36
IMMUNOMODULATOR, IMUNOSUPRESAN, IMUNOSTIMULAN IMMUNOMODULATOR 1. PENDAHULUAN Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral. Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini disebut paramunitas, dan zat berhubungan dengan penginduksi disebut paraimunitas. Induktor semacam ini biasanya tidak atau sedikit sekali kerja antigennya, akan tetapi sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada imunitas. Sel tujuan adalah makrofag, granulosit, limfosit T dan B, karena induktor paramunitas ini bekerja menstimulasi mekanisme pertahanan seluler. Mitogen ini dapat bekerja langsung maupun tak langsung (misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon atau enzim lisosomal) untuk meningkatkan fagositosis mikro dan makro (Gambar 1). Mekanisme pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling berpengaruh. Dalam hal ini pengaruh pada beberapa sistem pertahanan mungkin terjadi, hingga mempersulit penggunaan imunomodulator, dalam praktek. Gambar 1.mekanisme stimulant imun non spesifik Karakteristika imunomodulator dan metode penguji Aktivitas suatu senyawa yang dapat merangsang sistem imun tidak tergantung pada ukuran molekul tertentu. Efek ini dapat diberikan baik oleh senyawa dengan berat molekul yang kecil maupun oleh senyawa polimer. Karena itu usaha untuk mencari senyawa semacam ini hanya dapat dilakukan dengan metode uji imunbiologi saja. Metode pengujian yang dapat dilakukan adalah metode in vitro dan in vivo, yang akan mengukur pengaruh senyawa kimia terhadap fungsi dan kemampuan sistem mononuklear, demikian pula kemampuan

Immuno Modulator

Embed Size (px)

DESCRIPTION

test

Citation preview

IMMUNOMODULATOR, IMUNOSUPRESAN, IMUNOSTIMULAN

IMMUNOMODULATOR

1. PENDAHULUAN

Imunomodulator adalah senyawa tertentu yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh baik secara spesifik maupun non spesifik, dan terjadi induksi non spesifik baik mekanisme pertahanan seluler maupun humoral. Pertahanan non spesifik terhadap antigen ini disebut paramunitas, dan zat berhubungan dengan penginduksi disebut paraimunitas. Induktor semacam ini biasanya tidak atau sedikit sekali kerja antigennya, akan tetapi sebagian besar bekerja sebagai mitogen yaitu meningkatkan proliferasi sel yang berperan pada imunitas. Sel tujuan adalah makrofag, granulosit, limfosit T dan B, karena induktor paramunitas ini bekerja menstimulasi mekanisme pertahanan seluler. Mitogen ini dapat bekerja langsung maupun tak langsung (misalnya melalui sistem komplemen atau limfosit, melalui produksi interferon atau enzim lisosomal) untuk meningkatkan fagositosis mikro dan makro (Gambar 1). Mekanisme pertahanan spesifik maupun non spesifik umumnya saling berpengaruh. Dalam hal ini pengaruh pada beberapa sistem pertahanan mungkin terjadi, hingga mempersulit penggunaan imunomodulator, dalam praktek.

Gambar 1.mekanisme stimulant imun non spesifik

Karakteristika imunomodulator dan metode penguji

Aktivitas suatu senyawa yang dapat merangsang sistem imun tidak tergantung pada ukuran molekul tertentu. Efek ini dapat diberikan baik oleh senyawa dengan berat molekul yang kecil maupun oleh senyawa polimer. Karena itu usaha untuk mencari senyawa semacam ini hanya dapat dilakukan dengan metode uji imunbiologi saja. Metode pengujian yang dapat dilakukan adalah metode in vitro dan in vivo, yang akan mengukur pengaruh senyawa kimia terhadap fungsi dan kemampuan sistem mononuklear, demikian pula kemampuan terstimulasi dari limfosit B dan T.

Metode uji aktivitas imunomoduator yang dapat digunakan,yaitu:

1. Metode bersihan karbon ("Carbon-Clearance")

Pengukuran secara spektrofluorometrik laju eliminasi partikel karbon dari daerah hewan. Ini merupakan ukuran aktivitas fagositosis.

2. Uji granulosit

Percobaan in vitro dengan mengukur jumlah sel ragi atau bakteri yang difagositir oleh fraksi granulosit yang diperoleh dari serum manusia. Percobaan ini dilakukan di bawah mikroskop.

3. Bioluminisensi radikal

Jumlah radikal 02 yang dibebaskan akibat kontak mitogen dengan granulosit atau makrofag, merupakan ukuran besarnya stimulasi yang dicapai.

4. Uji transformasi limfosit T

Suatu populasi limfosit T diinkubasi dengan suatu mitogen. Timidin bertanda ( 3 H) akan masuk ke dalam asam nukleat limfosit 1. Dengan mengukur laju permbentukan dapat ditentukan besarnya stimulasi dibandingkan dengan fitohemaglutinin A (PHA) atau konkanavalin A (Con A).

Persyaratan imunomodulator

Menurut WHO, imunomodulator haruslah memenuhi persyaratan berikut:

1. Secara kimiawi murni atau dapat didefinisikan secara kimia.2. Secara biologik dapat diuraikan dengan cepat.3. Tidak bersifat kanserogenik atau ko-kanserogenik.4. Baik secara akut maupun kronis tidak toksik dan tidak mempunyai efek samping farmakologik yang merugikan.5. Tidak menyebabkan stimulasi yang terlalu kecil ataupun terlalu besar.

Dasar fungsional paramunitas (menurut A. Mayr)

1. Terjadinya peningkatan kerja mikrofag dan makrofag serta pembebasan mediator.2. Menstimulasi limfosit (yang berperan pada imunitas tetapi belum spesifik terhadap antigen tertentu), terutama mempotensiasi proliferasi dan aktivitas limfosit.3. Mengaktifkan sitotoksisitas spontan.4. Induksi pembentukan interferon tubuh sendiri.5. Mengaktifkan faktor pertahanan humoral non spesifik (misalnya sistem komplemen properdin-opsonin).6. Pembebasan ataupun peningkatan reaktivitas limfokin dan mediator atau aktivator lain.7. Memperkuat kerja regulasi prostaglandin.

IMUNOSUPRESAN

Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker.

Respon imun

Pada mahkluk tingkat tinggi seperti hewan vertebrata dan manusia, terdapat dua sistem

pertahanan (imunitas), yaitu imunitas nonsepesifik (innate immunity) dan imunitas spesifik ( adaptive imunity).

