampu) dengan jumlah daya yang tersedia dari sumber. Dengan kata lain

kita berusaha agar daerah atau rentangan beban (lampu TL) yang masuk

pada sistem mempunyai faktor daya lebih tinggi mendekati faktor daya

dari sumber agar tercapai efisiensi penggunaan daya listrik, sehingga akan

sama atau mendekati sama antara daya nominal beban dengan daya

nominal sumber.

b. Lampu Pijar

Lampu pijar adalah sumber cahaya buatan yang dihasilkan melalui

penyaluran arus listrik melalui filamen yang kemudian memanas dan

menghasilkan cahaya. Kaca yang menyelubungi filamen panas tersebut

menghalangi udara untuk berhubungan dengannya sehingga filamen tidak

akan langsung rusak akibat teroksidasi.

Lampu pijar dipasarkan dalam berbagai macam bentuk dan tersedia untuk

tegangan (voltase) kerja yang bervariasi dari mulai 1,25 volt hingga

300 volt. Energi listrik yang diperlukan lampu pijar untuk menghasilkan

cahaya yang terang lebih besar dibandingkan dengan sumber cahaya

buatan lainnya seperti lampu pendar dan diode cahaya, maka secara

bertahap pada beberapa negara peredaran lampu pijar mulai dibatasi.

Page 8: iluminasi

8 Teknik Elektro - Unhas

Konstruksi

Komponen utama dari lampu pijar adalah bola lampu yang terbuat dari

kaca, filamen yang terbuat dari wolfram, dasar lampu yang terdiri dari filamen,

bola lampu, gas pengisi, dan kaki lampu.

1. Bola lampu

2. Gas bertekanan rendah

(argon, neon, nitrogen)

3. Filamen wolfram

4. Kawat penghubung ke kaki

tengah

5. Kawat penghubung ke ulir

6. Kawat penyangga

7. Kaca penyangga

8. Kontak listrik di ulir

9. Sekrup ulir

10. Isolator

11. Kontak listrik di kaki

tengah

Bola lampu

Selubung gelas yang menutup rapat filamen suatu lampu pijar disebut dengan bola

lampu. Macam-macam bentuk bola lampu antara lain adalah bentuk bola, bentuk

jamur, bentuk lilin, dan bentuk lustre. Warna bola lampu antara lain yaitu bening,

warna susu atau buram, dan warna merah, hijau, biru, atau kuning.

Gas pengisi

Pada awalnya bagian dalam bola lampu pijar dibuat hampa udara namun

belakangan diisi dengan gas mulia bertekanan rendah seperti argon, neon, kripton,

Page 9: iluminasi

9 Teknik Elektro - Unhas

dan xenon atau gas yang bersifat tidak reaktif seperti nitrogen sehingga filamen

tidak teroksidasi. Konstruksi lampu halogen juga menggunakan prinsip yang sama

dengan lampu pijar biasa, perbedaannya terletak pada gas halogen yang digunakan

untuk mengisi bola lampu.

Kaki lampu

Dua jenis kaki lampu adalah kaki lampu berulir dan kaki lampu bayonet

yang dapat dibedakan dengan kode huruf E (Edison) dan B (Bayonet), diikuti

dengan angka yang menunjukkan diameter kaki lampu dalam milimeter seperti

E27 dan E14.

Operasi

Pada dasarnya filamen pada sebuah lampu pijar adalah sebuah resistor.

Saat dialiri arus listrik, filamen tersebut menjadi sangat panas, berkisar antara

2800 derajat Kelvin hingga maksimum 3700 derajat Kelvin. Ini menyebabkan

warna cahaya yang dipancarkan oleh lampu pijar biasanya berwarna kuning

kemerahan. Pada temperatur yang sangat tinggi itulah filamen mulai

menghasilkan cahaya pada panjang gelombang yang kasatmata. Hal ini sejalan

dengan teori radiasi benda hitam.

Indeks renderasi warna menyatakan apakah warna obyek tampak alami

apabila diberi cahaya lampu tersebut dan diberi nilai antara 0 sampai 100. Angka

100 artinya warna benda yang disinari akan terlihat sesuai dengan warna aslinya.

Indeks renderasi warna lampu pijar mendekati 100.

Foto yang sangat diperbesar dari filamen lampu pijar 200 Watt.