1. Imunitas nonspesifik

Merupakan mekanisme pertahanan terdepan yang meliputi komponen fisik berupa keutuhan kulit dan mukosa; komponen biokimiawi seperti asam lambung, lisozim, komploment ; dan komponen seluler nonspesifik seperti netrofil dan makrofag. Netrofil dan makrofag melakukan fagositosis terhadap benda asing dan memproduksi berbagai mediator untuk menarik sel-sel inflamasi lain di daerah infeksi. Selanjutnya benda asing akan dihancurkan dengan mekanisme inflamasi.

2. Imunitas spesifik

Memiliki karakterisasi khusus antara lain kemampuannya untuk bereaksi secara spesifik dengan antigen tertentu; kemampuan membedakan antigen asing dengan antigen sendiri (nonself terhadap self) ; dan kemampuan untuk bereaksi lebih cepat dan lebih efesien terhadap antigen yang sudah dikenal sebelumnya. Respon imun spesifik ini terdiri dari dua sistem imun , yaitu imunitas seluler dan imunitas humoral. Imunitas seluer melibatkan sel limposit T, sedangkan imunitas humoral melibatkan limposit B dan sel plasma yang berfungsi memproduksi antibodi.

Aktivitas respon imun spesifik

Aktivitas sistem imun spesifik memerlukan partisipasi kelompok sel yang disebut sebagai antigen presenting sel

Indikasi imunosupresan

Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.

1. transplantasi organ2. penyakit autoimun3. pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus

Prinsip umum terapi imunosupresan

Prinsip umum penggunaan imunosupresan untukmencapai hasil terapi yang optimal adalah sebagai berikut:

1. Respon imun primer lebih mudah dikendalikan dan ditekan dibandingkan dengan respon imun sekunder. Tahap awal respon primer mencakup: pengolahan antigen oleh APC, sintesis limfokin, proliferasi dan diferensiasi sel-sel imun. Tahap ini merupakan yang paling sensitif terhadap obat imunosupresan. Sebaliknya, begitu terbentuk sel memori, maka efektifitas obat imunosupresan

akan jauh berkurang.2. Obat imunosupresan memberikan efek yang berbeda terhadap antigen yang berbeda. Dosis yang dibutuhkan untuk menekan respon imun terhadap suatu antigen berbeda dengan dosis untuk antigen lain.3. Penghambatan respon imun lebih berhasil bila obat imunosupresan diberikan sebelum paparan terhadap antigen. Sayangnya, hampir semua penyakit autoimun baru bisa dikenal setelah autoimuitas berkembang, sehingga relatif sulit di atasi.

IMUNOSTIMULAN

Imunostimulan ditunjukan untuk perbaikan fungsi imun pada kondisi-kondisi imunosupresi. Kelompok obat ini dapat memperngaruhi respon imun seluler maupun humoral. Kelemahan obat ini adalah efeknya menyeluruh dan tidak bersifat spesifik untuk jenis sel atau antibodi tertentu. Selain itu efekumumnya lemah. Indikasi imunostimulan antara lain AIDS, infeksi kronik, dan keganasan terutama yang melibatkan sistem lifatik. (Widianto B Matildha. 1987)

1. TERAPI HERBAL IMUNOMODULATOR

Nigella sativa L

Gambar 2. Jinten hitam (Nigella sativa L)

Diambil dari www.bh-froe.com/ZC/images/nigella%20sativa.jpg

1. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Ranunculales

Suku : Ranunculaceae

Marga : Nigella

Jenis : Nigella sativa

Nama umum/dagang: Jinten hitam

Nama umum : jinten ireng (Jawa), kalonji (India), Haba-ul-sauda (Arab), Black cumin (Ingris) (Anonim.2000 dan Gillani Anwar-ul Hassan dkk.2004)

4. Kandungan kimia

Biji jinten hitam mengnadung volatil oil yang berwarna kuning (22,7%), asam amino seperti albumin, globulin, lysin, leucin, isoleusin, valin, glysin, alanin phenylalanin, arginin, asparginin, cystine, glutamic acid, aspartic acid, isoleusin, prolin, serin, treonin, tryptopan, dan tyrosin, gula redusi, musilago, alkaloid, asam organik, tannin, resin, glukosida toksik, metarbin gykosida saponin, melanthin menyerupai helleborin, melanthiginin, abu, air dan asam arabik. Dalam biji juga ditemukan lemak, serat, mineral seperti Fe, Na, Cu, Zn, P,Ca dan vitamin seperti asam ascorbic, thiamin, niacin, piridoksin, dan asam folat.

Biji jinten hitam mengandung ester asam lemak: seperti asam palmitat, asam oleik, asam linoleik, dan asam dehidro stearik, terpenoid, alkohol alpipatik, dan ά-β-hidroksiketon tidak jenuh, sterol bebas, steril ester, steril glukosida dan glukosida steryl terasetilasi. Alkaloid yang telah diisolasi yaitu nigelliene, alkaloid isoquinolin,, nigellimin, dan alakaloid indazol, nigellidine. Juga mengandung lipase, phytosterol dan β-sitosterol.

Kandungan aktif biji jinten mencakup volatil oil yang terdiri dari carvone, keton tidak jenuh, terpen atau d-limonen yang dikenal dengan carvene, ά-pinen dan p- cymene. Kandungan aktif secara farmakologi pada volatile oil adalah thymoquinone, ditymoquinone, thymohidroquinone, dan thymol. Kandungan thmoquinone tertinggi sebesar 57,78% dimana air diberikan selama 12 hari. (Gillani Anwar-ul Hassan dkk, 2004)

Imunisupresan

1.      Pengertian Imunosupresan

Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan respon imun seperti

pencegah penolakan transpalansi, mengatasi penyakit autoimun dan mencegah hemolisis rhesus

dan neonatus. Sebagain dari kelompok ini bersifat sitotokis dan digunakan sebagai antikanker.

Immunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan aktivitas sistem imun dengan jalan

interaksi di berbagai titik dari sistem tersebut. Titik kerjanya dalam proses-imun dapat berupa

penghambatan transkripsi dari cytokin, sehingga mata rantai penting dalam respon-imun

diperlemah. Khususnya IL-2 adalah esensial bagi perbanyakan dan diferensial limfosit, yang

dapat dihambat pula oleh efek sitostatis langsung. Lagi pula T-cells bisa diinaktifkan atau

dimusnahkan dengan pembentukan antibodies terhadap limfosit.

Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu, transplanatasi organ, penyakit

autoimun, dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.

2.      Mekanisme Kerja dan Pilahan Obat Imunosupresan

Kerja obat imunosupresan berdasarkan penghambatan/supresi reaksi umum secara dini.

Pada gambar 48-3 menunjukkan tempat kerja obat imunosupresan dalam mengatasi Selain

dengan obat, imunosupresi dapat juga diperoleh dengan memanipulasi jumlah Ag dan Ab dalam

tubuh. Penggunaan imunosupresan bertujuan untuk mendapatkan toleransi spesifik (terarah),

yaitu toleransi terhadap suatu antigen tertentu saja. Alasan dikehendakinya suatu toleransi

spesifik, dan bukan umum, ialah karena toleransi umum dapat membahayakan individunya;

khusunya memudahkan timbulnya penyakit infeksi berat. Tetapi sayangnya toleransi spesifik

seringkali sulit dicapai. Perlu dimengerti bahwa bila Ag masih terdapat dalam tubuh, reaksi

imunologik akan muncul kembali dengan penghentian pemberian imunosupresan.

Efek imunosupresi dapat dicapai dengan salah satu cara berikut: (1) Menghambat proses

fagositosis dan pengolahan Ag menjadi Ag imunogenik oleh makrofag; (2) Menghambat

pengenalan Ag oleh sel limfoid imunokompeten; (3) Merusak sel limfoid imunokompeten; (4)

Menekan diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, sehingga tidak terbentuk sel plasma

penghasil Ab, atau sel T yang tersensitisasi untuk respons imun selular; dan (5) Menghentikan

produksi Ab oleh sel plasma, serta melenyapkan sel T yang tersensitisasi yang telah terbentuk.

Beberapa imunosupresan mempengaruhi berbagai reaksi respons imun, umpamanya reaksi

inflamasi.

Secara praktis, di klinik penggunaan obat imunosupresan berdasarkan waktu

pemberiannya. Untuk itu respons imun dibagi dalam dua fase. Fase pertama adalah fase

induksi, yang meliputi: (1) Fase pengolahan Ag oleh makrofag, dan pengenalan Ag oleh limfosit

imunokompeten; (2) Fase proliferasi dan diferensiasi sel B dan sel T, masing-masing untuk

respons imun humoral dan selular. Fase kedua: fase produksi, yaitu fase sintesis aktif Ab dan

limfokin.

Berdasarkan fase-fase tersebut di atas, imunosupresan dibagi dalam tiga kelas.

Imunosupresan kelas I harus diberikan sebelum fase induksi, yaitu sebelum terjadi

perangsangan oleh Ag. Jadi kerjanya adalah merusak limfosit imunokompeten (limfolitik).

Contohnya: alkilator radiomimetic dan kortikosteroid (sinar X juga bekerja pada fase ini). Jika

diberikan setelah terjadi perangsangan oleh Ag, biasanya tidak diperoleh efek imunosupresif

sehingga respons imun dapat berlanjut terus.

Imunosupresan kelas II adalah yang harus diberikan dalam fase induksi; biasanya satu

atau dua hari setelah perangsangan oleh Ag berlangsung. Obat golongan ini bekerja

menghambat proses diferensiasi dan proliferasi sel imunokompeten, misalnya antimetabolit. Jika

diberikan sebelum adanya perangsangan oleh Ag, umumnya tidak memperlihatkan efek

imunosupresif; malahan sebaliknya, beberapa obat tersebut justru dapat meningkatkan respons

imun, umpamanya azatioprin dan metotreksat. Bagaimana mekanisme terjadinya hal yang

disebut belakangan belum diketahui dengan pasti.

Imunosupresan kelas III memiliki sifat imunosupresan kelas I maupun kelas II. Jadi

golongan ini dapat menghasilkan imunosupresi bila diberikan sebelum maupun sesudah adanya

perangsangan oleh Ag.

Pilahan imunosupresan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Kelas I Kelas II Kelas IIIBusulfanL-MelfalanD-MelfalanGlukokortikoid:

D.  PrednisonE.   PrednisolonF.   Glukokortikoid lainnya

Mitomisin CKolkisinFitohemaglutininSinar-X

KlorambusilMetotreksatAzatioprin6-Merkaptopurin (6-MP)Sitarabin (ARA-C)5-Bromo-deoksiuridin (5-BUdR)5-Fluoro-deoksiuridin (5-FUdR)5-Fluorourasil (5-FU)Vinblastin (VBL)Vinkristin (VCR)Siklosporin*

SiklofosfamidProkarbazin

*paling efektif bila diberikan bersamaan dengan antigen

Dari obat yang tertera dalam tabel tersebut hanya beberapa saja yang telah lazim digunakan

sebagai imunosupresan, yaitu: (1) alkilator: siklofosfamid dan klorambusil; (2) antimetabolit:

aztioprin dan 6-merkaptopurin (analog purin), metotreksat (analog folat); (3) kortikosteroid:

prednisolon, prednison; dan (4) siklosporin.

Obat yang digunakan sebagai imunosupresan sebagian besar termasuk dalam golongan

obat kelas II, contohnya azatioprin, 6-merkaptopurin, klorambusil dan metotreksat. Efek utama

obat kelompok ini ialah menghancurkan sel yang sedang berproliferasi, maka tahap proliferasi

dan diferensiasi umumnya merupakan fase yang lebih sensitif daripada tahap lainnya. Obat-obat

ini paling efektif diberikan beberapa hari setelah berlangsungnya stimulasi Ag yaitu pada periode

dengan sensitivitas maksimal.

Imunosupresan kelas III yang telah banyak digunakan sampai kini hanyalah

sikolofosfamid. Efek imunosupresif dapat diperoleh bila diberikan sebelum maupun sesudah

berlangsungnya stimulasi Ag, tetapi efek ini terkuat pada pemberian beberapa hari setelah

stimulasi Ag berlangsung.

Golongan imunosupresan kelas I yang telah digunakan sampai kini hanyalah

glukokortikoid, khususnya prednisolon dan prednison.