Page 10: iluminasi

10 Teknik Elektro - Unhas

Lampu putus

Karena temperatur kerja filamen lampu pijar yang sangat tinggi, lambat laun akan

terjadi penguapan pada filamen. Variasi pada resistansi sepanjang filamen akan

menciptakan titik-titik panas pada posisi dengan nilai resistansi tertinggi. Pada

titik-titik panas tersebut filamen wolfram akan menguap lebih cepat yang

mengakibatkan ketebalan filamen akan semakin tidak merata dan nilai resistansi

akan meningkat secara lokal; ini akan menyebabkan filamen pada titik tersebut

meleleh atau menjadi lemah lalu putus. Variasi diameter sebesar 1% akan

menyebabkan penurunan umur lampu pijar hingga 25%.

Selain menyebabkan putusnya lampu, penguapan filamen wolfram juga

menyebabkan penghitaman lampu. Elemen wolfram yang menguap pada lampu

pijar akan mengendap pada dinding kaca bola lampu dan membentuk efek hitam.

Lampu halogen menghambat proses ini dengan proses siklus halogen.

Efisiensi

Efisiensi lampu atau dengan kata lain disebut dengan efikasi luminus adalah nilai

yang menunjukkan besar efisiensi pengalihan energi listrik ke cahaya dan

dinyatakan dalam satuan lumen per Watt. Kurang lebih 90% daya yang digunakan

oleh lampu pijar dilepaskan sebagai radiasi panas dan hanya 10% yang

dipancarkan dalam radiasi cahaya kasat mata.

Pada tegangan 120 volt, nilai keluaran cahaya lampu pijar 100W biasanya adalah

1.750 lumen, maka efisiensinya adalah 17,5 lumen per Watt. Sementara itu pada

tegangan 230 volt seperti yang digunakan di Indonesia, nilai keluaran bolam

100W adalah 1.380 lumen atau setara dengan 13,8 lumen per Watt. Nilai ini

sangatlah rendah bila dibandingkan dengan nilai keluaran sumber cahaya putih

"ideal" yaitu 242,5 lumen per Watt, atau 683 lumen per Watt untuk cahaya pada

panjang gelombang hijau-kuning di mana mata manusia sangatlah peka. Efisiensi

yang sangat rendah ini disebabkan karena pada temperatur kerja, filamen wolfram

meradiasikan sejumlah besar radiasi inframerah.

Page 11: iluminasi

11 Teknik Elektro - Unhas

Pada tabel di bawah ini terdaftar tingkat efisiensi pencahayaan beberapa jenis

lampu pijar biasa bertegangan 120 volt dan beberapa sumber cahaya ideal.

Page 12: iluminasi

12 Teknik Elektro - Unhas

BAB IV

ANALISIS PERHITUNGAN

1. Metode titik demi titik

Metode ini hanya berlaku untuk cahaya langsung, tidak memperhitungkan

cahaya pantulan, dan sumber cahaya dianggap satu titik, serta mempunyai

syarat sebagai

berikut :

a. Dimensi sumber cahaya dibanding dengan jarak sumber cahaya ke bidang

kerja tidak boleh lebih besar dari 1 dibanding 5.

b. Berdasarkan diagram pola intensitas cahaya. Panjang jari-jari dari 0 ke

suatu titik dari grafik menyatakan intensitas cahaya. kearah itu dalam suatu

candela. Setiap gambar biasanya dilengkapi dengan data yang menunjukan

nilai dalam lumen / cd. (misal 500 lumen / cd ; 1000 lumen / cd ; 2000

lumen /cd dan seterusnya). Diagram penyebaran intensitas cahaya ini ada

yang berbentuk simetris dan tidak simetris. Untuk yang simetris biasanya

hanya digambarkan setengahnya saja. Diagram yang menunjukan

karakteristik-karakteristik lampu dan armatur ini, dapat diperoleh pada

buku katalog dari pabrik yang memproduksinya.

Page 13: iluminasi

13 Teknik Elektro - Unhas

Intensitas cahaya sebuah lampu sebanding dengan fluks cahaya lain, nilai-

nilai yang diberikan dalam diagram masih harus dikalikan dengan jumlah

lumen lampu tersebut. Dalam gambar diatas intensitas cahayanya = 1000

lumen, jika pada armaturnya diberi lampu 1.500 lumen, maka pada sudut

60o intensitas cahayanya : 1.500/1.000 x 140 cd = 210 cd.

c. Hanya ada satu sumber cahaya yang akan diperhitungkan pada saat itu.

d. Bidang kerja yang diberi penerangan harus berdimensi kecil.

e. Daerah yang sumber cahaya dan bidang kerjanya bebas dari permukaan

yang memantulkan cahaya (refleksi cahaya tidak diperhitungkan).