3.      Obat-obat Imunosupresan

AZATIOPRIN

Nama Generik : Imustrum

Nama Dagang : Erlimpeks

Golongan : B

Per 5 ml : prebiotik 500 mg, colostrum bovine 250 mg, curcuminoid 2 mg, bubuk dha 32 mg,

lysine hci 100 mg, vit b1 3 mg, vit b2 phosphate 2 mg, vit b6 5 mg, vit b12 5 mcg, panthenol 3

mg, nicotinamide 5 mg, vit a 2000 iu, vit d 200 iu, zn (sebagai zn sulfat 7h20) 5 mg.

Indikasi : Suplemen suplemen nutrisi dan multi vitamin untuk menjaga sistem imun dan kesehatan fungsi

pencernaan pada anak.

: Anak : 4-12 tahun 10 ml 1x /hari 1-4 Tahun 5 ml 1x/hari

Km : Sir 60 Ml Rp.20.000,-

KOLSISIN

ORECOLFAI Fahrenheit K

Kolsisin 0,5 mg. In: lihat dosis. Ki: penyakit saluran kemih dan jantung parch, hipersensitif,

diskrasia dash, wanita hamil. Es: kemungkinan peningkatan toksisitas i kolsisin pads kasus

disfungsi hati hares dipertimbangkan, kelemahan otot, meal, muntah, nyeri perut atau diare,

urtikaria, anemia aplastik, agranulositosis, dermatitis, purpura, alopesia, pada dosis toksik

menyebabkan diare bent, kerusakan umum pembuluh, dan kerusakan ginjal t disertai hematoria

dan oliguria. Ds: artritis gout, arthritis akut: dasis awal, 4,5-1,2 mg; diikute dengan 0,5 mg i

setiap 2 jam sampai rasa sakit hilang. Serangan akut: 4 ; 8 mg. Propfilaksis gout: pencegahan, 0,5

mg diberikan' sekali seminggu sampai sekali sehari, km: dos 3x10 tablet rp. 16.500,-

METOTREKSAT

ETHOTREXATE Kalbe Farma K

Metotreksat. In: koriokarsinoma gestasional, korioadenoma destruens, mola hidatiform.

Profilaksis leukemia meningeal pada leukemia limfositik akut & sebagai terapi pemeliharaan

dalam kombinasi dengan antikanker lain. Terapi leukemia meningeal. Sebagai terapi tunggal

atau kombinasi untuk kanker payudara, kanker epidermoid kepala & leher, kanker paru stadium

lanjut (terutama jenis sel kecil & sel skuamosa). Sebagai terapi kombinasi untuk limfoma non

hodgkin stadium lanjut. Terapi simtomatik psoriasis berat. Ki: wanita hamil dan menyusui.

Alkoholisme, penyakit hati alkoholik, atau penyakit hati kronis lainnya. Pasien dg diskrasia

darah. Hipersensitivitas terhadap metotreksat. Perh: pantau toksisitas sumsum tulang, hati, paru,

ginjal. Hati-hati pd pasien dg kerusakan fungsi ginjal, ascites, atau efusi pleura. Hati-hati

penggunaan bersama ains. Io: preparat asam folat dapat menurunkan respon terapi. Pemberian

bersama trimetoprim/sulfametoksazol pernah dilaporkan terjadi peningkatan efek samping-

supresi sumsum tulang. Dosis:. Koriokarsinoma & penyakit trofoblastik sejenis: 15-30 mg/hari

i.m. Selama 5 had. Ulangi 3-5 kali dengan periode istirahat selama e" 1 minggu. Karsinoma

payudara: 40 mg/mz i.v. Pada had ke-1 & 8. Terapi induksi leukemia: 3,3 mg/mz dalam

kombinasi dengan 60 mgjmz, diberikan tiap hari. Methotrexate diberikan'bersama antineoplastik

lain untuk terapi pemelihara6n, diberikan 2 kali/minggu setiap 14 had. Leukemia meningeal:

200-500 mcg/kgbb intratekal, interval 2-5 had. Psoriasis: 10-25 mg/minggu i.m/i.v. Dosis

tunggal. Es,.supresi sumsum tulang & toksisitas gastrointestinal. Dlare. Umfoma malignan.

Stomatitis ulseratif, leukoperiamual, ketidaknyaman abdominal. Malaise, fatigue, ,demam &

menggigil, penurunan ketahanan terhadap infeksi. Jangka panjang: hepatotoksisitas, fibrosis,

sirosis. Km: injeksi 50 mg/2 ml vial rp.55.000.

METHOTREXATE 50 MG/ 2 ML DBL Tempo SP, DBL K

Metotreksat 5 mg/2 ml; 50 mg/2 ml tiap vial. In: kemoterapi antineoplastik. Km: dos 5 vial 5

mg/2 ml rp. ', 54.250,-; 5 vial 50 mg/2 ml rp. 135.550,

METHOTREXATE Delta West Pharmacia K

Metotreksat 25 mg/ml injeksi dalam 20 ml/2 ml landan steril, isotonik, bebas zat pengawet; 100

mg/ml dalam larutan steril, isotonik, bebas zat pengawet. In: terapi kanker payudara,

koriokarsinoma, korioademona destruen, dan hidatidiform mole. Ki. Gangguan fungsi ginjal,

gizi buruk, gangguan hati atau paru. Perh: harus diberikan oleh dokter pengalaman, pasien harus

diberitahu efek toksik clan bahaya obat; jangan diberikan pada wanita hamil clan menyusui. Es:

intoksikasi kulit, darah, sistem urogenital, saluran cerna dan fungsi syaraf. Ds: koriokarsinoma

clan penyakit tropoblastik yang sama: 15-30 mg im tiap had selama 5 had; seluruh gejala

toksikasi harus sudah hilang, sebelum dimulai paket berikut, biasanya diperlukan 3-5 paket;

kanker payudara 10-60 mg/mi, biasanya diberikan bersama dengan obat sitosis lain; leukemia 3,3

mg/m2 secara oral bersama dengan 60 mg/mz prednison. Km: 1 vial 50 mg/2 ml rp. 68.180,-

TEXORATE Fahrenheit K

Metotreksat 2,5 mg/tablet. In: artritis reumatoid, molahidatidosa, psiroasis, km: dos 100 tablet

SIKLOFOSFAMID

CYCLOPHOSPHAMIDE KALBE FARMA K

Cyclophosphamide. In: Karsinoma paru, karsinoma payudara, karsinoma ovarium.

Limfogranulomatosis maligna, limfosarkoma, sarcoma sel retikulum, leukemia serta myeloma

multiple. KI: Penyakit sumsum tulang, hipersensitivitas, sistitis hemoragik, wanita hamil &

menyusui. Perh: leukopenia, trombositopenia, infiltrasi sel tumor pada sumsum tulang, pernah

diterapi dengan agen sitotoksik lainnya atau radioterapi, kerusakan fungsi hati/ginjal. Dapat

memicu sterilitas permanen pada anak-anak. Hitung sel darah harus dipantau selama terapi. ES:

Mual, muntah. Depresi sumsum tulang (leucopenia, trombositopenia). Amenorrhea,

azospermia, sistitis haemorrhagik steril. Alopecia. Fibrosis & karsinoma kandung kemih pernah

dilaporkan pada penggunaan jangka panjang. Disfungsi hati, hiperpigmentasi, ulkus oral. Ds:

Regimen dosis individual. Dosis rendah 80-240 mg/m2 permukaan tubuh (2-6 mg/kgBB) dosis

tunggal per minggu i.v. atau dosis terbagi secara oral. Dosis menengah: 400-600 mg/m2 (10-15

mg/kgBB) dosis tunggal per minggu i.v. Dosis tinggi: 800-1600 mg/m2 20-40 mg/kgBB) dosis

i.v, interval 10-20 hari. Km: Injeksi 200 mg vial Rp. 112.000; Injeksi 1000 mg vial Rp. 300.000;

Tablet salut gula 50 mg botol 28’s Rp. 100.000.

CYTOXAN BRISTOL-MYERS SQUIBB K

Siklofosfamid 200 mg/vial injeksi. In: Keganasan pada sumsum tulang dan jaringan limfoid,

adenokarsinoma ovarium, neuroblastoma, retinoblastoma, kanker paru dan payudara. ES:

Neoplasia sekunder, leukemia, anoreksia, mual dan muntah, alopesia, interstitial pulmonary

fibrosis dan kardiotoksisitas. Km: Dos vial 200 mg Rp. 77.000,-

ENDOXAN BAXTER ONCOLOGY/TRANSFARMA K

Siklofosfamid 200 mg; 500 mg; 1 g/vial injeksi; 50 mg/tablet. In: Karsinoma dan sarcoma

(leukemia, limfogranulomatosis, limfosarkoma, retotelial sarkoma, multiple myeloma, mammary

carcinoma, ovarian carcinoma). KI: Kerusakan fungsi sumsum tulang yang parah, trimester

pertama kehamilan,sistitis. ES: Dosis tinggi dapat mengakibatkan leukositopenia,

trombositopenia dan anemia. Ds: Injeksi iv: Sehari 3-6 mg/kgBB. Tablet: Sehari 1-4 tablet (50-

200 mg). Km: Vial 200 mg Rp. 120.000; vial 500 mg Rp. 262.000; vial 1 g Rp. 380.000; dos

100 tablet Rp. 390.000.

NEOSAR KALBE FARMA K

Siklofosfamid 50 mg/tablet; 200 mg; 1000 mg/ml injeksi. In: Antineoplastik. Km: Botol 25

tablet 50 mg Rp. 66.000,-; 1 vial 200 mg Rp. 60.500,-; 1 vial 1000 mg Rp. 225.500,-

SIKLOSPORINSANDIMMUN SANDOZ K

Siklosporin 100 mg/ml larutan obat minum; 25 mg; 50 mg; 100 mg/kapsul; 50 mg/ml konsentrat

infuse intravena (mengandung polyoxyethylated castor oil). In: Transplantasi organ (ginjal, hati

dan jantung). Km: 5x10 kapsul lunak 25 mg Rp. 694.240,-; 5x10 kapsul lunak 50 mg Rp.

1.248.485,-; 5x10 kapsul lunak 100 mg Rp. 2.339.900,-; botol 50 ml larutan obat minum 100

mg/ml Rp. 2.841.685,-; dos 10 ampul konsentrat infus intravena 50 mg/ml Rp. 332.380,-; 10

ampul konsentrat infus intravena 250 mg/ml Rp. 1.796.150,-

VINKRISTINKREBIN KALBE FARMA K

Vinkristin sulfat 1 mg; 2 mg/ml injeksi. In: Antineoplastik. Km: 1 vial 1 mg Rp. 117.000,-; 1

vial 2 mg Rp. 187.000,-

VINCRISTINE DELTA WEST PHARMACIA K

Vinkristin 1 mg/ml; 2 mg/2 ml injeksi. In: Terapi kombinasi pengobatan leukemia limpoblastik

akut (terutama pada anak), kanker limfa, rabdomiosarkoma, neuroblastoma, tumor Wilm,

sarkoma osteogenik, mikosis fungoides, sarkoma Ewing, kanker rahim atau payudara, malignan

melanoma, kanker paru dan tumor organ seks pada anak. Ds: Intravena: Anak, 1,5-2,0 mg/m2;

dewasa 0,4-1,4 mg/m2. Km: Vial 1 mg/ml Rp. 93.180,-; 2 mg/m2 ml Rp. 165.910,-

VINCRISTINE KALBE FARMA K

Vinkristin sulfat. In: Sebagai komponen kemoterapi kombinasi leukemia akut. Kombinasi

dengan kemoterapi lain untuk limfoma Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, neuroblastoma,

rhabdomyosarkoma, sarcoma osteogenik, sarkoma Ewing, mycosis fungoides, tumor Wilm,

karsinoma payudara, serviks paru. Terapi idiopathic trombocytopenic purpura yang refrakter

terhadap kortikosteroid dan spelenektomi. KI: Sindrom Charcot Marie-Tooth. Pasien yang

menerima terapi radiasi meliputi liver. Perh: Tidak boleh diberikan secara i.m. atau s.c. Hati-

hati terjadinya kompilkasi leucopenia. Hati-hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.

Disarankan tidak menyusui selama menggunakan obat ini. Sesuaikan dosis pada penderita

penyakit hati atau jaundice. ES: Neurotoksisitas, umumnya berupa neuropati perifer. Penurunan

reflex tendon dalam, parestesia perifer. Toksisitas autonom: konstipasi, ileus paralitik, gangguan

fungus saluran kemih, gangguan berkeringat, hipotensi ortostatik, kontraksi mioklonik.