Untuk setiap titik yang berjarak sama dari sumber cahaya (dengan arah

cahaya pada sudut normal), maka besar intensitas penerangannya akan

selalu sama dan membentuk diagram melingkar. Jika ada dua titik lampu

dengan jarak sama ke suatu target, maka total intensitas penerangannya

sekitar dua kalinya.

2. Metode Lumen

Metode lumen adalah menghitung intensitas penerangan rata-rata pada bidang

kerja. Fluks cahaya diukur pada bidang kerja, yang secara umum mempunyai

tinggi antara 75 – 90 cm diatas lantai. Besarnya intensitas penerangan (E)

bergantung dari jumlah fluks cahaya dari luas bidang kerja yang dinyatakan

dalam lux (lx).

E = F / A

Keterangan :

E : Intensitas penerangan (lux)

F : Fluks cahaya (luman)

A : Luas bidang kerja (m2)

Tidak semua cahaya dari lampu mencapai bidang kerja, karena ada

yang di pantulkan (faktor refleksi = r), dan diserap (faktor absorpsi = a) oleh

dinding, plafon dan lantai. Faktor refleksi dinding (rw) dan faktor refleksi

Page 14: iluminasi

14 Teknik Elektro - Unhas

plafon (rp) merupakan bagian cahaya yang dipantulkan oleh dinding dan

langit-langit / plafon yang kemudian mencapai bidang kerja. Faktor refleksi

bidang kerja (rm) ditentukan oleh refleksi lantai dan refleksi dinding antara

bidang kerja dan lantai secara umum, nilai rm = 0,10 (jika rm tidak diketahui,

maka diambil nilai rm 0,10)

Faktor refleksi dinding / langit-langit untuk warna :

- Warna Putih = 0,80

- Warna sangat muda = 0.70

- Warna muda = 0,50

- Warna sedang = 0.30

- Warna gelap = 0,10

3. Metode Zonal Cafity

Metode “ Zonal Cavity “ untuk menhitung jumlah pencahayaan yang

diperlukan agar mencapai tingkat pencahayaan tertentu adalah teknik yang

sangat berguna, khususnya ketika seseorang mendesain penerangan ruang pada

umumnya agar ruang tersebut terang merata. Walaupun demikian, perlu dicatat

bahwa tingkat pencahayaan tertentu dapat dilakukan melalui berbagai macam

kombinasi penyinaran. Pilihan jenis penyinaran apa yang digunakan dan

bagaimana sumber cahaya tersebut diatur harus didasarkan tidak hanya pada

kebutuhan penglihatan saja, tetapi juga pada sifat ruang yang sedang diterangi

dan aktivitas pemakainya. Desain pencahayaan tidak hanya harus mampu

memenuhi kebutuhan kuantitas cahaya yang dibutuhkan tetapi juga

kualitasnya.

Tata letak penyinaran dan pola cahaya yang dipancarkan harus berkoordinasi

dengan gambaran arsitektur dari ruang dan pola-pola penggunaanya. Oleh

karena mata kita mencari obyek yang paling terang dan kontras yang paling

kuat dalam bidang pandangannya, koordinasi ini sangat penting dalam

perencanaan pencahayaan lokal atau kegunaan tertentu.

Page 15: iluminasi

15 Teknik Elektro - Unhas

Demi tujuan perencanaan komposisi visual dari suatu desain pencahayaan,

sumber cahaya dapat dianggap berbentuk sebuah titik, garis, bidang atau

volume. Jika sumber cahaya ditutup dari pandangan kita, maka bentuk cahaya

dan rupa dari permukaan yang disinari harus dipertimbangkan. Apakah pola

sumber cahaya standar atau bervariasi, desain pencahayaan harus seimbang

dengan komposisinya, menyediakan sentuhan ritme yang tepat, dan

memberikan penekanan pada hal-hal yang memang penting.

4. Metode Day Light

Umumnya metode day light mengacu pada Luminansi Langit. Luminansi

langit dalam aplikasinya pada berbagai perhitungan pencahayaan alami dibagi

dalam tiga jenis kondisi langit, yakni : Langit Mendung (Overcast Sky),

Langit Cerah (Clear Sky) dan Langit Berawan (Intermediate Sky). Nilai relatif

luminansi langit dari masing-masing kondisi langit dapat dihitung dengan

menggunakan rumus-rumus berikut:

- Langit Mendung (Overcast Sky)