Toksisitas sistem syaraf pusat. Alopesia. Mielosupresi jarang terjadi pada dosis lazim. Mual,

muntah, diare, stomatitis. IO: Allopurinol. Obat-obat yang bekerja pada sistem syaraf perifer.

Metotreksat. Ds: Dosis lazim: Anak-anak: 1,5-2 mg/m2. Dewasa: 0,4-1,4 mg/m2. Dapat

diberikan dengan infuse i.v. atau injeksi langsung selama 1 menit. Km: Injeksi 1 mg vial 1 ml

Rp. 101.200. Injeksi 2 mg vial 2 ml Rp. 195.000,-

B.     Hematologi

1.      Pengertian Hematologi

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari tentang marfologi darah dan jaringan

pembentuk darah. Hematinik adalah obat yang digunakkan merah.

2.      Contoh – Contoh Obat Hematologi

Antianemia Hipokromik

a.       Besi Dan Garam-Garamnya

FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan klorosis, anemia akibat defisiensi Fe.

Bangsa Yunani dan India telah menggunakan bahan-bahan yang mengandung Fe untuk

mendapatkan tentara yang kuat.

b.      Distribusi Dalam Tubuh

Tubuh manusia sehat mengandung ±3,5gr Fe yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan

kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organic, yaitu sebagai ikatan non ion dan

lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion. Kira-kira 70% dari Fe yang

terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang

nonesensial. Fe esensial ini terdapat pada (1) hemoglobin ±66% ; (2)mioglobin 3% ; (3) enzim

tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya sitikromoksidase, subsinil

dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%, dan (4) pada transferin 0,1%. Besi

nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%, dan

pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita hanya 200-400mg, sedangkan

pada pria kira-kira 1gr.

c.       Farmakokinetik

Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum ; makin ke distal

absorbsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah di absorbsi dalam bentuk fero. Transportnya

melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah di absorbsi akan di

ubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion fero akan masuk ke dalam plasma

dengan perantara transferin, atau di ubah menjadi feritin dan di simpan dalam sel mukosa usus.

Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru di serap akan segera di

angkut dari sel mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Absorbsi dapat di tingkatkan oleh

kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCL, sucsinat dan senyawa asam lain. Absorbsi ini meningkat

pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya eritropoesis.

Transport. Setelah di absorbsi, Fe dalam darah akan di ikat oleh transferin (siderifilin),

suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian di angkut ke berbagai jaringan, terutama ke

sumsum tulang dan depot Fe. Selain transferin, sel-sel reticulum dapat pula mengangkut Fe,

yaitu untuk keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.

Ekskresi. Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar

0,5-1mg/hari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang

berkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang di potong.

Pada wanita usia subur siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang di ekskresi sehubungan dengan haid

di perkirakan sebanyak 0,5-1mg/hari.

d.      Kebutuhan Besi

Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap pagi dipengruhi oleh berbagai factor. Faktor umur, jenis

kelamin (sehubungan dengan kehamilan dan laktasi pada wanita) dan jumlah darah dalam badan

(dalam hal ini Hb) dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadaan depot Fe memegang

peran yang penting pula. Dalam keadaan normal dapat diperkirakan bahwa seorang laki-laki

dewasa memerlukan asupan sebesar 10 mg, dan wanita memerlukan 12 mg sehari.sedangkan

wanita hamil dan menyusui di perlukan tambahan asupan 5 mg sehari. Bila kekurangan,

akibatnya timbul anemia defisiensi Fe. Hal ini dapat disebabkan oleh absorpsi yang jelek,

perdarahan kronik dan kebutuhan yang meningkat.

e.       Sumber Alam

Makanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100g) adalah hati,

jantung, kuning telur, ragi, kerang, kacang-kacangan dan buah-buahan kering tertentu. Makanan

yang mengandung besi dalam jumlah sedang (1-5 mg/100g) termasuk diantaranya daging, ikan,

unggas, sayun yang berwarna hijau dan biji-bijian. Sedangkan susu atau produknya, dan syuran

yang kurang hijau mengandung besi dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g).

f.       Efek Nonterapi

Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral, dan ini

sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan diabsorpsi pada tiap pemberian. Gejala

yang timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (±7-20%), konstipasi (±10%), diare (±5%)

dan kolik. Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi local pada tempat suntikan yaitu

berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan local pada pembesaran

kelenjar inguinal. Peradangan local sering sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV.

Selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada 0,5-0,8% kasus. Reaksi yang dapat terjadi

dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala, nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardi,

flushing, berkeringat, mual, muntah, bronkospasme, hipotensi, pusing, dan kolaps sirkulasi.

Sedangkan reaksi yang lebih sering timbul dalam ½ sampai 24 jam setelah suntikan misalnya

sinkope, demam, menggigil, rash, urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan dan

ensefalopatia.

Intoksikasi akut ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 gram. Kelainan utama

terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejala yang timbul

seringkali berua mual, muntah, diare, hematemesis, serta feses berwarna hitam karena

perdarahan pada saluran cerna, syok, dan akhirnya kolaps. Kardiovaskulardengan bahaya

kematian. Gejla keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah

beberapa jam meminum obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: Pertama-tama

diusahakan agar penderita muntah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat mengikat Fe

sebagai kompleks protein Fe. Intoksitasi menahun dapat mengakibatkan hemosiderosis.

Obat Lain

a.       Riboflavin

Riboflavin (vit. B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan flavin-adenin

dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavor-protein dalam

pernapasan sel. Anemia defisiensi Riboflavin banyak terdapat pada malnutrisi protein kalori, di

mana ternyata factor defisiensi Fe dan penyakit infeksi memegang peranan penyakit.

b.      Piridoksin

Vit. B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan heme.

Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada keadaan ini

absorpsi Fe meningkat, Fe-binding protein menjadi jenuh dan terjadi hiperteremia, sedangkan

daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.

c.       Cobalt

Defisiensi kobal belum pernah dilaporkan pada manusia. Kobalt dapat meningkatkan

jumlah hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberapa penderita dengan anemia refrakter,

seperti yang terdapat pada penderita talasemia, infeksi kronik atau penyakit ginjal tetapi

mekanisme yang pasti tidak diketahui.

d.      Tembaga

Hingga sekarang belum ada kenyataan yang menunjukkan pentingnya penambahan Cu

baik dalam makanan ataupun sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat jarang terjadi.

Antianemia Megaloblastik

Pembentukan eritrosit oleh tulang memerlukan sianokobalamin dan asam folat.

Kekurangan salah satu atau ke dua faktor ini dapat menyebabkan anemia disertai dengan

dilepasnya eritrosit muda ke sirkulasi (eritrosit dengan inti dan kekurangan B12 atau asam folat

yang disebabkan oleh kurangnya asupan, terganggunya absorbsi, terganggunya utilisasi,

meningkatnya kebutuhan, destruksi yang berkelebihan atau ekskresi yang meningkat). Defisiensi

sianokobalamin dapat menimbulkan anemia megaloblastik yang disertai gangguan neurologik.

a.       Sianokobalamin (Vit B12)

Sianokobalimin (vitamin B12) merupakan satu-satunya kelompok senyawa alam yang

mengandung unsur CO dengan struktur yang mirip derivat porfirin. Sianokobalamin yang aktif

dalam tubuh manusia adalah deoksiadenosil kobalamin dan metil kobalamin. Dengan demikian

sianokobalamin dan hidroksokobalamin yang terdapat dalam obat serta kobalamin air dalam

makanan harus diubah menjadi bentuk aktif ini.

1)      Fungsi Metabolik

Vitamin B12 bersama asam folat sangat penting untuk metabolisme intrasel. Pada

rangkaian reaksi ini vitamin B12 terdapat sebagai koenzim B12 yang aktif yaitu 5-

deoksiadenosilbalamin Silkobalamin dan metal kobalamin. Yang pertama merupakan unsure

penting dalam reaksi enzimatik di mitokondria, sedangkan metilkobalamin diperlukan sebagai

donor metil pada pembentukan metiolin dan derifatnya dari homosistein. Kelainan neurologi

pada defisiensi vitamin B12 diduga karena kerusakan pada sarung mielin.

2)      Defisiensi Vitamin B12

Defisiensi kobalamin ditandai dengan hematopoesis, gangguan neurologi, kerusakn sel

epitel, terutama epitel saluran cerna, dan debilitas umum. Defisiensi vitamin B12 pada orang

dewasa lebih sering disebabkan oleh gangguan reabsorbsinya, misalnya pada defisiensi vitamin

B12 yang klasik yang disebut anemia pernisiosa Addison. Pada penyakit tersebut terjadi

kegagalan sekresi factor intrinsic castle oleh sel parietal lambung yang berfungsi dalam absorbs

vitamin B12 di ileum.

3)      Kebutuhanvitamin B12

Kebutuhan vitamin B12 bagi orang sehat kira-kira 1 µg sehari yaitu sesuai dengan jumlah

yang diekskresi oleh tubuh. Setiap hari tubuh akan mengeluarkan 3-7 µg sehari kedalam saluran

empedu, sebagian besar akan di reabsorbsi melalui usus dan hanya 1 µg yang tidak direabsorbsi.

Pada anemia perniasiosa dimana factor intrinsic castle berkurang atau tidak ada, kebutuhan ini

akaan meningkat sebab apa yang dikeluarkan melalui saluran empedu tidak dapat direabsorbsi.

4)      Sumber Vitamin B12 Alami

Sumber asli satu-satunya untuk vitamin B12 adalah mikroorganisme. Bakteri dalam kolon

manusia juga membentukvitamin B12, tetapi tidak berguna untuk memenuhi kebutuhan individu

yang bersangkutan sebab absorbs vitamin B12 terutama berlangsung dalam ileum. Sumber untuk

memenuhi kebutuhan manusia adalah makanan hewani. Vitamin B12 dalam makanan manusia

juga terikat pada protein, tetapi akan dibebaskan pada proses proteolisis. Jenis makanan yang

kaya akan vitamin B12 adalah jeroan (hati, ginjal, jantung) dan kerang.

5)      Farmakokinetik

Absorbsi. Sianokobalamin diabsorbsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK.

Hidroksokobalamin dalam koenzim B12 lebih lambat di absorbs karena ikatannya yang lebih

kuat dengan protein.

Absorbsi dengan perantara FIC. Sangat penting dan sebagian besar anemia megaloblastik

disebabkan oleh gangguan mekanisme ini. FIC hanya mampu mengikat sejumlah 1,5-3 mcg

vitamin B12.kompleks ini masuk ke ileum dan disini melekat pada reseptor khusus disel mukosa

ileum untuk diabsorbsi. Intrinsic konsentrat (eksegen) yang diberikan bersama vitamin B12

hanya berguna untuk penderita yang kurang mensekresi FIC dan penderita menolak untuk

disuntik .

Absorbsi secara langsung, tidak begitu penting karena baru terjadi kadar B12 yang tinggi,

dan berlangsung secara difusi.

Transport, setelah diabsorbsi hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan

protein plasma. Sebagian besar terikat pada betaglobulin (transkobalamin II), sisanya terikat

pada alfaglikoprotein (transkobalamin I) dan interalfa glikoprotein (transkobalamin III).

C.    Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit

1.      Umur :

Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan berpengaruh

pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. Infant dan anak-anak lebih mudah

mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi

gangguan keseimbangan cairan dikarenakan gangguan fungsi ginjal atau jantung.

2.      Iklim

Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya rendah

memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat. Sedangkan

seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan cairan sampai dengan 5 L

per hari.

3.      Diet

Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elktrolit. Ketika intake nutrisi tidak

adekuat maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga akan serum albumin dan

cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan dalam proses

keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.

4.      Stress

Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan glykogen

otot. Mrekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga bila berkepanjangan

dapat meningkatkan volume darah.

5.      Kondisi Sakit

Kondisi sakit sangat b3erpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan elektrolit

tubuh Misalnya : 

a.       Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.

b.      Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator keseimbangan cairan

dan elektrolit tubuh

c.       Pasien dengan penurunan tingkat kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan

karena kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.

6.      Tindakan Medis

Banyak tindakan medis yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh

seperti : suction, nasogastric tube dan lain-lain.

7.      Pengobatan :

Pengobatan seperti pemberian deuretik, laksative dapat berpengaruh pada kondisi cairan

dan elektrolit tubuh.

8.      Pembedahan

Pasien dengan tindakan pembedahan memiliki resiko tinggi mengalami gangguan

keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, dikarenakan kehilangan darah selama pembedahan.