P.Moon dan D.E.Spencer (1942) mengajukan konsep tentang distribusi

luminansi langit untuk kondisi langit mendung sebagai dasar untuk

perancangan pencahayaan alami. Luminansi langit (L Ɵ ) pada suatu sudut

tertentu dengan elevasi di atas horizon (Ɵ) dapat ditentukan dengan rumus

sebagai berikut:

L Ɵ /Lz = (1 + k sin Ɵ )/(1 + k) (1)

dimana k adalah nilai konstan dari refleksi permukaan tanah dengan nilai 2

untuk permukaan normal (sekitar 10%) dan nilai 1 untuk permukaan

bersalju (refleksi sekitar 80%) dan Lz adalah luminansi langit pada titik

zenit. CIE (Komisi Luminansi International) mengadopsi formula dari

Moon-Spencer (dengan k = 2, tanpa k = 1) sebagai standar langit mendung

pada tahun 1955. Nilai relative distribusi luminansi langit untuk kondisi

langit mendung adalah nilai relatif luminansi dari suatu elemen langit (L

Page 16: iluminasi

16 Teknik Elektro - Unhas

roc ) yang dihitung sebagai rasio terhadap luminansi zenit dari ketinggian

dari elemen langit (Ɵ) dengan rumus sebagai berikut:

Lroc (Ɵ) = (1+2 sin Ɵ)/3 (2)

- Langit Cerah (Clear Sky)

CIE (1965) telah menyetujui kesepakatan awal internasional tentang nilai

rata-rata distribusi luminansi langit cerah sebagaimana formula yang

diajukan oleh Kittler (1965):

Selanjutnya CIE mengadopsi formula dari Kittler dan menetapkan sebagai

Standar Langit Cerah (CIE Standard Clear Sky) pada tahun 1973

sebagaimana dalam Publikasi CIE No. 22 tahun 1973 tentang nilai relatif

distribusi luminansi langit untuk kondisi langit cerah. Nilai tersebut adalah

nilai luminansi relatif pada suatu elemen langit (L rcl) yang dihitung

sebagai rasio terhadap luminansi zenit dari ketinggian matahari ketinggian

elemen langit dan jarak antara matahari dan elemen langit. Formula

tersebut adalah :

Page 17: iluminasi

17 Teknik Elektro - Unhas

- Langit Berawan (Intermediate Sky)

Nilai relatif distribusi luminansi langit berawan diajukan oleh Nakamura

dkk. (1974) dari suatu pengukuran data yang kontinyu dan disimpulkan

bahwa di beberapa area sekitar tropis banyak ditemukan kondisi langit

antara langit mendung dan langit cerah dengan nilai yang berbeda. Nilai

tersebut adalah nilai luminansi relatif pada suatu elemen langit (L) yang

dihitung sebagai rasio terhadap luminansi zenit dari ketinggian matahari

(gs-a|) (Lrin), zenit dari ketinggian elemen langit (g) dan jarak antara

matahari dan elemen langit (z). Formula tersebut adalah sebagai berikut :

- Rasio Awan

Rasio awan (Cv, Ce) adalah perbandingan antara nilai luminansi global

(Evg) dan nilai luminansi diffus (Evd) atau perbandingan antara nilai

radiasi global (Eeg) dan nilai radiasi diffuse (Eed). Dengan nilai rasio

Page 18: iluminasi

18 Teknik Elektro - Unhas

awan, frekuensi terjadinya masing-masing kondisi langit (cerah, berawan

dan mendung) dapat ditetapkan.

Page 19: iluminasi

19 Teknik Elektro - Unhas

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Peran cahaya di dalam dan luar ruang sangat penting. Selain memudahkan

kita beraktivitas, tata cahaya yang tepat juga bisa melahirkan atmosfer tertentu

yang kita inginkan. Untuk mengoptimalkan fungsinya, ada baiknya perencanaan

penerangan ruang disusun bersamaan dengan desain ruang.

Efisiensi lampu atau dengan kata lain disebut dengan efikasi luminus

adalah nilai yang menunjukkan besar efisiensi pengalihan energi listrik ke cahaya

dan dinyatakan dalam satuan lumen per Watt. Kurang lebih 90% daya yang

digunakan oleh lampu pijar dilepaskan sebagai radiasi panas dan hanya 10% yang

dipancarkan dalam radiasi cahaya kasat mata.

b. Saran

Pencahayaan untuk rumah tinggal baiknya dikonsultasikan kepada ahlinya,

dalam hal ini arsitektur atau seorang teknisi listrik. Hal ini dilakukan agar

pencahayaan di rumah tinggal dapat kita manfaatkan secara efisien dan tepat.