D.    Obat Yang Mempengaruhi Cairan dan Elektrolit

1.      Cairan hipotonik

Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion na+ lebih rendah

dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka

cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan

berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang

dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah

(dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan

ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari

dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan

intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah nacl 45% dan dekstrosa 2,5%.

2.      Cairan Isotonik

Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen

darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang

mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).

Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung

kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan ringer-laktat (rl), dan normal saline/larutan

garam fisiologis (nacl 0,9%).

3.      Cairan Hipertonik

Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan

elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,

meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif

dengan cairan hipotonik. Misalnya dextrose 5%, nacl 45% hipertonik, dextrose 5%+ringer-

lactate, dextrose 5%+nacl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:

1.      Kristaloid:

Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders)

ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan

cairan segera. Misalnya ringer-laktat dan garam fisiologis.

2.      Koloid

Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari

membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat

menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.

Jenis-Jenis Cairan Infus

1.      Asering

Indikasi:

Dehidrasi (syok hipovolemik dan asidosis) pada kondisi: gastroenteritis akut, demam berdarah

dengue (dhf), luka bakar, syok hemoragik, dehidrasi berat, trauma.

Komposisi:

Setiap liter asering mengandung:

         NA 130 MEQ

         K 4 meq

         Cl 109 meq

         Ca 3 meq

         Asetat (garam) 28 meq

Keunggulan:

a.       Asetat dimetabolisme di otot, dan masih dapat ditolelir pada pasien yang mengalami gangguan

hati

b.      Pada pemberian sebelum operasi sesar, ra mengatasi asidosis laktat lebih baik dibanding rl pada

neonates

c.       Pada kasus bedah, asetat dapat mempertahankan suhu tubuh sentral pada anestesi dengan

isofluran

d.      Mempunyai efek vasodilator

e.       Pada kasus stroke akut, penambahan mgso4 20 % sebanyak 10 ml pada 1000 ml ra, dapat

meningkatkan tonisitas larutan infus sehingga memperkecil risiko memperburuk edema serebral

2.      Ka-en 1b

Indikasi:

a.       Sebagai Larutan Awal Bila Status Elektrolit Pasien Belum Diketahui, Misal Pada Kasus

Emergensi (Dehidrasi Karena Asupan Oral Tidak Memadai, Demam)

b.      < 24 jam pasca operasi

c.       Dosis lazim 500-1000 ml untuk sekali pemberian secara iv. Kecepatan sebaiknya 300-500

ml/jam (dewasa) dan 50-100 ml/jam pada anak-anak

d.      Bayi prematur atau bayi baru lahir, sebaiknya tidak diberikan lebih dari 100 ml/jam

3.      Ka-en 3a & ka-en 3b

Indikasi:

a.      Larutan Rumatan Nasional Untuk Memenuhi Kebutuhan Harian Air Dan Elektrolit Dengan

Kandungan Kalium Cukup Untuk Mengganti Ekskresi Harian, Pada Keadaan Asupan Oral

Terbatas

b.      Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

c.       Mensuplai kalium sebesar 10 meq/l untuk ka-en 3a

d.      Mensuplai kalium sebesar 20 meq/l untuk ka-en 3b

4.      Ka-en mg3

Indikasi :

a.       Larutan Rumatan Nasional Untuk Memenuhi Kebutuhan Harian Air Dan Elektrolit Dengan

Kandungan Kalium Cukup Untuk Mengganti Ekskresi Harian, Pada Keadaan Asupan Oral

Terbatas

b.      Rumatan untuk kasus pasca operasi (> 24-48 jam)

c.       Mensuplai kalium 20 meq/l

d.      Rumatan untuk kasus dimana suplemen npc dibutuhkan 400 kcal/l

5.      Ka-en 4a

Indikasi :

a.       Merupakan Larutan Infus Rumatan Untuk Bayi Dan Anak

b.      Tanpa kandungan kalium, sehingga dapat diberikan pada pasien dengan berbagai kadar

konsentrasi kalium serum normal

c.       Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi (per 1000 ml):

a.       NA 30 MEQ/L

b.       K 0 meq/l

c.        Cl 20 meq/l

d.       Laktat 10 meq/l

e.        Glukosa 40 gr/l

6.      Ka-en 4b

Indikasi:

a.       Merupakan Larutan Infus Rumatan Untuk Bayi Dan Anak Usia Kurang 3 Tahun

b.      Mensuplai 8 meq/l kalium pada pasien sehingga meminimalkan risiko hipokalemia

c.       Tepat digunakan untuk dehidrasi hipertonik

Komposisi:

a.      Na 30 meq/l

b.      K 8 meq/l

c.       Cl 28 meq/l

d.      Laktat 10 meq/l

e.       Glukosa 37,5 gr/l

7.      Otsu-ns

Indikasi:

a.       Untuk Resusitasi

b.      Kehilangan na > cl, misal diare

c.       Sindrom yang berkaitan dengan kehilangan natrium (asidosis diabetikum, insufisiensi

adrenokortikal, luka bakar)

8.      Otsu-rl

Indikasi:

a.       Resusitasi

b.      Suplai ion bikarbonat

c.       Asidosis metabolic

9.      Martos-10

Indikasi:

a.       Suplai Air Dan Karbohidrat Secara Parenteral Pada Penderita Diabetik

b.      Keadaan kritis lain yang membutuhkan nutrisi eksogen seperti tumor, infeksi berat, stres berat

dan defisiensi protein

c.       Dosis: 0,3 gr/kg bb/jam

d.      Mengandung 400 kcal/l

10.  Amiparen

Indikasi:

a.       Stres Metabolik Berat

b.      Luka bakar

c.       Infeksi berat

d.      Kwasiokor

e.       Pasca operasi

f.       Total parenteral nutrition

g.      Dosis dewasa 100 ml selama 60 menit

11.  Aminovel-600

Indikasi:

a.       Nutrisi Tambahan Pada Gangguan Saluran Gi

b.      Penderita gi yang dipuasakan

c.       Kebutuhan metabolik yang meningkat (misal luka bakar, trauma dan pasca operasi)

d.      Stres metabolik sedang

e.       Dosis dewasa 500 ml selama 4-6 jam (20-30 tpm)

12.  Pan-amin g

Indikasi:

a.       Suplai Asam Amino Pada Hiponatremia Dan Stres Metabolik Ringan

b.      Nitrisi dini pasca operasi

c.       Tifoid